Persenolisasi Pembelajaran
Persenolisasi Pembelajaran
Strategi Personalisasi Guru Pembelajaran yang Efektif Copyright© PT Penerbit Penamuda Media, 2024 Penulis: Jasminawati, S.Pd. Eti Sentia, S.Pd. Rini Permatasari Bachrun, S.Pd. Unik Ambar Wati, S.Pd., M.Pd., Ph.D. ISBN: 978-623-8586-85-1 Desain Sampul: Tim PT Penerbit Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penerbit Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Juni 2024 viii + 132, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
v Kata Pengantar Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar. Tak lupa juga mengucapkan salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat beliau, kita mampu keluar dari kegelapan menuju jalan yang lebih terang. Kami ucapkan juga rasa terima kasih kami kepada pihakpihak yang mendukung lancarnya buku ajar ini mulai dari proses penulisan hingga proses cetak, yaitu orang tua kami, rekan-rekan kami, penerbit, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Adapun, buku ini yang berjudul “Strategi Personalisasi Guru: Pembelajaran Efektif telah selesai kami buat secara semaksimal dan sebaik mungkin agar menjadi manfaat bagi pembaca yang membutuhkan informasi dan pengetahuan mengenai strategi personalisasi guru. Dalam buku ini, tertulis strategi personalisasi guru dalam pembelajaran yang efektif. Kami sadar, masih banyak luput dan kekeliruan yang tentu saja jauh dari sempurna tentang buku ini. Oleh sebab itu, kami mohon agar pembaca memberi kritik dan juga saran terhadap karya buku ajar ini agar kami dapat terus meningkatkan kualitas buku. Demikian bukuini kami buat, dengan harapan agar pembaca dapat memahami informasi dan juga mendapatkan
vi wawasan mengenai strategi personalisasi guru dalam pembelajaran efektif serta dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam arti luas. Terima kasih. Yogyakarta, 2 Juni 2024
vii Daftar Isi Kata Pengantar ...........................................................................v Daftar Isi .....................................................................................vii Bab 1. Konsep Personalisasi Pembelajaran VGVD ..................1 A. Tinjauan tentang konsep personalisasi dalam pembelajaran Personalized learning ................................3 B. Perbandingan dengan pendekatan pembelajaran konvesional..........................................................................15 Bab 2. Pengetahuan Tentang Siswa ........................................24 A. Pendekatan untuk memahami kebutuhan dan minat siswa .....................................................................................25 B. Penggunaan data untuk personalisasi pembelajaran.31 Bab 3. Diferensiasi Instruksional ..............................................35 A. Tujuan Pembelajaran Diferensiasi ....................................39 B. Desain Pembelajaran Derdiferensiasi Untuk Merancang Dengan Tingkat Kemampuan Siswa.........40 Bab 4. Penggunaan Teknologi.................................................44 A. Peran teknologi dalam mendukung personalisasi pembelajaran.....................................................................44 B. Aplikasi platform pembelajaran daring dan alat pembelajaran digital lainnya...........................................50 Bab 5. Pendektan Instruksional Kreatif....................................59 A. Pengembangan Strategi Pembelajaran Yang Menggugah Minat Dan Kreativitas Siswa.......................59
viii B. Konsep dan prinsip pembelajaran berbasis proyek..... 62 Bab 6. Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran Mandiri ......79 A. Keterlibatan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran..................................................................... 79 B. Keterampilan Belajar Mandiri Dan Penyelesaian Masalah............................................................................... 84 Bab 7. Evaluasi Umpan Balik....................................................86 A. Pendekatan dalam mengevaluasi kemajuan siswa dalam konteks pembelajaran yang dipersonalisasi..... 86 B. Hubungan Kemampuan Guru dalam Efektivitas Proses PendidikanInklusi Siswa Sekolah Dasar ........................... 90 C. Pendekatan Kolaboratif.................................................... 93 D. Pemberian Umpan Balik yang Efektif dan Berorientasi Pada Pertumbuhan........................................................... 93 E. Teknik Memberikan Umpan Balik ..................................... 99 Bab 8. Kolaborasi dan Dukungan Guru.................................108 A. Pentingnya Kolaborasi Antar Guru dan Dukungan Tim dalamMenerapkan Personalisasi Pembelajaran . 108 B. Pembelajaran Lintas Mata Pelajaran............................ 115 Daftar Pustaka .........................................................................125 Tentang Penulis .......................................................................131
1 Bab 1 Konsep Personalisasi Pembelajaran VGVD de belajar-mengajar di abad ke-21 adalah tranformasi lingkungan pendidikan yang ada ke lingkungan model pembelajaran yang responsif terhadap tantangan kehidupan abad ke 21. Serta menyiapkan siswa dalam mengarungi kehidupan global agar mereka berdaya. Belajar mengajar di abad ke-21 merupakan perubahan dari model transmisi ke pendekatan inovatif dan mengembangkan kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan era global seperti berpikir kritis dan memecahkan masalah, kolaborasi dan kerja tim, kepemimpinan, responsif dan adaptabilitas, inisiatif dan kewirausahaan, komunikasi lisan dan tilis yang efektif, akses I
