The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by demasiman, 2021-09-16 12:49:24

BUKU ANTOLOGI DKM SUPER FIX DEMO

BUKU ANTOLOGI DKM SUPER FIX DEMO

I

Dream Will Comes True
“Jika tidak berani memulai lantas kapan mimpi itu akan datang.”

Sekapur sirih dari perwakilan penulis UNIDA Siman.
Di tengah segala keterbatasan, berawal dari sebuah angan -
angan. Kini setapak langkah telah terukir. Bukan seberapa jauh
langkah itu dimulai tetapi seberapa kuatkah pijakan itu ditaruh ? Jika
kuat maka akan gagah namun sebaliknya jika lemah maka mudah
sirna.
Jangan memandang langkah pertama lebih indah dari pada
langkah selanjutnya. Jangan mudah terpanah dengan sebuah
pertemuan pertama sehingga menimbulkan sebuah kekecewaan di
pertemuan selanjutnya. Begitu juga dengan yang kami lakukan kali
ini. Kami sadar, ini adalah langkah pertama kami untuk membangun
pondasi. Bangga sudah pasti. Semoga rasa bangga ini tidak tertutupi
rasa besar hati. Jujur saja bagi kami, langkah pertama ini sangat
berarti untuk memupuk rasa percaya diri kami. Dari semua mata dan
hati para pembaca buku in, kami merasa senang dan dihargai.
Setelah dua buah paragrah mengawali perjumpaan kami
dengan para pembaca, dengan senang hati di paragraf kali ini kami
sedikit memperkenalkan diri. 11 Agustus 2021 awal sebuah berita
tersebar, semua mata memandang dengan rasa penasaran. Ada apa ?
Kenapa ? Penasaran sudah pasti, siapa yang tidak tegoda untuk
melihat dan mendengar kabar itu. Setiap seseorang yang hendak

II

berpergian pasti melihat secarik kertas ukuran panjang 5 CM lebar 8
CM. Masalah teretarik atau tidak, yang penting mereka membacanya
walaupun hanya sekilas. Kata sebagian orang, berita itu membawa
angin segar khususnya untuk para ksatria pena mengasah pedangnya.
Ksatria pena adalah Istilah untuk penulis yang gagah berani. Mereka
mempelajari setiap ilmu tulisan dan melahap setiap buku bacaan.
Kemudian mereka rangkai kata satu persatu hingga menjadi sebuah
mahakarya yang indah untuk dinikmati setiap mata.

Namanya juga Ksatria, sudah pasti jumlah mereka sedikit
apalagi hanya di sebuah negeri kecil yang luasmya saja tidak lebih
dari satu buah desa. Dari sekitar 1.300 penduduk yang mendiami
negeri kecil itu. Hanya sekitar 25 orang dengan gagah dan berani
mengambil tugas suci ini. Tugas yang akan mengubah setiap langkah
mereka di masa depan. Sungguh berani sekali mereka. Maka dari itu
sebagai rasa hormat dan terima kasih kami, maka nama mereka akan
tertulis di sebuah buku ini. Nama itu akan abadi. Tidak akan pernah
hilang sedikit pun.

Pada akhirnya dengan rasa puja dan puji syukur kehadirat
Allah Subahanahu Wataala, Tuhan yang Maha Esa. Dan dengan
segenap Shalawat beserta salam kepada Nabi besar Muhammad
Sallahu Alaihi Wassalam. Tanggal 27 Oktober 2021 buku ini lahir
dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Buku ini tidak
menangis seperti anak bayi yang lainnya. Karena sudah pasti buku
adalah benda mati. Disisi kematiannya dia membawa sebuah

III

kehidupan untuk setiap penulis yang ada di dalamnya. Tanpa berbasa
- basi lagi kami persembahkan sebuah karya Mahasantri Siman.
Semoga bermanfaat untuk para pembaca.

Ponorogo, 27 Agustus 2021
Tim Kreative 2021

IV

Daftar Isi. I
IV
Sekapur sirih
Daftar Isi 1
Quotes 2
Akankah Berubah Untuk Mencapai Impian 6
Akra Sang Pejuang 18
Anak Penjual Donat 121
Ayahku Adalah Panutanku 29
Spiritual Journey To Allah 35
Bodoh dan Kegagalan Adalah Sahabatku 45
Jalan Impianku 48
Menjadi Penulis Peradaban 54
Ku Ingin Memakaikan Mahkota di Kepalamu 62
Si Arman dan Mimpinya 70
Dua Hati Bersemi 78
Mahasantri 88
Jika tidak Bisa Terbang Berlarilah....., 92
Pandemi 100
A Proposito Di Me. 113
Quotes 114
Aku 115
MY DREAM IS YOU 117
Apakah Duka Merengut Asa 119
Kehoramatan Di balik Mimpi Nasionalisme 121
Menjadi Seperti Ibu 124
Ku Ingin Memakaikan Mahkota di Kepalamu 126
Mimpi Di Kota Salju 128
Remember When 131
Dibalik Kerinduan Surga 134
Enigma dan Anomali 137
Tunjukkanlah Dengan Karya 138
Pasti Aku 141
Mimpiku 143
Quotes

V

“Ketika sebuah karya selesai ditulis,
maka pengarang tak mati. Dia baru saja
memperpanjang umurnya.”

Helvi Tiara Rosa

1

Akankah Berubah Untuk Mencapai Impian.
Oleh : Muhammad Abadi Firdaus / HI - I

Namaku Joni walaupun aku mempunyai keluarga yang
sederhana tetapi aku tetap bersyukur kepada Allah ta’ala kecuali
abangku yang pertama.

“ Brook...., ” suara pintu terbanting keras.
“ Bu pokoknya Bang rudi minta dibeliin HAPE yang baru
malu tau abang sama temen abang yang lainya” hardik seorang
remaja berusia 18 tahun.
“ Iya nak, Insyallah ibu sama ayah akan berkerja lebih keras
lagi ya nak buat beliin hp kamu. Sabar ya nak....,” balas lembut suara
seorang ibu.
“ Ya sudah bu, minggu ini pokoknya harus ada titik.” balas
remaja itu lalu pergi.
“ Astagfirullahaldzim ya allah berikan lah hidayah pada anak
hamba ya allah dan lapangkan lah dadanya ya allah.” Doa seorang
ibu yang diiringi dengan tangisan.
Joni dan Soni yang habis menyelesaikan sholat dzuhur
berjamaah di masjid pun terkejut,
” Bu, kenapa bu, kok ibu nangi.” Aku bertanya sambil
mendekap ibu.
“ Nggak ibu gak kenapanapa ibu tadi hanya berdoa ibu hanya
berpasrah diri pada Allah nak..,”
“ Bohong,ini pasti gara-gara bang rudi kan Bu ? ” ujar Joni

2

“ Ssst, kamu tu jaga nak kalo berbicara nak. karna ucapan itu
bisa jadi doa nak ”

“ Iya bu, maaf. ”
Mereka pun saling berpelukan dengan ibu yang menahan rasa
sakit di hatinya gara-gara tingkah laku anak pertamanya. Setelah itu
Joni dan Soni pun pergi ke kamarnya untuk berdikusi dengan Soni
cara bagaimana abang pertamanya itu sadar
”Akhrhh, bener-bener ni Abang Rudi kerjaanya bikin orang
tua sedih mulu. ” kata Joni memulai diskusi.
“ Iya mas, padahal kan dia abang pertama,gk tau apa kalo
ayah cuman penjual cilok yang berangkat pagi pulangnya malam.tapi
masih aj dia minta yang aneh-aneh. ” balas Soni.
“ Aha..., aku punya ide, Son. ” kata Joni setelah lamunan
panjang.
“ Gimana mas ? ”
“ Bagaimana kita nyeritain kejadian ayah yang kakinya
berdarah saat mau menjual cilok tapi dia masih aja berjualan,kali aja
kan hatinya terbuka.”
“ Boleh dicoba tu mas idenya. “
Mereka pun menunggu abang mereka hingga larut malam
karena tidak kuat menahan kantuk mereka pun tertidur. Keesokanya
pun abang mereka pun belum pulang sedangkan ibu dan ayah mereka
sudah menyiapkan dagangan mereka.
“ Bu, ibu mau kemana bu ? ” ujar joni

3

“Ii..., ibu mau jualan dawet buat beliin abang kamu hp
android,katanya dia butuh banget. ” kata Ibu dengan terbata - bata
karena keberatan mengangkat baskom berisi cilok.

“ Oooh, ” kataku sambil menggeram didalam hati. ” Bener-
bener emang si abang buat ulah mulu kerjaanya kan kasihan ibu udah
tua tapi dia masih ingin berkerja hanya untuk memenuhi anaknya. ”

Ibu dan ayah pun mengangkut barang dagangan mereka dan
berjualan hingga waktu menunjukan pukul 16.00.

