The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Mengapa penting mempelajari komunikasi politik? Pertanyaan ini sepertinya sederhana tetapi bersifat solutif. Sederhana karena komunikasi politik menjadi bagian dari keseharian individu dalam hidup bermasayarakat, berbangsa, dan negara. Meskipun komunikasi politik merupakan rangkaian dua kekuatan komunikasi dan politik, dalam prakteknya komunikasi dan politik laksanakan mata koin yang riskan untuk dipisahkan. Artinya, politik atau berpolitik tanpa sentuhan komunikasi akan terasa hambar. Bagaimana mungkin seseorang ingin membentuk atau memperluas jaringan tanpa menggunakan gunakan bantuan ilmu komunikasi. Sebaliknya komunikasi tanpa politik terasa kering, bagaimana mungkin seseorang mampu meraih simpati orang lain kalau tidak mampu mempersuasi orang lain.

Secara derivatif komunikasi politik sesungguhnya membahas konsepsi komunikasi dan politik terlebih dahulu. Mengapa demikiandemikian? Setidaknya ada 3 hal yang menarik untuk didiskusikan. Pertama, meskipun komunikasi politik memiliki pijakan sebagai sebuah disiplin ilmu, embrio komunikasi politik berasal dari ilmu komunikasi dan ilmu politik. Kedua, membahas komunikasi politik secara integral seyogyanya kita harus mengacu kepada konsepsi komunikasi dan konsepsi politik. Sebab, bagaimana pun juga sebagai sebuah disiplin ilmu, komunikasi politik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Dinamika komunikasi politik senantiasa ditopang oleh ilmu komunikasi dan ilmu politik. Ketiga, komunikasi politik (political communication) merupakan pakan gabungan™ dua disiplin ilmu yang berbeda namun terkait sangat erat, yakni ilmu komunikasi dan ilmu politik.

Buku ini menjadi jawaban bagi siapa saja yang ingin menguasai narasi kata- kata dengan kekuatan persuasi. Karena penyajiannya tidak hanya sekedar menerangkan kedudukan komunikasi dan politik secara utuh tetapi bagaimana seseorang mampu menggunakan komunikasi politik dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Buku ini tidak hanya layak dimiliki dan dibagi untuk civitas akademika Ilmu Komunikasi tetapi juga menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin menjadi politisi, birokrasi, akademisi, atau kaum berdasi.
Selamat membaca.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 12:18:50

Komunikasi Politik Kontemporer

Mengapa penting mempelajari komunikasi politik? Pertanyaan ini sepertinya sederhana tetapi bersifat solutif. Sederhana karena komunikasi politik menjadi bagian dari keseharian individu dalam hidup bermasayarakat, berbangsa, dan negara. Meskipun komunikasi politik merupakan rangkaian dua kekuatan komunikasi dan politik, dalam prakteknya komunikasi dan politik laksanakan mata koin yang riskan untuk dipisahkan. Artinya, politik atau berpolitik tanpa sentuhan komunikasi akan terasa hambar. Bagaimana mungkin seseorang ingin membentuk atau memperluas jaringan tanpa menggunakan gunakan bantuan ilmu komunikasi. Sebaliknya komunikasi tanpa politik terasa kering, bagaimana mungkin seseorang mampu meraih simpati orang lain kalau tidak mampu mempersuasi orang lain.

Secara derivatif komunikasi politik sesungguhnya membahas konsepsi komunikasi dan politik terlebih dahulu. Mengapa demikiandemikian? Setidaknya ada 3 hal yang menarik untuk didiskusikan. Pertama, meskipun komunikasi politik memiliki pijakan sebagai sebuah disiplin ilmu, embrio komunikasi politik berasal dari ilmu komunikasi dan ilmu politik. Kedua, membahas komunikasi politik secara integral seyogyanya kita harus mengacu kepada konsepsi komunikasi dan konsepsi politik. Sebab, bagaimana pun juga sebagai sebuah disiplin ilmu, komunikasi politik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Dinamika komunikasi politik senantiasa ditopang oleh ilmu komunikasi dan ilmu politik. Ketiga, komunikasi politik (political communication) merupakan pakan gabungan™ dua disiplin ilmu yang berbeda namun terkait sangat erat, yakni ilmu komunikasi dan ilmu politik.

Buku ini menjadi jawaban bagi siapa saja yang ingin menguasai narasi kata- kata dengan kekuatan persuasi. Karena penyajiannya tidak hanya sekedar menerangkan kedudukan komunikasi dan politik secara utuh tetapi bagaimana seseorang mampu menggunakan komunikasi politik dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Buku ini tidak hanya layak dimiliki dan dibagi untuk civitas akademika Ilmu Komunikasi tetapi juga menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin menjadi politisi, birokrasi, akademisi, atau kaum berdasi.
Selamat membaca.

Komunikasi Politik Kontemporer Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si ISBN: 978-623-88884-3-6 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Januari 2024 x+ 106, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kata Pengantar TIADA kata yang indah selain ucapan syukur Alhamdulillah, karena atas izin dan ridho Allah SWT saya dapat merampungkan buku “Komunikasi Politik Kontemporer” ini. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisa dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisa orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Semoga kehadiran buku ini dapat menambah khazanah pengembangan studi Komunikasi dan Ilmu Politik secara


vi komprehensif. Kita pun menyadari sebagai mahkluk sosial setiap individu harus mempraktekkan komunikasi politik secara bersamaan. Suka atau tidak suka, mau tidak mau setiap kita senantiasa bersentuhan dengan komunikasi politik. Yang mesti dingat bahwa kesuksesan kita hidup dalam masyarakat akan terwujud manakala kita mampu menterjemahkan komunikasi politik secara implementatif. Padang, 2024 Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si


