The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

(KUMPULAN ARTIKEL PENDIDIKAN - PESERTA WORKSHOP PERLINDUNGAN GURU TAHAP III KESHARLINDUNGDIKDAS TAHUN 2019)
Pendididikan merupakan syarat utama bagi kemajuan suatu bangsa. Namun kemajuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tenaga pendidik atau guru. Untuk itu profesi guru tidak bisa dipandang rendah dan remeh dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Sentuhan tangan guru menjadi dasar dalam membangun pengetahuan, moral, karakter, dan kemampuan lainnya.

Namun sayangnya profesi guru masih dianggap rendah dan kurang bermartabat. Padahal guru sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, profesi yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk kemajuan sebuah Negara. Tetapi dalam menjalankan tugasnya sering kali profesi seorang guru harus berhadapan dengan berbagai permasalahan. Baik permasalahan dalam masalah profesi itu sendiri, kriminalitas, kekerasan, penyalahgunaan kekayaan intelektualitas, keselamatan dan kesehatan kerja.

Guru sering kali menjadi korban pada tindakan yang dirugikan tersebut, baik yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tindakan yang demikian membuat guru akhirnya ragu untuk bertindak dan mengambil sikap tegas karena tidak jarang guru harus berhadapan dengan kasus hukum dan berada di posisi yang tidak menguntungkan.

Pengetahuan dan pemahaman guru terhadap hukum lemah akhirnya yang terjadi guru hanya memberikan pelajarana saja tanpa mau mendidik. Efek dari hal tersebut akan terbangun di kalangan guru “masa bodoh” tidak peduli dengan kenakalan siswa karena adanya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal inilah perlu adanya penanganan serius dalam menyikapi setiap kasus yang terjadi dan perlu adanya perlindungan guru.

Berikut ini berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan dan penanganan yang pernah dilakukan oleh guru. Buku Antologi Artikel Ilmiah “Dedikasi Guru Dalam Dunia Pendidikan” merupakan artikel yang ditulis oleh guru-guru dikdas SMP tanah air yang lolos dalam seleksi Bimbingan Teknis Workshop Perlindungan Guru Tahap III yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 22 - 25 Oktober 2019.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by BHP RIAU, 2021-02-25 09:07:31

DEDIKASI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN

(KUMPULAN ARTIKEL PENDIDIKAN - PESERTA WORKSHOP PERLINDUNGAN GURU TAHAP III KESHARLINDUNGDIKDAS TAHUN 2019)
Pendididikan merupakan syarat utama bagi kemajuan suatu bangsa. Namun kemajuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tenaga pendidik atau guru. Untuk itu profesi guru tidak bisa dipandang rendah dan remeh dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Sentuhan tangan guru menjadi dasar dalam membangun pengetahuan, moral, karakter, dan kemampuan lainnya.

Namun sayangnya profesi guru masih dianggap rendah dan kurang bermartabat. Padahal guru sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, profesi yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk kemajuan sebuah Negara. Tetapi dalam menjalankan tugasnya sering kali profesi seorang guru harus berhadapan dengan berbagai permasalahan. Baik permasalahan dalam masalah profesi itu sendiri, kriminalitas, kekerasan, penyalahgunaan kekayaan intelektualitas, keselamatan dan kesehatan kerja.

Guru sering kali menjadi korban pada tindakan yang dirugikan tersebut, baik yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Tindakan yang demikian membuat guru akhirnya ragu untuk bertindak dan mengambil sikap tegas karena tidak jarang guru harus berhadapan dengan kasus hukum dan berada di posisi yang tidak menguntungkan.

Pengetahuan dan pemahaman guru terhadap hukum lemah akhirnya yang terjadi guru hanya memberikan pelajarana saja tanpa mau mendidik. Efek dari hal tersebut akan terbangun di kalangan guru “masa bodoh” tidak peduli dengan kenakalan siswa karena adanya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Hal inilah perlu adanya penanganan serius dalam menyikapi setiap kasus yang terjadi dan perlu adanya perlindungan guru.

Berikut ini berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan dan penanganan yang pernah dilakukan oleh guru. Buku Antologi Artikel Ilmiah “Dedikasi Guru Dalam Dunia Pendidikan” merupakan artikel yang ditulis oleh guru-guru dikdas SMP tanah air yang lolos dalam seleksi Bimbingan Teknis Workshop Perlindungan Guru Tahap III yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 22 - 25 Oktober 2019.

Keywords: PENDIDIKAN,PERLINDUNGAN GURU,WORKSHOP,KESHARLINDUNGDIKDAS,TAHAP III,DEDIKASI GURU DALAM DJNIA PENDIDIKAN

IGI sebagai organisasi profesi di bidang pendidikan
beranggotakan guru, dosen, dan pemerhati pendidikan di
Indonesia yang didirikan pada tanggal 26 November 2009 dan
disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan Surat
Keputusan Nomor AHU-125.AH.01.06 Tahun 2009. Sejak tahun
2016 tersebut, penulis diajak bergabung dan mulai aktif di IGI
melalui rapat-rapat pembentukan pengurus di tingkat
Kabupaten Semarang dan rapat-rapat penyusunan program
kerja organisasi IGI untuk tahun kepengurusan 2016-2021.
Dalam kepengurusan ini, penulis telah dilantik oleh pengurus
tingkat nasional di LPMP Jawa Tengah bersamaan dengan
terbentuknya kepengurusan IGI Kabupaten dan Kota Se-Jawa
Tengah.

