41 instrumen non tes diantaranya penilaian kinerja, proyek, portofolio, penilaian diri, jurnal refleksi dan lain sebagainya. Karakterisitik spesifik instrumen tes pilihan dan uraian dapat ditinjau pada sifat jawaban atau umpan balik. Tes bentuk uraian lebih memberikan kebebasan siswa dalam mengeluarkan ide secara lebih maksimal dalam konteks pemecahan masalah ilmiah. Sisi lain, siswa kurang diberikan ruang ide dalam mengemukakan pendapat dikarenakan jawaban soal pilihan ganda sudah disiapkan sebelumnya. Siswa hanya diarahkan untuk lebih teliti dalam menentukan pilihan jawaban yang tepat dan sesuai. A. Kriteria Desain Instrumen Desain instrumen yang efektif bertujuan untuk memberikan kesempatan siswa menampilkan kemampuan pengetahuan dan ketrampilan secara maksimal dalam pembelajaran. Oleh karena itu, strategi penilaian sebaiknya disiapkan terlebih dahulu oleh guru dan dilakukan diskusi bersama dengan maksud agar siswa mengetahui tujuan, konteks dan mekanisme penilaian. Siswa akan lebih termotivasi dalam mengikuti setiap alur pembelajaran dan mengetahui tujuan serta sistem penilaian dalam mencapai tujuan akhir. Penilaian yang efektif selalu sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat dikelola dengan baik untuk memberikan informasi akademik kemampuan siswa. Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan guru dalam merancang instrumen yang efektif (State Government of Victoria, 2019), antara lain: 1. Penilaian harus autentik yang mencerminkan program dan tujuan pembelajaran;
42 2. Sesuai dengan standar capaian kurikulum; 3. Terintegrasi dalam urutan pembelajaran; 4. Menyediakan rubrik penilaian. Standar kurikulum 2013 merancang penilaian autentik pada ranah pengetahuan (tes kognitif tertulis/ lisan), sikap (penilaian diri, rekan sejawat, jurnal, observasi) dan keterampilan (penilaian kinerja, proyek, produk, portofolio). Berbagai jenis penilaian pada ketiga aspek autentik membutuhkan rubrik yang tepat sesuai tujuan. Rubrik merupakan acuan penilaian yang memuat deskripsi kemampuan aspek atau kriteria dan tingkatan sesuai penguasaan yang dinyatakan dengan penggunaan skor (Andriani and Hamdu, 2021). Sistem penilaian kontekstual dirancang sesuai keadaan siswa yang sebenarnya. Dengan kata lain, penilaian kontekstual mengarah pada penilaian autentik. Defenisi penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan pada situasi nyata siswa, sehingga guru seharusnya dapat menyusun alur pembelajaran nyata dan bermakna (Yustiana and Rida, 2020). Siswa mengalami pengalaman kontekstual dalam pembelajaran dengan skenario kasus atau stimulus yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata akan lebih memberikan makna dan mendorong keingintahuan siswa dalam memecahkan persoalan ilmiah. Desain instrumen kontekstual dan efektif berarti gambaran asesmen penilaian sesuai situasi nyata siswa dan terintegrasi dalam strategi atau model pembelajaran.
43 B. Desain Instrumen Berbasis Pendekatan Kontekstual Dalam tulisan ini akan dibahas model penilaian yang mengacu pada pendekatan kontekstual berbasis budaya atau diistilahkan dengan culturally responsive teaching (CRT). Konsep pendekatan CRT adalah pengalaman belajar berdasarkan budaya sehari-hari. Siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang setara berdasarkan keanekaragaman budaya (Rachmawati, et al., 2020). Komponen pembelajaran berbasis budaya menurut (Tanu, 2016) , antara lain: 1. Substansi (materi) dan kompetensi bidang ilmu Unsur substansi mencakup content knowledge (konsep dan prinsip bidang ilmu), inquiri dan problem solving knowledge (penemuan dan penyelesaian masalah dalam bidang ilmu), dan epistemic knowledge (aturan bidang ilmu). 2. Kebermaknaan dan proses pembelajaran Unsur proses pembelajaran mencakup tugas kontekstual sesuai pengalaman sehari-hari, adanya interaksi aktif berkaitan dengan metode seperti pembelajaran proyek dan pembelajaran berbasis masalah, dan penerapan bidang ilmu secara kontekstual.
44 3. Penilaian hasil belajar Teknik penilaian untuk pembelajaran berbasis budaya seperti poster, puisi, catatan harian, laporan, tarian, lukisan dan lainnya. 4. Peran budaya Budaya berperan sebagai media dan sumber pembelajaran yang dapat memberikan suasana baru dalam belajar. C. Integrasi CRT dalam asesmen pembelajaran sains Integrasi CRT dalam pembelajaran sains (kimia) sangat relevan ditinjau dari telaah komponennya. Substansi dan bidang ilmu mengkaji tentang alam semesta, energi dan perubahannya dapat dipelajari dengan metode penemuan dan penyelesaian masalah serta pembelajaran berbasis budaya. Teknik penilaian dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Isu budaya dapat dijadikan sumber referensi bahan ajar kontekstual dalam menginformasikan pengalaman belajar baru. Salah satu pendekatan belajar yang melibatkan isu kebudayaaan lokal adalah pendekatan sosiosaintifik. Isu sosiosaintifik adalah salah satu tinjauan pengetahuan yang mendefenisikan kaitan antara isu-isu sosial budaya dengan ilmu sains. Isu ini membahas berbagai masalah yang berhubungan dengan situasi sosial ekonomi masyarakat (Sismawarni et al., 2020). Trend budaya dalam bahasa
45 sekarang disebut sebagai kearifan lokal. Trend ini sangat dekat dengan konsep kontekstual. D. Tahapan desain instrumen pembelajaran sains Berikut akan diulas mengenai langkah desain instrumen efektif dan kontekstual menurut hasil penelitian penulis tentang pengembangan instrumen tes literasi numerasi dengan mengangkat isu lokal masyarakat khususnya daerah Sikka NTT pada pendekatan CRT. Fokus pengembangan terutama pada instrumen jenis tes. Prosedur pengembangan instrumen soal jenis tes uraian mengikuti model of educational reconstruction (MER) dengan konsep rekonstruksi struktur konten materi dengan dasar pada aspek tujuan pembelajaran (Duit et al., 2012). Tahapan desain instrumen soal dapat dilihat pada gambar 1 . Gambar 1. Prosedur pengembangan soal (Nirmalasari et al., 2022)
46 Lazimnya mendesain suatu instrumen tes tertulis diawali dengan membuat kisi-kisi soal. Namun, pada penjelasan prosedur MER (gambar 1), dijelaskan secara terperinci pada tiga tahapan desain, diantaranya analisis struktur konten, desain instrumen dan prototyping. Analisis literatur yang mencakup bedah kurikulum, konten dan konteks adalah langkah awal desain instrumen soal. Analisis kurikulum akan memberi informasi kompetensi dasar yang mengarahkan pada konten materi pada level belajar siswa dan nantinya dikaitkan dengan konteks materi tersebut dalam implementasinya pada kehidupan sehari-hari masyarakat lokal. Informasi validitas materi kemudian disesuaikan dengan literatur atau referensi yang relevan dan terkini sesuai perkembangan. Langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi soal yang menghubungkan antara kompetensi dasar yang diperoleh pada kajian tahap sebelumnya dan indikator pembelajaran sesuai konten materi serta indikator tambahan sesuai variabel yang hendak diukur kemampuannya, seperti literasi dan numerasi. Pada beberapa kisi-kisi ditambahkan dengan keterangan level kognitif untuk menganalisa tingkatan pengetahuan evaluasi. Instrumen soal dapat diturunkan setelah terbentuk kisikisi soal. Untuk menentukan tingkat keakuratan instrumen soal maka perlu adanya uji validitas baik dari segi isi maupun empiris (instrument ini telah melewati uji kevalidan dengan skor Aiken 0.872). Berikut akan ditampilkan kisi-kisi soal uraian literasi numerasi pada salah satu materi kimia SMA kelas XI, yakni materi hidrokarbon pada kompetensi dasar (KD. 3.1). Rancangan level kognitif melibatkan level rendah
