Keuangan Syariah 41 Polemik riba mempunyai hubungan yang erat dengan uang, yang mana sebagai komparasi dengan ekonomi konvensional, Islam membahas uang sebagai media penukaran serta penyimpan nilai, namun uang tidaklah barang untuk dagangan sehingga dapat bermanfaat apabila digantikan dengan barang yang dibutuhkan atau dipakai membeli jasa. Perbahasan terkait uang disebut dengan istilah nilai uang menurut waktu yang merupakan waktu itu bagaikan uang dalam artian nilainya uang yang bertambah tergantung pada waktu, jika lebih lama maka bertambahnya uang juga lebih tinggi. Time value of money didorong oleh pemikiran hilangnya shahibul maal pada biaya peluang dengan memberikan uang kepada orang lain sehingga shahibul maal melimpahkan keuntungan sebagai imbalannya. Lebih lanjut, time value of money menggambarkan tentang campur tangan dari teori ilmu hayat dalam bidang keilmuan ekonomi. Konsep tersebut sering dibicarakan karena adanya pemikiran bahwa uang dianalogikan dengan barang yang bergerak. Dengan artian barang itu sendiri jika dijadikan satuan waktu maka bisa menjadi lebih banyak dan berkembang (Muhamad, 2014). Perbincangan masalah uang tidak akan selesai karena uang tidaklah makhluk hidup dan berkembang dengan sendirinya. Oleh sebab itu, uang sering ditemukan dalam dunia usaha terkait untung dan rugi. Keuntungan dan kerugian tidak bisa diperkirakan kedepannya, hanya saja keuntungan diperoleh bukan hanya keuntungan untuk dunia saja, melainkan untuk akhirat juga. Kemudian konsep ini juga dibantah oleh ekonom Islam, dengan sudut pandang munculnya economic value of time. Esensi waktu itu sama dengan 24 jam sehari. Aspek yang menentukan nilai waktu
Keuangan Syariah 42 yakni pada seseorang itu sendiri, dan bagaimana seseorang memakai waktu itu dengan sebaik mungkin dengan memanfaatkannya tanpa melihat dari sisi agama dan budaya, serta memperoleh profit secara internasional (Muhamad, 2004). Pandangan Islam selain waktu diisi dengan kegiatan yang efektif dan efisien, juga didasri dengan kepercayaan dan keimanan dalam diri seseorang (Karim, 2010). Pandangan ekonomi konvensional terkait time value of money bisa diartikan sebagai satu dolar saat ini akan bernilai lebih tinggi dari satu dolar di masa yang akan datang dikarenakan satu dolar saat ini bisa diinvestasikan untuk memperoleh keuntungan. Terdapat dua alasan yang merupakan bagian dari time value of money, yakni presence of inflation dan preference present consumption to future consumtion. Dari alasan di atas sering dijumpai dengan teori bunga abstinence dan time preference theory (Muhamad, 2016). Persoalan terkait time value of money dan cost capital tidak bisa dihilangkan dengan konsep diskonto karena sangat berguna ketika menentukan teori modal dan investasi. Secara pragmatis, dipakai dengan evaluasi proyek ataupun keputusan investasi diantaranya Net Present Value (NPV), Cost Benefit Analysis, Internal Required Rate of Return, Dividen Model dalam asset valuation. Konsep inilah yang disebut dengan time value of money. Konsep time value of money mengatakan bahwa nilai dagangan saat ini lebih besar dari pada nilai yang akan datang. Teori yang dikemukakan oleh Von Bhom-Bawerk yakni capital and interest dan positive theory of capital ada mengatakan bahwa positive time preference merupakan
Keuangan Syariah 43 sistem ekonomi yang standar, berurutan dan masuk akal. Diskonto dalam positive time preference ini umumnya dilandaskan minimal berkaitan dengan rasio bunga (Muhamad, 2014). D. Kritik Atas Konsep Time Value Of Money Pandangan ekonomi konvensional time value of money diartikan sebagai satu dolar bernilai lebih dari satu dolar dimasa depan jika kita dapat menginvestasikan hari ini akan memperoleh keuntungan di masa yang akann datang. Pengertian ini tidak selalu benar disebabkan tiap-tiap penanaman modal sering memiliki biaya kesempatan untuk memperoleh pengaruh yang impas, negatif, dan positif. Perihal ini sering ditemui dalam kaitan risk return. Terdapat dua sebab yang mendasari ekonomi konvensional terhadap time value of money, yakni: pertama, presence of inflation. Kedua, preference present consumption to future consumption. Sebab pertama tidak bisa diterima secara langsung dikarenakan tidak memenuhi syarat pada kondisinya dan selalu terjadi polemik pada inflasi dan deflasi. Apabila eksistensi inflasi selalu menjadi alasan time value of money, maka negative time value of money juga menjadi alasan sendiri pada eksistensi deflasi. Perihal ini tidak sesuai dengan pembagiannya, yang mana inflasi mengedepankan time value of money, sementara deflasi diabaikan. Argumentasi terkait ketidakjelasan return dalam bisnis usaha. Pandangan ekonomi konvensional terkait pengaplikasian teori time value of money tidak senaif yang diperkirakan, misalnya dengan melalaikan ketidakjelasan
Keuangan Syariah 44 return yang akan diterima. Apabila terdapat bagian ketidakjelasan return ini dimasukkan ke dalam ekonomi konvensional menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Jadi istilah tingkat diskon lebih bersifat global dari pada interest rate (Damodaran, 2001). Pada ekonomi konvensional ketidakjelasan return digabungkan menjadi suatu hal yang pasti melalui premium for uncertainty. Dalam tiap-tiap penanaman modal pasti ada nilai kemungkinan untuk memperoleh positive return, negative return, dan no return sehingga memunculkan nilai ketidakjelasan. Nilai kemungkinan untuk memperoleh negative return dan no return mesti digantikan dengan objek yang nyata yakni premium for uncertainty. E. Konsep Economic Value Of Time Saat ini kemajuan dari teori keuangan Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok. Akan tetapi, secara tidak langsung terjadi polemik, yang mana berkaitan adanya riba. Selanjutnya dalam kitab suci Al-kol’[h g_g\_h[le[h \[bq[ pentingnya mencatat semua transaksi pada proses pembayaran dan transaksi tersebut perlu ditambah dengan kewajiban membayar sejumlah zakat yang mesti disisihkan untuk orang yang berhak menerima zakat yakni delapan orang. Dalam Al-kol’[h doa[ tidak memperbolehkan kegiatan transaksi mengandung riba. Akan tetapi ada pertanyaan yang fundamendal, apakah betul dosa riba adalah dampak dari teori time value of money? sebenarnya, berulang kali diucapkan dalam sebuah kitab suci Al-kol’[h ^[h Bc\f_ mengenai pengambilan keuntungan pada fakir miskin. Oleh sebab itu, perlu dijelaskan bahwa time value of money
Keuangan Syariah 45 berkaitan dengan riba dalam persepsi Islam, dan teori economic value of time yang diluruskan pandangan Islam. Dalam persepsi Islam terkait waktu, waktu semua orang itu sama jika dilihat dari kuantitasnya yakni 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Dilihat segi kualitasnya, terdapat perbedaan nilai waktu seseorang dengan lainnya. Dengan demikian, aspek-aspek dalam menentukan nilai waktu yakni bagaimana individu menggunakan waktu sebaik mungkin. Semakin tepat dan akurat oleh sebab itu, nilai mengalami peningkatan serta dapat memberikan keberuntungan serta mendatangkan siapa saja yang melakukan tidak perlu melihat agama, suku dan budaya tanpa memandang agama individu, oleh sebab itu, siapapun bisa memperoleh manfaat secara global. Pandangan Islam, keuntungan itu bukan diperoleh dari dunia saja melainkan dari akhirat. Oleh sebab itu, pelaksanaan waktu dalam ilmu konvensional harus didasari dengan keyakinan pada diri sendiri, sebagai pendukung juga dilihat dari efektif dan efisiennya. Sehingga keyakinan pada ilmu akan membawa kemanfaatan dalam akhirat. Begitupun sebaliknya, apabila keyakinan tersebut tidak bisa membawa kemanfaatan dunia maka keyakinan tersebut tidak dikerjakan dengan baik. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kemanfaatan diperoleh setelah melaksanakan tugas bisnis sebagaimana dilakukan dengan baik. Oleh sebab itu, siapa saja yang menjalankan tugas bisnis dengan tepat dan akurat, maka perlu diberikan perhatian untuk memperoleh keuntungan atau kemanfaatan. Kemudian menjadi pertanyaanya yakni apa standar yang dijadikan tolak ukur pemerintah untuk
Keuangan Syariah 46 mengesahkan besarnya kemanfatan atau keuntungan yang diprediksikan ketika interest rate adalah diharamkan dalam ajaran syariat. Latar belakang ekonomi syariah tentu memberikan dampak bagi pelaku ekonomi, yang mana pelaksanaan terkait rasio diskon dalam mengesahkan harga \[c’ go’[dd[f bisa dipakai. Kemudian perihal tersebut diluruskan karena: pertama, jual beli dan sewa menyewa bagian dari sektor riil yang mendatangkan nilai tambah ekonomis. Kedua, tertahannya barang penjual yang sudah menjalankan kewajibannya sehingga tidak bisa melakukan tugas lain dengan pihak lain. Pemakaian tingkat diskon dalam menetapkan bagi hasil bisa dipakai oleh pelaku bisnis. Bagi hasil tersebut kemudian akan dikalikan sebagaimana mestinya dengan pendapatan aktual, sehingga pendapatan yang diharapkan tidak ikut dalam pembagian bagi hasil. Sistem akad pada transaksi bagi hasil jauh berbeda dengan jual beli ataupun sewa menyewa, dikarenakan akad transaksi tidak ada kaitan sama sekali dengan penjual dan pembeli atau penyewa. Kemudian perjanjian akad bagi hasil merupakan pemilik modal dengan yang mengelola modal. Oleh sebab itu, tidak ada individu pun yang sudah menunaikan kewajibannya dikarenakan barang yang ditanggung masih ditahan oleh pemilik modal. Pemilik modal sudah menjalankan aktivitas kewajibannya yakni sudah memberikan modal kepada pengelola modal sehingga pengelola modal juga sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Hak untuk pemilik modal dan pengelolanya yakni perjanjian sesuai dengan bagi hasil keuntungan yang didapatkan dengan cara mengelola modal.
