Pengantar Imu Komunikasi 143 4. Model Publisitas Model ini mengasumsikan khalayak penerima pesan adalah pihak yang pasif. Mereka memperhatikan semua informasi yang disampaikan melalui media massa, terlepas apapun kontennya. Oleh karena itu, model ini fokus berbagai upaya media massa untuk mendapatkan perhatian khalayak, semisal dengan memberikan informasi mengenai selebriti, tokoh politik, maupun berbagai isu kontroversial. Perhatian yang diberikan khalayak kemudian digunakan media massa untuk mendapatkan keuntungan dari para pengiklan. 5. Model Resepsi Model ini mengadopsi perspektif kritis yang memahami bahwa kontruksi makna dari pesan yang disampaikan oleh media terbentuk dalam pemikiran khalayak sebagai penerima pesan. Asumsi utama dari model ini adalah bahwa pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat terbuka dan memiliki beragam makna (polysemik). Pesan tersebut kemudian diinterpretasikan bergantung pada konteks dan budaya si penerima pesan. Dari penjelasan mengenai model komunikasi massa di atas, kita beralih kepada media massa yang memungkinkan terjadinya komunikasi massa. Seperti kita ketahui, media massa merupakan saluran yang digunakan oleh pengirim pesan untuk menyampaikan berbagai informasi kepada penerima pesan yang merupakan khalayak massa. Media massa sendiri setidaknya memiliki empat fungsi utama yaitu sebagai sumber informasi (to inform), sarana pendidikan (to educate), sarana hiburan (to entertain); dan mempengaruhi (to influence) (Fariastuti, 2017).
Pengantar Imu Komunikasi 144 Sebagai sumber informasi, media massa berfungsi memberikan berbagai informasi penting yang layak untuk diketahui khalayak. Media massa juga menjadi sumber utama bagi masyarakat ketika mereka ingin mendapatkan informasi terbaru. Sedangkan sebagai sarana pendidikan; media massa memiliki fungsi untuk memberikan informasi yang berkualitas yang dapat menambah pengetahuan dan mengedukasi khalayak. Sebagai sarana hiburan, media massa menjadi saluran utama bagi khalayak ketika mereka ingin menghabiskan waktu mereka dan menikmati berbagai konten yang menghibur. Lalu, fungsi media massa untuk mempengaruhi merujuk pada kemampuan media massa untuk menggerakkan perhatian khalayak kepada berbagai hal penting yang disampaikan melalui media massa. Berbagai fungsi tersebut dapat dipenuhi oleh media massa karena media massa memiliki aspek teknologi yang membuat media mampu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi. Saat ini teknologi memungkinkan media massa berinovasi dan berkonvergensi dengan media baru. Sehingga di era digitalisasi ini, media massa menjadi bagian dari kehidupan Masyarakat. Setiap saat anggota masyarakat bisa mengakses berbagai informasi yang disediakan media massa pada platform digital (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). Sebelumnya, media massa (atau yang lebih dikenal dengan nama pers) menjadi alat utama penguasa untuk melakukan propaganda pada masyarakat. Pers dianggap sangat berpengaruh untuk mendapatkan perhatian masyarakat dan mengarahkan mereka untuk mengikuti keinginan penguasa (Bambang, 2014). Namun pada perkembangannya, terutama di era digital ini media berkembang ke arah lain dan tidak melulu condong kepada pihak penguasa. Media, terutama media sosial kini banyak mewadahi
Pengantar Imu Komunikasi 145 berbagai kegiatan sosial dan kolaboratif yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Sebagai contoh adalah penggunaan hashtag (#) yang digunakan pengguna media sosial untuk berkolaborasi atau mengumpulkan opini mengenai berbagai isu-isu. Hashtag membentuk komunitas di mana para pengguna media sosial yang awalnya tidak saling kenal dapat berinteraksi dan berbagi berbagai pemikiran mereka (Asmawarini, Muwarni and Murtiningsih, 2022). Selain itu, media massa dan media sosial sudah banyak digunakan oleh berbagai organisasi untuk berbagai tujuan. Mulai dari pembentukan citra positif, hingga sarana pemasaran. Sebagai contoh, public relations yang saat ini sudah mulai merambah ke ranah online (cyber public relations). Sehingga menjalin relasi, riset dan pelaksanaan fungsi kehumasan sudah mulai dilakukan melalui berbagai platform media sosial (Seto Wahjuwibowo, 2021). Di era digitalisasi ini berbagai media massa melakukan inovasi untuk dapat bersaing dengan media online dan mempertahankan khalayak mereka. Mari kita tilik satu persatu jenis-jenis media massa dan perkembangannya. 1. Buku Buku merupakan media massa yang paling tua. Awalnya buku terdiri dari lembaran tulisan tangan yang beredar hanya di kalangan terpelajar. Penemuan mesih cetak oleh Gutenberg menjadi sebuah terobosan yang membuat buku menjadi produk massal dan bisa didapatkan dengan harga murah (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). Pada era digital ini, buku-buku cetak telah mulai kehilangan pamornya digantikan dengan buku-buku digital. Perusahaan Google sudah melakukan digitalisasi terhadap berbagai macam buku
Pengantar Imu Komunikasi 146 yag dapat dibaca dengan menggunakan e-book reader. Toko yang menjual buku-buku fisik kini mulai digantikan dengan toko buku digital (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012; Turow, 2009;Paxson, 2010). 2. Majalah Majalah merupakan kumpulan tulisan (fiksi, iklan, puisi, dan tulisan lain) yang menarik bagi para pembacanya (Turow, 2009). Jenis tulisan yang populer, ringan dan menghibur dapat ditemukan melalui majalah. Maka tidak heran pada masa keemasannya banyak ditemukan berbagai jenis majalah yang menawarkan berbagai macam topik. Mulai dari majalah anak-anak, remaja, wanita, hobi, kesehatan, hingga religi (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). Meskipun hingga kini masih banyak ditemukan majalah versi cetak, namun jumlahnya menurun dengan sangat drastis. Pembacanya juga sangat berkurang. Sehingga dilakukan konvergensi ke platform digital untuk mempertahankan jumlah pembaca dengan menyediakan majalah versi online yang bisa diakses oleh pembacanya dengan lebih mudah (Campbell, Martin and Fabos, 2012). 3. Surat Kabar/koran Pada awal kemunculannya surat kabar/koran selalu identik dengan pihak penguasa. Namun kemudian terjadi pergerakan di mana organisasi berita yang memproduksi surat kabar/koran mulai memperjuangkan independensi mereka dari penguasa. Sehingga mereka dapat menjalankan praktik jurnalisme yang objektif dan berimbang (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). Surat kabar/koran yang identik dengan kaum terpelajar ini, pernah menjadi salah satu media iklan yang paling bergengsi dan diminati. Banyak surat kabar terkemuka dengan oplag yang sangat besar dan menjadi
Pengantar Imu Komunikasi 147 sumber informasi utama bagi masyarakat (Campbell, Martin and Fabos, 2012). Namun di era digitalisasi ini, surat kabar dalam bentuk cetak sudah kehilangan pasar mereka. Banyak anggota masyarakat yang beralih ke platform digital dan media sosial untuk mendapatkan berbagai informasi terbaru. Hal ini menyebabkan turunnya pendapatan organisasi media berita. Oleh karena itu, kini organisasi media berita sudah melakukan konvergensi, trend yang mengkombinasikan berbagai media di dalam newsroom yang sama, sehingga satu materi dapat dibagi kepada media lain yang berada di bawah perusahaan yang sama. Konvergensi dapat mengefisiensikan biaya, karena berbagai materi, seperti video, audio, teks dan foto dapat digunakan untuk berbagai media. Selain itu, seiring dengan perkembangan teknologi internet, organisasi berita sudah membuat surat kabar digital berupa enewspaper, dan membuat berbagai aplikasi berita online di mana para pembaca dapat mengakses berbagai informasi terbaru dengan segera (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). 4. Musik Rekaman (Recorded Music) Semenjak penemuan phonograph oleh Thomas Edison, musik menjadi hiburan yang populer di kalangan masyarakat. Musik rekaman juga mengalami perkembangan, yang awalnya berupa piringan hitam, berkembang menjadi pita kaset, compact disc (CD), MP3 dan sekarang sudah bisa didengarkan secara online melalui berbagai aplikasi di internet seperti Spotify dan I-Tunes. Internet memungkinkan musik disimpan, dikirimkan dan didengarkan secara online. Bahkan banyak perusahaan yang menjalankan bisnis jual beli music rekaman secara online (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). Radio sempat menjadi media utama dalam
Pengantar Imu Komunikasi 148 menyebarkan musik rekaman. Karena banyak musik-musik baru yang disiarkan perdana melalui radio, selain itu seringnya siaran musik melalui radio membuat musik-musik tersebut menjadi populer di kalangan Masyarakat (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). 5. Radio Radio merupakan salah satu media massa yang masih memiliki cukup banyak pendengar di era digitalisasi ini. Diawali dengan penemuan telegraf nirkabel oleh Marconi (1896) yang menggunakan gelombang radio, hingga penyiaran radio secara berkala di Amerika Serikat pada tahun 1920, radio mampu menarik minat masyarakat untuk mendengarkan berbagai musik dan informasi yang disampaikannya. Radio memiliki peran penting dalam memperkenalkan berbagai genre musik kepada para pendengarnya. Saat ini radio Internet juga berkembang dengan sangat pesat (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). 6. Film Awal kemunculannya, film dikenal dengan rekaman gambar bergerak tanpa suara. Kemudian perkembangan di industri perfilman menghasilkan film-film berwaran penuh dengan musik, suara, editing, dan efek yang sangat canggih. Hal ini menyebabkan film menjadi salah satau sumber hiburan yang sangat diminati oleh masyarakat. Namun kepopuleran film menurun dengan kemunculan media televisi. Para pengusaha film kemudian mengambil langkah untuk melakukan konvergensi dengan media tersebut. Salah satunya adalah dengan memproduksi berbagai program untuk televisi. Hal ini memperlihatkan bahwa teknologi dan pasar secara berkelanjutan mentransformasi industri
Pengantar Imu Komunikasi 149 perfilman. Internet juga mengubah industri perfilman untuk mulai menayangkan berbagai film melalui aplikasi streaming, seperti Netflix, Disney Hotstar, HBO GO, Prime Video, dll, agar mereka tetap bisa mempertahankan penonton mereka. (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). 7. Televisi T_f_vcsc [w[fhy[ ^ce_h[f ^_ha[h ‚r[^ci \_ra[g\[r‛. Kehadiran televisi sempat memicu ketertarikan yang sangat tinggi dari masyarakat. Era keemasan televisi terjadi setelah perang Dunia II, dengan banyaknya drama-drama televisi yang diproduksi dan disiarkan sehingga menyaingi film. Perkembangan media digital kemudian menjadi tantangan bagi industri televisi. Jumlah penonton televisi mengalami penurunan karena penonton mulai beralih ke media digital termasuk aplikasi streaming film. Hal ini memaksa pengusaha televisi untuk melakukan konvergensi dan mengadopsi teknologi digital untuk meningkatkan kenyamanan penonton (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012). 8. Internet Teknologi internet sebenarnya sudah mulai digunakan pada Perang Dunia II, namun mulai populer penggunaannya di kalangan masyarakat sejak tahun 90-an. Hingga kini internet tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari anggota masyarakat. Para pengusaha di bidang internet menyadari bahwa mereka dapat menghasilkan uang dari populasi online yang makin berkembang, sehingga internet juga mulai digunakan sebagai sarana beriklan. Perusahaan internet raksasa Google menjadi raja baru di dunia media melebihi jaringan televisi, surat kabar dan majalah.
