Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang diyakini
kebenarannya.Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga dalam konsep geopolitik
Indonesia demi terwujudnya ketahanan nasional sebagai geostrategi Indonesia sehingga ketahanan
nasional ini disusun dan dikembangkan berdasarkan geopolitik Indonesia. Perwujudan nilai-nilai
Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan hankam yang disingkat dengan Ipoleksosbud Hankam. Ipoleksosbud Hankam menjadi
dasar pemikiran ketahanan nasional. Dari lima bidang kehidupan nasional, bidang ideologi
merupakan landasan dasar. Ideologi itu berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang menjiwai
empat bidang lainnya. Dasar pemikiran ketahanan nasional di samping lima bidang kehidupan
nasional tersebut yang merupakan aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran
aspek alamiah trigatra yang merupakan geostrategi Indonesia.
3) Pancasila sebagai Ideologi Negara.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep dasar yang memberikan arah
dan tujuan dalam mencapai cita-cita bangsa dan negara. Cita-cita bangsa dan negara berlandaskan
Pancasila dipancarkan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita untuk
mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat adil dan makmur.
D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran PKn Sekolah Dasar dimaksudkan sebagai suatu proses belajar mengajar dalam
rangka membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik dan membentuk manusia Indonesia
seutuhnya dalam pembentukan karakter bangsa yang diharapkan mengarah pada penciptaan suatu
masyarakat yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
berlandaskan pada Pancasila UUD dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang
diselenggarakan selama 6 tahun.
Esensi pembelajaran PKN bagi anak adalah bahwa secara kodrati maupun sosiokultural dan
yuridis formal keberadaan dan kehidupan manusia selalu membutuhkan nilai moral dan norma.
Jangan kehidupannya, manusia memiliki keinginan, kehendak dan kemauan (human desire) yang
berbeda untuk selalu membina, mempertahankan, mengembangkan dan meningkatkan aneka
potensinya berikut segala perangkat pendukungnya, sehingga mereka dapat mengarahkan dan
mengendalikan dunia kehidupan baik secara fisik maupun nonfisik ke arah yang lebih baik dan
bermakna. Secara tegas, Kosasih Djahiri menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini
tidak ada tempat dan waktu kehidupan yang bebas nilai (value free), karena dengan nilai moral dan
norma ini akan menentukan ke arah pengenalan jati diri manusia maupun
kehidupan(Djahiri,1996:2). namun Sangat disayangkan bahwa dalam aplikasinya, pembelajaran
PKn ini kurang banyak diminati dan dikaji dalam dunia pendidikan dan persekolahan, karena
kebanyakan lembaga pendidikan formal dominan pada penyajian materi yang bersifat kognitif dan
psikomotorik belaka, kurang menyentuh pada aspek afektif hal ini bukan karena tidak disadari
esensinya, mainkan karena ketidakpahaman para pengajar. Padahal, bagi guru profesional, dituntut
untuk memberikan pembinaan keutuhan dari peserta didik agar tidak terjerumus pada erosi nilai
moral serta menjadi penyebab dehumanisasi, yang pada akhirnya manusia menjadi arogan, egois
dan individualistis, materialistis sekuler dan bahkan bersombong diri pada penciptaannya.
Kenapa PKN itu perlu diajarkan kepada anak setidaknya ada tiga alasan yang melandasi nya
sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1996: 8-9), yaitu:
1. Bahwa sebagai makhluk hidup, manusia bersifat multikodrati dan multifungsi- peran (status);
manusia bersifat multikompleks atau neopluralistis. manusia memiliki kodrat Ilahi, sosial, budaya
ekonomi dan politik.
101
2. Bahwa setiap manusia memiliki: sense of..., atau value of..., Dan conscience of...Sense of...
menunjukkan integritas atau keterkaitan atau kebutuhan manusia akan sesuatu. Sesuatu ini bisa
material, imaterial, atau kondisional atau waktu.
3. bahwa manusia ini unik(unique human). Hari ini karena potensinya yang mau di potensi dan
fungsi peran serta kebutuhan atau human desire ya multi peran serta kebutuhan. Sejalan dengan
pendapat Djahiri, Dasim Budimansyah dan sapriya (2012:1) tugas pendapat bahwa pendidikan PKN
ini sangat penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga pendidikan PKN ini
harus dibangun atas dasar tiga paradigma, yaitu:
1. PKN secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia akhlak mulia, cerdas,
partisipatif dan bertanggung jawab.
2. PKN Secara teoritis dirancang sebagai strategi pembelajaran yang memuat dimensi dimensi
kognitif, afektif dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi
dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, warga negaraan yang demokratis
dan bela negara.
3. PKN sejarah programmatic dirancang sebagai saksi pembelajaran yang menekankan pada isi yang
mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience)
dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan
tuntutan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai
penjabaran lebih lanjut ide, konsep dan moral Pancasila kewarganegaraan yang demokratis dan bela
negara. memerhatikan uraian di atas maka jelas bahwasanya pembelajaran PKn ini pada intinya
harus diajarkan tidak hanya mentransfer ilmunya saja, tetapi harus sampai pada tahap operasional
sesuai dengan peranan peserta didik saat ini dan di masa mendatang. dengan demikian pembelajaran
PKn ini bukan hanya dalam bentuk konsep belaka, singa kurang fungsional tidak muncul sebagai
jati diri dan acuan perilaku praksis. Celakanya pendidikan PKN malah hanya menjadi "
pembelajaran hafalan" saja. Jadi, pendidikan PKN yang secara pragmatis sarat dengan muatan
aktif dengan dilaksanakan secara kognitif.
Kendala lainnya yaitu pendidikan di Indonesia diadakan pada berbagai persoalan dan situasi
Global yang berkembang cepat setiap waktu, baik yang bermuatan positif maupun negatif atau
bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dilain pihak, Dasim dan Sapriya(2012:3)
mengemukakan beberapa permasalahan kurikuler yang mendasar dan menjadi penghambat dan
peningkatan kualitas pendidikan PKN, sebagai berikut
1. Penggunaan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum pendidikan dijabarkan
secara kaku dan konvensional sebagai jam pelajaran tatap muka terjadwal sehingga kegiatan
pembelajaran PKn dengan cara tatap muka di kelas menjadi sangat dominan.
2. Pelaksanaan pembelajaran PKn yang lebih didominasi oleh kegiatan peningkatan dimensi lainnya
menjadi terbengkalai. di samping itu, pelaksanaan pembelajaran diperparah lagi dengan keterbatasan
fasilitas media pembelajaran.
3. pembelajaran yang terlalu menekankan pada dimensi kogitif itu berimplikasi pada penilaian yang
juga menekankan pada penguasaan kemampuan kognitif saja sehingga mengakibatkan guru harus
selalu mengajak target pencapaian materi.
Dari beberapa penelitian diketahui, Daya tarik terhadap pelajaran PKN masih lemah, karena
membosankan dan cenderung tidak disukai siswa, dan metodenya tidak menentang siswa secara
intelektual (Azis Wahab,2004:2). Pendapat lain menyatakan bahwa mata pelajaran ini dalam
pelaksanaannya menghadapi keterbatasan dan kendala terutama berkaitan dengan kualitas guru
keterbatasan dan kendala terutama berkaitan dengan kualitas guru, keterbatasan fasilitas, dan sumber
belajar (fajar, 2004:2). Kajian kebijakan kurikulum, kesimpulan bahwa pemahaman guru terhadap
standar kompetensi dan kompetensi dasar masih sangat beragam. Sesuai dengan kondisi yang
102
dialami dalam pembelajaran PKn diperlukan upaya untuk menemukan model pembelajaran dapat
memecahkan masalah pembelajaran.
E. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar adalah untuk membentuk Watak atau karakteristik
warga negara yang baik. Menurut mulyasa (2007) , tujuan mata pelajaran Pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk menjadikan siswa agar:
1. Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun itu
kewarganegaraan di negaranya.
2. mampu berpartisipasi dalam segala kegiatan-kegiatan secara aktif dan bertanggung jawab
sehingga baik bisa bertindak secara cerdas dalam semua.