2 dan analisis, rasa keingintahuan dan imajinatif, cakap dalam berhitung dan ICT, pasih berkomunikasi, arif dan mandiri belajar. (Benade, L. (2017). Being a teacher in the 21st century. A Critical New Zealand Research). Untuk mendapatkan kemampuan tersebut, guru perlu menggunakan mode pembelajaran yang inovatif, yaitu siswa diberikan kesempatan terlibat dalam kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan kerja sama, komunikasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan daya kreatif (Naidoom, 2021). Guru perlu mengubah cara-cara mereka dalam merancang belajar yang mendorong siswa menjadi pemecah masalah dan berpikir kreatif. Peran guru bergerak dari pendistribusian informasi ke mendorong siswa terlibat dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memperoses informasi menjadi produk pembelajaran yang unik, atau guru memainkan peran fasilitator, pembimbing, dan pelatih. Pembelajaran yang dipersonalisasi, atau personalisasi mengacu pada berbagai progam dan pendekatan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan, minat, dan latar belakang unik setiap peserta didik. Ini adalah alternatif dari metode pengajaran yang seragam, dimana semua peserta didik menerima instruksi, tugas, dan penilaian yang sama. Sama hal dikenal sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa, fokus dalam pembelajaran yang dipersonalisasi adalah memperioritaskan kebutuhan individu peserta didik dalam pengambilan keputusan pendidikan yang mengarah pada penigkatan hasil pendidikan bagi peserta didik, guru, dan sekolah. Salah satu aspek penting dalam student centered learning adalah adanya personalisasi dalam proses pembelajaran atau yang biasa disebut sebagai personalized learning. Personalized learning
3 merujuk kepada berbagai jenis program, pengalaman belajar, dan pendekatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan belajar yang beragam drai beragam peserta didik dengan beragam latar belakang. Hal ini juga ada keterkaitan-nya dengan personalized learning dengan merdeka belajar. Personalized learning menjadi hal yang harus bisa diuapayakn untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya dalam belajar. Salah satu poin merdeka belajar adalah menghilangkan ujian nasional dan menghadirkna assesment kompetensi di setiap tengah jenjang. Jika proses pembelajaran di dalam kelas masih dalam bentuk yang sama, dimana peserta didik sudah memiliki target yang sama untuk peserta didik. Lalu melalui proses pembelajarn yang sudah disiapkan oleh orang lain, maka pendidikan di sekolah akan tetap menjadi proses menganalienasikan peserta didik terhadap belajar itu sendiri. Dengan melakukan personalized leraning assesment kompetensi bisa menjadi lebih bermakna karena kompetensi yang nantinya dilakukan asesment telah menjadi target capaian peserta didik yang ditetapkan. Dengan demikian, peran siswa bergerak dari penerima pengetahuan menjadi peneliti, kurator, dan kreator. Produk kreasi dan ekspresi siswa dalam belajar menjadi bagian penting dalam proses belajar yang dievaluasi teman sejawat siswa dan guru (Zmuda, dkk: 2015). A. Tinjauan tentang konsep personalisasi dalam pembelajaran Personalized learning Penggunaan istilah “pembelajaran yang dipersonalisasikan” setidaknya sudah ada sejak awal tahun 1960-an,
4 namun belum ada kesepakatan luas mengenai definisi dan komponen lingkungan belajar pribadi. Bahkan para peminat konsep ini mengakui bahwa pembelajaran pribadi adalah isitilah yang terus berkembang dan tidak memiliki definisi yang diterima secara luas. Pada tahun 2005 Buckly mendefinisikan dua ujung spektrum pembelajaran yang dipersonalisasi. “Personalisasi Untuk Pelajar”, dimana guru menyesuaikan pembelajaran, dan “Personalisasi Oleh Pelajar”, dimana pelajar mengembang-kan keterampilan untuk menyesuaikan pembelajarannya sendiri. Akar konsep personalized learning dapat ditelusuri dari ide Dewey tentang “membangun minat siswa dan menghungkan pengalam luar untuk memenuhi kebutuhan individu siswa” (Dewey, 1956), dan ide Jean-Jacques Rousseau tentang membangun kemampuan dan pilihan seseorang yang menjadi modal untuk membangun motivasi internal yang dikutip dari Zmuda et all (2015) dari Yonezawa et al (2014). Pembelajaran yang dipersonalisasikan adalah ungkapan umum yang digunakan para pendidik sebagai alternatif terhadap pengajaran satu ukuran untuk semua. Namun banyak orang yang bingung tentang apa yang sebenarnya arti dalam pembelajaran yang dipersonalisasi, karena sering kali istilah ini digunakan bersamaan dengan istilahistilah tersebut diferensiasi dan individualisasi. Departemen pendidikan Amerika Serikat (AS) mendefinisikan ketiga istilah tersebut dalam rencana teknologi pendidikan sebagai berikut (Bray & McClaskey, 2013) :
5 1. Personalisasi sebagai intruksi yang diatur dengan kebutuhan belajar, disesuaikan dnegan prefensi belajar, dan disesuaikan dengan minta khusu dari peserta didik yang berbeda. 2. Diferensiasi sebagai intruksi yang disesuaikan dengan prefensi belajar dari pembelajar yang berbeda. 3. Individualisme sebagai instruksi yang diarahkan dengan kebutuhan belajar dari pemebelajar yang berbeda. Dari definisi-definisi diatas sebagian besar berfokus pada pengajaran, bukan pada pelajar yang memotivasi untuk membuat bagian yang bisa membandingkan istilahistilah tersebut dalam kaitannya dengan peran guru dan pelajar. Royal Taylor dan Azeb Gebre mereka mendefinisikan pembelajaran yang dipersonalisai sebagai instruksi yang dibedakan dan mondar-mandir dengan kebutuhan pelajar dan dibentuk oleh prefensi dan minat belajar pelajar. Center On Innovatons In Learning (CIL) mempertimbangkan konsep pembelajaran yang dipersonalisasi dan membangun definisi yang lebih kompleks untuk menangkap elemen-elemen yang tidak terlihat dalam deskripsi yang lebih sederhana sebagai berikut: Personalisasi mengacu pada hubungan guru dengan siswa dan keluarga mereka, serta penggunaan beberapa mode instruksional untuk membangun pembelajaran setiap siswa dan meningkatkan kompetensi pribadi siswa. Pembelajaran yang dipersonalisasi memvariasikan waktu, tempat, dan kecepatan pembelajaran untuk setiap siswa, serta meminta siswa dalam pembuatan jalur pembelajara,
6 dan memanfaatkan teknologi untuk mengelola dan mendokumentasikan proses pembelajaran dan mengkases sumber informasi yang kaya (Twyman & Redding, 2015). Personalisasi dalam memahami pelajar hanya memperhatikan pembelajaran dan kesiapan pelajar sebelumnya untuk pelajaran baru. Untuk CIL, personalisasi juga melakukan ini, tetapi juga berusaha untuk memahami orang pelajar prefensi, minat, dan aspirasi pribadinya dan untuk memanfaatkan pemahaman itu. Untuk mengeatahui personalisasi, memahami pelajar, diperkenalkan ke dalam pendidikan dalan tiga cara yaitu, melalui hubungan, keterlibatan, dan kompetensi pribadi. Hubungan guru dengan siswa dan keluarga mereka dapat menambahkan pengertian tentang standar personalisasi dua elemen baru. Pertama, memperkanalkan guru sebagai tokoh sentral, melibatkan pelajar dalam mengidentifikasi apa yang harus dipelajari dan dalam desain bagaimana hal ini itu harus dipelajari, sengaja membangun kompetensi pribadi siswa yang mendorong pembelajaran, dan memebntuk hubungan dengan siswa dan keluarga mereka untuk lebih memahami siswa, kebutuhan siswa, dan aspirasi siswa. Bahkan guru secara unik memiliki aset bagi siswa melalui bujukan relasional. Guru memilih kekuatan bujukan relasional yang tidak dapat ditandingi oleh teknologi. Melalui teladan guru dan instruksinya, siswa belajar untuk menghargai penguasan untuk meningkatkan harapan, untuk mengelola pembelajaran, dan untuk memperluas minat. Guru juga sangat mampu mengajarkan keterampilan sosial, emosional,