Keuangan Syariah 47 Adapun perbedaan interest rate dengan discount rate pada keuangan syariah dan konvensional bisa disimpulkan dalam tabel: Certainty Return Uncertainty Return Ekonomi Konvensional Ekonomi Syariah Ekonomi Konvensional Ekonomi Syariah Interest rate ditetapkan oleh: 1. Preferency current concumpti on 2. Expected inflation Keuntungan dalam jual beli/sewa menyewa secara bayar tangguh ditetapkan oleh: 1. Adanya tingkat keuntunga n pada transaksi 2. Frekuensi transaksi dalam satu tempo yang sudah ditentukan Discount rate ditetapkan oleh: 1. Preferency current consumption 2. Expected inflation 3. Premium for uncertainty. Dengan kata lain, actual return dipaksakan harus sama dengan expected return nya 1. Discount rate ditetapkan atas keuntungan dan dipakai untuk menentukan bagi hasil 2. Bagi hasilmesti dibayar yakni bagi hasil dikalikan dengan pendapatan aktualnya 3. Dengan kata lain, pendapatan aktul tidak mesti sama dengan pendapatan yang diharapkan
Keuangan Syariah 48 Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk penanamkan modalnya dengan tujuan untuk mencapai keuntungan. Selain itu, Islam juga dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak dipaksakan untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak kedepannya. Kemudian hasil usaha yang diinvestasikan akan dipengaruhi beberapa faktor baik yang bisa diperkirakan maupun tidak diperkirakan. Adapun faktornya yang bisa diperkirakan sebelumnya yakni berapa besar kekayaan, berapa persentase bagi hasil dijanjikan, dan berapa banyak kekayaan tersebut digunakan atau diputarkan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara itu, komponen yang tidak bisa dihitung secara nyata yakni perolehan usaha (Muhamad, 2014). F. Economic Value Of Time Dan Teori Akad Dalam Islam Pandangan hukum Islam terkait dasar-dasar keuangan syariah yakni pada akad dan instrumen keuangan. Keduanya memberikan jalan kepada orang yang konsisten menggunakan prinsip syariah sehingga mampu menilai instrumen lembaga-lembaga yang ada di keuangan syariah termasuk pasar modal syariah. Berdasarkan aspek-aspek di atas, pemangku kepentingan yakni akademisi maupun penanam modal akan menolak dan memperbaiki instrumen keuangan yang sudah ada sebelumnya. Dalam artian masih ada kesempatan untuk merevisi kembali inovasi keuangan yang sudah dibuat sebelumnya dan mempromosikan alat keuangan yang digunakan untuk mencapai kemakmuran dan kemaslahatan yang bersifat global. Dalam Islam relasi antara ikatan dagang dan keuangan diatur dalam fiqh muamalat,
Keuangan Syariah 49 yang mana terdapat perbedaan q[’[^ dan akad itu sendiri (Muhamad, 2016). W[’[^ merupakan perjanjian dua orang yang mana yang bersifat mengikat, dalam artian orang yang memberi janji berkewajiban untuk menunaikannya. Sementara orang yang dikasih janji tidak menanggung kewajiban terhadap orang lain. Secara khusus, q[’[^ belum disahkan terkait terms and condition-nya. Oleh sebab itu, apabila ada orang yang berjanji dan tidak bisa menunaikan kewajibannya, lalu diberikan hukuman berupa hukuman moral (Karim, 2014). Akad merupakan perjanjian dua orang yang telah bersepakat, yang mana tiap-tiap individu sudah terikat dalam menjalankan tugasnya terlebih dahulu. Akad yang sudah disetujui secara benar dan khusus yakni terms and conditionnya. Oleh sebab itu, apabila ada satu orang atau keduanya yang terikat dalam kontrak tersebut tidak bisa menunaikan tugas dan kewajibannya, maka akan menerima sanksi yang sudah disepakati sebelumnya. Dalam fiqh muamalat, dilihat dari sudut pandang ada atau tidaknya kompensasi dapat dibedakan dua jenis yakni akad n[\[llo’ dan akad tijarah go’[q[^[. Akad n[\[llo’ merupakan akad yang digunakan untuk menolong sesama manusia, yang mana dalam akad tersebut tidak mengambil keuntungan sedikitpun. Dalam artian, kenyataannya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan dagang tetapi untuk tolong menolong untuk kemaslahatan umat. Tujuan dilaksanakannya akad n[\[llo’ yakni untuk kemaslahatan umat dalam rangka tolong menolong. Ketika ada orang melakukan kebaikan maka orang tersebut tidak memintakan sesuatu kepada orang yang dibantunya, dengan kata lain itu
Keuangan Syariah 50 datangnya dari sang pencipta yakni Allah Swt. dan bukan dari makhluk hidup seperti manusia. Oleh sebab itu, orang yang mengamalkan kebaikan boleh meminta biaya administrasi kepada rekan yang dibantunya sehingga bisa melakukan akad n[\[llo’ (Muhamad, 2016). Adapun akad tijarah merupakan akad perjanjian yang dilakukan dua orang untuk mencapai keuntungan. Akad inilah dilakukan untuk memperoleh keuntungan dagang. Contoh akad tijarah yakni akad investasi, jual-beli, sewamenyewa, dan lain-lain. Dalam melaksanakan bisnisnya, keuntungan kadang bisa diperkirakan dan kadang tidak bisa diperkirakan. Oleh sebab itu, berdasarkan tingkat perkiraannya dari hasil yang diperoleh, bisa dibedakan menjadi dua yakni natural uncertainty contracts dan natural certainty contracts (Karim, 2014).
Keuangan Syariah 51 MODAL BERBASIS KEUANGAN Muhammad Dzulfaqori Jatnika
Keuangan Syariah 52 A. Definisi dan Konsep Modal Modal merujuk pada kumpulan barang modal yang tercatat dalam sisi debet neraca. Barang-barang modal ini mencakup semua aset yang dimiliki oleh rumah tangga atau perusahaan dan digunakan secara produktif untuk menghasilkan pendapatan (Riyanto, 2010). Modal dapat diartikan sebagai sumber daya finansial atau keuangan yang digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis, investasi, atau proyek. Modal dapat menjadi dasar bagi pemilik atau pemegang saham untuk memulai, mengembangkan, atau menjalankan operasional suatu usaha. Dalam konteks keuangan syariah, modal mengacu pada sumber daya finansial yang diperoleh dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Modal dalam keuangan syariah dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk dana sendiri (equity) yang disediakan oleh pemilik atau pemegang saham berdasarkan konsep musharakah dan mudarabah, serta modal pinjaman yang mematuhi ketentuan syariah. Prinsip utama dalam perolehan dan penggunaan modal syariah adalah penghindaran dari unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian atau spekulasi berlebihan), dan maysir (perjudian). Selain itu, pemilik modal dalam keuangan syariah diharapkan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan operasional perusahaan dengan tujuan menciptakan manfaat yang adil dan inklusif bagi masyarakat. Dengan mematuhi prinsip-prinsip etika dan moral Islam, modal dalam keuangan syariah diarahkan untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi.
