The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

sebuah buku yang memberikan gambaran tentang dasar-dasar ilmu manajemen. Buku ini mencakup berbagai konsep, teori, dan praktik yang terkait dengan manajemen dalam berbagai konteks organisasi. Pembaca akan diperkenalkan dengan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Selain itu, buku ini juga akan menjelaskan tentang aspek-aspek penting dalam manajemen, seperti pengambilan keputusan, komunikasi, kepemimpinan, motivasi, dan pengelolaan sumber daya manusia. Pembaca juga akan diperkenalkan dengan teori-teori manajemen yang telah dikembangkan oleh para ahli, serta mempelajari studi kasus nyata yang menggambarkan penerapan konsep-konsep manajemen dalam praktik. Dengan membaca buku ini, pembaca akan memperoleh pemahaman yang kokoh tentang ilmu manajemen dan akan siap untuk menghadapi tantangan dalam peran manajerial di berbagai bidang organisasi.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-02-06 08:15:08

Pengantar Ilmu Manajemen

sebuah buku yang memberikan gambaran tentang dasar-dasar ilmu manajemen. Buku ini mencakup berbagai konsep, teori, dan praktik yang terkait dengan manajemen dalam berbagai konteks organisasi. Pembaca akan diperkenalkan dengan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Selain itu, buku ini juga akan menjelaskan tentang aspek-aspek penting dalam manajemen, seperti pengambilan keputusan, komunikasi, kepemimpinan, motivasi, dan pengelolaan sumber daya manusia. Pembaca juga akan diperkenalkan dengan teori-teori manajemen yang telah dikembangkan oleh para ahli, serta mempelajari studi kasus nyata yang menggambarkan penerapan konsep-konsep manajemen dalam praktik. Dengan membaca buku ini, pembaca akan memperoleh pemahaman yang kokoh tentang ilmu manajemen dan akan siap untuk menghadapi tantangan dalam peran manajerial di berbagai bidang organisasi.

PENGANTAR ILMU MANAJEMEN Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Angga Ade Saputra, Bonnarty Steven Silalahi, S.Th., M.Th., Agus Holid, S.PdI., SM., Frini Karina Andini, S.A.B, M.A.B., Dr. Aan Rukmana, M.A., M.M., Tini Adiatma, S.Pd., M.Sc., Paulus Libu Lamawitak, S.Fil., MM.,Toga Sehat Sihite, S.Si., S.E., MM.Salam, Harna, Andi Rahmayanti R, Seprianto, Mieke Nurmalasari Editor: Evie Farida Juliarta Hotmaida Rismauli, S.E., MM. ISBN: 978-623-88927-3-0 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Januari 2024 x + 127, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kepada para pembaca yang terhormat, Dengan penuh kebanggaan dan rasa syukur, saya mempersembahkan buku "Pengantar Ilmu Manajemen" ini kepada Anda. Buku ini hadir untuk memberikan pengantar yang menyeluruh dan mendalam tentang ilmu manajemen, yang merupakan disiplin yang sangat penting dalam dunia bisnis dan organisasi. Ilmu manajemen adalah fondasi yang kuat bagi setiap individu yang ingin memahami dan menguasai prinsip-prinsip dasar dalam mengelola sumber daya, mengambil keputusan strategis, dan mengarahkan tim untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam buku ini, kami menggali berbagai aspek penting dalam ilmu manajemen, mulai dari teori-teori klasik hingga pendekatan terkini yang relevan dengan era digital. Buku ini dirancang dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas dan praktis tentang konsep-konsep dasar manajemen, sambil tetap mempertimbangkan perubahan dan tantangan yang terus muncul dalam lingkungan bisnis yang dinamis. Setiap bab dalam buku ini menguraikan topik-topik penting seperti peran manajer, fungsi manajemen, perencanaan strategis, pengambilan keputusan, motivasi, komunikasi, kepemimpinan, dan pengembangan organisasi. Saya berharap buku ini dapat menjadi panduan yang berharga bagi para mahasiswa, profesional, dan siapa pun yang


vi ingin mempelajari ilmu manajemen dengan lebih mendalam. Buku ini juga dapat menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan bagi para praktisi yang ingin meningkatkan keterampilan manajerial mereka. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan buku ini, termasuk tim penyunting, penerbit, dan keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dan dorongan. Tanpa bantuan mereka, buku ini tidak akan menjadi kenyataan. Akhir kata, saya berharap buku "Pengantar Ilmu Manajemen" ini dapat memberikan wawasan yang berharga dan memberdayakan Anda untuk menjadi pemimpin yang efektif dan sukses dalam dunia manajemen. Terima kasih atas kesempatan ini, dan saya berharap Anda menikmati perjalanan membaca buku ini. Salam, Penulis Buku


vii


viii


ix


x


PEMAHAMAN DASAR MANAJEMEN Angga Ade Saputra alam dinamika kompleks dunia organisasi, pemahaman terhadap konsep dasar manajemen menjadi kunci untuk navigasi yang efektif dan pencapaian tujuan yang berkelanjutan. Manajemen, sebagai suatu proses yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi, membentuk landasan bagi arah dan keberhasilan suatu entitas. Memahami bagaimana perencanaan menjadi panduan untuk tindakan nyata, pengorganisasian membentuk fondasi struktural yang efisien, pelaksanaan mengubah rencana menjadi realitas, pengendalian memastikan konsistensi dengan tujuan, dan evaluasi menjadi pilar pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan. D


Setiap langkah dalam proses manajemen membawa kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana organisasi berfungsi, beradaptasi, dan berkembang. Dalam eksplorasi konsep dasar manajemen, kita akan menelusuri esensi dari setiap tahapan, membawa kita pada pengertian holistik tentang bagaimana manajemen bukan hanya mengenai pengelolaan operasional, tetapi juga mengenai kemampuan untuk berinovasi dan berkembang seiring waktu. Melalui penjelajahan konsep-konsep dasar ini, kita akan merangkul esensi manajemen sebagai suatu seni dan keterampilan, serta menggali kemungkinan peran yang dimainkannya dalam membawa organisasi menuju kesuksesan. Dengan dasardasar ini, mari bersama-sama menyelami kompleksitas dan keindahan manajemen dalam mendukung keberlanjutan dan pencapaian tujuan. Manajemen, sebagai proses fundamental dalam dunia prganisasi, memainkan peran integral dalam mencapai suatu tujuan. Ini bukan sekadar serangkaian tindakan, melainkan suatu pendekatan yang holistik untuk mengelola sumber daya dan mengarahkannya menuju pencapaian hasil yang diinginkan. Proses manajemen mencakup langkah-langkah kunci, seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, yang selaras dengan sumber daya organisasi untuk mencapai efektivitas dan efisiensi operasional. A. Pengertian Manajemen Asal kata Manajemen adalah dari to manage yaitu mengurus, ada juga yang menggunakan istilah tata laksana, tapi yang penting adalah apa yang terkandung dalam pengertian itu, jadi pada pokoknya pengertian Manajemen adalah pengurusan suatu usaha Atau dengan pengertian lain Mana-