7 melibatkan keluarga dalam pengembangan akademik, dan pribadi anak-anak mereka. Keterlibatan peserta didik dalam penciptaan jalur pembelajaran. Menghormati minat, aspirasi peserta didik, mendorong rasa tanggung jawab untuk belajar, dan melatih kemampuan siswa untuk menavigasi proses pembelajaran. Kompetensi pribadi berarti sengaja membangun kapasitas peserta didik untuk belajar dengan memasukkan ke dalam instruksi, intekasi guru siswa dengan konten, kegiatan yang bisa meningkatkan kompetensi kognitif, metakognitif, motivasi, dan sosial emosional peserta didik. Keempat kompetensi pribadi ini adalah pendorong pembelajaran dan bersama-sama membentuk kebiasaan belajar peserta didik. Karena pembelajaran yang dipersonalisasi menekankan pengarahan diri peserta didik dalam belajar, kompetensi pribadi sangat penting bagi keberhasilan peserta didik. Personalisasi pembelajaran dari citra tradisional pembelajaran sekolah yaitu, dimana seorang peserta didik duduk di meja mendengarkan seorang guru atau menyelesaikan tugas yang sama dengan peserta didik yang lain dalam menggantikan pandangan guru dibantu oleh perangkat lunak manajemen pembelajaran, berputar dari presentasi interaktif yang ringkas dari konsep baru untuk berjalan di antara murid-muridnya, mendorong mereka sewaktu mereka terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang telah mereka bantu rencanakan. Membedakan mode pengjaran, waktu, tempat, kecepatan pembelajaran untuk setiap siswa, memperluas tempat belajar di luar kelas, dan
8 memisahkan hasil yang diharapkan dari garis waktu yang kaku adalah keunggukan dari pembelajaran yang dipersonalisasi. Penggunaan mode intruksional merupakan rencana pelajaran guru mencangkup campuran yang tepat dari berbagai mode pengajaran. Setiap mode melayani tujuannya sendiri, untuk setiap mode memiliki badan penelitian tentang bagaimana hal itu paling efektif digunakan. Guru memilih mode yang tepat untuk peserta didik yang tepat pada waktu yang tepat. Waktu, tempat, dan kecepatan merupakan ajaran penguasaan bahwa kecepatan belajar adalah variabel utama dalam memungkinkan sebagian besar peserta didik untuk sampai pada hasil yang sama, meskipun pada titik waktu yang berbeda. Dalam pembelajaran yang dipersonalisasi melampaui kecepatan dan waktu pembelajaran penguasaan yang sederhana. Juga dari penerapan ideologi progresif Dewy dan Maria Montessori oleh Helen Parkhusrt (1919) dalam mengembangkan sebuah model persekolahan yang merancang setiap program sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa, meningkatkan kemandirian, dan meningkatkan kemampuan sosial dan rasa tanggung jawab siswa (Zmuda et al: 2015). Personalized learning adalah kegiatan yang dirancang khusu untuk melakukan percepatan belajar siswa melalui pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan mereka dalam memenuhi ketentuan kurikuler. Secara umum personalized learning dipahami sebagai pembuka peluang bagi siswa untuk melakukan eksploraso dan mengembang-
9 kan hasrat dan kebutuhan mereka (Kallick & Zmuda, 2017). Ia merupakan model pendidikan yang secara progresif memberdayakan siswa agar mereka mampu mengajukan aspirasi, menginvestigasi masalah, merancang solusi, mengembangkan rasa keingintahuan, dan mengkreasi hasil (Zmuda et al: 2015). Ada empat hal mencirikan personalized learning. 1. Pertama, suara (voice). Suara dalah keterlibatan dan partisipasi siswa dalam menetapkan apa dan bagaimana belajar yang dilakukan pada proses awal pembelajaran. Personalized learning mendorong siswa mengenal kekuatan ide meraka dan bagaimana ide meraka dapat mengubah dan berkembang melalui kontar dengan ide orang lain. 2. Kedua, kreasi bersama, yaitu siswa bersama-sama guru mengembangkan tantangan, masalah, atau ide, mengklarifikasi apa yang diukur, meilaht produk, dan merancag rencana kegiatan yang menghasilkan outcome seperti yang dicitakan. 3. Ketiga, konstruksi sosial, yaitu siswa membangun gagasan melalui relasi dengan pihak lain ketika mereka menemukan pengetahuan dan melakukan investigasi dalam meraih tujuan khir belajar. Hal ini merujuk kapada pandangan Vygotsky (1978) tentang konstruksi sosial pengetahuan, yakni orang belajar melalui dialog, diskusi, dan membangun ide satu sama lain. Megajar siswa malalui proses mengalami membantu mereka menginternalisasi dan membentuk kembali atau mengiformasikan informasi baru. 4. Keempat, memahami diri (self-discovery) adalah poses siswa sampai kepada memahami diri mereka
10 sebagai pembelajar. Mereka melakukan refleksi untuk mengembangkan ide, sederet kemampuan, pengetahuan, dan hasil refleksi tersebut membantu mereka memprediksi apa yang akan muncul dan apa yang dapat dilakukan, menggali dan mengkreasi apa untuk ke depan. Hal ini makdudkan untuk membuat siswa menjadi bagaimana mengelola diri sendiri dalam keragaman situasi. Membantu siswa belajar dari diri mereka sendiri berarti membantu mereka mengembangkan kemampuan mereka membuat keputasan yang bijak dan menjalani dunia yang terjal dan berubah dengan cepat. Oleh karena itu, personalized learning berbeda dengan individualized dan differentiation learning. Dalam individualized learning para peserta didik selalui diberi tugas belajar dan terus melajutkan penggunaan teknologi seperti computer adapted models, a sofware platform atau a teacher-generated playlist, untuk menyelsaikan tugas. Personalized learning model melibatkan siswa dalam merancang dan mengembangkan ugas yang mereka lakukan. Keterlibatan tidak diukur dengan seberapa cepat seperti dalam perlombaan seorang siswa capai melalui suatu materi, tetapi keterlibatan dilihat dari seberapa relevan, manrik, berguna bagi siswa materi tersebut. Keterlibatan mereka semenjak mengidentifikasi, atau mengkreasi suatu gagasan, pertanyaan atau masalah, menentukan kegiatan-kegiatan pokok, sumber, jadwal, dan menentukan langkah berikutnya samapai tugas rampung diselesaikan.
