Farmakoekonomi Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: apt. Yimmi Syavardie, SE, SFarm, MM., apt. Mardatillah, M. Farm., apt. Cinthya Ratna Yuniar, S.Farm., M.M., apt, Serdiani, S.Si, M.Farm, FISQua., apt. Ilham Arief, M.Farm., M.M., apt, Dian Suhery, S.Mn, S.Farm, M.Farm., apt. Chytra Bertdiana Ersa, M.Farm., apt. Najmiatul Fitria, M.Farm., Ph.D., apt. Leliani Fitri Anggraini, M.Farm., apt. Ari Anggoro, S.Farm., Muhammad Ihsan ST., MBA. ISBN: 978-623-8586-13-4 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, April 2024 x + 126, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
v Kata Pengantar Hormat kami, Dengan penuh kesungguhan, kami mempersembahkan buku ini tentang farmakoekonomi. Buku ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antara ekonomi dan farmakologi dalam pengambilan keputusan terkait dengan penggunaan obat. Farmakoekonomi memainkan peran penting dalam memastikan penggunaan sumber daya kesehatan yang efisien dan efektif, terutama dalam konteks biaya pengobatan dan manfaat klinis yang diperoleh. Melalui buku ini, kami mengajak pembaca untuk menjelajahi konsep-konsep kunci dalam farmakoekonomi, termasuk analisis biaya manfaat, evaluasi teknologi kesehatan, dan peran ekonomi dalam pengambilan keputusan klinis. Dengan pemahaman yangat tentang farmakoekonomi, diharapkan pembaca dapat mengoptimalkan penggunaan obat, meningkatkan efisiensi sistem perawatan kesehatan, dan menyumbangkan pada pengambilan keputusan yang terinformasi dalam praktik klinis. Kami berharap buku ini dapat menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi para profesional kesehatan, peneliti, mahasiswa, dan siapa pun yang tertarik dalam memahami hubungan yang kompleks antara ekonomi dan obat. Terima kasih
vi kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam pembuatan buku ini. Semoga buku ini memberikan wawasan yang mendalam dan memberikan kontribusi positif dalam pengembangan bidang farmakoekonomi untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan secara keseluruhan.
vii Daftar Isi
viii
ix
x
| 1 apt. Yimmi Syavardie, SE, SFarm, MM Farmako Ekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan hasil/ konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan Farmako Ekonomi adalah untuk memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayan-
2 | an kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Jika kita d ihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti : Apa kelebihan suatu obat dilihat dari segi cost-effectiveness nya dibandingkan obat lain? Apakah diperoleh hasil terapi yang baik dengan biaya yang wajar? Apakah suatu obat dapat dimasukkan ke dalam formularium atau ke dalam daftar obat yang disubsidi? Maka Farmako Ekonomi dapat berperan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Informasi Farmako Ekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat yang akan digunakan. Farmako Ekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro, misalnya dalam menentukan pilihan terapi untuk seorang pasien untuk suatu penyakit, maupun dalam skala makro, misalnya dalam menentukan obat yang akan disubsidi atau yang akan dimasukkan ke dalam formularium. Memperhitungkan biaya obat dalam upaya mengendalikan biaya kesehatan merupakan hal penting dalam pembangunan kesehatan. Untuk menganalisa biaya obat dalam dekade terakhir ini ilmu Farmako Ekonomi telah semakin berkembang, termasuk di negara-negara Asia Pasifik. Data Farmako Ekonomi semakin dibutuhkan di banyak negara, seperti Thailand, Korea Selatan, Filipina dan Taiwan, terutama sebagai bukti pendukung dalam pengambilan keputusan obat apa saja yang akan dimasukkan dalam daftar obat yang digunakan dalam jaminan kesehatan masyarakat, daftar obat esensial atau untuk persetujuan obat baru.
| 3 Sedangkan di Indonesia, ilmu ini masih baru berkembang, sehingga penerapannya belum banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan penggunaan obat. Visi ‚Mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan‛ g_hd[^c arah setiap kebijakan Kementerian Kesehatan RI dalam melaksanakan pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pencapaian visi ini didukung dengan strategi meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat maupun alkes. Terutama dalam rangka mendukung peningkatan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, berkeadilan dan berbasis bukti. Penyusunan buku Farmako Ekonomi ini merupakan salah satu implementasi dari strategi tersebut. Farmako Ekonomi telah tumbuh menjadi salah satu metode yang senantiasa diperhatikan dalam penyusunan standar-standar pengobatan, terutama bila menggunakan pembiayaan dari pihak ketiga (misalnya asuransi, jaminan kesehatan masyarakat, dan lain-lain). Metode ini memungkinkan pengambil kebijakan kesehatan membuat keputusan terkait obat dan juga untuk berbagai intervensi kesehatan lainnya yang memiliki nilai efektivitas sebanding dengan biayanya, terutama dalam perspektif kesehatan masyarakat. Pemilihan obat yang cost-effective memungkinkan penggunaan dana pelayanan kesehatan dengan lebih rasional, sehingga kualitas maupun cakupan pelayanan dapat semakin ditingkatkan. Kesehatan adalah hak asasi manusia. UUD 1945 menjamin bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan
4 | pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhan,tanpa memandang kemampuan membayar. Reformasi Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu prioritas nasional dijabarkan dalam beberapa area perubahan yang antara lain meliputi pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan dasar pelayanan medis dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar promotif dan preventif; penyediaan obat esensial KIA/KB, malaria, tuberkulosis, HIV/AIDS, dan penyakit lainnya; serta penyediaan sumberdaya kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar. Titik tolak reformasi kesehatan yang dilakukan secara terpadu tersebut adalah untuk meniadakan, atau setidaknya mempersempit, disparitas derajat kesehatan di antara berbagai kelompok masyarakat. Ruang lingkup Reformasi Kesehatan Masyarakat mencakup antara lain penyusunan kebijakan strategis dan perencanaan berbasis bukti yang dapat menjamin terlaksananya alokasi sumber daya yang efektif. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi guna mencapai efektivitas-biaya (cost-effectiveness) setinggi mungkin, yang ditunjukkan dengan perolehan hasil terbaik denganbiaya terendah. Guna mencapai hasil terbaik dengan biaya terendah, perlu digunakan kaidah Farmako Ekonomi sebagai alat bantu. Dalam penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau Formularium Rumah Sakit, misalnya untuk pemilihan jenis obat yang akan dimasukkan kedalamnya - perlu dilakukan pembandingan efektivitas terapi, termasuk frekuensi manfaat dan efek samping yang tidak diinginkan dari dua atau lebih obat yang berbeda, sekaligus biaya
| 5 (dalam unit moneter) yang diperlukan untuk satu periode terapi dari masing-masing obat tersebut. Dalam hal ini, biaya obat untuk satu periode terapi adalah banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk pembelian obat atau pembayaran perawatan kesehatan sampai seorang pasien mencapai kesembuhan. Dengan demikian, pemilihan obat tidak hanya didasarkan pada harga per satuan kemasan. Dalam sistem jaminan kesehatan masyarakat yang berlaku di Indonesia saat ini, Jamkesmas dan atau Jamkesda, proporsi biaya obat dialokasikan maksimal 30% dari biaya perawatan kesehatan. Kenyataannya, konsumsi obat nasional mencapai 40% dari belanja kesehatan secara keseluruhan dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (Kementerian Kesehatan, 2009). Karena itu, peningkatan efektivitas biaya obat, bahkan di tingkat pemerintah daerah atau tingkat lokal rumah sakit, pada ujungnya akan memberikan dampak yang berarti terhadap efisiensi biaya perawatan kesehatan nasional. Dan, dengan menerapkan peningkatan efektivitasbiaya dan upaya lain berdasarkan kaidah Farmako Ekonomi pada penetapan kebijakan kesehatan secara menyeluruh, peningkatan efisiensi biaya perawatan kesehatan nasional yang dicapai akanmaksimal. Pedoman Penerapan Kajian Farmako Ekonomi ini disusun terutama untuk membantu para pengambil kebijakan baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) serta instansi yang terkait pelayanan kesehatan, termasuk asuransi kesehatan lainnya, dalam
6 | memilih obat yang secara obyektif memiliki efektivitasbiaya paling tinggi. Contoh-contoh perhitungan yang diberikan terutama menampilkan analisis yang terkait dengan biaya obat. Namun demikian, Pedoman yang merupakan bagian dari Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) atau Health Technology Assessment (HTA) ini dapat juga digunakan sebagai salah satu pedoman untuk melakukan analisis ekonomi yang lebih luas, hingga mencakup teknologi kesehatan secara keseluruhan, dan dengan metode yang lebih dari sekadar efektivitas biaya. Faktor penting dalam latar belakang Farmako Ekonomi, diantaranya : 1. Biaya kesehatan meningkat setiap tahun 2. Keinginan manusia yang tidak terbatas 3. Sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia terbatas 4. Farmako Ekonomi sebagai alat bantu untuk memilih intervensi atau pengobatan yang paling efisien Dalam penerapan kajian Farmako Ekonomi untuk pengambilan keputusan pada seleksi dan atau penggunaan obat pada suatu daerah atau fasilitas pelayanan kesehatan. Prioritas pelaksanaan kajian Farmako Ekonomi terutama pada penyakit yang mempunyai dampak besar terhadap biaya kesehatan. Kajian Farmako Ekonomi dilakukan untuk mengidentifikasi obat yang menawarkan efektivitas (effectiveness) lebih tinggi dengan harga lebih rendah, sehingga secara signifikan memberikan efektivitas-biaya yang tinggi.
| 7 Pedoman ini memberikan contoh-contoh praktis Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB) dan Analisis Efektivitas Biaya (AEB). Pada lima tahun pertama, penerapannya oleh instansi terkait bersifat sukarela, belum merupakan keharusan. Kajian Farmako Ekonomi dilakukan berdasar kan perspektif pihak yang memprakarsai pelaksanaan kajian. Pada pedoman ini intervensi kesehatan yang dikaji masih dibatasi untuk obat saja. Ruang lingkup Reformasi Kesehatan Masyarakat mencakup antara lain penyusunan kebijakan strategis dan perencanaan berbasis bukti yang dapat menjamin terlaksananya alokasi sumber daya yang efektif. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi guna mencapai efektivitas-biaya (cost-effectiveness) setinggi mungkin, yang ditunjukkan dengan perolehan hasil terbaik denganbiaya terendah. Guna mencapai hasil terbaik dengan biaya terendah ini perlu digunakan kaidah Farmako Ekonomi sebagai alat bantu. Dalam penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau Formularium Rumah Sakit, misalnya untuk pemilihan jenis obat yang akan dimasukkan kedalamnya perlu dilakukan pembandingan efektivitas terapi, termasuk frekuensi manfaat dan efek samping yang tidak diinginkan dari dua atau lebih obat yang berbeda, sekaligus biaya (dalam unit moneter) yang diperlukan untuk satu periode terapi dari masing-masing obat tersebut. Dalam hal ini, biaya obat untuk satu periode terapi adalah banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk pembelian obat atau pembayaran perawatan kesehatan sampai seorang pasien mencapai kesembuhan.
