139 SPPI dapat memahami kebutuhan spesifik setiap siswa dan merancang intervensi pendidikan yang tepat, termasuk penggunaan bahan ajar yang disesuaikan dan dukungan tambahan jika diperlukan. Namun, tantangan dalam identifikasi dan asesmen mencakup pemastian bahwa proses ini tidak menimbulkan stigmatisme atau diskriminasi. SPPI perlu memastikan bahwa identifikasi dan asesmen dilakukan dengan penuh kehatihatian, menghormati hak-hak individu, dan melibatkan partisipasi orang tua atau wali siswa. Dengan mengatasi tantangan tersebut, Identifikasi dan Asesmen di SPPI dapat menjadi landasan yang kuat untuk mendukung pendidikan inklusif yang responsif dan berkesinambungan (Hastuti & Musslifah, 2023). C. Kurikulum Komponen Kurikulum dalam Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Indonesia menjadi elemen sentral untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung keberagaman siswa. Pendekatan inklusif dalam kurikulum menekankan adaptasi dan respons terhadap kebutuhan beragam peserta didik. Dalam SPPI, perancangan kurikulum harus mampu mengakomodasi berbagai tingkat kemampuan, gaya belajar, dan kebutuhan khusus siswa. Kurikulum inklusif bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang setara dan bermakna bagi semua siswa. Ini mencakup penyediaan materi pembelajaran yang dapat diakses oleh semua, serta strategi pengajaran yang beragam untuk memenuhi gaya belajar individual. Dalam konteks identifikasi dan asesmen, kurikulum di SPPI diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan hasil identifikasi tersebut, memastikan bahwa setiap peserta didik mendapat-
140 kan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensinya (Madanih, 2023). Pentingnya kurikulum inklusif juga terlihat dalam upaya mempromosikan pemahaman dan penghormatan terhadap keberagaman sosial, budaya, dan lingkungan siswa. SPPI diharapkan mampu mengintegrasikan materi pembelajaran yang mencerminkan keragaman masyarakat, mengembangkan pemahaman siswa tentang inklusivitas, dan membangun sikap positif terhadap keberagaman (Cahyati & Pudjiastuti, 2022). Kurikulum di SPPI juga mencakup strategi evaluasi yang inklusif, memungkinkan penilaian yang adil dan berbasis pada kompetensi individual. Dengan demikian, proses evaluasi harus memperhitungkan keberagaman tingkat kemampuan dan potensi siswa. Tantangan dalam mengembangkan kurikulum inklusif mencakup kebutuhan untuk pelatihan staf pendidik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum yang responsif terhadap keberagaman siswa. Dengan mengatasi tantangan ini, SPPI dapat menjelma menjadi lingkungan pembelajaran yang mampu menumbuhkan potensi setiap siswa, menciptakan inklusivitas, dan membawa dampak positif bagi seluruh komunitas pendidikan (Efendi et al., 2022). D. Ketenagaan Komponen Ketenagaan dalam Konteks Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Indonesia merujuk pada aspek sumber daya manusia yang terlibat dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Ketenagaan ini melibatkan guru-guru, staf pendidikan, dan spesialis
141 lainnya yang berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung keberagaman siswa. Guru-guru di SPPI diharapkan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang mendukung praktik pendidikan inklusif. Mereka perlu memahami dan mampu mengimplementasikan strategi pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa beragam. Pelatihan kontinu dan pengembangan profesional menjadi kunci untuk memastikan bahwa staf pendidikan memiliki pengetahuan terkini dalam bidang pendidikan inklusif (Krismanto, 2023). Ketersediaan Guru Pendidikan Khusus (GPK) menjadi faktor krusial dalam Ketenagaan. GPK memiliki peran spesifik dalam memberikan dukungan individual kepada siswa dengan kebutuhan khusus. Oleh karena itu, alokasi yang memadai dan distribusi yang seimbang dari GPK di SPPI menjadi hal yang esensial. Selain guru, staf pendidikan lainnya, seperti konselor, psikolog sekolah, dan terapis, juga berkontribusi dalam menciptakan lingkungan inklusif. Mereka membantu dalam aspek identifikasi dan asesmen, memberikan dukungan psikososial, dan berkolaborasi dengan guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang sesuai. Tantangan dalam manajemen Ketenagaan di SPPI termasuk pemastian rekrutmen yang adil dan nondiskriminatif, penyediaan pelatihan yang relevan, dan penciptaan lingkungan kerja yang inklusif. Dengan mengatasi tantangan tersebut, SPPI dapat memastikan bahwa sumber daya manusia yang terlibat dalam pendidikan memiliki kemampuan dan komitmen untuk mendukung keberagaman siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, dan memberikan dampak positif bagi seluruh komunitas pendidikan.
142 E. Kegiatan pembelajaran Komponen Kegiatan Pembelajaran dalam SPPI mencakup strategi dan metode pengajaran yang mendukung partisipasi dan keterlibatan aktif semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Kegiatan pembelajaran di SPPI diharapkan dapat disesuaikan dengan keberagaman kemampuan, gaya belajar, dan kebutuhan belajar siswa. Pendekatan inklusif dalam kegiatan pembelajaran menekankan penggunaan metode yang bervariasi dan dapat disesuaikan, memungkinkan setiap siswa untuk meraih pemahaman dan pencapaian yang optimal. Dalam SPPI, pendekatan diferensiasi pembelajaran menjadi kunci, di mana guru dapat menyesuaikan materi, metode, dan penilaian untuk memenuhi kebutuhan individu siswa (Yuliawati et al., 2023). Kegiatan pembelajaran di SPPI juga melibatkan kolaborasi antara guru dan Guru Pendidikan Khusus (GPK) untuk menyediakan dukungan tambahan jika diperlukan. Penerapan teknologi pendidikan dan sumber daya pembelajaran yang bersifat inklusif juga menjadi aspek penting untuk meningkatkan aksesibilitas dan memfasilitasi pembelajaran yang beragam. Pentingnya kegiatan pembelajaran yang inklusif adalah untuk menciptakan lingkungan di mana semua siswa merasa diterima, dihargai, dan mampu berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, penting untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang menghormati dan mempromosikan keberagaman siswa dari segi budaya, bahasa, dan latar belakang (Chiwandire & Vincent, 2019).
