The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Nama : Suci Ramadhani
NIM : 06131182126013
Kelas : Indralaya
No.Absen : 13

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by suci.ramadhanizainuri3, 2021-12-01 10:45:59

E-Book Belajar dan Pembelajaran

Nama : Suci Ramadhani
NIM : 06131182126013
Kelas : Indralaya
No.Absen : 13

Keywords: Tugas Kuliah Belajar dan Pembelajaran

E-BOOK
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

DISUSUN Oleh :
Suci Ramadhani
06131182126013
Kelas : Indralaya
Dosen Pengampu:
Dra Hasmalena M.pd.
Dr Makmum Raharjo M.sn.
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021

1

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatulahi wabarakatuh, Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya
kepada-nya lah kami memuji dan hanya kepada-nya ah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat
serta salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliaulah yang
bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan. Dengan pertolongan-nya, kami dapat
menyelesaikan E-Book tentang satu semester ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra.Hasmalena M.pd dan bapak Dr.Makmum Raharjo S.Sn
M.Sn., selaku dosen mata kuliah belajar dan pembelajaran, yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Terimakasih juga kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan E-Book ini masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dan
kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat berharap
adanya kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami dan pembaca. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini terkait
penulisan kami memohon maaf. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, 22 November 2021
Penulis
Suci Ramadhani

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2
3
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..................................................... 4
Bab 1 1o
16
Konsep Belajar dan Pembelajaran………………………………………………………………………………………………. 26
Bab 2 32
35
Konsep Minat Belajar…………………………………………………………………………………………………………………. 40
Bab 3 48
69
Teori Belajar Behavioristik………………………………………………………………………………………………………….. 77
Bab 4 84
98
Teori Belajar Kognitif………………………………………………………………………………………………………………….. 112
Bab 5 120

Teori Belajar Sosial………………………………………………………………………………………………………………………
Bab 6

Teori Dasar Konstruktivisme……………………………………………………………………………………………………….
Bab 7

Pendidikan Tingkat Sekolah Dasar……………………………………………………………………………………………….
Bab 8

Prinsip Pembelajaran di Sekolah Dasar……………………………………………………………………………………….
Bab 9

Ilmu Pengetahuan Alam………………………………………………………………………………………………………………
Bab 10

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan di Sekolah Dasar………………………………………………………………………
Bab 11

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar……………………………………………………………………………….
Bab 12

Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar…………………………………………………………………………..
Bab 13

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar……………………………………………………………………….
Bab 14

Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di Sekolah Dasar……………………...............................

3

BAB 1
KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. DEFINISI BELAJAR SECARA UMUM
Sebagai mahasiswa atau kaum intelektual, sudah tidak asing dengan yang namanya belajar
dan pembelajaran. Berikut akan kami jelaskan definisi belajar secara umum, yakni :
• Pengertian belajarsecara umum ialah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan
oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara
sesudah belajar dan sebelum belajar.
• Belajar juga didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan di dalam keperibadian
manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan
kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan-kemampuan yang lain.
• Belajar ialah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan.

1. Arti Belajar Menurut KBBI
Pengertian belajar menurut KBBI “Kamus Besar Bahasa Indonesia” ialah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

2. Pengertian Belajar Menurut Para Ahli

Berikut ini akan dibahas pengertian dan definisi belajar menurut pendapat para
ahli diantaranya yaitu:

 Menurut Winkel
Pengertian belajar adalah seluruh kesibukan mental atau psikis yang berjalan di
dalam interaksi aktif di dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan di
dalam pengelolaan pemahaman.

 Menurut Ernest R. Hilgard (1984)
Belajar disimpulkan sebagai proses perbuatan yang dijalankan bersama sengaja,
yang kemudian menyebabkan perubahan, yang keadaannya tidak serupa berasal dari
perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan
kembali kepada suasana semula. Tidak mampu diterapkan pada perubahan akibat suasana
sesaat, layaknya perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

 Menurut Moh. Surya (1981)
Definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dijalankan individu untuk meraih suatu
perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di
dalam interaksinya bersama lingkungan. Kesimpulan yang mampu diambil berasal dari kedua
pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan berasal dari
diri seseorang.

a. Tujuan Belajar Secara Umum

Dalam hal ini seperti yang telah disinggung pada pengertian belajar diatas, tujuan
utama kegiatan belajar ialah untuk memperoleh dan meningkatkan tingkah laku manusia
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap positif dan berbagai kemampuan lainnya.
Menurut Sadirman “2011: 26-28” secara umum ada tiga tujuan belajar yakni:

4

1. Untuk Mendapatkan Pengetahuan

Hasil dari kegiatan belajar dapat ditandai dengan meningakatnya kemamuan
berfikir seseorang. Jadi selain memiliki pengetahuan baru, proses belajar juga akan
membuat kemampuan berfikir seseorang menjadi lebih baik.

Pengetahuan akan meningkatkan kemampuan berpikir seseorang dan begitu juga
sebaliknya kemampuan berpikir akan berskembang melalui ilmu pengetahuan yang dipelajar.
Dengan kata lain pengetahuan dan kemampuan berfikir hal yang tidak dapat dipisahkan.

2. Dengan Menanamkan Konsep Dan Keterampilan

Dalam keterampilan yang dimiliki setiap individu ialah melalui proses belajar.
Penanaman konsep membutuhkan keterampilan, baik itu keterampilan jasmani maupun
rohani.

Dalam hal ini keterampilan jasmani ialah kemampuan individu dalam penampilan
dan gerakan yang dapat diamati, keterampilan ini berhubungan dengan hak teknis
atau pengulangan.

Dan sedangkan keterampilan rohani cenderung lebih kompleks karena bersifat
abstrak. Keterampilan ini berhubungan dengan penghayatan, cara berpikir dan kreativitas
dalam menyelesaikan masalah atau membuat suatu konsep.

3. Dapat Membentuk Sikap

Dalam kegiatan belajar juga dapat membentuk sikap seseorang. Dalam hal ini
pembentukan sikap mental peserta didik akan sangat berhubungan dengan penanaman nilai-
nilai sehingga menumbuhkan kesadaran di dalam dirinya.

Dalam proses menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, seorang
guru harus melakukan pendekatan yang bijak dan hati-hati. Guru harus bisa menjadi contoh
bagi anak didik dan memiliki kecakapan dalam memberikan motivasi dan mengarahkan
berpikir.

b. Ciri-Ciri Belajar

Dalam proses belajar mampu dikenali melalui beberapa karakteristiknya. Mengacu
terhadap definisi belajar di atas, tersebut ini adalah beberapa hal yang menggambarkan tanda-
tanda belajar:
• Terjadi perubahan tingkah laku (kognitif, afektif, psikomotor, dan campuran) baik yang
mampu diamati maupun yang tidak mampu diamati secara langsung. • Perubahan tingkah laku
hasil belajar terhadap biasanya akan menetap atau permanen. • Proses belajar biasanya
membutuhkan selagi tidak sebentar dimana hasilnya adalah tingkah laku individu.
• Beberapa perubahan tingkah laku yang tidak terhitung didalam belajar adalah gara gara
adanya hipnosa, proses pertumbuhan, kematangan, hal gaib, mukjizat, penyakit, kerusakan
fisik.
• Proses belajar mampu terjadi didalam hubungan sosial di suatu lingkungan masyarakat
dimana tingkah laku seseorang mampu beralih gara-gara lingkungannya.

c. Jenis-Jenis Belajar

Setidaknya ada delapan style belajar yang dikerjakan oleh manusia. Adapun beberapa
style belajar adalah sebagai berikut:
• Belajar rasional, yakni proses belajar mengfungsikan kekuatan berpikir cocok dengan akal
sehat (logis dan rasional) untuk memecahkan masalah.

5

• Belajar abstrak, yakni proses belajar mengfungsikan bermacam cara berpikir abstrak untuk
memecahkan persoalan yang tidak nyata.
• Belajar keterampilan, yakni proses belajar mengfungsikan kekuatan gerak motorik dengan
otot dan urat syaraf untuk menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. • Belajar sosial, yakni
proses belajar menyadari bermacam persoalan dan cara penyelesaian persoalan tersebut.
Misalnya persoalan keluarga, persahabatan, organisasi, dan lainnya yang terjalin dengan
masyarakat.
• Belajar kebiasaan, yakni proses pembentukan atau perbaikan normalitas ke arah yang lebih
baik agar individu punya sikap dan normalitas yang lebih positif cocok dengan kebutuhan
(kontekstual).
• Belajar pemecahan masalah, yakni belajar berpikir sistematis, teratur, dan detail
atau mengfungsikan bermacam metode ilmiah didalam merampungkan suatu masalah. •
Belajar apresiasi, yakni belajar kekuatan didalam pertimbangkan arti atau nilai suatu objek
agar individu mampu menghormati bermacam objek tertentu.

• Belajar pengetahuan, yakni proses belajar bermacam pengetahuan baru secara terencana
untuk menguasai materi pelajaran melalui kegiatan eksperimen dan investigasi

B. MACAM – MACAM HASIL BELAJAR

Macam macam hasil belajar dibagi menjadi dua jenis yaitu ranah kongnitif dan ranah
afektif. Hal tersebut sesuai dengan definisi yang diutarakan oleh Bloom yang dikutip oleh
Dimyati (2006:26) mengidentifikasi jenis hasil belajar, yakni:

1) Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut:

a) Pengetahuan. Mencapai kemampuan untuk mengingat tentang hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian, dan prinsip.

b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari.

c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode untuk menghadapi masalah
yang nyata dan baru.

d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun program kerja.

f) Evaluasi. Mencakup kemampuan dalam membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu

2) Ranah afektif terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut:

a) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan
memperhatikan hal tersebut.

b) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi
dalam suatu kegiatan.

c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai, mengakui dan menentukan sikap.

d) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan hidup.

e) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai
dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

6

C. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR SISWA

Perubahan yang terjadi itu akibat dari kegiatan belajar. Yang telah dilakukan oleh
individu. Perubahan ini adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar. Jadi, untuk
mendapatkan hasil belajar dalam bentuk ‘perubahan’ harus melalui proses tertentu yang
dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun luar individu.

Adapun pengaruh hasil belajar antara lain:

1. Adanya Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Didalamnyalah anak didik hidup
dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang disebut ekosistem. Interaksi dari kedua
lingkungan yang berbeda tersebut selalu saja terjadi dalam mengisi kehidupan anak didik, yang
keduanya sangat berpengaruh terhadap belajar anak didik.adapun faktor dari lingkungan alamin
dan lingkungan sosial. Lingkungan alami adalah lingkungan tempat
tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya.lingkungan sosial Budaya Tidak
bisa dipungkiri bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Begitu
pula dengan anak didik. Mereka tidak akan terlepas dari interaksi sosial. Sebagai contoh
interaksi di sekolah, baik sesama teman, guru, dan sebagainya.

2. Faktor Instrumental

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakn unsur substansial dalam
pendidikan. Tanpa kurikulum belajar mengajar tidak dapat berlangsung, karena materi yang
akan disampaikan dalam pembelajaran harus direncanakan terlebih dahulu. Dan
perencanaan tersebut termasuk dalam kurikulum, yang mana seorang guru harus mempelajari
dan menjabarkan isi kurikulum kedalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya.
Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Karena guru
harus berusaha semaksimal mungkin untuk ketercapaian kurikulum. Misalkan, jumlah tatap
muka, metode, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan kurikulum.

Adapun progam Setiap sekolah mempunyai program pendidikan yang disusun
untuk dijalankan untuk kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan disekolah
tergantung dengan baik tidaknya program yang dirancang.um diakui dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar anak didik. Salah satu program yang dipandang harus dilakukan adalah
program bimbingan dan penyuluhan. Karena program ini mempunyai andil besar dalam
keberhasilan belajar anak di sekolah.

1. Sarana dan Fasilitas Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung
sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar disekolah. Jumlah ruang kelas pun harus menyesuaikan peserta didik.Selain
fasilitas, sarana pun tidak boleh diabaikan. Misalkan perpustakaan. Lengkap tidaknya buku di
sekolah tersebut akan menentukan hasil belajar anak didik

2. Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Maka, kehadiran guru mutlak didalamnya.
Kalau hanya ada anak didik, tanpa guru tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar disekolah.
Tetapi, harus diperhatikan juga guru yang seperti apa yang bisa menyukseskan belajar anak.
Karena guru haruslah memenuhi syarat-syarat menjadi guru. Dia harus berpengetahuan tinggi,
profesional, paham psikologi anak didik, dan sebagainya. Karena guru yang berkualitas, akan
menentukan kualitas anak didik.

Adapun Faktor Kondisi Fisiologis

1. Keadaan fisik

Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dengan orang
yang sedang sakit atau kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi, ternyata
kemampuan belajarnya dibawah anak-anak yang tercukupi gizinya; mereka akan lekas lelah,
mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran.

2. Kondisi Panca Indra

Tidak kalah penting, kondisi panca indra juga sangat mempengaruhi belajar siswa.
Terutama mata sebagai alat melihat dan telinga sebagai alat mendengar. Karena sebagian besar
anak belajar dengan membaca, mendenggar, dan melakukan observasi dan sebagainya. Jika
panca indra terganggu, ini akan mempengaruhi hasil belajar dan proses belajar anak didik.

7

Adapun faktor Psikologis.

1. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada yang menyuruh.Biasanya, anak yang minat terhadap suatu kegiatan atau hal,
dia cenderung akan lebih cepat memahaminya. Misalkan, jika minatnya di matematika, dia
akan cenderung bernilai tinggi di mata pelajaran tersebut. Maka, tugas seotrang guru harus
menjadi fasilitator yang baik dalam hal ini. Karena akan berdampak dalam proses dan hasil
belajar siswa.