jemen adalah mengurus, mengatur, membina, memimpin agar tujuan suatu usaha tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.1 Manajemen merupakan proses pencapaian tujuan yang dilakukan melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan dengan sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi agar kegiatan tersebut berjalan efektif dan efisien.2 Dalam pengertian lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni dalam cara mengatur orang dalam bekerja, dengan menerapkan dan menjalankan fungsi manajemen, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating) dan pengawasan (controlling), sebagai sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan, harus menerapkan ilmu manajemen yang baik dengan cara membagi tugas dan memberdayakan sumber daya yang dimiliki. 3 Oleh karena itu sifat dasar manajemen adalah berkaitan dengan pengambilan keputusan seorang pimpinan atau manajer untuk dikerjakan orang lain, yaitu siapa yang mengerjakan, bagaimana cara mengerjakannya dalam mencapai tujuan melalui orang lain. Menurut Terry definisi manajemen dalam bukunya Principles of Management adalah Manajemen merupakan proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan ilmu dan seni dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 1 Yaya Ruyatnasih, Liya Megawati, Pengantar Manajemen, Teori, Fungsi, dan Kasus, (Karawang: Putra Galuh, 2017), hlm. 1 2 Dian Ari Nugroho, S.E, M.M, dkk Pengantar Manajemen untuk Organisasi Bisnis, Publik, dan Nirlaba, (Malang: UB Press, 2017), hlm. 2. 3 Elbadiansyah, Pengantar Manajemen, (Sleman, Deepublish, 2023), hlm. 2-3


B. Fungsi-Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi yang bekerja secara manajemen menjelaskan Perencanaan (Planning) adalah proses menentukan arah yang akan ditempuh dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian (Organizing) adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan dalam unit- unit. Tujuannya adalah supaya tertata dengan jelas antara tugas, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan kerja dengan sebaik mungkin dalam bidangnya masing-masing. Pelaksanaan/Penggerakan (Actuating) adalah proses untuk menjalankan kegiatan/pekerjaan dalam organisasi. Dalam konteks manajerial, pergerakan adalah suatu usaha atau kiat manajemen untuk meningkatkan kinerja para pegawai. Pengawasan (Controlling) adalah proses untuk mengukur dan menilai pelaksanaan tugas, apakah telah sesuai dengan rencana. 4 Dalam menjalankan sebuah organisasi, manajemen menjadi pondasi utama yang membawa arah dan kelangsungan. Melibatkan serangkaian tahapan, proses manajemen POACE (Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Evaluating) menawarkan kerangka kerja komprehensif yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. 1. Planning (Perencanaan) Perencanaan merupakan langkah pertama dalam proses manajemen. Ini melibatkan identifikasi tujuan organisasi dan pengembangan strategi untuk mencapainya. Dalam konteks POACE, perencanaan mencakup: 4 Kurniawan Prambudi Utomo, dkk, Dasar Manajemen dan Kewirausahaan, (Bandung: Widina Bhakti Persada, 2020), hlm. 3


a. Penetapan Tujuan Identifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang ingin dicapai oleh organisasi. Tujuan ini harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terbatas oleh waktu (SMART). b. Analisis Situasi Mengevaluasi lingkungan internal dan eksternal organisasi untuk memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisis ini membantu merumuskan strategi yang sesuai dengan kondisi sekitar. c. Perumusan Strategi Merencanakan langkah-langkah konkret untuk mencapai tujuan. Ini melibatkan pengembangan rencana kerja dan alokasi sumber daya yang diperlukan. d. Penetapan Kebijakan Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan umum yang akan memandu tindakan organisasi. Kebijakan ini menjadi panduan dalam proses pengorganisasian dan pelaksanaan. 2. Organizing (Pengorganisasian) Setelah merumuskan rencana, langkah berikutnya adalah mengorganisir sumber daya dan struktur organisasi untuk melaksanakan rencana tersebut. Ini melibatkan beberapa aktivitas kunci: a. Pembentukan Struktur Organisasi Menentukan tata kelola internal, termasuk pembagian tugas dan tanggung jawab di antara anggota organisasi. Hal ini menciptakan kerangka kerja yang jelas untuk kolaborasi dan pelaksanaan tugas. b. Perekrutan dan Penempatan Karyawan


Mencari, memilih, dan menempatkan individu dengan keterampilan dan kompetensi yang sesuai untuk memastikan pelaksanaan rencana berjalan lancar. c. Alokasi Sumber Daya Menetapkan dan mengelola sumber daya seperti manusia, keuangan, dan teknologi agar sesuai dengan kebutuhan organisasi. d. Pengembangan Tim: Membangun tim yang efektif dan saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama. Ini mencakup pelatihan, komunikasi yang baik, dan pembangunan hubungan kerja yang solid. 3. Actuating (Pelaksanaan) Setelah tahap perencanaan dan pengorganisasian, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan, juga dikenal sebagai actuating. Ini melibatkan implementasi rencana dan strategi yang telah dirumuskan. Beberapa aspek kunci dari pelaksanaan ini melibatkan: a. Komunikasi Efektif: Memastikan bahwa informasi dan instruksi dari perencanaan disampaikan dengan jelas ke seluruh tim. Komunikasi yang efektif adalah kunci untuk memastikan pemahaman dan keterlibatan semua pihak terlibat. b. Motivasi dan Kepemimpinan: Mendorong dan memotivasi anggota tim untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan rencana. Pemimpin perlu memastikan bahwa tim tetap termotivasi dan fokus pada pencapaian tujuan. c. Pengelolaan Konflik:


Menangani konflik yang mungkin timbul selama pelaksanaan. Hal ini memerlukan keterampilan manajemen konflik untuk memastikan bahwa perbedaan pendapat tidak menghambat kemajuan. 4. Controlling (Pengendalian) Pada tahap ini, fokus beralih ke pengendalian dan pemantauan hasil pelaksanaan rencana. Aktivitas utama dalam tahap controlling melibatkan: a. Pengukuran Kinerja Menetapkan metrik dan indikator kinerja untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai. Ini melibatkan pemantauan terus-menerus terhadap progres dan pencapaian. b. Evaluasi Hasil Menilai hasil pelaksanaan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini membantu dalam menilai efektivitas strategi dan keberhasilan pelaksanaan. c. Tindakan Korektif Jika ditemukan ketidaksesuaian atau perbedaan antara hasil aktual dan yang diharapkan, langkahlangkah korektif harus diambil untuk memperbaiki arah dan memastikan pencapaian tujuan. 5. Evaluating (Evaluasi) Langkah terakhir, Evaluating, melibatkan refleksi menyeluruh terhadap seluruh proses manajemen. Ini mencakup:


a. Analisis Pembelajaran Mengevaluasi apa yang telah berhasil dan apa yang dapat ditingkatkan dari seluruh proses manajemen. Ini melibatkan belajar dari pengalaman dan menyesuaikan pendekatan untuk perencanaan dan pelaksanaan di masa depan. b. Penyusunan Rencana Perbaikan Menyusun rencana perbaikan dan pengembangan berdasarkan temuan evaluasi. Ini memastikan bahwa organisasi terus berkembang dan dapat menghadapi perubahan masa depan dengan lebih baik.