“ Alhamdulliah yah hasilnya lumayan ya yah, kalau gini terus
dalam seminggu kita bisa membelikan anak kita hp android yah.
“ kata ibu sambil menghitung uang yang diperoleh.

Dari beberapa meter pun terlihat truk yang sedang ugal-
ugalan sehingga menabrak ayah dan ibu yang sedag berjualan dan
langsung dibawa ke rumah sakit oleh masyarakat sekitar.

“ Tok, tok, tok...., Assalamualaikum. ” ketok seorang ibu -
ibu berusia 40 tahun.

“ Ada apa mpok Inem ? ” jawabku agak kebingungan.
“ Ini Jon, Ibu sama ayah kecelakaan. “
“ Hah..., dimana mpok, yaudah mpok anterin Joni sama Soni
kesana ya mpok. ”
Mereka pun ke rumah sakit dan menemui orang tua mereka
yang telah meninggal dan sudah dikafani

4

“ Ayahhhh.., Ibuuuu...., jangan tinggalin kami sendirian, ibu
kan udah janji katanya ingin melihatku menjadi anak yang sukses”
ujar Soni sambil meneteskan air matanya

“ Terus entar yang memberi kami makan dan minum siapa ?
ayah, ibu tolong jangan pergi sekarang kami belum siap ditinggal
kalian. ”

Tiba-tiba abang mereka pun datang
“ Katakan padaku Joni, Soni ini bohongkan ? Ayah dan ibu
bangun....! maafin Bang Rudi, abang janji akan menjadi anak yang
sholeh, bang Rudi janji akan nurutin kata-kata ayah sama ibu ,bang
Rudi janji akan berubah tapi tolong ayah ibu bangun....,” Bang Rudi
berkata sambil menagis sejadi jadinya.
Walaupun penyesalan bang rudi tidak bisa didengar oleh
arang tua mereka lagi tetapi Bang Rudi tetap berjanji akan menjadi
baik di kedepanya nanti dan akan menggapai impiannya lagi.

5

Akra Sang Pejuang
Oleh : Alfan Fatkhi Hidayat / AFI - 3

Disuatu tempat paling berkah dunia akhirat, terdapat
seseorang pemuda alim bernama Zisakra yang sangat taat beribadah,
dilingkungannya ia dipanggil dengan panggilan ustadz. Ia
mempunyai sebuah tempat belajar yang masih dirintis sehingga
masih sangat kecil dan muridnya yang sedikit hanya berasal dari
daerah pelosok sekitar tempat tinggalnya. Sehingga Keadaannya
masih sangat memprihatinkan, karena masih bertempat di satu gubug
samping rumahnya.

Pernah suatu waktu, dalam hati ia berkata seraya berharap
kepada sang pencipta, ”Ya Allah, kalaulah tempat ini tidak
berkembang, lebih baik aku dipendam dari pada melihatnya mati Ya
Allah,” Karena begitu besarnya keinginan dia untuk menciptakan
generasi muda yang berkualitas.

Pada suatu hari bersama kakaknya dan kedua orang tuanya
dirumah, ia mengutarakan suatu hal yang penting,

“ Maaf kak, bapak, ibu. Akra disini mau bicara soal pondok
yang sedang aku kembangkan ! ”

“Ya nak bicara saja, sekiranya bisa bapak-ibu bantu pastilah
kita akan beri,” jawab bapaknya tenang, yang juga mendukung
Zisakra dalam mendirikan tempat keinginannya itu .

6

“Emang ada masalah apa dek”, kakaknya menyela mulai
penasaran, yang dilanjutkan perkataan Akra yang kemudian
membuat seisi rumah terkejut.

“Jadi, Akra ingin setengah dari kebun samping gubug yang
dijadikan tempat ngajar sekarang itu diwaqafkan dan didirikan
asrama dan fasilitas lain pak, bu ! ”, dengan raut muka yang tegas
dan tanpa sedikitpun keraguan.

Mendengar hal itu ibunya kaget dan dengan suara tinggi
mulai mengejek-ejek, merendahkan, bahkan mencacinya habis-
habisan, karena permintaan anaknya yang mulai tidak masuk akal.

“ Kamu itu bersyukur udah di kasih gubug buat ngajar, murid
masih dikit udah mau nambah bangunan, mimpi apa kamu Akra ?
kerasukan apa kam ? Gak mungkin juga tempatmu itu berkembang
pesat, jangan berharap yang nggak-nggak kamu ya !” sambil
menunjuk kearah pondok Zisakra.

“ Sesssttttt…., ” bapaknya menenangkan suasana yang mulai
kacau, “ Sudahlah bu…, kita ini orang yang gak punya apa-apa….,”
ucapnya.

“Ya justru itu mas!” menyela pembicaraan, “Udah tau hidup
kita begini-begini aja susah, Si Akra bisa-bisanya minta yang buat
kita nambah susah nantinya ! ” menanggapi suaminya yang malah
membela Zisakra.

“ Emang iya kita susah, terus mau lebih susah lagi di
akhirat…, Sudah cukup didunia saja kita seperti ini serba terbatas,

7

kalo akhirat… ayo sama-sama berusaha lebih baik, dan kalo bisa
buat istana sekalian disana, menurut mas pondok keinginan Akralah
salah satu jalannya.” Ucap bapak Akra menasihati istrinya yang tidak
terima setengah kebun mereka akan dijadikan pondok.

Namun hati ibunya tiba-tiba tersentak dan luluh setelah
perkataan itu, karena memang mereka merupakan keluarga yang
religius, kemudian sambil mengelus dada ibunya berkata,

“Astaghfirullah… maafkan aku Ya Allah yang sudah lupa
akan pemberian-Mu,” lalu meikhlaskan lahan tersebut dijadikan
tambahan tempat untuk pondok milik Zisakra, ”Nak… ibu sekarang
memasrahkan lahan itu, dan ibu berharap semuanya menjadi amal
keluarga kita agar jauh lebih baik di akhirat kelak.”

“Amin bu... Amin,” ucap Akra dan kakaknya bersama,
menyusul kemudian ucapan bapaknya,

“Amin… itu sudah pasti bu, karena Allah sudah menjanjikan
kita kehidupan yang lebih baik apabila kita tidak luput dari 3 perkara,
salah satunya amal jariyah bu.”

Pagi pun tidak terasa, matahari sudah naik, karena perdebatan
singkat keluarga Zisakra tentang sedikit perluasan area pondoknya
yang masih kecil. Muridnyai yang sedari pagi menggarap kebun
milik orang tua Zisakra, kini sudah duduk manis didalam gubug itu
sembari menunggu Ustadz mereka datang untuk malakukan sholat
dzuhur berjamaah.

8

Mereka duduk berlima dengan berjajar, disela menunggu
Ustadz Akra sebutan Zisakra oleh para muridnya, mereka melakukan
percakapan ringan,

“kok.. ustadz lama yah datangnya, tumben…” ucap Matro
yang merupakan santrinya yang paling pintar.

Lalu Puro, santri yang mempunyai selera humor tinggi
menanggapi Matro, “Mungkin beliau hari ini lagi cari jodoh…
hahahahah….” dengan ekspresi ketawa-ketiwi.

Kemudian kedua teman lainnya yaitu Nuso dan Borneo,
bersamaan mengucapkan istigfar setelah mendengar perkataaan Puro
yang sangat tidak sopan,

“Astaghfirullah, Puro.” Dan tiba- tiba suara tepukan tangan
berbunyi menandakan sholat berjamaah akan dimulai, “Ayo qomat…”
perintah Akra kepada mereka, setalah memasuki gubug dan
menepukkan tangannya, namun tidak satupun yang mau untuk
melakukannya, hingga dia harus menunjuk salah satu dari mereka
untuk melakukannya,

“kamu Puro… berdiri lalu qomat!” perintah Akra kepadanya.
Puro yang terkenal lucu dan aneh dengan ragu-ragu ia berkata
dengan tidak jelas,

“Mmmmm… ma… ma…maaf ustadz saya tidak bisa,”
mengharap dia digantikan oleh temannya yang lain. Namun
kemudian Akra mendekati serta menariknya untuk berdiri, kemudian
membisiki Puro, agar mau untuk melafalkan qomat,

9

“Ustadz tau kamu tidak bisa, tapi mau sampai kapan?... kamu
tidak akan bisa kalo kamu nggak mencoba, terus sekarang maju nanti
ustadz tuntun pelan-pelan! ” meyakinkan si Puro agar mau. Memang
wajar kejadian seperti ini terjadi, karena mereka adalah anak-anak
yang hidup sebatang kara dijalanan, tidak berpengetahuan apapun,
apalagi agama, maka tempat yang didirikan kecil ini diusahakan
untuk setidaknya dapat menampung mereka.