Keuangan Syariah 53 B. Dasar Hukum Islam terkait Modal Merujuk pada prinsip-prinsip syariah yang mengatur kepemilikan, perolehan, dan penggunaan modal dalam kegiatan ekonomi. Beberapa prinsip utama dalam hukum Islam terkait modal antara lain: 1. Kepemilikan dan Keadilan Prinsip utama Islam adalah bahwa kepemilikan dan penggunaan modal harus didasarkan pada keadilan dan keseimbangan. Islam mendorong distribusi kekayaan yang adil dan inklusif. 2. Larangan Riba (Bunga) Islam melarang riba atau bunga dalam segala bentuknya. Oleh karena itu, perolehan dan penggunaan modal tidak boleh melibatkan pembayaran bunga. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. 3. Larangan Gharar dan Maysir: Gharar mengacu pada ketidakpastian atau spekulasi berlebihan dalam suatu transaksi, sementara maysir terkait dengan perjudian. Prinsip-prinsip ini juga harus dihindari dalam perolehan modal dalam hukum Islam. 4. Keadilan Sosial dan Kemashlahatan: Dasar hukum Islam terkait modal juga mencakup prinsip keadilan sosial dan pencapaian kemaslahatan umum (maqasid al-sharia). Penggunaan modal diarahkan untuk menciptakan manfaat sosial dan ekonomi yang adil.
Keuangan Syariah 54 C. Instrumen Modal Berbasis Syariah Terdapat beberapa instrument yang dapat digunakan sebagai modal berbasis syariah, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Musyarakah Musyarakah adalah pembiayaan bagi hasil, dimana bank syariah dan nasabah memberikan kontribusi modal dan bekerja sama untuk mendanai proyek, dan hasilnya dibagi oleh kedua belah pihak (Warninda et al., 2019). Modal Musyarakah adalah modal yang digunakan dalam kerjasama ini. Prinsip dasar Musyarakah adalah berbagi keuntungan dan risiko di antara pihak-pihak yang terlibat. Berikut adalah beberapa karakteristik dan prinsip Modal Musyarakah: a. Partisipasi Bersama Pihak-pihak yang terlibat dalam musyarakah berpartisipasi bersama dalam kepemilikan dan pengelolaan usaha atau proyek. Modal disumbangkan oleh setiap pihak sesuai dengan kesepakatan. b. Bagi Hasil Keuntungan atau kerugian dari usaha bersama dibagi antara pihak-pihak yang terlibat berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Prinsip ini menciptakan insentif bagi setiap pihak untuk berusaha mencapai keberhasilan usaha. c. Kepemilikan Proporsional Pemilik modal musyarakah memiliki kepemilikan proporsional terhadap modal yang disumbangkan. Ini menciptakan hubungan yang adil di antara mereka.
Keuangan Syariah 55 d. Risiko Bersama Selain berbagi keuntungan, pihak-pihak yang terlibat juga berbagi risiko. Jika usaha atau proyek mengalami kerugian, kerugian tersebut juga dibagi sesuai dengan kepemilikan masing-masing pihak. e. Keterlibatan dalam Pengelolaan Pemilik modal musyarakah tidak hanya menyumbangkan modal tetapi juga terlibat dalam pengelolaan usaha atau proyek. Ini memungkinkan partisipasi aktif dan pengambilan keputusan bersama. f. Tujuan Bersama Musyarakah biasanya dijalankan untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati sebelumnya. Ini dapat mencakup tujuan keuangan, sosial, atau lainnya. Modal Musyarakah dapat diterapkan dalam berbagai sektor, termasuk perbankan syariah, investasi, dan bisnis. Misalnya, dua atau lebih pihak dapat menyatukan modal untuk membiayai pembelian properti atau untuk menjalankan usaha bersama di sektor apapun. Keberhasilan Musyarakah bergantung pada kerjasama dan kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat, serta pengelolaan yang efektif dari usaha atau proyek bersama tersebut. 2. Mudharabah Mudharabah merupakan suatu akad atau perjanjian antara pemberi modal dan pengelola dana untuk melakukan suatu kegiatan usaha yang halal, dengan bagi hasil antara kedua belah pihak tersebut bedasarkan nisbah yang telah disepakati oleh pihak pemberi modal dan pengelola dana (Hidayat & M. Ruslianor Maika, 2023). Modal Mudharabah adalah modal yang disediakan
Keuangan Syariah 56 oleh pihak shahibul maal, yang kemudian dikelola oleh mudharib untuk mencapai keuntungan bersama. Berikut adalah beberapa karakteristik dan prinsip Modal Mudharabah: a. Peran Pihak-pihak Shahibul Maal: Pihak yang menyediakan modal. Dia tidak terlibat dalam pengelolaan usaha sehari-hari. Mudharib: Pihak yang mengelola usaha atau investasi dengan menggunakan modal yang disediakan oleh shahibul maal. b. Bagi Hasil Keuntungan dari usaha Mudharabah dibagi antara shahibul maal dan mudharib berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Pembagian ini harus disepakati pada awal kontrak. c. Risiko dan Kerugian Risiko usaha dan kerugian ditanggung oleh shahibul maal, kecuali jika kerugian disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak mudharib. Dalam hal itu, kerugian dapat dibagi sesuai dengan kesepakatan. d. Partisipasi dalam Pengelolaan Mudharib terlibat dalam pengelolaan usaha atau investasi secara aktif. Dia memiliki kebebasan untuk membuat keputusan operasional, tetapi harus melaporkan secara transparan kepada shahibul maal. e. Jangka Waktu Waktu berakhirnya Mudharabah bisa ditentukan sejak awal atau dapat berakhir ketika usaha mencapai tujuan atau mengalami kerugian yang signifikan. Modal Mudharabah dapat diterapkan dalam berbagai sektor, seperti perbankan syariah, investasi,
Keuangan Syariah 57 dan proyek-proyek bisnis. Akad Mudharabah memberikan fleksibilitas dan peluang bagi pihak-pihak yang memiliki modal untuk berinvestasi tanpa harus terlibat langsung dalam pengelolaan operasional. Keberhasilan Mudharabah juga sangat bergantung pada kepercayaan dan kerjasama yang baik antara shahibul maal dan mudharib. 3. Ijarah Ijarah adalah kontrak di mana pemilik aset selain barang mengalihkan manfaat (hak guna) dari aset tersebut kepada orang lain dan bukan kepemilikannya. Pada akhir kontrak Ijarah, aset yang disewakan tetap menjadi milik penyewa (Gupta, 2015). Modal Ijarah, dalam konteks ini, mencakup modal yang digunakan untuk mendukung transaksi sewa ini. Dalam transaksi ijarah, pihak yang memiliki aset menyewakan aset tersebut kepada pihak lain untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa yang telah disepakati. Berikut adalah beberapa karakteristik dan prinsip Modal Ijarah: a. Pemilik Aset Pihak yang memiliki aset disebut sebagai "mu'jir" atau pemberi sewa. Pemilik aset ini menyediakan modal dalam bentuk aset yang disewakan. b. Penyewa Pihak yang menyewa aset disebut sebagai "musta'jir" atau penyewa. Penyewa ini menggunakan aset tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati dengan membayar sewa.
Keuangan Syariah 58 c. Jangka Waktu Sewa Jangka waktu sewa dan besarnya pembayaran sewa harus ditentukan dengan jelas pada awal perjanjian. Pemilik aset tidak dapat mengubah syarat-syarat sewa selama masa kontrak berlangsung. d. Pembayaran Sewa Pembayaran sewa dapat dilakukan secara periodik, misalnya bulanan atau tahunan. Besaran sewa harus ditetapkan sebelumnya dan tidak boleh berubah selama masa sewa, sesuai dengan prinsip keadilan syariah. e. Kepemilikan Aset Selama masa sewa, pemilik aset tetap memiliki kepemilikan aset tersebut. Pemilik aset bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan aset selama masa sewa. f. Keterlibatan Pemilik Aset Pemilik aset tidak terlibat dalam operasional atau penggunaan langsung dari aset tersebut. Pemilik hanya menyediakan aset untuk disewa. Modal Ijarah dapat diterapkan dalam berbagai sektor, termasuk perbankan syariah dan keuangan, di mana aset seperti kendaraan, peralatan, atau properti dapat disewakan kepada pihak lain. Konsep Ijarah memungkinkan perolehan modal dan penggunaan aset yang sesuai dengan prinsip syariah tanpa melibatkan pembayaran bunga atau transaksi yang melanggar prinsip-prinsip Islam. 4. Sukuk Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI No. 69/DSN-MUI/VI/2008) Majelis Ulama Indonesia tentang Surat Utang Negara Syariah Sukuk
Keuangan Syariah 59 Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip Syariah, dan bukti kepemilikan saham. Modal Sukuk, dalam konteks ini, merujuk pada modal yang diperoleh melalui penerbitan sukuk. Sukuk memberikan kesempatan kepada pihak yang memiliki modal untuk berinvestasi dalam proyek-proyek atau aset tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Berikut adalah beberapa karakteristik dan prinsip Modal Sukuk: a. Bentuk Investasi Sukuk merupakan bentuk investasi yang mewakili kepemilikan atau partisipasi dalam aset atau proyek yang spesifik. Pemegang sukuk memiliki hak terhadap pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari aset tersebut. b. Bagi Hasil Sukuk berbasis pada prinsip bagi hasil. Pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari aset atau proyek yang dibiayai oleh sukuk dibagi di antara pemegang sukuk sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. c. Jangka Waktu Sukuk memiliki jangka waktu tertentu yang telah ditentukan pada saat emisi. Pemegang sukuk memiliki hak atas pengembalian modal atau pembayaran pokok ketika sukuk jatuh tempo. d. Akad Syariah Penerbitan sukuk didasarkan pada akad syariah, seperti Mudarabah, Musharakah, Ijarah, atau akad-akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah Islam.
