The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Teori Pembangunan mencakup pemahaman tentang proses dan dinamika pembangunan dalam berbagai dimensi, tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup aspek sosial, politik, dan lingkungan. Pemahaman dinamika pembangunan multidimensi mengacu pada pengakuan bahwa pembangunan sebuah negara atau masyarakat melibatkan faktor-faktor kompleks yang saling terkait.

Dalam konteks ini, teori pembangunan multidimensi menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek-aspek seperti pemberdayaan masyarakat, keadilan sosial, pelestarian lingkungan, dan partisipasi politik. Pemikiran ini menyoroti bahwa pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya guna harus melibatkan semua aspek kehidupan masyarakat, dengan memerhatikan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta memastikan inklusivitas dan keadilan dalam proses tersebut.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-02-16 11:24:52

Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi

Teori Pembangunan mencakup pemahaman tentang proses dan dinamika pembangunan dalam berbagai dimensi, tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup aspek sosial, politik, dan lingkungan. Pemahaman dinamika pembangunan multidimensi mengacu pada pengakuan bahwa pembangunan sebuah negara atau masyarakat melibatkan faktor-faktor kompleks yang saling terkait.

Dalam konteks ini, teori pembangunan multidimensi menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek-aspek seperti pemberdayaan masyarakat, keadilan sosial, pelestarian lingkungan, dan partisipasi politik. Pemikiran ini menyoroti bahwa pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya guna harus melibatkan semua aspek kehidupan masyarakat, dengan memerhatikan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta memastikan inklusivitas dan keadilan dalam proses tersebut.

Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | responsif terhadap kebutuhan yang spesifik dalam upaya mengurangi dan mengatasi kemiskinan secara holistik. C. Pengukuran Kemiskinan Pengukuran kemiskinan melibatkan proses mendefinisikan dan mengidentifikasi individu atau kelompok yang berada di bawah tingkat kehidupan minimum yang dianggap layak. Berbagai metode digunakan untuk mengukur kemiskinan, dan pengukuran tersebut dapat bersifat multidimensional untuk mencakup aspek-aspek ekonomi, sosial, dan kesejahteraan (Smeeding, 2016). Beberapa pendekatan umum dalam pengukuran kemiskinan melibatkan: 1. Pengukuran Pendapatan Pendekatan ini mengukur kemiskinan berdasarkan tingkat pendapatan individu atau keluarga. Orang atau keluarga yang memiliki pendapatan di bawah ambang batas kemiskinan dianggap sebagai miskin. Ambang batas ini dapat ditetapkan berdasarkan standar internasional atau karakteristik khusus masyarakat tertentu. 2. Pengukuran Kekurangan Pendekatan ini mengukur sejauh mana individu atau keluarga tertinggal dari standar minimal kehidupan. Misalnya, mengukur kekurangan dalam akses terhadap pendidikan atau layanan kesehatan dapat memberikan gambaran lebih holistik tentang kondisi kemiskinan. 3. Pengukuran Multidimensional Pendekatan ini mengakui bahwa kemiskinan tidak hanya dapat diukur dari segi ekonomi, tetapi juga


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si melibatkan dimensi-dimensi seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan hak-hak dasar. Pengukuran multidimensional memberikan gambaran lebih lengkap tentang kompleksitas kemiskinan. 4. Pengukuran Indeks Kesejahteraan Metode ini mencakup penggunaan indeks atau skor kesejahteraan yang mempertimbangkan berbagai indikator seperti pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Indeks semacam itu memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. 5. Pengukuran Relatif Pengukuran kemiskinan relatif membandingkan keadaan ekonomi individu atau keluarga dengan tingkat kemiskinan di masyarakat tempat mereka tinggal. Pendekatan ini dapat menyoroti kesenjangan ekonomi dan sosial dalam suatu masyarakat. 6. Pengukuran Partisipatif Pendekatan partisipatif melibatkan partisipasi langsung masyarakat dalam menentukan indikatorindikator dan ambang batas kemiskinan. Metode ini memperkuat peran komunitas dalam menentukan dan mengatasi tantangan kemiskinan mereka. Setiap metode pengukuran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, seringkali digunakan kombinasi pendekatan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemiskinan dalam suatu konteks.


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | D. Teori-teori Kemiskinan dan Lingkaran Setan Kemiskinan Lingkaran Setan Kemiskinan mengacu pada suatu siklus di mana kemiskinan dapat bertahan dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Faktor-faktor yang saling memperkuat dalam Lingkaran Setan Kemiskinan dapat membuat keluar dari kemiskinan menjadi tantangan yang sulit (Bauer, 2019). Beberapa elemen kunci yang sering terlibat dalam Lingkaran Setan Kemiskinan meliputi: 1. Keterbatasan Pendidikan Individu yang tumbuh dalam kemiskinan sering mengalami keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas. Keterbatasan ini dapat mengurangi peluang mereka untuk mencapai tingkat pendidikan yang diperlukan untuk pekerjaan yang lebih baik dan lebih berpenghasilan (Amin et al., 2020). 2. Keterbatasan Peluang Ekonomi Kemiskinan dapat menciptakan keterbatasan peluang ekonomi, seperti akses terbatas terhadap pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi. Ini dapat menyebabkan individu terjebak dalam pekerjaan berpenghasilan rendah dan ketidakpastian ekonomi. 3. Kesehatan yang Buruk Kondisi kesehatan yang buruk, sering kali terkait dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan yang baik, dapat menjadi faktor yang memperburuk kemiskinan. Kesehatan yang buruk dapat menghambat produktivitas dan menciptakan beban biaya tambahan.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si 4. Keterbatasan Akses Keuangan Individu yang hidup dalam kemiskinan mungkin mengalami keterbatasan akses terhadap layanan keuangan, seperti pinjaman atau tabungan. Ini dapat menyulitkan mereka untuk mengatasi krisis keuangan atau investasi dalam peluang ekonomi jangka panjang (Nabawi, 2020). 5. Tingkat Ketergantungan yang Tinggi Ketergantungan pada bantuan sosial atau programprogram pemberdayaan yang tidak memadai dapat menciptakan siklus ketergantungan yang sulit dihentikan. Hal ini dapat merugikan inisiatif untuk mencari solusi jangka panjang. 6. Kurangnya Pembangunan Infrastruktur Lingkungan fisik dan infrastruktur yang buruk di daerah kemiskinan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan transportasi. 7. Pola Keluarga yang Tidak Sehat Pola keluarga yang tidak sehat, termasuk ketidakstabilan rumah tangga, kurangnya dukungan sosial, dan ketidakmampuan untuk memberikan perhatian dan pendidikan yang memadai kepada anakanak, dapat berkontribusi pada Lingkaran Setan Kemiskinan. Untuk memutus Lingkaran Setan Kemiskinan, dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup intervensi dalam berbagai dimensi, seperti pendidikan, kesehatan, pelatihan keterampilan, akses terhadap pekerjaan, dan pemberdayaan masyarakat. Membangun kapasitas dan


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | memberikan peluang untuk mengatasi setiap elemen kunci Lingkaran Setan Kemiskinan dapat membantu mengakhiri siklus kemiskinan yang berkepanjangan. Lingkaran Setan Kemiskinan mencerminkan kompleksitas fenomena kemiskinan yang dapat bertahan di suatu komunitas atau keluarga (Brady, 2019). Beberapa teori penyebab kemiskinan dan penjelasan mengenai Lingkaran Setan Kemiskinan melibatkan konsep-konsep berikut: 1. Teori Kemiskinan Struktural: Teori ini menyoroti struktur sosial dan ekonomi sebagai penyebab kemiskinan. Misalnya, Robert Chambers berfokus pada konsep "sejaringan kemiskinan" yang menggambarkan bagaimana faktorfaktor seperti rendahnya pendidikan, ketidakpastian pekerjaan, dan ketergantungan pada pekerjaan yang tidak stabil dapat saling memperkuat, menciptakan lingkaran setan. 2. Teori Kemiskinan Siklus Hidup: Teori ini menunjukkan bahwa kemiskinan di suatu titik dalam siklus hidup dapat menghasilkan efek jangka panjang. Individu yang mengalami kemiskinan di masa muda mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pendidikan dan peluang pekerjaan yang layak, memulai siklus kemiskinan generasional. 3. Teori Kemiskinan Kesehatan: Faktor-faktor kesehatan yang buruk, seperti akses terbatas terhadap layanan kesehatan, dapat membentuk bagian dari Lingkaran Setan Kemiskinan. Kesehatan yang buruk dapat menghambat produktivitas, memicu


