Eh, benar juga ya? Seorang tua renta di hadapannya ini sudah
pasti tidak paham dengan istilah-istilah itu. Dokter tersebut lantas
mengangguk.
“Baik.” Kakek itu ikut mengangguk. “Oh iya, kuperhatikan
sedari tadi, apa yang kau lakukan, sehingga kau menjadi sedemikian
sibuknya?” Pak tua itu terus saja melontarkan pertanyaan.
Dokter itu kaget lagi, bagaimana ia tahu? “Saya memberikan
vaksin gratis kepada orang-orang miskin yang tidak mampu
membayar biaya vaksin dari pemerintah.” Kemudian ia lantas
berpikir sejenak. “Oh iya, pak tua sudah divaksin atau belum? Kalau
belum sekalian saja mumpung ada disini.”
“Untuk apa aku divaksin, Nak? Aku sudah tua, sebentar lagi
juga pasti akan mati.” Kakek itu terkekeh lagi, khas sekali.
“Wah, vaksin itu bukan hanya untuk menjaga diri sendiri, Pak.
Tapi juga untuk menjaga orang lain supaya kalau kena virus, tidak
tertular ke orang lain.” Dokter itu menekankan.
“Vaksin itu untuk apa? Menjaga kesehatan juga?”
“Tentu saja, Pak. Ia akan membantu imun dalam tubuh kita
supaya kebal terhadap virus.” Dengan penjelasan sesederhana itu,
semoga pak tua itu yakin dan mau divaksin.
Kakek tua itu terdiam cukup lama. Sesekali ia mengelus-elus
jenggot putihnya. Kemudian ia menghela napas panjang.
96
“Definisi sehat sudah berubah ya ? ” gumam kakek itu yang
lebih seperti menggumam pada diri sendiri. Dokter itu hanya diam
saja, menunggu kakek di hadapannya melanjutkan.
“Aku ingat, dulu umat manusia pernah hidup dimana mereka
merasa sangat bebas. Mereka bisa bermain lumpur, bermain pasir,
membantu orangtuaku membersihkan kandang sapi, membuang
kotorannya, dan mereka jarang jatuh sakit. Rasanya keadaan sangat
sehat pada masa itu. Sehat pada waktu itu cukup mewakili keadaan
manusia yang memang benar-benar terbebas dari segala macam
penyakit, dan tentu saja obat. Jadi obat hanya digunakan oleh orang
yang sakit.
Tapi justru pada hari ini, aku melihat sesuatu yang janggal
tentang definisi sehat itu. Sekarang orang dapat dikatakan sehat jika
ia telah divaksin. Manusia akan sehat setelah menggunakan berbagai
macam zat kimia yang diproduksi oleh para dokter. Bukankah begitu
anak muda?”
Dokter itu termenung. Ia menekuri lantai dengan ujung
sandalnya. Mungkin benar apa yang dikatakan kakek itu, tapi apa
yang bisa dilakukan sekarang? Itulah yang memang sering dipikirkan
olehnya beberapa hari terakhir. Ia merasa paradoks kehidupan yang
kini begitu kentara. Sehat, benarkah ia berusaha menjaga kesehatan
masyarakat selama ini?
“Hei, lagi-lagi kau melamun anak muda.” Kakek itu terkekeh
lagi.
97
Dokter itu menghela napas pelan. “Justru keadaan pada masa
itulah, Pak, yang selalu kuimpikan. Aku sering berharap agar semua
ini berakhir. Tak ada lagi virus, tak ada lagi protokol-protokol yang
menggaungkan kesehatan ‘palsu’ dengan tes dimana-mana, vaksin
tiap tahun, dan semua hal bodoh ini.” Ia terdiam sejenak, menahan
getaran di hatinya.
“Lantas mengapa kau tetap melanjutkan semua peraturan itu?”
Kakek itu bertanya hati-hati.
“Karena disinilah kita, Pak. Di era dimana virus sudah begitu
banyak dan tersebar dimana-mana. Ingat, aku hanya ingin kita semua
terbebas dari segalanya. Tapi apalah daya, hanya inilah caraku untuk
membantu sesama manusia.” Dokter itu tak kuat lagi, ia bahkan
hampir meneteskan air mata.
“Dan lagi, Pak. Aku tidak hanya sekedar memberikan vaksin,
masker, kacamata, dan semua protokol kesehatan itu kepada
masyarakat. Hei, aku adalah seorang dokter, aku ingin mencari tahu
bagaimana kita melenyapkan semua virus ini. Aku melakukan
penelitian tiap malam, Pak. Tak sedikit harta yang kukeluarkan untuk
semua itu. Aku hanya bisa berusaha semampu itu, dengan varian
virus yang selalu membendung. Aku hanya ingin semuanya kembali
normal, dengan normal yang sesungguhnya.” Dokter itu sedikit
bergetar ketika mengucapkannya. Perasaannya campur aduk.
98
Kakek tua di hadapannya kini hanya tersenyum takzim. Ia
memandang takzim dokter itu. Menunggunya lebih tenang. “Hei,
maukah kau kuberitahu sebuah rahasia kecil?”
Eh, rahasia apa? Dokter itu mengangkat wajahnya.