KEPEMIMPINAN ORGANISASI Bonnarty Silalahi, M.Th. epemimpinan organisasi merupakan konsep kunci dalam ilmu manajemen dan sering kali didefinisikan sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk bekerja bersama mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ini, kepemimpinan tidak hanya melibatkan kapasitas individu untuk memimpin, tetapi juga bagaimana individu tersebut berinteraksi dan berkomunikasi dalam struktur organisasi. Di awal abad ke-21, penelitian kepemimpinan fokus pada karakteristik pribadi yang membedakan pemimpin dari nonK


pemimpin, namun perhatian ini bergeser ke perilaku pemimpin, situasi di mana kepemimpinan terjadi, dan interaksi antara situasi dan karakteristik pribadi pemimpin. Stephen Robbins dan Timothy Judge dalam "Organizational Behavior" menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan dalam mengatur arah organisasi, memotivasi karyawan, serta mempengaruhi sikap dan kinerja mereka (Robbins and Judge, 2007). Kepemimpinan juga sangat terkait dengan budaya organisasi. Budaya ini mencakup nilai-nilai, kepercayaan, dan norma yang dibagikan oleh semua anggota organisasi, yang membentuk cara mereka berperilaku dan berinteraksi satu sama lain. Dalam konteks kepemimpinan, budaya organisasi dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap gaya kepemimpinan yang efektif dalam konteks tertentu. Dalam konteks Indonesia, konsep norma seperti sopan santun, menghormati yang lebih tua, dan ramah tamah sering terdapat dalam praktik kepemimpinan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang lebih holistik dan berorientasi pada komunitas dalam manajemen, yang berbeda dengan pendekatan yang lebih individualistik yang umum di Barat. Perkembangan teori kepemimpinan terus berkembang, dengan konsep-konsep baru seperti Kepemimpinan Pelayanan, yang diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf, menekankan pentingnya pemimpin yang melayani dan memprioritaskan kebutuhan pengikutnya. Konsep ini, yang diperbarui dan diadaptasi oleh Sen Sendjaya, menawarkan perspektif baru yang menegaskan faktor spiritualitas dan relevan dalam praktik kepemimpinan modern.


Pentingnya Kepemimpinan dalam Manajemen Kepemimpinan memainkan peran penting dalam setiap aspek manajemen. Tanpa kepemimpinan yang efektif, organisasi dapat mengalami kesulitan dalam menetapkan dan mencapai tujuannya. Berikut beberapa alasan mengapa kepemimpinan sangat penting dalam manajemen: 1. Penetapan Arah: Kepemimpinan membantu menetapkan visi dan arah organisasi. Seorang pemimpin yang efektif mampu membuat visi yang jelas dan menginspirasi anggota tim untuk bekerja menuju pencapaian visi tersebut. 2. Motivasi: Kepemimpinan yang baik mampu memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas. Melalui pemberdayaan dan pengakuan, pemimpin dapat mendorong karyawan untuk memberikan yang terbaik. 3. Pengambilan Keputusan: Keputusan strategis yang dibuat oleh pemimpin memiliki dampak langsung pada kesuksesan organisasi. Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat adalah kunci kepemimpinan yang efektif. 4. Pengelolaan Perubahan: Di era yang selalu berubah, kemampuan untuk mengelola perubahan adalah aspek kritis dari kepemimpinan. Pemimpin yang efektif mampu membimbing organisasi melalui transisi, baik internal maupun eksternal. 5. Pengaruh Budaya Organisasi: Gaya kepemimpinan mempengaruhi budaya organisasi dan dapat menentukan lingkungan kerja yang positif atau negatif. Pemimpin yang efektif mampu membangun budaya organisasi yang mendukung inovasi, kerjasama tim, dan integritas.


A. Defenisi & Terminologi 1. Konsep Dasar Kepemimpinan Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Definisi ini menekankan pada dua aspek utama: pengaruh dan tujuan bersama. Pengaruh dalam konteks kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan atau otoritas, melainkan lebih kepada kemampuan untuk memotivasi dan menginspirasi orang lain. Tujuan bersama mengacu pada visi atau tujuan yang dikejar oleh kelompok atau organisasi. Menurut Robbins dan Judge, kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh non-koersif untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan anggota kelompok menuju pencapaian tujuan kelompok. Ini mengimplikasikan bahwa kepemimpinan lebih dari sekedar mengeluarkan perintah; ini tentang menciptakan lingkungan di mana anggota tim berkolaborasi menuju tujuan yang sama. 2. Peran Kepemimpinan dalam Organisasi Peran kepemimpinan dalam organisasi bisa sangat beragam, tergantung pada struktur dan kebutuhan organisasi tersebut. Namun, ada beberapa peran kunci yang universal di berbagai jenis organisasi: a. Penyusunan Visi dan Strategi: Pemimpin bertanggung jawab untuk menetapkan visi dan strategi organisasi. Visi ini memberikan gambaran jelas tentang apa yang ingin dicapai oleh organisasi, sementara strategi menetapkan bagaimana mencapainya.


b. Membangun Budaya: Kepemimpinan memainkan peran krusial dalam membentuk dan memelihara budaya organisasi. Budaya ini mencakup nilai-nilai, norma, dan perilaku yang dianggap penting dalam organisasi. c. Pengambilan Keputusan: Sebagai pengambil keputusan utama, pemimpin menentukan arah dan kebijakan organisasi. Keputusan ini sering kali mempengaruhi seluruh organisasi dan memerlukan pertimbangan yang cermat atas berbagai faktor. d. Menginspirasi dan Memotivasi: Pemimpin harus mampu menginspirasi dan memotivasi anggota tim. Hal ini melibatkan tidak hanya pemberian arahan tetapi juga dukungan, pujian, dan umpan balik konstruktif. e. Mengelola Sumber Daya: Pemimpin bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya organisasi, termasuk manusia, keuangan, dan bahan. Pengelolaan sumber daya ini harus dilakukan dengan efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. f. Menjadi Role Model: Pemimpin sering dilihat sebagai contoh atau model peran dalam organisasi. Perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang mereka tunjukkan dapat memiliki dampak besar pada budaya dan moral organisasi. g. Pengelolaan Perubahan: Pemimpin harus mampu mengelola dan menavigasi organisasi melalui perubahan, baik itu perubahan internal maupun eksternal. Melalui pemahaman tentang definisi dan peran kepemimpinan ini, kita dapat melihat bahwa


kepemimpinan organisasi bukan hanya tentang mengelola tugas dan orang, tetapi juga tentang menciptakan visi, memotivasi orang lain untuk mencapainya, dan membangun fondasi yang kuat bagi masa depan organisasi. Selanjutnya, bab ini akan membahas berbagai teori kepemimpinan yang memberikan kerangka lebih lanjut dalam memahami dinamika kompleks kepemimpinan dalam konteks organisasi. B. Teori Kepemimpinan Kepemimpinan telah menjadi subjek studi yang intensif dalam beberapa dekade terakhir, menghasilkan berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana kepemimpinan efektif dihasilkan dan bagaimana sebaiknya dipraktikkan. Teori-teori ini umumnya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama: teori kepemimpinan tradisional dan teori kepemimpinan kontemporer. 1. Teori Kepemimpinan Tradisional a. Teori Sifat (Trait Theory): Teori ini, yang bermula pada awal abad ke-20, berfokus pada identifikasi sifat-sifat kepribadian dan karakteristik yang membedakan pemimpin dari non-pemimpin. Penelitian awal berusaha mengidentifikasi sifat-sifat yang konsisten, seperti kecerdasan, integritas, dan kepercayaan diri. Penelitian oleh Stogdill (1974) dan kemudian Judge et al. (2002) menunjukkan bahwa sementara beberapa sifat umum memang ada, tidak ada set sifat universal yang menjamin keberhasilan kepemimpinan (Stogdill, 1974). b. Teori Perilaku (Behavioral Theory): Berasal dari penelitian di Universitas Ohio dan Universitas


