LYDIA FREYANI HAWADI
PERSEPSI MEREKA
Biografi Lydia Freyani Hawadi
Penulis:
Lydia Freyani Hawadi
ISBN
April 2021
Penyunting:
Desain Sampul:
Ninette Putri Mustika
Desain Isi:
Deni Kurniawan
Diterbitkan oleh:
Penerbit:
Jl. Suka suka, No. 22 Rt. 08/Rw.19
Jakarta
KATA PENGANTAR
“Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati
meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.”
Dari sekian banyak peribahasa yang saya pelajari saat Sekolah
Dasar, inilah peribahasa yang sangat berkesan. Perbuatan
manusia sebaik dan seburuk apapun akan tetap dikenang oleh
dirinya dan siapapun yang mengenalnya.
Salah satu koleksi di rak buku ayah saya -saya memanggilnya
papi- adalah buku yang berjudul Sarinah.Buku otobiografi
Soekarno tentang kehidupan masa kecilnya menjadi ingatan
bawah sadar saya untuk menuliskan penggalan perjalanan
kehidupan yang masih saya ingat baik. Tulisan saya bersifat acak
sesuai yang muncul dalam ingatan. Semua tulisan saya "simpan"
di fesbuk yang kemudian disusun menjadi bentuk buku oleh Deni
Kurniawan. Saya berterima kasih sekali, telah membantu
mewujudkan impian saya untuk memiliki otobiografi.
Bagi saya membaca biografi sama asyiknya seperti membacabuku
komik, buku wayang ataupun novel. Saya dibesarkan di tengah
limpahan ragam bacaan. Untuk itu saya berterimakasih pada
papi. Beliau menjadi sosok model bagi diri saya yang melihat
bahwa buku adalah jendela melihat kehidupan.Untuk menyambut
usia ke 65 tahun, selain otobiografi saya juga menyertakan
ii
Persepsi Mereka.
Ini adalah tulisan dari siapapun yang kenal saya baik dekat
maupun jauh. Mulai dari mahasiswa yang mengenal saya hanya
dalam hitungan hari untuk sesi bimbingan kasus atau bimbingan
tugas akhir. Tulisan mereka lebih ke impresi pertama tentang
saya. Kemudian mereka yang pernah bekerja formil dengan saya
dalam struktural saat saya menjadi Direktur Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Mereka yang kenal saya saat kecil sampai remaja; teman sesama
aktivis di organisasi; senior, guru, atasan serta sejawatGuru Besar
saya.
Mereka menuliskan tentang diri saya berdasar persepsi masing-
masing. Terima kasih banyak atas kontribusi semua yang telah
berbaik hati dan ikhlas meluangkan waktu untuk meingat dan
menulisnya.
Persepsi Mereka, muncul diilhami dari teori Joseph Luft
danHarrington Ingham (1955) yang kemudian lebih dikenal
dengan Teori Jo Hari Window.
iii
Semoga dengan dua buku ini. Satu hasil tulisan saya dan satulagi
tulisan orang lain bisa melengkapi pengenalan sosok Lydia
Freyani Hawadi lebih baik.
Terima kasih banyak.
Jakarta, 24 Mei 2021
Lydia Freyani Hawadi
iv
BAB 2
KATA MEREKA
Keukeuh, Gigih, Optimistik, dan Energik........................................ 9
Prof. Reni Menyadarkan Saya Tentang Anak Berbakat................. 12
Sosok yang Selalu Tepat Waktu..................................................... 14
Mengajarkan Cara Mendidik.......................................................... 16
Sosok Dosen yang Tegas dan Berikan Banyak Ilmu ..................... 17
Prof. Reni: “Tidak Perlu Iri Hati dengan Prestasi Orang Lain” ..... 19
Pribadi yang Menyenangkan dan Baik........................................... 21
Refleksi Perjalanan Singkat dengan Prof. Reni.............................. 23
Eunike Karina Nadine Matitaputty: Saya Belajar Cepat, Cermat,
dan Tepat dari Ibu Reni.................................................................. 26
Prof. Reni Sosok Perempuan Sangat Disiplin ................................ 28
Saya Belajar Tiga Hal Besar dari Bu Reni ..................................... 30
Sosok yang Akrab dan Dekat dengan Bawahan............................. 32
Sosok yang Gigih ........................................................................... 34
Kagum Dengan Bu Prof. Reni Ikut Lemhannas dan Miliki Ide
Susun Instrumen Pancasila Quotience ........................................... 36
Ibu Reni Akbar yang Saya Kenal Memimpin Dengan Penuh
Integritas......................................................................................... 39
Kak Reni Ketua Umum Wanita FKPPI.......................................... 44
Dr. Reni Akbar-Hawadi Motor Penggerak Kajian Islam dan
Psikologi (KIP) PSKTTI Pascasarjana UI...................................... 47
Sosok Prof. Lydia Freyani Hawadi ................................................ 50
Prof. Dr. Lydia Freyani yang Saya Kenal ...................................... 51
Reni Tokoh Karang Taruna Wanita yang Energik dan Pegang
Prinsip ............................................................................................ 55
Figur Inovatif, Miliki Pandangan Jauh ke Depan, dan Inspiratif ... 57
Sosok Berkarakter, Miliki Gaya Kepemimpinan Unik, Tegas, dan
Keibuan .......................................................................................... 60
Miliki Semangat yang Tinggi......................................................... 61
Wanita Rendah Hati, Cerdas, dan Kreatif ...................................... 63
Sosok yang Tak Mudah Menyerah................................................. 64
Mahasiswa Senang Belajar Bersama Bu Reni................................ 65
Prof. Reni Berkomitmen Memajukan Pendidikan di Daerah
Perbatasan ...................................................................................... 67
Tak Pernah Lelah Bekerja dan Berkarya........................................ 70
Ibu Reni Sosok Perfeksionis yang Fair .......................................... 71
Sosok Wanita Karier Plus Ibu Rumah Tangga Sejati..................... 73
Saya Banyak Belajar dari Ibu Reni Akbar - Hawadi...................... 75
Pekerja Keras dan Perfeksionis ...................................................... 76
Prof. Reni Sosok yang Miliki Jati Diri Luar Biasa......................... 78
Ibu Reni Hawadi Tokoh Responsif Gender.................................... 81
Ibu Dirjen Sering Beri Support Positif ........................................... 83
Hubungan Kami Sudah Seperti Keluarga....................................... 85
Dosen Sekaligus Menjadi Anak Didik dan Sahabat...................... 88
Pendidik dan Manajer yang Memiliki Percaya Diri, Kompetensi,
Disiplin, Gigih dan Perfect............................................................. 91
Selalu Bersemangat dan Inspiratif.................................................. 99
Sebagai Bawahan, Atasan dan Teman.......................................... 103
Prof Reni, Seorang Dosen Motivator ........................................... 117
Buku ini dipersembahkan Untuk
Suamiku tercinta:
Zulkifli Akbar
Anak-Anakku tercinta:
Aidil Rizali Akbar
Poeti Ceniza Sapphira Akbar
Ardha Renzulli Akbar
Poeti Nazura Gulfira Akbar
Ali Araafi Akbar
Poeti Gladyzka Emiria Akbar
Keukeuh, Gigih, Optimistik, dan Energik
Jusi J. Adiwidjaja
Rendi merupakan sahabat masa kecil saya yang paling
unik. Saya kenal Rendi pertama kali tahun 1970, saat jadi
siswa SMP Sancta Ursula, Jakarta. Dan di SMA yang sama,
kami pernah sekelas di kelas III Budaya.