2. Kecerdasan Tingkat kecerdasan diakui sangat menentukan keberhasilan belajar anak
didik. Karena anak didik yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi umumnya mudah
belajar dan hasilnya pun cenderung baik, begitu sebaliknya.Berbagai hasil penelitian telah
menunjukkan hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar anak didik. Dijelaskan dari IQ,
sekitas 25% hasil belajar disekolah dapat dijelaskan dari IQ, yaitu kecerdasan sebagiman
diukur oleh tes intelegensi. Oleh karena itu, anak yang mempunyai tingkat kecerdasan dari
90-100, cenderung akan menyelesaikan sekolah dasar tanpa kesukaran.

3. Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Jadi, motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar.Mengingat motivasi adalah motor penggerak dalam perbuatan, maka bila
ada anak didik yang kurang memiliki motivasi , diperlukan dorongan dari luar, agar anak
didik mempunyai motivasi belajar. Karena ketika motivasi belajar anak tinggi, akan
menentukan hasil yang dicapai.

4. Kemampuan Kognitif Dalam dunia pendidikan, ada tiga tujuan untama yang arus
dicapai. Yaitu, kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif adalah kemampuan yang selalu
dituntut untuk dikuasai anak didik, karena menjadi dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan.Adapun tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan penguasaan
kemampuan kognitif adalah, persepsi, mengingat, dan berfikir. Adapun persepsi adalah
proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Melalui
inilah, manusia terus melakukan hubungan dengan lingkungan. Sedangkan mengingat
adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya dari masa
lampau atau berasal dari pesan-pesan dari masa lampau.

D. PENGERTIAN PEMBELAJARAN

Pengertian pembelajaran ;yaitu proses interaksi peserta didik& Sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang di perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran,dan tabi'at,serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik.

Istilah pembelajaran (intruction) bermakna sebagai"Upaya untuk membelanjarkan
seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya" (Effrot)dan berbagai
strategi,metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan
dengan demikian makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar
antara lain dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan seseorang untuk belajar

F. KONSEP PEMBELAJARAN

Dalam pembelajaran,Guru mempunyai tugas-tugas pokok antara lain bahwa ia harus
mampu dan cakap merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi,dan membimbing,dalam
kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran dapat diartikan,Tahap proses seorang pelajar untuk mendapatkan sebuah
tujuan yang mencakup penambahan ilmu, penambahan wawasan,serta membaiki sikap/akhlak
dan hal-hal bermanfaat lainny untuk si pelajar tersebut.Untuk mencapai sebuah tujuan
haruslah bertahap dalam metode proses pembelajaran, seperti contoh dosen/guru yang
memberikan pelajaran ke anak-anak didik

Langkah-langkah dalam mendidik itulah yang dinamakan proses pembelajaran.

8

Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan sekolah dikarenakan Sekolah adalah
sebuah proses mengajar dan belajar
Jadi secara singkat pembelajaran diciptakan seseorang guru/seorang pendidik yang
berbentuk sebuah proses untuk mendidik siswa agar bertujuan Mempercerdas , memperoleh
ilmu yang bermanfaat baik berguna untuk diri sendiri atau orang lain

9

BAB 2

KONSEP MINAT BELAJAR

A. KONSEP MINAT BELAJAR

Pada setiap orang, minat berperan sangat penting dalam kehidupannya.Minat mempunyai dampak
yang besar atas perilaku dan sikap orang tersebut. Didalam belajarpun minat dapat menjadi sumber
motivasi yang kuat dalam mendorong seseorang untuk belajar. Secara garis besar, minat memiliki
dua pengertian, Pertama, usaha dan kemauan untuk mempelajari (Learning) dan mencari sesuatu,
Kedua merupakan dorongan pribadi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.

Pengertian minat menurut bahasa (Etimologi), ialah usaha dan kemauan untuk mempelajarai
(learning) dan mencari sesuatu. Secara (Terminologi),minat adalah keinginan, kesukaan dan
kemauan terhadap sesuatu hal. Minatmengandung unsur-unsur yang terdiri dari kognisi (mengenal),
emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Unsur kognisi, dalam arti minat itu didahului oleh
pengetahuan dan informasi mengenai objek yang dituju oleh minat tersebut. Unsur emosi karena
dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (perasaan senang)
sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut yaitu yang diwujudkan
dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan,termasuk kegiatan yang
diselenggarakan oleh sekolah. Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan
beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu
secara konsisten dengan rasa senang. Dari beberapa pengertian di atas dapat diuraikan bahwa minat
adalah kecenderungan tertarik pada sesuatu yang relatif tetap untuk lebih memperhatikan dan
mengingat secara terus – menerus yang diikuti rasa senang untuk memperoleh suatu kepuasan2

dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi
belajar memiliki arti ”berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertin
bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk
mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya
mendapatkan ilmu atau kepandaian yang sebelum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu.

B. MACAM-MACAM DAN CIRI MINAT

Minat memegang peranan penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga minat dapat
digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain berdasarkan timbulnya minat dan berdasarkan
arahnya minat.

1. Berdasarkan timbulnya
Minat dapat dibedakan menjadi dua macam antara lain:
a. Minat Primitif
adalah minat yang timbul karena kebutuhan biologis atau jaringan-jaringan tubuh, misalnya
kebutuhan akan makanan, perasaan enak dan nyaman, kebebasan beraktivitas serta seks
b. Minat Kultural atau sosial
adalah minat yang timbulnya karena proses belajar, minat ini tidak secara langsung
berhubungan dengan diri kita. Misalnya minat belajar individu punya pengalaman bahwa
masyarakat atau lingkungan akan lebih menghargai orang-orang terpelajar dan pendidikan
tinggi,sehingga hal ini akan menimbulkan minat individu untuk belajar dan berprestasi agar
mendapat penghargaan dari lingkungan, hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi
harga dirinya.

2. Berdasarkan arahnya,
Minat dapat dibedakan menjadi dua macam antara lain:
a. Minat Intrinsik
adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktivitas itu sendiri, ini merupakan minat
yang lebih mendasr atau minat asli. Misalnya seseorang belajar karena memang pada ilmu

10

pengetahuan atau karena memang senang membaca, bukan karena ingin mendapatkan pujian
atau penghargaan.
b. Minat Ekstrinsik
adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuannya
sudah tercapai ada kemungkinan minat tersebut hilang. Misalnya seseorang yang belajar
dengan tujuan agar menjadi juara kelas atau lulus ujian.

3. Berdasarkan cara mengungkapkan
Minatdapat dibedakan menjadi empat macam,terdiri atas:
a. Expressed interest
adalah minat yang diungkapkan dengan cara meminta kepada subjek untuk menyatakan atau
menuliskan kegiatan-kegiatan baik yang berupa tugas maupun bukan tugas dengan perasaan
senang.
b. Manifest interest
adalah minat yang diungkapkan dengan cara mengobservasi secara langsung terhadap
aktivitas-aktivitas yang dilakukan subjek
c. Tested interest
adalah minat yang diungkapkan cara menyimpulkan dari hasil jawaban tes objektif yang
diberikan.
d. Inventoried interest
adalah mina tyang diungkapkan dengan menggunakan alat-alat yang sudah
distandardisasikan.

Dr. Med. Metasari dalam buku ”Perkembangan Anak”, menyebutkan ada beberapa ciri minat pada
seorang anak, diantara sebagai berikut:

1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkenbangan fisik dan mental.

2. Minat bergantung pada kesiapan belajar.

3. Minat bergantung pada kesempatanbelajar.

4. Perkembangan minat terbatas.

5. Minat dipengaruhi oleh pengaruh budaya.

6. Minat berbobot emosional.

7. Minat itu Egosentrik

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu sebagai berikut:

1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental.
Minat di semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu
pertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai, minat menjadi lebih stabil. Anak yang
berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada teman sebayanya. Anak yang lambat
matang akan menghadapi masalah sosial karena minat mereka minat anak, sedangkan minat
teman sebayanya minat remaja.

2. Minat bergantung pada kesiapan belajar
Anak-anak tidak dapat mempunyai minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental,
sebagai contoh : mereka tidak dapat mempunyai minat yang sungguhsungguh untuk
permainan bola sampai mereka memiliki kekuatan dan koordinasi otot yang diperlukan
untuk permainan tersebut.

3. Minat bergantung pada kesempatanbelajar
Kesempatan untuk belajar bergantungpada lingkungan dan minat, bahkan anak-anak maupun
dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak.Karena lingkungan anak kecil sebagian
besar terbatas pada rumah, minat mereka “tumbuh dari rumah”. Dengan bertambah luasnya
lingkaran social mereka menjadi tertarik pada minat orang di luar rumah yang mulai mereka
kenal.

11

4. Perkembangan minat terbatas
Ketidak mampuan fisik dan mental sertapengalaman yang terbatas membatasi minat anak.
Anak yang cacat fisik misalnya, tidak mungkin mempunyai minat yang sama pada olah raga
seperti teman sebaya yang perkembangann fisiknya normal.

5. Minat dipengaruhi oleh pengaruh budaya
Anak-anak mendapat kesempatan dari orang tua, guru dan orang lain untuk belajar mengenai
apa saja yang oleh kelompok budaya yang mereka dianggap minat yang sesuai dan mereka
tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka oleh
kelompok budaya mereka

6. Minat berbobot emosional
Bobot emosional, aspek efektif, dari minat menentukan kekuatannya. Bobot emosional yang
tidak menyenangkan melemahkan minat bobot emosional yang menyenangkan memperkuat.

7. Minat itu Egosentrik.
Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris, misalnya : minat anak lakilaki pada
matematika, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian dibidang matematika di
sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan
bergengsi di dunia usaha.

Selain beberapa ciri minat di atas, di dalam buku ”Belajar dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya”, Slameto menambahkan bahwa ciri seseorang mempunyai minat terdiri atas
sebagai berikut:

1. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih
menyukai suatu hal dari pada yang lain.

2. Siswa yang memiliki minat terhadap suatu subjek tertenu cenderung untuk memberikan
perhatian yang lebih besdar terhadap subjek tersebut.

3. Minat dapat dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.

C. FUNGSI MINAT DALAM BELAJAR

Menurut Sabri (2007: 85), minat dalam belajar memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai kekuatan yang akan mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang minat kepada suatu
pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar

2. Pendorong siswa untuk berbuat dalam mencapai tujuan

3. Penentu arah perbuatan siswa yakni kearah tujua yang hendak dicapai

4. Penseleksi perbuatan, sehingga perbuatan siswa yang mempunyai minat akan senantiasa selektif
dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.

D. PENGARUH MINAT TERHADAP KEGIATAN BELAJAR SISWA

Minat siswa terhadap pelajaran merupakan kekuatan yang akan mendorong siswa untuk belajar.
Siswa yang berminat (sikapnya senang) terhadap suatu pelajaran akan tampak terdorong terus untuk
tekun belajar, berbeda sekali dengan siswa yang sikapnya hanya menerima kepada pelajaran.
Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisa terus tekun karena tidak memiliki
faktor pendorongnya.

Minat juga sebagai salah satu faktor internal mempunyai peranan dalam menunjang prestasi belajar
siswa, siswa yang tidak berminat terhadap bahan pelajaran akan menunjukkan sikap yang kurang
simpatik, malas dan tidak bergairah mengikuti proses belajar mengajar.

Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi
tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan

12

memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih
giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan (Syah, 2010: 152).
Sulastri (2009: 51) berpendapat bahwa “prestasi adalah suatu hasil dari apa yang telah diusahakan
dengan menggunakan daya atau kekuatan”. Sehingga,untuk meraih prestasi pada suatu bidang
sangatlah diperlukan daya pendorong yang kuat agar siswa tetap semangat saat berusaha meraihnya
dan salah satu daya pendorong tersebut adalah minat. Beberapa indikator yang dapat kita amati saat
siswa sedang memiliki minat pada suatu pelajaran, antara lain:

- mengikuti pelajaran pada jadwalnya

- hadir tepat waktu, tidak ingin terlambat saat belajar

- membawa peralatan belajar dengan lengkap, alat tulis, buku cetak dan buku catatan

- mencatat materi pelajaran dengan lengkap

- memperhatikan dengan seksama jika guru menerangkan

- memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terlihat dari antusiasnya saat mengikuti pelajaran dan bertanya

- menjawab pertanyaan dengan mudah

- mengerjakan latihan dan tugas dengan semangat

- sedih apabila guru terlambat masuk mengajar atau tidak masuk

- memperkaya bahan dengan meminjam buku terkait pelajaran di perpustakaan

- selalu membaca bahan pelajaran walau diluar jadwal pelajaran

E.PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN

Seseorang akan berhasil dalam belajar, jika pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar
(Sardiman, 2012). Begitu pentingnya minat belajar ini,maka guru perlu mewujudkan suasana
pembelajaran yang dapat merangsang minat siswa (Uno dan Muhammad, 2011). Oleh sebab itu,
guru perlu merancang sebuah pembelajaran yang menarik,menyenangkan serta dapat mengaitkan
pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga pelajaran menjadi bermakna dan terasa
manfaatnya oleh siswa, semua itu dilakukan demi memunculkan minat siswa terhadap pelajaran
yang akan dipelajarinya dengan harapan mampu meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa.

Minat merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar. Minat yang dapat menunjang
belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran dan kepada guru yang mengajarnya. Apabila
siswa tidak berminat kepada bahan/mata pelajaran juga kepada gurunya, maka siswa tidak akan mau
belajar. Oleh karena itu, guru harus memberi motivasi agar siswa mau belajar dan memperhatikan
pelajaran. Guru perlu sekali mengenal minat-minat muridnya,karena itu penting bagi guru untuk
memilih bahan pelajaran, merencanakan pengalaman-pengalaman belajar, menuntun mereka ke arah
pengetahuan, dan untuk mendorong motivasi belajar mereka (Hamalik, 2008: 105).