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si biaya tambahan, dan menciptakan ketidakpastian ekonomi. 4. Teori Ketergantungan Teori ini menyoroti dampak buruk ketergantungan pada bantuan sosial yang tidak memadai. Ketergantungan ini dapat menciptakan siklus di mana masyarakat tidak mampu memutus hubungan dengan bantuan sosial dan mencari solusi jangka panjang. 5. Teori Kemiskinan Lingkungan Infrastruktur dan lingkungan fisik yang kurang memadai di daerah kemiskinan dapat menciptakan tantangan dalam akses terhadap layanan dasar dan peluang ekonomi. Untuk memahami Lingkaran Setan Kemiskinan, diperlukan pendekatan holistik yang menggabungkan berbagai teori dan merinci konteks lokal. Intervensi yang efektif harus mencakup perbaikan dalam pendidikan, kesehatan, pelatihan keterampilan, pemberdayaan ekonomi, dan dukungan sosial. Mengenali dan merespons setiap elemen kunci Lingkaran Setan Kemiskinan dapat membantu menghentikan siklus kemiskinan yang berkelanjutan. E. Budaya Kemiskinan: Mitos atau Kenyataan? Konsep Budaya Kemiskinan merupakan suatu sudut pandang yang bisa dikatakan memiliki makna kontroversial dalam pembahasan kemiskinan. Beberapa ahli melihatnya sebagai mitos, sementara yang lain menganggapnya sebagai kenyataan yang penting (Rodman, 1977). Mari kita jelaskan kedua perspektif tersebut:


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 1. Perspektif Mitos Ahli-ahli seperti Oscar Lewis menyatakan konsep "Budaya Kemiskinan" sebagai mitos. Lewis mengkritik gagasan bahwa ada suatu budaya yang secara intrinsik menciptakan dan mempertahankan kondisi kemiskinan. Ia berpendapat bahwa lebih tepat untuk melihat kemiskinan sebagai hasil dari ketidaksetaraan struktural dan kurangnya akses terhadap sumber daya, bukan karena adanya suatu budaya yang "mencintai" kemiskinan. Kritik terhadap pandangan ini mencakup argumen bahwa fokus pada budaya dapat mengalihkan perhatian dari faktor-faktor struktural dan kebijakan yang sebenarnya menyebabkan kemiskinan. Menempatkan tanggung jawab pada "budaya" juga dapat mengabaikan faktor sistemik yang memperkuat dan memelihara ketidaksetaraan (O. Lewis, 2017). 2. Perspektif Kenyataan Sebagian ahli percaya bahwa ada elemen-elemen budaya tertentu yang dapat mempengaruhi kemiskinan. Mereka menyoroti norma-norma, nilai-nilai, dan praktikpraktik yang dapat menghambat kemajuan ekonomi dan sosial dalam suatu masyarakat. Misalnya, norma-norma tertentu terkait dengan pendidikan, pekerjaan, atau pengelolaan keuangan dapat menjadi faktor yang memperburuk kondisi kemiskinan. Kelompok ini berpendapat bahwa memahami dan mengatasi faktor budaya ini penting untuk merancang kebijakan yang efektif. Melibatkan komunitas dan memahami konteks budaya dapat meningkatkan peluang keberhasilan program-program pembangunan.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Pendekatan terhadap budaya kemiskinan ini seringkali kompleks dan memerlukan kewaspadaan dalam menghindari generalisasi atau stereotip. Pendekatan yang lebih konstruktif adalah memahami bahwa faktor-faktor budaya mungkin berinteraksi dengan faktor-faktor ekonomi dan sosial lainnya, dan solusi yang efektif memerlukan pendekatan holistik dan berbasis masyarakat. F. Feminisasi Kemiskinan Feminisasi kemiskinan merujuk pada fenomena di mana perempuan, secara proporsional, cenderung mengalami tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dalam suatu masyarakat (McLanahan & Kelly, 2006). Ada beberapa faktor yang menyebabkan feminisasi kemiskinan, dan ini mencerminkan ketidaksetaraan gender yang meluas. Beberapa aspek kunci dari feminisasi kemiskinan melibatkan: 1. Pendapatan yang Rendah Perempuan sering kali mendapatkan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam jenis pekerjaan yang sama. Kesenjangan upah gender dapat menjadi salah satu penyebab feminisasi kemiskinan. 2. Akses Terbatas terhadap Pendidikan Keterbatasan akses perempuan terhadap pendidikan berkualitas dapat membatasi peluang mereka untuk memasuki sektor pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi.


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 3. Pekerjaan Tidak Tetap dan Informal Perempuan cenderung lebih banyak bekerja dalam sektor informal atau pekerjaan tidak tetap yang sering kali kurang stabil dan memiliki jaminan sosial yang terbatas, yang dapat berkontribusi pada kemiskinan. 4. Beban Pekerjaan Ganda Perempuan sering mengalami beban pekerjaan ganda, yaitu mengurus rumah tangga dan pekerjaan di luar rumah. Ini dapat membatasi waktu dan energi yang dapat mereka alokasikan untuk pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. 5. Diskriminasi dalam Akses ke Sumber Daya Diskriminasi gender dapat membatasi akses perempuan ke sumber daya seperti tanah, kredit, dan teknologi, yang merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi. 6. Kesehatan Reproduksi Masalah kesehatan reproduksi, seperti akses terbatas terhadap layanan kesehatan reproduksi dan kurangnya dukungan untuk perempuan yang bekerja, dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada feminisasi kemiskinan. 7. Ketidaksetaraan dalam Pengambilan Keputusan Ketidaksetaraan dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat, dapat membatasi kemampuan perempuan untuk memengaruhi kebijakan dan program pembangunan yang memengaruhi mereka.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Untuk mengatasi feminisasi kemiskinan, diperlukan langkah-langkah kebijakan yang bersifat inklusif dan mendukung kesetaraan gender. Ini termasuk upaya untuk mengurangi kesenjangan upah gender, meningkatkan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan yang layak, dan mempromosikan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. Melalui pendekatan holistik ini, masyarakat dapat mengurangi dampak feminisasi kemiskinan dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin. G. Menyingkap Ketidaksetaraan: Model Lorenz dan Gini Ratio Menyingkap ketidaksetaraan dalam konteks pembangunan seringkali melibatkan penggunaan model Lorenz dan Gini Ratio sebagai alat untuk mengukur dan menggambarkan distribusi pendapatan atau kekayaan dalam suatu masyarakat (Bakare, 2012). 1. Model Lorenz Model Lorenz adalah grafik yang menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan atau kekayaan dalam suatu populasi. Kurva Lorenz mengilustrasikan sejauh mana distribusi aktual (kurva Lorenz) berbeda dari distribusi yang sempurna dan merata (garis diagonal 45 derajat). Semakin kurva Lorenz mendekati garis diagonal, semakin merata distribusi tersebut, sedangkan semakin kurva melengkung ke arah bawah dan ke kiri, semakin besar ketidaksetaraan. 2. Gini Ratio Gini Ratio adalah angka yang dihasilkan dari perbandingan luas antara kurva Lorenz aktual dengan


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | garis diagonal 45 derajat terhadap luas area di bawah garis diagonal tersebut. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 (distribusi sempurna dan merata) hingga 1 (distribusi paling tidak merata, di mana satu individu memiliki seluruh pendapatan atau kekayaan). Semakin tinggi nilai Gini Ratio, semakin besar tingkat ketidaksetaraan. Menyingkap ketidaksetaraan dengan menggunakan model Lorenz dan Gini Ratio memungkinkan analis untuk memahami sejauh mana pemerataan atau konsentrasi pendapatan atau kekayaan dalam suatu masyarakat. Fokus pada distribusi ini memberikan pandangan yang lebih jelas tentang dampak pembangunan ekonomi atau sosial terhadap seluruh populasi. Ketidaksetaraan yang tinggi dapat menjadi sumber konflik sosial dan ketidakstabilan, sehingga pemahaman dan pemantauan terhadap distribusi tersebut menjadi penting dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan pembangunan. Gambar 3.1. Ilustrasi kurva lorenz dan gini ratio


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Penerapan model Lorenz dan Gini Ratio di Indonesia melibatkan data pendapatan atau kekayaan dari berbagai lapisan masyarakat. Sebagai ilustrasi, pada tahun tertentu, kurva Lorenz dan Gini Ratio dapat memberikan gambaran tentang sejauh mana distribusi pendapatan di Indonesia. Dengan pemahaman ini, kebijakan pembangunan dapat dirancang untuk meratakan distribusi pendapatan, mendorong inklusivitas, dan mengurangi tingkat ketidaksetaraan yang mungkin menjadi hambatan bagi pembangunan berkelanjutan. Berikut adalah langkah-langkah umum untuk menghitung Model Lorenz dan Gini Ratio: 1. Model Lorenz a. Mengumpulkan Data: Kumpulkan data pendapatan atau kekayaan dari anggota populasi. b. Mengurutkan Data Urutkan data dari yang terendah hingga yang tertinggi. c. Menghitung Persentase Akumulasi Hitung persentase akumulasi pendapatan atau kekayaan untuk setiap persentil populasi. d. Membuat Grafik Kurva Lorenz Plot titik-titik hasil persentase akumulasi pada grafik. Hubungkan titik-titik tersebut untuk membentuk Kurva Lorenz.