8 | Dengan demikian, pemilihan obat tidak hanya didasarkan pada harga per satuan kemasan saja. Dalam sistem jaminan kesehatan masyarakat yang berlaku di Indonesia saat ini, Jamkesmas dan atau Jamkesda, proporsi biaya obat dialokasikan maksimal 30% dari biaya perawatan kesehatan. Kenyataannya, konsumsi obat nasional mencapai 40% dari belanja kesehatan secara keseluruhan dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (Kementerian Kesehatan, 2009). Karena itu, peningkatan efektivitas biaya obat, bahkan di tingkat pemerintah daerah atau tingkat lokal Rumah Sakit, pada ujungnya akan memberikan dampak yang berarti terhadap efisiensi biaya perawatan kesehatan nasional. Dengan menerapkan peningkatan efektivitas biaya dan upaya lain berdasarkan kaidah Farmako Ekonomi pada penetapan kebijakan kesehatan secara menyeluruh, peningkatan efisiensi biaya perawatan kesehatan nasional yang dicapai akanmaksimal. Pedoman Penerapan Kajian Farmako Ekonomi ini disusun terutama untuk membantu para pengambil kebijakan baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) serta instansi yang terkait dalam pelayanan kesehatan, termasuk asuransi kesehatan lainnya, dalam memilih obat yang secara obyektif memiliki efektivitas biaya paling tinggi. Contoh-contoh perhitungan yang diberikan terutama menampilkan analisis yang terkait dengan biaya obat. Namun demikian, Pedoman yang merupakan bagian dari Health Technology Assessment (HTA) atau Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) ini dapat
| 9 juga digunakan sebagai salah satu pedoman untuk melakukan analisis ekonomi yang lebih luas, hingga mencakup teknologi kesehatan secara keseluruhan, dan dengan metode yang lebih dari sekadar efektivitas biaya. Ruang lingkup Farmako Ekonomi tidak hanya untuk para pembuat kebijakan di bidang kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga kesehatan, industri farmasi, perusahaan asuransi dan bahkan pasien, dengan kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Diantara ruang lingkup yang dapat digunakan dalam Farmako Ekonomi, yaitu : 1. Bagi pemerintah, kelayakan obat masuk ke dalam daftar obat yang disubsidi. Membuat kebijakankebijakan strategis lain yang terkait dengan pelayanan kesehatan. 2. Bagi industry, penelitian dan pengembangan obat, strategi penetapan harga obat, serta strategi promosi dan pemasaran obat. 3. Bagi Komite Farmasi dan Terapi RS, untuk memutuskan obat mana saja yang dapat dimasukkan atau dihapuskan dalam formularium rumah sakit, serta sebagai dasar penyusunan pedoman terapi obat. 4. Bagi Tenaga Kesehatan, mewujudkan penggunaan obat yang rasional dengan membantu pengambilan keputusan klinik. Mengingat penggunaan obat yang rasional tidak hanya mempertimbangkan aspek keamanan, khasiat, dan mutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi. 5. Bagi Pasien, diharapkan akan memperoleh alokasi sumber daya pelayanan kesehatan yang optimal dengan cara mengukur serta membandingkan aspek khasiat
10 | dan aspek ekonomi dari berbagai alternatif terapi pengobatan.
| 11 apt. Mardatillah, M. Farm angkah-langkah pelaksanaan kajian farmakoekomoni juga membutuhkan persiapan dan analisis sebagai pedoman mendasar yang dapat diterapkan dalam melakukan penerapan kajian farmakoekonomi di institusi yang membutuhkan (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI and Kemenkes RI, 2017). Pelaksanaan kajian farmakoekonomi yang berasal dari intervensi penelitian bidang kesehatan harus patuh pada L
12 | pedoman pelaporan. Pedoman pelaporan adalah alat yang sederhana dan terstruktur untuk digunakan oleh peneliti kesehatan saat menulis naskah. Pedoman pelaporan memberikan daftar minimum informasi yang diperlukan untuk memastikan sebuah naskah dapat, misalnya: 1. Dipahami oleh pembaca, 2. Direplikasi oleh seorang peneliti, 3. Digunakan oleh dokter untuk membuat keputusan klinis, dan 4. Termasuk dalam tinjauan sistematis. Tahap persiapan diperlukan sebagai langkah awal untuk mempersiapkan proses kajian. Langkah-langkah persiapan yang perlu dilakukan antara lain adalah sebagai berikut (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI and Kemenkes RI, 2017; Fitria, 2020): 1. Menyiapkan personil atau membentuk Tim Kajian Farmakoekonomi; 2. Mengikutsertakan anggota Tim dalam suatu pelatihan/pembekalan pemahaman tentang Kajian Farmakoekonomi di dalam maupun luar instansi ; 3. Menyampaikan secara tertulis tentang rencana pelaksanaan penerapan Kajian Farmakoekonomi ke Kementerian Kesehatan cq Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; 4. Mengumpulkan bahan yang dibutuhkan dalam kajian, antara lain :
| 13 a. Data tentang pengalaman institusi terkait efektivitas obat yang akan dikaji (bila ada); b. Bukti ilmiah terpublikasi mengenai efektivitasbiaya (Cost-effectiveness), efikasi/efektivitas dari obat yang akan dikaji, dan melakukan telaah kritis (penilaian) atas bukti ilmiah tersebut. Untuk mengumpulkan bukti ilmiah dari jurnal yang peerreviewed ini dapat digunakan mesin pencari (search engine). Pada telaah kritis, harus diperhatikan berbagai faktor, termasuk jenis, dosis, formulasi, dan rute pemberian obat; c. Data epidemiologis penyakit terkait obat yang akan dikaji; d. Daftar harga obat dan biaya pengobatan. 5. Melakukan analisis dengan menyajikan hasil AMiB, AEB dan RIEB. Dalam tahap pelaksanaan penerapan Kajian Farmakoekonomi, beberapa langkah pokok harus diambil. Langkahlangkah dalam kajian ekonomi untuk program intervensi kesehatan atau pemilihan dan penggunaan obat tersebut adalah (Fitria, van Asselt and Postma, 2019; Fitria, 2020, 2023): 1. Identifikasi masalah dan menentukan tujuan Pada tahap ini harus ditentukan masalah apa yang akan diatasi. 2. Identifikasi alternatif pemecahan masalah Pada tahap ini ditentukan alternatif pengobatan apa yang akan digunakan. Untuk menentukan alternatif