11 Differetiation mencangkup realitas seluruh siswa dalam kelas dengan jeragaman skill, tingkat kesediaan dan minat. Dalam model ini guru menentukan siswa menciptakan keragaman pengalaman belajar yang ditugaskan kepada mereka. Bentuk kedua bisa menjadi membingungkan ketika siswa dapat menetapkan topik yang akandigali (centent differentiation), bagimana menginvestigasi atau mengembangkan ide (process differentiation), bentuj tampilan pembelajaran yang dipilih (product differentiation). Differentiation learning mendorong siswa memilih pilihan-pilihan yang telah guru kembangkan sebagi pilihan yang tesedia. Guru masih tetap mengontrol rancangan dan pengelolaan pengalaman. Model personalized learning memberi peluang terbuka kapada siswa untuk menetapkan apa yang mereka lakukan dan bagaimana menyuguhkan pembelajaran. Mereka mejadi pemilik semenjak awal sampai akhir, dari mengembangkan ide, investigas, analisis, dan perbaikan, sampai menyajikan hasilmnya. Model pembelajaran ini hidup dan dinamis yang membuka tembok pemisah dunia sekolah dari dunia luar, prestasi siswa pertumbuhan masyarakat. Siswa belajar dan dipengaruhi orang dewasa, taman sejawat, dan para ahli yang secra sosial mengonstruksi pengetahuan bersama. Meraka menggunakan apa yang diperoleh dari tentang diri mereka sebagai kompas yang mengarahkan pilihan, keputusan keterlibatan secara aktif. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda dalam memhami materi. Ada siswa yang lebih senang belajar dengan mendengarkan penjelasan guru, ada
12 peserta didik yang lebih suka belajar dengan membaca buku atau menonton video, dan ada pula yang lebih senang belajar dengan melakukan kegiatan praktik langsung. Metode ini disebut personalized learning (pembelajaran yang dipersonalisasikan). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan dan prefensi yang berbeda dalam belajar. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang dapat di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Personalized learning (pembelajaran yang dipersonalisasi adalah suatu metode pembelaaran di mana materi dan strategi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan individu peserta didik. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mencapai potensi maksimalnya dan mempercepat proses belajar mereka. Ada beberapa alasan mengapa personalized learning penting diterapkan di sekolah dasar: 1. Membantu siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien Dengan menyesuaikan materi strategi pembelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Peserta didik dapat belajar dengan lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat membantu peserta didik memahami materi dengan lebih cepet dan mengurangi kejenuhan saat belajar. 2. Meningkatkan motivasi siswa Pembelajaran yang dipersonalisasi dapat meningkatkan motivasi siswa karena mereka merasa lebih terlibat dalam proses belajar. Selain itu, peserta didik
13 juga merasa lebih percaya diri dan merasa lebih memiliki kontrol atas protes mereka sendiri. 3. Meningkatkan kepercayaan diri siswa Pembelajaran yang dipersonalisasi dapat membantu siswa merasa lebih percaya diri dan merasa lebih yakin pada kemampuan mereka sendiri. Hal ini dapat membantu siswa merasa lebih yakin diri saat menghadapi tantangan baru dan merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan. 4. Membatu mengembangkan kemampuan siswa Dengan menyesuaikan materi pembelajaran dengan kemampuan peserta didik. Peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang diajarkan. Hal ini akan membantu siswa mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam bidang studi tesebut. Dengan demikian, personalized learning merupakan metode pembelajaran yang penting diterapkan dalam pembelajaran bagi peserta didik sekolah dasar, karena dapat membantu siswa belajar dengan lebih efektif dan efeisien, serta dapat meningkatkan motivasi peserta didik, membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan di bidang yang lain, dan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Pembelajaran yang dipersonalisasikan juga bukan pengganti pengalaman kelas tradisisonal, sebaliknya ini dimaksudkan untuk berfungsi sebagai peningkatan dinamis ke kals, membebaskan guru untuk menghabiskan lebih banyak waktu berinteraksi. Dengan siswa, pembela-
14 jaran satu ke satu juga memungkinkan guru untuk menengahi pembelajaran dari pada bertindak sebgai penjaga gerbang, mengubah ruang kelas menjadi pusat pembelajaran mandiri dengan jangkuan yang memungkinkan dan memberdayakan jalur pembelajaran unik setiap siswa. Pembelajaran yang dipersonalisasi, bagaimana pun membutuhkan perubahan radikal dalam desain sekolah dan pemanfaatan teknologi modern yang lebih baik, sehingga dalam kursus kegiatan belajar dan pembelajaran seharihari, guru dapat menggunakan metode penilaian formatif untuk melacak kebutuhan dan keuntungan belajar secara dinamis, sumber daya dan strategi harus sesuai untuk gaya belajar, kemampuan setiap siswa, dan minat agar penting masing-masing berhasil. Alat teknologi terutama perangkat seluler memugkinkan siswa untuk menegaskan kontrol atas metode yang mereka pelajari, sehingga mempersonalisasi pengalaman pendidikan mereka. Siswa dapat belajar di mana saja kapan saja ketika mereka terhubung ke konten materi pelajaran oleh perangkat seluler ini. Namun, hanya menyediakan teknologi kepada peserta didik tidak selalu membuat pembelajaran mereka dipersonalisasi. Untuk mencapai kepuasan terhubung dengan konten, dengan cara yang bermakna pelajar harus berada di pusat pengalaman. Formula untuk pemebelajaran yang dipersonalisasi adalah kecepatan individual yang dapat disesuaikan dikombinasikan dengan pendekatan pembelajaran yang dapat disesuaikan dan dibedakann dengan dan tanpa perangkat seluler yang memungkinkan siswa untuk memasukkan minat dan pilihan mereka ke dalam pengalaman kesulurahan. Perangkat yang kuat dan adaptif dapat
15 membantu mendorong instrusi yang bermakna seperti, laboratorium, bahasa online, kuis, ceramah, dan pelajaran semuannya dapat membuat apa yang dipelajari siswa di kelas lebih menarik dan relevan. Alat bantu untuk menempatkan siswa benar-benar bertanggung jawab atas caranya mereka belajar, sementara guru menjaga siswa tetap pada jalurnya, membuat dan menemukan materi untuk meningkatkan kegembiraan belajar. B. Perbandingan dengan pendekatan pembelajaran konvesional Personalisasi sangat penting dalam setiap pembelajaran, merupakan suatu perubahan dalam metode mengajar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dan ilmu teknologi. Personalisasi dalam pembelajaran akan menjadi menarik dan efektif dalam pencapaian hasil yang baik pula. Pada masa sekarang yang semua dituntut dengan digilisasi hal ini dapat menciptakan adanya industri digital untuk perubahan metode pembelajaran yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi tersebut (Astuti, dkk: 2019). Hal ini juga dapat mempengaruhi dunia pendidikan, dimana teknologi sangat mendukung membuat aktivitas pendidikan menjadi lebih baik, diharapkan kepada pendidik untu dapat berdaptasi dengan penggunaan teknologi digital tersebut. Personalisasi pembelajaran dapat banyak manfaat, namun dalam penerapannya masih sangat kurang, kurang penerapannya ini disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik yang memiliki pengetahuan yang memadai terhadap teknologi sekarang. Pada tahun 1970 pembela-
16 jaran yang dipersonalisasi sudah resmi diakui akan tetapi dalam penggunaannya sudah sejak sebelumnya. Pembelajaran yang dipersonalisasi adalah ide yang menangkap imajinasi guru, orang tua, dan kaum muda di seluruh dunia. Ini adalah ide yang berakar pada praktik terbaik dari profesi guru dan memiliki potensi untuk membuat pengalaman belajar setiap orang muda untuk memperbesar pikiran, kreatif, menyenangkan, dan sukses. Hal ini berbanding terbalik dengan pembelajaran konvesional yang sering kali dilakukan dalam kelompok yang sama dengan kurikulum yang sama dan metode pengajaran yang seragam untuk siswa di kelas. Pembelajaran dalam pendekatan konvesional sering dimpin oleh guru dengan penekanana pada penyampaian informasi dan evaluasi melalui tes dan ujian yang standar. Dalam kegiatan pembelajaran, pada dasrnya setiap pembelajar memiliki krakteristik, kebutuhan, dan prefensi yang berbeda. Dari segi kecepatan dan kemampuan terdapat pembelajar yang lambat. Dari segi prefensi format materi pembelajaran terdapat pembelajar yang menyukai materi berbentu teks, audio, atau video. Pada pembelajaran konvesional, pendidik memberikan perlakuan yang sama kepada pembelajar. Pembelajaran konvesional dapat diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secra turun temurun. Oleh karena itu, model pembelajaran konvesional dapat juga disebut sebagai konsep pembelajaran tradisional. Pembelajaran konvesional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses
17 belajar mengajar dilakukan sangat monoton dan verbalis, yaitu dalam penyempaian materi pelajaran masih mengandalkan ceremah atau dalam istilah sebuah proses belajar mengajar yang berpusat pada guru. Lebih dari itu, model dari pembelajaran konvesional adalah metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru sejak dulu. Proses belajar mengajar dalam pembelajaran konvesional umumnya berlangsung satu arah yang merupakan transfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, norma, nilai, dan lain-lainnya dari seorang pengajar kepada peserta didik ibarat botol kosong atau kertas putih, guru atau pengajarlah yang harus mengisi boto tersebut atau menulis apapun diatas kertas putih tersebut. Sistem seperti ini disebut banking concept. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Van de Walle menyatakan bahwa “guru tradisional masih menuntun peserta didik bagaimana menggunakan materi yang dipelajari untuk mengerjakan latihan. Fokus utama dari pelajaran adalah mendapatkan jawaban. Para peserta didik menyandarkan pada guru untuk menentukan apakah jawabannya benar. Anak-anak yang mendapatkan pengalaman seperti ini akan memunyai pendangan yang sempit. Akibatnya, peserta didik dijauhkan dari sumber pengetahuan yang sebenarnya sangat baik. Menurut Subiyanto bahwa pembelajaran konvesional mempunyai ciri-ciri, yaitu: pertama, peserta didik tidak mengetahui tujuan mereka belajar pada hari itu, kedua, guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku. Ketiga, tes atau evaluasi biasanya bersifat sumatif dengan maksud untuk mengatahui perkembangan siswa. Keem-
18 pat, peserta didik harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru dengan patuh mempelajari urutan yang diterapkan dan kurang sekali mendapatkan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya. Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konvesional jika mempeunyai ciri-ciri: pertama, otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi peserta didiknya kedua, perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil. Ketiga, pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik pada saat ini. Keempat, penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh pserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementera terabaikan pengemabngan potensi peserta didik. Jika dilihat tiga jalur model penyampaian pesan pembelajaran, penyelengaraan pembelajaran konvesional lebih sering menggunakan pemberian informasi di bandingkan dengan memperagakan dan membrikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung. Dengan kata lain, guru atau metode ceramah dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan progra pembelajaran dilihat dari ketuntasannya meyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Pendekatan konvesional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke pserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan
19 konsep-konsep bukan kompetensi. Tidak hanya itu, peserta didik secara pasif menerima informasi, pembelajaran sangat bastrak dan teoritis serta tidak bersandar pada realitas kehidupan, memberikan hanya tumpukan beragam informasi kepada peserta didik, cenderung fokus pada bidang tertentu, waktu belajar peserta didik sebagian besar digunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah guru, dan mengisi latihan (kerja individual) Kemudian terkait dengan komponen pembelajaran dapat dikelompokkan dalam kategori utama, yaitu: guru, isi atau materi pembelajaran, dan peserta didik. Intraksi antara tiga komponen utama melibatkan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terciptaya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. 1. peserta didik Pembelajaran konvesional memadang keberadaan peserta didik ibarat gelas kosong yang hanya siap dituangkan air. Peserta didik dipandang sebagai manusia yang tidak memiliki kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi untuk dikembangkan secara mandiri lewat usaha yang dilakukannya. Dalam istilah yang lain, pembelajaran konvesional masih memandang peserta didik sebagai objek yang pasif sekaligus penerima secara langsung pesan dari setiap materi yang disampaikan oleh seorang guru, tetapi lebih dari itu. Banyak yang menganggap bahwa peserta didik menjadi bejana-bejana atau wadah
20 kosong untuk diisi oleh seorang guru. Artinya, semakin penuh guru mengisi wadah-wadah itu, semakin baik pula seorang guru, sehingga dalam proses pembelajaran yang berwatak konvesional seperti ini, yang terjadi bukanlah proses komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik, tetapi guru menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan mengisi tabungan yang kosong, yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para peserta didik. 2. Materi pembelajaran Dalam pembelajaran konvensional, guru masih menggantungkan pada buku teks, materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Yang diharapkan peserta didik memiliki pandangan yang sama dengan guru atau sama dengan buku teks tersebut. Berbagai alternatif perbedaan interpretasi di antara peserta didik terdapat fenomena sosial yang komples tidak dipertimbangkan. Peserta didik belajar dalam isolasi yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari. 3. Guru Guru dilihat sebagai sosok yang kharismati, karena jasanya yang banyak mendidik umat manusia dari dulu sampai saat ini. Dalam bahasa jawa, guru sendiri bermakna “digugu dan ditiru”. E Mulyasa juga menegaskan bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang
21 secara optimal tanpa bantuan seorang guru. Atas dasar asumsi di atas, pembelajaran konvesional lebih menekankan pada oteoritas guru dalam pembelajaran, peran guru dalam pembelajaran konvesional telah disempitkan hanya sebatas objek yang memberikan sesuatu kepada peserta didik, bahkan keberadaan guru dalam mempersiapkan materi pelajaran sangat terbatas sebagai bahan ceramah. 4. Tujuan pembelajaran Pembelajaran konvensional memandang bahwa tujuan pembelajaran merupakan rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta didik sesudah melewati kegiatan pembelajaran atau hanya menekankan pada penambahan pengetahuan. Tujuan pembelajaran konvensional seperti yang diuraikan di atas tidak lepas dari keinginan mulia, yaitu untuk bagaimana peserta didik harus mampu menangka apa saja ilmu yang ditransfer oleh seorang guru waktu dalam proses belajar mengajar. Lebih dari itu, tujuan akhir yang diharapkan dalam proses pembelajaran konvensional semata-mata terciptanya peserta didik yang mampu menguasai setiap materi pembelajaran yang telah dilalui olehny ketika dalam ruangan kelas. 5. Metode pembelajaran Metode pembelajaran yang dikenal dalam pembelajaran konvensional lebih banyak berpusat pada guru. Umunya berlangsung satu arah yang merupakan tranfer atau pengalihan pengetahuan, informasi, norma, nilai dariseorang pengajar kepada
22 peserta didi. Dalam pelaksanaannya, guru menyajikan fakta-fakta dan menjelaskna konsep yang menjadi bahan pelajaran, sementyara peserta didik hanya memiliki kesmpatan untuk menerima, mencatat, menyimak, dan menghafal apa yang dijelaskan oleh gurunya. 6. Media pembelajaran Keberadaan media sangatlah terbatas jumlahnya dalam pembelajaran konvensional, karenan yang menjaditulang punggung kegiatan instruksional di sin adalah pengajar atau guru. Pengajar menyajikan isi pelajaran dengan urutan model, media dan waktu yang telah ditentukan dalam strategi instruksional. Kegiatan instruksional ini berlangsung dengan menggunakan pengajar sebagai satu-satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran, padahal sumber belajar sendiri dapat beraneka ragam di lingkungan sekitar. Pelajaran ini tidak menggunakan bahan ajar yang lengkap. Dalam istilah media dalam pembelajaran konvensional tidak digunakan secara optimal hanya saja media yang digunakan oleh guru adalah berupa buku ajar dan berupa garis besar isi dan jadwal yang disampaikan diawali pembelajaran, beberapa transparansi dan formulir isian untuk dipergunakan sebagai latihan selama proses pembelajaran. 7. Evaluasi pembelajaran Adapun dalam pembelajaran konvensional, keberadaan evelausi hanya sebatas aktivits yang menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah,
23 dan biasanya menggunakan kertas dsn pensil tes. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban yang benar. Maksudnya, bisa siswa menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah berhasil menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi pembelajaran dalam pembelajaran konvensional dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
24 Bab 2 Pengetahuan Tentang Siswa alam proses belajar mengajar pemilihan dan penggunaan metode yang tepat dalam menyajikn suatu materi dapat membantu siswa dalam mengeta-hui serta memahami segala sesuatu yang disajikan guru, sehingga melalui tes hasil belajar dapat diketahui peningkatan prestasi belajar siswa. Melalui pembelajaran yang tepat, siswa diharapkan mampu memahami dan menguasai materi ajar sehingga dapat berguna dalam kehidupan nyata. Belajar ajan menjadi lebih efektif apabila kegiatan belajar mengajar sesuai dengan D
