The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

(KUMPULAN ARTIKEL PENDIDIKAN - PESERTA WORKSHOP PERLINDUNGAN GURU TAHAP III KESHARLINDUNGDIKDAS TAHUN 2019)
Pendididikan merupakan syarat utama bagi kemajuan suatu bangsa. Namun kemajuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tenaga pendidik atau guru. Untuk itu profesi guru tidak bisa dipandang rendah dan remeh dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Sentuhan tangan guru menjadi dasar dalam membangun pengetahuan, moral, karakter, dan kemampuan lainnya.

Namun sayangnya profesi guru masih dianggap rendah dan kurang bermartabat. Padahal guru sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, profesi yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk kemajuan sebuah Negara. Tetapi dalam menjalankan tugasnya sering kali profesi seorang guru harus berhadapan dengan berbagai permasalahan. Baik permasalahan dalam masalah profesi itu sendiri, kriminalitas, kekerasan, penyalahgunaan kekayaan intelektualitas, keselamatan dan kesehatan kerja.

Guru sering kali menjadi korban pada tindakan yang dirugikan tersebut, baik yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tindakan yang demikian membuat guru akhirnya ragu untuk bertindak dan mengambil sikap tegas karena tidak jarang guru harus berhadapan dengan kasus hukum dan berada di posisi yang tidak menguntungkan.

Pengetahuan dan pemahaman guru terhadap hukum lemah akhirnya yang terjadi guru hanya memberikan pelajarana saja tanpa mau mendidik. Efek dari hal tersebut akan terbangun di kalangan guru “masa bodoh” tidak peduli dengan kenakalan siswa karena adanya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal inilah perlu adanya penanganan serius dalam menyikapi setiap kasus yang terjadi dan perlu adanya perlindungan guru.

Berikut ini berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan dan penanganan yang pernah dilakukan oleh guru. Buku Antologi Artikel Ilmiah “Dedikasi Guru Dalam Dunia Pendidikan” merupakan artikel yang ditulis oleh guru-guru dikdas SMP tanah air yang lolos dalam seleksi Bimbingan Teknis Workshop Perlindungan Guru Tahap III yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 22 - 25 Oktober 2019.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by BHP RIAU, 2021-02-25 09:07:31

DEDIKASI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN

(KUMPULAN ARTIKEL PENDIDIKAN - PESERTA WORKSHOP PERLINDUNGAN GURU TAHAP III KESHARLINDUNGDIKDAS TAHUN 2019)
Pendididikan merupakan syarat utama bagi kemajuan suatu bangsa. Namun kemajuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tenaga pendidik atau guru. Untuk itu profesi guru tidak bisa dipandang rendah dan remeh dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Sentuhan tangan guru menjadi dasar dalam membangun pengetahuan, moral, karakter, dan kemampuan lainnya.

Namun sayangnya profesi guru masih dianggap rendah dan kurang bermartabat. Padahal guru sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, profesi yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk kemajuan sebuah Negara. Tetapi dalam menjalankan tugasnya sering kali profesi seorang guru harus berhadapan dengan berbagai permasalahan. Baik permasalahan dalam masalah profesi itu sendiri, kriminalitas, kekerasan, penyalahgunaan kekayaan intelektualitas, keselamatan dan kesehatan kerja.

Guru sering kali menjadi korban pada tindakan yang dirugikan tersebut, baik yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tindakan yang demikian membuat guru akhirnya ragu untuk bertindak dan mengambil sikap tegas karena tidak jarang guru harus berhadapan dengan kasus hukum dan berada di posisi yang tidak menguntungkan.

Pengetahuan dan pemahaman guru terhadap hukum lemah akhirnya yang terjadi guru hanya memberikan pelajarana saja tanpa mau mendidik. Efek dari hal tersebut akan terbangun di kalangan guru “masa bodoh” tidak peduli dengan kenakalan siswa karena adanya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal inilah perlu adanya penanganan serius dalam menyikapi setiap kasus yang terjadi dan perlu adanya perlindungan guru.

Berikut ini berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan dan penanganan yang pernah dilakukan oleh guru. Buku Antologi Artikel Ilmiah “Dedikasi Guru Dalam Dunia Pendidikan” merupakan artikel yang ditulis oleh guru-guru dikdas SMP tanah air yang lolos dalam seleksi Bimbingan Teknis Workshop Perlindungan Guru Tahap III yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 22 - 25 Oktober 2019.

Keywords: PENDIDIKAN,PERLINDUNGAN GURU,WORKSHOP,KESHARLINDUNGDIKDAS,TAHAP III,DEDIKASI GURU DALAM DJNIA PENDIDIKAN

reformasi.
Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yang biasanya dijadikan referensi dalam laporan
pengaduan kekerasan terhadap anak oleh guru. Pasal
tersebut berisi bahwa anak di dalam dan di lingkungan
sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-
temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau
lembaga pendidikan lainnya. Tindakan kekerasan terhadap
anak di atas bisa berupa fisik, psikis maupun seksual.

Kondisi faktual di lapangan kini mulai terlihat,
seorang guru akhirnya mengambil jalan aman agar tak
dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jika ia
melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan
terhadap anak didiknya dengan membiarkan atau “cuek”
terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan
atau beretika kurang baik. Sungguh, sebuah sikap dilematis
yang dihadapi. Di sisi lain ia harus bertanggungjawab atas
perilaku peserta didiknya, dan di sisi lainnya lagi ia merasa
takut terkena masalah hukum yang akan menimpanya.
Akhirnya, ketika di sekolah, ia hanya sebatas mengajar
bukan mendidik. Padahal proses pendidikan harusnya
meliputi tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Tidak hanya didominasi oleh ranah
pengetahuan belaka.

Dari data dan fakta di atas pemerintah dalam konteks
ini, Kemendikbud harus segera merealisasikan
perlindungan guru, agar dalam melaksanakan tugasnya,
seorang guru bisa merasa aman, nyaman, tenteram, serta
tidak mudah dikriminalisasi oleh peserta didik atau orang
tua peserta didik. Negara mempunyai tugas memastikan
pelaksanaan hak dan kewajiban warga negaranya berjalan

42 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dengan baik. Di samping itu, negara juga harus dapat
mencegah terjadinya risiko yang selalu mengancam warga
negaranya dengan baik pula. Jika kita lihat pesan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tampaklah dengan jelas bahwa negara bertugas
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya,
termasuk di dalamnya rakyat mendapatkan perlindungan
hukum secara komprehensif.

Jika kita lihat juga Pasal 39 ayat (1) Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan
perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.
Adapun perlindungan yang dimaksud pada ayat (1)
meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa “perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud mencakup perlindungan
hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari
pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.

Menyoal perlindungan hukum, semua guru harus
dilindungi secara hukum dari segala anomali yang
berpotensi menimpa guru. Perlindungan hukum tersebut
meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain, berupa: (1) tindak kekerasan; (2)
ancaman, baik fisik maupun psikologis; (3) perlakuan
diskriminatif; (4) intimidasi; dan (5) perlakuan tidak adil
(Trianto & Tutik, 2006;).

43 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Perlindungan profesi guru sudah sangat terang dan
jelas termaktub dan diatur di Pasal 39 Undang-Undang
Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Artinya, semua
pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, baik
pemerintah, yayasan, maupun publik, wajib mengupayakan
perlindungan hukum, profesi, dan keselamatan pekerjaan
kepada guru. Perlindungan terhadap profesi guru juga
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun
2008. Terutama Pada Pasal 39 ayat (1), disebutkan bahwa
guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada
peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun
tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan satuan
pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam
proses pembelajaran yang berada di bawah
kewenangannya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah
pantas seorang guru dihakimi sendiri, dipenjarakan,
dipukul, dianiaya hingga ia meninggal di tangan peserta
didiknya hanya karena memberi sanksi terhadap peserta
didiknya yang melanggar aturan di sekolah atau di kelas?.
Mandulkah pasal-pasal dan ayat-ayat dari UU, PP dan
regulasi lain yang melindungi profesi guru tersebut? atau
ada faktor apakah yang membuat seorang guru selalu
didiskreditkan dalam kasus-kasus tertentu?.

Guru selalu menjadi korban, objek penderita dalam
beberapa kasus terakhir, saat ia melakukan pendisiplinan
terhadap peserta didiknya. Posisi guru dalam hal ini sangat
lemah dan dilematis. Di satu sisi harus mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, di sisi lain dalam menjalankan
kewenangannya dianggap melangggar UU Perlindungan
Anak dan “diancam” oleh Komisi Perlindungan Anak

44 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Indonesia (KPAI). Hak-hak anak atau peserta didik ini
memang perlu diindahkan. Tapi yang sering dilupakan
adalah bahwa guru juga punya hak untuk mendidik anak
dengan cara-cara yang edukatif. Perlakuan guru terhadap
anak dengan maksud untuk “mendidik” seringkali
ditafsirkan sebagai pelanggaran terhadap HAM.

Banyak kasus dimana guru dituntut secara hukum
karena dianggap telah melanggar hak-hak anak. Sementara
itu hak-hak guru sendiri untuk mendapatkan perlindungan,
baik perlindungan terhadap profesi, hukum, keselamatan
kerja, dan kekayaan intelektual kurang diperhatikan dan
terabaikan sama sekali. Akhirnya, jika guru selalu
didiskreditkan dalam kasus di atas, maka tujuan
pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab, tidak
akan tercapai.

Salah satu solusi yang tepat adalah perlu adanya
sinkronisasi dan integrasi dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan, sehingga dari segi etik- normatif dan
pelaksanaannya tidak terjadi benturan dan tumpang-tindih
yang akan berimplikasi pada pelaksanaan peraturan
perundangan-undangan itu dalam tataran praktis dan
keseharian kehidupan guru ataupun para pendidik. Solusi
lainnya pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan
atau regulasi baru yang mengecualikan pemberlakuan
terhadap Undang-undang Perlindungan Anak, di mana guru
mendapat pengecualian ketika melaksanakan
kewenangannya sebagai guru atau bahasa lainnya guru
tidak dapat dipidanakan oleh UU Perlindungan Anak saat ia

45 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

bertugas melaksanakan kewenangannya sebagai seorang
guru dengan keprofesiannya yang melekat padanya. Guru
yang melakukan tindakan pendisiplinan atau memberikan
sanksi disiplin terhadap peserta didik dilingkup sekolah
formal dan non formal, dengan aturan dan dasar yang jelas,
tidak bisa dipidanakan dengan alasan apa pun.