47 (LOTS) hingga tinggi (HOTS) pada kemampuan memahami hingga mengevaluasi. Jabaran kisi-kisi dibatasi pada indikator topik golongan senyawa hidrokarbon. Tabel 1. Kisi-Kisi Soal KD Indikator Aspek Literasi Aspek Numerasi Stimulus No. Soal 3.1 Menganalisis struktur dan sifat senyawa hidrokarbon berdasarkan pemahaman kekhasan atom karbon dan penggolongan senyawanya 3.1.4 Menjelaskan golongan senyawa hidrokarbon Konten, Kontext, HOLS, Sikap Geometri molekul/ formulasi kimia Wacan a A 1,2 Keterangan: Wacana A Ubi rendam (ohu ai neng) adalah salah satu jenis produk pangan yang banyak terdapat di pasaran lokal masyarakat Sikka. Bagian ubi yang digunakan adalah umbi batang yang dikuliti dan dijemur hingga kering (Gambar 1) dan direndam semalaman. Proses rendaman menghasilkan ubi dengan tekstur lunak dan berwarna hitam. Hasil observasi lapangan melaporkan bahwa limbah kulit ubi jarang dimanfaatkan, masyarakat biasanya membuang begitu saja dalam bentuk sampah. Oleh karena itu, perlu
48 adanya pengolahan sampah limbah kulit ubi, diantaranya melalui proses pembakaran bebas pada lingkungan sekitar dan melalui proses pengolahan menghasilkan biogas (bahan bakar alternatif). Studi literatur menyebutkan bahwa limbah kulit ubi umumnya mengandung senyawa organik pektin (Gambar 2) sebagai bahan penghasil biogas. Dalam proses pembuatan biogas, dapat dihasilkan residu cair yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik alamiah. Gas yang dihasilkan dalam pembuatan biogas adalah gas metana (CH4). Data pada gambar 3 adalah hasil penelitian (Mago et al., 2021) yang berkaitan dengan produksi biogas dari berbagai jenis limbah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sikka. Data tersebut menunjukkan bahwa volume biogas dari limbah industri tempe tahu (Lin) > volume biogas limbah pertanian (LPr) > volume biogas limbah rumah tangga (LRT). Kulit ubi tergolong dalam jenis limbah pertanian yang menghasilkan rata-rata gas metana sebanyak 1000 mL. Gambar 1. Ubi Kering Gambar 2. Struktur Pektin
49 Gambar 3. Hasil Penelitian Biogas Pertanyaan: 1. Apakah metana termasuk golongan alkana/ alkena/ alkuna? Berikan alasan anda! 2. Apakah metana memiliki ikatan jenuh atau ikatan tak jenuh? Jelaskan! Salah satu kriteria instrumen yang efektif yakni terdapatnya rubrik penilaian sebagai acuan guru dalam memberikan skor atas jawaban siswa. Rubrik penilaian yang dimaksud untuk kisi-kisi Tabel 1 dapat diamati pada Tabel 2. Tabel 2. Rubrik penilaian Indikator Deskripsi Skor Menjelaskan golongan senyawa hidrokarbon Tidak dapat menjawab soal (scientific illiteracy) 0 Dapat menjawab soal, tetapi jawabannya salah (scientific illiteracy) 1 Dapat menjawab soal, tetapi 2
50 terjadi miskonsepsi (nominal scientific literacy) Dapat menjawab benar dengan pemahaman terbatas (functional scientific literacy) 3 Mampu menjawab benar dan menghubungkan beberapa konsep (conceptual scientific literacy) 4 Menjawab benar dan menghubungkan dengan konsep yang lebih luas serta IPTEKS (multidimensional scientific literacy) 5 *Perhitungan nilai akhir = Ʃ (Perolehan skor setiap nomor soal x bobot setiap nomor soal)
51 EVALUASI PARTISIPATIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN Ahmad Saeroji, S.Pd., M.Pd
52 valuasi merupakan bagian integral dari proses pembelajaran yang tidak dapat diabaikan. Evaluasi membantu guru dan siswa untuk memahami sejauh mana proses pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajar-an telah ditatapkan sebelumnya, evaluasi digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa, dan menyesuaikan pendekatan pengajaran agar lebih efektif. Dari sisi ini dapat difahami betapa pentingnya evaluasi pembelajaran dalam proses pendidikan. Maka dari itu evaluasi pembelajaran merupakan bagian penting dari evaluasi pendidikan pada ummumnya (Elis Ratna Wulan and Rusdiana 2015). Kegiatan evaluasi pada dasarnya merupakan proses umpan balik dari proses kegiatan pembelajaran. Umpan balik yang sangat berharga kepada siswa tentang pemahamannya terhadap materi pembelajaran yang telah dipelajari. Umpan balik ini membantu siswa untuk mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga mereka dapat fokus pada area yang memerlukan perbaikan dan penguatan lebih lanjut. Selain sebagai umpan balik, proses evaluasi juga merupakan aktivitas mengukur kemajuan proses pembelajaran peserta didik. Dengan melakukan evaluasi rutin, guru dapat melacak kemajuan siswa dari waktu ke waktu. Hal ini memungkinkan bantuan guru untuk mengidentifikasi siswa yang memerlukan dukungan tambahan dan memberikan dukungan yang sesuai. Untuk melakukan proses evaluasi terdapat beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan evaluasi antara lain pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif, dimana siswa atau peserta didik terlibat aktif dalam proses evaluasi pembelajaran sendiri. Evaluasi tersebut memberikan keE
53 sempatan siswa untuk berperan aktif dalam memahami dan mengembangkan pengetahuannya. A. Pengertian Evaluasi Partisipatif Evaluasi merupakan sebuah proses untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu tersebut. Untuk dapat mengetahui apakah seseorang tersebut berhasil atau tidaknya dalam mencapai tujuan tertentu peran evaluasi sangat dibutuhkan (Edwind Wandt dan Gerald W. Brown, 1977). Sedangkan partisipasi sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu ‚Participation‛ yang memiliki arti mengambil bagian atau pengikut sertaan. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia Partisipasi diartikan sebagai hal yang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. (tim penyusun Kamus, 1996). Pengertian partisipasi siswa memiliki arti keikutsertaan siswa dalam suatu kegiatan yang ditunjukkan dengan perilaku fisik dan psikisnya. Menurut Gustiawati, R., & Setiawan, M. A. (2020) belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi aktif dan bertanggung jawal dalam proses belajar. Keaktifan siswa ditunjukkan dengan melakukan aktivitas dalam partisipasinya dalam proses pembelajaran. Keaktifan itu dapat terlihat dari beberapa perilaku misalnya, mendengarkan, mendiskusikan, membuat sesuatu, menulis laporan, dan kativitas lainnya yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Partisipasi