“Allahuakbar… Allahuakbar…, “ Suara Puro terhenti,
kebingungan lafal apa yang selanjutnya diucapkan. “Ustadz
lanjutannya apa?” Puro bertanya.

Dengan lembut ustadz Akra memberitahunya lafal perlafal
sampai selesai mengumandangkan qomat tersebut. Dan kemudian
sholat dzuhur berjamaahpun dimulai, dengan ketidak tahuannya,
mereka (murid-muridnya) tetap dengan fokus dan tenang
melaksanakan itu, tanpa ada suara, tanpa mengganggu satu sama lain,
karena memang Akra sudah menanamkan hal ini kepada setiap dari
mereka saat pertama diajak kegubugnya.

“Assalmu’alaikum warahmatullah… assalmu’alaikum
warahmatullah,” salampun diucapkan menandakan selesainya sholat.
Matro, Puro, Nuso, dan Borneo langsung menjabat tangan Ustadz
Akra, dilanjutkan sedikit pembicaraan seperti biasa,

“Bismillah… Ustadz mau memberikan kabar gembira untuk
kita… yaitu sebentar lagi gubug ini akan tambah besar,” tegas Akra,
menatap dalam para santrinya yang antusias.

10

“Alhamdulillah Ya Allah” ucap mereka bersama kecuali satu
orang Nuso yang tidak mengucapkan apa-apa, terdiam. Sehingga
semua mata kini tertuju kepadanaya, dengan bijak Akra pun
menanyakan,

“Nuso kamu kenapa diam?, yang lain aja seneng ndenger
berita bagus.”

“Bukan kenapa ustadz tapi Nuso sebenernya seneng banget
sampai gak tau mau gimana ngungkapinnya”, tegasnya, dan tanpa
sadar air matanya keluar.

“Ya jadi begini anak-anak.. ustadz mau kalian hidup
setidaknya sedikit lebih enak, walau keluarga ustadz juga masih
banyak kuranagnya, maka dari itu disini ustadz mau kita hidup saling
peduli, jadi ustadz memutuskan untuk meminta sebagian tanah miliki
orang tua untuk bisa kita manfaatkan,” ucapnya menjelaskan tujuan
dia, sambil mengusap punggung Nuso.

“Ustadz mau anak-anak seperti kalian bisa untuk
mendapatkan ilmu walau tidak dengan sekolah, karena masih banyak
yang lainnya. Maka, ustadz bermaksud menambah teman kalian yang
senasib seperti kalian semampunya, entah yang tidak mampu, entah
yang hidup sendiri, entah yang tidak mampu sekolah, semuanya akan
ustadz tampung disini, dan ustadz ajarkan apa yang ustadz bisa,
karena ilmu penting.” Lanjut ustadz akra.

Semua muridnya pun ikut senang,

11

“Bener ustadz… bener… betulan…. Betul ustadz… Jadi
rame dong... Gak bohong kan ustadz?,” Si Puro penasaran, yang
malah membuat seisi gubug gemas inign meneriakinya,

“Kalau gubug ini jadi tambah besar… ntar bisa kaya stadion
Gelora Bung Karno ya ustadz?… Buwesarrrrr……,” lanjut Borneo
yang mempunyai tingkat halu luar biasa, dan membuat keadaan
gubug semakin kacau. Tapi kemudian Matro menanggapi,,

“Diem aja kalo ngawur bicaranya, kaya Nuso tuh gak
bersuara… maksudnya itu, gubug ini nggak dibuat kaya GBK ntar
Bor,” ucapnya, “Kita itu nanti akan punya gubuk lagi di sana, buat
temen-temen baru yang senasib kaya kita... gak bisa sekolah, gitu
loh.” menjelaskan secara singkat kepada teman-temannya.

“Ya betul apa yang dikatakan Matro, maka kita harus
bersyukur sama Allah, kita nanti bisa dapet dan berbagi ilmu yang
banyak disini, karena itu bekal kita untuk akhirat… dan juga untuk
mengajak yang lainnya untuk senang bersama disini”, Ustadz Akra
menanggapi pernyataan Matro.

Setelah memberitahu kabar gembira tersebut, ketika siang
sudah tidak terlalu menyengat Akra pun berpamitan kepada mereka
untuk bergegas menelusuri pelosok-pelosok daerahnya dimanapun
itu, berharap ada yang mau belajar bersama di gubug kecil miliknya.

Akra sangat gigih dan tidak pantang menyerah dalam mencari
anak-anak yang kurang mampu seperti muridnya, hingga pada
akhirnya ia bertemu seorang anak yang memulung sampah di

12

samping jalan setapak jauh dari rumah Akra, dan tanpa basa-basi
Akra langsung bertanya kepadanya

“Assalamu’alaikum, De.”
“Wa’alaikummussalam, kak.” Ucap anak tersebut. Dan Akra
kemudian lanjut bertanya kepada anak itu
“Kalo boleh tau namanya siapa?... kok udah sore begini
masih ngambilin sampah?.”Bertanya untuk kedua kalinya, lalu Anak
tersebut menjawab
“Nama saya Jowo kak... Ini buat makan malam aku kak nanti!”
kata anak tersebut, menunjuk kumpulan sampah yang dibawa.
Mendengar hal itu Akra tersentuh hatinya dan dilanjutkan menawari
anak tersebut agar mau ikut ke gubugnya dan tinggal disana,
“Jadi begini Jowo, kakak ini punya semacam tempat yang
menerima anak-anak seperti kamu yang gak tau kemana, gak bisa
sekolah tapi masih mau untuk belajar sedikit-sedikit, kita tinggal
bareng disana” Akra menawarinya.
“Alhamdulillah.” Saut jowo bersyukur, “terima kasih kak…
tapi kapan kita kesana kak, sebentar lagi petang?” tanyanya.
“Sekarang aja kalo begitu… biar sampe gubug nggak terlalu
kemalaman,” Akra mengajak Jowo untuk bergegas.
Kemudian merekapun beranjak pulang, dan Akra pun senang
bisa menemukan seorang anak yang mau belajar bersamanya hari itu.
Setelah, berjalan cukup lama keduanya pun sampai di gubug, dan

13

seisi tempat itu terkaget, karena ustadz Akra membawa seorang
teman baru untuk mereka,

Nuso seperti biasa dengan sifat pendiamnya, Puro berhumor,
Borneo berhalusianasi akan teman barunya, dan Matro menyambut
mereka dengan tenang,

“Asik.. Ustadz bawa makanan.. masih lapaer nih…haha,”
ucap Puro ngawur,

“Astaga ustadz…. Kita nanti di tangkap polisi mencullik anak
orang,” Borneo ketakuatan karena berpikir yang tidak-tidak.

Puro berbeda, dia sangat bersimpati, “ini teman baru kita
ustadz?... apa dia mau tinggal disini sama kita ustadz?”, sambil
mencium tangan Akra, yang kemudian mengajak murid muridnya
untuk berbicara didalam.

“Baik, ustadz minta kalian serius, kali ini ustadz mau
mengenalkan keluarga baru kita yang nanti akan hidup bersama,
belajar bersama, mengembangkan tempat ini senang maupun
susah…, Jadi Ustadz mau semua mendengarkan perkenalannya!.”
Ujar Akra dan menasihati muridnya untuk tidak main-main.

“Ya Jowo silakan kamu kenalkan diri kamu ke teman-teman!,”
perintah Akra kepada Jowo.

Jowo pun maju dan mulai bicara,
“Perkenalkan nama saya Jowo Sundo… biasa dipanggil Jowo
teman-teman, saya hidup seorang cukup jauh dari sini menggunakan
gubug kardus disamping jalan, saya disana merasa begitu kesepian,

14

dan syukurnya bisa bertemu kak Akra sehingga saya tidak sendiri
lagi… dan terima kasih banyak sudah di terima di rumah yang bagus
ini,” ucap Jowo perkenalan dan menceritakan sedikit tentang
hidupnya.

“Sudah pasti di terima… disini kakak mengajari kalian
pengetahuan atau ilmu-ilmu yang kakak punya hasil belajar dulu…,
dan setidaknya walaupun kalian dan kamu Jowo khususnya karena
baru tidak bisa bersekolah, tapi masih bisa mendapat sedikit bekal…,
dan in syaa allah ustadz akan mengajar kalian dengan ikhlas, untuk
menjadikan pemuda yang berkualitas nantinya.” Menjelaskan begitu
kuat keinginannya dalam mengemangkan tempat belajar.