3. bisa berkembang secara positif dan demokratis sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa
lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dengan baik. hal ini akan sudah tercapai jika pendidikan nilai dan norma tetap
ditanamkan pada siswa sejak usia dini karena jika siswa tidak memiliki nilai norma yang baik, maka
tujuan Untuk mencapai warga negara yang baik akan mudah terwujudkan.
Pentingnya pendidikan kewarganegaraan diajarkan di sekolah dasar ialah sebagai pemberian
pemahaman dan kesadaran bahwa setiap anak didik dalam mengisi kemerdekaan, dimana
kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh dengan keras dan penuh pengorbanan harus diisi dengan
upaya membangun kemerdekaan, mempertahankan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara
jadi materinya kita perlu memiliki apresiasi yang memadai terhadap makna perjuangan yang
dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan. Apresiasikan menimbulkan rasa senang, sayang, cinta,
keinginan untuk memelihara melindungi membela negara untuk yaitu Pendidikan Kewarganegaraan
penting diajarkan di sekolah sebagai upaya sadar menyiapkan warga yang mempunyai kecintaan
dan kesetiaan dan keberanian Bella bangsa dan negara. mereka adalah para penerus bangsa yang
akan mengisi bangsa ini pada kehidupan yang datang. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang
bersaru, berilmu, dan berbudaya. maka dari itu diperlukan generasi muda yang tahu akan hak dan
kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta peningkatan kualitas
dirinya sebagai manusia baik sebagai makhluk pribadi maupun sosial demi terjaminnya keutuhan
bangsa dan negara dalam paying NKRI dan terciptanya masyarakat Indonesia yang berbudaya dan
bermartabat.
Pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar memberikan pelajaran kepada siswa untuk
memahami dan membiasakan dirinya dalam kehidupan di sekolah atau di luar sekolah, karena
materi Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada pengalaman dan pembiasaan dalam
kehidupan sehari- hari yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengertian sederhana sebagai bekal
untuk mengikuti pendidikan berikutnya. Selain itu, perlunya Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan
di sekolah dasar ialah agar siswa sejak dini dapat memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, dan memahami nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, kata
sikap yang baik terhadap sesamanya, lawan jenisnya, maupun terhadap orang yang lebih tua.
melalui materi Pendidikan Kewarganegaraan juga dapat mendidik siswa agar dapat berpikir kritis,
rasional, dan kreatif menanggapi itu kewarganegaraan; dapat berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, Kak Anti Korupsi; siswa dapat berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lainnya.
Lebih luas tujuan pembelajaran PKN ini adalah agar siswa dapat memahami dan melaksanakan
hak dan kewajiban secara santun jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dan
103
bertanggung jawab. Agar peserta didik menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran
kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila wawasan nusantara dan ketahanan
nasional. Dan yang tidak kalah pentingnya juga tujuan mempelajari PKN ini agar Siswa memiliki
sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai kejuangan cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa
dan bangsa. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa tujuan PKN di Sekolah Dasar adalah
untuk menjadikan warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu mau dan sadar akan hak
dan kewajibannya. demikian diharapkan kelak dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas dan
bersikap baik sehingga mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.
Kenapa PKN harus dimulai dari sekolah dasar? Karena usia mereka haus akan pengetahuan,
sangat penting dan tepat untuk memberikan konsep dasar tentang wawasan nusantara dan perilaku
yang demokratis secara benar dan terarah, jika salah maka akan berdampak terhadap pola pikir dan
perilaku pribadi yang mempengaruhi pada jenjang selanjutnya juga pada kehidupan di masyarakat.
Jika diibaratkan mereka adalah bibit biasa yang kita pupuk menjadi bibit unggul, yang diharapkan
dapat tumbuh menjadi pribadi yang bermutu, bermutu akhlaqnya, ilmunya. untuk mencapai itu, kita
tidak boleh salah memberi pupuk, sebagai salah dalam memberi pengetahuan. Tanamkan konsep
dasar tentang hak dan kewajiban, wawasan nusantara, demokrasi, hak asasi, peraturan-peraturan,
perilaku dan sikap moral yang berketuhanan yang maha esa secara benar, terukur dan terencana,
mobil samping mereka juga sudah menjadi bagian dari masyarakat yang berinteraksi jadi segera di
arah ke mana yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah.
F. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn) mempunyai fungsi sebagai sarana untuk
membentuk peserta didik menjadi warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya, berkomitmen setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan diri sebagai warga negara yang cerdas, terampil dan berkharakter sesuai dengan
amanat Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan menurut Mubarokah (2012) Fungsi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah :
1. Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional atau tujuan negara
2. Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah
pribadi, masyarakat dan negara
3. Dapat mengapresikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan keputusan yang cerdas
4. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada
bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan diriny dalam kebiasan berpikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945
G. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ialah penggunaan metode atom
model pembelajaran dalam menyampaikan materi pembelajaran secara tepat, Iya memenuhi muatan
tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakikat
pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari belum memenuhi harapan, seperti yang diinginkan.
Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan
efisien sebagai alternatif, itu model pembelajaran berbasis portofolio (portofolio based learning),
yang diharapkan mampu melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor siswa,
serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga Siswa memiliki
suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif. Melalui model pembelajaran portofolio,
104
diupayakan dapat membangkitkan minat pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara
efektif, serta diiringi Suatu sikap tanggung jawab.
Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta
pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem Contextual Teaching Learning (CTL), model
kegiatan sosial dan PKN, metode bercerita, model pembelajaran induktif, dan model pembelajaran
deduktif.
1.Model Contextual Teaching Learning
Model Contextual Teaching Learning (CTL) adalah bentuk pembelajaran yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya.
b. Dengan menggunakan waktu/ kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang dan yang akan akan
datang.
c. Lawan dari textbook centered.
d. Lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik.
e. Belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.
f. Mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
g. Membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke
permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.
Model CTL disebut juga REACT, yaitu relating ( media dalam kehidupan nyata), experiencing (
dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan). apllying ( belajar dengan menyajikan
pengetahuan untuk kegunaannya), cooperating( belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan
transferring( belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru atau kontak lain).
2. Model kegiatan sosial dan pendidikan kewarganegaraan
Model yang dipelopori oleh Free Newman mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana mengaruhi
kebijakan umum. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam
masyarakat atau negara, mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan dan memberikan
dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai
pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial dalam masyarakat.
3. Metode Bercerita
Menciptakan pembelajaran PKn yang menyenangkan dengan metode bercerita, menjadi salah satu
teknik pembelajaran yang berguna dalam membangun karakter dan kepribadian siswa. Dalam
kegiatan ini, guru harus pandai memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan anak, juga
diselaraskan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang sedang ditanamkan. Ajaklah
anak-anak duduk melingkar di atas karpet. Perlihatkan buku yang akan dibacakan. kondisikan siswa
agar fokus pada cerita yang akan disampaikan. Selain mengambil kisah-kisah dari buku cerita yang
sudah ada guru dapat menciptakan sebuah cerita dengan melibatkan anak dalam alur cerita. setelah
selesai bercerita, guru dapat mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis sesuai dengan isi
cerita yang telah didengarkan. Selain berguna mengukur sejauh mana pemahaman terhadap cerita,
sebagai alat penilaian Di akhir pembelajaran.
4. Metode Pembelajaran Induktif
105
Pendekatan ini dikembangkan oleh filsuf Francis bacon yang menghendaki penarikan kesimpulan
didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin. Semakin banyak fakta semakin
mendukung kesimpulan. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran
induktif ini, sebagai berikut:
a. Pemilihan prinsip; Guru harus memiliki konsep, , aturan yang akan disajikan dengan pendekatan
induktif.
b. pemberian contoh; guru menyajikan contoh khusus, yang mendukung prinsip, atau aturan yang
memungkinkan siswa untuk memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.
C. Pemberian contoh lain; guru menyajikan contoh khusus, pendukung prinsip, atau aturan yang
memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.
d. Menyimpulkan; guru menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh kemudian
disimpulkan dari contoh tersebut menuju sebuah prinsip yang hendak dicapai siswa.