Meskipun penulis telah dilantik menjadi pengurus IGI di
Kabupaten Kabupaten Semarang, penulis juga masih aktif di
PGRI. Hal ini penulis putuskan karena dengan aktif di PGRI dan
IGI akan mendapatkan kemanfaatan yang lebih, penulis dapat
mengambil kemanfaatan dari PGRI dan IGI agar lebih
professional. Fakta di lapangan, sejak tahun 2016, setelah
kepengurusan IGI terbentuk di Kabupaten Semarang
mendapatkan sambutan yang positif sebagian dari guru-guru
muda yang memiliki kemampuan IT yang baik, sering mengikuti
berbagai lomba dari tingkat kabupaten, provinsi, bahkan
nasional, aktif menulis PTK, Jurnal, Artikel dan lain-lain pada
tingkatan TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Secara keseluruhan guru-
guru tersebut juga menjadi anggota PGRI.

Setelah penulis dan beberapa guru yang aktif di kegiatan IGI
ternyata melahirkan permasalahan baru, di mana keberadaan IGI
di daerah kami mendapatkan hambatan, rintangan, tekanan
secara langsung maupun tidak langsung dari salah satu
organisasi profesi yang lain yang telah ada sebelumnya yaitu
PGRI (maaf). Salah satu bukti adanya tekanan dan rintangan. Hal

142 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

ini penulis alami sendiri pada saat mendapatkan undangan
pertemuan IGI di SMPN 1 Bawen Kabupaten Semarang. Ternyata
semula kepala sekolah yang memberikan ijin untuk pertemuan,
tiba-tiba membatalkan pertemuan di adakan di SMPN 1 Bawen
karena tidak diijinkan oleh seseorang yang mengatasnamakan
nama pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten
Semarang. Akhirnya saya dan teman-teman pengurus IGI harus
menerima keputusan tersebut pulang ke rumah masing-masing
tanpa hasil dan menunda rapat koordinasi pengurus. Bahkan
sampai saat ini pengurus IGI berjalan di tempat, selalu diawasi
dipantau terutama nama-nama bapak/ibu guru yang sudah
bergabung dengan kepengurusan dan keanggotaan IGI di
Kabupaten Semarang.

Dari permasalahan yang saya alami tersebut, saya sebagai
guru yang masih aktif di PGRI dan IGI berhipotesis, apakah betul
permasalahan yang muncul itu terjadi benar adanya yang
dilakukan oleh PGRI secara organisasi yang resmi, ataukah isu
atau berita bohong yang sengaja dibangun oleh seseorang yang
tidak senang dengan kelahiran IGI di Kabupaten Semarang atau
ulah dari oknum yang mengatasnamakan pengurus PGRI yang
pengurusnya sebagaian besar adalah menempati posisi strategis
di lingkungan Dinas Pendidikan di Kabupaten Semarang. Tetapi
faktanya itu ada. Kebenaran hanya Allah S.W.T., yang tahu.

Kondisi ini bagi diri penulis dan teman-teman guru yang
tercatata sebagai pengurus dan anggota IGI di Kabupaten
Semarang merasa tidak nyaman, tertekan, tidak ada lagi
kebebasan untuk berorganisasi. Penulis sebagai guru merasa
antara keingian hak dan realita untuk berorganisasi melalui
profesi keguruan yang ada terpasung tersudutkan. Seolah-olah
hanya PGRI saja yang boleh di Kabupaten Semarang, sedangkan
IGI tidak boleh ada di Kabupaten Semarang. “Maaf” ini adalah
suara hati dan kenyataan yang penulis alami sendiri saat ini

143 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

secara langsung sebagai bentuk ungkapan hati melalui tulisan
artikel ini agar adanya win-win solution.

Dari fakta tersebut, sampai saat ini penulis sebagai guru
belum menemukan jawaban dan solusi yang tepat. Mengapa
permasalahan itu terjadi?; Apakah penulis dan beberapa guru
yang ingin ikut aktif mengembangkan diri melalui beberapa
organisasi profesi itu salah?; Apakah penulis seharusnya hanya
aktif di PGRI saja, tidak boleh ikut aktif di IGI?; Kenapa PGRI dan
IGI yang sama-sama sebagai organisasi profesi yang memajukan
pendidikan di Indonesia saling berseberangan?. Itulah fakta yang
tidak bisa ditutupi lagi, karena penulis mengalaminya secara
langsung saat ini. Entah sampai kapan. Penulis tidak tahu.
Semoga ada secercah harapan lebih baik ke depannya demi
kemajuan pendidikan di Indoenesia.

Pada intinya penulis berharap semoga ke depan antara PGRI
dan IGI sama-sama sebagai organisasi profesi guru professional
sama-sama bersinergi bergandengan tangan sama-sama
menjalankan peran dan tanggung jawabnya menjaga,
memelihara, dan mengembangkan profesi keguruan agar
layanan pendidikan mutunya dapat dipertanggungjawabkan
secara professional. Mengupayakan profesi guru dari
pencemaran nama baik. Meningkatkan kualifikasi dan kualitas
kemampuan profesional tenaga guru. Sekaligus wadah tempat
para anggota professional untuk mendapatkan
perlindungan. Semoga…Amin. Jayalah Pendidikan di Indonesia.

144 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Daftar Pustaka

Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga
Kependidikan, Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, Jakarta,
Bumi Aksara, 2006.

