Komunikasi Politik Kontemporer 91 b. Karakteristik Percakapan Politik Komunikasi interpersonal mengenai politik, atau komunikasi apa pun mengenai masalah itu, adalah pertemuan terpusat. Artinya, sangat sedikit orang yang mengambil bagian, pihak-pihak saling memberi hak untuk mengakui dan menjawab dalam pertukaran itu, dan percakapan berlangsung dengan cara orang-orang bergiliran mengatakan segala sesuatu. Sifat terpusat ini menghasilkan kemampuan koorientasi, seperti pada pertandingan, dan negosiasi. 1) Koorientasi Penyebutan ini hanya menunjukkan bahwa orang saling bertukar pandangan tentang masalah; pertukaran itu menimbulkan serangkaian pesan dan tindakan, dan melalui urutannya para peserta serempak mengorientasikan diri terhadap obyek yang dibahas dan terhadap satu sama lain. Orientasi gabungan terhadap pesan dan peserta komunikasi interpersonal mengandung arti bahwa pesan yang dipertukarkan itu memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan. Isi pesan itu terdiri atas informasi tentang pokok masalah yang sedang dibahas. Dimensi hubungan membawa informasi tentang bagaimana pandangan para peserta dalam percakapan itu terhadap satu sama lain. Senyuman, kerutan dahi, nada suara, pertemuan pandangan, bahasa tubuh -- semuanya merupakan tanda yang dibaca orang untuk mengetahui kesan apa yang dimiliki mereka tentang orang lain dalam percakapan itu. Bahkan diam pun bisa menjadi sebuah strategi komunikasi. Dalam hal ini mantan Presiden Megawati adalah “pelopor”-nya.
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 92 Mantan Presiden Megawati yang mempelajari komunikasi presiden-presiden sebelumnya menganggap bahwa komunikasi kepresidenan Soekarno dan Abdurrahman Wahid tidak sesuai dengan iklim Indonesia yang sedang menjalani proses demokratisasi. Maka, jadilah diam itu sebagai strategi komunikasinya. Walaupun strateginya tersebut menjadikan dirinya sebagai presiden paling tidak komunikatif sepanjang sejarah kepresidenan Republik Indonesia. 2) Percakapan sebagai Permainan Maksud percakapan sebagai permainan di sini adalah transaksi yang di dalamnya para peserta komunikasi, (1) mempunyai motif yang terbuka dan tersembunyi dan (2) dalam proses itu memperoleh imbalan atau menderita kerugian. Lyman dan Scott mengemukakan empat tipologi permainan yang sesuai untuk menjelaskan sifat-sifat yang menyerupai permainan dalam komunikasi politik interpersonal. Permainan dibedakan menurut tujuan yang dikerjarnya. Permainan wajah, misalnya, merefleksikan upaya peserta untuk menetapkan identifikasi masing-masing dengan cara-cara yang dihargai. Suatu permainan wajah bisa defensive; dalam permainan ini pemain berusaha melindungi suatu identitas dari ancaman. c. Kontur Saling Tukar Interpersonal Beberapa hal memengaruhi makna yang diberikan orang kepada pesan-pesan yang mengalir melalui saluran-saluran interpersonal. Dalam hal ini akan dipaparkan tiga dari yang terpenting, yakni:
Komunikasi Politik Kontemporer 93 1) Prinsip Homofili Riset mengemukakan tiga dalil yang jika digabungkan membentuk prinsip homofili dalam komunikasi; (1) Orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain lebih sering berkomunikasi daripada orangorang yang tidak serupa sifat dan pandangannya. (2) Komunikasi yang lebih efektif terjadi bila sumber dan penerima homofilitik; orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna yang sama dan diakui bersama dalam pesan-pesan yang dipertukarkan oleh mereka. (3) Homofili dan komunikasi saling memelihara; makin banyak komunikasi di antara orang-orang, mereka makin cenderung berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi. 2) Empati Kemampuan memproyeksikan diri sendiri ke dalam titik pandang dan empati orang lain memberikan peluang kepada komunikator untuk berhasil dalam bercakap-cakap. Empati adalah suatu sifat yang sangat dekat asosiasinya dengan citra seseorang tentang diri dan tentang orang lain, dan karena itu bisa dinegosiasikan melalui media interpersonal. 3) Menyingkap Diri Penyingkapan diri terjadi bila seseorang memberitahukan kepada orang lain apa yang dipikirkan, dirasakan, atau diinginkannya, itulah cara yang paling langsung untuk memperlihatkan citra dan identifikasi diri. Kondisi ini terbilang cukup langka dalam arena politik. Yang terjadi justru malah sebaliknya, yakni ajang menutup diri; strategi komunikasi yang digunakan