Reni Hawadi nama pangilannya Reni. Namun
berhubung di Kelas III Bud SMA yang bernama Reni ada tiga
orang, maka wali kelas kami mengganti nama Reni Hawadi
menjadi Rendi, singkatan dari Reni Hawadi. Nama Rendi
inilah yang dipakai sampai sekarang oleh saya dan teman-
teman Bud untuk memanggilnya.
Saya dan Rendi menjadi dekat karena kami sering
bareng pulang naik bus Merantama jurusan Rawamangun -
Lapangan Banteng. Rumah kami searah, saya turun duluan di
Jalan Pramuka dan Rendi terus sampai Kampung Ambon,
Rawamangun.
Salah satu momen yang berkesan bagi saya saat Rendi
merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Ada Diskotik
Papillon. Rendi “turun” dansa bersama papinya. Dan untuk
pertama kalinya pula saya mengenal orang tua dan enam adik
Rendi.
9
Maminya Rendi saya kenal hanya menjadi IRT saja.
Namun sesaat suaminya wafat, tante Doelli Hawadi tampil
sebagai sosok perempuan yang kokoh dan mandiri. Ia mampu
menjalankan bisnis konveksi yang dirintisnya untuk
membesarkan dan mendidik ketujuh anaknya. Boleh jadi
karakter maminya Rendi yang kuat dan mandiri inilah yang
menurun dalam sosok Rendi.
Rendi memilih Fakultas Psikologi instead of fakultas
dalam rumpun Humaniora lainnya, sebagai cita-citanya.
Siswa dari jurusan budaya identik dengan kemampuan
numerik yang lemah. Saya dan kebanyakan teman Rendi di
Bud pilih kuliah di FISIP, FH, dan FIB. Nah Rendi ini justru
berbeda, sahabat saya ini keukeuh dengan tekadnya untuk
lanjut ke FPsi. Kemauan kerasnya ditunjukkan dengan
komitmennya untuk les Aljabar secara intensif dengan guru
SMA Sancta Ursula yang terkenal paling gualak yaitu Ibu
Dewi (maaf Ibu Dewi).
Selesai jadi Sarjana, Rendi langsung bekerja d FPsi UI.
Iapun dapat jodoh Idjul Akbar teman sekelasnya. Hebatnya
mereka ini mempunyai enam anak, padahal saat itu amat
sangat jarang orang mempunyai anak lebih dari dua orang.
Saya nggak kebayang gimana Rendi bisa menyelesaikan
disertasi doktornya dengan kesibukannya sambil mengurus
10
anak banyak. Dalam usia yang masih mudakalau tidak salah
34 tahun, Rendi meraih gelar Doktor Psikologi. Hebat! Ia
pun jadi Guru Besar UI dan pernah menjadi Dirjen Paudni
Kemendikbud. Itulah hasil kerja keras Rendi.
Saya salut dengan Rendi dan Idjul. Mereka sangat
gigih, optimis dan penuh semangat untuk berhasil
membesarkan keenam anaknya. Mereka tim yang kompak
dan energik.
Di mata saya juga Rendi orang yang sangat sayang
pada keluarga, tidak hanya pada suami dan anak-anak serta
cucunya. Melainkan sebagi si sulung, Rendi sayang dengan
adik-adiknya. Ia pun cukup perhatian dengan teman-
temannya, toleran dan seorang muslimah yang taat.
Semoga Rendi panjang umur, sehat terus dan bahagia
bersama Keluarga selamanya....
11
Prof. Reni Menyadarkan Saya Tentang Anak Berbakat
Andi 'aSup' Koentary
Pengalaman melompat jauh dari anak SD di pedesaan
masuk ke sekolah lanjutan unggulan di Indonesia lalu masuk
ke Universitas Indonesia (UI) tanpa mengikuti bimbingan
belajar seperti hampir semua teman, membuat saya merasa
sebagai anak berbakat.
Setelah mengikuti Mata Kuliah Pilihan Psikologi Anak
Berbakat, buyar semua penghayatan selama ini. AdalahProf.
Dr. Lydya Freyani Hawadi yang menyadarkan saya siapakah
anak berbakat itu. Tak cukup hanya inteligensi, tapi juga
Kreativitas, dan Task Commitment.
Di akhir perkuliahan, kesadaran saya bertambah bahwa
saya bahkan tidak cukup inteligen, tidak juga kreatif, cuma
memiliki task commitment terhadap apa yang saya lakukan.
Penyadaran ini membuat saya berpikir ulang rencana
hidup saya untuk menjadi konselor pendidikan. Memutuskan
untuk mendalami psikometri, meski membutuhkan waktu
lebih lama, bermodalkan task commitment dalam
mempelajari, berlatih soal, dan kasus nyata termasuk yang
pernah didelegasikan oleh Prof. Reni.
12
Prof. Reni bukan saja memberikan saya kesempatan
belajar, namun juga memberikan perhatian terhadap
kesejahteraan psikologis saya dan keluarga, sungguh berarti
karena selain ketulusannya, saya merasa tersanjung seorang
Guru Besar dan Direktur Jenderal di Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan meluangkan waktu untuk saya. Tidak
hanya sebentar dan bukan hanya sesekali. Terima kasih
banyak, prof.
13
Sosok yang Selalu Tepat Waktu
Iis Muhayaroh
Bukan perempuan biasa. Itu yang selalu terlintas
dalam pikiran saya setiap mengikuti perkuliahan yang
diampu oleh Prof Reni. Prof tidak hanya mengajarkan
materi, tetapi juga selalu mengingatkan betapa pentingnya
kita semua harus memiliki manner.