Tak lama Akra pun menyuruh mereka tidur karena hari sudah
malam, setelah perkenalan singkat itu selasai,

“Habis ini semuanya istirahat…biar bangun saat shalat
subuh!”

“Baik ustadz… siap laksanakan!,”semua muridnya menjawab
patuh akan perintah Akra. Dan merekapun menuju tempat tidurnya
masing-masing, dengan teman baru mereka Jowo yang dalam hatinya
ketika itu berbahagia dan mendoakan kelancaran semuanya disana,

“Ya Allah lancarkan dan jadikan tempat ini tempat yang
diharapkan ustadz Akra!,” ujar Jowo dalam hati. Dan kemudian,
langsung terlelap tidur.

Paginya seperti biasa Ustadz Akra, dengan semangat
menyusuri sekitar daerahnya untuk mencari seseorang yang bernasib

15

seperi murid-muridnya digubug. Hari itu dia mempunyai firasat
untuk kembali menyusuri jalan di mana ia bertemu bersama Jowo,
dan benar ia bertemu dengan seorang bapak yang terlihat seperti
mencari seseorang, Akra langsung bertanya,

“Pak… saya liat dari tadi kayaknya bapak sedang mencari
sesuatu?”, tanya Akra.

“Oh iya… ini mas saya mencari anak yang biasa menagabil
sampah di rumah saya, sudah sehari nggak kelihatan… soalnya
sampah di rumah sudah numpuk dan biasanya ia mencari itu!” tegas
bapak itu.

“Dia kemarin saya bawa ke rumah pak… Agar bisa belajar
dengan kawannya disana…, kebetulan saya punya tempat belajar
kecil-kecilan untuk anak yang tidak mampu agar tetap bisa mendapat
pengetahuan”, jelas Akra

“Alhamdulillah kalo gitu… maaf mas itu tempatnya masih
kecil kata mas… bisa nggak kalo saya coba bantu
mengembangkan… karena saya juga mau punya begitu tapi nggak
ada yang ngurus nantinya!” ujar Bapak tadi.

“Syukur pak kalo mau ikut mengembangkan, karena saya
juga lagi cari dana buat ngambangin dan disamping tempat yang
sekarang ada lahan yang diwaqfkan jadi bisa untuk membangun
fasilitas lain, Terima kasih pak bantuannya bapak bisa datang kapan
saja,” ucap Akra

16

Setelah pertemuannya tersebut, seminggu kemudian
terbangun sebuah asrama baru untuk murid Akra, semakin hari-
semakin berkembang, dan Akra dengan keikhlasannya tetap
mengajarkan ilmu-ilmu yang dia punya, juga tetap mencari anak-
anak yang senasib dengan mereka, agar mendapatkan apa yang
seharusnya mereka dapat diusia yang seharusnya mendapatkan
pendidikan.

17

Anak Penjual Donat
Oleh : Arief Arhefan / HI - 3
Di pagi hari yang cerah dan indah seorang anak sedang
mencari sebuah nafkah dengan berjualan donat disekloah SD
Tirtaperdana Pagi, Setiap hari dia berjualan didepan sekolah itu
untuk mengumpulkan uang sebagai penayambung hidup didunia
yang keras ini. Anak itu bernama Luca. Dengan tubuh yang kurus
dan warna kulit yang hitam karna berjualn dari sekoalah hingga ke
pasar mungkin umurnya setara kelas 3 SD, setiap hari dia selalu
memperhatikan anak-anak disekolah menggunakan pakaian baju
berwarana putih,celana merah pendek serta topi dan dasi bertulisan
“Tut wuri Handayani.” Setiap berjualan Luca selalu berfikiran ingin
bisa bersekolah dan memiliki sekolah untuk membantu pendidikan
bagi orang-orang yang kesulitan akan finansial.
Ketika sedang memperhatikan anak-anak yang sedang
bermain ada anak yang memanggil “ Woy…, luca ! ” anak yang
memanggil itu menggunakan pakayan rapih sekolah, dengan warana
kulit yang agak bersih serta umurnya tidak jauh beda dengan luca.
Tidak salah lagi dia adalah sosok sahabat baik luca yang bersekolah
di SD Tirtaperdana Pagi yang bernama Kevin. Ketika sedang asik
melamun luca langsung memalingkan wajahnya yang memanggil dia
tadi.
“ Oi... apa kabar, vin ? ” sapa luca ke sahabat baiknya.

18

“ Aku baik-baik aja. ” kata kevin sambil melirik dagangan
sahabatnya itu,

“ Aku mau beli donatmu yang banyak coklatnya. ” kata kevin
sembari menunjuk donat yang terdapat banyak coklatnya itu.

“ Asiyap… pesanan donat dengan coklat yang melimpah
segara datang ” dengan sigap luca langsung merobek kertas nasi
menjadi kecil lalu menaruh donat yang ada di dalam box yang
dibawa setiap hari untuk berjualan.

“ kevin apa ini jam istiraht ? ” kata Luca dengan rasa
penasaran.

“ Hehehe…, aku laper banget jadi aku beralasan izin
kekamar mandi utuk beli donat kamu sembari mau ngobrol santai. ”
kata Kevin sembari melanjutkan memakan donatnya.

“ kamu ini ya kevin dah dikasih kesempatan buat sekolah
bukanya belajar yang benar” cetus luca sembari mencubit telingan
nya kevin dengan pelan, Kevin menepis lengan luca yang sedang
mencubit telingannya.

“ Sudahlah aku ini laper sekali. ” balas Kevin sambil menarik
lengan luca

“ luca sini ikut aku ! ” sembari menarik lengan luca untuk
membawa sahabatnya itu ke sesuatu tempat yang indah yang belum
dikunjungi oleh sahabatnya itu.

“ Mau kemana ini kita ? ”
Setiba di tempat kevin melepas tangan sahabatnya itu.

19

“ kita sudah sampai tara…. Bagus bukan ? ” sembari
tersenyum melihat sahabatnya, lalu luca terpana, terpesona akan
tempat yang di tunjukan kevin itu.
“ Ini sangat luar biasa bro…, ” sembari memukul bahu kevin.

“ kau tau tempat indah ini dari mana kenapa bisa sebagus
ini ?” tanya Luca dengan kagum.

“ Aku setiap pulang sekolah ingin mengajakmu ketempat
ini…,” sambil menikmati suasana tempat tersebut.

“ Aku mau ini menjadi tempat cerita kita dan bisa saling
memikirkan masa depan. ” tegas Kevin.

“ Terimakasih sob kamu masih mau berteman dengan aku,
yang tidak memiliki apa-apa seperti kamu yang bisa membeli sesuatu
dengan uang dari orangtuamu”

“ Sudahlah sob ini bukan waktunya untuk sedih atau
mengeluh, aku bersyukur memiliki teman sepertimu ” Sambil
merangkul bahu Luca.

“ Aku tidak pernah malu sama sekali memiliki sahabat seperti
mu yang memiliki kekurangan, aku malah senang punya sahabat
yang luar biasa. ” balas merangkul.

“ Dari pada sedih begini mending kita berenang saja…” kata
kevin sembari melepaskan pakaian sekolah yang masih di
kenakannya.

20

“ Wah benar juga air nya masih segar sekali ! “ balas Luca
sambil melepaskan pakainnya.

Setelah merasa hari semakin Siang mereka berdua bersiap-
siap untuk memakai pakaian kembali sembari mencari jajanan untuk
dimakan.

“ Aku masih ada 5000 lagi nih, aku ingin beli donatmu
bisakan ? ” sembari memberikan uangnya ke luca.

“ Wah apa si yang tidak untuk sahabat ku ini. ” balas Luca
sambil menyiapkan donat yang dibeli Kevin.

“ Ambil… ini donat kita makan bareng aja sembari kita
ngobrol ! ” cetus Kevin ke Luca.

“ Ayo sini duduk, ada post ronda nih ! ” ajak Kevin.
“ Aku senang sekali punya sahabat seperti mu, aku tidak
pernah diajarkan oleh ibu bapak ku untuk menjauhi kekurangan
orang lain. ” kata Kevin sembari memakan donat.
“ Ingat Luca apa pun yang terjadi aku tatap sahabat baik mu
jadi jangan merasa sendiri. ”
“ Oh iya… papa ku pernah berkata bermimpilah setinggi-
tingginya tapi tatap harus diwujudkan mimpi itu sehingga itu bukan
hanya sekedar mimpi saja tapi itu adalah wujud yang nyata” kata
kevin sambil tersenyum.
“ Kau bisa saja kalo ngomong. ” kata Kevin diakhiri dengan
tawa.
Hari semakin sore matahari perlahan mulai terbenam.