Dengan demikian, seorang guru tidak akan lagi
merasa terancam jiwanya, profesinya dan yang lainnya saat
ia menjalankan tugas keprofesiannya. Seorang guru akan
fokus tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dengan baik dan benar, sehingga tujuan pendidikan
nasional akan tercapai dengan sempurna.

Muhammad Humaidin, lahir diteke 30 Maret
1982, saat ini mengajar di SMPN 14 Kota Bima,
Kecematan Raba Kota Bima. Guru TIK dan IPA.
Aktif menulis artikel tentang pendidikan,
sehari-hari giat memberikan penguatan
karakter kepada peserta didik dengan tujuan
utama membangun karakter dan kepribadian
anak melalui keteladanan guru yang bersih dan berdedikasi.
Sebab bagi saya indahnya hidup adalah bukan seberapa
banyak orang mengenal mu, tetapi seberapa banyak orang
bisa bahagia karena mengenal mu

46 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

PERLINDUNGAN PROFESI GURU
DALAM MENEGAKKAN ATURAN SEKOLAH

Oleh:

Bambang Anwar, S.Pd, M.Pd.
(SMP Negeri 11 Kota Jambi - Jambi)

Profesi guru merupakan peran utama dalam memajukan
pendidikan suatu negara. Guru melakukan tugasnya mendidik
generasi penerus bangsa dalam melaksanakan tugasnya
berdasarkan aturan-aturan dan perundang-undangan yang
47 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

berlaku. Sekolah merupakan wadah tempat proses pendidikan
itu berlangsung. Di mana semua komponen ada di sekolah,
baik guru, tenaga adminstrasi dan siswa yang sangat
heterogen baik secara ekonomi, sosial, suku dan agama. Sifat
yang heterogen ini membuat semua warga sekolah memiliki
pandangan yang berbeda-beda terhadap lembaga pendidikan
yang bernama sekolah. Keberagaman ini tidak sedikit
menimbulkan konflik dalam menegakkan aturan yang berlaku.

Negara melalui pemerintah telah mengeluarkan
beberapa aturan untuk melindungi profesi guru. Di antaranya
peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, kemudian
dikuatkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, kemudian ditegaskan lagi melalui
peraturan menteri pendidikan Permendikbud Nomor 10
Tahun 2017 tentang perlindungan pedidik dan tenaga
kependidikan. Beberapa aturan yuridis ini dibuat dan
diterbitkan untuk menegaskan bahwa Negara hadir dan ikut
andil dalam melindungi profesi guru.

Pernah terjadi beberapa konflik di sekolah tempat saya
mengajar, dalam hal ini sekolah gagal dalam melindungi guru
secara utuh, tidak hanya secara fisik namun juga secara psikis.
Dari beberapa kasus, akan saya tuliskan salah satu kasus yang
dapat menggambarkan kegagalan sekolah dalam melindungi
guru.

Kasus bermula dari tertangkapnya salah seorang siswa
yang mencuri barang temannya. Siswa yang kehilangan
melaporkan permasalahan ini kepada guru dan sekolah,
namun sekolah tidak punya bukti dan saksi untuk menyelidiki
kasus ini. Selanjutnya korban melaporkan kejadian ini pada
orang tuanya, yang kebetulan merupakan salah satu aparat
kepolisian. Pihak orang tua melaporkan kejadian kehilangan
ini pada pihak polisi dan melakukan penyelidikan. Polisi

48 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

mendapatkan bukti dari akun social media orang yang
dicurigai. Sehingga polisi meneruskan penyelidikan ke sekolah
dengan melakukan interogasi terhadap siswa. Kecurigaan
polisi dan pihak sekolah ternyata benar sehingga pelaku di
bawa kekantor polisi dengan adanya barang bukti. Kasus ini
diselesaikan dengan kekeluargaan ketika pelapor mencabut
pengaduannya.

Pihak sekolah dalam hal ini guru yang sekaligus
merupakan wali kelas dan berdasarkan hasil keputusan rapat,
siswa sebagai pelaku tersebut akan dikembalikan kepada
orang tua. Keputusan ini berdasarkan rapat sebelumnya,
dengan beberapa pertimbangan bahwa siswa tersebut telah
banyak melanggar aturan sekolah, kehadiran yang kurang dan
nilai yang tidak mencapai KKM saat ujian kenaikan kelas.

Ternyata hasil keputusan sekolah tidak diterima oleh
pihak orang tua, sehingga orang tua melakukan perlawanan
dengan menyerang sekolah, tidak hanya sampai disitu pihak
orang tua juga menggandeng pihak ketiga dalam kasus ini
yaitu LSM. Bersama dengan oknum LSM yang merupakan
salah satu orang dekat penguasa di daerah, orang tua dan LSM
tersebut melakukan tindakan ancaman dan intimidasi
terhadap pihak sekolah dalam hal ini guru yang merupakan
wali kelas pelaku.

Ancaman dan intimidasi yang dilakukan untuk
membatalkan keputusan sekolah yang hendak
mengembalikan siswa tersebut kepada orang tua. Melalui
konsultasi dengan pihak dinas pendidikan terkait maka
sekolah membatalkan keputusan yang sudah dibuat dan
disepakati sebelumnya. Si pelaku tetap berada di sekolah dan
tetap menjadi siswa sekolah tersebut. Hal ini menjadikan
guru-guru yang berada di sekolah tersebut kecewa. Sekolah
tidak dapat menegakkan aturan dikarenakan oleh tekanan dan

49 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

intimidasi terhadap guru dan pihak sekolah.
Kasus diatas mencerminkan kegagalan dalam

menerapkan aturan dan perlindungan profesi guru dalam
mendidik dan membelajarkan siswa. Kegagalan ini
dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah campur
tangan pihak ketiga dan kekuatan politik seseorang yang
dapat mengubah dan melanggar aturan yang sudah
ditetapkan.

Bambang Anwar, M.Pd, lahir di Pasar Tamiai
Kerinci, 28 Juli 1986, Guru PNS di SMP Negeri
11 Kota Jambi, mengajar mata pelajaran IPA.
Diangkat menjadi guru pada tahun 2009,
menjadi salah satu penerima beasiswa P2TK
Dikdas Kemdikbud tahun 2015 di Universitas
negeri malang untuk magister pendidikan IPA
dengan menyelesaikan studi pada tahun
2017. Menjadi peserta simposium nasional guru IPA pada
tahun 2018 dan 2019, aktif menulis Bestpractice dan artikel
hasil penelitian.
PENTINGNYA LANGKAH NYATA

MELINDUNGI GURU

Oleh :

Muhammad Prana Adithya, S.Pd., M.A.TESL.
(SMPN 1 Tanjung Balai Kota Tanjung Balai – Sumut)

“Guru adalah Pahlawan tanpa tanda jasa” itulah yang
sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat hingga saat
ini. Profesi guru selalu identik dengan beberapa kata sifat yang

50 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

melekat pada profesi guru yaitu berilmu, ikhlas dan gigih.
Berilmu karena guru adalah sumber pengetahuan bagi murid
bahkan masyarakat di sekitarnya, ikhlas karena guru tidak
pernah pamrih memberikan ilmunya bahkan tanpa bayaran
ataupun imbalan sedikitpun, dan gigih karena guru tidak
pernah menyerah memberikan ilmunya, mendidik muridnya
bukan hanya sekedar mentransfer kelilmuan saja tetapi juga
nilai-nilai akhlak dan norma-norma yang baik. Akan tetapi
ironisnya di sepanjang tahun 2018 dan 2019 ini kita di
suguhkan berita-berita tentang banyaknya guru-guru yang
dilecehkan profesinya sebagai pendidik hingga ada seorang
Guru Seni Rupa SMAN 1 Torjun, Ahmad Budi Cahyono, di
Sampang, Madura meninggal dunia hanya karena menegur
siswa yang tertidur di kelas (KOMPAS.com, 3/2/2018).

Tidak berhenti di situ saja, rentetan kasus-kasus
kekerasan terhadap guru di bulan Oktober 2019 kembali
terjadi, seorang Guru Kelas SD Negeri Pa’bangiang di Jalan
Andi Tonro, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan mendapatkan penganiayaan secara verbal
dan fisik oleh wali murid hingga wajah Ibu Guru tersebut
penuh dengan lukan cakaran. Kejadian – kejadian seperti ini
sebenarnya banyak terjadi di akar
rumput tetapi tidak terekspos oleh media-media nasional.
Lalu di benak saya, muncul beberapa pertanyaan yang sangat
emosional dan membathin dalam pikiran saya, “Sebegitu
mudahkah para guru dilecehkan dan dianiaya ?, langkah nyata
seperti apakah yang bisa melindungi guru ?, dan Bagaimana
mencegah perbuatan yang tidak menyenangkan seperti diatas
berulang kepada para Guru?”

Peraturan perundangan yang melindungi guru sebagai
pendidik profesional belum begitu memadahi, adapun
beberapa produk hukumnya adalah seperti berikut: Pertama,

51 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dalam UU SISDIKNAS pasal 7 (2), Menegaskan Orang tua dari
anak wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya. Sehingga perbuatan penganiayaan
terhadap guru jelas bertentangan dengan pasal 7 ayat 2 itu,
seharusnya orang tua memberikan contoh teladan kepada
anaknya yang masih sekolah. Selain itu tanggung jawab
pendidikan menyangkut pemerintah, masyarakat dan orang
tua sehingga orangtua harus ikut bertanggung jawab terhadap
sikap dan perilaku anaknya.

Demikian juga dalam pasal 6 (2) tertuang kalimat setiap
warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan. Dari kalimat itu tersirat arti
perbuatan-perbuatan itu akan berpengaruh terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan yang menjadi
terganggu. Kedua, profesi Guru sebagaimana profesi yang lain
sebenarnya memiliki Undang-Undang yang khusus untuk
melindungi guru, jadi produk hukum untuk melindungi guru
sebenarnya membuat guru menjadi tidak mudah untuk
dilecehkan dan dianianya sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 39 Ayat 2, ada
empat bentuk perlindangan bagi Guru, yaitu: (1) Perlindungan
hukum, (2) Perlindungan Profesi, (3) Perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan (4) Pengakuan atas
Kekayaan Intelektual. Ketiga, Selain Undang-Undang dan
Peraturan di atas, sudah ada nota kesepahaman tentang
perlindungan hukum profesi guru antara Kapolri dan Ketua
Umum Pengurus Besar PGRI pada tahu 2012 yang memuat
pihak Kepolisian Negara memberikan perlindungan hukum
kepada guru terhadap tindakan kekerasan, ancaman,
intimidasi dari pihak peserta didik, orang tua, dan pihak lain
yang tertuang dalam nota kesepahaman N0.B/3/1/2012dan
N0. 100/UM/PB/XX/2012. Saat ini juga telah ada surat

52 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

keputusan dari Mahkamah Agung, bahwa upaya pendisiplinan
yang dilakukan guru terhadap murid dalam konteks belajar
mengajar tidak bisa dipidanakan.