Pengantar Imu Komunikasi 150 Penjelasan mengenai perkembangan media massa di era digitalisasi ini memperlihatkan bahwa terdapat berbagai Upaya yang dilakukan organisasi media massa untuk melakukan transformasi dan inovasi untuk bisa bersaing dengan berbagai media baru. Perusahaan internet seperti Google, Facebook, Instagram dan Wikipedia telah menjadi menjadi sumber hiburan baru sekaligus sumber informasi utama bagi masyarakat di era digital. Oleh karena itu, banyak organisasi media yang melakukan konvergensi di platform digital. Surat kabar, majalah, dan buku kini telah bertransformasi menjadi publikasi online. Media penyiaran, film dan rekaman musik juga telah melakukan siaran secara streaming. (Straubhaar, LaRose and Davenport, 2012).
Pengantar Imu Komunikasi 151 A. Sekelumit Sejarah Komunikasi Sejarah komunikasi diperkirakan dimulai sejak sekitar 35.000 tahun sebelum Masehi (SM). Pada zaman ini, yang disebut sebagai zaman Cro-Magnon, bahasa sebagai alat berkomunikasi sudah dikenal. Pada mulanya komunikasi merupakan upaya atau cara manusia menyampaikan ide, gagasan, kemauan, hasrat dan lain sebagainya, upaya tersebut hanya supaya manusia bisa saling berhubungan. Pada waktu itu, komunikasi tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus diberi perhatian dikaji atau distrukturkan (Harun, 2011 dalam Efendi, 2021). Rogers pada Onong (2019), sejarah perkembangan komunikasi dapat dibagi dalam empat era perubahan, yaitu era komunikasi tulisan, era komunikasi cetakan, era telekomunikasi, dan era MENCIPTAKAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Pengantar Imu Komunikasi 152 komunikasi interaktif. Era komunikasi tulisan diperkirakan dimulai ketika bangsa Sumeria mulai mengenal kemampuan menulis dalam lembaran tanah nat sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi. Era komunikasi cetakan dimulai sejak penemuan mesin cetak hand-press oleh Gutenberg pada tahun 1456. Era telekomunikasi diawali dengan ditemukannya alat telegraf oleh Samuel Morse pada tahun 1844. Era komunikasi interaktif mulai terjadi pada pertengahan abad ke-19. Pada saat itu, tepatnya tahun 1946, ditemukan Mainframe Computer ENIAC dengan 18.000 cacuum tubes oleh para ahli dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat (Onong, 2019). Pada dasarnya, komunikasi merupakan suatu alat yang digunakan oleh umat manusia dalam hal memberikan maupun menyampaikan pesan kepada sesama umat manusia untuk diketahui dan juga dipahami. Bahasa menjadi salah satu media utama dan juga pondasi yang digunakan manusia dalam menghubungkan aktifitas komunikasi yang dapat membangun makna dalam suatu abstraksi konsep (Karo, 2021; Misnawati, 2023). Pondasi inilah kemudian menjadikan bentuk perkembangan suatu peradaban umat manusia yang diimbangi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus mendorong umat manusia untuk membentuk berbagai amcam pola interaksi, baik itu yang dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung atau dengan menggunakan medium alat bantu (Mailani.dkk, 2022; Hasibuan.dkk, 2023; Eliastuti.dkk, 2023). Menurut Everett M. Rogers dan D. Lawrence Kincaid (Nurudin, 2016) Communications adalah proses di mana dua atau lebih bentuk atau bertukar informasi satu sama lain, yang pada gilirannya akan tiba dalam pemahaman bersama, dalam
Pengantar Imu Komunikasi 153 (Nadziya & Nugroho, 2021). Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, sikap dan perasaan yang sama. Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi. Tanpa penerimaan sesuatu dengan pengertian yang sama, maka y[ha t_rd[^c [^[f[b ‚^c[fia [ht[r[ ir[ha s[tu‛ (Pib[h & Fitria, 2021). Sejarah panjang mencatat dalam kaitannya dengan komunikasi yang dianggap sebagai suatu keilmuan, membawa kita akan ketertarikan yang kuat dalam penelitian akademis tentang komunikasi, dimana dimulai setelah Perang Dunia I ketika kemajuan dalam teknologi dan karya tulis yang menjadikan komunikasi menjadi sebuah topik dalam perbincangan. Setelah Perang Dunia II , ilmu pengetahuan sosial semakin dikenal sebagai ilmu yang sah, serta minat terhadap proses-proses psikologis dan sosial menjadi semakin kuat. Persuasi dan pengambilan keputusan dalam kelompok merupakan perhatian utama, bukan hanya di antara para peneliti, tetapi dalam masyarakat secara umum karena penggunaan propaganda yang luas selama masa perang untuk menyebarkan rezim-rezim yang menindas. Penelitian komunikasi berkembang dengan pesat pada pertengahan kedua abad ke-20 karena minat pragmatis dalam apa yang dapat diraih oleh komunikasi dan hasil yang diperlihatkan (Littlejohn & Foss, 2014).