Kata-kata yang paling saya ingat dari Prof Reni
adalah, sepintar apapun kamu, secantik apapun kamu, kalau
kamu nggak punya manner, kamu nggak akan berarti apa-
apabagi siapapun. Nilai kamu nol!
Hal lainnya yang paling saya salut dari Prof Reni
adalah beliau SELALU tepat waktu. Bahkan terkadang prof
datang lebih dulu ketimbang mahasiswa. Hal ini
menandakan bahwa beliau sangat menghargai orang lain.
Ketika datang terlambat, beliau juga tidak segan untuk
meminta maaf kepada mahasiswanya.
Kejutan-kejutan dari prof terkadang membuat saya
merasa tegang berada di kelas, tetapi hal itu justru membuat
saya jadi lebih mempersiapkan diri sebelum masuk kelas.
Prof mengajarkan materi dengan sangat jelas dan
mudah dicerna, karena Prof terkadang mengaitkan
14
materi dengan pengalaman-pengalaman beliau yang unik
dan sangatmenarik.
Saya bersyukur sekali bisa berada dalam kelas Prof.
Semoga Prof Reni selalu sehat dan selalu diberi keberkahan
supaya Prof bisa terus memberikan ilmu-ilmu yang dimiliki
beliau kepada mahasiswa yang lain.
Kelas prof, adalah kelas yang pasti akan selalu saya
kenang sepanjang hidup saya.
Terima kasih, prof. Terima kasih banyak.
15
Mengajarkan Cara Mendidik
Chobitta Farhani
Saya Chobitta Farhani, awalnya saat mengambil kelas
prof di dalam hati saya takut apakah saya akan bisa
mengikuti kelas dengan baik atau tidak karena diajar
langsung oleh prof. Setelah saya jalani, menurut saya prof
ternyata tidak seperti apa yang saya bayangkan.
Hal penting yang dapat saya pelajari di kelas ini yaitu
prof tidak hanya mengajarkan bagaimana guru mengajar
tapi juga prof mengajarkan cara mendidik, mulai dari
mengajarkan tata krama, memberikan motivasi, dan
nasihat-nasihat lain yang mungkin tidak diberikan dari
dosen lain.
Terimakasih prof sudah mengajarkan banyak hal
selama satu semester ini dan mudah-mudahan dalam lima
tahun ke depan saya sudah bisa menambah koleksi bendera,
oleh-oleh Canada yang prof berikan pada kami sekelas.
Aamiin...
Sehat-sehat terus ya Prof
16
Sosok Dosen yang Tegas dan Berikan Banyak Ilmu
Bunga Zakia
Saya Bunga Zakia, termasuk salah satu mahasiswa
beruntung yang dapat mengikuti mata kuliah dari prof sejak
semester 1 hingga semester 7.
Sejujurnya, waktu pertama kali masuk kuliah saya
merupakan salah satu mahasiswa yang tidak cepat mengerti
apalagi menghafal materi kuliah dikarenakan saya masih
dalam proses penyesuaian dari SMA ke kuliah. Lalu, ketika
pertama kali saya diajar prof di Psikologi Umum, saya
merasakan sesuatu yg berbeda yg tidak diajarkan oleh
dosen-dosen lainnya.
Prof merupakan dosen yang tegas namun di balik
ketegasannya, sosok yang memberikan banyak ilmu yang
bermanfaat untuk mahasiswanya terutama pada mata kuliah
Kreativitas dan Keberbakatan.
Setiap materi kuliah yg diberikan oleh Prof, pasti
selalu nyangkut di kepala saya wwalaupun sudah
pergantiansemester. Materi yang diberikan oleh Prof selalu
dikaitkan dengan fakta yang ada di kehidupan sehingga
memudahkan mahasiswa untuk mengingat materi-materi
tersebut.
17
Prof merupakan sosok yang saya kagumi dan mejadi
salah satu motivator untuk terus menuntut ilmu setinggi
mungkin. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari
cara prof mengajar di kelas dan cara bersikap.
Terimakasih banyak prof atas semua ilmunya yang
telah diberikan kepada kami terutama bagi saya sendiri.
18
Prof. Reni: “Tidak Perlu Iri Hati dengan Prestasi Orang Lain”
Faradila Cahya Miranti
Saya Faradila Cahya Miranti, mahasiswanya prof di
kelas kreativitas dan keberbakatan. Kebanggaan yang
begituluar biasa bagi saya, bisa mengikuti satu semester di
kelas Prof. Tidak hanya sebatas bagaimana menjadi
"kawan" yangbaik bagi anak-anak berbakat, tetapi prof juga
telah mengajarkan kami (khususnya saya pribadi)
bagaimana hidup menjadi perempuan yang mandiri, cerdas,
dan mau berjuang atas hak dan kewajibannya sendiri.
Kalimat yang selalu saya ingat dari prof (mohon maaf,
prof, kalau tak mirip) "Semua orang itu punya fasenya
masing-masing, tidak bisa dipaksakan untuk menjejaki fase
yang sama," ungkap prof.
Kalimat itu membuat saya lebih menikmati dan
menghargai bidang kegiatan yang sedang dan akan saya
tekuni. "Tidak perlu iri hati dengan prestasi orang lain,"
demikian terngiang sampai sekarang. Karena seperti yang
prof bilang, saya dan orang lain itu berbeda. Punya fasenya
masing-masing.
Insya Allah saya pasti bisa mencapai prestasi diri saya
sendiri di waktu yang tepat. Sekali lagi terima kasih Prof..
19
Semoga Prof selalu diberikan kesehatan dan semoga ilmu
yang Prof. berikan selalu menjadi amal jariyah dari Allah
Subhanahu wa ta'ala.
20
Pribadi yang Menyenangkan dan Baik
Astri Afifah Rahman
Assalamu alaikum prof, saya ingin mengungkapkan
impressi saya terhadap prof. Awalnya saya hanya melihat
sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Namun seiring
berjalannya waktu, saya merasakan prof pribadi yang juga
menyenangkan dan baik. Prof banyak membantu dalam
segala hal. Bercerita melalui pengalaman prof sendiri dan
pembelajaran mengenai manner yang prof berikan.
Prof juga lebih membuka pandangan saya mengenai
anak berbakat. Saya merasa prof adalah sosok yang sangat
luar biasa. Saya kagum ketika prof selalu datang lebih dulu
sebelum jam kelas dimulai. Saya pun mulai merasa bangga
bahwa saya pernah diajar oleh Prof Reni yang mampu
membuka pandangan saya bahwa setiap diri kita memiliki
bakat masing-masing.