Satory, Djam’an dkk,. Profesi Keguiruan, Jakarta, Rineka
Cipta, 2009.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan
Dosen.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

Deni, PGRI dan Fenomena Maraknya Organisasi Guru, 2011,

KHOERUDIN, S.Pd., M.Pd, lahir di Kabupaten
Jepara, 14 Maret 1970, Guru PNS di SMP Negeri
5 Ambarawa Kabupaten Semarang, Provinsi
Jawa Tengah. Mengajar Mata Pelajaran PPKn
dari Tahun 2003 sampai sekarang. Pengalaman
lomba yang pernah diikuti : Guru Berprestasi di

145 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Kabupaten Semarang Tahun 2011. Finalis Lomba Karya Tulis
Ilmiah Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011, 2012, 2013,
2014. Finalis lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional untuk
guru PPKn “Anugerah Konstitusi “ Tahun 2015 di Makasar.
Tahun 2017 Finalis Inobel di Bali, dan Juara Harapan I Karya
Tulis Ilmiah Guru PPKn “Anugerah Konstitusi” di Bogor. Tahun
2019 peserta Workshop Inobel di Jogjakarta dan Peserta
Workshop Perlindungan Guru 2019. Penulis beberapa artikel di
Media Masa Jawa Pos. Saat ini menjadi Ketua MGMP PPKn SMP di
Kabupaten Semarang Periode 2019-2021.

MENYAYANGIMU TANPA SYARAT

Oleh :

Sriwidyani
(SMPN 20 Rejang Lebong Kab. Rejang Lebong - Bengkulu)

Guru merupakan profesi yang sangat mulia, karena tidak
hanya mengajar, mendidik tetapi juga guru menyayangi murid
muridnya tanpa syarat. Mereka dibimbing dari yang tidak bisa
baca tulis sampai bisa baca tulis, dari tidak tahu menjadi tahu
dengan telaten dan kesabaran guru membimbing murid-
muridnya, di samping itu guru juga dihadapkan dengan
komplitnya administrasi yang harus mereka hadapi, meskipun
mereka dihadapkan dengan komplitnya administrasi tetapi
mereka tetap profesional untuk tidak melupakan tugas penting
mereka dalam mendidik penerus bangsa.

Dalam mendidik anak-anak tidak jarang guru harus
menghadapi tingkah laku siswa-siswa mereka yang menguras
emosi, kesabaran seorang guru, apalah daya guru juga manusia

146 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

biasa yang bisa marah dan hilang kesabarannya, tetapi tidak
jarang ada beberapa orang tua tidak terima anaknya
diperlakukan sedemikian rupa, mereka beranggapan bahwa
anak mereka baik, penurut ketika di rumah, di sini orang tua
lupa ketika di rumah anaknya menjadi baik dan penurut karena
apa, mereka takut kepada orang tuanya. Tetapi ketika di sekolah
mereka mengeksplore semua tingkah laku mereka. Mereka
seperti burung yang lepas dari sangkarnya mereka bebas tanpa
tekanan dari orang tua.

Pada tahun 2017 ada kejadian di SMP tempat saya mengajar.
Sekolah kami didatangi wali murid yang mana anaknya berkelahi
dengan temannya di sekolah, pada saat itu sudah diselesaikan
oleh pihak sekolah dengan memanggil pihak orang tua masing
masing, ternyata hanya datang satu perwakilan saja dari orang
tua yang datang sehingga pihak sekolah mendamaikan. Keesokan
paginya datang wali murid yang masih tidak terima dengan
kejadian perkelahian tersebut sehingga dia datang menghajar
salah satu murid teman berkelahi adiknya, kebetulan di sekolah
teman saya yang kebetulan piket pada hari itu langsung melerai
walaupun kekerasan fisik sempat juga terjadi, akan tetapi
masalah tersebut tidak sampai disitu. Di pihak lain wali murid
yang mendengar anaknya didatangi oleh kakak teman
berkelahinya datang sambil membawa senjata tajam, kami guru
pun takut akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Untunglah pada saat itu Waka Kesiswaan kami yang
notabenenya orang asli dusun setempat mengajak wali tersebut
berbicara dalam bahasa “lembak”(bahasa asli warga daerah di
sini) sehingga kejadian yang kami takutkan tidak terjadi.

Mengingat kejadian di atas, betapa pentingnya undang-
undang perlindungan bagi guru. Sebagai guru sangat bersyukur
sekali telah ditetapkanya undang undang perlindungan guru
melalui Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 Pasal 2 yang salah

147 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

satunya no 3 berbunyi bahwasanya Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup
perlindungan terhadap : Ancaman, tindak kekerasan, perlakuan
diskriminatif, intimidasi dan perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua murid, masyarakat, birokrasi, atau pihak
lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan
tenaga kependidikan.

Dengan adanya undang-undang tersebut kami yang
mengajar di daerah yang kultur masyarakatnya bisa dibilang
keras merasa sangat terlindungi. Guru pun tidak dihinggapi rasa
cemas, takut dalam mendidik anak anak. Sadar sebagai seorang
guru, jiwa yang terpanggil untuk mendidik mereka menjadi lebih

baik lagi, menyayangi mereka tanpa syarat.
Ibarat bunga, jika diberi pupuk dan selalu
disiram maka akan berkembang menjadi bunga
yang indah, akan tetapi jika dibiarkan saja maka
akan layu sebelum berkembang.