vii Ucapan Terima Kasih 1. Civitas Akademika Universitas Ekasakti-AAI Padang. 2. Civitas Akademika FISIPOL Universitas Ekasakti-AAI Padang. 3. Pimpinan dan Pegawai LLDIKTI X (Sumbar, Riau, Jambi, dan Kepri) Padang. 4. Rekan-Rekan Dosen di Lingkungan LLDIKTI Wilayah X. 5. Kolega-Kolega Penulis yang jumlahnya begitu banyak sehingga tidak memungkinkan disebutkan satu persatu. 6. Guru-Guruku, seluruh pegawai, dan rekan-rekan di SD No. 104247 Tanjung Mulia Lubuk Pakam Sumatera Utara. 7. Guru-Guruku, seluruh pegawai, dan rekan-rekan di SMPN 2 Lubuk Pakam. 8. Guru-Guruku, seluruh pegawai, dan rekan-rekan di SMAN Lubuk Pakam. 9. Dosen-Dosenku, seluruh pegawai, dan rekan-rekan di FISIPOL USU Medan. 10. Dosen-Dosenku, seluruh pegawai, dan rekan-rekan PPS Unpad Bandung. 11. Para mahasiswa yang selalu setia menunggu kehadiran dosen di kelas. 12. Ibunda tercinta yang tiada pernah henti mendo’akan agar anaknya memberikan kemanfaatan bagi banyak orang. 13. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku yang selalu memberikan energi positif . 14. Istriku (Yuri Aziz) dan My proud generation Lovana Mae Angelkha Sutri, SH dan Faiz Rakan Boyana Sutra


viii Daftar Isi KATA PENGANTAR ................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................ vii DAFTAR ISI ........................................................................ viii BAB 1. KONSEPSI POLITIK DALAM DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK ................................................................... 1 A. Konsepsi Dasar Politik .....................................................................2 B. Konsepsi Dasar Komunikasi.............................................................9 C. Hubungan Komunikasi Dan Politik ................................................12 D. Konsepsi Komunikasi Politik..........................................................14 E. Politik dan Keterkaitannya dengan Komunikasi Politik.................17 BAB 2. MENAKAR KOMUNIKATOR POLITIK DI INDONESIA .... 23 A. Kriteria, Ragam, dan Komponen Komunikator.............................25 B. Politisi Sebagai Komunikator Politik..............................................35 BAB 3. BUDAYA POLITIK DALAM MASYARAKAT PRAGMATIS . 45 A. Apa Itu Budaya Politik ?.................................................................48 B. Tipe-Tipe Budaya Politik................................................................50 C. Pragmatisme Politik.......................................................................52 D. Budaya Politik Dan Masyarakat Pragmatis Di Indonesia...............54 BAB 4. MEMBANGUN HARMONI ETIKA POLITIK ................... 64 A. Prinsip-Prinsip Dasar Etika Politik..................................................66


ix B. Potret Etika Politik Di Indonesia..............................................68 C. Membangun Politik Harmoni ........................................................75 BAB 5 83 MENUJU SALURAN KOMUNIKASI YANG MENCERAHKAN ...... 83 A. Pengertian Dan Ragam Saluran Komunikasi Politik ......................84 B. Pemanfaatan Saluran Komunikasi Politik......................................95 C. Merindukan Media Massa Yang Mencerahkan.............................97 Daftar Pustaka ..................................................................... 102 Profil Penulis ....................................................................... 105


x


Komunikasi Politik Kontemporer 1 tentang komunikasi politik secara derivatif sesungguhnya membahas konsepsi komunikasi dan politik terlebih dahulu. Mengapa demikian ? Setidaknya ada 3 hal yang menarik untuk didiskusikan. Pertama, meskipun komunikasi politik memiliki pijakan sebagai sebuah disiplin ilmu, embrio komunikasi politik berasal dari ilmu komunikasi dan ilmu politik. Kedua, membahas komunikasi politik secara integral seyogyanya kita harus mengacu kepada konsepsi komunikasi dan konsepsi politik. Sebab, bagaimana pun juga sebagai sebuah disiplin ilmu, komunikasi politik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Dinamika komunikasi politik senantiasa ditopang oleh ilmu komunikasi dan ilmu politik. Ketiga, komunikasi politik (political communication) merupakan “gabungan” dua disiplin ilmu yang berbeda namun terkait sangat erat, yakni ilmu komunikasi dan ilmu politik. Oleh karena itu, sebelum memasuki pembahasan tentang komunikasi


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 2 politik, dibahas lebih dulu tentang konsepsi politik dan komunikasi. Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan. Menurut Aristoteles, selama manusia menjadi makhluk sosial (zoon politikon), selama itu pula ditemukan politik. Ini berarti dalam kehidupan bersama, manusia memiliki hubungan yang khusus yang diwarnai oleh adanya aturan yang mengatur. Ada kekuasaan dan wewenang yang dipegang oleh segelintir orang yang sekaligus melahirkan aturan serta aturan mana yang perlu dipelihara dan tidak, kemudian menentukan apakah seseorang mengikuti aturan atau tidak, serta menentukan sanksi serta ganjaran bagi yang mengikuti dan melanggar aturan tersebut. Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang berarti kota. Orang yang mendiami polis disebut “polites” atau warga negara, sementara kata “politikos” berarti kewarganegaraan. Lalu muncul istilah “politike techne” yang berarti kemahiran politik. “Ars politica” yang berarti kemahiran tentang soal kenegaraan. “Politike epitesme” berarti ilmu politik, istilah yang saat ini banyak digunakan.