14 | ini beberapa factor yang harus diperhatikan termasuk jenis, dosis, formulasi, dan rute pemberian obat. 3. Identifikasi besarnya efektivitas pilihan pengobatan Tim mendapatkan informasi tentang efektivitas dari literature uji klinik. Setiap jenis penyakit dan pengobatan dapat memiliki tingkat efektivitas yang berbeda. Salah satu cara untuk mendapatkan data/literatur tentang efektivitas obat tersebut adalah melalui produsen dari obat yang akan dikaji. Cara yang umum adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau jurnal ilmiah melalui situs internet resmi yang ada. 4. Identifikasi biaya Identifikasi biaya yang dikeluarkan untuk setiap pilihan pengobatan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung serta biaya medis dan non-medis (Kementrian Kesehatan RI, Kemenkes RI and Kemenkes, 2013). a. Biaya langsung, yaitu biaya yang dikeluarkan atau terkait langsung dengan hasil pengobatan yang dinikmati oleh pasien, antara lain terdiri dari: 1) Biaya perawatan (cost of treatment). Berdasarkan clinical pathway, biaya perawatan adalah biaya medis yang dikeluarkan selama dirawat-inap sesuai pola penyakit berdasarkan diagnosis-related group (DRG), misalnya biaya operasi, biaya obat, biaya kamar, dan biaya dokter. 2) Di rumah sakit dan puskesmas, data tentang biaya ini dapat diambil dari tagihan yang dibayar oleh pasien atau penjamin/asuransi. b. Biaya tidak langsung, Yaitu biaya yang dikeluarkan pasien dalam tahapan pengobatan suatu penyakit
| 15 atau terkait langsung dengan hasil pengobatan yang dinikmati pasien. Termasuk dalam komponen biaya ini adalah biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya tunggu, hilangnya produktivitas. c. Biaya total akibat sakit (cost of illness, COI), Yaitu biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh pasien, meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. 5. Melakukan analisis minimalisasi-biaya (AMiB) Yaitu jika obat (atau, lebih luas lagi, intervensi kesehatan) yang akan dibandingkan memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara - atau dapat diasumsikan setara (de Soldenhoff, 1998). 6. Melakukan analisis efektivitas-biaya (AEB) (Yosmar, Febiana and Fitria, 2023; Fitria et al., 2024) Sebelum melakukan AEB, beberapa tahap penghitungan harus dilakukan, yaitu: a. Penghitungan rasio efektivitas-biaya rerata pengobatan (REB—average cost-effectiveness ratios, ACER) b. Menetapkan posisi alternatif pengobatan dalam Tabel Efektivitas-Biaya atau Diagram EfektivitasBiaya. c. Melakukan perhitungan RIEB sesuai dengan posisi yang telah ditentukan. 7. Interpretasi Hasil Obat yang didominasi oleh obat lain bukan merupakan alternatif yang layak dipilih. Untuk alternatif obat yang memerlukan perhitungan RIEB, hasil perhitungan yang diperoleh merupakan gambaran besarnya biaya lebih yang harus dikeluarkan jika dilakukan pemindahan dari obat standar ke alternatif.
16 | Di sini, pemegang kebijakan harus mempertimbangkan apakah biaya lebih yang dikeluarkan sebanding dengan efektivitas yang diperoleh. Jika cukup sebanding, maka alternatif tersebut layak untuk dipertimbangkan. Sebaliknya, jika tidak, maka alternatif pengganti tidak dipertimbangkan, dan yang akan dipilih tetap merupakan obat yang sudah standar (Fitria, Andela and Syaputri, 2022). Evaluasi ekonomi Kesehatan yang berasal dari intervensi penelitian dibidang Kesehatan mengharuskan adanya sebuah pelaporan khusus. Selain itu laporan ini juga diperlukan untuk memudahkan pembaca untuk mengambil sebuah kesimpulan untuk selanjutnya digunakan untuk membuat sebuah kebijakan (Renee, 2021). Consolidated Health Economic Evaluation Reporting Standards (CHEERS) Checklists adalah sebuah daftar yang memuat hal hal yang harus dilaporkan dam sebuah studi ekonomi kesehatan/ farmakoekonomi (Husereau et al., 2022). CHEERS ini berguna terutama untuk peneliti bidang kesehatan yang melaporkan evaluasi ekonomi, evaluasi dan editor serta penilaian sejawat mereka untuk dipublikasikan. Kebutuhan akan panduan pelaporan baru diidentifikasi oleh survei editor medis. Daftar item yang mungkin berdasarkan tinjauan sistematis telah dibuat dalam bentuk 24 jenis daftar isian.
| 17 Sebelum melakukan penulisan sistematik literatur di bidang ekonomi Kesehatan/ farmakoekonomi, peneliti harus paham tentang bentuk dari evaluasi ekonomi, yaitu: 1. Cost consequences analysis 2. Cost minimisation analysis (CMA) 3. Cost effectiveness analysis (CEA) 4. Cost Utilization Analysis (CUA) 5. Cost benefit analysis (CBA) CHEERS ini sendiri bisa digunakan untuk mengevaluasi apapun bentuk analisis ekonomi Kesehatan yang digunakan. Evaluasi ekonomi telah diterapkan secara luas di semua kebijakan kesehatan, termasuk penilaian program pencegahan (seperti vaksinasi, skrining, dan promosi kesehatan), diagnostik, intervensi pengobatan (seperti obatobatan dan prosedur pembedahan), organisasi perawatan, dan rehabilitasi. Evaluasi ekonomi semakin meningkat digunakan untuk pengambilan keputusan dan merupakan komponen penting program penilaian teknologi kesehatan secara internasional. Dibandingkan dengan studi klinis, yang melaporkan konsekuensi intervensi saja, evaluasi ekonomi membutuhkan lebih banyak ruang pelaporan untuk item tambahan, seperti penggunaan sumber daya, biaya, informasi terkait preferensi, dan hasil efektivitas biaya. Hal ini menimbulkan tantangan bagi editor, pengulas, dan mereka yang ingin meneliti temuan sebuah penelitian.
18 | Dengan meningkatnya jumlah publikasi yang tersedia, dan biaya peluang dari keputusan berdasarkan menyesatkan temuan studi, transparansi dan kejelasan dalam pelaporan penting. Selain itu, di luar evaluasi ekonomi dilakukan bersamaan dengan uji klinis, tidak ada yang memungkinkan investigasi secara independen, seperti tinjauan etika prosiding, berkas regulator, atau daftar studi. Sebagai gantinya, analisis independen mungkin bergantung pada pencatatan individu partisipan.
| 19 Daftar rekomendasi CHEERS (Husereau et al., 2022)
20 | Rekomendasi akhir pada CHEERS dibagi menjadi enam kategori: (1) judul dan abstrak; (2) pendahuluan; (3)metode; (4) hasil; (5) diskusi; dan (6) lainnya. Rekomendasi ini berisi 24 daftar isian yang menggambarkan kualitas dari sebuah studi ekonomi Kesehatan/ farmakoekonomi.