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 94 seseorang untuk mencegah diketahui oleh orang lain, adalah kekhasan komunikasi politik interpersonal. 3. Komunikasi Organisasi Jaringan komunikasi dari organisasi menggabungkan sifat-sifat saluran massa dan saluran interpersonal. Tentu saja ada jenis-jenis organisasi yang sangat berbeda dalam politik, baik formal maupun informal. Yang dimaksud kelompok informal adalah keluarga seseorang, kelompok sebaya, dan rekan kerja yang kesemuanya memainkan peran penting dalam mengembangkan opini politik orang itu. Sedangkan kelompok formal meliputi partai politik dan berbagai organisasi kepentingan khusus, seperti serikat buruh, asosiasi perusahaan, pembela konsumen, organisasi hak sipil, dan koalisi kebebasan wanita. Akhirnya, pada ujung yang paling formal dari kontinuum ini terdapat organisasi birokratik. Birokrasi adalah organisasi besar yang terdiri atas pekerja purnawaktu (full-time) yang terikat dan bergantung pada organisasi itu dengan mengandalkan kriteria prestasi dalam menilai pekerja dan memiliki relatif sedikit penilaian eksternal atas produk yang dihasilkannya secara sinambung dan dengan alat-alat yang teliti. Agar pelaksanaan upaya ini berhasil, pada gilirannya diperlukan komunikasi yang terorganisasi. Dalam komunikasi organisasi terdapat dua tipe umum saluran komunikasi, yakni saluran internal dan saluran eksternal. Proses saluran komunikasi birokratik internal memiliki tiga aspek. Pertama, orang-orang harus me-
Komunikasi Politik Kontemporer 95 miliki informasi sebagai dasar untuk membuat keputusan. Kedua, putusan dan dasar alasannya harus disebarkan agar anggota-anggota organisasi itu melaksanakannya. Ketiga, ada saluran-saluran untuk “pembicaraan keorganisasian”, percakapan sehari-hari yang biasa dalam menjalankan pekerjaan; hal ini akan menciptakan keanggotaan yang bermakna dalam tatanan sosial yang sedang berlangsung. Selain itu, ada pula saluran komunikasi eksternal, misalnya media ini mencakup saluran untuk berkomunikasi kepada warga negara pada umumnya serta jawatan-jawatan organisasi pemerintahan lainnya. Berfungsinya saluran-saluran komunikasi politik dalam suatu sistem politik tergantung bagaimana pemanfaatan saluran-saluran tersebut oleh masyarakat, dan apakah masyarakat dapat akses sepenuhnya ke saluran-saluran tersebut. Galnoor (dalam Nasution, 1990) menekankan masalah pemanfaatan saluran ini karena menurut pendapatnya mobilitas politik dan masalah akses ke jaringan komunikasi merupakan prasyarat bagi tumbuhnya partisipasi politik. Ia mengartikan partisipasi politik sebagai aktivitas pribadi warga negara yang bertujuan untuk memengaruhi pengemudian yang aktual dari sistem politik yang bersangkutan. Suatu partisipasi politik dalam kaitannya dengan komunikasi politik, menurut Galnoor (dalam Nasution, 1990), mencakup hal-hal berikut: 1). kemampuan memprakarsai
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 96 suatu pesan informasi oleh para individu yang menginginkan sesuatu dari sistem politik, atau memberikan respon terhadap sesuatu yang akan atau telah dilaksanakan. Dengan perkataan lain, suatu usaha untuk menggunakan jaringan komunikasi dan saluran-salurannya untuk tujuan yang disebut di atas. 2). Pemanfaatan secara otonom jaringan komunikasi politik yang ada, dalam pengertian bukan sekedar hasil mobilisasi dari atas. 3). Upaya informasional yang bukan sekedar suatu praktek berkomunikasi, tetapi benar- benar sebagai suatu upaya untuk memperoleh dampak --yakni menyampaikan pesan-pesan kekuasaan untuk memengaruhi kemudi sistem politik yang bersangkutan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemanfaatan saluran komunikasi politik tersebut berhubungan dengan dua tahap perkembangan politik yang demokratis, yaitu: 1. Partisipasi responsif, dimana anggota masyarakat memberikan suara, menyampaikan keluhan, kepada para pejabat, dan barangkali mengidentifikasikan diri mereka melalui tanda-tanda identitas tertentu. Nemun dalam tahap ini, konsepsi masyarakat mengenai politik masih dalam pola subject participant atau pelaku peserta, dan peranan mereka sebagai komunikator politik yang otonom masih relatif terbatas. 