Michigan pada 1950-an dan 1960-an, teori ini menyarankan bahwa kepemimpinan lebih tentang perilaku yang dapat dipelajari daripada sifat bawaan. Dua dimensi perilaku yang diidentifikasi sebagai sentral adalah perhatian terhadap orang (concern for people) dan perhatian terhadap produksi (concern for production). Penelitian ini menghasilkan gaya kepemimpinan seperti demokratis, otoriter, dan laissez-faire. 2. Teori Kepemimpinan Kontemporer a. Teori Situasional (Situational Theory): Teori ini, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard, menekankan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi. Sebaliknya, efektivitas kepemimpinan bergantung pada sejumlah faktor, termasuk tingkat kematangan pengikut, karakteristik tugas, dan variabel lingkungan. Seorang pemimpin yang efektif menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan kebutuhan situasional (Hersey et al., 1996). b. Teori Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership Theory): Diperkenalkan oleh James MacGregor Burns pada tahun 1978 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Bernard M. Bass, teori ini menekankan pada kemampuan pemimpin untuk menginspirasi dan memotivasi pengikutnya untuk mencapai kinerja yang melebihi ekspektasi melalui pengaruh karismatik, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual. Pemimpin transformasional menciptakan perubahan signifikan dalam kehidupan pengikut dan organisasi (McCall, 1986).


c. Teori Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership Theory): Ini adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin transaksional menggunakan hadiah dan hukuman untuk memotivasi pengikut. Mereka cenderung lebih direktif dan mempertahankan status quo. Bass (1985) memperluas konsep ini dengan menggabungkan aspek-aspek kepemimpinan transformasional dan transaksional (Burns, 1978). Teori-teori ini memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana kepemimpinan dapat dikembangkan dan diterapkan dalam berbagai konteks organisasi. Mereka juga menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah fenomena yang kompleks dan multidimensional, yang tidak bisa sepenuhnya dijelaskan oleh satu pendekatan teoritis. Dalam konteks praktik manajemen modern, pemahaman terhadap berbagai teori ini memungkinkan manajer dan pemimpin untuk lebih fleksibel dan adaptif dalam menghadapi tantangan kepemimpinan yang beragam. C. Gaya Kepemimpinan Dalam dunia manajemen, pengenalan berbagai gaya kepemimpinan telah memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pemimpin dapat mempengaruhi dan membimbing tim atau organisasi mereka. Tiga gaya kepemimpinan yang paling umum dibahas dalam literatur manajemen adalah otoriter, demokratis, dan laissez-faire. Selain itu, konsep Kepemimpinan Pelayanan atau Servant Leadership yang dikembangkan oleh Robert K. Greenleaf dan


kemudian diperbarui oleh Sen Sendjaya, juga mendapat perhatian khusus. 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan LaissezFaire a. Kepemimpinan Otoriter: Dalam gaya ini, pemimpin memiliki kontrol penuh atas keputusan dan sedikit input diterima dari anggota tim. Keputusan diambil secara cepat dan tegas, yang dapat efektif dalam situasi krisis tetapi sering kali mengurangi kreativitas dan keterlibatan tim. b. Kepemimpinan Demokratis: Berlawanan dengan otoriter, gaya demokratis melibatkan anggota tim dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin ini mendengarkan masukan dan mendorong partisipasi, membantu meningkatkan kepuasan kerja dan kolaborasi tim tetapi terkadang memperlambat proses pengambilan keputusan. c. Kepemimpinan Laissez-Faire: Pemimpin laissezfaire memberikan kebebasan besar kepada anggota tim untuk menentukan cara kerja mereka. Gaya ini efektif dengan tim yang sangat terampil dan termotivasi, tetapi dapat mengakibatkan kurangnya arahan dan koordinasi. 2. Kepemimpinan Pelayanan (Servant Leadership) oleh Greenleaf a. Robert K. Greenleaf pertama kali mengemukakan konsep Servant Leadership dalam esainya pada tahun 1970, di mana ia menyarankan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berkeinginan untuk melayani terlebih dahulu, dan melalui


keinginan itu, memilih untuk memimpin (Frick, 2004). b. Konsep dan Prinsip Utama: Servant Leadership berfokus pada pemenuhan kebutuhan orang lain sebelum mempertimbangkan kebutuhan sendiri. Hal ini melibatkan mendengarkan, empati, menyembuhkan, kesadaran, persuasi, konseptualisasi, kemampuan untuk melihat ke depan, stewardship (pendampingan), komitmen terhadap pertumbuhan orang lain, dan membangun komunitas. c. Penerapan dan Contoh Kasus: Dalam penerapannya, pemimpin jenis ini mengutamakan pertumbuhan dan kesejahteraan tim serta komunitas tempat mereka beroperasi. Sebagai contoh, seorang CEO yang memprioritaskan kesejahteraan karyawannya dan membuat keputusan yang berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang organisasi daripada keuntungan jangka pendek. d. Pembaruan oleh Sen Sendjaya: Sen Sendjaya mengembangkan konsep ini lebih lanjut dengan menekankan pada aspek spiritualitas dalam kepemimpinan, mengusulkan bahwa pemimpin harus memiliki kesadaran spiritual yang mendalam, yang mengarah pada pemahaman yang lebih besar tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar mereka. Ini membantu membentuk budaya organisasi yang lebih etis dan berkelanjutan (Sendjaya*, 2021).


3. Pengaruh Budaya Timur pada Gaya Kepemimpinan Budaya Timur sering kali menekankan pada harmoni kelompok, kepatuhan, dan penghormatan terhadap hierarki. Ini mempengaruhi bagaimana kepemimpinan dipraktikkan dan diterima dalam lingkungan organisasi. Dalam banyak kasus, gaya kepemimpinan cenderung lebih paternalistik atau kolektivistik, dimana pemimpin sering dilihat sebagai figur otoritatif yang harus dihormati dan dipatuhi. a. Harmoni Kelompok: Dalam konteks Timur, pemimpin sering berusaha untuk menjaga harmoni dalam kelompok. Ini melibatkan menghindari konflik terbuka dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok merasa terlibat dan dihargai. b. Kepatuhan dan Hierarki: Menghormati hierarki dan struktur otoritas adalah karakteristik utama dalam budaya Timur. Pemimpin diharapkan untuk memberikan arahan yang jelas, dan pengikut diharapkan untuk mengikuti dengan patuh. c. Pendekatan Holistik: Kepemimpinan di wilayah Timur sering kali melibatkan pendekatan yang lebih holistik, mempertimbangkan kesejahteraan dan kebutuhan emosional anggota tim selain dari tujuan dan target organisasi. Kepemimpinan dalam budaya Timur, dengan demikian, tidak hanya tentang pencapaian tujuan organisasi tetapi juga tentang memelihara hubungan, menghargai hierarki, dan mempertahankan harmoni kelompok. Gaya kepemimpinan ini mungkin berbeda secara signifikan dari praktik Barat yang lebih individualistik dan orientasi tugas, menunjukkan


pentingnya memahami konteks budaya dalam penerapan teori dan praktik kepemimpinan. D. Studi Kasus Dalam pemahaman teori dan praktik kepemimpinan, studi kasus memainkan peran penting. Mereka memberikan wawasan konkret tentang bagaimana teori kepemimpinan diterapkan dalam situasi nyata. Bagian ini akan membahas dua studi kasus: satu menyoroti analisis kasus kepemimpinan efektif secara umum, dan yang lainnya khusus mengenai kepemimpinan dalam organisasi Indonesia. 1. Analisis Kasus Kepemimpinan Efektif Kasus: Transformasi Perusahaan Teknologi Global Konteks: Sebuah perusahaan teknologi global menghadapi penurunan kinerja dan moral karyawan. Kepemimpinan baru diperkenalkan untuk mengubah situasi. Tindakan Kepemimpinan: a. Menerapkan Kepemimpinan Transformasional: Pemimpin baru memfokuskan pada visi jangka panjang perusahaan, menginspirasi dan memotivasi karyawan melalui komunikasi yang efektif tentang visi tersebut. b. Keterlibatan Karyawan: Melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, mendorong inovasi dan kreativitas. c. Pengembangan Budaya Organisasi: Memperkuat budaya organisasi yang mendukung kolaborasi, keterbukaan, dan pertumbuhan profesional.