Keuangan Syariah 60 e. Penggunaan Dana yang Jelas Dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk harus digunakan sesuai dengan tujuan yang telah dijelaskan dalam prospektus sukuk. Ini memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. f. Keterlibatan dalam Manajemen Pemegang sukuk umumnya tidak terlibat dalam pengelolaan operasional aset atau proyek. Namun, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang pengelolaan tersebut. g. Tujuan Proyek atau Aset Sukuk dapat diterbitkan untuk mendukung proyek infrastruktur, pembangunan properti, atau proyekproyek lain yang sesuai dengan prinsip syariah. Sukuk telah menjadi instrumen keuangan syariah yang populer dan digunakan oleh pemerintah, lembaga keuangan, dan perusahaan untuk memperoleh modal tanpa melibatkan bunga atau transaksi yang melanggar prinsip-prinsip syariah Islam. Penyelenggaraan sukuk harus memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip etika Islam dalam pengelolaan dana dan penggunaan modal yang diperoleh.
Keuangan Syariah 61 INSTRUMEN INVESTASI KEUANGAN SYARIAH Devid Saputra
Keuangan Syariah 62 A. Perkembangan Investasi Keuangan Syariah Perkembangan investasi keuangan syariah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan di berbagai belahan dunia selama beberapa dekade terakhir, dipicu oleh meningkatnya kesadaran dan permintaan terhadap produk keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Perkembangan ini merupakan respons terhadap kebutuhan umat Islam yang ingin berpartisipasi dalam perekonomian modern tanpa harus mengorbankan prinsip agama (Fikriyah and Alam, 2021). Pada awalnya, konsep investasi keuangan syariah berakar kuat di negara-negara dengan populasi Muslim mayoritas seperti Malaysia, negara-negara Teluk (seperti Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab), dan Indonesia. Malaysia, khususnya, telah menjadi pelopor dalam pengembangan industri keuangan syariah, dengan menciptakan kerangka regulasi dan infrastruktur yang mendukung expansi produk-produk keuangan syariah sejak tahun 1980-an (Ghozali, Azmi and Nugroho, 2019). Seiring dengan perkembangan waktu, kesadaran akan investasi syariah tidak hanya tumbuh di kalangan negara dengan populasi Muslim mayoritas, tetapi juga menyebar ke pasar global (Cahyadi, 2018). Di Eropa, Inggris menjadi contoh signifikan dalam pengembangan keuangan syariah dengan peluncuran sukuk pertamanya pada tahun 2014. Hal ini menandai pengakuan dan integrasi lebih lanjut dari produk keuangan syariah ke dalam sistem keuangan global. Pertumbuhan internet dan teknologi informasi, akses terhadap informasi mengenai investasi syariah menjadi lebih mudah (Kamal and Apriani, 2022). Hal ini berkontribusi terhadap peningkatan minat dan partisipasi investor dari
Keuangan Syariah 63 berbagai latar belakang, tidak hanya dari kalangan Muslim. Dengan adanya digitalisasi, platform-platform investasi syariah online pun mulai bermunculan, menawarkan kemudahan dan akses yang lebih luas kepada investor di seluruh dunia. Perkembangan lainnya termasuk semakin luasnya cakupan produk investasi syariah, yang tidak hanya terbatas pada pasar modal tetapi juga mencakup sektor real estate, pembiayaan proyek, dan bahkan startup yang berbasis teknologi. Diversifikasi ini membantu memperkuat posisi industri syariah sebagai bagian integral dari ekonomi global. Investasi keuangan syariah merupakan pilihan yang semakin diminati oleh komunitas Muslim dan investor yang bertanggung jawab secara sosial (Charles, Darné and Pop, 2015). Investasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan Islam yang melarang riba, gharar, atau maysir, namun mendorong bagi hasil, berbagi risiko, dan transaksi keuangan berbasis aset (Sherif, 2016). Dalam investasi keuangan syariah, pemilihan aset didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, sehingga perusahaan yang terlibat dalam produksi alkohol, tembakau, perjudian, hiburan dewasa, senjata, makanan haram, media dan penyiaran, peminjaman berdasarkan riba, atau sejenis lainnya (Ayedh, Shaharuddin and Kamaruddin, 2019). Peningkatan kesadaran terhadap isu-isu keberlanjutan dan investasi bertanggung jawab juga turut membantu pertumbuhan pasar keuangan syariah. Prinsip-prinsip etis yang menjadi dasar investasi syariah seringkali sejalan dengan prinsip-prinsip investasi berkelanjutan dan ESG (Environmental, Social, and Governance), menjadikan produk-produk investasi syariah semakin menarik bagi investor yang peduli terhadap dampak investasinya terhadap
Keuangan Syariah 64 lingkungan dan masyarakat (Miskam and Abdullah, 2021). Kendati masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti kebutuhan pengembangan standar global dan edukasi pasar, investasi keuangan syariah terus menunjukkan potensi pertumbuhan yang kuat. Dengan kreativitas, inovasi, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah, sektor ini diperkirakan akan terus berkembang dan berkontribusi secara signifikan terhadap dinamika perekonomian global di masa depan. B. Prinsip Dasar Instrumen Investasi Keuangan Syariah Investasi keuangan syariah merupakan aktivitas penanaman modal dalam berbagai instrumen keuangan atau aset yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Investasi ini tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial namun juga untuk memastikan bahwa proses investasi tersebut tidak melanggar norma dan etika dalam Islam. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam investasi keuangan syariah meliputi larangan terhadap unsur-unsur gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), dan riba (bunga). Dalam praktiknya, investasi keuangan syariah dapat melibatkan berbagai instrumen, seperti saham syariah, sukuk (obligasi syariah), reksa dana syariah, deposito berjangka syariah, serta instrumen-instrumen derivatif yang sesuai dengan prinsip syariah. Sarana investasi ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan investor yang ingin investasi sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, sekaligus mencari keuntungan. Pengawasan dan penilaian terhadap kesesuaian sebuah investasi dengan prinsip syariah umumnya dilakukan
Keuangan Syariah 65 oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdiri dari para ahli yang mengerti hukum Islam (fikih muamalah), serta memiliki pengetahuan tentang pasar keuangan (Wahyu and Anwar, 2020). Mereka bertugas untuk mengaudit dan memastikan bahwa seluruh operasional dan produk investasi keuangan tidak melanggar prinsip syariah. D. Perkembangan Investasi Keuangan Syariah di Indonesia dan Dunia Instrumen investasi keuangan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dan dinamis, mengikuti jejak pertumbuhan ekonomi negara serta peningkatan kesadaran masyarakat mengenai prinsip-prinsip investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia secara strategis telah menempatkan dirinya sebagai salah satu pusat keuangan syariah global. Di awal abad ke-21, instrumen investasi syariah di Indonesia masih tergolong baru dan belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Namun, dengan berjalannya waktu, terutama melalui sosialisasi dan edukasi yang intensif, masyarakat mulai memahami dan tertarik untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen yang tidak hanya menguntungkan secara finansial namun juga memenuhi kaidah-kaidah syariah. Pasalnya, perkembangan pasar modal syariah telah menjadi salah satu tonggak penting dalam industri keuangan syariah Indonesia. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengembangkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang menampilkan saham-saham yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah (Suciningtias and Khoiroh, 2015). Selain itu, sukuk,