21

“ Dah mau magrib aku takut dicariin sama ibu ku. ” kata
Kevin.

“ Bagaimana dengan tas mu yang disekolah” kata luca
sembari menghadapkan wajahnya ke sahabat baiknya itu.

“ Sudah gak usah dipikirkan. ” sembari tersenyum dan
tertawa.

Lalu mereka mempersiapkan diri untuk persiapan balik
ketempat tinggal merka masing masing.

“ Nanti kalo ada kesempatan kita main lagi” kata kevin ke
luca.

“ Sudah sono belajar yang benar jangan bolos lagi kamu nanti
dimarahin guru loh. ” balas Luca sambil tersnyum sembari
merangkul bahu Kevin sahabatnya itu.

Mereka berpisah dan saling melambaikan tangan berharap
hari esok bisa lebih baik kembali.

22

Ayahku adalah panutanku.
Oleh : Abdullah Faqih / MJ - I
Aku adalah anak pertama dari enam barsaudara di keluargaku.
Dan aku adalah santri yang baru lulus dari pesantren Al Amanah.
sekarang aku sedang mengabdikan di universitas pondok itu. Kami
adalah keluarga dengan ayah sebagai dosen dan menjadi guru di
masjid masjid sekitar. Ayahku pernah tentang nasihat dari gurunya
“ Orang hebat itu bukanlah yang memakai dasi memakai jas kerjanya
di depan computer tapi orang hebat itu adalah orang yang dapat
mengajarkan ilmu al quran di pelosok desa sekitar dia.” Dari situ aku
mulai paham mengapa ayahku sangat gemar mengajar ilmu - ilmu
agama yang masih banyak belum diketahui oleh masyarakat.
Aku pernah bermimpi ya allah aku ingin seperti ayah aku
yang bisa mengajar agama di pelosok-pelosok. Tapi aku berfikir
“ Apakah aku bisa mengikuti jejak ayahku ? ”
Pernah ayahku menasihati aku “ Perbanyak membaca buku,
hafalkan al quran pelajari dari setiap apa yang kamu lihat dan yang
kamu dengar dari segi politik, ekonomi, dan aqidahnya.
Aku juga pernah berfikir “ Nanti kalau ayah aku meninggal
bagaimana? Apakah aku harus putus kuliah? Atau saya harus kerja?
Nanti kalau saya Kuliah sambil kerja kuliah saya tidak serius? Lalu,
apa yang harus saya pilih?. Ahh’ ngapain sih harus berfikir seperti itu
sudah lah biarin aja gak usah berfikir yang aneh-aneh. Tapi, kalau
kejadian gimana ? ”

23

Seperti itulah aku tiba-tiba aku berfikir seperti itu tapi kadang
lupa lalu berfikir yang lain padahal masih ada tugas dan buku-buku
yang harus aku baca semua. Itu hanya selintas saja karena saya juga
punya adik banyak yang masih kecil.

Ayahku berpendidikan baik, punya kenalan yang banyak
karena sifat dalam pergaulanya. Ayahku juga di hormati oleh banyak
orang karena banyaknya masyarakat, murid-murid, dan mahasiswa
yang di ajari ilmu oleh beliau. Mereka ta’zhim sekali oleh beliau
banyak yang ingin selalu membantunya di dalam kehidupannya juga
kesulitan-kesulitan akan apa yang tidak beliau ketahui tentang
teknologi.

Ketika itu aku sangat butuh sekali laptop walaupun bekas.
Lalu aku terbenak dalam pikiranku “ kana da ya di rumah minta
kirimin aja lah walaupun yang di rumah sudah agak error tapi cukup
untuk sekedar mengerjakan tugas-tugas kuliah ku. ”

Lalu aku mengirim pesan pada ayahku “ Assalamualaikum,
ayah! Aku butuh laptop untuk pengerjaan tugas-tugas harian
kuliahku. Tolong! Kirimin dong yang ada di rumah gak apa jelek tapi
yang penting bisa di pakai buat sekedar pengerjaan tugas.”

“ Cari aja yang bekas kan biasanya mahasiswa ada yang
butuh uang jual laptop bekas. Cari aja yang 1 jutaan tapi yang bisa
dicicil ya….., ” Begitu jawab ayah yang diakhiri dengan emoji cengir.

Tanpa menunggu lupa aku langsung menghubungi teman-
temanku untuk menginfokan tentang keinginanku untuk membeli

24

laptop bekas. Tapi, dalam benakku seperti ada sesuatu yang aneh
karena biasanya ayahku hanya lebih mendahulukan terhadap barang
yang tersedia tidak ingin membeli sesuatu yang baru kalau masih
punya. Aku pun terheran atas tindakan ayahku ini.

Akhirnya dapatlah aku laptop bekas dengan budget 1,2 juta.
Lalu, aku laporkan pada ayahku. Akan tetapi, yang lebih
mengherankan adalah ayahku langsung ingin melunaskan semua
tanpa adanya cicilan. Benakku “kenapa tiba-tiba ayah begini ya?”.

Menjelang hari raya I’dul Adha aku memutuskan untuk
menelpon orangtuaku secara video. Dengan rasa kangen yang ada
padaku aku ungkapkan semuanya aku ceritakan apa yang telah aku
alami di masa perkuliahan pertamaku ini. Tapi, yang membuatku
sedih itu adalah ibuku sakit batuk keras. Aku pun menutup panggilan
dengan menasihati ibuku dan juga mendoakannya supaya lekas
sembuh.

Aku mendoakan orang tuaku agar sehat selalu. Dan aku juga
masih mencita - citakan agar bisa menjadi orang yang terhormat
seperti ayahku karena kemurahan ilmunya. Aku menjadi lebih sering
dan lebih giat belajar.

Di malam satu Muharram aku mengikuti acara kegiatan di
universitas yaitu menyambut malam tahun baru hijriah. Ketika acara
berlangsung aku merasakan dering telepon. Aku sengaja tidak
mengangkat telepon karena acara masih berlangsung. Dan sangat

25

tidak etis keluar ketika acara berlangsung dengan alas an mengangkat
telepon.

Selepas acara aku mencoba langsung menelpon balik yang
ternyata itu adalah ibuku.

“ Trrtrrtr, Halo Assalamualaikum, ada apa ibu kok telpon
berkali-kali ? ”Tanyaku.

“ Aziz, ayah meninggal sekarang lagi di rumah sakit. Kamu
jangan menangis ya… jangan sedih… kamu kalau boleh izin pulang,
cepatlah pulang! Ibu menunggu dan ibu harap kamu bisa menjadi
imam dalam sholat jenazah ayah dan kamu juga masih bisa
mengadzankan ayah kamu sebelum masuk liang lahat. ”

“ Apa ! Ibu beneran ? Ya sudah kalau begitu aziz langsung
izin pulang.” Tanggapku ketika mendengar berita tersebut antara
sedih, sakit hati, dan harus bergegas untuk pulang. Aku ingin sekali
menangis tapi ini tempat ramai dan ini juga baru selesai perkumpulan.

Aku langsung izin perkuliahan dan juga mengabari teman-
temanku tentang kepulangan ku. Selepas itu aku bersiap-siap
merapikan keperluan untuk di rumah. Lalu ibuku menelpon “ Aziz,
sudah ibu siapkan mobil dan juga pengemudinya di sekitar sana nanti
kamu pulang kerumah sekalian jemput adi-adik kamu yang di
pondok yaa. Mudah-mudahan kalian sampai sebelum ayah
dimakamkan”.

Aku mempunyai lima orang adik empat diantaranya sedang
sekolah di pondok pesantren. Pesantren adik-adiku dan universitasku

26

pun jauh dari rumah ada di jawa timur. Satu yang terakhir masih
duduk di bangku sekolah dasar kelas 3. Terkadang aku harus
memilih antara aku harus menjemput mereka atau aku langsung
pulang. Karena tidak dapat memungkinkan sampai rumah sebelum
ayah di makamkan. Kata ibu ayah tidak mau nunggu lama untuk di
makamkan jadi ibu harus cepat deadline dimakamkan setelah
penyolatan jenazah di waktu zhuhur.

Aku memutuskan untuk menjemput adik-adik terlebih dahulu.
Karena menurutku lebih baik berkumpul demi kesedihan bersama
dan mongering bersama dari pada membasuh satu-satu kesedihan
tersebut.

Sepanjang perjalanan pun aku selalu mendoakan ayahku
sambil bersabar. Andai bumi ini bisa dilipat seperti karomah yang
terjadi pada Gusdur yaitu bisa menembus perjalanan yang
seharusnya ditempuh 6 jam bisa hanya dalam 1 jam. Begitulah kuasa
dan kasih sayang Allah pada seorang yang selalu menyayanginya dan
menjunjungnya.