5. Model Pembelajaran Deduktif
Pendekatan deduktif merupakan pendekatan yang mengutamakan penalaran dari umum ke khusus.
langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
sebagai berikut:
a. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan.
b. Menyajikan aturan prinsip yang bersifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contoh.
c. guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan
khusus dengan aturan prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok.
d. guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan umum
itu merupakan gambaran dari keadaan khusus.
H. Macam Macam Pendekatan Pendidikan dalam Pendidikan kewarganegaraan
Beberapa pendekatan nilai dan moral yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai
berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan
yang didasarkan pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat
dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan pendekatan
tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan psikologikal. Untuk dapat
mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat diperlukan dalam apa yang disebut
dengan “breaking the ice” agar setiap anak merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan
kondusif untuk dapat “menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan
mengungkapkan perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar
terbiasa dalam merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan dating
mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan pendekatan tersebut
juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang diberikan guru dengan mengandalkan
pada stimulus-stimulus tertentu. Selain peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat
penting oleh karena apa yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat
member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai mora yang
dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan dialaminya dalam kehidupan di keluarga
dan di masyarakat. Jika tidak ada kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik
106
dalam diri anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal conflict
yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri pribadi anak itu dapat berlanjur
menjadi konflik antar pribadi yang disebut inter personal conflict karena melihat tidak adanya
keajekan antara nilai yang dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di
masuarakat secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah- langkah
penting dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan bahwa
“…intellectual and ethical competence could be achieved only by reflecting on one’s actual,
concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai
misalnya tentang demokrasi, keadilan dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah
tetap saja mencontoh dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan
aka nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam
pemahaman Dewey disebut dengan istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang
ideal yang diharapkan dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada
kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang lain dalam
masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa saja (seni, sains, politik,
mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan dan nilai saling member dan menerima
(mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh
guru. Siswa membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul
merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan dalam
menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai yang dikenal dengan
Value Clarification Technique. Hersh (1980) dkk. Misalnya menjelaskan bahwa
“Morality…depends on the orchestration of human caring, objective thingking, and determinan
action. …Morality is neither good motives nor right reason, nor resolute action. It is all three.
…three was no discernible separation between his feelings, thoughts, and action; they seemed to fit
together at once, as part og a united front against a common threat.” Sikap atau perilaku moralitas
itulah yang kiranya menjadi tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin
rumit terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh
guru. Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai tersebut dapat
digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa kepada suatu kesimpulan nilai
yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal ini amat menentukan oleh karena gurulah yang
menentuka kearah mana siswa akan dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-
hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam
penkdekatan ini adalah Teknik Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai
yang diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3. Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa
tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu akan
tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau seperangkat nilai- nilai
tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan
oleh guru anak dapat mengungkapkan nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary
107
(Johary Window) kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri
orang lain.
4. Penalaran Moral
Salah satu pendekatan dalam pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan
dalam suatu dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus dapat
diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah satu bentuk teknik
mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas
IV, V dan VI. Patut disadari bahwa dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan
sebagai stimulus dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan,
gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut”
dalam situasi yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya
terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan upaya-upaya dasar
dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar semacam itu, pendidikan nilai dan
moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan
dilematis sebagai salah satu pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara
intens nalar dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau
reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting dalam member
alas an-alasan moral tersebut. Peranan stimulus amat besar sebab stimulus yang didasarkan pada hal
yang bersifat dilematis, akan mengundang siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat
dalam masalah yang bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan
melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan siswa sekaligus menghubungkannya dengan
nilai-nilai yang umum dimiliki oleh orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah
dilematis seperti itu. Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang
berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang kita sebut dengan
Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg terhadap kaitan yang erat antara
perkembangan kognitif dan kematangan atau perkembangan moral seseorang.
5. Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu
media atau stimulus yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan
moral. Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan kemampuan
analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah merupakan salah satu tahapan dalam
tingkat pengetahuan atau ingatan dan analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir
sebelum sampai pada sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu
nilai itu dianggap baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai dari sekedar melaporkan
apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan mengemukakan hasil pengkajian yang lebih
teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas
bahwa antara pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral.
Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.
108
6. Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri
(self-awareness) dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah.
Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan
keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan (judging) adalah merupakan
factor kunci dalam model tersebut, namun pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan
tentang yang disenangi dan yang tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai
hal yang benar atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya
melalui cara-cara kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya.
Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam rentangan nilai-nilai.
Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang bersifat pribadi dan relativf. Walaupun
dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi
tantangan, oleh karena itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.
7.Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada
seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap
pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya
adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral tersebut telah
menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa
menutup kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan dari komitmen Bangsa
Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa melaksanakannya secara murni dan konsekuen.
Untuk terlaksananya hal tersebut sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta
masyarakat dan juga siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya
agar senantiasa sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh
karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai bersama maka
pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas social para siswa. Persoalan utama
sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan pada tingkat SD.
8. Pendekatan Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman
dalam kehidupan “riil” yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan
tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-
pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode mengajar yang dipilih guru untuk
tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat
menggunakan berbagai metode diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih
menyenangi contoh-contoh konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang
dapat dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi di
kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di tengah-tengah keluarga. Karena
itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal
konkrit kepada yang abstrak apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh
konkrit yang memang secara langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung
109
menyentuh kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian pula
dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai
contoh perilaku, (b) membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai contoh misalnya adalah, guru
dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu
siswa untuk lebih memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang
disampaikan memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku dalam
keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih luas haru merupakan materi
penting untuk dipahami anak-anak SD. Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud diantaranya adalah
kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan keindahan, kepatuhan. Dapat juga
yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil,
berdisiplin, mematuhi aturan permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam
lingkungan kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan tugasnya
tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara kebersihan kelas dan sekolah,
memelihara buku dan peralatan sekolah, menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.
I. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kehidupan Sehari hari
Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah
yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan
kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja.
Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip
melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat
dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral
(PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik.
J. Permasalahan dan Solusi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
Berikut ini merupakan beberapa permasalahan & solusi Pendidikan Kewarganegaraan di
Sekolah Dasar menurut (Hendrizal, 2017). Permasalahannya
Mengapa selama ini PKn cenderung kurang di minati siswa? Mengapa PKn kurang mendapat
perhatian seperti pelajaran matematika, IPA, bahasa Indonesia? Apakah karena PKn tidak di UN kan
di tingkatkan sekolah dasar? Pertanyaan ini muncul bila melihat kenyataan bahwa sebagian orang
yang mengganggap remeh pelajaran PKn ini, yang pasti terdapat dampak pada pencapaian pelajaran
PKn yang kurang maksimal. Apa kita harus menyalahkan peserta didik?
Penyelesaiinya:
Sudah seharusnya sebagai pendidik melakukan intropeksi diri. Apakah selama ini kita sudah
mengajar dengan baik serta bisa membuat tertarik pelajaran PKn ini ke peserta didik ? Masalah demi
masalah yang di alami begitu kompleks. Seperti kurikulum yang terlalu berat, kurangnya
kemampuan dalam menangkap kata kunci dalam SK dan KD mengajar berdasarkan buku teks
(textbook centre) praktek mengajar PKn selama ini lebih banyak berlangsung dengan pendekatan
onvensional pembelajaran tidak kontekstual evaluasi cenderung mengarah pada aspek kognitif
kurikulum disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa SD menangkap esensi atau kata kunci
dalam SK dan KD secara benar mengajar harus punya persiapan RPP.