Hasil: a. Peningkatan signifikan dalam kinerja organisasi. b. Moral karyawan yang lebih tinggi dan penurunan tingkat turnover. c. Peningkatan inovasi dan pertumbuhan pasar. 2. Kepemimpinan dalam Organisasi Indonesia: Studi Kasus Kasus: Transformasi Perusahaan Ritel di Indonesia Konteks: Perusahaan ritel di Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan dan tantangan dalam adaptasi dengan tren pasar. Tindakan Kepemimpinan: a. Penerapan Gaya Kepemimpinan Paternalistik: Pemimpin menggunakan pendekatan yang lebih terpadu, memadukan aspek profesional dan pribadi dalam kepemimpinan. Menekankan pada hubungan yang kuat antara pemimpin dan karyawan. b. Menghormati Budaya Lokal: Memasukkan nilai-nilai seperti sopan santun, hormat terhadap yang lebih tua, dan ramah tamah dalam praktik kepemimpinan harian. c. Pemberdayaan dan Pengembangan Karyawan: Memfokuskan pada pengembangan keterampilan karyawan dan memberi mereka ruang untuk tumbuh dalam perusahaan. Hasil: a. Peningkatan kinerja karyawan dan kepuasan kerja. b. Peningkatan penjualan dan keberhasilan di pasar lokal. c. Keberhasilan dalam mempertahankan identitas budaya dalam operasional bisnis.


E. Pentingnya Memahami Berbagai Aspek Kepemimpinan Pemahaman menyeluruh tentang berbagai aspek kepemimpinan penting untuk manajer dan pemimpin di semua jenis organisasi. Kepemimpinan yang efektif memengaruhi tidak hanya kinerja organisasi tetapi juga kesejahteraan dan pengembangan karyawan. Selain itu, pemahaman ini juga penting untuk menghadapi tantangan dan perubahan yang terus muncul dalam dunia bisnis yang dinamis. Kepemimpinan yang adaptif dan peka terhadap konteks budaya sangat penting, terutama dalam lingkungan global dan multikultural saat ini. Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya, seperti yang diamati dalam konteks Timur, dapat memberikan keunggulan kompetitif dan membantu dalam membangun organisasi yang lebih inklusif dan harmonis. Di akhir, pemahaman yang kuat tentang kepemimpinan adalah kunci untuk pengembangan pribadi para pemimpin serta keberhasilan jangka panjang organisasi mereka. Dengan terus belajar dan menyesuaikan dengan teori kepemimpinan yang berkembang, para pemimpin dapat memastikan bahwa mereka tidak hanya mencapai tujuan organisasi tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan individu dan masyarakat.


PENGARAHAN DAN PENGAWASAN Agus Holid engarahan dan pengawasan merupakan komponen penting dalam manajemen organisasi. Kedua konsep tersebut bekerja bersama-sama untuk menjaga agar organisasi dapat mencapai tujuannya dengan lebih efektif dan efisien. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai kedua pendekatan tersebut secara lebih detail dan bagaimana mereka dapat diterapkan dalam organisasi. Pengarahan adalah salah satu pendekatan manajemen yang bertujuan untuk memberikan arah atau pandangan jangka P


panjang bagi organisasi. Konsep pengarahan ini sering kali dianggap sebagai sebuah panduan bagi organisasi untuk menetapkan tujuan serta strategi jangka panjang mereka. Sejalan dengan itu, pengarahan juga membantu organisasi dalam pengambilan keputusan dan melakukan tindakan-tindakan yang konsisten dengan tujuan jangka panjang mereka. Untuk menerapkan pengarahan dalam organisasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, organisasi harus memiliki misi yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Misi ini nantinya akan menjadi tujuan jangka panjang organisasi. Selain itu, organisasi juga perlu melakukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) untuk menentukan bagaimana mereka dapat mencapai misi tersebut. Dengan melakukan analisis ini, organisasi dapat menjaga agar strategi dan keputusan yang diambil tetap sejalan dengan tujuan jangka panjang mereka. Selain pengarahan, unsur pengawasan juga menjadi hal yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Pengawasan melibatkan pengukuran kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan, tujuannya adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan mereka. Dalam pelaksanaannya, pengawasan melibatkan pemantauan kinerja dan penerapan standar operasi yang telah ditetapkan. Seperti halnya pengarahan, pengawasan juga harus diterapkan dengan hati-hati. Terdapat beberapa prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan oleh organisasi. A. Prinsip-Prinsip Pengawasan Pertama, pengawasan harus berkaitan dengan kinerja yang diukur. Dalam hal ini, organisasi harus memiliki metrik kinerja yang jelas dan dapat diukur untuk memastikan bahwa


pengawasan dilakukan secara objektif berdasarkan kriteria yang telah diatur. Kedua, pengawasan juga memerlukan komitmen dari seluruh anggota organisasi. Dalam hal ini, pengawasan bukan hanya menjadi tanggung jawab dari manajemen tetapi juga diimplementasikan secara lebih luas oleh seluruh karyawan. Hal ini berarti bahwa setiap karyawan harus memiliki tanggung jawab dan melaksanakan tindakan sesuai dengan standar operasi yang telah ditetapkan. Ketiga, pengawasan harus diimbangi dengan kepercayaan. Dalam hal ini, organisasi harus memastikan bahwa pengawasan dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif. Pengawasan harus menjadi suatu alat untuk membantu karyawan menjadi lebih baik dalam kinerjanya, bukan sebagai alat untuk memenjarakan karyawan yang tidak memenuhi standar operasi. Keempat, pengawasan harus diintegrasikan dengan penghargaan dan sanksi. Hal ini berarti bahwa setiap kinerja yang melampaui atau gagal mencapai standar operasi yang ditetapkan harus dihargai atau diberi sanksi yang sesuai. Hal ini dapat memotivasi karyawan untuk terus mengembangkan kinerja mereka. Dalam menerapkan pengawasan, organisasi dapat menggunakan berbagai metode pengukuran kinerja seperti scoring systems, peer review dan benchmarking. Selain itu, organisasi juga dapat menerapkan berbagai alat pengawasan seperti laporan kinerja bulanan, aplikasi pengawasan, dan pengawasan langsung melalui pengawasan acara. Dalam kesimpulannya, baik pengarahan maupun pengawasan merupakan komponen penting dalam manajemen organisasi dan keduanya harus diterapkan secara hati-hati.


