The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Nama : Suci Ramadhani
NIM : 06131182126013
Kelas : Indralaya
No.Absen : 13

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by suci.ramadhanizainuri3, 2021-12-01 10:45:59

E-Book Belajar dan Pembelajaran

Nama : Suci Ramadhani
NIM : 06131182126013
Kelas : Indralaya
No.Absen : 13

Keywords: Tugas Kuliah Belajar dan Pembelajaran

aktivitas belajar. Siswa hanya menerima informasi dari guru secara pasif. Selanjutnya,Solihatin
menyebutkan Kelemahan-kelemahan di lapangan, antara lain ditemukan sebagai berikut

a.Model pembelajaran konvensional/Ceramah.

b.Siswa hanya dijadikan objek pembelajaran.

c.Pembelajaran yang berlangsung cenderung tidak melibatkan pengembangan pengetahuan siswa,
karena guru selalu mendominasi Pembelajaran (teacher centered),akibatnya proses pembelajaran
sangat terbatas, sehingga kegiatan pembelajaran hanya diarahkan pada mengetahui (learning to
know), Ke arah pengembangan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif serta psikomotor.

d.Pembelajaran bersifat hafalan semata sehingga kurang bergairah dalam belajar

e.Dalam proses pembelajaran proses interaksi searah hanya dari guru ke siswa.

Salah satu upaya mengatasi permasalahan ini,guru harus mampu merancang model pembelajaran
yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru harus kreatif dalam mendesain model pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat berpartisipasi,aktif, kreatif, terhadap materi yang diajarkan. Dengan
cara demikian diharapkan siswa dapat memahami materi yang diberikan dan mencapai
Pembelajaran bermakna.

Pentingnya merancang model pembelajaran yang bermakna ini karena fungsi setiap mata
pembelajaran yang bermakna ini karena fungsi utama setiap mata pelajaran di sekolah dasar,yaitu
mengembangkan pengetahuan, nilai,dan sikap, serta keterampilan sosial yang dihadapi sehari hari
serta menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa
lalu hingga masa kini, Sedangkan tujuannya agar siswa mampu mengembangkan pengetahuannya,
nilai dan sikap serta keterampilan sosial agar siswa merasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

5 Pembelajaran Terpadu

Dunia anak adalah dunia nyata dan tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dari tahap
berpikir nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memandang objek yang ada di sekelilingnya secara
utuh. Untuk itu, pembelajaran hendaknya dari lingkungan terdekat, yaitu mulai dari diri sendiri
kemudian dikembangkan kepada keluarga dan sekolah. Di pihak lain, proses pembelajaran di kelas
masih tampak adanya pemisahan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lainnya sehingga
anak akan merasa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran terpadu.
memungkinkan serta ilustrasi pembelajaran yang dapat mencapai beberapa target konsep yang ada
dalam beberapa mata pelajaran (Fogarty, 1991).

Gambaran di atas sesuai dengan landasan pemikiran pembelajaran terpadu seperti yang
dikembangkan oleh Tim Pengembangan PGSD (1997) yang mengemukakan bahwa pembelajaran
terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran, sebagai berikut:

1. Progresivisme

Aliran ini menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya berlangsung secara alami, tidak artifisial.
Pembelajaran di sekolah harus dapat mengakomodasi keadaan dalam dunia nyata sehingga dapat
memberikan makna kepada kebanyakan siswa.

2. Konstruktivisme

Aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan dikonstruksi sendiri oleh individu dan pengalaman
merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan
mendengarkan ceramah atau dengan membaca buku tentang pengalaman orang lain. Memahami
sendiri merupakan kunci utama kebermaknaan dalam pembelajaran.

3. Landasan normatif

51

Aliran ini menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran.

4. Landasan praktis

Aliran ini mengharapkan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi
dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil yang
optimal.

5. Developmentally Appropriate Practice (DAP)

yaitu prinsip yang menyatakan bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia
dan individu yang meliputi perkembangan kognitif, emosi, minat, dan bakat siswa.

Teori-teori lain yang sangat mendukung tentang pentingnya pembelajaran terpadu Ini antara lain:

1. Teori Perkembangan Jean Plaget

Jean Piaget menyatakan bahwa seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif
sejak lahir hingga dewasa, yaitu: tahap sensorimotor, pra-operasional, operasi konkret, dan operasi
formal. Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada
individu yang melompati salah satu tahap ini.

2. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan
merevisinya apakah aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Menurut Slavin dalam Trianto (2007:26),
agar siswa benar benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka harus memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-
ide.

Pada dasarnya, pendekatan konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh
individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak
akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau dengan membaca buku tentang
pengalaman orang lain.

3. Teori Vigotsky

Vigotsky mengatakan bahwa, pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkan
kemampuannya, atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone proximal development (Trianto:2007).

Ada dua implikasi utama teori Vigotsky dalam pembelajan sains pertama, dikehendakinya suasana
kelas, berbentuk pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar
tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam
masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, dalam pembelajaran menekankan
scaffolding sehingga siswa semakin lamasemakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya
sendiri.

4. Teori Bandura

Menurut Bandura bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati
tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan ini kemu dian dimantapkan dengan cara
menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali.

52

5. Teori Brunner

Jerome Brunner, adalah seorang ahli psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor pengembangan
kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Teori
Brunner selanjutnya disebut pembelajaran penemuan, adalah suatu model pengajaran yang
menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari
perlunya belajar secara aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berpikir
secara induktif dalam belajar.

Menurut Brunner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatian untuk
memahami struktur materi yang dipelajarinya.

6 Pengembangan Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan mengenai sesuatu dengan cara baru yang tidak
biasa dan menampilkan cara pemecahan masalah yang unik. Kreativitas dan kecerdasan bukan hal
yang sama. Sternberg (1999) memperkenalkan kreatifitas dalam teori mengenai kecerdasan,
mengatakan bahwa banyak individu-individu yang kecerdasannya tinggi yang menghasilkan karya
karya besar tetapi tidak selalu karya-karya baru. Dia juga percaya bahwa orang orang yang kreatif
menentang pendapat orang banyak, sedangkan orang yang kecerdasannya tinggi tapi tidak kreatif
seringkali berusaha untuk menyenangkan orang banyak. Orang-orang yang kreatif cenderung
berpikir divergen (Guildford, 1967). Berpikir divergen, menghasilkan berbagai jawaban terhadap
sebuah pertanyaan. Sebaliknya, cara berpikir yang dipersyaratkan dalam berpikir konvensional,
adalah berpikir konvergen. Misalnya, pertanyaan “berapa lembar uang seribuan yang akan kamu
dapat, bila kamu menukarkan selembar uang sepuluh ribuan ? ”Untuk pertanyaan ini hanya ada satu
jawaban yang benar. Berbicara mengenai kecerdasan dan kreativitas, kebanyakan orang kreatif
memang benar-benar cerdas, tetapi tidak semua orang cerdas kreatif.

1. Bagaimana membimbing anak agar kreatif?

Ada beberapa cara yang harus dilakukan :

a. Libatkan anak dalam kegiatan Brainstorming, sehingga menghasilkan sebanyak mungkin ide

Brainstorming adalah sebuah kegiatan yang memberikan kebebasan anak untuk mengutarakan
pikiran-pikirannya secara bebas mengenai sebuah ide tertentu. Brainstorming ini merupakan sebuah
teknik dimana anak didorong untuk berani mengutarakan ide-ide (kreatif) nya dalam sebuah
kelompok, menyajikannya bersama ide-ide orang lain, dan mengatakan apa yang ada dalam
pikirannya. Teman-teman yang mendengarkan disarankan untuk menahan diri untuk tidak
menyampaikan kritik, paling tidak hingga akhir presentasi. Hal ini perlu dilakukan agar anak berani
mengemukakan ide-idenya, apapun idenya. Kesempatan-kesempatan untuk mengeluarkan ide-ide
itu perlu dijadwalkan agar anak mau mengeluarkan sebanyak-banyak idenya walaupun ide tersebut
tidak kreatif. Pablo Picasso, pelukis Spanyol yang terkenal, telah membuatkan sebanyak 20.000
karya seni. Dari karya- karya yang dia hasilkan tersebut, yang tergolong karya besar hanya
beberapa. Hal ini menunjukkan bahwa untuk bisa menghasilkan karya seni yang benar-benar karya
besar, tidak bisa sekali jadi. Makin banyak ide yang dikeluarkan oleh anak, maka makin besar
kemungkinan dia mengkreasikan sesuatu yang unik. Anak yang kreatif tidak takut untuk gagal dan
tidak takut melakukan kesalahan. Mereka mungkin saja memasuki 20 kali jalan buntu sebelum dia
bisa mengutarakan/ menemukan sebuah ide yang inovatif. Anak harus berani menghadapi risiko
tersebut, sebagaimana dialami oleh Picasso.

b. Buatlah lingkungan sedemikian rupa, agar bisa menstimulasi (merangsang) kreativitas anak.

Setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang alami. Guru yang ingin mengembangkan kreativitas anak
bisa mengandalkan rasa ingin tahu pada anak tersebut sebagai sebuah sarana agar anak bisa bebas
berpikir. Untuk itu sebaiknya guru melakukan kegiatan-kegiatan yang justru membuat anak mencari
jawaban-jawaban yang muncul dari pikiran anak sendiri, tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang jawabannya harus dihafal, yang ada dalam benak guru atau dalam pikiran guru. Guru bisa juga

53

merangsang kreatifitas dengan cara mengajak anak-anak ke tempat-tempat dimana kreativitas
ditampilkan, misalnya di museum (untuk anak-anak ), di galeri-galeri yang menampilkan proses-
proses fisika atau penemuan- penemuan ilmiah (Museum Ilmiah di SABUGA ITB).

c. Hindari mengendalikan anak secara berlebihan.

Hindari mengendalikan anak secara berlebihan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
mengajarkan pada anak hal apa saja yang harus dilakukan, membuat mereka beranggapan bahwa hal
yang original itu salah, buruk, dan bahwa kegiatan menjelajah (eksplorasi) itu adalah perbuatan yang
sia-sia. Memberi kesempatan pada anak untuk memilih sesuatu hal sesuai minatnya dan mendukung
minatnya tersebut yang mungkin berbeda dari anak lain, akan meningkatkan rasa ingin tahunya. Hal
ini akan lebih baik, dari pada guru mendiktekan aktivitas-aktivitas mana yang harus mereka
kerjakan. Bila orangtua atau guru terus menerus menunggui anak maka anak akan merasa bahwa dia
(pekerjaannya) selalu diawasi. Bila anak merasa diawasi terus maka semangat untuk berpetualang,
maupun keberanian untuk mengambil risiko melakukan kreatifitas bisa menjadi surut, dan mereda.
Hal lain yang bisa merusak kreativitas anak adalah harapan atau tuntutan yang terlalu tinggi agar
anak menunjukkan prestasi kerja, dan agar dia melakukan segala sesuatu secara sempurna.

d. Kembangkan motivasi yang ada dalam diri anak.

Kegiatan-kegiatan kreatif yang dilakukan anak secara bebas, menimbulkan sebuah kesenangan
tersendiri bagi anak. Oleh karena itu, penggunaan hadiah yang terlalu eksesif (misalnya mainan,
uang atau benda-benda lain) bisa menghambat kreatifitas. Karena kesenangan yang muncul sebagai
akibat dari kegiatan-kegiatan kreatif itu sendiri menjadi pudar oleh hadirnya iming-iming hadiah.
(Amabile dan Hennessey, 1992, dari Santrock, 2004).

e. Kembangkan cara berpikir fleksibel, dengan cara yang menyenangkan.

Seorang pemikir yang kreatif pada saat menghadapi masalah, dia bersikap fleksibel dan cenderung
mengolah masalah. Dalam proses ini akan sering muncul paradoks (hal-hal yang bertentangan).
Usaha untuk berpikir kreatif akan berjalan lancar bila siswa menghadapinya dengan senang hati.
Dalam bahasa sederhananya, humor bisa menjadi pelumas dari roda-roda kreatifitas. Pada saat anak
“bercanda ria” mereka cenderung menampilkan pemecahan- pemecahan masalah yang tidak biasa,
yang unik. Bersenang-senang dan bergurau, akan membantu melepaskan sensor dalam diri yang
biasanya “memarahi, mengutuk, melarang“ ide-ide bebas anak sebagai sebuah hal yang kurang baik.

f. Kalau mungkin undang orang-orang yang kreatif sehingga anak bisa mendapat pengalaman
kreatif.

Minta mereka menerangkan pada anak-anak hal apa atau pengalaman apa yang membuat mereka
menjadi orang yang kreatif. Bisa juga tokoh yang kreatif itu diminta menampilkan kemampuan
kreatifnya. Guru bisa mengundang penulis yang kreatif, penyair, musikus, ilmuwan atau siapa saja,
bisa membawa barang-barang yang dia miliki atau hasil- hasil karyanya ke dalam kelas, sehingga
kelas menjadi semacam podium/ teater yang menyajikan kreatifitasnya pada anak-anak. Salah satu
pengarang yang terkenal di USA (Richard Lewis, 1997 dari Santrock 2004) mengunjungi salah satu
kelas yang mengundangnya. Dia membawa sebuah kelereng kaca yang besar, dia pegang diatas
kepalanya, sehingga setiap anak bisa melihat spectrum warna yang ada dalam kelereng kaca
tersebut. Dia bertanya, “Siapa yang bisa melihat apa yang sedang terjadi dalam bola kaca ini?” Lalu
dia minta anak-anak menuliskan, apa yang mereka masing masing lihat dalam kelereng tersebut.
Seorang siswa menulis, bahwa ia melihat pelangi sedang terbit, ada matahari sedang bergerak terus,
lalu dia lihat matahari itu tidur dengan bintang-bintang. Dia juga melihat hujan turun ke tanah, lalu
dia lihat ranting-ranting patah, buah apel berjatuhan dari pohonnya dan melihat angin meniup daun-
daunan.

54

7 Sikap Kreatif

1. Definisi Kreatif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan
atau daya cipta, kreativitas juga dapat bermakna sebagai kreasi terbaru dan orisinil yang tercipta,
sebab kreativitas suatu proses mental yang unik untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan
orisinil.” Pembicaraan tentang kreatif tidak dapat terlepas dari pembahasan tentang sikap kreatif.
Menurut Carin dan Sund (1975: 303), orang-orang kreatif memiliki karakteristik tertentu. Mereka
memiliki rasa ingin tahu, banyak akal, mempunyai keinginan menemukan, memilih pekerjaan sulit,
senang menyelesaikan masalah, mempunyai dedikasi terhadap pekerjaan, berpikir luwes, banyak
bertanya, memberikan jawaban yang lebih baik dari yang lainnya, mampu menyintesis, mampu
melihat implikasi baru, mempunyai semangat tinggi untuk menyelidik, dan mempunyai pengetahuan
yang luas.

Adapun Russefendi (1991: 238) mengemukakan bahwa manusia yang kreatif ialah manusia yang
selalu ingin tahu, fleksibel, awas, sensitif terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan pendapat
dengan teliti dan penuh keyakinan tidak bergantung pada orang lain, berpikir ke arah yang tidak
diperkirakan, berpandangan jauh, cakap menghadapi persoalan, tidak begitu saja menerima suatu
pendapat, dan kadang susah diperintah.

2. Bentuk – Bentuk Kreatif

Di dalam kehidupan di dunia ini, sikap kreatif dapat diwujudkan melalui berbagai hal. Bentuk-
bentuk kreatif itu sendiri meliputi:

a. Ide Kreatif

Pemikiran kreatif akan memicu munculnya ide unik yang tidak terpikir sebelumnya, Ide adalah
pemikiran yang dapat menciptakan solusi dari permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

b. Produk Kreatif (Barang dan Jasa)

Produk kreatif dihasilkan dari ide-ide yang muncul. Jadi, bisa dikatakan jika produk adalah tangan
panjang dari ide. Ide yang diejawantahkan dalam bentuk produk tertentu akan sangat berguna bagi
masyarakat dan konsumen. Tanpa ada proses kreatif, maka produk yang dihasilkan tidak bisa sesuai
dengan kebutuhan zaman.

c. Gagasan Kreatif

Kreatif dapat juga diwujudkan dalam bentuk gagasan. Gagasan ini dapat dikemukakan langsung
atau melalui tulisan. Banyak media yang dapat digunakan untuk mengeluarkan gagasan kreatif.

3. Contoh Sikap Kreatif

● Memanfaatkan drum menjadi bangku cantik untuk ruang tamu. Drum ini dicat ulang dan diberi
beberapa ornamen sehingga membuatnya menjadi bangku yang indah untuk menemani orang-orang
yang bertamu di rumah Anda.

● Buku bekas tebal yang sudah tidak terpakai bisa Anda gunakan sebagai pot tanaman. Pada bagian
tengah buku, silakan dilubangi lantas diberi media tanam seperti tanah dan kemudian Anda tanami
bunga atau tanaman hias. Pot buku tebal bisa ditaruh sebagai hiasan cantik di sudut ruangan!