54 siswa diperlukan untuk dapat menentukan tujuan dalam proses belajar mengajar (Hasibuan & Moedjiono, 2006). Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran diperlukan, dikarekanan pada prinsipnya proses belajar merupakan kegiatan untuk mengubah tingkah laku/ perilaku. Jadi dalam proses pembelajaran siswa harus berperan aktif, tidak terkecuali dilibatkan dalam proses evaluasi kegiatan pembelajaran. Pendekatan Evaluasi Partisipatif sendiri merupakan pendekatan monitoring dan evaluasi pembelajaran yang melibatkan siswa berpartisipasi langsung dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini dikembangkan darit the most significant change teknique oleh Rick Davies dan dipublikasikan secara luas oleh Jess Dart. Pendekatan evaluasi partisipatif ini menggunakan teknik bercerita untuk mengumpulkan bukti/ data yang diinginkan dan tidak disengaja, serta memberikan informasi perubahan positif dan negatifnya. Tujuan evaluasi monitoring dan evaluasi, untuk mengidentifikasi peprubahan yang paling signifikan dari kisah/ cerita-cerita pencerita dalam program tertentu. Pendekatan evaluasi ini dilakukan secara kelompok/ tim, sebab hasil dari evaluasi dengan pendekatan ini membutuhkan validasi lebih lanjut dengan menggunakan metode deduktif, (Devies and Dart, 2005). Evaluasi partisipatif didasarkan pada berbagai landasan filosofis yang menekankan pada keterlibatan aktif, refleksi, dan menghargai sudut pandang individu dalam proses pembelajaran. Dengan melibatkan siswa dalam evaluasi, pendekatan ini tidak hanya mendukung perkembangan kognitif tetapi juga aspek emosional,
55 sosial, dan kritis siswa, sehingga menjadikannya pendekatan pendidikan yang holistik dan manusiawi. B. Tujuan Evaluasi partisipatif dalam pembelajaran Kegiatan evaluasi partisipatif dalam pembelajaran memberikan makna kepada perserta didik diantaranya: 1. Memberikan pemahaman kepada peserta didik terkait dengan proses belajar mereka sendiri. 2. Dapat menumbuhkan tanggung jawab serta meningkatkan kemandirian peserta didik dari apa yang telah mereka pelajari. 3. Karena dalam evaluasi partisipatif memberikan peran siswa dalam menilai kinerja mereka sendiri, hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. 4. Mampu memberikan masukan bagi guru dalam merancang dan menyusun proses pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan siswa. C. Metode Evaluasi Partisipatif Untuk dapat mengimplementasikan evaluasi partisipatif dalam pembelajaran ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Adapun beberapa kegiatan untuk menerapkan metode evaluasi partisipatif dalam pembelajaran di kelas oleh seorang guru kepada siswa untuk melihat sejauh mana siswa mampu memahami serta menguasai
56 pengetahuan dan keterampilan siswa dapat dilakukan dengan metode: 1. Diskusi kelas Aktivitas diskusi di kelas dalam membahas sebuah topik dalam pembelajaran dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bisa secara terbuka terkait dengan pembahasan dan mengevaluasi hasil pembelajaran secara bersama-sama dengan guru dan peserta didik lainnya, sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi, dan berfikir kritis siswa. Hal ini dapat dicapai dengan mengimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan melakukan diskusi terbimbing dan pada akhirnya dapat menarik sebuah kesimpulan bersama dari sebuah diskusi yang telah dilakukan dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. 2. Penilaian Portofolio Metode penilaian partisipatif dengan menggunakan portofolio ini dapat dilakukan dengan memberikan tugas proyek, penugasan terstruktur dan membuat catatan kemajuan belajar peserta didik dalam memahami sebuah materi pembelajaran tertentu. Proses evaluasi partisipatif ini dapat dilakukan secara bersama-sama oleh siswa dan guru dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa juga. Penilaian portofolio ini dapat dilakukan dengan cara memberikan sebuah proyek, penugasan, dan catatan kemajuan belajar siswa secara mandiri. Pada kegiatan ini guru memosisikan diri sebagai fasilitator yang memandu siswa dapat merefleksikan dari tugas yang telah dibuat
57 sehingga siswa mampu menemukan kekuatan, kelemahan, dan harapannya siswa dapat mengambil tindakan perbaikan dari hasil penugasan yang diberikan oleh guru. 3. Peer assessment Kegiatan yang dapat dilakukan dalam evaluasi partisipatif terkait dengan peer assessment guru dapat melakukan evaluasi silang antar siswa untuk menilai atau mengevaluasi hasil pekerjaan tugas dari peserta didik lain. Namun dalam hal ini peran guru sangat dibutuhkan dalam upaya pembimbingan dan pengawasan dalam proses evaluasi. 4. Self-assessment Pada evaluasi partisipatif self assessment, hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri dengan cara melakukan refleksi terkait dengan pengetahuan dan pengalaman baru apa yang telah siswa pelajari. Selain itu peserta didik juga diminta untuk mencari beberapa hal yang dirasa masih belum bisa dikuasai, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai bahan diskusi lanjutan di kelas. D. Manfaat evaluasi partisipatif Ada beberapa manfaat yang dapat kita peroleh saat melakukan evaluasi partisipatif dalam proses pembelajaran diantaranya:
58 1. Peningkatan pemahaman peserta didik, hal ini dikarenakan dalam proses evaluasi melibatkan peserta didik dalam upaya mengukur kemajuan belajar mereka sendiri karena dalam proses evaluasi selalu melibatkan partisipatif aktif peserta didik. 2. Dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik baik dalam proses pembelajaran maupun dalam proses evaluasi. 3. Penerapan evaluasi partisipatif dapat meningkatkan keterampilan peserta didik terkait dengan keterampilan evaluasi, refleksi, dan kemandirian. 4. Penerapan evaluasi partisipatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran karena hal ini siswa diberikan ruang untuk memberikan masukkan kepada guru dalam menyesuaikan strategi pembelajaran yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dalam pembelajaran. E. Prinsip-prinsip evaluasi partisipatif Untuk dapat merancang proses evaluasi partisipatif dalam pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam merencanakan evaluasi partisipatif. Adapun prinsip-prinsip untuk merancang proses evaluasi partisipatif dalam pembelajaran antara lain: 1. Libatkan siswa secara aktif Peserta didik dalam proses evaluasi partisipatif dorong siswa untuk berperan secara aktif, bukan hanya sebagai penerima hasil dari penilaian yang
59 dilakukan oleh guru. Saat menyusun instrumen evaluasi libatkan siswa mulai dari kriteria, proses penilaian, dan refleksi hasil kegiatan pembelajaran. Guru secara bersama-sama merumuskan rubrik penilaian untuk menilai sebuah proyek atau kompetensi tertentu pada siswa. 2. Transparansi Proses evaluasi harus dapat dilakukan secara terbuka dan jelas serta dimengerti oleh semua peserta didik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memastikan tujuan pembelajaran serta kriteria penilaian untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran sudah diketahui dan dipahami oleh peserta didik sejak awal pembelajaran. Untuk dapat mengimplementasikan ini guru dapat mengadakan sesi diskusi untuk menjelaskan kriteria penilian dan bagaimana penilaian dilakukan untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran, dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Kolaborasi Usahakan saat melakukan evaluasi partisipatif selalu bekerja sama antara guru dan peserta didik, serta antar peserta didik itu sendiri. Untuk dapat mengimplementasikan prinsip kolaborasi ini guru memfasilitasi penilaian kelompok atau penilaian antar peserta didik, hal ini dapat memberikan umpan balik antar peserta didik dan evaluasi dapat dilakukan secara objektif.