Pengantar Imu Komunikasi 154 B. Definisi Komunikasi Efektif Pada banyak kajian ilmu komunikasi dijelaskan terdapat dua dikotomi yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Tentu dikotomi ini merupakan perwujudan kongkrit ilmu komunikasi yang tidak hanya dilihat sebagai suatu kajian ilmiah tetapi juga memiliki potensi terhadap suatu terapan yang berimplikasi pada tindakan yang akan dilakukan oleh manusia di dalam kesehariannya (Brooks, 1967; Silalahi, 2023). Pada literatur lain, komunikasi dipandang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang membawa pada suatu konsekuensi bahwa komunikasi merupakan suatu ilmu yang secara fokus membahas dalam kiatannya permasalahan yang bersinggungan dengan alat penghantar makna pada sesama manusia. Secara tidak sadar, manusia telah melakukan praktif komunikasi sejak dirinya terlahi di dunia melalui berbagai macam metode, baik yang dilakukan secara oral (verbal) maupun yang dilakukan melalui tindakan atau yang disebut dengan isyarat (non-verbal). Melalui bentuk komunikasi itulah manusia merasa dirinya tidak sedang melakukan kegiatan berkomunikasi kepada pihak lain dan dianggapnya sebagai aktifitas yang biasa. Komunikasi juga dianggap sebagai hal yang terpenting untuk bisa dipelajari dan menjadi suatu ilmu baru yang telah lama ada sejak diciptakannya manusia. Frank Dance mengambil sebuah langkah besar untuk mengklasifikasikan konsep dasar melalui upaya yang menggarisbawahi sejumlah elemen yang digunakan dalam membedakan komunikasi. Pengklasifikasian inilah kemudian dijelaskan menjadi tiga dimenesi penting yang menjadi
Pengantar Imu Komunikasi 155 bentuk pengejawantahan dasar dasar komunikasi, dimana hal tersebut telah lama diterapkan secara langsung oleh manusia. (a) Pertama Dimensi pada tataran tingkat pengamatan atau keringkasan. Beberapa difinisi termasuk luas atau bebas , yang lainnya terbatas (Littlejohn & Foss, 2014). Sebagai contoh sebelum ditemukannya sistem tanda dan lambang manusia membuat suatu perumpamaan perumpamaan yang digunakan untuk medefinisikan suatu benda atau barang. Seperti pada definisi fisik yang ada pada sebuah kursi, dimana memiliki fungsi sebagai tempat duduk, memiliki bahan kayu atau terbuat dari plastik solid, memiliki dimensi atas 4 kaki penyangga, dapat berwarna gelap atau memiliki warna yang cerah mengikuti pada besar kecilnya bentuk kursi tersebut dan dapat ditempatkan dimanapun yang dikehendaki oleh orang yang memfungsikannya. Penjelasan inilah kemudian yang membuat suatu makna komunikasi memiliki definisi yang cukup luas dan juga bebas. Sebagai benda yang memiliki bahan dasar kayu atau plastik adalah benda yang sangat luas dimensi pemaknaannya dan bahkan tidak terlintas di dalam benak pikiran manusia dalam mendefiniskan sebagai kursi. Dengan demikian perlunya pembatasan pamaknaan komunikasi yang memiliki potensi besar untuk bisa memberikan penfarsiran yang mungkin bukanlah kehendak dari orang yang ingin menyampaikan pesan tersebut. Contoh lain juga digunakan untuk memberikan batas dalam mendefinisikan suatu seseorang yang memiliki kesamaan nama dengan orang yang lainnya. Dengan menyebutkan atribut yang melekat pada orang tersebut seperti Mawar yang betempat tinggal di Surabaya, anak dari pasangan A dan B sehingga
Pengantar Imu Komunikasi 156 menunjukkan secara spesifik orang tertentu yang bukan menyebutkan pada Mawar yang lainnya. Definsi komunikasi yang dimaknai sebagai keluasan dan juga keterbatasan ini mengingatkan kita pada suatu konsep yang dikemukakan oleh Heider (1925) terkait atribusi berpangkal pada psikologi gestalt yang mencoba mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi yang cukup memberikan analogi kelogisan tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu (Martinko & Mackey, 2019; Brun.dkk, 2021). Lebih lanjut atribusi mencoba mengenali penyebab tingkah laku orang lain sehingga memperoleh pengetahuan mengenai sifat-siifat serta disposisi yang menetap pada orang lain (Branscombe & Byron, 2017). Dengan demikian makna yang disajikan dalan konteks keluasan serta batasan membawa pemahaman seseorang akan suatu ciri ciri simbol, tanda dan lambang yang bisa merujuk pada sifat maupun penjelasan pada hal tersebut. (b) Kedua Dimensi pada tataran tujuan yang memiliki maksud tertentu dalam membingkai suatu pesan yang disampaikan (Littlejohn & Foss, 2014). Sebagai contoh seseorang memahami komunikasi berdasarkan konteks atau tempat dimana berlakunya bahasa maupun budaya yang mampu memberikan penjelasan pada sebuah istilah atau yang disebut dengan ketepatan penggunaan kata dalam suatu bahasa. Keragaman budaya berimplikasi pada keberbedaan persepsi yang dimunculkan dalam suatu kata maupun istilah tertentu yang nampak sama, baik dalam tulisan maupun j_hau][j[h. S_j_rtc j[^[ ^_`chcsc \u[b ‚a_^[ha‛ ^[f[g konteks bahasa sunda memiliki makna buah pepaya akan
Pengantar Imu Komunikasi 157 \_r\_^[ eiht_es ‚a_^[ha‛ j[^[ \[b[s[ d[w[ y[ha g_gcfcec makna buah pisang. Analogi sederhana yang digunakan oleh penyusun maupun penulis dalam sebuah buku menggunakan alat bantu glosarium untuk menciptakan suatu kesamaan maupun pengertian yang selaras dengan pesan yang ingin disampaikan. Sehingga makna yang dibangun dalam suatu pesan pada konteks komunikasi memiliki orietasi pada tujuan pada maksud yang telah ditentukan. (c) Ketiga Dimensi yang sangat berguna untuk membedakan definisi komunikasi adalah penilaian normatif. Beberapa definisi menyertakan pernyataan tentang keberhasilan, keefektifan, dan ketepatan (Littlejohn & Foss, 2014). Sebagai contoh sosialisasi tentang kampanye lingkungan hidup akan lebih bermakna (meaningfull) ketika disampaikan kepada kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan visi misi dalam menjaga kelestarian ekosistem lingkungan hidup, baik dalam konteks kehutanan, kelautan maupun lingkungan hidup perkotaan atau pedesaan. Konkretnya adalah ketika dalam konteks pengklasifikasian sampah organik, non organik, dan daur ulang pada masyarakat perkotaan secara efektif menciptakan kultur budaya baru untuk turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi maupun mereduksi masalah besar yang dihadapi di wilayah perkotaan yang sangat pekat dengan isu sampah. Seseorang atau kelompok masyarakat yang telah menyerap pesan persuasif akan menginternalisasikan dalam bentuk tindakan yaha ^[j[t g_g\u[t ‚eih^usc`‛ fchaeuha[h hidup. Dengan demikian dimensi penilaian normatif yang memiliki oritensi penting dalam menjaga keefektifan pesan dapat terlaksana dengan baik.
Pengantar Imu Komunikasi 158 Komunikasi sebagai keterampilan tidak terlepas dari keterampilan komunikasi atau kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan berkomunikasi secara efektif (Devito, 1997 dalam Efendi, 2021). Secara umum dijelaskan bahwa aktifitas yang melibatkan pihak pihak tertentu dengan harapan saling bertukarnya pesan dan dimengerti satu dengan yang lainnya merupakan bagian utama dari terciptanya komunikasi efektif (Hardiyanto & Pulungan, 2019; Marbun.dkk, 2023; Puspa Ayu.dkk, 2021). Secara konkret kemudian Wiryanto (2000) memberikan uraian yang cukup sederhana dalam memaknai komunikasi efektif yang memberikan penekanan pada suatu pesan yang berdampak pada perubahan dari pihak yang menerima pesan tersebut, mulai dari adanya tranformasi sikap, perilaku maupun perubahan pola pikir yang bermuara pada pengambilan keputusan atau yang diartikan sebagai sebuah tindakan. C. Menciptakan Keefektifan Komunikasi Komunikasi tidak bisa dihindari dari kehidupan manusia, baik dalam konteks usia, jenis kelamin, aliran gender dan lain sebagainya hingga sampai pada konteks yang lebih makro seperti ekonomi, politik, sosial, budaya pertahanan dan keamana (ekopolsosbudhankam). Dengan kata lain perlu adanya strategi didalam penyesuaian konteks yang berguna untuk membentuk suatu kefektifan komunikasi. 1. Pesan yang disampaikan sebagai bentuk ketertarikan pihak lain. Kita sepakat bahwa first impression merupakan suatu bentuk pengalihan perhatian audience yang diharapkan mampu menginterlaisasi pesan pesan yang dikririmkan oleh komunikator kepada komunikan
Pengantar Imu Komunikasi 159 (audience) (Bar. Dkk, 2006). Melalui first impression seluruh pesan yang disampaikan dianggap sebagai suatu hal ynag sangat penting yang menjadi fokus utama para audience untuk diperhartika secara saksama. Oleh karena itu komunikator yang hendak menyampaikan suatu pesan kepada audience haruslah memikirkan bentuk strategi seperti apa untuk mengawali atau membuka percakapa kepada pihak lain atau audience untuk menarik perhatiannya. Salah satu bentuk yang bisa diterapkan dan sangat sederhana untuk menarik perhatian adalah dengan berkelakar. Dengan demikian atmosfer yang terbangun menciptakan suasana yang cair sehingga mampu menginternalisasi setiap pesan yang disampaikan. 2. Penuh dengan perhitungan dan perencanaan. Pesan yang akan disampaikan disusun secara sistematis dan penuh dengan perhitungan dampak yang timbulkan. Artinya bahwa pemilihan kata dalam merangkai suatu kalimat pesan harus bisa diproyeksikan mengenai efek yang ditimbulkan dan juga membentuk suatu pola pikir dari sisi penerima pesan. Ihak yang mengirimkan pesan juga harus bisa merasakan bagaimana makna yang muncul atau diinterpretasikan ketika pesan tersebut disampaikan kepada pihak lain. Keteraturan dan juga keuntutan akan berpengaru pada berhasil tidaknya pihak lain memahami pesan yang disampikan. Dengan demikian bahwa pesan memiliki dimensi penjelasan yang harus mebentuk suatu alur, baik itu memiliki atur yang mengilustrasikan bentuk dari suatu piramida (dari umum ke khusus) ataupun alur pada arus air (dari khusus ke umum).