Oleh sebab itu perlu adanya sinergisitas
dengan berbagai pihak untuk menciptakan
suasana yang nyaman dalam proses pembelajaran dengan
memberikan pembekalan kepada setiap guru akan pentingnya
undang-undang yang ada dalam melindungi profesi bagi seorang
guru.

Sriwidyani, M.Pd, lahir di Padang Ulak Tanding 23 Oktober
1982. Pengangkatan PNS tahun 2009 di SMPN 02 Kepahiang,
tahun 2010 pindah mengajar di SMPN 05 Kepahiang, tahun 2017
pindah mengajar di SMPN 20 Rejang Lebong. Dan aktif dalam
kegiatan pengembangan sekolah model dari tahun

148 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

PROFESI GURU ANTARA PERLINDUNGAN DAN
KESEJAHTERAAN

Oleh :

Khaidir, SE.
(SMP Negeri 5 Langkahan Kabupaten Aceh Utara - Aceh)

Profesionalisme guru seringkali dikaitkan dengan tiga faktor
penting, yaitu kompetensi, sertifikasi, dan tunjangan profesi.
Ketiga faktor tersebut diprediksi sangat mempengaruhi kualitas
pendidikan di negara kita. Sebagai fasilitator Guru memiliki
kewajiban untuk menyajikan pembelajaran yang menarik bagi
siswa. Oleh karena itu guru berkewajiban untuk
mengembangkan potensi dasar serta kemampuannya secara
optimal, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat atau swasta. Oleh karena itu peningkatan
kompetensi diri, menjadi wajib hukumnya bagi profesi guru.

Guru juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam
mengontrol dan mendidik anak selama di sekolah. Bisa

149 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dikatakan bahwa guru merupakan orang tua kedua bagi siswa,
sehingga di tangan seorang guru terletak tumpuan dan harapan-
harapan generasi penerus perjuangan bangsa ini. Apalagi di
zaman sekarang ini guru profesi yang sangat penting mengingat
banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng dari tujuan
pendidikan. Namun, kewajiban yang dibebankan pada guru tidak
sebanding dengan hak yang diterimanya. Rasa ketidakadilan
sangat kentara terasa pada diri mereka. Jika tingkat
kesejahteraan yang tidak memadai terus dibiarkan
dikhawatirkan akan berdampak pada mutu pendidikan di tanah
air ini.

Berbagai macam persoalan acapkali menjadi penyebab
rendahnya kualitas pendidikan di negara kita antara lain: 1)
rendahnya kualitas kinerja guru, 2) penempatan guru yang tidak
merata, 3) motivasi berprestasi guru, 4) rendahnya minat baca
guru, 5) kesejahteraan guru, 5) rendahnya kompetensi guru, 6)
media belajar yang kurang berfungsi karena guru miskin
kreatifitas dan inovasi dalam proses pembelajaran, 7)
ketidakmampuan guru dalam mengelola kelas dan pembelajaran,
8) rendahnya minat belajar siswa, 9) semakin merosotnya
akhlak peserta didik dan juga pendidik, 10) berkembangnya
teknologi informasi berdampak negatif terhadap tingkat
pengetahuan siswa, bagi mereka yang tidak siap dengan
perkembangan teknologi informasi dan globalisasi, 11)
perpustakaan yang bukunya terbatas, 12) pelaksanaan supervisi
kepala sekolah/pengawas yang belum optimal serta 13)
rendahnya anggaran pendidikan. Bila dicermati hal tersebut
menunjukkan betapa kompleksnya problematika profesi guru
dan juga dunia pendidikan pada umumnya (Nurmala, 2017).

Pada kasus di atas, guru mengalami berbagai macam
persoalan dalam kinerjanya. Di satu sisi, guru dituntut untuk
meningkatkan kompetensi, kualitas, dan profesionalismenya

150 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

dalam bekerja. Namun di sisi yang lain, kesejahteraan guru juga
sangat kurang diperhatikan. Masih sering kita jumpai hak guru
dikebiri. Akibat pelimpahan guru-guru SMA dan sederajat ke
Dinas Provinsi Aceh, pembayaran TPK (Tunjangan Profesi Kerja)
guru PNS tidak diberikan lagi. Sebut saja kasus ribuan guru
honorer disuruh kembalikan uang transportasi selama 2017
dalam rangka mengikuti kegiatan pengembangan diri.

Lebih mirisnya lagi, honor guru baca tulis Al-qur’an belum
dibayar hampir setahun. Lain lagi ceritanya kasus guru-guru
honorer yang mengajar di pedalaman hanya dibayar Rp 150,000
perbulan. Hal ini merupakan sebuah diskriminasi terhadap hak-
hak guru, terlepas guru itu berstatus PNS atau Non PNS. Begitu
halnya dengan tunjangan sertifikasi, seringkali terlambat
pembayarannya dengan berbagai macam alasan.

Seharusnya dengan adanya otonomi daerah, persoalan-
persoalan tersebut sudah mendapat perhatian dari berbagai
pihak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Gaji
yang diterima tidak sesuai dengan harapan. Hal ini sangat
disayangkan mengingat tugas seorang guru yang sangat penting
dalam dunia pendidikan sebagai ujung tombak dalam
mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia
yang memiliki kemampuan-kemampuan dan pengetahuan.
Kejahteraan guru juga merupakan bagian dari perlindungan
terhahadap profesi. Ketidakadilan dan kesejenjangan
penghasilan harus menjadi perhatian serius dari pemerintah.
Sudah menjadi teori bahwa kewajiban dan hak harus jalan
beriringan, maka mutu pendidikan pun akan naik secara
siginifkan.