60 4. Refleksi Diri Refleksi diri ini sangat penting dilakukan atau direncanakan, supaya peserta didik dapat mengetahui apa yang sudah dipahami terhadap materi yang sudah dipelajari, selain itu dalam proses refleksi diri juga diminta untuk menjelaskan tatantangan yang dihadapi, dan bagaimana peserta didik tersebut dapat mencari solusi dari tantangan yang dihadapi. 5. Pengembangan kapasistas Siswa Saat menyusun evaluasi partisipatif dorong peserta didik dalam menilai kemampuan diri sendiri dalam memahami sebuah materi/pokok bahasan yang telah dipelajari, selain itu juga dorong peserta didik untuk dapat memberikan umpan balik yang konstruktif kepada peserta didik lain yang telah memaparkan hasil proses pembelajaran. Supaya antar peserta didik dapat memberikan umpan balik yang sesuai dengan apa yang diharapkan guru dapat memberikan pelatihan atau membuat pedoman/panduan tentang cara memberikan umpan balik yang bisa untuk memperbaiki melalui rubrik penilaian atau panduan sejenis. 1. Fokus pada proses bukan hanya hasil Evaluasi partisipatif menekankan pada proses peserta didik itu belajar dan memperbaiki jika ada yang kurang tepat, tidak hanya berfokus atau menekankan pada hasilnya saja. Selain menilai/mengevaluasi produk akhir yang telah dibuat, guru juga menilai siswa dalam menyelesaikan produk yang telah
61 dihasilkan, termasuk juga peserta didik aktif, kekompakan dan perkembangan keterampilan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Menekankan pada pembelajaran berkelanjutan Evaluasi partisipatif yang akan guru lakukan harus dapat memberikan peningkatan rasa ingin tahu dan pembelajaran secara berkelanjutan pada peserta didik. Adapun umpan balik yang diberikan dalam proses evaluasi harus dapat digunakan untuk membuat penyesuaian yang diperlukan dalam proses pembelajaran berikutnya pada peserta didik. F. Pembuatan model Evaluasi Partisipatif pembelajaran dengan Model TPS PAK Tujuan melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah untuk melihat dan memperoleh informasi sejauh mana peserta didik memahami dan menguasai kompetensi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ada salah satu cara untuk dapat membuat evaluasi partisipatif berbasis kinerja dengan konsep kanvas TPSPAK yang terdiri dari Tujuan, Peran Aktif, Situasi, Pemirsa, Aksi atau Produk dan Kriteria. Sumber: panduan penilaian kurikulum merdeka.
62 1. Tujuan. Pada kanvas ini silahkan tuliskan tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai. 2. Peran Aktif Tuliskan peran peserta didik atau kontek peserta didik sebagai apa dalam simulasi tersebut. 3. Situasi Merupakan sebuah kontek dimana siswa harus mendemonstrasikan/mensimulasikan sesuai dengan peran. 4. Pemirsa Pemirsa disini sebagai target sasaran audien yang akan dilakukan oleh peserta didik, boleh dalam bentuk simulasi atau audien sasaran yang sebenarnya. 5. Aksi atau Produk Merupakan aktivitas, atau hasil kerja siswa apa yang akan dilakukan sesuai dengan peran, situasi, dan pemirsa. 6. Kriteria. Kriteria merupakan sebuah indikator dalam proses assessment yang menunjukkan kompetensi dan konten yang ingin dicapai.
63 EVALUASI PENDIDIKAN INKLUSIF Dr. Derinta Entas, S.E., M.M., CHE
64 A. Definisi dan Tujuan Pendidikan Inklusif 1. Definisi Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif adalah pendekatan dalam dunia pendidikan di mana semua peserta didik, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus, diberikan kesempatan untuk mengakses pendidikan berkualitas di sekolah umum atau lembaga pendidikan lainnya. Pendekatan ini menitikberatkan pada prinsip kesetaraan, partisipasi, dan penerimaan semua peserta didik tanpa memandang perbedaan apapun. Pendidikan inklusif adalah suatu pendekatan dalam sistem pendidikan yang menekankan pada penerimaan, partisipasi, dan perkembangan semua individu, termasuk peserta didik yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus atau berbagai kebutuhan lainnya. Dalam pendekatan ini, semua peserta didik diterima tanpa diskriminasi berdasarkan pada berbagai karakteristik pribadi masing-masing, seperti bakat, kemampuan, latar belakang budaya, kondisi fisik, atau kondisi pembelajaran a. Prinsip Pendidikan Inklusif 1) Kesetaraan Kesetaraan dalam konteks pendidikan inklusif merujuk pada keyakinan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi. Artinya, tidak boleh ada perlakuan tidak adil atau diskriminatif terhadap peserta didik berdasarkan faktor seperti jenis kelamin, etnisitas, agama, atau kebutuhan
65 khusus. Prinsip kesetaraan menegaskan pentingnya memastikan bahwa setiap murid memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dan mengembangkan potensi dengan sepenuhnya. 2) Aksesibilitas Prinsip aksesibilitas menyoroti pentingnya memastikan bahwa seluruh peserta didik memiliki kesempatan yang setara untuk menggunakan fasilitas, kurikulum, dan sumber daya pendidikan. Ini tidak hanya melibatkan aspek fisik seperti akses ke bangunan sekolah dan fasilitasnya, tetapi juga mencakup pemberian akses yang sesuai terhadap kurikulum yang cocok dengan kebutuhan belajar peserta didik serta sumber daya tambahan seperti materi pelajaran yang disesuaikan. Prinsip aksesibilitas bertujuan untuk menghilangkan segala hambatan yang mungkin menghalangi peserta didik dari berbagai latar belakang atau kebutuhan untuk mengakses pendidikan secara penuh. 3) Partisipasi Prinsip partisipasi menegaskan hak setiap peserta didik untuk aktif terlibat dalam aktivitas pendidikan dan sosial di sekolah. Hal ini meliputi keterlibatan dalam proses belajar di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan interaksi dengan teman sebaya serta guru. Prinsip ini menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif di mana semua peserta didik merasa
66 diterima dan didukung dalam mengambil bagian dalam kehidupan sekolah. 4) Dukungan Prinsip dukungan menegaskan perlunya memberikan bantuan ekstra kepada peserta didik dengan kebutuhan khusus untuk mencapai potensi terbaiknya. Bantuan tersebut dapat berupa dukungan dalam hal akademik seperti konseling, bimbingan, atau pengajaran tambahan, serta dukungan non-akademik seperti aksesibilitas fisik, bantuan teknologi, atau dukungan sosial. Prinsip ini mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan belajar yang unik, sehingga penting untuk menyediakan jenis dukungan yang sesuai agar dapat sukses dalam lingkungan pendidikan inklusif. 5) Kolaborasi Prinsip kolaborasi menegaskan pentingnya bekerja sama antara berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan inklusif, termasuk guru, orang tua, ahli, dan peserta didik. Kerja sama ini mencakup berbagi informasi, pengalaman, dan sumber daya untuk mendukung kesuksesan setiap peserta didik. Melalui kerja sama yang solid, semua pihak dapat bersatu untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, merancang strategi dukungan yang efektif, dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung. Prinsip-prinsip ini saling berhubungan dan saling mendukung dalam menciptakan lingkungan
67 pendidikan yang adil dan inklusif bagi semua peserta didik. Dengan menerapkan prinsipprinsip ini secara konsisten, pendidikan inklusif dapat menjadi kenyataan yang memungkinkan setiap peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing. b. Tujuan Pendidikan Inklusif 1) Aksesibilitas Tujuan utama dari pendidikan inklusif adalah untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang kondisi atau keadaannya, memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas. Ini melibatkan penyediaan fasilitas fisik yang memadai, sumber daya pendukung, dan metode pembelajaran yang dapat diakses oleh semua peserta didik (UNESCO, 2009). 2) Partisipasi Pendidikan inklusif bertujuan untuk memungkinkan partisipasi aktif semua individu dalam aktivitas pendidikan, tanpa memandang latar belakang atau kondisi peserta didik. Ini melibatkan penciptaan lingkungan belajar yang mendukung, yang memfasilitasi interaksi sosial yang positif antara peserta didik, kerja sama antar- peserta didik, dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Prinsip interaksi sosial positif menekankan pentingnya menciptakan lingkungan di mana peserta didik