Pengantar Imu Komunikasi 160 3. Kemudahan dalam pemahaman makna. Pesan harus mudah dipahami dan tidak memiliki makna ganda ketika telah tersampikan kepada pihak lain. Penting seorang komunikator untuk bisa menyederhanakan bahasanya ketika berhadapan pada komunikan yang berbeda dalam hal pengetahuan maupun pengalamannya. Belum dikatan sebagai seseorang yang ahli dalam beretorika ketika orang awam belum mampu mencerna suatu bahasa maupun istilah yang disampikan dari komunikator tersebut. Dengan kata lain konteks pesan haruslah disesuaikan dengan lawan bicara, sehingga meminimalisir gap atau bahkan meniadakan halangan dalam merepresentasikan suatu pesan. Contoh konkret yang bisa diterapkan adalah mengikuti kesepakatan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara (audience) ketimbang mempertahankan keotentikan sumber bahasa itu sendiri. 4. Ketepatan dalam pemilihan medium penghantar. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kesesuaian medium sebagai instrumen penghantar komunikasi sangatlah diperhitungkan dengan baik. Pesan yang disampikan harus mampu menyesuaikan dengan terget atau komunikan. Anak anak kecil lebih efektif ketika mereka disuguhkan dengan ilustrasi ilustrsi bergambar seperti animasi, kartun dan lain sebagainya dalam menyajikan suatu pesan sehingga efektif untuk bisa diterima. Akan sangat berbeda dengan pesan yang akan disampaikan kepada orang orang dewasa yang menyesuaikan konteks apa yang hendak dibahas. Serta konteks remaja yang menginginkan suatu informasi yang lebih sederhana ketika disampaikan melalui
Pengantar Imu Komunikasi 161 entertainment yang tersedia pada banyak media sosial dan lain sebagainya. 5. Visualisasi penggunaan komunikasi non verbal. Pada istilah komunikasi, komunikasi non verbal merupakan bentuk penguat atau yang disebut dengan High Context Communication (isyarat) yang orang lain akan memahami walaupun tidak dengan menggunakan bahasa verbal (Manrai.dkk, 2019; Schoen, 2022; Alsola, 2023). Artinya bahwa bahasa non verbal lebih memiliki kekuatan yang lebih bisa dipercaya jika dibandingkan dengan baha verbal yang tidak konsisten dengan ekspresif non verbalnya (Puspitasari & Danaya, 2022; Suhairi.dkk, 2023). Penting dalam menciptakan keefektifan komunikasi yang dilengkapi dengan isyarat dimana ada penekanan yang harus disajikan pada bahasa verbal tertentu. Seperti ketika memberikan suatu penjelasan terkait testimoni suatu produk untuk mmebentuk keefektifan haruslah berbarengan dengan bahasa non verbalnya. Produk kosmetik pemutih kulit akan sangat dipercaya dan menjadi bentuk komunikasi yang fektif sebagai produk yang terpencaya ketika yang memberikan testimoni adalah seseorang yang telah merasakan dan terdapat bukti fisik sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan demikian terciptanya komunikasi yang efektif diperlukan adanya komplementer berupa bahasa non verbal untuk g_g\_rce[h ‚hy[w[‛ ^[f[g jris_s eiguhce[sc.
Pengantar Imu Komunikasi 162 OMUNIKASI persuasif memilliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang sering dihadapkan pada situasi di mana ia perlu mempengaruhi atau membujuk orang lain agar sependapat dengan dirinya atau mau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Situasi-situasi tersebut dapat berupa proses belajar mengajar antara guru dengan siswa, ingin meyakinkan rekan kerja untuk mendukung ide, membujuk anak agar mau makan sayur, atau mengajak tetangga ikut serta dalam kegiatan sosial (Zaenuri, 2017, p. 43). Dalam situasi-situasi tersebut, keterampilan komunikasi persuasif sangat dibutuhkan agar seseorang dapat menyampaikan pesan secara efektif sehingga mampu mempengaruhi lawan bicara. Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi atau mengubah sikap, K STRATEGI DAN TEKNIK UNTUK MEMPENGARUHI ORANG LAIN
Pengantar Imu Komunikasi 163 pandangan, atau tindakan seseorang agar sejalan dengan harapan pengirim pesan. Biasanya, komunikasi persuasif didasarkan pada paradigma psikologi dan dianggap sebagai proses komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap. Menurut Suryanto (2017), faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan komunikasi persuasif meliputi kredibilitas komunikator, isi pesan, pengaruh lingkungan, serta pemahaman dan kesinambungan pesan tersebut (Tamara and Safitri, 2021, p. 60). Singkat kata, komunikasi persuasif merupakan seni dalam berkomunikasi. Komunikator yang mahir dalam seni komunikasi persuasif akan mampu mempengaruhi lawan bicara tanpa harus memaksanya (Amalia and Rakhmawati, 2023, p. 100). Pesan-pesan persuasif disampaikan dengan cara halus dan santun sehingga penerima pesan menerima pesan tersebut secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan. Tujuan dari komunikasi persuasif adalah untuk memperkuat, membentuk, atau mengubah tanggapan seseorang. Dalam bab ini, akan dibahas strategi dan teknik untuk menguasai seni komunikasi persuasif agar dapat mempengaruhi orang lain dengan efektif. Beberapa strategi dan teknik yang akan dibahas meliputi penggunaan bahasa tubuh, penggunaan katakata yang tepat, dan penggunaan prinsip-prinsip persuasi yang efektif. Dengan menguasai seni komunikasi persuasif, seseorang dapat belajar bagaimana merancang pesan yang persuasif, menentukan strategi yang tepat, hingga menyampaikan pesan secara lisan maupun tulisan agar mampu mengubah sikap dan perilaku orang lain. Sehingga, dengan komunukasi persuasif, seseorang dapat mempengaruhi orang lain dengan lebih efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam berbagai situasi.
Pengantar Imu Komunikasi 164 A. Konsep Komunikasi Persuasif 1. Definisi Komunikasi Persuasif Komunikasi persuasif adalah jenis komunikasi yang dimaksudkan untuk memengaruhi sikap, pendapat, atau perilaku seseorang agar sejalan dengan keinginan komunikator (Amalia and Rakhmawati, 2023, p. 95). Menurut DeVito (2009), komunikasi persuasif adalah cara seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan maksud untuk memengaruhi sikap, opini, keyakinan, nilai, atau perilaku komunikan secara sadar dan sukarela (Hennita, Prisylia and Saffira, 2020, p. 231). Lebih lanjut, Rakhmat (2007) mendefinisikan komunikasi persuasif sebagai upaya mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis agar orang tersebut bertindak sesuai kehendaknya (Amalia and Rakhmawati, 2023, p. 95). Komunikasi persuasif adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan dengan menggunakan alasan psikologis, menekankan pada kesadaran komunikan untuk berpendapat, bersikap dan bertindak didasarkan atas kemauan, kerelaannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain (Dia and Wahyuni, 2021, p. 71). Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki tujuan spesifik untuk mempengaruhi komunikan
Pengantar Imu Komunikasi 165 b. Menggunakan pesan yang bersifat membujuk dan merayu c. Mengubah sikap dan perilaku komunikan secara sadar dan sukarela d. Menggunakan pendekatan psikologis dalam mempengaruhi komunikan Dengan demikian, inti dari komunikasi persuasif adalah upaya sengaja dari komunikator untuk mempengaruhi komunikan dengan menggunakan daya tarik psikologis dan emosional agar komunikan mau menerima pesan yang disampaikan dan mengubah sikap serta perilakunya sesuai dengan keinginan komunikator (Perdana, Adhrianti and Budiman, 2022, p. 210). Dalam dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung, kemampuan untuk meyakinkan orang lain menjadi semakin penting, baik dalam konteks pribadi, profesional, maupun politik. Maka, komunikasi persuasif umumnya digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan pemasaran, kampanye, politik, propaganda, pendidikan dan aktivitas komunikasi lain yang bersifat mempengaruhi, dan untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa teori komunikasi yang relevan dengan komunikasi persuasif antara lain adalah teori stimulusrespon, dan teori kemungkinan elaborasi, dan teori perubahan sikap. Berikut ini adalah beberapa teori komunikasi yang dapat diterapkan dalam komunikasi persuasif (Mirawati, 2021, p. 66; Sikumbang, Effendy and Husna, 2019, p. 41; Zaenuri, 2017, p. 57):
Pengantar Imu Komunikasi 166 a. Teori Stimulus-Respon (Stimulus Response Theory) Teori ini adalah teori komunikasi linear tertua yang menggambarkan proses komunikasi sebagai satu arah, dari stimulus ke respons. Model ini menggambarkan bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator bertindak sebagai stimulus yang akan menimbulkan respons dari penerima pesan. Dalam konteks komunikasi persuasif, teori ini dapat digunakan dengan merancang pesan yang dapat merangsang respons yang diinginkan. Ketika penerima pesan mengelola dan menerima pesan tersebut, maka terjadi kesediaan untuk mengubah sikap. b. Teori Kemungkinan Elaborasi (Elaboration Likelihood Model) Teori ini menjelaskan bahwa keputusan dibuat bergantung pada jalur yang ditempuh dalam memproses sebuah pesan. Teori ini menyatakan bahwa individu dapat dipengaruhi oleh pesan persuasif melalui dua jalur, yaitu jalur sentral (central route) dan jalur pinggiran (peripheral route). Jalur sentral merupakan jalur di mana individu secara kritis mengevaluasi informasi, sementara jalur pinggiran merupakan jalur di mana individu menilai informasi tanpa mempertimbangkan argumen yang mendasarinya. c. Teori Perubahan Sikap (Behavioural Change Theories) Teori ini berfokus pada bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap tersebut dapat diubah melalui komunikasi persuasif. Teori ini penting dalam komunikasi persuasif karena bertujuan untuk mengubah
Pengantar Imu Komunikasi 167 sikap khalayak agar sesuai dengan tujuan komunikator. Sikap dianggap sebagai hasil dari pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang berkelanjutan dengan lingkungan sekitar. Sikap selalu terkait dengan objek seperti manusia, peristiwa, wawasan, dan ide. Interaksi sosial dengan orang lain di berbagai tempat, seperti sekolah, rumah, dan tempat lainnya melalui percakapan, teladan, dan nasehat merupakan cara untuk memperoleh sikap. Perasaan dan afeksi juga merupakan bagian dari sikap, yang tercermin dalam pilihan seseorang, baik itu bersifat positif, negatif, atau netral. Ketiga teori di atas relevan untuk diterapkan dalam komunikasi persuasif di era sekarang, khususnya di era digital, karena memberikan kerangka sistematis dan terukur untuk merancang pesan dan kampanye persuasif dalam rangka mengubah sikap khalayak. Teori-teori ini juga sejalan dengan karakteristik komunikasi di era digital yang cenderung instan dan terukur. Dalam konteks komunikasi persuasif, sikap memainkan peran penting. Seorang komunikator pesan persuasif (persuader) tertarik pada sikap dalam rangka kepentingannya untuk memprediksi secara persuasi berdasarkan pengetahuan tentang variabel yang mengantarai antara dampak pesan, dan respon komunikan pesan persuasif (persuadee) terhadap pesan yang disampaikan (Mirawati, 2021, p. 66). Dengan demikian, teori-teori komunikasi ini dapat diterapkan dalam komunikasi persuasif untuk mencapai tujuan persuasi, yaitu mempengaruhi perubahan sikap atau perilaku komunikan.