Hal yang harus dimiliki oleh seorang guru sebelum meningkatkan minat siswa adalah meningkatkan
minat dan antusias pada diri guru itu sendiri. Menurut Hamalik (2008: 164), motivasi itu mudah
sekali menjalar atau tersebar kepada orang lain. Guru yang berminat tinggi dan antusias akan
menghasilkan muridmurid yang juga berminat tinggi dan antusias pula. Demikian pula dengan
murid yang antusias akan mendorong motivasi murid-murid lainnya.

13

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA

Beberapa faktor dapat menjadi penyebab meningkat atau menurunnya minat siswa terhadap
pelajaran tertentuSiswa yang berminat (sikapnya senang) terhadap suatu pelajaran akan tampak
terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda sekali dengan siswa yang sikapnya

hanya menerima kepada pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisa
terus tekun karena tidak memiliki faktor pendorongnya.

Minat juga sebagai salah satu faktor internal mempunyai peranan dalam menunjang prestasi belajar
siswa, siswa yang tidak berminat terhadap bahan pelajaran akan menunjukkan sikap yang kurang
simpatik, malas dan tidak bergairah mengikuti proses belajar mengajar.

Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang- bidang studi
tertent, diantaranya adalah:

1. Persepsi siswa terhadap pelajaran

Persepsi yang salah terhadap pelajaran akan membuat siswa malas untuk mempelajari suatu materi
pelajaran. Sebagai contoh: pandangan siswa terhadap pelajaran matematika

sebagai mata pelajaran yang sulit, atau pelajaran IPS merupakan pelajaran yang membosankan
tentunya akan menyebabkan siswa menjadi malas untuk mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut.
Sebaliknya, persepsi positif terhadap suatu pelajaran dengan menganggap pelajaran tertentu sebagai
pelajaran yang mengasyikkan dan menantang akan membuat siswa menjadi bersemangat untuk lebih
giat belajar.

2. Kondisi Fisik dan Psikis siswa

Kondisi fisik atau jasmani siswa saat mengikuti pembelajaran sangat berpengaruh terhadap minat
dan aktivitas belajarnya. Faktor kesehatan badan, seperti kesehatan yang prima dan tidak dalam
keadaan sakit atau lelah, akan sangat membantu dalam memusatkan perhatian terhadap
pelajaran.Tidak hanya kesehatan fisik, namun juga psikis. Banyaknya beban pikiran dan masalah
yang dihadapi oleh siswa akan sangat mengganggu konsentrasi dan perhatian siswa saat mengikuti
pembelajaran. Apalagi pada beberapa pelajaran yang memerlukan kegiatan mental yang tinggi dan
menuntut banyak perhatian dengan pikiran yang jernih.

3. Hubungan Guru dan Murid

Minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran dan kepada guru
yang mengajarnya (Sabri, 2007: 84). Apabila siswa tidak berminat kepada bahan/mata pelajaran
atau juga kepada gurunya, maka siswa tidak akan bersemangat belajar. Hubungan yang positif
antara siswa dan guru akan sangat menentukan kelancaran komunikasi diantara keduanya. Saat
siswa tidak menyukai guru tertentu, secara tidak langsung siswa juga tidak akan menyukai pelajaran
yang disampaikan oleh guru tersebut. Sebaliknya saat siswa menyukai guru tertentu, juga akan
membuat siswa tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru saat belajar dikelas.

4. Metode dan Gaya Mengajar Guru

Suasana belajar yang ditampilkan oleh guru saat mengajar akan mempengaruhi mood peserta didik.
Suasana monoton dan membosankan akan membuat siswa tidak bersemangat mengikuti
pembelejaran, sebaliknya suasanya yang menarik, menyenangkan dan bergairah akan meningkatkan
aktifitas dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Kartawidjaja (1987:
185),perasaan senang akan menimbulkan sikap positif dan akan menumbuhkan minat, sebaliknya
perasaan tidak senang akan menimbulkan sikap negatif dan tidak menumbuhkan minat.

5. Keterkaitan Materi Pelajaran dengan Kehidupan Siswa

Selain hal-hal yang menarik dan menyenangkan, minat juga berhubungan dengan kepentingan atau
kebutuhan seseorang terhadap sesuatu. Oleh sebab itu, keterkaitan materi pelajaran terhadap

14

kebutuhan dan kehidupan sehari-hari siswa akan mempengaruhi perhatian dan minat siswa untuk
mempelajarinya. Setiap guru hendaklah mampu membawa pelajaran yang diajarkan dekat dengan
kehidupan sehari-hari dengan menggunakan contoh nyata dalam kehidupan. Dapat juga guru
menggunakan fenomena kehidupan yang ada, kemudian membahasnya dari sudut pandang pelajaran
yang akan dipelajari.
6. Reinforcement (penguatan)
Setiap orang selalu membutuhkan dorongan dan penguatan untuk terus berprestasi. Minat dan
motivasi bisa saja menurun pada kondisi-kondisi tertentu. Kemampuan seorang guru dalam
memberikan penguatan saat motivasi siswa menurun akan mempengaruhi “stamina” siswa untuk
terus berusaha dan berprestasi. Sebaliknya, prestasi sekecil apapun perlu diberikan apresiasi yang
positif sebagai bentuk penghargaan atas usaha yang telah dilakukan oleh peserta didik. Setiap siswa
memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, dengan demikian
kemajuan belajar siswa pun akan berbeda-beda. Apresiasi terhadap kemajuan belajar setiap siswa
walaupun terjadi sedikit kemajuan, akan memperbesar energi motivasi dalam diri siswa untuk
semakin meningkatkan prestasi belajarnya.

15

BAB 3

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIC

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, siswa belum dapat berhitung perkalian.
Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak
tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.

Teori ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang
dapat meemperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement), maka
respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement),
maka respon pun akan tetap dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus, yang
penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya
respon yang positif. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap (tidak berubah) sehingga teori behavioristik dianggap
masih relevan.

1. Prinsip Teori Belajar Behavioristik

1. Apabila seseorang sudah mampu menunjukkan perubahan perilaku, maka dikatakan sudah
belajar. Artinya, kegiatan belajar yang tidak membawa perubahan perilaku tidak dianggap belajar
menurut teori ini.

2. Hal yang paling penting pada teori ini adalah stimulus dan respon karena bisa diamati. Hal-hal
selain stimulus dan respon tidak dianggap penting karena tidak bisa diamati.

3. Adanya penguatan (reinforcement), yaitu hal-hal yang bisa memperkuat respon. Penguatan bisa
berupa penguatan positif dan negatif.

Teori belajar ini mencakup, antara lain:

1. Ketetapan Kesiapan
Hukum kesiapan berarti bahwa kegiatan pembelajaran akan memberikan hasil yang
diinginkan jika ada kesiapan, baik kesiapan oleh pendidik maupun peserta didik.

2. Ketetapan Latihan
Hukum latihan memiliki arti bahwa semakin banyak latihan, semakin besar peluang untuk
berhasil. Artinya, kegiatan pembelajaran akan berhasil jika peserta didik dibiasakan untuk
latihan secara kontinu dan terukur.

3. Ketetapan efek
Hukum efek berarti bahwa efek yang dirasakan oleh peserta didik setelah belajar akan
memotivasi dirinya untuk terus belajar. Contohnya, seorang peserta didik mendapatkan
hadiah berupa buku paket Matematika karena berhasil mendapatkan nilai sempurna di ujian
tulis Matematika. Efek yang dirasakan adalah bangga dan bahagia. Efek itu diharapkan bisa
memotivasi peserta didik tersebut untuk terus belajar.

4. Ketetapan Sikap
Ketetapan sikap berarti sikap yang terbentuk setelah melakukan pembelajaran. Perubahan
sikap dipengaruhi oleh hal-hal yang ia dapatkan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

16

3. Ciri-ciri Teori Belajar Behaviostik

1. Mengutamakan pengaruh lingkungan.

2. Hasil pembelajaran fokus pada terbentuknya perilaku yang diinginkan.

3. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon.

4. Bersifat mekanistis atau dilakukan dengan mekanis tertentu, misalnya meminta maaf.

5. Menganggap latihan itu adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran.

B. Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike

Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa
saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan/tindakan. Thorndike dalam
teori belajarnya mengungkapkan bahwa setiap tingkah laku makhluk hidup itu merupakan hubungan
antara stimulus dan respon. Teori Thorndike ini disebut dengan Teori Connectionisme. Belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dengan adanya stimulus
diharapkan akan timbul respon yang maksimal. Teori ini sering juga disebut dengan teori ‘trial and
error’. Dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-
banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam belajar. Adapun
cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan secara berulang. Menurut
Thorndike teori ‘trial dan error’ berlaku bagi semua orang dan apabila seseorang dihadapkan dengan
keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis akan memberikan respon atau tindakan-
tindakan yang bersifat coba-coba atau bisa juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap
stimulus itu pasti ditemui respon. Jadi dalam teori ini pengulangan-pengulangan respon atau
tindakan dalam menanggapi stimulus atau stimulus baru itu sangat penting sehingga seseorang atau
organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus-menerus agar lebih
tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap stimulus.

1. Ketetapan Pokok Belajar Menurut Thorndike

a) Ketetapan Kesiapan (Law of readiness)

Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian memiliki keadaan yang baik dan
persiapan, baik fisik maupun psikis. Siap fisik artinya seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang
bisa mengganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah seseorang yang
jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan lain-lain. Di samping seseorang harus siap fisik
dan psikis, seseorang juga harus memiliki kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta
kecakapan-kecakapan yang mendasarinya. Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang menunjukkan
berlakunya hukum ini, yaitu:

a. Bila pada organisme memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, dan bila organisme itu
dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.

b. Bila pada organisme ada kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, dan organisme tersebut tidak
dapat melaksanakan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.

c. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa untuk
melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.

17

Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep penting dari teori
belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan transfer of training. Konsep ini
menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal
lain di masa yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training merupakan
hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajari tidak
akan bermakna.

b) Ketetapan Latihan (Law of Exercise)

Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan guna merespon suatu stimulus maka
seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang, adapun latihan atau
pengulangan perilaku yang cocok dan telah ditemukan dalam belajar, maka ini merupakan bentuk
peningkatan eksistensi dari perilaku yang cocok tersebut (Law of Use). Dalam suatu teknik agar
seseorang dapat mentransfer pesan yang telah ia dapat dari sort time memory ke long time memory
ini dibutuhkan pengulangan sebanyak- banyaknya dengan harapan pesan yang telah didapat tidak
mudah hilang dari benaknya.

c) Ketetapan Akibat (Law of Effect)

Ketetapan akibat Thorndike mengemukakan jika suatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang
memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan tindakan itu diulangi dalam situasi yang mirip akan
meningkat. Akan tetapi, bila suatu perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan
dalam lingkungan, kemungkinan perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi konsekuensi perilaku
seseorang pada suatu waktu memegang peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu
selanjutnya. Menurut Thorndike yang lebih memegang peranan adalah pemberian reward sehingga
inilah yang lebih dianjurkan. Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena
dalam hokum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana di sini terjadi hubungan antara tingkah
laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi, dan tingkah laku tersebut
mendatangkan hasilnya (effect).

2. Implikasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran

Implikasi teori belajar thorndike dalam proses pembelajaran baik digunakan disetiap jenjang
pendidikan, mulai dari jenjang pedidikan awal hingga lanjut. Konsep yang diterapkan dalam teori
belajar Thorndike yaitu konsep mencoba dan mengulang, dimana siswa mencoba berlatih soal
secara berulang-ulang. Prinsip dalam teori belajar Thorndike adalah siswa mampu memecahkan
masalah. Penerapan teori belajar Thorndike bisa digunakan tidak hanya di sekolah saja, konsep ini
bisa diterapkan di rumah. Dalam pembelajaran di sekolah umumnya, guru mengejar sub bahasan
yang ingin dicapai untuk memenuhi standar kompetensi tanpa memikirkan apakah siswa paham dan
bisa. Oleh karena itu, siswa dapat belajar dirumah dengan menerapkan teori belajar Thorndike
supaya bisa menambah pemahaman.

Dalam penerapan teori belajar Thorndike ada beberapa keunggulan, yaitu:

1. Teori ini sering juga disebut dengan Teori Trial and Error. Dalam teori ini orang bisa menguasai
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya sehingga orang akan terbiasa berpikir dan
terbiasa mengembangkan pikirannya.

2. Sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik tentu akan
memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah,
akan membuat anak didik senantiasa memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.

Tidak hanya keunggulan, dalam teori ini ada beberapa kelemahan yaitu :

1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan
hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu tingkah laku

18

manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi
manusia.

2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang
dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau
ulangan-ulangan yang terus-menerus.

3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak dipandangnya sebagai suatu
yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok dalam
belajar.

C. Teori Belajar Menurut John Broades Watson

John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling
dikenal adalah “Psychology as the Behaviourist View It” (1913). Menurut Watson dalam beberapa
karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang objektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya
kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa psikologi
harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi
harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan tentang tingkah laku yang nyata saja.

1. Teori dan Konsep Behaviorisme dari Watson

Teori belajar S-R (stimulus – respon) yang langsung ini disebut behaviorisme menurut Watson.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai
produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya.
Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud
mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak
baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu
sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari
luar.

Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R, antara lain:

1. Dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang
dirasakannya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada
yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.

2. Rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu. Contoh rangsangan antara lain
adalah bau masakan yang lezat, diskon besar-besaran, dan lain sebagainya.