68 dapat berinteraksi tanpa stigma atau diskriminasi, yang membantu dalam perkembangan sosial dan emosional peserta didik. Kolaborasi antar- peserta didik menjadi kunci dalam pendidikan inklusif, di mana peserta didik bekerja sama dalam tugas-tugas akademik dan kegiatan kelompok, memungkinkan mereka untuk belajar dan berkembang bersama. Pendekatan pendidikan inklusif juga mendorong keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, menciptakan lingkungan di mana peserta didik merasa didengar, dihargai, dan didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Booth & Ainscow (2011) adalah referensi yang signifikan dalam bidang pendidikan inklusif, dengan karyanya yang berjudul, "Index for Inclusion: Developing Learning and Participation in Schools" (2002), telah menjadi panduan bagi banyak praktisi pendidikan untuk meningkatkan inklusi di sekolah. 3) Pencapaian Pendidikan inklusif berupaya untuk memastikan bahwa setiap individu dapat mencapai puncak kemampuannya dengan bantuan yang sesuai. Ini berarti mengenali kebutuhan belajar individu dari setiap peserta didik dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk memfasilitasi pencapaian para peserta didik. Dukungan ini dapat berupa layanan konseling, arahan, atau pembelajaran tambahan yang disesuaikan
69 dengan keperluan peserta didik. Selain itu, pendidikan inklusif memperhatikan gaya belajar masing-masing peserta didik. Setiap peserta didik memiliki cara belajar yang unik, sehingga metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan para peserta didik. Ini bisa melibatkan penggunaan beragam strategi pengajaran yang menarik dan relevan, serta memanfaatkan teknologi dan sumber daya pendukung lainnya untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut, pendidikan inklusif juga mencakup penyesuaian kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang beragam. Hal ini mungkin termasuk merancang kurikulum yang lebih fleksibel dan terbuka, memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi minat dan bakat peserta didik secara individual. Selain itu, penyesuaian juga dapat dilakukan dalam hal penyampaian materi, penilaian, dan evaluasi, untuk memastikan bahwa semua peserta didik memiliki kesempatan yang setara untuk meraih kesuksesan. Dengan pendekatan ini, tujuan pendidikan inklusif adalah menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan mendukung, di mana setiap individu dihargai dan didorong untuk mencapai potensi maksimal para peserta didik. Referensi yang disebutkan, Slee (2011), memberikan wawasan yang berharga tentang strategi dan
70 praktik yang dapat membantu mencapai tujuan ini dalam pendidikan inklusif. 4) Penerimaan Tujuan utama dari pendidikan inklusif adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang menerima dan mengakomodasi setiap individu tanpa adanya diskriminasi. Ini melibatkan rangkaian langkah yang bertujuan untuk mengurangi stigma terhadap individu yang mungkin berbeda dari mayoritas, mendorong penghargaan terhadap keberagaman, dan membangun budaya sekolah yang inklusif serta bersahabat bagi semua peserta didik. Upaya untuk mengurangi stigma, salah satu aspek dari pendidikan inklusif, mencakup inisiatif untuk mengubah persepsi dan sikap negatif yang mungkin dimiliki oleh peserta didik, guru, atau staf sekolah terhadap individu yang berbeda. Melalui edukasi dan peningkatan kesadaran, langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan menerima bagi semua. Pendidikan inklusif juga bertujuan untuk mendorong penghargaan terhadap keberagaman, yaitu menghargai perbedaan antara individuindividu, termasuk dalam hal latar belakang budaya, kebutuhan belajar, kemampuan, dan karakteristik lainnya. Membangun pemahaman yang lebih baik tentang keberagaman sebagai aset dan sumber kekayaan dalam lingkungan pendidikan menjadi hal penting. Langkah ter-
71 penting dalam mencapai tujuan ini adalah membangun budaya sekolah yang inklusif dan bersahabat bagi semua peserta didik. Ini melibatkan kerja sama dari seluruh anggota komunitas sekolah, termasuk peserta didik, guru, staf sekolah, dan orang tua, untuk menciptakan lingkungan yang menekankan pada penerimaan, penghargaan, dan dukungan terhadap semua individu tanpa memandang perbedaan. Dengan menciptakan lingkungan yang menerima, menghargai keberagaman, dan inklusif, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang positif dan bermakna bagi semua peserta didik, sehingga para peserta didik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Karya Ainscow (2005) merupakan salah satu referensi penting yang menyoroti pentingnya penciptaan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan ramah bagi semua peserta didik. 5) Persiapan untuk Hidup Mandiri Pendidikan inklusif tidak hanya berfokus pada dimensi akademis semata, melainkan juga memiliki tujuan untuk menyiapkan peserta didik dengan kebutuhan khusus dan peserta didik umum agar dapat menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan aktif. Proses ini mencakup pengembangan keterampilan sosial, keterampilan hidup sehari-hari, dan keterampilan akademik yang dibutuhkan agar peserta didik dapat berpartisipasi dengan efektif dalam kehidupan
72 masyarakat dan dunia kerja. Pengembangan Keterampilan Sosial adalah salah satu prioritas pendidikan inklusif, yang melibatkan pengembangan kemampuan seperti berkomunikasi, bekerja sama dalam tim, menyelesaikan konflik, dan berinteraksi secara positif dengan orang lain. Keterampilan sosial ini menjadi penting dalam membantu peserta didik membangun relasi yang sehat dan memperluas jaringan sosial para peserta didik di masyarakat. Selain itu, peserta didik dalam pendidikan inklusif juga dilatih dengan keterampilan hidup sehari-hari yang praktis, termasuk kemampuan untuk merawat diri sendiri, mengatur keuangan pribadi, memasak, berbelanja, dan menggunakan transportasi umum. Ini bertujuan agar peserta didik dapat menjadi mandiri dan mampu berfungsi secara independen dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan Keterampilan Akademik juga menjadi fokus penting, yang meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, memecahkan masalah, dan mengakses serta menggunakan informasi dengan efektif. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar sukses dalam dunia kerja dan masyarakat. Dengan mengintegrasikan pengembangan keterampilan sosial, keterampilan hidup sehari-hari, dan keterampilan akademik ke dalam kurikulum pendidikan inklusif, pendekatan ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dengan keterampilan yang komprehensif
