139 2. Meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah Menurut Pak Nadiem, sekolah-sekolah terlalu memfokuskan diri pada urusan administrasi pada sistem pendidikan sebelumnya. Program-program untuk pengembangan instrumen sekolah seperti guru dan kepala sekolah pun kurang diperhatikan. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan baru yang diusung Pak Nadiem ini salah satunya adalah meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah. Peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah diwujudkan dengan memperbaiki sistem rekrutmen, meningkatkan kualitas pelatihan, penilaian, serta mengembangkan komunitas / platform pembelajaran. 3. Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi Kebijakan pendidikan baru yang ke – 3 yaitu membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi. Platform yang dibangun terdiri dari 5 kriteria: berpusat pada siswa, interdisipliner, relevan, berbasis proyek, dan kolaboratif. Ketika platform tersebut sudah mulai digunakan, sekolah juga akan didukung dengan sarana dan prasarana teknologi. Rencana dukungan tersebut mengenai tiga hal seperti biaya paket internet (data cost), ketersediaan perangkat belajar (equipment availability), dan konektivitas internet dan listrik untuk daerah 3T (connectivity & electricity) 4. Memperbaiki kurikulum nasional, pedagogi, dan penilaian Perbaikan kurikulum nasional, pedagogi, dan sistem penilaian menjadi fokus pada kebijakan
140 pendidikan yang baru dari Pak Nadiem. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kompetensi yang tepat dalam diri generasi masa depan. Perbaikan-perbaikan yang dimaksud terdiri dari penyederhanaan konten materi, fokus pada literasi dan numerasi, pengembangan karakter, berbasis kompetensi, serta fleksibel. Luaran dari perbaikan kurikulum yaitu terbentuknya karakteristik pelajar pancasila pada generasi masa depan. Pada pedagogi dan penilaian akan digunakan tiga sistem yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. 5. Meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi yang merata Kebijakan pendidikan baru yang ke – 4 yaitu meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk pendistribusian yang merata. Nantinya pemerintah pusat akan bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui pendekatan yang bersifat personal dan konsultatif serta memberikan penghargaan berdasarkan prestasi. Pengawasan terkait anggaran, infrastruktur, penerimaan siswa (zonasi), dan guru, akan diawasi demi pendistribusian yang merata di setiap daerah. 6. Membangun sekolah / lingkungan belajar masa depan Kemendikbud juga merencanakan untuk dimulainya pembangunan sekolah atau lingkungan belajar untuk masa depan. Pembangunan ini mencakup 5 aspek yaitu aman dan inklusif, memanfaatkan teknologi, kolaboratif, kreatif, dan sistem belajar berbasis pengalaman.
141 Aman dan inklusif meliputi fasilitas darurat / tanggap bencana, bebas kerusakan, ramah disabilitas, dan bebas dari perundungan / diskriminasi. Pemanfaatan teknologi meliputi kelas digital dengan akses internet, komputer untuk setiap anak, serta akses pembelajaran daring. Kolaboratif berarti kemudahan mengatur ruang kelas menjadi kelompok – kelompok untuk membangun kerja tim, empati, dan kepemimpinan. Aspek kreatif memungkinkan pengaturan ruang kelas sesuai kebutuhan / preferensi siswa atau guru untuk mengasah kreativitas. Sistem pembelajaran berbasis pengalaman dilakukan melalui eksplorasi, interaksi dengan lingkungan dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah dunia nyata. 7. Memberikan insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang pendidikan Pemberian insentif atas kontribusi dan kolaborasi pihak swasta di bidang pendidikan juga menjadi salah satu kebijakan pendidikan baru. Pemberian insentif meliputi dana CSR, insentif pajak, kemitraan swasta publik, otonomi, dan keuntungan yang lebih besar lainnya berupa insentif keuangan dan penyederhanaan regulasi. Penyederhanaan regulasi dilakukan karena persyaratan nirlaba dan kepemilikan tanpa aset untuk yayasan dan proses perizinan yang kompleks, selama ini menjadi penghalang signfiikan bagi sektor swasta atau mitra global untuk berpartisipasi dalam sistem pendidikan Indonesia. 8. Mendorong kepemilikan industri dan otonomi pendidikan vokasi
142 Kebijakan pendidikan baru yang ke – 8 yaitu mendorong kepemilikan industri dan otonomi pendidikan vokasi. Pihak industri atau asosiasi akan terlibat dalam penyusunan kurikulum, mendorong pembelajaran, dan pembiayaan pendidikan melalui sumbangan sektor swasta atau CSR. Pada pendidikan vokasi, pemerintah pusat akan membentuk program magang dan penempatan langsung dengan pemain industri. Pelatihan guru dan mempekerjakan praktisi industri juga menjadi rencana pada kebijakan ini. Pemerintah akan mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan untuk menarik keterlibatan industri dan memungkinkan otonomi / fleksibilitas yang lebih besar. 9. Membentuk pendidikan tinggi kelas dunia Kebijakan pendidikan baru yang ke – 9 yaitu membentuk pendidikan tinggi kelas dunia dengan diferensiasi misi pendidikan tinggi sebagai pusat – pusat unggulan serta mempererat hubungan dengan industri dan kemitraan global. Ada tiga target diferensiasi misi perguruan tinggi: 1) Membangun PT bereputasi dunia di setiap bidang sebagai pusat inovasi untuk daya saing bangsa, 2) Membangun 1 PT unggul di setiap provinsi sebagai motor pembangunan daerah & nasional, 3) Perluasan akses PT dan membentuk ekosistem life-long learning. 10. Menyederhanakan mekanisme akreditasi dan memberikan otonomi lebih Selama ini, mekanisme akreditasi terbilang rumit karena kewajibannya untuk memperbaharui akreditasi setiap 4 tahun dan berfokus pada aspek administratif.
143 Pada kebijakan pendidikan yang baru ini, mekanisme akreditasi akan bersifat otomatis dan berbasis data dengan mengkombinasikan standar pemerintah dan komunitas sehingga berfokus pada hasil. Peningkatan kredibilitas dan mekanisme akreditasi memungkinkan otonomi dalam institusi pendidikan yang terdiri dari 4 aspek yaitu kurikulum / program, guru / dosen, kemitraan, dan pengoperasian / manajemen. Otonomi ini dapat diterapkan pada pendidikan tinggi dan/atau sekolah swasta. Kebijakan yang ke – 10 ini bersifat suka rela, berbasis data, merujuk pada praktik terbaik tingkat global, serta pelibatan industri atau komunitas.