Karena ketidak mungkinan bisa secepat itu, ketika setelah
solat zhuhur tiba kami masih jauh dengan rumah. Akhirnya aku dan
adik-adikku hanya bisa menonton proses pemakaman via video call.
Dengan berat hati aku menenangkan fikiranku, hatiku juga
menenangkan adik - adikku selama perjalanan.

Hari ini adalah masa yang ditakutkan di masa lampau
fikirkan terjadi. Tapi sekarang adalah bagaimana aku akan

27

menghadapi masa depan yang selalu aku diimpikan pun juga akan
menjadi hari ini yang selalu diimpikan. Everything will be alright.
Semuanya akan baik baik saja selama masih ada allah tuhan yang
maha esa. Yang telah merencanakan ini semua.

-Good bye-
Cerita ini adalah nyata dari yang ana rasakan akhir-akhir ini dan

semoga cerita ini bisa berlanjut dan menjadi Novel.

28

Spiritual Jurney to Allah
Oleh: Muhammad Adam / IQT - 5
Malam itu pukul 03.30 WIB Fina sedari tadi telah duduk di
atas sajadah dengan mukena favoritnya yang terbuat dari batik tulis
bercorak paduan warna biru gelap dan kuning keemas-emasan
berpangku tangan bersama Al-Qur’an, lanjut ia tenang dengan suara
murotal perlahan penuh hayat membacanya. Al-Qur’an ukuran 16 x
11 cm dengan warna pink itu membuat hatinya bergetar setelah ia
membaca salah satu surah di Al-Qur’an yaitu At-Taubah ayat 112
yang berbunyi

َُ‫َِٰو لُِمنرُْٰوَْْسانَرُوْٰنَوحنامِ رُنَوْمِنَ َٰٰوَرُسّوْاِىٕنَمُرُوْنَنْٰ ٰولحَمسُُِِٰمروُرْونَْنَ ٰمَحررُسّواْمِمِ رُوَْٰنَلّٰمِ ٰو لانمِْبنرُوشّْنم‬.‫ٰٰبنمََواّسَورُاِىنٕوُؤِرُومُِوْرْمُوونَْننم‬

Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah,
memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk, sujud,
menyuruh berbuta makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan
yang memmelihara hukum-hukum Allah Dan bergembiralah orang-
orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 112).

Ayat itu menjelaskan bahwa Allah akan memberikan
kebahagiaan dunia akherat kepada hambanya yang bertaubat,
beribadah, menuntut ilmu, mengerjakan kebaikan dan menjauhkan
diri dari perbuatan yang yang buruk serta menjaga hukum syari’at
Islam dengan baik dan benar. Fina terus mengulangi ayat tersebut

29

dengan penuh keyakinan bahwa janji Allah itu benar, semua
kandungan di Al-Qur’an itu adalah wahyu dari Allah yang hakiki
tidak ada yang menandingi mukjizat-Nya.

Fina menangis tanpa suara, meleleh air mata yang membasahi
pipinya. Setelah ia memahami kandungan arti surah tersebut,
seketika ia merenungkan hidup yang ia jalani sekarang. Betapa
banyak masalah yang ia hadapi, bertubi-tubi masalah datang silih
berganti. Lelah.. ya! pasti sangat lelah dan ingin rasanya hati
berteriak dan mengadu “Mengapa hidupnya penuh masalah, apa
tidak ada kebahagiaan didalamnya?”.

Hidup itu sebuah perjalanan, sama sekali tidak mulus.
Banyak kerikil tajam dan lubang dengan dalam yang bervariasi,
harus dilalui. Lantas, kita mau terus melaju kedepan atau berhenti di
tempat? Kala hidup memberikan perjalanan terlalu panjang dan berat,
kita mau berhenti saja dengan realita yang ada atau melanjutkan
perjalanan menapak dengan tapak kaki. Semua keputusan ada di diri
kita masing-masing.

Sesekali ia mengusap air mata yang terus turun di pipinya
dengan membaca pujian doa Al-Qur’an di ciumnya lekat Al-Qur’an
dengan penuh menjiwai. Azan Subuh berkumandang tegak fina,
Takbiratul ikhram untuk memulai shalatnya. Seusai salam ia berdoa
memohon agar Allah memberikan kelapangan hati untuk selalu tegar
dalam menghadapi segala problem kehidupan.

***

30

Matahari mulai meredup, panas yang menggit berangsur reda.
Semilir angin mulia menyapa bersama guguran daun-daun Maple
yang mulai jatuh satu persatu meninggalkan ranting kokoh pada
sebuah pohon tepat di samping rumah. Musim panas telah berakhir,
berganti musim gugur yang sejak lama ditunggu para pecinta jingga.

Alfina, seorang gadis berparas cantik menawan, anggun
bersama kaca mata frame tipisnya kini tidak lagi menjadi seorang
pelajar Senior Hight School. Setahun lalu ia lulus dan menjadi
Mahasiswi Aktif Universitas ternama di Negara Kanada yaitu
University of Madani Kanada (UNIDA). Perguruan ini bersistemkan
asrama putri 24 jam serta di lengkapi fasilitas yang menunjang
akademik dan non-akademik.

Menuntut ilmu di Universitas ini adalah cita-cita fina sedari
kecil. Ia selalu memohon kepada kedua orang tua nya untuk dapat
melanjutkan studi S1 di UNIDA, jika di kategorikan Universitas
ternama di Negara Kanada yaitu UNIDA lah menempati kategori
pertama. Fina masuk melalui jalur beasiswa daerah dikotanya dengan
kondisi keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, kesempatan
emas dari Allah menghampirinya.

***
Kehidupan Fina dimulai disini…

Jam dinding telah menunjukkan pukul 09.00 tepat (cari waktu
jam di kanada), sinar matahari telah memaksa masuk melalui celah-
celah jendela kamarku. Aku telah bangun sejak dini hari, sering kali

31

terbangun malam untuk melaksanakan sunnah yang paling Allah
sukai (Qiyamul Lail) bersama kawan sekamar yang senantiasa
berjuang bersama demi mencapai Ridha Allah. Mengingat bulan ini
akan memasuki musim gugur, kampusku mengadakan ajang
kompetisi bergengsi yaitu My Journey is My Adventure. Kegiatan ini
bertujuan sebagai edukasi pola asah mahasiswi dalam menunjukkan
bakat minat potensi mereka dalam berbagai perlombaan.

“Fin.. kamu mau ikutan ajang kompetisi apa?” Tanya Tasya
penasaran. “Belum tau juga Sya ini saja aku masih menimbang-
nimbang bakal ikutan apaan.” Jawabku. “Bukannya kamu suka dunia
literasi ya.. coba saja ikutan ini.” sambil menunjuk salah satu
perlombaan yang terdapat didalam juklak di Mading kampus. “ Bisa
saja, tapi aku tidak pede dengan kemampuanku, sebelumnya aku pun
belum pernah ikutan lomba Sya… apa ia Aku bisa memenangkan
perlombaan itu? ” jawabnya pesimis.

Selang beberapa hari, ia pun mulai beranjak untuk
memberanikan diri dan semangat membara jiwa hati untuk mengikuti
perlombaan yang sesuai dengan petunjuk Tasya sebelumnya. Tetapi
ketika itu… “Fina dipanggil ke ruang Pengasuhan?” berita kilat
tersampaikan oleh kaka tingkat kelasnya, rasa khawatir dan heran
merasuk dalam hati serta firasat Fina. Seingatnya ia tidak melakukan
apapun yang melanggar aturan-aturan kampus tersebut. Bergegas ia
beranjak pergi meninggalkan teman-temannya dalam perbincangan
ringan sore itu.

32

“Your name is Alfina? You get a message from home that
your mother is gone.” Kata salah satu staff pengasuhan berbaju biru
muda berwajah campuran turki arab itu berdiri tepat di depanku.
Seketika air mata meleleh begitu saja dipipiku, Fina terdiam tanpa
kata dengan pikiran kacau saat itu. Ditemani kesunyian Fina keluar
dari ruangan yang berukuran 5 x 2 m. Melangkah keluar Fina telah
disambut teman-temannya dengan duka yang mendalam. Mereka
telah mengetahui akan berakhir seperti ini perbincangan kecil tadi.
Semua memeluk Fina dengan erat dan berusaha menenangkan hati
duka Fina.