| 21 Apt. Cinthya Ratna Yuniar, S.Farm., M.M armakoekonomi mempelajari penggunaan sumber daya yang terbatas dalam konteks penggunaan obat dan perbekalan kefarmasian. Tujuan utama dari farmakoekonomi adalah untuk mengevaluasi efektivitas dan biaya dari penggunaan obat maupun perbekalan kefarmasian dalam mengambil keputusan yang tepat terkait alokasi sumber daya kesehatan. Pada bab ini, kajian lebih luas ditekankan pada Biaya dalam Farmakoekonomi. F
22 | Biaya merupakan salah satu aspek penting yang dianalisis untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi penggunaan obat dan perbekalan kefarmasian. Biaya dalam farmakoekonomi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti biaya langsung (direct costs), biaya tidak langsung (indirect costs) dan biaya akibat sakit (Cost of illness) atau disebut juga biaya tak ternilai. Analisis biaya dalam farmakoekonomi membantu para pengambil keputusan dibidang kesehatan untuk mengevaluasi manfaat kesehatan yang diperoleh dari suatu intervensi medis dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Metode analisis yang sering digunakan dalam farmakoekonomi antara lain Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis (CMA); Cost Utility Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis (CBA). Cost Effectiveness Analysis atau analisis efektivitas biaya merupakan perbandingan dari biaya terhadap hasil terapi/Kesehatan. Cost Minimization Analysis atau analisis minimalisasi biaya adalah perbandingan biaya ketika akibat yang ditimbulkan diasumsikan sama. Cost Utility Analysis yaitu pengukuran hasil terkait kualitas suatu produk. Cost Benefit Analysis adalah perbandingan nilai harga dari penggunaan alternatif pilihan lainnya. Dengan demikian, penelitian farmakoekonomi mengkaji dan menganalisis pengobatan mana yang paling efektif dengan harganya seminimal mungkin, namun memberikan outcome klinis dengan baik yaitu peningkatan kualitas kesehatan pasien. Kajian Biaya dalam Farmakoekonomi dapat dipergunakan bagi pengambil keputusan di bidang kesehatan, termasuk pemerintah, rumah sakit, asuransi kesehatan, dan pasien, untuk memilih intervensi medis.
| 23 Biaya langsung dalam farmakoekonomi terdapat dua macam yaitu biaya langsung medis dan non medis. Biaya langsung medis secara langsung terkait dengan penggunaan obat dan perbekalan kefarmasian atau intervensi medis tertentu. Sedangkan biaya langsung non medis contohnya biaya penerimaan suatu jasa dalam proses terapi. Biaya langsung ini dapat mencakup beberapa komponen, antara lain: 1. Biaya Obat dan Perbekalan Kefarmasian Biaya pembelian obat dan perbekalan kefarmasian yang digunakan dalam proses pengobatan/terapi. Biaya ini dapat mencakup biaya obat atau perbekalan kesehatan itu sendiri, biaya pengemasan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan obat dan perbekalan kefarmasian. Penerapan efisiensi biaya obat contohnya pada Rumah Sakit, dengan dibentuknya formularium. Obat dan perbekalan kefarmasian yang diusulkan masuk dalam formularium harus dievaluasi. a. Membandingkan harga obat yang sejenis atau pesaingnya. b. Membandingkan kemudahan ketersediaan obat dan dari segi waktu yang dibutuhkan dalam penyediaan. c. Memberlakukan konsep biaya obat keseluruhan dengan mempertimbangkan biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyiapkan suatu obat. Jika obat membutuhkan penanganan khusus,
24 | seperti sitostatika maka akan memerlukan biaya yang lebih tinggi. d. Menghitung masa pakai obat dan berapa modal yang dibutuhkan dalam penyediaan obat tersebut termasuk didalamnya biaya pengiriman dari distributor maupun industri farmasi. 2. Biaya Layanan Kefarmasian Biaya layanan kefarmasian secara langsung terkait dengan biaya rata rata yang dikeluarkan dalam penyiapan obat sebelum obat atau alat Kesehatan diserahkan pada pasien. Biaya layanan kefarmasian dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dalam hal ini, biaya tidak langsung timbul meskipun tidak melayani resep ataupun penjualan obat. Contoh biaya layanan kefarmasian secara langsung antara lain biaya gaji Apoteker, gaji asisten apoteker, biaya wadah/kemasan, biaya etiket dan biaya konsultasi apoteker. Perhitungan biaya layanan kefarmasian dapat menggunakan beberapa metode yaitu : a. Metode Biaya Pelayanan Profesional Biaya yang ditambahkan atas jasa profesional yang bernilai sama untuk keseluruhan pelayanan obat tanpa melihat harga obat itu sendiri. Metode ini paling sering dipakai terutama dalam pelayanan resep. Kerugian dari metode ini adalah harga dapat menjadi lebih tinggi dari pesaing. b. Metode Menaikan Harga Dengan membedakan harga yang diberikan pada item obat yang memerlukan perlakuan khusus. Contohnya pembelian obat menggunakan resep akan
| 25 berbeda harga dengan pembelian obat secara swamedikasi. c. Metode Skala Geser Metode ini mengkombinasikan metode biaya pelayanan profesional dengan metode menaikan harga. Metode ini digunakan persentase kenaikan yang tidak tetap, misalnya biaya profesional kecil untuk harga produk yg murah. 3. Biaya Transportasi Biaya yang timbul akibat perjalanan yang diperlukan untuk mendapatkan obat atau menerima layanan kesehatan terkait penggunaan obat. Biaya transportasi secara langsung lebih menitikberatkan pada biaya yang timbul dari distributor ke sarana penyedia layanan kefarmasian. Saat ini marak adanya aplikasi penyedia layanan pesan antar obat. Pihak ketiga sebagai penyedia layanan juga membebankan margin keuntungan dan biaya penjemputan dan pengiriman obat. Biaya transportasi seperti ini tidak termasuk biaya langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan pelayanan obat. Biaya ini akan tetap dikeluarkan meskipun tidak ada transaksi pelayanan obat. Contoh dari biaya tidak langsung dalam farmakoekonomi adalah biaya sewa tempat, biaya pemakaian keperluan kantor, biaya administrasi, biaya overhead, biaya utilitas (listrik, air), biaya penyusutan peralatan medis dan biaya gaji karyawan lain yang tidak
26 | terlibat dalam penanganan transaksi obat. Dalam praktek, biaya langsung dan tak langsung ini yang membuat harga obat lebih tinggi dibanding harga yang sebenarnya. Efektivitas dalam Farmakoekonomi menyangkut kemampuan suatu pengobatan atau program kesehatan memberikan peningkatan Kesehatan, dengan indikator lama perawatan. Pengobatan yang tidak efektif, dapat mengakibatkan peningkatan lama pengobatan yang bertentangan dengan prinsip Farmakoekonomi. Contoh biaya yang timbul akibat sakit yaitu pada penggunaan Antibiotik yang tidak benar, dapat meningkatkan kekebalan bakteri yang mengakibatkan harus mengganti jenis Antibiotik pada potensi yang lebih tinggi dimana biasanya lebih mahal. Contoh lain bila terjadi kesalahan pemberian obat yang mengharuskan penanganan urgent demi mencegah bahaya lebih jauh. Biaya akibat sakit ini akan lebih besar karena merupakan gabungan biaya langsung dan tidak langsung dan muncul sebagai akibat hilangnya biaya produktifitas dan munculnya biaya efek samping. Biaya produktivitas tidak hanya menyangkut penderita, namun juga keluarga penunggu penderita yang terlibat dalam proses penyembuhan sakit.