Keuangan Syariah 66 atau yang dikenal sebagai obligasi syariah, mulai menarik perhatian investor, baik domestik maupun internasional, sebagai alternatif pilihan untuk berinvestasi secara syariah. Di sisi lain, perbankan syariah Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dengan kebijakan yang mendukung dari regulator seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank syariah maupun unit usaha syariah di bank konvensional terus bertambah. Pada tahun 2021, merger tiga bank syariah milik negara menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) telah menandai babak baru dalam sejarah perbankan syariah di negeri ini, dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi dan memperluas pengaruh perbankan syariah baik di tingkat nasional maupun internasional (Ulfa, 2021). Inovasi tidak berhenti di sektor tradisional, penetrasi teknologi finansial atau fintech syariah mulai mengubah lanskap industri keuangan syariah di Indonesia. Berbagai startup dan platform fintech syariah menawarkan layanan yang memudahkan masyarakat dalam berinvestasi syariah, mulai dari pembiayaan peer-to-peer (P2P) syariah, crowdfunding, hingga aplikasi investasi dan tabungan syariah (Prestama, Iqbal and Riyadi, 2019). Pemerintah Indonesia, melalui penerbitan Sukuk Negara Ritel (SR), menawarkan kesempatan kepada masyarakat untuk berinvestasi secara langsung dalam proyek-proyek pembangunan negara yang sesuai dengan prinsip syariah (Muawanah, Sundari and Anggraeni, 2021). Ini tidak hanya memperkaya portofolio investasi syariah di Indonesia tetapi juga menumbuhkan kesadaran dan partisipasi publik dalam pembangunan nasional. Di sektor asuransi, tumbuh pula
Keuangan Syariah 67 produk-produk takaful yang menawarkan jaminan perlindungan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya investasi, tapi juga aspekaspek keuangan lainnya mulai mengadopsi prinsip syariah untuk memenuhi kebutuhan pasar. Regulasi dan kebijakan yang mendukung dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut memberikan dorongan bagi pertumbuhan investasi keuangan syariah di Indonesia. Melalui berbagai inisiatif dan regulasi, OJK berusaha menciptakan iklim investasi yang kondusif, transparan, dan kompetitif yang memungkinkan industri keuangan syariah beroperasi secara efektif dan efisien. E. Jenis-Jenis Instrumen Investasi Keuangan Syariah Dalam dunia investasi, terdapat sebuah cabang yang kian berkembang dan menarik perhatian banyak investor yakni investasi keuangan syariah. Berpegang teguh pada prinsipprinsip etis dan nilai-nilai Islam, investasi syariah menawarkan berbagai instrumen yang tidak hanya memberikan keuntungan finansial tetapi juga keselarasan dengan ajaran agama Islam. Berikut ini akan dijelaskan tentang jenis-jenis instrumen investasi keuangan syariah yang dapat menjadi jalan bagi investor untuk mengembangkan aset sesuai dengan prinsip syariah. 1. Saham Syariah Saham syariah adalah jenis investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. Dalam konteks finansial, hal ini terutama berarti bahwa investasi tersebut harus bebas dari unsur-unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maisir (spekulasi). Untuk memenuhi kriteria tersebut, saham syariah dioperasikan
Keuangan Syariah 68 di perusahaan yang bisnis dan kegiatan operasionalnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan saham syariah di Indonesia menunjuk-kan tren positif dengan peningkatan jumlah emiten yang terdaftar sebagai saham syariah dan pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan di Indonesia yang mengadaptasi model bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah, dan semakin banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di saham syariah. Hingga periode bulan Desember 2023 jumlah Daftar Saham Syariah dalam Daftar Efek Syariah mencapai 574 saham pada periode I tahun 2023 dan sebanyak 637 saham pada periode II tahun 2023, berikut dibawah ini dapat dilihat grafik perkembangan Daftar Saham Syariah dalam Daftar Efek Syariah pada Bursa Efek Indonesia (Departemen Pengelolaan Data dan Statistik Otoritas Jasa Keuangan, 2023). Gambar 1. Perkembangan Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2023 Sumber: Departemen Pengelolaan Data dan Statistik – Otoritas Jasa Keuangan, 2023
Keuangan Syariah 69 Berdasarkan data di atas, dapat kita ketahui adanya peningkatan jumlah saham syariah yang signifikan dalam rentang periode waktu 7 tahun. Pada tahun 2017 sebanyak 351 saham yang tercatat sebagai saham syariah di periode I dan 375 saham yang tercatat sebagai saham syariah di periode II. Kondisi tersebut menujukkan adanya peningkatan sebesar 63% jumlah saham syariah hingga tahun 2023 pada periode I dan peningkatan sebesar 69% jumlah saham syariah hingga tahun 2023 pada periode II. Saham yang dapat diklasifikasikan sebagai saham syariah harus memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh otoritas Islam seperti Dewan Syariah Nasional atau lembaga serupa di berbagai negara (Hartati, 2021). Kriteria ini meliputi: a. Bisnis Utama yang Halal, perusahaan harus menjalankan bisnis yang halal, artinya tidak terlibat dalam aktivitas yang dilarang dalam Islam seperti judi, produksi atau penjualan alkohol, dan perbankan konvensional yang melibatkan bunga. b. Tingkat Utang yang Wajar, perusahaan tidak boleh memiliki tingkat utang yang berlebihan. Rasio utang dibandingkan dengan aset harus berada pada batas tertentu agar tidak dianggap ribawi. c. Penjualan dan Pembelian yang Halal, kegiatan usaha perusahaan tidak boleh melibatkan transaksi yang dilarang. d. Pendapatan dan Keuntungan yang Bersih, pendapatan dari kegiatan haram tidak boleh
Keuangan Syariah 70 melebihi batas tertentu dari total pendapatan perusahaan. Kelebihan saham syariah dibandingkan dengan saham non syariah yakni memiliki keunggulan (Ammy and Soemitra, 2022) yang meliputi : (1) Kepatuhan Syariah: Bagi investor Muslim, kelebihan terbesar dari saham syariah adalah kesesuaiannya dengan Syariah, yang memungkinkan mereka untuk berinvestasi tanpa melanggar keyakinan agama. (2) Risiko yang Terkelola, dengan membatasi operasi pada bisnis yang tidak terlibat dalam aktivitas berisiko tinggi atau tidak pasti, saham syariah sering dianggap sebagai investasi yang lebih stabil daripada saham konvensional. (3) Diversifikasi: Saham syariah menawarkan peluang bagi investor untuk mendiversifikasi portofolio mereka tidak hanya di sektor halal tetapi juga dalam bentuk investasi yang sesuai dengan prinsip etis. 2. Indeks Saham Syariah Untuk memudahkan investor, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyediakan indeks saham syariah, seperti Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) (Ahmad Khoirin Andi, 2023). ISSI mencakup saham-saham yang terdaftar dan memenuhi kriteria syariah. Indeks ini memberikan gambaran performa pasar saham syariah dan membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang informasi. Indeks saham syariah merupakan alat pengukur yang dirancang untuk memberikan gambaran tentang kinerja pasar dari saham-saham yang mematuhi prinsip syariah Islam. Saham-saham ini dipilih berdasarkan serangkaian kriteria yang ketat agar sesuai
Keuangan Syariah 71 dengan hukum Islam. Dalam menentukan saham-saham yang masuk dalam kategori syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting dengan menerbitkan sebuah dokumentasi bernama Daftar Efek Syariah (DES). Penting untuk dicatat bahwa seleksi saham yang memenuhi syarat syariah ini tidak dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), melainkan BEI mengandalkan DES sebagai pedoman utama dalam pemilihan saham-saham untuk indeks syariahnya (Agus Fuadi and Fuadi, 2020). Penyediaan indeks ini oleh BEI tidak hanya mendukung transparansi dan aksesibilitas dalam pasar modal syariah, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kesadaran dan pemahaman terhadap investasi syariah. Dengan demikian, indeks saham syariah memainkan peranan kunci dalam pertumbuhan dan pengembangan sektor keuangan dan investasi syariah di Indonesia, sejalan dengan peningkatan minat dan kebutuhan investor untuk pilihan investasi yang selaras dengan keyakinan dan prinsip moral. Tujuan utama dari penetapan indeks saham syariah adalah untuk memberikan panduan kepada investor yang berniat menanamkan modalnya dalam sektor keuangan yang sesuai dengan prinsip keagamaan (Pratitis and Setiyono, 2021). Indeks ini berfungsi sebagai kompas bagi investor dalam menavigasi pilihan investasi di pasar modal Islam. Mengingat kebutuhan yang berkembang dari para pelaku pasar modal, BEI secara proaktif mengembangkan dan memperluas rangkaian indeks saham syariah. Hingga saat ini, ada lima indeks saham syariah berbeda yang tersedia di pasar modal Indonesia yaitu: Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI),