Dengan menerapkan kedua pendekatan tersebut, organisasi dapat mencapai tujuan jangka panjang mereka dengan lebih efektif dan efisien. Sekali lagi, perlu diingat bahwa pengarahan dan pengawasan harus diterapkan dengan imbang dan diimbangi dengan kepercayaan. Implementasi pengawasan secara adil dan tidak diskriminatif menjadi sangat penting bagi kelangsungan organisasi. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan pengawasan dengan adil dan tidak diskriminatif: Standar yang jelas dan objektif: Setiap organisasi harus memiliki standar operasi yang jelas dan objektif. Dalam hal ini, organisasi harus memastikan bahwa semua karyawan memahami standar operasi dan bagaimana kinerja mereka akan diukur sesuai dengan standar tersebut. Hal ini memastikan bahwa proses pengawasan dilakukan secara konsisten dan adil bagi setiap karyawan. Kriteria objektif dalam pengukuran kinerja: Organisasi perlu memilih kriteria yang objektif untuk mengukur kinerja karyawan. Kriteria ini harus didasarkan pada pengukuran kinerja yang terukur dan terbukti serta berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab karyawan. Pengawasan yang dilakukan dengan cara ini akan lebih transparan dan menghindari individualisasi pengawasan yang diskriminatif. Investasi untuk melatih karyawan: Pemberian pelatihan kepada karyawan adalah penting untuk memastikan keselarasan antara visi karyawan dan organisasi. Karyawan yang memiliki kepemimpinan yang kuat dan keterampilan yang diperlukan akan lebih cenderung mengikuti standar operasi secara efektif dan merespons pengawasan secara positif.


Konsistensi: Organisasi harus memastikan bahwa pengawasan dilakukan secara konsisten pada setiap karyawan. Setiap karyawan harus dikelola dengan cara yang serupa, dan hal ini akan membantu menghindari pengawasan yang diskriminatif. Pengawasan yang saling mendukung: Dalam hal ini, organisasi harus menggunakan tipe pengawasan yang berbeda-beda. Misalnya, auodit internal dan eksternal, pengawasan langsung, dan partisipasi karyawan dalam pengawasan dan evaluasi kinerja. Hal ini akan membantu mencegah favoritisme dan memberikan lebih banyak opsi untuk manajemen dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Dalam rangka mengimplementasikan pengawasan yang adil dan tidak diskriminatif, organisasi perlu memastikan bahwa tiap karyawan melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka dengan cara yang sesuai dengan standar operasi yang telah ditetapkan. Konsistensi dalam pengawasan dan standar yang adil akan membuat karyawan merasa termotivasi untuk mencapai standar yang diinginkan dan mampu melakukan perubahan yang diperlukan. Organisasi memastikan bahwa kriteria pengukuran kinerja tidak diskriminatif dengan beberapa cara, yaitu: Menerapkan Standar Pengukuran Kinerja yang Objektif: Organisasi perlu menetapkan standar pengukuran kinerja dengan jelas dan obyektif, sehingga karyawan memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana kinerja mereka akan diukur dan dinilai. Standar pengukuran kinerja harus berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab karyawan. Jika standar pengukuran kinerja tersebut mudah dipahami oleh karyawan, maka pengukuran kinerja akan lebih terlihat adil


dan menghindari personalisasi pengawasan yang diskriminatif. Menggunakan Metode Pengukuran Kinerja yang Timbulkan Hasil yang Netral: Organisasi harus menggunakan metode pengukuran kinerja yang menghasilkan data yang netral dan obyektif, sehingga karyawan merasa bahwa pengukuran kinerja yang dilakukan tidak diskriminatif. Contohnya, organisasi dapat menggunakan data kinerja karyawan yang terukur seperti produktivitas, hasil kerja atau jumlah kerja yang selesai pada saat waktu yang ditetapkan. Memperkuat Pelatihan dan Pengembangan Karyawan: Organisasi perlu menyediakan pelatihan dan pengembangan karyawan, sehingga semua karyawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka yang sesuai standar operasi. Dengan melakukan hal ini, maka karyawan tidak akan merasa bahwa mereka mendapat perlakuan diskriminatif karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi harapan tugas dari organisasi. Menghindari Pengangkatan Karyawan Berdasarkan Ras, Jenis Kelamin Dan Agama: Organisasi harus menghindari menaikkan atau mempromosikan karyawan berdasarkan faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kinerja mereka, seperti ras, jenis kelamin dan agama. Sebaliknya, kenaikan jabatan harus didasarkan pada kinerja karyawan yang objektif dan bukan tergantung pada faktor eksternal seperti ras, jenis kelamin atau agama yang dimilikinya. Menggunakan Parameter yang Sama dalam Pengukuran Kinerja: Organisasi juga harus memastikan bahwa parameter yang sama digunakan dalam pengukuran kinerja untuk semua karyawan sehingga mereka merasa bahwa


pengawasan dibuat dengan cara yang sama untuk semua orang. Hal ini juga akan membantu karyawan yang merasa mendapat perlakuan diskriminatif melaporkan isi pengukuran kinerja yang merugikan mereka. Organisasi harus memastikan bahwa mereka memiliki proses pengukuran kinerja yang adil dan obyektif. Pengukuran kinerja harus didasarkan pada prestasi karyawan dan kepatuhan mereka dalam menjalankan standar operasi yang telah ditetapkan oleh organisasi. Dengan melakukan hal di atas, organisasi dapat memperkuat motivasi karyawan untuk mencapai standar yang diharapkan dan dalam jangka panjang, meningkatkan produktivitas. terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi untuk memastikan bahwa karyawan tidak merasa diskriminatif dalam pengukuran kinerja, seperti: 1. Memastikan Transparansi Organisasi harus memastikan bahwa proses pengukuran kinerja yang dilakukan bersifat terbuka dan transparan. Para karyawan harus memahami bagaimana parameter kinerja diukur dan bagaimana pengukuran tersebut memengaruhi hasil akhir. Organisasi juga harus memberi tahu karyawan bagaimana hasil itu digunakan untuk membuat keputusan tentang kinerja mereka. 2. Memberikan Umpan Balik secara Sistematis Organisasi harus memberikan umpan balik kinerja yang bersifat sistematik dan tepat waktu. Karyawan harus mendapatkan umpan balik secara berkelanjutan untuk membantu mereka meningkatkan kinerjanya. Umpan balik kinerja yang tepat waktu dan konsisten dapat membantu karyawan merasa bahwa pengukuran


kinerja adil dan memotivasi mereka untuk melakukan perbaikan dalam lingkungan kerja. 3. Menetapkan Standar yang Berbasis pada Kinerja Organisasi harus menggunakan standar pengukuran kinerja yang obyektif dan jelas. Hal ini dapat membantu mengurangi kemungkinan diskriminasi subjektif oleh pengawas atau atasan. Standar pengukuran kinerja harus berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan berbasis pada kinerja karyawan. 4. Memberikan Pelatihan dan Pengembangan Organisasi harus memberikan pelatihan dan pengembangan yang memadai kepada karyawan untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam pekerjaan mereka. Pelatihan dan pengembangan yang baik dapat membantu mengurangi kekhawatiran karyawan tentang kesenjangan pengetahuan dan keterampilan mereka dibandingkan dengan rekan kerja mereka, yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. 5. Menghindari Diskriminasi Organisasi harus menghindari diskriminasi dalam pengukuran kinerja, termasuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, agama, orientasi seksual, ras, usia, atau status pernikahan. Organisasi harus memastikan bahwa pengukuran kinerja adil dan berkaitan dengan prestasi dan kepatuhan karyawan terhadap standar operasi yang telah ditetapkan.