143 Tantangan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran inklusif mencakup pemastian bahwa setiap kegiatan dapat diakses oleh semua siswa, serta memberikan dukungan dan modifikasi yang diperlukan. Dengan memperhatikan keberagaman siswa, SPPI dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang mendukung perkembangan optimal setiap siswa, membangun suasana belajar inklusif, dan mencapai tujuan pendidikan yang merata bagi seluruh peserta didik. F. Sistem kenaikan kelas dan laporan hasil belajar Komponen Sistem Kenaikan Kelas dan Laporan Hasil Belajar dalam Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) menyoroti proses evaluasi dan pelaporan yang adil serta inklusif bagi semua siswa. Sistem ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kemajuan dan pencapaian individu siswa, tanpa diskriminasi berdasarkan kemampuan atau kebutuhan khusus. Dalam SPPI, sistem kenaikan kelas diarahkan pada prinsip inklusif yang mengakui keberagaman siswa. Proses evaluasi dan pengambilan keputusan terkait kenaikan kelas harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kemajuan akademis, perkembangan sosial, dan keberhasilan dalam memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Pendekatan diferensiasi dalam penilaian menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap siswa diakui dan dihargai atas prestasinya. Laporan hasil belajar di SPPI juga diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang pencapaian siswa. Laporan ini mencakup informasi yang relevan dengan keberagaman siswa, termasuk perkembangan
144 kognitif, sosial, dan keterampilan adaptasi. Selain itu, laporan hasil belajar harus dapat diakses oleh semua pihak terkait, termasuk orang tua atau wali siswa, guna membangun kerjasama dalam mendukung perkem-bangan anak (Maysela Azzahra et al., 2022). Tantangan dalam mengimplementasikan sistem kenaikan kelas dan laporan hasil belajar di SPPI mencakup kebutuhan untuk memastikan bahwa penilaian dan pelaporan tidak bersifat eksklusif. Artinya, mereka tidak boleh menjadi hambatan bagi siswa dengan kebutuhan khusus untuk meraih potensinya. Oleh karena itu, SPPI perlu mengembangkan pedoman dan prosedur yang inklusif serta menyediakan pelatihan bagi staf pendidikan untuk menerapkan penilaian yang sensitif dan adil. Dengan cara ini, SPPI dapat menciptakan sistem evaluasi dan pelaporan yang mendukung prinsip inklusif, memberikan gambaran yang akurat tentang kemajuan siswa, dan mendorong partisipasi setiap individu dalam proses pendidikan (Amelia et al., 2022). G. Sarana dan prasarana pendidikan Komponen Sarana dan Prasarana Pendidikan dalam Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) mencakup fasilitas dan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, keamanan, dan keberlanjutan pendidikan bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam konteks SPPI, sarana dan prasarana harus dirancang dan disesuaikan untuk memenuhi keberagaman siswa. Aksesibilitas fisik adalah elemen kunci, termasuk rampa, pintu yang lebar, dan fasilitas toilet yang ramah disabilitas, memastikan bahwa lingkungan sekolah dapat
145 diakses oleh semua siswa tanpa hambatan. Selain itu, ketersediaan fasilitas pendukung, seperti perangkat lunak dan peralatan pembelajaran yang dapat disesuaikan, menjadi penting untuk mendukung kebutuhan siswa dengan cara yang memadai (Yusuf & Indrianti, 2019). Keamanan dan kenyamanan juga merupakan faktor krusial dalam sarana dan prasarana SPPI. Lingkungan yang aman dan nyaman dapat meningkatkan kesejahteraan siswa, khususnya bagi mereka dengan kebutuhan khusus. Fasilitas yang dirancang dengan memperhatikan aspek keamanan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung keberhasilan dan partisipasi semua siswa. Tantangan dalam menciptakan sarana dan prasarana inklusif mencakup pemastian bahwa setiap elemen dirancang untuk memenuhi standar aksesibilitas dan keamanan yang berlaku. Selain itu, SPPI perlu memastikan bahwa staf dan siswa memiliki pemahaman yang cukup tentang penggunaan fasilitas yang ada. Dengan mengatasi tantangan ini, SPPI dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan mendukung bagi semua siswa. Sarana dan prasarana yang sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif akan membantu menjamin bahwa setiap siswa dapat mengakses, berpartisipasi, dan meraih keberhasilan dalam proses pembelajaran, menciptakan lingkungan yang merata dan mendukung bagi seluruh komunitas pendidikan. H. Manajemen sekolah Komponen Manajemen Sekolah dalam Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) mencakup proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
146 pengawasan untuk memastikan operasional sekolah berjalan secara efektif dan mendukung pendidikan inklusif. Manajemen sekolah yang efektif di SPPI memegang peranan kunci dalam mewujudkan visi dan misi pendidikan inklusif (Fajarwati, 2017). Perencanaan manajemen sekolah di SPPI mencakup perumusan strategi dan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif. Ini melibatkan penyusunan rencana kerja, alokasi sumber daya, dan identifikasi kebutuhan khusus siswa agar dapat diakomodasi dengan baik. Rencana ini harus mencakup upaya untuk menciptakan budaya inklusif di seluruh sekolah (Z. P. Sari et al., 2022). Pengorganisasian manajemen sekolah melibatkan penempatan dan penugasan sumber daya manusia, termasuk guru dan staf pendukung, untuk memastikan bahwa sekolah dapat memenuhi keberagaman siswa. Ketersediaan Guru Pendidikan Khusus (GPK) dan staf dengan keahlian khusus lainnya menjadi aspek krusial dalam pengorganisasian ini. Aspek kepemimpinan manajemen sekolah di SPPI mencakup peran kepala sekolah dan staf pimpinan lainnya dalam mempromosikan visi inklusif, memberikan dukungan kepada staf, dan memastikan implementasi praktik inklusif di seluruh sekolah. Kepemimpinan yang inklusif juga melibatkan pemberdayaan guru dan staf untuk berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung semua siswa. Pengawasan manajemen sekolah di SPPI melibatkan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana dan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif. Ini mencakup peninjauan terhadap pencapaian siswa, efektivitas
147 metode pengajaran inklusif, dan penilaian terhadap upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif. Tantangan dalam manajemen sekolah di SPPI mencakup kebutuhan untuk memastikan bahwa setiap level manajemen memiliki pemahaman dan komitmen terhadap prinsipprinsip inklusif. Pelatihan dan pendidikan terus-menerus untuk staf pimpinan dan guru menjadi penting untuk memperkuat kapasitas manajemen sekolah dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang efektif. Dengan mengatasi tantangan ini, SPPI dapat mengembangkan manajemen sekolah yang responsif, mendukung, dan berfokus pada pencapaian optimal semua siswa. I. Pembiayaan Komponen Pembiayaan dalam Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Indonesia menyoroti aspek dana dan sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk mendukung operasional dan keberlanjutan pendidikan inklusif. Pembiayaan yang memadai menjadi esensial untuk memastikan bahwa sekolah dapat menyediakan fasilitas, sumber daya, dan layanan yang diperlukan untuk mendukung keberagaman siswa. Pembiayaan SPPI mencakup berbagai aspek, termasuk alokasi dana untuk pelatihan staf dalam praktik pendidikan inklusif, akomodasi dan peralatan khusus untuk siswa dengan kebutuhan khusus, serta pengembangan dan penerapan kurikulum yang inklusif. Pembiayaan juga mencakup dukungan untuk infrastruktur fisik yang inklusif, seperti fasilitas aksesibilitas bagi siswa dengan mobilitas terbatas (Wahyuni et al., 2021).
148 Tantangan dalam pembiayaan SPPI termasuk pemastian bahwa dana yang tersedia mencukupi untuk memenuhi kebutuhan inklusif, termasuk dukungan tambahan untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Penyusunan anggaran yang memperhitungkan keberagaman siswa dan kebutuhan mereka menjadi kunci untuk memastikan efektivitas pendidikan inklusif. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana dan akuntabilitas terhadap penggunaan dana menjadi faktor penting. SPPI perlu memiliki mekanisme pemantauan dan evaluasi yang kuat untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk mendukung prinsip-prinsip pendidikan inklusif dan mencapai hasil yang diinginkan. Upaya penggalian sumber daya tambahan, termasuk kerjasama dengan pihak eksternal dan pemanfaatan dana hibah atau bantuan, juga dapat membantu memitigasi tantangan pembiayaan. Dengan mengatasi tantangan ini, SPPI dapat memastikan bahwa sumber daya keuangan yang memadai tersedia untuk menciptakan lingkungan pendidikan inklusif yang mendukung perkembangan semua siswa. J. Pemberdayaan masyarakat Komponen Pemberdayaan Masyarakat dalam konteks Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Indonesia menekankan pentingnya melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam mendukung pendidikan inklusif. Pemberdayaan masyarakat mencakup keterlibatan orang tua atau wali siswa, komunitas sekitar, dan pihak-pihak terkait dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang inklusif (Ediyanto et al., 2017).