Keuangan Syariah 72 Jakarta Islamic Index (JII), Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index), IDX-MES BUMN 17 dan IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW) (Departemen Pengelolaan Data dan Statistik Otoritas Jasa Keuangan, 2023). Masing-masing menawarkan perspektif unik berdasarkan kriteria seleksi dan tujuannya, berikut disajikan data perkembangan kapitalisasi pasar indeks syariah di Bursa Efek Indonesia. Tabel. 1. Kapitalisasi Pasar Indeks Syariah Periode 2020-2023 Tahun Jakarta Islamic Index Indeks Saham Syariah Indonesia Jakarta Islamic Index 70 IDX-MES BUMN 17 IDX Sharia Growth 2020 2.058.772,65 3.344.926,49 2.527.421,72 - - 2021 2.015.192,24 3.983.652,80 2.539.123,39 692.735,15 - 2022 2.155.449,41 4.786.015,74 2.668.041,87 647.031,25 1.121.661,17 2023 2.501.485,69 6.145.957,92 3.306.081,03 741.881,37 1.366.188,47 Sumber: Departemen Pengelolaan Data dan Statistik – Otoritas Jasa Keuangan, 2023 Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui bahwa pada tahun 2020 hanya terdapat tiga indeks syariah yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Jakarta Islamic Index (JII), Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index). Pada tahun 2021 adanya penambahan indeks syariah yaitu IDX-MES BUMN 17 dan pada tahun 2022 terdapat penambahan indeks syariah yaitu IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW). Masing-masing indeks tersebut mengalami kenaikan kapitalisasi pasar yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Agar dapat
Keuangan Syariah 73 memahami lebih mendalam terkait masing-masing indeks syariah tersebut berikut akan dijelaskan lebih lanjut. 3. Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) merupakan tonggak penting dalam sejarah pasar modal syariah di Indonesia, diluncurkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 3 Juli 2000 menandai lahirnya indeks saham syariah pertama di Indonesia. Fokus utama JII adalah pada saham-saham syariah yang menawarkan tingkat likuiditas tinggi, dengan hanya 30 saham terpilih yang dapat masuk ke dalam daftarnya . Seperti halnya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), JII juga menjalani proses evaluasi dan pembaruan konstituen dua kali setahun, yaitu pada bulan Mei dan November, yang diatur untuk menyesuaikan dengan jadwal revisi Daftar Efek Syariah (DES) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mekanisme penyeleksian saham-saham yang akan masuk ke dalam kelompok eksklusif JII diawasi dan dilaksanakan oleh BEI. Ada beberapa langkah kritis dalam proses seleksi ini yang dimulai dengan sebuah penyaringan awal yang mengharuskan saham-saham harus sudah menjadi bagian dari konstituen ISSI dan telah tercatat di pasar setidaknya selama enam bulan terakhir (Wardah, 2019). Selanjutnya, BEI mengidentifikasi 60 saham dengan kapitalisasi pasar tertinggi selama satu tahun terakhir untuk kemudian dipertimbangkan lebih lanjut. Dari 60 saham ini, seleksi berlanjut dengan memfokuskan pada parameter likuiditas. BEI lalu mengevaluasi saham-saham tersebut
Keuangan Syariah 74 berdasarkan volume nilai transaksi harian di pasar reguler. Hanya 30 saham dengan rata-rata nilai transaksi tertinggi yang akhirnya akan terpilih untuk menjadi bagian dari Jakarta Islamic Index. 4. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), yang secara resmi diluncurkan pada 12 Mei 2011, berfungsi sebagai ukuran agregat untuk menilai performa pasar dari saham-saham yang sesuai dengan prinsip syariah dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). ISSI dirancang untuk memberikan gambaran tentang bagaimana sahamsaham syariah berperforma secara keseluruhan, sehingga berperan sebagai alat ukur yang penting bagi para investor yang tertarik pada pasar saham syariah (Riyadi, Dinar and Setiawan, 2019). Untuk saham-saham yang menjadi bagian dari ISSI adalah saham-saham yang tercatat dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, saham-saham ini harus terdaftar di papan utama atau papan pengembangan di BEI. Oleh karena itu, ISSI mencakup beragam saham yang telah memenuhi kriteria syariah dan telah diakui oleh otoritas terkait. Pemilihan saham-saham yang masuk ke dalam ISSI tidak bersifat permanen, melainkan dinamis. Dua kali setahun, yaitu pada bulan Mei dan November, konstituen ISSI mengalami evaluasi dan seleksi ulang, yang dilakukan bersamaan dengan jadwal revisi DES oleh OJK. Dalam tiap periode seleksi tersebut, dapat terjadi perubahan dalam konstituen ISSI, dengan beberapa
Keuangan Syariah 75 saham syariah dikategorikan keluar dan yang lainnya dimasukkan ke dalam indeks berdasarkan kinerja dan kepatuhannya terhadap syariah. Metodologi yang digunakan untuk menghitung nilai ISSI meniru cara perhitungan standar yang diterapkan pada indeks saham BEI lain, menggunakan kapitalisasi pasar yang tertimbang (Sulistyowati and WIDYARTI, 2012). Indeks ini memakai Desember 2007 sebagai tahun dasar, yang berarti bahwa perubahan-perubahan dalam nilai ISSI dihitung dengan menggunakan kapitalisasi pasar perusahaan dan di indeks relatif terhadap nilai pasar saham pada akhir tahun 2007. Dengan demikian, ISSI memberikan sebuah alat penting untuk investor, memungkinkan mereka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang sektor saham syariah di Indonesia, melacak kinerja pasar secara keseluruhan, dan membuat keputusan investasi yang lebih tepat berdasarkan data empiris tentang kinerja saham yang sesuai dengan prinsip syariah. 5. Jakarta Islamic Index 70 (JII70 Index) Pada 17 Mei 2018, Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan Jakarta Islamic Index 70, atau yang lebih dikenal dengan JII70 sebagai indeks baru yang menilai performa saham-saham syariah. Indeks ini bertujuan untuk menyajikan gambaran tentang 70 saham syariah dengan tingkat likuiditas tertinggi di BEI. Dengan pendekatan yang mirip dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), JII70 dilakukan peninjauan (review) kembali setiap dua kali dalam setahun (Darmawan and Ri\[’ch, 2022), yaitu pada bulan Mei dan November, alur
Keuangan Syariah 76 ini diatur agar berjalan sejalan dengan jadwal peninjauan Daftar Efek Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Proses seleksi saham untuk dimasukkan dalam JII70 dijalankan dengan kehati-hatian dan mengikuti kriteria tertentu yang ditetapkan oleh BEI (Berutu, 2020). Langkah awal dari proses seleksi ini memastikan bahwa saham syariah tersebut telah menjadi bagian dari ISSI dan telah terdaftar di pasar untuk periode minimal enam bulan. Berikutnya, dari keseluruhan saham di pasar, 150 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir dipilih sebagai calon. Dari kelompok ini, kemudian diseleksi lebih lanjut berdasarkan rata-rata nilai transaksi harian mereka di pasar reguler, di mana hanya 70 saham dengan nilai transaksi tertinggi yang akan dipilih. JII70 menawarkan indeks bagi investor yang tertarik pada pasar saham syariah untuk memonitor dan mengevaluasi peluang investasi yang tidak hanya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi juga menawarkan tingkat likuiditas yang tinggi. Hal ini memungkinkan investor untuk membuat keputusan investasi yang lebih informasi di pasar saham syariah Indonesia. Dengan demikian, selain menyajikan indeks yang lebih inklusif dengan konstituen yang lebih banyak dibandingkan dengan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdahulu, JII70 berkontribusi pada peningkatan transparansi, likuiditas, dan aksesibilitas pasar saham syariah di Indonesia, memberikan opsi lebih luas bagi para investor yang ingin berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah dalam pilihan saham yang lebih variatif dan likuid.