Komunikasi Politik Kontemporer 3 Ilmu Politik secara kondisional mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan. Pendekatan legal (yuridis) dan institusional telah disusul dengan pendekatan perilaku, pasca perilaku, dan pendekatan neo marxis. Selanjutnya, muncul dan berkembang pendekatan-pendekatan lainnya seperti Pilihan Rasional (Rational Choice), Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dan Institusionalisme Baru (New Institutionalism). Berkat interaksi dengan konsep serta metode tertentu dari ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi, antropologi, hukum, dan ekonomi, maka ilmu politik telah berkembang menjadi ilmu yang lebih komprehensif karena melibatkan banyak aspek yang tadinya tidak dihiraukan. Ilmu politik saat ini lebih dinamis dan lebih mendekati realitas. Ilmu politik memang kompleks, dan hal ihwal politik pun tidak mudah dan sederhana untuk mengendalikannya. Oleh karena itu, ada yang mengumpamakan politik dan ilmu politik bagaikan cuaca. Setiap orang membicarakan dan berkepentingan mengenai cuaca, namun tidak ada yang mampu melakukan apa-apa untuk mengendalikan cuaca. Mark Twain pernah berkomentar “everybody know about politics, but nobody understands it (Rudi, 2003 : 8). Selanjutnya membahas konsepsi politik secara kontekstual kita juga akan melihat defenisi-defenisi ilmu politik, yang sampai kini banyak ragamnya. Meskipun demikian, dapat kita simpulkan bahwa ilmu politik adalah berkenaan dengan hubungan antara manusia satu sama lainnya dalam bentuk adanya pemahaman, penghayatan, sampai pengaturan mengenai “hal-hal memperoleh, mempertahankan, dan menyelenggarakan kekuasaan dalam kehidupan bermasyarakat”. Baik yang timbul dari hasrat


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 4 manusia secara sendiri-sendiri dalam kehidupan berkelompok (berorganisasi), maupun yang timbul dari proses interaksi di dalam masyarakat atau kesatuan yang terorganisasi. Dalam bahasa Miriam Budiardjo, politik memiliki banyak definisi tergantung sudut pandang si pembuat definisi. Miriam Budiardjo mendefinisikan politik sebagai berbagai macam kegiatan yang terjadi di suatu negara, yang menyangkut proses menentukan tujuan dan bagimana cara mencapai tujuan itu. Hoogerwerf, mendefinisikan politik sebagai pertarungan kekuasaan. Hans Morgenthau mendefinisikan politik sebagai usaha mencari kekuasaan (struggle for power). Sementara David Easton mengartikan politik sebagai semua aktivitas yang memengaruhi kebijaksanaan dan cara bagaimana kebijaksanaan itu dilaksanakan. Selain defenisi, yang amat penting dipahami dari konsepsi politik sebagaimana pendapat Miriam Budiardjo, bahwa sesungguhnya politik itu memiliki beberapa konsep pokok. Konsep-konsep ini merupakan hal-hal yang ingin dicapai dalam politik. Menurut Miriam Budiardjo, ada lima konsep pokok dalam ilmu politik, yaitu : 1. Negara (The State) Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki


Komunikasi Politik Kontemporer 5 pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain. 2. Kekuasaan (Power) Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang/kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang sesuai dengan keinginan para pelaku atau kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Dalam pembicaraan umum, kekuasaan berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah/dengan tidak langsung atau menggunakan semua alat dan cara yang tersedia. 3. Pengambilan Keputusan (Decision Making) Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 6 pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan. Pengambilan keputusan adalah pemilihan beberapa tindakan alternatif yang ada untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya pengambilan keputusan merupakan suatu bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme tertentu dengan harapan akan menghasilkan suatu keputusan yang terbaik. 4. Kebijakan (Policy), Kebijakan yakni suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan. Negara yang memegang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.


Komunikasi Politik Kontemporer 7 5. Pembagian (Distribution) Dalam sebuah ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam bentuk monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan. Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Berbeda dengan pendapat


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 8 dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan. Berkaitan juga dengan konsep politik, Ramlan Surbakti menyebutkan ada 5 pandangan mengenai konsep politik : a. Politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. b. Politik ialah macam-macam kegiatan suatu lembaga politik atau negara. c. Politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan. d. Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. e. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.


Komunikasi Politik Kontemporer 9 Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung. Berbagai definisi komunikasi dari para pakar komunikasi dikaji dan didiskusikan, antara lain: pendapat Harold D Laswell “who says what in which channel to whom and with what effects” atau pendapat Wilbur Schramm yang menyatakan bahwa komunikasi adalah saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap. Komunikasi juga diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi oleh seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal. Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut, komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 10 langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya. Media (channel) atau alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim. Selain menyajikan komponen komunikasi, konsepsi komunikasi juga membahas tentang berbagai model komunikasi. Dalam hal ini dibahas tiga model paling utama, serta akan dibicarakan pendekatan yang mendasarinya dan bagaimana komunikasi dikonseptualisasikan dalam perkembangannya. Pertama, model komunikasi yang dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication. Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel). Hasilnya adalah konseptualisasi dari komunikasi linear (linear communication model). Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci sumber (source), pesan (message) dan penerima (receiver). Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi.


Komunikasi Politik Kontemporer 11 Kedua, model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah dari pengirim kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interaksional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Ketiga, model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus-menerus dalam sebuah episode komunikasi. Komunikasi bersifat transaksional adalah proses kooperatif pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus menerus mengirimkan dan menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal. Selanjutnya pembahasan tentang konsepsi komunikasi juga melihat faktor-faktor apa yang memengaruhi komunikasi. Pemahaman faktor-faktor ini menjadi penting mengingat siapapun yang terlibat dalam aktivitas komunikasi senantiasa berusaha meraih keberhasilan komunikasi. Setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi. Pertama, latar belakang budaya. Interpretasi suatu pesan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 12 akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin efektif. Kedua, ikatan kelompok atau group. Nilainilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat memengaruhi cara mengamati pesan. Ketiga, harapan. Harapan memengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan. Keempat, pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan. Kelima, situasi. Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Dahulu orang lebih mudah memberikan definisi tentang ilmu daripada sekarang. Dulu defenisi ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianutnya. Sekarang ilmu memperoleh posisi yang bebas dan mandiri. Komunikasi dan Politik merupakan dua displin ilmu yang sama sama tergolong ke dalam ilmu sosial. Menurut Pye, Hubungan tersebut dinilai sangat intim dan istimewa karena di dalam kawasan politik, proses komunikasi menempati fungsi yang fundamental. Bagaimanapun pendekatan komunikasi telah membantu memberikan pandangan yang mendalam dan lebih halus mengenai perilaku politik. Pada tingkat teori, hubungan tersebut mula-mula dapat ditelusuri melalui peranan sejumlah ilmuan politik dalam perkembangan teori dan penelitian komunikasi. Wilbur Schramm (1980) menempatkan ilmuwan politik terkemuka pada urutan pertama dari empat orang yang disebut Bapak Pendiri Studi Komunikasi di Amerika Serikat.