Pengantar Imu Komunikasi 168 2. Tujuan Komunikasi Persuasif Komunikasi persuasif bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat, atau perilaku sasaran persuasi atau komunikan. Biasanya, komunikator ingin mengubah sikap atau pendapat yang berbeda dengan yang diinginkan oleh komunikator. Selain itu, tujuan dari komunikasi persuasif juga dapat berupa untuk membentuk tanggapan, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku sasaran persuasi atau komunikan. Dengan demikian, tujuan dari komunikasi persuasif adalah untuk mempengaruhi sasaran persuasi atau komunikan agar mau menerima pesan yang disampaikan dan mengubah sikap serta perilakunya sesuai dengan keinginan komunikator (Putri, 2019, p. 55). Komunikasi persuasif memiliki tujuan untuk membujuk komunikan agar melakukan hal sebagaimana yang dikehendaki komunikator. Tujuan dari bentuk komunikasi persuasif adalah untuk mendorong pendengar, rekan kerja, dan atasan atau bawahan organisasi untuk membuat keputusan atau melakukan suatu tindakan. Komunikasi persuasif adalah kejadian sehari-hari dan karena itu mungkin dialami dalam interpersonal, kelompok, tim atau situasi publik (Zaenuri, 2017, p. 44). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Komunikasi Persuasif Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi persuasif dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor yang saling berhubungan (Hafni and Sutjipto, 2019, p. 118; Putri, 2019, p. 55; Tamara and Safitri, 2021, p. 60; Zaenuri, 2017, p. 59):
Pengantar Imu Komunikasi 169 a. Sumber pesan atau komunikator. Sumber pesan atau komunikator harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas ini dapat meningkatkan kepercayaan dan keyakinan penerima pesan terhadap informasi yang disampaikan. Hal yang perlu diperhatikan: 1) Kredibilitas sumber pesan atau komunikator yang mempunyai pengetahuan tentang apa yang disampaikannya 2) Karakteristik personal sumber pesan atau komunikator seperti kepercayaan diri, keahlian, dan pengalaman b. Pesan itu sendiri. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi persuasif harus masuk akal dan dapat dipahami oleh penerima. Pesan yang jelas dan konsisten dapat membantu penerima memahami dan menerima informasi yang disampaikan, termasuk di dalamnya: 1) Kualitas pesan yang disampaikan, apakah masuk akal atau tidak 2) Kepastian dan kejelasan pesan 3) Kesesuaian pesan dengan nilai dan norma yang berlaku c. Komunikan atau sasaran persuasi, dengan hal yang perlu diperhatikan: 1) Karakteristik personal komunikan seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pengalaman hidup
Pengantar Imu Komunikasi 170 2) Sikap, pendapat, dan perilaku komunikan sebelumnya 3) Kepentingan dan kebutuhan komunikan d. Pengaruh lingkungan. Lingkungan di mana komunikasi berlangsung juga mempengaruhi efektivitas komunikasi persuasif. Lingkungan yang mendukung dan kondusif dapat meningkatkan keberhasilan komunikasi persuasif. Di dalamnya termasuk: 1) Konteks sosial, budaya, dan politik yang mempengaruhi persepsi dan tanggapan komunikan 2) Media dan teknologi yang digunakan dalam penyampaian pesan Dalam komunikasi persuasif, faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pesan persuasif yang disampaikan. Namun, perlu diingat bahwa faktor-faktor ini tidak berjalan secara bertahap dan pada banyak kasus, faktor-faktor ini saling tumpang tindih (Tamara and Safitri, 2021, p. 60). Oleh karena itu, komunikator perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut dalam merancang dan menyampaikan pesan persuasif agar dapat mencapai tujuan persuasi yang diinginkan.
Pengantar Imu Komunikasi 171 B. Strategi Komunikasi Persuasif 1. Prinsip Komunikasi Persuasif Menurut Robert Cialdini (2009), ada enam prinsip utama dalam melakukan persuasi, yaitu (Hennita, Prisylia and Saffira, 2020, p. 231): a. Timbal Balik (Reciprocation): Prinsip ini menunjukkan bahwa orang cenderung mau membantu atau memenuhi permintaan orang yang melakukan persuasi jika ia pernah memberikan bantuan atau perlakuan yang sama kepada mereka. Misalnya, memberikan senyuman, pujian, atau hadiah sebagai tanda penghargaan. b. Komitmen dan Konsistensi (Commitment and Consistency): Prinsip ini mengungkapkan bahwa orang tidak suka mundur dari suatu kesepakatan. Mereka lebih memilih untuk melakukan sesuatu setelah menyetujuinya, baik secara verbal maupun nonverbal. Mereka juga cenderung mematuhi dan mengikuti sikap, nilai, dan tindakan yang sudah ada sebelumnya. c. Bukti Sosial (Social Proof): Prinsip ini menunjukkan bahwa orang cenderung menentukan perilaku yang benar berdasarkan apa yang dilakukan orang lain. Mereka berpikir bahwa tindakan mereka benar jika mereka melihat orang lain melakukan hal yang sama. d. Kegemaran (Liking): Prinsip ini menunjukkan bahwa orang lebih memilih untuk setuju dengan orangorang yang mereka kenal dan sukai.
Pengantar Imu Komunikasi 172 e. Otoritas (Authority): Prinsip ini menunjukkan bahwa otoritas dapat mempengaruhi orang lain. Manusia cenderung bertindak berdasarkan pengaruh otoritas yang mereka kagumi. f. Kelangkaan (Scarcity): Prinsip ini menunjukkan bahwa keterbatasan menjadikan sesuatu menjadi penting. Dalam konteks persuasi, ini bisa berarti menjelaskan kepada audiens sebagai orang yang dipengaruhi tentang apa yang membuat mereka rugi jika mereka tidak mendengarkan presentasi yang disampaikan oleh orang yang ingin mempengaruhi. 2. Langkah-langkah dalam Menerapkan Strategi Komunikasi Persuasif Dalam menerapkan strategi komunikasi persuasif, komunikator perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi persuasif dan memilih strategi yang sesuai dengan sasaran persuasi atau komunikan yang dituju. Langkah-langkah dalam menerapkan strategi komunikasi persuasif meliputi (Zaenuri, 2017, p. 61): a. Menentukan tujuan persuasi yang jelas dan spesifik b. Menentukan sasaran persuasi atau komunikan yang tepat c. Menentukan strategi komunikasi persuasif yang sesuai dengan sasaran persuasi d. Menyusun pesan persuasif yang efektif dan menarik e. Menentukan media atau saluran komunikasi yang tepat untuk menyampaikan pesan persuasif
Pengantar Imu Komunikasi 173 f. Menerapkan teknik komunikasi persuasif yang sesuai dengan strategi yang digunakan g. Memonitor dan mengevaluasi efektivitas pesan persuasif yang disampaikan Komunikator perlu memperhatikan langkah-langkah di atas dalam menerapkan strategi komunikasi persuasif agar pesan persuasif yang disampaikan dapat mencapai tujuan persuasi yang diinginkan. C. Teknik Komunikasi Persuasif Salah satu unsur komunikasi persuasif adalah teknik komunikasi persuasif. Teknik komunikasi persuasif bisa digunakan oleh komunikator untuk mencapai keberhasilan komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif menjadi sebuah proses ketika komunikator berupaya mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku komunikan melalui pesan verbal maupun nonverbal, sehingga komunikan bertindak sesuai dengan maksud yang diinginkan oleh komunikator. Dalam konteks ini, komunikator berusaha untuk memengaruhi penerima pesan agar merespons sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Dia and Wahyuni, 2021, pp. 68, 71). Berikut adalah beberapa teknik komunikasi persuasif. 1. Teknik Verbal dalam Komunikasi Persuasif Verbal merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi persuasif. Pemilihan kata dan cara penyampaian pesan secara verbal sangat mempengaruhi efektivitas pesan persuasif. Beberapa teknik verbal yang dapat digunakan dalam komunikasi persuasif antara lain:
Pengantar Imu Komunikasi 174 a. Menggunakan kata-kata yang bersifat emotif dan menggugah perasaan komunikan. Contoh: kata-kata yang menunjukkan rasa kagum, bangga, terharu. b. Menggunakan perumpamaan, metafora, dan analogi untuk memperjelas pesan dan membuatnya lebih menarik. c. Mengulang kata kunci secara bermakna untuk memberi penekanan pada poin-poin penting. d. Menggunakan pertanyaan retoris untuk merangsang komunikan berpikir dan menarik kesimpulan sendiri. e. Menghindari kata-kata yang bermakna ganda atau membingungkan. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. 2. Teknik Nonverbal dalam Komunikasi Persuasif Selain bahasa verbal, komunikasi nonverbal juga memainkan peran penting dalam komunikasi persuasif. Beberapa teknik nonverbal yang dapat digunakan: a. Kontak mata yang tepat untuk menunjukkan kesungguhan dan kepercayaan diri. b. Ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan verbal. c. Gerakan dan sikap tubuh yang tenang dan penuh percaya diri. d. Penggunaan ruang (proxemics) yang tepat agar komunikan merasa nyaman. e. Sentuhan yang tepat (misalnya berjabat tangan) untuk membangun kedekatan.