110
RPP memegang peranan penting bagi guru dalam mengajar mengajar dengan pendekatan
konstruktivisme. Melaksanakan pendekatan konstruktivisme akan banyak memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengeksplor potensi dirinya belajar berdasarkan realita. Belajar akan bermakna
bagi siswa kalau apa yang dipelajari itu bermanfaat bagi kehidupannya evaluasi bersifat total
(kognitif, afektif, psikomotor). Hasil belajar tidak cuma diukur dari kemampuan kognitif
111
BAB 13
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DISEKOLAH DASAR
1. PENGERTIAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan
salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Maka mata pelajaran ini
kemudian diberikan sejak masih di bangku SD karena dari situ diharapkan siswa mampu menguasai,
memahami dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa. Seperti membaca, menyimak,
menulis, dan berbicara. Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Bahasa memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu
peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan
serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal tersebut dilakukan baik secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar
kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik
untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu. Pembelajaran secara terpadu
seharusnya dilaksanakan sesuai dengan cara anak memandang dan menghayati dunianya. Oleh
karena itu dalam pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa dapat memahami secara rasional
serta konsep-konsep yang terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa
Indonesia merupakan mata pelajaran mendasar yang sudah diajarkan sejak TK sampai dengan
perguruan tinggi. Bahasa Indonesia mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran. Pelajaran
bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah dasar sejak kelas 1 SD. Mata pelajaran bahasa
Indonesia diberikan disemua jenjang pendidikan formal. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa
Indonesia bersumber pada hakikat pembelajaran bahasa yaitu belajar bahasa belajar berkomunikasi
dan belajar sastra belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu,
pembelajaran
bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan
dan tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia Hartati, 2003. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di SD adalah pembelajaran yang
dilaksanakan secara terpadu. Selain itu juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.
Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi menyebutkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara.
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan.
112
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa di
Sekolah Dasar diharapkan siswa mendapat bekal yang matang untuk mengembangkan dirinya dalam
pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat. Dalam bidang pengetahuan siswa memiliki
pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa baku serta mempunyai sikap positif terhadap
bahasa Indonesia.
2. ESENSI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Pendidikan dasar atau sekolah dasar merupakan momentum awal bagi anak untuk meningkatkan
kemampuan dirinya. Dari bangku sekolah dasarlah mereka mendapatkan imunitas belajar yang
kemudian menjadi kebiasaan-kebiasaan yang akan mereka lakukan di kemudian hari. Sehingga
peran seorang guru sangatlah penting untuk dapat menanamkan kebiasaan baik bagi siswanya,
bagaimana mereka dituntut memiliki kompetensi-kompetensi yang kemudian dapat meningkatkan
kemampuan siswanya.
Salah satu keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa dari sekolah dasar ini adalah
keterampilan berbahasa yang baik, karena bahasa merupakan modal terpenting bagi manusia. Dalam
pengajaran bahasa indonesia, ada empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa,
keterampilan ini, antara lain: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek
berbahasa ini saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Bagaimana seorang anak akan bisa
menceritakan sesuatu setelah ia membaca dan berbicara anak, sehingga keempat aspek ini harus
senantiasa diperhatikan untuk meningkatkan kemampuan siswa.
Berikut ini 4 keterampilan berbahasa dasar yang penting dikuasai anak yaitu:
1) Menyimak
Keterampilan yang paling mendasar ialah menyimak. Setiap orang tentu melakukan kegiatan
menyimak, mulai dari mendengarkan berita, cerita, dan berbagai informasi lainnya baik melalui TV,
Radio, dll. Underwood (1990) mendefinisikan menyimak adalah kegiatan mendengarkan atau
memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan orang, menangkap dan memahami makna dari apa
yang didengar.
Menyimak berbeda dengan mendengar, mendengar hanya menerima informasi yang diperdengarkan
saja tanpa melalui penyerapan dan pemilihan informasi dalam kinerja otak sehingga hanya
tersimpan dalam short term memory(ingatan jangka pendek). Mendengar identik dengan masuk
telinga kanan keluar telinga kiri,sedangkan menyimak adanya sebuah proses penyerapan dan
pemilihan informasi dalam otak sehingga disimpan dalam long term memory (ingatan jangka
panjang), disinilah kinerja otak bekerja dan berkembang dengan baik.
2) Berbicara
Keterampilan berbicara pada umumnya dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi berbicara yang
terampil hanya sebagian orang mampu melakukan. Berbicara secara umum dapat diartikan suatu
penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984:3/1985:7).
Keterampilan berbicara merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran bahasa Indonesia
yang harus dimiliki oleh pendidik dan peserta didik di sekolah. Terampil berbicara menuntut siswa
untuk dapat berkomunikasi dengan siswa lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Supriyadi
113
(2005:179) bahwa sebagian besar siswa belum lancar berbicara dalam bahasa Indonesia. Siswa yang
belum lancar berbicara tersebut dapat disertai dengan sikap siswa yang pasif, malas berbicara,
sehingga merasa takut salah dan malu, atau bahkan kurang berminat untuk berlatih berbicara di
depan kelas.
Guru harus mampu menumbuhkan minat berbicara para siswa ketika di dalam kelas. Ajaklah
mereka untuk mempraktikkan teks pidato, puisi, berdrama, dsb. Sehingga mereka bisa mengalami.
3) Membaca
Pusat pemerolehan berbagai pengetahuan keterampilan dari menyimak, berbicara, dan menulis ialah
membaca. Aktivitas membaca sama halnya dengan pemerolehan, apa yang kita ketahui adalah dari
apa yang kita baca. Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca, merupakan
transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu, membaca dapat
digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan kata, memberi
pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu
mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu
kesenangan.
Membaca memiliki pengaruh terhadap perkembangan hidup kita, namun banyaknya koleksi buku
bukan berarti ia gemar membaca. Kegemaran membaca akan tampak apabila seseorang mampu
mengemukakan berbagai pengetahuan, gagasan, dan ide-ide kreatifnya.
4) Menulis
Tahap keterampilan terakhir ialah menulis. Menulis sebagai pusat pengaplikasian berbagai
pengetahuan yang telah didapat dari aktivitas menyimak, membaca, dan berbicara kemudian
mengalihkannya ke dalam rangkaian kata dan bahasa yang memiliki makna dan tujuan. Pranoto
(2004:9) berpendapat bahwa menulis berarti menuangkan buah pikiran ke dalam bentuk tulisan atau
menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui tulisan. Menulis juga dapat diartikan sebagai
ungkapan atau ekspresi perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Orang yang gemar, pandai, dan telah menulis berarti ia telah mencoba mengaktifkan indera yang
ada pada dirinya melalui apa yang ia lihat, dengar, rasakan, cium, dan raba kemudian diaplikasikan
ke dalam rangkaian kata dan bahasa.
Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan, namun menulislah hal yang paling utama.
Perbedaan utama antara menulis dan berbicara, yaitu orang yang menulis lebih berani daripada
orang yang banyak berbicara tanpa memiliki makna dan tujuan. Orang yang hanya pandai berbicara
belum tentu pandai menulis, ia lebih mengandalkan daya orasi daripada literasi.
3. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
Pembelajaran bahasa indonesia, terutama di sekolah dasar tidak akan terlepas dari empat
keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa
bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi
dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi
menggunakan bahasa lisan juga berkomunikasi menggunakan bahasa tulis. Keterampilan berbahasa
yang dilakukan manusia yang berupa menyimak, berbicara, membaca dan menulis yang dimodali
kekayaan kosakata, yaitu aktivitas intelektual, karya otak manusia yang berpendidikan. Kita
mengetahui kemampuan manusia berbahasa bukanlah instinct,tidak dibawa anak sejak kecil,
melainkan manusia dapat belajar bahasa sampai terampil berbahasa, mampu berbahasa untuk
kebutuhan berkomunikasi.
Penggunaan bahasa dalam interaksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu lisan dan tulisan. Agar
individu dapat menggunakan bahasa dalam suatu interaksi, maka ia harus memiliki kemampuan
berbahasa. Kemampuan itu digunakan untuk mengkomunikasikan pesan. Pesan ini berupa ide
(gagasan), keinginan, kemauan, perasaan ataupun interaksi. Menurut indihadi (2006: 57), ada lima
114
faktor yang harus dipadukan dalam berkomunikasi, sehingga pesan ini dapat dinyatakan atau
disampaikan, yaitu: struktur pengetahuan (schemata), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme
psikofisik dan konteks.
Kemampuan berbahasa lisan meliputi kemampuan berbicara dan menyimak, sedangkan kemampuan
bahasa tulisan meliputi kemampuan membaca dan menulis. Pada saat manusia berkomunikasi secara
lisan, maka ide-ide, pikiran gagasan dan perasaan yang dituangkan dalam bentuk kata dengan tujuan
untuk dipahami oleh lawan bicaranya. Demikian pula saat anak memasuki usia TK (taman kanak-
kanak) mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya dalam kalimat berita, kalimat tanya, kalimat
majemuk, dan berbagai bentuk kalimat lainnya. Pada usia ini, anak dianggap telah memiliki
kosakata yang cukup untuk mengungkapkan yang dipikirkan, dan dirasakannya mereka lebih
mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan tulisan. Pola bahasa yang digunakannya masih
merupakan tiruan bahasa orang dewasa.