Komunikasi Politik Kontemporer 13 Tokoh dimaksud adalah Harold D. Lasswell (1902-1980), yang pada tahun 1927 menulis Propaganda “Technique in the World War”, sebagai disertasi doktornya. Tiga tokoh lainnya datang dari disiplin psikologi Karl Lewin, Paul Lazarsfeld dan Carl Hovland. Di antara karya Lasswell yang tidak terhitung jumlahnya, tulisan yang berjudul “The Structure and Function of Communication Society”, adalah merupakan tulisan yang sangat legendaris, di mana ia mengajukan rumus: who, says what, to whom, in which channel, and with what effect. Rumus ini merupakan salah satu bahan penting yang tidak pernah dilewatkan oleh mereka yang mempelajari ilmu komunikasi. Gabriel A. Almond yang dikenal sebagai profesor di bidang ilmu politik di Stanford University harus dicatat sebagai penyumbang yang bermakna dalam rangka pemahaman komunikasi dalam suatu sistem politik. Baik melalui tulisannya sendiri maupun bersama Verba, Coleman, Powel ia telah meletakkan dasar-dasar konseptual untuk menganalisa dan memahami fungsi komunikasi dalam tatanan suatu sistem politik. Disiplin komunikasi sendiri telah menghasilkan sejumlah kepustakaan teori dan penelitian yang jika ditelaah sarat dengan pembahasan baik yang langsung maupun tidak langsung menyentuh kawasan ilmu politik. Sejumlah karya utama penelitian komunikasi yang langsung menghampiri bidang politik adalah penelitian mengenai pelaku pemberian suara (voting study) dan pengaruh komunikasi massa bagi respon khalayak terhadap kampanye dan keputusan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 14 pemberian suara yang mereka lakukan dalam pemilihan umum. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tidak ada suatu buku atau publikasi komunikasi yang tidak menyinggung pembahsan yang berkaitan dengan bidang politik. Di bawah kata-kata kunci seperti: efek politik media massa, soialisasi, propaganda, kampanye, peranan politik pers, pembentukan dan perubahan attitude, opini publik, kepemimpinan opini, perilaku media, dan sebagainya, senantiasa tercakup ulasan yang menyinggung lapangan politik kaitannya dengan proses komunikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya hubungan antar disiplin ilmu komunikasi dan ilmu politik, baik pada tingkat teori, konsep-konsep, maupun penelitian telah terjadi sejak awal perkembangan kedua disiplin itu hingga kini. Ilmuan politik, seperti Lasswell sadar bahwa pentingnya makna strategis pengendalian komunikasi bagi arena kekuasaan. Lebih jauh dikatakan Deutsch dan Russelbach, teori komunikasi memungkinkan kita untuk melihat soal yang pelik seperti masalah kesadaran dan kemauan politik menjadi suatu proses yang mudah diamati. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.


Komunikasi Politik Kontemporer 15 Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas seharihari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisa dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisa orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Gabriel Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication are performed by means of communication.” Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsinya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik. Dan Nimmo menyebutkan “political communication is communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict.”


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 16 Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Komunikasi politik memiliki cakupan : komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat. Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa -- ”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. Jack Plano merumuskan komunikasi politik sebagai penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen. Mochtar Pabotinggi menyatakan bahwa dalam praktek, proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi. 1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson, “bahasa topeng”.


Komunikasi Politik Kontemporer 17 2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang. 3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat. 4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang --monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat. Sebagaimana komunikasi, terdapat berbagai macam definisi tentang politik, yakni : 1) politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana. 2) politik adalah pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang. 3) politik adalah kekuasaan dan pemegang kekuasaan. 4) politik adalah pengaruh. 5) politik adalah tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau memperluas tindakan lainnya. Dari semua pandangan yang beragam itu, ada penyesuaian umum bahwa politik mencakup sesuatu yang dilakukan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 18 orang. Singkat kata, politik adalah kegiatan. Sejalan dengan pendapat Dan Nimmo yang mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Lebih jauh Miftah Toha menyebutkan bahwa politik identik dengan konflik dalam pemerintahan suatu negara. Salah satu kenyataan dasar dari kehidupan manusia ini bahwa orang hidup bersama-sama tidak dalam isolasi satu sama lainnya. Para sosiolog pada umumnya mengatakan bahwa kelompok manusia yang hidup bersama-sama tersebut dalam bentuk yang besar disebut suatu masyarakat (a society). Dalam pengertian yang agak jelas masyarakat itu merupakan suatu kelompok orang-orang yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu yang mempunyai tradisi, institusi, aktivitas, dan kepentingan bersama, Dalam masyarakat terdapat tidak hanya satu kelompok saja, melainkan terdapat banyak kelompok-kelompok orang. Masing-masing mempunyai tradisi, nilai, keyakinan, dn kepentingan yang berbeda dengan kelompok lainnya. Selama kepentingan bersama di antara kelompok-kelompok itu tidak berbeda maka konflik memungkinkan tidak tumbuh. Akan tetapi jika kepentingan bersama telah membiaskan perbedaan, maka konflik akan terjadi. Salah satu faktor yang seringkali menimbulkan perbedaan yang memunculkan konflik di anatara orang dan kelompok orang adalah nilai (value) yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing. Suatu nilai adalah suatu objek atau situasi yang dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mempunyai harga yang sangat tinggi dan yang dicari. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap oleh seseorang sangat penting dan sangat diharapkan.