Keuangan Syariah 77 6. IDX-MES BUMN 17 IDX-MES BUMN 17 adalah sebuah indeks khusus yang dirancang untuk melacak performa dari 17 perusahaan syariah yang dimiliki atau terasosiasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia (Arifah and Muhfiatun, 2022). Indeks ini mencerminkan sahamsaham yang tidak hanya memiliki likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar besar, tetapi juga didukung oleh kesehatan dan stabilitas fundamental perusahaan. Indeks ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), menandai sinergi antara pasar modal dan ekonomi syariah di Indonesia. Dalam memilih 17 saham yang menjadi bagian dari IDX-MES BUMN 17, BEI memiliki kriteria seleksi yang ketat (Paramitha, 2022). Awalnya, saham harus termasuk dalam daftar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), memastikan bahwa saham tersebut sudah memenuhi kriteria syariah. Selanjutnya, saham tersebut harus merupakan bagian dari BUMN atau afiliasinya, memastikan saham yang dipilih memiliki keterkaitan dengan sektor pemerintahan dan gerakan ekonomi di Indonesia. Kriteria terakhir merupakan analisa terhadap likuiditas dan fundamental perusahaan, memastikan bahwa hanya saham dengan performa terbaik yang terpilih ke dalam indeks ini. IDX-MES BUMN 17 memberi investor, khususnya yang tertarik pada investasi berbasis syariah, wawasan mengenai saham-saham BUMN dengan kinerja terbaik di pasar. Indeks ini tidak hanya memudahkan investor
Keuangan Syariah 78 dalam mengidentifikasi peluang investasi yang memenuhi prinsip syariah, tetapi juga menawarkan transparansi lebih terhadap kinerja finansial dan operasional dari perusahaan-perusahaan terpilih. Dengan fokus pada fundamental perusahaan yang kuat dan likuiditas yang baik, IDX-MES BUMN 17 menawarkan potensi return yang menarik bagi para investor yang mencari eksposur dalam saham-saham BUMN syariah di pasar modal Indonesia. 7. IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW) IDX Sharia Growth (IDXSHAGROW) merupakan sebuah indeks dalam pasar modal yang dirancang khusus untuk melacak dan menilai performa dari sekelompok 30 saham syariah. Ciri utama yang membedakan sahamsaham ini adalah tren positif mereka dalam pertumbuhan laba bersih dan pendapatan dibandingkan dengan harganya, serta memiliki likuiditas yang tinggi dalam transaksi dan kinerja keuangan yang solid. Inisiatif ini dilakukan untuk memberikan investor informasi yang relevan mengenai saham-saham syariah dengan potensi pertumbuhan yang tinggi. Indeks ini secara resmi diperkenalkan pada tanggal 31 Oktober 2022 (AZIZAH and Hadiningrum, 2024). Mirip dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), IDX Sharia Growth juga menjalani proses peninjauan konstituen saham syariahnya dua kali dalam setahun, tepatnya pada bulan Mei dan November. Peninjauan ini dilakukan sesuai dengan agenda peninjauan Dewan Standar Ekonomi Syariah (DES) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seleksi saham untuk
Keuangan Syariah 79 menjadi bagian dari IDX Sharia Growth ditangani oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Beberapa kriteria yang diterapkan dalam proses seleksi meliputi: (1) Saham harus menjadi bagian dari Jakarta Islamic Index (JII70), yang merupakan indeks yang mengkompilasi sahamsaham syariah di pasar. (2) Perusahaan tersebut harus mencatatkan laba bersih secara konsisten dan tidak memiliki rasio harga terhadap pendapatan (price-toearnings ratio, PER) yang ekstrem, yang menandakan harga sahamnya wajar berdasarkan pendapatannya. (3) Dari saringan awal 30 saham dengan skor tertinggi berdasarkan analisis tren pertumbuhan PER dan priceto-sales ratio (PSR) akan dipilih untuk menjadi konstituen indeks. 8. Obligasi Syariah (Sukuk) Sukuk mewakili sebuah instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh negara, berdasarkan pada prinsipprinsip syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan nomor 32/DSN MUI/IX/2002 (Datuk, 2014). Sukuk merupakan surat berharga yang menandai kepemilikan atas sebuah aset kepada pembelinya, yang dalam hal ini adalah obligasi syariah. Kepada pemegang sukuk, wajib dibayarkan pendapatan berdasarkan sistem bagi hasil, sesuai dengan kesepakatan awal. Sederhananya, sukuk dapat dipahami sebagai sertifikat kepemilikan yang menunjukkan bahwa pemegangnya memiliki bagian dari suatu aset milik negara selama periode waktu tertentu. Beberapa orang mungkin menganggap sukuk dan obligasi sebagai produk
Keuangan Syariah 80 keuangan yang serupa; namun, keduanya memiliki perbedaan fundamental. Sukuk berkaitan langsung dengan kepemilikan atas aset, sedangkan obligasi merupakan pernyataan hutang. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan legalitas terhadap sukuk, dan pengelolaannya diatur oleh Dewan Syariah Nasional, memberikan jaminan terhadap kepatuhan syariah dan keaslian sukuk tersebut (Puspitasari, 2022). Hal ini membedakan sukuk dari obligasi konvensional, dimana obligasi mendapatkan keuntungan melalui bunga, sedangkan sukuk menghadirkan keuntungan melalui sistem bagi hasil (nisbah). Untuk lebih jauh memahami sukuk, penting untuk mengetahui jenis-jenis sukuk: (1) Sukuk Ritel, merupakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang ditawarkan kepada investor ritel dengan akad yang mengikuti prinsip syariah. (2) Sukuk Tabungan, bentuk SBSN yang ditujukan sebagai sarana investasi bagi masyarakat umum, dikelola dengan dasar prinsip syariah (Nopijantoro, 2017). Berdasarkan pihak yang menerbitkan, dapat terbagi menjadi: (1) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara, adalah surat berharga yang diterbitkan oleh negara, sebagai bentuk kepemilikan atas aset negara. (2) Sukuk Korporasi, diterbitkan oleh korporasi sebagai obligasi syariah dan merupakan komitmen perusahaan dalam pembiayaan syariah (Trisilo, 2014). Dalam ekosistem keuangan syariah, terdapat berbagai bentuk akad yang menjadi pondasi dalam
Keuangan Syariah 81 penerbitan produk-produk keuangan, termasuk sukuk (Batubara and Nasution, 2024). Sukuk sendiri adalah instrumen investasi yang mendasarkan diri pada kepemilikan aset, jasa, atau proyek tertentu, sesuai dengan prinsip syariah. Berikut ini penjelasan tentang beberapa jenis sukuk berdasarkan akad yang digunakan: (1) Sukuk Mudharabah, Sukuk Mudharabah didasarkan pada perjanjian kerjasama usaha antara dua pihak antara pemberi modal (rab al-mal) dan pengelola modal (mudharib) (Hakim and Kholik, 2022). Keuntungan dari investasi tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak. Adapun segala bentuk kerugian akan ditanggung oleh pemberi modal, selaras dengan risiko yang diambil. (2) Sukuk Ijarah, Sukuk Ijarah difokuskan pada pemindahan hak untuk menggunakan barang atau jasa kepada pihak lain, sementara kepemilikan aset tetap pada pihak penerbit sukuk (Arini and Adiputra, 2023). Praktis, sukuk jenis ini serupa dengan konsep sewa dalam sistem konvensional, dengan transaksi yang disesuaikan menurut ketentuan syariah. (3) Sukuk Salam, berbasis pada perjanjian dimana pembayaran dilakukan di muka untuk barang yang akan diserahkan di kemudian hari (Trisilo, 2014). (4) Soeoe Imncmbh[’, \_le[cn[h ^_ha[h akad jual-beli yang biasanya terkait pembiayaan proyek (Datuk, 2014). Pada akad ini, pembuat atau produsen berkomitmen untuk menghasilkan suatu barang atau proyek tertentu berdasarkan spesifikasi pembeli. (5) Sukuk Musyarakah, diterbitkan atas dasar kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk mengumpulkan modal guna pembangunan proyek baru (Rahmah, 2014). Keuntungan dan kerugian
Keuangan Syariah 82 dibagi proporsional sesuai dengan kontribusi modal. (6) Sukuk Murabaha, berlandaskan pada prinsip jual-beli, Sukuk Murabaha melibatkan pembelian barang oleh pihak penerbit sukuk dan penjualannya kembali kepada investor dengan harga yang sudah termasuk margin keuntungan yang disepakati (Rahayu and Agustianto, 2020). (7) Sukuk Wakalah, penerbit sukuk menunjuk seseorang sebagai agen atau pengelola investasi atas nama pemilik sukuk (Hariyanto, 2017). Akad ini memungkinkan pemanfaatan modal investor secara efisien dalam proyek atau usaha tertentu. (8) Sukuk Mot[l[’[b, m_lcha ^caoh[e[h ^[f[g m_enil [alceofnol, Sukuk Muzara'ah berdasarkan perjanjian kerjasama pengelolaan lahan pertanian, dimana pemegang sukuk mendapatkan bagian dari hasil panen sesuai dengan kesepakatan (Sanrego and Rusydiana, 2009). (9) Sukuk Musaqah, terfokus pada pembiayaan untuk proyekproyek irigasi, dengan dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk tersebut (Cahyani, 2017). Merupakan bentuk kerjasama dalam pengelolaan sumber daya air untuk pertanian, dimana hasilnya dibagi sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak. Setiap jenis sukuk ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dalam syariah ekonomi, menawarkan berbagai opsi investasi yang sesuai dengan hukum Islam dan menarik bagi investor yang mencari alternatif terhadap produk keuangan konvensional. Sukuk memberikan alternatif bagi investor yang ingin menghindari unsur riba dan menanamkan investasinya dalam aset-aset halal sesuai dengan hukum syariah.
Keuangan Syariah 83 9. Reksadana Syariah Reksadana syariah merupakan wadah bagi para investor yang ingin meningkatkan nilai aset mereka melalui instrumen investasi yang selaras dengan prinsip dan hukum Islam (Kandarisa, 2014). Seperti halnya reksadana konvensional, reksadana syariah mengumpulkan dana dari banyak investor untuk diinvestasikan kembali oleh manajer investasi ke dalam portofolio beragam aset. Namun, apa yang membedakan reksadana syariah dari reksadana konvensional adalah adanya ketaatan pada prinsip syariah dalam setiap aspek pengelolaannya. Prinsip dasar reksadana syariah melarang investasi di instrumen yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maisir (spekulasi), dan riba (bunga) (Rahmarisa, 2019). Selain itu, sektor bisnis seperti alkohol, judi, tembakau, dan sektor lain yang dilarang dalam Islam tidak akan termasuk dalam portofolio investasi. Kriteria ini diwujudkan dalam pemilihan saham-saham syariah dan instrumen keuangan lain yang halal dan bersih dari unsur-unsur tersebut di atas. Berikut di bawah ini disajikan tabel perkembangan reksadana syariah di Indonesia periode tahun 2019-2023 (Departemen Pengelolaan Data dan Statistik Otoritas Jasa Keuangan, 2023).