“Kita harus memenuhi glass potential itu,” ujar prof
suatu ketika. Terus terang hal itu membuat saya semakin
yakin dengan apa yang ada di dalam diri saya dan membuat
saya untuk tidak menyerah atau meremehkan bakat dalam
diri saya. Terima kasih banyak prof atas bimbingannya
21
selama ini. Semua pembelajaran yang prof berikan sangat
bermanfaat dan berarti bagi saya. Sekali lagi terima kasih
banyak prof.
22
Refleksi Perjalanan Singkat dengan Prof. Reni
Tiffany Chandra, S.Psi.
Sebagai mahasiswi Profesi Psikologi, saya harus
menjalani masa praktik yang dikenal sebagai pengambilan
kasus, atau secara resmi disebut sebagai PKPP (Praktik
Kerja Profesi Psikologi). Dalam masa tersebut, saya akan
mendapatkan 1 orang pembimbing sebagai supervisor
untuk 2 kali pengambilan kasus. Pada bulan Oktober 2018,
saya punmulai mengambil kasus ketiga saya. Saat itu, saya
diberitahu bahwa saya akan dibimbing oleh Prof. Reni
hingga kasus 4.
Jujur, saat itu saya sangat khawatir. Saya sudah
mendengar banyak pendapat dari kakak tingkat maupun
rekan seangkatan mengenai “keras” nya Prof. Reni dalam
membimbing. Prof. Reni dikenal sebagai sosok yang sangat
disiplin dan sistematis. Saat itu, saya ragu apakah saya
sanggup untuk memenuhi standar Prof. Reni. Saya tidak
inginmengecewakan Prof. Reni maupun diri saya sendiri.
Ternyata, setelah saya mengalami sendiri proses
pembimbingan dengan Prof. Reni, hampir semua “kata
orang” tersebut meleset. Memang benar bahwa Prof. Reni
disiplin dan sistematis, tetapi saya menyadari bahwa
23
cara didik tersebut memang diperlukan untuk
mempersiapkan dirisaya menjadi Psikolog yang berkualitas.
Sejak awal, Prof. Reni meminta saya membuat jadwal
mengenai target-target yang akan saya capai setiap harinya
terkait kasus yang sedang saya ambil, untuk melihat
kedisiplinan saya. Beliau juga selalu mengutamakan
kerangka teoritik sebelum saya mengambil data, agar saya
lebih jeli dalam menggali data dan memiliki landasan yang
kuat dalam bertindak. Saya jadi menyadari bahwa,
meskipun masih belajar, PKPP ini bukan hal yang sepele,
karena saya akan membuat keputusan dan saran untuk
orang lain, yang tentunya tidak boleh salah! Masih banyak
step-step lain yang sebenarnya sudah dijelaskan pula oleh
mahasiswa bimbingan Prof. Reni yang lain, di tulisan
lainnya.
Namun, saya mau menyampaikan 2 pelajaran besar
yang saya dapatkan dari Prof. Reni, yang menjadi hal
utama dalam refleksi kali ini. Pelajaran pertama adalah
“Ketepatan Waktu”. Prof. Reni sangat menghargai orang
yang disiplin dan tepat waktu. Prof. Reni berkata bahwa
sebagai Psikolog, kita juga harus memiliki harga diri. Kita
tidak bisa juga menunggu klien kita yang terlambat terlalu
lama, karena kita juga memiliki jadwal lain yang harus
dilaksanakan. Selain itu, kita harus menunjukkan bahwa
24
kita pantas dihargai. We are not born to be a people
pleaser. Kita menghargai orang lain, tetapi juga wajib
menghargai diri sendiri.
Pelajaran berharga kedua adalah “Konsistensi”. Dalam
penulisan laporan, Prof. Reni selalu menekankan
konsistensi. Bahkan, beliau mempermasalahkan pemilihan
huruf (kapital/tidak) yang tidak konsisten. Awalnya saya
merasa bahwa hal tersebut tidak sepatutnya diperhatikan
secara berlebihan, hingga akhirnya saya menyadari bahwa
tidak akan ada klien yang percaya pada seorang Psikolog
yang tidak konsisten. Tidak konsisten artinya sama saja
dengan tidak dapat dipercaya. Makanya, ciri khas dari
orang yang berwatak penipu adalah sikap berubah-ubah.
Dan saya tidak mau menjadi Psikolog yang memiliki
mental penipu!
Demikianlah, dari perjalan singkat dari Oktober-
Desember 2018 ini, saya mendapatkan pelajaran berharga
yang tidak saya dapatkan di buku ataupun jurnal. Sedikit
banyak, perjalanan singkat dengan Prof. Reni ini telah
mengubah cara pandang dan meningkatkan kualitas hidup
saya. It is a life lesson and I am glad to have this
opportunityto learn. Terima kasih Prof. Reni, semoga terus
menjaditerang bagi anak-anakmu. Salam hormat.
25
Eunike Karina Nadine Matitaputty: Saya Belajar Cepat,
Cermat, dan Tepat dari Ibu Reni
Eunike Karina Nadine Matitaputty
Dalam menjalani kasus II yaitu Warid Belajar saya
dibimbing oleh Ibu Reni selama kurang lebih 2 minggu.
Hal yang dilakukan pada kasus tersebut adalah memberi
gambaran kemampuan siswa dan memberi saran jurusan
perguruan tinggi. Selama dua minggu tersebut, terdapat
beberapa hal yang saya bisa lihat dan pelajari dari Ibu Reni.
Pertama, Ibu Reni memiliki wawasan yang kaya
dimana hal ini juga didukung oleh pengalaman dan usaha
beliau untuk tetap meng-update pengetahuan yang dapat
dilihat dari kegiatan-kegiatan yang beliau ikuti. Hal tersebut
tertampak dalam proses pembimbingan saat beliau
memberikan masukan-masukan yang secara pribadi sangat
membantu saya. Selama bimbingan, Ibu Reni juga
memberikan gagasan maupun masukan secara jelas.
Kedua, Ibu Reni sangat terorganisir dalam bekerja.
Hal ini tampak dari timeline yang jelas dan cara beliau
mengajarkan saya dalam menuliskan laporan kasus
tersebut. Cara tersebut juga sangat membantu sistematika
dalam berpikir. Selain itu, pemberian skor pun harus sesuai
26
dengan kaidah yang diajarkan beliau. Saya kemudian
menyadari haltersebut sangat membantu ketika akan proses
input dan analisa sikap kerja seseorang.