Komunikasi Politik Kontemporer 19 Kalau nilai seperti dirumuskan di atas dijadikan sebagai nilai kelompok masyarakat suatu negara, maka nilai itu akan menjadi karakteristik kelompok tersebut yang bisa dijadikan dasar untuk membedakan antara kelompoknya dengan kelompok masyarakat lainnya. Timbullah pelbagai kelompok dalam masyarakat tersebut. Manakala kelompok orang-orang itu hidup bersama dalam suatu masyarakat, hampir sebagaian besar di antara mereka merasa bahwa nilai tersebut bisa memuaskan seluruh kelompok jika diatur oleh peraturan bersama yang bisa mengikat seluruh orang dan kelompok orang-orang dalam masyarakat tersebut. Dengan kata lain, rakyat atau kelompok orang-orang tersebut mempunyai kepentingan politik (political interest) agar masing-masing nilainya diterima oleh kelompok lainnya. Peraturan bersama itulah yang dihasilkan dan dilakukan oleh aktor pemerintah, dan masing-masing kelompok yang mempunyai kepentingan politik berusaha mempengaruhi aktor pemerintah agar sejalan dengan nilai dan kepentingan politiknya. Kepentingan politik itu merupakan sesuatu yang berasal dari nilai bagi seseorang atau kelompok orang yang bisa diperoleh atau bisa pula hilang dari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Dalam berbagai hal, orang berbeda satu sama lain -- jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya-- dan perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka tertuju pada memperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan diselesaikan, inilah kegiatan politik. Politik adalah kegiatan berkomunikasi antar orangorang. Komunikasi meliputi politik. Bila orang mengamati


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 20 konflik, mereka menurunkan makna perselisihan melalui komunikasi. Bila orang menyelesaikan perselisihan mereka, penyelesaian itu adalah hal-hal yang diamati, diinterpretasikan, dan dipertukarkan melalui komunikasi. Banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan sebagai komunikasi. Komunikasi politik berbeda dengan politik komunikasi. Komunikasi politik berarti politik sebagai pesan-pesan komunikasi. Sedangkan politik komunikasi maksudnya mengkaji komunikasi dari aspek politiknya. Politik terdiri dari, pengaruh, kewenangan, kebijakan umum, distribusi kekuasaan, dan nilai. Sedangkan komunikasi politik terdiri dari, 1) komunikator politik (personal, kelompok, lembaga, atau Negara). 2) Komunikan politik (masyarakat lingkup kecil atau masyarakat umum). 3) Pesan politik (kampanye atau propaganda). 4) Media politik (mimbar, pers, atau media lainnya). 5) Efek (persuasif dan koersif Menurut Sumarno, studi komunikasi politik mencakup dua disiplin dalam ilmu-ilmu sosial yakni ilmu politik dan ilmu komunikasi Hal ini dapat dijadikan suatu kajian oleh ilmuwan komunikasi seperti halnya ilmuwan politik. Bukubuku teks tentang komunikasi politik lebih banyak ditulis oleh ilmuwan komunikasi daripada ilmuwan politik. Hal ini menandakan ilmu komunikasi lebih erat berhubungan dengan komunikasi politik, daripada ilmu politik. Dalam kehidupan sehari-hari, semua orang baik pejabat maupun warga negara biasa, memerlukan informasi tentang apa yang terjadi di sekelilingnya, agar ia memperoleh bekal yang cukup untuk mengambil keputusan dalam menjalani agenda hidup masin-masing. Informasi hanya bisa diperoleh


Komunikasi Politik Kontemporer 21 bila sistem yang menyebarkannya berfungsi dengan baik, sehingga setiap pihak berksempatan memperoleh apa yang diperlukan masing-masing. Kacuali itu, informasi yang diperlukan tersebut harus pula efektif dalam arti benar-benar memenuhi kebutuhan pihak yang membutuhkannya. Salah satu jenis informasi yang diperlukan dalam hidup bernegara adalah mengenai kegiatan masing-masing pihak menurut fungsinya. Pemerintah menyebarkan informasi tentang kegiatan rakyatnya, sedangkan rakyat sebaliknya, harus pula mengetahui apa yang dikerjakan oleh pemerintahnya. Itulah sebabnya teori-teori mengenai sistem politik demokrasi selalu memberi tekanan mengenai keharusan adanya kebebasan pers (freedom of the press) dan kebebasan berbicara (freedom of speech) serta kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression) antara lain agar masyarakat bisa memeriksa akrivitas pemerintah mereka dan memberikan masukan yang mereka anggap perlu. Menurut Davison, banyak dari karakteristik demokrasi yang tergantung pada adanya akses yang bebas bagi semua kelompok warga negara kepada saluran-saluran komunikasi baik dalam kedudukan mereka sebagai sumber (source) maupun sebagai khalayak (audience). Pada pihak lain, para pemimpin totaliter mendominasi lembaga-lembaga informasi tersebut dan memanipulasi informasi yang tersedia bagi warga negaranya. Dalam situasi negara seperti itu, tentulah asas-asas penting demokrasi yang disebut di atas tidak menjadi dasar yang menentukan dalam kehidupan politik di negara yang dimaksud. Sebagai konsekuensinya, arus-arus informasi komunikasi politik di


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 22 negara semacam ini tidak timbal balik melainkan hanya searah, dari pemerintah pada rakyat. Sejak masa kerajaan-kerajaan historis dahulu kala pun, struktur komunikasi khusus untuk kepentingan politik suatu negara, bahkan dengan pembiayaan yang cukup besar untuk memelihara sumber-sumber (resources) adalah amat penting bagi arus informasi yang dibutuhkan . Di zaman Jengis Khan misalnya, kerajaan itu punya sistem pengiriman surat (kurir) yang menghubungkan seluruh wilayah kerajaan dengan kecepatan yang mengagumkan. Kerajaan Mesopotamia (Mesir Kuno) mempertautkan arus komunikasi di wilayahnya melalui armada perahu yang berlayar sepanjang sungai Nil. Di zaman sekarang, kita saksikan sendiri betapa setiap negara melengkapi diri dengan perangkat komunikasi yang mampu meliput setidak-tidaknya sebagian terbesar wilayah kekuasaannnya dengan tujuan menjangkau bagian terbesar khalayak yang mempunyai potensi politik bagi kelangsungan sistem politik negara yang bersangkutan.


