The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Dalam buku ini, penulis menguraikan prinsip-prinsip utama keuangan syariah, termasuk larangan terhadap riba (bunga), maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan aktivitas bisnis yang diharamkan dalam Islam. Mereka menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek keuangan, mulai dari perbankan, investasi, asuransi, hingga perencanaan keuangan pribadi.

Buku ini juga membahas tentang instrumen keuangan syariah yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan, seperti akad murabahah (jual beli dengan keuntungan diungkapkan), istisna (pembuatan barang pesanan), dan sukuk (obligasi syariah). Penulis memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana instrumen-instrumen ini bekerja dan bagaimana mereka dapat digunakan untuk mencapai tujuan keuangan sesuai dengan prinsip syarlah.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-03-02 03:22:23

Keuangan Syariah

Dalam buku ini, penulis menguraikan prinsip-prinsip utama keuangan syariah, termasuk larangan terhadap riba (bunga), maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan aktivitas bisnis yang diharamkan dalam Islam. Mereka menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek keuangan, mulai dari perbankan, investasi, asuransi, hingga perencanaan keuangan pribadi.

Buku ini juga membahas tentang instrumen keuangan syariah yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan, seperti akad murabahah (jual beli dengan keuntungan diungkapkan), istisna (pembuatan barang pesanan), dan sukuk (obligasi syariah). Penulis memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana instrumen-instrumen ini bekerja dan bagaimana mereka dapat digunakan untuk mencapai tujuan keuangan sesuai dengan prinsip syarlah.

Keuangan Syariah 139 3. Investasi Berbasis Etika Investasi syariah tidak hanya diidentifikasi oleh kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam, tetapi juga oleh fokus pada investasi berbasis etika. Peluang keuangan syariah dalam investasi berbasis etika melibatkan penggabungan prinsip-prinsip keuangan syariah dan nilai-nilai etika dalam pembentukan portofolio investasi. Dalam konteks ini, beberapa peluang yang dapat dijelaskan melibatkan investasi yang memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan, dan etika. Keuangan syariah memberikan peluang bagi para investor yang ingin mengalokasikan dana mereka pada sektor-sektor yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial. Instrumen keuangan syariah sangat sesuai dengan tren peningkatan kesadaran akan dampak lingkungan yang terjadi sekarang. Instrumen keuangan syariah dapat bergerak beriringan dengan misi green economy maupun blue economy. Peluang tersebut ditambah dengan mengintensifkan tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility yang telah menjadi kewajiban dalam prinsip keuangan syariah. Peluang yang lain berhubungan dengan etika ialah dengan keberpihakan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi sektor paling berkontribusi dalam perekonomian Indonesia dan penghindaran dari praktikpraktik bisnis yang dianggap tidak etis seperti perjudian, alkohol, tembakau, atau senjata. Sebaliknya, fokus dapat diberikan pada saham perusahaan yang memiliki praktik bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai etika dan keuangan syariah. Pada akhirnya dampak pendekatan investasi


Keuangan Syariah 140 berbasis etika ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan memperbesar peluang pasar. 4. Pengembangan Inovasi Fintech Syariah Perkembangan teknologi finansial (Fintech) turut memberikan kontribusi dalam mengoptimalkan layanan keuangan syariah. Platform-platform digital yang berbasis syariah memberikan kemudahan akses dan pengelolaan keuangan bagi masyarakat muslim, menciptakan peluang baru dalam industri ini. Pengembangan fintech syariah menawarkan sejumlah peluang yang menarik dalam memadukan inovasi teknologi dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Berikut adalah beberapa peluang yang dapat dijelaskan: a. Pembiayaan Peer-to-Peer (P2P) Syariah Platform P2P lending syariah dapat memberikan akses keuangan bagi individu dan usaha mikro yang ingin mendapatkan pembiayaan tanpa melibatkan prinsip-prinsip bunga (riba). Ini memungkinkan pertumbuhan sektor keuangan syariah dan inklusivitas keuangan. b. Digital Banking Syariah Pengembangan bank digital syariah dapat meningkatkan aksesibilitas perbankan syariah kepada masyarakat. Layanan perbankan digital ini dapat mencakup pembukaan rekening, transfer dana, dan layanan perbankan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.


Keuangan Syariah 141 c. Teknologi Blockchain untuk Keuangan Syariah Penggunaan teknologi blockchain dapat meningkatkan transparansi dan keamanan dalam transaksi keuangan syariah. Ini dapat digunakan dalam berbagai aspek, seperti pembiayaan perdagangan syariah, sukuk, dan distribusi zakat. d. Insurtech Syariah Inovasi dalam insurtech syariah dapat mencakup pengembangan produk asuransi syariah yang lebih efisien dan sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Platform digital juga dapat digunakan untuk klaim yang lebih cepat dan pembayaran asuransi yang lebih mudah. e. Platform Crowdfunding Syariah Pengembangan platform crowdfunding syariah dapat memfasilitasi pembiayaan untuk proyek-proyek berbasis syariah. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam investasi yang sesuai dengan nilai-nilai keuangan syariah. f. Fintech untuk Zakat dan Wakaf Inovasi dalam pengelolaan zakat dan wakaf melalui fintech dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam distribusi dana amal. Platform digital dapat memudahkan pengumpulan, pengelolaan, dan distribusi zakat dan wakaf.


Keuangan Syariah 142 g. Pengembangan Aplikasi Pendidikan Keuangan Syariah Fintech dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi pendidikan keuangan syariah yang interaktif dan mudah diakses. Ini dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip keuangan syariah. h. Fintech untuk Pengembangan Ekonomi Syariah Lokal Fintech dapat digunakan untuk membangun ekosistem ekonomi syariah lokal dengan memfasilitasi perdagangan, pembiayaan, dan investasi dalam komunitas berbasis syariah. Peluang-peluang di atas mencerminkan bagaimana inovasi fintech dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ekosistem keuangan syariah. Pengembangan fintech syariah tidak hanya menciptakan solusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan inklusivitas keuangan di seluruh lapisan masyarakat. B. Tantangan Keuangan Syariah 1. Isu Regulasi dan Kepatuhan Syariah Tantangan utama dalam perkembangan keuangan syariah adalah perbedaan regulasi dan kepatuhan syariah antar lembaga maupun antar negara. Kesulitan harmonisasi regulasi syariah ini dapat membatasi pertumbuhan industri keuangan syariah dan meningkatkan ketidakpastian hukum bagi pelaku bisnis


Keuangan Syariah 143 dan investor. Harmonisasi regulasi dan standarisasi prinsip-prinsip syariah menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan keuangan syariah yang lebih kohesif dan efektif. Menurut (Gultom et al., 2022) keuangan syariah memiliki beberapa tantangan dalam regulasi dan kepatuhan syariah antara lain mengenai perhitungan profit and loss sharing (PLS), penerapan kontrak dibayangi kontrak konvensional, regulasi modal dan likuiditas minimum tetap mengacu pada regulasi umum, indicator regulasi dalam menilai efisiensi tetap mengacu pada model umum (konvensional), lemahnya pengungkapan dan pengawasan, dan lemahnya kontrol regulator. 2. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat Ketidakpahaman masyarakat terhadap keuangan syariah menjadi hambatan serius. Diperlukan upaya edukasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan prinsip-prinsip keuangan syariah. Selain itu, terdapat resistensi dari kelompok-kelompok konservatif dalam masyarakat terhadap keuangan syariah, yang mungkin mempersulit penerimaan dan perkembangan industri ini. 3. Pengembangan Produk dan Layanan Industri keuangan syariah perlu terus berinovasi dalam pengembangan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Tantangan ini membutuhkan kolaborasi antara lembaga keuangan, pemerintah, dan sektor swasta untuk menciptakan produk-produk yang inovatif dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.