6. Menggunakan Metode Pengukuran Kinerja yang Beragam Organisasi harus menggunakan berbagai metode pengukuran kinerja yang beragam, yang dapat membantu mencegah "efek bias" dalam pengukuran kinerja. Contohnya, organisasi dapat menggunakn peer review, skenario simulasi, atau proses yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan bersama. Pendekatan ini membantu meningkatkan kemungkinan pengukuran yang tepat dan adil. Dalam mengukur kinerja karyawan, organisasi harus memastikan bahwa standar pengukuran kinerja yang obyektif dan jelas digunakan dan mencoba untuk memberikan umpan balik secara teratur serta adil. Organisasi juga harus mencegah diskriminasi dalam proses pengukuran kinerja dan menggunakan berbagai pendekatan dalam pengukuran kinerja untuk menghindari bias subjektif yang mungkin terjadi. Terdapat beberapa metode pengukuran kinerja beragam yang dapat digunakan oleh organisasi dalam mengukur kinerja karyawan, seperti: Peer Review: Peer review melibatkan sekelompok karyawan dalam sebuah Organisasi yang bergotong-royong melihat dan menilai kinerja satu sama lain. Metode ini dapat digunakan untuk memastikan bahwa standar pengukuran kinerja yang sama digunakan untuk semua karyawan. KPI (Key Performance Indicators)/Indikator Kinerja Utama: KPI adalah metode pengukuran kinerja yang melibatkan penetapan beberapa indikator kinerja utama yang membantu organisasi dalam mengukur kinerja karyawan terhadap target yang telah ditetapkan sebelumnya.


Scoring System: Scoring system adalah metode pengukuran kinerja yang mengandalkan pemberian skor kepada karyawan berdasarkan parameter kinerja yang telah ditetapkan. Skor ini dapat membantu organisasi untuk membandingkan kinerja karyawan satu sama lain dan mengambil tindakan yang sesuai. Balanced Scorecard: Balanced scorecard meliputi sejumlah indikator kinerja untuk mencapai tujuan jangka panjang Organisasi. Metode ini melibatkan penilaian kinerja karyawan dalam empat perspektif yang berbeda yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal dan pengembangan sumber daya manusia. Metode 360°: Metode 360° adalah sebuah proses pengukuran kinerja yang melibatkan pengawasan dari berbagai pihak seperti atasan, rekan kerja, bawahan, pelanggan dan orang lain dalam proses penilaian kinerja. Benchmarking: Benchmarking melibatkan pengukuran kinerja organisasi terhadap standar yang telah ditetapkan oleh pesaing terdekat dan termasuk dalam best practice industri. Metode ini membantu organisasi untuk menilai kinerja mereka pada tingkat yang lebih tinggi dari pada hanya menilai kinerja sendiri. Self-Assessment: Self-assessment melibatkan pengukuran kinerja yang dilakukan oleh karyawan melalui evaluasi diri sendiri terhadap standar pengukuran kinerja. Proses penilaian diri sendiri dapat membantu karyawan melihat kelemahan dan kekuatan dirinya. Dalam memilih metode pengukuran kinerja, organisasi harus mempertimbangkan tujuan pengukuran kinerja,


standar operasi, dan karakteristik karyawan mereka yang akan dinilai. Setiap metode pengukuran kinerja memiliki kelebihan dan kekurangan, yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Organisasi harus memilih metode pengukuran kinerja yang paling sesuai dengan tujuan mereka dan metode yang diaplikasikan dilakukan dengan obyektif, seimbang dan adil. Menentukan standar pengukuran kinerja memang merupakan salah satu aspek terpenting di dalam pengukuran kinerja pada organisasi. B. Cara untuk menentukan standar pengukuran kinerja Identifikasi Tujuan: Organisasi perlu mengidentifikasi tujuan dari pengukuran kinerja. Misalnya, apakah pengukuran kinerja digunakan untuk menilai kinerja karyawan, mengevaluasi efektivitas operasional organisasi, atau memonitor program atau proyek tertentu. Identifikasi tujuan ini membantu organisasi memilih metode pengukuran yang tepat. Penentuan Prioritas: Setelah tujuan diidentifikasi, organisasi perlu menentukan prioritas dari pengukuran kinerja. Hal ini perlu dilakukan agar organisasi dapat menentukan area pengukuran mana yang paling penting bagi organisasi dan karyawan. Pengenalan dan Evaluasi Standar Industri: Organisasi perlu memahami standar terkait dalam industri mereka, baik itu standar kinerja atau standar lain yang berkaitan dengan industri tersebut. Dengan mempelajari Standar Industri, organisasi dapat mengetahui standar pengukuran kinerja terkait yang seharusnya digunakan dan membandingkan tingkat kinerja organisasi mereka dengan organisasi serupa.


Melakukan Benchmarking: Benchmarking melibatkan penentuan performa perusahaan yang serupa, di industri yang sama dengan organisasi yang Anda bangun kinerja. Hal ini membuat perusahaan dapat dapat membandingkan performa mereka dengan perusahaan serupa. Penting untuk dilakukan dengan hati-hati agar memastikan target perusahaan berada pada posisi yang dapat dicapai. Menggunakan Data dan Fakta: Standar pengukuran kinerja harus didasarkan pada fakta dan data yang terukur. proses pengukuran yang tepat membutuhkan data yang akurat dan terkini, katakanlah data kinerja tahunan, data penjualan, rata-rata usia dan pendidikan karyawan serta data lain yang relevan dan terukur. Melibatkan karyawan dalam proses penyusunan: Melibatkan karyawan pada proses penyusunan standar pengukuran kinerja, dapat membantu memberikan masukan dan perspektif lain yang dapat membantu dengan membuat tahapan pengukuran lebih setara, dan pada akhirnya dapat secara instan membantu mempromosikan kesadaran dan tanggung jawab kolektif pada pengukuran kinerja organisasi. Setiap organisasi harus menentukan standar pengukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan mereka. Standar pengukuran kinerja harus berdasarkan pada data dan fakta, serta melibatkan karyawan dalam proses penyusunan. Prosedur dan pemantauannya harus terus dimonitor dan diperbaiki secara berkala untuk memastikan bahwa pengukuran kinerja selalu sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut.


PENILAIAN DAN PENGEMBANGA N KARYAWAN Frini Karina Andini, S.A.B, M.A.B erkembangan dunia yang semakin maju dari masa ke masa, serta kemudahan yang disebabkan kemajuan teknologi menyebabkan banyak tingginya tingkat kompetitif dalam lingkungan bisnis. Hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan bisnis yang sangat ketat dan berdampak pada semakin banyak tuntutan perbaikan untuk mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas karyawan dan melakukan hal-hal dengan lebih baik. Jika perusahaan tidak menyikapi hal tersebut maka kelangsungan kegiatan atau pekerjaan serta operasional didalam P


perusahaan tersebut akan terhambat. Maka, demi mencapai keunggulan dalam persaingan tersebut perusaha-an perlu meningkatkan kualitas kinerja karyawannya yang dapat dilihat melalui proses penilaian kinerja. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) merupakan suatu proses yang memungkinkan organisasi mengetahui, mengevaluasi, mengukur dan menilai kinerja karyawan secara tepat dan akurat (Bintoro, et.al, 2017). Penilaian Kinerja (performance appraisal) yang merupakan bagian dari manajemen kinerja, diartikan sebagai proses bagi kinerja individu didalam organisasi untuk diukur dan dievaluasi sehingga hasil kerja dapat dinilai secara periodik. Penilaian kinerja merupakan suatu metode formal untuk mengukur seberapa baik pekerja individu melakukan pekerjaan dalam hubungan dengan tujuan yang diberikan. Maksud utama penilaian kinerja adalah mengkomunikasikan tujuan personal, memotivasi kinerja baik, memberikan umpan balik konstruktif, dan menetapkan tahapan untuk rencana pengembangan yang efektif (Harvard Business Essential, 2006). Penilaian kinerja atau prestasi kerja merupakan uraian sistematik tentang kekuatan/ kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok (Sopiah dan Sangadji, 2018). Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992) bertujuan untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya , mengenali kebutuhan perbaikan kinerja dan berperan serta membuat rencana perbaikan kinerja. Tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para karyawan yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi.