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | e. Evaluasi Kurva Lorenz: Bandingkan Kurva Lorenz dengan garis diagonal 45 derajat. Semakin kurva mendekati garis diagonal, semakin merata distribusi. 2. Gini Ratio a. Menghitung Luas Area Hitung luas area di bawah kurva Lorenz aktual dan luas area di bawah garis diagonal. b. Menghitung Gini Ratio: Gini Ratio dihitung sebagai perbandingan luas area di bawah kurva Lorenz aktual terhadap luas area di bawah garis diagonal. c. Interpretasi Gini Ratio Gini Ratio bernilai antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilainya, semakin besar tingkat ketidaksetaraan. Penerapan langkah-langkah ini dapat dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik atau kalkulator yang mendukung perhitungan area di bawah kurva. Pemantauan terus-menerus terhadap kurva Lorenz dan Gini Ratio menjadi penting dalam mengevaluasi dampak kebijakan ekonomi dan sosial serta memastikan bahwa pembangunan memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat. H. Strategi Pemerataan Pembangunan Strategi pemerataan pembangunan adalah upaya yang diarahkan untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan, pendapatan, dan akses terhadap peluang pembangunan di antara berbagai segmen masyarakat.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Berbagai strategi dapat diterapkan untuk mencapai tujuan pemerataan pem bangunan, termasuk: 1. Pendidikan Inklusif Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan untuk semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok yang rentan, dapat membuka peluang pembangunan yang lebih adil. Ini melibatkan investasi dalam fasilitas pendidikan, program beasiswa, dan inisiatif untuk mengurangi kesenjangan pendidikan (Astawa, 2021). Contoh: Program Beasiswa Brasil Brasil telah meluncurkan program beasiswa yang bertujuan meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Program ini memberikan bantuan keuangan kepada mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang rendah, membuka pintu bagi mereka untuk mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas. 2. Kebijakan Upah Minimum dan Kondisi Kerja yang Adil Menerapkan kebijakan upah minimum yang layak dan kondisi kerja yang adil membantu mengurangi kesenjangan upah dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Hal ini dapat mencakup peningkatan hak pekerja, regulasi yang memastikan kesetaraan gender di tempat kerja, dan promosi praktik ketenagakerjaan yang berkelanjutan. Contoh: Kebijakan Upah Minimum di Jerman Jerman dikenal dengan sistem upah minimum yang relatif tinggi. Kebijakan ini membantu mengurangi kesenjangan upah antara pekerja dengan tingkat


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | pendidikan yang berbeda dan menciptakan kondisi kerja yang lebih stabil bagi pekerja (Caliendo et al., 2019). 3. Akses Terhadap Layanan Kesehatan yang Merata Meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau membantu mengurangi ketidaksetaraan dalam kesehatan. Ini dapat mencakup perluasan jaringan fasilitas kesehatan, program vaksinasi, dan pendekatan holistik terhadap kesehatan reproduksi. Contoh: Program Kesehatan Universal di Inggris Sistem National Health Service (NHS) di Inggris menyediakan layanan kesehatan yang merata dan terjangkau bagi seluruh penduduk. Ini mencakup pelayanan kesehatan primer, rumah sakit, dan layanan kesehatan mental, memastikan bahwa akses terhadap perawatan kesehatan tidak tergantung pada status ekonomi (Asaria et al., 2016). 4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Lokal Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan memberdayakan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan. Program pelatihan keterampilan, dukungan untuk usaha kecil dan menengah, serta penguatan kapasitas masyarakat lokal dapat menjadi bagian dari strategi ini. Contoh: Program Grameen Bank di Bangladesh Grameen Bank di Bangladesh menyediakan pinjaman mikro kepada masyarakat pedesaan yang kurang mampu, terutama perempuan. Ini memberikan


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si peluang bagi mereka untuk memulai usaha kecil dan meningkatkan pendapatan mereka (Wahid NM, 1994). 5. Kebijakan Distribusi Tanah yang Adil Menerapkan kebijakan distribusi tanah yang adil dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya produktif. Ini mencakup reforma agraria, pemantapan hak tanah bagi petani kecil, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Contoh: Reforma Agraria di Korea Selatan Korea Selatan menjalankan program reforma agraria pada tahun 1950-an, mengalokasikan tanah kepada petani kecil dan meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Hal ini membantu mengurangi ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah (Mitchell, 1949). 6. Pengembangan Infrastruktur Merata Investasi dalam infrastruktur yang merata, seperti transportasi, energi, dan air bersih, dapat menciptakan kondisi yang setara bagi seluruh masyarakat. Infrastruktur yang baik membuka peluang ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup. Contoh: Proyek Infrastruktur di Rwanda Rwanda telah menginvestasikan secara besarbesaran dalam pengembangan infrastruktur seperti jalan, air bersih, dan energi listrik di seluruh negara. Ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang merata bagi pertumbuhan ekonomi dan akses terhadap layanan dasar (Twizeyimana et al., 2018).


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 7. Penggunaan Teknologi untuk Pemerataan Memastikan akses yang setara terhadap teknologi informasi dan komunikasi dapat membantu mengurangi kesenjangan digital dan memberdayakan masyarakat untuk mengakses peluang ekonomi dan pendidikan. Contoh: Program Digital India di India Program Digital India bertujuan memberikan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi di seluruh India, termasuk di daerah pedesaan. Ini mencakup penyediaan layanan online untuk pendidikan, pelayanan kesehatan, dan peluang ekonomi (Kedar, 2015). Strategi pemerataan pembangunan seringkali memerlukan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Penerapan kebijakan yang holistik dan berkelanjutan dapat membantu menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang merata dan inklusif.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Kemiskinan, suatu fenomena kompleks yang dapat didefinisikan melalui berbagai dimensi, mencakup aspek-aspek seperti pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Ada berbagai jenis kemiskinan, termasuk kemiskinan absolut yang berkaitan dengan kebutuhan dasar serta kemiskinan relatif yang membandingkan status ekonomi antarindividu atau kelompok. Pengukuran kemiskinan memerlukan pendekatan holistik yang mencakup berbagai indikator, baik kuantitatif maupun kualitatif. Lingkaran setan kemiskinan menggambarkan perangkap yang sulit untuk diatasi oleh individu atau keluarga miskin. Selain itu, perdebatan mengenai budaya kemiskinan menyoroti apakah perilaku dan keyakinan masyarakat berkontribusi terhadap kemiskinan atau merupakan mitos. Feminisasi kemiskinan menyoroti disparitas gender dalam kondisi ekonomi dan sosial. Model Lorenz dan Gini Ratio digunakan untuk menyibak ketidaksetaraan ekonomi, yang menjadi tantangan dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Strategi pemerataan pembangunan menjadi penting untuk menangani ketidaksetaraan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. RANGKUMAN


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 1. Bagaimana definisi kemiskinan dapat memengaruhi pengukuran kemiskinan dalam konteks sosial dan ekonomi? 2. Apa peran Lingkaran Setan Kemiskinan dalam memahami tantangan yang dihadapi oleh individu atau keluarga miskin? 3. Bagaimana budaya kemiskinan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kemiskinan, dan apakah hal tersebut lebih bersifat mitos atau kenyataan? 4. Mengapa feminisasi kemiskinan menjadi isu penting dalam kajian ketidaksetaraan, dan apa implikasinya terhadap pembangunan sosial dan ekonomi? 5. Bagaimana model Lorenz dan Gini Ratio dapat digunakan untuk mengukur dan menyibak tingkat ketidaksetaraan ekonomi, dan sejauh mana strategi pemerataan pembangunan dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan tersebut? EVALUASI