| 27 Tabel 1. Perbandingan Kajian Farmakoekonomi (Sumber : Khoiriah, 2018) Efektivitas biaya didefinisikan sebagai 1) Memberikan biaya yang lebih rendah dengan efektifitas serupa atau sama. 2) Biaya lebih tinggi namun kemanfaatan juga tinggi layak sebanding dengan penambahan biaya. 3) Biaya yang lebih rendah dengan manfaat yang lebih rendah pula, namun manfaat tambahan tidak layak bagi penambahan biaya. Penerapan Farmakoekonomi terkait dengan program Pemerintah dalam hal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Harapan diterapkannya farmakoekonomi ini adalah terjadinya keseimbangan antara biaya produk dan layanan kefarmasian (input) terhadap hasil pengobatan (output). Pemerintah telah Menyusun Formularium Nasional (ForNas) dan e-catalog untuk meningkatkan ketersediaan obat dan perbekalan kefarmasian lainnya yang aman,
28 | bermutu, bermanfaat dan terjangkau. ForNas menggunakan konsep penyediaan obat esensial dan instrumen penilaian farmakoekonomi diharapkan pada tahun 2024 sebesar 90% penyedia layanan Kesehatan pemerintah telah menggunakan ForNas dan e-catalog. Selain Formularium Nasional dan e-catalog, penerapan Farmakoekonomi juga dikaitkan dengan Penggunaan Obat Raasional (POR). Penggunaan antibiotik yang tidak rasional menjadi salah satu penyebab timbulnya Anti-Microbial Resistance (AMR) yang akan meningkatkan biaya pengobatan. Pelaksanaan dan pengawasan Penggunaan Obat Rasional dilakukan sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GEMA CERMAT) dan optimalisasi Apoteker Agent of Change (AoC). Apoteker memainkan peran penting dalam pengelolaan biaya dan efisiensi penggunaan obat. Berikut adalah beberapa peran apoteker dalam farmakoekonomi: 1. Evaluasi biaya obat: Apoteker dapat membantu dalam mengevaluasi biaya obat, termasuk biaya langsung dan tidak langsung yang terkait dengan penggunaan obat. 2. Pemilihan obat yang tepat: Apoteker dapat membantu dalam pemilihan obat yang paling efektif dan efisien untuk kondisi medis tertentu, dengan mempertimbangkan aspek farmakoekonomi. 3. Edukasi pasien: Apoteker dapat memberikan edukasi kepada pasien tentang penggunaan obat yang tepat,
| 29 dosis yang benar, serta membantu pasien memahami manfaat dan risiko terkait dengan pengobatan. 4. Monitoring dan manajemen efek samping: Apoteker dapat membantu dalam monitoring dan manajemen efek samping obat, yang dapat mempengaruhi biaya pengobatan secara keseluruhan. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan: Apoteker dapat bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter dan perawat, untuk memastikan penggunaan obat yang rasional dan efisien dalam sistem perawatan kesehatan.
30 | apt, Serdiani, S.Si, M.Farm, FISQua engukuran hasil pengobatan atau Outcome Therapy adalah suatu pendekatan dalam bidang kesehatan mental atau pengobatan yang menekankan pada evaluasi hasil dari intervensi terapeutik atau perawatan yang diberikan kepada individu. Tujuan utama dari Outcome Therapy adalah untuk mengukur dan memahami dampak yang telah dicapai melalui proses pengobatan. Hal ini membantu terapis, pasien, dan pihak P
| 31 terkait untuk mengevaluasi efektivitas perawatan dan membuat keputusan yang informasional untuk perbaikan lebih lanjut. Pesatnya perkembangan pelayanan kesehatan saat ini telah memperkuat dimensi lain dari pelayanan yang disebut nilai dalam pelayanan kesehatan, baik di ranah komunitas maupun klinis. Nilai suatu pelayanan sejalan dengan mutu, namun berbanding terbalik dengan biaya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ditandai dengan menurunnya mortalitas dan morbiditas, meningkatnya kualitas hidup (quality of life), disertai dengan kepuasan pelanggan / pasien, serta meningkatnya taraf kesehatan masyarakat. Sedangkan biaya tidak hanya berarti uang namun juga ketersediaan fasilitas, sumber daya manusia, waktu yang diperlukan untuk pelayanan, dan lain-lain. 1. Outcome Therapy Outcomes merupakan bahasa inggris, berdasarkan arti katanya, outcomes berarti hasil atau keluaran, dalam ruang lingkup pharmaceutical care, outcomes adalah hasil terapi yang merupakan tujuan dari pelayanan farmasi untuk meningkatkan atau mencapai kualitas hidup pasien yang lebih baik. Outcomes dalam pharmaceutical care ialah : a. Menyembuhkan penyakit pasien. b. Menghilangkan atau pengurangan gejala penyakit pasien. c. Menghambat atau memperlambat proses perkembangan penyakit.