● Gantungan baju dari roda sepeda. Bagi orang-orang yang kreatif, benda yang rusak pun bisa
memiliki nilai fungsi yang tinggi. Contohnya adalah roda sepeda tak terpakai. Benda ini dapat
digantung pada tiang yang tinggi untuk menjemur baju-baju Anda.

● Vertical Garden dari botol Aqua bekas. Dikarenakan lahan yang sempit, banyak orang yang
menjadikannya dalih untuk tidak melakukan penghijauan. Namun, beda dengan orang kreatif.
Mereka akan membuat vertical garden dari barang bekas yakni botol aqua. Dengan menggantungkan

55

botol tersebut dengan susunan vertikal, lantas dilubangi pada bagian tengahnya sebagai media
tanam, maka taman vertikal di rumah Anda pun akan tampak cantik.

● Gelang warna yang terbuat dari manik-manik dan peniti. Pengerjaan dari produk kreatif ini relatif
mudah serta akan memiliki nilai seni yang tinggi. Meskipun hasilnya bagus, tapi tetap saja
membutuhkan kesabaran ekstra untuk membuatnya.

4. Teori Pembentukan Sikap Kreatif

Banyak teori yang membahas tentang pembentukan sikap atau pribadi kreatif,Munandar (2009: 32)
misalnya memaparkan teori-teori pembentukan pribadi kreatif menurut pandangan teori
psikoanalisis dan teori humanistis yang digunakan sebagai landasan pendidikan anak berbakat,
antara lain:

a. Teori Psikoanalisis

Pertama, menurut teori Freud, yang dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939) adalah tokoh utama
yang menganut pandangan bahwa kemampuan kreatif merupakan ciri kepribadian yang menetap
pada lima tahun pertama dari kehidupan. la menjelaskan proses kreatif dari "mekanisme
pertahanan", yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai ide-ide
yang tidak menyenangkan atau tidak dapat diterima. Karena mekanisme pertahanan mencegah
pengamatan yang cermat dari dunia dan karena menghabiskan energi psikis, mekanisme pertahanan
biasanya merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan
menghambat tindakan kreatif, mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama dari
kreativitas.

Kedua, teori Kris dari Ernest Kris (1900-1957) yang menekankan bahwa mekanisme pertahanan
regresi (beralih ke perilaku sebelumnya yang akan memberi kepuasan, jika perilaku sekarang tidak
berhasil atau tidak memberi kepuasan) juga sering muncul dalam tindakan kreatif. Jika seseorang
mampu untuk regress ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara alam
pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari yang sering
mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Orang-orang kreatif adalah
mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar, dengan demikian
mereka dapat melihat masalah-masalah serius dalam kehidupan dengan cara yang segar dan inovatif.

Ketiga, teori Jung dari Carl Jung (1857-1961) yang mengemukakan bahwa ketidaksadaran
memainkan peranan yang sangat penting dalam kreativitas tingkat tinggi. Alam pikiran yang tidak
disadari dibentuk oleh masa lalu pribadi.

b. Teori Humanistis

Berbeda dengan teori psikoanalisis, teori humanistis melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan
psikologis tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun
pertama. Di antara tokoh-tokoh yang termasuk kategori teori humanistis ini ialah teori Maslow, yang
ditokohi oleh Abraham Maslow (1908-1970), pendukung utama dari teori humanistis. Menurutnya
manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan, di mana kebutuhan
tersebut harus dipenuhi dalam urutan tertentu.

Tokoh berikutnya yang termasuk teori humanistis ini ialah teori Rogers, dari Carl Rogers (1902-
1987). Rogers mengemukakan tiga kondisi dari pribadi kreatif, yaitu: keterbukaan terhadap
pengalaman, kemampuan untuk menilai situasi sesuai patokan pribadi seseorang (internal locus of
evaluation), dan kemampuan untuk bereksperimen.

8. Berfikir Kreatif

Setelah membahas apa itu kreatif ? dan bagaimana proses pembentukan sikap kreatif tersebut?. Pada
sub materi kali ini melanjutkan pembahasan tersebut mengenai apa iru berfikir kreatif ? dan
penerapannya pada pembelajaran di sekolah dasar. Telah dijelaskan, kreativitas adalah kemampuan
untuk mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang baru dan

56

membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang dikuasai sebelumnya. Kreativitas ini
juga bersifat spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal, dan keberadaanya tidak
terprediksi. Secara garis besar, maka berpikir kreatif dapat dimaknai dengan berpikir yang dapat
menghubungkan atau melihat sesuatu dari sudut pandang yang baru.

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita sering mengalami dan menghadapi permasalahan. Baik
masalah yang muncul berulang (routine problems) atau juga permasalahan baru yang belum pernah
terjadi sebelumnya (nonroutine problems). Maka dari itu diperlukan cara yang efektif dan efisien
dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, salah satu solusinya dengan kemampuan berfikir
kreatif. Torrance dalam Filsaime (2008 : 20) menganggap berfikir kreatif merupakan sebuah proses
yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibelitas, dan elaborasi.

Dikatakan lebih jelas, berfikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah adalah sebuah proses
menjadi sensitif atau sadar terhadap masalah-masalah, kekurangan, dan celah- celah di dalam
pengetahuan yang didalamnya tidak ada solusi yang dipelajari, membawa informasi yang ada di
dalam memori atau sumber-sumber eksternal, mendefinisikan kesulitan, mencari solusi-solusi,
menduga, menciptakan alternatif-alternatif yang mungkin untuk menyelesaikan masalah tersebut,
menguji kembali alternatif yang sebelumnya sudah ditemukan, menyempurnakannya dan pada
akhirnya mengomunikasikan hasil-hasilnya.

Definisi berfikir kreatif ini dikemukakan oleh Ennis (1981), dapat dimanifestasikan ke dalam 5
kelompok keterampilan berfikir, yaitu :

a. Memberikan penjelasan sederhana (elemtary clarification)

b. Membnagun Keterampoilan Dasar (basic support)

c. Menyimpulkan (inference)

d. Memberi penjelasan lanjut (advanced clarification)

e. Mengatur Strategi dan taktik (strategy and tactics)

Dari berfikir kretaif ini dapat menumbuhkan ketekunan dan disiplin penuh. Yang didalamnya dapat
melibatkan aktivitas mental, seperti :

a. Mengajukan pertanyaan

b. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pemikiran terbuka

c. Membangun keterkaitan, khususnya di hal-hal yang berbeda

d. Menghubungkan berbagai hal yang bebas

e. Menerapkan imajinasi di setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda

f. Mendengarkan intuisi

Selanjutnya, ada komponen-komponen berfikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (1999),
berikut ini penjelasannya :

a. Keterampilan berfikir lancar (fluency)

Ciri- Cirinya :

1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.

2. Memberikan banyak cara atau saran dlam melakukan berbagai hal.

3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

57

1. Mengajukan banyak pertanyaan.
2. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan.
3. Memiliki banyak gagasan cara penyelesaian masalah.
4. Lancar dalam mengungkapkan gagasannya.
5. Bekerja lebih cepat dan melakukan hal lebih banyak dari anak-anak lain.
6. Cepat melihat dan mendeteksi kesalahan atau kekurangan dari suatu objek atau situasi.
b. Keterampilan berfikir luwes (flexibelity)
Ciri- Cirinya :
1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi.
2. Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
3. Mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda.
4. Mampu dengan mudah mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :
1. Memeriksa aneka ragam penggunaan yang tidak lazim dari suatu objek
2. Memberi macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah.
3. Menerapkan suatu konsep atau asa dengan cara yang berbeda-beda.
4. Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari orang lain.
5. Dalam pembahasan atau mendiskusikan situasi selalu mempunyai posisi
yang berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok.
6. Memikirkan penyelesaian yang bermacam-macam dan berbeda-beda terhadap suatu masalah.
7. Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda
8. Mampu mengubah arah berfikir secara spontan.
c. Berfikir orisinil (originality)
Ciri- Cirinya :
1. Mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik.
2. Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
3. Mampu membuat kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur- usur.

Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :
1. Memikirkan masalah-masalah dan hal-hal yang tidak pernah tepikir oleh orang lain.
2. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
3. Memilih asimetri dalam gambar atau membuat desain.
4. Memiliki cara berfikir yang lain dari yang lain.

58

5. Mencari pendekatan baru.

6. Setelah gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian baru, lebih senang menyintesis
daripada menganalisis situasi.

d. Keterampilan memerinci (elaboration)

Keterampilan memerinci atau mengelaborasi adalah kemampuan atau keterampilan memperkaya
dan mengembangan suatu gagasan sehingga lebih menarik.

Ciri- Cirinya :

1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.

2. Menambah atau mengembangkan suatu gagasan atau produk.

3. Menambah atau memerinci secara detail dari suatu objek, gagasan, ataupun situasi sehingga lebih
menarik.

Ditunjukkan dengan perilaku siswa, :

1. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan
langkah-langkah yang terperinci.

2. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.

3. Mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh.

4. Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong dan
sederhana.

5. Membuat garis-garis, warna-warna dan detail-detail tethadap gambarnya sendiri ataupun gambar
orang lain.

Selanjutnya, pembahasan mengenai alasan pentingnya belajar kreatif. Menurut Treffinger dalam
Munandar (1984:37) :

a. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil-guna jika kita tidak bersama mereka.

Belajar kreatif adalah aspek penting dari upaya kita membantu siswa agar mereka lebih mampu
menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. Dengan pesatnya perubahan masyarakat
dan teknologi, kita tidak mungkin mengajarkan anak-anak sesuatu yang harus mereka tahu untuk
hari depan mereka. Kita pun tidak hanya mengajarkan agar anak-anak dapat mengulang kembali
ide-ide. Kita mengharapkan anak-anak dapat belajar hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi
dirinya sehingga mereka mampu dan siap menghadapi masalah-masalah pada waktu kita tidak
bersama mereka.

b. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah
yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul di masa depan.

Dunia kita cepat sekali berubah. Pada sepuluh tahun terakhir ini kita saksikan perkembangan yang
cepat di segala bidang: teknologi, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Masalah-masalah
yang kita hadapi sekarang ini sangat berbeda dengan masalah-masalah yang kita hadapi dua puluh
tahun yang lalu.

c. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita.

Banyak pengalaman belajar kreatif yang lebih daripada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita
makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan
kehidupan pribadi kita. Di samping itu, belajar kreatif dapat menunjang kesehatan jiwa dan
kesehatan jasmani kita.

59

d. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar.

Dengan belajar kreatif memungkinkan timbulnya ide-ide, cara-cara, dan hasil-hasil baru sebagai
sumbangan yang berharga pada pembangunan nasional.

Berfikir kreatif adalah suatu cara emmbangun ide yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Proses
kreatif ini muncul jika ada stimulus. Berikut berbagai langkah dalam melakukan proses kreatif,
melalui 5 tahap yaitu :

1. Stimulus

Konteks stimulus pada kaitanya, diartikan sebagai rangsangan atau awlan yang diberikan oleh guru
untuk memancing dan memicu siswa untuk menantangnya berfikir akan suatu permasalahan atau
objek.

2. Eksplorasi

Sebelum membuat atau mengambil suatu keputusan , siswa dibantu untuk memerhatikan alternatif-
alternatif pilihan yang ada. Untuk berfikir kreatif, siswa harus menginvestigasi secara lanjut.
Teknik-teknik perlu dilakukan untuk meningkatkan range dan kualitas dari ide yang dikumpulkan.
Teknik ini meliputi :

a) Different Thinking, jenis berfikir yang membangun, banyak jawaban yang berbeda, dan tidak
terbatas.

b) Differing Judgement, prinsip berpikir sekarang lalu mempertimbangkannya. Prinsip ini berguna
saat siwa bekerja secara individu atau memikirkan ide-ide dalam suatu kelompok.

c) Extending Effort, Memperluas upaya siswa perlu diberi kesempatan, dukungan, minat,
pertanyaan, dan stimulus dari orang dewasa.

d) Allowing Time, memberi siswa waktu yang cukup untuk membangun ide-ide dengan tahapan
penting dalam proses kreatif.

e) Encourading Play, melihat seberapa jauh ide dapat diperluas, dengan memberikan siswa
kesempatan untuk membangunnya, mempresentasikannya, dan mengujinya dalam aksi dan
tindakannya.

3. Perncanaan

Merencanakan berbagai rencana atau strategi dalam pemecahan masalah. Dari strategi dan rencana
yang ada, diambil beberapa yang paling tepat sebagai solusi.

4. Aktivitas

Berpikir kreatif dituangkan dengan aksi dan aktivitas siswa.

5. Review

Siswa perlu melakukan evaluasi dan meninjau kembali pekerjaannya dengan menggunakan
judgement dan imajinasi mereka.

Adapun upaya guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif ini dapat ditempuh dengan
langkah-langkah sebagaimana dikemukakan oleh Filsaime (2008:25) berikut ini :

1. Menghilangkan penghalang-penghalang daya berfikir kreatif dari siswa.

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghalangi ekspresi-ekspresi kretaif siswa (seperti, ketakutan
akan kegagalan) dan menemukan cara yang tepat dalam mengatasi ketakutan tersebut.

2. Membuat mereka sadar akan asal-usul berpikir kreatif.

60

Guru membantu lebih lanjut siswa untuk mengetahui apa itu berpikir kreatif. Dengan cara
memperkenalkan dan menjelaskan secara detail tahap demi tahap dari teori-teori dan model berpikir
kreatif. Sehingga membuat siswa yakin bahwa mereka juga dapat berpikir kreatif.

3. Mengenalkan dan mempraktekan strategi-strategi berpikir kreatif.

Memperkenalkan dan menjelaskan strategi untuk berpikir kreatif. Membantu siswa untuk
menerapkannya ke dalam proses pembelajaran yang mereka lakukan.

4. Menciptakan sebuah lingkuangan kreatif.

Guru memberikan ruang bagi siswa untuk mengekspresikan daya berfikir kreatif mereka

Bakat kreatif pada hakikatnya ada pada setiap orang. Namun dalam pendidikan, yang lebih penting
adalah bahwa bakat kreatif ini dapat dipupuk dan dikembangkan. Berkaitan dengan ini, menurut
Munandar (1984:11) adapun kondisi lingkungan yang dapat memupuk kreativitas anak, yaitu :

a. Keamanan Psikologis, dapat diciptakan dengan langkah-langkah :

1. Pendidik dapat menerima sebagaimana adanya, tanpa syarat, tanpa melihat kelebihan dan
kelemahannya, tetap memberikan kepercayaan kepada siswa bahwa mereka mampu.

2. Proses pendidikan mengusahakan suasana dimana anak merasa tidak dinilai oleh orang lain.

3. Pembelajaran dilakukan guna memberikan pengertian, memahami pikiran, perasaan dan perilaku
anak dengan menempatkan diri dalam situasi dan sudut pandang anak.

b. Kebebasan Psikologis,

Kebebasan psikologis ini bukan hanya peran guru namun orang tua juga ikut turut serta. Namun
adapun langkah yang harus dilakukan guru dalam menciptakan kebebasan psikologis bagi siswanya,
sebagai berikut :

1. Bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan anak.

2. Memberi waktu kepada siswa untuk memikirkan dalam pengembangan gagasan kreatifnya.

3. Menciptakan suasana yang saling menghargai dan menerima sesama.

4. Dorong kegiatan berpikir divergen dan jadilah narasumber.

5. Ciptakan suasana yang hangat dan mendukung, serta memberi keamanan dan kebebasan untuk
berpikir eksploratif.

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan dalam mengambil keputusan.

7. Mengusahakan setiap siswa turut serta dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu
masalah bersama atau dalam menjalankan suatu proyek.

8. Bersikap positif terhadap kegagalan, membantu siswa menyadari kegagalan dan kelemahan dan
tetap membimbingnya untuk kembali mencoba.

9. Berpikir Kritis

Berpikir tidak terlepas dari aktivitas manusia, karena berpikir merupakan ciri yang membedakan
antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai
proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi
keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Berpikir ternyata mampu
mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin serta dapat dipakai untuk pernenuhan
kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi peserta didik.

61

Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubung
dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami
sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya
secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke arah yang lebih
sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada
manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal.

Menurut Ennis (1981), berpikir kritis adalah suatu berpikir dengan tujuan membuat keputusan
masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan
menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang
disertai pengkajian kebenaran berdasarkan pola penalaran tertentu. Selanjutnya, Ennis menyebutkan
ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan FRISCO, yaitu Focus (fokus),
Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview
(pandangan menyeluruh).

Menurut Halpen (1966), berpikir kritis adalah member kan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan
mengacu langsung kepada sasaran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu
dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan
berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut
secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan
mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa
faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,
sebab berpikir langsung kepada focus yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan juga Oleh Anggelo ( 1955 : 6), bahwa berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis,
menyintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Menurut Tapilouw (1997), berpikir kritis merupakan cara berpikir disiplin dan dikendalikan oleh
kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti alur logis dan rambu-rambu pemikiran yang sesuai dengan
fakta atau teori yang diketahui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah.