144
145 BAB IX Sosial, Budaya dalam peraturan-peraturan dan Undang-undang Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan
146 elah dimaklumi bahwasanya pendidikan lahir seiring dengan keberadaan manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut andil untuk menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masyarakat. Dalam hal ini, mengingat salah satu ungkapan para tokoh antropologi seperti Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin, 2002). Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisable power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itudilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya. Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari sistem ‚pengetahuan‛ yang diperoleh manusia melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya. T
147 Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan hadirdalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan prosesproses perubahan tatanansosiokultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya. Sebaliknya, dimensi-dimensi sosial yang senantiasa mengalami dinamika perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktordominan yang telah membentuk eksistensi pendidikan manusia. Penggunaan alat dan saranakebutuhan hidup yang modern telah memungkinkan pola pikir dan sikap manusia untuk memproduk nilai-nilai baru sesuai dengan intensitas pengaruh teknologi terhadap tatanan kehidupan sosial budaya. Dalam konteks ini, pendidikan berperan sebagai alat kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan sistem pembinaan anggota masyarakat yang sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Era globalisasi telah menghadirkan nilainilai baru, pemahaman baru, dan transformasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang datangnya tidak terduga. Oleh karena itu, dunia pendidikan merasa perlunya mempersiapkan diri dengan sarana pembelajaran yang dapat menciptakan individu sesuai dengan tantangan global saat ini. Penguasaan teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten, kemahiran dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keberlanjutan dalam membentuk tatanan sosial yang terbuka, demokratis, humanis, dan progresif menjadi bekal penting yang harus dimiliki oleh setiap negara yang ingin tetap relevan dalam menghadapi arus globalisasi yang terus berkembang.
148 Dengan mempertimbangkan urgensi hubungan antara pendidikan dan dinamika sosial budaya, sosiologi pendidikan berupaya menerapkan analisis ilmiah untuk memahami fenomena pendidikan dalam konteks perubahan sosial dan budaya. Langkah awalnya melibatkan pembangunan pemahaman yang mendalam tentang hakikat kebudayaan sebagai kerangka bagi perkembangan pendidikan bagi anggota masyarakat. Pendidikan dianggap sebagai salah satu elemen penting dalam struktur kebudayaan yang mempengaruhi eksistensi serta pertumbuhan individu dalam masyarakat. Pendidikan akan menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat yang ditentukan oleh hukum-hukumnya. Dari sini, kita dapat mengamati alur hubungan dialektis antara pendidikan dan realitas perkembangan sosial faktual yang saat ini sedang mengalami gejala di hampir seluruh masyarakat dunia. A. Pengertian Sosial, Budaya, undang-undang pendidikan dan Kebijakan Pendidikan 1. Pengertian Sosial Manusia dikenal sebagai makhluk sosial karena kehidupannya selalu terkait dengan interaksi dalam masyarakat dan dengan individu lainnya. Sifat sosial ini adalah hasil dari interaksi dengan lingkungan yang memiliki latar belakang yang beragam. Ilmu sosial mempelajari perilaku kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan bagian dari masyarakat. Setiap individu manusia diharapkan melakukan interaksi dalam kehidupannya, baik dengan anggota
149 keluarga, tetangga, rekan kerja, teman, maupun orangorang asing di sekitar lingkungannya. Untuk lebih memahami tentang aspek sosial ini, penting untuk memahami pengertian sosial menurut para ahli dan ruang lingkupnya. Manusia disebut sebagai makhluk sosial karena mereka tidak mampu hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian, pengertian sosial terkait erat dengan interaksi antar manusia dan lingkungan masyarakat. Kata "sosial" berasal dari bahasa Latin, yaitu "socius", yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama. Istilah lain dari sosial adalah suka memperhatikan kepentingan umum, seperti suka menderma, menolong, dan lain sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sosial merupakan segala hal yang berhubungan dengan masyarakat. Sosial dapat diartikan secara luas, namun secara umum, pengertian sosial dapat diartikan sebagai suatu hal yang ada pada masyarakat ataupun sikap kemasyarakatan secara umum. Apabila dilihat dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa sosial seringkali berkaitan erat dengan interaksi sosial. Interaksi sosial sendiri merupakan subjekyang dipelajari dalam ilmu sosial. Ilmu sosial pun dipelajari sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, selain ilmu tentang alam atau sains. Apabila didefinisikan, ilmu sosial merupakan ilmu yang
150 membahas mengenai tingkah laku manusia serta masyarakat ketika berinteraksidengan satu dan lainnya. Dalam ilmu sosial, interaksi sosial merupakan urutan dinamis tindakan sosial yang terjadi antara individu maupun kelompok yang dapat mengubah tindakan sertareaksi individu tersebut karena tindakan yang terjadi oleh mitra interaksinya. Interaksi sosial juga dapat diartikan sebagai pembentuk dasar untuk struktur sosial. Secara umum, interaksi sosial merupakan setiap hubungan yang terjadi antara dua individu atau lebih. Interaksi sosial terdiri dari sejumlah besar interaksi sosial, verbal maupun fisik hingga menciptakan suatu iklim untuk menukar perasaan maupun iden. 2. Pengertian Budaya Kata budaya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu budhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi dengan arti budi atau akal. Sedangkan dalam bahasa Inggris budaya dikenal dengan kata culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colore yang berarti mengolah atau mengerjakan. Pengertian budaya dikaitkan dengan bagian dari budi dan akal manusia. Budaya merupakan pola atau cara hidup yang terus berkembang oleh sekelompok orang dan diturunkan pada generasi berikutnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah. Namun, definisi budaya memiliki berbagai interpretasi dari para ahli, di antaranya:
151 Menurut William H. Haviland, pengertian budaya adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat. Selo Soemardjan merupakan sosiolog serta tokoh pendidikan dan pemerintahan di Indonesia. Sedangkan Soelaeman Somardi merupakan seorang sosiolog Indonesia.Keduanya merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Menurut Antopolog Indonesia Koentjaraningrat, pengertian budaya adalah sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia yang di dalam kehidupannya yang bermasyarakat. Selain itu Koentjaraningrat juga mendefinisikan budaya lewat asal kata budaya dalam bahasa Inggris yaitu "colere" yang kemudian menjadi "culture" dan didefinisikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam. Hal itu merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan. 3. Pengertian Sosial Budaya