Gambaran gaji tak seberapa yang diterima oleh guru yang
berstatus honorer. Bahkan yang lebih miris lagi tanpa gaji
sekalipun mereka sanggup bekerja untuk mencerdaskan anak
bangsa. Bagaimana seorang guru bisa fokus dalam mengemban

151 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

tugasnya sebagai pendidik jika mereka sendiri harus berjuang
keras untuk bertahan hidup. Jauh dari kata sejahtera. Guru harus
mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ironis memang, di negeri yang subur makmur
seharusnya nasib guru lebih diprioritaskan. Bukan perkara
mudah mengabdikan diri untuk bangsa dengan jerih payah yang
jauh di luar standar sejahtera. Kesejahteraan merupakan salah
satu bentuk perlindungan profesi seorang guru yang jelas-jelas
diatur dalam Undang-Undang.

Ketika seorang guru yang masih berstatus honorer ingin
mengabdikan diri di sebuah sekolah dengan tujuan mulia. Sering
kali kita jumpai bentuk diskriminasi. Gaji yang diterima tidak
sesuai dengan harapan. Selalu jawabannya uang receh yang ada.
Pertanyaannya sekarang, apakah sebuah bangsa bisa maju jika
kesejahteraan seorang guru bukan menjadi prioritas pemerintah.

152 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

PERLINDUNGAN PROFESI DI TENGAH ASA MENCERDASKAN

Oleh :

Eunike Paruru, S. Pd., Gr.
(SMPN 2 Umalulu Kab. Sumba Timur – NTT)

Di tengah asa mencerdaskan, institusi pendidikan masih
dirundung sejumlah persoalan kompleks. Tuntutan
kesejahteraan, perlindungan guru, hingga jaminan profesi
menjadi poin yang terus diperjuangan hingga tingkat elit namun
tak kunjung memberi hasil yang memuaskan. Sejatinya
pendidikan dimaknai sebagai proses transfer kebaikan yang
seharusnya dijalani oleh semua pihak, tidak saja bagi peserta
didik dan pendidik namun seluruh lapisan baik orang tua,
lingkungan keluarga masyarakat maupun pemerintah daerah.
Pada banyak kasus institusi pendidikan terbelit banyak masalah
teknis yang menjadikan guru justru kehilangan banyak hak asasi
selama menjalani profesinya. Padahal isi Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bagian Kedua perihal Hak
dan Kewajiban, Pasal 14 Ayat 1 (g), dinyatakan bahwa dalam

153 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

melaksanakan tugas keprofesionalan bahwa guru berhak
memperoleh rasa aman, jaminan keselamatan dan kesejahteraan
dalam melaksanakan tugas. Jika di kota-kota besar marak kasus
kekerasan yang menyeret guru akibat ambiguitas UU
Perlindungan anak yang membuat profesi guru seolah tidak
punya ruang ekspresi kepada anak didik, maka di daerah pelosok
guru diganjal dengan masalah kesejahteraan, fasilitas, kekerasan
hingga keamanan diri.

Di SMP Negeri 2 Umalulu tepatnya Desa Patawang,
kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa
Tenggara Timur tenaga pendidik harus melewati haru biru
pengabdian. Mulai dari tidak adanya dukungan orang tua
terhadap pendidikan kepada anak-anak setempat hingga kondisi
sekolah yang jauh dari kata layak. SMP Negeri 2 Umalulu menjadi
satu di antara banyaknya sekolah di Kabupaten Sumba Timur
yang termasuk dalam kategori tertinggal. Fasilitas yang minim,
antusias siswa hingga dukungan pemerintah setempat seakan
tidak berlaku di daerah ini. Selama menjalani tugas di daerah ini
persoalan utama yaitu merangkap beberapa tugas tambahan.
Adapun guru dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 2 Umalulu
kebanyakan honorer dan tidak sesuai kualifikasi pendidikannya
dengan mapel yang diajarkan bahkan ada yang lulusan SMA. Jadi
bisa dikatakan bahwa sumber daya manusia yang tersedia tidak
memenuhi standarisasi pelayanan minimum.

Status anak tanah/orang asli dan pendatang di daerah ini
juga menjadi persoalan karena sangatlah menjadi titik perhatian
masyarakat selaku orang tua/wali peserta didik. Ada
kasus orang tua/wali peserta didik yang anaknya diusir dari
kelas oleh salah satu guru yang bukan anak tanah karena si anak
berbuat keributan pada saat jam pelajaran berlangsung,
awalnya diberi teguran tapi tidak diindahkan, maka guru

154 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

menyuruh keluar dan si anak pun keluar sambil mengeluarkan
kata makian yang menurut orang sumba sangatlah kasar.

Selang beberapa jam kemudian datanglah ibu dari anak
tersebut datang karena anaknya pulang mengadu. Ibu anak
tersebut tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu, makanya
dia datang menegur guru yang mengusir anaknya sampai
menuntut agar guru itu dikeluarkan dari sekolah. Dari cerita
itulah guru yang pendatang selalu membatasi diri untuk
berekspresi lebih dalam menjalani tugas kami sebagai guru.