Berpikir kritis dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara. Fister (1995) misalnya, mengemukakan
bahwa proses berpikir kritis adalah menjelaskan bagaimana sesuatu itu dipikirkan. Belajar berpikir
kritis berarti belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa metode penalaran yang dipakai.
Seorang siswa hanya dapat berpikir kritis atau bernalar sampai sejauh ia mamPU menguji
pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan argumen sebelum
mencapai suatu justifikasi yang seimbang. Menjadi seorang pemikir yang kritis juga meliputi
pengembangan sikap-sikap tertentu, seperti keinginan untuk bernalar, keinginan untuk ditantang,
dan hasrat untuk mencari kebenaran.

Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja menerima
atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum
menentukan apakah mereka menerima atau menolak informasi. Jika belum memiliki cukup
pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan mereka tentang informasi itu.
Dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk
menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.

Baron dan Sternberg (1987; 10), mengemukakan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu: praktis,
reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Proses berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir
dasar dan kompleks. Berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang
mengandung sejumlah langkah dari sederhana menuju yang kompleks. Aktivitas berpikir rasional,
meliputi menghafal, membayangkan, mengelompokkan, menggeneralisasi, membandingkan,
mengevaluasi, menganalisis, mensintetis, mendeduksi, dan menyimpulkan.

62

Fisher (1995) membagi strategi berpikir kritis ke dalam tiga jenis, yaitu: strategi afektif, kemampuan
makro, dan keterampilan mikro. Ketiga jenis strategi in satu sama lain saling berkaitan. Pertama,
strategi afektif bertujuan untuk Apa yang saya mengingatkan berpikir independen dengan sikap
menguasai atau percaya diri; misalnya, saya dapat mengerjakannya sendiri. Siswa harus didorong
untuk mengembangkan kebiasaan self-questioning seperti: Apa yang saya yakini? Bagaimana saya
dapat meyakininya? Apakah saya benar-benar menerima keyakinan ini? Untuk mencapainya, siswa
perlu suatu pendamping yang mengarahkan pada saat mengalami kebuntuan, memberikan motivasi
pada saat mengalami kejenuhan dan sebagainya, misalnya guru.

Kedua, kemampuan makro adalah proses yang terlibat dalam berpikir, mengorganisasikan
keterampilan dasar yang terpisah pada saat urutan yang diperluas dari pikiran, tujuannya tidak untuk
menghasilkan suatu keterampilan-keterampilan yang saling terpisah, tetapi terpadu dan mampu
berpikir komprehensif.

Ketiga, keterampilan mikro adalah keterampilan yang menekankan pada kemampuan global. Guru
dalam melakukan pembelajaran harus memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses berpikir
kritis, melakukan tindakan yang merefleksikan kemampuan, dan disposisi seperti yang
direkomendasikan.

Klasifikasi berpikir kritis menurut Ennis dibagi ke dalam dua bagian, yaitu aspek umum dan aspek
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Pertama, yang berkaitan dengan aspek umum, terdiri atas:

1. Aspek kemampuan (abilities), yang meliputi: (a) memfokuskan pada suatu isu spesifik; (b)
menyimpan maksud utama dalam pikiran; (c) mengklasifikasi dengan pertanyaan-pertanyaan; (d)
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan; (e) memerhatikan pendapat siswa, baik salah maupun benar,
dan mendiskusikannya; (f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru; (g) secara
tepat menggunakan pernyataan dan simbol; (h) menyediakan informasi dalam suatu cara yang
sistematis, menekankan pada urutan logis; dan (i) kekonsistenan dalam pertanyaan-pertanyaan.

2, Aspek disposisi (disposition), yang meliputi: (a) menekankan kebutuhan untuk
mengidentifikasikan tujuan dan apa yang harus dikerjakan sebelum menjawab; (b) menekankan
kebutuhan untuk mengidentifikasikan informasi yang diberikan sebelum menjawab; (c) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi yang diperlukan; (d) memberikan kesempatan
kepada Siswa untuk menguji solusi Yang diperoleh; dan (e) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mempresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan Iain-Iain.

Kedua, aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran, meliputi: konsep, generalisasi, dan algoritme,
serta pemecahan masalah. Berikut ini merupakan indikator-indikator dari masing-masing aspek
berpikir kritis yang berkaitan dengan materi pelajaran, yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana, yang meliputi; (a) memfokuskan pertanyaan; (b) menganalisis
pertanyaan; dan (c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.

2. Membangun keterampilan dasar, yang meliputi: (a) mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya; (b) mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

3. Menyimpulkan, yang meliputi: (a) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; (b)
menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi; dan (c) membuat dan menentukan nilai
pertimbangan.

4. Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi: (a) mendefinisikan istilah dan pertimbangan
definisi dalam tiga dimensi; (b) mengidentifikasi asumsi.

5. Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: (a) menentukan tindakan; (b) berinteraksi dengan
orang lain.

Pengembangan kemampuan berpikir kritis yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang interaktif.
Agar pembelajaran dapat interaktif, maka desain pembelajarannya harus menarik sehingga Siswa
dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran yang mengembangkan

63

keterampilan berpikir kritis lebih melibatkan Siswa sebagai pemikir, bukan seorang yang diajar.
Adapun pengajar berperan sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam
belajar dan bukan mengajar.

Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa karena melalui keterampilan
berpikir kritis, siswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi
sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam
situasi yang berbeda. Pendidikan perlu mengembangkan peserta didik agar memiliki keterampilan
hidup, memiliki kemampuan bersikap dan berperilaku adaptif dalam menghadapi tantangan dan
tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif. pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam
proses pembelajaran memerlukan keahlian guru. Keahlian dalam memilih media Yang tepat
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

Model pembelaiaran yang selama ini dilakukan secara konseptual dapat dikembangkan untuk lebih
menekankan pada peningkatan menumbuhkan kemampuan siswa dalam kritis yang sesuai dengan
tingkat perkembangan usianya. Menurut Sutisyana (1997), kemampuan berpikir kritis siswa dapat
ditumbuhkembangkan melalui proses membandingkan, mengelompokkan, data. menafsirkan,
menyimpulkan. menyelesaikan masalah. Dan mengambil keputusan.

Dalam proses pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran IPS, dapat dijadikan sarana yang tepat
dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dalam pembelajaran IPS banyak
konsep atau masalah yang ada di lingkungan siswa, sehingga dapat dijadikan suatu objek untuk
dapat menumbuhkan cara berpikir kritis siswa. Untuk dapat menumbuhkan berpikir kritis siswa
dapat diterapkan suatu bentuk latihan- latihan yang mengacu pada pola pikir siswa. Latihan-latihan
ini dapat dilakukan secara kontinu, intensif, serta terencana sehingga pada akhirnya siswa akan
terlatih untuk dapat menumbuhkan cara berpikir yang lebih kritis.

Memang, sesungguhnya upaya untuk menumbuhkan berpikir kritis siswa merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan guru. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat melahirkan cara
berpikir yang lebih kritis pada siswa. Guru dapat memberikan kesempatan dan dukungan kepada
siswa untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritisnya dengan memberikan metode
pembelajaran yang sesuai diharapkan dapat membantu siswa menumbuhkan pengetahuan
keterampilan nalar yang nantinya dapat berpengaruh pada kemampuan untuk berpikir kritis. Guru
harus dapat mengembangkan suasana kelas dimana siswa berpartisipasi selama proses belaiar
berlangsung. Kegiatan kelas yang mengacu pada aktivitas siswa adalah dengan mengisi lembar kerja
atau dengan mengadakan tanya jawab yang dikembangkan guru. Hal ini dapat berupa mengingat
kembali informasi yang telah disampaikan. Pemahaman secara luas atau mendalami tersebut dapat
melatih siswa dalam mengembangkan berpikir kritisnya.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa, hakikat pembelajaran
yang dilakukan guru berarti interaksi langsung antara guru dengan siswa, guru dalam pembelajaran
dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan apa yang dipelajarinya. Guru bukan hanya
memberi informasi saja tetapi juga dapat memberi petunjuk agar siswa dapat berpikir secara kritis
sehingga siswa mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dalam kehidupannya.
Savage dan Amstrong mengembangkan empat pendekatan yang dapat mendorong siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran, yaitu: 1) kemampuan berpikir
kreatif (creative thinking); 2) kemampuan berpikir kritis (critical thinking); 3) kemampuan
memecahkan masalah (problem solving); clan 4) kemampuan mengambil keputusan (decision
making).

Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dapat
dikembangkan melalui pembelajaran yang bersifat student-centered, yaitu pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa ini, guru memberikan
kebebasan berpikir dan keleluasaan bertindak kepada siswa dalarn memahami pengetahuan serta
dalam menyelesaikan masalahnya. Guru tidak mendoktrin siswa untuk menyelesaikan masalah
hanya dengan cara yang telah ia ajarkan, namun juga memberikan kesempatan seluas-luasnya

64

kepada siswa untuk menemukan ara-cara baru. Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan untuk
mengkonstruksi pengetahuan oleh dirinya sendiri, tidak hanya menunggu transfer dari guru.

Untuk mengajarkan atau melatih siswa agar mampu berpikir kritis harus ditempuh melalui beberapa
tahapan. Tahapan-tahapan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Arief (2004), yaitu:

1. Keterampilan menganalisis, yaitu suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan
tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau
memerinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Kata-kata
operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan,
mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, dan memerinci.

2. Keterampilan menyintesis, yaitu keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan
menganalisis, yakni keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru, Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi
yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya

3. Keterampilan mengenal dan memecahkan massal merupakan keterampilan aplikatif konsep
kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan
dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran
pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar
pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep- konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru.

4. Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian atau
pengetahuan yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran)
baru yang Iain. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami
berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan.

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang
dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai
menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan
standar tertentu.

Yang perlu diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir kritis ini adalah bahwa
keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan
kognitif anak. Suprapto (2008) mengemukakan tahapan tersebut, sebagai berikut:

1. Identifikasi komponen-komponen prosedural, yakni sis_ erkenalkan ada keterampilan dan
langkah-langkah khusus yang diperlukan dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan
keterampilan berpikir, siswa diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan untuk menuntun
pemikiran siswa.

2. Instruksi dan pemodelan langsung, yakni guru memberikan instruksi dan pemodelan secara
eksplisit, misalnya tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan. Instruksi dan pemodelan
ini dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran singkat tentang keterampilan yang sedang
dipelajari, sehingga instruksi dan pemodelan ini harus relatif ringkas.

3. Latihan terbimbing, yakni dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada anak agar nantinya
bisa menggunakan keterampilan tersebut secara mandiri. Dalam tahapan ini, guru memegang
kendali atas kelas dan melakukan pengulangan-pengulangan.

4. Latihan bebas, yaitu dengan cara guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa dapat
melatih keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah (PR). Latihan mandiri
(PR) tidak berarti sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu yang dapat melatih keterampilan
yang telah diajarkan.

65

Antara kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan
masalah saling berhubungan satu sama lain. Dengan adanya kemampuan berpikir kreatif akan
melahirkan ide-ide baru dalam menghadapi masalah. Adapun untuk menguji kebenaran diperlukan
keterampilan berpikir kritis. Dalam memecahkan masalah yang dihadapi diperlukan keterampilan
berpikir kreatif dan kritis, sehingga dapat mengambil keputusan secara reflektif. Pengambilan
keputusan yang dilakukan dapat bermanfaat bagi kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara
serta komunitas.

10. Penguasaan Materi Pelajaran Oleh Guru

Penguasaan materi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam memberikan
materi pembelajaran dalam bentuk tema-tema dan topik-topik, sehingga dapat membentuk
kompetensi tertentu pada peserta didik. Kemampuan ini diharapkan dimiliki oleh guru untuk 5
(lima) bidang studi inovatif yang terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKN, dan
Matematika.

Penguasaan materi pembelajaran oleh guru adalah kemampuan yang dimiliki guru dalam
menerapkan sejumlah fakta, konsep, prinsip dan keterampilan untuk menyelesaikan dan
memecahkan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diajarkan. Materi
pembelajaran merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Materi pembelajaran adalah segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar di kelas. Oleh sebab itu, materi pembelajaran adalah seperangkat materi yang disusun
secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memung-
kinkan siswa untuk belajar.

Penguasaan materi pembelajaran bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan khususnya
dalam proses pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak dalam peningkatan kualitas
pembelajaran dalam kelas. Maka dari itu, untuk dapat mengajar dengan baik, seorang guru harus
menguasai bahan/materi yang akan diajarkan.

Kinerja adalah kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien dan
efektif melalui penggunaan seluruh sumber daya yang terdapat dalam lingkungan kerja, sehingga
pada akhirnya akan meng-hasilkan mutu kerja optimal. Guru yang kurang menguasai materi ajar
dapat memicu kehilangan motivasi untuk mengajar, dan akibatnya kinerja guru menurun. Oleh
karena itu, diduga ada pengaruh langsung positif penguasaan materi pembelajaran terhadap kinerja
guru SD.

Materi pelajaran merupakan isi atau bahan yang akan dipelajari oleh siswa harus dipersiapkan
dengan baik untuk disampaikan kepada siswa. Mata pelajaran harus disusun secara sistematis
berdasarkan sekuensinya serta melihat rancangan program pembelajaran (RPP) untuk mata pelajaran
yang bersangkutan. Dalam proses pelaksanaan penyampaian materi harus diperhatikan sumber
belajar yang menunjang terhadap pengembangan kemampuan siswa.

Pembahasan tentang peserta didik akan dilakukan pada kesempatan lain. Kali ini akan akan diulas
tentang penguasaan materi pelajaran oleh sang guru. Apa itu materi ajar? Bagaimana syarat
menguasai materi ajar? Bagaimana indikator guru yang menguasai materi ajar akan dibahas dibawah
ini? Dalam tinjauan klasik, mengajar adalah menyampaikan materi ajar. Guru dituntut menguasai
bidang keilmuannya secara detail dan bersifat tetap. Dengan demikian guru dituntut untuk
menguasai dengan cara menghafal semua materi ajar seperti halnya ensiklopedia yang
berjalan.Seiring dengan perkembangan teknologi tentu tuntutan di atas tidak lagi relevan. Karena
ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan cepat sekali perkembangannya. Dengan demikian
penguasaan materi dengan cara menghafal seluruh informasi sering kali tidak diperlukan. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran yang perlu dikuasai guru adalah materi ajar. Materi ajar artinya
materi yang disusun oleh guru sehingga bisa disajikan kepada siswa dengan penuh
pemahaman.Suatu materi keilmuan bisa menjadi materi ajar apabila guru menguasai tiga hal berikut
ini:

66

Pertama, menguasai gambar besar dari materi yang diajarkan

Guru perlu mengetahui apa saja dan berapa jumlahnya standar kompetensi dan kompetensi dasar yg
diajarkan dalam satu semester dan satu tahun. Guru juga telah memiliki rancangan kapan dan berapa
lama materi itu akan disampaikan kepada siswa.

Kedua, menguasai prinsip dasar pengembangan ilmu yang diajarkan

Ilmu pengetahuan alam contohnya, akan memiliki objek berupa kajian benda nyata, pendekatannya
pengamatan dan percobaan, hasilnya untuk mendapatkan generalisasi atau teori. Berbeda dengan
ilmu pengetahuan sosial, objek kajiannya masyarakat, pendekatannya pengamatan dan hasilnya
untuk memperoleh gambaran umum.

Ketiga, mampu menyesuiakan materi dengan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang ditulis di papan tulis merupakan pemandu materi ajar. Dengan demikian
sang guru perlu memilah dan memilih materi-materi yang perlu disajikan atau tidak disajikan.
Dengan demikian hanya materi yang sesuai dengan tujuan belajar saja yang disajikan.Sama seperti
menyajikan makanan, menyajikan materi ajar juga perlu aturan

tertentu. Beberapa aturan yang perlu dilakukan untuk menyajikan materi kepada siswa adalah
sebagai berikut:

1. Mengkaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan

Pastikan materi ajar memiliki kaitannya dengan materi sebelumnya, materi yang akan datang dan
materi pada ilmu-ilmu lain

2. Mengkaitkan materi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Pastikan materi ajar merupakan bagian dari perkembangan iptek dengan demikian jika
menguasainya akan dapat ikut andil dengan pengembangan iptek

3. Mengkaitkan materi dengan kehidupan nyata

Kaitkan materi yang dipelajari dengan dunia sehari-hari di lingkungan siswa, dunia yang nyata,
benda-benda yang nyata

4. Menyajikan materi secara simpel dan sistematis

Sajikan materi ajar dengan bahasa yang mudah dipahami siswa, atur intonasi yang tepat dan dengan
ujaran yang runtut. Jika bahan ajar perlu dituangkan dalam bentuk visual buatlah dengan gambar
yang sederhana yang mudah dimengerti siswa. Selain itu, penyajian materi yang sistematis dan
berkesinambungan penting agar antara bahan yang satu dengan bahan berikutnya ada hubungan
fungsional, dimana bahan yang satu menjadi dasar untuk bahan berikutnya. Sementara dalam
menentukan materi pelajaran perlu memasukkan bahan yang faktual dan sifatnya konkret dan
mudah diingat, serta bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak.