3. Respons. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut
dengan respons dalam dunia teori belajar ini. Respons ada yang positif, dan ada pula yang
negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap
stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif
adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan.

4. Penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang
sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut
merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi.

Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang
menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa
penguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning
through reinforcemant). Ada satu lagi teori belajar yang masih menganut paham behaviorisme ini
adalah teori belajar sosial dari Bandura.

19

D. Teori Belajar Clark Leonard Hull

Hull mendasarkan teori belajar pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S-R
menggunakan metode matematika, deduktif, dan dapat diuji keabsahannya. Hull menyusun definisi
teori belajar ke dalam beberapa hal yaitu kebutuhan adalah keadaan organisme menyimpang dari
kondisi biologis optimum pada umumnya bertujuan untuk melangsungkan hidupnya, Apabila
kebutuhan organisme muncul maka organisme bertindak memenuhi kebutuhannya. Teori ini dikenal
dengan need reduction theory (reduksi kebutuhan). Teori Hull dikenal adanya drive (pengertian
dorongan) yang didefinisikan sebagai kekosongan ganda organisme sehingga mendorong berbuat
sesuatu. Misalnya dorongan belajar, makan, tidur, dan sebagainya. Dorongan semacam ini disebut
motif, Hull juga mengemukakan reinforcement (penguatan) berupa hadiah, yaitu sesuatu yang dapat
mengurangi ketegangan kebutuhan. Belajar menurut Hull dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu,
respon khusus yang dapat terjadi disebabkan adanya kontigu dengan perkuatan berupa hadiah. Hull
yakin bahwa tingkah laku individu bersumber dari kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup,
sedangkan penguatan merupakan hadiah yang berperan sebagai suatu stimulus yang mampu
mengubah kemungkinan R dan S tertentu yang disertakan kontigu

1. Prinsip-prinsip Teori Belajar Clark

Prinsip-prinsip Utama Teori Belajar Clark Leonard Hull, yaitu :

a. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement
bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.

b. Dalam mempelajari hubungan S-R yang perlu dikaji adalah peranan dari intervening variable atau
yang juga dikenal sebagai unsur O (organisme). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu
yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor Ryang berupa output. Karena
pandangan ini Clark dikritik karena bukan behaviorisme sejati.

c. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori
Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisme.

Prinsip-prinsip Drive Reduction Theory yaitu :

a. Dorongan, merupakan hal yang penting agar terjadi respon (siswa harus memiliki keinginan untuk
belajar).

b. Stimulus dan respons harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan dapat terjadi (siswa
harus mempunyai perhatian).

d. Respons harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif).

e. Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat memenuhi kebutuhan (belajar barus dapat
memenuhi keinginan siswa).

Secara teoritis, kerangka teori Hull berisi postulat-postulat yang dinyatakan dalam bentuk
matematik, yaitu :

a. Organisme memiliki sebuah hierarki kebutuhan yang muncul karena adanya stimulation atau
dorongan.

b. Kebiasaan yang kuat meningkatkan aktivitas yang diasosiakan dengan reinforcement primer
maupun sekunder.

c. Stimulus diasosiasikan dengan penghentian sebuah respons menjadi penghalang yang
dikondisikan.

20

d. Lebih efektif reaksi potensi melampai reaksi minimal kbih pendek terjadinya penundaan respons
(latency respons).

E.Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus- stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.
Hukum kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu respon atas suatu situasi cendrung diulang,
bilamana individu menghadapi suatu kasus yang sama. Kunci teori Guthrie terletak pada prinsip
tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan
jalan mencegah perolehan respon yang baru

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan
menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi
lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon
tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.

Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia
menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi
antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya
terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya
sebagai kejadian yang bersamaan. Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan
mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni
disebabkan oleh gerakan tubuh, antara lain :

1. Hukuman menurut Guthrie

Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Hukuman yang diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang
ada dalam diri siswa. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu
mengubah kebiasaan seseorang. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam
proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie yaitu:

1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.

2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama.

3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. Skinner lebih
percaya mulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan
penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.

2. Dorongan Menurut Guthrie

Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Drives (dorongan) fisiologis merupakan apa
yang oleh Guthrie dikatakan maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga
organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal

21

yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan
hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah.

3. Lupa Menurut Guthrie

Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus.
Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung
menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini
adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses
belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru. Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif
ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan
menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada
intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.

4. Transfer Training Menurut Guthrie

Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita
lakukan nanti. Selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi
ketika nanti kita diuji.

F. Teori Belajar Menurut Burrhusm Frederic Skinner

Teori Burhus Frederic Skinner menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati dengan
mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berpikir pada otak seseorang. Menurut
Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya
akan menimbulkan perubahan tingkah laku.

Skinner memulai penemuan teori belajarnya ini dengan sebuah kepercayaan bahwa prinsip-prinsip
Classic Conditioning (suatu respon diperoleh dari sebuah organisme dengan stimulus yang spesifik
dan dapat diidentifikasi atau ditimbulkan oleh stimuli yang tidak terkondisi. Skinner membuat
eksperimen, yaitu dengan memasukkan seekor tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
“Skinner Box” yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, penampung
makanan. Karena dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus
bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, dan makanan
keluar.

Eksperimen yang dilakukan Skinner terhadap tikus menghasilkan ketetapan belajar, diantaranya:

a. Law Of Operant Conditing yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

b. Law Of Operant Extinction yaitu jika timbulnya peilaku telah diperkuat melalui proses
pengkondisian tidak diiringi stimulus penguat, Maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.

Dalam teori Skinner terdapat 2 macam bentuk penguatan, yaitu:

a) Penguatan Positif

Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan
meningkatnya peilaku siswa dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Contoh penguatan
postif diantaranya adalah pujian yang diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa
gembira pada saat siswa bisa menjawab dengan benar. Penguatan positif akan berbekas pada diri
siswa. Tanggapan yang dihargai akan cenderung diulangi. Mereka yang mendapat pujian setelah
berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan benar biasanya akan berusaha
memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.

22

b) Penguatan Negatif
Penguatan negative adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari respon siswa yang kurang atau
tidak diharapkan. Tanggapan yang memungkinkan terjadinya keadaan untuk meloloskan diri dari
hal yang tidak diinginkan atau ketidaknyamanan cenderung akan diulangi. Penguatan negative itu
dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi.
Aplikasi Teori Skinner terhadap pembelajaran, antara lain:
1.) Bahan yang dipelajari di analisis sampai pada unit-unit secara organis.
2.) Hasil belajar harus segara diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar

diperkuat.
3.) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4.) Materi pelajaran digunakan system modul.
5.) Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6.) Dalam Pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar

tidak adanya hukuman.

G. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
1. Prinsip Teori Belajar Behavior
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.Aliran behavioristik ini
menekankan pada perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Adapun unsur-unsur yang sangat
penting dalam teori behavioristik ini antara lain: (1) Hubungan stimulus respon. (2) Individu atau
siswa pasif. (3) Perilaku sebagai hasil belajar yang tampak. (4) Pembentukan perilaku (shaping)
dengan penataan kondisi secara ketat. (5) Reinforcement dan hukuman.
Menurut Mukinan (1997:23), prinsip teori behavior, antara lain:
1. Belajar adalah perubahan tingkah laku tertentu. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan

belajar jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2. Mementingkan adanya stimulus dan respon. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam

belajar adalah adanya stimulus dan respon, sebab inilah yang dapat diamati, sedangkan apa yang
terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
3. Memerlukan reinforcement. Yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respon, merupakan
faktor penting dalam belajar. Respon semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun
negatif) ditambah.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Teori Behavioristik
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal, seperti:

1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam laporan, kuis, atau tes.

23

2. Sifat Materi Pelajaran

Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan pada teori behavioristic memandang bahwa
pengetahuan adalah objektif, pasif, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi dan teratur, sehingga pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat.

3. Karakteristik Pebelajar (Peserta Didik)

Untuk memaksimalkan tujuan pembelajaran, guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut: (1)
Menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa sebagai subjek yang akan diharapkan
mampu memiliki jumlah kompetensi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi
dasar. (2) Merencanakan materi pembelajsrsn yang akan dibelajarkan oleh guru benar-benar sesuai
dengan yang diharapkan dan kondisi siswa, sehingga guru tidak akan over-estimate dan under-
estimate terhadap siswa.

4. Media Serta Fasilitas Pembelajaran.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku/teks buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan
kembali isi buku/teks wajib tersebut.

3. Implikasi Teori Belajar Behavioristik

Implikasi teori belajar behavioristik terhadap pembelajaran, sebagai berikut:

a. Sistem Pembelajaran Bersifat Otomatis-Mekanis

Dalam hal pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi
dan penguatan dari pendidik. Oleh karena iu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstuktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran. Siswa
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya,
apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir
yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Akibatnya, pebelajar kurang mampu
untuk berkreasi, bereksperimen, dan mengembangkan kemampuannya sendiri.

b. Ketaatan Dipandang Sebagai Penentu Keberhasilan Belajar

Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah
tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-
aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Sehingga sistem kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.

c. Adanya Istilah Hukuman dan Hadiah

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah.

d. Adanya evaluasi.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari

24

kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini
menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam
proses pembelajaran adalah:
(1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
(2) Melakukan analisis pembelajaran.
(3) Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar.
(4) Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
(5) Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dan lain-lain).
(6) Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu).
(7) Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya).
(8) Mengamati dan menganalisis respons pembelajar.

4. Contoh Penerapan Teori Behavioristik
1. Penyelenggaraan Pendidikan Dari Tingkat Dini Hingga Perguruan Tinggi.
Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan dan sebagainya sehingga model yang paling cocok adalah Drill dan Practice,
contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk melatih kebiasaan baik, karena
anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian
dan penghargaan. Sedangkan untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori behavioristik
ini banyak digunakan antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.
2. Berkembang Pada Pembelajaran dengan Powerpoint dan Multimedia.
Dalam pembelajaran dengan powerpoint, pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi
disampaikan dalam bentuk powerpoint yang telah disusun secara rinci. Sementara itu pada
pembelajaran dengan multimedia, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan
pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas,
latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar.

25

BAB 4

TEORI BELAJAR KOGNITIF

A. Pengertian

Kognitif adalah semua aktivitas mental yang membuat suatu individu mampu menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sehingga individu tersebut mendapatkan
pengetahuan setelahnya. Kognitif ini erat sekali dengan tingkat kecerdasan seseorang. Contoh
kognitif bisa ditunjukkan ketika seseorang sedang belajar, membangun sebuah ide, dan memecahkan
masalah.

Pengertian kognitif menurut para ahli

- Menurut Williams dan Susanto, yaitu cara individu bertingkah laku, bertindak, dan cepat
lambatnya individu saat memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

- Menurut Neisser, yaitu perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.

- Menurut Gagne, yaitu proses internal yang terjadi di dalam pusat susunan saraf ketika manusia
sedang berpikir.

- Menurut Drever, yaitu istilah umum yang melingkupi metode pemahaman, yakni persepsi,
penilaian, penalaran, imajinasi, dan penangkapan makna.

- Menurut Piaget, yaitu bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya.

B. Fungsi kognitif

Fungsi kognitif adalah sebuah proses mental dalam menyeleksi, menyimpan, memproses, dan
mengembangkan informasi yang diterima dari stimulasi luar.Terdapat beberapa jenis fungsi kognitif
di otak. Namun perlu diingat, untuk beraktivitas normal, berbagai fungsi tersebut saling
berhubungan satu sama lain, sehingga tidak bisa dipisahkan.

Fungsi kognitif membuat kita mampu memahami dan berinteraksi baik dengan orang lain. Berikut
ini beberapa fungsi kognitif yang perlu Anda tahu:

1. Perhatian

Secara sederhana, perhatian berfungsi untuk menyeleksi rangsangan yang akan jadi focus perhatian
dan diabaikan dalam waktu bersamaan. Secara eksternal, rangsangan bisa ditemukan lewat bau,
suara, dan gambar. Sedangkan dari internal berupa pikiran dan emosi. Rangsangan ini berguna saat
Anda melakukan aktivitas mental atau motorik sehari-hari.

2. Memori atau Daya Ingat

Memori atau ingatan adalah sebuah proses membuat, menandai, menyimpan, dan mengembalikan
lagi sebuah informasi ke dalam otak. Fungsi kognitif ini berhubungan dengan pengertian. Ketika
kita tidak focus memerhatikan sesuatu, maka kita tidak bisa menyimpan, menandai, dan mengingat
hal tersebut.

3. Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif adalah serangkaian proses yang mendukung manusia merencanakan sesuatu,
inisiasi, dan melaksanakan proses. Fungsi ini juga mendukung manusia untuk bisa memecahkan
suatu masalah.

26

4. Kemampuan Berbahasa

Bahasa adalah sebuah alat untuk berkomunikasi. Kendati demikian, bahasa tidak hanya penting
digunakan untuk berkomunikasi tetapi juga berperan untuk menyusun apa yang ada di pikiran
internal manusia.

5. Merasakan dan Mengenali

Fungsi kognitif ini membuat kita mengenali dan membedakan berbagai rangsangan yang kita dapat.
Contohnya, seperti membantu mengenali wajah teman dan keluarga, hingga membedakan berbagai
benda-benda lainnya di sekitar kita.

Perlu diketahui, seiring bertambahnya usia, kemampuan fungsi kognitif seseorang akan menurun
perlahan. Jika fungsi kognitif tidak ditingkatkan dan dijaga, Anda berisiko mengalami kepikunan.

Pikun adalah kondisi kesehatan yang cukup mengganggu di masa tua. Ini karena kondisi ini
membuat kemampuan berinteraksi sosial penderitanya dengan masyarakat jadi menurun

Tingkatkan Fungsi Kognitif untuk Cegah Kepikunan

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah kondisi kepikunan. Beberapa cara berikut ini bisa
Anda lakukan untuk mencegah fungsi kognitif menurun.