25 perkembangan intelektual anak. Selain itu juga guru perlu mengenal setiap anak didik dan bakat-bakat khusus yang mereka miliki agar dapat memberikan pengalaman pendidikan ang ditihkan oleh masing-masing siswa untuk dapat mengembangkan bakat-bakat mereka secara optimal dengan tujuan pendidikan. A. Pendekatan untuk memahami kebutuhan dan minat siswa Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sanagt umum. Roy Kellen (1998) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelaja-ran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instructtion), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan dicoveri serta pembelajaran iduktif. Sedangkan model-model pembelajaran yang mengaktifkan biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar. Para ajli biasanya menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teoriteori psikologis, analisis system, atau teori-teori yang lain. Model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran yaitu:
26 1. Model interksi social, dalam model ini siswa dituntut untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya. 2. Model pemerosesan informasi, dimana model ini menuntut siswa untuk aktif dalam memilih dan mengembangkan materi yang akan dipelajarinya. 3. Model personal, yaitu menuntut siswa untuk mampu mengeksplorasi dan mngaktualisasi kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. 4. Model mudifikasi tingkah laku, yaitu siswa harus mampu mengembangkan kemampuannya melalui tugas-tugas belajar, pembentukan perilaku aktif dan manipulasi lingkungan untuk kepentingan belajar. 1. Jenis-jenis pendekatan pembelajaran Variabel utama dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Tidak akan terjadi kegiatan pembelajaran apabila kedua variabel ini tidak ada. Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi dua yaitu pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered apporoach) dan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa (student centered apporoaches). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kellen, Roy dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching Strategis (1998) mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yaitu: a. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered apporoaches)
27 Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik. Dalam pendekatan ini guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan sebagai satusatunya sumber belajar. b. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa (Student Centered Apporoaches) Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa, manajemen, dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkn potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya, dengan menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiry serta strategi pembelajaran induktif 2. Mengaktifkan siswa melalui pendekatan dan model pembelajaran Ada banya macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun praktisi pendidikan. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu: a. Learning together Pembentukan kelompok-kelompok di kelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerja sama untuk menye-
28 lesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian pada hasil kerja kelompok. b. Team-Games-Tournamen (TGT) Setelah belajar bersama kelompok sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan jumlah nilai yang diperoleh kelompok. c. Group Investigasi (GI) Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian berserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa yang akan melaksanakannya. d. Academic-Constructive Controversy (AC) Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam stuasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masingmasin, baik bersama anggota sekolmpok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan kesehatan keselarasa. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya. e. Jigsaw Proscedure (JP) Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat
29 memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor perkelompok. f. Student Team Achievement Divisions (STAD) Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota bagi setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok. g. Complex instruction (ci) Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan pengetahuan social. Fokusnya adalah menumbuh kembangkan ketertarikankan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umunya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bingual (menggunakan dua bahasa) dan dianta para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok. h. Team Accelerated Instruction (TAI) Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika
30 soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun, jika seorang siswa belum dapat menyelesaika soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal ain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok. i. Cooparatie Learning Structures (CLS) Dalam pemebelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutuor dan yang lain menjadi tute. Tutuor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tute. Bila jawaban tute benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa saling berpasangan itu bergantian peran. j. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Model pembelajaran ini meirp dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis, dan tata bahasa. Dalam pemebelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis, dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
31 B. Penggunaan data untuk personalisasi pembelajaran Dalam lanskap pendidikan yang berkambang pesat di abad ke-21, pembelajarn yang dipersonalisai telah muncul sebagai pendekatan yang ampuh untuk memenuhi beragam kebutuhan dan gaya belajar siswa. Analsis data memainkan peran penting dalam mewujudkan pembelajaran yang dipersonalisasi daam pendidikan sekolah. Saatnya untuk memikirkan bagaimana memper-sonalisasi pembelajaran dengan anailsis data, dan strategi apa yang dapat digunakan untuk merepakan trasnformatif ini secara efektif. Analisis data membuat rencana pembelajaran yang dipersonalisasikan untuk setiap siswa berdasarkan kebutuhan masing-masing. Analisis data dapat digunakan untuk memahami kekuatan dan kelemahan setiap siswa, dan kemudian menciptakan jalur pembelajaran yang dipersonalisasikan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa. Misalnya, siswa siswa yang kesulitan dalam matematika dapat diberikan soal atihan tambahan dan dukungan, sedangkan siswa yang unggul dalam sains dapat diberikan materi yang lebih menantang. Analisis data mengembangkan platform pembelajaran adaptif yang menyesuaikan penyampaian knten dengan kemajuan dan keinerja setiap siswa. Analisis data memberikan masukan dan dukungan secara real-time. Analisis data dapat digunakan untuk melacak kemajuan siswa secara real-time dan memberikan umpan balik serta dukungn langsung. Misalnya, sistem manajemen pembelajaran mungkin menggunakan analisis data untuk
32 mengidentifikasi siswa yang kesulitan dengan konsep tertentu dan kemudian mamberi mereka sumber daya atau dukungan tambahan. Pantau kemajuan siswa dan sesuaikan instruksinya. Pengumpulan data yang benra membantu kita dalam mempersonalisasikan pembelajaran. Pengumpulan data yang relevan dan rasional meliputi data prestasi akademik, catatan kehadiran, niali penilaian, bahkan data non-akademik seperti kegiatan ekstrakurikuler dan informasi berlaku. Admisinis trator sekolah memastikan bahwa data ini dikumpulkan secara konsisten dan disimpan dengan aman. Manajemen sekolah harus berinvestasi pada platform pembelajaran adaptif yang menggunakan algoritma untuk mempersonalisasi penyampaian konten. Platform inidapat menyesuaikan tingkat kesulitan dan kecepatan materi pembelajaran berdasarkan kemajuan dan kinerja setiap siswa. Bahkan platform pembelajaran adaptif memudahkan guru untuk menyediakan sumber daya dan tugas yng disesuaikan. Dalam er teknologi, guru memiliki akses ke berbagai perangkat lunak yang dapat membantu mereka mencapai personalisasi dalam pembelajaran. Meskipun mencapai personalisasi dalam pembelajaran. Meskipun siswa dapat menggunakan program-program ini untuk remediasi, seringkali penggunaannya terbatas pada lingkungan kelas terpisah yang tidak terintegrasi dengan materi pelajara utama. Teknologi adaptif yang berkolaborasi dengan materi pelajaran yang di ajarkan di kelas dapat memebrikan dampak yang lebih besar. Setiap siswa memasuki kelas dengan kekuatan dan kelemahan mereka sendiri. Bayangkan jika materi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa.