Ketiga, Ibu Reni adalah sosok yang memiliki ritme
kerja yang cepat dan sangat cermat dalam memeriksa setiap
laporan. Kesalahan saya dalam menempatkan skor peserta
sama sekali tidak luput dari jangkauan beliau. Saya menjadi
lebih terbiasa untuk tetap teliti dan memeriksa kembali
pekerjaan saya. Keempat, Ibu Reni sangat berkomitmen
selama pembimbingan. Di sela-sela kesibukannya, beberapa
kali beliau memanggil saya kembali untuk memeriksa revisi
yang saya buat. Ibu Reni juga komit dengan jadwal yang
ditetapkan. Kalaupun beliau berhalangan, beliau akan
memberitahukan beberapa jam sebelum. Hal ini membuat
progress saya lebih cepat dibandingkan dengan teman-
temanyang lain. Terakhir, Ibu Reni adalah sosok yang tegas
dan tothe point. Beliau akan menyampaikan penilaian beliau
secara apa adanya kepada saya ketika saya berbuat
kesalahan. Walaupun awalnya saya merasa tidak nyaman,
namun saya mencoba belajar dari hal tersebut. Yang saya
sangat senang adalah, beliau pada akhirnya menghargai
setiap usaha saya dan memberikan penilaian cara kerja saya
agar saya bisa mengembangkan diri pada kasus-kasus
selanjutnya.
27
Prof. Reni Sosok Perempuan Sangat Disiplin
Fatin Rohmah Nur Wahidah
Prof. Reni yang saya kenal adalah seorang perempuan
yang sangat disiplin. Hal ini terlihat dalam setiap
pembimbingan kasus TK yang saya lakukan bersama
beliau. Pertama, timeline bimbingan harus dibuat
berdasarkan deadline pengumpulan kasus. Sy harus
berkomitmen dg timeline yang sy buat tersebut. Kedua,
tempat penyimpan fileseperti map juga perlu disiapkan agar
file tidak tercecer dan progres laporan dapat terpantau
dengan baik. Ketiga, waktu bimbingan harus sesuai jadwal
yang telah disepakati, sepekan atau tiga hari sebelumnya.
Dalam proses pengerjaan, beliau membantu saya
dalam 'menata' pola pikir saya agar lebih sistematis dan
terarah, baik dalam menyusun laporan maupun menemukan
permasalahan kasus. Hal ini biasanya dilakukan melalui
diskusi, serta pembuatan tabel dan bagan.
Selain disiplin, Prof. Reni yang saya pahami pun
menyukai kecepatan kerja. Beliau dapat merespon dengan
cepat ketika saya membutuhkan bantuan tentang
permasalahan kasus di lapangan maupun saat
memberikan feedback laporan. Berkat kedisiplinan dan
28
kecepatan kerja beliau, penyelesaian kasus saya dapat
selesai tepat waktu.
Sejujurnya, karakter Prof. Reni yang kuat tersebut
selalu membuat saya merasa cemas dan tidak tenang setiap
kali akan bimbingan dengan beliau. Namun, di akhir
pembimbingan dengan beliau akhirnya saya menyadari ada
banyak pelajaran yang saya peroleh. Saya mendapat
pengalaman baru yang berharga, yang membuat saya
menjadi semakin tertantang untuk lebih memiliki
kedisiplinan, kecepatan, dan tentunya komitmen dalam
bekerja.
29
Saya Belajar Tiga Hal Besar dari Bu Reni
Siti Rahma
Selama hampir tiga bulan Bu Reni menjadi
pembimbing kasus kelima dan keenam saya. Melalui
bimbingannya saya mendapatkan tiga hal besar yang bisa
saya pelajari.
Pertama, belajar pemeriksaan kasus. Dari Bu Reni
saya belajar pentingnya terlebih dahulu penguasaan teori
sebelum bertemu klien. Jadi saya harus menguasai teori
dengan baik untuk menangani klien yang akan saya tangani.
Saya tidak bisa langsung ujug-ujug melakukan observasi
dan wawancara tanpa dasar teori yang jelas. Bu Reni
minta agar diawal dibuat rancangan apa yang akan saya
amati dan tanya pada klien. Dan ini harus berdasarkan teori.
Dengan cara ini cara kerja saya memang jadi lebih
berstruktur dan sistematik karena sudah ada panduan. Saya
juga lebih pasti arah konten laporan yang sesuai dengan
diagnosa.
Dari Ibu, saya juga belajar untuk membuat kalimat
yang efisien khususnya dalam surat keluar. Saya belajar
dari ibu untuk kemampuan abstraksi dari mengumpulkan
hal-hal yang terpotong-potong menjadi sesuatu yang
30
holistik.
Hal kedua yang saya pelajari adalah mengenai sikap
kerja. Dari ibu Reni saya belajar untuk menjadi psikolog
yang tertib, konsisten dan cermat dalam menuliskan
sesuatu. Selain itu saya belajar dari Ibu untuk bersikap
responsif, cepat dan tanggap dalam bekerja. Kecepatan dan
ketelitian saya yang kurang memang masih menjadi PR
buat saya.
Hal ketiga yang saya peroleh dari ibu, adalah saya
diajak menjadi pribadi yang asertif. Saya diajar oleh untuk
bersikap terbuka dan berani untuk melaporkan kemajuan
laporan saya sesuai tenggat waktu yang ditetapkan apapun
hasilnya. Selama ini saya memang lebih memilih tidak
menghubungi dosen karena saya merasa laporan saya
belumsesuai dg harapan. Pesan Bu Reni untuk tidak mudah
”baper” terus saya ingat. Dan dari sini juga saya belajar
untuk terus belajar meningkatkan pola komunikasi saya.
31
Sosok yang Akrab dan Dekat dengan Bawahan
Victor Kahimpong, M.Si.
Saya punya kesan ketika bersama ibu Reni sewaktu
ada acara diklat no klasikal berupa outbound di Taman Lido
Sukabumi kira-kira bulan Juni 2013. Ada berbagai agenda
acara ketika itu, diantaranya ice breaking. Saya melihat
secara langsung ibu Reni selaku dirjen membaur dengan
teman-teman pejabat dan staf seakan tak ada jarak.
Ibu Reni menyatu apalagi ketika games dimulai.
Nampak ibu terlibat langsung berinteraksi dengan sesama
pasangannya, sesama perempuan bahkan sampai
berangkulan mengikuti irama games.
Saya merasakan ibu Reni begitu enjoy dengan suasana
itu bahkan teman-teman juga merasakan kebersamaan
dengan pimpinannya, ketika itu ada dalam acara yang sama
ada sesi perkenalan antar kelompok di dalam ruangan
(indoor) ibu bersama dengan tim lainnya bisa saling
interaksi bahkan sempat menyumbangkan suara emasnya
dengan lagunya Gombloh “Gebyar”.