73 agar dapat berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam kehidupan masyarakat. Referensi yang disebutkan, Forlin et al. (2009), memberikan wawasan yang penting tentang peran pendidikan inklusif dalam mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan mandiri di masyarakat. B. Pentingnya Evaluasi dalam Konteks Pendidikan Inklusi Evaluasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan inklusif karena memberikan dasar untuk memantau dan meningkatkan efektivitas program, praktik pengajaran, dan pencapaian peserta didik dalam lingkungan pendidikan yang inklusif. Evaluasi memberikan pemahaman mendalam tentang kinerja program dan proses pendidikan, memungkinkan identifikasi kekuatan dan kelemahan yang dapat diperbaiki, serta memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dalam konteks inklusi: 1. Menilai Kebutuhan Individu Evaluasi memegang peran sentral dalam mengenali kebutuhan pembelajaran tiap individu, terutama bagi peserta didik dengan kebutuhan spesial atau gaya pembelajaran yang beragam. Proses evaluasi memberikan kesempatan bagi pendidik untuk mendalami karakteristik dan kebutuhan belajar masing-masing peserta didik secara personal. Dengan pemahaman yang lebih mendalam ini, pendidik dapat merancang program pembelajaran yang disesuaikan
74 dengan tingkat kemampuan serta preferensi belajar peserta didik. Melalui evaluasi, pendidik mampu mengenali titik-titik kekuatan dan kelemahan dalam prestasi akademis peserta didik, sehingga dapat menentukan strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membantu peserta didik mencapai hasil yang optimal. Sebagai contoh, apabila seorang peserta didik menghadapi kesulitan dalam membaca, evaluasi dapat membantu menentukan jenis dukungan tambahan yang dibutuhkan, seperti pengajaran yang disesuaikan atau bahan bacaan yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman para peserta didik. Selain itu, evaluasi juga membantu pendidik mengidentifikasi potensi masalah atau rintangan yang mungkin dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran. Ini memungkinkan peserta didik untuk memberikan intervensi atau bantuan tambahan yang sesuai, sehingga membantu peserta didik mengatasi hambatan yang mungkin menghambat kemajuan belajar para peserta didik. Dengan memanfaatkan hasil evaluasi dengan baik, pendidik dapat menyusun rencana pembelajaran yang lebih terfokus dan individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing peserta didik. Pendekatan ini konsisten dengan prinsip pendidikan inklusif yang menjamin bahwa setiap peserta didik mendapatkan dukungan yang sesuai, meningkatkan peluang peserta didik untuk sukses dalam lingkungan pembelajaran yang inklusif. Referensi dari Scriven (1991) menegas-
75 kan pentingnya evaluasi dalam memahami kebutuhan belajar tiap individu serta merancang program pembelajaran yang sesuai. 2. Memonitor Kemajuan Peserta Didik Evaluasi memegang peran krusial dalam memantau perkembangan peserta didik secara teratur selama proses belajar. Dengan melakukan evaluasi secara berkala, guru dapat mengamati dan menganalisis kemajuan peserta didik dari waktu ke waktu, memungkinkan para peserta didik untuk lebih memahami kelebihan dan kekurangan peserta didik, serta mengevaluasi sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kemajuan peserta didik, guru dapat menyesuaikan strategi pengajaran sesuai kebutuhan masing-masing individu. Pendidik dapat mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih atau penguatan, dan merancang rencana pembelajaran yang lebih sesuai dengan tingkat pemahaman dan kebutuhan peserta didik. Sebagai contoh, jika evaluasi menunjukkan bahwa beberapa peserta didik kesulitan memahami konsep tertentu, guru dapat memilih metode pengajaran yang lebih interaktif atau menyediakan materi tambahan untuk membantu peserta didik memperkuat pemahaman. Selain itu, evaluasi juga memungkinkan guru untuk memberikan intervensi tepat waktu. Ketika ada tanda-tanda bahwa peserta didik menghadapi kesulitan, guru dapat segera memberikan bantuan
76 atau dukungan tambahan untuk membantu mengatasi tantangan tersebut. Ini bisa berupa sesi bimbingan tambahan, materi bacaan yang disesuaikan, atau penerapan strategi pembelajaran yang berbeda. Dengan demikian, evaluasi memberikan gambaran komprehensif kepada guru tentang kemajuan peserta didik, memungkinkan mereka mengambil langkahlangkah yang tepat untuk memastikan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai potensinya. Black & Wiliam (1998), yang disebutkan dalam referensi, menekankan pentingnya evaluasi formatif dalam mendukung pembelajaran yang efektif dan pengembangan peserta didik. 3. Menilai Efektivitas Pengajaran Evaluasi memberikan instrumen yang kuat bagi pendidik untuk menilai efektivitas metode pengajaran dan strategi pembelajaran yang diimplementasikan. Dengan menghimpun data yang relevan mengenai kinerja berbagai pendekatan pengajaran, para pendidik dapat mengambil keputusan yang didasarkan pada fakta untuk meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik. Proses evaluasi memungkinkan para pendidik untuk melakukan tinjauan kritis terhadap berbagai aspek dari proses pengajaran, seperti relevansi materi pembelajaran, kejelasan penyajian, tingkat keterlibatan peserta didik, dan efektivitas teknik pengajaran. Dengan menganalisis data yang dikumpulkan, pendidik dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan dari pendekatan yang digunakan. Sebagai contoh, pendidik dapat menilai
77 apakah suatu strategi pengajaran berhasil dalam meningkatkan pemahaman peserta didik atau jika terdapat area-area di mana peserta didik mengalami kesulitan. Berdasarkan temuan dari evaluasi, pendidik dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk meningkatkan metode pengajaran. Hal ini meliputi penyesuaian materi pembelajaran, peningkatan teknik pengajaran, atau eksplorasi strategi pembelajaran alternatif yang lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Proses ini berkontribusi pada pengembangan praktik pengajaran yang lebih efektif dan memungkinkan pendidik untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih memuaskan bagi peserta didik. Evaluasi memberikan pendidik wawasan berharga tentang efektivitas metode pengajaran dan strategi pembelajaran yang diterapkan. Karya yang disebutkan, Guba & Lincoln (1989), menyoroti pentingnya pendekatan evaluasi berbasis bukti dalam konteks pendidikan, yang membantu para pendidik untuk membuat keputusan yang didasarkan pada bukti untuk meningkatkan pembelajaran peserta didik. 4. Meningkatkan Kualitas Program Evaluasi memiliki peran dalam menilai sejauh mana program pendidikan mematuhi prinsip-prinsip inklusi serta tujuan pendidikan inklusif. Dalam proses evaluasi ini, para pengambil kebijakan dan pembuat keputusan dapat meneliti hasil evaluasi untuk mengidentifikasi area di mana perbaikan diperlukan,
78 dan dengan bijaksana mengalokasikan sumber daya untuk mendukung pendidikan inklusif. Dengan menganalisis hasil evaluasi, para pengambil kebijakan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang efektivitas program dan sejauh mana program tersebut menerapkan prinsip-prinsip inklusi. Pendidik dapat mengidentifikasi aspek tertentu yang membutuhkan perbaikan atau peningkatan untuk memperkuat inklusi dan memperbaiki hasil peserta didik. Evaluasi juga membantu dalam mengevaluasi efektivitas pengajaran dan sejauh mana metode pengajaran yang digunakan sesuai dengan prinsipprinsip inklusi. Dengan mempertimbangkan hasil evaluasi ini, para pendidik dapat mengadopsi pendekatan pengajaran yang lebih efektif dan inklusif, sambil mengidentifikasi area di mana pendidik dapat meningkatkan praktik pengajarannya. Dengan mengakui pentingnya evaluasi dalam konteks pendidikan inklusif, kita dapat memastikan bahwa setiap peserta didik menerima dukungan yang sesuai dengan kebutuhan, bahwa pengajaran dilakukan dengan efektif, dan program pendidikan dirancang untuk mengakomodasi keberagaman peserta didik. Oleh karena itu, evaluasi memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pendidikan inklusif memberikan manfaat maksimal bagi semua peserta didik.