32 | d. Pencegahan penyakit atau gejala-gejala Berikut adalah beberapa hal yang biasanya melibatkan pengukuran hasil pengobatan: a. Penetapan Tujuan (Goal Setting): Sebelum memulai pengobatan, terapis dan pasien biasanya bekerja sama untuk menetapkan tujuan terapeutik yang spesifik, terukur, dan dapat dicapai. Ini membantu dalam menilai apakah hasil yang diinginkan telah tercapai. b. Penggunaan Alat Ukur (Measurement Tools): Terapis dapat menggunakan berbagai alat ukur atau kuesioner untuk mengumpulkan data mengenai kondisi kesehatan mental atau kemajuan pasien. Contohnya termasuk skala depresi, kecemasan, atau kualitas hidup. c. Intervensi Terapeutik Berbasis Bukti (EvidenceBased Therapeutic Interventions): Outcome Therapy seringkali mencakup penggunaan intervensi terapeutik yang didukung oleh bukti ilmiah. Ini memungkinkan terapis untuk merinci efektivitas suatu pendekatan berdasarkan penelitian dan data empiris. d. Pemantauan Proses dan Kemajuan (Process and Progress Monitoring): Selama perawatan, terapis secara terus-menerus memantau proses terapeutik dan kemajuan pasien. Ini melibatkan refleksi terhadap sesi terapi, penyesuaian
| 33 strategi, dan evaluasi apakah ada perubahan positif atau perlu penyesuaian. e. Keterlibatan Pasien (Patient Engagement): Pasien juga dapat diminta untuk mengukur dan melaporkan pengalaman mereka sendiri, memberikan umpan balik terkait perubahan yang mereka alami dan sejauh mana tujuan tercapai. f. Evaluasi Keseluruhan (Overall Evaluation): Setelah sejumlah sesi terapi atau periode waktu tertentu, terapis dan pasien dapat melakukan evaluasi keseluruhan untuk menilai sejauh mana hasil yang diharapkan telah dicapai. g. Pemantauan Jangka Panjang (Long-Term Monitoring): Outcome Therapy tidak hanya fokus pada perubahan segera, tetapi juga melibatkan pemantauan jangka panjang untuk menilai ketahanan perubahan dan mencegah kambuhnya masalah. Dengan menggunakan pendekatan ini, terapis dapat mengukur efektivitas perawatan secara obyektif, membantu pasien untuk lebih terlibat dalam proses perubahan, dan meningkatkan transparansi dalam praktik kesehatan mental. 2. Pengukuran hasil terapi Pengukuran hasil pengobatan adalah proses untuk menilai dampak atau efek dari suatu intervensi kesehatan atau pengobatan terhadap kondisi klinis pasien. Tujuannya adalah untuk mengukur sejauh
34 | mana suatu tindakan pengobatan berhasil atau efektif dalam mencapai hasil yang diinginkan. Definisi ini melibatkan evaluasi tidak hanya dari segi perbaikan gejala atau penyembuhan, tetapi juga aspek-aspek lain, termasuk kualitas hidup pasien, biaya yang terlibat, dan dampak ekonomi secara keseluruhan. Pengukuran hasil pengobatan mencakup berbagai dimensi, termasuk aspek klinis dan non-klinis. Beberapa konsep utama dalam pengukuran hasil pengobatan melibatkan: a. Hasil Klinis: 1) Perbaikan gejala atau kondisi kesehatan. 2) Tingkat keberhasilan atau kegagalan pengobatan. 3) Keberlanjutan atau pencegahan kambuhnya penyakit. b. Hasil Fungsional: 1) Peningkatan atau pemeliharaan fungsi tubuh atau organ yang terkena. 2) Kemampuan pasien untuk menjalani aktivitas sehari-hari. c. Kualitas Hidup: 1) Pengukuran dampak pengobatan terhadap kualitas hidup pasien. 2) Faktor-faktor seperti tingkat kebahagiaan, kepuasan, dan kebebasan dari gejala yang mengganggu. d. Efisiensi dan Biaya: 1) Efisiensi penggunaan sumber daya kesehatan. 2) Analisis biaya dan hasil kesehatan (farmakoekonomi). e. Kepuasan Pasien:
| 35 1) Tingkat kepuasan pasien terhadap pengobatan yang diberikan. 2) Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diterima. Pengukuran hasil pengobatan memberikan informasi kritis untuk menginformasikan keputusan klinis, manajerial, dan kebijakan kesehatan. Evaluasi ini membantu menentukan efektivitas suatu pengobatan, memastikan bahwa pasien menerima manfaat maksimal dengan biaya yang wajar, serta memahami dampaknya terhadap kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Definisi ini mencerminkan upaya untuk mengukur keberhasilan pengobatan dari berbagai perspektif yang mencakup aspek klinis, fungsional, kualitas hidup, dan ekonomi. Pengukuran hasil pengobatan secara farmakoekonomi melibatkan analisis biaya dan hasil kesehatan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas suatu intervensi kesehatan atau pengobatan. Berikut adalah beberapa konsep utama dalam pengukuran hasil pengobatan secara farmako ekonomi: 1. Biaya Pengobatan: a. Biaya Langsung: Biaya langsung terkait langsung dengan pengobatan, seperti biaya obat, biaya perawatan medis, dan biaya prosedur medis. b. Biaya Tidak Langsung: Biaya tidak langsung melibatkan aspek ekonomi yang tidak terkait
36 | langsung dengan pengobatan, seperti biaya produktivitas yang hilang akibat absensi kerja. 2. Hasil Kesehatan: a. Outcome Klinis: Hasil klinis seperti perbaikan gejala atau penyembuhan total. b. Outcome Fungsional: Peningkatan fungsi atau kualitas hidup pasien. c. Outcome Ekonomi: Pengukuran hasil berdasarkan dampak ekonomi, seperti penghematan biaya atau peningkatan produktivitas. 3. Ukuran Hasil dan Efek Samping: a. Tahun Hidup Yang Diselamatkan (QALY): Mengukur kualitas dan jumlah tambahan tahun hidup yang diharapkan dari intervensi. b. Tahun Hidup Yang Disediakan (LYG): Mengukur jumlah tambahan tahun hidup sebagai hasil dari intervensi. c. Efek Samping dan Kualitas Hidup: Memperhitungkan efek samping obat atau pengobatan terhadap kualitas hidup pasien. 4. Rasio Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Ratio): a. Membandingkan biaya total suatu intervensi dengan manfaat ekonominya. b. Rasio biaya-manfaat yang lebih rendah menunjukkan intervensi yang lebih efisien. 5. Analisis Sensitivitas: a. Mengevaluasi sejauh mana hasil farmakoekonomi dapat bervariasi dengan perubahan parameter tertentu, seperti biaya atau tingkat efektivitas. b. Memberikan wawasan tentang ketidakpastian dalam analisis farmakoekonomi.