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si BAB 4 MELIHAT PEMBANGUNAN DALAM BINGKAI MODERNISASI etelah menyelesaikan Bab 4 berjudul Melihat Pembangunan dalam Bingkai Modernisasi, diharapkan kita memiliki pemahaman yang mendalam mengenai konsep dan urgensi modernisasi dalam konteks pembangunan. Bab ini tidak hanya membahas secara terinci konsep modernisasi, tetapi juga memberikan gambaran yang komprehensif mengenai bagaimana modernisasi memainkan peran krusial dalam proses pembangunan suatu masyarakat. Dalam penjelasan mengenai membedah masyarakat tradisional dan modern, kita diperkenalkan pada perbedaan substansial antara keduanya, termasuk aspek-aspek kunci seperti struktur sosial, nilai-nilai, dan pola perilaku. Hal ini menjadi landasan penting untuk merancang strategi pembangunan yang sesuai dengan dinamika masyarakat yang berubah. Selain itu, bab ini menjelaskan ragam modernisasi, yang menggambarkan variasi pendekatan dan implementasi modernisasi di berbagai konteks masyarakat. Dengan memahami ragam S


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | ini, kita dapat lebih sensitif terhadap perbedaan dan keunikan dalam proses pembangunan di seluruh dunia. Pembahasan mengenai pilar-pilar modernisasi memberikan wawasan mendalam mengenai elemen-elemen kunci yang menjadi fondasi perubahan sosial dan ekonomi. Bab ini juga mengeksplorasi perspektif Max Weber, Emile Durkheim, dan Karl Marx terhadap modernisasi, memberikan pandangan yang beragam tentang dampak dan relevansinya dalam pembangunan. Terakhir, bab ini mencakup teori post-modernisme sebagai perspektif kritis terhadap gagasan-gagasan modernisasi. Ini melibatkan refleksi mendalam tentang asumsi-asumsi yang mendasari konsep modernisasi, membuka ruang untuk pertanyaan kritis dan evaluasi terhadap paradigma tersebut. Keseluruhan, Bab 4 membekali pembaca dengan landasan pemahaman yang kuat tentang kompleksitas dan dampak modernisasi dalam konteks pembangunan masyarakat. A. Konsep dan Urgensi Modernisasi dalam Pembangunan Latar belakang sejarah munculnya konsep modernisasi terwujud pasca-Perang Dunia II, ketika negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, merasa bertanggung jawab untuk memimpin proses pembangunan di negara-negara yang baru merdeka. Program Marshall dan upaya rekonstruksi pascaperang menjadi katalisator penting dalam memperkenalkan ide-ide modernisasi, yang awalnya terfokus pada pembangunan ekonomi. Meskipun konsep ini membawa pemahaman baru terhadap perkembangan masyarakat, berbagai kritik muncul. Teori dependensi menilai bahwa fokus pada modernisasi mengabaikan realitas ketergantungan dan ketidaksetaraan struktural antara negara maju dan berkembang. Kritik budaya, seperti yang diutarakan oleh


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Arturo Escobar, menyoroti sifat etnosentris konsep modernisasi yang sering mengesampingkan keragaman budaya. Sementara itu, kritik politik dari Immanuel Wallerstein menekankan ketidaksetaraan dalam sistem dunia kapitalis, menolak ide kemajuan linear menuju masyarakat modern. Kritik gender juga muncul, dengan kritikus feminis menyoroti ketidaksetaraan peran gender yang sering diabaikan dalam wacana modernisasi. Rostow, dalam bukunya "The Stages of Economic Growth," memandang modernisasi sebagai suatu proses evolusi yang melibatkan tahapan-tahapan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Ia mengidentifikasi lima tahap pertumbuhan ekonomi yang harus dilalui oleh suatu negara untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi (Rostow, 2013). Selanjutnya, Daniel Lerner menekankan aspek kultural dalam proses modernisasi. Ia berpendapat bahwa modernisasi melibatkan perubahan nilai-nilai, norma-norma, dan pola pikir masyarakat. Konsep utamanya adalah "keterbukaan" atau "keterlibatan" (engagement), di mana masyarakat menjadi lebih terbuka terhadap perubahan dan inovasi (Shah, 2011). Pendapat berbeda oleh David McClelland memberikan kontribusi dalam pemahaman modernisasi dari perspektif psikologis. Ia menyoroti pentingnya motivasi individual dalam mendorong perkembangan ekonomi. McClelland berpendapat bahwa dorongan untuk mencapai dan berkembang menjadi kunci kesuksesan modernisasi (McClelland, 1977). Konsep modernisasi dalam pembangunan mencerminkan upaya masyarakat untuk bergerak menuju struktur dan


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | nilai-nilai yang dianggap sebagai ciri khas masyarakat maju dan modern. Modernisasi melibatkan transformasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi, sosial, politik, dan budaya (Inglehart, 2020). Talcott Parson dan Neil Smelser mengembangkan teori sistem fungsional struktural yang menekankan peran lembaga-lembaga dalam menjalankan fungsi-fungsi kunci dalam masyarakat modern. Mereka melihat masyarakat modern sebagai suatu sistem yang kompleks dan terorganisir. Kemudian, Gabriel Almond dan Bingham Powell memperluas konsep modernisasi ke ranah politik. Mereka berfokus pada transisi dari masyarakat tradisional ke negara modern dan memperkenalkan konsep "aktualisasi" (actualization) sebagai kunci perubahan politik. Dalam perkembangannya, Alex Inkeles dan David Smith mengemukakan konsep "modernitas belajar" (learning modernity), yang menyoroti proses belajar individu dan masyarakat dalam mengadopsi nilai-nilai dan perilaku modern. Beberapa elemen kunci yang terkait dengan konsep modernisasi secara umum dalam pembangunan mencakup: 1. Ekonomi: Modernisasi ekonomi mencakup peralihan dari pertanian tradisional ke sektor industri dan jasa yang lebih maju. Proses ini melibatkan peningkatan produksi, efisiensi, dan diversifikasi ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Tulchynska et al., 2021). 2. Teknologi: Penerapan teknologi modern adalah bagian integral dari konsep modernisasi. Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si produktivitas, akses informasi, dan integrasi global (Vovk et al., 2021). 3. Pendidikan: Modernisasi menyertakan peningkatan dalam sistem pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang terampil dan terdidik. Pendidikan yang berkualitas dianggap sebagai fondasi untuk kemajuan sosial dan ekonomi. 4. Sosial: Modernisasi sering kali dihubungkan dengan perubahan dalam norma-norma sosial, nilai-nilai, dan pola perilaku masyarakat. Pemisahan tradisi-tradisi lama yang dianggap menghambat kemajuan dan adopsi nilainilai yang lebih progresif menjadi bagian dari perubahan sosial. 5. Politik: Modernisasi politik melibatkan perubahan dalam sistem politik dan pemerintahan untuk mencapai partisipasi publik, keadilan, dan transparansi yang lebih besar. Munculnya institusi demokratis dan perlindungan hak asasi manusia sering kali dianggap sebagai indikator modernisasi politik. Konsep modernisasi dalam pembangunan bersifat dinamis dan dapat bervariasi tergantung pada konteks geografis, budaya, dan sejarah masyarakat tertentu. Meskipun modernisasi membawa dampak positif, juga terdapat kritik terhadap pemaknaan serta dampak sosial dan lingkungan dari proses ini. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif terhadap konsep modernisasi dalam pembangunan penting untuk merancang kebijakan dan intervensi pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya guna. Berkaitan dengan konsep tersebut, modernisasi pembangunan mempunya urgensi karena mencerminkan upaya untuk mengatasi tantangan dan meningkatkan


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | kesejahteraan masyarakat melalui perubahan positif di berbagai sektor. Beberapa aspek urgensi modernisasi dalam pembangunan melibatkan: 1. Pertumbuhan Ekonomi: Modernisasi ekonomi bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui diversifikasi sektor ekonomi, peningkatan produktivitas, dan pengadopsian teknologi modern. Ini memberikan dorongan signifikan bagi peningkatan pendapatan per kapita dan mengurangi tingkat kemiskinan. 2. Peningkatan Infrastruktur: Modernisasi membawa perubahan signifikan dalam infrastruktur, termasuk transportasi, telekomunikasi, dan energi. Pembangunan infrastruktur yang modern dan efisien menjadi kunci untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas, mempercepat proses pembangunan secara keseluruhan. 3. Peningkatan Kualitas Hidup: Modernisasi mencakup perubahan dalam pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial. Peningkatan akses dan kualitas dalam sektorsektor ini memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat, meningkatkan harapan hidup, dan mengurangi tingkat ketidaksetaraan. 4. Peningkatan Inovasi dan Teknologi: Modernisasi mendorong inovasi dan penggunaan teknologi modern. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya, dapat membuka akses ke informasi, mempercepat proses bisnis, dan meningkatkan efisiensi di berbagai sektor. 5. Perubahan Sosial dan Budaya: Modernisasi membawa perubahan dalam norma-norma sosial, pola perilaku, dan nilai-nilai masyarakat. Meskipun dapat menimbulkan tantangan, perubahan ini juga dapat membuka