Ketika anak memasuki usia sekolah dasar,anak-anak akan terkondisikan untuk mempelajari bahasa
tulis. Pada masa ini anak dituntut untuk berpikir lebih dalam lagi kemampuan berbahasa anak pun
mengalami perkembangan.
Menulis sebagai keterampilan seseorang (individu) mengkomunikasikan pesan dalam sebuah
tulisan. Keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan seseorang dalam memilih, memilah, dan
menyusun pesan untuk ditransaksikan melalui bahasa tulis. Cahyani dan Hodijah (2007: 127), pesan
yang ditransaksikan itu dapat berupa wujud ide (gagasan), kemampuan, Keinginan, perasaan, atau
informasi. Selanjutnya, pesan tersebut dapat menjadi isi sebuah tulisan yang ditransaksikan kepada
pembaca. Melalui sebuah tulisan, pembaca dapat memahami pesan yang ditransaksikan serta tujuan
penulisan.
Perkembangan bahasa anak berkembang seiring dengan perkembangan intelektual anak. Artinya,
anak yang berkembang bahasanya cepat, exposed pada ‘bantuan’ yang meskipun tak tampak nyata,
memperlihatkan lingkungan yang kondusif kemah dalam arti emosional positif. Oleh karena itu,
perkembangan bahasa memiliki keterkaitan dengan perkembangan intelektual anak.
Anak-anak TK yang berusia sekitar lima sampai enam tahun memiliki kemampuan dalam
menghasilkan cerita. Pada usia ini, sebaiknya kemampuan bercerita anak diasah agar mereka dapat
dengan leluasa mengungkapkan pikiran dan perasaannya yang terungkap dalam bentuk cerita. Cerita
yang diungkapkan masih kurang jelas karena plotnya yang tidak runut. Pada umumnya, yang
mereka hasilkan adalah cerita yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, misalnya
lingkungan tempat mereka tinggal.
Pada saat anak-anak memasuki usia tujuh tahun, anak dapat membuat cerita yang lebih teratur.
Mereka dapat menyusun cerita dengan cara mengemukakan masalah, rencana pemecahan masalah,
dan menyelesaikan masalah. Adapun pada saat anak-anak memasuki kelas dua sekolah dasar
diharapkan anak-anak dapat bercerita dengan menggunakan kalimat yang lebih panjang dengan
menggunakan konjungsi; dan, lalu, dan kata depan seperti di, ke,dan dari. Umumnya, plot yang
terdapat dalam cerita masih belum jelas. Pelatihan perlu dilakukan agar anak dapat mengungkapkan
kejadian secara kronologis.
4. KURIKULUM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Pendidikan formal dalam lingkungan sekolah memiliki kurikulum tertulis, dilaksanakan secara
terjadwal, dan dalam suatu interaksi edukatif di bawah arahan guru. Kurikulum merupakan suatu
alat yang penting dalam rangka merealisasikan dan mencapai tujuan sekolah. Begitu pula halnya
dengan kurikulum bahasa Indonesia, merupakan suatu alat yang penting dalam rangka
merealisasikan dan mencapai tujuan kebahasaan Indonesia, yaitu meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan.
115
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 81), standar isi bahasa Indonesia
sebagai berikut: "pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia." Tujuan pelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain bertujuan agar siswa mampu
menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas
wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Adapun tujuan
khusus pengajaran bahasa Indonesia, antara lain agar siswa memiliki kegemaran membaca,
meningkatkan karya sastra untuk meningkatkan kepribadian, mempertajam kepekaan, perasaan, dan
memperluas wawasan kehidupannya. Pengajaran bahasa Indonesia juga dimaksudkan untuk melatih
keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya.
Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan.
Fungsi bahasa yang paling utama adalah tujuan kita berbicara. Dengan berbahasa, kita bisa
menyampaikan berita, informasi, pesan, kemauan, dan keberatan kita. Menurut Richards, Platt, dan
Weber dalam Solahuddin (2007) menguraikan bahwa bahasa sering dikatakan mempunyai tiga
fungsi utama, yaitu (1) deskriptif; (2) ekspresif; dan (3) sosial. Fungsi deskriptif bahasa adalah untuk
menyampaikan informasi faktual. Fungsi ekspresif ialah memberi informasi mengenai pembaca itu
sendiri, mengenai perasaan-perasaannya, kesenangannya, prasangkanya, dan pengalaman-
pengalamannya yang telah lewat. Fungsi sosial bahasa ialah melestarikan hubungan-hubungan sosial
antar manusia.
Pembelajaran menulis di jenjang pendidikan dasar dapat dibedakan menjadi dua tahap, yakni
menulis permulaan di Kelas I-II dan menulis lanjut yang terdiri dari menulis lanjut tahap pertama di
Kelas III-IV serta menulis lanjut tahap kedua di Kelas VI hingga kelas IX (SMP).
Menulis itu sendiri berkaitan dengan membaca, bahkan dengan kegiatan berbicara dan menyimak.
Membaca dan menulis merupakan kegiatan yang saling mendukung agar berkomunikasi untuk
melakukan kegiatan membaca sebagai kegiatan dari latihan menulis.
2013
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang
keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Menurut
Atmazaki (2013), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara
lisan maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa, menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Untuk mengimplementasikan tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut, maka pembelajaran
bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis teks.
Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia
yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Dengan kata lain, belajar Bahasa
Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga
mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan
masyarakat pemakainya.
Dalam pembelajarannya menggunakan empat tahapan, yaitu membangun konteks, membentuk
model, membangun teks bersama-sama/kelompok, dan membangun teks secara individual atau
116
mandiri. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik dengan model yang sesuai.
Ketercapaian KD dalam kelompok KI: 1 dan 2 ditentukan oleh ketercapaian KD dalam kelompok
KI: 3 dan 4. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang berbasis teks ini bertujuan
agar dapat membawa peserta didik sesuai perkembangan mentalnya, dan menyelesaikan masalah
kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Dalam penerapannya, pembelajaran Bahasa Indonesia
memiliki prinsip, yaitu sebagai berikut.
a. Bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau kaidah
kebahasaan.
b. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasan untuk
mengungkapkan makna.
c. Bahasa bersifat fungsional, artinya penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dipisahkan dari
konteks, karena bentuk bahasa yang digunakan mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi
pemakai/penggunanya.
d. Bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia.
Dengan prinsip di atas, maka pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi metodologis
pada pembelajaran yang bertahap. Hal ini diawali dari kegiatan guru membangun konteks,
dilanjutkan dengan kegiatan pemodelan, membangun teks secara bersama-sama, sampai pada
membangun teks secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan karena teks merupakan satuan bahasa yang
mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap. Guru harus benar-benar meyakini bahwa pada
akhirnya peserta didik mampu menyajikan teks secara mandiri.
5. PEMBELAJARAN MENULIS
1. Pengertian Menulis
Ahmad Susanto (2019) “Menulis ialah kegiatan yang paling sering dilakukan oleh setiap orang yang
membutuhkan keterampilan khusus yang harus dipelajari dan senantiasa dilatih. Diperlukan
keterampilan tambahan juga motivasi karena menulis bukan tentang bakat, tidak semua orang
mampu menulis. Menulis adalah salah satu cara mengoperasikan otak secara totalitas menyertakan
raga, jari, dan juga tangan”
Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian menulis.
1. Menurut KBBI, menulis mempunyai arti: (1) membuat huruf, angka, dan sebagainya dengan
pena, pensil, kabur dan sebagainya; (2) melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang,
membuat surat dengan tulisan; (3) menggambar, melukis; (4) membatik kain, mengarang cerita,
membuat surat, berkirim surat.
2. Rusyana (1984: 191) “Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam
penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan.”
3. Tarigan (1986:4) “Menulis merupakan suatu kegiatan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif, penulis harus terampil memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata.”