Ada beberapa kasus pelik yang sudah menjadi asam garam
para pendidik, di antaranya seperti kasus pemaksaan, objek
fitnah, pelecehan dan ketakutan lain seperti ditodong, dirampok
hingga penyiksaan psikis lainnya. Dari berbagai gambaran
kondisi ini nampaknya istilah "Pahlawan tanpa tanda jasa"
seakan menjadi dorongan di tengah pil pahit perjuangan
mencerdaskan. Jika ditelisik lebih jauh perlakuan seperti ini
harusnya mendapat perhatian khusus baik oleh pemerintah
setempat maupun penyelenggara institusi pendidikan bagi guru
yang bertugas di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal),
karena jelas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 74
Tahun 2008 Tentang Guru, Pasal 41, bahwa “Guru berhak
mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

Jika tak ada proteksi dini atas perlindungan hak-hak guru
sedangkan ancaman tindak kekerasan maupun keamanan diri
semakin rendah maka sulit tercapai nawa cita pendidikan yang
diinginkan. Saatnya pemerintah memperketat aturan berkaitan
dengan keamanan dan keselamatan bagi para guru sebab
perlindungan yang diberikan harus memberi kepastian akan
hadirnya rasa aman dan tenang kepada para guru dalam

155 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sayangnya
pemerintahan saat ini terkesan abai dan cenderung fokus pada
persoalan lain sedangkan ancaman diri bagi tenaga pendidik di
daerah pelosok sangat jarang tersentuh kebijakan.

Memang dalam hal kesejahteraan pemerintah telah
mengapresiasi pengabdian para guru di daerah-daerah terpencil
melalui Permendikbud no.34 tahun 2012 tentang Kriteria
Daerah Khusus dan pemberian Tunjangan Khusus bagi Guru,
namun terkait hal tunjangan mereka selalu mendapat tekanan
dari instansi terkait dalam hal kesejahteraan kami. Pemotongan
hak yang berupa tunjangan profesi dan tunjangan khusus
pembayarannya selalu tidak merata dengan alasan yang kurang
pasti.

Pendidik yang di lingkaran Guru Garis Depan di wilayah ini
juga diuji dengan pola intimidasi dari dinas pendidikan setempat
yang tak ramah dan cenderung menahan hak serta mempersulit
dalam kenaikan pangkat. Perlakuan terhadap GGD dan guru di
luar GGD sangatlah berbeda. Menurut mereka GGD tidak
melaksanakan tugas karena sering dilihat berada di kota,
padahal mereka ada di kota karena mengerjakan tugas-tugas
yang membutuhkan listrik dan sinyal internet yaitu tugas
Operator Dapodik dan Bendahara dana BOS, bahkan tugas kepala
sekolah pun terkadang dititipkan ke mereka. Bukan rahasia lagi
jika ada banyak oknum yang tak segan melakukan tindakan
seperti itu pada guru pendatang yang membuat rasa tidak
nyaman, namun lagi-lagi atas nama pengabdian kondisi ini harus
ditepis jauh.

Pemerintah setempat perlu menggaris bawahi bahwa
kesediaan guru mengabdikan diri di daerah 3T patut diapresiasi
sebab mereka inilah yang menjadi garda terdepan mendorong
pemerataan distribusi guru ke seluruh wilayah. Jika pemerintah
berhasil mewujudkan kebijakan terkait perlindungan profesi

156 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

bagi guru 3T maka tidak akan ada lagi kesulitan mencari tenaga
pengajar untuk mengabdi di pelosok. Para tenaga pendidik juga
akan lebih luwes dan semangat mengemban amanahnya dalam
mendidik sebab tak ada lagi ketakutan yang mendera dan rasa
was was di lokasi mengajar. Sebab pada akhirnya seluruh pihak
menaruh harapan agar para guru di Indonesia benar-benar
memiliki panggilan jiwa untuk mengabdikan dirinya sebagai
pendidik maupun pengajar yang mencerdaskan. Dengan
terwujudnya guru-guru profesional maka kualitas pendidikan di
Indonesia akan terpacu, tak ada lagi istilah sekolah kota ataupun
pelosok karena pada prinsipnya semua bersiap menghadapi
tantangan global.s

Eunike Paruru, S.Pd., Gr., lahir di
Palopo, Sulawesi Selatan tanggal 30 Mei
1989, Guru PNS di SMP Negeri 2 Umalulu,
mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Pada tahun 2011-2012
mengikuti program KEMRISTEKDIKTI
yang dinamai Sarjana Mendidik di daerah
Terpencil, Tertinggal dan Terdepan
(SM3T) angkatan pertama dan
ditugaskan di SMP Negeri 3 Kondamara, desa Kondamara,
kecamatan Lewa, kabupaten Sumba Timur, NTT. Pada tahun
2014 mengikuti tes penerimaan CPNS Formasi Khusus dan tahun
2015 lulus menjadi CPNS melalui jalur formasi khusus yang
merupakan program KEMDIKBUD yang dinamakan Guru Garis
Depan (GGD) serta ditempatkan di SMPN 2 Umalulu desa
Patawang, kecamatan Umalulu, kabupaten Sumba Timur NTT.