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si peluang untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, terbuka, dan progresif. 6. Pemberdayaan Wanita: Modernisasi dalam konteks pembangunan sering kali dihubungkan dengan peningkatan peran dan pemberdayaan perempuan. Hal ini mencakup akses perempuan ke pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. 7. Kesiapan Menghadapi Tantangan Global: Modernisasi membantu meningkatkan ketangguhan masyarakat terhadap tantangan global seperti perubahan iklim, bencana alam, dan pandemi. Pembangunan yang modern dan berkelanjutan mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi dinamika global dengan lebih baik. Melalui urgensi modernisasi dalam pembangunan, diharapkan masyarakat dapat mencapai pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Pentingnya memahami dan mengelola proses modernisasi dengan bijak menjadi kunci untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan seimbang. B. Membedah Masyarakat Tradisional dan Modern Membedah masyarakat tradisional dan modern melibatkan analisis mendalam terhadap perbedaan struktural, nilai-nilai, dan karakteristik yang membedakan dua model kehidupan ini. Proses ini membantu kita memahami transformasi yang terjadi seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan sosial (Lestari, 2020). Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam membahas


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern meliputi: 1. Struktur Sosial Dalam konteks struktur sosial, masyarakat tradisional dan modern menunjukkan perbedaan yang mencolok. Masyarakat tradisional cenderung memiliki struktur sosial yang bersifat hierarkis dan kadang-kadang didasarkan pada sistem kasta atau kelas yang sulit diubah. Peran dan pekerjaan dalam masyarakat ini biasanya ditentukan oleh faktor-faktor turun temurun atau keberlanjutan tradisi, yang memberikan sedikit ruang untuk mobilitas sosial. Di sisi lain, masyarakat modern memiliki struktur sosial yang lebih terbuka dan dinamis. Kesempatan mobilitas sosial menjadi lebih banyak, dan individu memiliki kebebasan yang lebih besar untuk memilih pekerjaan dan arah hidup mereka. Perbedaan ini mencerminkan evolusi sosial yang memengaruhi cara masyarakat mengorganisir diri dan menyediakan pandangan terhadap peran individu dalam masyarakat. 2. Ekonomi Dalam aspek ekonomi, masyarakat tradisional dan modern memperlihatkan perbedaan signifikan. Masyarakat tradisional cenderung berfokus pada sektor pertanian, perburuan, dan kegiatan ekonomi tradisional lainnya. Produksi dan distribusi barang serta jasa biasanya dilakukan secara lokal dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, mencerminkan keterbatasan interaksi dengan pasar yang lebih luas.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Sebaliknya, masyarakat modern, yang dipengaruhi oleh industrialisasi, mengalami diversifikasi ekonomi yang lebih luas dan berorientasi pada pasar global. Adanya peningkatan produksi massa, perdagangan internasional, dan perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan menjadi ciri khasnya. Struktur ekonomi yang lebih maju dan terbuka menciptakan ketergantungan pada hubungan ekonomi global dan menghasilkan dampak yang lebih luas dalam lingkup perdagangan internasional serta inovasi teknologi. Perubahan ini mencerminkan pergeseran fundamental dalam cara masyarakat memandang dan mengelola aspek ekonomi mereka seiring dengan kemajuan zaman. 3. Teknologi Perbedaan dalam pemanfaatan teknologi antara masyarakat tradisional dan modern mencerminkan evolusi signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tradisional umumnya mengandalkan teknologi sederhana dan tradisional, seperti alat pertanian manual dan peralatan tangan. Pemanfaatan teknologi pada tingkat ini terbatas pada kebutuhan dasar dan umumnya berkaitan dengan aktivitas pertanian atau kerajinan tradisional. Di sisi lain, masyarakat modern ditandai oleh kemajuan teknologi tinggi, otomatisasi, dan digitalisasi. Teknologi modern, terutama teknologi informasi, memegang peran sentral dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran perangkat elektronik, komputer, dan jaringan internet telah merubah cara komunikasi, bekerja, dan bersosialisasi. Otomatisasi dalam berbagai sektor ekonomi dan penggunaan teknologi canggih dalam


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | produksi barang dan jasa menandai perkembangan teknologi modern yang mendalam. Perbedaan ini mencerminkan pergeseran paradigma dari ketergantungan pada teknologi sederhana menuju keterlibatan yang lebih kompleks dan canggih dengan teknologi modern. Pemanfaatan teknologi informasi yang efektif di masyarakat modern telah membuka pintu untuk globalisasi, meningkatkan konektivitas, dan menciptakan lingkungan di mana pertukaran informasi dan ide dapat terjadi dengan cepat dan efisien. 4. Poligami Nilai dan Budaya Perbandingan nilai dan budaya antara masyarakat tradisional dan modern mencerminkan perbedaan dalam pola pikir dan orientasi sosial. Masyarakat tradisional cenderung mengutamakan nilai-nilai dan norma-norma yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi dan agama seringkali memainkan peran sentral dalam membentuk pandangan dunia dan tata nilai masyarakat ini. Kelangsungan tradisi dan ketaatan terhadap normanorma sosial menjadi pondasi yang kuat dalam membentuk identitas dan keberlanjutan budaya. Sebaliknya, masyarakat modern cenderung menunjukkan kecenderungan yang lebih individualistik dan terbuka terhadap perubahan. Nilai-nilai seperti kebebasan, kesetaraan, dan hak asasi manusia menjadi fokus utama. Kemajuan sosial dan perkembangan budaya dalam masyarakat modern menciptakan lingkungan yang mendorong toleransi terhadap perbedaan, pemberdayaan individu, dan penghormatan terhadap hak-hak individu. Fokus pada prinsip-prinsip ini mencerminkan pergeseran dari keterikatan pada


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si tradisi yang kental menuju nilai-nilai yang lebih universal dan inklusif. Perubahan dalam poligami nilai dan budaya ini mencerminkan transformasi dalam pandangan masyarakat terhadap hubungan antarindividu, peran gender, dan hak asasi manusia. Masyarakat modern sering kali mengejar inklusivitas dan pluralisme, sedangkan masyarakat tradisional lebih cenderung mempertahankan nilai-nilai yang dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya mereka. 5. Pendidikan Perbandingan pendidikan antara masyarakat tradisional dan modern mencerminkan perubahan besar dalam pendekatan dan struktur pembelajaran. Masyarakat tradisional cenderung memiliki pendidikan yang bersifat informal dan terpusat di sekitar pembelajaran dari orang tua atau tokoh masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan umumnya diperoleh melalui pengalaman langsung, cerita, dan tradisi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di sisi lain, masyarakat modern menunjukkan perubahan dramatis dengan pendidikan formal yang menjadi lebih terstruktur dan merata. Akses ke institusi pendidikan meningkat, dan terdapat penekanan yang kuat pada pendidikan tinggi sebagai jalan menuju kemajuan. Sekolah-sekolah dan universitas menyediakan lingkungan formal untuk pembelajaran, membantu menciptakan dasar pengetahuan yang lebih luas dan mempersiapkan individu untuk peran mereka dalam masyarakat modern yang kompleks.


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | Pentingnya pendidikan tinggi dalam masyarakat modern mencerminkan tuntutan akan keterampilan dan pengetahuan yang lebih mendalam untuk bersaing dalam lingkungan kerja yang semakin kompleks dan global. Meskipun pendidikan formal menyediakan akses yang lebih merata ke pengetahuan, pergeseran ini juga menimbulkan tantangan dalam menjaga dan menghormati nilai-nilai pendidikan tradisional yang dapat memberikan pemahaman mendalam tentang budaya dan identitas masyarakat. 6. Komunikasi Perbandingan dalam domain komunikasi antara masyarakat tradisional dan modern mencerminkan perubahan paradigma yang signifikan. Masyarakat tradisional cenderung mengandalkan komunikasi lisan dan sering dibatasi pada lingkup lokal atau komunitas kecil. Pertukaran informasi terjadi melalui cerita, lagu, atau bentuk komunikasi lisan lainnya, dengan fokus pada pertukaran langsung antarindividu dalam konteks lokal. Di sisi lain, masyarakat modern ditandai oleh perkembangan teknologi komunikasi yang mencanggih. Internet dan media sosial menjadi sarana utama untuk berkomunikasi, memungkinkan interaksi dan pertukaran informasi tanpa batas geografis. Kemampuan untuk berkomunikasi secara global membuka pintu bagi pertukaran budaya, ide, dan informasi dengan cara yang tidak mungkin terjadi dalam masyarakat tradisional yang lebih terbatas. Teknologi komunikasi modern juga membentuk cara masyarakat berinteraksi dan membentuk opini publik. Informasi dapat disebarkan dengan cepat dan luas,