| 37 6. Analisis Markov: a. Model matematika yang digunakan untuk memodelkan perkembangan penyakit dan dampaknya terhadap biaya dan hasil kesehatan. b. Memungkinkan evaluasi jangka panjang efek suatu intervensi. Pengukuran hasil pengobatan secara farmakoekonomi memberikan landasan informasi yang penting bagi pembuat kebijakan kesehatan, peneliti, dan praktisi kesehatan untuk membuat keputusan yang tepat terkait alokasi sumber daya kesehatan. Analisis ini membantu memastikan bahwa pengobatan yang diberikan efektif, efisien, dan memberikan nilai terbaik bagi pasien dan sistem kesehatan secara keseluruhan. Tujuan dari pemantauan obat terapeutik (TDM) adalah untuk mengontrol dosis obat dengan farmakokinetik yang bervariasi atau tidak dapat diprediksi untuk memastikan tidak hanya kemanjuran tetapi juga keamanan terapi obat. Untuk banyak golongan obat, farmakokinetik dapat bervariasi secara signifikan antara individu yang berbeda (variabilitas antarindividu) dan bahkan dalam individu yang sama (variabilitas intraindividu). Variabilitas antarindividu merupakan hasil dari banyak faktor (ada yang diketahui dan ada yang tidak diketahui) yang bervariasi dari pasien ke pasien, termasuk ukuran dan komposisi tubuh, usia, fungsi organ (khususnya ginjal dan hati), dan status penyakit. Metabolisme oleh sitokrom P450
38 | (CYP450) dan uridin difosfat glukuronosiltransferase (UGT) dapat terjadi pada pasien dengan genotipe berbeda, antara lain: B. Metabolisme CYP2D6 ultracepat dan fenotip ‚j_g_tabolisme buruk/non-j_g_t[\ifcsg_‛ s[ha[t berbeda. Variabilitas intra individual dapat diakibatkan oleh perubahan fisiologi pasien dari waktu ke waktu, terutama pada pasien yang mengalami stres akibat penyakit akut. Akibatnya, parameter FK seperti klirens dan volume distribusi (Vd) berubah dari waktu ke waktu dan dosis obat yang sama dapat menghasilkan paparan yang berbeda. Variabilitas intraindividual juga dapat dikaitkan dengan induksi atau penghambatan enzim pemetabolisme oleh obat itu sendiri (autoinduksi atau autoinhibisi) atau oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan, yang akan memengaruhi konsentrasi obat target yang diamati (interaksi obat-obat). PGlikoprotein (P-gp), transporter eflux yang diekspresikan di usus halus, tubulus ginjal proksimal, dan pada sawar darah otak, merupakan sumber lain dari kemungkinan interaksi obat-obat yang mempengaruhi disposisi obat. Mirip dengan enzim CYP450 dan UGT, P-gp dapat dihambat atau diinduksi sehingga memengaruhi distribusi, metabolisme, dan ekskresi beberapa substrat obat (misalnya, tacrolimus dan siklosporin). Untuk obat yang menjalani sekresi tubular aktif melalui transporter anion dan kation organik, saturasi transporter dapat dengan cepat mengurangi ekskresi melalui rute ini pada dosis tinggi untuk pasien yang sama. Interaksi obat juga dapat terjadi karena persaingan antar transporter tersebut. PTO sangat berguna dan efektif untuk mengendalikan dosis dalam situasi berikut:
| 39 1. Obat dengan indeks terapeutik sempit. Jika konsentrasi obat toksik jauh lebih tinggi daripada konsentrasi terapeutik, melebihi konsentrasi target mungkin tidak menimbulkan bahaya yang signifikan, terutama jika toksisitas yang bergantung pada dosis ringan atau tidak ada. Namun, jika rentang toksik mendekati rentang terapeutik, pastikan dosisnya tidak mengakibatkan paparan berlebihan, terutama jika efek samping yang terkait dengan paparan toksik mengancam jiwa atau tidak langsung terlihat. PTO penting untuk tujuan ini. Hasil PTOdapat digunakan sebagai panduan pengurangan dosis untuk menghindari konsentrasi toksik. 2. Ada hubungan paparan-respons yang terdefinisi dengan baik. PTO berharga ketika konsentrasi obat dapat dikaitkan dengan hasil klinis, karena dapat memastikan bahwa pasien berada dalam kisaran konsentrasi terapeutik yang ditentukan. Dan jika tidak, Anda dapat menggunakan informasi tersebut untuk menyesuaikan dosis obat Anda agar dapat menjangkau area ini. Antibiotik adalah contoh yang baik. Bagi banyak antibiotik, terdapat hubungan respons paparan yang jelas antara konsentrasi antibiotik di tempat infeksi dan tingkat pembunuhan bakteri. PTO memungkinkan Anda menyesuaikan dosis dengan paparan yang diinginkan. 3. Ada hubungan paparan-respons yang terdefinisi dengan baik.
40 | PTO berharga ketika konsentrasi obat dapat dikaitkan dengan hasil klinis, karena dapat memastikan bahwa pasien berada dalam kisaran konsentrasi terapeutik yang ditentukan. Dan jika tidak, Anda dapat menggunakan informasi tersebut untuk menyesuaikan dosis obat Anda agar dapat menjangkau area ini. Antibiotik adalah contoh yang baik. Bagi banyak antibiotik, terdapat hubungan respons paparan yang jelas antara konsentrasi antibiotik di tempat infeksi dan tingkat pembunuhan bakteri. PTO memungkinkan Anda menyesuaikan dosis dengan paparan yang diinginkan. 4. Ada kegagalan pengobatan atau kejadian buruk yang tidak dapat dijelaskan. Dalam beberapa kasus, kegagalan pengobatan mungkin disebabkan oleh terapi yang tidak tepat (pengobatan yang tidak efektif) atau kegagalan untuk mencapai paparan yang cukup terhadap obat yang efektif (mungkin karena kepatuhan yang buruk). Informasi yang diperoleh dari TDM dapat digunakan untuk menyesuaikan dosis atau membenarkan peralihan ke pengobatan lini kedua jika terjadi kegagalan atau intoleransi meskipun konsentrasi terapeutik telah diberikan. 1. Prosedur pengambilan sampel Saat melakukan TDM, ada beberapa pertimbangan mengenai jumlah dan waktu pengambilan darah yang