The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku "Farmakoekonomi" adalah panduan komprehensif yang menggabungkan aspek farmakologi dengan ekonomi dalam konteks penggunaan obat. Melalui penjelasan yang mendalam, buku ini membahas cara mengukur nilai klinis dan ekonomi dari intervensi farmasi, serta dampaknya terhadap sistem kesehatan.

Penulis membahas konsep dasar farmakoekonomi, termasuk analisis biaya- manfaat, analisis cost-effectiveness, dan analisis cost-minimization, yang menjadi landasan pengambilan keputusan terkait penggunaan obat. Buku ini juga menyoroti peran penting farmakoekonomi dalam membantu pembuat kebijakan, profesional kesehatan, dan produsen obat dalam memilih strategi I pengobatan yang paling efektif dan efisien.

Dengan fokus pada optimisasi sumber daya kesehatan, buku ini membahas bagaimana farmakoekonomi dapat membantu mengidentifikasi intervensi kesehatan yang memberikan manfaat maksimal dengan biaya yang optimal. Melalui studi kasus dan aplikasi praktis, pembaca diberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana konsep farmakoekonomi dapat diterapkan dalam praktik klinis dan kebijakan kesehatan.

Secara keseluruhan, "Farmakoekonomi" menjadi referensi yang berharga bagi mahasiswa, profesional kesehatan, dan peneliti dalam memahami hubungan yang kompleks antara farmakologi dan ekonomi dalam konteks penggunaan obat. Buku ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam, tetapi juga mendorong penggunaan obat yang rasional dan efisien untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan dan hasil pasien.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-04-26 04:01:17

Farmakoekonomi

Buku "Farmakoekonomi" adalah panduan komprehensif yang menggabungkan aspek farmakologi dengan ekonomi dalam konteks penggunaan obat. Melalui penjelasan yang mendalam, buku ini membahas cara mengukur nilai klinis dan ekonomi dari intervensi farmasi, serta dampaknya terhadap sistem kesehatan.

Penulis membahas konsep dasar farmakoekonomi, termasuk analisis biaya- manfaat, analisis cost-effectiveness, dan analisis cost-minimization, yang menjadi landasan pengambilan keputusan terkait penggunaan obat. Buku ini juga menyoroti peran penting farmakoekonomi dalam membantu pembuat kebijakan, profesional kesehatan, dan produsen obat dalam memilih strategi I pengobatan yang paling efektif dan efisien.

Dengan fokus pada optimisasi sumber daya kesehatan, buku ini membahas bagaimana farmakoekonomi dapat membantu mengidentifikasi intervensi kesehatan yang memberikan manfaat maksimal dengan biaya yang optimal. Melalui studi kasus dan aplikasi praktis, pembaca diberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana konsep farmakoekonomi dapat diterapkan dalam praktik klinis dan kebijakan kesehatan.

Secara keseluruhan, "Farmakoekonomi" menjadi referensi yang berharga bagi mahasiswa, profesional kesehatan, dan peneliti dalam memahami hubungan yang kompleks antara farmakologi dan ekonomi dalam konteks penggunaan obat. Buku ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam, tetapi juga mendorong penggunaan obat yang rasional dan efisien untuk meningkatkan kualitas perawatan kesehatan dan hasil pasien.

| 41 perlu dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah tujuan TDM. Sebuah kondisi mapan yang sederhana mungkin tepat ketika menilai konsentrasi obat untuk memastikan bahwa dosis tidak naik ke tingkat toksik. 2. Pengikatan protein Pengikatan molekul obat ke protein plasma merupakan aspek penting dari PTO, karena hanya obat bebas yang tidak terikat yang tersedia untuk memberikan efek farmakologis. 3. Analisis klasik versus Bayesian Salah satu pendekatan analisis FK konsentrasi obat plasma adalah dengan menggunakan persamaan FK klasik. Namun, untuk memperkirakan secara akurat parameter FK pasien dan paparan obat menggunakan metodologi tradisional, banyak sampel perlu dikumpulkan, sehingga meningkatkan biaya dan kompleksitas proses PTO. Alternatifnya, parameter PK spesifik pasien dapat dihitung. Cara yang paling canggih dan akurat untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan perangkat lunak PK populasi Bayesian (Sheiner dan Beal, 1982). Perangkat lunak Bayesian modern memiliki keunggulan karena mudah digunakan dan menggunakan satu sampel darah.


42 | No Golongan Obat Obat-Obat 1 Antibakteri Vancomycin, Aminoglycosida, BetaLactams 2 Anti Fungi Voriconazole, Itraconazole and posaconazole, . Flucytocin 3 Antiretroviral 4 Anti epileptic Phenytoin/fosphenytoin, Carbamazepine, Valproate 5 Psychiatric drugs Lithium, Tricyclic antidepressants 6 Immunomodulators Calcineurin inhibitors (Cyclosporine, Tacrolimus) Mycophenolate 7 Antiarrhythmic agents Digoxin (Antidigoxin antibody) Lidocaine, Class IA antiarrhythmic drugsquinidine and procainamide(Quinidine, Procainamide) 8 Antineoplastics Busulfan


| 43 apt. Ilham Arief, M.Farm., M.M. ecara umum dalam suatu kegiatan atau organisasi akan melakukan proses memeriksa untuk mengurangi pengeluaran atau biaya adalah menjadi suatu hal yang wajib dilakukan. Beberapa faktor yang melatarbelakanginya adalah (Rahmawati & Nurwahyuni, 2017; Santi, Dewi, & Yasa, 2022): 1. Efisiensi Operasional: Perusahaan atau organisasi sering mencari cara untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka. Analisis minimalisasi biaya dapat S


44 | membantu mendeteksi sektor yang bisa dilakukan pengurangan biaya tanpa menurunkan mutu maupun efisiensi kerja. 2. Persaingan Pasar: Pada lingkup usaha yang amat kompetitif, instansi wajib memastikan bahwa mereka mampu menjual barang maupun jasa dengan harga yang bersaing. Ini mungkin memerlukan strategi untuk meminimalkan biaya produksi atau operasional. 3. Peningkatan Profitabilitas: Dengan mengurangi biaya, perusahaan dapat meningkatkan margin keuntungan mereka. Ini bisa sangat penting dalam industri dengan margin keuntungan yang tipis. 4. Perubahan Lingkungan Bisnis: Perubahan dalam pasar, peraturan pemerintah, teknologi, atau faktor-faktor lain dapat mempengaruhi biaya operasional suatu perusahaan. Analisis minimalisasi biaya dapat membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan ini. 5. Kesadaran Lingkungan: Beberapa organisasi juga mungkin tertarik untuk mengurangi jejak lingkungan mereka dengan mengurangi konsumsi sumber daya atau limbah. Dalam hal ini, minimalisasi biaya dapat berjalan seiring dengan inisiatif keberlanjutan. 6. Manajemen Risiko: Dengan mengurangi biaya, perusahaan dapat menjadi lebih tangguh terhadap fluktuasi pasar atau kejadian tak terduga lainnya. 7. Peningkatan Kualitas: Terkadang, mengurangi biaya tidak hanya tentang memotong pengeluaran, tetapi juga tentang menemukan cara untuk meningkatkan kualitas produk atau layanan dengan biaya yang lebih efektif.


| 45 Dalam konsep ekonomi kesehatan, terdapat analisa farmakoekonomi yang dilaksanakan melalui perbandingan setidaknya 2 opsi terapi guna menentukan budget terapi yang terendah untuk pasien melalui cara menotalkan semua biaya yang dibayarkan pasien yakni menggunakan Analisis Minimalisasi Biaya (AMB) atau Cost Minimization Analysis (CMA) (Vogenberg, 2001). Metode AMB berfokus ke penetapan obat yang mempunyai biaya per hari terendah. Guna menyederhanakan pengawasan pengeluaran dana paling rendah, maka pasien yang diambil sebagai sampel pengamatan merupakan pasien rawat inap. Dalam menetapkan dana paling sedikit untuk setiap pasien dapat memanfaatkan perumusan (Akbar, Ardana, & Kuncoro, 2018): AMB Per Pasien = Total Biaya Medik Jumlah Pasien Beberapa analisis AMB dapat dilakukan pada obat-obatan Antibiotik yang memiliki harga tinggi atau banyaknya pilihan obat-obatan sejenis yang bisa diberikan kepada pasien. Seperti hal nya penelitian Purwanti dkk (2013), hasil penelitiannnya menunjukan bahwasanya keseluruhan biaya rawat gabungan antibiotik seftazidim-levofloksasin senilai Rp 12.751.082,49 serta sefotaksim-eritromisin senilai Rp 21.641.678,02 dimana gabungan antara antibiotik seftazidim-levofloksasin lebih efisien daripada sefotaksim-eritromisin. Pada kasus pasien kardiovaskular dimana pasien akan rutin selalu menggunakan obat-obatan tersebut, diperlukan