1. Menjaga Kesehatan Jantung

Untuk menjaga kesehatan fungsi kognitif, aliran darah ke otak harus tercukupi. Salah satu caranya
yaitu dengan menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Untuk itu, Anda harus mencegah
terjadinya kondisi hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi. Tak lupa, berhenti merokok juga dapat
menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.

2. Meningkatkan Kualitas Tidur

Pastikan bahwa Anda tidur cukup selama tujuh hingga sembilan jam dalam sehari. Hal ini penting
untuk me-reset kembali otak dan menjaga kesehatan mental Anda. Untuk memaksimalkan kualitas
tidur, coba lakukan hal-hal ini: Matikan semua alat elektronik 30-60 menit sebelum tidur. Coba
hilangkan atau jangan memikirkan hal yang membuat Anda khawatir dan cemas. Lakukan meditasi
5-10 menit untuk menenangkan pikiran.

3. Rutin Beraktivitas Fisik Berjalan kaki sekali sehari selama 30 menit, bersepeda, atau berenang
dapat membantu anda untuk menjaga fungsi kognitif otak agar tetap sehat.

4.Makan Makanan Sehat Makan makanan tinggi serat, kaya kandungan asam lemak omega 3,
rendah lemak jenuh, serta sayuran hijau dapat membantu menjaga kesehatan otak. Makanan tersebut
juga bermanfaat untuk mencegah terjadinya kepikunan. Tidak lupa, imbangi dengan buah dan
kacang-kacangan setiap hari agar fungsi kognitif otak tetap terjaga.

5. Perbanyak interaksi sosial

Ketimbang melakukan berbagai aktivitas di media sosial, lebih baik perbanyak interaksi sosial
langsung bersama teman dan kerabat.Hal ini bisa dilakukan dengan cara berbicara dan bertemu
langsung, video call, atau bahkan saling telepon.Ketika bersosialisasi,seperti berdiskusi dan
mendengar, sirkulasi peredaran darah ke bagian otak anda meningkat.Otak jadi bekerja dan
merespon rangsangan tersebut. Secara tak langsung, ini melatih fungsi kognitif otak tetap aktif dan
sehat terjaga.

3. Teori belajar kognitif

Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang mementingkan proses belajar daripada hasilnya.
Teori ini menyatakan bahwa pada proses belajar, seseorang tidak hanya cenderung pada hubungan

27

antara stimulus dan respon, melainkan juga bagaimana perilaku seseorang dalam mencapai tujuan
belajarnya.

Prinsip teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Proses belajar lebih penting daripada hasil.

2. Persepsi dan pemahaman dalam mencapai tujuan belajar menunjukkan tingkah laku seorang
individu.

3. Materi belajar dipisahkan menjadi komponen kecil, lalu dipelajari secara terpisah.

4. Keaktifan peserta didik saat pembelajaran merupakan suatu keharusan.

5. Pada kegiatan belajar, dibutuhkan proses berpikir yang kompleks.

4. Pendekatan teori kognitif

Teori belajar pendekatan kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah
memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan. Dalam
psikologi kognitif, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungannya sebagaimana anggapan behaviorisme, akan tetapi ia dianggap sebagai makhluk yang
berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir/homo sapiens (Yusuf, 1990 : 42).
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia.
Dalam pandangan ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan
tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. Aspek
kognitif ini banyak mempermasalahkan bagaimana orang memperoleh suatu pemahaman akan
dirinya serta lingkungannya, dan bagaimana dengan kesadarannya, ia bertindak terhadap
lingkungannya tersebut. Dalam hal ini pusat perilaku kesadarannya adalah ide di dalam otak, yang
tampak pada perilaku berpikir. Jadi, proses belajar dalam kognitivisme ini tidak lagi dipandang
sebagai pembentukan prilaku yang diperoleh dari pengulangan hubungan S-R (stimulus-respons)
secara kaku, dan adanya penguatan-penguatan, tetapi mencakup fungsi pengalaman perseptual dan
proses kognitif yang meliputi ingatan, lupa, pengolahan informasi dan sebagainya. Karena manusia
merupakan makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya dengan cara berpikir, maka
stimulus-stimulus yang datang dari luar diaturnya, diolah kemudian disesuaikan dengan struktur
kognitif yang dimilikinya sehingga prosesnya menjadi kompleks, dan kemudian terjadilah
perubahan perilaku. Jika menurut behaviorisme belajar itu terjadi sebagai akibat lancarnya
hubungan S-R yang tampak membiasa dalam proses yang bersifat mekanis-otomatis, tanpa
menghiraukan fungsi otak, pada kognitivisme justru belajar itu dari otak. Belajar terjadi secara
internal di dalam otak manusia, yang meliputi persepsi, motivasi, ingatan, lupa dan sebagainya
(Syah, 2002 : 111).

Banyak teori yang menerangkan tentang teori belajar, selain Piaget yang menjelaskan belajar
merupakan perkembangan genetik, Bruner menerangkan lebih lengkap lagi. Menurutnya belajar
kognitif merupakan suatu proses yang sejalan dengan perkembangan tiga tahap, yang meliputi
enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktif menunjukkan seorang anak secara aktif melakukan
kegiatan dalam usahanya memahami lingkungannya. Tahapan kognitif ikonik, menunjukkan bahwa
anak pada masa ini banyak dikuasai oleh simbol-simbol visual, namun belum mampu menerangkan
konsepnya. Sedangkan terakhir, simbolik, menunjukkan seorang anak mulai menggunakan simbol-
simbol lebih banyak dari sebelumnya. Pada tahap ini anak telah memiliki daya imajinasi yang
tinggi, mampu menampak simbol abstrak. Apabila kita belajar tentang teori maka pembahasannya
tidak terlepas dari sistem intruksional. Kedua hal ini erat kaitannya satu sama lain. Komunikasi
intruksional berarti komunikasi dalam bidang instruksional. Dengan demikian, apabila ingin
membicarakan tentang komunikasi instruksional, maka dengan sendirinya kita tidak bisa lepas dari
pembahasan mengenai kata atau istilah instruksional. Kata instruksional berasal dari kata
instruction. Hal ini bisa berarti pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah atau instruksi. Memang

28

terdapat beberapa kemungkinan makna dari instruksional tersebut karena bergantung pada bidang
dan konteks pembahasannya.

Di dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak diartikan perintah, tetapi lebih mendekati kedua
arti yang pertama, yakni pengajaran dan atau pelajaran. Bahkan dapat diartikan pembelajaran. Pada
istilah pengajaran, yang dominan adalah guru, pengajar, atau dosen sebagaimana kata mengajar itu
sendiri datangnya dari pengajar, maka pada pelajaran titik beratnya adalah pada materi atau pesan
yang diajarkan oleh pengajar.

5. Perkembangan teori kognitif

Perkembangan Kognitif Menurut Jean Pieget

Piaget lebih menitik beratkan pembahasannya pada struktur kognitif. Ia meneliti dan menulis subjek
perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi
sebelumnya. Ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan
dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut
penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu serta perubahan umur
sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan. (Laura A. King:152).
Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana anak mengembangkan
konsep dunia di sekitar mereka. ( Loward s. Friedman and Miriam. W. Schustack. 2006: 59). Teori
Piaget sering disebut genetic epistimologi (epistimologi genetik) karena teori ini berusaha melacak
perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic mengacu pada pertumbuhan developmental
bukan warisan biologis (keturunan). (B.R. Hergenhahn & Matthew H. Olson, 2010: 325).

Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang

memberi kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan
ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat
diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu
akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui

pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang
harus di akomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur
kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus-menerus. Tetapi
menurut Piaget, ini adalah proses yang lambat, karena skemata baru itu selalu berkembang dari
skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini, pertumbuhan intelektual yang dimulai
dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana
anak mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengeksplorasi
kemungkinan akibatnya. Interiorisasi menghasilkan perkembangan operasi yang membebaskan anak
dari kebutuhan untuk berhadapan langsung dengan lingkungan karena dalam hal ini anak sudah
mampu melakukan manipulasi simbolis. Perkembangan operasi (tindakan yang diinteriorisasikan)
memberi anak cara yang kompleks untuk menangani lingkungan, dan oleh karenanya, anak mampu
melakukan tindakan intelektual yang lebih kompleks. Karena struktur kognitif anak lebih
terartikulasikan. Demikian pula lingkungan fisik anak, jadi dapat dikatakan bahwa struktur kognitif
anak mengkonstruksi lingkungan fisik. ( B.R. Hergenhahn and Matthew H. Olson, 2010:325)

6. Level teori kognitif

Kata kerja operasional yang digunakan untuk mengelompokkan soal-soal sesuai level kognitif
adalah sebagai berikut (Agung,Widiana, & Tresnayanti, 2017):

a. Mengingat (C1)

KKO pada level mengingat meliputi menemukan, mengingat kembali, membaca,menyebutkan,
melafalkan, menghafal,menyusun daftar, menggarisbawahi,menjodohkan, memilih, memberi
definisi,serta menyatakan.

29

b. Memahami (C2)

Kata kerja operasional pada ranah memahami meliputi: menjelaskan, mengartikan,
menginterpretasikan, menceritakan,menampilkan, memberi contoh, merangkum,menyimpulkan,
membandingkan, mengklasifikasikan, menunjukkan, menguraikan, membedakan menyadur,
meramalkan, memperkirakan, menerangkan, dan menggantikan.

c. Menerapkan (C3)

Kata kerja operasional pada ranah mengaplikasikan atau menerapkan adalah melaksanakan,
menggunakan, mengonsepkan, mengimplementasikan, menentukan, mendemonstrasikan,
memproseskan, menghitung, menghubungkan, melakukan, membuktikan, menghasilkan,
memperagakan, melengkapi, menyesuaikan, serta menemukan.

d. Menganalisis (C4)

Kata kerja operasional pada ranah menganalisis di antaranya adalah: mendiferensiasikan,
mengaitkan, mengorganisasikan, mengatribusikan, menelaah, mendiagnosis, merinci, menguraikan,
mendeteksi, memecahkan, memisahkan, menyeleksi, memilih, membandingkan, mempertentangkan,
menguraikan, serta menemukan.

e. Mengevaluasi (C5)

Kata kerja operasional pada ranah mengevaluasi (C5) adalah: mengecek, mengkritik, membuktikan,
mempertahankan, memvalidasi, mendukung, memproyeksikan, memperbandingkan, menyimpulkan,
mengkritik, menilai, mengevaluasi, memberisaran, memberi argumentasi, menafsirkan, dan
merekomendasi.

f. Menciptakan (C6)

Kata kerja operasional pada ranah menciptakan adalah: membangun, merencanakan, memproduksi,
mengombinasikan, merancang, merekontruksi, membuat, menciptakan, mengabstraksi,
mengategorikan, mengarang, merancang, menciptakan, mendesain, menyusun kembali, serta
merangkaikan.

7. Ranah dan aspek teori kognitif

Ranah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang artinya tanah yang berpaya- paya, dan
arti lain dari ranah adalah lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan, merupakan
kombinasi antara partisipan, topik dan tempat (misalnya keluarga, Pendidikan, tempat kerja,
keagamaan dan sebagainya). Namun dalam system Pendidikan nasional menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Bejamin S. Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu
kognitif, efektif,dan psikomotor.

Ranah Kognitif adalah ranah yang mencangkup kegitan mental (otak). Ranah kognitifini dibagi
menjadi enam

1. Pengetahuan, yaitu merupakan kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengingat,
emanggil Kembali tentang adanya konsep, fakta, istilah-istilah,dan lain sebagainya.

2. Pemahaman, yaitu kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti
tentangmateri pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya dengan hal-hal lain.

3. Penerapannya/ yaitu kemampuanyang menuntutpeserta didik untuk menggunakan ide-ideumum,
prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.

4. Analisis yaitu kemampuan yang menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu dalam unur-
unsur tau komponen pembentuknya.

5. Sintesis yaitu penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh

30

Ranah Efektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan kognitif tinggat tinggi. Ada beberapa kategori
ranah efektif sebagai hasil belajar.
1. Penerimaan (Receiving) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (simulus) dari
luar yang datang kepada dirinyadalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain sebagainya.
2. Jawaban (Responding) adalah reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang dari
luar.
3. Penilaian (Valuing) adalah menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek.
4. Organisasi adalah mencakup kemamapuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman
dan pegangan dalam kehidupan.
5. Karakteristik nilai / Pembentukan pola hidup mencakup kemamapuan untuk menghayati nilai-
nilai kehidupan sehari-hari sehingga pada dirinya dijadikan pedoman yang nyata dan jelas dalam
berbagai bidang kehidupan.
3. Ranah Psikomotoris adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemamapuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Contoh aspek kognotif dalam penilaian pembelajaran
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian
obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan,
(7) portopolio dan (8) performans. Cakupan yang diukur dalam ranah kognitif :
1. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat.
2. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal dengan
memberikan penjelasan atau uraian secara lebih rinci dengan kata-katanya sendiri.
3. Penerapan (C3) yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan dengan tepat tentang
teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata.
4. Analisis (C4) yaitu kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/objek menjadi
lebih rinci.
5. Sintesis (C5) yaitu kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga
menjadi suatu pola yang baru.
6. Evaluasi (C6) yaitu kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap suatu
situasi, sistem nilai, metode, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu
sebagai patokan.