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si memungkinkan partisipasi yang lebih besar dalam dialog global. Sementara itu, tantangan yang muncul mencakup kekhawatiran tentang keberlangsungan nilai-nilai lokal di tengah arus informasi global dan potensi untuk penyebaran informasi yang tidak benar atau merugikan. Perubahan ini mencerminkan pergeseran dari komunikasi yang didasarkan pada interaksi langsung dan lisan menjadi lingkungan komunikasi yang lebih kompleks dan terkait erat dengan teknologi. Meskipun memberikan akses lebih luas ke informasi dan memungkinkan konektivitas global, tantangan masyarakat modern adalah menjaga integritas budaya lokal dan mendukung dialog yang saling menghormati dalam ruang komunikasi global. Membedah perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang evolusi masyarakat, tetapi juga membantu merancang kebijakan pembangunan yang lebih kontekstual dan berdaya guna. C. Mengenal Ragam Modernisasi Mengenal ragam modernisasi melibatkan pemahaman terhadap beragam pendekatan dan implementasi modernisasi yang dapat terjadi dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik. Modernisasi tidak hanya merupakan proses linier atau seragam; sebaliknya, berbagai masyarakat mengadopsi dan menyesuaikan konsep modernisasi sesuai dengan kebutuhan dan konteks mereka sendiri (Schmidt, 2010). Beberapa ragam modernisasi yang patut diperhatikan meliputi:


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 1. Modernisasi ekonomi melibatkan berbagai pendekatan, salah satunya adalah industrialisasi yang mengarah pada pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri. Dalam konteks ini, masyarakat berusaha meningkatkan produksi dan efisiensi ekonomi. Di samping itu, diversifikasi ekonomi juga menjadi strategi penting, dengan fokus pada pengembangan sektor ekonomi yang beragam untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas ekonomi. 2. Modernisasi sosial mencakup transformasi dalam pendidikan dan norma-norma sosial. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan menjadi aspek kunci, dengan penekanan pada pendidikan formal dan kesetaraan peluang. Selain itu, terjadi perubahan sosial yang signifikan, termasuk dalam norma-norma sosial, peran gender, dan struktur keluarga. Modernisasi sosial menciptakan masyarakat yang lebih terbuka terhadap perubahan dan nilai-nilai yang mendukung kesetaraan. 3. Modernisasi politik mengacu pada perubahan dalam sistem politik menuju tatanan yang lebih demokratis. Demokratisasi menjadi fokus, dengan upaya untuk meningkatkan partisipasi publik dan melindungi hak asasi manusia. Selain itu, reformasi politik terjadi untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam tata kelola pemerintahan. 4. Modernisasi teknologi tercermin dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin meluas. Digitalisasi membawa peningkatan efisiensi dan konektivitas dalam berbagai sektor. Inovasi teknologi juga menjadi pendorong kemajuan, memengaruhi industri dan layanan dengan menghadirkan solusi baru dan efektif.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si 5. Modernisasi budaya mengakibatkan pertukaran budaya yang luas dan interaksi antara budaya lokal dan global. Globalisasi budaya memperkenalkan ide, nilai-nilai, dan tren budaya dari berbagai belahan dunia. Seiring dengan itu, terjadi peleburan budaya yang menciptakan sintesis budaya baru yang mencerminkan keragaman dan interaksi antarbudaya. 6. Modernisasi lingkungan menitikberatkan pada pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan termasuk dalam agenda modernisasi ini. Adopsi teknologi ramah lingkungan menjadi langkah penting dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya secara bijak. Pemahaman ragam modernisasi memungkinkan pengamat dan pengambil kebijakan untuk merespons dinamika yang kompleks dan memahami bahwa tidak ada satu pendekatan tunggal yang cocok untuk semua masyarakat. Setiap ragam modernisasi mencerminkan tantangan dan peluang unik yang dihadapi oleh masyarakat tertentu, dan penyesuaian yang bijak diperlukan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. D. Pilar-Pilar Modernisasi Pilar-pilar modernisasi mencakup elemen-elemen kunci yang menjadi dasar bagi proses modernisasi dalam berbagai aspek masyarakat. Beberapa pilar utama modernisasi meliputi (Reed & Adams, 2011):


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 1. Teknologi dan Inovasi Pilar ini menekankan peran teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, serta inovasi dalam mendorong perubahan dan kemajuan. Pengadopsian teknologi modern dan upaya untuk terus berinovasi menjadi landasan untuk mencapai efisiensi, produktivitas, dan perkembangan dalam berbagai sektor. 2. Pendidikan Pilar pendidikan menyoroti peran sistem pendidikan dalam membentuk sumber daya manusia yang terdidik dan terampil. Pendidikan formal yang merata, akses yang lebih besar ke pengetahuan, dan penekanan pada keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman menjadi elemen penting dalam proses modernisasi. 3. Ekonomi dan Industrialisasi Pilar ekonomi mengacu pada diversifikasi ekonomi, peningkatan produksi, dan transisi dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi memainkan peran sentral dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan merangsang pertumbuhan ekonomi. 4. Demokratisasi dan Tata Kelola Pilar ini menekankan pentingnya sistem politik yang demokratis, partisipasi publik, dan tata kelola yang baik dalam menciptakan masyarakat yang adil, transparan, dan berdaya saing. Modernisasi politik berfokus pada pembentukan institusi yang mampu merespons kebutuhan masyarakat secara efektif. 5. Perubahan Sosial dan Nilai-Nilai Pilar ini mencerminkan perubahan dalam normanorma sosial, nilai-nilai, dan pola perilaku masyarakat. Modernisasi seringkali diiringi oleh pergeseran dari


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai yang lebih progresif, terbuka, dan individualistik. 6. Globalisasi dan Interkoneksi Pilar ini menyoroti peran globalisasi dalam membawa interaksi yang lebih luas antarbudaya, pertukaran informasi, dan integrasi ekonomi. Masyarakat yang terhubung secara global dapat memanfaatkan peluang yang lebih luas, tetapi juga menghadapi tantangan terkait ketidaksetaraan dan ketidakpastian. 7. Pemberdayaan dan Hak Asasi Manusia Pilar ini menekankan pentingnya pemberdayaan individu dan kelompok dalam masyarakat, bersama dengan penegakan hak asasi manusia. Modernisasi yang inklusif harus memastikan bahwa manfaat pembangunan dinikmati secara merata dan hak asasi manusia dihormati. Pilar-pilar modernisasi ini saling terkait dan menciptakan kerangka kerja yang komprehensif untuk membentuk proses transformasi masyarakat menuju ke arah yang lebih maju dan berkelanjutan. E. Modernisasi menurut Weber, Durkheim, dan Marx Pandangan Weber, Durkheim, dan Marx terhadap modernisasi memberikan kontribusi pemahaman yang mendalam tentang transformasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Berikut adalah ringkasan pandangan masingmasing tokoh:


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 1. Max Weber a. Weber memahami modernisasi sebagai proses rasionalisasi dan pembentukan tatanan sosial modern. b. Konsep "rasionalisasi" Weber menyoroti peran pemikiran rasional dan sistematis dalam mengarahkan perilaku sosial dan ekonomi. c. "Etika Protestan" Weber mengidentifikasi hubungan antara etika Protestan dan perkembangan kapitalisme, menekankan peran nilai-nilai agama dalam membentuk sikap kerja dan motivasi ekonomi. 2. Émile Durkheim a. Durkheim melihat modernisasi sebagai pembentukan solidaritas sosial yang lebih kompleks dan beragam. b. Konsep "solidaritas mekanik" dan "solidaritas organik" Durkheim mencerminkan perubahan dari ketergantungan pada kesamaan dalam masyarakat tradisional menuju interdependensi spesialisasi dalam masyarakat modern. c. Durkheim juga menyoroti peran institusi sosial, seperti pendidikan, dalam membentuk solidaritas sosial modern. 3. Karl Marx a. Marx memahami modernisasi sebagai transformasi ekonomi dan munculnya kapitalisme. b. Teori materialisme historis Marx menekankan konflik kelas sebagai pendorong perubahan sosial. c. Kapitalisme dianggap sebagai tahap modernisasi yang melibatkan perubahan dalam kepemilikan alat produksi, eksploitasi buruh, dan konflik antar-kelas.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si d. Marx juga mengidentifikasi alienasi sebagai hasil dari transformasi ekonomi yang fundamental. Meskipun Weber, Durkheim, dan Marx memiliki perspektif yang berbeda, pandangan mereka mengenai modernisasi memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana masyarakat berubah, mengatasi tantangan, dan membentuk struktur sosial yang baru dalam konteks modernitas. F. Teori Post-Modernisme Teori post-modernisme merupakan kerangka pemikiran yang muncul sebagai tanggapan kritis terhadap gagasangagasan modernitas dan struktur sosial yang mapan (Kellner, 1988). Beberapa elemen kunci dalam teori post-modernisme melibatkan: 1. Pluralitas dan Fragmentasi Identitas Post-modernisme menolak ide universalitas dan homogenitas identitas. Sebaliknya, teori ini menyoroti keberagaman, kompleksitas, dan fragmentasi identitas dalam masyarakat modern. 2. Relativisme dan Kritis Terhadap Narasi Besar Post-modernisme meragukan keberlakuan narasi besar atau "metanarasi" yang mendominasi pandangan dunia modern. Teori ini mempertanyakan kebenaran mutlak dan menekankan relativitas pengetahuan dan kebenaran. 3. Kekuasaan dan Pengetahuan Menurut post-modernisme, pengetahuan tidak bersifat netral dan terlepas dari kekuasaan. Terdapat