5. Menyajikan materi mudah ke sulit

Sajikan materi dari hal-hal mudah ditingkatkan secara berurutan tingkat kesulitannya

6. Menyajikan materi konkrit ke abstrak

Ambillah benda-benda yang konkrit untuk disajikan di awal pembelajaran dilanjutkan dengan
ilustrasi gambar dan kemudian membuat konsep

7. Menyajikan materi umum ke khusus

67

Mulanya sampaikan beragam aktivitas umum bisa dilakukan sendiri maupun kelompok selanjutnya
diakhiri penyimpulan bersama Dengan demikian penguasaan materi ajar tidak sekedar penguasaan
sesara statis akan tetapi penguasaan yang dinamis sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Dengan melihat kenyataan dan tuntunan seperti di atas, menuntut guru untuk menguasai materi
pelajaran dengan baik. Mustahil, guru dapat merencanakan pembelajaran, smemfasilitasi
pembelajaran hingga pada tahap evaluasi pembelajaran jika guru tidak menguasai materi
pembelajaran. Sebagai perencana pengajaran, sebelum proses pembelajaran guru harus menyiapkan
berbagai hal yang diperlukan, seperti mata pelajaran apa yang harus disampaikan, bagaimana cara
menyampaikannya dan media apa yang harus digunakan.
Oleh karena itu, untuk menjadi guru atau pendidik yang professional, menurut Raka Joni (2007),
guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu : kompetensi kepribadian, pedagogis, sosial, dan
professional. Seluruh kompetensi profesi yang dituntut dari seorang guru, semata-mata untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya dapat dinilai dari proses dan hasil belajar.
Jadi, dapat ditegaskan lagi disini, bahwa kemampuan menguasai materi pelajaran oleh guru menjadi
prasarat penting bagi tercapainya keberhasilan proses belajar mengajar. Adanya buku paket
pelajaran yang dapat dibaca oleh siswa tidak mengandung arti bahwa guru tidak perlu menguasai
bahan. Memang guru tidak mungkin serba tahu, tetapi mata pelajaran yang diembannya menjadi
tanggung jawab guru bersangkutan. Yang menjadi persoalan ialah konsep-konsep manakah yang
harus dikuasai oleh guru sehubungan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Udin,
secara jelas dan tegas sesungguhnya konsep-konsep tersebut telah ada dalam kurikulum, khususnya
RPP bidang studi yang dipegangnya.

68

BAB 9

ILMU PENGETAHUAN ALAM

A. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Ilmu pengetahuan sosial adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan
humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi
wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik,khususnya di tingkat dasar dan
menengah.Luasnya kajian IPS ini mencakup berbagai kehidupan yang beraspek majemuk baik
hubungan sosial,ekonomi,psikologi,budaya,sejarah,maupun politik.

Menurut Zuraik dalam Djahari (1984) hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina suatu
masyarakat yang baik di mana para anggotanya berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan
penuh tanggung jawab,sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-nilai. Hakikat IPS di sekolah dasar
memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan siswa sebagai warga
negara sedini mungkin.

Jadi, hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita
kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS
diharapkan dapat melahirkan warga Negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan
negaranya.Nilai-nilai yang wajib dikembangkan dalam pendidikan IPS yaitu: nilai-nilai edukatif,
praktis, teoritis, filsafat, dan kebutuhan.

Dalam kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran
yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah,
antropologi, sosiologi, dan tata Negara.Tujuan utamanya adalah membantu mengembangkan
kemampuan dan wawasan siswa yang menyeluruh (komprehensif) tentang berbagai aspek ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan (humaniora).

Secara spesifik, forum komunikasi II HISPIPSI Tahun 1991 di Yogyakarta membagi rumusan
pengertian pendidikan IPS kedalam dua bagian, yaitu pengertian pendidikan IPS menurut versi
pendidikan dasar dan menengah, dan pengertian IPS menurut versi pendidikan tinggi atau perguruan
tinggi, yang bernaung dibawah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS). Pertama,
menurut versi pendidikan dasar dan menengah, pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi
dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Kedua, menurut versi di
perguruan tinggi, pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu dan humaniora serta
kegiatan manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.

Menurut Banks, pendidikan IPS atau yang dia sebut social studies, merupakan bagian dari
kurikulum di sekolah yang bertujuan untuk membantu mendewasakan siswa supaya dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam rangka berpartisipasi di
dalam masyarakat, negara, bahkan dunia. Pendidikan IPS menurut Jarolimek (1982: 78), yang
menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan IPS berhubungan erat dengan pengetahuan,
keterampilan,sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan siswa berperan serta dalam kelompok
masyarakat dimana ia tinggal. Selanjutnya Buchari Alma (2003: 148) pengertian IPS sebagai suatu
program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan
manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya yang bahannya diambil
dari berbagai ilmu sosial: geografi,sejarah,ekonomi,antropologi,sosiologi, politik, dan psikologi.
Menurut Fraenkel (1980: 34) pendidikan IPA ini dapat membantu para siswa menjadi lebih mampu
mengetahui tentang diri mereka dan dunia dimana mereka hidup.

Secara historis, pendidikan IPS sebagai bidang studi dalam kurikulum sekolah mulai diajarkan di
Indonesia sekitar tahun 1975 sebagai bidang studi IPS dalam kurikulum SD,SMP, Dan SMA.

Definisi pendidikan IPS yang diberikan oleh NCSS pada prinsipnya menjelaskan bahwa
pendidikn IPS adalh suatu kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusiaan untuk
meningkatkan kemampuan kewarganegaraan (civic competence).

B. TUJUAN PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Lebih jauh lagi dalam Pendidikan IPS di kembangkan 3 aspek atau 3 ranah pembelajaran,
yaitu:

69

Aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tiga aspek ini
merupakan acuan yang berorientasi untuk mengembangkan pemilihan materi, strategi, dan model
pembelajaran.

Tujuan Pendidikan ilmu sosial dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa Pendidikan ilmu – ilmu
sosial dikembangkan atas dasar pemikiran suatu disiplin ilmu, sehingga tujuan Pendidikan nasional
dan tujuan institusional menjadi landasan pemikiran mengenai tujuan Pendidikan ilmu nasional.

Tujuan utama pembelajaran IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari – hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Secara rinci, Mutakin (1998) merumuskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah, adalah sebagai
berikut :

1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya,melalui
pemahaman terhadap nilai – nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu – ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah – masalah sosial.

3. Mampu menggunakan model – model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4. Menaruh perhatian terhadap isu dan masalah sosial, serta mampu analisis yang kritis, selanjutnya
mampu mengambil tindakan yang tepat.

5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive
dan kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Nurhadi (1997: 13) menyebutkan bahwa ada 4 tujuan pendidikan IPS, yaitu: Knowledge, skill,
attitude, dan value.

1. Knowledge, yaitu sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para siswa
sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencakup geografi,
sejarah, politik, ekonomi, dan sosiologi psikologi.

2. Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thinking skill).
3. Attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berpikir (intelektual behavior) dan tingkah laku sosial

(sosial behavior).
4. Value, yaitu nilai yang terkandung didalam masyarakat yang diperoleh dari lingkungan

masyarakat maupun Lembaga pemerintahan, termasuk didalamnya ia kepercayaan,nilai
ekonomi, pergaulan antar bangsa, dan ketaatan terhadap pemerintah dan hukum.

Tujuan utama Pendidikan IPS, sebagaimana disebutkan oleh Nurhadi di atas adalah untuk
mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, untuk membentuk dan mengembangkan pribadi
warganegara yang baik (good citizenship) yang secara umum dapat digambarkan sebagai warga
negara yang mempunyai ciri-ciri,seperti yang dikemukakan Barth and Shermis sebagai berikut:

1. Memiliki sifat patriotisme, yaitu cinta tanah air ,bangsa, dan negara.

2. Mempunyai penghargaan dan perhatian terhadap nilai-nilai, peraata, dan praktik kehidupan
kemasyarakatan.

3. Memiliki sifat integritas sosial dan tanggung jawab sebagai warga negara.

4. Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya atau tradisi yang diwariskan
oleh bangsanya.

5. Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam pelaksanaan kehidupan demokratis.

6. Memiliki kesadaran (tanggap akan) masalah sosial.

7. Memiliki ide, sikap, dan keterampilan yang diharapkan sebagai seorang warga negara.

8. Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi yang berlaku.

Secara khusus, tujuan Pendidikan IPS di sekolah dapat dikelompokkan menjadi 4 komponen,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Chapin dan Messick (1992) yaitu

1. Memberikan kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.

70

2. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk mencari dan mengolah atau
memproses informasi.

3. Menolong siswa untuk mengembagkan nilai/sikap demokrasi dalam kehidupan masyarakat.

4. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial.

Hamid Hasan (1996 :98) membagi tujuan Pendidikan ilmu sosial dalam 3 kategori sebagai berikut :

1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa yag berorientasi pada pengembangan kemampuan
pengembagan intelektual yang berhubungan dengam diri siswa dan kepentingan ilmu.

Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir dan memahami ilmu sosial
serta kemampuan proses dalam mencari informasi.

2. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa
berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat yang dinamakan
kemampuan sosial. tujuannya mengembangkan kemampuan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat dan bangsa termasuk tanggung jawab sebagai warga dunia selain itu juga
mengembangkan pemahaman dan sikap positif siswa terhadap nilai,norma, dan moral yang
berlaku di masyarakat.

3. Pengembangan diri sebagai pribadi berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk
kepentingan dirinya masyarakat,maupun ilmu. Tujuannya berkenaan dengan pengembangan
sikap nilai, norma, moral,yang menjadi panutan siswa dalam pembentukan kebiasaan positif
untuk kehidupan pribadinya serta sikap positif terhadap diri untuk memacu perkembangan diri
sebagai pribadi.

Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran dapat memberikan wawasan pengetahuan
yang luas mengenai masyarakat lokal maupun Global sehingga mampu hidup bersama-sama dengan
masyarakat lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Sekolah Dasar sebagai lembaga formal dapat
mengembangkan dan melatih potensi diri siswa yang mampu melahirkan manusia yang andal baik
dalam bidang akademik maupun dalam aspek moralnya.

Tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar berdasarkan kurikulum sekolah dasar 1945 pada
kepentingan siswa ilmu dan sosial (masyarakat). Tujuan pembelajaran IPS yang tercantum dalam
kurikulum,adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti, tujuan pendidikan IPS bukan
hanya sekedar membekali siswa dengan berbagai informasi yang bersifat hafalan kognitif saja akan
tetapi pendidikan IPS harus mampu mengembangkan keterampilan berpikir, agar siswa mampu
mengkaji berbagai kenyataan sosial beserta permasalahannya. Tujuan yang harus dicapai oleh siswa
sekolah dasar harus disesuaikan dengan taraf perkembangannya, yang dimulai dari pengenalan dan
pemahaman lingkungan sekitar menuju lingkungan masyarakat yang lebih luas. Dimulai dari
lingkungan terdekat menuju lingkungan yang lebih luas.

Demikian pula dalam kaitannya dengan KTSP, pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada
tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS,yaitu:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.

Pembelajaran IPS mempunyai misi utama yang sangat mulia sebagaimana dikemukakan oleh
djahiri (1996 : 36) yang memanusiakan manusia dan masyarakat secara fungsional dan penuh
rasa kebersamaan serta rasa tanggung jawab hendaknya Mampu menampilkan harapan-harapan,
sebagai berikut :

1. Mampu memberikan pembekalan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk kehidupannya
dalam astra kehidupan.

2. Membina kesadaran keyakinan dan sikap pentingnya hidup bermasyarakat dan penuh rasa
kebersamaan bertanggungjawab dan manusiawi.

3. Kondisi kehidupan masyarakat sekitar masa kini dan kelak yang diharapkan.

71

4. Proyeksi harapan pembangunan nasional atau daerah yang tentunya mampu dijangkau dan
diperakan siswa kini dan kelak dikemudian hari.

5. Isi dan pesan nilai moral budaya bangsa dari negara Indonesia.

Adapun tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar menurut Munir (1997 :132), sebagai berikut:

1. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan kelak di
masyarakat.

2. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun
alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

3. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan
bidang keilmuan serta bidang keahlian.

4. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan keilmuan
terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.

5. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS
sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Tujuan lain secara eksplisit, dengan mempelajari kondisi masyarakat Seperti yang dimuat dalam
pendidikan IPS ini, maka siswa akan dapat mengamati dan mempelajari norma norma atau peraturan
serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapat
pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan
pribadi dan masyarakat dalam pendidikan IPS tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dari
yang sederhana sampai yang lebih luas (expanding community), yakni siswa akan mulai
diperkenalkan dengan diri sendiri (self) kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT dan RW,
kelurahan atau desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia.

Pengetahuan anak secara pasti akan berkembang Namun karena anak memiliki berbagai potensi
yang masih laten maka mereka memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam
perkembangannya. Mereka yang memulai dari potensi dirinya kemudian belajar, akan menjadi
berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta
berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan
IPS merupakan salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang ,waktu, dan
lingkungan sekitar bagi anak, khususnya dalam hal ini adalah siswa sekolah dasar.

Pendidikan IPS di sekolah dasar harus memperhatikan kebutuhan anak yang berada pada usia
berkisar antara 6- 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun. Masa usia ini, menurut Piaget (1963) berada
dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitif nya pada tingkatan konkret operasional.
Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang
sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan ialah masa sekarang (konkret) dan bukan
masa depan yang belum bisa mereka pahami (abstrak) padahal bahan materi pendidikan IPS adalah
dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak .Konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan
(continuity), arah mata angin, lingkungan,ritual agama, akulturasi, kekuasaan, demokrasi,
nilai,peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi
IPS harus diajarkan kepada siswa sekolah dasar tersebut.

Oleh karena itu, berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-
konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978 : 4) misalnya memberikan pemecahan berbentuk
jembatan Bailey untuk mengkonkretkan abstrak yaitu dengan enactive, iconic, dan symbolic,
melalui bertentangan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut
atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya pendidikan IPS di
sekolah dasar bergerak dari yang konkret menuju ke yang abstrak dengan mengikuti pola
pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan
pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi
lebih luas, dari yang dekat menuju ke yang jauh, dan seterusnya.

C. METODE PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Metode secara harfiah diartikan cara. Dalam pemakaian yang umum diartikan sebagai cara
melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan faktor dan konsep-
konsep secara sistematis. Metode dapat dianggap sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur,
suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan segala sesuatu. Metode adalah cara yang
dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu
kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran

72

dapat tercapai dengan efektif. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan suatu sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Dengan demikian, dapat dimengerti
bahwa metode mengajar adalah cara atau alat yang dipakai oleh seorang pendidik dalam
menyampaikan bahan pelajaran sehingga bisa diterima oleh siswa dan juga tercapainya tujuan yang
diinginkan, atau bagaimana teknisnya pelaksanaan proses belajar mengajar.

Metode Pembelajaran IPS berpijak pada aktivitas yang memungkinkan siswa baik secara individual
maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip IPS secara holistis
dan autentik. Melalui pembelajaran IPS, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung,
sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan
tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri
berbagai konsep yang dipelajari.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan metode yang akan diterapkan dalam proses
pembelajaran :

Dalam pemilihan atau penetapan metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran, maka
hendaknya memperhatikan faktor faktor yang dapat mempengaruhinya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Subiyanto (1990 : 71) berikut:

1. Metode hendaknya sesuai dengan tujuan. Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar. Adapun metode dengan tujuan saling berhubungan. Artinya, metode
harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sialah perumusan
tujuan tersebut.

2. Metode hendaknya disesuaikan dengan bahan pengajaran. Metode pengajaran untuk mata
pelajaran yang satu berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Bahan pelajaran dapat dianggap
sebagai pedoman atau petunjuk bagi guru untuk menentukan metode mengajar yang akan
digunakan.

3. Metode hendaknya diadaptasikan dengan kemampuan siswa. Menyesuaikan metode mengajar
dengan kemampuan siswa, didasarkan pada tingkat atau jenjang pengajaran. Metode dalam
mengajarkan perkembangan untuk siswa sekolah dasar akan berbeda dengan siswa sekolah
menengah. Selain itu juga, penyesuaian metode mengajar itu menyangkut pemilihan media yang
dimanfaatkan. Seyogianya guru memanfaatkan media yang berbeda dalam mengajar di sekolah
dasar, karena terdapat perbedaan kematangan siswa yang bervariasi mempengaruhi pemilihan
dan penentuan metode pengajaran.

2. Metode Pengajaran dalam IPS di Sekolah Dasar

Metode pengajaran IPS dapat dibagi dua klasifikasi yaitu metode yang interaksi edukatifnya
berlangsung di dalam kelas misalnya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
eksperimen, sosiodrama, role playing, dan tugas atau resitasi serta kerja kelompok dan interaksi
yang edukatif yang berlangsung di luar kelas misalnya metode karya wisata dan observasi.