46 | suatu analisis AMB. Hasil penelitian Rahmawati & Nurwahyuni (2017), menunjukkan adananya efisiensi penggunaan obat pada pasien gagal jantung kongestif di RS Pemerintah XY tahun 2014 dengan kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Nilai rerata total pemakaian obat gabungan ramiprilspironolakton senilai Rp.2.527.743, sementara rerata biaya total pemakaian obat tunggal valsartan senilai Rp.2.430.923; 2. Efektivitas dari kombinasi obat ramipril-spironolakton tidak memberikan perbedaan yang berarti atau bisa dikatakan setara dengan valsartan 3. Terhadap penghematan untuk rerata biaya total obat valsartan sebanyak Rp.96.820 tiap pasien; 4. Terdapat penghematan untuk biaya rawat inap obat valsartan sebanyak Rp. 299.031 tiap pasien. Obat tunggal valsartan menghasilkan nilai rupiah yang paling rendah serta merupakan opsi yang paling efektif daripada obat kombinasi spironolakton-ramipril pada pasien gagal jantung kongestif. Penyakit kronis lainnya adalah penyakit gastritis. Prevalensi penyakit gastritis di Indonesia yakni 40, 8%, dimana prevalensi gastritis di berbagai wilayah di Indonesia cukup banyak dengan angka kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Mayoritas penduduk memerlukan pengobatan yang lebih terjangkau namun tetap efektif sehingga diperlukan AMB (Analisis Minimalisasi Biaya) yang mana cara tersebut dimanfaatkan guna mengidentifikasi maupun melakukan perbandingan setidaknya 2 jenis pengobatan yang memerlukan pendanaan paling sedikit/ekonomis. Obat untuk gastritis yang seringkali dipakai pada RSUD Pemerintah adalah ranitidine dan


| 47 pantoprazol. 5 (lima) pasien yang memakai pengobatan ranitidine serta 10 (sepuluh) pasien memakai pengobatan pantoprazole. Hasil penelitian Akbar dkk.(2018) menggunakan AMB menunjukkan bahawa obat Ranitidin mempunyai harga terendah yakni senilai Rp.5.200.079,- daripada obat Pantoprazol seharga Rp.14.256.345,-. Penyakit lainnya yang memerlukan pemecahan masalah dengan AMB adalah Demam Tifoid. Demam tifoid merupakan contoh persoalan yang memerlukan perhatian lebih. Angka kematian kasus demam tifoid di Asia mencapai 70% dari 600.000 kasus. Sekitar 60.000-1.300.000 kasus demam tifoid terjadi di Indonesia dengan angka kematian sebanyak 20.000 setiap tahunnya(Udin, Yusransyah, & Ahmaddhani, 2024). Terapi Antibiotik sering diberikan pada pasien Demam tifoid, sehingga memerlukan perhatian khusus sebagai pencegahan resistensi antibiotik. Terapi antibiotik yang dibandingkan pada review penelitian Udin dkk(2024), diantaranya adalah seftriakson, sefiksim, kloramfenikol, siprofloksasin, levofloksasin dan sefotaksim. Melalui metode AMB, terapi antibiotik yang mempunyai harga terendah yakni seftriakson dengan total ratarata biaya per pasien sebesar Rp. 1.637.376.


48 | apt, Dian Suhery, S.Mn, S.Farm, M.Farm atuan alamiah (seperti mortalitas dan morbiditas) dapat digunakan untuk mengekspresikan hasil dalam evaluasi ekonomi yang dikenal sebagai CEA (Cost Effectiveness Analysis) atau di Indonesia lebih sering dikenal sebagai Analisa Efektifitass Biaya (AEB). Dengan menggunakan CEA, dimungkinkan untuk membandingkan beberapa intervensi kesehatan sekaligus yang menghasilkan hasil kesehatan dengan besaran yang berbeda-beda, tetapi dapat dievaluasi dalam S


| 49 satuan alamiah yang sama dengan besaran yang berbeda-beda pula (Kemenkes RI, 2022). Analisa Efektifitas Biaya atau AEB, cukup mudah untuk digunakan (Rascati, K.L., et al, 2009), analisis ini digunakan secara luas dalam penelitian farmakoekonomi untuk membandingkan beberapa, dua atau lebih intervensi kesehatan dengan berbagai tingkat ke efektifan. Pengguna dapat mengidentifikasi intervensi kesehatan yang paling efektifintervensi yang membutuhkan dana paling sedikit untuk mencapai tujuan intervensi yaitu meningkatkan hasil pengobatan-dengan menggunakan analisis yang memperhitungkan biaya dan hasil. Dapat disimpulkan bahwa AEB bisa digunakan untuk pemilihan suatu intervensi kesehatan yang menghasilkan manfaat yang paling tinggi dengan dana yang paling minimal, misalnya: 1. Melihat perbandingan dua jenis obat atau lebih yang termasuk dalam kelas terapi yang sama, namun memiliki tingkat efek terapi yang berbeda-beda, misal dua obat antipsikotik generasi ke dua yang dihubungkan dengan lama hari rawatan pasien (Suhery, 2024). 2. Membandingkan dua atau lebih obat penghambat pompa proton dan antagonis H2 untuk esofagitis refluks yang parah, yang pengobatannya dapat dinilai dengan menggunakan unit alamiah yang sama meskipun memiliki cara kerja yang berlainan (Kementrian Kesehatan RI, 2013). 3. Membantu membandingkan beberapa jenis obat yang termasuk dalam kelas/ golongan terapi yang sama, namun memiliki tingkat efek terapi yang berbeda beda


50 | pula, contohnya dua obat antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah diastolik. Indikator kesehatan klinis dan non-klinis (non-moneter) digunakan dalam AEB untuk mengukur dampak intervensi Kesehatan (output), sementara biaya dinyatakan dalam satuan moneter (rupiah). Jumlah penderita katarak yang bisa dilakukan operasi dengan biaya tertentu (namun dengan pelaksanaan prosedur yang tidak sama), jumlah penderita katarak yang mendapatkan tindakan operasi dengan biaya tertentu (dengan prosedur yang lainnya), dan indikator kesehatan lain yang sangat bervariasi, berbeda dengan satuan moneter yang seragam atau mudah dikonversi. Contoh lainnya seperti metode pencegahan dengan imunisasi meningitis, program skrining dini kanker payudara dan lain-lainnya telah dapat menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, AEB terbatas untuk membandingkan beberapa intervensi kesehatan dengan tujuan yang sama atau intervensi yang mencoba untuk mencapai tujuan (Drummond et al,. 2005). AEB tidak dapat digunakan dalam situasi di mana hasil intervensi berbeda, seperti ketika kadar gula darah diturunkan dengan obat antidiabetes atau kadar kolesterol total diturunkan dengan obat antikolesterol. Pendekatan Penilaian Farmakoekonomi berguna bagi para pembuat kebijakan. Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk menentukan intervensi kesehatan yang akan digunakan termasuk obat-obatan yang dipakai mampu memberikan nilai terbaik dengan biaya yang dikeluarkan dengan mengidentifikasi sistem yang memaksimalkan hasil. Intervensi kesehatan tertentu dalam kaitannya dengan intervensi kesehatan lainnya bisa diklasifikasikan kepada salah


| 51 satu dari empat kolom dengan menggunakan tabel efektivitas biaya, yaitu: 1. Posisi paling Dominan: Kolom G (Kolom D dan H) Dimana suatu intervensi kesehatan memberikan efektivitas yang lebih besar dengan pembiayaan yang sama besar (Kolom H), efektifitas yang relatif sama dengan biaya yang lebih rendah (Kolom D), atau efektifitas yang lebih besar dengan biaya yang lebih rendah (Kolom G), maka intervensi kesehatan tersebut dapat dipilih tanpa perlu lagi melakukan pertimbangan dengan persyaratan AEB. 2. Posisi yang didominasi : Kolom C (termasuk Kolom B dan F) Dan sebaliknya bila sebuah intervensi kesehatan tidak akan dipertimbangkan sebagai alternatif, tidak boleh dimasukkan ke dalam perhitungan AEB jika intervensi baru tersebut memberikan efektivitas yang lebih rendah namun dengan biaya yang sama (Kolom B) atau efektivitas yang sama dengan biaya yang lebih tinggi (Kolom F), efektivitas yang lebih rendah dengan biaya relatif lebih tinggi (Kolom C). 3. Posisi Seimbang: Kolom E Jika ada solusi kesehatan yang lebih terjangkau dan/atau mudah diakses (Kolom E) yang memberikan tingkat efektivitas dan biaya yang sama, maka solusi tersebut tetap dapat dipilih. Jika pasien lebih cenderung mengikuti dosis dan/atau metode pemberian yang diresepkan, seperti tablet dengan lepas lambat yang diminum satu kali sehari dibandingkan dengan tablet yang diberikan tiga kali sehari. Sebagai hasilnya, selain biaya dan hasil pengobatan, aspek lain yang perlu dipertimbangkan