Pengantar Imu Komunikasi 175 f. Vokal yang jelas dan intonasi suara yang bervariasi sesuai konteks. Dengan menggabungkan teknik bahasa dan nonverbal yang tepat, komunikator dapat menyampaikan pesan persuasif secara efektif sehingga mampu mempengaruhi sikap dan perilaku komunikan. D. Studi Kasus Komunikasi Persuasif Berikut adalah beberapa contoh studi kasus komunikasi persuasif di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir beserta penerapan konsep komunikasi persuasif: 1. Studi Kasus 1 - Influencer Marketing: Komunikasi Persuasif dalam Prakteknya Pemengaruh (influencer) memang dapat memulai tren dan membujuk pengikutnya untuk membeli barang yang mereka rekomendasikan. Hal ini terkait dengan komunikasi persuasif karena ia menggunakan kemampuan komunikasinya untuk mempengaruhi dan membujuk orang lain (Thamrin and Utami, 2023, p. 33). Pemengaruh biasanya memiliki banyak pengikut di media sosial karena konten dan kepribadian mereka yang menarik. Mereka dianggap sebagai panutan dan teladan bagi pengikutnya. Oleh karena itu, pengikutnya cenderung mempercayai rekomendasi yang diberikan pemengaruh tersebut. Pemasaran pemengaruh (influencer marketing) telah menjadi strategi pemasaran yang efektif di Indonesia, dengan banyak merek yang berhasil meraih kesuksesan melalui pendekatan ini. Menurut Statista,
Pengantar Imu Komunikasi 176 pemasaran pemengaruh di Indonesia telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat penetrasi media sosial yang relatif tinggi di Indonesia menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ini. Statista juga menyajikan hasil survei yang menunjukkan bahwa sekitar 68% konsumen Indonesia dipengaruhi oleh influencer media sosial dalam perilaku pembelian mereka (Statista, 2023). Dapat dilihat bahwa pemasaran pemengaruh dapat digunakan untuk membangun kesadaran merek, meningkatkan keterlibatan, dan akhirnya meningkatkan penjualan. Namun, efektivitasnya dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor seperti kredibilitas dan relevansi pemengaruh, target audiens, dan strategi pemasaran merek itu sendiri. Ketika seorang pemengaruh merekomendasikan suatu produk atau jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung, mereka sebenarnya sedang melakukan komunikasi persuasif (Thamrin and Utami, 2023, p. 33). Pemengaruh menggunakan daya tarik dan kredibilitasnya untuk meyakinkan pengikutnya agar tertarik dan akhirnya membeli produk yang direkomendasikan. Mereka biasanya akan menjelaskan kelebihan produk tersebut, mengapa produk itu cocok untuk pengikutnya, dan mengapa produk itu layak untuk dibeli. Dengan gayanya yang menarik, pemengaruh mampu mempersuasi dan membujuk pengikutnya tanpa terkesan memaksa. Karena kemampuannya dalam memulai tren dan mempersuasi pengikutnya ini, maka tidak heran jika banyak merek memanfaatkan
Pengantar Imu Komunikasi 177 pemasaran pemengaruh sebagai salah satu strategi pemasaran di media sosial. Pemengaruh dipandang mampu meningkatkan kesadaran (awareness) dan keterlibatan (engagement) konsumen terhadap merek dan produk dengan cara yang lebih halus dan menarik. 2. Studi Kasus 2 - Kampanye Sosial: Pictorial Health Warning (PHW) Kampanye Pictorial Health Warning (PHW) oleh Kementerian Kesehatan Indonesia merupakan contoh nyata dari implementasi komunikasi persuasi dalam kampanye sosial. Tujuan utama kampanye ini adalah untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia (Samosir, Priyatna and Hafiar, 2019, p. 13). Dalam kampanye ini, bungkus rokok digunakan sebagai media penyampaian pesan. Alasannya adalah bungkus rokok adalah hal yang paling dekat dengan perokok dan rokoknya, sehingga setiap kali perokok ingin merokok, mereka akan melihat gambar efek dampak buruk rokok tersebut. Komunikasi persuasi dalam kampanye ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, komunikator harus memahami isi pesan agar dapat membujuk audiens melalui proses komunikasi yang terjadi. Kedua, komunikator memperhatikan pesan yang disampaikan agar audiens dapat menerima pesan persuasi tersebut. Ketiga, komunikator harus pintar-pintar menahan dan menunda pesan persuasi yang sudah dipahaminya sampai menemukan waktu yang tepat untuk disampaikan. Keempat, perubahan sikap komunikan
Pengantar Imu Komunikasi 178 harus spesifik seperti yang disampaikan dalam pesan persuasi yang diterima. Efektivitas komunikasi persuasi dalam kampanye ini ditunjukkan dengan peningkatan intensi berhenti merokok pada subjek perokok pemula. Penelitian menunjukkan bahwa peringatan dengan gambar penyakit akibat rokok disertai tulisan peringatan yang singkat lebih efektif berpengaruh dibandingkan gambar dan tulisan peringatan yang lain. Secara keseluruhan, kampanye ini merupakan contoh bagaimana komunikasi persuasi dapat digunakan secara efektif dalam kampanye sosial untuk mengubah perilaku masyarakat. Meski demikian, penting untuk mempertimbangkan berbagai faktor lain yang mungkin mempengaruhi efektivitas kampanye ini, seperti pendekatan yang digunakan, konteks sosial dan budaya, serta faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi perilaku merokok. 3. Studi Kasus 3 - Iklan Produk: Kampanye GoFood oleh Gojek Pada tahun 2016, Gojek meluncurkan layanan pesan antar makanan GoFood. Untuk mempromosikan layanan baru ini, Gojek menggunakan strategi komunikasi persuasif dalam kampanyenya (Yusuf and Pradekso, 2021, p. 221). Kampanye GoFood oleh Gojek merupakan contoh komunikasi persuasif dalam konteks iklan produk. Gojek, sebagai perusahaan penyedia layanan transportasi dan logistik online, telah berhasil memperluas jangkauannya dengan meluncurkan
Pengantar Imu Komunikasi 179 layanan pengiriman makanan bernama GoFood pada tahun 2015. Dalam kampanye GoFood, Gojek menggunakan berbagai strategi komunikasi persuasif untuk menarik perhatian konsumen dan meningkatkan penjualan. Salah satu teknik persuasif yang digunakan dalam kampanye GoFood adalah penggunaan promosi dan hadiah menarik. Misalnya, Gojek bekerja sama dengan berbagai merek dan restoran untuk menawarkan diskon spesial, paket menu, dan bundling produk eksklusif kepada pengguna GoFood. Teknik ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi konsumen dan mendorong mereka untuk menggunakan layanan GoFood secara lebih aktif. Selain itu, Gojek juga dikenal kreatif dalam membuat iklan atau kampanye yang menarik dan menggugah perhatian. Beberapa contoh iklan GoFood yang kreatif meliputi video klip yang lucu, papan reklame (billboard) dengan narasi panjang yang menyindir kemacetan lalu lintas, dan karangan bunga raksasa yang memberikan ucapan selamat kepada merek-merek ternama. Dengan pendekatan yang unik dan menarik, Gojek berhasil menarik perhatian konsumen dan membuat mereka tertarik untuk mencoba layanan GoFood. Beberapa penerapan konsep komunikasi persuasif dalam kampanye GoFood antara lain: a. Menawarkan promo dan diskon untuk menarik minat masyarakat mencoba layanan baru. b. Menggunakan endorser selebriti untuk meningkatkan kredibilitas dan daya tarik pesan.
Pengantar Imu Komunikasi 180 c. Memanfaatkan media sosial untuk penyebaran pesan yang lebih luas dan interaktif. d. Menekankan kemudahan dan kecepatan layanan GoFood untuk memenuhi kebutuhan konsumen. e. Menggunakan pesan yang menggugah selera makan agar menimbulkan hasrat mencoba layanan. Dengan strategi tersebut, kampanye GoFood berhasil menarik minat masyarakat dan meningkatkan penggunaan layanan GoFood secara signifikan. Dalam konteks komunikasi persuasif, kampanye GoFood oleh Gojek berhasil menggabungkan berbagai teknik persuasif untuk menciptakan pesan yang kuat dan menarik bagi konsumen. Melalui promosi, hadiah menarik, dan iklan kreatif, Gojek berhasil meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap layanan GoFood dan mempengaruhi perilaku konsumen untuk menggunakan layanan tersebut secara lebih aktif.