149 Melibatkan orang tua atau wali siswa dalam proses pendidikan sangat penting untuk memastikan dukungan dan partisipasi mereka dalam menghadapi kebutuhan khusus anak-anak mereka. Program pemberdayaan orang tua dapat mencakup penyediaan informasi, pelatihan, dan forum diskusi yang memungkinkan mereka terlibat aktif dalam pengambilan keputusan dan dukungan terhadap anak-anak mereka. Pemberdayaan masyarakat juga melibatkan kolaborasi dengan organisasi lokal, lembaga pemerintah setempat, dan kelompok sukarelawan. Kolaborasi ini dapat menciptakan dukungan lebih lanjut bagi SPPI, baik dalam hal sumber daya tambahan, fasilitas, atau dukungan psikososial bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Pentingnya pemberdayaan masyarakat adalah untuk menciptakan kesadaran dan dukungan yang luas terhadap prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Ini juga dapat membantu mengatasi stigma atau stereotip yang mungkin ada terhadap siswa dengan kebutuhan khusus, menciptakan lingkungan sosial yang mendukung dan menerima keberagaman (Krismanto, 2023). Tantangan dalam pemberdayaan masyarakat termasuk pemastian bahwa program-program ini dapat mencapai target audiensnya dan memberikan manfaat yang konkret. Diperlukan upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang lebih baik di masyarakat tentang pentingnya inklusivitas dalam pendidikan. Dengan mengatasi tantangan ini, SPPI dapat menciptakan sinergi yang kuat antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, menciptakan lingkungan pendidikan yang
150 inklusif, dan memastikan bahwa seluruh komunitas terlibat aktif dalam mendukung perkembangan semua siswa. Komponen Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Indonesia mencakup sejumlah aspek kunci yang mendukung implementasi pendidikan inklusif. Pertama, dalam aspek Peserta Didik, SPPI memfokuskan pada penyelarasan pendidikan dengan kebutuhan khusus siswa. Identifikasi dan asesmen diarahkan pada pengakuan dan pemahaman terhadap keberagaman kemampuan dan kebutuhan belajar siswa. Kurikulum yang inklusif menjadi landasan pengajaran, dan Ketenagaan melibatkan alokasi sumber daya manusia, termasuk Guru Pendidikan Khusus (GPK). Kegiatan pembelajaran diarahkan pada pendekatan yang mendukung partisipasi aktif semua siswa, sementara Sistem Kenaikan Kelas dan Laporan Hasil Belajar menekankan evaluasi yang adil dan inklusif. Sarana dan prasarana SPPI dirancang untuk mendukung aksesibilitas dan keamanan, sedangkan Manajemen Sekolah dan Pembiayaan bertujuan pada efektivitas dan keberlanjutan pendidikan inklusif. Pemberdayaan Masyarakat melibatkan kolaborasi dan dukungan untuk menciptakan lingkungan inklusif secara luas. Dengan pendekatan holistik terhadap komponen-komponen ini, SPPI bertujuan menciptakan sistem pendidikan yang mendukung keberhasilan dan perkembangan optimal setiap siswa, tanpa memandang keberagaman mereka. Rangkuman
151 BAB 13 MEKANISME MENJADI SEKOLAH PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF (SPPI)
152 etelah menyelesaikan bacaan tentang Mekanisme menjadi Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (SPPI), diharapkan pemahaman menyeluruh terhadap kriteria calon SPPI, prosedur pendirian, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan. Kriteria calon SPPI melibatkan standar yang harus dipenuhi oleh sekolah yang berupaya menjadi penyelenggara pendidikan inklusif, termasuk kemampuan menyesuaikan diri dengan keberagaman siswa dan komitmen terhadap prinsipprinsip inklusif. Proses pendirian SPPI melibatkan serangkaian langkah, mulai dari pengajuan proposal hingga persetujuan otoritas pendidikan setempat, dengan tujuan memastikan sekolah memiliki komitmen dan rencana yang jelas untuk menjadi inklusif. Monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan diperlukan untuk memantau implementasi praktik inklusif, menilai pencapaian siswa, dan meninjau kebijakan inklusif. Pembinaan menjadi pendekatan penting untuk membimbing dan membantu SPPI mengatasi tantangan serta meningkatkan kapasitas mereka, dengan tujuan memastikan perkembangan dan kualitas pendidikan inklusif yang berkelanjutan. A. Kriteria calon SPPI Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (SPPI) adalah lembaga pendidikan yang memiliki fokus utama pada penerapan pendekatan inklusif dalam sistem pendidikannya (Ediyanto et al., 2023). Pendekatan inklusif ini bertujuan untuk menyediakan lingkungan belajar yang mendukung semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. SPPI berkomitmen untuk mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh siswa dengan kebutuhan khusus dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat berparS
153 tisipasi secara penuh da(Satispi & Salam, 2023)sekolah (Satispi & Salam, 2023). Dalam SPPI, penyelenggaraan pendidikan inklusif melibatkan pengembangan kurikulum yang dapat diakses oleh semua siswa, menyediakan dukungan tambahan seperti guru pendamping atau fasilitas pendukung, serta melibatkan kolaborasi antara guru, orang tua, dan ahli pendidikan khusus. SPPI juga berupaya menciptakan budaya sekolah yang inklusif, di mana semua siswa dihargai dan diterima tanpa diskriminasi. Prinsip utama SPPI adalah memastikan bahwa setiap siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, dapat mengalami pembelajaran yang bermakna dan mendukung perkembangan penuh potensi mereka (Winarni et al., 2022). SPPI bukan hanya menjadi tempat pembelajaran, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Dengan menerapkan praktik pendidikan inklusif, SPPI berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih inklusif secara keseluruhan. Melalui pendekatan ini, SPPI menciptakan lingkungan pendidikan yang setara, adil, dan mendukung, memberikan peluang yang setara bagi semua siswa untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi mereka. Kriteria calon Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) melibatkan serangkaian standar yang esensial dalam menilai kesiapan dan komitmen sebuah sekolah untuk menjalankan pendidikan inklusif. Pertama-tama, calon SPPI diharapkan memiliki kemampuan yang signifikan dalam menyesuaikan diri dengan keberagaman siswa. Ini mencakup tidak hanya keberagaman dalam kemampuan akademis, tetapi juga keberagaman dalam kebutuhan belajar, latar belakang budaya, dan kemampuan fisik. Sebuah lingkungan inklusif juga diharapkan dapat diwujudkan, dengan fasilitas
154 yang memadai dan aksesibilitas yang memenuhi kebutuhan semua siswa, termasuk yang memiliki disabilitas. Selain itu, komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip inklusif menjadi ciri khas kriteria calon SPPI. Komitmen ini melibatkan kesediaan untuk mengadopsi pendekatan yang mendukung keberagaman, memberikan pelayanan pendidikan yang setara, serta melibatkan dan menghargai perbedaan di antara siswa. Faktor-faktor seperti ketersediaan staf dengan keahlian khusus, seperti guru pendidikan khusus, dan dukungan yang kuat dari kepemimpinan sekolah menjadi pertimbangan penting dalam menilai komitmen tersebut. Aspek-aspek yang dinilai dalam kriteria calon SPPI juga mencakup kemampuan sekolah untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dan mendukung semua siswa. Ini melibatkan tidak hanya penyesuaian dalam metode pengajaran, tetapi juga pendekatan inklusif dalam penyusunan kurikulum. Dalam hal ini, kreativitas dan fleksibilitas dalam mendesain pembelajaran menjadi faktor penentu. Kriteria ini dirancang sebagai pedoman untuk memastikan bahwa calon SPPI memiliki landasan yang kuat dan berkomitmen untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif secara efektif dan berkelanjutan, memastikan bahwa setiap siswa, tanpa memandang keberagaman kemampuan dan kebutuhan belajar mereka, dapat diterima dan mendapatkan manfaat penuh dari lingkungan pendidikan yang inklusif. B. Prosedur pendirian Prosedur pendirian Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) mencakup sejumlah langkah yang sistematis
155 untuk memastikan bahwa sekolah tersebut memenuhi standar inklusif dan memiliki landasan yang kuat. Tahap awal melibatkan pengajuan proposal pendirian oleh sekolah yang berminat. Proposal ini harus mencakup rencana aksi inklusif yang rinci, menunjukkan komitmen sekolah terhadap pendidikan inklusif, dan strategi mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Setelah itu, otoritas pendidikan setempat melakukan penilaian kesiapan sekolah melalui serangkaian evaluasi dan verifikasi, memastikan bahwa sekolah memiliki infrastruktur, staf, dan komitmen yang memadai (Rokhim, 2021). Langkah selanjutnya dalam prosedur pendirian adalah pembentukan rencana aksi inklusif yang mencakup strategi dan langkah-langkah konkreto untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif di sekolah tersebut. Persetujuan dari otoritas pendidikan setempat menjadi tahap kunci, di mana sekolah perlu mendapatkan persetujuan resmi untuk melanjutkan proses pendirian sebagai SPPI. Setelah persetujuan diberikan, sekolah harus menjalani langkahlangkah administratif yang diperlukan, seperti pendaftaran resmi dan pemberitahuan kepada seluruh stakeholder terkait. Proses pendirian SPPI ini dirancang untuk memastikan bahwa sekolah yang bermaksud menjadi penyelenggara pendidikan inklusif telah menjalani proses yang teliti dan memiliki komitmen serta persiapan yang memadai. Dengan prosedur pendirian yang jelas dan sistematis, diharapkan SPPI dapat terwujud dengan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang bermutu dan berkelanjutan (Madanih, 2023). Pendirian Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (SPPI) menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi
156 untuk mencapai tujuan inklusivitasnya. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman atau kesadaran akan prinsip-prinsip pendidikan inklusif di kalangan tenaga pendidik, orang tua, dan masyarakat. Dalam banyak kasus, stigma terkait dengan kebutuhan khusus atau perbedaan kemampuan masih menjadi hambatan untuk menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar inklusif (Suhendri, 2020). Selain itu, keterbatasan sumber daya dan dukungan, baik dalam hal dana maupun personil, sering menjadi kendala yang signifikan dalam pendirian SPPI. Pendidikan inklusif membutuhkan perhatian khusus dan dukungan tambahan untuk siswa dengan kebutuhan khusus, seperti pengaturan kelas yang sesuai, layanan dukungan, dan pelatihan khusus untuk tenaga pendidik. Kekurangan sumber daya ini dapat menghambat kemampuan SPPI untuk memberikan pendidikan inklusif yang optimal. Tantangan lainnya termasuk perlunya mengatasi hambatan fisik dan kurangnya aksesibilitas dalam lingkungan sekolah. SPPI perlu memastikan bahwa bangunan dan fasilitas sekolah dapat diakses dengan mudah oleh semua siswa, termasuk mereka dengan mobilitas terbatas atau kebutuhan aksesibilitas lainnya. Selain itu, perlunya kolaborasi erat antara SPPI, orang tua, dan komunitas untuk mengatasi resistensi atau ketidaksetujuan terhadap konsep pendidikan inklusif yang mungkin muncul dalam masyarakat lokal. Dengan mengatasi tantangantantangan ini, SPPI dapat membangun fondasi yang kokoh untuk memberikan pendidikan inklusif yang efektif dan berkelanjutan. Untuk mengatasi tantangan pendirian Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (SPPI), strategi yang holistik
157 dan berkelanjutan perlu diterapkan. Pertama, penting untuk menyelenggarakan pelatihan dan peningkatan kesadaran bagi tenaga pendidik, orang tua, dan masyarakat secara umum. Pelatihan ini dapat mencakup pemahaman lebih dalam tentang prinsip-prinsip pendidikan inklusif, strategi pengajaran yang mendukung keberagaman, serta cara mengidentifikasi dan merespons kebutuhan khusus siswa. Dengan meningkatkan pemahaman bersama, stigma terhadap perbedaan kemampuan dapat berkurang, dan kolaborasi antara semua pihak terlibat dalam proses pendidikan dapat ditingkatkan. Selanjutnya, pemerintah dan lembaga terkait harus mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk mendukung pendidikan inklusif. Hal ini melibatkan peningkatan dana untuk penyediaan fasilitas dan sumber daya pendidikan yang dapat diakses oleh semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. Selain itu, perlu dikembangkan kebijakan yang mendukung peningkatan jumlah guru dan staf pendidikan khusus, serta penyediaan layanan dukungan yang memadai untuk mendukung kebutuhan individual siswa. Dengan memastikan sumber daya yang memadai, SPPI dapat memberikan layanan pendidikan inklusif yang bermutu tinggi dan memberdayakan semua siswa untuk mencapai potensi mereka secara optimal. C. Monitoring dan evaluasi Mekanisme monitoring dan evaluasi dalam konteks Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) menjadi instrumen penting untuk memastikan kualitas dan kesinambungan implementasi pendidikan inklusif. Monitoring dilakukan secara terus-menerus untuk memantau secara aktif bagaimana praktik inklusif diimplementasikan di sekolah. Ini
158 mencakup evaluasi pencapaian siswa dengan memperhatikan berbagai kemampuan dan kebutuhan belajar, serta pemantauan terhadap kebijakan dan prosedur inklusif yang diterapkan oleh sekolah (Isna Wijaya et al., 2021). Evaluasi yang lebih mendalam dilakukan pada periode tertentu untuk mengevaluasi dampak pendidikan inklusif terhadap kemajuan siswa. Evaluasi ini tidak hanya mencakup hasil akademis, tetapi juga perkembangan sosial dan emosional siswa. Selain itu, evaluasi melibatkan penilaian terhadap efektivitas metode pengajaran dan strategi inklusif yang diadopsi oleh sekolah. Pentingnya monitoring dan evaluasi dalam SPPI juga terkait dengan peninjauan terhadap implementasi kebijakan inklusif dan responsibilitas sekolah terhadap keberagaman siswa. Hal ini memungkinkan identifikasi potensi hambatan dan tantangan yang mungkin dihadapi, sehingga dapat dilakukan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan (R. Sari, 2020). Mekanisme monitoring dan evaluasi tidak hanya dapat dilakukan oleh tim internal sekolah, tetapi juga dapat melibatkan otoritas pendidikan setempat atau badan evaluasi independen. Hal ini bertujuan untuk memastikan akuntabilitas dan objektivitas dalam menilai keberhasilan dan kualitas pendidikan inklusif yang diselenggarakan oleh SPPI (Uulu & Omorox, 2018). Dengan pendekatan ini, diharapkan SPPI dapat terus mengembangkan dan meningkatkan praktik inklusifnya agar mencapai standar kualitas yang tinggi dan memberikan dampak positif bagi perkembangan semua siswa. Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI), perlu disiapkan
159 berbagai elemen agar dapat mengukur efektivitas implementasi pendidikan inklusif dan meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Pertama-tama, perlu disusun indikatorindikator kinerja yang terukur dan terkait langsung dengan tujuan pendidikan inklusif. Ini melibatkan penentuan parameter seperti tingkat partisipasi siswa dengan kebutuhan khusus, kemajuan akademis mereka, tingkat kepuasan orang tua, dan integrasi sosial di antara siswa. Indikator-indikator ini harus dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang sejauh mana SPPI berhasil mencapai tujuannya. Selain itu, diperlukan metode pengumpulan data yang beragam dan relevan untuk memastikan evaluasi yang komprehensif. Survei, wawancara, observasi kelas, dan analisis dokumen dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang mendalam tentang berbagai aspek pelaksanaan pendidikan inklusif. Selama kegiatan monitoring dan evaluasi, perlu melibatkan semua pemangku kepentingan yang terlibat, termasuk tenaga pendidik, orang tua, dan siswa, untuk mendapatkan pandangan yang komprehensif tentang keberhasilan dan tantangan yang dihadapi SPPI. Terakhir, hasil monitoring dan evaluasi harus memberikan dasar bagi perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu disiapkan rencana tindak lanjut yang mencakup strategi perbaikan, pelatihan tambahan, dan penyesuaian kebijakan atau praktik yang diperlukan. Ini akan memastikan bahwa SPPI terus beradaptasi dengan kebutuhan siswa dan masyarakat, serta dapat memberikan pendidikan inklusif yang optimal. Keseluruhan, kegiatan monitoring dan evaluasi menjadi alat penting untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan dari pendidikan inklusif yang diterapkan oleh SPPI.
160 D. Pembinaan Pembinaan dalam konteks Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) menjadi suatu pendekatan kritis untuk membimbing dan mendukung perkembangan sekolah menuju keberlanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan inklusif. Pembinaan dapat melibatkan berbagai kegiatan, mulai dari pelatihan tambahan bagi staf sekolah, konsultasi dengan ahli pendidikan inklusif, hingga pertukaran pengalaman antar-sekolah inklusif (Zagona et al., 2017). Pelatihan tambahan dapat mencakup pengembangan keterampilan dan pengetahuan khusus untuk mengelola keberagaman dalam kelas, merancang kurikulum inklusif, atau mengidentifikasi dan mengakomodasi berbagai kebutuhan belajar siswa. Konsultasi dengan ahli pendidikan inklusif dapat memberikan pandangan mendalam tentang strategi terbaik dan memberikan saran khusus untuk menangani tantangan yang mungkin dihadapi sekolah. Pertukaran pengalaman antar-sekolah inklusif juga menjadi bagian integral dari pembinaan. Melalui pertemuan reguler, lokakarya bersama, atau forum diskusi, sekolah dapat saling berbagi praktik terbaik, memahami strategi yang berhasil, dan belajar dari pengalaman satu sama lain. Ini membantu menciptakan komunitas belajar yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan pendidikan inklusif di tingkat lokal. Pembinaan bertujuan untuk memastikan bahwa SPPI memiliki dukungan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan dan hambatan, serta meningkatkan kapasitas mereka dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif yang optimal. Dengan pendekatan pembinaan yang holistik, diharapkan SPPI dapat terus berkembang, mengatasi kendala