Komunikasi Politik Kontemporer 23 kajian tentang komunikator politik menarik untuk didiskusikan ? Pertama, komunikator politik memiliki kedudukan sebagai sumber informasi. Sebagai sumber informasi tentunya eksistensi komunikator politik memiliki dampak terhadap potret partisipasi politik masyarakat (baca : penerima pesan-pesan politik). Menurut Cangara (2011 : 31) komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya Presiden, Menteri, anggota DPR, MPR, KPU, Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD, Politisi, Fungsionaris Partai Politik, Fungsionaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa memengaruhi jalannya pemerintahan. Kedua, dalam aktivitas politik komunikator politik memegang peranan penting. Secara teoretis dan pragmatis, komunikator baik dalam arti yang umum maupun dalam pengertian


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 24 komunikator politik memegang kendali dalam proses komunikasi. Keberlangsungan suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh eksistensi seorang komunikator. Pada peristiwa komunikasi yang manapun, faktor komunikator merupakan suatu unsur yang penting sekali peranannya. Sekalipun nantinya keberhasilan komunikasi yang dimaksud secara menyeluruh bukan hanya ditentukan oleh sumber, namun mengingat fungsinya sebagai pemrakarsa dalam aktifitas yang bersangkutan, maka bagaimanapun juga dapat dilihat betapa menentukannya peran tersebut. Karena itu dalam mengamati proses komunikasi politik, perlu sekali terlebih dahulu memahami karakteristik masing-masing komunikator tersebut, setidak-tidaknya secara umum, guna mendapatkan gambaran tentang bagaimana kelak kemungkinan-kemungkinan yang timbul baik dalam berlangsungnya proses komunikasi itu sendiri, maupun dalam keseluruhan hasil komunikasi yang dilakukan. Ketiga, dalam politik praktis, seorang komunikator memiliki kesempatan untuk mempengaruhi opini publik. Bahkan dalam skala luas, komunikator politik akan dapat memeranguhi kehidupan sosial masyarakat sebab konstalasi politik juga sangat ditentukan oleh sejauh mana para komunikator politik mampu melontarkan gagasan-gagasannya. Sebab, biasanya komunikator politik biasanya terdiri dari orang-orang yang memiliki kapasitas di bidangnya sehingga apa yang dikatakannya dapat menjadi referensi banyak orang (Tabroni, 2012 : 45). Keempat, adanya distorsi yang acapkali dilakukan para komunikator politik dalam melakukan aktivitas komunikasi politiknya. Artinya, terdapatnya ketidakajegan antara harapan dan kenyataan terutama para politisi. Antara janji-janji kampanye dengan realitas sosial sering bertolak belakang. Mochtar


Komunikasi Politik Kontemporer 25 Pabotinggi menyebutkan dalam prakteknya proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi. 1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”. 2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.” 3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat. 4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang --monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat. Sebagai ujung tombak aktivitas politik, komunikator politik harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik secara verbai maupun nonverbal. Ia harus dapat menyampaikan gagasan kepada publik dengan baik. Pesan-pesannya


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 26 harus mudah diterima oleh publik. Ia juga harus memiliki kemampuan lobi politik. Seorang kamunikator politik jangan hanya mengandalkan berbicara saja karena penampilan fisik, gaya berpakaian, mimic muka, gerakan tangan, dan cara berjalan pun merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang sama pentingnya (Tabroni, 2012 : 46). Oleh karena itu, komunikator politik paling tidak harus memiliki beberapa kriteria kemampuan. Pertama, kemampuan berkomunikasi. Artinya, bahwa seorang yang mampu dan cerdas dalam menyampaikan argumen, gagasan, dan pemikiran kepada publik. Seorang komunikator politik dapat menurunkan gagasan yang abstrak menjadi sebuah kalimat yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Dalam kapasitas apa pun, seorang komunikator politik harus dapat memahamkan kepada pihak yang ditujunya mengenai maksud dan target politiknya. Jika seorang wakil rakyat, ia harus menjadi jembatan aspirasi rakyat. Kepada eksekutif, ia harus memiliki daya tawar politik. Semua kepentingan politiknya akan tercermin dari sejauh mana ia dapat melakukannya lewat kemampuan berkomunikasi, baik terbuka maupun tertutup. Kedua, memiliki kesempatan dan kapasitas sebagai pemimpin. Komunikasi bukan semata berbicara, kemampuan berkomunikasi juga sangat dipengaruhi oleh aspek bahasa tubuh dan karisma komunikatornya. Efektivitas sebuah komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh keseluruhan perilaku komunikatornya, baik verbal maupun nonverbal. Ketiga, memiliki keilmuan yang cukup dibidangnya. Terkait dengan konten, seorang komunikator harus paham


Komunikasi Politik Kontemporer 27 tentang apa yang disampaikannya. Pesan dari sebuah komunikasi politik akan lebih berbobot jika apa yang disampaikannya adalah sesuatu yang sangat dikuasai oleh komunikator. Lebih dari itu, keluasan wawasan tentang berbagai hal akan sangat membantu proses komunikasi politik. Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik. Dan Nimmo (dalam Tabroni, 2012 : 46)) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis. 1. Politikus Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif. Daniel Katz (dalam Nimmo, 1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus ideolog (negarawan); serta politikus partisan. a. Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatian-nya kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 28 kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan negara. b. Politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya. Dengan demikian, politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden, menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.) 2. Profesional Profesional adalah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan serta merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional ”yang mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang


Komunikasi Politik Kontemporer 29 memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompo-kelompok yang dibedakan”. James Carey (dalam Nimmo, 1989) mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain ang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan kegiatannya) di bawah desakan atau tuntutan yang, di satu pihak, dibebabnkan oleh khalayak akhir dan, di lain pihak , oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis pada satu sisi, dan para promotor pada sisi lain. a. Kita membicarakan jurnalis sebagai siapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian, dan penyerahan laporan mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atay media lain; koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau jaringan televisi dan radio; dan sebagainya. Sebagai komunikator profesional, jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 30 b. Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers kepresidenan, personel periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film, pelatih pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa. 3. Aktivis Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara ini sama dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang bergerak dalam jaringan


Komunikasi Politik Kontemporer 31 interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka. Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang: a. Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain; artinya, seperti politikus ideologis dan promotor profesional, mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. B. Mereka meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum. Dalam arus komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari media massa kepada pemuka pendapat dan dari mereka kepada bagian penduduk yang kurang aktif . banyak studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting. Selanjutnya, dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility, communicator attrac-tiveness, communicator similarity dan communicator power.