1. Metode Interaksi Edukatif Dalam Kelas

a. Metode ceramah

Menurut Tjipto Utomo & Ruitjen : 1982, metode ceramah merupakan bentuk pengajaran
dimana guru mengalihkan informasi kepada sekelompok besar siswa dengan cara yang
utama bersifat verbal atau kata-kata.

b. Metode tanya-jawab

Metode tanya jawab adalah suatu format interaksi antara guru dengan siswa melalui
kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan respon lisan dari siswa,
sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa.

c. Metode Diskusi atau Metode Musyawarah

Metode diskusi dalam pembelajaran IPS adalah suatu cara penyajian materi pelajaran
dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah, baik berupa pernyataan maupun berupa
pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas atau dipecahkan oleh siswa secara
bersama-sama.

d. Metode Penugasan (Pemberian tugas)

Metode penugasan adalah suatu penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberikan
tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar dan memberikan laporan sebagai hasil
dari tugas yang dihasilkannya.

73

e. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok merupakan format belajar mengajar yang menitikberatkan kepada
interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu kelompok, guna
menyelesaikan tugas secara bersama-sama.

f. Metode Demonstrasi

Demonstrasi merupakan format belajar mengajar yang sengaja mempertunjukan atau
memperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain
kepada seluruh atau sebagian siswa.

g. Metode Eksperimen (Percobaan)

Eksperimen adalah format interaksi belajar mengajar yang melibatkan logika induksi untuk
menyimpulkan pengamatan terhadap proses atau hasil percobaan.

h. Metode Simulasi

Simulasi merupakan format interaksi belajar mengajar dalam pengajaran IPS yang
didalamnya menampakan adanya perilaku pura-pura (simulasi) dari orang yang terlibat
dalam proses pembelajaran atau suatu peniruan situasi tertentu, sehingga siswa dapat
memahami konsep, prinsip-prinsip keterampilan, nilai dan sikap dari sesuatu dari yang
sedang disimulasikan.

i. Metode Inkuiri dan Discovery

Metode Inkuiri dan Discovery dalam pembelajaran merupakan suatu prosedur yang
menekankan belajar secara individual dimana siswa berusaha melakukan aktivitas sendiri
untuk mencari dan meneliti sesuatu sebelum menarik suatu kesimpulan.

2. Metode Interaksi Edukatif di Luar Kelas

a.Metode Karyawisata

Metode karyawisata merupakan suatu kegiatan belajar mengajar dimana siswa dibawa ke
suatu objek di luar kelas untuk mengkaji atau mempelajari suatu masalah yang
berhubungan dengan materi pelajaran atau dengan kata lain karyawisata merupakan suatu
upaya mendekatkan atau membawa diri siswa kepada kehidupan nyata yang menjadi
sumber belajar bagi para siswa.

b. Metode Observasi

Merupakan kelanjutan atau alat yang diperlukan pada saat pelaksanaan karyawisata.

Metode observasi adalah format pembelajaran di mana siswa dibawa ke luar kelas untuk
mengamati suatu objek atau peristiwa kemudian merekamnya dengan menggunakan lembar
pengamatan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

3. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan guru dalam memilih metode pembelajaran
IPS di sekolah dasar

Dalam memilih metode pembelajaran IPS di sekolah dasar, berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), guru diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi
subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas
guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta
didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensi.

2. Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam kompetensi dasar dan standar
kompetensi tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan
keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.

3. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap siswa. Siswa
memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu, dalam
kelas dengan jumlah siswa tertentu, guru perlu memberikan layanan individu agar dapat
mengenal dan mengembangkan siswanya.

4. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus-menerus menerapkan prinsip pembelajaran
tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Siswa yang belum
tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan
atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.

74

5. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga siswa menjadi
pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena
itu, guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau
konteks kehidupan siswa dan lingkungan.

6. Pembelajaran dilakukan dengan multistrategi dan multimedia sehingga memberikan
pengalaman belajar yang beragam bagi peserta didik.

7. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.

Jadi, metode pembelajaran IPS yang dikembangkan hendaknya memperhatikan karakteristik
siswa yang memberikan ruang kepada siswa untuk dapat secara terbuka menganalisis dan
menjelaskan nilai-nilai yang berhubungan dengan masyarakat, memutuskan tindakan, dan
mengambil tindakan dengan keputusan yang reflektif.

D. TEMA-TEMA PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah mulai dari sekolah dasar
sampai sekolah menengah dengan menyajikan materi yang mengkaji seperangkat
peristiwa,fakta,konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial.

Secara garis besar, tema- tema pendidikan IPS di sekolah dasar dapat diklasifikasikan menjadi 3
bagian besar, yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, yaitu :

1. Pendidikan IPS sebagai pendidikan nilai (value education) , yakni :

- Mendidikkan nilai- nilai yang baik, yakni merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat

- Memberikan klasifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa

- Nilai-nilai inti atau nilai utama (core values) seperti menghormati hak-hak perorangan,
kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity of man and work), sebagai upaya
membangun kelas yang demokratis.

2. Pendidikan IPS sebagai pendidikan multikultural ( multicultural education ), yakni :

- Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar

- Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa

- Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas

3. Pendidikan IPS sebagai pendidikan Global ( global education ), yakni :

- Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan perbedaan di dunia

- Menanamkan kesadaran ketergantungan antarbangsa

- Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di
dunia

- Mengurangi kemiskinan, kebodohan, perusakan lingkungan

Ruang lingkup materi pelajaran IPS di sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah yang tercantum
dalam kurikulum, Menurut Depdiknas ( 2006 ), sebagai berikut :

1. Madrasah,tempat, dan lingkungan.

2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.

3. Sistem sosial dan budaya.

4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

E. PEMBELAJARAN IPS DALAM STRUKTUR KURIKULUM
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk

meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. SKL pada pendidikan sekolah dasar
untuk IPS, sesuai petunjuk dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006,
sebagai berikut:

1. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.

2. Menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan
sekitarnya.

75

3.Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif.
4. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru
5. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
6. Menunjukkan gejala alam dan sosial di lingkungan sekitarnya.
7. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.
8. Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan Tanah Air Indonesia.
9. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.
Dari berbagai standar kelulusan tersebut di atas dapat dipahami bahwa program pendidikan IPS
bertujuan untuk menciptakan lulusan atau siswa yang memiliki sikap, etika, kepribadian, serta
pengetahuan dan keterampilan yang paripurna, yang tidak hanya terampil tangannya saja, tetapi
juga lembut hatinya, dan cerdas otaknya.

76

BAB 10
PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH DASAR

A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah pendidikan sains, disingkat
menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata pembelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran
yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang sekolah dasar
sampai sekolah menengah. Anggapan sebagian besar peserta didik yang menyatakan sulit adalah
benar terbukti dari hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas
masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. Ironisnya, justru semakin tinggi jenjang pendidikan,
maka perolehan rata-rata nilai UAS pendidikan IPA ini menjadi semakin rendah.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini adalah masalah lemahnya pelaksanaan
proses pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah. Proses Pembelajaran yang terjadi selama ini
kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaan proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal
informasi,otak siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk menghubungkan dengan situasi dalam
kehidupan sehari-hari.

Kondisi ini juga menimpa pada pembelajaran IPA, yang hanya memperlihatkan bahwa selama ini
proses pembelajaran sains di sekolah dasar masih banyak yang dilaksanakan secara konvensional.
Para guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam melibatkan
siswa serta belum menggunakan berbagai pendekatan/strategi pembelajaran yang bervariasi
berdasarkan karakter materi pelajaran.

Dalam proses belajar mengajar,kebanyakan guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satu-satunya
sumber belajar mengajar. Hal lain yang menjadi kelemahan dalam pembelajaran IPA adalah
masalah teknik penilaian pembelajaran yang tidak akurat dan menyeluruh. Proses penilaian yang
dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan
tes tulis objektif dan subjektif sebagai alat ukurnya. Dengan cara penilaian seperti ini, berarti
pengujian yang dilakukan oleh guru baru mengukur penguasaan materi saja dan itu pun hanya
meliputi ranah kognitif tingkat rendah-rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu indikasi
adanya kelemahan pembelajaran di sekolah.

Penyebab utama kelemahan pembelajaran tersebut adalah karena kebanyakan guru tidak
melakukan kegiatan pembelajaran dengan memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses
sains anak. Pada akhirnya, keadaan semacam ini yang menyebabkan kegiatan pembelajaran
dilakukan hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku teks saja. Keadaan seperti ini juga
mendorong siswa untuk berusaha menghafal pada setiap kali diadakan tes atau ulangan harian atau
tes hasil belajar, baik ulangan tengah semester (UTS), maupun ulangan akhir semester(UAS).

Padahal, untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (1996), hal yang harus diutamakan
adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu
masalah.

Sains atau IPA adalah usaha manusia memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat
pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.Dalam hal ini diharapkan mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA,
sehingga dalam pembelajaran IPA guru tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan
pembelajaran dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. Siswa yang melakukan
pembelajaran juga tidak mendapat kesulitan dalam memahami konsep sains.

77

Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa
Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu
pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. Dari ketiga komponen IPA ini, Sutrisno (2007)
menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Akan tetapi,
penambahan ini bersifat pengembangan prosedur dari proses,sedangkan teknologi dari aplikasi
konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk.

Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi, dengan pembelajaran IPA
di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuwan. Adapun
jenis-jenis sikap yang dimaksud, yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan
objektif terhadap fakta.

Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk,yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah
ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan
kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain: fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori
IPA. Jadi ada beberapa istilah yang dapat diambil dari pengertian IPA sebagai produk, yaitu :

1. Fakta dalam IPA, pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada,atau
peristiwa-peristiwa yang benar terjadi dan mudah dikonfirmasi secara objektif.

2. Konsep IPA merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Konsep merupakan
penghubung antara fakta-fakta yang ada hubungannya.

3. Prinsip IPA yaitu generalisasi tentang hubungan di antara konsep-konsep IPA.

4. Hukum-hukum alam (IPA), prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat tentatif
(sementra, akan tetapi karena mengalami pengujian yang berulang-ulang maka hukum alam bersifat
kekal selama belum ada pembuktian yang lebih akurat dan logis.

5. Teori Ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep, prinsip yang saling
berhubungan.

Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses,yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan
tentang alam.Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses
dalam menemukan fakta dan teori yang digeneralisasi oleh ilmuwan.Adapun proses dalam
memahami IPA disebut dengan keterampilan proses sains (science process skills) adalah
keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasi,
dan menyimpulkan.

Mengamati (observasi) adalah mengumpulkan semua informasi dengan panca indra. Adapun
penarikan kesimpulan (inferensi) adalah kesimpulan setelah melakukan observasi dan berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Disamping kedua komponen ini sebagai keterampilan
proses sains masih ada komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan tetapi, yang
menjadi dasar keterampilan proses adalah merumuskan hipotesis dan menginterpretasikan data
melalui prosedur-prosedur tertentu seperti melakukan pengukuran dan percobaan.

Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam
pembelajaran sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam
melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Menurut Sulistyorini (2006), ada
Sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dala pembelajaran sains, yaitu: sikap ingin
tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka,
mawas diri, bertanggung jawab, dan kedisipilinan diri.

Sikap ilmiah itu dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa dalam pembelajaran IPA pada
saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek lapangan. Pengembangan sikap
ilmiah di sekolah dasar memiliki kesesuaian dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Menurut
Piaget, anak usia sekolah dasar yang berkisar 6 atau 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun masuk dalam
kategori fase operasional konkret. Fase yang menunjukkan adanya sikap keingintahuannya cukup

78

tinggi untuk mengenali lingkungannya. Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan sains, maka
pada anak sekolah dasar siswa harus diberikan pengalaman serta kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat mengetahui
rahasia dan gejala-gejala alam.

Lebih lanjut, IPA juga memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya. Karakteristik
tersebut menurut Jacobson & Bergman (1980), meliputi :

1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.

2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga
penerapannya.

3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam dalam menyingkap rahasia alam.

4. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran sains merupakan
pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah
siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA disekolah dasar dilakukan
penyidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan
tersebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan
penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang
diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berpikir kritis
melalui pembelajaran IPA.

B. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA).
Konsep dasar Ipa di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu seperti mata pelajaran
kimia, biologi, dan fisika.

Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan Nasional standar Pendidikan
(BSNP, 2006) dimaksud untuk:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan, keberadaan,
keindahan, keteraturan alam ciptaan Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang
saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses, untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah,
dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP.

79

C. Pembelajaran IPA Berbasis INKUIRI

Dalam kurikulum 2004 dan Standar isi BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)
mencantumkan inkuiri sebagai proses maupun sebagai produk yang diterapkan secara terintegrasi di
kelas.

Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dalam meliputi kegiatan- kegiatan
mengobservasi, merumuskan pertanyaan relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi
lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, me-review apa yang telah diketahui
,melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh
data,menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan
hasilnya.

Tujuan Utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National Research Council (NRC, 2000),
sebagai berikut:

1. Mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains.

2. Mengembangkan keterampilan Ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang
ilmuwan

3. Membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan

Tujuan di atas dapat dicapai dengan mengikuti sintaks yang ada dalam pembelajaran inkuiri. Joyce
& Well (1996) mengemukakan bahwa sintaks inkuiri sains terdiri atas 4 fase yaitu:

A). Fase investigasi dan pengenalan pada siswa

B). Pengelompokan masalah oleh siswa

C). Identifikasi masalah dalam penyelidikan

D). Memberikan kemungkinan mengatasi kesulitan/ masalah

Pembelajaran inkuiri dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan dan cara bagaimana
menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pernyataan tersebut siswa dapat dilatih melakukan observasi
terbuka, ber hipotesis, bereksperimen yang akhirnya dapat menarik suatu kesimpulan.

Pembelajaran dengan metode inkuiri memiliki lima komponen yanh umum yaitu: bertanya,
keterlibatan siswa, kerja sama, untuk kerja (perform task), dan sumber-sumber yang bervariasi.

Pembelajaran inkuiri yang masyarakat keterlibatan siswa aktif terbukti dapat meningkatkan
prestasi belajar dan sikap anak terhadap sains. Metode ini dapat membantu perkembangan, antara
lain: literasi sains dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan perbendaharaan kata (vocal
bulary), dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Inkuiri merupakan tingkah
laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena
yang memancing rasa ingin tahu.

Berdasarkan komponen-komponen dalam proses inkuiri yang meliputi topic masalah, sumber
masalah atau pertanyaan bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan analisis serta
pengambilan kesimpulan. Dari komponen-komponen ini, Bonnstetter (2000) mengklasifikasi tipe
inkuiri ini kedalam 4 tingkat yaitu: 1) Praktikum (traditional hands-on); 2) pengalaman sains
terstruktur (structured science experiences); 3) inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry); dan
4) penelitian siswa (Student research).

Keterampilan inkuiri berkembang atas dasar kemampuan siswa dalam menemukan dan
merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan dapat mengarah pada kegiatan
penyelidikan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan. Dalam proses pembelajaran melalui
kegiatan inkuiri siswa perlu dimotivasi untuk mengembangkan keterampilan- keterampilan inkuiri

80

atau keterampilan proses sains sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan sikap Ilmiah, seperti
menghargai gagasan baru, berpikir kritis, jujur dan kreatif.

Menurut Nasional Science Educational Standard (NRC,1996) perancangan pengajaran inkuiri dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut :

1. Mengembangkan kerangka kerja jangka panjang (setahun) dan tujuan-tujuan jangka pendek bagi
siswanya.

2. Memilih kontens sains, mengadaptasi dan merancang kurikulum yang memenuhi minat,
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, dan pengalam siswa.

3. Memilih strategi mengajar dan penilaian yang mendukung pengembangan pemahaman siswa dan
memberikan damapak rigan terhadap masyarakat pemelajaran sains

4. Berkerja sama sebagai kolega di dalam disiplin, juga lintas disiplin dan jenjang kelas.

Tahap pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran sains atau IPA di sekolah dasar dapat
dikelompokan dalam lima tahap, yaitu:

1. Adanya kegiatan merumuskan pertanyaan yang dapat diteliti melalui percobaan sederhana.

2. Adanya perumusan hipotesis atau membuat prediksi.

3. Merencanakan dan melaksanakan suatu percobaan sederhana.

4. Mengkomunikasikan hasil pengamatan dan menggunakan data serta peralatan yang digunakan
dalam percobaan sederhana.

5. Menyimpulkan hasil pengamatan dan eksperimen yang telah dilakukan.

Tahap kegiatan diatas merupakan kegiatan pembelajaran inkuiri yang disedrhanakan brdasarkan
sintaks yang ada dalam pembelajaran inkuiri. Sintaks dapat dijadikan sebagai aspek evaluasi dari
pembelajaran tersebut. Aspek- aspek dapat dilihat dari soal-soal yang diberikan guru sebagai bentuk
evaluasi. Tujuannya adalah mengukur nilai kemampuan seorang siswa serta menjadi rujukan untuk
pengembangan pembelajaran selanjutnya.