161 yang muncul, dan memberikan pendidikan inklusif yang efektif, sehingga menciptakan lingkungan belajar yang positif bagi semua siswa (Bozkus-Genc & Sani-Bozkurt, 2020). Mekanisme Menjadi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) melibatkan serangkaian langkah sistematis untuk memastikan bahwa sekolah memiliki komitmen, kesiapan, dan landasan yang kuat dalam mengadopsi pendidikan inklusif. Proses ini dimulai dengan pengajuan proposal pendirian SPPI oleh sekolah yang berminat, yang mencakup rencana aksi inklusif dan strategi implementasinya. Otoritas pendidikan setempat melakukan penilaian kesiapan sekolah untuk memastikan bahwa infrastruktur, staf, dan komitmen memadai untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Jika persetujuan resmi diberikan, sekolah melalui langkah-langkah administratif dan pendaftaran resmi dapat melanjutkan perjalanan menuju pendirian SPPI. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan bahwa sekolah memiliki dasar yang kokoh dan berkomitmen untuk mengadopsi dan menjalankan pendidikan inklusif dengan efektif dan berkelanjutan. Rangkuman
162 Daftar Pustaka Agus, A., Juliadharma, M., & Djamaluddin, M. (2023). Application of the CIPP Model in Evaluation of The Inclusive Education Curriculum in Madrasah Aliyah. Nidhomul Haq : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 8(1 SEArticles). https://doi.org/10.31538/ndh.v8i1.2705 Alenaizi, H. M. (2017). Disability and kuwaiti society: A critical realist approach to participatory research in contemporary kuwaiti society. Alessa, I. A., & Hussein, S. (2023). Using traditional and modern t_[]bcna m_tbo^s on tb_ t_[]bcna pro]_ss `rom t_[]b_rs’ own perspective. Route Educational & Social Science Journal, 10(2), 65–92. Amelia, D. J., Anshory, I., & Herviani, V. K. (2022). Analysis of facilities management on inclusion education school in Batu City. Journal of Science and Education (JSE), 2(2), 99–110. https://doi.org/10.56003/jse.v2i2.110 Anastasiou, D., & Kauffman, J. M. (2013). The social model of disability: Dichotomy between impairment and disability. Journal of Medicine and Philosophy (United Kingdom), 38(4), 441–459. https://doi.org/10.1093/jmp/jht026 Anderson, J., & Boyle, C. (2015). Inclusive education in Australia: Rhetoric, reality and the road ahead. Support for
163 Learning, 30(1), 4–22. https://doi.org/10.1111/1467- 9604.12074 Anggia, D., & Harun, H. (2019). Description of Implementation Inclusive Education for Children with Special Needs in Inclusive Kindergarten. Proceedings of the International Conference on Special and Inclusive Education (ICSIE 2018). https://doi.org/10.2991/icsie-18.2019.34 Anshari, M. (2023). Inclusive madrasah: Concept, approaches, and policies. El-Buhuth: Borneo Journal of Islamic Studies, 5(2), 267–281. https://doi.org/10.21093/elbuhuth.v5i2.5986 Araujo Dawson, B., Kilgore, W., & Rawcliffe, R. M. (2022). Strategies for creating inclusive learning environments through a social justice lens. Journal of Educational Research and Practice, 12(0). https://doi.org/10.5590/jerap.2022.12.0.02 Arianto, D., & Apsari, N. C. (2023). Gambaran aksesbilitas, inklusivitas, dan hambatan penyandang disabilitas dalam memanfaatkan transportasi publik: studi literatur di berbagai negara. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 5(2), 156. https://doi.org/10.24198/focus.v5i2.42633 Arifin, F., Supena, A., & Yufiarti, Y. (2023). Praktik Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(1 SE-Articles), 198–208. https://doi.org/10.31949/educatio.v9i1.4191 Astuti, D. S., & Sudrajat. (2020). Promoting Inclusive Education for Social Justice in Indonesia. Proceedings of the 2nd International Conference on Social Science and Character Educations (ICoSSCE 2019). https://doi.org/10.2991/assehr.k.200130.037
164 Baiti, R. R. N., Soedjarwo, S., & Purbaningrum, E. (2021). Management of student with special needs in inclusive schools (Case study in the state junior high school 30 Surabaya and Alam Insan Mulia J High School Surabaya). International Journal for Educational and Vocational Studies, 3(1), 57. https://doi.org/10.29103/ijevs.v3i1.3388 B[kcć-Mcrcć, N. (2019). Multcpl_ cnt_llca_n]_s tb_ory-a milestone innovation in english language teaching at the university o` ncš m_^c][l s]bool. Acta Medica Medianae, 49(2), 15– 19. www.medfak.ni.ac.rs/amm Boyadzhieva, E. (2016). Learner-centered teaching and learner autonomy. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 232, 35–40. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.10.008 Boyle, C., & Anderson, J. (2020). The justification for inclusive education in Australia. Prospects, 49(3–4), 203–217. https://doi.org/10.1007/s11125-020-09494-x Bozkus-Genc, G., & Sani-Bozkurt, S. (2020). The awareness of coaching in inclusive education. INTED2020 Proceedings, 1, 2060–2066. https://doi.org/10.21125/inted.2020.0650 Bunch, G. (2015). Un análisis del movimiento de la Educación Inclusiva en Canadá. Cómo trabajar. Revista Electrónica Interuniversitaria de Formación Del Profesorado, 18(1), 1. https://doi.org/10.6018/reifop.18.1.214311 Cahyadi, A., & Setiawan, A. (2020). Disability and social media: exploring utilization of instragram platform as a tool for disability advocacy. Al-Balagh : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 5(2), 223–250. https://doi.org/10.22515/albalagh.v5i2.2746
165 Cahyati, T., & Pudjiastuti, D. (2022). Innovation in education service policies in Indonesia. Jurnal Aktor, 2(1). Chai, K. (2015). The Principles and the Ways of Classroom Interaction. Proceedings of the 2015 International Conference on Arts, Design and Contemporary Education. https://doi.org/10.2991/icadce-15.2015.204 Chiwandire, D., & Vincent, L. (2019). Funding and inclusion in higher education institutions for students with disabilities. African Journal of Disability, 1–12. https://doi.org/10.4102/ajod Courtney-Long, E. A., Romano, S. D., Carroll, D. D., & Fox, M. H. (2017). Socioeconomic factors at the intersection of race and ethnicity influencing health risks for people with disabilities. Journal of Racial and Ethnic Health Disparities, 4(2), 213–222. https://doi.org/10.1007/s40615- 016-0220-5 Danarhadi, F. H. (2017). Implementasi kebijakan pendidikan inklusi di SMP Ekakapti Karangmojo Gunung Kidul. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 5(VI), 541–549. https://doi.org/10.21831/sakp.v6i5.10107 Dharma, D. S. A. (2020). Involvement of children with special needs in learning in inclusive schools. In Journal of ICSAR ISSN (Vol. 4). Dharma, D. S. A. (2023). Membaca Peran Teori Ekologi Bronfenbrenner dalam Menciptakan Lingkungan Inklusif di Sekolah. SPECIAL Special and Inclusive Education Journal, 3(2), 115–123. https://doi.org/10.36456/special.vol3.no2.a6642 Doussard, C., Garbe, E., Morales, J., & Billion, J. (2024). Universal design for the workplace: ethical considerations
166 regarding the inclusion of workers with disabilities. Journal of Business Ethics. https://doi.org/10.1007/s10551-023-05582-y Dwintari, J. W. (2021). Aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pemilihan umum di Indonesia. JISIP-UNJA, 5(1), 29–51. Dwivedi, Y. K., Kshetri, N., Hughes, L., Slade, E. L., Jeyaraj, A., Kar, A. K., Baabdullah, A. M., Koohang, A., Raghavan, V., Ahuja, M., Albanna, H., Albashrawi, M. A., Al-Busaidi, A. S., Balakrishnan, J., Barlette, Y., Basu, S., Bose, I., Brooks, L., Bub[lcs, D., … Wrcabt, R. (2023). Multidisciplinary perspectives on opportunities, challenges and implications of generative conversational AI for research, practice and policy. International Journal of Information Management, 71. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2023.102642 Ediyanto, E., Atika, I. N., Kawai, N., & Prabowo, E. (2017). Inclusive education in Indonesia from the perspective of widyaiswara in centre for development and empowerment of teachers and education personnel of kindergartens and special education. Indonesian Journal of Disability Studies (IJDS), 4(2), 104–116. https://doi.org/10.21776/ub.ijds.2017.4.2.3 Ediyanto, E., Ramadhani, R. S., Fitrasari, B. D., Kenila, E., Sunandar, A., Hastuti, W. D., & Suhendri, S. (2023). The problems in the implementation of inclusive education in primary schools. Journal of ICSAR, 7(1), 1. https://doi.org/10.17977/um005v7i12023p1 Efendi, M. (2018). The Implementation of Inclusive Education in Indonesia for Children with Special Needs: Expectation
167 and Reality. Journal of ICSAR, 2(2), 142–147. https://doi.org/10.17977/um005v2i22018p142 Efendi, M., Pradipta, R. F., Dewantoro, D. A., Ummah, U. S., Ediyanto, E., & Yasin, M. H. M. (2022). Inclusive education for student with special needs at Indonesian public schools. International Journal of Instruction, 15(2), 967–980. https://doi.org/10.29333/iji.2022.15253a Ernita, M. (2019). Lesson of inclusive education implementation in Jakarta: availability and accessibility issues. Education Quarterly Reviews, 2(1), 172–184. https://doi.org/10.31014/aior.1993.02.01.51 Fajarwati, D. D. (2017). Implementation of School Management Inclusive Education Institutions. Proceedings of the 2nd International Conference on Educational Management and Administration (CoEMA 2017). https://doi.org/10.2991/coema-17.2017.15 Faozanudin, M., & Sri Sulistiani, L. (2023, February 24). The Challenge of School Governance: Role of Elementary School Committees in School Governance at Banyumas. KnE Social Sciences. https://doi.org/10.18502/kss.v8i3.12820 Fasting, R. B. (2013). Adapted education: The Norwegian pathway to inclusive and efficient education. International Journal of Inclusive Education, 17(3), 263–276. https://doi.org/10.1080/13603116.2012.676083 Febriyanti, N. (2019). Implementasi program pendidikan inklusif di SMP Negeri 29 Surabaya. www.ppdbsurabaya.net Fiala, E. (2019). A critical analysis of the implementation of the right to work and employment in the national context of