Keuangan Syariah 144 Pengembangan produk dan layanan keuangan syariah yang inovatif, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar menjadi tantangan yang memerlukan kerjasama antara sektor swasta dan pemerintah. Tantangan etika, seperti perlunya memastikan bahwa produk dan layanan keuangan syariah sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika Islam, dapat memerlukan pemikiran dan pemantauan yang lebih intensif. Hal ini perlu dilakukan agar industri keuangan syariah dapat bersaing dengan industri keuangan konvensional dan dapat mempertahankan/ meningkatkan kepuasan nasabah (Al Yozika and Khalifah, 2017). 4. Kebutuhan Sumber Daya Manusia Dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki pemahaman mendalam tentang keuangan syariah. Tidak hanya itu saja, sumber daya manusia yang memiliki literasi yang baik dibidang ekonomi dan keuangan syariah, keterampilan yang memadai, dan juga mampu mengimplementasikan etika islam dengan baik dalam bekerja. Keberlanjutan industri keuangan syariah ini akan sangat tergantung pada ketersediaan dan kompetensi SDM yang berkualitas. Jika kuantitas dan kualitas SDM keuangan syariah masih belum memadai maka industri keuangan syariah akan sulit untuk berkembang (Apriyanti, 2018). Tantangan keuangan syariah diatas memerlukan solusi dari berbagai pihak. Pemerintah, swasta, akademisi, praktisi, dan masyarakat dapat bekerja sama untuk setidaknya memperkecil risiko dalam perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Evaluasi


Keuangan Syariah 145 secara bertahap dan menyeluruh juga harus dilakukan agar perkembangan industri keuangan syariah tetap terjaga hingga masa yang akan datang.


Keuangan Syariah 146


Keuangan Syariah 147 KEUANGAN SYARIAH DI ERA MODERN Faizatu Almas Hadyantari


Keuangan Syariah 148 erbedaan ajaran Islam dengan ajaran agama lain adalah pada unsur kesinambungan serta keseimbangan antara perkara duniawi dan Rohani yaitu dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan masalah ibadah, tetapi juga diatur mengenai permasalahan kehidupan dunia yang dilakukan oleh seorang muslim dalam menjalani aktivitas sehari-hari seperti pemenuhan kebutuhan dan lain-lain (Metwally, 1993). Hal ini merujuk pada perwujudan implementasi ekonomi Islam pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui aktivitas ekonomi seperti konsumsi, produksi dan distribusi dengan tujuan falah, dengan cara menamkan niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Topik keuangan syariah menjadi salah satu pembahasan paling berkembang cukup pesat karena berkaitan dengan hostoris pengembangan layanan keuangan syariah serta kebijakankebijakan yang diberikan oleh pemerintah dalam aktivitas ekonomi(Glamallah et al, 2021). Hal ini menunjukan bahwa keuangan syariah menjadi salah satu aspek penting dalam keberlangsungan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan pengelolaan dana dengan berbasis syariah. Di Indonesia keuangan syariah ditandai dengan kelahiran bank Muamalat Indonesia beberapa puluh tahun lalu sebagai bentuk itikad kuat perekonomian Indonesia dalam mengembangkan keuangan syariah dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat muslim dalam pengelolan dana serta optimalisasi layanan keuangan. Dalam perkembangannya, industri keuangan syariah di Indonesia memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki kompleksitas yang mencangkup berbagai jenis industri jasa keuangan serta dominan pada orientasi segmen ritel (Bappenas, 2018) P


Keuangan Syariah 149 Berdasarkan State Of The Global Islamic Economy Report (SGIER) Tahun 2022 yang diterbitkan oleh DinarStandard, aset keuangan syariah secara global bernilai US$3,6 triliun pada tahun 2021 dan diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,0% pada tahun 2022 dan mencapai US$4,9 triliun pada tahun 2025 dengan CAGR 4 tahun sebesar 7,9%. Lalu, industri keuangan syariah Indonesia menempati posisi ke-8 di dunia dalam Global Islamic Economy Index (GIEI) 2018-2019, setelah pada beberapa tahun sebelumnya Indonesia menempati posisi ke-10. Hal ini menunjukan bahwa terjadi pergerakan yang cukup postif dalam perkembangan keuangan syariah di Indonesia sehingga memungkinkan banyak pembaharuan baik industri keuangan syariah maupun instrumen terkait melalui inovasi serta digitalisasi keuangan. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan keuangan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. Keuangan inklusif merupakan bentuk pendalaman keuangan (financial sercive deepening) yang bertujuan agar Masyarakat dapat mengakses produk dan jasa keuangan formal dengan lebih mudah dan terjangkau seperti menabung, menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, pinjaman dan asuransi. Upaya tersbeut tentunya diarahkan dengan harapan tercapaianya keuangan syariah yang menyeluruh pada semua lapisan Masyarakat. A. Konsep Dasar Keuangan Syariah Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman agar hanya memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya dengan jalan perniagaan (baik perniagaan barang atau jasa) yang berlaku dengan saling ridha (suka sama suka). Hal ini berdasarkan pada terjemahan QS An-Nisa 29 yang berbunyi,


Keuangan Syariah 150 ‚W[b[c il[ha-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara rida m[g[ lc^[ ^c [hn[l[ e[go‛. ( Q.S. [f-Ncm[’ (4): 29) Keuangan syariah merupakan sistem keuangan yang beraktivitas sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (Pepinsky, 2012). Sama halnya dengan sistem keuangan konvensional, beberapa aspek dalam keuangan syariah antara lain pasar, lembaga keuangan, instrumen keuangan serta jasa keuangan. Prinsip dasar syariah antara lain terpenuhinya suatu akad atau transaksi antara lain: 1) Sighat akad yang terdiri dari ijab dan qabul; 2) Ada pihak-pihak yang berakad atau bertransaksi (penjual-pembeli); 3) Harga; 4) objek akad (g[o’ko^ [f[cbc) serta tidak terdapat unsur-unsur berikut yaitu : 1) Maysir atau perjudian; 2) adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi; 3) Riba atau artian tambahan terhadap modal uang atas transaksi utang-piutang; 4) Larangan terhadap dzat yang haram; 5) Cara atau proses dalam aktivitas yang batil atau tidak sah (Muhammad, 2014). Kelembagaan dalam sistem Ekonomi Islam memiliki peran penting dalam mewujudkan falah secara kaffah (menyeluruh), lembaga keuangan tersebut terdiri terdiri dari Baitul maal, Baitul Maal wa at-Tamwiil, dan lembaga keuangan Islam kontemporer (Huda, et al, 2012). Berdasarkan perkembangannya, kelembagaan keuangan Islam kontemporer terdiri dari; Pertama, lembaga perbankan (depository syariah), yaitu lembaga yang menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk tabungan (wadiah, mudharabah). Kedua, lembaga nondepository syariah, yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu


Keuangan Syariah 151 1. Bersifat Kontraktual: Melibatkan lembaga seperti asuransi syariah dan dana pensiun syariah, yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip kontrak dalam kegiatan mereka. 2. Lembaga Keuangan Investasi Syariah: Melibatkan lembaga yang fokus pada kegiatan investasi di pasar uang syariah dan pasar modal syariah, dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 3. Lembaga yang Tidak Termasuk Keduanya: Melibatkan entitas seperti BMT, unit simpan pinjam syariah (USPS), koperasi pesantren, perusahaan modal ventura syariah, dan perusahaan pembiayaan syariah. Lembaga ini menawarkan berbagai layanan seperti sewa guna (leasing), kartu kredit, pembiayaan konsumen, dan penanganan anak piutang, tetapi tidak termasuk dalam kategori sebelumnya. B. Instrumen Keuangan syariah di Indonesia saat ini Instrumen keuangan syariah merupakan wujud dari implementasi aktivitas ekonomi dengan nilai-nilai Islam melalui akad atau kontrak/transaksi. Keuangan syariah mempunyai 2 (dua) cakupan sekaligus, yaitu berperan dalam cakupan usaha dan peran sosial. Pada cakupan usaha, keuangan syariah berfungsi sebagai manager investasi, investor dan jasa pelayanan. Dan pada cakupan peran sosial, keuangan syariah berfungsi untuk menghimpun dalam pengelolaan dana sosial serta penyaluran dana zakat, infak, sedekah dan wakaf. Berikut perkembangan instrument keuangan syariah pada beberapa cakupan seperti Lembaga


Keuangan Syariah 152 keuangan syariah, pasar modal syariah serta financial technology (fintech) syariah saat ini: Pertama, instrumen kelembagaan keuangan syariah. Pada tahun 2022, perbankan syariah membuktikan resiliensinya dan mampu tumbuh secara positif, hal ini dilihat dari perkembangan total aset yang mencapai Rp802,26 triliun, atau tumbuh sebesar 15,63% (yoy). Digitalisasi yang semakin berkembang cepat dan meluas menyebabkan terjadi beberapa perubahan dalam iklim industri keuangan syariah di Indonesia seperti berubahnya perilaku sektor bisnis, seperti pada industri perbankan syariah. Digitalisasi dan inovasi diharapkan mampu mendukung percepatan perbankan syariah dalam menciptakan ekosistem dan dapat melakukan sinergi secara optimal dengan sektor keuangan lain, Sehingga, terwujud ekosistem keuangan syariah yang lebih efisien dan menyeluruh. Hal ini tentu dapat menjadi sebuah manifestasi keunggulan kompetitif bagi bank syariah untuk menarik kepercayaan nasabah serta memenuhi kebutuhan nasabah. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang tahun 2022 terdapat peningkatan jumlah pada bank syariah (BUS dan BPRS) yaitu menjadi 13 BUS dan 167 BPRS hal ini karena terjadi peningkatan konversi bank konvensional ke bank syariah serta perluasan jaringan internasional perbankan syariah. Peningkatan lainnya ditunjukan sebagai berikut: 1. Penggunaan Uang Elektronik Syariah dengan akad wadi'ah atau akad qardh sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor 116/DSN-MUI/IX/2017. Meski sudah diatur sejak lama,


Keuangan Syariah 153 namun minat masyarakat untuk bertransaksi digital baru berkembang setelah Covid-19. Hingga kini transaksi menggunakan uang elektronik telah menjadi alternatif dalam gaya hidup Masyarakat masa kini. 2. Dukungan terhadap transaksi online melalui marketplace digital dengan pedoman Fatwa DSN MUI No 144/DSN-MUI/XII/2021, pengaturan tentang online shop pada Fatwa DSN-MUI No 146/DSN-MUI/XII/2021 dan praktik dropship pada fatwa DSN-MUI No 145/DSNMUI/XII/2021. Dengan kemudahan bertransaksi, perkembangan marketplace digital semakin pesat di Indonesia. 3. Adanya fatwa DSN-MUI No 155/DSN-MUI/V/2023 Produk Asuransi Jiwa Dwiguna Murni (Pure Endowment) Syariah mendukung implementasi kelembagaan asuransi syariah di Indonesia. Kedua, keuangan syariah pada instrumen pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan salah satu subsektor dalam industri keuangan syariah yang berfungsi sebagai intermediasi dalam aliran modal. Secara global, industri pasar modal syariah meliputi penerbitan saham syariah, obligasi syariah atau sukuk, dan reksa dana syariah (Bappenas, 2018). Adanya fatwa DSN-MUI No 154/DSNMUI/V/2023 tentang Exchange Traded Fund (ETF) Syariah merupakan upaya mendukung pengembangan instrumen pada reksadana syariah. Sukuk menjadi salah satu instrument pasar modal syariah yang diatur dalamfatwa DSN_MUI No 137/DSNMUI/IX/2020 serta sukuk wakaf yang diatur dalam Fatwa DSN-MUI No 131/DSN-MUI/X/2019. Sukuk negara menjadi


Keuangan Syariah 154 salah satu instrumen yang berperan sebagai alternatif pembiayaan bagi pengembangan industri halal selain dari sektor perbankan. Hal tersebut mecakup berbagai proyek fisik yang berada di bawah pengawasan pusat, dan masuk dalam APBN sehingga berpotensi untuk didanai sukuk negara. Lalu, Waqf-linked sukuk menjadi salah satu instrumen yang menarik minat muslim di Indonesia karena telah memiliki kerangka alur penerbitan atas dasar inisiatif Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Keuangan. Pada skemanya, BWI selaku koordinator memiliki peran sebagai penghimpun dana wakaf temporer dari berbagai lembaga filantropi yang tersebar di Indonesia. BWI kemudian meminta penerbitan sukuk negara melalui penempatan khusus (private placement) ke Kementerian Keuangan setelah dana yang dihimpun mencapai batas minimum penerbitan sukuk (Bappenas, 2018). Sementara itu, teknologi keuangan (tekfin) dimanfaatkan untuk meningkatkan inklusi keuangan di negara-negara OKI, serta meningkatkan penetrasi pasar untuk layanan keuangan Islam. Terdapat sekitar 241 fintech Islam, dengan ukuran pasar sekitar US$49 miliar pada tahun 2020. Nilai ini diperkirakan akan mencapai US$128 miliar pada tahun 2025 (berdasarkan volume transaksi) (SGIER, 2022). Dalam lima tahun terakhir, sektor fintech syariah telah mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia. Saat ini, terdapat 32 penyelenggara fintech syariah yang telah mendapatkan izin, dan mereka dapat dikelompokkan ke dalam empat kluster utama, yaitu: fintech pembayaran, pembiayaan peer to peer, crowdfunding sekuritas, dan


Keuangan Syariah 155 inovasi keuangan digital. Menurut laporan Global Islamic Fintech Report Index 2022 yang dirilis oleh Dinar Standard, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam perkembangan fintech syariah (Dinar Standard, 2022). Hal tersebut didukung dengan adanya Fatwa DSN-MUI tentang Penawaran Efek Syariah Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (Islamic Securities Crowd Funding) yang diatur dalam No 140/DSNMUI/VIII/2021. C. Peluang dan Tantangan keuangan syariah di Indonesia Keuangan syariah memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi pada perekonomian melalui dua aspek utama, yaitu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif, serta stabilitas perekonomian dan keuangan yang lebih baik. Beberapa peluang makin berkembangnya keuangan syariah di Indonesia, antara lain: 1. Minat Masyarakat muslim pada transaksi keuangan syariah cukup tinggi, selain karena jumlah muslim yang mendominasi di Indonesia, minat Masyarakat dalam beraktivitas dalam cakupan keuangan syariah juga cukup tinggi hal ini ditunjukan dengan market share keuangan syariah yang mencapai 10,69% terhadap keuangan Nasional (OJK, 2022). Berdasarkan data MAKSI 2019-2024, generasi milenial dan produktif merupakan salah satu investor yang mempunyai potensi besar di retail pasar modal syariah di Indonesia. Hal ini disebabkan generasi tersebut lebih paham teknologi sehingga lebih mudah mengaplikasikan dan mengembangkannya.