Pada kedua moment tersebut saya melihat nilai yang
bisa diperoleh yang bisa diambil. Diantaranya leadership
32
itu bukan ibaratnya seperti menara gading yang ada
diatasnya puncak yang tak dapat dicapai oleh siapapun.
Namun ibu sudah menanamkan contoh pemimpin itu bisa
bersama-sama dengan yang dipimpin untuk mewujudkan
tujuan bersama. Disisi ibu juga memperlihatkan menghargai
nilai-nilai budaya bangsa kita dengan menampilkan seni
seperti lagu yang ditampilkan untuk membangun semangat
bangsa dan anak vang dalam berkarya.
33
Sosok yang Gigih
Rudolf W. Matindas
GIGIH. Itu kata yang paling tepat untuk
menggambarkan sosok wanita yang semula saya kenal
dengan nama RenDi alias Lydia Freyani Hawadi dan yang
bermetamorfosa jadi Ny. Reny Akbar.
Orang yang gigih memang kadang-kadang terkesan
kepala batu. Tidak mau mengaku salah dan tidak mudah
menyerah. Tapi RenDi bukannya tidak mau mengaku salah
saat ia memang merasa salah. RenDi tidak segan minta
maaf kalau ia merasa salah. Hanya saja, salah-benar dalam
interaksi sosial berbeda dengan "betul vs keliru" dalam
kancah matematik.
Benar atau salah sarat dengan sistem nilai dan asumsi
yang dimiliki seseorang. Terkait dengan hal ini, sistem nilai
dan asumsi RenDi memang unik. RenDi tidak merasa ada
yang salah jika seseorang bersaing merebut posisi puncak.
Tidak peduli mau dianggap ambisius. Yang penting, dalam
mengejar ambisi jangan sampai melanggar ajaran agama.
Meski persaingan sering menyebabkan banyak orang
jadi bermusuhan, hal ini tidak pernah membuat RenDi
memusuhi orang yang mengalahkannya dalam sebuah
34
persaingan. Keinginan untuk terus mendaki dilengkapi
RenDi dengan kepercayaan diri serta kesiapan belajar.
Saya tidak akan terlalu terkejut jika satu waktu RenDi
berhasil menjadi petinggi partai politik karena dia punya
minat dan bakat dalam hal itu. Tentu banyak sisi
kepribadian RenDi yang bisa dibahas, dan ada pula
yang tidak saya kenali. Misalnya, apakah dia romantis atau
dingin dalam bercinta? Saya tidak tahu. Soalnya, dia tak
pernah jadi pacar saya.
35
Kagum Dengan Bu Prof. Reni Ikut Lemhannas danMiliki Ide
Susun Instrumen Pancasila Quotience
Kapten Caj Alif Rachmatianto, S.Psi.
Saya kenal Bu Prof. Reni saat semester 2 S2 Profesi
Psikologi Pendidikan UI. Bu Prof. Reni mengajar dua mata
kuliah yaitu : Mata Kuliah Psikodiagnostik Psikologi
Pendidikan dan Mata Kuliah Observasi dan Wawancara.
Saat saya di semester 3, saya dengar Bu Prof. Reni
mengikuti kegiatan pendidikan di Lemhannas. Saya merasa
kagum sekali ibu Prof terpilih mengikuti pendidikan di
Lemhannas RI di mana yang saya ketahui di kedinasan
saya, peserta Lemhannas adalah orang-orang terpilih yang
dapat mengikutipendidikan.
Nah saat mengikuti kegiatan di Lemhannas inilahsaya
dihubungi beliau. Bu Prof Reni bercerita bahwa punya
gagasan untuk membuat instrument Pancasila Quotience
(PSQ) dan meminta kesediaan saya untuk membantu
membentuk tim kecil.
Terus terang saya merasa senang dan terkejut karena
ini merupakan suatu momen langka yang tidak semua orang
dapat melaksanakannya. Bahkan ketika saya sedang
berdinasdi satuan saya.
36
Setelah tim terbentuk, saya (Alif Rachmatianto, S.
Psi), Azka Ananda Sari, S. Psi, Rany Monika Purba, S.
Psi, Siti Rahmah, S. Psi, dan Veronica Novelina Parapat,
S. Psi. Menemui Bu Prof. Reni di Lemhannas untuk
membicarakan apa saja yang akan dilaksanakan. Rupanya
ideutk bikin PSQ ide orisinal Bu Prof. Reni yang diajukan
pada Panitia Seminar Nasional PPSAXXI Lemhannas
R.I. dan disetujui untuk dilaksanakan sebagai produk dari
PPSA XXI.
Intinya beliau merasa perlu ada satu alat utk
mendeteksi seberapa jauh nilai-nilai Pancasila sudah
terinternalisasi dalam diri seorang individu. Subjek
penelitian murid kelas 3, 4, 5, dan 6 di 4 sekolah dasar
di Jabodetabek. Dengan supervisi Bu Prof. Reni, tim
melakukan pembuatan alat ukur, uji keterbacaan alat
ukur, kepada expert judgement dan siswa SD, revisi Alat
ukur, pengambilan data dan proses penghitungan dan
pengolahanuji statistik, pembuatan laporan hasil Alat Ukur
dan penyerahan laporan hasil alat ukur.
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 4
bulan, dengan hasil masih perlu penyempurnaan dalam skor
validitas, reliabilitas dan pembuatan norma. Sehingga
Membutuhkan waktu yang lebih panjang agar dapat
menghasilkan alat ukur yang valid, reliabel, dan memiliki
37
standardisasi norma.
Proses Pembimbingan
Dalam penyusunan alat ukur ini Bu Prof. Reni selalu
memberikan bimbingan yang mendukung kami dalam
prosespenelitian, seperti misalnya Ibu selalu mengingatkan
untuk membuat jadwal kegiatan yang akan dikerjakan,
sehingga kita bisa mengevaluasi apa yang sudah dan belum
dilaksanakan. Selain itu menurut kami, Ibu memberikan
arahan bagi kami untuk berkonsultasi kepada beberapa
pakardalam menyelesaikan penelitian ini.
Kami pun cukup memiliki kesempatan untuk
berkonsultasi dengan ibu, dan mendiskusikan cara
penyelesaian kendala yang kami hadapi. Saya dan teman-
teman merasa bangga karena telah ikut berkontribusi dalam
membantu merancang alat ukur yang berguna bagi
pendidikan anak-anak di Indonesia, terutama penerapan
nilai-nilai Pancasila. Terlebih saya mendapatkan pelajaran-
pelajaran penting dari Bu Prof. Reni, sesibuk apapun Bu
Profdalam melaksanakan pendidikan di Lemhannas, beliau
selalu menyiapkan waktu buat kami.