Pengantar Imu Komunikasi 181 DAFTAR PUSTAK A Abelia Kusuma, S. (2023). Strategi Pesan Sebamed Indonesia melalui Media Sosial Instagram (Studi Kasus pada PT. Eltean Luhurkencana). Aminuddin. (1988). Semantik: pengantar studi tentang makna. Sinar Baru. https://books.google.co.id/books?id=psD_NwAACAAJ Apriyano, H. (2023). Makna Guna Manusia dalam Lirik dan Video Lagu Guna Manusia Karya Barasuara (Analisis Semiotika Roland Barthes). Universitas Multimedia Nusantara. Ani Atih. Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Hubungan Interpersonal. Universitas Negeri Jakarta , 2015 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003 Agus M. Hardjana, KomunikasiIntrapersonal & Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2003 Adler, Ronald B, George Rodman, and Athena Du Pre. (2020). Understanding Human Communication. USA: Oxford University Press Allo Liliweri, 2011. Komunikasi : Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana.
Pengantar Imu Komunikasi 182 Arifin, Anwar, 2011, Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas, Rajawali Pers, Jakarta Ag[fc[, R. [h^ R[bg[w[tc, D. (2023) ‘Kiguhce[sc j_rsu[sc` c\u dan anak dalam membentuk perilaku positif pada anak usia 5-7 t[buh’, Journal of Digital Communication and Design (JDCODE), 2(2), pp. 94–103. Alsola, M. C. (2023). A Literature Review on Multicultural Business Communication. American Journal of Multidisciplinary Research and Innovation, 2(5), 47-54. Asmawarini, R.T., Muwarni, E. and Murtiningsih, B.S.E. (2022) ‘M[jjcha tb_ Dcact[f Miv_g_ht ch tb_ H[sbt[g #2024AniesPresiden, #GanjarPresiden, and #Pr[\iwiPr_sc^_h’, Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 7(2), pp. 356–367. Adler, Ronald B., et al. 2020. Understanding Human Communication Fourteenth Edition. New York: Oxford University Press Atmaja, Bonifacius S.D., Alvin, Silvanus. 2023. Phubbing by Gen-Z and Gen-Y: Exploring Smartphone Usage and Its Implications on Interpersonal Communication in The Workplace. JIST: Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, 4(8), 908-918. https://jist.publikasiindonesia.id/index.php/jist/article/vi ew/665 Burhan, Bungin. 2011. Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Bu^y[th[, M. (2011) ‘T_irc eiguhce[sc [ht[r jrc\[^c’.
Pengantar Imu Komunikasi 183 Budyatna, M. (2015) Teori-Teori Mengenai Komunikasi AntarPribadi. Prenada Media. Beauchamp, Susan R., Baran, Stanley J. 2017. Introduction to Human Communication Perception, Meaning and Identity. New York: Oxford University Press Budyatna, M., Ganiem, Leila M. 2014. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana B[g\[ha, A. (2014) ‘P_rci^_ j_re_g\[ha[h g_^c[ g[ss[ j_rci^ i` g[ss g_^c[ ^_v_fijg_ht (Ah Ov_rvc_w)’, Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, 18(1), pp. 119–132. Available at: https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jskm/article/view /180107. Bar, M., Neta, M., & Linz, H. (2006). Very First Impressions. Emotion, 6(2), 269-78. doi: 10.1037/1528-3542.6.2.269. PMID: 16768559. Branscombe, N.R. & Baron, R.A. (2017). Social psychology (14th ed., global ed.). Essex: Pearson. Brooks, K. (1967). The Communicative Arts and Science of Speech. Columbus: Charles E. Mer- ril Books, Inc. Brun, L., Pansu, P., & Dompnier, B. (2021). The role of causal attributions in determining behavioral consequences: A meta-analysis from an intrapersonal attributional perspective in achievement contexts. Psychological Bulletin, 147(7), 701. Campbell, R., Martin, C.R. and Fabos, B. (2012) Media & Culture: An Introduction to Mass Communication. 8th edn. Bistih: B_^`ir^/St. M[rtch’s. Av[cf[\f_ [t: https://doi.org/10.1177/0010414089022003001.
Pengantar Imu Komunikasi 184 Cangara, H. (2015). Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Djajasudarma, P. D. H. T. F. (2013). Semantik 2 : Relasi Makna Paradigmatik. Refika Aditama. https://books.google.co.id/books?id=QLnZzwEACAAJ Devito, Joseph A. (2018). Human Communication, The Basic Course, 14th ed. USA: Pearson Education Deddy, Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya Dani, Vardiansyah. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatan Taksonomi Kontekstual. Bogor : Ghalia Indonesia Dominick, J. R. 2011. The Dynamic of Mass Communication. New York: The McGraw-HillCompanies, Inc. Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. DeVito, J. A. (2018). Human communication: the basic course. Pearson Higher Education. DeVito, Joseph A. 2023. The Interpersonal Communication Book Sixteenth Edition Global Edition. UK: Pearson Diwyarthi, N.D.M.S. et al. (2022) Psikologi komunikasi. Get Press. Dc[, K. [h^ W[byuhc, S. (2021) ‘T_ehce eiguhce[sc j_rsu[sc` Buy[ Y[by[ j[^[ ]_r[g[b ‚Aj[ ^[h \[a[cg[h[ bcdr[b ctu?‛’, Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam, 19(1). Available at: https://doi.org/10.30762/realita.v19i1.3411. Efendi, B. (2021). DINAMIKA KOMUNIKASI: Telaah atas Sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya terhadap Teknologi Kontemporer. Jurnal El-Hikam, 14(2), 236-264.
Pengantar Imu Komunikasi 185 Effendy, Onong Uchyana, 2000. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Effendy, O. U. (2019). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Editor: Tjun Surjaman, Cetakan ke-20, Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Eliastuti, M., Andika, M. P., Muslimah, S. N., Ulfiana, U., & Susilowaty, S. (2023). Pengaruh Perkembangan Zaman Terhadap Pergeseran Bahasa Indonesia; Kajian Sosiolinguistik, Studi Kasus Pada Pengguna Instagram Tahun 2023 (Komentar Di Instagram Najwa Shihab). Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora, 2(6), 697-710. Fujishin. (2014). Creating effective groups. Rowman & Littlefield. Faisal Wibowo . Komunikasi Verbal dan Nonverbal. 2010 F[rc[stutc, I. (2017) ‘M_^c[ M[ss[ S_\[a[c P_haa_r[e Tug\ubhy[ Sce[j B_f[ N_a[r[ Dce[f[ha[h G_h_r[sc Mu^[’, WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 16(1), p. 113. Available at: https://doi.org/10.32509/wacana.v16i1.7. Gleick, J. (2011). The Information: A History, a Theory, a Flood. Hasan Bahanan, Taksonomi Konsep Komunikasi, Sur abaya: Patyrus. 2005 Hafied, Canagara. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Nasution, Hardiyanto, S., & Pulungan, D. (2019). Komunikasi Efektif Sebagai Upaya Penanggulangan Bencana Alam di Kota Padangsidimpuan. Jurnal Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1), 30-39.
Pengantar Imu Komunikasi 186 H[`hc, R.D. [h^ Sutdcjti, V.W. (2019) ‘F[etir-faktor komunikasi persuasif Susi Pudjiastuti dalam membangun kepercayaan masyarakat untue g_haihsugsc ce[h’, Perspektif Komunikasi: Jurnal Ilmu Komunikasi Politik dan Komunikasi Bisnis, 3(2), pp. 117–125. Available at: https://doi.org/10.24853/pk.3.2.117-125. H_hhct[, G., Prcsyfc[, M.E. [h^ S[``cr[, V. (2020) ‘Ah[fcscs komunikasi persuasif pada akun Instagram Frelynshop ^[f[g g_hchae[te[h \r[h^ cg[a_’, MEDIALOG: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(2), pp. 227–240. Available at: https://doi.org/10.35326/medialog.v3i2.788. Holilah, I. (2020). Teori-Teori Komunikasi. Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) Lembaga Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Hasibuan, K. N., Mairoh, A., & Rangkuti, R. A. (2023). Terpaan Media Sosial Terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Pema (Jurnal Pendidikan Dan Pengabdian Kepada Masyarakat), 3(1), 19-24. Karandashev, Victor. 2017. Romantic Love in Cultural Context. Switzerland: Springer Julia T. Wood, Communication in Our Lives, USA: University of North Carolina atCapital Hill, 2009 Karo, K. B. (2021). Integrasi Sosial Masyarakat Desa Lambar Di Tinjau Dari Tingkat Pendidikan Formal. Skylandsea Profesional Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Teknologi, 1(2), 193-196. Kunandar, A.Y. (2019) Memahami Teori-Teori Komunikasi. Galuh Patria.