52 | dalam bidang ini termasuk kebijakan, ketersediaan, aksesibilitas, dll. 4. Kolom A dan I: Posisi yang masih memerlukan pertimbangan lanjutan untuk efektivitas-biaya. Kolom A ketika intervensi kesehatan masih membutuhkan pertimbangkan RIEB dimana intervensi tersebut memberikan efektivitas yang lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah atau sebaliknya dimana efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih tinggi pula sehingga perlu pertimbangan RIEB. Tabel 1. Kelompok Alternatif berdasarkan Efektifitas-Biaya Instrumen tambahan yang tersedia yang bisa digunakan dalam AEB adalah diagram efektivitas biaya. Intervensi lama (obat) dibandingkan dengan intervensi kesehatan baru atau alternatif, termasuk pengobatan. Grafik ini menunjukkan bahwa suatu intervensi kesehatan masuk ke dalam Kuadran I (Trade-off) jika intervensi tersebut lebih hemat biaya dibandingkan dengan intervensi standar dengan tetap mempertahankan tingkat efektivitas yang lebih besar. Ketika memilih intervensi di Kuadran I, kita harus mempertimbangkan sumber daya (terutama sumber daya keuangan) yang tersedia dan hanya boleh memilih intervensi jika sumber daya yang tersedia memadai.


| 53 Di Kuadran III, kategori Pertukaran juga mencakup intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih rendah dengan biaya yang lebih murah daripada intervensi konvensional. Ketika memilih intervensi alternatif di Kuadran III, penting untuk mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, terutama jika pendanaan yang tersedia relatif lebih sedikit. Suatu intervensi Kesehatan yang diuji menunjukkan efektivitas yang lebih besar dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan intervensi standar, maka intervensi tersebut diklasifikasikan sebagai alternatif yang dominan dan diprioritaskan. Di sisi lain, memilih solusi kesehatan yang lebih mahal daripada intervensi biasa tetapi memberikan efektivitas yang lebih rendah atau tidak bermanfaat. Gambar 2. Diagram Efektifitas Biaya (Kementrian Kesehatan RI, 2013)


54 | apt. Chytra Bertdiana Ersa, M.Farm Analisis utilitas biaya (AUB) merupakan suatu jenis evaluasi ekonomi dalam bidang kesehatan yang melakukan kajian biaya kesehatan dan luaran / outcome dengan membandingkan antara dua penggunaan teknologi Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2017; Suryawati et al., 2022). Teknologi kesehatan yang dimaksud yakni semua bentuk intervensi yang digunakan di dalam bidang


| 55 kesehatan baik untuk tujuan pencegahan, penegakan diagnosa hingga rehabilitasi hingga terapi (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2017). Dalam penggunaannya AUB seringkali diidentikkan dengan AEB dan pada prinsipnya perhitungan ICER pada AEB adalah serupa dengan ICUR pada AUB. Karena kesamaan tersebut beberapa peneliti bahkan menyatakan bahwa AUB merupakan bentuk khusus dari AEB. Perbedaannya hanya terletak pada luaran kesehatan yang dievaluasi , jika AEB mengukur luaran klinis maka pada AUB luaran yang diukur dinyatakan sebagai kualitas hidup (quality of life) dari suatu individu (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pengukuran kualitas hidup tersebut dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitas (pertambahan usia yang diperoleh dari hasil intervensi kesehatan) dan pendekatan kualitas (peningkatan kualitas hidup yang diperoleh dari hasil intervensi kesehatan) (Indrawaty, 2013). Indikator kualitas hidup tersebut dikembangkan dari konsep utilitas dan dinyatakan dalam bentuk quality-adjusted life-years (QALYs) yakni besaran tahun kehidupan berkualitas yang diharapkan dari suatu intervensi kesehatan atau disability-adjusted life-years (DALYs) yakni besaran tahun kehidupan berkualitas yang hilang akibat dari suatu penyakit. Pada dasarnya pemilihan DALY atau QALY tergantung pada konteks studi yang dilaksanakan (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pada Pedoman Umum Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022 dikatakan bahwa jenis evaluasi ekonomi yang menjadi kriteria rujukan


56 | assesmen PTK di Indonesia adalah AUB. Sedangkan luaran yang menjadi kriteria rujukan PTK di Indonesia adalah QALY yang diukur menggunakan instrumen EQ-5D-5L dari EuroQol Group dengan menggunakan value set Indonesia (Suryawati et al., 2022). EQ-5D-5L value set merupakan suatu database yang digunakan untuk mentransformasikan nilai kualitas hidup dalam bentuk status kesehatan (berupa angka) yang diperoleh dari lembar EQ-5D-5L ke dalam bentuk nilai utilitas yang spesifik untuk setiap negara (Setiawan, 2017). Indonesia sendiri baru memiliki Indonesian EQ-5D-5L value set pada tahun 2017 dimana hal ini mendorong perkembangan penelitian di bidang evaluasi ekonomi kesehatan dan kualitas hidup yang menggunakan EQ-5D-5L. AUB dapat menjadi pendekatan analisis yang paling sesuai pada beberapa keadaan dimana kualitas hidup merupakan hal yang penting untuk dievaluasi. Berikut beberapa diantara keadaan dimana penggunaan AUB dapat menjadi pilihan yang tepat yakni (Andayani, 2013): 1. Pada keadaan dimana kualitas hidup merupakan luaran yang penting dalam evaluasi pada suatu intervensi yang tidak mempengaruhi mortalitas, sebagai contoh pada terapi disfungsi ereksi dimana evaluasi yang diukur adalah peningkatan fungsi dan kualitas hidup pasien akan tetapi dalam kasus ini terapi tidak berpengaruh terhadap lama kehidupan pasien. 2. Pada keadaan dimana kualitas hidup merupakan luaran yang penting dalam evaluasi bersamaan dengan luaran


| 57 lainnya, sebagai contoh pada evaluasi terapi HIV dimana luaran yang diukur tidak hanya peningkatan kualitas hidup pasien tetapi juga kualitas hidup yang terselamatkan (terhindar dari kondisi AIDS). 3. Pada keadaan dimana intervensi dapat mempengaruhi mortalitas maupun morbiditas, sebagai contoh evaluasi terapi penyakit A yang mana menggunakan obat X, dimana penggunaan obat X tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup dan sekaligus dapat menurunkan mortalitas akibat penyakit lainnya (penyakit B) akan tetapi secara bersamaan justru dapat meningkatkan mortalitas terhadap penyakit lain (penyakit C). 4. Pada keadaan dimana intervensi yang dibandingkan mempunyai rentang luaran yang luas sehingga diperlukan satu unit luaran untuk membandingkannya. Selain itu bisa juga dalam kondisi perbandingan penyakit yang berbeda dengan luaran yang juga berbeda, sehingga dibutuhkan satu unit pengukuran yang sama yakni utilitas. Sebagai contoh pada kondisi dimana suatu RS hendak mengembangkan pelayanan kesehatan, dimana dengan adanya keterbatasan anggaran maka RS tersebut harus memilih antara pengembangan layanan kemoterapi atau perluasan layanan catheterisasi jantung. Oleh karena kedua layanan tersebut memiliki luaran yang berbeda maka perbandingan dapat dilakukan menggunakan unit pengukuran yang sama yaitu utilitas. 5. Jika tujuannya adalah untuk membandingkan intervensi evaluasi terhadap biaya per QALY yang diperoleh. Sebagai contoh pada kasus gagal ginjal dapat