31

BAB 5

TEORI BELAJAR SOSIAL

A. PENGERTIAN BELAJAR SOSIAL

Teori belajar sosial merupakan teori yang dikemukakan atau ditemukan oleh Albert Bandura.
Albert Bandura adalah seorang psikolog keturunan Amerika- Kanada yang menempuh Pendidikan
di University of British of Columbia dan dia mengajar di Universitas Stanford. Berlatar belakang
sebagai lulusan di jurusan psikolog membuat Bandura mengamati dan meneliti apa sebenernya
yang sebenarnya bisa membentuk kepribadian seorang manusia dan kemudian ia berteori bahwa
kepribadian manusia dapat dibentuk atau dipengaruhi oleh tiga hal yaitu ; lingkungan, perilaku dan
proses psikologis.Dari pengamatannya tersebut Bandura dapat menyimpulkan dua hal yang
sangat mempengaruhi kepribadian atau perilaku darii manusia yaitu pembelajara observasional
atau yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial dan regulasi diri. Disini kita akan
membahas mengenai teori pembelajarn sosial. Sebenarnya teori belajar sosial merupakan pemekaran
dari teori belajar behavioristik. Teori ini menerima sebagian prinsip-prinsip dari teori belajar
perilaku tetapi lebih menegaskan pada efek-efek yang ditimbulkan oleh isyarat-isyarat pada
perilaku dan pada proses mental yang berasal dari internal. Salah satu asumsi Bandura dalam
mengembangkan teori ini adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari
bagaimana kecakapan berperilaku ataupun bersikap. Walaupun manusia sudah mempelajari banyak
hal dan mendapatkan banyak pengalaman baik dari belajar secara langsung ataupun pengalamannya
langsung namun manusia lebih banyak mendapatkan pelajaran dari aktivitas mereka
mengamati,melihat,mengobservasi orang lain. (LESILOLO, 2019)

5 Asumsi Dasar Didalam Teori Belajar Sosial :

1. Plasticity , belajar tingkah laku disituasi yang berbeda. Asumsi ini mempelajari
untuk mengamati orang lain.

2. Triadic reciprocal causation model, asumsi ini menyatakan bahwa Tindakan
manusia berasal dari tiga variable yaitu ; environment (pengaruh lingkungan), behavior
( perilaku individu),dan person ( factor internal indivvidu) yang berhubungan timbal balik

3. Agen perspective, asumsi ini menyatakan bahwa manusia dapat mengontrol
lingkungan dan kualitass hidup mereka.

4. Self regulation, asumsi ini menyatakan bahwa manusia meregulasi Tindakan
mereka melalui factor eksternal dan factor internal.

5. Moral agency, asumsi ini menyatakan bahwa manusia mengatur tigkah laku
mereka melalui standar perilaku moral

Pada asumsi ini Bandura mendapat beberapa sudut pandang mengenai teorinya
yaitu pembelajaran sosial ( teori observasional) :
1. Proses pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses tiru/peniruan (imitation)

atau melalui proses pemodelan (modelling).
2. Dalam proses peniruan (imitation) atau pemodelan (modelling) seorang

individu ddidentifikasikan sebagai pihak yang memainkan peran aktif daalam
menentukan perilaku mana yang hendak ia tirukan dan juga intensitas serta frekuensi
peniruan yang akan ia jalankan.
3. Peniruan atau pemodelan adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa
harus melalui pengalaman langsung.
4. Dalam proses peniruan atau pemodelan terjadi penguatan secara tak langsung pada perilaku
tertentu yang keefektifannya sama dengan penguatan yang terjadi secar langsung untuk
memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Dalam tahap ini individu perlu menyumbangkan
komponen kognitif seperti kemampuan mengingat dan mengulang pada saat pelaksanaan
proses peniruan. Mediasi internal pun sangat penting dalam proses pembelajaran karena
pada saat terjadi proses masuknya perilaku yang dilihat atau didengar terdapat
operasi internal yang memengaruhi hasil akhirnya. Bandura yakin bahwa tindaka

32

mengamati perilaku orang lain akan memberikan ruang dan kondisi bagi manusia untuk
belajar tanpa berbuat apapun. Vicarious learning atau manusia belajar dengan mengamati
perilaku orang lain adalah metode belajar dengan cara mengobservasi orang lain. Teori ini
juga mengatakan bahwa jika manusia belajar dari cara mengamati, maka mereka pasti akan
lebih memfokuskan perhatiannya pada objek yang dia amati, mengingatnya, menganalisis
,memperhatikan setiap detail serta bisa membuat keputusan dari hasil yang ia amati.

Selanjutnya teori belajar sosial mempunyai penguat yaitu dengan memiliki kualitas motivasi.
Kualitas motivasi disini adalah manusia dapat melakukan antisipasi terhadap penguat yang akan
muncul dalam situasi tertentu dan perilaku antisipasi dapat menjadi Langkah awal dalam tahapan
perkembangan kedepannya. Karena manusia tidak dapat melihat masa depan namun bisa
mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi yang akan muncul akibat dari perilaku perilaku tertentu
yang didasarkan pada apa yang mereka pelajari. Bandura memperluas konsepnya ini dengan
menambahkan self-value (nilai diri) dan self efficacy (keyakinan diri). Self-efficacy adalah factor
person yang memainkan peran penting dalam teori ini dimana ia memiliki keyakinan bahwa
seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan prilaku yang positif . Disebut juga kemampuan
kepercayaan pada diri sendiri. Seorang individu harus percaya bahwa model yang ia amati dapat ia
tirukan dan pelajari. Pengamatan ini mempengaruhi pola piker self-effacy yang dimana menekankan
bahwa jika mereka bisa maka saya juga bisa. Self-effacy dalam modelling akan melakukan
Tindakan-tindakan yang hasilnya adalah menghasilkan efek sesuai dengan yang kita inginkan.
Namun hanya jika kita menerapkan proses-proses yang dibutuhkan saat pembelajaran
modelling,antara lain ;

a. Perhatian
Kita harus mengamati model,mengamati model yang lebih atraktif,mengamati dan memberi
perhatian pada setiap kejadian.

b. Representasi
Mengabadikan pola-pola yang dilihat didalam memori agar nanti dapat kita panggil dan gunakan
jika diperlukan.

c. Produksi perilaku
Setelah memberikan perhatian dan menyimpan memorinya kita akan dapat menghasilkan
perilaku,maka kita akan secara fisik melaksanakan perilaku tersebut.

d. Motivasi dan Penguatan
Penguatan dapat memainkan beberapa peran dalam modeling. Bila mengantisipasi bahwa kita
akan diperkuat untuk meniru Tindakan-tindakan seorang model.

Ada lima kemungkinan hasil yang diperoleh dari modeling, yaitu ;

1. Mengarahkan perhatian, dengan modeling orang lain,kita tidak hanya belajar
tentang Tindakan tapi juga dapat melihat berbagai ibjek yang terlibat dala Tindakan-
tindakan tersebut.

2. Menyempurnakan perilaku yang sudah kita pelajari sebelumnya.
3. Memperkuat ataupun memperlemah hambatan sesuai dengan kondisi.
4. Menemukan perilaku baru.
5. Membangun emosi.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya teori belajar sosial adalah pembelajaran dengan cara
mengamati dan berttindak. Inti dari mengamati adalah pemodelan,yang mencakup pengamatan
terhadap kegiatan atau aktifitas,mengkodekan setiap kejadian dengan tepat agar selanjutnya dapat
disimpan didalam memori,melakukan performa actual perilaku, dan menjaadi cukup termotivasi.
Pembelajaran dengan bertindak mengizinkan seseorang untuk mencapai pola-pola baru berperilaku
kompleks lewat pengalaman langsung denan memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi-
konsekuensi perilaku tersebut.

B.PENERAPAN TEORI BELAJAR SOSIAL

Setelah kita mengetahui apa itu teori belajar sosial selanjutnya adalah
bagaimana pengaplikasian teori belajar sosial dalam kehidupan mengajar. Kita
ambil contoh misalnya penerapan belajar sosial pada murid sekolah dasar.

33

Berikut adalah beberapa cara pengaplikasian atau penerapan yang dapat dilakukan
dalam menjalankan teori ini dilingkungan sekolah dasar .
1) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2) Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media
pembelajaran visual lainnya.
3) Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik topik yang sudah
dipelajari.
4) Menggunakan musik.
5) Menciptakan suasana riang.
6) Teknik penyajian materi bervariasi.
7)Mengurangi bahan/materi yang tidak relevan. (LESILOLO, 2019)

34

BAB 6
TEORI DASAR KONSTRUKTIVISME

A. Pengertian Konstruktivisme

1. Secara Etimologi

Secara etimologi konstruktivisme mempunyai akar yaitu konstruktif yang dalam ocial inggris
(constructive) artinya yang membangun.

2. Menurut Para Ahli

a. Hill
Konstruktivisme merupakan bagaimana menghasilkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya,
dengan kata lain bahwa bagaimana memadukan sebuah pembelajaran dengan melakukan
atau mempraktikkan dalam kehidupannya supaya berguna untuk kemaslahatan.

b. Abimanyu
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang
secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh
pengalaman orang itu sendiri pula.

c. Sagala
Konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual,
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

B. Tujuan Konstruktivisme

Tujuan dilaksanakannya pembelajaran konstruktivisme yaitu (1) memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit ataupun model artifisial, (2)
memperhatikan konsepsi awal siswa guna menanamkan konsep yang benar, dan (3) sebagai proses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah (Karfi, dkk, 2002:6). Tujuan
konstruktivisme yaitu: 1) Mengembangkan kemampuan
siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyanya 2) Membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap 3) Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Thobroni, 2015:95).

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam tujuan
intruksional umum maupun tujuan intruksional khusus, diperlukan penggunaan metode yang tepat
yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam menyampaikan materi pelajaran, seorang
guru harus menggunakan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Untuk itu seorang guru harus dapat memilih metode yang benar-benar
sesuai dan mampu meningkatkan motivasiserta pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran dan
menerima pelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi
tersebut
banyak sekali ocial yang mempengaruhinya, baik ocial internal yang ocial dari dalam diri individu,
maupun ocial eksternal yang ocial dari lingkungan.

C. Asumsi-Asumsi Konstruktivisme

1. Manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri
mereka sendiri.

Di mana siswa diberikan keluasan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan tersebut,
baik dengan melakukan ocial, melakukan eksperimen maupun berdiskusi ocial siswa. Dengan hal
seperti itu maka ilmu-ilmunya tersebut akan berkembang dan bertambah.

35

2. Guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan
cara tradisional kepada sejumlah siswa.

Guru seharusnya membangun situasisituasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara
aktif dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi ocial. Maksudnya
seorang pendidik atau guru dituntut untuk lebih aktif dan menarik dalam menjelaskan, selain itu juga
guru harus bisa menggunakan media dalam proses pembelajaran. Jangan hanya menggunakan
metode-metode yang sudah lama atau jaman dulu, seperti ceramah, mencatat sampai habis, akan
tetapi guru harus mengajar dengan cara bagaimana supaya siswa harus di buat aktif dan masuk
dalam pembelajaran tersebut. Adapun aktivitas-aktivitas pembelajaran meliputi mengamati
fenomenafenomena, mengumpulkan data-data, merumuskan dan menguji hipotesis-hipotesis, dan
bekerja sama dengan orang lain. Kegiatan lainnya adalah mengajak siswa mengunjungi lokasi-lokasi
di luar ruangan kelas. Guru-guru dari berbagai disiplin ilmu diperlukan untuk merencanakan
kurikulum ocial-sama. Siswa perlu diarahkan untuk dapat mengatur diri sendiri dan berperan aktif
dalam pembelajaran mereka dengan menentukan tujuan-tujuan, memantau dan mengevaluasi
kemajuan mereka, dan bertindak melampaui standar-standar yang disyaratkan bagi mereka dengan
menelusuri hal-hal yang menjadi minat mereka. Perspektif-Perspektif Dalam Konstruktivisme
Pertama, konstruktivisme eksogeneus mengacu pada pemikiran bahwa penguasaan pengetahuan
merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari strukturstruktur yang berbeda dalam dunia
eksternal. Pandangan ini mendasarkan pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan,
seperti pengalaman-pengalaman, pengajaran dan pengamatan terhadap model-model. Kedua,
konstruktivisme endogenus menekankan pada koordinasi tindakantindakan yang sebelumnya, bukan
secara langsung dari informasi lingkungan; karena itu, pengetahuan bukanlah cerminan dari dunia
luar yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran, atau interaksi ocial. Pengetahuan
berkembang melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat
diprediksikan secara umum.

3. Konstruktivisme Dialektikal

Berpendapat bahwa pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi bisa juga
di dapatkan melalui saling berinteraksi ocial teman, guru, tetangga dan bahkan lingkungan sekitar
kita. Selain itu juga interpretasinya tidak terikat dengan dunia luar. Bahkan pengetahuan atau
pemahaman timbul akibat saling berlawanan mental dari interaksi antara lingkungan sekitar dengan
seseorang.

D. Kelebihan Konstruktivism

1.Guru Bukan Satu-satunya Sumber Belajar

Maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam pembelajaran,
siswa tuntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi ocial, bertanya, praktik
dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah dalam pembelajaran dan menyediakan
apa-apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak
hanya di dapatkan dalam proses.

2. Siswa Lebih Aktif dan Kreatif

Maksudnya di mana siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan di
sekolah dan yang dia dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan- pengetahuannya yang dia
dapatkan tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu juga siswa di tuntut untuk
bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di
koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama.

3. Pembelajaran Menjadi Lebih Bermakna

Belajar bermakna berarti menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya. Artinya
pembelajaran tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan

36

dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang dia dapatkan baik dari
temanya, tetangganya , keluarga, surat kabar,
televisi, dan lain sebagainya.

4. Pembelajaran Memiliki Kebebasan Dalam Belajar

Maksudnya siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya dengan
yang di sekolah sehingga tercipta konsep yang diharapkannya.