79 C. Landasan Teoretis Evaluasi Pendidikan Inklusif Dasar teoritis evaluasi pendidikan inklusif berasal dari keyakinan bahwa setiap individu memiliki hak yang setara untuk menerima pendidikan berkualitas, tanpa melihat latar belakang atau kondisi peserta didik. Konsep ini mencerminkan prinsip kesetaraan dalam pendidikan, di mana semua memiliki hak yang sama untuk mengakses kesempatan belajar dan mengembangkan kemampuan mereka sesuai potensi. Prinsip ini juga menegaskan pentingnya menghargai keragaman dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, di mana setiap peserta didik merasa diterima dan didukung. Dalam evaluasi pendidikan inklusif, fondasi teoretis ini menekankan perlunya memperhatikan kebutuhan individual dan keunikannya masing-masing peserta didik dalam proses pembelajaran. Ini berarti bahwa proses evaluasi harus mempertimbangkan berbagai karakteristik personal, termasuk gaya belajar, kebutuhan khusus, latar belakang budaya, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pengalaman belajar. Pemahaman terhadap landasan teoritis ini, dapat mengembangkan pendekatan evaluasi yang komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik, sehingga memastikan bahwa peserta didik mendapat dukungan yang diperlukan dalam lingkungan pendidikan inklusif.
80 D. Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan dan Prinsip-prinsip Filosofis Pendidikan Inklusif Prinsip-prinsip filosofis pendidikan inklusif berfokus pada gagasan bahwa semua individu memiliki hak yang sama untuk pendidikan berkualitas, tanpa diskriminasi. Konsep dasar evaluasi pendidikan, di sisi lain, merupakan proses penting dalam mengevaluasi efektivitas program pendidikan, pembelajaran, dan pencapaian peserta didik. Ini melibatkan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data untuk memastikan bahwa program pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, sementara prinsip-prinsip filosofis pendidikan inklusif menekankan inklusi, keadilan, dan penghargaan terhadap keberagaman, evaluasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik. 1. Inklusi Pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan pendidikan yang menekankan pentingnya memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, tanpa dibatasi oleh faktor-faktor seperti latar belakang, kemampuan, atau kondisi. Ini berarti bahwa setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau beragam latar belakang, memiliki hak yang sama untuk belajar dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang inklusif.
81 Pendekatan ini mencerminkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan, yang menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi atau pengecualian terhadap individu berdasarkan karakteristik pribadi. Kondisi ini menyimpulkan bahwa pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan lingkungan di mana semua individu merasa diterima, dihargai dan didukung dalam proses pembelajarannya, tanpa perasaan diabaikan atau dikecualikan. Menyediakan akses yang setara dan kesempatan yang adil dalam pendidikan inklusif juga berarti bahwa sistem pendidikan harus fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan beragam peserta didik. Hal ini mungkin melibatkan penyesuaian kurikulum, penyediaan dukungan tambahan, atau penggunaan metode pengajaran yang beragam untuk memenuhi kebutuhan individu secara efektif. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak hanya tentang memberikan akses fisik ke lembaga pendidikan, tetapi juga tentang menciptakan budaya inklusi di mana setiap individu dihargai dan diberikan kesempatan yang setara untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Referensi yang disebutkan, UNESCO (2009), menyoroti pentingnya pendidikan inklusif dalam memastikan kesetaraan akses dan kesempatan dalam pendidikan bagi semua individu. 2. Keadilan Prinsip keadilan dalam pendidikan inklusif menegaskan perlunya memastikan bahwa semua
82 individu, terutama mereka yang membutuhkan, mendapatkan dukungan yang sesuai untuk mencapai keberhasilan dalam aspek akademis maupun sosial. Ini menunjukkan komitmen untuk mengatasi segala bentuk ketidaksetaraan dan diskriminasi yang mungkin ada dalam lingkungan pendidikan. Memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu. Hal ini meliputi penyediaan layanan tambahan seperti bimbingan, konseling, atau pengajaran ekstra kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Selain itu, pendidikan inklusif juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung dan ramah, di mana setiap individu merasa diterima dan didukung dalam upaya untuk mencapai tujuan akademis dan sosial. Prinsip keadilan dalam pendidikan inklusif juga menyoroti perlunya mengidentifikasi dan mengatasi rintangan yang dapat menghalangi akses atau partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Ini bisa termasuk rintangan fisik, sosial, atau psikologis yang dapat menghambat kemajuan belajar mereka. Dengan mengatasi rintangan ini, pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan lingkungan di mana setiap peserta didik memiliki peluang yang setara untuk belajar dan berkembang. Dengan demikian, prinsip keadilan dalam pendidikan inklusif menegaskan pentingnya memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terlupakan atau diabaikan dalam sistem pendidikan. Semua individu harus diberi kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan, dan mereka yang
83 membutuhkan harus mendapat dukungan yang diperlukan untuk mencapai potensi penuh mereka. Studi yang dirujuk, Slee (2011), memberikan pandangan tentang signifikansi prinsip keadilan dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan mendukung. 3. Penghargaan Terhadap Keberagaman Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang mengakui signifikansi keberagaman dalam lingkungan belajar. Ini menyiratkan bahwa tiap individu, tanpa mempertimbangkan asal usulnya, dianggap memiliki nilai yang serupa dan unik dalam perjalanan pendidikan. Menghargai keberagaman melibatkan penghargaan terhadap identitas, budaya, bahasa, serta kebutuhan belajar yang beragam dari setiap peserta didik. Dalam konteks ini, penghargaan terhadap identitas meliputi pengakuan terhadap keunikannya, mencakup faktor-faktor seperti jenis kelamin, keyakinan agama, etnisitas, dan preferensi seksual. Pendidikan inklusif menegaskan hak tiap peserta didik untuk memelihara identitasnya tanpa risiko diberi label sebagai aneh atau tidak biasa. Selain itu, menghargai budaya berarti menghormati dan menaruh perhatian pada berbagai latar belakang budaya yang dimiliki oleh peserta didik. Ini meliputi bahasa, tradisi, kebiasaan, serta nilai-nilai yang membentuk identitas budayanya. Pendidikan inklusif mengupayakan lingkungan yang mendukung peningkatan pemahaman dan penghormatan terhadap variasi budaya ini. Pengakuan terhadap bahasa