Langkah nyata melindungi Guru, justru terletak pada
tahap aplikasi peraturan perundang-undangan di atas. Seluruh
elemen masyarakat dan stakeholder pendidikan nasional,
sekolah, orang tua murid maupun penyelenggara pendidikan
harus turut serta mengejewantahkan dalam setiap kegiatan di
akar rumput hingga profesi guru dan guru tersebut akhirnya
benar-benar dianggap menjadi salah satu profesi yang mulia
dan tidak dilecehkan dan diperlakukan semena-mena lagi.
“Hidup Guru, Hidup Pendidikan Nasional.”

Sosialisasi akan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Guru harus disosialisasikan dengan masif dan intensif
hingga ke daerah-daerah terpencil yang mana ini
membutuhkan peran serta organisasi keprofesian seperti IGI
(Ikatan Guru Indonesia), PGRI (Persatuan Guru Republik
Indonesia) dan seluruh para pemangku kebijakan pendidikan
di daerah-daerah tersebut dibantu dengan teknologi yang bisa
dimanfaatkan untuk membuat informasi tersebut lebih mudah
diakses oleh para guru mulia tersebut.

Penulis yakin jika para guru dibekali dengan wawasan
mengenai undang-undang tersebut disertai dengan

pengayoman dari lembaga profesi yang
menaunginya, maka tidak diragukan lagi
guru akan semakin dilindungi dan
dimuliakan sehingga kualitas pendidikan
Indonesia akan semakin berkarakter dan
baik.

Muhammad Prana Adithya, lahir di

53 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Tanjungbalai, 23 Maret 1987. Saat ini mengajar di SMPN 1
Tanjungbalai. Guru Bahasa Inggris yang pernah menerima
Beasiswa Penuh dari Pemerintah India / ICCR Scholarship
untuk jenjang S-2 di The English and Foreign Languages
University, Hyderabad, India Tahun 2012 ini adalah insan
yang selalu haus ilmu, beliau selalu ingin meningkatkan
keilmuannya dengan belajar berbagi dengan yang lain juga.
Hingga kini, beliau tetap aktif mengikuti kegiatan serupa
tingkat nasional yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

PERLINDUNGAN PROFESI GURU
Oleh :

Hadi Akmal Lubis, S.Pd.I., M. Pd.I.
(Guru SMP Muhammadiyah Sentang Kab. Asahan - Sumut)

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini dan jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
54 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

pendidikan menengah (UU.No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen). UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara .

Terkait dengan tujuan pendidikan sebagaimana di atas
untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta didik maka pendidik mempunyai tanggung jawab untuk
membimbing, mengajar dan melatih murid atas dasar norma-
norma yang berlaku baik norma agama, adat, hukum, ilmu dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Agar terwujudnya tujuan itu
perlu ditanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, berani, mawas
diri, beriman dan lain-lain. Hukuman pun sering diterima siswa
manakala mereka melanggar tata tertib yang telah disepakati.
Hukuman itu dimaksudkan sebagai upaya mendisiplinkan siswa
terhadap peraturan yang berlaku.

Namun dalam upaya menegakkan disiplin siswa, guru sering
kali menerapkan hukuman kepada siswa yang justru
menjeratnya ke dalam kasus hukum. Berbagai kasus yang
menjerat guru dalam upaya mendisiplinkan siswa yang berujung
kepada dipenjarakan bahhkan berujung pada kematian adalah
sebagai berikut :

1. Ahmad Budi Cahyono, Guru Seni Budaya SMAN 1
Torjun, Sampang Jawa Timur. Tewas dikeroyok oleh
muridnya dan orang tuanya.

2. Astiah, guru SDN Pa’bangngiang di Gowa Sulawesi
Selatan, dianiaya di dalam kelas oleh wali siswa.

3. Dasrul, Guru SMKN 2 Makasar, dianiaya siswa dan
orang tuanya di dalam kelas.

55 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

4. Nurmayani Guru biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi
Selatan, dipenjara karena mencubit murid didiknya.

5. Muhammad Arsal guru Pendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 3 Bantaeng masuk penjara akibat menghukum
muridnya.

6. Retno Listyrati, Kepala Sekolah SMA N 3 DKI Jakarta
yang telah dicopot/diberhentikan oleh Gubernur DKI
karena dianggap lalai dalam kegiatan UN.

7. Ahmad Zailani Butar-butar, guru Pendidikan Agama
Islam di SMA Diponegoro Kabupaten Asahan dilaporkan
ke polisi karena mendisiplinkan siswa yang tidak
mengikutu kegiatan pesantren kilat Ramadhan .

Banyaknya kasus guru yang terjerat kasus hukum dalam
upaya meningkatkan disiplin dan potensi siswa, membuat guru
bersifat apatis. Guru menjadi takut untuk bertindak apabila
melihat indisipliner yang dilakukan oleh siswa. Mereka
beranggapan bahwa siswa itu bukan anak kandungnya sehingga
tidak perlu repot - repot untuk mendidiknya. Apabila anak
tersebut dihukum, maka saya akan masuk penjara. Inilah
pemikiran yang berkembang di antara guru.

Apabila kondisi ini dibiarkan, maka bisa dibayangkan
bagaimana moral peserta didik kita nantinya. Oleh karena itu
dibutuhkan perlindungan profesi bagi guru agar mereka dalam
menjalankan aktivitas dalam mendidik dapat terlindungi.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kriminalisasi terhadap profesi guru:

1. Mensosialisasikan Permendikbud No 10 tahun 2017
tentang perlindungan profesi guru kepada seluruh guru.

2. Membentuk Lembaga Mediasi dan Bantuan Hukum
khusus untuk guru.

56 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

3. Melakukan Bimbingan Teknis (BIMTEK) tentang
perlindungan profesi guru melalui forum MGMP.

4. Optimalisasi peran BK sebagai mediator antara guru
dan orang tua siswa.

5. Optimalisasi peran sekolah dalam hal ini diwakili oleh
wali kelas dalam menjalin silaturahmi dengan orang tua
siswa.

Semoga kedepannya tidak ada lagi kriminalisasi terhadap profesi
guru di Indonesia.

Hadi Akmal Lubis, S.Pd.I., M.Pd.I, lahir di
Kisaran tanggal 28 Februari 1992. Saat ini
penulis mengajar di SMP Muhammadiyah
Sentang Kisaran dan MTs. Qur’an Kisaran.
Prestasi yang dimiliki penulis dalam bidang
akademik antara lain juara 1 lomba Guru
berprestasi tingkat Kabupaten Asahan tahun
2018 juara 2 pengelola perpustakaan tingkat
SMA/SMK Provinsi Sumatera Utara tahun
2019, juara 3 guru Literat tingkat Kabupaten Asahan tahun 2019.
Penulis juga tokoh pegiat literasi dan pengurus organisasi liteasi
di Kabupaten Asahan.

57 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

PENCEGAHAN TINDAK KEKERASAN MELALUI
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU

Oleh:

Edi Sumardi, M.Pd.
(SMPN 130 Jakarta Kota Adm Jakarta Barat – DKI Jakarta)

Tindak kekerasan yang dialami guru oleh peserta didik
tiada henti, silih berganti terjadi di dunia pendidikan.
Terdapat beberapa kasus kekerasan yang dilakukan peserta
didik kepada guru. Belum lama ini terjadi tindak kekerasan
fisik yang dialami oleh guru SMP PGRI Wringianom, Gresik

58 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Jawa Timur. Videonya beredar menjadi viral di media sosial
setelah seorang peserta didik mencekik dan menantang
seorang guru. (Republika, 13 Februari 2019).

Akar Masalah

Sebagai suatu profesi, guru rentan terhadap tindak
kekerasan karena ranah kerjanya bersinggungan langsung
dengan manusia yaitu peserta didik, baik sebagai pelaku
tindak kekerasan atau korban dari kekerasan. Berbagai
regulasi dihasilkan untuk memberikan pelindungan
k e p a d a guru. sebenarnya sudah cukup memadai seperti
UU no.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 39
menegaskan ”Pemerintah daerah, Masyarakat, organisasi
profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan
perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugasnya.
Selain itu perlindungan terhadap profesi guru juga diatur
dalam PP No. 74 tahun 2008, Permendikbud No. 10 tahun
2007. Sedangkan perlindungan hukum terhadap anak diatur
dalam UUD 1945, pasal 28 ayat 2, UU No.35 Tahun 2014, dan
UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Landasan yuridis sudah ada, namun dalam kenyataan
masih saja terjadi tindak kekerasan yang dilakukan perserta
didik oleh guru maupun orang tua terhadap guru. Masih
banyak orang tua peserta didik maupun guru yang belum
tahu sepenuhnya tentang perlindungan hukum yang
seharusnya dilakukan termasuk tidak dapat membedakan
ranah disiplin dan ranah hukum. Selain itu peraturan atau
tata tertib sekolah tidak tersosialisasi dengan baik kepada
orang tua peserta didik, adanya pola pembelajaran yang
dilakukan seorang guru dengan menggunakan pendekatan
kekerasan. Paradigma yang berkembang bahwa kekerasan

59 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dimaknai sebagai ketegasan untuk menjaga kewibawaan
seorang guru. Pendekatan kekerasan ini membekas pada
jiwa peserta didik akibatnya peserta didik berontak
melawan atau mengadu ke orang tuanya untuk melawan.