157 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

GURU BERHAK MENDAPAT PERLINDUNGAN

Oleh :

Petrus Kia Kedang, S.Pd.
(SMPN 1 Lewolema Kab. Flores Timur - NTT)

Ternyata peraturan perlindungan profesi guru dan pegawai
kependidikan dalam bertugas yang dituangkan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10
Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK/GTK) belum mampu menjawab keresahan
para guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan
profesinya. Guru belum mendapat perlindungan secara
maksimal. Di mana-mana masih saja terdengar perilaku-perilaku
yang merendahkan profesi guru dan tenaga kependidikan. Di
sana sini masih terjadi pelecehan terhadap profesi guru yang
bukan hanya dilakukan oleh peserta didik yang dididik dan
dibina oleh guru mereka namun hal buruk ini pula dilakukan
oleh orang tua peserta didik. Tugas mulia guru yakni mendidik
dan membina agar peserta didiknya kelak menjadi orang yang

158 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

berguna di masyarakat dan berkarakter baik justru mengalami
nasib buruk. Banyak orang tua melakukan tindakan-tindakan
yang merendahkan martabat guru dan tenaga kependidikan di
Sekolah tempat anak-anak mereka belajar. Bisa dibayangkan
betapa kacaunya, ketika orang tua peserta didik datang
mengamuk di Sekolah? Profesi mulia tercoreng oleh perilaku-
perilaku yang merendahkan martabat guru.

Payung Hukum

Berpayung pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen sebenarnya secara yuridis, guru telah diakui sebagai
sebuah profesi. Dinyatakan dengan jelas bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1
ayat 1). Namun pengakuan ini tidak dibarengi dengan
penghargaan terhadap profesi mulia sang guru. Berkaca pada
kasus-kasusyang menimpa guru-guru Indonesia. Guru menjadi
tidak aman datang ke sekolah. Di masyarakat pun guru menjadi
asing karena orang tua peserta didik belum tulus menghargai
profesi seorang guru.

Payung hukum telah dibuat. Namun, guru masih mengalami
kekerasan. Ancaman, intimidasi, hinaan, terus diterima guru.
Ironisnya, perilaku buruk tersebut juga dilakukan oleh orang tua
yang anaknya dididik oleh guru. Ini membuktikan bahwa;
pertama, belum optimalnya implementasi peraturan yang
melindungi profesi guru. Kekerasan demi kekerasan yang terus
dialami oleh guru menunjukkan lemahnya perlindungan hukum

159 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

terhadap profesi guru. Ini terjdi karena sosialisasi peraturan ini
belum maksimal. Pemerintah harus serius melakukan sosialisasi
secara terus-menerus bukan saja kepada pihak-pihak terkait,
namun juga kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kedua,
pemahaman yang dangkal terhadap profesi guru. Tugas
pemerintah pula memberi pemahaman kepada semua pihak
untuk memahami guru sebagai profesi. Guru bukan hanya
mengajar tetapi juga mendidik, membina, dan membimbing
peserta didik. Tugas mulia ini harus benar-benar dipahami
semua pihak sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kasus kasus-kasus yang terjadi, maka semua
pihak tidak bisa seenaknya saja main hakim sendiri. Ada ruang
diskusi yang bisa menjembatani persoalan yang terjadi.

Tidak Percaya Diri

Guru yang mengalami tindakan kekerasan, intimidasi,
hinaan, dan cacian, akan menjadi minder. Berkurang rasa
percaya dirinya. Profesi mulia yang membuat ia bangga berdiri
di depan kelas menjadi pudar. Perasaan takut selalu
menghantuinya ketika harus bertemu dengan peserta didik dan
orang tua yang menghinanya. Profesi mulia menjadi profesi
hinaan. Landasan yuridis belum mampu melindungi guru untuk
terus berdiri kokoh pada profesinya. Karena itu pemerintah
mesti tegas mengatakan bahwa segala hinaan, cacian, ancaman,
dalam bentuk apapun terhadap guru tidak dibenarkan.
Barangkali tidaklah berlebihan kalau di sekolah-sekolah negeri
maupun swasta dari tingkat TKK sampai SMA/SMK dipasang
spanduk besar bertuliskan “Guru Berhak Mendapat
Perlindungan”. Spanduk ini paling tidak ingin menggedor nurani
masyarakat agar terus menghargai guru sebagai sebuah profesi
mulia, sehingga guru-guru akan melaksanakan tugas

160 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

keprofesiannya secara merdeka tanpa ada rasa takut dan malu.
Ia akan berdiri teguh pada profesi mulianya.

Guru berhak mendapat perlindungan. Dengan demikian ia
akan merasa aman dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga
profesional dan jaminan keselamatan memastikan ia akan
mengemban profesi mulia ini dengan rasa percaya diri yang
besar serta bertanggung jawab secara penuh.

PETRUS KIA KEDANG, S.Pd., Lahir di tanah
Lembata, tepatnya di desa Riangbao,
kecamatan Ile Ape, Provinsi NTT. Guru
berprestasi tahun 2015 ini adalah pengajar
pada SMPN 1 Lewolema, Kabupaten Flores
Timur, NTT. Bersama anggota Agupena
Flores Timur, menuls buku berjudul “Asal
Usul Lewo di Kabupaten Flores Timur” selain
itu banyak menulis syair Bahasa Lamaholot,
sebuah bahasa yang tumbuh subur di dua kabupaten yakni
Kabupaten Lembata dan Flores Timur. Kini selain menjadi guru
yang terus menulis, ia juga menyandang Instruktur Nasional
Guru Pembelajar.