58 | dilakukan evaluasi untuk mengetahui berapa biaya per QALY apabila dilakukan intervensi menggunakan hemodialisis dan berapa biaya per QALY jika dilakukan intervensi menggunakan CAPD. Keunggulan AUB (Gov.UK, 2024; Indrawaty, 2013; Khoiriyah and Lestari, n.d.; Suryawati et al., 2022). 1. Dibandingkan jenis evaluasi ekonomi lainnya Analisis Utilitas Biaya (AUB) merupakan satu-satunya jenis analisis ekonomi yang dalam metode analisisnya memperhatikan kualitas hidup pasien. 2. AUB memfasilitasi perbandingan berbagai intervensi dan kebijakan kesehatan dengan menggunakan satuan unit yang sama (QALY) 3. QALY dapat menunjukkan adanya manfaat kesehatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas hidup 4. AUB dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam merancang keputusan alokasi sumber daya yang tepat di berbagai layanan kesehatan Kelemahan AUB Kelemahan AUB : 1. Pengukuran kualitas hidup lebih bersifat subjektif dibandingkan pengukuran secara klinis sehingga dapat memicu inkonsistensi penyajian data (Khoiriyah and Lestari, n.d.).


| 59 2. Tidak ada konsensus mengenai persepsi siapa yang sebaiknya diukur. Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagai contoh : sebagian pendapat mengatakan sebaiknya yang menjadi responden adalah pasien itu sendiri. Akan tetapi pendamping yang merawat pasien misalnya orangtua pasien (pada kasus pasien anak), pendamping pada pasien penderita dimensia, juga dapat menjadi responden. Pendapat lain bahkan mengatakan bahwa tenaga kesehatan yang melayani pasien juga dapat menjadi responden, bahkan masyarakat umum (Kementerian Kesehatan RI, 2017). 3. Pengukuran utilitas yang menggunakan instrumen pengukuran generik dianggap kurang akurat dalam menangkap beberapa hal terkait efek kesehatan seperti kesehatan mental. 4. AUB tidak menangkap efek yang tidak terkait kesehatan Luaran pada AUB yakni dalam bentuk luaran kuantitas dan kualitas hidup dimana AUB diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagaimana berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2017): 1. Apakah dengan adanya penyakit tersebut akan memperpendek usia hidup pasien dan / atau akan menurunkan kualitas hidup pasien? 2. Apakah intervensi kesehatan yang diberikan tersebut dapat memperpanjang lama hidup dan / atau memperbaiki kualitas hidup pasien?


60 | DALY DALY atau Disability adjusted life yeas merupakan satuan dari waktu kehilangan kondisi sehat seseorang. DALY lebih sering digunakan pada penelitian mengenai Analisis Beban Penyakit. Selain itu DALY juga dapat digunakan juga pada studi evaluasi ekonomi dalam rangka mengetahui biaya yang diperlukan untuk mencegah hilangnya tahun hidup yang sehat. Berikut ini adalah rumus untuk memperoleh nilai DALY : (Kementerian Kesehatan RI, 2017): • DALY = YLL + YLD • YLL = y_[rs i` fc`_ fist • YLD = y_[rs fcv_ wctb ^cs[\cfcty • Oh_ DALY = Oh_ b_[ftby fc`_ y_[r fist QALY QALY atau Quality adjusted life years merupakan satuan dari lamanya hidup dengan kualitas kehidupan yang sempurna. Dalam evaluasi ekonomi dari pengukuran QALY akan diketahui biaya yang diperlukan untuk menambah satu tahun hidup dengan kesehatan penuh, dengan dasar perhitungan menggunakan pendekatan utilitas. QALY diukur dengan pertimbangan utility dengan rentang dari 1 dan 0. Nilai QALY berkisar dari nilai 1 (kondisi kesehatan sempurna) hingga nilai 0 (meninggal). Dalam praktiknya pengukuran nilai QALY biasanya menggunakan kuesioner


| 61 standar yang menilai kualitas hidup berupa profil Kesehatan (Setiawan, 2017). Langkah-langkah dalam menghitung QALY adalah sebagai berikut (Andayani, 2013): 1. Deskripsikan masing-masing penyakit atau status kesehatan Deskripsi hendaklah menggambarkan pengaruh kesehatan pada suatu penyakit atau keadaan kesehatan secara singkat. Untuk pengukuran status kesehatan dalam hal ini hendaklah dilakukan menggunakan instrumen generik. a. Pilih metode untuk menentukan nilai utilitas (dalam PTK ditetapkan menggunakan EQ-5D dari Euroqol). Ada 3 metode untuk menentukan skor utilitas yakni (Andayani, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2017): Rating scale (RS) Terdiri dari garis skala seperti thermometer dengan kesehatan sempurna paling atas (100) dan kematian paling bawah (0). Instrument ini disebut juga Visual Analog Scale (VAS). Subjek akan diminta untuk menentukan nilai kualitas hidup sesuai kondisi kesehatan yang dirasakannya. Skor utilitas dihitung dari nilai pada skala yang ditentukan oleh responden. VAS merupakan pendekatan yang paling sederhana yakni dengan cara memberikan pilihan rentang angka untuk mendapatkan status kesehatan seseorang pada saat itu. P_rt[hy[[h y[ha ^[j[t ^cauh[e[h [^[f[b ‚B[a[cg[h[ eu[fct[s bc^uj Ah^[ b[rc chc?‛ Ae[h t_t[jc, g_secjuh


62 | terlihat sederhana, penggunaan VAAS juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah ketidakmampuan VAS dalam menggambarkan interval. Subyek yang mengisi VAS akan cenderung mempersepsikannya sebagai kategori ordinal sehingga berpotensi menyebabkan kekeliruan dalam mengambil kesimpulan. Gambar berikut adalah contoh VAS : b. Standard gamble (SG) SG merupakan suatu metode pemilihan keputusan yang bersifat personal berdasarkan pada prinsip untuk memaksimalkan utilitas, yang diharapkan dari teori keputusan (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pada metode ini subjek akan ditawarkan dua alternatif. Alternatif pertama adalah terapi / intervensi dengan


| 63 dua kemungkinan hasil yakni kesehatan normal atau kematian segera. Alternatif kedua adalah keluaran yang pasti dari kesehatan kronik berdasarkan harapan hidup seseorang dari kesehatan normal atau kematian segera. Skor utilitas dihitung dari kemungkinan / probablitias hidup normal setelah terapi / intervensi (Andayani, 2013). Misal diajukan pertanyaan mengenai kursi roda y[ha [e[h ^cj_re_h[fe[h. ‚B_r[j[ \_s[r rcscei kematian yang dapat Anda terima untuk kesembuhan Anda dibandingkan dengan Anda hidup dengan kursi ri^[ chc?‛ Jce[ d[w[\[hhy[ [^[f[b 20%, g[e[ utcfct[s yang bersangkutan adalah 100-20%, yaitu 80% atau 0.8 c. Time tradeoff (TTO) Pada metode ini subjek akan dihadapkan pada dua alternatif. Alternatif pertama adalah keadaan penyakit dengan lama harapan hidup yang pasti (t) dan kematian. Alternatif kedua adalah menjadi sehat dengan waktu x, dimana waktu x tersebut lebih pendek dari waktu t. Skor utilitas dihitung dengan membagi x dengan t. Contoh kasus : Responden diminta untuk memilih (trade) lama hidup (trades off length of life) dibandingkan kualitas hidup. Contoh kasus : pada penggunaan alat kursi roda baru maka subyek akan ^ct[hy[e[h, ‚Jce[ Ah^[ g_gcfcec b[r[j[h bc^uj 50 tahun dengan kursi roda, berapa tahun yang Anda chache[h bc^uj s_b[t ^[h s_g\ub t[hj[ eursc ri^[?‛ Dari jawaban subyek, misalnya 10 tahun, dapat dinilai berapa kualitas hidup dengan kursi roda melalui perhitungan:


64 | QALY (kursi roda) = QALY (sembuh) TH * KH (kursi roda) = TH * KH (sembuh) 50 * KH (kursi roda) = 40 * 1 KH (kursi roda) = 0.8 Adapun SG dan TTO dianggap sebagai pengukuran langsung, SG menghasilkan skor utilitas yang sebenarnya (true utility) pada ketidakpastian, sedangkan TTO dan RS digunakan pada kondisi adanya ketidakpastian. Kuesioner yang dikembangkan untuk RS pada umumnya dalam bentuk self administered, sedangkan untuk SG dan TTO dalam bentuk wawancara langsung oleh karena subyek harus menjawab banyak pertanyaan. Cara pengukuran secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan utility weighted index, misalnya dengan menggunakan instrumen EuroQol, Health Utility Index/HUI, Quality of Well-being scale atau WHO QoL. Untuk PTK di Indonesia ditetapkan menggunakan EQ-5D dari Euroqol Group. 2. Pilih subjek yang akan ditentukan utilitas Tentukan subjek yakni orang yang akan diberikan pertanyaan terkait penentuan utilitas. Subjek dapat berupa pasien dengan penyakit tertentu, profesi kesehatan, pemberi pelayanan atau orang dari suatu populasi. Kemudian lakukan pengukuran utilitas menggunakan instrumen yang telah ditentukan. 3. Kalikan utilitas dengan lama hidup untuk masingmasing pilihan untuk mendapatkan nilai QALY Pengertian adjusted atau yang dapat diartikan ‘^cs_su[ce[h’ j[^[ QALY [^[f[b j_hy_su[c[h


| 65 pertambahan usia yang akan diperoleh dengan utilitas. Dengan adanya penyesuaian tersebut maka akan diperoleh jumlah tahun pertambahan usia dalam kondisi sehat penuh. Rumus perhitungan QALY adalah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013): QALY = Utilitas x Waktu Terdapat beberapa instrumen pengukuran kualitas hidup yang dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian dan jenis penyakit. Secara garis besar instrumen penelitian dapat dikelompokkan atas (Kemenkes R I, 2016).: 1. Instrumen generik Sesuai panduan PTK di Indonesia yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2022, Instrumen generik merupakan pilihan utama dalam pengukuran QALY pada AUB. Hal ini disebabkan karena pada penggunaannya instrumen generik cenderung lebih bisa menampilkan profil kesehatan dan nilai status kesehatan yang nantinya dapat dikonversi menjadi nilai utilitas dengan menggunakan Indonesian Value Set. Nilai tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besaran biaya suatu intervensi kesehatan per QALY pada suatu penyakit. Beberapa contoh instrumen generik yang lazim digunakan adalah : Short Form Surveys (SF-36), EuroQol-5D (EQ-5D), Quality of Well-Being (QWB) Scale, Sickness Impact Profile (SIP) 2. Instrumen spesifik


66 | Instrumen spesifik tidak digunakan untuk menghitung besaran biaya intervensi kesehatan per QALY akan tetapi cenderung lebih menggali secara mendalam bagaimana perubahan kualitas hidup pasien dengan adanya intervensi kesehatan yang diberikan. Instrument spesifik lebih fokus pada kondisi kesehatan yang spesifik. Instrumen spesifik lebih unggul dalam melihat bagaimana pengaruh suatu penyakit atau kondisi suatu penyakit terhadap kualitas hidup pasien, yang mana informasi tersebut tidak akan dapat terangkum dengan baik jika menggunakan instrumen generik. Pada setiap penyakit ada hal-hal spesifik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, sebagao contoh pada kasus HIV-AIDS dimana adanya stigma dan dukungan keluarga terbukti memberi pengaruh bermakna dalam kualitas hidup pasien. Dalam hal ini penggunaan instrumen spesifik HIV-AIDS seperti Instrumen WHOQOL-HIV BREF, akan dapat menggali hal-hal spesifik tersebut dengan menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik untuk menunjang penilaian kualitas hidup pada HIV-AIDS. Pertanyaan spesifik tersebut tidak ditemukan pada instrumen generik. Contoh instrumen spesifik pada beberapa penyakit lain yaitu : Physical Symptomps Distress Index (PSDI) untuk penyakit hipertensi, Living with Asthma Questionnaire untuk penyakit asma dan alergi, Diabetes-spesific QoL instrument (DQOL) untuk penyakit diabetes.


| 67 Mengacu kepada Pedoman Umum PTK Indonesia instrumen yang digunakan dalam pengukuran utilitas pada AUB adalah instrumen generik EQ-5D yang dikeluarkan oleh Euroqol Group. EQ-5D merupakan suatu instrumen penelitian yang dikembangkan oleh tim peneliti dari Eropa (The Euroqol Group), dirancang untuk diisi oleh pasien sendiri (self-administration) (Andayani, 2013). EuroQol Group merupakan jaringan peneliti internasional dari berbagai disiplin ilmu khusus dalam pengukuran status kesehatan yang didirikan pada tahun 1987 di Eropa. EuroQol Group telah mengembangkan instrumen EQ-5D untuk mengukur status kesehatan dan terus mengalami perbaruan. Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 digunakan EQ-5D-3L yang kemudian terus mengalami perkembangan hingga pada tahun 2005 menjadi EQ-5D-5L dimana pertanyaan yang diajukan memiliki 5 dimensi dengan 5 level pertanyaan pada masing-masing dimensi (Oemar and Janssen, 2013). Pada perkembangannya instrumen ini juga telah tersedia dalam berbagai bahasa salah satunya Bahasa Indonesia. Instrumen juga tidak hanya tersedia dalam bentuk pzengisian secara langsung di tempat penelitian, namun juga telah tersedia untuk pengisian secara online atau dengan wawancara telpon. Peneliti cukup mendaftar langsung ke situs Euroqol Group untuk mendapatkan akses instrumen sesuai yang diperlukan. Pada dasarnya instrumen EQ-5D-5L terdiri dari 2 bagian (Andayani, 2013):


68 | 1. Bagian pertama yakni lembar EQ-5D-5L yang menggambarkan sistem 5 dimensi (mobilitas, perawatan diri, aktivitas, nyeri/ketidaknyamanan, ansietas/depresi). Setiap dari 5 dimensi tersebut terdiri dari sistem deskriptif yang terbagi menjadi 5 level tingkatan masalah yang dirasakan yakni : a. Merasa tidak ada masalah b. Merasa ada sedikit masalah c. Merasa ada masalah sedang d. Merasa ada masalah berat e. Merasa ada masalah dalam tingkat ekstrim Masing-masing level tersebut diberi kode sesuai tingkatan level. Jika dalam suatu dimensi masalah berada di level 1 maka diberi kode level 1, jika masalah berada di level 2 maka diberi kode level 2 dan begitu seterusnya. Kode yang diperoleh dari hasil kelima dimensi dari 5 level tingkatan ini diidentifikasi sebagai ‘st[tus e_s_b[t[h’ y[ha t_r^crc ^[rc 5 ^cact angka sesuai tingkat dimensi dan level yang diisi. Nilai status kesehatan kemudian dikonversi menjadi nilai Utilitas menggunakan Indonesian Value Set. 2. Bagian kedua berupa lembar Visual Analog Scale (VAS) 20 ]g ^_ha[h _h^jicht ‘st[tus e_s_b[t[h j[fcha \[ce’ ^[h ‘s[t[tus e_s_b[t[h j[fcha \urue’. P[^[ se[f[ VAS responden akan diminta untuk menentukan kesehatannya pada titik mana dalam garis tersebut. Contoh lembar pertama pertanyaan EQ-5D-5L melalui wawancara pasien (euroqol.org, 2022):


| 69 Pertama, saya ingin bertanya kepada Anda tentang KEMAMPUAN BERJALAN. Apakah Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak kesulitan dalam berjalan? Level 1 2. Anda sedikit kesulitan dalam berjalan? Level 2 3. Anda cukup kesulitan dalam berjalan? Level 3 4. Anda sangat kesulitan dalam berjalan? Level 4 5. Anda tidak bisa berjalan? Level 5 Berikutnya, saya ingin bertanya kepada Anda tentang PERAWATAN DIRI. Apakah Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak kesulitan untuk mandi atau berpakaian sendiri? 2. Anda sedikit kesulitan untuk mandi atau berpakaian sendiri? Level 2 3. Anda cukup kesulitan untuk mandi atau berpakaian sendiri? Pertanyaan Dimensi 1 Pertanyaan Dimensi 2