Peningkatan Kompetensi Guru

Tindak kekerasan yang dilakukan peserta didik sering
kali dimaknai sebagai faktor karakter yang bersumber dari
keluarga atau lingkungan bermain peserta didik, padahal
interaksi di sekolah termasuk guru juga ikut menentukan
memicu tindak kekerasan. Guru dapat dijadikan model
dalam bertingah laku. Seorang guru idola di mata peserta
didik biasanya juga menjadi teladan bagi peserta didik untuk
dapat mencegah tindak kekerasan dengan peserta didiknya
atau sebaliknya. guru yang menjadi idola dapat dipastikan
memiliki kompetensi yang mumpuni.

Guru yang menjadi idola peserta didik adalah guru yang
memiliki empat kompetensi, yaitu Kompetensi Pedagogik,
seorang guru yang kompeten mampu dan dapat
mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya, memahami karakteristik
dari aspek fisik, sosial, budaya, emosional, dan intelektual
peserta didik, memahami gaya belajar dan kesulitan belajar
peserta didik, mampu merancang dan melaksanakan
pembelajaran, juga evaluasi hasil belajar. Kompetensi
Kepribadian, kemampuan seorang guru yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, pengembangan diri secara
berkelanjutan, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia. Kompetensi Profesional, seorang guru
yang mampu menguasai materi pembelajaran secara luas

60 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan
metodologi keilmuannya, menguasai dan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran,
dan yang ke empat Kompetensi sosial, seorang guru
mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, orang tua peserta didik, dan masyarakat
sekitarnya. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara
berpakaian dan bertutur bahasa yang baik, memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi
dan pengembangan diri.

Kesimpulan

Untuk mencegah tindak kekerasan di lingkungan
sekolah dapat dimulai dari guru, karena peran guru sangat
penting dalam menciptakan generasi penerus yang
berkualitas dan berakhlak mulia. Ada tiga hal yang
dilakukan, seorang guru harus mendidik dengan hati maka
akan terpancar jiwa kasih sayang untuk memperbaiki budi
pekerti peserta didiknya. Jika peserta didik sudah
merasakan ada perhatian maka dengan suka rela mau
belajar siap menerima pelajaran, dan jika kegiatan belajar
sudah menjadi suatu kesenangan maka akan timbul
kreativitas yang berujung pada penguasaan keterampilan
dan kecakapan dasar. Tiga hal tersebut harus dilakukan
secara simultan, muara dari tiga hal mendidik, mengajar,
melatih/membimbing akan membuat guru di mata peserta
didik sebagai motivator dan inspirator.

61 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Edi Sumardi, Lahir di Cirebon. Mengajar dari
tahun 1997- 2018 di SMP N 88 Jakarta
sebagai guru mata pelajaran IPS, Tahun 2018
kena mutasi mengajar di SMP N130 Jakarta.
Pengalaman berorganisasi; Wakil ketua 2
MGMP IPS SMP Provinsi DKI Jakarta (2019-
2023). Prestasi; Finalis Gupres SMP, Tk.
Nasional 2019, Juara I Gupres SMP Tk. DKI Jakarta 2019, Juara I
Gupres SM P Tk. Kota Jakarta Barat 2019, Finalis OGN IPS Tk.
Nasional 2017, Juara I OGN IPS Tk. Kota Jakarta Barat 2019.

STANDAR ISI NUPTK

Oleh :

Myko Efri Dinisco, S.Pd. Gr.
(SMPN 1 Pinggir Kab. Bengkalis – Riau)

Tahun 2012, kira-kira lebih kurang 7 tahun yang silam,
seorang guru bernama Ensped (samaran) merupakan seorang
guru pendatang yang jauh merantau hanya ingin mengabdikan
dirinya untuk mendidik generasi penerus bangsa yang akan
memimpin negeri ini dan memimpin kita esok saat rambut mulai
62 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

memutih, tungkai yang mulai goyah, pandangan tak lagi jelas
melihat, tubuh yang sudah mulai lapuk.

Saat ini beliau telah berkeluarga menafkahi 1 jiwa warga
Indonesia. Tentu beliau telah merasakan masa panen, masa di
mana si murid yang dulu kini bertransformasi sudah
bertanggung jawab atas dirinya. Tidak 1 atau 2 orang saja tetapi
sudah ratusan orang telah beliau ajarkan dan didik. Dari sesuatu
yang tidak tahu menjadi tahu. Ini hanya segelintir kisah nyata
dari mungkin puluhan atau ratusan Guru di seluruh Indonesia.
Saya memilih Pak Guru dari pada Bu Guru untuk diwawancarai,
bukan maksud diskriminasi tapi memang karena kami (laki-laki)
telah didiskriminasi di tempat tugas, dengan perbandingan 1:4
(1 banding 4) dengan wanita.

Lebih tepatnya alasan kenapa Pak Guru yang saya angkat
kisahnya, agar tidak terjadi fitnah di antara kami (bu Guru)
berdua – duaan saat wawancara. Kemudian tak canggung saya
bertanya dan memakai waktunya, akan tetapi saya rasa derita
yang dirasakan oleh Bu Guru maupun pak Guru sama tidaklah
sedap.

Pak Guru Ensped, saya mengenalnya lebih kurang dua tahun
yang silam. September 2017 waktu di mana kami para guru
muda yang baru bergabung di instansi pemerintah. Ruangan
Guru laki-laki dan wanita di tempat saya mengabdi sebagian
terpisah. Akhirnya saya putuskan untuk bergabung dan duduk di
ruangan mayoritas guru laki-laki .

Singkat cerita, setelah habis sekian bulan bagi kami (Guru
muda baru) bergaul dengan guru senior. Banyak cerita dan
pengalaman yang mulai kami sharing-kan, mulai dari
pengalamam pribadi dalam mendidik maupun mengajar. Bahkan
pengalaman berkaitan dengan birokrasi pemerintah di negeri ini.
Terfikir berkali-kali oleh saya, semua sharing informasi akan hal
birokrasi yang kami lakukan. Pada awal-awal perbincangan,

63 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

hanya kata “Kok bisa” yang terucap dari mulut saya. Akhirnya
apa yang sudah terkubur lama kelamaan mulai terkuak.

Bahwasanya salah satu mekanisme birokrasi di Dinas
Pendidikan tempat saya mengabdi sama seperti memasuki
persidangan. Harus berkali-kali datang dan mengontak yang
berwenang dalam bagian tersebut. Begitulah rasa yang diterima
oleh beberapa rekan guru ditempat saya mengabdi, salah
satunya adalah dalam pengurusan Nomor Unik Pendidk dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK). Permasalahan NUPTK menjadi
momok yang menakutkan bagi setiap guru yang mengabdi di
tempat saya, ibaratnya harapan yang tak diharap.

Kita semua tahu bahwa keurgensian dalam deretan kode
angka yang disebut NUPTK. Apa maknanya bagi seorang
pendidik, bisa dikatakan bahwa negara tidak mengakui sebagai
“PTK atau Guru” jika seseorang yang mendidik dan mengajar
meskipun sudah puluhan tahun, jika ia tidak memiliki NUPTK.
Ketika seorang Guru mulai mengimputkan data-datanya melalui
operator sekolah, bukanlah hal mudah untuk melalui tahap demi
tahap. Sulitnya bernegosiasi dengan operator sekolah minta
ampun susahnya.

Status operator yang tidak juga jelas, mengakibatkan
karakter kemanusiaannya kadang lebih dominan menguasai
dirinya dari pada rasa tanggung jawabnya atas pekerjaannya. Hal
inilah yang akhir mengakibatkan seorang operator kadang
tebang pilih dalam mengimputkan data guru-guru komite. Jika
status guru tersebut PNS biasanya mereka cepat kerjakan,
namun jika Honor Daerah (Honda) atau Komite biasanya terlebih
dahulu akan ia seleksi untuk dikerjakan. Apakah guru yang
datanya akan diimputkan tersebut “royal” atau tidaknya
(memberi uang TIP). JIka royal ia akan segera menyelesaikan
lebih cepat, namun sebaliknya jika tidak maka data akan diimput
masuk dalam list antrian kerja nomor 100 yang akan dikerjakan.

64 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Kita anggap urusan dengan operator selesai. Ternyata
perjuangan belum selesai. Jarak yang jauh antara kecamatan dan
kantor dinas Kabupaten menghabiskan 5 jam perjalanan darat
dan laut berikutnya menjadi challenge yang tak terpisahkan.
Sesampai di sana operator Kabupaten biasa sulit ditemui di
tempat tugas (kantor), jika ditemui haruslah buat janji dan
janjinya biasanya harus siang untuk menyerahkan berkas
penerbitan NUPTK.

Hal yang saya alami sendiri saat mengantarkan titipan
berkas dari rekan-rekan Guru Non-PNS ke Dinas saat proses
approved. Oknum sering berkilah berkas tak lengkap, kurang
jelas bla bla bla dan blab la bla. Enggan untuk approved data yang
sudah diimput melalui DAPODIK oleh operator sekolah. Sampai
akhirnya setelah kali-kali mencoba seorang Guru PNS
menyarankan saya bahwa dalam proses di Dinas Pendidikan
Kabupaten harus memenuhi Standar Isi.

Wajah saya mulai agak bingung, lalu rekan Guru di
sebelahnya mulai mentafsirkan standar isi yang dimaksud,
bahwa ; adalah harus dan lumrah saat pengurusan nuptk mesti
mengisikan amplop dengan sejumlah uang menurut standar
yang mereka tetapkan jika ingin mendapatkan langsung diterima
oleh pihak kabupaten. Akhirnya pun dengan berat hati saya
harus memenuhi standar isi yang mereka tetapkan. walhasil tak
sampai 2 menit status proses penerbitan nuptk guru disekolah
saya mendapat approved di kabupaten.

Hal ini sangat berbanding terbalik ketika saya masih
mengabdikan diri di SMPN Satap Wae Ratun, Sambi Rampas
Manggarai Timur NTT 2013. Proses disana begitu mudah dan
cepat tanpa mengisi standar isi.

Myko Sefri Dinisco, lahir di Pangian, Lintau
Buo, 16 September 1990. Saat ini mengajar di

65 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

SMP Negeri 1 Pinggir Kec. Pinggir Kab. Bengkalis. Ragam budaya
kehidupan yang dibawa siswa kesekolah sudah menjadi
santapan oleh setiap Pendidik, namun ragam budaya siswa yang
membuat Terganggunya Kehidupan Efektifitas Sehari-sari (KES)
nya ekosistem sekolah bagian tanggung jawabnya Sebagai Guru
Bimbingan dan Konseling (BK). Membuat diri siswa merasa
nyaman serta dapat beradaptasi dengan lingkungan dan budaya
sekolah adalah tujuan hakikinya seorang Guru Bimbingan dan
Konseling. Tentu pada akhirnya efektifnya penyerapan ilmu yang
dicurahkan Guru pada siswa dapat maksimal.