161 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

FAKTA ATURAN PERLINDUNGAN PROFESI GURU

Oleh:

Muhammad Gasali Mansur., S. Pd., Gr.
(SMPN I Budong Budong , Kab. Mamuju Tengah , Prov Sulawesi

Barat)

Guru memegang suatu peranan penting di dalam dunia
pendidikan. Bahkan bisa juga dikatakan bahwa berhasil atau
tidaknya suatu pendidikan di negara bisa ditentukan oleh
kualitas para guru yang tersedia di negara itu. Oleh karenanya,
kesuksesan di dunia pendidikan di negara manapun akan
dipengaruhi akan keberhasilan seorang guru. Hal ini
menunjukkan bahwa guru merupakan salah satu kunci yang bisa
menentukan arah kemajuan suatu bangsa.

Bicara tentang perlindungan profesi guru, sudah tentu
tidak bisa dilepaskan dari Undang- Undang Guru dan Dosen
Nomor 14 Tahun 2005. Undang-Undang tersebut mengatur
tentang pemberian jaminan perlindungan kepada guru, baik
berupa perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan, maupun
berupa perlindungan atas kekayaan intelektual. Dalam

162 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

perkembangannya, UU Nomor 14 Tahun 2005 tersebut makin
dikuatkan dengan terbitnya PP Nomor 74 Tahun 2008 yang juga
mengatur tentang hak dan kewajiban seorang guru.
Meski demikian, terbitnya Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah yang memberi jaminan perlindungan terhadap
profesi guru, tidak serta merta menghilangkan kasus perlakuan
tidak sepantasnya kepada guru di beberapa daerah di
Indonesia. Salah satu kasus yang pernah terjadi di sekolah kami
(SMPN 1 Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi
Sulawesi Barat) pada tahun 2018 seolah menjadi bukti konkrit
jika profesi guru masih sangat rentan dengan perlakuan tidak
sepantasnya.

Kasus ini bermula ketika salah satu guru di sekolah kami
“mencukur” rambut salah satu siswa, karena tidak
mengindahkan, sang guru akhirnya “memukul” betis siswa
tersebut. Pukulan yang tidak seberapa, inilah yang pada akhirnya
menggerakkan orang tua siswa tersebut ke Sekolah mengajukan
komplain dan hampir memukul sang guru dan mengancam
untuk melaporkan ke pihak yang berwajib. Kasus lain yang
pernah menimpa guru di sekolah kami adalah kasus orang tua
yang datang ke sekolah dan mengajukan komplain karena
anaknya di keluarkan dari kelas sewaktu pelajaran berlangsung,
meyita Hp, dll. Kasus ini cukup menyita perhatian karena seolah
menjadi kasus tahunan di sekolah kami.

Padahal jika merujuk pada PP Nomor 74 Tahun 2008,
seorang guru harusnya tidak perlu ragu ataupun takut dalam
melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan penegakan
disiplin. Pasal 39 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Guru memiliki
kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang
melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru,
peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-

163 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah
kewenangannya”. Adapun mengenai sanksi yang dapat diberikan
seorang guru kepada siswa sebagaimana yang telah diatur dalam
ayat 2, dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan
maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan.

Fakta perlindungan hukum, semua guru harus dilindungi
secara hukum dari segala anomali yang berpotensi menimpa
guru. Perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan yang
muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: (1) tindak
kekerasan; (2) ancaman, baik fisik maupun psikologis; (3)
perlakuan diskriminatif; (4) intimidasi; dan (5) perlakuan tidak
adil (Trianto & Tutik, 2006;).

Kita harus sepakat dan memberlakukan fakta aturan
perlindungan guru, sehingga membuat guru guru pada umumnya
akan terbebas dari rasa terancam dan intervensi oknum-oknum
tertentu. Dengan demikian nantinya guru tidak akan merasa
takut dan ragu untuk mengambil sebuah tindakan dan keputusan
dalam menjalankan tugasnya sebagai guru khususnya dalam
membentuk karakter anak bangsa yang berakhlak mulia, cakap,
kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara demokratis serta
bertanggung jawab sehingga tujuan pendidikan nasional akan
tercapai dengan sempurna.

kewenangan guru berupa pemberian punishment sebagai
konsekuensi dari perlakuan keliru siswa harusnya disikapi
dengan bijak dan tidak dengan emosi. Hal ini penting agar
kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan, seperti pemukulan
guru ataupun pelaporan guru terhadap pihak berwajib tidak lagi
menimpa guru-guru di Indonesia. maka kita dapat memahami
bahwa peran guru sangat penting dalam proses menciptakan

164 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

generasi penerus yang berkualitas, baik secara intelektual
maupun akhlaknya demi untuk menentukan arah kemajuan
suatu bangsa.

Muhammad Gazali, lahir di Pinrang Provinsi
Sulawesi Selatan , 04 Agustus 1988. Penulis
yang merupakan alumni SMAN I PINRANG
kemudian Melanjutkan Study di Universitas
Negeri Makassar mengambil Jurusan
Internasional Physics Bilingual. Sebelum
penulis diangkat menjadi Guru Garis Depan
(GGD) di SMPN I Budong Budong , Kab.
Mamuju Tengah, Prov. Sulawesi Barat, Penulis pernah
mengiukuti Program Sarjana Mendidik Didaerah 3T atau lebih
dikenal SM-3T tepatnya di Sumba Timur, Prov. NTT

165 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

Galeri Foto :

166 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

167 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

168 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

169 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n

170 | D e d i k a s i G u r u D a l a m D u n i a P e n d i d i k a n


Click to View FlipBook Version