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | pemahaman bahwa pengetahuan seringkali digunakan untuk mempertahankan kepentingan kelompok tertentu, dan kritik terhadap struktur kekuasaan menjadi fokus. 4. Destruksi dan Rekonstruksi Norma Post-modernisme cenderung mendekonstruksi norma-norma yang mapan dan meruntuhkan batasanbatasan tradisional dalam budaya, seni, dan struktur sosial. Ini membuka jalan bagi kreativitas dan eksperimen baru. 5. Interseksionalitas Teori post-modernisme mengakui kompleksitas interaksi antara berbagai faktor seperti gender, ras, kelas, dan orientasi seksual. Konsep interseksionalitas menjadi penting untuk memahami kompleksitas dan kerentanan individu dalam masyarakat. 6. Konsumen dan Media Peran media dan konsumsi di dalam masyarakat post-modern diberikan penekanan. Globalisasi media dan perubahan dalam pola konsumsi dianggap sebagai kekuatan yang mempengaruhi struktur sosial dan budaya. 7. Eksplorasi Gaya dan Ekspresi Pribadi Post-modernisme mendorong eksplorasi gaya dan ekspresi pribadi sebagai bentuk resistensi terhadap norma-norma yang diterapkan. Seni, mode, dan budaya pop menjadi arena untuk merayakan keberagaman dan kreativitas individu.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si Teori post-modernisme menawarkan perspektif yang dinamis dan seringkali kontroversial terhadap struktur sosial konvensional. Pemahaman yang bersifat kritis dan reflektif terhadap kompleksitas masyarakat modern menjadi ciri khas teori ini, dengan menyoroti perubahan, heterogenitas, dan pluralitas sebagai elemen-elemen integral dalam pemahaman kita tentang dunia kontemporer.


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | Pemahaman dan dimensi kemiskinan melibatkan analisis terhadap kondisi ketidakmampuan individu atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, dan pendidikan. Jenis kemiskinan dapat bervariasi dan diukur melalui berbagai pendekatan. Sementara itu, modernisasi melibatkan transformasi masyarakat ke arah perkembangan ekonomi, sosial, dan politik yang lebih maju, dengan pilar-pilar seperti teknologi, pendidikan, dan budaya. Pandangan Weber, Durkheim, dan Marx memberikan perspektif mendalam terhadap proses ini. Pengukuran kemiskinan melibatkan berbagai metode, termasuk pendekatan moneter dan multidimensional, dengan indikator seperti Indeks Gini dan Lorenz Ratio untuk mengevaluasi ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat. Lingkaran setan kemiskinan mencerminkan siklus di mana faktor-faktor seperti pendidikan, kesehatan, dan akses ke peluang menjadi bagian dari mekanisme yang mempertahankan kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sementara debat mengenai budaya kemiskinan mencakup pertanyaan apakah kondisi kemiskinan lebih dipengaruhi oleh faktor budaya atau faktor struktural ekonomi dan sosial, diskusi ini melibatkan analisis terhadap peran agen dan struktur dalam reproduksi kemiskinan. Di samping itu, teori post-modernisme menantang gagasangagasan modernitas dan mencari untuk memahami masyarakat melalui lensa kritis terhadap narasi besar, identitas, dan kekuasaan, dengan konsep-konsep seperti dekonstruksi, pluralitas, dan interseksionalitas menjadi elemen kunci dalam pandangan post-modern terhadap transformasi sosial dan budaya. RANGKUMAN


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si 1. Bagaimana pengukuran multidimensional kemiskinan dapat memberikan gambaran yang lebih holistik tentang kondisi kemiskinan daripada pendekatan yang hanya berfokus pada aspek moneter? 2. Dalam konteks modernisasi, sejauh mana implementasi pilar-pilar seperti teknologi, pendidikan, dan budaya telah mencapai tujuan perkembangan ekonomi dan sosial yang lebih maju dalam suatu masyarakat? 3. Apa dampak dari lingkaran setan kemiskinan, terutama melalui faktor-faktor seperti pendidikan, kesehatan, dan akses ke peluang, terhadap kemungkinan keluar dari kondisi kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya? 4. Dalam debat mengenai budaya kemiskinan, bagaimana peran agen individu dan struktur sosial dapat saling berinteraksi dan membentuk kondisi kemiskinan, dan sejauh mana pendekatan ini dapat memberikan pemahaman yang holistik? 5. Bagaimana teori post-modernisme memberikan wawasan kritis terhadap narasi besar, identitas, dan kekuasaan dalam konteks transformasi sosial dan budaya, dan sejauh mana teori ini dapat membantu kita memahami kompleksitas masyarakat modern secara lebih mendalam? EVALUASI


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | 6. BAB 5 TEORI PEMBANGUNAN KLASIK etelah menyelesaikan bab ini, diharapkan pembaca dapat menguasai pemahaman tentang berbagai Teori Pembangunan Klasik yang mencakup beberapa pendekatan kunci. Pertama, Teori Pertumbuhan Ekonomi membahas konsepkonsep yang berkaitan dengan peningkatan output ekonomi dan perkembangan jangka panjang. Kedua, Teori Perubahan Struktural membahas transformasi struktural dalam perekonomian, terutama terkait dengan pergeseran sektor dari pertanian ke industri dan jasa. Ketiga, Teori Ketergantungan Internasional mengeksplorasi hubungan antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju, dengan menyoroti ketergantungan ekonomi dan ketidaksetaraan yang mungkin terjadi. Terakhir, Teori Pembangunan Neo-Klasik membahas faktor-faktor ekonomi tradisional seperti modal, tenaga kerja, dan teknologi sebagai pendorong pembangunan. Pemahaman mendalam terhadap empat teori ini diharapkan memberikan landasan bagi pembaca untuk menggali dan menganalisis S


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si berbagai pandangan tentang proses pembangunan ekonomi dalam konteks global (Sukarniati et al., 2021). A. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori Pertumbuhan Ekonomi adalah suatu kerangka konseptual dalam ilmu ekonomi yang berfokus pada proses dan faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan output dan perkembangan ekonomi jangka panjang. Teori Pertumbuhan Ekonomi merupakan kerangka konseptual dalam ilmu ekonomi yang berfokus pada peningkatan output dan perkembangan ekonomi jangka panjang. Beberapa tokoh kunci dalam teori ini melibatkan Robert Solow, yang mengembangkan Model Solow yang menekankan pentingnya investasi, akumulasi modal, inovasi teknologi, dan peningkatan produktivitas (Solow, 2016). Solow dianugerahi Hadiah Nobel dalam Ilmu Ekonomi pada tahun 1987. Paul Romer, dengan konsep Endogenous Growth Theory, dan Joseph Schumpeter, dengan teorinya tentang inovasi dan progres teknologi, juga memberikan sumbangan penting dalam pengembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi (Schumpeter & Swedberg, 2021). Fokus utama teori ini adalah pada pertumbuhan per kapita, dengan konsep-konsep kunci melibatkan investasi, akumulasi modal, inovasi teknologi, produktivitas, dan siklus hidup. Selain Solow, ekonom-ekonom seperti Paul Romer, Endogenous Growth Theory, dan Joseph Schumpeter, dengan konsep-konsep kreatifnya tentang inovasi dan progres teknologi, juga memberikan sumbangan penting dalam pengembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi. Jadi, teori ini merupakan hasil kolaborasi dan evolusi pemikiran dari


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | banyak tokoh ekonomi yang berbeda (Afandi & Erdayani, 2022). Fokus utama teori ini adalah pada pertumbuhan per kapita, yaitu peningkatan produksi dan pendapatan per individu dalam suatu masyarakat (W. A. Lewis, 2013). Beberapa konsep kunci yang ditekankan dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi melibatkan: 1. Investasi Teori ini menekankan pentingnya investasi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Investasi dalam modal fisik (seperti infrastruktur) dan modal manusia (pendidikan dan kesehatan) dianggap meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi. 2. Akumulasi Modal Teori ini menyoroti akumulasi modal sebagai kunci untuk meningkatkan output dan pendapatan. Peningkatan dalam jumlah dan kualitas modal, seperti mesin dan peralatan yang lebih efisien, dianggap meningkatkan produktivitas pekerja. 3. Inovasi Teknologi Pengenalan dan adopsi inovasi teknologi dianggap sebagai faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Inovasi dapat meningkatkan efisiensi produksi, membuka peluang baru, dan meningkatkan daya saing. 4. Produktivitas Teori ini menitikberatkan pada peningkatan produktivitas sebagai sarana untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Produktivitas yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dengan input yang sama atau lebih sedikit, meningkatkan kemakmuran masyarakat.