2. Partisipasi dengan keterikatan atau commited participation di mana masyarakat berkampanye dan mengorganisasi diri sendiri karena mereka akan berhasil mengubah keadaan. Komitmen mereka berkaitan dengan tingkat keampuhan yang tinggi (dari upaya bersama tersebut) dan dibuktikan dengan investasi sumber-sumber politik pribadi milik mereka seperti: waktu, dana, kontak-kontak, dan reputasi. Para
Komunikasi Politik Kontemporer 97 partisipan dalam tahap ini benar-benar terlibat dalam politik baik secara pribadi maupun psikologis. Realitas menunjukkan media massa sebagai saluran komunikasi politik memiliki pengaruh yang signifikan dalam menyajikan pesan-pesan politik kepada masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat Melvin de Fleur yang menyatakan bahwa media massa mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Media massa tidak hanya dijadikan sebagai sarana promosi aktivitas politik (baca : aktor-aktor politik), tetapi juga telah menjadi ajang pembentukan citra diri. Bahkan media massa telah membentuk diri sebagai agen pembentuk opini publik yang handal. Pemberitaan media massa seakan menjadi referensi atau sebuah kebenaran. Apalagi bila kaitkan dengan era demokrasi langsung yang sedang menggelinding di kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi lahan bagi media massa untuk melebarkan sayapnya sekaligus menunjukkan eksistensinya sebagai saluran yang dapat diandalkan. Karenanya menjadi menarik ketika membahas media massa sebagai saluran komunikasi politik dari sudut pandang kebebasan media (pers). Kebebasan Pers yang dimulai sejak masa reformasi membuat masyarakat mendapat banyak informasi bahkan acapkali banjir informasi. Sebagian informasi bersifat positif, dan sebagian informasi bersifat negatif. Sebagian informasi merupakan pemaparan fakta, tetapi sebagian informasi adalah pembelokan atau pemalsuan fakta, bahkan fitnah. Sebagian informasi berupa penafsiran fakta yang dilakukan
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 98 secara hati-hati, teliti, dan bertanggung jawab, tetapi banyak pula penafsiran fakta yang dilakukan secara sembarangan untuk mencari popularitas atau untuk memaksakan keinginan. Salah satu penyebab banjir informasi adalah hadirnya media sosial dan jurnalisme warga. Di satu sisi, media sosial dan jurnalisme warga bisa bersifat positif karena menolong masyarakat untuk belajar menulis tanpa takut mendapat sanksi bila melakukan kesalahan. Ada banyak ide positif (membangun) di media sosial dan jurnalisme warga. Di sisi lain, media sosial dan jurnalisme warga bisa bersifat negatif karena banyak orang menulis tanpa peduli dengan kaidahkaidah jurnalisme. Tulisan di media sosial dan jurnalisme warga yang mempesona massa sering tidak mengikuti aturan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga bisa menjadi arena pendidikan yang buruk. Tidak dapat dipungkiiri bahwa jika pada masa lalu (terutama pada masa orde baru), paradigma yang digunakan untuk menjelaskan relasi atara kebebasan media, masyarakat, serta pemerintah adalah hubungan kemitraanfungsional, yaitu saling pengertian antara pers, pemerintah, dan masyarakat, maka pada kondisi saat ini, kebebasan media layak menemukan relevansi pemaknaan baru filosofisnya. Kebebasan media yang awalnya cenderung hanya diartikan sebagai kebebasan untuk menyebarkan informasi dan pikiran-pikiran melalui media massa tanpa adanya kekangan dari pemerintah, kini ini berkembang tidak hanya “bebas dari” (freedom from) namun “bebas untuk” (freedom for).