Keuangan Syariah 156 2. Berkembangnya financial technology (fintech) sebagai sarana pengembangan industri perbankan syariah. Sebagai contoh, keberadaan fintech memberikan kemudahan Industri pasar modal syariah untuk melakukan penetrasi pasar ke semua level Masyarakat. 3. Sebagai negara yang didominasi oleh masyarakat muslim, keberadaan kelembagaan keuangan syariah cukup berkembang pesat. Hal ini juga didukung oleh sinergi berbagai kelembaagan untuk mendukung ekonomi syariah seperti Lembaga Pendidikan, pelatihan dan lainnya. Lalu tantangan berkembangnya keuangan syariah di Indonesia, antara lain sebagai berikut: 1. Potensi pasar yang luas tidak sejalan dengan pertumbuhan pangsa pasar yang besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam. Hal ini disebabkan oleh kurang optimalnya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sektor perbankan syariah, baik dari segi jumlah maupun kualitas, serta keterbatasan teknologi informasi yang belum dapat mendukung pengembangan produk dan layanan. 2. Belum optimalnya perbaikan regulasi maupun kebijakan terkait agar selaras dalam kegiatan operasional perbankan syariah dengan situasi-kondisi perekonomian makro yang terus berubah 3. Perlu meningkatkan optimalitas kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan ilmu ekonomi syariah untuk mendukung peningkatan literasi serta edukasi dan sosialisasi yang belum inklusif dan menyentuh masyarakat luas sehingga harus terus dilakukan agar


Keuangan Syariah 157 pertumbuhan dan keberlangsungan industri keuangan dan perbankan syariah dapat sesuai yang ditargetkan. Startegi penguatan keuangan syariah di Indonesia antara lain: 1. Berdasarkan Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 rencana strategisnya adalah dengan membangun Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) yang berpusat di Indonesia sebagai pusat pengembangan keuangan sosial Islam secara global . 2. Integrasi antara Zakat, Infak, wakaf, dan sedekah (ZISWAF), fiskal, dan komersial dengan tujuan mengoptimalisasi jangkauan dan inklusivitas dalam melayani seluruh segmen produksi 3. Pengembangan kerangka kerja serta indikator sebagai upaya sinergi dalam moneter, makroprudensial, dan makroekonomi agar dapat terlaksana secara optimal dan berkesinambungan. 4. Penguatan database terkait literasi, pendidikan dan R&D ekonomi syariah serta manajemen resikonya serta optimalisasi pasa aspek digital. 5. Peningkatan edukasi melalui pameran, kompetisi, maupun forum di seluruh lapisan Masyarakat, serta khususnya pada daerah-daerah potensial. Upaya ini dapat dilakukan melalui optimalisasi dan dukungan terhadap fasilitas pendidikan sebagai upaya menyalurkan keilmuan ekonomi syariah bagi Masyarakat. Memiliki berbagai lembaga sertifikasi profesi terkait ekonomi syariah. Link-and-match yang kuat antara perguruan tinggi dengan industri. Peran aktif


Keuangan Syariah 158 pemerintah dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah.


Keuangan Syariah 159 IMPLEMENTASI KEUANGAN SYARIAH PADA PERUSAHAAN Dhiyaul Aulia Zulni


Keuangan Syariah 160 erbicara mengenai keuangan syariah pada perusahaan, terdapat beberapa pembahasan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam mewujudkan reputasi perusahaan yang baik di pandangan masyarakat terutama untuk mencapai tujuan keuangan, etika, dan sosialnya dengan lebih baik sekaligus penyesuaian terhadap tren keuangan global yang semakin berkembang namun tetap sesuai dengan nilai-nilai islam. A. Pemahaman Prinsip-Prinsip Dasar Keuangan Syariah Pastikan bahwa subjek yang terdapat dalam perusahaan memiliki pemahaman yang baik terhadap prinsip-prinsip keuangan syariah, seperti larangan riba, larangan spekulasi berlebihan (maisir), larangan investasi dalam bisnis haram, dan prinsip keadilan dalam pembagian keuntungan dan kerugian. Semakin baik pemahaman seorang muslim terhadap prinsip-prinsip keuangan syariah, maka akan berpengaruh terhadap penggunaan konsep halal dalam setiap aspek kehidupan (Rahim, S. H. A., Rashid, R. A., & Hamed, 2016) Hal ini akan berbeda, ketika subjek perusahaan tidak dapat memahami prinsip dasar keuangan syariah yang dapat berakibat pada potensi sejumlah konsekuensi yang akan dialami oleh perusahaan terutama hilangnya kredibilitas dan kepercayaan konsumen terhadap reputasi perusahaan yang tentu akan sangat merugikan. Maka untuk menghindari dampak negative tersebut, penting bagi perusahaan untuk dapat merekrut subjek-subjek yang telah mendapatkan pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip keuangan syariah. Perusahaan juga dapat melakukan kolaborasi bersama ahli keuangan syariah dalam B


Keuangan Syariah 161 rangka memastikan kepatuhan dan kesesuaian subjek dengan pemahaman nilai-nilai keuangan syariah. B. Audit Keuangan Syariah Menurut A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC, 1972) Audit merupakan sutau proses sistematis yang secara objektif berusaha untuk memperoleh dan mengavaluasi kegiatan-kegiatan ekonomi untuk melihat keterkaitan hubungan antara asersi atau pernyataan dengan kenyataan kriteria yang telah ditetapkan yang kemudian auditor menyampaikan hasil pengamatannya kepada stakeholder. (PSAK, 2022). Audit keuangan syariah secara berkala bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana perusahaan telah sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Audit keuangan syariah adalah proses penilaian secara sistematis terhadap laporan keuangan suatu entitas ataupun organisasi tertentu untuk memastikan bahwa apakah kegiatan keuangan yang dilakukan telah sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Audit dapat dilakukan secara periodik oleh Auditor Internal perusahaan untuk menjaga bahwa aktivitas perusahaan telah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Selanjutnya, untuk memverifikasi hal tersebut juga penting untuk dilakukan penilaian secara independen oleh Auditor Eksternal. Berikut adalah langkah-langkah umum yang terlibat dalam audit keuangan syariah: 1. Perencanaan Audit, Membuat perencanaan audit yang mencakup pemahaman terhadap bisnis dan lingkungan keuangan perusahaan serta menentukan ruang lingkup bidang-bidang yang akan diaudit.