70 | 4. Anda sangat kesulitan untuk mandi atau berpakaian sendiri? 5. Anda tidak bisa mandi atau berpakaian sendiri? Berikutnya, saya ingin bertanya kepada Anda tentang KEGIATAN YANG BIASA DILAKUKAN, misalnya bekerja, belajar, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kegiatan keluarga atau bersantai/berekreasi. Apakah Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang biasa Anda lakukan? Level 1 2. Anda sedikit kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang biasa Anda lakukan? 3. Anda cukup kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang biasa Anda lakukan? 4. Anda sangat kesulitan dalam mengerjakan kegiatan yang biasa Anda lakukan? 5. Anda tidak bisa mengerjakan kegiatan yang biasa Anda lakukan? Pertanyaan Dimensi 3


| 71 Berikutnya, saya ingin bertanya kepada Anda tentang RASA NYERI ATAU TIDAK NYAMAN. Apakah Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak merasa nyeri atau tidak nyaman? Level 1 2. Anda merasa sedikit nyeri atau tidak nyaman? 3. Anda merasa cukup nyeri atau tidak nyaman? 4. Anda merasa sangat nyeri atau tidak nyaman? 5. Anda merasa amat sangat nyeri atau tidak nyaman? Terakhir, saya ingin bertanya kepada Anda tentang RASA CEMAS ATAU DEPRESI (SEDIH). Apakah Anda ingin mengatakan bahwa: 1. Anda tidak merasa cemas atau depresi (sedih)? 2. Anda merasa sedikit cemas atau depresi (sedih)? Level 2 3. Anda merasa cukup cemas Pertanyaan Dimensi 4 Pertanyaan Dimensi 5


72 | atau depresi (sedih)? 4. Anda merasa sangat cemas atau depresi (sedih)? 5. Anda merasa amat sangat cemas atau depresi (sedih)? Pada contoh di atas terlihat pertanyaan dimensi 1 diisi pada level 1, pertanyaan dimensi 2 diisi pada level 2, pertanyaan dimensi 3 diisi pada level 1, pertanyaan dimensi 4 diisi pada level 1 dan pertanyaan dimensi 5 diisi pada level 1. Angka tersebut dapat diterjemahkan menjadi status kesehatan yang terdiri dari 5 digit angka yang mewakili kelima dimensi yakni 12112. Selanjutnya untuk mengkonversi suatu status kesehatan menjadi nilai utilitas diperlukan Value Set EQ-5D-5L sesuai negara tempat dilakukan studi. Di dalam situs resminya Euroqol Group belum memiliki Value Set EQ-5D-5L Indonesia (euroqol.org, 2022; Oemar and Janssen, 2013). Akan tetapi sebuah penelitian pada tahun 2017 telah berhasil menyusun Value Set EQ-5D-5L Indonesia yang dapat digunakan sebagai koefisien untuk mengkonversi status kesehatan ke utilitas (Purba et al., 2017). Berikut adalah bagian dari Indonesia Value Set (Purba et al., 2017) yang digunakan untuk mengkonversi status kesehatan 12112 menjadi nilai utilitas :


| 73 Dari data status kesehatan 12112 diperoleh nilai utilitas 0,764 Nilai utilitas yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan QALY dimana QALY adalah perkalian antara nilai utilitas dengan waktu. Misalkan jika tanpa intervensi pelayanan kesehatan atau dalam kondisi penyakit X atau dengan perlakuan standar seseorang dengan status kesehatan 12112 memperoleh nilai utilitas 0,764 untuk waktu 5 tahun artinya QALY dalam hal ini adalah 3,82. Sedangkan jika dilakukan intervensi pelayanan kesehatan atau dengan terapi baru terhadap penyakit X ternyata dapat meningkatkan status kesehatan menjadi 11121 sehingga nilai utilitas menjadi 0,908, maka untuk waktu 5 tahun QALY akan meningkat menjadi 4,54. Misalkan jika dianggap pertambahan nilai tahun kehidupan dengan atau tanpa terapi adalah Indonesia Value Set


74 | sama dalam arti intervensi tidak mempengaruhi kuantitas tahun kehidupan maka dapat diartikan intervensi pelayanan kesehatan atau terapi baru terhadap penyakit X dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan nilai QALY sebanyak 0,72. Pada suatu titik kualitas hidup tidak selalu mengalami peningkatan secara bermakna meskipun dalam intervensi pelayanan kesehatan telah dilakukan selama hitungan tahun. Sebagai contoh pada kasus HIV-AIDS dimana penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang telah menjalani terapi Antiretroviral (ARV) selama lebih dari 2 tahun tidak memiliki perbedaan bermakna dengan ODHA yang telah menjalani terapi ARV selama 5 tahun atau lebih (Ersa et al., 2023). Oleh karena itu lamanya waktu yang diambil sebagai tolak ukur perhitungan dalam AUB dapat saja menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Misalkan boleh jadi dalam bctuha[h w[etu 3 t[buh su[tu ‘cht_rv_hsc e_s_b[t[h \[ru’ ^ce[t[e[h f_\cb _`_etc` ^[rcj[^[ ‘g_ti^_ st[h^[r’ dalam penanganan suatu penyakit, namun jika dilakukan pengujian menggunakan waktu 10 tahun ‘cht_rv_hsc e_s_b[t[h \[ru’ t_rs_\ut ^[j[t s[d[ menunjukkan hasil yang berbeda, yakni tidak lebih _`_etc` ^[rcj[^[ ‘g_ti^_ st[h^[r’ uhtue j_h[ha[h[h penyakit tersebut.


| 75 Langkah Perhitungan Analisis Utilitas Biaya (Indrawaty, 2013). 1. Tentukan tujuan Tentukan alternatif program yang akan dilakukan penelitian. Pada banyak intervensi pelayanan kesehatan, tujuan terapi yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan kualitas hidup dan/atau memperpanjang kehidupan. Contoh kasus : misalkan pada kasus HIV-AIDS dimana obat pilihan pertama adalah FDC TLE (Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz), pada tahun 2019 diluncurkan obat baru yaitu FDC DLE (Dolutegravir + Lamivudin + Efavirenz). Dalam hal ini alternatif program yang akan dilakukan penelitian adalah FDC DLE. 2. Buat daftar cara untuk mencapai tujuan tersebut Cara untuk mencapai tujuan yang diharapkan adalah dengan membandingkan terapi yang lazim digunakan sebelumnya dengan terapi baru. Program A : Penanganan HIV-AIDS dengan terapi FDC TLE Program B : Penanganan HIV-AIDS dengan terapi FDC DLE 3. Identifikasi utilitas masing-masing alternatif Misalkan data dari literatur atau dari pengukuran langsung terhadap responden adalah Program A : QALY = 3,06 Program B : QALY = 3,37 4. Identifikasi dan hitung biaya pengobatan


76 | Biaya dihitung sesuai dengan pedoman umum PTK di Indonesia yang menggunakan perspektif sosietal, artinya biaya dihitung mencakup biaya langsung medis, biaya langsung non-medis dan biaya tidak langsung. Misalkan biaya yang teridentifikasi menunjukkan : a. Biaya rerata program A : Rp. 84.000.000 / pasien b. Biaya rerata program B : Rp. 42.000.000 / pasien 5. Hitung dan lakukan interpretasi utilitas-biaya dari pilihan pengobatan a. Hitung rasio utilitas biaya (RUB) setiap pengobatan Rumus RUB = Biaya / Utilitas 1) RUB Program A = Rp. 84.000.000 / 3,06 = Rp. 27.450.980 (terapi standar) 2) RUB Program B = Rp. 142.000.000 / 3,37 = Rp. 42.136.498 (terapi alternatif) b. Tentukan posisi alternatif pengobatan dalam Tabel atau Diagram Utilitas Biaya. Biaya yang dilihat adalah biaya pengobatan, bukan rerata utilitasbiaya. Dari RUB pada poin a terlihat bahwa Program B (alternatif) memiliki biaya yang lebih tinggi daripada program A (standar) akan tetapi Program B (alternatif) juga memiliki Utilitas yang lebih tinggi daripada program A (standar). Maka berdasarkan tabel berikut termasuk pada kelompok I yakni perlu dilakukan perhitungan RIUB. Utilitas Biaya Biaya Lebih Rendah Biaya Sama Biaya Lebih Tinggi Utilitas Lebih Rendah A (Lakukan RIUB) B C (Didominasi) Utilitas Sama D E F


| 77 Utilitas Lebih Tinggi G (Dominan) H I (Lakukan RIUB) c. Hitung raso inkremental utilitas-biaya (RIUB) pengalihan program RIUB Program B terhadap A = Rp. 187.096.774 / QALY 6. Interpretasi Program B memerlukan tambahan biaya Rp. 187.096.774 / QALY, namun masyarakat mendapat tambahan usia 0,31 (survival years) atau 3,72 bulan. 7. Lakukan analisis sensitivitas dan ambil kesimpulan Analisis dilakukan dengan mengukur kualitas hidup pasien setelah pengobatan sampai meninggal, dengan memperhitungkan variasi utilitas dan variasi biaya. Perubahan nilai inflasi biaya dan hasil pengobatan juga perlu dipertimbangkan. Efektivitas dari suatu program alternatif dinilai dengan membandingkan RIUB dengan nilai GDP per kapita Indonesia sebagai nilai ambang. Nilai ambang spesifik untuk Indonesia dapat digunakan jika telah tersedia. Catatan Merujuk dari Pedoman Umum PTK di Indonesia yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2022 maka evaluasi ekonomi dengan menggunakan AUB direkomendasikan untuk menggunakan QALY sebagai luaran, menggunakan horizon waktu yang cukup lama, menggunakan perspektif sosietal dimana biaya yang dihitung meliputi biaya langsung medis, biaya non-medis dan biaya tidak langsung, menggunakan instrumen generik