HANDPHONE SEBAGAI ANCAMAN BAGI PERAN GURU

Oleh :

Alita Septi Ratnani, S.Pd.
(SMP Negeri 4 Kongbeng Kab. Kutai Timur – Kalimantan Timur)

Profesi guru mengalami proses pergeseran dengan seiring
berkembangnya teknologi. Dahulu profesi guru merupakan
profesi yang mulia, dihormati dan disegani oleh sebagian besar
orang. Hingga muncul ungkapan guru, digugu dan ditiru yang
artinya dicontoh dan diteladani. Orang tua siswa
mempercayakan sepenuhnya anaknya kepada guru, sebagai
orang tua kedua. Guru dapat memberikan hukuman kepada
66 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

siswa, dengan tujuan agar siswa jera dan menyadari kesalahan.
Hukuman yang diberikan pun masih dianggap dalam batas
kewajaran, meskipun itu berupa hukuman fisik. Justru saat siswa
mengadu kepada orang tuanya, mereka akan mendapat
hukuman lagi dari orang tuanya. Karena kepercayaan yang
diberikan oleh orang tua kepada guru.

Berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan
sekarang. Sedikit saja siswa menadapat sentuhan fisik dari guru
karena melakukan kesalahan, orang tua akan datang ke sekolah
dengan membawa parang. Hal ini menyebabkan guru tidak
leluasa dalam melakukan pendidikan dan pengajaran kepada
siswa serta mengancam profesi guru. Bahkan semakin banyak
kasus dan video yang melecehkan profesi guru. Misalnya : guru
menjelaskan di depan, siswa asyik bermain handphone, siswa
merokok dan tidur di dalam kelas selama jam belajar, siswa
menyawer guru perempuan dan masih banyak yang lain.

Menimbulkan ironi bahwa kemajuan teknologi digunakan
untuk melecehkan profesi guru. Padahal dalam UU. No.19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transmisi Elektronik (ITE) pasal 40,
disebutkan bahwa pemerintah wajib mencegah terhadap
penyebaran video yang mengganggu ketertiban umum, dalam
hal ini berisi konten yang melecehkan guru. Pemerintah
seharusnya menghukum pelaku penyebar video. Dalam pasal 26
UU. No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transmisi
Elektronik (ITE), juga disebutkan bahwa guru sebagai pihak yang
dirugikan dapat mengajukan tuntutan kepada penyebar video.
Agar tidak terjadi pembiasaan untuk memviralkan video – video
tidak bermutu, terutama yang melecehkan profesi guru.

Handphone, merupakan salah satu bukti kecanggihan
teknologi yang paling sering digunakan. Sekarang handphone
bukan lagi kebutuhan sekunder, tapi kebutuhan primer. Siswa
dapat mengakses segala sumber belajar dan pengetahuan dari

67 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

handphone. Namun perlu digaris bawahi bahwa pendidikan tidak
bisa diperoleh siswa dari handphone. Dalam UU. No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 6, secara tersirat
menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, cakap, kreatif,
mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Agar tercapai tujuan pendidikan diperlukan
interaksi aktif siswa dengan lingkungan sekitarnya dan
pengarahan yang benar dari orang tua serta guru. Bukan
berinteraksi dengan handphone. Intensitas berlebihan dengan
handphone dapat memberikan pengaruh buruk; lupa belajar,
lupa orang tua, menjadikan egois dan menang sendiri serta
masih banyak dampak buruk lainnya.

Video yang viral pada bulan September 2019 merupakan
bukti nyata pengaruh buruk intensitas berlebihan siswa dengan
handphone. Dalam video tersebut ada siswa yang datang ke
sekolah dengan membawa senjata tajam, karena tidak terima
handphonenya disita oleh pihak sekolah. Tidak ada larangan
siswa menggunakan handphone, hanya saja harus mengetahui
situasi dan tempat. Dampak negative dari penyebaran video
tersebut adalah pihak sekolah, khususnya guru yang menyita
handphone merasa terancam. Timbul kekhawatiran pihak
sekolah untuk melakukan razia handphone. Kemungkinan
terburuknya adalah guru tersebut “dijahili” ketika berada di luar
sekolah oleh siswa yang disita handphone-nya. Proses pedidikan
tidak akan berjalan jika hanya berinteraksi dengan gawai.

Pendidikan berkaitan dengan pembiasaan dan
pembentukan karakter, Diperlukan interaksi aktif antara siswa
dengan lingkungan di sekolah. Sehingga beberapa sekolah
melarang penggunaan handnphone di sekolah, kecuali seijin guru
yang bersangkutan untuk kepentingan pembelajaran. Larangan

68 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

tersebut tercantum dalam kesepakatan tata tertib yang ditanda
tangani oleh siswa dan wali murid pada saat pendaftaran.
Penandatanganan pun dilakukan di atas materai, yang artinya
memiliki kekuatan hukum. Namun sepertinya kekuatan hukum
dan Undang – undang saja tidak cukup, perlu adanya tindakan
nyata sebagai perlindungan bagi guru dalam melaksanakan
proses pendidikan dan pengajaran.

GURU PENGELOLA KEUANGAN BOS
DALAM BAYANG-BAYANG KETIDAKPASTIAN HUKUM

Oleh:

Didin Mahpudin, S.Pd.I.
(SMPN Satu Atap 2 Krangkeng Kab. Indramayu - Jawa Barat)

Guru adalah sebuah profesi yang mulia. Bagaimana tidak,
merujuk pada tugas utama guru berdasarkan Undang – undang
Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menyebutkan bahwa tugas utama Guru adalah mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik, di mana peserta didik adalah

69 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

manusia generasi penerus bangsa, yang siap dicetak menjadi
SDM unggul, aset yang paling berharga bagi suatu bangsa.

Guru menghadapi objek yang bergerak dan unik, yaitu
manusia. Ya, manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang
dibekali akal pikiran untuk bertindak, sehingga perlu kesabaran
dan ketelatenan dalam mencetaknya. Untuk menjadikan SDM
yang unggul perlu kemampuan improvisasi lapangan yang bagus
dalam menjalani profesinya. Seorang guru haruslah memberikan
contoh keteladanan yang baik, karena objek yang dihadapi
dibekali panca indera yang bisa melihat dan merekam kejadian-
kejadian yang dilihat dan dialaminya di mana nantinya akan
membentuk paradigma berpikir, daya nalar dan daya cipta
peserta didik yang muaranya diharapkan sejalan dengan tujuan
pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uraian di atas memberikan gambaran penting peranan
seorang guru dalam bekerja, sehingga perlu mendapat dukungan
dan junjungan baik dari pemerintah maupun masyarakat demi
terjaganya kualitas guru dengan kinerja yang profesional. Pada
jenjang pendidikan SMP, guru diperjelas ruang lingkupnya yaitu
sebagai guru mata pelajaran dengan tugas tambahan. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru,
tidak disebutkan bahwa Bendahara Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) sebagai tugas tambahan guru. Lanjutnya, pada
penjelasan atas peraturan pemerintah ini pun, yang menjelaskan
macam-macam tugas tambahan seorang guru tidak disebutkan
pula bahwa Bendahara BOS sebagai tugas tambahan seorang
guru.

Berbeda dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
di atas tentang Guru. Dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Nomor 971-7791 Tahun 2018 tentang Juknis Penganggaran,

70 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Pelaksanaan, Penatausahaan, serta Pertanggungjawaban Dana

BOS pada Satdikdas Negeri yang dilaksanakan oleh

Kabupaten/Kota pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

menyebutkan bahwa: “…Bupati/Wali Kota menetapkan

Bendahara Dana BOS dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada

masing-masing Satdikdas Negeri yang ditetapkan dengan

keputusan Bupati/Wali kota.” Lanjutnya, “Dalam hal pada

Satdikdas Negeri tidak terdapat PNS yang dapat ditetapkan

sebagai Bendahara Dana BOS, maka Bupati/Wali kota

menugaskan Kepala Satdikdas Negeri yang bersangkutan

merangkap sebagai Bendahara Dana BOS”.

Hal ini mengindikasikan adanya ketidaksinambungan aturan,

sehingga beban kerja guru sebagai bendahara Dana BOS tidak

diapresiasi/dihargai sebagai beban kerja yang dihitung untuk

guru.

Menjalani tugas sebagai guru sekaligus Bendahara Dana BOS

sangatlah berat. Apabila melihat pada petunjuk teknis yang

sudah ditetapkan oleh kemdikbud, yang tertuang dalam

Permendikbud Nomor 18 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis

BOS Reguler. Penerimaan dana BOS haruslah

dipertanggungjawabkan dari mulai perencanaan, penggunaan,

pelaporan, sampai pada pertanggungjawaban yang bisa

berimplikasi sanksi hukum pidana berupa

pemberhentian/pemecatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS),

kurungan penjara, dan pengembalian dana yang tidak sesuai

dengan juknis BOS serta denda. Tapi tidaklah bisa menolak buat

saya yang berasal dari sekolah kecil, SMP Satu Atap yang hanya

satu-satunya guru PNS, mau tidak mau haruslah menempati

jabatan tersebut, agar sekolah tetap beroperasi dengan sokongan

dana BOS, demi membantu meringankan peserta didik di sekolah

tersebut, bahkan mampu memberikan pendidikan yang gratis.

71 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Pengelolaan dana BOS yang terjadi di lapangan tentu tidak
semua diterapkan sesuai petunjuk teknis yang ada, karena
pengelolaan di lapangan (sekolah) bersifat dinamis, kebutuhan
operasional yang fluktuatif, sedangkan aturan tertulis bersifat
statis dan baku, di sinilah tejadi kesenjangan antara harapan dan
kenyataan, sehingga praktik yang terjadi di sekolah ditolerir
secara lisan oleh pejabat di atasnya, “boleh beda dengan juknis
asalkan rasional”, maka di sinilah sesungguhnya celah yang
membuka kesempatan kepada siapa saja untuk memanfaatkan
dana BOS menjadi baik atau bahkan untuk keuntungan pribadi,
jauh ke depan dari situ jadilah Surat Pertanggung Jawaban (SPJ)
sebagai lampiran bukti pengeluaran berupa Nota, Kwitansi,
Faktur Pembelian bisa sedikit “diperkosa” demi pemenuhan
laporan sesuai dengan mekanisme aturan yang ada pada juknis
dana BOS.