5.Perbedaan Individual Terukur dan Dihargai

6. Guru Berfikir Proses Membina Pengetahuan Baru, Siswa Berfikir Untuk Menyelesaikan
Masalah, dan Membuat Keputusan.

E. Kekurangan Konstruktivisme

1. Proses Belajar Konstruktivisme Secara Konseptual

Proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses belajar yang bukan merupakan
perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur
kognitif.

1. Peran Siswa
Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.

2. Peran Guru
Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengonstruksian
pengetahuan oleh siswa berjalan. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

3. Evaluasi
Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya
berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

F.Langkah-Langkah Konstruktivisme

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep
yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan tentang fenomena yang sering
dijumpai seharihari oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas.
Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan
pemhamannya tentang konsep tersebut.

2.Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru. Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta
didik tentang fenomena dalam lingkungannya.

3.Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi
peserta didik, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman
baru tentang konsep yang sedang dipelajari.

4.Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemunculan
masalahmasalah yang berkatian dengan isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut (Yager
dalam Lapono, dkk, 2008: 3- 28) Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa

37

tahapantahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme pada dasarnya merupakan
upaya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Guru jugamemberikan arahan atau solusi
yang tepat dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

G.Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme

a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia
sebenarnya.
b. Mengembangkan ide yang diawali oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang
pengajaran.
c. Menyokong pembelajaran secara koperatif
d. Membentuk sikap dan pembawaan murid
e. Mengembangkan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
f. Mengembangkan dan menerima usaha dan pribadi murid.
g. Menggairahkan murid bertanya dan berdialog dengan murid dan guru.
h. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran
i. Mengembangkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

H. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar
c. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan ocial
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
g. Mencari dan menilai pendapat siswa
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

(Samsulhadi, 2010). Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara
mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan
agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.

I.Penerapan Konstruktivisme di Kelas
Secara garis besar ocial-langkah penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas adalah
sebagai berikut :
a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengalaman dan keterampilan barunya
b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d) Ciptakan “Masyarakat Belajar” (belajar dalam kelompok -kelompok) (Abimanyu,2008:22).
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh komponen
kontekstual dalam pembelajarannya, dan untuk melaksanakan dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja dan
kelas yang bagaimana keadaan. Pendekatan konstruktivisme mengarahkan siswa mengkontruksi
gagasan masing-masing, lalu menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari (inquiri). Model ini
juga membentuk komunitas belajar dengan berbagai bentuk memberikan kesempatan untuk
merefleksi seluruh materi, dan ada penilaian.

38

Jadi, pembelajaran ini berlandaskan teori belajar, kognitif, dan konstruktif untuk memperoleh hasil
belajar berupa keterampilan akademik, inquiry dan social.
Jadi ciri model ini adalah kerja kelompok yang didasarkan pada penyelidikan dan penemuan
melalui struktur tugas, ada ganjaran kelompok, dan penilaian yang otentik secara fleksibel,
demonstrasi, dan berpusat pada siswa.

39

BAB 7

PENDIDIKAN TINGKAT SEKOLAH DASAR

A. TUJUAN SEKOLAH DASAR

Secara formal dan institusional,sekolah dasar masuk pada kategori Pendidikan dasar. Pendidikan
dasar menurut Undang-Undang Sistem Prndidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 17 ayat 1 dan
2 merupakan jenjang Pendidikan yang dilandasi jenjang menengah ; Pendidikan dasar berbentuk
sekolah dasar (SD) dan madrasash ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

Jadi, Pendidikan dasar yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut
adalah Pendidikan yang berbentuk sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah
pertama atau madrasah tsanawiyah .pendidikan dasar tersebut tidak hanya Pendidikan dasar
disekolah saja ,tetapi juga pada sekolah menengah pertama. Dengan kata lain, yang dimaksud
Pendidikan dassar dalam Undang-Undang tersebut adalah Pendidikan wajib 9 tahun, yakni sejak
sekoklah dasar sampai sekolah menengah pertama, atau sejak maddrasah ibtidaiyah sampak
madrasah tsanawiyah. Dengan demikian, sekolah dasar masuk pada kategori Pendidikan dasar.

Adapun apabila dilihat dari tujuan pendidikan sekolah dasar menurut Mirasa dkk. gf(2005)
dimaksudkan sebagai proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar setiap siswa, dimana
setiap siswa belajar secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang
memberikan kemudahan (kondusif) bagi perkembangan dirinya secara optimal.

Dengan demikian sekolah dasar atau Pendidikan dasar tidak semata-mata membekali anak didik
berupa kemampuann membaca, menulis dan berhitung semata, tetapi harus mengembangkan potensi
pada siswa baik potensi mental, sosial dan spiritual. Sekolah dasra memiliki visi mengembangkan
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

B. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Suatu hal yang juga tidak boleh di lupakan oleh guru Pendidik di sekolah dasar ini adalah guru
hendak memahami karakteristik siswa yang akan diajarkannya. karena anak yang berada di sekolah
dasar masih tergolong anak usia dini terutama di kelas awal,adalah anak yang berada di rentangan
anak usia dini.oleh karena itu,pada masa saat ini anak perlu didorongkan sehingga akan berkembang
secara optimal.

Adapun pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian dari pengetahuan yang harus
dimiliki oleh guru.pentingnya mempelajari perkembangan perserta didik bagi guru ,sebagai berikut:

Kita akan memperoleh ekspetasi yang nyata tentang anak dan remaja.

Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagimana
mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak

Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari
perkembangan yang normal.

Dengan memperlajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.

Setiap manusia secara psikologis memahamin tahap pertumbuhan dan perkembangan.bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia sekolah anak.perkembangan pada anak meliputi
aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental.pertembang mental meliputi perkembangan
intektual,emosi,Bahasa,sosial,dan moral keagamaan.

Fase perkembangan anak,menurut santrok dan yussen terdiri dari lima fae,yaitu:

40

1. Fase prenatal,saat dalam kandungan dari masa pembuahan sampai dengan masa kelahiran

2. Fase bayi,yaitu saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan.

3. Fase kanak-kanak awal,fase perkembangan yang berlangsung sejak kira kira umur lima atau enam
tahun

4. Fase kanak-kanak tengah dan akhir,fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur
enam dan sampai sebelas tahun.

5. Fase remaja,masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa awal.

Menurut havighurst dalam juntika (2007:93),pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah,yaitu
usia enam hingga dua belas tahun,memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai berikut:

1. Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari

2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sebagai tumbuh kembang.

3. Belajar bergaul dengan teman yang seusianya.

4. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari

5. Belajar peran sosial yang sesuai dengan pria atau Wanita.

6. Mengembangkan kata hati,moralitas,dan atau skala nilai-nilai.

7. Mengembangkan kebebasan pribadi

8. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok dan instrusi sosial.

Selanjutnya havighurst mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat
atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu yang jika berhasil akan menimbulkan
rasa bangga dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas- tugas berikut.

a. Perkembangan Intelektual.

Pada usia sekoalh dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat merekaksikan rangsangan intelektual,
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan
kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung. Menurut Syamsu Yusuf (2004: 178). Pada
anak usia 6-12 tahun ini ditandai dengan ketuga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengkelarifikasikan (mengkelompokan), menyusun, dan mengasosiasikan (menghubungkan atau
menghitung) angka-angka atau bilangan. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. Menurut Piaget, kadang-
kadang anak usia 5-7 tahun memasuki tahapoperasi konkret (concrete operations), yaitu pada waktu
itu anak dapatberfikir secara logis mengenai segala sesuatunya.

b. Perkembangan Bahasa.

Bahasa merupakan simbol-simbol sebagai sarana untuk komunikasi dengan orang lain. Menurut
Syamsu Yusuf (2007:138), Perkembangan bahasa mencangkup semua cara untuk berkomunikasi,
yaitu dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau mengerakan
dengan mengguanakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau tulisan.

Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenall dan
memguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Menurut Abin Syamsyddin, pada awal masa ini (
usia 6-7 tahun), anak sudah menguasai sekitae 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun),
anak telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata.

41

Sedangkan, Menuruut Syamsu Yusuf (2005:180), terdapat dua faktor yang memperngaruhi
perkembangan bahasa, yaitu:

Proses jadi matang, yaitu anak menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk
berkata-kata.

Proses belajar, yaitu anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain
dengan jalan mengimitasi atau menipu ucapan/ perkata yang di dengarnya.

Perkembangan bahasa itu, minimal dapat menguasai tiga kategori, yaitu:

1.Dapat membuat kalimat yang lebih sempurna

2.Dapat membuat kalimat majemuk, dan

3.Dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.

c. Perkembangan Sosial.

Perkembangan sosial sebagai mana proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisi, dan moral keagamaan. Menurut Charlotte Buhler, pekembangan sosisal sebagai
sequence dari perubahan yang berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi mahkluk
sosial yang dewasa. Proses perkembangan sosial berlangsung secara berirama. Pada masa anak
sekolah masuk pada masa objektif, dimana perkembangan ini pada anak-anak sekolah dasar ditandai
dengan adannya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan
baru dengan teman yang sebaya (peer group) atau teman sekelasnya.

Pada anak usia sekolah mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada
sikap bekerja sama (kooperatif), dan sikap peduli atau mau memperlihatkan kepentingan orang lain
(sosiosentris).

d. Perkembangan Emosi

Emosi adalah perasaan yang terefleksasikan dalam bentuk perbuatan atau Tindakan nyata kepada
orang lain atau pada diri sendiri untuk menyatakan suasana batin atau jiwanya. Emosi seseorang
akan tercermin dalam segala Tindakan dan perilakunya yang terwujud dalam perkataan dan
perbuatan serta sikap yang ditunjukkannya.

Menurut Juntika Nurikhsan (2007:153),emosi adalah suatu suasana yang kompleks (a complex
feeling state)dan getaran jiwa (a stride up state)yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah
terjadinya perilaku.

Dalam implementasinya,emosi pada anak sekolah sudah mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi tidak boleh sembarangan,mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar
misalnya,tidaklah diterima di masyarakat. Menurut Syamsu Yusuf (2007:153),pada usia sekolah
dasar ini anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Syamsu juga
mengatakan bahwa karakteristik emosi yang stabil(sehat)ditandai dengan teman secara baik.dapat
berkonsentrasi dalam belajar,bersifat respek(mengkhargai)terhadap diri sendiri dan orang lain.

e. Perkembangan Moral

Perkembangan moral pada anak usia sekolah dasar adalahbahwa anak dapat mengikuti peraturan
atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini(usia 11 atau 12
tahun),anak sudah dapat memahami alas an yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu,anak
sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk.

42

Sebagaimana dikemukakan oleh Piaget(1950),yang menyatakan bahwa setiap tahapan
perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda yang secara garis besarnya
dikelompokkan kepada empat tahap,yaitu:

1. Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun),pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.

2. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun),pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih
terbatas.peserta didik suka meniru perilaku orang lain.

3. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun),pada tahap ini peserta didik sudah mulai
memahami aspek-aspek kumulatif materi,misalnya volume dan jumlah;mempunyai kemampuan
memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya.selain
itu,peserta didik sudah mampu berpikir sistemat

4. Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun),pada tahap ini peserta didik sydah menginjak usia
remaja,perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan
mengoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultn(serentak)maupun berurutan.
Misalnya, kapasitas merumuskan hipotesis dan menggunakan prinsip-prinsip abstrak.

Selanjutnya,Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya,setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata,yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Dengan mengacu pada teori
pemahaman perkembangan kognitif Piaget tersebut,maka dapat diketahui bahwa anak usia sekolah
dasar berada pada tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun). Dimana pada rentang usia ini anak
mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang,yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut:

a. Anak mulai memandang dunia secara objektif,bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak

b. Anak mulai berpikir secara operasional,yakni mampu memahami aspek-aspek kumulatif materi,
seperti volume, jumlah, berat, luas, Panjang, dan pendek. Anak juga mampu memahami tentang
peristiwa-peristiwa yang konkret.

c. Anak dapat menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasi benda-benda yang
bervariasi beserta tingkatannya.

d. Anak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan,prinsip ilmiah
sederhana,dan menggunakan hubungan sebab akibat.

e. Anak mampu memahami konsep substansi, volume zat cair, Panjang, pendek, lebar, luas, sempit,
ringan, dan berat.

C. STANDR KOMPETENSI LULUSAN SEKOLAH DASAR

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 diberlakukan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan ( SKL-SP) pada sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah,
sebagai barikut:

1.Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.

2.Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

3.Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.

4.Menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dilingkungan
sekitarnya.

43

5.Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis dann kreatif.

6.Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru atau pendidik.

7.Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.

8.Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana didalam kehidupan sehari-hari.

9.Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial dilingkungan sekitar.

10.Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.

11.Menunjukkan kecintaan dan kebangsaan terhadap bangsa, negara dan Tanah Air Indonesia.

12.Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal.

13.Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman memanfaatkan waktu luang.

14.Berkomunikasi secara jelas dan santun.

15.Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan
keluarga dan teman sebaya.

16.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis.

17.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca,menulis dan berhitung.

Sedangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) terbaru tahun 2012, bahwa standar
kompetensi lulusan di SD/MI menetapkan bahwa mutu lulusan merupakan bagian penting dalam
pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yaitu: Standar Kompetensi Lulusan, Standar
Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Stanadar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan. Tinggi
rendah mutu lulusan ditentukan oleh tinggi rendahnya sumber daya manajemen. Manajemen dalam
menentukan kurikulum, pendidik, proses pembelajaran, penilaian, sarana dan prasarana yang
diperlukan oleh sekolah dapat menunjang keberhasilan mutu lulusan yang tinggi.