38
Ibu Reni Akbar yang Saya Kenal Memimpin Dengan Penuh
Integritas
Dr. Ade Kusmiadi
Ketika itu tanggal 27 Januari 2012 Prof. Dr. Lydia
Freyani Hawadi, Psikolog dilantik sebagai Direktur
JenderalPendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal
dan Informal (PAUDNI) Kementrian Pendidikan Nasional
RI menggantikan Bapak Hamid Muhammad,P.hD, tentu
sajaagak kaget, karena seorang atasan langsung saya kali ini
tidak kenal sebelumnya, saya tidak tahu asal usulnya
perjalanan kariernya kecuali sedikit yang saya tahu bahwa
Ibu Reni Akbar (panggilan akrab beliau) adalah Guru Besar
PsikologiUniversitas Indonesia. Namun logika berfikir saya
jalan, kemungkinan beliau diangkat di Ditjen PAUDNI
karena saat itu prioritas pembangunan pendidikan
nonformal-informal adalah pendidikan anak usia dini
(PAUD), sehingga amat wajar kalau pemimpinnya yang
memiliki keahlian di bidang anak usia dini.
Selang tiga hari setelah pelantikan itu, kami
mengundang beliau untuk meresmikan pembangunan
beberapa fasilitas kantor kami (PP-PAUDNI Regional 2
Semarang) dan sekaligus diminta memberikan
39
pembinaan kepegawaian kepada seluruh karyawan/
karyawati kami, sebagai tradisi kami diawal tahun
anggaran, dan pada kesempatan yang sama saya
memperkenalkan berbagai program yang sudah dan sedang
dikembangkan, terutama yang ada di sekitar kampus
PPAUDNI Regional 2, dari mulaiLaboratorium PAUD (TK,
KB dan Penitipan Anak), Kursus,model Penangan Bencana
Alam untuk PAUD dan Pendidikan Orang Dewasa (POD),
fasilitas pelatihan, dan teknologi informasi untuk
pengembangan PNF serta model-moel PAUDNI yang
dikembangkan.
Kesan kunjungan pertama yang menarik bagi saya
adalah :
1). Tidak diduga sebelumnya kalau Ibu Reni Akbar ini
berkenan bermalam di Wisma PPAUDNI yang
sederhana dan saat itu air panasnya sedang rusak,
padahal kantor kami sudah menyiapkan hotel.
2). Kehangatan, keterbukaan dan kedekatan dengan saya
dan teman-teman di kantor membuat suasana nyaman
tidak ada kekakuan sama sekali..
3). Beliau tertarik dengan segala hal terkait dengan
program-program PAUDNI dan segala fasilitas kami
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen
PAUDNI.
40
Segala yang terlihat beliau ditanyakan kepada saya
dan teman-teman kepala bidang, kepala sub bag umum dan
beberapa pamong belajar. Nampak jelas, bahwa beliau
ingin tahu lebih banyak apa yang dilakukan oleh stafnya
atau UPTdi bawah binaannya.
Waktu terus berjalan, tiga tahun bukan waktu yang
pendek (2012–2014), diskusi-diskusi, workshop-workshop,
rapat-rapat, kunjungan lapangan termasuk membangun
silaturahim dengan staf adalah rutinitas beliau dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari.
Namun bukan Ibu Reni Akbar namanya bila kegiatan-
kegiatan tadi dilaluinya begitu saja, tidak dimaknai sebagai
bentuk tanggung jawab dan pengabdian penuh integritas
dengan capaian-capaian yang harus terukur.
“Setiap manusia adalah pemimpin, dan setiap
pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya kelak di
hadapan Allah SWT” (al-hadis). Rupanya makna hakikat
hadis itu yang beliau lakukan ketika memimpin Ditjen
PAUDNI, nampak jelas kebijakan dan sepak terjang beliau
dalam kepemimpinannya. Selalu ingin tahu detail proses
munculnya kebijakan program dan anggaran sebelum
ditandatanganinya, semua harus dikerjakan tepat waktu,
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing didukung
dengan data yang valid, dilaksanakan secara profesional,
41
tercatat danterdokumentasikan dengan baik.
Yang tidak kalah menarik, selain sangat kuatnya
penanaman disiplin, tegas, korektif dan responsif juga
masalah penataan kantor, baik taman (exterior) maupun
penataan ruangan (interior), harus tertata rapih, serasi dan
nyaman. Karena kondisi itu mencerminkan perilaku
kepemimpinan dan relasi staf yang kondusif.
Suatu hal yang unik dalam kepemimpinan beliau,
adalah sering berkomunikasi bahkan memberi tugas pada
sepertiga malam, setelah selesai shalat malam. Tentu beliau
lakukan hanya kepada stafnya yang biasa mendekatkan diri
pada sepertiga malam itu. Bagi saya ini menarik karena saat
itu fikiran lagi tenang, lagi dekat-dekatnya dengan Alloh
Yang Maha Rahman dan Rahim, sehingga kejernihan
fikiran pemimpin maupun yang dipimpinnya ada dalam
kondisi yang nyaman. Walaupu itu dilakukan hanya
sewaktu-waktu saja oleh Ibu Reni Akbar.
Karena memimpin itu tidak selamanya dalam format
yang formal dan kaku, maka Ibu Reni Akbar ini juga
membangun silaturahim dengan stafnya secara baik,
perhatian kepada stafnya yang ulang tahun, yang sakit dan
yang hajatan, dan selalu memberi hadiah untuk anak
buahnya apabila ada rejeki atau pulang dari event-event
tertentu, namun sebaliknya beliau tidak mau menerima
42
hadiah dari staf/atau bawahannya bahkan dari mitra
kerjanya sekalipun, Ibu Reni Akbar tahu kalau itu akan
menyakitkan hati sipemberinya, namun itu prinsif beliau.
Pelajaran yang diperoleh (lesson learned) selama
kepemimpinan Ibu Reni Akbar (2012–2014), adalah
bagaimana memilah “memimpin dengan penuh integritas”
dengan “membangun silaturahim “. Dua hal yang sama
pentingnya dan harus dilakukan oleh seorang pemimpin,
seperti apapun cakupan kepemimpinan serta kadar dan
kapasitas tanggungjawabnya, kapan harus tegas dan tidak
ada kompromi dan kapan harus membangun ukhuwah dan
memperkokoh persaudaraan dengan sesama.