152 Sosial budaya merujuk pada aspek-aspek kehidupan sosial dan budaya suatu masyarakat. Ini melibatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup, nilai- nilai, norma, kebiasaan, tradisi, institusi, dan interaksi sosial yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Aspek sosial ini mencakup berbagai hal, seperti sistem nilai, sistem kepercayaan, bahasa, agama, adat istiadat, seni, musik, tarian, pakaian tradisional, arsitektur, makanan dan minuman khas, permainan tradisional, serta peran gender dan struktur keluarga. Sosial budaya tidak hanya mencakup dimensi kehidupan pribadi, tetapi juga interaksi dan hubungan antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hal ini termasuk norma-norma sosial yang mengatur perilaku, hubungan kekerabatan, sistem pendidikan, sistem politik, sistem ekonomi, dan organisasi sosial lainnya yang membentuk tatanan sosial dalam suatu masyarakat. Pada Sosial budaya juga berperan dalam membentuk identitas suatu masyarakat dan individu. Nilai-nilai, tradisi, dan kebiasaan yang ada dalam suatu budaya dapat mempengaruhi cara berpikir, perilaku, dan pandangan hidup individu serta pola interaksi sosial yang terjalin dalam masyarakat. 4. Undang-undang Pendidikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau Undang-Undang Sisdiknas (resminya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003) merupakan
153 undang-undang yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam UU ini, penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip antara lain pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemis dengan sistem terbuka dan multimakna. Selain itu, di dalam penyelenggaraannya sistem pendidikan juga harus dalam suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan pesertadidik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan (niat, hasrat),dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat dan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 5. Kebijakan Pendidikan Riant Nugroho (2008:35-36) mengatakan bahwa kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan berkenaan dengan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Kebijakan pendidikan harus sejalan dengan kebijakan publik. Di dalam konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan pembangunan,
154 maka kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa di bidang pendidikan, sebagai satu dari tujuan bangsa secara keseluruhan. Sebagaimana dikemukakan oleh Mark Olsen dalam Riant Nugroho (2008:36), kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi negara-negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh pendidikan. Margaret E. Goertz (Riant Nugroho, 2008:37) mengemukakan bahwa kebijakanpendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu ini menjadi penting dengan meningkatnya kritisi publik terhadap biaya pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan negara di bidang pendidikan, sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan secara keseluruhan (Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 264). B. Unsur-Unsur Sosial Menurut Soerjono Soekanto ada lima unsur sosial yang ada di masyarakat dan saling berhubungan dengan satu dan lainnya. Berikut penjelasan unsur-unsur sosial
155 tersebut. 1. Kelompok sosial Unsur pertama dalam sosial adalah kelompok sosial. Kelompok sosial merupakan sekumpulan manusia yang saling berinteraksi serta menyadari keanggotaannya di dalam suatu kelompok. Kelompok sosial diciptakan oleh anggota masyarakat dan anggota masyarakat tersebut dapat saling mempengaruhi perilaku dari setiap anggotanya. 2. Kebudayaan Unsur kedua dari sosial adalah kebudayaan. Kebudayaan merupakan semua hal yang memiliki hubungan dengan akal dan budi manusia, termasuk sistem idemaupun gagasan yang ada di dalam pikiran manusia. Budaya ataupun kebudayaan adalah suatu hal yang abstrak serta sangat berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. 3. Lembaga sosial Lembaga sosial merupakan lembaga yang bertugas untuk mengatur suatu prosedur dan tata cara dalam melakukan suatu hubungan antar individu di dalam masyarakat, sehingga masyarakat menjadi lebih teratur. Suatu lembaga sosial memiliki ideologi yang dilengkapi oleh simbol serta logo-logo tertentu. Umumnya sebuah lembaga sosial ada untuk mencapai tujuan tertentu dan tujuan tersebut dilakukan dengan cara membuat tata tertib di lingkungan masyarakat. 4. Stratifikasi sosial
156 Unsur sosial yang berikutnya adalah stratifikasi sosial yaitu pengelompokan setiap anggota masyarakat dengan bertingkat. Masyarakat yang hidup dengan teraturpada umumnya memiliki suatu sistem lapisan di dalam masyarakat. 5. Kekuasaan dan kewenangan Kekuasaan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu guna mengendalikan perilaku individu yang lainnya secara langsung ataupun tak langsung. Sementara itu, kewenangan adalah suatu hak yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat melakukan suatu hal agar tujuan tertentu dapat terwujud atau tercapai. C. Tujuan adanya sosial budaya bagi Indonesia Adanya aspek yang kuat di Indonesia memiliki beberapa tujuan penting. Berikut ini adalah beberapa tujuan adanya sosial budaya bagi Indonesia: 1. Pertahanan identitas nasional Sosial budaya membantu mempertahankan dan memperkuat identitas nasionalIndonesia. Melalui nilainilai, norma, tradisi, dan kebiasaan yang ada dalam budaya Indonesia, masyarakat dapat merasa terhubung dengan warisan budaya mereka dan membangun rasa kebangsaan yang kuat. 2. Pertahanan keberagaman Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman etnis, agama, bahasa, dan budaya. Sosial
157 budaya memainkan peran penting dalam mempertahankan dan menghormati keberagaman ini. Ini melibatkan pengakuan, penghormatan, dan toleransi terhadap perbedaan budaya serta mempromosikan kesatuan dankerukunan dalam masyarakat. 3. Pembangunan sosial dan ekonomi Sosial budaya dapat berperan dalam pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia. Warisan budaya yang unik, seperti seni, kerajinan, dan kuliner tradisional, dapat menjadi sumber daya ekonomi yang penting melalui pariwisata, kerajinan tangan, dan industri kreatif. Selain itu, melalui pemahaman tentang nilainilai sosial budaya, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan sosial yang inklusif dan berkelanjutan. 4. Peningkatan hubungan antarbudaya Sosial budaya juga berperan dalam memperkuat hubungan antarbudaya di dalam dan di luar negeri. Melalui pertukaran budaya, kolaborasi seni, dan dialog antarbudaya, Indonesia dapat memperkaya pemahaman dan apresiasi terhadap budaya-budaya lain serta membangun hubungan yang lebih baik dengan negara- negara lain. 5. Pendidikan dan pengetahuan Sosial budaya memiliki peran penting dalam pendidikan dan pengetahuan. Melalui pendidikan, masyarakat dapat mempelajari nilai-nilai, sejarah, dan tradisibudaya Indonesia, yang membantu membangun pemahaman yang lebih baik tentang identitas dan
158 warisan budaya mereka sendiri. Selain itu, penelitian dan studi tentang sosial budaya juga berkontribusi pada pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam tentang masyarakat Indonesia. D. Sosialisasi Pendidikan Berbasis Budaya Pendidikan dan kebudayaan adalah dua aspek yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan wadah di mana kebudayaan ditanamkan dan berkembang. Untuk mencapai cita-cita peradaban yang diharapkan, kebudayaan menjadi pondasi yang kuat. Oleh karena itu, pendidikan harus selalu terhubung dengan kebudayaan. Baik pendidikan maupun kebudayaan harus dinamis dan siap berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Saat ini, tantangan revolusi industri menuntut kedua bidang ini untuk beradaptasi dan mengambil peran aktif. Dengan percepatan teknologi yang luar biasa pada era 4.0 ini, perkenalan dan pertukaran budaya dengan budaya lain menjadi tidak terhindarkan. Namun, dengan pendidikan yang berakar pada budayanya sendiri, perkenalan dan pertukaran kebudayaan ini dapat digunakan untuk memperkuat identitas kebudayaan lokal. Pembelajaran berbasis budaya adalah strategi untuk menciptakan lingkungan pembelajaran dan merancang pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian penting dari proses pembelajaran. Dalam pendekatan ini, budaya menjadi metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip kreatif tentang dunia sekitar. Peran siswa dalam pembelajaran berbasis budaya bukan hanya