78 | EQ-5D-5L dari Euroqol Group dengan Indonesia Value Set dan menggunakan standar layanan yang biasa digunakan sebagai komparator. Dalam AUB tidak direkomendasikan untuk langsung membandingkan antara 2 intervensi baru yang direncanakan/diusulkan. Evaluasi yang direkomendasikan yaitu dengan membandingkan masing-masing intervensi baru tersebut terhadap standar layanan yang biasa digunakan.


| 79 apt. Najmiatul Fitria, M.Farm., Ph.D nalisis sensitivitas di bidang farmakoekonomi adalah metodologi penting yang digunakan untuk menilai kekuatan penarikan kesimpulan yang diambil dari evaluasi farmakoekonomi (Fitria, 2020b). Proses ini melibatkan variasi parameter utama secara sistematis dalam suatu model untuk menguji dampak perubahan terhadap hasil. Mengingat ketidakpastian yang melekat dalam pemodelan kejadian di masa depan, terutama yang berkaitan dengan layanan kesehatan dan obat-obatan, analisis sensitivitas sangat diperlukan untuk mengidentifikasi parameter yang paling berpengaruh terhadap A


80 | hasil model, sehingga menyoroti area di mana penelitian lebih lanjut atau data yang lebih tepat dapat memberikan manfaat yang paling besar (Michael F. Drummond, Mark J. Sculpher, Karl Claxton, Greg L. Stoddart, 2015; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI and Kemenkes RI, 2017). Tujuan utama Analisis Sensitivitas dalam farmakoekonomi adalah untuk memberikan wawasan tentang seberapa sensitif hasil analisis efektivitas biaya atau utilitas biaya terhadap perubahan asumsi atau nilai masukan yang digunakan dalam model ekonomi (Michael F. Drummond, Mark J. Sculpher, Karl Claxton, Greg L. Stoddart, 2015; Renee, 2021). Dengan memahami tingkat sensitivitas, pengambil keputusan dapat mengukur keandalan kesimpulan penelitian dan membuat keputusan mengenai alokasi sumber daya layanan kesehatan. Hal ini sangat penting dalam konteks terbatasnya anggaran layanan kesehatan dan kebutuhan akan penggunaan sumber daya yang efisien (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI and Kemenkes RI, 2017). Ada beberapa jenis analisis sensitivitas yang digunakan dalam farmakoekonomi, masing-masing disesuaikan dengan aspek analisis yang berbeda (Michael F. Drummond, Mark J. Sculpher, Karl Claxton, Greg L. Stoddart, 2015; Husereau et al., 2022):


| 81 1. Analisis Sensitivitas Satu Arah (Univariat)/ One-way sensitivity analysis: Metode ini memvariasikan satu parameter pada satu waktu sambil menjaga semua parameter lainnya tetap konstan, untuk menilai dampak perubahan pada parameter tunggal tersebut terhadap hasil. Analisis sesnsitivitas satu arah ini juga dikenal dengan analisis sensitivitas deterministic/ deterministic sensitivity analysis (Geisler et al., 2009) 2. Analisis Sensitivitas Multi-Arah (Multivariat)/ Multivariate sensitivity analysis: Berbeda dengan analisis sensitivitas satu arah, pendekatan ini memvariasikan beberapa parameter secara bersamaan, yang dapat memberikan gambaran yang lebih realistis tentang efek gabungan dari perubahan pada beberapa input. 3. Analisis Skenario/ Scenario analysis: Hal ini melibatkan penilaian dampak berbagai skenario (seperangkat asumsi) terhadap hasil, yang dapat mencakup skenario terbaik, terburuk, dan kemungkinan besar. 4. Analisis Sensitivitas Probabilistik (PSA)/ Probabilistic sensitivity analysis: PSA menggunakan distribusi probabilitas untuk parameter yang tidak pasti dan menjalankan simulasi untuk menghasilkan distribusi hasil, memberikan pandangan komprehensif tentang ketidakpastian dan kemungkinan hasil yang berbeda (Limwattananon, 2014).


82 | Melakukan analisis sensitivitas dalam farmakoekonomi melibatkan beberapa langkah utama: 1. Identifikasi Parameter Utama: Langkah pertama adalah mengidentifikasi parameter mana yang mungkin mempunyai dampak signifikan terhadap hasil model. Hal ini dapat mencakup biaya, hasil kesehatan, tingkat diskonto, atau kemungkinan transisi. 2. Pemilihan Rentang untuk Parameter: Untuk setiap parameter utama, rentang nilai dipilih, berdasarkan literatur, pendapat ahli, atau analisis statistik. 3. Eksekusi Analisis Sensitivitas: Dengan menggunakan rentang yang dipilih, analisis dilakukan sesuai dengan jenis analisis sensitivitas yang dipilih (satu arah, multi arah, skenario, atau probabilistik). 4. Interpretasi Hasil: Hasilnya kemudian dianalisis untuk menentukan bagaimana perubahan parameter mempengaruhi hasil. Hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi parameter yang paling sensitif dan menilai kekuatan kesimpulan model. Dalam analisis farmakoekonomi di Indonesia dan juga secara global, sering digunakan one-way sensitivity analysis dan probabilistic sensitivity analysis.


| 83 Analisis sensitivitas satu arah adalah jenis analisis sensitivitas deterministik. Dalam analisis sensitivitas satu arah, setiap parameter dalam model divariasikan satu per satu untuk menilai dampak ketidakpastian parameter individual terhadap hasil, sementara semua parameter lainnya dijaga konstan. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi parameter mana yang memiliki dampak paling signifikan terhadap kesimpulan model, khususnya pada keluaran utama seperti Rasio Efektivitas Biaya Tambahan (RIEB)/ Incremental Cost-Effectiveness ratio (ICER). Sedangkan Analisis sensitivitas deterministik adalah istilah yang lebih luas yang mengacu pada analisis sensitivitas apa pun yang inputnya divariasikan secara nonacak yang telah ditentukan sebelumnya, dan ketidakpastian dalam hasil model dinilai berdasarkan variasi ini. Meskipun analisis sensitivitas satu arah berada di bawah payung ini, analisis sensitivitas deterministik juga dapat mencakup analisis sensitivitas multi-arah (atau skenario), di mana beberapa parameter diubah secara bersamaan sesuai dengan skenario atau asumsi tertentu (Geisler et al., 2009). Analisis sensitivitas deterministik dalam farmakoekonomi adalah metode yang digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana perubahan masukan suatu model— seperti biaya, efektivitas, dan parameter lainnya— mempengaruhi hasil model. Metode ini melibatkan memvariasikan satu atau lebih parameter dalam model untuk menilai dampak perubahan ini terhadap hasil, biasanya berfokus pada Rasio Efektivitas Biaya Tambahan