4. Alwasilah (1994:78) “Menulis adalah kegiatan produktif dalam berbahasa. Menulis adalah proses
psikolinguistik, bermula dengan formasi gagasan lewat semantik, lalu didata dengan aturan
sintaksis, kemudian diwujudkan dalam tatanan sistem tulisan.” Lebih jelasnya bahwa menulis itu
adalah kegiatan menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan, menulis itu sebagai suatu
keterampilan, menulis itu sebagai proses berpikir, menulis itu sebagai kegiatan informasi, menulis
itu sebagai kegiatan berkomunikasi.
Menulis menjadi kegiatan penting yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
117
2. Fungsi Menulis
Menurut Purwanto dalam Susanto (2019) mengklasifikasikan fungsi menulis sesuai kegunaannya,
yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi penataan, ialah menata suatu gagasan ,pikiran, pendapat, imajinasi, dan lainnya, terhadap
penggunaan bahasa, sehingga tulisan tersusun.
b. Fungsi pengawetan, ialah mengawetkan pengaturan sesuatu dalam dokumen yang tertulis.
c. Fungsi penciptaan, ialah mewujudkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
d. Fungsi penyampaian, ialah menyampaikan gagasan, pikiran, imajinasi, pengetahuan, informasi
yang telah diawetkan dalam karangan lalu disampaikan pada orang terdekat maupun yang jauh.
e. Fungsi melukiskan, adalah menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu apapun.
f. Fungsi memberi petunjuk, ialah memberikan petunjuk tentang cara melakukan sesuatu.
g. Fungsi memerintahkan, ialah memberikan perintah, nasihat, permintaan, anjuran atau saran,
supaya pembaca menjalankannya.
h. Fungsi mengingat, adalah suatu kegiatan, keadaan, peristiwa dicatat agar tidak terlupakan dan
dapat dibaca kembali.
i. Fungsi korespondensi, adalah terjadinya timbal balik adanya tanggapan, seperti memberitahukan,
menanyakan, meminta atau memerintah, ditujukan agar pembaca memenuhi hal tersebut.
3. Tujuan dan Manfaat menulis
Ada empat macam tujuan (the writer intention) menulis, yaitu:
1. Untuk memberitahukan atau mengajar (informative discourse)
2. Untuk menyakinkan dan mendesak pembaca (persuasive discourse)
3. Untuk menghibur atau menyenangkan pembaca (altruistic purpose) dan wacana kesastraan
(literacy discourse )
4. Untuk pernyataan diri dengan pencapaian nilai-nilai artistik (expressive discourse)
Manfaat menulis, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu menemukan kembali yang pernah diketahui.
2. Menghasilkan ide-ide baru
3. Membantu mengorganisasikan pikiran dan menempatkannya dalam suatu wacana.
4. Membuat pikiran seseorang siap dibaca dan juga dievaluasi.
5. Membantu menyerap dan mengingat informasi dan pengetahuan baru dengan baik.
6. Membantu memecahkan masalah
4. Pembelajaran Menulis Permulaan
Menurut Tomkins dalam Susanto (2019:257) menguraikan proses menulis ada lima tahap yaitu:
Tahap pra-menulis (prewriting); tahap penyusunan draf tulisan (drafting);
tahap perbaikan (revisi); tahap penyuntingan (editing); dan tahap pempublikasian (publishing).
Dalam pembelajaran menulis peserta didik pertama-tama harus diajarkan dahulu bagaimana cara
memegang alat tulis, dimulai dari pensil saat kelas rendah lalu menggunakan pena mulai kelas tinggi
118
pada Sekolah Dasar. Kemudian, peserta didik boleh diarahkan untuk melakukan langkah-langkah
pembelajaran dalam menulis, sebagai berikut ini:
a. Pengenalan, guru mengenalkan dasar dasar menulis dahulu seperti titik, dan garis maupun
lingkaran. Kemudian, guru mengenalkan huruf-huruf dan angka-angka sederhana dari 0 sampai 10
dahulu.
b. Menyalin, guru mencontohkan huruf atau angka yang akan diajarkan. Peserta didik menyalin
huruf yang sama seperti yang telah dicontohkan oleh guru. Peserta didik menyalin bunyi bacaan ke
huruf tertulis, menyalin huruf kecil menjadi huruf besar, menyalin huruf lepas menjadi huruf
sambung, dan peserta didik dapat diminta melengkapi kata atau tanda baca.
c. Menulis halus atau indah, menulis yang memperhatikan bentuk, ukuran, tebal tipis dan kerapian
menulis.
d. Menulis nama, bisa menulis nama diri sendiri dahulu, lalu nama benda, hewan, tumbuhan dan
lain-lain.
e. Mengarang sederhana, bisa menceritakan pengalaman yang dirangkai dalam lima sampai sepuluh
baris dan pastinya harus diperhatikan ketepatan ejaan, kerapian, dan isi yang diceritakan peserta
didik.
119
BAB 14
PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN DI SEKOLAH DASAR
A. PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Pendidikan seni budaya dan keterampilan (SBK) pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang
berbasis budaya yang aspek-aspeknya, meliputi: seni rupa, seni music, seni tari dan keterampilan.
Pendidikan seni di sekolah dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan dalam membentuk jiwa dan
kepribadian, berakhlak mulia. Tujuan dari pendidikan seni budaya dan keterampilan ialah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai untuk dirinya sebagai individu maupun
makhluk sosial dan budaya.
Pendidikan SBK pada Sekolah Dasar memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik
yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi
kecerdasaan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual, musical, linguistic,
logika, matematis, naturalis, dan kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual, moral serta kecerdasan
emosional.
Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural.
Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis
unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara
dan mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan
seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
B. HAKIKAT PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Pendidikan SBK di sekolah dirasakan sangat penting, karena pelajaran ini memiliki sifat
multilingual, multidimensional, dan multicultural.
- Multilingual bertujuan mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan berbagai cara.
- Multidimensional berarti bahwa mengembangkan kompetensi kemampuan dasar siswa yang
mencakup persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak
kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika dan estetika.
- Multicultural bertujuan mengembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap
keberagaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, demokratis, beradap,
dan hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan SBK memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan
memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang terdiri atas
kecerdasan interpersonal, kecerdasan interpersonal, visual, spasial, moral, emosional, musical, logic,
kinestetik, linguistic, matematis, dan kecerdasan naturals. Semua ini diperoleh melalui upaya
eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang
beragam.
Secara spesifik mata pelajaran SBK meliputi aspek-aspek, sebagai berikut:
1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan karya seni rupa
berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dan sebagainya.
120
2. Seni music, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat music, apresiasi
terhadap gerak tari.
3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan, dan, tanpa rangsangan
bunyi, apresiasi terhadap gerak tari.
4. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan seni music, seni tari, dan
peran.
5. Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup (life skills), yang meliputi keterampilan
personal, social, vokasional, dan akademik.
Diantara bidang seni yang ditawarkan tersebut, minal diajarkan satu bidang seni sesuai dengan
kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia. Pada tingkat sekolah dasar, mata
pelajaran keterampilan ditekankan pada keterampilan vokasional, khususnya kerajinan tangan.
C.TUJUAN PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan
dimiliki siswa. Dan tujuan pembelajaran seni budaya di sekolah dasar yaitu untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan siswa agar bisa berkreasi, berkreativitas,dan menghargai kerajinan atau
keterampilan seseorang. Materi pada pembelajaran seni budaya yaitu terdiri dari seni rupa, seni tari,
seni musik, dan kerajinan yang masing-masingnya mempunyai karakteristik.
Pembelajaran seni budaya di sekolah dapat membantu siswa untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas. Melalui pendidikan seni budaya potensi yang dimiliki siswa sejak lahir untuk bergerak secara
bebas dapat dikembangkan secara optimal. Pembelajaran seni budaya diberikan di sekolah karena
keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik,
yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi atau berkreasi
dan apresiasi pendekatan belajar dengan seni, dan peran ini tidak dapat diberikan oleh mata
pelajaran lain.
Mata pembelajaran seni budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan keterampilan
4.menampilkan peran serta dalam seni budaya dan keterampilan dalam tingkat lokal regional
maupun global
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan
multikultural.