Komunikasi Politik Kontemporer 99 Kebebasan media mencakup kebebasan eksternal dan kebebasan internal. Kebebasan eksternal adalah jaminan kemeredekaan bagi pers untuk menyiarkan berita tanpa ada intervensi pihak lain. Sementara kebebasan internal adalah kebebasan wartawan dalam menulis berita tanpa ancaman dari dalam, yaitu pihak birokrasi media itu sendiri secara institusional. Di negara seperti Amerika Serikat, kebebasan media tidak hanya dijamin, tetapi dilindungi. Kebebasan media telah diterima negara itu sejak zaman Kolonial Inggris. Secara formal, kebebasan tersebut dijamin oleh Amandemen Pertama dari Undang-Undang Dasar. Amandemen ini menyatakan,“Kongres tidak boleh membuat undang-undang yang akan mengurangi kebebasan berbicara atau pers”. Mahkamah Agung Amerika Serikat pertama kali menerapkan jaminan bagi kebebasan pers sesuai dengan Amandemen Pertama pada tahun 1931, ketika lembaga itu membatalkan Undang-Undang Pembatasan (“gag-law”) yang mengizinkan digunakannya penyensoran bagi penerbit pers yang memuat skandal di negara bagian Minnesota. Di Indonesia, kebebasan media layak dianggap eksis jika memenuhi beberapa indikator: Pertama, kebebasan media dilihat dari minimnya intervensi negara. Artinya, negara tidak lagi mengontrol dengan ketat lisensi, isi dan distribusi media. Secara teoretis, media yang selalu dikontrol negara melalui berbagai instrumen-represifnya, tidak pernah bisa mewujudkan kebebasan menjalankan aktivitas jurnalisme secara benar, apalagi menjadi kekuatan pengawasan bagi kebijakan negara.
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 100 Kedua, mitologi kebebasan media diukur dari ada atau tidaknya pembreidelan/penutupan institusi media. Pembredelan telah menjadi problem besar media di negara kita sejak tahun 1744 ketika Bataviasche Nouvelles dibredel Pemerintah Kolonial Belanda. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Pers No. 40 tahun 1999 yang menyatakan bahwa“terhadap pers nasional agar tidak dilakukan pemebreidelan, sensor, dan pelarangan untuk mempublikasikan dan menyiarkan”, maka hingga saat ini tidak terjadi lagi pembreidelan pers di tanah air, meski dalam praktiknya belum bebar-benar hilang dengan banyaknya aturan pemerintah lain yang membayangi gerak kritis pemberitaan media. Ketiga, kebebasan media dilihat dari kuantitas atau jumlah media lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Sejak tahun 1998 terjadi signifikansi peningkatan jumlah media massa. Keempat, kebebasan media diukur dari kebebasan media untuk menulis berita apa saja yang muncul dari semua pihak, termasuk bebas dari kontrol internal media yang menghambat kekebasan ekspresi wartawan. Empat ciri di atas berbeda dengan dengan pers pembangunan yang bercirikan: paradigma: Pertama, kebebasan media mengajarkan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, terutama tentang tujuan penting pelaksaan pembangunan, makna pembangunan, serta bagaimana proses pembangunan tersebut berlangsung. Kedua, melakukan penerangan, artinya memberi informasi yang diperlukan oleh masyarakat, khususnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang masalah pembangunan. Ketiga, mendorong kegiatan budaya dalam arti luas, yaitu membina budaya bangsa dan menyongsong budaya modern. Keempat,
Komunikasi Politik Kontemporer 101 Melakukan kontrol sosial dalam semua bidang, antara lain dengan prinsip komunikasi dua arah antara pemerintah, media dan masyarakat Kebebasan pers adalah kebebasan media komunikasi baik melalui media cetak maupun melalui media elektronik. Dengan demikian kebebasan pers merupakan suatu yang sangat fundamental dan penting dalam demokrasi karena menjadi pilar yang ke 4 setelah lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Jadi, pers yang bebas berfungsi sebagai lembaga media atau aspirasi rakyat yang tidak bisa diartikulasikan oleh lembaga formal atau resmi tetapi bisa diartikulasikan melalui pers atau media massa. Pers yang bebas tidak bertanggung jawab, sering menimbulkan dampak yang tidak baik bagi masyarakat. Dewasa ini, media komunikasi modern seperti radio, televisi dan lainnya dengan mudah dapat kita gunakan. Tayangan program seperti kejahatan, perang dan hal-hal yang menjurus pornografi dapat menimbulkan dampak negatif yang menjurus pada kemerosotan moral masyarakat. Hal tersebut tentu dapat membahayakan bangsa ini, karena dampak yang ditimbulkan akan mengancam kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kita merindukan media massa yang mencerahkan. Media massa yang mampu menjalankan peran dan tugas jurnalismenya secara bebas tetapi bertanggung jawab. Media massa yang mampu menjalankan kekuatan dua dimensinya (dimensi ideal dan dimensi bisnis) secara seimbang. Media massa yang memiliki karakter yang kuat sebagai variabel bebas dan mampu menjalankan fungsinya sebagai media pendidikan serta control sosial yang membanggakan.