Stewart dan Stewart (1977) di dalam Sopiah dan Sangadji (2018) menyatakan bahwa penilaian kinerja dimaksudkan untuk : 1. Memberikan feedback kepada karyawan. Agar hal ini menjadi efektif, maka saran yang diberikan kepada karyawan harus jelas (tepat sasaran), deskriptif (menggambarkan contoh – contoh pekerjaan yang benar), objektif (memberikan masukan yang positif dan negatif) dan konstruktif (memberikan saran perbaikan) 2. Management by objective. Dalam hal ini manajer menentukan target dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap bawahan. Target dan tujuan tersebut harus disetujui oleh kedua belah pihak dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan hal – hal yang telah disetujui bersama. 3. Salary review. Hasil dari penilaian digunakan untuk menentukan apakah seseorang akan mendapatkan kenaikan atau penurunan gaji. 4. Career Counseling. Dalam pelaksanaan penilaian, manajer mempunyai kesempatan untuk melihat kemungkinan perjalanan karir karyawan salah satunya bisa melalui pengiriman karyawan ke dalam program pelatihan 5. Succession planning. Penilaian karyawan dapat membantu manajer untuk membuat daftar karyawan yang memiliki keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga jika ada posisi yang kosong, manajer bisa dengan cepat menunjuk seseorang. 6. Mempertahankan keadilan. Adalah sesuatu hal yang wajar jika seseorang lebih menyukai seseorang dibandingkan dengan orang lain. Penilaian karyawan dapat


mengurangi ketidakadilan terjadi dengan melibatkan atasan langsung dan penilaian dilakukan dengan proses acak dan transparan 7. Penggantian pemimpin. Sistem penilaian karyawan dapat mengurangi beban pekerjaan manajer baru yang tidak tahu menahu kondisi dan kompetensi karyawan. Data yang terdapat di dalam dokumen penilaian dapat digunakan sebagai informasi yang penting untuk mengetahui kompetensi dan mengenal bawahan lebih cepat dan mungkin akurat. Wibowo (2016) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja dapat dapat dipergunakan untuk (1) memperkenalkan perubahan, termasuk perubahan dalam budaya organisasi, (2) mendefinisikan tujuan, target dan sasaran untuk periode yang akan datang, (3) memberi orang target yang tidak mungkin akan dicapai, sebagai alat untuk memecat di kemudian hari, (4) memberikan gambaran bahwa organisasi dalam menentang pekerja untuk memberikan kinerja tinggi, (5) meninjau kembali kinerja yang lalu untuk mengevaluasi dan mengaitkan dengan pengupahan, (6) melobi penilai untuk kepentingan politis dan juga akhir yang merugikan, (7) mendapatkan kesenangan khusus, (8) menyepakati tujuan pembelajaran, (9) mengidentifikasi dan merencanakan membangun kekuatan, (10) mengidentifikasi dan merencanakan menghilangkan kelemahan, (11) membangun dialog konstruktif tentang kinerja yang dapat dilanjutkan setelah diskusi penilaian, (12) membangun dialog yang sudah ada antara manajer dengan karyawannya, dan (13) menjaga perusahaan tanpa maksud menggunakan penilaian menjalankan perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas tampak jelas bahwa penilaian kinerja bukan hanya untuk tujuan menilai sumber daya manusia saja, tetapi dapat dipergunakan untuk kepentingan organisasi yang lebih luas.


Penilaian Prestasi Kerja bagi para karyawan sangat penting dalam proses pengembangan karyawan. Bagi karyawan, penilaian prestasi tersebut berperan bagi kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensi karyawan untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karier didalam organisasi. Sedangkan bagi organisasi penilaian prestasi kerja berperan dalam bagaimana keputusan diambil, identifikasi kebutuhan program, rekrutmen, seleksi, pembekalan, penempatan, promosi serta sistem imbalan. Maksud penilaian karyawan dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Bersifat positif, jika penilaian bersangkutan dalam hal mendorong karyawan agar lebih berprestasi di kemudian hari agar kesempatan baik untuk jenjang karier lebih besar. 2. Bersifat negatif, jika penilaian bersangkutan dalam hal mengetahui poin kelemahan karyawan agar dapat mengambil keputusan dalam mengatasi kelemahan. 3. Bersifat tidak objektif, akan diberikan kesempatan pengajuan keberatan agar memperoleh hasil penilaian yang diinginkan. Penilaian kinerja dilakukan oleh atasan langsung, atasan yang lebih tinggi, kelompok penilai (seperti supervisor, teman sejawat, dan para bawahan, penilaian terhadap diri sendiri, yang dilakukan oleh klien/konsumen serta komputer (monitor pekerjaan secara tidak langsung). Dalam hal format penilaian, dapat diberlakukan hal berikut maupun dapat sesuai dengan kebijakan atasan yang bersangkutan, yaitu (1) Siapa yang melakukan penilaian, (2) Kapan akan dilaksanakan, (3) Instrumen apa yang dapat menjadi penilaian. Bintoro, et al (2017) juga menyebutkan bahwa penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perlu memiliki hal – hal sebagai berikut :


1. Standar kerja, untuk dapat mencerminkan seberapa jauh pekerjaan tersebut berhasil. Dapat dinilai dari analisis pekerjaan dan hubungan terhadap kinerja karyawan. Standar kerja ini dapat dilaksanakan terhadap secara tertulis, dengan didasarkan pada kinerja nyata melalui unsur kritis yang dinilai dari analisis pekerjaan 2. Ukuran kinerja, agar evaluasi kinerja dapat dilaksanakan, penilaian kritis perlu dalam menentukan kinerja, sehingga kinerja dapat mencapai standar karyawan dalam perusahaan Adapun sistem penilaian prestasi kinerja karyawan dapat memperhatikan syarat berikut : 1. Praktis, yang dapat ditujukan langsung kepada perilaku, sikap dan sifat karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Kejelasan standar, dengan menetapkan tolak ukur pekerjaan, nilai kompetitif yang berfungsi sebagai penilaian pembanding. 3. Kriteria yang objektif, yang sesuai dengan keadaan yang mudah diandalkan, serta memberikan keberhasilan dalam pekerjaan Efektifitas suatu pekerjaan dapat dinilai dari syarat berikut ini: 1. Reability, dalam hal karyawan yang konsisten, dengan 2 peniai yang memberikan hasil kesimpulan yang sama terhadap penilaian karyawan. 2. Relevance, dapat dihubungkan dengan luaran yang real dari logika secara umum.


Click to View FlipBook Version