84 | (RIEB)/ (ICER). ICER adalah ukuran yang umum digunakan dalam ekonomi kesehatan yang membandingkan perbedaan biaya antara dua intervensi dengan perbedaan efektivitasnya, sering kali diukur dalam Quality-Adjusted Life Years (QALYs) atau tahun hidup yang diperoleh. Rumus ICER adalah (Fitria, 2020a): atau atau Parameter yang dimasukkan dalam analisis sensitivitas deterministik dapat sangat bervariasi tergantung pada model spesifik dan intervensi yang dievaluasi. Parameter umum meliputi (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI and Kemenkes RI, 2017): 1. Parameter Biaya: Ini dapat mencakup biaya medis langsung (misalnya pengobatan, rawat inap, dan kunjungan dokter), biaya non-medis langsung (misalnya transportasi), dan biaya tidak langsung (misalnya hilangnya produktivitas). 2. Parameter Efektivitas: Parameter ini dapat mencakup hasil klinis seperti tingkat kelangsungan hidup, tingkat kejadian (misalnya, pencegahan serangan jantung), dan ukuran kualitas hidup. 3. Probabilitas Transisi: Dalam model yang mensimulasikan perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, probabilitas transisi menentukan kemungkinan


| 85 perpindahan dari satu kondisi kesehatan ke kondisi kesehatan lainnya. 4. Tingkat Diskon: Biaya masa depan dan hasil kesehatan sering kali didiskontokan untuk mencerminkan nilainya saat ini, dan pilihan tingkat diskon dapat berdampak signifikan pada hasil tersebut. 5. Nilai Utilitas: Utilitas adalah nilai numerik yang mewakili kualitas hidup yang terkait dengan berbagai kondisi kesehatan, yang digunakan untuk menghitung QALY. Analisis sensitivitas deterministik berhubungan langsung dengan ICER karena membantu mengidentifikasi seberapa kuat ICER terhadap perubahan masukan model. Dengan memvariasikan parameter utama secara sistematis, analis dapat mengamati seberapa sensitif ICER terhadap setiap parameter. Hal ini penting dalam pengambilan keputusan, karena membantu mengidentifikasi parameter mana yang memiliki dampak paling besar terhadap efektivitas biaya suatu intervensi, dan oleh karena itu, data yang lebih tepat atau penelitian lebih lanjut dapat meningkatkan keandalan analisis. Misalnya, jika ICER sangat sensitif terhadap biaya intervensi baru, hal ini menunjukkan bahwa perubahan kecil pada biaya ini dapat mengubah kesimpulan analisis mengenai efektivitas biaya intervensi secara signifikan. Sebaliknya, jika perubahan pada parameter tertentu berdampak kecil terhadap ICER, pengambil keputusan akan lebih yakin bahwa kesimpulan model tersebut kuat terhadap ketidakpastian parameter tersebut (Fitria et al., 2024).


86 | Dalam farmakoekonomi terdapat teknik analisis sensitivitas yang lebih baik dari sekedar analisis sensitivitas satu arah yang digunakan untuk menilai ketidakpastian hasil evaluasi ekonomi, khususnya dengan fokus pada Rasio Efektivitas Biaya Tambahan (ICER). Tidak seperti analisis sensitivitas deterministik, di mana parameter masukan divariasikan satu per satu atau dalam skenario yang telah ditentukan, PSA melibatkan memvariasikan semua parameter masukan utama secara bersamaan sesuai dengan distribusi probabilitasnya. Metode ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang ketidakpastian seputar ICER dan kemungkinan intervensi menjadi hemat biaya berdasarkan berbagai ambang batas kesediaan untuk membayar (WTP) untuk tahun kehidupan yang disesuaikan dengan kualitas hidup(QALY) atau ukuran hasil kesehatan lainnya. . Parameter masukan untuk PSA mirip dengan yang digunakan dalam model deterministik tetapi dicirikan oleh distribusi probabilitas dan bukan estimasi titik tunggal. Ini termasuk: 1. Parameter Biaya: Biaya yang terkait dengan intervensi, penggunaan sumber daya layanan kesehatan, dll., yang ditandai dengan distribusi yang mencerminkan ketidakpastian atau variabilitas dalam biaya tersebut (misalnya, distribusi gamma untuk nilai positif). 2. Parameter Efektivitas: Kemanjuran klinis atau ukuran efektivitas, seperti pengurangan risiko relatif, tingkat kelangsungan hidup, dll., dengan distribusi yang


| 87 mencerminkan ketidakpastian dalam perkiraan ini (misalnya, distribusi beta untuk proporsi). 3. Nilai Utilitas: Bobot kualitas hidup yang ditetapkan pada kondisi kesehatan yang berbeda, dengan distribusi yang mencerminkan ketidakpastian dalam perkiraan utilitas tersebut (misalnya, distribusi beta). 4. Probabilitas Transisi: Probabilitas perpindahan antar status kesehatan dalam suatu model, masing-masing ditandai dengan distribusi probabilitas yang mencerminkan ketidakpastian dalam estimasi ini. 5. Tarif Diskon: Tarif yang digunakan untuk mendiskon biaya masa depan dan hasil kesehatan ke nilai sekarang, dengan distribusi yang mencerminkan ketidakpastian atau variabilitas dalam tarif tersebut. Dalam PSA, sejumlah besar simulasi dijalankan, setiap kali mengambil nilai acak dari distribusi probabilitas parameter masukan. Hal ini menghasilkan distribusi ICER, bukan estimasi satu titik, yang mencerminkan kisaran hasil yang mungkin terjadi mengingat ketidakpastian inputnya. Analisis sensitivitas memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan di bidang kesehatan. Dengan menyoroti parameter yang paling sensitif, pendekatan ini mengarahkan perhatian pada bidang-bidang dimana data yang lebih baik atau penelitian lebih lanjut dapat meningkatkan keandalan evaluasi ekonomi. Selain itu, hal ini membantu para pemangku kepentingan memahami berbagai kemungkinan hasil dan ketidakpastian


88 | yang terkait, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih tepat (Fitria, 2020a). Singkatnya, analisis sensitivitas adalah komponen fundamental dari evaluasi farmakoekonomi, yang meningkatkan kredibilitas dan kegunaannya dengan mengeksplorasi dampak ketidakpastian secara sistematis. Melalui penerapan analisis sensitivitas yang cermat, pengambil keputusan di bidang layanan kesehatan dapat menavigasi kompleksitas alokasi sumber daya dengan lebih baik, sehingga pada akhirnya menghasilkan penggunaan sumber daya layanan kesehatan yang lebih efisien dan efektif. Dinamakan diagram tornado karena bentuknya yang khas, yaitu menyerupai tornado jika dilihat dari samping. Ini terdiri dari batang horizontal, masing-masing mewakili kisaran hasil (misalnya, perubahan ICER) yang dihasilkan dari memvariasikan satu parameter sambil menjaga parameter lainnya tetap konstan. Panjang setiap batang menunjukkan sejauh mana perubahan ICER sebagai respons terhadap perubahan parameter tersebut, dan batang diurutkan dari parameter yang paling sensitif hingga yang paling tidak sensitif, sehingga menciptakan tampilan "tornado".


| 89 Gambar 1. Tornado diagram sebagai output analisis sensitivitas deterministik (Fitria, 2021) Gambar 1. menunjukkan hasil analisis sensitivitas deterministik (semua berdasarkan DALY yang didiskon). Bilah merah menunjukkan perubahan ICER saat menggunakan nilai atas untuk parameternya, sedangkan bilah biru menunjukkan perubahan dengan nilai lebih rendah. Penurunan ICER (batang di sebelah kiri sumbu) menunjukkan MMN yang lebih hemat biaya dibandingkan perkiraan awal, sementara peningkatan (batang di sebelah kanan) menunjukkan efektivitas biaya yang lebih buruk. Kurva Penerimaan Efektivitas Biaya/ Cost-Effectiveness Acceptibility Curve (CEAC) adalah alat penting yang digunakan dalam penyajian hasil analisis sensitivitas probabilistik (PSA) dalam farmakoekonomi. Hal ini secara grafis menunjukkan kemungkinan bahwa suatu intervensi akan hemat biaya, dengan mempertimbangkan berbagai


90 | ambang batas kesediaan untuk membayar (WTP) untuk unit dampak tambahan, misalnya Quality-Adjusted Life Year (QALY). CEAC memberikan pandangan komprehensif tentang ketidakpastian seputar efektivitas biaya intervensi layanan kesehatan, dengan mempertimbangkan variabilitas dan ketidakpastian di semua parameter model secara bersamaan (Fitria, 2023). Dalam PSA, banyak simulasi dijalankan, masing-masing mengambil nilai acak dari distribusi probabilitas yang telah ditentukan sebelumnya dari parameter masukan (biaya, efektivitas, dll.). Untuk setiap simulasi, Rasio Efektivitas Biaya Tambahan (ICER) dihitung. CEAC kemudian dibangun dengan memplot probabilitas bahwa ICER berada di bawah berbagai ambang batas WTP terhadap ambang batas tersebut. Kurva ini secara efektif menunjukkan kemungkinan bahwa intervensi tersebut dianggap hemat biaya pada rentang nilai WTP untuk satu unit manfaat kesehatan tambahan (misalnya, QALY atau DALY). Gambar 2. Cost-Effectiveness Acceptability Curve), sebagai output dalam analisis sensitivitas probabilistik (Fitria, 2021).


Click to View FlipBook Version