Pengantar Imu Komunikasi 187 Liliweri, D.R.A. (2019) Konfigurasi Dasar Teori-Teori Komunikasi Antar Budaya. Nusamedia. Littlejohn, S. W. & Foss, K. A. 2005. Theories of Human Communication. Wardsworth: NewYork. Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2014). Teori Komunikasi Theories of Human Communication. Edisi 9. Jakarta : Salemba Humanika. Mas, S. R., & Haris, I. (2020). Komunikasi dalam Organisasi (Teori dan Aplikasi). UNG Press Gorontalo. Moch. Doni Fadillah, & Mokhammad Baharun. (2022). Model Komunikasi Kelompok Pada Organisasi English Lover Santri. Jurnal Komunikasi & Konseling Islam, 4(2), 107– 112. Morrisan dan Andy Corry Wardhany, Teori Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia,2009 Muhammad Ahmad Al-‘Atbtb[r, The Magic of Communication, Jakarta: Zaman,2012 Marheni Fajar, Ilmu Komunikasi dan praktek, Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Maclean, B. W. (1955). A Conceptual Model for CommunicationResearch. Newyork: Audio Visual Communication Review. Mailani, O., Nuraeni, I., Syakila, S. A., & Lazuardi, J. (2022). Bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia. Kampret Journal, 1(2), 1-10. Interpersonal Communication. USA: B_^`ir^/St. M[rtch’s Macmillan Learning
Pengantar Imu Komunikasi 188 Morreale, Sherwyn P., et al. 2007. Human Communication Motivation, Knowledge and Skills Second Edition. USA: Thompson Wadsworth McCornack, Steven., Morrison, Kelly. 2022. Reflect and Relate: An Introduction to Mulyana, D. (2019). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. Mcr[w[tc, I. (2021) ‘P_g[h`[[t[h t_irc eiguhce[sc j_rsu[sc` j[^[ penelitian e-]igg_r]_ ^c _r[ ^cact[f’, Medium, 9(1), pp. 58–80. Available at: https://doi.org/10.25299/medium.2021.vol9(1).7443. Manrai, L. A., Manrai, A. K., Lascu, D., & Friedeborn, S. (2019). Determinants and effects of cultural context: A review, conceptual model, and propositions. Journal of Global Marketing, 32(2), 67-82. Marbun, T. O., Antarani, P., & Putri, M. A. (2023). KOMUNIKASI EFEKTIF MENGHASILKAN KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF. Jurnal Darma Agung, 31(6). Martinko, M. J., & Mackey, J. D. (2019). Attribution theory: An introduction to the special issue. Journal of Organizational Behavior, 40(5), 523-527. McQuail, D. (2010) M]Qu[cf’s M[ss Cigguhc][tcih Tb_iry. 6th edn. London: Sage Publication. Misnawati, M. (2023). Linguistik Cinta. Badan Penerbit Stiepari Press, 1-68. Nivchaac, V. (2019) ‘S_hs[sc ^[h P_rs_jsc P[^[ Psceifiac Kiguhce[sc’, Al-Hikmah Media Dakwah, Komunikasi, Sosial dan Kebudayaan, 10(1), pp. 40–51.
Pengantar Imu Komunikasi 189 Nurhadi, Z.F. (2017) Teori komunikasi kontemporer. Prenada Media. Nadziya, F. A., & Nugroho, W. (2021). Pola Komunikasi Antarbudaya dalam Mencegah Konflik pada Mahasiswa Lokal dan Pendatang. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 2(10), 1691-1703. Onong Uchjana Efendi, Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT RemajaRosdakarya. 2006. Octavianakesuma, I., & Parlindungan, D. R. (2022). Peran Komunikasi Kelompok dalam Membangun Hubungan yang Harmonis antar Volunteer Greenpeace Indonesia. Jurnal Mahasiswa Institut Teknologi Dan Bisnis Kalbis, Volume 8(No.1), 1166–1177. Pohan, D. D., & Fitria, U. S. (2021). Jenis Jenis Komunikasi. Cybernetics: Journal Educational Research and Social Studies, 29-37. Pearson, Judy C., et al. 2017. Human Communication Sixth Edition. New York: McGraw Hill Education Puspa Ayu, D., Eirene EM, G., & Hariadi, W. (2021). Pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR pada proses transfer pasien ke ruang perawatan untuk tenaga kesehatan: narative review. Journal of Nursing Invention, 2(1), 49-55. Pearce, W. B. 1989. Communication and the Human Condition. USA: Southern IllinoisUniversity. P_r^[h[, D.D., A^brc[htc, L. [h^ Bu^cg[h, D.A. (2022) ‘Dcs[st_r communication through social media as a means of ch`irg[tcih [h^ _^u][tcih `ir B_haeufu ]igguhctc_s’,
Pengantar Imu Komunikasi 190 Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi, 14(2), pp. 206– 218. Available at: https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v15i1.2535. Putrc, I.D.A.H. (2019) ‘Kiguhce[sc j_rsu[sc j_gue[ [^[t ^[f[g diseminasi pesan bahaya bahan kimia pada sarana Uj[e[r[ [a[g[ Hch^u ^c B[fc’, ch F.G. Suegihi [h^ F. Junaedi (eds) Komunikasi Multikultur di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera, pp. 55–72. Available at: https://drive.google.com/file/d/1zumf7QTEMlkUhV6p_sN f_n6D5pTDqZaP/view?usp=sharing&usp=embed_faceboo k (Accessed: 2 November 2023). Paxson, P. (2010) Mass Communications and Media Studies: An Introduction. New York: The Continuum International Publishing Group, Inc. Pateda, M. (1986). Semantik leksikal. Nusa Indah. https://books.google.co.id/books?id=36YtAAAAMAAJ Prof. Dr. H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja GrafindoPerkasa, 2007 Prof. Dr. Alo Liliweri, M. S. (2017). Komunikasi Antar Personal. Prenada Media. https://books.google.co.id/books?id=QvSlDwAAQBAJ Prof. Hafied Cangara, M. S. (2023). Etika Komunikasi: Menjadi Manusia yang Santun Berkomunikasi dalam Era Digital. Prenada Media. https://books.google.co.id/books?id=k_rYEAAAQBAJ Puspitasari, D., & Danaya, B. P. (2022). Pentingnya Peranan Komunikasi Dalam Organisasi: Lisan, Non Verbal, Dan Tertulis (Literature Review Manajemen). Jurnal Ekonomi Manajemen Sistem Informasi, 3(3), 257-268.
Pengantar Imu Komunikasi 191 Panuju, R. (2018). Pengantar Studi (Ilmu) Komunikasi. Rc^w[h, A. (2016) ‘Kiguhce[sc [ht[r\u^[y[: g_hau\[b j_rs_jsc ^[h sce[j ^[f[g g_hchae[te[h er_[tcvct[s g[husc[’. Ritonga, M.H. (2019) ‘Psceifiac Kiguhce[sc’. New York: McGraw Hill Education Riyanti, Apriani., Parulian, Nathaniel A. 2023. The Effect of Communication Climate on Teacher Performance in Islamic Senior High School. Journal on Education, 5(4), 11498-11502. https://jonedu.org/index.php/joe/article/view/2096 Ruben, Brent D., Stewart, Lea P. 2017. Komunikasi dan Perilaku Manusia Edisi Kelima (terjemahan). Jakarta: Rajagrafindo Persada Rohim, S. (2016). Teori Komunikasi. PT Rineka Cipta. Ruben, Brent D and Lea P. Stewart. (2020). Communication and Human Behavior, 7th ed. USA: Kendall Hunt Publishing Company Riyono Praktino, 1982. Melacak Perjalanan Ilmu Komunikasi Menuju Paradigma Baru, dalam kumpulan tulisan, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Karya. Ruben, B. (2015). Communication and Human Behaviour. New York: Kendal hill Publishing. Richard West dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi; Analisis danAplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 200). Sobur, A. (2003). Semiotika komunikasi. Remaja Rosdakarya. https://books.google.co.id/books?id=2y4lAAAACAAJ
Pengantar Imu Komunikasi 192 Sasa, Djuarsa Sendjaja. 2003. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka Susanto, A. S., 1977. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Bina Cipta. Sendjaja, S. D., & dkk. (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi. Universitas Terbuka. Scott, C.R. (2013). Anonymous Agencies, Backstreet Businesses, and Covert Collectives. Stanford University Press. Silviani, I. (2020). Komunikasi Organisasi. PT. Scopindo Media Pustaka. Siregar, R. T., Enas, U., Putri, D. E., Hasbi, I., Ummah, A. H., Arifuddin, O., Hanika, I. M., Zusrony, E., Chairunnisah, R., Ismainar, H., Syamsuriansyah, Bairizki, A., Lestari, A. S., & Utami, M. M. (2021). Komunikasi Organisasi. In Widina Bhakti Persada Bandung. Stewart, B. D. R. & L. (2019). Communication and Human Behavior. Kendall Hunt Publishing Company. Schoen, R. (2022). Getting to Yes in the cross-cultural-]iht_xt:‘ih_ scz_ ^i_sh’t `ct [ff’–a critical review of principled negotiations across borders. International Journal of Conflict Management, 33(1), 22-46. Silalahi, B. I. (2023). Dinamika Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan pada Era Konvergensi Media. Jurnal Ilmiah Media, Public Relations, dan Komunikasi (IMPRESI), 4(1), 59-69. doi:http://dx.doi.org/10.20961/impresi.v4i1.78907 Suhairi, S., Bintang, R., Mutiara, A., Ningrum, L. D., & Siregar, M. M. (2023). Kontribusi Budaya terhadap Efektifitas