168 Germany and Portugal. Implications for social policy. Universidade de Lisboa. Finkelstein, V. (2007). Tb_ “So]c[l Mo^_l o` Dcs[\clcty” [n^ tb_ disability movement vic finkelstein. Firdaus, I., & Kailani, M. (2015). Developing critical thinking skills of students in mathematics learning. Journal of Education and Learning, 9(3), 226–236. Friska, Y. (2023). Inclusive English Class in Higher Education: A Challenge. Journal of Education Research, 4(4 SEArticles), 2327–2334. Gamage, K. A. A., Dehideniya, D. M. S. C. P. K., & Ekanayake, S. Y. (2021). The role of personal values in learning approaches and student achievements. In Behavioral Sciences (Vol. 11, Issue 7). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/bs11070102 Garrett, T. (2008). Student-centered and teacher-centered classroom management: A case study of three elementary teachers. Journal of Classroom Interaction, 43, 34–47. Göransson, K., Nilholm, C., & Karlsson, K. (2011). Inclusive education in Sweden? A critical analysis. International Journal of Inclusive Education, 15(5), 541–555. https://doi.org/10.1080/13603110903165141 Grynova, M., & Kalinichenko, I. (2018). Trends in inclusive education in the USA and Canada. Comparative Professional Pedagogy, 8(2), 28–34. https://doi.org/10.2478/rpp-2018-0016 Hamidi, J. (2017). Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak Mendapatkan Pendidikan dan
169 Pekerjaan. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 23(4 SEArticles), 652–671. https://doi.org/10.20885/iustum.vol23.iss4.art7 Handayani, T., Angga, D., & Rahadian, S. (2019). Peraturan perundangan dan implementasi pendidikan inklusif. Masyarakat Indonesia, 39(1), 27–48. Handiyati, T., Tyaningsih, S., & Hilman, C. (2023). Implementasi Pendidikan Inklusif di Masyarakat. At-Tasyrih: Jurnal Pendidikan Dan Hukum Islam, 9(2 SE-Articles), 117–127. https://doi.org/10.55849/attasyrih.v9i2.169 Harisantoso, I. T. (2023). Nilai diri disabilitas terhadap dirinya sendiri dalam model disabilitas. Jurnal Teologi Berita Hidup, 5(2). https://doi.org/10.38189/jtbh.v5i2.372 Hastuti, I. B., & Musslifah, A. R. (2023). Implementation of individual learning for children with special needs. 6(1). https://doi.org/10.23917/ecrj.V6i1.71260 Hayes, A. M., & Bulat, J. (2017). Disabilities inclusive education systems and policies guide for low- and middle-income countries. https://doi.org/10.3768/rtipress.2017.op.0043.1707 Herawati, N. I. (2017). Pendidikan inklusif. Isna Wijaya, N. T., Ruqaiyah, R., & Zulaikha, S. (2021). Evaluation of inclusive education program at elementary schools. AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan, 13(3), 1979–1985. https://doi.org/10.35445/alishlah.v13i3.907 Jusni, E., Fonsén, E., & Ahtiainen, R. (2023). An inclusive early ]bcl^boo^ _^u][tcon s_ttcna []]or^cna to pr[]tctcon_rs’ experiences in Yogyakarta, Indonesia. Education Sciences, 13(10). https://doi.org/10.3390/educsci13101043
170 Kamyabi, M., & Alipour, H. (2022). An investigation of the challenges faced by the disabled population and the implications for accessible tourism: evidence from a mediterranean destination. Sustainability (Switzerland), 14(8). https://doi.org/10.3390/su14084702 Kazou, K. (2017). Analysing the definition of disability in the un convention on the rights of persons with disabilities: is it r_[lly \[s_^ on [ “so]c[l mo^_l” [ppro[]b? In International Journal of Mental Health and Capacity Law. http://www.wnusp.net/index.php/crpd.html K_cl_r, L. S. (2018). T_[]b_rs’ rol_s [n^ c^_ntctc_s cn stu^_ntcentered classrooms. International Journal of STEM Education, 5(1). https://doi.org/10.1186/s40594-018-0131-6 Kissow, A. M. (2015). Participation in physical activity and the everyday life of people with physical disabilities: a review of the literature. Scandinavian Journal of Disability Research, 17(2), 144–166. https://doi.org/10.1080/15017419.2013.787369 Krismanto, W. (2023). Teacher professional learning in the perspective of educational technology. Kwangsan: Jurnal Teknologi Pendidikan, 11(1), 21. https://doi.org/10.31800/jtp.kw.v11n1.p21--46 Kumar Shah Associate Professor, R. (2020). Similarities and difference between LCT and TCT. In International Journal of Creative Research Thoughts (Vol. 8, Issue 7). www.ijcrt.org5694 Lacar, J. B. (2021). Inclusive education at the heart of mainstream language pedagogy: perspectives and challenges. International Journal of Linguistics, Literature and Translation, 4(3), 1–8. https://doi.org/10.32996/ijllt
171 Lakkala, S., & Kyrö-Ämmälä, O. (2021). Teaching for diversity with UDL: analysing teacher competence (pp. 241–277). https://doi.org/10.1007/978-3-030-80658-3_10 Liem, S. S. (2022). Peningkatan kualitas guru sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan terapis di Kota Surakarta. JURNAL IMPACTS-UTY, 1(1), 50–58. https://bbgpjabar.kemdikbud.go.id/permasalahanpendidikan-inklusif-diLiu, E., Insriani, H., Pradana, Y. W., Khairunnisa, L., Hastari, N., Setyaningsih, S., Rizal, M., Islam, D., & Brown, L. J. (2018). Exploring the voices and livelihoods choices of villagers with disability in Indonesia Final Report. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.33136.02567 Lubis, E. N. (2016). Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif jenjang SD se-kota Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 2(5), 149–160. Madanih, R. (2023). A model for inclusive education in Indonesia: The Lazuardi global islamic school. Jurnal Ilmu Sosial Indonesia (JISI), 4(1). https://doi.org/10.15408/jisi.v4i1.33367 Maia, M. J., Hennen, L., & Wolbring, G. (2018). Assistive technologies for people with disabilities-Part II: Current and emerging technologies. https://doi.org/10.2861/567013 Makoelle, T. M. (2020). Language, terminology, and inclusive education: A case of Kazakhstani transition to inclusion. SAGE Open, 10(1). https://doi.org/10.1177/2158244020902089 Mansur, H., Utama, A. H., Mohd Yasin, M. H., Sari, N. P., Jamaludin, K. A., & Pinandhita, F. (2023). Development of
172 inclusive education learning design in the era of society 5.0. Social Sciences, 12(1). https://doi.org/10.3390/socsci12010035 M[rz[, R. A., N[sc_n, D., & Purw[nto, A. J. (2023). T_[]b_r’s rol_: learning service of children with special needs in inclusive school. Journal of Psychology and Instruction, 6(3). https://doi.org/10.23887/jpai.v6i3.59111 Masruroh, H. Z., & Hendriani, W. (2022). Dive into inclusive education for children with special needs in Indonesia. Budapest International Reseach and Critis Institute Journal, 5(2), 17049–17056. https://doi.org/10.33258/birci.v5i2.5643 Maysela Azzahra, I., Rachmy Diana, R., Selva Nirwana, E., Ricky Satria Wiranata, R., & Melita Andriani, K. (2022). Learning facilities and infrastructure based on the characteristics of children with special needs in inclusive education. Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 169–190. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alathfaal Mezzanotte, C. (2022). The social and economic rationale of inclusive education: An overview of the outcomes in education for diverse groups of students OECD Education Working Paper No. 263. http://www.oecd.org/termsandconditions. Mitchell, D. (2015). Inclusive education is a multi-faceted concept. Center for Educational Policy Studies Journal, 5(1), 9–30. https://doi.org/10.26529/cepsj.151 Mosia, P. A. (2018). Access to higher education for students with disabilities in Lesotho [University of South Africa]. https://www.researchgate.net/publication/363923419
173 Mulyah, S., Khoiri, Q., & Fatmawati. (2023). Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusif. Journal on Education, 05(03), 8270–8280. Nc’m[b, Z. A. (2019). M[^r[s[b cnklusc: Ant[r[ ]ct[ ^[n `[kt[ menuju pendidikan yang humanis. Revorma, Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran, 1(1), 10–20. Nc’m[tuz[brob, & Nurb[mc^[, Y. (2018). S]bool Communcty Rol_ In Implementing Inclusive Education. Proceedings of the 3rd ASEAN Conference on Psychology, Counselling, and Humanities (ACPCH 2017). https://doi.org/10.2991/acpch17.2018.18 Nurmalasari, Y., & Pribadi, F. (2021). Ruang disabilitas dalam media sosial: Analisis framing tentang peningkatan literasi tunanetra oleh akun Instagram @be.myfriends. Cakrawala Jurnal Penelitian Sosial, 10(2), 127–138. Oblak, V. P., Campos, M. J., Lemos, S., Rocha, M., Ljubotina, P., Poteko, K., Kárpáti, O., Farkas, J., Perényi, S., Kustura, U., Massart, A., & Doupona, M. (2023). Narrowing the definition of social inclusion in sport for people with disabilities through a scoping review. Healthcare, 11(16). https://doi.org/10.3390/healthcare11162292 Oktadiana, R., & Wardana, A. (2019). The Implementation of Inclusive Education Policy for Disabled Student in Indonesia. Proceedings of the International Conference on Special and Inclusive Education (ICSIE 2018). https://doi.org/10.2991/icsie-18.2019.9 Omolu, F. A. (2018). Teaching strategies in freedom writers movie. Journal of Foreign Language and Educational Research, 1(2), 25–38.