84 juga menjadi hal krusial dalam pendidikan inklusif. Ini mencakup memberikan dukungan kepada peserta didik agar bisa menggunakan bahasa ibu mereka sebagai alat komunikasi dan pembelajaran. Pemakaian bahasa yang dikenal dan diperkuat oleh peserta didik membantu mereka merasa dihargai dan termotivasi dalam proses belajar. Terakhir, pengakuan terhadap kebutuhan belajar yang beragam menyoroti perlunya menyediakan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing individu. Hal ini bisa termasuk menyediakan sumber daya ekstra, bimbingan yang disesuaikan, atau penyesuaian dalam metode pembelajaran guna memastikan bahwa semua peserta didik memiliki kesempatan setara untuk meraih keberhasilan. Dengan menghargai dan mengakui keberagaman sebagai aset berharga, pendidikan inklusif bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, menghargai, dan ramah bagi seluruh peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh Ainscow (2005) memberikan perspektif tentang pentingnya pengakuan dan penghargaan terhadap keberagaman dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang inklusif dan mendukung. 4. Kolaborasi Prinsip kolaborasi dalam pendidikan inklusif menyoroti pentingnya kerjasama yang erat antara semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, termasuk guru, peserta didik, orang tua, dan profesional lainnya seperti tenaga kesehatan atau
85 konselor. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, ramah, dan mendukung bagi perkembangan semua peserta didik. Praktik kolaborasi ini mendorong terjalinnya kemitraan yang kokoh antara semua stakeholder pendidikan. Guru dan staf sekolah bekerja sama dengan peserta didik dan orang tua untuk merancang program pembelajaran yang memperhitungkan kebutuhan dan karakteristik unik masing-masing peserta didik. Mereka juga dapat berkolaborasi dengan para profesional lain, seperti terapis atau spesialis pendidikan inklusif, untuk memberikan dukungan yang sesuai kepada peserta didik dengan kebutuhan khusus. Kolaborasi memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara semua pihak yang terlibat. Guru dapat memperoleh wawasan dari pengalaman orang tua tentang kebutuhan dan preferensi anak inklusi, sementara orang tua bisa lebih memahami pendekatan pembelajaran yang digunakan di sekolah. Semua ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan mendukung bagi semua peserta didik. Pemahaman mendalam tentang konsep dasar evaluasi pendidikan dan prinsip-prinsip filosofis pendidikan inklusif, kita dapat mengembangkan pendekatan evaluasi yang sensitif terhadap keberagaman dan kebutuhan individu dalam konteks pendidikan inklusif. Pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan pencapaian akademis, tetapi juga
86 memperhatikan aspek-aspek seperti kesejahteraan peserta didik, tingkat partisipasi, dan integrasi peserta didik dengan kebutuhan khusus ke dalam lingkungan pembelajaran. Ini bertujuan untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang inklusif dan adil. E. Pendekatan dan Proses Evaluasi dalam Pendidikan Inklusif 1. Pendekatan Tradisional vs Kontekstual dalam Evaluasi Pendekatan konvensional dalam evaluasi pendidikan seringkali berfokus pada pengukuran hasil tes standar dan penilaian akademik, tanpa memperhitungkan faktor-faktor seperti konteks sosial, budaya, dan karakteristik individual peserta didik. Dalam hal ini, evaluasi cenderung melupakan aspek-aspek latar belakang yang dapat mempengaruhi pembelajaran peserta didik secara menyeluruh. Di sisi lain, pendekatan kontekstual dalam evaluasi mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dengan menghargai keragaman belajar peserta didik dan mengintegrasikan perspektif lokal dalam proses evaluasi. Ini berarti bahwa evaluasi tidak hanya memperhatikan prestasi akademis semata, melainkan juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan karakteristik individual peserta didik dalam mengevaluasi kemajuan belajarnya. Evaluasi menjadi lebih menyeluruh dan responsif terhadap kebutuhan dan konteks pendidikan inklusif.
87 Hal ini memungkinkan evaluasi untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kemajuan peserta didik secara keseluruhan, serta memberikan wawasan yang lebih dalam tentang cara meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan yang inklusif. 2. Tahapan-tahapan Evaluasi dan Peran Kolaborasi Stakeholder Tahapan evaluasi pendidikan melibatkan serangkaian langkah penting, dimulai dari perencanaan, pengumpulan data, analisis, interpretasi, hingga pengambilan keputusan. Selama proses ini, kerjasama antara berbagai pemangku kepentingan seperti guru, peserta didik, orang tua, dan profesional pendidikan lainnya sangat penting untuk memastikan evaluasi yang komprehensif dan sesuai. Kolaborasi dalam evaluasi pendidikan memungkinkan pengumpulan berbagai sudut pandang dari berbagai pihak yang terlibat. Ini mendorong partisipasi aktif pemangku kepentingan, bahwa evaluasi memperhitungkan kebutuhan dan aspirasi semua pihak terlibat. Dengan melibatkan semua pihak dalam proses evaluasi, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh tentang berbagai aspek yang relevan dan penting untuk dinilai dalam mengukur keberhasilan program pendidikan. Selain itu, kolaborasi juga dapat meningkatkan validitas dan keandalan data yang dikumpulkan karena berbagai sudut pandang dan pengalaman dipertimbangkan. Hal ini membantu memastikan
88 bahwa hasil evaluasi tidak hanya mencerminkan pandangan dari satu sisi saja, melainkan mewakili perspektif yang lebih holistik dari berbagai segmen masyarakat pendidikan. Selain manfaat tersebut, kolaborasi juga memungkinkan terciptanya rasa memiliki bersama terhadap proses evaluasi dan hasilnya. Evaluasi, semua pihak yang terlibat akan lebih termotivasi untuk mendukung implementasi perubahan yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Dengan demikian, kolaborasi dalam evaluasi pendidikan bukan hanya meningkatkan kualitas evaluasi itu sendiri, tetapi juga mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih baik dan implementasi perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas program pendidikan secara menyeluruh. Pentingnya kerjasama dalam memastikan evaluasi yang relevan dan bermanfaat Booth & Ainscow (2011)
89 EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK Ahmad Jaenudin, S.Pd., M.Pd
90 A. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek merupakan pendekatan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek berorientasi pada pengalaman peserta didik secara langsung yang terlibat dalam pembelajaran melalui tugas atau proyek yang diberikan. Pendekatan ini juga dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis peserta didik terdapat hal yang baru. Pembelajaran berbasis proyek (PBL) adalah bentuk pengajaran yang berpusat pada siswa yang didasarkan pada tiga prinsip konstruktivis: pembelajaran bersifat spesifik konteks, peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan mereka mencapai tujuan mereka melalui interaksi sosial dan berbagi pengetahuan. dan pengertian, (Kokotsaki et al., 2016). Terdapat lima karakteristik penting dari proyek yaitu: (1) Sentralitas, (2) Pertanyaan penggerak, (3) Investigasi konstruktif, (4) Otonomi dan (5) Realisme, dengan pentingnya kolaborasi siswa, refleksi, penyusunan ulang dan presentasi ditekankan dalam publikasi lain, (Thomas et al., 2015). Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) mengacu pada metode pembelajaran berbasis inkuiri yang melibatkan peserta didik dalam konstruksi pengetahuan dengan meminta mereka menyelesaikan proyek yang bermakna dan mengembangkan produk dunia nyata, (Brundiers & Wiek, 2013). Terdapat enam keunggulan Pendekatan PjBL, antara lain, pertanyaan penggerak, fokus pada tujuan pembelajaran, partisipasi dalam kegiatan pendidikan,