Sudah banyak kejadian kepala sekolah dan bendahara dana
BOS yang terjerat tindak pidana penyalahgunaan dan
penggelapan yang berujung sidang di pengadilan. Kita bisa
menulusurinya lewat jejak digital media elektronik maupun
pemberitaan surat kabar media cetak. Maka sangat wajar ketika
sebuah sekolah takut/menghindar apabila ada wartawans/pers
yang datang menanyakan kepada kepala sekolah atau
bendahara, karena khawatir dengan pemberitaan pengelolaan
keuangan dana BOS yang serba salah, disatu sisi pemenuhan
laporan penggunaan sesuai permintaan di sisi lain tidak sesuai
dengan kenyataan di lapangan. Maka pada tulisan ini, penulis
merasa gelisah, guru pengelola keuangan BOS dalam bayang-
bayang ketidakpastian hukum, lalu kemana guru harus

berlindung?.

72 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Didin Mahpudin, Lahir di Majalengka, Oktober 1989, anak ke-3
dari 4 bersaudara. Tahun 2014 mencoba peruntungan mengikuti
Tes CPNS Jalur Umum Formasi Guru Matematika di SMPN Satu
Atap 2 Krangkeng Kab. Indramayu Provinsi Jawa Barat. Lolos
sebagai PNS Guru Matematika dengan penempatan sekolah kecil
tidak lantas putus asa segera mutasi. Namun sampai saat ini,
tugasnya masih terus Ia jalani nikmati dan syukuri.
Mengembangkan potensi, maju dan sukses bersama, karena
dibalik suratan takdir yang dijalani Tulus Ikhlas pasti tersimpan
hikmah didalamnya.

PENTINGNYA PERLINDUNGAN TERHADAP GURU
DALAM MENJALANKAN TUGAS PROFESI

DAN MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER
PESERTA DIDIK

Oleh:

Dra. Yuyun Yunani, M.Pd.I.
(SMPN 2 Ciamis Kab. Ciamis – Jawa Barat)

Sebagaimana sudah diketahui bahwa tugas dan kewajiban
utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi terhadap
peserta didik di sekolah mulai dari jenjang pendidikan anak usia
73 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU no 14
tahun 2005). Karena itu guru merupakan tenaga pendidik
profesional yang perolehannya melalui kaidah profesionalitas di
antaranya melalui pendidikan profesi, sehingga memiliki
kompetensi profesionalisme di samping kompetensi
kepribadian, pedagogik, dan social. Kegiatan-kegiatan lain di luar
tugas utama guru disebutnya sebagai tugas tambahan.

Tugas membimbing, melatih, menilai, dan mengajar pada
dasarnya bagaimana guru mentrasfer ilmu pengetahuan dan
keterampilan terhadap peserta didik sehingga mereka menjadi
anak yang pintar dan terampil dalam melakukan pekerjaan. Hal
ini hampir semua guru sudah melaksanakannya dengan tidak
mengalami kendala dan hasilnya banyak lulusan yang pintar
dalam hal pengetahuan dan mahir dalam keterampilan.
Sedangkan tugas mendidik bukan hanya terfokus pada ranah
pengetahuan atau keterampilan, tetapi lebih kepada penanaman
sikap kepada peserta didik. Sebagaimana kurikulum 2013 sudah
mengakomodir bahwa nilai raport peserta didik sudah
menyeluruh dengan mencakup nilai sikap, nilai pengetahuan,
dan nilai keterampilan.

Mengenai proses penanaman sikap kepada peserta didik,
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan melalui “pendidikan
karakter”, yaitu Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Regulasi ini baru pada
bagaimana teknis pengembangan karakter siswa di sekolah.
Sedangkan dalam proses pengembangan karakter tidak lepas
dari punishmen dan sanksi edukatif yang sekarang ini menjadi
isu yang negative bagi guru, yaitu isu melanggar HAM. Padahal
sejak dahulu upaya mendisiplikan siswa tidak menjadi masalah
bagi guru. Persepsi inilah yang perlu perlu diluruskan oleh
publik, Peribahasa mengatakan “tidak ada harimau yang
memakan anaknya”. Adapun nilai-nilai karakter yang

74 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

ditumbuhkan bagi peserta didik secara umum meliputi: religius,
nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas (jujur).

Dalam penanaman dan penumbuhan karakter di sekolah
tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, tetapi melalui
proses panjang yaitu melalui proses pembiasaan dan
keteladanan guru baik dalam integerasi pembelajaran maupun di
luar pembelajaran yang implementasinya diperlukan kesabaran
dan ketegasan dari guru. Sikap tegas yang ditunjukkan guru
sebagai wujud kasih sayang kepada peserta didik kadangkala
ada sebagian orang tua tidak menerimanya dan dianggap sesuatu
yang tidak wajar. Hal tersebut akan menjadikan hubungan orang
tua dengan guru menjadi kurang harmonis, bahkan
mengakibatkan lebih dari itu, Oleh karena itu dalam
menjalankan profesinya, seorang guru berhak mendapat
perlindungan sesuai dengan pasal 39 Undang – Undang no 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa Pemerintah,
Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan
pendidikan. Demikian pula Permendikbud nomor 10 tahun 2010
tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
isinya kurang lebih yaitu perlindungan dalam hukum, profesi,
keselamatan dan kesehatan kerja, serta hak katas kekayaan
intelektual.

Berkaitan dengan guru sebagai pendidik tersebut
memunculkan fenomena yang memprihatinkan bagi dunia
pendidikan walaupun sedikit presentasinya yaitu isu kekerasan
yang ujungnya guru jadi sasaran proses hukum akibat laporan
orang tua kepada Polisi. Terbunuhnya seorang guru yang
dikeroyok orang tua atau bahkan oleh siswanya sendiri, dan isu
lainnya yang merugikan guru. Hal ini menyebabkan eksistensi
guru menjadi goyah, serba salah dalam melaksanakan tugasnya,
merasa cemas dan dihantui ketakutan sehingga guru tidak
oftimal dalam menjalankan tugas profesinya. Jika situasi ini

75 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dibiarkan maka harapan orang tua untuk melahirkan anaknya
yang berguna bagi bangsa, agama, dan negaranya hanya sebuah
impian yang jauh dari kenyataan. Demikian halnya amanah
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “mencerdaskan
kehidupan bangsa” makin menjauh.

Atas dasar uaraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
begitu pentingnya perlindungan terhadap guru dalam
menjalankan tugas profesinya dan dalam rangka penanaman
karakter peserta didik. Dengan demikian tidak kalah pentingnya
adalah implementasi perlindungan terhadap guru tersebut
benar-benar dirasakan.

Dra. Yuyun Yunani, M.pd.I, lahir di Majalengka,
11 Agustus 1967, Guru PNS PAI di SMP N 2
Ciamis - Jabar, juara 1 Guru Teladan Komponen
Guru PAI tingkat Provinsi Jabar tahun 2004,
sebagai Instruktur Nasional dan aktif di
organisasi profesional sebagai ketua MGMP PAI
Kabupaten Ciamis, atas pengabdiannya menjadi
PNS dianugrahi Satyalancana Karya Satya XX tahun (tahun 2017)
dari Presiden RI, Mendidik dengan ikhlas dan keteladanan
adalah kunci keberhasilan.

76 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

URGENSITAS PERLINDUNGAN KEPADA GURU DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONALISME DI ERA INDUSTRI 4.0

Oleh :

Sifa Al Huda, M.Pd.
(SMP Islam Al Azhar 13 Kota Surabaya – Jatim)

Profesionalisme guru merupakan suatu tingkat penampilan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang
didukung dengan kompetensi, keterampilan dan kode etik.
(Bakar & Nurjan, 2009: 10). Seiring dengan perkembangan
jaman, maka upaya peningkatan profesionalisme guru di era
industri 4.0 menjadi suatu keniscayaan. Pihak-pihak terkait
77 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

perlu memberikan dukungan dan perlindungan bagi seluruh
guru di Indonesia untuk dapat secara leluasa meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi masing masing. Dukungan dan
perlindungan itu dapat dilakukan melalui undang undang,
kebijakan, program-program dan kegiatan terstruktur lainnya.
Kenapa demikian?, karena seorang guru yang profesional dan
berkompeten akan menjadi penentu proses pendidikan yang
berkualitas.

Seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang profesional
di era industri 4.0 jika: (1) memiliki wawasan yang luas dan
global. (2) mengikuti perkembangan teknologi dan informasi
terkini. (3) mampu mendidik siswanya untuk siap menghadapi
jamannya di masa depan. (4) mampu membuat terobosan baru
terkait strategi pembelajaran kekinian yang efektif, kreatif dan
inovatif.

Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa
profesionalisme guru dalam mengajar hanya akan dimiliki oleh
guru yang berwawasan luas serta mampu mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan teknologi masa kini untuk
menunjang pembelajaran dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia yang saat ini relatif masih jauh dari
harapan.

Sesuai data dari Programme for International Students
Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kualitas pendidikan
Indonesia tergolong masih rendah. Indonesia memperoleh
peringkat ke-62 dari 72 negara peserta untuk pendidikan sains,
teknologi, teknik dan matematika (STEM). Dalam literasi sains,
baru 25,38% literasi sains yang dinilai cukup, sedangkan 73,61%
dinyatakan kurang. Untuk kompetensi matematika secara
nasional 20,58% dinyatakan cukup dan 77,13% dinyatakan
kurang.

78 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Untuk itu peran guru yang profesional sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di era digital
seperti saat ini. Peran guru di era industri 4.0 ini tidak lagi
berfungsi hanya sekedar mengajar (transfer of knowledge) saja,
melainkan harus menjadi fasilitator pembelajaran. Hal ini
berarti, setiap guru diharapkan mampu menciptakan kondisi
belajar yang merangsang kreatifitas siswa, memotivasi siswa
dalam menggunakan teknologi digital untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.