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 32 1. Kredibilitas Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif pesan yang disampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness). a. Keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap subjek di mana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi independen terhadap efektivitas sumber. Dibuktikan oleh Petty bahwa, “expertise was therefore important in inducing attitude change, especially when that advocated position was quite different from the recipients’ initial attitude.” Karena sumber yang sangat kredibel menghalangi pengembangan argumen tandingan, maka sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber yang kurang kredibel. Sebagaimana dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya, bahwa “a high credibility source was more persuasive than a low credibility source if attitudes were measured immediately after the message” (Petty, 1996). b. Sementara itu, aspek kepercayaan memiliki indikator-indikator antara lain tidak memihak, jujur,


Komunikasi Politik Kontemporer 33 memiliki integritas, mampu, bijaksana, mempunyai kesungguhan dan simpatik. 2. Daya tarik Daya tarik seorang komunikator bisa terjadi karena penampilan fisik, gaya bicara, sifat pribadi, keakraban, kinerja, keterampilan komunikasi dan perilakunya. Sebagaimana dikemukakan Petty (1996): “Two communicators may be trusted experts on some issue, but one may be more liked or more physicallyattractive than the other< in part because of his physical appearance, style of speaking and mannerism, <the attractiveness is due to the performance, communication skills, self evaluation < by verbal and by the behavioral measure.” Daya tarik fisik sumber (source physical attractiveness) merupakan syarat kepribadian . Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang adalah tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain. 3. Kesamaan Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likability), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi. Mendefinisikan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 34 menyenangkan memang agak sulit karena sangat bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku sesuai dengan hasrat mereka yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat menyenangkan karena mereka bertindak atau mendukung kepercayaan yang hampir sama dengan komunikan. Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi penerima, artinya adalah bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka komunikasikan. 4. Power Power, menurut Petty (1996) adalah “the extent to which the source can administer rewards or punishment.” Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan penerimaannya daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, “people simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards and minimize their punishment.” Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the


Komunikasi Politik Kontemporer 35 recipients of the communication must believe that the source can indeed administer rewards or punishments to them; (2) recipients must decide that the source will use theses rewards or punishments to bring about their compliance; (3) the recipients must believe that the source will find out whether or not they comply (Petty, 1996). Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi penerima. Keterlibatan yang tinggi menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu yang semakin dekat dengan kepentingan penerima biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan. Sebagai komunikator politik politisi memang berada pada posisi strategis untuk memainkan peran politik dalam suatu setting politik tertentu. Menurut Nimmo (1993 : 72) politisi sebagai komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan opini publik. Politisi berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok dan pesan-pesan politikus itu adalah untuk mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik. Artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok, sehingga jika dirangkum maka politikud mencari pengruh lewat media.


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 36 Menjadi sangat menarik mengkaji komunikasi politik dalam konteks peran yang dilakukan oleh para komunikator politik baik dalam hal mengkaji informasi yang dhadirkan dalam mempertukarkan pesan-pesan politik maupun dalam konteks setting dan Moment politik yang dihadirkan ketika bahasa politik digunakan serta fungsi yang mereka jalankan dalam kapasitasnya sebagai actor atau komunikator politik di DPR dan/atau DPRD. Termasuk di dalamnya ketika terjadi kekerasan dalam suatu situasi yang pesan itu dikomunikasikan dalamm suatu perilaku komunikasi politik. Orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik, kita menamakan calon pemegang jabatan itu politikus, tak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk atau pejabat karir, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pekerjaan utama mereka adalah aspek utama dalam kegiatan ini (Nimmo, 1993 : 30). Pekerjaan utama politisi di legislative adalah sebagai aktor politik yang memerankan diri untuk dan atas nama rakyat. Tetapi kenyataan memperlihatkan bahwa, seringkali politisi justru bertindak hanya dan atas nama kelompok partai yang dianggap mengantarkannya sebagai wakil rakyat, bahkan adakalanya untuk kepentingan pribadi. Di sinilah terjadi ketidak-konsistenan tersebut, karena mereka menganggap dirinya sebagai orang besar yang mewakili kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. Keprihatinan terhadap komunikator politik semacam ini pernah diketengahkan Filosop Friedrich Nietsche (dalam Nimmo, 1993 : 53) antara lain: “orang besar kata anda ?Apa yang saya lihat hanyalah aktor yang menciptakan citra idealnya sendiri, jika mreka mencita-citakan kepemimpinan organisasi atau