159 sekedar meniru atau menerima informasi, tetapi juga menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperoleh. Pendekatan ini mengakui budaya sebagai bagian fundamental dari pendidikan, ekspresi dan komunikasi gagasan, serta pengembangan pengetahuan. Pembelajaran berbasis budaya dapat dibagi menjadi empat jenis: belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, belajar melalui budaya, dan belajar berbudaya. Teori dasar pembelajaran berbasis budaya berkembang dari pemikiran tokoh seperti Vygotsky, Piaget, dan Brooks & Brooks. E. Jenis-Jenis Pembelajaran Berbasis Budaya Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan. 1. Belajar tentang budaya Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Menurut Sardjiyo dan Panen (2005: 88), budaya sebagai ilmu berarti budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus tentang budaya untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Mata pelajaran yang menempatkan budaya sebagai ilmu adalah mata pelajaran Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik, Seni Budaya dan Keterampilan, dan sebagainya. Pembelajaran berbasis budaya yang menempatkan budaya sebagai ilmu cenderung bergantung pada media kebudayaan yang disediakan guru. Di sekolah yang menyediakan
160 sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama dalam mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yangtidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga mata pelajaran tersebutmenjadi matapelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru (yang belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, mata pelajaran budaya menjadi tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam komunitas tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ketidakberhasilan mata pelajaran budaya yang sekarang ini ada. 2. Belajar dengan budaya Dalam pendekatan belajar dengan budaya, budaya dan segala ekspresinya menjadi media pembelajaran yang terlibat dalam proses belajar. Budaya tersebut menjadi konteks untuk menjelaskan konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi latar belakang untuk menerapkan prinsip atau prosedur dalam pembelajaran. Sebagai contoh, dalam memperkenalkan konsep bilangan (positif, negatif) pada garis bilangan, tokoh wayang punakawan dapat digunakan. Sebagai ilustrasi, Semar dapat menjadi penghubung siswa dalam memahami garis bilangan dan operasi bilangan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran berbasis budaya ini dapat diimplementasikan dalam berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, dalam pelajaran IPA mengenai gelombang bunyi, guru dapat menggunakan gong
161 sebagai alat musik tradisional. Hal ini tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam bidang IPA, tetapi juga memperluas pengetahuan mereka tentang alat musik tradisional. 3. Belajar melalui budaya Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning (Dirjen Dikti, 2004: 15), di mana penilaian pemahaman dilakukan dalam berbagai bentuk ekspresi. Sebagai contoh, dalam mempelajari topik tentang lingkungan hidup, siswa tidak hanya diuji melalui tes tulis, tetapi juga diberi kebebasan untuk mengekspresikan pemahaman mereka melalui berbagai media seperti poster, karangan, lukisan, lagu, atau puisi yang mencerminkan isu-isu lingkungan hidup seperti kekeringan, banjir, deforestasi, atau keindahan alam. Dengan menganalisis karya budaya yang dihasilkan oleh siswa, pengajar dapat menilai sejauh mana pemahaman mereka tentang topik lingkungan, serta bagaimana siswa menginternalisasi dan mengapresiasi materi tersebut secara personal. 4. Belajar berbudaya Belajar berbudaya merupakan upaya untuk menanamkan nilai-nilai budaya dalam perilaku seharihari siswa. Dalam pelaksanaannya, guru dan kepala sekolah dapat menjadi contoh teladan bagi siswa (Ing Ngarso Sung Tuladha). Di dalam belajar berbudaya, siswa juga diajarkan untuk selalu menggunakan tata krama saat berbicara, bahkan ketika berinteraksi dengan teman sebaya, sehingga setiap individu dapat
162 saling menghormati, toleransi, dan terhindar dari perilaku bullying. Selain itu, siswa juga diberi pembiasaan untuk berperilaku sopan santun saat berinteraksi dengan orang yang lebih tua. Mereka diajarkan untuk membedakan penggunaan bahasa yang sopan antara sesama sebaya dan saat berbicara dengan orang yang lebih tua. Selain itu, penggunaan pakaian adat pada acara tertentu juga menjadi bagian dari pembelajaran berbudaya. Dengan pendidikan berbasis budaya, budaya lokal dapat diinternalisasi sehingga saat berinteraksi dengan budaya luar, individu tidak hanya menerima, tetapi juga menegaskan dan mempertahankan identitas budaya sendiri. Proses belajar ini tidak terbatas pada lingkungan sekolah saja. Sekolah hanyalah salah satu tempat di mana proses belajar tersebut dapat terjadi. Proses pembudayaan di sekolah bertujuan untuk mencapai prestasi akademik siswa, membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan tradisi yang ada dalam komunitas budaya, serta mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik siswa. 5. Perubahan Sosial dan Pendidikan Sejalan perubahan sosial maka sebenarnya di manakah letak posisi pendidikan. Dalam hal ini kita mengingat penuturan Eisentandt dalam Faisal dan Yasik (1985) institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah. Pendidikan adalah suatu institusi
163 pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan budaya suatu masyarakat. Melihat perkembangan masyarakat yang sering kali mengalami perubahan mendadak, kemungkinan terjadinya dampak negatif yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari. Salah satu gejala yang muncul adalah ketimpangan budaya atau cultural lag, yang dapat berdampak buruk pada tatanan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang bertugas menjaga dan mengarahkan perjalanan masyarakat, pendidikan harus mampu mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan yang muncul dalam masyarakat. Dalam proses perubahan sosial, modifikasi yang terjadi sering kali tidak teratur dan tidak merata, meskipun berbagai aspek yang berubah saling berkaitan erat. Hal ini seringkali mengakibatkan ketimpangan budaya. Perubahan teknologi yang cepat juga akan berdampak luas pada seluruh institusi masyarakat, menyebabkan munculnya masalah seperti kemiskinan, kejahatan, dan kriminalitas. Untuk menghadapi dampak negatif tersebut, pendidikan harus mampu menganalisis kebutuhan nilai, pengetahuan, dan teknologi yang paling mendesak, serta mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan tersebut. Karl Manheim, sebagaimana yang dikutip dalam Faisal dan Yasik (1985), menyoroti aktivitas sekolah dalam proses pengajaran kepada para peserta didik. Dengan tajam, Manheim mengungkapkan adanya
164 semacam penyimpangan, di mana siswa terkesan terobsesi dengan pencapaian angka prestasi, padahal pendidikan seharusnya bertujuan lebih dari itu. Pembahasan dan analisis tentang perubahan sosial dan perubahan pendidikan seringkali terkait erat dengan konsep modernisasi. Modernisasi dianggap sebagai sebuah proses yang merambah seluruh masyarakat dunia, dan merupakan fenomena universal yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami konteks sosial dan pendidikan. Dari sini, kita dapat mengambil ruang interpretasi untuk memahami perspektif perubahan sosial dan perubahan dalam pendidikan. Kata atau istilah modernisasi memiliki beragam definisi. Namun, ada satu kepastian bahwa perkembangan dan penerapan teknologi manusia menjadi landasan utama modernisasi. Produk modernisasi yang terlihat dalam masyarakat modern ditandai oleh kehidupan industrialis, struktur pekerjaan yang kompleks, dan diferensiasi sosial yang semakin tajam. Dalam menjelaskan tingkat modernisasi suatu masyarakat, selain mempertimbangkan kekuatan materiil seperti ekonomi dan teknologi, banyak ahli yang mengedepankan atribut struktural. Contohnya, para ahli seperti Parson, Einsantand, Smelser, Buckley, dan Marsh, yang menekankan pentingnya diferensiasi sosial sebagai titik tolak analisis. Menurut mereka, setidaknya ada dua alasan mengapa diferensiasi sosial menjadi sangat penting dalam memahami modernisasi.