1.Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
2.Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis
unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika.
3.Multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan
121
wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta
toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk
Pembelajaran seni budaya di sekolah dasar bukan sekedar proses upaya transformasi pengetahuan
seni dan budaya serta keterampilan tetapi juga perlu diupayakan pengembangan sikap secara aktif
kritis dan kreatif.karena pendidikan seni budaya memiliki fungsi dan tujuan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan siswa mampu berkreasi dan peka dalam berkesenian atau memberikan
kemampuan dalam berkarya dan berapresiasi.
D. METODE PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Melaksanakan program kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari metode yang akan digunakan.
Sudjana (1999. 70 menyatakan bahwa: "metode adalah cara yang digunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran." Metode
ditetapkan oleh pengajar dengan berpedoman kepada tujuan pengajaran dan atas pertimbangan
terhadap bahan pelajaran yang akandiberikan. Metode mengajar merupakan bagian dari strategi
kegiatan yang dalam fungsinya berperan sebagai alat untuk membantu efisiensi dalam proses
mengajar.
Dalam memilih metode yang akan digunakan guru dalam program kegiatan pembelajaran, guru
hendaknya kreatif dalam memilih metode yang akan dipakai, Sehingga dengan pemilihan metode
yang tepat, mampu menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa
agar dapat menghasilkan sesuatu hal yang baru berdasarkan daya pikir atau kemampuannya. Dengan
pemilihan metode yang tepat dapat membantu pembentukan kepribadian anak, Selain itu, dengan
pemilihan metode yang tepat diharapkan anak dapat menyalurkan ekspresi jiwanya, menumbuhkan
keberanian berkreasi, yaitu menyalurkan pikiran dan perasaan.
Pemilihan metode pembelajaran diperlukan oleh guru pada saat merancang proses kegiatan belajar
mengajar. Karena ketepatan pemilihan metode pembelajaran akan berdampak terhadap efektivitas
pencapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran seni musik
gabungan dari berbagai metode sangat diperlukan, apalagi kalau pembelajaran yang dilakukan
menekankan pada pemberian pengala3man kepada siswa, Pemilihan metode pembelajaran yang
dilakukan oleh para guru berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya mereka
menggunakan metode ceramah,demonstrasi, dan latihan (drill). Metode ceramah digunakan oleh
para guru pada saat menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan materi pembelajaran.
Adapun metode demonstrasi, dilakukan oleh para guru pada saat pembelajaran materi praktik.
Karena proses pembelajaran praktik yang berlangsung lebih menekankan pada strategi ear training,
maka pada saat ada materi baru siswa sangat tergantung pada contoh guru yang dilakukan dengan
metode demonstrasi.
Ketersediaan sarana pembelajaran sangat diperlukan guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran seni musik, berdasarkan karakteristik dan standar
kompetensi menurut kreativitas guru dalam memanfaatkan dan mengembangkannya. Ketersediaan
buku sumber dan buku ajar, alat musik, dan media pendukung pembelajaran lainnya juga sangat
dibutuhkan dalam pembelajaran SBK ini.
Ada beberapa sarana pendukung yang diperlukan guru dalam pelaksanaan pembelajaran seni musik,
seperti ruang praktik musik, perlengkapan elektronik (tape recorder, CD dan DVD player, televisi,
dan lain-lain). ketersediaan sarana pembelajaran tersebut berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa Danyak sekolah yang tidak memiliki ruang khusus pembelajaran seni musik.
Adapun perlengkapan yang ada seperti tape recorder, CD dan DVD player, serta televisi yang
dimiliki di beberapa sekolah tidak pernah digunakan sebagai sarana elektronik apalagi media dalam
pembelajaran seni musik.
122
E. EVALUASI PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan dari suatu program yang bertujuan untuk menentukan
keberhasilan suatu program. Worthen & Sanders (1981) mengungkapkan bahwa evaluasi
adalah kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu yang di dalamnya terkandung pemerolehan
informasi yang digunakan untuk menentukan baik buruknya suatu program, produk, prosedur,
tujuan, atau rancangan pendekatan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada banyak model
evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan diantaranya:
• Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) (Fernandes, 1984)
• Model evaluasi Scriven yang berorientasi pada “consumer oriented evaluation” karena filosofi
model evaluasi tersebut didasarkan pada kepentingan konsumen (Stufflebeam & Shinkfield,
1985)
• Model evaluasi Alkin yang memperhatikan pengguna potensial, yaitu para pengguna baik yang
berada dalam suatu institusi yang mempunyai potensi menggunakan hasil evaluasi secara langsung
maupun tidak (Alkin, 1985)
• Model evaluasi Valadez (1994) menekankan pentingnya kegiatan monitoring dalam melakukan
evaluasi
• Model evaluasi Performance monitoring indicator yang mengukur dampak, outcomes, output,
input, dari suatu proyek yang dimonitor selama pelaksanaan proyek untuk memperoleh informasi
tentang mengetahui kemajuan proyek (Mosse, Roberto, & Sontheimer, 1996)
Evaluasi pengajaran merupakan bagian dari kepentingan pendidikan yang dianggap penting untuk
mengetahui tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, evaluasi pengajaran
menuru Harjanto (2000:277) adalah “penilaian atau penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan
peserta didik ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum.” Maksud hukum dalam
pernyataan tersebut adalah tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kurikulum. Evaluasi
pengajaran dimaksudkan untuk memperoleh data yang akan mengukur tingkat keberhasilan yang
telah dicapai oleh peserta didik dan dapat ditempuh melalui instrumen (alat) yang dibuat oleh
pengajar.
Evaluasi untuk pembelajaran SBK meliputi segi keterampilan dengan menggunakan tes perbuatan
atau peragaan, segi pengetahuannya dengan menggunakan tes lisan atau pemahaman, serta tidak
lepas mengenai keadaan sikap dan inisiatif siswa dalam pembelajaran (aspek nilai dan sikap). Dalam
pelaksanaan penelitian, evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur kreativitas siswa dalam
pembelajaran SBK harus didasarkan pada aspek-aspek yang harus dicapai siswa, yaitu:
1. Aspek kognitif (pengetahuan); berkaitan dengan pengetahuan atau pemahaman siswa tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan kesenian. Penilaian aspek kognitif dalam pembelajaran SBK
berkenaan dengan pemahaman daya pikir, dan aplikasi daya pikir ke dalam perbuatan.
2. Aspek efektif (sikap); berkaitan dengan perhargaan ilmu terhadap karya kesenian, penghargaan
atau penilaian terhadap karya yang sering diistilahkan dengan apresiasi proses yang diawali dengan
pengamatan dan penghayatan. Aspek afektif yang akan dijadikan sebagai penilaian yaitu respons
siswa dalam menunjukkan sikap kesungguhan dalam belajar dan keberanian untuk mengungkapkan
gagasan melalui gerak, serta respon siswa atas karya yang dihadapi karena pada saat berkreasi
memerlukan apresiasi
3. Aspek psikomotor (keterampilan); berkaitan dengan perilaku siswa yang berupa tindakan, oleh
karena itu tahapan prosedur ketika siswa berkarya atau berproses kreatif dapat menjadi fokus
amatan. Penilaian aspek psikomotor yang dilakukan untuk mengetahui kreativitas siswa mencakup
kemampuan dalam menemukan gerak yang sesuai.