Namun demikian, jika kita lihat kondisi nyata pendidikan di
berbagai daerah di Indonesia, masih banyak guru guru yang
berada dalam situasi yang kurang menguntungkan dalam upaya
mereka meningkatkan kompetensi dan profesionalisme mereka
khususnya di bidang teknologi pembelajaran digital. Banyak
guru yang ditempatkan di dalam ruang yang penuh sesak dengan
kapasitas siswa di luar batas jumlah yang seharusnya tanpa
didukung dengan perlengkapan yang memadai. Padahal di
tempat tersebut guru guru dituntut untuk mampu mendidik
generasi masa depan yang sebagian besar merupakan Generasi Z
atau generasi post-milenial.

Hal ini akan terasa bertambah berat dan kompleks, ketika
guru dihadapkan dengan dinamika perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat tanpa didukung
dengan fasilitas dan sarana pendukung pembelajaran digital
yang memadai. Ditambah lagi dengan iklim kerja yang kurang
mendukung serta penambahan beban guru di luar tugas
akademik seperti menjadi koordinator berbagai kegiatan serta
tugas tugas administrasi yang banyak menyita waktu dan tenaga.

Untuk itu pemerintah atau instansi dan pihak pihak terkait
hendaknya memberikan perlindungan terhadap hak hak guru
dalam meningkatkan profesionalisme di era industri 4.0 ini
dengan cara: (1) menyediakan sarana dan prasarana mutakhir

79 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

berupa perangkat teknologi digital yang memadai. (2)
menyediakan pelatihan pembelajaran berbasis digital kepada
guru guru yang memiliki potensi untuk maju. (3) memberikan
kesempatan yang luas bagi guru untuk mengembangkan diri
dalam bidang teknologi pendidikan melalui kesempatan
mengikuti berbagai workshop inovasi pembelajaran digital. (4)
mengurangi beban kerja guru diluar tugas akademik seperti
tugas membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
terlalu detil sehingga menyita waktu guru untuk
mengembangkan kualitas diri. (5) mengganti format RPP
menjadi lebih sederhana dan memudahkan guru dalam
penyiapannya. (6) mengurangi tugas tugas administratif yang
kompleks dan sangat menyita waktu guru. (7) menyediakan
tenaga khusus dalam membantu tugas tugas keadministrasian
guru. (8) tidak menjadikan pendidikan sebagai alat politik. (9)
memberikan jaminan kepastian hukum bagi guru yang ingin
meningkatkan profesionalismenya dalam mendidik. (10)
memberikan jaminan keadilan bagi semua guru untuk
mendapatkan hak yang sama dalam meningkatkan
profesionalisme di era industri 4.0.

Referensi:

Bakar, Yunus Abu; Nurjan, Syarifan. 2009. Profesi Keguruan.
Surabaya: Aprina h. 10
Programme for International Student

Assessment. http://www.oecd.org/pisa/

Sifa Al Huda, M.Pd, lahir di Mojokerto, 18
April 1975. Saat ini bertugas di SMP Islam Al

80 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Azhar 13 Surabaya. Sehari-harinya juga aktif mendorong
implementasi pembelajaran berbasis project dan digital learning
bersama tim pengembangan media pembelajaran digital
yukblajar.com. Harapannya seorang guru harus mampu
menyiapkan generasi masa depan sanggup menghadapi
tantangan masa depan dengan aqidah yang kuat, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memiliki daya saing global.

PENEGAKAN DISIPLIN UNTUK SISWA YANG DILEMATIS

Oleh :

Santy Nurmalasari, S.Pd.
( SMP Negeri 7 Sumedang Kab. Sumedang – Jawa Barat)

E-mail : [email protected]

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugas sebagai guru
terutama untuk mendisiplinkan siswa guru selalu merasa
81 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

khawatir, karena melihat kasus yang terjadi akhir-akhir ini yaitu
kriminalisasi guru. Walaupun pemerintah sudah membuat
peraturan maupun undang-undang untuk melindungi guru, tetap
saja guru merasa khawatir karena ada peraturan yang tumpang
tindih dengan peraturan perlindungan anak.

Adapun perlindungan hukum yang didapatkan oleh guru
terdapat pada:

 UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Pasal 39 : “Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas. Perlindungan ini meliputi:
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.”

 PP No. 19 Tahun 2017 jo PP No. 74 tahun 2008 Tentang
Guru. Pasal 40 ayat (1): Guru berhak mendapatkan
perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk
rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah,
pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi
guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan
masing-masing

 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 40 ayat (1) huruf d : “Pendidik dan tenaga
kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan
intelektual”

 Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan.

Dan perlindungan untuk anak terdapat pada:

82 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

 UUD Negara RI pasal 28 B ayat 2 :
”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”

 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

 Undang-undang Perlindungan Anak khususnya pasal 54 UU
no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-
undang tersebut menyebutkan bahwa seorang anak yang
berada di dalam maupun di lingkungan sekolah, wajib
dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru,
pengelola sekolah, maupun teman-temannya ketika berada
di dalam sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya.

Menghadapi peraturan yang tumpang tindih tersebut,
akibatnya guru menjadi dilema. Di satu sisi guru dituntut untuk
menegakkan disiplin dan tata tertib kepada siswa di sekolah.
Sementara di sisi lain, guru harus bersiap dengan tuduhan kasus
diskriminasi maupun tuduhan melakukan tindakan kriminal
terhadap siswa.
Kasus kasus yang pernah terjadi pada guru dan siswa sering kita
dengar ataupun lihat melalui berbagai media yaitu:

 KEKERASAN FISIK DI SEKOLAH
• Kasus SMAN di Jakarta, antar genk, kekerasan di
ekstrakurikuler, bullying
• Corporal Punishment; Guru memukul muridnya karena
tidak hapal
• Guru melakukan kekerasan kepada siswa (Malang, 2019)

83 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

• Murid memukul guru: Kasus Guru Budi
• Orang tua memukul guru: Sulawesi
• Murid memukul guru hingga patah tulang (Surabaya)

 KEKERASAN PSIKOLOGIS
• Bullying: intimadasi
• Corporal Punishment

 KEKERASAN SEKSUAL, baik antar siswa maupun guru ke siswa

Untuk kasus yang pernah terjadi di sekolah kami, salah
satunya adalah ketika mendisiplinkan siswa yang merokok di
lingkungan sekolah, siswa ditegur oleh guru karena melakukan
pelanggaran yaitu merokok di sekolah, siswa tersebut dipanggil
ke BP dan diberikan nasehat. Keesokan harinya ayah siswa
tersebut datang ke sekolah, dengan nada marah orang tua
tersebut meminta bertemu dengan guru yang menegur anaknya
untuk tidak merokok. Dengan ditengahi oleh guru BP dilakukan
diskusi agar permasalahannya dapat diselesaikan baik-baik. Ada
hal nyeleneh yang didapatkan pada kegiatan diskusi antara
orang tua dan guru tersebut, orang tua siswa tersebut berkata
“anda sebagai guru tidak perlu melarang anak saya merokok,
karena saya sebagai ayahnya juga tidak melarang dan
memberikan kebebasan kepada anak saya untuk merokok”.
Orang tua tersebut merasa bahwa merokok adalah hak azasi
yang tidak bisa diatur oleh guru. Sedangkan jelas-jelas peraturan
di sekolah kami adalah siswa dilarang merokok di area sekolah.
Akhirnya permasalahan dapat diselesaikan karena pihak sekolah
menunjukan tata tertib sekolah yang harus dipatuhi di sekolah,
adapun jika siswa tersebut sudah tidak berada di sekolah,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tuanya.

84 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Saat ini sedikit orang tua yang mau menyadari jika anaknya
telah melakukan kesalahan, bahkan menimpakan kesalahan
anaknya pada orang lain. Dalam kasus ini, kesalahan hanya
ditimpakan pada guru yang berhadapan langsung dengan siswa.
Orang tua akan membela habis-habisan atas sikap siswa. Baik itu
sikap yang benar maupun sikap yang melenceng. Bahkan yang
lebih parah lagi para orang tua tega melaporkan guru yang
memberi sanksi siswa kepada pihak berwajib. Mereka seolah
menutup mata atas kelakuan anak mereka dan tentunya mereka
menutup mata atas jasa yang telah diberikan oleh seorang guru.

Sebagai seorang guru, saya mengharapkan perlindungan
demi ketenangan menjalankan tugas sebagai guru. Jangan
sampai proses mendidik siswa agar mempunyai ahlak yang lebih
baik terhalang oleh aturan aturan yang tidak menguntungkan
bagi guru, apalagi harus sampai dikriminalisasi. Apa jadinya
generasi penerus bangsa, apabila untuk menegakan disiplin saja
guru sudah menghadapi permasalahan yang dilematis.

Santy Nurmalasari, lahir di Purwakarta, 26
September 1985. Meraih gelar S1 Pendidikan
Fisika, FPMIPA UPI pada tahun 2009. Penulis
sebagai guru IPA di SMP Negeri 7 Sumedang
terhitung sejak tanggal 1 Januari 2010. Aktif
menjadi sekretaris MGMP IPA di wilayah 2
Kabupaten Sumedang, fasilitator IBL dan STEM,
presenter terbaik di simposium nasional yang
diselenggarakan oleh P4TK IPA tahun 2018, menjadi Duta Sains
P4TK IPA pada tahun 2019. Penulis juga aktif mengikuti
kegiatan Kesharlindung Kemdikbud, seperti Workshop
Perlindungan Guru 2019 dan Simposium guru berprestasi tahun
2019

85 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

HARUSKAH KULAPORKAN GURUKU KE POLISI?

Oleh :

MUHARI, S.Pd., M.Pd.
(SMP Kartika XX-6 Kendari - Sulawesi Tenggara)

Dunia pendidikan selalu menghadirkan cerita tersendiri atas
fenomena yang terjadi di dalamnya. Fenomena tersebut
melibatkan banyak pihak tidak hanya dari intsansi (sekolah) itu
sendiri tetapi juga di luar sekolah. Sekolah yang seharusnya
menjadi tempat kedua bagi peserta didik untuk menimba ilmu
pengetahuan, mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki
serta tempat untuk pembentukan karakter harus kehilangan
martabatnya ketika instansi tersebut tak mampu menjalankan
fungsinya dengan baik. Hal ini dapat terjadi jika belum adanya
86 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

perlindungan hukum yang menjadi payung bagi Pendidik dan
Tenaga Pendidikan untuk bisa melaksanakan tugas sebagai
pendidik. Dalam menjalankan tugasnya, sekolah sudah
seharusnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah baik itu
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah ataupun dari
Instansi lain seperti Kepolisisan dan lembaga hukum lainnya.