165 a. Diferensiasi merupakan suatu keniscayaan yang pasti dilalui oleh sistem sosial dalam mengadaptasikan diri terhadap perubahan-perubahan di lingkungannya, dan b. Kemampuan untuk melakukan diferensiasi merupakan sebuah indikator positif mengenai kemampuan suatu sistem dalam menyesuaikan diri sesuai dengan proses-proses perubahan yang terjadi. Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia pendidikan dengan tumbuh kembangnya modernisasi, kiranya perlu berangkat dari konsep deferensiasi. Dengan berkembangnya diferensiasi sosial, secara perlahan-lahan akan mengubah fungsi dan sistem pendidikan agar berjalan sejalur dengan kecenderungan sosial tersebut. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya spesialisasi peran serta merebaknya organisasi di dalam sistem pendidikan, sehingga secara internal menumbuhkan diferensiasi struktural dalam tubuh pendidikan. Proses yang mempengaruhi tubuh pendidikan ini dapat digambarkan dalam pengamatan komparatif antara masyarakat modern dengan masyarakat primitif. Pada masyarakat tradisional proses pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang kesemuanya diperankan oleh institusi keluarga. Sedangkan pada masyarakat modern proses pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga. Meskipun terdapat perbedaan karakter pendidikan
166 yang cukup tajam dalam kedua tipe masyarakat tersebut. Namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan fungsi pendidikan antar- kedua tipologi masyarakat tersebut. Baik pendidikan padamasyarakat tradisional maupun masyarakat modern, keduanya sama-sama bertanggung jawab untuk mentransmisikan sekaligus mentransformasikan perangkat-perangkat nilai budaya pada generasi penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang proses sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peranperan baru. Letak perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi semakin besar dan kompleks. Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasipendidikan dapat diterangkan dalam beberapa poin sebagai berikut. a. Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan. Dalam kehidupan masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara informal yang berfungsi untuk memberikan bekal keterampilan-keterampilan mata pencaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku yang sesuai dengan nilai serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran-ukuran askriptif. Anak- anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia mereka, sementara guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan memasak
167 sementara para laki-laki mengajarkan berburu). b. Pada tingkatan yang lebih maju, sebagaian proses sosialisasi teridentifikasi keluardari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat tentu saja dengan bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau berkeahlian.Kurikulum pendidikan bukan semata-mata kumpulan dari latihan memperoleh ketrampilan-ketrampilan namun juga ditekankan soal-soal metafisik dan budipekerti. Mengenai siapa yang berperan sebagai guru, tampaknya sudah mulai mempertimbangkan bakat dan pengalaman ‚berguru‛ yang pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang memiliki ‚spesialisasi khusus‛ seperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang ini, namun para ‚siswa‛ bisa belajar banyak mengenai nilai- nilai kehidupan sebab guru dipandang sebagai sumber segala macam pengetahuan. c. Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri, maka meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluarga atau kelompok meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah menempati posisi kuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam Pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam menentukan siapa-siapa yang menjadi ‚siswa‛, terletak pada latar belakang kelas atau
168 kterurunan seseorang. Sedangkan seleksi para ‚guru‛, di samping disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah diperhitungkan kebutuhankebutuhan perkembangan zaman dengan memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti, hukum, teologi, kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang menguasai segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu. d. Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi ciri istimewa masyarakat pada tingkatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjenjang-jenjang begitu rupa, dan kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula. Dalam hubungan ini, sekolah mendapat bebanbeban baru, yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat luas, sebagai media seleksi sosial serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan. Pesatnya arus diferensiasi dan spesialisasi selama beberapa dekade terakhir telah menyebabkan beberapa perubahan dalam struktur pendidikan. Hal ini merupakan hasil dari permintaan yang meningkat dari masyarakat akan tenaga ahli yang dapat mendukung perkembangan industri dan produksi massal. Dalam
169 konteks ini, sistem pendidikan telah berkembang menjadi sebuah institusi yang memiliki peran penting dalam mendukung perubahan sosial dan ekonomi, baik yang direncanakan maupun tidak. Pendidikan juga menjadi jembatan untuk meraih prestise dan status, serta menjadi faktor utama dalam mobilitas sosial, baik secara vertikal maupun horizontal, serta dalam generasi yang sama atau antargenerasi. F. Gelombang Kekuatan yang mengubah Masyarakat manusia Dari berbagai kekuatan yang mengubah kehidupan manusia dewasa ini secara global, terdapat tiga kekuatan utama: 1. Demokratisasi, 2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi komunikasi daninformasi, 3. Globalisasi. Ketiga kekuatan besar yang sedang mengubah kehidupan manusia dewasa ini akan berdampak pada perubahan sosial dalam masyarakat kita. Perubahanperubahan ini sangat terkait dengan kekuatan global yang sedang mempengaruhi masyarakat kita. Pertama, masyarakat kita sedang bertransformasi dari masyarakat yang relatif tertutup menuju masyarakat yang terbuka. Proses demokratisasi yang sedang berlangsung di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah mengubah kehidupan tradisional masyarakat kita. Selanjutnya, masyarakat kita setelah melewati masa
170 krisis pada akhir abad ke-20, dihadapkan pada tuntutan untuk menciptakan bentuk nasionalisme baru yang menghadapi munculnya rasa kedaerahan atau tribalisme. Keberagaman masyarakat Indonesia dalam hal suku dan budaya menjadi tantangan baru bagi kehidupan nasional.. Kekuatan-kekuatan yang dibicarakan tersebut di atas tentunya akan mempengaruhi proses pendidikan manusia Indonesia yang menuntut kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam membina masyarakat baru.