Keuangan Syariah 162 2. Pemahaman Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah, Auditor diwajibkan memiliki pemahaman terkait prinsip-prinsip keuangan syariah sehingga auditor dapat menilai betul terkait bagaimana kepatuhan perusahaan terhadap syariat Islam. 3. Penilaian Risiko dan Pengendalian Internal, Auditor melakukan penilaian terhadap risiko-risiko yang rentan dapat mempengaruhi kepatuhan prinsip-prinsip keuangan syariah serta menilai efektivitas pengendalian internal yang diterapkan oleh perusahaan. 4. Pengumpulan Bukti-Bukti, Auditor melakukan pengujian transaksi-transaksi dan catatan keuangan sebagai dukungan bukti-bukti yang memadai untuk membuat kesimpulan audit. 5. Evaluasi Kepatuhan Syariah, Auditor mengevaluasi kepatuhan transaksi yang dilakukan dan mengevaluasi tiap detail kebijakan keuangan perusahaan serta memastikan bahwa perusahaan terkait tidak melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keuangan syariah. 6. Pelaporan Hasil Audit, Setelah melakukan berbagai langkah audit, Auditor menyusun laporan audit yang berisi temuan, kesimpulan, dan rekomendasi selanjutnya. Namun, jika Auditor menemukan ketidakpatuhan, maka Auditor dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan selanjutnya. 7. Pemantauan atas Tindak Lanjut secara berkala, Auditor melakukan pemantauan secara intensif atas implementasi rekomendasi yang telah diusulkan kepada perusahaan secara berkala.


Keuangan Syariah 163 C. Penyusunan Kebijakan Keuangan Syariah Demi mewujudkan praktik keuangan syariah yang tepat, penting sekali untuk menyusun kebijakan keuangan syariah yang mencakup panduan dan aturan bagi semua kegiatan keuangan perusahaan. Jika dijelaskan lebih rinci, hal ini dapat membantu memetakan gambaran transaksi praktik keuangan syariah yang diperbolehkan dengan praktik keuangan syariah yang tidak diperbolehkan dalam syariat Islam. Dalam rangka penyusunan kebijakan keuangan syariah, perusahaan dapat memulainya dengan tahapan manajemen yakni proses perencanaan, implementasi, hingga pengawasan kebijakan yang tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Penyusunan kebijakan keuangan syariah juga perlu melibatkan berbagai lapisan perusahaan untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam setiap aspek operasional maupun keuangan. D. Pelatihan Karyawan Pelatihan karyawan merupakan aspek penting yang dapat memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi organisasi. Perlu dipahami bahwa penting bagi organisasi untuk menyisihkan biaya pengembangan (development cost) guna menyelenggarakan pelatihan karyawan demi terwujudnya pelatihan karyawan secara berkala. Pelatihan karyawan merupakan penciptaan suatu lingkungan di mana dengan pengelolaan sumber daya manusia yang baik dapat mempermudah karyawan untuk


Keuangan Syariah 164 mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan mereka (Daengs, 2022). Pelatihan karyawan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk nyata seperti latihan, seminar, kursus, keterampilan, dan lain-lain. Dengan beberapa bentuk pelatihan karyawan tersebut diharapkan dapat menciptakan kondisi dinamis dalam organisasi karena pada dasarnya pegawai telah mendapat kesempatan untuk lebih mudah menyesuaikan diri pada perkembangan ilmu, teknologi, maupun sosial. Berikut beberapa jenis pelatihan karyawan yang dapat diterapkan pada perusahaan (Singerin, 2022): 1. Skill Training (Pelatihan Keahlian SDM), merupakan pelatihan dengan model sederhana seperti menilai kebutuhan atau kekurangan dan kemudian dilakukan identifikasi 2. Retraining (Pelatihan Ulang SDM), merupakan pemberian keahlian yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menghadapi tuntutan kerja yang semakin kompleks dari waktu ke waktu 3. Cross Functional Training (Pelatihan Lintas Fungsional SDM), merupakan pelatihan yang melibatkan SDM untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya yang sebelumnya tidak dikerjakan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan kebersamaan antara satu fungsional dengan fungsional lainnya. 4. Creativity Training (Pelatihan Kreativitas SDM), merupakan pelatihan yang memberikan peluang ntuk mengeluarkan gagasan kreatif yang bisa saja gagasan


Keuangan Syariah 165 tersebut dapat dikembangkan untuk membangun perusahaan menjadi lebih baik. E. Penyesuaian Struktur Keuangan Sesuaikan struktur keuangan perusahaan agar sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Hal ini dapat melibatkan restrukturisasi utang, pengelolaan modal, dan pilihan investasi yang sesuai. Tujuan dilakukannya penyesuaian struktur keuangan ialah untuk meningkatkan efisiensi keuangan seperti kemungkinan mengurangi biaya modal ataupun penyesuaian perusahaan dengan lingkungan bisnis. Penyesuaian struktur keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan beberapa langkah analisis internal seperti analisis kebutuhan modal, penilaian risiko dan pendapatan perusahaan, penilaian utang, pendanaan ekuitas, divestasi aset, kerjasama bisnis dan kemitraan, efisiensi operasional, pengelolaan likuiditas, hingga konsultasi dengan ahli keuangan. Selain itu, perusahaan juga harus mampu untuk mempertimbangkan situasi dan kondisi pasar untuk menentukan langkah strategis perusahaan selanjutnya. Perusahaan juga perlu untuk melakukan evaluasi secara terus-menerus dalam rangka memastikan bahwa struktur keuangan yang sedang digunakan tetap relevan dan mendukung keberlanjutan bisnis.


Keuangan Syariah 166 F. Produk dan Layanan Keuangan Syariah Jika perusahaan menawarkan produk atau layanan keuangan, pastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah yang mencakup larangan riba (bunga), larangan praktik maysir (spekulasi yang berlebihan), dan larangan gharar (ketidakpastian/ ketidakjelasan). Perusahaan dapat menawarkan produk maupun layanan keuangan syariah dengan akad-akad muamalah yang sesuai dengan bidangnya, seperti akad-akad berikut: 1. Mudarabah: Akad kemitraan kedua belah pihak seperti antara pemilik modal dengan pemilik jasa di mana keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal 2. Murabahah: Akad penjualan dengan menyebutkan transparansi keuntungan 3. Ijarah: Akad sewa di mana aset yang disewakan kepada nasabah dengan pembayaran sewa tetap 4. Wadiah: Akad simpanan di mana pemilik harta menitipkan kepada pihak jasa penyimpan harta yang harus bertanggung jawab dalam menjaga keamanan harta tersebut. 5. Takaful: Akad model asuransi dengan asas adil, saling tolong-menolong, dan saling berbagi risiko. 6. dll.