33 Seorang guru memiliki beragam siswa, ada yang memerlukan bantuan tambahan dan ada yang perlu didorong lebih cepat. Selain itu, ada orang tua yang mungkin mengeluh bahwa anak mereka harus mengulang latihan yang sudah mereka kuasai, sementara mereka ingin aak mereka mengejar materi yang kebih menantang. Teknologi adaptif dapat menjadi solusi untuk semua ini. Dengan teknologi adaptif, siswa dapat mengikuti tes diagnostik yang menilai pengetahuan mereka tentang tujuan pembelajaran sebelum memulai sebuah bab atau toik. Bedasarkan hasil tes ni, teknologi dapat menghilangkan tugas-tugas yang tidak relevan dan menyajikan ateri pembelajaran dengan cara yang paling sesuai dengan kemampuan siswa. Ini dapat membenatu guru memberikan instruksi yang lebih efektif. Yang lebih menarik, teknologi ini dapat menggunakan data siswa untuk memahami cara mereka belajar, melacak perilaku pembelajaran secara menyeluruh, hal yang paling sering sulit dilakukan oleh guru dalam kelas yang penuh dengan siswa. Tingkat perhatian terhadap siswa yang memerlukan bimbingan ekstra atau memberi khusus untuk memahami pelajaran. Dengan data sebagai panduan, guru dapat memberikan bantuan tambahan dan sumber daya yang diperlukan untuk membantu siswa mengatasi kesulitan mereka, namun, tanpa bantuan teknologi, waktu yang terbatas akan menjadi hambatan besar dalam upaya ini. Melalui pendekatan scampuran pembelajaran offline dan online, serta beragamnsumber konten digital yang
34 tersedia saat ini, teknologi adaptif memberikan guru alat untuk mengpersonalisasi pengalaman belajar siswa. Teknologi pembelajaran adaptif memungkinkan intervensi yang lebih cepat. Sementara guru mungkin mengumpulkan data formatif dan sumatif untuk analisis, teknologi ini dapat membantu aktivitas siswa saat mereka mengerjakan tugas. Ketika dikombinasikan dengan kebijaksanaan guru, ini dapat mengubah dinamika pembelajaran. Teknologi pemebelajaran adafttif meningkatkan personalisasi pengalaman belajar siswa. Jika pendidikan akan terus bergerak menuju personalisasi, teknologi ini akan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan tersebut. Guru adalah kunci utamanya, dan dengan alat dan sumber daya yang tepat, mereka dapat membuat dampak yang jauh lebih besar dalam kehidupan siswa. Dengan memanfaatkan teknologi adaptif, kita dapat membawa pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, mengatasi tantangan personalisasi dalam skala besar, dan memberikan pengalaman belajar yang lebih efektif dan bermakna bagi setiap siswa. Itu semua dimungkinkan ketika teknologi dan komitmen guru bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama menciptakan generasi pelajar yang siap mengahadapi masa depan dengan keyakinan dan kompetensi yang diperlukan.
35 Bab 3 Diferensiasi Instruksional onsep pendidikan dan pembelajaran saling berkaitan. Pendidikan membimbing peserta didik untuk mandiri dan dewasa. Pendidikan merupakan hak setiap anak dengan berbagai ragam kondisi dan karakteristiknya. Anak atau individu dilahirkan dari lembaga keluarga membawa karakteristik dan kondisi yang beragam. Keberagaman individu adalah sebuah fenomena yang sudah pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Kesempatan anak untuk memeroleh hak pendidikan ini di wadahi dalam pendidikan inklusif. Pendidikan dengan paradigma mengakomodasi keberagaman siswa/peserta didik. Artinya, keberadaan siswa dengan karakteristik bergam bukan hanya diterima saja, namun juga harus menerima akomodasi atau penyesuai pembelajaran sesuai kondisi dan kebutuhan mereka. Mengupayakan penyeK
36 suaian pembelajaran dengan berbagai karakteristik siswa yang beragam di satu lingkungan pembelajaran menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi pendidikan inklusif. Wawasan dan keterampilan dalam memahami perbedaan karakteristik dan kebutuhan siswa yang beragam. Keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang akan selalu kita temukan di proses belajar di sekolah, disamping uniform terhadap nilai budaya yang menjadi tujuan pembentukan kepribadian peserta didik. Peserta didik datang ke lembaga sekolah dengan penuh harapan berkembang berbagai aspek kemanusiannya agar mampu berdaya di dalam kehidupan selanjutnya. Guru dan seluruh komunitas sekolah harus menyadari dan menjadi sikap ramah terhadap semua peserta didik beragam ang datang ke sekolah. Sikap tersebut adalah turut sertanya tanggung jawab guru untuk siap membmbing peserta didik yang beragam menuju kedewasaan melalui belajar di sekolah. Salah satu prinsip yang menjadi dasar merancang desain pembelajaran yang mengakomodasi berbagai karakteristik siswa yang berbeda yakni pembelajaran diferensiasi. Pembelajaran diferensiasi adalah dasar filosofi sekaligus struktur pengorganisasian atau kerangka kerja yang mengambarkan proses pembelajaran yang berprinsip memberi kesempatan bagi terbaik semua siswa. Kesempatan paling baik untuk siswa belajar adalah ketika gurunya mengakomodasi perbedaan tingjat kesiapan, minat, dan proil pembelajaran siswa. Akomodasai penerapan pembelajaran diferensiasi diperlukan untuk menerima dan mengakomodasi berbagai karakteristik siswa beragam yang belajar dalam satu lingkungan yang sama.