Selamat untuk ibu dan keluarga, semoga
keistiqomahan dalam berintegritas dimana ibu berada akan
tetap berlanjut dan memiliki makna yang baik tidak hanya
untuk ibu dan keluarga tetapi untuk semua yang bermitra
dengan Ibu. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan,
perlindungan dan taufiq hidayahnya. Aamiin
43
Kak Reni Ketua Umum Wanita FKPPI
Hardian Uli Silalahi
Suatu siang Kak Reni telpon saya, bercerita bahwa
saat Kak Reni masih menjabat Dirjen Paudni ditelpon oleh
Bang Indra Bambang Utoyo (IBU). Mas IBU
menyampaikanpesan Ketum PP FKPPI yang menunjuk Kak
Reni sebagai Wakil Ketua FKPPI yang membidangi
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kak
Reni menggantikan posisi jabatan almarhumah Kak Kartini
Mayelli. Namun karena padatnya kegiatan sebagai Dirjen,
Kak Reni mengakui tidak sempat touch apapun terkait
jabatan barunya d FKPPI.
Kemudian sampailah satu siang itu saat aktivitas Kak
Reni sudah senggang, tidak lagi jadi Dirjen Kak Reni
menelpon saya untuk ketemu mewujudkan amanah yang
dibebankan Mas Pontjo Sutowo.
Memang sesuai dengan Hasil Munas FKPPI 2008
bahwa harus ada dibentuk suatu wadah untuk wanita
FKPPI.Jadi saya diminta Kak Reni membantu mewujudkan
Pengurus Pusat Wanita FKPPI. Kak Reni minta untuk
kontak beberapa senior dan teman yang bisa diandalkan
untuk membahas pembentukan Pengurus Pusat Wanita
44
FKPPI.
Halal bi halal kami pilih sebagai momentum
pertemuan perdana dari 7 orang wanita yaitu Sri Rejeki,
Wati Amir, Prof. Reni Hawadi, Fiene Waas, Endang Rama
Budi, Anna Sentot dan Uli Silalahi.
Setelah pertemuan di Dapur Sunda tersebut, sayayang
diminta sejak awal oleh Kak Reni sebagai Sekjen jadi
sering ketemu di Kwarnas (saat itu posisi Kak Reni adalah
wakil Ketua Kwarnas Bidang Binawasa) pembahasannya
cukup serius karena mencari mereka yang berminat dan
mampu menjadi PP Wanita FKPPI. Ini tidak mudah namun
juga bukan hal yang sulit, karena harus mengakomodasi
berbagai kelompok pertemanan.
Saya dan Kak Reni sangat antusias mencari pengurus
dan Kak Reni berdedikasi dengan komitmennya untuk
membentuk Wanita FKPPI. Kak Reni sangat mengarahkan
saya untuk mencari wanita-wanita FKPPI yang sudah
berprestasi atau sudah mempunyai pengalaman untuk
organisasi. Kak Reni sangat detail sekali mengarahkan
saya, mengingat sosoknya yang seorang mantan Dirjen dan
seorang Professor.
Sesuai dengan target kami, pada bulan 11 September
2014 di Hotel Sultan resmilah terbentuk Pengurus Pusat
Wanita FKPPI. Ketua Umum PP FKPPI Pontjo Sutowo
45
melantik Kak Reni sebagai Ketua Umum PP WanitaFKPPI.
Dan saya sendiri menjadi Sekretaris Jenderal.
Terimakasih Kak Reni. Akhirnya organisasi yang
diamanahkan Hasil Munas FKPPI Tahun 2008 bisa
terbentukdalam waktu kurang lebih hampir 2 bulan.
46
Dr. Reni Akbar-Hawadi Motor Penggerak KajianIslam dan
Psikologi (KIP) PSKTTI Pascasarjana UI
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
Pertama kali ketemu Bu Reni, rasa-rasanya di kantor
DPP KORPRI, yang saat itu berada di Gedung Proklamasi,
di Jalan Proklamasi No.56, Jakarta Pusat. Bu Reni selain
menjadi dosen di Universitas Indonesia, saat itu menjadi
fungsionaris Dewan Pengurus Pusat Korps Pegawai Negeri
Republik Indonesia, jadi sering berkantor disana. Saya
kesana untuk berkenalan dengan beliau yang menjadi motor
penggerak Kajian Islam dan Psikologi Program Studi
Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Hubungan saya dengan Bu Reni lebih pada bidang
keilmuan dan pertemanan. Saya kebetulan dikukuhkan
sebagai Profesor pertama di dunia dalam bidang Psikologi
Islam (menurut pengakuan Prof. Malik Badri, intelektual
Sudan yang di Malaysia, dan menjabat sebagai Presiden
dari International Assosiation of. Moslem Psychologist).
Yang menarik, saya belum pernah kuliah di Fakultas
Psikologi, tapi jadi Profesor Psikologi Islam. Semula saya
diusulkan sebagai guru besar ilmu tasauf oleh UIN
47
Jakarta, tetapi di perjalanan usulan itu diubah menjadi guru
besar Psikologi Islam karena ternyata kum saya 75% isinya
psikologi, dan hanya satu buku tulisan saya tentang tasauf.
Maka jadilah saya dikukuhkan sebagai Profesor Psikologi
Islam di Fakultas Psikologi UIN. Pidato pengukuhan saya
berjudul: Pencegahan terorisme dengan pendekatan Islamic
Indigenouse Psychology.
Salah satu program studi dibawah Pascasarjana UI
adalah Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam
(PSKTTI), dan salah satu peminatan yang dikembangkan
adalah Kajian Islam dan Psikologi. Saat itu baru
Pascasarjana UI yang memiliki kajian Islam dan Psikologi,
dan Dr. Reni Akbar-Hawadi lah yang dikenal sebagai motor
penggerak di Kajian Islam dan Psikologi (KIP) PSKTTI
Pascasarjana UI. Atas saran siapa saat itu saya benar-benar
lupa, saya lantas ketemu dengan Bu Reni di Kantor DPP
Korpri tersebut diatas. Saya banyak diskusi dengan beliau.
Dari komunikasi itu saya tahu bahwa anatomi akademik Bu
Reni kebalikan dengan saya. Kalau saya lebih menguasai
Islam nya (dalam hal ini ilmu tasauf) sedangkan ilmu
Psikologi konvensional saya hanya sedikit tahu, sementara
Bu Reni, pengetahuan tentang Psikologi konvensional
sangat luas, tapi wilayah keislaman lebih terbatas. Hal ini
kelihatan sekali ketika kemudian sedang sama-sama
48
menguji tesis atau disertasi. Perbedaan anatomi itu
kemudian melahirkan saling membutuhkan.
49