Keuangan Syariah 167 G. Penyusunan Laporan Keuangan Syariah Sesuaikan penyusunan laporan keuangan agar mencerminkan transparansi dan kepatuhan terhadap prinsipprinsip keuangan syariah. Sebagaimana diketahui bahwa pencatatan laporan keuangan yang baik akan memudahkan pengelolaan perusahaan menjadi lebih efisien dan efektif. Penyusunan laporan keuangan syariah tentu akan melibatkan proses dokumentasi serta pelaporan hasil keuangan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Adapun laporan keuangan syariah meliputi: Laporan Neraca Syariah; Laporan Laba/Rugi Syariah; Laporan Arus Kas Syariah; dan Laporan Perubahan Ekuitas Syariah. Namun perlu diingat bahwa laporan keuangan syariah juga dapat bervariasi bentuknya menyesuaikan kebutuhan skala perusahaan dan jenis bidang industri perusahaan. Selain itu, pada laporan keuangan syariah juga perlu diaudit oleh pihak yang benar-benar kompeten baik oleh auditor internal maupun auditor eksternal untuk memastikan kepatuhan pencatatan laporan keuangan syariah. H. Konsultasi dengan Otoritas Keuangan Syariah Jika diperlukan, konsultasikan perubahan atau implementasi keuangan syariah dengan otoritas keuangan syariah setempat untuk memastikan kepatuhan. Sebagaimana yang diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat berfungsi untuk membantu kebijakan secara keseluruhan dalam kaitan tugas negara untuk menjaga sistem perekonomian nasional yang dikerjakan oleh pemerintah, OJK, maupun lembaga penjamin simpanan dan lembaga-


Keuangan Syariah 168 lembaga lainnya yang penting untuk saling bahu-membahu menjaga kestabilan perekonomian nasional (Zainal Arifin Mochtar, 2014). Sebelum melakukan sesi konsultasi dengan OJK, perusahaan dapat mengidentifikasi pertanyaan ataupun spesifikasi permasalahan yang sedang dialami untuk melakukan sesi konsultasi. Sehingga dengan melakukan konsultasi dengan OJK merupakan langkah yang sangat baik dan tepat bagi perusahaan untuk menentukan arah kebijakan keuangan untuk langkah selanjutnya. I. Evaluasi dan Pemeliharaan Tahap evaluasi dan pemeliharaan merupakan tahap penting dalam menjaga keberlanjutan perusahaan. Tahap evaluasi dan pemeliharaan dapat berfokus pada pengukuran kinerja secara objektif, mengidentifikasi peluang dan ancaman demi megoptimasi sumber daya, akuntabilitas dan transparansi proses operasional, maupun entitas perusahaan. Terus lakukan evaluasi terhadap implementasi keuangan syariah dan lakukan perbaikan atau penyesuaian jika diperlukan. Ketika perusahaan dapat melakukan evaluasi dan pemeliharaan secara berkala dengan baik, perusahaan dapat menjaga kinerjanya dengan optimal, menghindari potensi masalah, memastikan keberlanjutan serta adaptasi terhadap perubahaan dalam lingkungan bisnis. Namun, jika perusahaan enggan melakukan evaluasi dan pemeliharaan secara berkala, maka akan terjadi situasi dan kondisi sebaliknya, dimana perusahaan dapat menghadapi kemungkinan ketidakmampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan


Keuangan Syariah 169 bisnis yang terus berubah bahkan pealing buruk, perusahaan dapat menghadapi kegagalan bisnis. Oleh karena itu, dengan melakukan evaluasi dan pemeliharaan sekali lagi sangat penting untuk dilakukan sebagai Tindakan preventif dan proaktif terhadap hal-hal yang sekiranya merugikan. J. Komunikasi dengan Pihak Terkait Komunikasi merupakan aspek utama dalam menjalankan aktivitas perusahaan terlebih kepada para pemangku kepentingan. Dengan komunikasi antar lapisan perusahaan baik internal maupun eksterl dapat saling membangun kepercayaan dan saling memberikan informasi yang dibutuhkan. Contoh, semisal terjadi adanya perubahan dalam keuangan syariah, bagian manajerial juga penting untuk mengkomunikasikannya kepada pemangku kepentingan perusahaan, termasuk karyawan, investor, dan pelanggan. Dengan terciptanya kepercayaan atas transparansi tersebut harapannya dapat mendukung perkembangan dan pertumbuhan industri keuangan syariah. Implementasi keuangan syariah pada perusahaan membutuhkan komitmen dan pemahaman yang kuat dari semua pihak terlibat. Hal ini dapat meningkatkan citra perusahaan di mata masyarakat dan memenuhi kebutuhan pelanggan yang mencari produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.


Keuangan Syariah 170


Keuangan Syariah 171 KOMPARATIF PENETAPAN PAJAK PADA PERUSAHAAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH Arfandi SE., M.Ak., Ak


Keuangan Syariah 172 A. Hakikat Pajak 1. Definisi Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007) Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH mengemukakan pengertian pajak bahwa, Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace, Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan


Keuangan Syariah 173 keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Ciri – ciri pajak antara lain : a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan pelaksanaan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang bukan budgeter, yaitu mengatur. Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations menyebutkan dasar-dasar pemungutan pajak yang dikenal dengan "The Four Maxims", prinsip pemungutan pajak tersebut yaitu : a. Equality (prinsip keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. b. Certainty (prinsip kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. c. Convinience of Payment (prinsip kelayakan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib


Keuangan Syariah 174 pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. d. Economics of collection (prinsip efesien atau prinsip ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak. 2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk mebiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Menurut Musgrave pajak mempunyai 3 fungsi, yaitu: a. Fungsi Alokasi, yaitu merupakan usaha pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada warga negaranya. Dalam menggunkan dana pada fungsi ini harus dilakukan secara seimbang dan digunakan untuk pengadaan barang- barang dan jasa-jasa publik. b. Fungsi Distribusi, yaitu dengan dikenakan system pajak yang progresif, diharapkan distribusi pendapatan dalam masyarakat merata. c. Fungsi Stabilisasi, yaitu pajak sebagai salah satu variabel dari kebijakan fiskal bila digunakan diharapkan efeknya dapat mengurangi pengangguran, menstabilkan harga, mengatasi kelangkaan produksi, mengurangi tingkat inflasi dan sebagainya. Marselina Djayasinga (2006) menyebutkan bahwa pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:


Keuangan Syariah 175 a. Fungsi penerimaan (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. b. Fungsi pengaturan (regulatory) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. c. Fungsi distribusi yaitu ketika pajak dikenakan dalam rangka pemerataan pendapatan antar warga masyarakat. 3. Jenis-jenis Pajak a. Berdasarkan Golongan, 1) Pajak langsung adalah pajak yang beban akhirnya tak dapat digeser ke pihak lain atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak. Contoh : PPh, PBB, dan BPHTB. 2) pajak tidak langsung adalah pajak yang oleh si penanggung dapat dilimpahkan kepada orang lain, secara administratif pajak ini dipungut tidak dengan surat ketetapan pajak dan tidak dipungut secara berkala. Contoh : PPN dan Bea Materai. b. Berdasarkan Wewenang, 1) Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. 2) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.


Keuangan Syariah 176 c. Berdasarkan Sifat, 1) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan pribadi wajib pajak, kemudian menetapkan objek pajaknya. Keadaan pribadi wajib pajak dalam membayar pajak sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang ditanggung. Contoh : PPh. 2) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan kepada objek pajaknya (benda, keadaan, perbuatan, peristiwa yang menyebabkan utang pajak), kemudian ditetapkan subjeknya tanpa mempermasalahkan apakah subjek tersebut bertempat tinggal di Indonesia atau tidak. Contoh : PPN dan PPnBM, PBB 4. Tarif Pajak Pajak dikenakan berdasarkan tarif. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak. Pengenaan tarif pajak terdiri atas: a. Tarif proporsional Yaitu tarif pajak dengan persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak. Pajak yang harus dibayar akan berubah sesuai dengan dasar pengenaan pajak, sedangkan persentase tarif tetap sama. b. Tarif tetap Berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif progresif Prosentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.