37 Konsep atau pengertian dari pembelajaran diferensiasi di atas dapat cermati secara etimologis (asal istilah) dan kerangka kerja, sebagai berikut, asal istilah dari pembelajaran diferensiasi (differentiated learning) berasal dari kata different (berbeda) dan learning (pembelajaran). Pembelajaran diartikan sebagai proses siswa belajar dengan dengan fasiltator guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Guru menfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar dalam rangka meningkatkan dirinya dalam hal kemampuan melalui komponen pembelajaran. Kata different adalah makna berbeda, maksudnya perbedaan yang mengandung aneka ragam. Jadi, pembelajaran diferesiasi dapat dimaknai sebagai proses belajar siswa yang difasilitasi guru dengan cara berbeda dalam implementasi komponen-komponen pembelajaran. Perbedaan tersebut tampak dalam tujuan dan target belajar, penentuan materi, cara belajar, media dan alat bantu belajar, dan standar ketercapaian hasil belajar. Berdasarkan makna etimologis tersebut bahwa pembelajaran diferensiasi mengandung struktur pengorgani-sasian atau kerangka kerja dengan prinsip dasar: 1. Penataan sistem kerja yang terncana dan prosedural. Terencna berarti telah melalui proses yang sistematis untuk merancang sebelum dilaksanakan, dan prosedural berarti memiliki tehapan atau langkah yang jelas dalam perancangan, implementasi, dan evaluasinya. 2. Penjelasan ini mengandung arti bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan sistem layan yang prosedural, dan bukan sporadik (dilakukan tanpa rencana dan diputuskan begitu saja). Selain mengandung makna sistemik secara umum, istilah struktur pengorganisasian
38 dan kerangka kerja ini juga menggambarkan bahwa dalam pembelajaran diferensiasi dilakukan pengelompokan siswa sesuai dengan kebutuhan khusus dan karakter individual siswa. 3. Rancangan dalam menysun desain pembelajaran yang memperhatikan setiap perbedaan dari siswa dan mengkolaborasikan dalam layanan yang terstruktuir dan integratif. Prinsisp kerangka kerja terstruktur dalam pembelajaran diferensiasi mengandung konsekuensi bahwa restrukturisasi desain pembelajaan di kelas dan kurikulum wajib dilakukan. Hal ini akan menghabiskan banyak sumber daya di awal, namun apabila berhasil akan menghasilkan manfaat yang luar biasa pada perkembangan dan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi dan mengembangkan potensi dirinya. Jadi pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk termotivasi dan mandiri sesuai kebutuhan belajar. Siswa secara individual berusaha menyelesaikan konten yang dipelajari dengan senang, karena termotivasi sesuai dengan minat dan kesanggupannya. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus akan terakomodasi kebutuhan belajar yang sesuai dengan cara yang dapat dilakukan, namun dapat berkalobarasi dengan bersama temannya yang belajar dengan cara berbeda. Proses belajar itu terlaksana dengan iklim yang inklusif. Maksudnya semua komponen dari sekolah sudah terbentuk iklim yang integratif dan beragam. Diferensiasi pembelajaran adalah mendorong kesadaran siswa. Hal ini dipandu oleh premis bahwa sekolah harus memaksimalkan potensi siswa, tidak hanya membawa siswa ke norma yang ditetapkan secara
39 eksternal. Namun, siswa untuk tumbuh sebanyak dan secepat mungkin, siswa tidak hanya harus belajar yang esensial. A. Tujuan Pembelajaran Diferensiasi Beberapa tujuan dari pembelajaran terdiferensiasi meliputi: 1. Memberi kesempatan kepada semua siswa untuk mengakses dan berpartisipasi dalam pembelajaran. 2. Memaksimalkan perkembangan dan capaian setiap siswa dan menekankan keberhasilan individu siswa. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai melalui aktivitas dalam pembelajaran diferensiasi yang mempertemukan berbagai karakteristik siswa dalam iklim saling mendukung, namun dengan memperhatikan karakteristik siswa yang berbeda sebagai dasar untuk memberi layanan yang sesuai untuk semua siswa. Aktvitas yang dilakukan dalam pembelajaran diferensiasi menggambarkan proses modifikasi pengalaman belajar siswa, sehingga seluruh aspek dalam proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dasar siswa secara individual. Oleh karena itu, pembelajaran diferensiasi mencakup semua komponen dalam proses pembelajaran, mulai dari menentukan kompleksitas dan kedalaman materi pembelajaran berdasarkan base line kemampuan siswa dari hasil asesmen, merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan metode, media, dan alat bantu pembelajaran, serta merumuskan perangkat evaluasi (cara dan konten evaluasi)
40 B. Desain Pembelajaran Derdiferensiasi Untuk Merancang Dengan Tingkat Kemampuan Siswa Desain pembelajaran adalah kerangka kerja untuk langkah-langkah pembelajaran beserta pengaturan komponen dari pembelajaran. Desain pembelajaran berdiferensiasi dimulai dari memahami peserta didik. Pemahaman itu sebagai dasar guru untuk melaksanakan asesmen agar supaya mendapatkan profil siswa. Hasil dari profil siswa dipergunakan untuk merancang kegiatan pembelajaran dari aspek konten, proses, dan produk. Memhami peserta didik menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi dan menjadi faktor penting dalam keberhasilan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bagian penting dari memahmi peserta didik yakni proes untuk melihat dan memaknai persamaan dan perbedaan individu. Pada aspek persamaan, pembelajaran berdirefensiasi tidak menuntut semua siswa sama. Persamaan-persamaan individu ditemukan dan maknai sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Contohnya yakni beberapa siswa memiliki persamaan modalitas belajar dan minat seperti permintaan untuk membaca kisah aau sejarah sehingga guru dapat menjadikan dasar dalam proses pembelajaran membahas sejarah suatu materi di lingkungan sekitar. Persamaan tersebut anatara lain meliputi kebutuhan akan kesehatan, makanan, tmepat tinggal, keamanan, kepemilikan, prestasi, dan kesempatan untuk berkontribusi.
41 Selanjutnya, perebadaan dipahami sebagai hal yang lazm terjadi saat individu berusah memanuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Perbedaan tidak dilihat sebagai problem, sehingga tidak memaksa semua peserta didik untuk menjadi sama Dlam memenuhi kebutuhan dasar individualnya tersebut. Mungkin saja terjadi perbedaan cara, alokasi, waktu yang diperlukan, dan langkah dalam mencapai kebutuhan tersebut. Perbedaan anatar lain yang mungkin ada pada peserta didik antara lain yakni, pengalaman, latar belakang budaya, bahasa, jenis kelamin, bawaan genetika, kondisi fisik dan neurologis serta kondisi psikologis. Tipe dan karakteristik kebutuhan khusus merupakan bagian dari perbedaan tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi menerima peserta didik apa adanya, dan tidak memaksa semua peserta didik untuk sama dalam hal karakter dan kemampuan yang melekat pada mereka. Cara pandang akan persamaan dan perbedaan peserta didik seperti itu akan membawa keyakinan bahwa perbedaan dan kesamaan dari peserta didik bisa menjadi potensi bagi keberhasilan mereka. Potensi tersebut akan bisa terindefikasi dan terasah saat terbentuk iklim pembelajaran yang menghargai, memberi makna, mengembangkan dan mendukung tercapaianya keberhasilan yang sesuai dengan potensi siswa. Desain pembelajaran berdiferensiasi disusun dengan menemukan kebuthan individu peserta didik dalam konteks pembelajaran yang menjadi dasar desain pembelajaran berdiferensiasi meliputu 1) kesiapan belajat, 2) minat atay ketertarikan, dan 3) profil atau keterampilan belajar.
42 1. Kesiapan belajar merupakan tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa yang mendasi konten pembelajaran yang akan diberikan. Sebagai contoh, apabila siswa akan diberi materi pembelajaran matemika perkalian, maka siswa perlu menguasai materi penjumlahan agar siap dengan materi perkalian. Kesiapan belajar bervariasi pada setiap siswa dan pada erea materina. Kessiapan belajar siswa dipengaruhui oleh pengetahuan dasar yang sudah dikuasai, pengalaman yang sudah didaptkan, dan pembelajaran atau hasil bejara sebelumnya. Guru bisa mngetahui level kesiapan belajar siswa dikelas dengan cara menelaah hasil tes formal ataupun informasi, melihat catatan akademik siswa dari waktu ke waktu, menelaah tugas siswa, serta mengembangkan instrumen self-report untuk diisi oleh siswa. 2. Ketertarikan (interest) siswa yakni materi-materi, keterampilan, atau aktivitas dimana siswa ingin tahu banyak tentangnya atau yang menginporasi siswa. Guru bisa menemukan ketertarikan siswa melalui mengamati seberapa besar siswa ingin tahu terhadap materi tersebut, misalnya saat mereka banyak bertanya secara berkualitas, katahanan belajar sendiri, dan sebagainya. Selain itu bisa juga dengan melihat apakah keterampilan atau aktivitas apa siswa mau terlihat secara mendalam. Gury juga bisa langsung berdiskusi dengan siswa mengenai minta/ketertarikannya, meyiapkan inventory atang bisa diisi siwa, menulis jurnal yang mencatat ketertarikan siswa, dan menggali informasi melalui kegiatan selingan dikelas atau dikegiatan lain.