Adapun bentuk soal yang yang berbasis inkuiri dapat berupa, seerti dikemukakan oleh Hodgson
& Scanlon (1985),sebagai berikut:

1. Tes untuk kerja (performance task), dengan ketentuan:

a. Tes dilaksanakan dengan melakukan investigasi;

b. Tes dilaksanakan dengan melakukan observasi;

2. Tes tulis, dengan ketentuan-ketentuan yang meliputi

a. Merencanakan suatu investigasi;

b. Menjelaskan suatu informasi dengan mengaplikasikan konsep sains melalui data pengamatan
atau data hasil investigasi;

c. Melalui hipotesis

d. Menggunakan tabel, grafik atau chart dalam menjelaskan konsep sains;dan

e. Membuat kesimpulan sebagai hasil pengamatan yang dapat membangun pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep sains.

Ditinjau dari aspek inkuiri, kriteria pembuatan soal-soal diatas merupakan langkah- langkah yang
terdapat dalam langkah-langkah yang terdapat dalam tahap pembelajaran inkuiri.

81

Evaluasi yang diberikan akan sesuai dengan konsep pembelajaran yang telah dilaksanakan serta
sesuai dengan hakikat sains. Sebaiknya evaluasi dilakukan atau direncanakan dalam pembelajaran.

D. Tugas Utama Guru Dalam Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar

Pada umumnya, tugas-tugas guru sekolah dasar, baik yang mengajar IPA ataupun sains maupun
pelajaran lainnya adalah sama. Ditinjau dari pengertian guru menurut Undang-Undang Guru dan
Dosen No. 14 Tahun 2005 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, baik pada jenjang
pendidikan usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta di
perguruan tinggi.

Jelas bahwa tugas utama guru sebagaimana yang dikemukakan dalam undang-undang guru
tersebut adalah bahwa guru mempunyai tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah,
pelatih, penilai, dan pemberi evaluasi kepada peserta didik, baik yang mengajar di tingkat taman
kanak-kanak (TK), sekolah dasar, maupun sekolah menengah. Tugas ini sejalan dengan definisi
guru yang dikemukakan oleh Hasbullah (2006), bahwa guru adalah orang yang berfungsi sebagai
pembimbing untuk menumbuhkan aktivitas peserta didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan. Guru tidak hanya mengajar dan memberikan informasi saja
pada siswa, akan tetapi guru juga mempunyai tugas melatih, membimbing, serta mengarahkan siswa
kepada materi pelajaran sehingga siswa mampu belajar dan bersikap sebagai manusia yang terdidik
secara akademis.

Guru sebagai profesi pendidik diharapkan memiliki kemampuan dalam mengembangkan dirinya
guna memenuhi tugas-tugas di lembaga pendidikan. Guru diminta untuk memenuhi beberapa
kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Ada dua unsur pokokdalam kecakapan atau kompetensi
mengajar yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: 1) menguasai bidang pengetahuan; dan 2) menguasai
keterampilan pedagogis atau kepiawaian dalam mengajar.

Pengembangan pengertian kompetensi disini, yaitu kompetensi pedagogik, professional, pribadi,
dan sosial. Lebih luas lagi bagaimana yang dijelaskan dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) No.20 Tahun 2003, ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh guru
dalam mengajar dan bersikap, yaitu:

1. Memiliki kepribadian ideal sebagai guru

2. Penguasaan landasan kependidikan

3. Menguasai bahan pembelajaran

4. Kemampuan menyusun program pembelajaran

5. Kemampuan melaksanakan program pembelajaran

6. Kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar

7. Kemampuan menyelenggarakan program bimbingan

8. Kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah

9. Kemampuan bekerja sama dengan sejawat dan masyarakat

10. Kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pembelajaran.

Selain itu, guru memiliki tugas, peran, dan fungsi dalam pembelajaran di sekolah, maka guru juga
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyelenggarakan proses pembelajaran ini.
Tanggung jawab guru tersebut menurut Wasliman (2007), meliputi:

1. Menguasai cara belajar mengajar yang efektif

82

2. Mampu membuat satuan pembelajaran (satpel)
3. Mampu dan memahami kurikulum dengan baik
4. Mampu mengajar di kelas
5. Menjadi model bagi peserta didik
6. Mampu membuat dan melaksanakan evaluasi, dll.

Selain itu, guru juga memiliki tanggung jawab sebagai ilmuwan. Guru sebagai ilmuwan
bertanggung jawab dan turut serta dalam memajukan ilmu pengetahuan, terutama yang telah terjadi
spesialisasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.

Uraian diatas menunjukkan kompetensi guru secara umum, sedangkan secara khusus dalam
pembelajaran IPA, guru dapat melakukannya melalui praktikum sederhana dengan pembelajaran
berbasis inkuiri, maka guru memiliki tugas-tugas yang lebih spesifik, seperti memfasilitasi siswa
untuk dapat melakukan pengamatan dan diskusi dimana pembelajaran ini membutuhkan peralatan
dan bahan-bahan dalam pembelajarannya. Dengan demikian, guru juga harus mengetahui prosedur,
konsep, dan keterampilan dalam pembelajaran siswa. Karena tidak ada perbedaan tahapan
pembelajaran IPA dengan pembelajaran mata pelajaran lainnya, maka tugas-tugas guru di dalam
pembelajaran dapat meliputi: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan
kegiatan belajar mengajar (KBM) dan melaksanakan evaluasi.

83

BAB 11

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

A.PENGERTIAN MATEMATIKA

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan,
mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di
taman kanak-kanak secara informal.

Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, kita akan bernalar secara kritis, kreatif
dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-
konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.

Pada usia siswa sekolah dasar (7-8 tahun hingga 12-12 tahun), menurut teori kognitif Piaget
termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak
usia sekolah dasar mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak.
Karena keabstrakannya matematika relative tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah
dasar pada umumnya.

Bidang studi matematika merupakan salah satu komponen pendidikan dasar dalam bidang-
bidang pengajaran. Bidang studi matematika ini diperlukan untuk proses perhitungan dan proses
berpikir yang sangat dibutuhkan orang dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Dalam kurikulum Depdiknas 2004 disebutkan bahwa standar kompetensi matematika di
Sekolah Dasar yang harus dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah
penguasaan materi, namun yang diperlukan ialah dapat memahami dunia sekitar, mempu
bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar Kompetensi yang dirumuskan dalam
kurikulum ini mencakup pemahaman konsep matematika komunikasi matematis, koneksi
matematis, penalaran dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap
matematika.

Melalui komunikasi yang terjadi di kelompok-kelompok kecil, pemikiran matematik siswa
dapat diorganisasikan dan dikonsolidasikan. Pengkomunikasian matematika yang dilakukan
siswa pada setiap kali pelajaran matematika, secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan
kualitas komunikasi, dalam arti bahwa pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut
makin cepat, tepat, sistematis, dan efisien.

B.SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sikap diartikan sebagai perbuatan dan sebagainya
yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan. Menurut Unnes (2008), sikap merupakan
kecenderungan individu untuk merespons dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada
dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau
menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi,
situasi, ide, konsep, dan sebagainya.

Yara (2009: 364) mengartikan sikap sebagai konsep yang memperhatikan cara seorang
individu berpikir, bertindak, dan bertingkah laku. Sikap mempunyai pengaruh yang serius untuk
siswa, guru, kelompok sosial yang berhubungan dengan individu siswa dan seluruh sistem di
sekolah. Sikap dibentuk sebagai hasil dari beberapa pengalaman belajar. Sikap juga dapat
dibentuk secara sederhana dengan mengikuti contoh atau pendapat orang tua, guru, dan teman.
Perubahan atau peniruan sikap juga dapat dibentuk dari situasi pembelajaran. Dalam hal ini,
siswa mencontoh dari sifat guru untuk membentuk sikap mereka.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam
diri siswa dan luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa salah satunya adalah sikap siswa.
Dalam proses pembelajaran matematika perlu diperhatikan sikap positif siswa terhadap
matematika. Sikap positif terhadap matematika perlu diperhatikan karena berkorelasi positif

84

dengan prestasi belajar matematika. Siswa yang menyukai matematika prestasinya cenderung
tinggi dan sebaliknya siswa yang tidak, menyukai matematika prestasinya cenderung rendah.

Sikap merupakan salah satu komponen dari aspek afektif, yang merupakan kecenderungan
seseorang untuk merespons secara positif atau negatif suatu objek, situasi, konsep, atau
kelompok individu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Thorndike dan Hagen yang
menyatakan sikap sebagai suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak kelompok-
kelompok individu, atau institusi sosial tertentu.

Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk merespons secara positif atau negatif
suatu objek, situasi, konsep, atau orang lain. Matematika dapat diartikan sebagai suatu konsep
atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif aksiomatis. Hal ini dapat
disikapi oleh siswa berbeda-beda, mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya.

Dengan demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang untuk
menerima (suka) atau menolak (tidak suka) terhadap konsep atau objek matematika. Sikap
merupakan ukuran suka atau tidak suka seseorang .tentang matematika, yaitu kecenderungan
seseorang untuk terlibat atau menghindar dari kegiatan matematika, siswa yang menerima
matematika, berarti bersikap positif sedangkan siswa yang menolak matematika bersikap
negatif.

Bagi siswa yang bersikap positif terhadap matematika memiliki ciri : menyenangi
matematika, terlihat sungguh-sungguh belajar matematika, memperhatikan guru dalam
menjelaskan materi matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu,
berpartisipasi aktif dalam berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas.
Adapun siswa yang bersikap negatif terhadap matematika, jarang menyelesaikan tugas
matematika, dan merasa cemas dalam mengikuti pelajaran matematika.

Penelitian tentang komponen sikap yang meliputi pandangan, kekhawatiran, dan keyakinan
siswa terhadap matematika dilakukan di sebuah sekolah di Singapura oleh Lianghuo, dkk. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan:

a. Pandangan siswa terhadap matematika

Kebanyakan siswa merasa tertarik terhadap matematika dan mereka berniat untuk meningkatkan
kemampuan mereka, akan tetapi mereka tidak mau menggunakan waktu mereka lebih banyak
untuk mempelajari matematika. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa matematika yang
dipelajari di sekolah terlalu banyak dan hanya berkisar pada masalah rutin dengan pendekatan
close-ended.

b. Kekhawatiran tentang matematika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian siswa merasa khawatir dengan matematika dan
pembelajaran matematika. Ini menunjukkan hal yang positif karena menunjukkan bahwa
kebanyakan siswa akan serius mempelajari matematika. Akan tetapi, ini juga mengindikasikan
bahwa siswa kurang mempunyai rasa percaya diri, ketakutan, dan sikap negatif terhadap
matematika.

c. Keyakinan siswa akan matematika

Keyakinan siswa akan matematika dapat dilihat dari dua pertanyaan berikut: (1) apakah siswa
berpikir bahwa matematika itu berguna bagi dirinya dan kehidupannya di masa datang? (2)
bagaimana matematika bisa menjadi hal yang penting bagi siswa? Tingginya siswa yang merasa
yakin terhadap matematika menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasa matematika itu
penting bagi dirinya dan kehidupannya mendatang. Hal ini memungkin guru untuk meningkatkan
sikap positif terhadap matematikamatematika di sekolah Dasar yang harus dimiliki siswa setelah
melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan materi, namun yang diperlukan ialah
dapat memahami dunia sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar
kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum ini mencakup pemahaman konsep matematika
komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran dan pemecahan masalah, serta sikap dan
minat yang positif terhadap matematika.

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti "belajar
atau hal yang dipelajari," sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau
ilmu Pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2001:7). Matematika
memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisikan dengan baik, penalaran yang jelas dan
sistematis, dan struktur atau ketertarikan antar konsep yang kuat.

85

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam dunia kerja serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan aplikasi
matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi terutama
dalam dunia kerja, dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia
sekolah dasar.

Namun dalam kenyataan yang ada sekarang, penguasaan matematika selalu menjadi

permasalahan besar. Hal ini terbukti dari hasil ujian nasional (UN) yang diselenggarakan

memperlihatkan rendahnya persentase kelulusan siswa dalam ujian tersebut. Pada umumnya,

yang menjadi faktor penyebab ketidak lulusan siswa dalam ujian nasional ini adalah rendahnya

kemampuan siswa dalam materi pembelajaran matematika.

C.PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran didalamnya
mengandung makna belajar dan mengajar, atau merupakan kegiatan belajar mengajar. Belajar
tertuju pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran,
sedangkan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan guru sebagai pemberi
pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat
terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa di dalam
pembelajaran matematika sedang berlangsung.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontribusi pengetahuan baru sebagai
upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua
jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar. Kedu
aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi
antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungan di saat pembelajaran
matematika sedang berlangsung.

Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi
pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang
maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif. Kualitas pembelajaran dapat
dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Pertama, dari segi proses pembelajaran sebagian
besar peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan semangat belajar yang tinggi, dan percaya pada diri
sendiri. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan tingkah
laku ke arah positif, dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Menurut Wragg (1997), pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan
siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep,
dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan. Proses
pembelajaran matematika bukan hanya transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses
kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan
antara siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran matematika bukan hanya sebagai transfer of
knowledge, yang mengandung makna bahwa merupakan objek dari belajar, namun hendaknya
siswa menjadi subjek dalam belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan
belajar matematika apabila pada diri seseorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika.

Menurut Hans Freudenthal dalam Marsigit (2008), matematika merupakan aktivitas insani
(human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, matematika
merupakan cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan
aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari aktivitas insani tersebut. Pada hakikatnya,
matematika tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, dalam arti matematika memiliki

86

kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang
membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada
matematika.

D.TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

Menurut Soedjadi (1998: 40) tujuan pendidikan matematika yang dimaksudkan adalah
tujuan secara umum mengapa matematika diajarkan di berbagai jenjang sekolah.
Matematika sekolah dimaksudkan sebagai bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari
siswa SD, SLTP, dan SLTA. Berdasarkan GBPP matematika Mengemukakan ada tujuan umum
dan tujuan khusus yaitu;

1. Tujuan umumnya yaitu;
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.

2. Tujuan khususnya yaitu;
a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialih gunakan melalui kegiatan
matematika
c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di
Sekolah Lanjutan Tingkat pertama
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

Dengan mengkaji secara mendalam tujuan tersebut, terlihat bahwa tujuan pembelajaran
matematika memuat nilai-nilai matematika yang bersifat formal dan material. Sebagaimana
dikatakan Soedjadi (1998: 45) bahwa tujuan pembelajaran matematika di setiap jenjang
pendidikan digolongkan menjadi (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu tujuan yang menekankan
pada penataan nalar siswa serta pembentukan pribadinya; (2) tujuan yang bersifat material, yaitu
tujuan yang menekankan pada penerapan matematika baik dalam matematika itu sendiri
maupun di luar matematika.

E.PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Istilah pendekatan dapat dipahami sebagai suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang
ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut
bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus dikelola. Jadi,
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Pembelajaran dapat diartikan sebagai
kegiatan rekayasa perilaku untuk merangsang, memelihara, meningkatkan, terjadinya proses
berpikir pembelajar. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran merupakan suatu cara atau
titik tolak terhadap proses pengelolaan dalam pembelajaran.

Bidang studi matematika merupakan bidang studi yang berguna dan membantu dalam
menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan hitung
menghitung atau yang berkaitan dengan urusan angka-angka berbagai macam masalah, yang
memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Oleh sebab itu, siswa
sebagai salah satu komponen dalam pendidikan harus selalu dilatih dan dibiasakan berpikir
mandiri untuk memecahkan masalah. Karena pemecahan masalah, selain menuntut siswa untuk
berpikir juga merupakan alat utama untuk melakukan atau bekerja dalam matematika. Melalui

87

pelajaran matematika juga diharapkan dapat ditumbuhkan kemampuan- kemampuan yang lebih
bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi peserta didik di
masa depan.

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan komponen yang sangat penting dalam
matematika. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan proses
menerapkan pengetahuan (knowledge) yang telah diperoleh siswa sebelumnya ke dalam situasi
yang baru. Pemecahan masalah juga merupakan aktivitas yang sangat penting dalam
pembelajaran matematika, karena tujuan belajar yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan maşalah adalah pendekatan yang
bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasil. Proses merupakan
faktor utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya produk sebagaimana dijumpai
pada pembelajaran konvensional. Pengertian proses dalam hal ini adalah ketika siswa belajar
matematika ada proses reinvention (menemu- kan kembali), artinya prosedur, aturan yang harus
dipelajari tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru dan siswa siap menampungnya, tetapi
siswa harus berusaha menemukannya.

Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika ini merupakan model pembelajaran
yang harus terus dikembangkan dan ditingkatkan penerapannya di sekolah-sekolah, termasuk di
sekolah dasar. Dengan pemecahan masalah matematika ini siswa melakukan kegiatan yang
dapat mendorong berkem- bangnya pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai,
dan proses matematika. Hal ini akan membuka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berpikir logis,
sistematis, kritis, dan kreatif. Dengan menggunakan model pemecahan masalah ini dapat
mengembangkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti: proses visualisasi, asosiasi, abstraksi
manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi yang masing-masing perlu dikelola
secara terkoordinasi. Kemampuan berpikir dan keterampilan yang telah dimiliki anak dapat
digunakan dalam proses pemecahan masalah matematis, dapat ditransfer ke dalam berbagai
bidang kehidupan. Pemecahan masalah matematis dapat membantu memahami informasi secara
lebih baik, dengan demikian bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk
mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.