Keuangan Syariah 177 d. Tarif regresif yaitu tarif dengan persentase yang semakin menurun jika dasar pengenaan pajaknya semakin besar. Tarif ini tidak dipakai dalam sistem perpajakan di Indonesia. 5. Sistem Pemungutan Pajak Selama ini dikenal tiga sistem pemungutan pajak, yaitu self assesment system, official assesment system dan with holding system. Bagi pemerintah, self assessment system lebih menguntungkan karena biaya pemungutannya relatif lebih kecil. a. Self Assessment System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang sekaligus menyetorkannya ke Bank atau Pos dan Giro serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). b. Official Assessment System Yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. c. With Holding System Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga ( pihak selain pemerintah dan wajib pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. B. Pajak Dalam Islam 1. Pengertian Pajak Dalam Islam Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat dipaksakan)


Keuangan Syariah 178 dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang) b. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh kontraprestasi pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermannfaat bagi masyarakat luas. Pajak menurut syariah, secara etimologi pajak berasal dari bahasa arab disebut dengan istilah dharibah, yang artinya mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan. Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai banyak arti, namun para ulama memakai dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban. Hal ini tampak jelas dalam ungkapan bahwa jizyah dan kharaj dipungut secara dharibah, yakni secara wajib. Bahkan sebagian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah. Jadi, dharibah adalah harta yang dipungut secara wajib oleh negara untuk selain jizyah


Keuangan Syariah 179 dan kharaj, sekalipun keduanya secara awam bisa dikategorikan dharibah. Ada tiga ulama yang memberikan definsi tentang pajak, yaitu: a. Yusuf Qardhawi berpendapat: ‚Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnyauntuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuantujuan yang ingin dicapai oleh negara‛ b. Gazi Inayah berpendapat: ‚Pajak adalah kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan ketentuan si pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi pemerintah‛ c. Abdul Qadim Zallum berpendapat: ‚Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum muslin untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada o[ha/b[ln[‛ 2. Karakteristik Pajak (Dharibah) Menurut Syariat Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut syariat Islam, yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-Islam) yaitu:


Keuangan Syariah 180 1. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat continue; hanya boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika di baitulmal sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan zakat, yang tetap dipungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang membutuhkan (mustahiq). Sedangkan pajak menurut non Islam adalah abadi (selamanya) 2. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak menurut non-Islam ditujukan untuk seluruh warga tanpa membedakan agama. 3. Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non-Muslim. Sebab pajak (dharibah) dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi kewajiban bagi kaum Muslim, yang tidak menjadi kewajiban non-Muslim. Sedangkan teori pajak non-Islam tidak membedakan Muslim dan non-Muslim dengan alasan tidak boleh diskriminasi. 4. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi dirinyadan keluarganya menurut kelayakan kelayakan masyarakat sekitar. Dalam pajak non-Islam, kadangkala dipungut atas orang miskin, seperti pajak bumi dan bangunan atau PPN yang tidak mengenal siapa subyeknya, melainkan melihat obyek (barang atau jasa) yang dikonsumsi.


Keuangan Syariah 181 5. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih. 6. Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan. Menurut teori non-Islam, tidak akan dihapus karean hanya itulah sumber pendapatan. 3. Kedudukan Pajak Dalam Islam a. Pajak Dalam Hukum Islam Mengenai hukum pajak dalam Islam, ada dua pandangan yang bisa muncul. Pandangan pertama yakni menyetujui kebolehan dari adanya pajak sedangkan pandangan kedua yakni yang memandang bahwa penarikan pajak merupakan suatu tindakan kezhaliman dan hal tersebut merupakan haram. Menurut saya penulis, pajak ialah suatu hal yang diperbolehkan. Pendapat ini penulis ambil dengan menganggap bahwa pajak ialah sebagai ibadah tambahan setelah adanya zakat. Pajak ini bahkan bisa jadi menjadi wajib karena sebagai bentuk ketaatan kepada waliyyul amri dimana amri tersebut disini ialah pemerintah. Rasulullah Saw. pernah menerangkan kepada para sahabatnya R[^bcs[ff[bo ‘[hbog \[bq[ [e[h ^[n[ha ^c akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian \_fc[o ^cn[hs[ n_hn[ha mce[j e[og gomfcgch: ‚Bif_beah g_f[q[h/g_g\_lihn[e?‛ L[fo R[mofoff[b S[q. g_hd[q[\ ; ‚Tc^[e \if_b= S_f[ac mereka masih g_hd[f[he[h mb[f[n‛ Meskipun pajak dan zakat pada dasarnya hampir sama dalam tujuannya yakni meningkatkan kesejahteraan sosial melalui dana yang didapat dari masyarakat, sebenarnya terletak beberapa perbedaan yang mencolok yang menjadikan kedudukan pajak dan


Keuangan Syariah 182 zakat tidak bisa disamakan. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai perbedaan-perbedaan tersebut: 1) Perbedaan yang paling dasar dari keduanya terletak pada sumber perintahnya. Pajak bersumber dari pemerintah yang telah menetapkan pajak tersebut melalui UndangUndang disertai peresetujuan dari parlemen atau DPR, sedangkan zakat bersumber dari perintah Allah Swt. yang wajib dijalankan umat Islam untuk menjadi orang yang beriman. 2) Dari segi pelakunya dimana dalam pajak, seluruh masyarakat berkewajiban membayar pajak kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan dalam zakat hanya umat Islam saja yang diwajibkan melakukannya. 3) Perbedaan selanjutnya terletak pada objek penerima dari dua dana ini. Pajak dipungut oleh pemerintah dimaksudkan untuk kepentingan sosial dan untuk kepentingan orang yang membutuhkan. Pada hal ini rentan terjadi salah sasaran dimana justru orang yang telah berkecukupan malah mendapat apa yang menjadi hak dari orang yang membutuhkan. Sedangkan dalam zakat, pada surat At-Taubah ayat 60 telah jelas ada delapan golongan yang berhak menerima zakat tersebut. 4) Berikutnya terletak pada segi hukumnya. Untuk pajak, pandangan mengenai hukum dari pajak itu sendiri sampai saat ini masih terbagi menjadi dua pandangan, yakni pandangan pertama yang


Keuangan Syariah 183 menganggap pajak itu boleh bahkan wajib mengingat wajibnya mentaati pemimpin dan pandangan kedua yang menganggap haram dengan landasan ayat Al-Qol’[h m_ln[ b[^its. Sedangkan zakat yang merupakan salah satu rukun Islam menjadikannya jelas bahwa hukumnya ialah wajib. 5) Dalam pajak tidak ada ketentuan yang jelas dalam jumlah nominalnya kecuali ditentukan oleh pemerintah di tempat tertentu, sedangkan dalam zakat, ketentuan kadar dalam pemberian sebagian harta untuk zakat telah ditentukan oleh Allah Swt. bagi orang yang mempunyai harta yang telah sampai nishabnya. Pajak dan zakat merupakan dua istilah yang berbeda dari segi sumber atau dasar pemungutannya, namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari masyarakat untuk kepentingan sosial, zakat untuk kepentingan yang diatur agama atau Allah Swt. sedangkan Pajak digunakan untuk kepentingan yang diatur Negara melalui proses demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari konsep negara sedangkan zakat lahir dari konsep Islam. Perbezaan penerapan kedua pungutan ini menjadi permasalahan ketika dalam hal tertentu terdapat persamaan, iaitu keduanya mempunyai kedudukan sama-sama wajib ditunaikan oleh masyarakat.