Akhir-akhir ini sering kita temukan banyaknya kasus yang
dihadapi Guru dan Tenaga Pendidikan seperti penganiayaan,
pemukulan, pengeroyokan, penghinaan, pencemaran nama baik
dan kasus lainnya yang dilakukan oleh oknum orang tua siswa
serta pihak lain. Tentu hal ini merupakan suatu pelanggaran
yang terjadi di dunia pendidikan kita. Dalam artikel ini, penulis
mencoba memaparkan dua kasus yang dialami di lingkungan di
mana penulis mengajar, yakni pada kasus pertama mengenai
kasus Kepala Sekolah Dasar (SD) terhadap peserta didiknya yang
terjadi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dan kasus kedua
mengenai kasus teman sejawat/guru di sekolah terhadap peserta
didik yang duduk di bangku kelas VII. Seperti apa perbedaan
kedua kasus ini, penulis akan menjelaskan kronologinya seperti
ada dan apa tindak lanjut dari kedua kasus tersebut.

Kasus pertama mengenai kasus Zainuddin, Kepala Sekolah
Dasar Negeri (SDN) 19 Mandonga, Kota Kendari Sulawesi
Tenggara. Sebagaimana dilansir dari Koran Kendari Pos Edisi
Rabu, 20 Maret 2019 kronologi kejadiannya berawal ketika
Kepala Sekolah tersebut memberikan pembinaan kepada
muridnya. Bukannya mendapat apresiasi, dia malah dibawa ke
ranah hukum. Orang tua murid melaporkan Zainuddin kepada
polisi dengan tuduhan penganiayaan. Sontak persoalan ini
menuai reaksi publik dan bahkan menjadi berita viral di Kota
Kendari. Sebelumnya, Zainuddin dilaporkan ke Polisi atas
dugaan penganiayaan. Dia diduga menampar murid berinisial
WAR (13), MFA (12) dan empat orang siswa lainnya karena

87 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

berkelahi usai jam belajar. Kemudian Zainuddin dilaporkan
orang tua siswa kepada pihak kepolisian.

Berdasarkan keterangan orang tua WAR, Upik Maisita,
Kepsek Zainuddin menganiaya anaknya dengan cara menampar.
Kejadian itu bermula saat WAR dan MFA terlibat perkelaihan
bersama empat temannya saat jam sekolah berakhir. Versi Upik,
ketika itu anaknya WAR yang berniat pulang mendapat
informasi jika temannya dikeroyok. Ia kemudian mencari lokasi
pemukulan dan membantu temannya sehingga dia terlibat dalam
perkelahian. Kepala sekolah yang mengetahui kejadian tersebut
langsung mengumpulkan enam murid di ruang guru dan diduga
menampar para siswanya. Upik mengatakan bahwa semua siswa
ditampar termasuk anaknya. Kemudian orang tua siswa tersebut
melaporkannya kepada pihak kepolisian.

Di tempat yang sama, Zainuddin mengungkapkan sikapnya
terhadap murid tersebut sebagai upaya pembinaan dan
mendisiplinkan siswa yang berkelahi di sekolah. Termaksud,
menghadirkan orang tua murid yang terlibat pengeroyokan
supaya bisa diberikan pengarahan. Dalam kesaksisannya
Zainuddin menampar pipi kiri semua murid yang bermasalah
tersebut. Namun berdasarkan hasil visum yang dilakukan, luka
memar berada pada pipi kanan dari pelapor. Masalah tersebut
berbuntut panjang dikarenakan belum ada penyelesaiaannya.
Sebagai bentuk dukungan, Pengurus PGRI Sulawesi Tenggara
menyiapkan pengacara untuk Zainuddin serta mendorong
supaya kasus ini cukup diselesaikan secara kekeluargaan. Ketua
PGRI Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo berharap jangan
ada dikriminasi terhadap guru, sehingga akan dilakukan mediasi
kepada orang tua siswa, supaya mencabut laporannya atas
dugaan penganiayaan. Sikap ini dilakukan sebagai upaya
pemberian pembelaan terhadap Zainuddin. Dukungan ini juga
diberikan dari Ketua Umum PGRI, Prof. Dr.Unifah Rosyidi saat

88 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

menghadiri acara kegiatan PGRI Sulawesi Tenggara di Kendari
pada tanggal 28 Maret 2019. Beliau mengatakan bahwa kasus
Zainuddin harusnya jangan dikriminaslisasi dan guru harus
dilindungi.

Kasus kedua mengenai masalah yang terjadi di lingkungan
sekolah di mana penulis mengajar. Kejadian ini dialami oleh
salah satu guru mata pelajaran berinisial WN. Beliau merupakan
salah satu guru honorer dan sudah mengajar di sekolah kami
selama kurang lebih 10 tahun. Kejadiannya bermula saat WN
yang mengajar di kelas VII. Siswa berinisial SR menegur salah
satu siswa perempuan karena ribut. Akhirnya SR dikeluarkan
pada saat pembelajaran mata pelajaran yang berlangsung. Tidak
menerima keputusan karena dikeluarkan dari kelas, akhirnya
siswa tersebut melontarkan kata-kata yang tidak baik kepada
guru WN. Spontan WN menampar SR dan mengatakan tidak akan
diikutkan lagi pada kelas pembelajarannya. Guru WN merasa
tidak dihargai lagi sebagai pendidik. Kejadian ini membuat SR
tidak terima dan pulang melapor kepada orang tuanya di rumah.
Keesokan harinya orang tua SR datang ke sekolah untuk
meminta pertanggungjawaban guru WN terhadap apa yang telah
dilakukan kepada anaknya. Orang tua SR menemui guru WN dan
Bapak Kepala Sekolah. Dalam pertemuan tersebut orang tua SR
tidak menerima anaknya ditampar oleh WN dan meminta
pertanggungjawaban dari WN dan pihak sekolah. Kepala Sekolah
memberikan solusi dengan menyelesaikannya melalui
kekeluargaan. Tetapi orang tua SR tidak ingin menyelesaikannya
lewat kekeluargaan dengan alasan anaknya merasa telah
dipermalukan oleh guru WN di depan teman-temannya dan tidak
ingin ketemu dengan guru WN. Jika masalah ini tidak
diselesaikan secepatnya, orang tua SR akan menuntut kasus ini
kepada pihak yang berwajib dalam hal ini kepolisian.

89 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Setelah pertemuan pertama antara orang tua SR, guru WN
dan Kepala sekolah dilaksanakan, hasil yang diperoleh untuk
menyelesaikan masalah belum menemui titik terang. Kepala
Sekolah meminta orang tua SR untuk datang keesokan harinya
lagi sambil menunggu solusi yang tepat menyelesaikan kasus
tersebut. Awalnya orang tua SR berpendapat tidak akan
melaporkan kepihak yang berwajib jika masalah ini diselesaikan
dengan damai dan tidak merugikan satu sama lain. Setelah
pertemuan tersebut, Kepala Sekolah dan Guru WN bertemu
secara interen untuk menyelesaikan kasus tersebut. Ada dua
pilihan yang ditawarkan kepada guru WN yakni bersedia
dilaporkan kepada pihak yang berwajib atau guru WN
dipindahkan ke kelas lain dan tidak mengajar di kelas SR lagi.
Guru WN memilih untuk dipindahkan ke kelas lain yakni kelas
VIII sebagai pilihan yang tepat. Hal ini dilakukan sebagai upaya
perlindungan guru terhadap kasus yang menimpa dengan
harapan kejadian serupa tidak terulang. Keesokan harinya orang
tua dan SR datang ke sekolah untuk menyelesaikan kembali
kasus tersebut. Dalam pertemuan tersebut akhirnya disetujui
guru WN dipindahkan ke kelas VIII dan Kepala Sekolah meminta
SR, orang tua SR dan guru WN saling memaafkan. Semua
menyepakati solusi yan ditawarkan dan membuat surat
pernyataan yang berisi tidak mengulangi perbuatan serupa
dikemuadian hari.

Dari kedua kasus diatas dapat kita mengambil pelajaran
bahwasanya ketika guru melakukan perbuatan yang mengarah
mendisiplinkan siswa terkadang justru menimbukan masalah
baru. Banyak orang tua siswa tidak menerima ketika anaknya
ditegur, diberi nasihat ataupun diberi hukuman. Padahal itu
semua dilakukan oleh guru hanya semata-mata untuk
mendisiplinkan anak, membentuk karakter mereka agar lebih
baik, belajar menghargai dan bersikap sopan kepada sesama baik

90 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

itu kepada teman atapun yang lebih tua dari mereka seperti
guru. Sebagai orang tua seharusnya juga bijak menghadapi
masalah yang terjadi pada anaknya. Jangan terlalu terburu-buru
mengambil sikap apalagi sampai melaporkan kepada pihak yang
berwajib seperti kepolisian jika masalah tersebut masih bisa
diselesaikan bersama. Orang tua juga harus sadar bahwa profesi
guru sangat mulia karena mereka menggantikan posisi orang tua
ketika anak mereka berada di sekolah. Orang tua juga sudah
seharusnya mengontrol setiap tingkah laku yang dilakukan
anaknya agar kelak tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak pantas terutama kepada guru. Guru sudah seharusnya
dilindungi profesinya dan mendapat payung hukum yang tepat
agar tidak terjadi kasus-kasus serupa pada peserta didiknya
ataupun orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar.

Dalam beberapa Pasal seperti Pasal 39 Ayat 1 PP 74 Tahun
2008 disebutkan bahwa “Guru memiliki kebebasan memberikan
sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun
tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan
pendidikan dan peraturan perundang-undangan dalam proses
pembelajaran yang berada dibawah kewenangannya”. Dalam
pasal ini jelas bahwa pemberian sanksi atau hukuman
diperbolehkan selama hal itu sifatnya mendidik dan tidak
membahayakan kepada peserta didik.

Sebagai guru kita juga harus tahu batas-batas dan etika
dalam pemberian sanksi atau hukuman yang tidak mengarah
kepada kekerasan fisik maupun mental. Hal ini sebagai upaya
untuk perlindungan guru itu sendiri sebagai pendidik di sekolah.
Tentu hal ini harus juga mendapat dukungan dari instansi
sekolah itu sendiri, masyarakat, pemerintah setempat dan
pemerintah pusat sehingga ada sinergi yang kuat demi
membangun karakter anak bangsa. Sebagaimana dalam Pasal 40

91 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n


Click to View FlipBook Version