Komunikasi Politik Kontemporer 37 simbolik, para komunikator politik akan segera bertanya kepada diri mereka, meskipun tidak selalu secara langsung menjawab pertanyaan ini.” Keprihatinan Friedrich Nietsche yang menyatakan bahwa politikus hanyalah aktor yang menciptakan citra ideal untuk diri mereka sendiri, dan citra adalah suatu integrasi mental yang halus dari berbagai sifat yang diproyeksikan oleh orang itu, dipersepsi dan diinterpretasikan rakyat menurut kepercayaan, nilai dan pengharapan mereka. Maka seperti apakah citra politisi kita ? Menurut Nimmo(1989 :17) : “kebanyakan politisi mendapat kesulitan besar untuk bisa dikenal bahkan untuk mempunyai citra.” Mungkin karena itu pulalah maka berbagai upaya dilakukan politisi untuk memperoleh citra positif tetapi dengan dan atau tanpa disadari menggiringnya ke arah pembentukan citrayang justru negatif. Nimmo (1983 : 18) juga mengkaji tentang perilaku komunikasi politik dan makna yang diberikan terhadap perilaku itu bahwa keragaman perspektif tersebut merupakan manifestasi dari latar belakang para sarjana yang mengembangkan komunikasi politik pada akhirnya memunculkan perspektif yang beragam pula yaitu : 1. Perspektif aksi diri; bahwa di dalam diri manusia terdapat kekuatan (motif,, sikap, dorongan, rangsangan, kapasitas dan lain-lain) yang menentukan perbuatannya. Jadi perilaku manusia diinterpretasikan menurut faktorfaktor internalnya. 2. Perspektif interaksi; menempatkan kekuatan-kekuatan yang menentukan kelakuan manusia sebagai berada di luar individu, yang mengembangkan sesuatu dengan


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 38 yang lain dan saling hubungan sebab akibat. Kekuatan tersebut adalah kedudukan sosial dan ekonomi, peran social, tuntutan kelompok, ketentuan larangan budaya, kebiasaan, dan hokum. 3. Perpsktif transaksi; yang memahami perbuatan manusia (apa yang dipikirkan, dirasakan, dan apa yang dilakukannya, timbul dari makna yang diberikan orang kepada hal-hal fisik. Sosial dan hal-hal yang abstrak, makna diturunkan melalui transaksi yang dilmiliki orang dengan sesamanya. Politisi sebagai komunikator politik secara kondisional memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat. Selain itu, ia juga dikenal sebagai seorang pemimpin. Nimmo (1989) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu hubungan di antara orang-orang di dalam suatu kelompok yang di dalamnya satu atau lebih orang (pemimpin) mempengaruhi yang lain (pengikut) di dalam setting tertentu. Lebih lanjut, Ilmuwan politik Lewis Froman (dalam Nimmo, 1989) merangkumkan kecenderungan yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin di dalam kelompok. Pemimpin (1) memperoleh kepuasan yang beragam karena menjadi anggota kelompok; (2) lebih kuat dalam memegang nilai-nilai mereka; (3) memiliki kepercayaan yang lebih besar tentang kelompok itu dan hubungannya dengan kelompok lain, pemerintah, masalah politik, dan sebagainya; (4) kurang kemungkinannya untuk berubah kepercayaan, nilai, dan pengharapannya karena tekanan yang diberikan kepadanya; (5) lebih mungkin membuat keputusan mengenai kelompok berdasarkan kepercayaan, nilai dan pengharapan sebelumnya; dan (6) lebih berorientasi kepada masalah, terutama mengenai masalah yang menyangkut perolehan


Komunikasi Politik Kontemporer 39 material, alih-alih kepuasan yang kurang nyata atau pertanyaan yang penuh emosi. Lebih dari itu, yang dilakukan pemimpin adalah melakukan kegiatan berorientasi tugas, yaitu menetapkan dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok, mengorganisasi agar pekerjaan dapat dapat diselesaika; juga melakukan kegiatan berorientasi orang, sosial, atau emosi seperti perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat, pengembangan rasa saling percaya, pengusahaan kerja sama, dan pencapaian solidaritas sosial. Bagi komunikator politik, untuk menjadi pemimpin politik ia harus berperilaku sebagaimana yang diharapkan orang terhadap pemimpin; pengikut mengaitkan kepemimpinan dengan orang yang sesuai dengan pengertian mereka tentang apa pemimpin itu. Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Di luar organisasi mungkin mereka tidak banyak artinya bagi orang. Komunikator seperti itu kita sebut pemimpin organisasi. Namun, komunikator yang tidak menduduki posisi yang ditetapkan dengan jelas; atau, jika menduduki posisi demikian, mereka berarti bagi orang karena alasan di luar peran keorganisasian. Komunikator politik yang merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang dalam dirinya sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama, dan sebagainya, kita beri nama pemimpin simbolik. Jelas bahwa sebagian besar politikus, komunikator profesional, dan aktivis politik adalah pemimpin organisasi.


Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 40 pejabat terpilih, atau karier mempunyai posisi formal kepemimpinan di dalam jaringan komunikasi yang terorganisasi yang membentuk pemerintah. Komunikator profesional sering merupakan karyawan organisasi-wartawan yang bekerja pada organisasi media massa, dan promotor sebagai anggota organisasi memublikasikan kepentingan perusahaan, jawatan pemerintah, kandidat atau partai politik. Jurubicara sebagai komunikator aktivis adalah pembela organisasi. dari komunikator politik utama yang dilukiskan lebih dulu, hanya pemuka pendapat yang bekerja melalui keakraban yang disediakan oleh jaringan komunikasi interpersonal berada terutama di luar struktur organisasi yang diformalkan. Pemimpin dan pengikut ibarat mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Apalah arti seorang pemimpin tanpa kehadiran atau tanpa dukungan pengikutnya. Demikian sebaliknya, tiadalah keteraturan ketika banyak pengikut tetapi tidak ada pemimpin. Ibarat pepatah pemimpin tanpa pengikut laksana sayur tanpa garam. Pengikut tanpa pemimpin akan terasa hampa. Kepemimpinan dan kepengikutan adalah cara komplementer untuk meninjau suatu transaksi tunggal. 1. Bagi para pemimpin ada beberapa ganjaran, misalnya, pemimpin mempunyai peluang yang lebih besar untuk menguasai keadaan dan mengendalikan nasibnya. Lebih dari itu, ada sesuatu yang menarik dalam kemampuan mempengaruhi orang lain, menegaskan kekuasaan di dalam kelompok, dan bahkan memberikan keuntungan dan kerugian. Kemudian ada ganjaran ekonomis. Pemimpin organisasi biasanya menduduki posisi dengan gaji yang menarik; pemimpin simbolik sering mendapat


Click to View FlipBook Version