Oleh karena itu, Kepala sekolah selayaknya mampu menciptakan sekolah yang efektif untuk
mengelola sumber daya yang ada, sehingga sekolah dapat mewujudkan tujuan mutu lulusan yang
tidak lebih rendah dari standar nasional pendidikan. Sekolah harus memiliki patokan pengarah yang
baku yaitu menggunakan SKL sebagai standar penentuan target seluruh kegiatan pemenuhan yang
terstruktu dan sistematis.

Adapun Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SD/MI tahun 2012 adalah meliputi lima aspek yang
meliputi: a) iman-takwa, b) belajar berinovasi, c) seni dan budaya, d) keterampilam hidupdan karir,
dan e) wawasan kebangsaan. Kelima aspek SKL tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Iman – Takwa

Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak Mengenal
kekurangan dan kelebihan diri sendiri Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi dilingkungan sekitarnya.

2. Belajar dan Berinovasi

Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif Menunjukkan
kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan Guru/Pendidik Menunjukkan rasa
keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya Menunjukkan kemampuan memecahkan
masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam
dan sosial di lingkungan sekitar Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis Menunjukkan
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

44

3. Seni dan Budaya

Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal

4. Keterampilan Hidup dan Karir

Mematuhi aturan-aturan sosial yan berlaku dalam lingkungannya Berkomunikasi secara jelas dan
santun Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong,dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan
keluarga dan teman sebaya.

5. Wawasan Kebangsaan

Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.

Adapun menurut peraturan UU yang terbaru, yaitu Berdasarkan Permendiknas No. 20 Tahun 2016.
Dalam Lampiran Permendiknas No.20 Tahun 2016 dijelaskan bahwa: “ Standar Kompetensi
Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan”. Berdasarkan SKL tersebut, setiap lulusan satuan pendidikan dasar
diharapkan memiliki kompetensi pada tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Tujuan utama ditetapkan Permendiknas No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) agar SKL tersebut digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar-standar ikutan
lainnya. Standar-standar lainnya meliputi standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan
standar pembiayaan.

Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang
diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari tingkat kompetensi Sekolah Dasar dan
SMP.Untuk tingkat kompetensi Sekolah Dasar, kompetensi yang diharapkan ketika siswa lulus
sekolah dasar berdasarkan masing-masing dimensi dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Dimensi Sikap SD/MI/SDLB/Paket A

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME

2. berkarakter, jujur, dan peduli

3. bertanggungjawab

4. pembelajar sejati sepanjang hayat

5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara

B. Dimensi Pengetahuan SD/MI/SDLB/Paket A

1. memiliki pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognitif

a. Memiliki pengetahuan factual

Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan dasar berkenaan dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

b. Memiliki pengetahuan konseptual

Pengetahuan konseptual merupakan terminologi/ istilah yang digunakan, klasifikasi, kategori,
prinsip, dan generalisasi berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait
dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

45

c. Memiliki pengetahuan procedural

Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang
berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri,
keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara.

d. Memiliki pengetahuan metakognitif

Pengetahuan metakognitif merujuk pada pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri
dan menggunakannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait
dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara.
berkenaan dengan:

1. Ilmu Pengetahuan,

2. Teknologi,

3. Seni, Dan

4. Budaya.

2. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

C. Dimensi Ketrampilan SD/MI/SDLB/Paket A

SKL yang diharapkan dari lulusan SD/MI/SDLB/Paket A sudah mengadopsi ketrampilan yang
diharapkan dari pembelajaran berciri Abad 21. Lulusan pada tingkat Sekolah Dasar
diharapkan memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:

1. Kreatif,

2. Produktif,

3. Kritis,

4. Mandiri,

5. Kolaboratif, Dan

6. Komunikatif Melalui Pendekatan Ilmiah Sesuai Dengan Tahap Perkembangan Anak Yang
Relevan Dengan Tugas Yang Diberikan.

Dari uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa tujuan pedidikan disekolah dasar adalah
dimaksudkan untuk membentuk manusia yang memiliki karakter serta kepribadian yang mulia,
kreatif, kritis, santun, taat beragama, peduli terhadap sesama manusia dan lingkungan alam sekitar,
bekerja sama, dan saling menolong, yang dalam bahasa undang-undang disebut sebagai “manusia
Indonesia seutuhnya”.

Tujuan dari proses pendidikan di sekolah dasar adalah agar siswa mampu memahami potensi diri,
peluang dan tuntutan lingkungan serta merencanakan masa depan melalui pengambilan serangkaian
keputusan yang paling mungkin bagi dirinya. Tujuan akhir pendidikan dasar ialah diperolehnya
pengembangan pribadi anak didik yang membangun dirinya dan ikut serta bertanggung jawab
terhadap pengembangan bangsa, mampu melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau
pada jenjang pendidikan selanjutnya, dan mampu hidup di masyarakat, dan mampu
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungan.

46

Untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya atau yang paripurna itu, maka sekolah merupakan
salah satu tempat yang tepat bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi diri sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.
Adapun fungsi dari pendidikan dasar adalah dalam rangka mengembangkan kemampuan dan
meningkatkan kualitas kehidupan, harkat, dan martabat manusia masyarakat Indonesia dalam upaya
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

47

BAB 8

PRINSIP PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

1. Pembelajaran Di Sekolah Dasar

Pendidikan adalah upaya yang terorganisasi, Berencana dan berlangsung secara terus- menerus
sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi paripurna, dewasa, dan berbudaya. Untuk
mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada pengembangan seluruh aspek
potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif, efektif, dan berimplikasi pada aspek psikomotorik.

Bagi peserta didik, belajar merupakan proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa, (Fisik, non
fisik, emosi dan intelektual), Interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, serta
lingkungan dan konsep fakta, interaksi dari berbagai stimulus dengan berbagai respon terarah untuk
melahirkan perubahan.

Untuk mengambangkan potensi siswa harus perlu menerapkan sebuah model pembelajaran yang
inovatif dan konstruktif. Dalam mempersiapkan pembelajaran, para pendidik harus memahami
karakteristik materi pembelajaran, karakteristik murid atau peserta didik serta memahami
metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran kan lebih variatif,inovatif dan konstruktif
dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga akan meningkatkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan dengan upaya yang mewujudkan proses
pembelajaran yang variatif, inovati, dan konstruktif yaitu :

● Situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan kegiatan belajar secara bebas

● Peran guru sebagai pengarah dalam belajar

● Guru berperan sebagai penyedia fasilitas

● Guru berperan sebagai pendorong, dan

● Guru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak.

2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran di Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 hingga kira-
kira usia 11 atau 12 tahun. Sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang suka bermain,
memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan dan gemar membentuk
kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar di usahakan untuk terciptanya
suasana yang kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip
pembelajaran yang diperlukan agar terciptanya suasana yang kondusif dan menyenangkan tersebut.
Beberapa prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1. Prinsip Motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri
anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.

2. Prinsip Latar Belakang adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar memperhatikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan
yang membosankan.

3. Prinsip Pemusatan Perhatian adalah usaha untuk memusatkan perhatiannya dengan jalan
mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak
dicapai.

48

4. Prinsip Keterpaduan, merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru
dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan
lain atau sub pokok bahasan dengan sub pokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran
keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.

5. Prinsip Pemecahan Masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah masalah hal
ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk mencari memilih dan
menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.

6. Prinsip Menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari,
mengembangkan hasil perolehan nya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu, proses belajar
mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak akan menyebabkan kebosanan.

7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman
untuk mengembangkan dan memperoleh pengalaman baru. Pengalaman belajar yang diperoleh
melalui bekerja tidak mudah dilupakan oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar
yang memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk
kepercayaan diri, gembira dan puas karena kemampuannya tersalurkan dengan melihat hasil
kerjanya.

8. Prinsip Belajar Sambil Bermain, merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana
menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan keterampilan,
sikap dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam
belajar.

9. Prinsip Perbedaan Individu, yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang
memperhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat dan kebiasaan, atau latar
belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak seolah-olah sama semua.

10. Prinsip Hubungan Sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak
dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan belajar hendaknya dilakukan secara berkelompok
untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama dan saling menghargai satu sama lainnya.

Memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas sangat mendesak untuk
dilakukan oleh setiap guru yang melakukan proses pembelajaran di sekolah dasar. Tanpa itu,
pembelajaran hanya mampu menyentuh aspek ingatan dan pemahaman saja. Karena guru yang
masih cenderung mendominasi pengajaran, merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil belajar
yang dicipta oleh siswa. Hasil belajar optimal harus dicapai oleh siswa, karena untuk saat ini hasil
belajar dijadikan patokan keberhasilan siswa serta dijadikan tolak ukur tercapainya tidaknya tujuan
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan melihat hasil belajar, maka bisa diukur
ketercapaian Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Sasar (KD), serta bisa dijadikan patokan untuk
menentukan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

3 Tujuan Pembelajaran di Sekolah Dasar

Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan sumber daya manusia,
banyak pihak menaruh perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan bagi upaya peningkatan
pengembangan SDM bangsa untuk dapat berkompetensi dalam Skala regional maupun
internasional. Di samping itu juga, sekolah dasar merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya.
Mutu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi tergantung kepada dasar kemampuan dan
keterampilan yang dikembangkan sejak tingkat sekolah dasar.

Mutu pendidikan yang baik di tingkat Sekolah dasar akan menghasilkan di tingkat secara sistematik
mutu pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, pada tingkat sekolah dasar
sangat memungkinkan Untuk dikembangkan usaha dalam perubahan mutu pendidikan, hal ini
dilakukan melalui penataan kelembagaan, pengelolaan, dan peningkatan mutu pendidikan. Guru
sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh
dalam proses pembelajaran. Kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti: Singapura, Thailand,

49

Filipina, Malaysia lebih baik dibanding dengan negara Indonesia. Di Indonesia, minat baca
masyarakat masih rendah, yang otomatis berakibat pada sumber daya manusia yang rendah pula.
Padahal, minat itu merupakan kunci utama dalam belajar, termasuk minat membaca. Pendeknya,
tidak akan ada proses belajar atau membaca tanpa minat (ro learning without interest). Problematika
rendahnya minat membaca juga terlihat dari produk buku yang dipublikasikan baik secara kuantitas
maupun kualitas.

Ini sangat berkaitan dengan minat membaca masyarakat kita yang secara logika akan berimbas
kepada kultur membaca dan tentu saja berakibat pula kepada kemampuan membaca itu sendiri,
bahkan selanjutnya sangat berpengaruh terhadap minat menulis. Pemahaman terhadap bacaan dapat
dipandang sebagai suatu proses yang bergulir terus-menerus dan berkelanjutan, Membaca
pemahaman sebagai proses mempercayai bahwa upaya memahami bacaan sudah terjadi ketika kita
belum membaca buku apa pun. Kemudian, pemahaman itu menapaki tahapan yang berbeda dan
terus berubah saat baris demi baris, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dari bacaan itu,
yakni ketika menutup buku, novel, atau apa saja. Apakah pemahaman sampai di sini? Belum. Proses
pemahaman terus berlangsung bahkan setelah proses membaca telah selesai. Agar peningkatan
pemahaman dalam diri siswa itu terjadi, guru perlu menciptakan kondisi yang memungkinkan
interaksi beberapa pihak dapat terjadi. Untuk itu, guru harus membuat perencanaan yang mantap.

Tuntutan lain selain optimalnya hasil belajar siswa adalah tuntutan sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 yang menghendaki
upaya pengembangan potensi diri dan keterampilan siswa. Dua aspek ini akan tercapai jika guru
membangun kemampuan kreativitas siswa. Dengan kreativitas yang tinggi, maka potensi dan
keterampilan diri siswa akan berkembang. Amanat tersebut juga sekaligus mengisyaratkan bahwa
pembentukan sumber daya manusia berkualitas merupakan prioritas pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pendidikan masih diabdikan untuk menghasilkan
manusia berkualitas untuk menjadi insan yang berpengetahuan dan berakhlakul karimah (akhlak
mulia).

Rendahnya minat baca menjadi problem utama yang dihadapi bangsa kita. Hal ini terlihat dari
tertinggalnya kualitas SDM kita oleh negara-negara tetangga, dan ini menunjukkan kualitas
pendidikan kita lebih rendah dibanding mereka.

4 Peran Guru dalam Pembelajaran

Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan SDM,banyak pihak
menaruh Perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan bagi upaya peningkatan pengembangan
SDM bangsa untuk dapat berkompetensi dalam skala regional maupun internasional.di samping itu
juga,sekolah pendidikan dasar Merupakan landasan bagi pendidikan selanjutnya.mutu pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi tergantung kepada dasar kemampuan dan keterampilan yang
dikembangkan sejak tingkat sekolah dasar. Mutu pendidikan yang baik di tingkat sekolah dasar akan
menghasilkan di tingkat secara sistematik mutu pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu, pada tingkat sekolah dasar Sangat memungkinkan untuk di kembangkan usaha
dalam perubahan mutu pendidikan, dan peningkatan mutu pendidikan.

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh Dalam proses pembelajaran. kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan
kelangsungan proses belajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang membentuk kewibawaan guru,
antara lain penguasaan materi yang diajarkan,metode mengajar yang sesuai dengan situasi siswa
maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terkait dalam proses pendidikan seperti
administrasi,kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan
keterampilan guru itu sendiri.

Namun sayangnya, sebagaimana dilaporkan oleh Solihatin-Raharjo (2007), menyebutkan bahwa
dalam pembelajaran di sekolah dasar saat ini, guru masih menganggap siswa sebagai objek, bukan
sebagai subjek dalam pembelajaran,sehingga guru dalam proses pembelajaran masih mendominasi

50


Click to View FlipBook Version