Menurut Killen (1998), pemecahan masalah sebagai strategi pembelajaran adalah suatu
teknik di mana masalah digunakan secara langsung sebagai alat untuk membantu siswa
memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari. Dengan pendekatan pemecahan
masalah ini siswa dihadapkan pada berbagai masalah yang dijadikan bahan pembelajaran secara
langsung agar siswa menjadi peka dan tanggap terhadap semua persoalan yang dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-harinya.

Adapun menurut Djamarah (2002), pemecahan masalah merupakan suatu metode yang
merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat digunakan metode-
metode lainnya yang dimulai dengan pencarian data sampai kepada penarikan kesimpulan.
Karena itu, pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa
sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong menggunakan pikirannya
secara sadar untuk memecahkan masalah.

Dilihat dari aspek kegunaan atau fungsinya, model pembelajaran atau pendekatan
pemecahan masalah ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: pemecahan masalah
sebagai tujuan, proses, dan keterampilan dasar. Pertama, pemecahan masalah sebagai tujuan,
digunakan ketika pemecahan masalah dianggap sebagai tujuan secara umum dalam pemecahan
masalah, yang tidak tergantung dari masalah khusus, prosedur atau metode, dan isi matematika,
namun yang paling utama adalah pembelajaran ditekankan pada bagaimana memecahkan
masalah. Jadi, dalam interpretasi ini pemecahan masalah bebas dari soal, prosedur, metode, atau
isu khusus yang menjadi pertimbangan utama adalah belajar bagaimana cara menyelesaikan
masalah yang merupakan alasan utama untuk belajar matematika. Kedua, pemecahan masalah
sebagai proses digunakan ser bagai proses yang muncul dari interpretasinya sebagai proses
dinamika dan terus-menerus. Yang ditekankan dalam pemecahan masalah sebagai proses ini,
yaitu: metode, prosedur, strategi, dan heuristis yang digunakan siswa dalam pemecahan
masalah. Dengan kata lain, pemecahan masalah sebagai proses ini dimaksudkan sebagai
pemecahan yang menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi
baru dan tak dikenal. Yang menjadi pertimbangan utama dalam hal ini, yaitu: metode, prosedur,
strategi, dan heuristis yang siswa gunakan dalam memecahkan masalah. Bagian-bagian proses
pemecahan masalah ini sangatlah penting dan menjadi fokus dari kurikulum matematika.
Ketiga, pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar, yakni menyangkut keterampilan

88

minimal yang harus dimiliki siswa dalam matematika, dan keterampilan minimal yang
diperlukan seseorang agar dapat menjalankan fungsinya dalam masyarakat.

Adapun jika dilihat dari jenisnya, pendekatan pemecahan masalah juga dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yang menurut Bay (2000) terdiri atas: mengajar untuk
pemecahan masalah, mengajar tentang pemecahan masalah, dan mengajar melalui pemecahan
masalah.

Pertama, mengajar untuk pemecahan masalah (teaching for problem solving) adalah model
pembelajaran yang ditujukan untuk mengajarkan konsep terlebih dahulu, kemudian siswa
menerapkan pengetahuannya pada situasi pemecahan masalah. Pendekatan ini pada umumnya
terdapat dalam buku teks, di mana soal latihan diikuti oleh soal cerita dengan penerapan konsep
yang sama.

Kedua, mengajar tentang pemecahan masalah (teaching about problem solving) adalah
model pembelajaran yang dimaksudkan untuk mempelajari bagaimana menerapkan strategi
pemecahan masalah, tidak perlu mengajarkan konten matematikanya. Pendekatan ini adalah
mengajarkan strategi atau heuristis untuk menyelesaikan masalah. Salah satu cara yang populer
yaitu pemecahan masalah dengan mengajukan empat langkah pemecahan masalah, yaitu:

1. Memahami masalah
2. Merencanakan masalah
3. Melaksanakan perhitungan
4. Memeriksa kembali proses dan hasil perhitungan

Ketiga, mengajar melalui pemecahan masalah (teaching via problem solving), yaitu
pembelajaran ditempuh melalui masalah yang konkret dan perlahan-lahan menuju abstrak.
Pengajaran ini bertujuan mengajarkan konten matematika dalam suatu lingkungan pemecahan
masalah yang berorientasi inkuiri.

Dalam kajian ini, penulis memfokuskan pada jenis pemecahan masalah yang ketiga, yaitu
mengajar melalui pemecahan masalah, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai pembelajaran
matematika melalui pemecahan masalah. Di mana dalam pembelajaran melalui pemecahan
masalah ini, guru harus dapat membangkitkan minat siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang diajukan. Guru membimbing siswa secara bertahap agar siswa dapat menemukan
solusi masalah yang diajukan. Menurut Reys (1980), sedikitnya ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran melalui pemecahan masalah agar siswa berminat terhadap
masalah yang sedang dihadapinya, yaitu:

1. Memberikan pengalaman langsung aktif, dan berkesinambungan dalam menyelesaikan soal
beragam

2. Menciptakan hubungan yang positif antara minat dan keberhasilan siswa
3. Menciptakan hubungan akrab antara siswa, permasalahan, perilaku pemecahan masalah, dan

suasana kelas.

Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran melalui pemecahan masalah ini
ialah siswa mampu memahami proses dan prosedurnya, sehingga siswa terampil menentukan
dan mengidentifikasi kondisi dan data yang relevan. Dengan adanya kemampuan siswa dalam
memahami proses ini juga siswa mampu menggeneralisasikan masalah, merumuskan, dan
menghasilkan keterampilan yang telah dimiliki. Akhirnya, siswa akan dapat belajar secara
mandiri mengenai pemecahan masalah.

Menurut Killen (1998), pentingnya penerapan pendekatan pemecahan masalah dalam
pembelajaran ini, sebagai berikut:

1. Dapat mengembangkan jawaban siswa yang bermakna menuju pemahaman yang lebih baik
mengenai suatu materi

2. Memberikan tantangan untuk siswa, dan mereka dapat memperoleh kepuasan besar ketika
menemukan pengetahuan baru untuk diri mereka sendiri

3. Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran
4. Membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka kepada masalah-masalah dunia nyata
5. Membantu siswa bertanggung jawab untuk membentuk dan mengarahkan pembelajaran

mereka sendiri

89

6. Mengembangkan skill-skill berpikir kritis siswa dan kemampuan beradaptasi dengan situasi-
situasi pembelajaran baru

7. Meningkatkan interaksi siswa dan kerja tim, oleh karena itu meningkatkan skill-skill
interpersonal siswa

Selain itu, pentingnya penerapan pendekatan pemecahan masalah dalam pelajaran
matematika ini, karena pemecahan masalah berguna untuk kepentingan matematika itu sendiri
dan berguna untuk memecahkan persoalan-persoalan lain dalam masyarakat. Dengan
memanfaatkan model pembelajaran yang menekankan pemecahan masalah, maka siswa
menjadi lebih kritis, analitis dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Dengan kata

lain, pemecahan masalah matematika yang diajarkan pada siswa hasilnya adalah siswa memiliki
pemahaman yang baik tentang suatu masalah, mampu mengkomunikasikan ide-ide dengan baik,
mampu mengambil keputusan, memiliki keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan
informasi yang relevan, menganalisis dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil
yang telah diperoleh.

Dalam pembelajaran pemecahan masalah, guru harus dapat membangkitkan minat siswa
untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang diajukan. Guru membimbing siswa secara
bertahap agar siswa dapat menemukan solusi masalah yang diajukan. Dalam pelaksanaan
pembelajaran pemecahan masalah siswa diharapkan dapat memahami proses dan prosedurnya,
sehingga siswa terampil menentukan dan mengidentifikasikan kondisi dan data yang relevan,
generalisasi, merumuskan, dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki. Akhirnya,
siswa akan dapat belajar secara mandiri mengenai pemecahan masalah. Di dalam pembelajaran
pemecahan masalah dibutuhkan suatu teknik-teknik, prosedur, dan langkah- langkah (strategi)
tertentu, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dalam tingkat kesulitan yang bervariasi.

Selanjutnya, Polya (1985: 5) menyebutkan ada empat langkah dalam pembelajaran
pemecahan masalah, yaitu:

1. Memahami masalah, langkah ini meliputi:
a. Apa yang diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal
b. Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan
c. Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan
d. Dan buatlah gambar atau notasi yang sesuai.
2. Merencanakan penyelesaian, langkah ini terdiri atas:
a. Pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain
b. Rumus mana yang dapat digunakan dalam masalah ini
c. Perhatikan apa yang ditanyakan
d. Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan di sini
3. Melalui perhitungan, langkah ini menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian yang

meliputi:
a. Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum
b. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar
c. Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat
4. Memeriksa kembali proses dan hasil. Langkah ini menekankan pada bagaimana cara

memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, yang terdiri dari:
a.Dapatkah diperiksa kebenaran jawaban
b.Apakah jawaban itu dicari dengan cara lain
c.Dapatkah jawaban atau cara tersebut digunakan untuk soal-soal lain

Dengan mengikuti langkah-langkah atau strategi dari Polya itu, berarti siswa akan dituntut
mulai dari pemecahan masalah, memikirkan cara pemecahannya, sampai siswa dapat
melakukan pemecahannya. Dengan demikian, strategi pemecahan masalah juga dapat diartikan
sebagai suatu cara atau prosedur pemecahan masalah yang langkah-langkahnya dirancang untuk
memudahkan siswa berpikir untuk menemukan pola pemecahan yang tepat. Karena itu, strategi
pemecahan masalah dapat mempengaruhi proses berpikir seseorang dalam memperoleh

ide-ide baru yang berguna untuk pemecahan masalah. Agar pembelajaran pemecahan masalah
ini mampu membantu siswa dalam memahami konsep-konsep matematika, menurut Djamarah
dan Zain (2002: 105) ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam menerapkan
pembelajaran ini, yaitu:

90

1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa,
tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa

2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering membutuhkan waktu yang
cukup banyak, oleh sebab itu, guru harus membuat suatu desain pembelajaran sebaik
mungkin, sehingga tujuan dari kurikulum tetap tercapai dengan waktu yang disediakan

3. Harus mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi
dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri atau
kelompok

Dalam menerapkan pendekatan pemecahan masalah di dalam kelas, diharapkan kepada guru
membantu siswa dalam menumbuhkan semangat atau motivasi dalam memecahkan masalah.
Dalam hal ini, guru harus membimbing dan merasa yakin bahwa siswa sudah memahami
permasalahannya, jika belum atau tidak memahami permasalahannya maka minat siswa akan
hilang, membantu siswa untuk mengumpulkan materi guna menolong dan menyusun rencana
penyelesaian. Siswa juga diarahkan untuk dapat mengidentifikasi seluruh syarat yang diketahui
untuk membangun informasi yang didapat dan berusaha untuk menciptakan iklim atau suasana
yang kondusif dalam pemecahan masalah.

Kesimpulannya bahwa pendekatan pemecahan masalah dapat membantu siswa
merealisasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh dan dapat diterapkan pada situasi baru,
dan proses ini menuntun siswa untuk memperoleh pengetahuan baru. Dengan menggunakan
pendekatan atau model pembelajaran pemecahan masalah ini memungkinkan siswa itu menjadi
lebih kritis dan analitis dalam mengambil keputusan dalam kehidupan. Selain itu, dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk belajar berpikir (learning
to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan
pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-
masalah baru yang belum pernah dijumpai. Dengan pembelajaran pemecahan masalah
menghendaki siswa belajar secara aktif, bukannya guru yang lebih aktif dalam menyajikan
materi pelajaran. Belajar aktif dapat menumbuhkan sikap kreatif. Sikap kreatif yang dimaksud
ialah sifat kreatif mencari sendiri, menemukan, merumuskan, atau menyimpulkan sendiri.

F.PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Pendekatan realistik merupakan suatu pendekatan atau cara pembelajaran dimana
mendekatkan siswa kepada hal yang bersifat nyata yaitu dengan memanfaatkan lingkungan
sekitar sebagai materi pembelajaran. Siswa dalam pendekatan realistik dituntun agar terlibat
secara aktif dalam pembelajaran yakni dalam memecahkan masalah matematika baik secara
individu maupun diskusi kelompok. Dalam pendekatan tersebut guru bersifat sebagai fasilitator

kegiatan pembelajaran karena pembelajaran realistik bertajuk situated learning yaitu proses
pembelajaran yang diarahkan kepada dunia nyata atau student center.

Dengan demikian Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan
metodologi pembelajaran yang mengutamakan kenyataan dan lingkungan sebagai alat bantu
pembelajaran dimana mempunyai maksud kebermaknaan kepada siswa sehingga pembelajaran
dapat tercapai secara optimal.

Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Terdapat lima karakteristik dalam pendekatan pembelajaran realistik yang dikemukakan
oleh Gravemeijer (Maulana, dkk. 2009) diantaranya sebagai berikut ini.

B. Phenomenological exploration or use contex.

Konteks merupakan suatu lingkungan keseharian peserta didik yang nyata. Dalam
matematika konteks ini tidak selalu diartikan konkret, melainkan dapat juga sesuatu yang telah
dipahami peserta didik atau dapat dibayangkan oleh peserta didik. Konteks juga tidak selalu
dihubungkan dengan pengalaman peserta didik.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika
realistik, guru harus memanfaatkan pengetahuan awal peserta didik untuk memahami konsep-
konsep matematika dengan memberikan suatu permasalahan yang kontekstual.

91

C. The use models or bringing by vertical instrument.

Model atau gambar diarahkan untuk memberikan pemahaman terhadap peserta didik dari
model konkret atau nyata menuju ke model abstrak. Dalam proses menggunakan model ini,
peserta didik diharapkan dapat menemukan hubungan antara bagian-bagian masalah kontekstual
dan menyampaikannya ke dalam model matematika melalui bentuk skema, rumusan, serta
bentuk visual. Bentuk model ini bertujuan untuk menjembatani antara masalah matematika yang
kontekstual dengan matematika formal yang bersifat vertikal. Dari karakteristik ini diharapkan
peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, dapat
merepresentasikan dan berkomunikasi dalam matematika.

D. The use of students own production and constructions of students contributions

Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi peserta didik
itu sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal kearah yang lebih formal atau baku
melalui bimbingan seorang guru. Strategi-strategi informal peserta didik berupa skema, grafik,
diagram, atau simbol-simbol dalam matematika serta prosedur pemecahan masalah

kontekstual sebagai sumber inspirasi dalam membangun pengetahuan matematika formal
diharapkan dapat berkembang ke arah yang positif.

E. The interactive character or teaching process or interactivity.

Interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan guru dengan peserta didik maupun
sebaliknya merupakan bagian penting dalam pendekatan matematika realistik. Bentuk interaksi
yang terjadi dalam pembelajaran diantaranya dapat berupa negosiasi secara eksplisit, intervensi
kooperatif, penjelasan, melalui suatu kebenaran, setuju atau tidak setuju, pertanyaan atau
refleksi dan evaluasi sesama peserta didik dan guru.

F. Intertwining or various learning strand.

Konsep yang dipelajari peserta didik dengan prinsip belajar-mengajar matematika realistik
harus merupakan jalinan dengan konsep atau materi lain baik dalam matematika itu sendiri
maupun dengan yang lain, sehingga matematika bukanlah suatu pengetahuan yang terpisah-
pisah melainkan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang utuh dan terpadu. Hal ini
dimaksudkan agar proses pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep dapat dilakukan
secara bermakna dan holistik.

Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Realistik Matematika

Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135) terdapat lima prinsip pembelajaran
realistik yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran matematika.

1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai
sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

2. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-
simbol.

3. Sumbangan dari siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi
konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi dan mengkonstruksi sendiri (yang
mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa
dari level matematika informal menuju matematika formal.

4. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.

5. Intertwining (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Tahapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006, hlm. 4), proses reinvensi berlangsung dalam empat tahap.

1. Tahap situasional, pengetahuan dan strategi yang bersifat situasional dan terbatas
digunakan dalam konteks situasi yang sedang dihadapi.

2. Tahap referensial, model situasi dan strategi khusus yang digunakan untuk menjelaskan
situasi masalah yang sedang dihadapi.

92

3. Tahap umum, model dan strategi digunakan untuk menghadapi berbagai macam situasi
masalah yang mirip.

4. Tahap formal, prosedur dan notasi baku digunakan untuk memecahkan masalah
matematika.

Untuk memahami suatu objek secara mendalam, menurut Sumarno (1987) sedikitnya
seseorang harus mengetahui lima aspek penting, yaitu :

1. Objek itu sendiri
2. Relasinya dengan objek lain yang sejenis
3. Relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis
4. Relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis
5. Relasi dengan objek dalam teori lainnya

Adapun hal yang mempengaruhi terjadinya pemahaman adalah:
1. Sistematisasi sajian materi, karena materi akan masuk ke otak jika masuknya teratur
2. Kejelasan dari materi yang disajikan.