171 BAB X Modernisasi dan Problema Pendidikan Islam
172 endidikan Islam memiliki ciri khas yang didasarkan pada landasan utama, yaitu Alquran dan Hadis. Untuk mencapai tujuan penanaman nilai-nilai akidah, ibadah, dan akhlak karimah, diperlukan langkah dan strategi dalam berbagai aspek. Sejarah kehidupan bangsa Indonesia menunjukkan bahwa Pendidikan Islam, sebagai bagian dari Pendidikan Nasional, telah bertahan dan berhasil melewati berbagai situasi dan kondisi yang beragam. Namun, dewasa ini, manusia dihadapkan pada tantangan besar dalam dunia pendidikan, terutama terkait dengan kulturalisasi di mana budaya Barat cenderung mendominasi dibandingkan dengan budaya Islam. Selain itu, masalah dekadensi moral juga menjadi perhatian serius, karena perubahan nilai-nilai yang global dan gaya hidup yang sering bertentangan dengan etika dan nilai agama. Krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini meliputi berbagai aspek, dan banyak penelitian dari berbagai disiplin ilmu menunjukkan bahwa akar dari semua krisis tersebut bermuara pada krisis akhlak atau moral. Oleh karena itu, pembenahan dalam hal moralitas dan akhlak menjadi sangat penting dalam menghadapi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.. Pendidikan Islam saat ini, dihadapkan pada berbagai perkembangan yang meniscayakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan sehingga mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi tantangan bagi pendidikan Islam. Pendapat Mochtar Buchori, yang dikutip dalam karya Muhaimin, menyoroti kelemahan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Ia menilai bahwa P
173 pendidikan agama masih gagal karena terlalu fokus pada aspek kognitif semata, tanpa memperhatikan pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama dan kurangnya pembinaan pada aspek afektif dan konatif-volitif, yang mencakup kemauan dan tekad untuk mengamalkan ajaran agama. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, atau antara pemahaman konseptual dan praktik dalam kehidupan beragama. Pendekatan pengajaran agama yang tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral merupakan tantangan serius dalam Pendidikan Agama Islam. Hal ini menegaskan bahwa inti dari Pendidikan Agama Islam seharusnya adalah pendidikan moral. Oleh karena itu, para pendidik memiliki tugas yang berat dalam mengupayakan pendidikan yang terbaik, khususnya dalam konteks Pendidikan Islam. Menyadari hal ini, perlu dilakukan upaya yang lebih serius dan terintegrasi untuk memastikan bahwa Pendidikan Agama Islam mampu membentuk pribadi yang bermoral dan berkualitas. Dalam menghadapi era globalisasi, di mana jarak dan waktu antar berbagai negara telah menyusut secara signifikan melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan Islam juga mengalami transformasi yang signifikan. Perkembangan media, terutama internet, telah mengubah paradigma pendidikan Islam yang sebelumnya hanya dapat menjangkau masyarakat lokal dengan kualitas yang terbatas. Kini, dengan adanya multimedia dan internet, pendidikan Islam dapat diakses secara luas tanpa batas geografis, waktu yang sangat singkat, dan dengan kualitas yang lebih tinggi. Hal ini menuntut para pakar pendidikan Islam untuk memanfaatkan dan mengembangkan media pendidikan terbaru sehingga pendidikan Islam dapat bersaing sejajar dengan pendidikan umum. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan
174 Islam dapat membuka peluang baru untuk peningkatan aksesibilitas, kualitas, dan efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, pendidikan Islam dapat terus berkembang dan relevan dalam menghadapi dinamika zaman yang terus berubah. Salah satu upaya dalam mengatasi berbagai persoalan Pendidikan Islam dan sekaligus merespons tantangan tersebut, para penggagas Pendidikan menciptakan Pendidikan modernisasi sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu Pendidikan Islam agar lebih didominasi. Hal ini dimunculkan dengan berbagai macam cara dan karakteristik. Modernisasi merupakan suatu pembaharuan yang digunakan sebagai proses untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam Pendidikan modernisasi ini sangat efektif jika diimplementasikan karena akan meningkatkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Semangat siswa akan betah dan rasa keingintahuannya terhadap hal baru akan muncul. Modernisasi Pendidikan adalah salah satu pendekatan untuk suatu penyelesaian jangka Panjang atas berbagai persoalan umat Islam saat ini dan pada masa yang akan datang. A. Pengertian Modernisasi Modernisasi berasal dari kata "modern" yang berarti terbaru, mutakhir, atau sikap dan cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya, modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Modernisasi adalah suatu proses yang melibatkan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang signifikan
175 dalam sebuah masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemakmuran. Menurut para ahli, modernisasi bisa diartikan sebagai suatu proses transformasi dari suatu masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi, perubahan struktur sosial, dan adopsi nilai-nilai barat. Beberapa ahli menyampaikan pengertian dari modernisasi. Daniel Lerner dalam "Passing of Traditional Society" (1964) menyebutkan bahwa modernisasi bermakna perubahan mentalitas dan nilai-nilai masyarakat yang semakin terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses modernisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran, pendidikan, dan pola pikir masyarakat yang lebih rasional. David Apter dalam "The Politics of Modernization" (1965) menggambarkan modernisasi sebagai sebuah proses yang melibatkan penghapusan budaya dan nilai-nilai tradisional serta adopsi nilai-nilai universal seperti demokrasi, kemajuan ekonomi, dan kebebasan individu. Seymour Martin Lipset dalam "Some Social Requisites of Democracy: Economic Development and Political Legitimacy" (1959) meyakini bahwa modernisasi akan membawa perubahan sosial dan politik yang signifikan dalam masyarakat. Modernisasi diharapkan dapat memperkuat nilai-nilai demokrasi, egalitarianisme, dan rasionalisme yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat konflik sosial. Menurut Talcott Parsons dalam "The American Family: Its Relation to Personality and to the Social Structure" (Free Press), modernisasi akan membawa perubahan dalam struktur sosial masyarakat. Proses modernisasi akan memicu integrasi sosial, terutama di antara individu-
176 individu yang berasal dari ras dan kelas sosial yang berbeda. Hal ini diharapkan dapat membawa kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan Max Weber dalam "Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology" (University of California Press) menyampaikan bahwa modernisasi adalah proses yang melibatkan rasionalisme dan ilmu pengetahuan. Proses ini diharapkan dapat membawa perkembangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk pemerintahan, ekonomi, budaya, dan agama. B. Pengertian,Konsep dan Fungsi Pendidikan Islam Pendidikan dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit, pendidikan diartikan sebagai "bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai dewasa". Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah "segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari kepribadian anak. Nilai-nilai tersebut pada akhirnya akan membentuk individu yang pandai, baik, mampu hidup, dan berguna dalam masyarakat". Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, serta mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta pengalaman (Yulis, 2012). Akhir-akhir ini, Pendidikan Islam
177 mengalami lompatan signifikan yang sangat menggembirakan. Hal ini tentu akan terjadi jika para pimpinan dan pendidik di berbagai lembaga pendidikan Islam memulai untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerjanya. Jika tidak, maka cita-cita meningkatkan kualitas pendidikan Islam hanyalah sebuah mimpi indah belaka. Definisi di atas mencakup substansi yang sangat luas, berkaitan dengan perkembangan dan pengembangan manusia. Namun, definisi tersebut masih terbatas pada persoalan-persoalan duniawi (keduniaan), yang berarti belum memasukkan aspek spiritual dan religius sebagai bagian terpenting yang mendasari perkembangan manusia dalam proses pendidikan. Paling tidak ada 2 point yang dapat di Tarik benang merah dari defenisi Pendidikan Islam itu yaitu: 1. Pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani,keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahakan satu sama lain. 2. Pendidikan Islam mendasarkan konsepnya pada nilainilai relegius,artinya bahwa Pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologi sebagai sumber ilmu itu sendiri. Pendidikan memiliki beberapa fungsi penting dalam kehidupan umat muslim sebagai berikut : a. Menyampaikan nilai-nilai ajaran agama Islam merupakan fungsi utama dari Pendidikan Islam. Tujuannya adalah untuk menyampaikan ajaran agama Islam kepada umat Muslim. Pendidikan agama Islam membantu individu memahami pesan-pesan agama dan menjalankan ibadah dengan benar (Farooq, 2018).