Pembelajaran SBK pada siswa sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah lebih menekankan kepada
proses kreatif. Menumbuhkan respons kreatif pada siswa sekolah dasar diperlukan stimulus
123
(rangsangan). Rangsangan mampu membangkitkan motivasi, imajinasi, dan inspirasinya. Pada
dasarnya, rangsangan dalam pembelajaran SBK digunakan untuk membantu siswa menemukan dan
mengungkapkan kembali secara estetis apa yang pernah siswa lihat dan rasakan, dan anak dituntut
untuk bisa membayangkannya, kemudian diwujudkan lewat kegiatan yang kreatif. Dalam upaya
menumbuhkan sikap kreatif, siswa diberi rangsang gagasan melalui pertanyaan seputar pengetahuan
siswa mengenai kesenian tradisional. Dengan peran serta pengajar, siswa dibimbing dan diberi
motivasi untuk selalu berpikir secara kreatif dan merealisasikan seluruh imajinasinya ke dalam
kreasi yang kreatif pula, sehingga siswa dapat mencurahkan pikirannya melalui kegiatan secara
sederhana sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Anak pada usia sekolah dasar merupakan individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat luar biasa. Pada masa ini, anak mengalami pematangan fungsi-fungsi
fisik dan psikisnya yang siap merespons rangsangan yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini
merupakan yang tepat untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan afektif,
kognitif, dan psikomotoriknya secara optimal. Kecenderungan anak pada masa ini sangat aktif
dalam melakukan berbagai kegiatan. Keaktifannya dalam bergerak akan meningkatkan
perkembangan motoriknya. Perkembangan motorik merupakan proses memperoleh keterampilan
dan pola yang dapat dilakukan anak. Terdapat dua macam keterampilan motorik pada anak yaitu:
1. Keterampilan motorik kasar, diperlukan pada anak untuk mengendalikan seluruh gerak tubuhnya
sehingga anak mampu untuk melakukan gerak, seperti: berlari, berjalan, melompat.
2. Keterampilan motorik halus, merupakan kegiatan yang menggunakan bagian kecil dari tubuh
terutama tangan. Ini memerlukan kecepatan dan kemampuan menggerakkannya, seperti menulis,
dan menempel.
Berkaitan dengan perkembangan motorik, pembelajaran SBK mampu menjadi media untuk
membangun perkembangan tersebut khususnya perkembangan motorik kasar. Dalam
mengembangkan motorik kasar dibutuhkan keterampilan mengingat dan memahami, serta
memerlukan kesempatan untuk melakukan latihan-latihan.
Dalam proses pembelajaran, guru memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan
kepribadian dan intelektual siswa. Guru memberikan bantuan, petunjuk, bimbingan, pujian, dan
perbaikan yang dibutuhkan siswa. Dengan kata lain, kedudukan guru ialah sebagai fasilitator untuk
menciptakan lingkungan yang merangsang kreativitas dengan baik agar siswa memiliki kebebasan
dalam menyalurkan pikiran dan perasaan serta imajinasinya, sehingga siswa mampu menjadi pribadi
yang mandiri.
F. PEMBELAJARAN SBK DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Kurikulum dapat dikatakan sebagai a plan for learning, yaitu suatu rencana atau program
pembelajaran yang harus dipelajari oleh anak-anak. Kurikulum merupakan acuan pokok yang perlu
dipegang oleh para pelaksana pendidikan, dalam hal ini guru.
Menurut Ralph Taylor, dikatakan bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang
direncanakan dan diarahkan Oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dalam pengertian
ini, dijelaskan bahwa kurikulum diartikan segala kegiatan belajar yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu yang meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu,
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum yang dipakai di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
lebih dikenal dengan sebutan KTSP. KTSP ini mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun ajaran
124
2006/2007, yang merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum 2004 (Kurikulum.Berbasis
Kompetensi/KBK) di dalamnya lebih menekankan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Secara umum, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dapat diartikan sebagai kurikulum operasional
yang disu§un dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan dan silabus.
Kelebihan dari KTSP itu sendiri yaitu alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa
tidak terus-menerus mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalama
belajar.
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan rnèrupakan salah satu pelajaran yang wajib diajarkan di
sekolah dasar menurut KTSP. SBK yang terdiri dari empat bagian besar, yaitu seni tari, seni musik,
seni dan keterampilan merupakan mata pelajaran yang di dalamnya terkandung muatan nilai
humaniora yang sangat berguna untuk merangsang kreativitas berpikir bagi peserta didik untuk
semua cabang disiplin ilmu.
Di dalam KTSP dijelaskan bahwa pendidikan SBK merupakan sarana untuk mengembangkan
kreativitas anak. Tujuan dari pendidikan SBK bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman,
melainkan untuk mendidik menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan dalam
pendidikan SBK anak memiliki keleluasan untuk mengembangkan kreativitasnya. Dalam kurikulum
dijelaskan bahwa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam seni budaya, yaitu kesungguhan,
kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta.
G. KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Keberadaan guru dalam proses pembelajaran masih tetap memegang peranan yang sangat penting.
Dalam proses pembelajaran guru bertugas dan bertanggung jawab dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran di sekolah. Kegiatan belajar mengajar sebaiknya lebih berorientasi pada
kebutuhan siswa dan peranan guru, yaitu sebagai pembimbing. pemimpin, dan memberikan fasilitas
belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran Seni Budaya dan keterampilan sering dikatakan mudah. Anggapan guru pada
umumnya pelaksanaan pendidikan seni hanya menggambar, bernyanyi, bergerak, atau materi yang
hanya disampaikan secara teori. Akibatnya kurang memberikan kontribusi terhadap perkembangan
kreativitas dan siswa cenderung pasif, siswa diposisikan sebagai penerima materi, penerima
informasi, dan meniru apa kata guru. Problem ini diperkuat dengan adanya beberapa guru yang
mengajarkan kesenian bukan berlatar belakang dari pendidikan seni. Hal ini dapat menyebabkan
garu yang terkesan memaksakan diri mengajar pelajaran seni padahal guru tersebut tidak memiliki
kompetensi bidang seni yang tampaknya akan meracuni pendidikan seni di masa yang akan datang
Pendidikan di sekolah (formal) berbeda dengan pendidikan di luar sekolah (nonformal), karena pada
pembelajaran sesi budaya di sekolah guru dituntut untuk mengarahkan proses pembelajaran seni
budaya yang berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku siswa serta penanaman makna dan
nilai- nilai seni yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran seni hute di sekolah mengharapkan
siswa mengalami sebuah proses pembelajaran yang aktif, kritis, dan kreatif. Adapun pendidikan seni
di luar sekolah, pendidikan yang disediakan hanya tertuju pada pengolahan psikomotorik siswa dan
menghasilkan siswa untuk terampil dalam berkesenian tanpa mengalami proses pembelajaran yang
aktif, kritis, dan kreatif
Untuk mewujudkannya, maka diperlukan seorang guru yang memiliki kompetensi yang optimal,
karena guru merupakan kunci keberhasilan suatu proses pendidikan Menurut Hamalik (2002: 38),
guru yang dinilal berkompeten secara profesional apabila memiliki kriteria, sebagai berikut
125
1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya
2. Guru tersebut mampu melaksanakan peran-peranannya secara berhasil
3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional)
sekolah
4. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.
Menurut Surya (2004) dalam Djumiran (2008:3.4), “kompetensi adalah seperangkat penguasaan
kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan penampilan unjuk kerja sebagai
guru secara tepat.” Kompetensi yang harus dimiliki guru pendidikan seni budaya di antaranya
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru seni budaya. Selain itu hal yang perlu dimiliki oleh
seorang guru pendidikan seni budaya adalah sebuah inovasi dalam belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pendidikan. Seorang guru seni budaya tidak hanya terampil dalam seni saja, tetapi juga
memberikan sebuah perubahan terhadap pembelajaran seni yang dilakukan melalui kegiatan
pembelajaran yang membangun kreativitas
Guru pendidikan seni budaya harus berupaya menemukan motivasi-motivasi dalam pelaksanaan
pembelajaran seni. Usaha yang inovatif dilakukan guru seni dalam proses pelajar yang aktif di
sekolah yaitu guru lebih berinteraktif dalam menuangkan gagasan-gagasan baru yang dapat memicu
kreativitas, menata letak kelas, memfasilitasi diskusi, dan yang terpenting yaitu bagaimana
menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik dengan suasana kelas yang
menyenangkan Bukan hanya itu saja guru pendidikan seni budaya harus bisa memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berkreativitas sesuai dengan kemampuannya
Peranan guru dalam penerapan pendidikan seni ini dianggap sebagai komponen utama, selain peran
siswa serta komponen pengajaran lainnya Peran guru dituntut untuk lebih kreatif, dalam arti
kreativitas seorang guru dalam penerapan pendidikan seni adalah bagaimana seorang guru harus
pandai memilih bahan atau materi pembelajaran, metode yang sesuai dengan kebutuhan materi
pembelajaran yang dipilih, serta kebutuhan peserta didik.
126