174 Putra, R. S., Novianti, Y., Marpaung, M., Pradhana, Y., & Rimbananto, M. R. (2021). Pesan kesetaraan penyandang disabilitas melalui interaksi simbolik media sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10(1), 1–11. Putri, R. A., Insania, F., Made, N., & Santy, I. D. (2022). Overview and development of inclusive education in indonesia. Proceeding International Seminar on Islamic Studies, 4(2), 1–22. Rachmandhani, Muh. S., Sari, N., Lestari, M. A., & Khoiriyah, M. K. (2023). Model pendidikan karakter bagi anak berkebutuhan khusus. EDUKASIA: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 4(1), 249–258. Rapisa, D. R., Damastuti, E., & Putri, A. A. (2021). Identification of children with special needs in inclusive schools. Journal of ICSAR, 5(2), 15–20. Richert, C. (2018). Interventions influencing mainstream pres_rvc]_ t_[]b_rs’ [ttctu^_s tow[r^s cn]lusion: A systematic literature review from 2000 to 2015. J nk pcna University. Rokhim, A. (2021). Evaluation of the implementation of the inclusion program. International Journal of Elementary Education, 5(4), 675–684. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/IJEE Rosari, U. S., Ulul, A., & Suroso. (2023). Implementasi Kebijakan pendidikan inklusi di kota Surabaya. Soetomo Administrasi Publik, 1(2), 81–94. Santoso, M. B., & Apsari, N. C. (2017). Pergeseran Paradigma dalam Disabilitas. Intermestic: Journal of International
175 Studies, 1(2), 166–176. https://doi.org/10.24198/intermestic.v1n2.6 Sari, R. (2020). The Implementation of Inclusive Education in Yoay[k[rt[’s Prcm[ry S]bools. Proceedings of the International Conference on Educational Psychology and Pedagogy - “Dcv_rscty cn E^u][tcon” (ICEPP 2019). https://doi.org/10.2991/assehr.k.200130.112 Sari, Z. P., Sarofah, R., & Fadli, Y. (2022). The implementation of inclusive education in Indonesia: challenges and achievements. Jurnal Public Policy, 8(4), 264. https://doi.org/10.35308/jpp.v8i4.5420 Satispi, E., & Salam, R. (2023). Implementation of inclusive education policies in the city of Tangerang Selatan. In ENDLESS: International Journal of Futures Studies (Vol. 6, Issue 2). http://influencejournal.net/index.php/endless Sheehy, K., Budiyanto, Kaye, H., & Rofiah, K. (2019). Indonesian t_[]b_rs’ _pcst_moloac][l \_lc_`s [n^ cn]luscv_ _^u][tcon. Journal of Intellectual Disabilities, 23(1), 39–56. https://doi.org/10.1177/1744629517717613 Siahaan, M. K. (2022). Education for children with special needs. The Explora, 8(2), 14–27. https://doi.org/10.51622/explora.v8i2.642 Sigstad, H. M. H., Buli-Holmberg, J., & Morken, I. (2022). Succeeding in inclusive practices in school in Norway–A qualitative study from a teacher perspective. European Journal of Special Needs Education, 37(6), 1009–1022. https://doi.org/10.1080/08856257.2021.1997481 Silvita, & Hermanto. (2023). The existence of students with special needs in an inclusive elementary school. Jurnal Ilmiah
176 Sekolah Dasar, 7(2), 262–272. https://doi.org/10.23887/jisd.v7i2.53801 Simanjuntak, R., Ali, M. I., & Pabur, H. E. (2023). Applying bow[r^ a[r^n_r’s tb_ory o` multcpl_ cnt_llca_n]_s to J_nny M_llor’s ]b[r[]t_r cn tb_ movc_ “An E^u][tcon.” Elite:English and Literature Journal, 10(2), 143–158. Sudarto, Z. (2019). Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif. www.ppdbsurabaya.net Suharyanto, & Mulyono, R. (2022). Kemitraan penyelenggaraan pendidikan inklusif dalam mewujudkan sekolah ramah disabilitas. Didaktik:Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, 8(2), 3159–3172. Suhendri. (2020). The challenges of inclusive education in Indonesia. Journal of Reseacrh in Business, Economics, and Education, 2(5), 1002–1007. http://e-journal.stiekusumanegara.ac.id Supena, A., Mastoah, I., & Gunawan, W. (2020). Improving teacher competence in inclusive education management (Vol. 17, Issue 8). Suprcb[tcncnarum, J. (2021). T_[]b_rs’ un^_rst[n^cna on cn]luscv_ science education: Stories from Indonesia. The 5th Conference on Learning Innovation and Quality Education, 1–9. Suprihatiningrum, J., Aldous, C., & Palmer, C. (2021). Meeting the challenges of accessibility for science inclusive ]l[ssrooms: In^on_sc[’s portr[ct. Australian Science Education Research Association (ASERA) 2021 Conference.