Ibu Fina telah lama menderita sakit jantung, sebelum Fina
ke Kanada ibunya telah di rawat di rumah sakit. Memang Allah telah
menunjukkan jalan yang terbaik untuk Fina dan keluarganya.
Sekarang Fina menjadi anak piatu dan bersama Ayah yang
membiayai Fina Kuliah di Luar Negeri.

Sempat berfikir Fina ingin pulang ia ingin melihat wajah ibu
untuk terakhir kalinya, ia rindu dengan senyum ibunya berseri-seri.
Ia ingin sekali ketika Fina berdiri di panggung Wisuda ia dapat
memberikan Toga kelulusan untuk ayah dan ibunya. Tetapi itu
semua hanya impian yang surga. Mungkin kelak di surga ia dapat
bertemu bersama ibu untuk memberikan Toga kelulusannya.

33

***
Hidup memberikan warna yang mungkin bukan warna kita
sukai, tapi Allah memberikan semua warna yang Allah punya. Dari
pengalaman kita belajar dari kehidupan kita menentukan jalan mana
yang dapat kita tentukan. Karena hidup mengajarkan kita tentang arti
hakikat kehidupan segalanya. Cukup hati ikhlas, tabah, sabar,
tawakkalkan semua kepada-Nya.
-The End-

34

Bodoh Dan Kegagalan Adalah Sahabatku.
Oleh : Arsyad Maulana / PBA - 1

“Tes...tes...” suara tanganku yang mulai basah akibat
jatuhnya tetesan keringat dari keningku, aku menunduk dengan mata
yang pasrah akan nasib. Di depanku terdapat pria yang berusia lima
puluhan dan seorang wanita yang memiliki paras layaknya wanita
berumur empat puluhan, cahaya tersorot melewati celah-celah yang
ada pada langit-langit rumah dan angin-angin-angin menerobos
masuk melewati lubang-lubang pada kayu yang rapuh. terdengar
suara bergantinya halaman kertas membuat bunyian yang tidak
kusukai, bunyian yang selalu mengingatkanku dengan kejadian yang
ingin aku lupakan

“ Kamu minta diusir ? Pulang kerumah bawa ijazah dengan
nilai merah 5 ? ” tanya bapak secara tajam yang membuatku
langsung menoleh kepadanya dengan sekajap.

“ Berkurang pak, kemaren nilai merah nya 6” satu-satunya
jawaban masuk akal yang ada pada otakku saat itu.

” JANGAN BANGGA JADI ORANG BODOH ! ” hardik
bapak dengan nada marah - semarahnya.

Wajah ibu terlihat bercampur aduk, tidak bisa dituliskan
dengan kata-kata atau digambar dengan lukisan dan muka ku sudah
sudah basah akan keringat yang terlihat lebih putus asa dari
sebelumnya.

35

“ Baju seragam dan peralatan sekolah kamu kumpulin dan
bersihin, biar mulai bulan depan bisa dipakai adek kamu sekolah”
kata-kata itu tak pernah terbesit dipikiranku akan diucapkan bapak.

“ Terus Bimby ngapain pak ? ”
“ Pak suhadi lagi nyari pekerja untuk ladang padinya. ” jawab
bapak dengan santai, sambil berdiri dan meninggalkan rumah dengan
cangkul dipundaknya.
Aku terpatung. pikiran dan pertanyaan berlomba-lomba di
otakku untuk bisa diucapkan lisan terlebih dahulu, akan tapi
perlombaan itu dimenangkan oleh perasaanku yang mengatakan
sesuatu yang tak bisa diucapkan lisan. Pembicaraan selesai dengan
kembalinya bapak ke ladang, wajah ibu yang sedih melihat orang
yang dicintainya saling berkonflik, dan aku yang tak tahu harus
berbuat apa untuk saat itu dan untuk kedepanya.
Aku berjalan menunduk melihat jalanan dengan angin yang
bertiup mambawa dedaunan yang selalu menemani kepulanganku
setelah bermain bersama teman-teman dan langit kemerahan mulai
meninggalkan pemandangan dengan iringan adzan bersamanya.
“ Mas, kenapa muka nya lesu kayak gitu ? ” tanya adikku
yang 5 tahun lebih muda dariku
“ Muka mas emang dari dulu kayak gini. ”
“ Kalau itu aku tau mas, tapi kali ini lebih lesu dari biasanya. ”
kata adikku tanpa menghiraukan ku.

36

Disaat kata “gapapa” ingin terucap tiba-tiba ada bunyian
yang membuatku berhenti melangkah sejenak dan membuatku
menoleh mencari suara tersebut, mataku langsung bersinar kembali,
mulut tanpa kusadari sudah terbuka. Terlihat barang yang dulu
sangat aku inginkan dan sempat menjadi tujuan dalam kehidupanku
sepeda.

Adikku menyadari bahwa dia mulai jalan sendirian dan
berhenti ditengah jalanan dan menoleh kebelakang dan melihatku
yang sedang bengong -berimajinasi mempunyai sepeda-, tiba-tiba
imajinasi tersebut pecah dengan suara teriakan adikku

“ ASTAGPIRULOH ! ” dan satu suara lagi yang tidakku
kenal “AAAGGGGH” aku langsung melihat keadaan sekeliling,
melihat ada sepeda dan ada adikku yang terbentang ditanah, secara
sigap aku langsung membantu adikku untuk berdiri “ rizky gapapa? ”
tanyaku dengan panik, tanpa berkata adikku berdiri menyenderkan
tangannya ke Pundakku -kakinya pincang- dan memberi isyarat
untuk pergi.

Tiba-tiba terlintas dipikiranku “ bagaimana keadaan sepeda
dan pengendarannya ?” menoleh kebelakang dan melihat sepeda
yang sudah dalam keadaan terbalik dengan rodanya yang sudah
penyok dan pengendaranya yang tidak tahu kemana, aku langsung
meletakan adikku di tepi jalan dan mulai mencari pengendara sepeda
itu. Aku mencari dari sisi kanan dan tidak menemukan siapa-siapa
lalu suara becek-becek comberan masuk ketelingaku aku bergegas

37

menghampiri suara tersebut dan menemukan seseorang yang tak
kukenali sedang terjungkur kecomberan dengan wajah dan baju yang
penuh dengan lumpur, dia melambaikan tangannya untuk meminta
bantuan dan aku langsung menolongnya dengan menarik tangannya
kepermukaan. “ GUOOBLOK !” teriak orang di depanku sambil
membersihkan sisa-sisa lumpur yang menempel pada wajahnya

“ Kalau mau berhenti jangan tengah jalan lah! Bodoh” aku
langsung melihat adikku dan menyadari perubahan buruk pada
mukanya.

“ Maaf pak kami tidak sengaja.” aku hanya berharap bahwa
permasalahan ini tidak menjadi besar, orang tersebut terus
membersihkan lumpur pada badan dan mukanya hingga akhirnya
kami bisa melihat mukanya dengan jelas dan aku merasa mengenal
muka orang tersebut tetapi otakku tidak mau diajak kerjasama pada
saat itu.

“ Sampean gak lihat saya sampe kayak gini ? ”
“ Sampeyan juga pake mata la, lihat adek saya jalannya
sampe pincang” jawabku spontan.
Setelah lumpur dari mukanya menghilang, otakku langsung
menegurku mengenai orang tersebut. Johadi anak yang jarang terlihat
bermain dengan anak kampung dan yang menjadi masalah adalah dia
anak sulung dari pak Suhadi.
“ Orang tua sampeyan kerja dimana ? ”
“ Nyangkul ditanah pak Suhadi. ”

38

“ Mulai besok udah ndak lagi ! ” diucapkan dengan mudah
tanpa menyadari bahwa satu keluarga bisa mati kelaparan karena
kata-kata tersebut. Aku akan pulang dengan membawa hutang besar
untuk keluarga ku. Kata otakku

“ Adikku luka gara-gara sampeyan tabrak. ” aku berucap
tanpa berpikir -lagi-

“ Sampeyan berani ngelawan ? ” sahutnya dengan mata
melotot

“ Bukannya gitu gan, tapi kami juga kena mampusnya. ”
“ Sampeyan ndak liat sepeda saya penyok? Sampeyan bisa
ganti ndak ? ”
“ Bisa ! ” otakku lagi-lagi tidak menyaring perkataanku, tapi
sekali lagi ada perasaan yang menyerukanku untuk berkata dan
bertindak seperti itu.
“ Bulan depan tak bayar ! ” aku pergi tanpa melihat wajahnya,
mengendong adikku untuk pergi ke masjid, tanpa berbicara apa-apa
dan tanpa ragu aku mulai berjalan.
Setelah pulang ngaji aku langsung menunggu bapak yang
akan pulang dari kerjanya menyangkul di ladang pak Suhadi. Rasa
kantuk sudah merasukiku, aku menunggu terus sampai aku lupa
menghitung berapa kali aku sudah bolak-balik.
Bapak akhirnya datang dengan penuh keringat walau hawa
dingin dan baju lusuh yang compang-camping dengan cangkul selalu
di pundak seperti yang sudah menjadi khas.