Pemahaman matematis adalah kemampuan menjelaskan suatu situasi dengan kata-kata
yang berbeda dan dapat menginterpretasikan atau menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik,
dan sebagainya. Konsep-konsep dalam matematika terorganisasi secara sistematis, logis, dan
hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks. Dengan kata lain, pemahaman dan
penguasaan suatu materi merupakan persyaratan untuk menguasai materi atau konsep
selanjutnya.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan
dalam mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika
sebagai bentuk pernyataan hasil belajar.

Sebagai indikator bahwa siswa dikatakan paham terhadap konsep matematika, menurut
Salimi (2010) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
2. Membuat contoh dan noncontoh penangkal
3. Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol
4. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain
5. Mengenal berbagai makna dari interpretasi konsep
6. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan

suatu konsep
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

G.KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS

Istilah pemahaman berasal dari akar kata “paham”, yang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai pengetahuan yang banyak, pendapat, aliran, dan mengerti dengan
benar. Adapun istilah pemahaman sendiri diartikan dengan proses, cara, perbuatan memahami
atau memahamkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah suatu
proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu pengetahuan dimana siswa mampu
mengerti apa yang telah disampaikan oleh gurunya.

Pembelajaran yang mengarah pada upaya pemberian pemahaman pada siswa adalah
pembelajaran yang mengarahkan agar siswa memahami apa yang mereka pelajari, tahu kapan,
dimana, dan bagaimana menggunakannya, karena keefektifan pembelajaran sangat ditentukan
oleh ada tidaknya proses pemahaman atau memahami pengetahuan dan proses mental yang
dominan dalam proses memahami adalah dengan memikirkan (thinking). Selain itu,
pemerolehan pengetahuan dan proses memahami akan sangat terbantu, apabila siswa dapat
sekaligus melakukan sesuatu yang terkait dengan keduanya dengan mengerjakannya, maka
siswa akan menjadi lebih tahu dan lebih paham.

Untuk memahami sesuatu, menurut Bloom (Tea,2009) siswa harus melakukan lima
tahapan berikut, yaitu :

93

1. Organizing (diatur). Organization mengatur atau mengorganisasikan, artinya
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan
satu nilai dengan nilai lain., pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

2. Characterization (penataan nilai). Characterization by value or value complex karakterisasi
dengan suatu nilai atau komplek nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini
proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai
itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini
adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-
benar bijaksana

3. Receiving (menerima). Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan stimulus
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.

4. Responding (membanding-bandingkan). Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving

5. Valuing (menilai). Valuing adalah tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving
dan responding. Dalam kaitan proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep
atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan
mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah

menjalani proses penilaian.

1. Pengubahan (translation)

Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan
bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang
bervariasi.
2. Pemeran Arti (interpretation)
Interpolasi digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-
kata dan frasa, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide.

3. Pembuatan Ekstrapolasi 9 (extrapolation)
Ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran,
gambaran dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan
konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif yang ketiga, yaitu penerapan
yang menggunakan suatu bahan yang sudah dipelajari dalam situasi baru yaitu berupa
ide, teori, atau petunjuk teknis.

Adapun menurut Skemp dalam Sumarno (1987). Pemahaman matematis dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Pemahaman Instrumental
Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai pemahaman konsep atau prinsip

tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat menerapkan rumus dalam perhitungan
sederhana. Dalam hal ini. Hanya hafal rumus dan memahami urutan pengerjaan atau
algoritme.

2. Pemahaman Relasional
Pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada

penyelesaian masalah yang lebih luas, dapat mengaitkan suatu konsep atau prinsip
dengan konsep lainnya dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.

Pemahaman matematika yang perlu diterapkan kepada anak didik di sekolah dasar
sebagai pemahaman sejak dini sedikitnya meliputi:

1. Kemampuan merumuskan strategi penyelesaian
2. Menerapkan perhitungan sederhana
3. Menggunakan simbol untuk mempresentasikan konsep
4. Mengubah suatu bentuk ke bentuk lain yang berkaitan dengan pecahan.

Penerapan pemahaman matematis ini sangat penting untuk siswa dalam rangka belajar
matematika secara bermakna, tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai
siswa tidak terbatas pada pemahaman instrumental, tetapi sampai kepada pemahaman rasional.

94

Menurut Ausubel (1986), belajar bermakna adalah bila informasi yang akan dipelajari siswa
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya, siswa dapat mengaitkan antara
pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar lebih mengerti.

H.KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

Komunikasi merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yang
terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu
sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain di lingkungannya. Satu-

satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain di lingkungannya ialah komunikasi,
baik secara lisan maupun tulisan.

Komunikasi, secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu
pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan
maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan
bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.
Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan
berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.

Adapun komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa dialog atau saling
hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, di mana terjadi pengalihan pesan, dan pesan yang
dialihkan berisikan tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep,
rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi di lingkungan kelas yaitu guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara
lisan maupun tertulis.

Dalam proses pembelajaran akan selalu terjadi suatu peristiwa saling berhubungan atau
komunikasi antara pemberi pesan (guru) yang memiliki sejumlah unsur dan pesan yang ingin
disampaikan, serta cara menyampaikan pesan kepada siswa sebagai penerima pesan. Dalam
konteks pembelajaran matematika yang berpusat pada siswa, pemberi pesan tidak terbatas oleh
guru saja melainkan dapat dilakukan oleh siswa maupun media lain, sedangkan unsur dan pesan
yang dimaksud adalah konsep-konsep matematika, dan cara menyampaikan pesan dapat
dilakukan baik melalui lisan maupun tulisan.

Kemampuan komunikasi matematis menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan,
dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar,
menanyakan, dan bekerja sama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang
mendalam tentang matematika. Dalam hal ini, kemampuan komunikasi dipandang sebagai
kemampuan siswa mengkomunikasikan matematika yang dipelajari sebagai isi pesan yang
harus disampaikan. Dengan siswa mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya, maka
dapat terjadi renegosiasi respons antarsiswa, dan peran guru diharapkan hanya sebagai filter
dalam proses pembelajaran.

Selain itu, kemampuan komunikasi matematis itu juga penting dimiliki oleh setiap siswa
dengan beberapa alasan mendasar, yaitu: (1) kemampuan komunikasi matematis menjadi
kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi; (2) kemampuan
komunikasi matematis sebagai modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; dan (3) kemampuan komunikasi
matematis sebagai wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh
informasi, berbagai pikiran.

Beberapa kriteria yang dipakai dalam melihat seberapa besar kemampuan siswa dalam
memiliki kemampuan matematis pada pembelajaran matematika adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh NCTM (1989), sebagai berikut:

1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika
baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

3. Kemampuan menggunakan istilah, notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide, menggambarkan hubungan dan model situasi.

95

Adapun menurut Sumarno (1987), kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat
dari kemampuan mereka dalam hal-hal, sebagai berikut:

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda

nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.
7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Dari kriteria-kriteria kemampuan komunikasi matematis seperti yang dikemukakan di atas,
dapat dielaborasi menjadi aspek-aspek komunikasi, sebagai berikut:

1. Representasi (representation), diartikan sebagai bentuk baru dari hasil translasi suatu
masalah atau ide, atau translasi suatu diagram dari model fisik ke dalam simbol atau
kata-kata. Misalnya, bentuk perkalian ke dalam model konkret, suatu diagram ke dalam
bentuk simbol. Representasi dapat membantu anak menjelaskan konsep atau ide dan
memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu, dapat meningkatkan
fleksibilitas dalam menjawab soal matematika.

2. Mendengar (listening), dalam proses diskusi aspek mendengar salah satu aspek yang
sangat penting. Kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau komentar sangat
terkait dengan kemampuan mendengarkan, terutama menyimak, topik-topik utama atau
konsep esensial yang didiskusikan. Siswa sebaiknya mendengar dengan hati-hati
manakala ada pertanyaan dan komentar dari temannya. Mendengar secara hati-hati
terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa
mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban
yang lebih efektif.

3. Membaca (reading), kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks,
karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menemukan,
menganalisis, mengorganisasikan, dan akhirnya menerapkan apa yang terkandung dalam
bacaan.

4. Diskusi (discussing), merupakan sarana bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan
merefleksikan pikiran-pikirannya berkaitan dengan materi yang diajarkan. Aktivitas
siswa dalam diskusi tidak hanya meningkatkan daya tarik antara partisipan tetapi juga
dapat meningkatkan cara berpikir kritis. Dengan diskusi ini memungkinkan proses
pembelajaran akan lebih mudah dipahami. Kelebihan lain dari diskusi ini antara lain: (a)
dapat mempercepat pemahaman materi pelajaran dan kemahiran menggunakan strategi;
(b) membantu siswa mengkonstruksi pemahaman matematis; (c) menginformasikan
bahwa para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah

sendiri-sendiri tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam satu tim; dan (d)
membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana.
5. Menulis (writing), kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan
merefleksikan pikiran, dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas
kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena siswa memperoleh
pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Menulis dapat meningkatkan
taraf berpikir siswa ke arah yang lebih tinggi (higher order thinking).

Dalam proses pembelajaran matematika, berkomunikasi dengan menggunakan komunikasi
matematis ini perlu ditumbuhkan, sebab salah satu fungsi pelajaran matematika yaitu sebagai
cara mengomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis, dan efisien. Komunikasi merupakan
bagian penting dari pendidikan matematika. Sebagaimana dikemukakan oleh Asikin (2002),
bahwa peran komunikasi dalam pembelajaran matematika, yaitu:

1. Dengan komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif,
membantu mempertajam cara berpikir siswa, dan mempertajam kemampuan-
kemampuan siswa dalam melihat berbagai kaitan materi matematika.

2. Komunikasi alat untuk mengukur kemampuan pemahaman dan merefleksi pemahaman
matematika siswa.

96

3. Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran
matematika mereka.

4. Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk
pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan kemampuan pemecahan
masalah, peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan
keterampilan sosial.

5. Menulis dan berkomunikasi (writing and talking) dapat menjadi alat yang sangat
bermakna untuk membentuk komunitas matematika yang inklusif.

Agar komunikasi matematika itu dapat berjalan dan berperan dengan baik, maka diciptakan
suasana yang kondusif dalam pembelajaran agar dapat mengoptimalkan kemampuan siswa
dalam komunikasi matematis. Siswa sebaiknya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok
kecil yang dapat dimungkinkan terjadinya komunikasi multi-arah yaitu komunikasi siswa
dengan siswa dalam satu kelompok.

Kelompok-kelompok kecil tersebut terdiri dari 4-6 orang siswa yang memiliki kemampuan
heterogen. Di dalam kelompok tersebut siswa menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah.
Dalam kelompok-kelompok kecil itu memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang
lebih baik antar siswa. Mempertinggi kemampuan komunikasi matematis secara alami yaitu
dengan memberikan kesempatan belajar kepada siswa dalam kelompok kecil di mana mereka
dapat berinteraksi.

Pada saat pembagian kelompok itu perlu diperhatikan komposisi siswa yang pandai, sedang,
dan kurang. Kehadiran siswa pandai dapat menjadi tutor sebaya bagi rekan-rekannya. Bantuan
belajar dari teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan, bahasa teman sebaya lebih
mudah dipahami. Tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu, dan sebagainya untuk bertanya
maupun minta bantuan pada teman sebaya.

97

BAB 12

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH DASAR

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai Wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia. Nilai luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan
siswa sehari- hari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat dan makhluk ciptaan tuhan
yang maha esa, yang merupakan usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Dengan pendidikan kewarganegaraan ini diharapkan mampu Membina dan mengembangkan anak
didik agar menjadi warga negara yang baik. Menurut Somantri(1970) warga negara yang baik
adalah warga yang tahu mau dan mampu berbuat baik. Adapun menurut winataputra(1978), warga
negara yang baik adalah warga yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.

Menurut azyumardi Azra(2005) Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji
dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, Ham,
hak dan kewajiban warga negara serta proses demokrasi. Adapun menurut Zamroni Pendidikan
kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berikut kritis dan bertindak demokratis. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis
dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial.

Adapun menurut tim Icce UIN Jakarta, Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku
politik sehingga yang bersangkutan memiliki politik knowledge, awarennes, attitude, political
efficary, dan political participations, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional.
dari beberapa definisi pendidikan kewarganegaraan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
yangMdimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang memberikan
pemahaman dasar tentang pemerintahan, tata cara demokrasi, tentang kepedulian,sikap, pengaturan
politik yang mampu mengambil politik secara rasional, sehingga dapat mempercepat warga negara
yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
berpikir kritis dan bertindak demokratis. Jadi Pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar dan
terencana Dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kecerdasan, kecakapan, keterampilan serta kesadaran tentang hak dan
kewajiban sebagai warga negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa,
pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada
hukum, harga ikut berperan dalam percaturan global.

B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara
yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan negara kesatuan Republik
Indonesia.

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang 1945
masih perlu ditingkatkan terus-menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang
NKRI. Konsep konstitusi negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen
bangsa Indonesia khususnya generasi muda sebagai generasi penerus seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi maka secara otomatis pola pikir masyarakat berkembang dalam

98

setiap aspek hal ini sangat berpengaruh besar terutama dalam dunia pendidikan yang menurut
adanya inovasi baru yang dapat menimbulkan perubahan secara kualitatif yang berbeda dengan
sebelumnya. Tanggung jawab melakukan melaksanakan evaluasi diantaranya terletak pada
penyelenggaraan pendidikan di sekolah di mana guru memegang peran utama dan bertanggung
jawab menyebarluaskan gagasan baru baik terhadap siswa maupun masyarakat melalui proses
pengajaran dalam kelas.

Kenyataan tersebut di atas belum sepenuhnya dipahami kalangan pendidikan khususnya guru
Sekolah Dasar proses pembelajaran di di kelas sangat membosankan dan membuat peserta didik
tertekan.

Hal ini juga terjadi pada mata pelajaran Pendidikan. Mata pelajaran PKN ini merupakan suatu mata
pelajaran yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada
Pancasila undang-undang dan norma-norma yang berlaku di masyarakat masih belum optimal
disampaikan pada siswa.

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan apabila dikaji secara mendalam berasal dari kepustakaan
asing yang memiliki dua istilah yaitu Civic education dan citizenship education. Cogan (1999:4)
menjelaskan kedua istilah ini sebagai berikut

1. Civic education, diartikan sebagai:..... the Foundation course Work in Scholl designer to prepare
young citizens for an active role in their communities in their adult lives ( suatu mata pelajaran
Dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar setelah dewasa
dapat berperan aktif dalam masyarakat)

2. Citizenship education atau education for citizenship, diartiakn sebagai berikut:.... The more
inclusive term and encompasses both their in school experiences as well as out-of school or
'non- formal/informal' learning which takes place in the family, the religiouns
organizations, commnutyorganizations, the media etc., Which help to shope the total itu of the
citizen ( merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar
sekolah seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemasyarakatan dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga negara seutuhnya).

Dari kedua istilah tersebut civic education ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna yang
serupa untuk pelajaran di sekolah atau identik dengan PKN yang memiliki tujuan utama
mengembangkan siswa sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Civic Education atau
Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi
muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus,
peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses
penyiapan warga negara tersebut.

C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, meningkatkan keyakinan akan ketangguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia. Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan memiliki 2 (dua) dasar sebagai
landasannya, landasan yang dimaksud adalah landasan hukum dan ideal.

a. Landasan hukum:

1) Undang-Undang Dasar 1945

- Pembukaan UUD 1945. Pembukaan alinea kedua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan dan alinea
keempat khusus tentang tujuan negara, yaitu keamanan dan kesejahteraan.

- Pasal 27 (3) (II), setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 30 ayat (1) (II), tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Pasal 31 ayat (1) (IV), setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Pasal 28 A-J tentang Hak Asasi Manusia.

99

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982

Undang-undang No. 20/1982 adalah tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara 1982 No. 51, TLN 3234).

- Pasal 18 Hak dan Kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya
bela negara diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bagian tidak
terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.

- Pasal 19 ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan
dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

(1). Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan Pramuka.

(2) Tahap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, serta Nomor 45/U/2002
tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan
Bahasa dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok mata kuliah Pengembangan
Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau kelompok program
studi.

4) Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 43/DIKTI/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

b. Landasan Ideal

Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya
Kewarganegaraan adalah Pancasila.Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep ajaran
Kewarganegaraan dan juga menjiwai konsep ketatanegaraan Indonesia. Dalam sistematikanya
dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal itu dapat dibedakan, namun tidak
dapat dipisahkan.

1) Pancasila sebagai Dasar Negara.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi sumber
hukum positif di Indonesia.Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaannya dipancarkan dalam
empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan dalam pasal-
pasal UUD1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.

Pembukaan UUD 1945 pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi sebagai
dasar negara, merupakan landasan dirumuskannya wawasan nusantara sebagai bagian dari
geopolitik.Pokok pikiran kedua yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang berfungsi sebagai tujuan
negara merupakan tujuan wawasan nusantara sekaligus tujuan geopolitik Indonesia.Tujuan negara
dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu tujuan berhubungan
dengan segi keamanan dan kesejahteraan dan ketertiban dunia.Geopilitik Indonesia pada dasarnya
adalah sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.

2) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa.

100


Click to View FlipBook Version