Keuangan Syariah 184 4. Pajak Pada Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin a. Kebijakan Perpajakan Pada Masa Rasulullah Saw. Pada saat di Mekkah, Rasulullah hanyalah seorang pemuka agama, di Madinah keadaannya berubah. Dalam jangka waktu singkat beliau telah menjadi pemimpin komunitas kecil yang terdiri dari pengikutnya yang jumlah meningkatnya dari waktu ke waktu. Kaum yahudi juga telah menerima Rasulullah, beliaupun menjadi pemimpin bangsa Madinah, dibawah kepemimpinannya kota Madinah berkembang cepat dan dalam waktu sepuluh tahun telah menjadi negara yang sangat besar dibandingkan wilayah–wilayah lainnya di jazirah arab, lengkap dengan aparatur negara yang jumlahnya sesuai dengan luasnya waktu itu. Kemandirian sebuah negara sangat tergantung kepada kesanggupan pemerintahnya untuk mengumpulkan pemasukan-pemasukan yang dibutuhkan dan mendistribusikannya untuk bersama. Setelah mendirikan negara kecil Madinah, nabi Muhammad Saw. mengalihkan perhatian kepada kebutuhan vital ini. Penerimaan negara pada zaman Rasulullah Saw. pertama adalah zakat yang dimulai pada tahun kedua setelah hijrah. b. Kebijakan Pajak Pada Masa Khulafaurrasyidin 1) Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat pertama yang melanjutkan dan menggantikan kepemimpinan setelah Rasulullah Saw. Sebelum menjadi khalifah beliau tinggal di Sikh, dipinggir kota Madinah tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaidah ditunjuk menjadi penanggung jawab Baitul maal. Setelah 6 bulan Abu Bakar pindah ke


Keuangan Syariah 185 Madinah dna bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk Baitul Maal Selama sekitar 27 bulan kepemimipinannya, Abu Bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan masalah orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya diantara nereka sendiri tanpa sepengetahun Abu bakar (Sabzwari, 2002). Tidak ada perubahan mengenai pengaturan baitul maal (Kadim Shadr, 2002). Abu bakar adalah Khalifah yang mencontohkan pentingnya integritas moral seorang pemimpin dalam penggunaan kekayaan publik yaitu dengan mengembalikan penggunaan pendapatan negara dalam operasionalnya sebesar 8000 dirham, serta mengemblikan fasilitas yang diberikan kepadanya selama menjabat sebagai khalifah (Sabzwari, 2002). 2) Khalifah Umar Bin Khattab RA Umar menggantikan Abu Bakar yang dipilih secara aklamasi. Kontribusi Umar yang paling baik adalah membentuk perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi admisistratif yang hampir tak mungkin didirikan pada abad ketujuh sesudah masehi. Pada tahun 16 Hijriah Abu Huraira yang bertugas sebagai amil Bahrain, mengunjungi Madinah dan membawa 500.000 dirham kharaj. Itu adalah jumlah besar sehingga mengadakan pertemuan dengan majelis syuro untuk menanyakan pendapat mereka dan diputuskan bersama bahwa jumlah tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk disimpan sebagai cadangan darurat. Untuk menyimpan dana tersebut dibentuklah baitul maal


Keuangan Syariah 186 untuk pertama kalinya yang bersifat reguler dan permanen. Didirikan di ibukota dan didirikan cabangcabangnya di ibukota propinsi. Abdullah bin Irqam ditunjuk sebagai pengurus baitul maal (menteri keuangan). Baitul Maal secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksana kebijaksaan fiskal negara Islam. Khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut, tetapi tidak boleh menggunakannya untuk keperluan pribadi. Khalifah mendapat tunjangan tersendiri sebagai gajinya. Properti baitul maal dianggap sebagai harta kaum muslim sedangkan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayan. Jadi merupakan tanggung jawab negara untuk menyediakan fasilitas yang berkesinambungan untuk janda, anak yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar utang orang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus tertentu dan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial, bahkan Umar pernah meminjam sejumlah uang untuk keperluan pribadinya. Bersamaan dengan reorganisasi baitul maal, Umar mendirikan diwan Islam yang pertama, yang disebut AdDiwan. Sebenarnya lembaga tersebut adalah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan lain dalam basis yang reguler dan tepat. Khalifah juga membentuk komite yang terdiri dan ternama, untuk membuat sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya untuk diberi tunjangan. Adalah yang pertama kali didunia dimana pemerintah menyandang


Keuangan Syariah 187 tanggung jawab pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian kepada warganya. Daerah penumpukan kharaj adalah mencakup bagian yang cukup besar dari kerajaan Roma dan Sasanid karena itu sistem yang terelaborasi dibutuhkan untuk penilaian, pengumpulan dan pendistribusian penghasilan yang diperoleh dari tanah-tanah tersebut. Berdasar itu Umar mengirimkan Usman Ibn Hunaif AlAnshari untuk membuka batas-batas tanah di Sawad. Umar menetapkan peraturan sebagai berikut: a) Wilayah Irak yang ditaklukan dengan kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat, sedangkan bagian yang berada dibawah perjanjian damai tetap dalam pemilikan sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan. b) Kharaj dibebankan pada semua tanah yang dibawah kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk Islam. Dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikonversikan menjadi tanah ushr. c) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya. d) Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Basra) bila ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai ushr. Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (jenis gandum), dengan anggapan tanah tersebut dapat dilalui air. Harga/tarif yang lebih tinggi dikenakan kepada


Keuangan Syariah 188 rathbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan. Di Mesir menurut perjanjian Amar, dibebankan dua dinar. Hingga tiga irdab gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka dan madu dan rancangan itu disetujui khalifah. e) Perjanjian Damaskus (Syiria) menetapkan pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim. Beban perkepala sebesar satu dinar dan beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib (ukuran tanah). Pada masa Umar pendapatan negara meningkat tajam, pendapatan yang diterima di Baitul maal terdiri dari : a) Pendapatan yang diperoleh zakat dan ushr yang dikenakan terhadap kaum muslimin. b) Pendapat yang diperoleh dari khums dan shodaqah. c) Pendapatan yang diperoleh dari kharaj, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah yang diberikan. 3) Khalifah Usman bin Affan RA Usman adalah Khalifah ketiga. Beliau adalah seorang yang jujur dan saleh tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa terkaya diantara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya Islam beberapa peristiwa penting sejarah. Pada enam tahun pertama kepemimipinannya, Balkh Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistani ditaklukan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah negara-negara ditaklukan, kemudian tindakan efektif dilakukan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon buah-


Click to View FlipBook Version