39

“ Besok bimby kerja pak. ”
Bapak yang menghiraukanku, langsung menoleh kearahku
matanya tajam seperti sedang melihat isi hatiku “ Ya udah besok
siap-siap. ”
Aku sudah terbiasa dihiraukan oleh orang, bahkan pada saat
aku mengambil keputusan terbesarku pun aku tidak terkejut bila
orang menghiraukanku.
Seperti yang telah disepakati, besoknya dengan berat hati
meninggalkan zona nyaman -yang sama sekali tidak bisa disebut
nyaman- aku berangkat bersama bapak ke ladang dengan Jarak 30
menit jalan kaki, kami berjalan dengan kaki telanjang, hawa dingin
yang menusuk kami dan rasa lapar yang sudah menampakan dirinya
di dini hari.
Ladang sudah dipenuhi pekerja sesaatnya kami sampai di
sana, ada bapak yang sudah beruban sampai pemuda yang mungkin
lebih muda dari ku wajahnya lesu karena kurang makan.
Bapak pergi tanpa berbicara apa-apa, saya tahu tempat bapak
kerja masih lebih jauh dari sini tapi saya bisa melihat ketugahan
terpancar diwajah bapak .
Aku diberi tugas yang tidak terlalu rumit. Angkat tanah. Aku
bekerja Bersama seorang pemuda yang terlihat umurnya tidak terlalu
jauh dariku,
“ Sampeyan ngapain kerja disini ? ” tanyaku

40

“ Bantu orang tua bang, biasa zaman susah. ” sahutnya tanpa
wajah melas.

Aku mulai bekerja bersama dia dari pagi, siang sampai langit
berubah menjadi merah dengan diirinngi panggilan adzan. Kami
mulai lebih dekat layaknya sahabat yang memiliki nasib yang tidak
jauh berbeda. Pertempuran melawan dinginnya pagi dan teriknya
siang terus berlangsung selama seminggu. apakah ini untuk adikku ?
Sepertinya bukan. aku selalu memikirkan sepeda selama menggotong
beratnnya pupuk dan hasil panen.

Hingga akhirnya sudah sebulan lebih aku bekerja tanpa
memikirkan si Johadi. Aku telah mengumpulkan uang sebesar 40
ribu rupiah untuk membayar sepedanya, aku sempat bertanya tentang
harga sepeda kepada temanku yang cukup mapan, dan katanya harga
sepeda sekitar 35 ribu rupiah yang dapat dibeli di pasar terdekat.

Aku bersiap - siap menuju rumah sang juragan dengan duit
40 ribu rupiah di dalam tas selempang, bapak dan adik sedang ada
dirumah untuk makan siang dan bersiap berangkat kerja lagi, beliau
tidak menyakanku kenapa siang-siang aku tidak bekerja dan malah
dirumah. tiba suara pacuan kuda terdengar didepan rumah dan satu
orang yang terbesit dipikiranku Johadi. aku tidak menyangka anak
tersebut akan datang ke dusun ditengah desa

Bapak langsung menyingkarkan makanannya dan berdiri, ibu
langsung merapikan rumah yang sempit, aku juga langsung
mengambil tas yang berisi duit

41

Bapak langsung keluar dari rumah, melihat baju mewah
pengendara dan dibelakangnya terdapat dua orang yang memakai
baju yang lebih mewah yang mulai menginjakkan kakinya di tanah,
“ Anak sampeyan dimana ? ” tanya orang yang lebih tua yang tidak
lain adalah bapak dari si johadi “ Ada gan didalam, jenengan ada
urusan apa sama anak saya ? ” tanya bapak, “ Anak sampeyan
ngerusakin sepeda anak saya, saya cuman mau minta ganti rugi aja. ”
bapak terlihat cukup kaget sambil menoleh kebelakang. Aku
langsung membawa tas selempang yang didalammya ada uang,
melewati bapak dan langsung memberinya kepada johadi,

“ Kembaliannya jangan diambil, gan. ” dengan wajah tenang
aku berkata, seorang pelayan mengambil tas tersebut dan mulai
menghitung uang tersebut, aku melihat kedua juragan dengan wajah
bangga layaknya orang yang sudah tinggal satu langkah sebelum
mencheckmate lawan..

“ Kurang ! ” kata-kata yang tidak kusangka akan kudengar
“ Lebih itu gan, saya tanya temen saya harga sepeda disini. ”
aku merespon dengan nada panik.
“ Itu sepedah beli di Jakarta, jangan samain sama sepeda
murahan pasar, harganya 90 ribu. ” terdiam hanya hal yang bisa
kulakukan. Apa kata bapak setelah mendengar aku punya hutang
sebesar 90 ribu? Bagaimana perasaan ibu? Bagaimana dengan
adikku yang melihat sepeda yang menabraknya ada didepannya ?

42

“ Butuh berapa domba gan ? ”
“ Lima domba, yang mateng.”
“ Silahkan ke kendang gan, bisa milih sendiri. ” telinga ku
mendegarnya tapi diriku tak bisa mempercayainya. Aku hanya
tercenggang sambil melihat bapak pergi menuju kandang bersama
dengan sang juragan dan tentu si Johadi juga berada disitu.
Sesaat juragan pulang dengan anaknya dan tentu dengan
domba terbaik kami juga. bapak masuk ke rumah melewatiku tanpa
menatapku seperti biasa. aku masih sibuk mematung, otakku lagi-
lagi mengalami kegagalan bekerja, Keluarga kita baru saja
kehilangan setengah domba yang sudah di besarkan sepenuh hati -
karena diriku -
“ Kita boleh miskin, tapi kita juga manusia yang punya
mimpi, jangan berhenti. ” kata-kata bapak yang terus terukir pada
setiap sisa sel otak yang kumiliki.
Berhuyung mengikuti derasnya arus kehidupan adalah
tugasku. Tetaplah dalam kegagalan. Aku tidak bisa bermimpi.
Apabila aku bergerak mengejar mimpi maka yang ada hanya
kegagalan. - kegagalan adalah akhir yang pasti -
Tidak. Itu pasti apa yang kupikiran pada hari-hari sebelum,
Tidak untuk sekarang. Dengan mengayuh sepeda penyok aku berkata
untuk diri sendiri. Kekalahan, kegagalan, kekecewaan. Hanyalah
syarat untuk meraih mimpi.bila aku sudah puas dengan kegagalan ku,
tidak meratapi apa yang dibelakang dan berani melangkah menuju

43

dunia yang tidak pernah dikenal. Maka pada saat itu aku yakin
mimpi akan menjadi kenyataan.

44

Jalan Impianku.
Oleh : Ziad Abdurahman Azzahid / HES - 1
Drtttt….drrttt…drrttt… suara alarmku malam ini terdengar
jelas, tidak seperti biasanya, entah aku yang tidak mendengar atau
suara alarm yang terlalu pelan. Aku lihat jam tanganku menunjukkan
pukul 03.30, perlahan kuhempaskan selimut tebal yang membungkus
tubuhku dari dinginnya angin malam ini. Akhir-akhir ini kurasa
angin berhembus lebih kencang dari biasanya, suhu pagi ini
mencapai 20° C, cukup membuat malas beraktivitas siapapun yang
terbangun diwaktu itu dan lebih baik untuk melanjutkan mimpi
indahnya. Namun aku telah bertekad untuk berubah, bukan lagi
sosok yang selalu bangun telat ketika sholat telah didirikan tapi
berusaha untuk selalu bisa datang sebelum adzan berkumandang.
Segera kuambil peralatan mandiku tak lupa handuk yang masih
bertengger dijemuran sambil berjalan menuju kamar mandi seraya
menahan tubuh yang menggigil kedinginan.
Pada awalnya aku merasa mandi sebelum shubuh ini sebagai
tekanan, rasa malas yang masih menggerogoti, selimut tebal yang
seolah-olah ingin menarikku kedalam pelukannya, juga suhu pagi
hari yang kerap kali membuat tubuhku bergetar kedinginan. Setelah
tiga - empat kali aku memaksakan diri untuk mandi sebelum shubuh
ternyata mandi pagi itu menyenangkan. Selesai mandi aku bergegas
berganti pakaian, menggunakan pakaian rapi hendak pergi ke masjid,
tak lupa buku kecil dan pena yang selalu kubawa kemana-mana.

45


Click to View FlipBook Version