177 Suprihatiningrum, J., Astuti, M. R., & Saputri, L. R. (2023). The Shifting of Special Education Orthodoxy in Implementing Inclusive Education Policies in Indonesia. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 9(4), 1174. https://doi.org/10.33394/jk.v9i4.8647 Suprihatiningrum, J., Palmer, C., & Aldous, C. (2022). The Orthodoxy of Special Education Among Public, Private, and Islamic Secondary Schools Providing Inclusive Education. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 19(1), 55–68. https://doi.org/10.14421/jpai.2022.191-05 Suprihatiningrum, J., Saputri, L. R., Astuti, E. I., Zahratunnisa, F., Arfiani, I., Mahmudah, R. D., & Azzahroh, S. (2023). Support of Family Economic Status for Fulfilling the Right to Education for Children with Disabilities. Jurnal Pendidikan (Teori Dan Praktik), 8(2), 138–147. https://doi.org/10.26740/jp.v8n2.p138-147 Susilawati, S. Y., Dewantoro, D. A., & Ummah, U. S. (2018). Inclusive educational setting (study of elementary schools in Bandung). Sy[`c’c_, M. (2014). P_m_nub[n Aks_sc\clct[s B[ac P_ny[n^[na Disabilitas. INKLUSI, 1(2 SE-Articles), 269–308. https://doi.org/10.14421/ijds.010208 Syahya Jingga, V., Siregar, H., & Sosial, K. (2023). Penerapan kurikulum fungsional dalam kemandirian anak penyandang disabilitas tunanetra di Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan. SOSMANIORA (Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora), 2(3), 375–383. https://doi.org/10.55123/sosmaniora.v2i3.2423
178 Thohari, S. (2014). Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang. Indonesian Journal of Disability Studies, 1(1 SEArticles), 27–37. https://doi.org/10.21776/ub.ijds.2014.01.01.04 Tbob[rc, S. (2019). Promotcna “^c`[\_l”, promotcna so]c[l mo^_l o` disability in Indonesia, study of disability movement in Indonesia. Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, 3(1), 79– 99. https://doi.org/10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2019.003.1.06 Tri, O. :, & Darmawanti, K. (2017). The implementation of inclusive education policies in 1 Trirenggo elementary schools and kepuhan elementary schools Bantul district. Utari, D. (2020). Implementasi kebijakan pendidikan inklusif di sekolah dasar juara kota yogyakarta implementation of inclusive education policy in the basic school juara Yogyakarta city. Uulu, S. E., & Omorox, S. (2018). Challenges in inclusive education in Kyrgyzstan. In NAMA International Journal of Education and Development (Vol. 1, Issue 1). Wahyuni, T., Sowiyah, & Hariri, H. (2021). Implementation of inclusive education in Indonesian regular school. Social Science Studies, 1(2), 65–77. https://doi.org/10.47153/sss12.1932021 Wahyuningtyas, A. R., & Suprihatiningrum, J. (2023). Realizing Education for All (EFA) through chemistry teaching and learning in a senior high school providing inclusive education (pp. 1107–1120). https://doi.org/10.2991/978-2- 38476-114-2_102
179 Whitley, J., & Hollweck, T. (2020). Inclusion and equity in education: Current policy reform in Nova Scotia, Canada. Prospects, 49(3–4), 297–312. https://doi.org/10.1007/s11125-020-09503-z Winarni, R., Slamet, S. Y., & Syawaludin, A. (2022). Indonesian textbook based on character education through active learning for the elementary school students. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 6(1), 39–47. https://doi.org/10.23887/jisd.v6i1.43470 Yamamoto, T., & Moriwaki, K. (2019). Japanese systems to support inclusive education for children requiring medical care, current status of such support, and related challenges—based on the results of surveys involving departments of education supporting their enrollment in general schools. Children, 6(3). https://doi.org/10.3390/children6030039 Yılm[z, R. K., & Y_a[n_b, E. (2021). Wbo [n^ bow ^o I cn]lu^_? A ][s_ stu^y on t_[]b_rs’ cn]luscv_ _^u][tcon practices. International Journal of Progressive Education, 17, 2021. https://doi.org/10.29329/ijpe.2020.332.25 Yuliawati, Permana, J., & Lasmawan, I. W. (2023). Issues and problems of implementing inclusive education policies in elementary schools. MIMBAR PGSD Undiksha, 11(2), 184–190. https://doi.org/10.23887/jjpgsd.v11i2.56550 Yusoff, W., Mazwati, W., Preece, A. S., & Hamzah, L. M. (2018). Stu^_nts’ _xp_rc_n]_s cn t_[]bcna [n^ l_[rncna csl[mc] education using philosophical inquiry method. Journal of Education and Learning (EduLearn), 12(2), 266–274. https://doi.org/10.11591/edulearn.v12i2.9492
180 Yusuf, M., Choiri, S., & Supratiwi, M. (2020). Evaluation of inclusive education policies at the level of primary and secondary education in Indonesia (Vol. 4, Issue 2). Yusuf, M., & Indrianti, Y. (2019). Proceeding of 2nd international conference of arts language and culture inclusive education management model to improve principal and teacher performance in primary schools. Zagona, A. L., Kurth, J. A., & M[]F[rl[n^, S. Z. C. (2017). T_[]b_rs’ views of their preparation for inclusive education and collaboration. Teacher Education and Special Education, 40(3), 163–178. https://doi.org/10.1177/0888406417692969 Zein, Y. A., Rohman, A., Nurvianti, D., & Law, S. (2020). The fulfilment of the right to education for persons with disabilities: a challenge in a border area. Review, 4. https://doi.org/10.28946/slrev.Vol4.Iss2
181 Glosarium Disabilitas : Kondisi yang membatasi aktivitas atau partisipasi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Difabel : Differently abled, yaitu orang yang melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Anak Berkebutuhan Khusus : Anak dengan kebutuhan khusus dalam pendidikan karena disabilitas atau bakat istimewa. Model Individu : Pendekatan yang menekankan peran individu dalam mengatasi disabilitas. Medical Model : Pendekatan yang fokus pada pengobatan dan pemulihan kondisi medis yang menyebabkan disabilitas. Social Model : Pendekatan yang menekankan peran masyarakat dalam menciptakan hambatan bagi penyandang disabilitas. Post-Social Model : Pendekatan yang menggabungkan elemen-elemen model sosial dan individual. Functional Model : Pendekatan yang menilai kemampuan dan fungsi individu
182 dalam lingkungan tertentu. Pendidikan Inklusif : Sistem pendidikan yang mengintegrasikan semua siswa, termasuk mereka dengan disabilitas, ke dalam lingkungan pembelajaran yang sama. Pengarusutamaan (Mainstreaming) : Integrasi siswa dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas umum. Fauxclusion: : Penerimaan palsu di dalam sistem pendidikan inklusif. Ableism : Diskriminasi atau sikap merendahkan terhadap penyandang disabilitas. The Concept of Equity : Prinsip kesetaraan dalam memberikan hak dan peluang kepada semua individu. The Dilemma of Difference : Tantangan dalam mengatasi perbedaan dan keberagaman dalam konteks inklusif. Inclusive Language : Penggunaan bahasa yang menghormati dan merangkul keberagaman. Konsep Perbedaan Individu : Pengakuan dan penghormatan terhadap keunikan setiap individu. Konsep Pendidikan Inklusif Radikal : Pendekatan yang mencakup perubahan mendasar dan pendekatan yang lebih moderat
183 dan Moderat dalam pendidikan inklusif. Segregasi : Pemisahan siswa dengan kebutuhan khusus dari siswa lainnya. Guru yang Kompeten : Pendidik yang memiliki keterampilan dan pemahaman untuk mendukung siswa dengan kebutuhan khusus.
184 Indeks A Ableism, vi, 88, 89, 90, 99, 210 Anak berkebutuhan khusus, 5, 6, 15 D Difabel, 5, 209 Dilema perbedaan, 100 Disabilitas, v, vi, 1, 2, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 17, 18, 23, 27, 38, 45, 47, 50, 65, 66, 116, 117, 121, 122, 124, 126, 127, 128, 129, 145, 206, 207, 209 F Fauxclusion, v, 71, 74, 210 Filosofi pendidikan, vi, 76, 80, 85 Functional model, v, 19, 30 I Identifikasi dan asesmen, vii, 173, 176, 177, 193 Implikasi untuk praktik profesional, 158 K Kesetaraan, i, iii, 80, 95, 111, 112 Ketenagaan, vii, 173, 180, 181, 193, 194 Konsep perbedaan individu, vi, 102, 103, 114 Kriteria calon SPPI, vii, 196, 197 Kurikulum, vii, 58, 78, 134, 156, 173, 178, 179, 193 L Laporan hasil belajar, 184 Lingkungan sekolah, vii, 165
185 M Monitoring dan evaluasi, vii, 196, 200 P Pemberdayaan masyarakat, vii, 191, 192 Pembiayaan, vii, 174, 189, 190, 194 Pendidikan inklusif, iii, 21, 40, 80, 81, 102, 111, 112, 114, 119, 123, 135 Pengarusutamaan, v, 68, 69, 70, 73, 210 Penyandang disabilitas, 4, 15, 20, 23 Peraturan Menteri, vi, 117, 126, 128, 132, 144, 145 Pergeseran filsafat, vi, 76, 77, 86 Pergub DIY, vi, 117, 135, 137, 138, 140, 144, 145 Peserta didik, 175 Post-social model, v, 18, 28 Potret historis PLB, v, 50 Praktik pendidikan inklusif, v, 39 Proses pendirian SPPI, 196, 200 S Sarana dan prasarana pendidikan, vii, 173, 185 Segregasi, vii, 150, 151, 210 Sistem dukungan, vii, 169, 171 Sistem kenaikan kelas, vii, 183 U Universal Declaration of Human Rights, 35, 36, 37, 43
186 TENTANG PENULIS Jamil Suprihatiningrum adalah Associate Professor dalam Pendidikan Sains Inklusif dan staf pengajar di Departemen Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Indonesia. Ia merupakan tim ahli Pusat Layanan Disabilitas (PLD) UIN Sunan Kalijaga pada divisi kurikulum dan pendidikan inklusif. Jamil berkomitmen untuk mempromosikan pendidikan inklusif di kalangan guru, praktisi, dan pembuat kebijakan; meminimalkan ortodoksi pendidikan khusus bagi guru; dan memaksimalkan cara untuk mencapai Education for All (Pendidikan untuk Semua). Kegiatan mengajar, pengalaman, penelitian, dan publikasi di bidang pendidikan inklusif telah membentuk komitmennya untuk mensukseskan pendidikan untuk semua.
187