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si 5. Siklus Hidup Ekonomi Teori Pertumbuhan Ekonomi juga mempertimbangkan siklus hidup ekonomi, yang mencakup tahap-tahap pertumbuhan, stagnasi, dan kemungkinan kontraksi. Contoh praktis penerapan Teori Pertumbuhan Ekonomi dapat ditemukan dalam kebijakan pemerintah yang mendorong investasi, pengembangan infrastruktur, peningkatan pendidikan, dan dukungan terhadap inovasi teknologi. Misalnya, negara-negara yang berhasil menerapkan kebijakan tersebut dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui penerapan konsep-konsep ini, Teori Pertumbuhan Ekonomi memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana perekonomian berkembang seiring waktu dan bagaimana kebijakan ekonomi dapat merangsang pertumbuhan jangka panjang (Dino, 2024). B. Teori Perubahan Struktural Teori Perubahan Struktural adalah suatu kerangka konseptual dalam ilmu ekonomi yang mengeksplorasi transformasi struktural dalam perekonomian suatu negara seiring berjalannya waktu (Kuhn, 1976). Teori Perubahan Struktural tidak memiliki satu pencetus tunggal, melainkan melibatkan kontribusi berbagai pemikir ekonomi yang membahas transformasi struktural dalam perekonomian. Namun, dapat dikenal beberapa tokoh yang memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman tentang perubahan structural yaitu : (1) Walt Rostow: Seorang ekonom Amerika Serikat yang dikenal dengan karyanya "The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto"


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | yang diterbitkan pada tahun 1960. Rostow mengajukan teori tentang lima tahap pertumbuhan ekonomi yang mencakup perubahan struktural dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern ; (2) Simon Kuznets: Seorang ekonom Amerika Serikat dan pemenang Hadiah Nobel dalam Ilmu Ekonomi tahun 1971. Kuznets dikenal dengan Kurva Kuznets, yang menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidaksetaraan pendapatan. Meskipun bukan teori perubahan struktural secara langsung, kontribusinya dalam memahami dampak struktural terhadap distribusi pendapatan menjadi relevan; (3) Lewis Model: Dikembangkan oleh ekonom Inggris-Saint Lucian Sir Arthur Lewis, model ini mendeskripsikan transisi dari sektor pertanian yang berlebihan tenaga kerja ke sektor industri sebagai bagian dari perubahan struktural. Pada umumnya, pemikiran dan konsep-konsep dari para tokoh di atas, bersama dengan kontribusi dari sejumlah ekonom lainnya, membentuk dasar untuk pemahaman teori perubahan struktural. Fokus utamanya adalah pada pergeseran sektor ekonomi dari pertanian ke industri dan kemudian ke sektor jasa. Teori ini mencoba menjelaskan pola evolusi ekonomi yang terjadi dalam suatu masyarakat dan bagaimana perubahan struktural tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Beberapa poin kunci dalam Teori Perubahan Struktural (Gabardo et al., 2017) melibatkan: 1. Pergeseran Sektor Ekonomi Teori ini menyoroti perubahan struktural yang melibatkan pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian ke sektor jasa. Hal ini


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si dianggap sebagai bagian integral dari proses pembangunan ekonomi. 2. Modernisasi dan Urbanisasi Perubahan struktural seringkali disertai dengan proses modernisasi dan urbanisasi. Pertumbuhan sektor industri dan perkembangan kota-kota besar dianggap sebagai indikator kemajuan ekonomi. 3. Peningkatan Produktivitas Teori ini mengaitkan perubahan struktural dengan peningkatan produktivitas. Seiring dengan pergeseran sektor, diharapkan terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam penggunaan sumber daya. 4. Pola Pembangunan Tertentu Teori Perubahan Struktural juga menekankan bahwa tidak semua negara mengalami perubahan struktural dalam pola yang sama. Proses ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, faktor-faktor pasar, dan kondisi sosial ekonomi tertentu. 5. Dampak Sosial dan Ekonomi Perubahan struktural memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Ini dapat mencakup perubahan dalam pola pekerjaan, migrasi penduduk ke kota, dan pergeseran pola konsumsi. Contoh praktis penerapan Teori Perubahan Struktural dapat ditemukan dalam sejarah industrialisasi di berbagai negara. Sebagai contoh, Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-18 merupakan manifestasi perubahan struktural yang membawa dampak besar pada ekonomi, sosial, dan kultural. Teori Perubahan Struktural memberikan wawasan tentang dinamika transformasi ekonomi yang terjadi dalam suatu masyarakat dan menjadi dasar untuk memahami


Memahami Dinamika Pembangunan Multidimensi | bagaimana perkembangan struktural dapat membentuk jalur pembangunan ekonomi suatu negara. C. Teori Ketergantungan Internasional Teori Ketergantungan Internasional adalah kerangka konseptual dalam ilmu ekonomi dan sosiologi yang mencoba menjelaskan hubungan ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Teori ini menekankan ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju, dan bagaimana hubungan tersebut dapat memengaruhi pembangunan ekonomi dan sosial suatu negara. Teori Ketergantungan Internasional memiliki beberapa tokoh pencetus, namun dua nama yang sering diidentifikasi sebagai perintis utama teori ini adalah: 1. Raúl Prebisch Seorang ekonom Argentina yang menjadi Sekretaris Eksekutif Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Komisi Ekonomi Amerika Latin (ECLA). Pada tahun 1950-an, Prebisch mengembangkan gagasan teori ketergantungan dengan fokus pada ketidaksetaraan perdagangan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Vang-Phu & Dar, 2022). 2. Hans Singer Seorang ekonom asal Jerman yang bersama dengan Raúl Prebisch menyusun "Teori Prebisch-Singer". Teori ini menyoroti fenomena "Terms of Trade" yang merugikan bagi negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional, di mana harga ekspor komoditas yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang cenderung turun dibandingkan dengan


Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si harga impor barang-manufaktur dari negara-negara maju (Delgado et al., 2016). Pemikiran dari Prebisch dan Singer, bersama dengan kontribusi dari ekonom-econom lain seperti Celso Furtado, Gunnar Myrdal, dan lainnya, membentuk dasar teori ketergantungan internasional. Teori ini kemudian terus berkembang dan mendapatkan pengaruh di bidang ilmu sosial, terutama dalam konteks pembangunan dan hubungan ekonomi global. Teori Ketergantungan Internasional memberikan perspektif kritis terhadap hubungan ekonomi global dan menyoroti tantangan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Beberapa aspek yang tercakup dalam teori ini adalah : 1. Ketergantungan pada Pasar Dunia Negara-negara berkembang dianggap bergantung pada pasar dunia, terutama pada ekspor sumber daya alam dan produk-produk komoditas. Ketergantungan ini dapat membuat negara-negara tersebut rentan terhadap fluktuasi harga dan permintaan global. 2. Ketergantungan pada Investasi Asing Teori ini menyoroti bahwa negara-negara berkembang seringkali bergantung pada investasi asing, baik dalam bentuk modal maupun teknologi. Ketergantungan ini dapat menciptakan hubungan yang tidak seimbang antara pihak yang memberikan investasi dan negara penerima. 3. Perdagangan yang Tidak Adil Teori Ketergantungan Internasional mencermati ketidaksetaraan dalam hubungan perdagangan antara negara-negara maju dan berkembang. Ketidaksetaraan


Click to View FlipBook Version