178 Konsep Modernisasi Islam adalah upaya untuk mengadaptasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam dengan perkembangan zaman dan tuntutan sosialpolitik yang ada. Menurut konsep ini, pendidikan dalam Islam merupakan "pendidikan sepanjang hayat" atau dalam bahasa hadis Rasulullah "dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat" (from the cradle to the grave). Istilah ini mengandung pengertian bahwa pada tahap awal, terutama sebelum memasuki bangku sekolah, peran orang tua — terutama ibu — sangatlah penting dan menentukan. Pada usia balita inilah orang tua memegang peran utama dalam menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak. Namun, orang tua bukanlah satu-satunya pendidik di rumah; ada pendidik lain yang kadang-kadang peranannya lebih dominan daripada orang tua. b. Pembentukan moral dan akhlak merupakan tujuan utama dari Pendidikan Islam. Melalui pendidikan ini, individu diajarkan untuk memperbaiki moral dan akhlaknya. Mereka dipandu untuk menjadi pribadi yang jujur, adil, bertanggung jawab, dan memiliki sikap baik terhadap sesama. C. Problema Pendidikan Islam Terdapat dua Problematika yang bisa muncul yaitu internal, maupun eksternal. Masalah secara internal misalnya tidak berkompetennya guru terhadap bidang studi yang diajarkan atau tidak cakap dalam melakukan tindakan pembelajaran ataupun kurangnya sarana prasarana yang presentatif. Adapun problematika eksternal, biasanya
179 berasal dari tidak maksimalnya dukungan masyarakat sekitar termasuk khusunya orang tua murid, dan dapat pula disebabkan oleh kurangnya dukungan dari pemerintahan setempat. Dalam mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum nampaknya masih muncul problematikaproblematika yang menghambat keberhasilannya. Berdasarkan pengamatan penuli selaku praktisi pendidkan di lapangan yang berkecimpung di Lembaga Pendidikan pondok pesantren, terlihat bahwasannya problema Pendidikan Islam dewasa ini meliputi : 1. Kurikulum yang tidak memadai: Kurikulum Pendidikan Islam belum mencakup secara komprehensif semua aspek keislaman seperti akhlak, etika, dan ajaran Islam yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Banyak kurikulum hanya fokus pada pemahaman kognitif saja tanpa memberikan pemahaman praktis. 2. Keterbatasan jumlah guru yang berkualitas: Banyak daerah masih mengalami kesulitan dalam mencari guru yang memiliki pemahaman agama dan pendidikan yang memadai untuk mengajarkan Pendidikan Islam. Hal ini dapat menghambat perkembangan Pendidikan Islam yang berkualitas. 3. Minimnya sarana dan prasarana: banyak sekolah Pendidikan Islam belum di lengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, seperti perpustakaan yang memadai, ruang kelas yang cukup, serta laboratorium atau fasilitas lain yang di perlukan untuk mendukung proses belajar mengajar. 4. Fenomena globalisasi sebagai tantangan pendidikan islam pada abad 21 globalisasi didefinisikan oleh Joseph
180 Stiglitz dikutip Muhaimin adalah semakin dekatnya integrasi antar bangsa dan negara di dunia yang disebabkan oleh runtuhnya batas -batas tak kasat mata yang disebabkan arus modal, jasa, pengetahuan dan manusia yang saling melintas antar perbatasan (Muhaimin, 2011). Pengertian lain dijelaskan oleh Robertson dalam Faisal Ismail di mana globalisasi adalah pemadatan dunia menjadi satu ruang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini juga menjadi tantangan untuk Pendidikan Islam.kurangnya pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran dapat pendidikan Islam ketinggalan dalam hal penggunaan media pembelajaran yang efektif. 5. Perhatian yang pada Pendidikan, moral dan karakter: Pendidikan Islam memiliki misi untuk membentuk karakter dan moral yang baik pada Peserta didik. Namun dalam beberapa kasus, Pendidikan moral dan karakter cenderung di abaikan dan lebih focus pada aspek akademik semata. 6. Kontroversi dan radikalisasi: beberapa kasus radikalisasi dan kontroversi yang terkait dengan Pendidikan Islam dapat mengganggu proses pembelajaran dan memberikan citra negative terhadap Pendidikan Islam secara keseluruhan. 7. Ketimpangan Akses: akses terhadap Pendidikan Islam masih belum merata di berbagai daerah, terutama daerah pedesaan, kekurangan infrasstruktur, jarak yang jauh dari tempat tinggal dan factor sosial ekonomi menjadi hambatan utama dalam akses Pendidikan Islam bagi semua kalangan terbatas nya pengetahuan
181 umum : beberapa Pendidikan Islam selalu focus pada pembelajaran agama saja, sehingga mengabaikan pengetahuan umum yang penting untuk kehidupan di luar lingkungan keagaman.hal ini dapat membuat lulusan Pendidikan Islam memiliki keterbatasan dalam Islam dalam berinteraksi dengan Masyarakat secara luas D. Dasar-Dasar Pendidikan Islam Menurut Samsul Nizar membagi dasar pendidikan Islam menjadi tiga sumber, yaitu sebagai berikut : 1. Al-Qur’an Al Qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab untuk memberikan pedoman hidup yang membawa manfaat bagi seluruh umat manusia (rahmatan lil 'alamin), baik di dunia maupun di akhirat. Al Qur'an dianggap sebagai sumber petunjuk yang harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan mengikuti nilainilai yang terkandung dalam Al Qur'an, terutama dalam konteks pendidikan Islam, umat Islam dapat membimbing dan mengarahkan manusia agar menjadi pribadi yang kreatif, dinamis, dan mampu mencapai esensi nilai-nilai ibadah kepada Sang Pencipta. 2. Sunnah Keberadaan Sunnah Nabi adalah penjelasan dan penguat hukum-hukum yang terdapat dalam Al Qur'an, sekaligus menjadi panduan untuk kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Sunnah Nabi juga menjadi sumber inspirasi bagi ilmu pengetahuan, berisi
182 keputusan dan penjelasan Nabi atas pesan-pesan ilahi yang tidak secara rinci dijelaskan dalam Al Qur'an atau memerlukan penjelasan lebih lanjut. 3. Ijtihad Pentingnya Ijtihad tidak terlepas dari kenyataan bahwa pendidikan Islam harus selalu sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berubah dengan cepat. Namun, pendidikan Islam juga harus tetap mempertahankan identitasnya yang didasarkan pada nilai-nilai agama. Ini merupakan tantangan yang terus menerus bagi para Mujtahid Muslim di bidang pendidikan, yang harus senantiasa melakukan ijtihad agar teori pendidikan Islam tetap relevan dengan tuntutan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Tujuan Di laksanakan nya Pendidikan Islam a. Agar mendapatkan derajat kemuliaan b. Realisasi bahwa menuntut ilmu agama adalah merupakan kewajiban bagi umat Islam, c. Mengenal agama dan tuhan dengan baik dan benar d. Menjadi pondasi atau dasar dalam kehidupan e. Dapat menerapkan agama nya dalam kehidupan dan berbagai sektor kehidupan f. Pengkondisian diri atas lingkungan agama. 5. Langkah dan Strategi Penyelesaian Problema Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi
183 manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta (Daulay, 2009). a. Mengatasi Problematika Kurikulum yang belum memadai Kurikulum, dalam proses pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di katakan Mujibur Rohma dalam tulisannya, Materi pendidikan dan pendidikan Islam tergambar dalam kurikulum yang disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikannya. Desain materi pendidikan harus memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, seni, serta sesuai dengan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Sanaky, 2003). Sehingga solusi dari Problematika yang terkait kurikulum adalah:
184 1) materi pendidikan di madrasah harus mem-bangun sikap kritis, pada masalah-masalah keagamaan, serta memiliki kepedulian ter-hadap perkembangan ilmuilmu umum, baik ilmu sosial maupun ilmu alam. 2) Struktur kurikulum madrasah yang overload karena memuat mata pelajaran umum (70%) ditambah dengan mata pelajaran agama (30%) sebagai ciri khas lembaga pendidikan Islam. Perlu di revisi dengan kurikulum Merdeka berdasarkan surat keputusan derektur jenderal Pendidikan Islam nomor 1443 tahun 2023 tentang madrasah pelaksana kurikulum Merdeka tahun Pelajaran 23/24 di berlakukan pada Paud/TK.SD/MI, SMP/MTS dan SMA/SMK/MA, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intra-kurikuler (tatap muka). yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. 3) Kurikulum pendidikan Islam harus dengan materi yang sarat dengan nilai Kurikulum pendidikan dalam arti produk masih mengandung banyak kerancuan, artinya sekolah-sekolah di tingkat Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP), dan Aliyah (SMU) memiliki kurikulum yang sangat sarat dengan mata pelajaran. Implikasinya adalah daya serap peserta didik tidak optimal dan kelihatannya peserta didik cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi sebenarnya dangkal dalam penguasaan pengetahuan dan kemampuan ketrampilan yang layak. 4) Kurang berorientasi pada kebutuhan peserta didik dan masa depan Dalam kenyataan proses pendidikan Islam kurang menarik dari sisi materi dan metode
185 penyampaian yang digunakan. Desain kurikulum pendidikan Islam sangat didominasi oleh masalahmasalah yang bersifat normatif, ritual, dan eskatologis, dan materi pendidikan disampaikan dengan semangat ortodoksi keagamaan dalam pelajaran agama yang diidentikkan dengan iman, bukan ortopraksis yaitu bagaimana mewujudkan iman dalam tindakan nyata operasional. 5) Komponen strategi Strategi pelaksanaan kurikulum pendidikan untuk mewujud Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam mengantisipasi kekurangan sarana dan prasarana pada Lembaga Pendidikan Islam, dengan melakukan pengelolaan Proses manajemen sarana dan prasarana pendidikan Islam yang baik dan tertiv meliputi : a) Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan Islam b) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan Islam c) Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan Islam d) Pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Pendidikan Islam Terdapat beberapa solusi Dalam mengatasi permasalahan Implementasi pendidikan agama islam di sekolah yang mungkin diharapkan bisa membantu mengatasi problematika yang sedang dihadapi. Upaya mengatasi permasalahan peserta didik dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut: 1) Adanya upaya Lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menerima
186 materi pembelajaran dengan baik .persiapan ini mencakup kondisi fisik atau psikis(jasmani atau mental) individu sehingga benar-benar memungkinkan dapat berinteraksi secara maksimal dengan pembelajaran yang telah dirancang oleh pendidik. 2) Memberikan Motivasi peserta didik mencakup motivasi intrinsik berupa motivasi yang muncul dari peserta didik sendiri ataupun motivasi ekstrintik yaitu dorongan yang dibentuk oleh lingkungan dari luar. Motivasi bisa dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengembangkan minat peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajarnya. . 3) Para guru sangat diharapkan bisa melakukan usaha yang terus menerus dalam menumbuhkan dan mengembangkan minat belajar peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar, dengan adanya upaya seperti ini peserta didik dapat memperoleh kepuasan dan memperlihatkan kerja yang baik. (Muhammad Surya, 2003). Untuk memastikan pembelajaran yang efektif dan optimal, penting bagi peserta didik untuk memiliki minat yang tinggi terhadap bidang studi yang dipelajarinya. Sebaliknya, jika materi pelajaran kurang menarik, hal tersebut dapat menyebabkan kebosanan dan kurangnya motivasi belajar, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada prestasi akademik mereka. Oleh karena itu, pendidik perlu berupaya untuk menyajikan materi pembelajaran dengan cara yang
187 menarik dan menyenangkan. Bahkan, jika diperlukan, pendidik dapat menggunakan humor sebagai alat untuk menghindari kejenuhan dalam proses pembelajaran. Selain itu, pengujian kemampuan peserta didik juga penting dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan hambatan intelektual yang mungkin mereka miliki. Jika mayoritas peserta didik memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, hal tersebut dapat menjadi peluang untuk mengembangkan diri lebih lanjut. Sebaliknya, jika ada peserta didik dengan kemampuan yang rendah, perlu dipertimbangkan untuk menyediakan kegiatan pembelajaran tambahan atau menempatkannya di kelas yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian, semua peserta didik dapat memperoleh pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka. b. Mengatasi problema Kualitas para Pendidik Tidak dapat dipungkiri pendidik merupakan poros utama dari keberhasilan Pendidikan Agama Islam di sekolah sehingga harus memiliki kredibilitas dan kemampuan yang mumpuni, akan tetapi faktanya masih terdapat kurangnya kualitas pendidik , maka untuk mengatasi masalah tersebut terdapat beberapa cara yaitu: 1) Memberikan honor yang memadai bagi pendidik agar bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, karena rendahnya penghasillan pendidik bisa mengakibatkan terhambatnya upaya meningkatkan profesionalitas kualitas pendidik
188 2) Memiliki Kemampuan untuk memahami tabiat, intelegensi dan kesiapan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar 3) Pendidik seyoyanya harus mampu mendesain dan membuat variasi metode mengajar dengan baik, hal ini tentu akan disesuaikan dengan karakter pelajaran dan kondisi belajar mengajar. 4) Melakukan pembinaan dan motivasi secara terus menerus baik yang sifat nya internal maupun eksternal. 5) Mengikuti worshop atau diklat.Melaksanakan study tiru di Lembaga yang lebih maju Kursus untuk pengembangan diri, kepribadian, Pengusaan Bahasa asing Pendalaman materi ajar. melalui KKG, MGMP dan lain sebagai nya. Pemberian honor yang memadai bagi guru swasta untuk meningkatkan kesejahteraan, serta Mengikuti kegiatan seminar, symposium dan lain sebagai nya. Dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan di dalam satuan pendidikan haruslah ada jalinan hubungan baik antara sekolah dengan orang tua peserta didik, hal ini dimaksudkan orang tua dapat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan di sekolah dengan tujuan agar peserta didik dan juga orang tua bisa proaktif dan memberi perhatian besar didalam menunjang program sekolah. Adanya hubungan baik antara sekolah dengan masyarakat berdampak positif dalam memelihara kelangsungan eksistensi Pendidikan dan mendapat dukungan dari masyarakat dalam upaya mengembangkan Implemintasi program program sekolah.