Keuangan Syariah 84 Tabel 2. Perkembangan Reksadana Syariah Periode 2019-2023 Tahun Perbandingan Jumlah Reksadana (RD) Perbandingan NAB ((Rp. Miliar) RD Syariah RD Konvensional Total % RD Syariah RD Konvensional Total % 2019 265 1.916 2.181 12,15% 53.735,58 488.460,78 542.196,36 9,91% 2020 289 1.930 2.219 13,02% 74.367,44 499.174,70 573.542,15 12,97% 2021 289 1.909 2.198 13,15% 44.004,18 534.434,11 578.438,29 7,61% 2022 274 1.846 2.120 12,92% 40.605,11 464.257,31 504.862,42 8,04% 2023 273 1.533 1.806 15,12% 42.775,16 458.682,30 501.457,47 8,53% Sumber: Departemen Pengelolaan Data dan Statistik – Otoritas Jasa Keuangan, 2023 Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui perbandingan dan pertumbuhan jumlah reksadana syariah dengan reksadana konvensional dan perbandingan nilai aktiva bersih (NAB) jumlah reksadana syariah dengan reksadana konvensional. Untuk menjamin kepatuhan terhadap hukum Islam, reksadana syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah atau disebut juga sebagai Dewan Syariah (Faozan, 2014). Dewan ini berfungsi mengawasi, menasihati, dan memastikan bahwa semua transaksi dan pengelolaan dana sesuai dengan prinsip syariah. Setiap keputusan investasi yang dilakukan dalam reksadana syariah harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Syariah ini. Dalam penerapannya, reksadana syariah memiliki beberapa jenis yang umum, yaitu: (1) Reksadana Saham Syariah, investasi utama dilakukan pada saham-saham yang tercatat dalam daftar saham syariah (Hadinata, 2018).
Keuangan Syariah 85 Saham-saham ini dipilih berdasarkan kriteria syariah yang ketat. (2) Reksadana Pendapatan Tetap Syariah, investasi dilakukan pada surat utang atau obligasi yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti sukuk (Nasrifah, 2019). Sukuk merupakan instrumen serupa obligasi yang berbasis pada aktivitas usaha yang halal dan menghindari bunga. (3) Reksadana Pasar Uang Syariah, dana diinvestasikan dalam instrumen pasar uang syariah dengan jangka waktu kurang dari satu tahun (Sholahuddin, 2023), seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) atau deposito syariah. (4) Reksadana Campuran Syariah, mengkombinasikan investasi antara saham, sukuk, dan/atau instrumen pasar uang dalam proporsi tertentu yang disesuaikan dengan kebijakan investasi reksadana tersebut (Berutu, 2020). 10. Deposito Syariah Deposito syariah merupakan produk simpanan berjangka dalam sistem perbankan syariah yang operasinya berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, khususnya prinsip bagi hasil (Mudharabah) atau prinsip jual beli (Murabahah) (Rosita, 2014). Pada dasarnya, deposito syariah menawarkan alternatif bagi masyarakat yang ingin menyimpan uangnya dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam, menghindari unsur riba (bunga), spekulasi, dan ketidakpastian. Prinsip Kerja Deposito Syariah yaitu: (1) Prinsip Mudharabah (Bagi Hasil): Dalam skema Mudharabah, nasabah (shahibul maal) menyerahkan sejumlah dana ke bank syariah (mudharib) untuk diinvestasikan (Ismail, 2017). Keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut
Keuangan Syariah 86 akan dibagi antara bank dan nasabah sesuai dengan nisbah (porsi) yang telah disepakati. Jika operasi mengalami kerugian, kerugian tersebut ditanggung oleh nasabah kecuali jika kerugian disebabkan oleh kelalaian bank. (2) Prinsip Murabahah: Dalam beberapa kasus, deposito syariah juga dapat beroperasi dengan prinsip Murabahah, di mana bank menggunakan dana deposito untuk membeli barang kemudian menjualnya dengan harga yang sudah ditentukan kepada pihak ketiga, dan profit dari transaksi tersebut dibagikan kepada pemilik deposito sesuai dengan kesepakatan (Anshori, 2018). Deposito syariah memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan deposito konvensional (Juniarty, Mifrahi and Tohirin, 2017) (Muliawati and Maryati, 2016), yaitu: (1) Tanpa Bunga, keuntungan dari deposito syariah berasal dari pembagian hasil usaha, bukan bunga tetap, sehingga tidak mengandung unsur riba. (2) Minimalisasi Risiko, penggunaan prinsip syariah dalam pengelolaan dana cenderung minimalisasi risiko karena investasinya dilakukan pada usaha-usaha riil yang sudah melalui analisis ketat. (3) Transparan, transaksi dalam deposito syariah menjunjung tinggi prinsip transparansi, nasabah dapat mengetahui kemana dananya diinvestasikan serta bagaimana pembagian keuntungannya. (4) Akad yang jelas, setiap transaksi didasarkan pada akad yang jelas dan sesuai dengan ketentuan syariah, mengurangi risiko ketidakpastian dan spekulasi. Instrumen investasi keuangan syariah menawarkan sebuah pendekatan investasi yang unik dan etis, yang diarahkan oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Dengan menitikberatkan pada keadilan, transparansi, dan
Keuangan Syariah 87 pembagian risiko serta keuntungan, instrumeninstrumen ini menyediakan jalan bagi investor untuk mengalokasikan dana mereka dalam cara yang tidak hanya menguntungkan secara materiil, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai etis dan spiritual. Beragamnya pilihan produk investasi syariah, mulai dari deposito syariah, sukuk, reksa dana syariah, hingga saham syariah, memungkinkan investor untuk memilih instrumen yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansial mereka. Keunikannya terletak pada komitmen kuat terhadap penghindaran terhadap riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian atau spekulasi yang berlebihan), serta investasi di sektor-sektor yang dianggap halal, menjauhkan investasi dari praktik-praktik ekonomi yang tidak etis menurut pandangan Islam dan membantu menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan stabil. Mengingat risiko adalah suatu unsur yang tidak terpisahkan dari setiap investasi, instrumen keuangan syariah juga memiliki risikonya sendiri, seperti risiko pasar dan risiko likuiditas. Namun, dengan fokus pada investasi yang riil dan produktif, instrumen syariah berusaha untuk meminimalisir risiko tersebut dan memastikan bahwa investasi dilakukan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab. Apa yang membedakan instrumen investasi keuangan syariah adalah penekanannya pada transparansi dan akuntabilitas. Investor diberikan kejelasan penuh mengenai bagaimana dana mereka diinvestasikan dan bagaimana pembagian keuntungan serta kerugian diatur, yang pada gilirannya menciptakan lingkungan investasi yang berbasis kepercayaan dan integritas.
Keuangan Syariah 88 Instrumen investasi keuangan syariah tidak hanya ditujukan bagi investor Muslim, tapi juga bagi siapa saja yang tertarik dengan investasi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. Oleh karena itu, melalui etosnya yang mengutamakan transparansi, keadilan, dan pembagian risiko dan keuntungan, instrumen investasi keuangan syariah menawarkan perspektif segar terhadap dunia investasi yang menggabungkan keuntungan finansial dengan tanggung jawab sosial dan etis.
Keuangan Syariah 89 MEKANISME BAGI HASIL Risky Yuniar Rahmadieni, S.E.Sy.,M.E.
Keuangan Syariah 90 alam pandangan konteks pembagian keuntungan pada sistem ekonomi kapitalis, dimana modal dan pelaku usaha merupakan dua unsur produksi yang terpisah. Modal pasti akan mendapat bunga, sedang pembagian pelaku usaha akan mendapat keuntungan. Tentu, keuntungan yang \_fog j[mnc b[lom ^cb[^[je[h ^_ha[h ‚cg\[f[h‛ n_lb[^[j uang yang dijadikan modal. Di sinilah sering terjadi pelaku usaha mengalami kesulitan untuk mengembalikan modal berikut bunganya kepada pemilik modal, karena usaha yang dijalankannya mengalami penurunan keuntungan. Sebaliknya, apabila pelaku usaha mengalami keuntungan yang banyak, pemilik dana hanya akan dapat pendapatan dari bunga yang sudah ditetapkan ratenya lebih dahulu. (Muhammad Aswad, 2014). Hal ini mengakibatkan terjadinya misalokasi sumber daya dan penumpukan kekayaan hanya pada segelintir individualisme, yang mana hal ini berimbas pada ketidakadilan dan ketidakstabilan pembagian untung ruginya. (Suardi, 2019). Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, hubungan antara pelaku bisnis dan pemilik modal adalah dua faktor produksi yang saling berkaitan. Setiap orang yang memberikan modal untuk produksi usaha harus berasumsi bahwa peluang untuk mendapat keuntungan dan resiko kerugian sama besarnya. Bagi untung rugi sama besarnya merupakan salah satu konsep ekonomi Islam. Bagi untung rugi juga bisa disebut dengan konsep bagi hasil. Sistem bagi hasil yang merupakan inovasi konsep pembagian untung rugi dari konteks keuangan syariah agar dapat terciptanya keadilan, distribusi merata, meningkatkan kesejahteraan umat, mengurangi kesenjangan. Sistem bagi hasil ini juga ingin mewujudkan berkseimbangan antara kehidupan dunia dan D