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 102 Daftar Pustaka Afan Gaffar, 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Alfian, 1986. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. -------, 1991. Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Althoff, Phillip and Rush, Michael. 1997. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Pers. Brian McNair, 2011. An Introduction to Political Communication, USA : Routledge. Dan Nimmo. 1982. Komunikasi Politik. Bandung : Remaja Rosda Karya. Franz Magnis Suseno, 1993. Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: PT Gramedia. Hafied Cangara, 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada. -------------------, 2011. Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta : Rajawali Pers. Imam B Jauhari, 2012. Teori Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Jack Plano dkk, 1989. Kamus Analisa Politik, Jakarta : Rajawali Pers.
Komunikasi Politik Kontemporer 103 Hikmat, Mahi M. 2011. Komunikasi Poltik, Teori dan Praktik. Bandung. Remaja Rosdakarya. K. Bertens, 2000. Etika, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Lely Arrianie, 2010. Komunikator Politik, Politisi dan Pencitraan di Panggung Politik, Bandung : Widya Padjadjaran. Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun (ed), 1993. Indonesia dan Komunikasi Politik, Jakarta: Gramedia. McQuail, 1987. Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga. Meadow, Robert G. 1980. Politics As Communication. Noorwod, NJ: ABLEX Publishing Company. Miftah Toha, 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Mochtar Pabottinggi, 1993. Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Mulyana, Deddy. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi, Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung. Remaja Rosdakarya. Onong Uchjana Effendy, 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Petty, Richard. E. and John T. Cacioppo. 1996. Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches. Colorado: Westview Press, Inc. Ramlan Surbakti, 2007. Memahami Ilmu Politik, Jakarta : PT Grasindo.
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 104 Roni Tabroni, 2012. Komunikasi Politik pada Era Multimedia, Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Sumarmo dan Didi Suhandi, 1993. Pengantar Studi Komunikasi Politik, Bandung: Orba Shakti. T. May Rudy, 2003. Pengantar Ilmu Politik, Wawasan Pemikiran dan Kegunaannya, Bandung : PT Refika Aditama. Zulkarnaen Nasution, 1990, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Jakarta: Yudhistira.
Komunikasi Politik Kontemporer 105 Profil Penulis SUMARTONO, Putra Jawa kelahiran Sumatera (Pujakesuma) menyelesaikan S-1 Ilmu Administrasi Negara di FISIP Universitas Sumatera Utara Medan (1993); S-2 Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung (1998); S-3 Ilmu Komunikasi di FIKOM Universitas Padjadjaran Bandung (2018). Semasa kuliah, Sumartono aktif di organisasi intra kurikuler (Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa Jurusan), ekstra kurikuler (HMI dan Remaja Mesjid), mengajar di Bimbingan Belajar Dakwah Medan dan Ganesha Operation Bandung dan Padang. Selepas S-1 1993 Sumartono diberi kesempatan menjadi peneliti di Rand Corporation (bekerjasama dengan Lembaga Demografi Universitas Indonesia) selama hampir setahun melakukan Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) untuk Propinsi Sumatera Utara. Sejak Maret 1994 hingga kini menjadi Dosen PNSD di Universitas Ekasakti. Kecintaan dan merasa passionnya ada di dunia komunikasi menghantarkan Sumartono berkelana dalam
Dr. Sumartono, S.Sos., M.Si 106 dunia pelatihan Smart Communicaton, Service of Excellent, Public Speaking, dan tulis menulis. Sumartono telah banyak membantu individu dan Lembaga dalam pengembangan komunikasi. Puncak prestasinya tahun 2022, Dr. Sumartono dianugrahi Tokoh Inspiratif Penyiaran Sumatera Barat oleh KPID Sumatera Barat. Terbaru November 2023, Sumartono dipercaya Pemerintah Kota Padang memberikan pelatihan Public Speaking (30 JP) kepada seluruh Lurah (104 Kelurahan) Kota Padang. Sumartono juga telah menulis buku-buku komunikasi seperti, Terperangkap dalam Iklan, Kecerdasan Komunikasi, Menjalin Komunikasi Otak dan Rasa, Komunikasi Kasih Sayang, The Power of Communication, Komunikasi Bekal Hidup Sukses, Komunikasi Spektakuler, dan Bersahabat dengan Komunikasi. Selain menjadi pengajar prodi Ilmu Komunikasi Universitas Ekasakti, konsultan komunikasi politik, dan Komunikator Public Speaking Dr. Sumartono juga aktif di media sosial. Seluruh karyanya dalam bentuk lagu dan presentasi dapat disaksikan di kanal youtube Dr. Sumartono dan SMS Show, tiktok Dr. Sumartono, IG @Sumartono1994, dan FB Sumartono Mulyo Diharjo.
Komunikasi Politik Kontemporer 107