“Dan semua usahamu itu tak akan sia-sia. Berbahagialah,
karena semua doamu tadi sudah kucatat, dan akan kusampaikan
secara langsung pada Tuhan. Sebentar lagi, mimpimu tadi akan
segera menjadi nyata. Teruslah berusaha mewujudkan keadaan itu.”
Kakek tua itu beranjak dari kursinya, dan keluar ruangan.
Dokter itu bingung. Ia segera menyusul keluar ruangan. Ia
celingukan ke kanan dan kiri. Namun tak ada siapapun yang terlihat.
“Sebentar lagi, mimpimu tadi akan segera menjadi nyata.”
***
99
A Proposito Di Me.
Oleh : Choirul Danang Retnadi / MJ - 3
“Maaf ka, kakak gak papa ?” ucap pengamen cilik itu
menyadarkan ku dari lamunan.
“Iya gk papa, kakak cuma kagum dengan suara adek”, kataku
seraya memberikan dia uang receh dan kembali melanjutkan
perjalanan. Tanpa kusadari pelupuk mata ini basah dengan air
mata.Kenangan pahit yang selama ini kucoba untuk kulupakan
kembali terlintas seakan mengingatkan pada diri ini sudah waktunya
untuk berdamai dengan masa lalu.
Hendra Gunawan, ya itulah nama lengkap ku. Seorang
seniman dan penulis yang terkenal dengan sejuta satu karyanya.
“Pelita hati” adalah salah satu karya terbaik yang pernah ku ciptakan.
Sebuah novel yang menceritakan tentang perjuangan seorang
intellectual disabilities dalam mewujudkan mimpinya. Saat ini sudah
memasuki cetakan yang ke-10 sejak 2 tahun yang lalu. Aku tak
menyangka dapat mencapai titik ini. Bagiku ini adalah mimpi yang
menjadi kenyataan. Walaupun, banyak pengorbanan yang harus
dipertaruhkan di dalamnya.
“Mau sampai kapan kalian mau tidur sialan !!!” bentak bang
Togar pada kami. Bagi kami dunia fana ini adalah mimpi tiada akhir.
Siksaan demi makian adalah makanan kami sehari-hari. Ya tapi mau
bagaimanapun juga, bang Togar adalah satu-satunya orang yang sudi
100
menampung kami. Sebelum matahari terbit bang Togar akan
membangunkan kami untuk mengambil koran dari pengepul untuk
dijajahkan dipagi hari. Tak semua dari kami berjualan koran, ada
yang mengamen,berjualan tisu,jasa sikat sepatu, maupun badut
hiburan.
Kami turun dijalanan berpasang-pasangan. Ada yang terdiri
dari 2 hingga 4 orang. Aku sendiri bersama dengan Cecil. Kami
mengamen dari satu bis ke bis lainnya. Sedikit demi sedikit kami
kumpulkan pundi-pundi receh pemberian penumpang untuk kami
setorkan kepada bang Togar. Tidak seperti kami, Cecil adalah anak
yang dilahirkan dengan segudang bakat. Tak hanya suaranya yang
merdu, tapi kemampuannya dalam menguasai alat musik tidak dapat
dipandang sebalah mata. Hanya dengan melihat dan
mendengarkannya dia sudah dapat merangkaikan melodi-melodi
indah dengan alat musik tersebut. Andaikan saja dia bukan anak
jalanan, ku yakin kelak dia akan menjadi seorang musisi terkenal.
“Di esok hari
Tubuh yang berpatah hati
Bergantung pada gaji
Berlomba jadi asri
Mengais validasi
Dan akupun terhadir
Seakan paling mahir
Menenangkan dirimu yang
101
Merasa terpinggirkan
Dunia”
“Secukupnya” adalah lagu penutup untuk hari ini.
Kuputuskan untuk beristirahat sejenak. Peluh keringat sudah
membasahi diri kami. Cecil kecil sdah mengeluh ingin makan, tak
bisa kupungkiri aku sendiri juga merasa sangat lapar. Sejak pagi
hanya sepotong roti yang mengisi perut kami. Kuhitung satu demi
satu uang yang berhasil kami kumpulkan dari hasil kami mengamen.
Tak lebih tak kurang dari 19.500 uang yang kami peroleh setelah
seharian mengamen.
“ Ka, Cecil laper belom makan ! ” rintihnya sambil
memegangi perut kecilnya.
“ Sabar ya, nanti kaka cariin makanan dekat sini” ucapku apa
adanya, berharap ada makanan murah yang dapat ku beli. Satu dua
toko telah kuhampiri berharap ada makanan murah yang dapat kubeli.
Hingga akhirnya aku menyerah karena tidak ada satupun toko yang
menjual makanan dengan harga murah. Hingga tak jauh dari
tempatku berdiri kulihat seorang pelayan membawa seikat sampah
yang akan dibuangnya di ujung jalan itu. Tanpa berfikir panjang
segera kuhampiri pelayan itu untuk menawarkan membuangkannya.
Kupilah secara perlahan beberapa sisa makanan yang masih layak di
makan. Setelah merasa cukup aku segera kembali menghampiri Cecil
di depan ruko tempatku meninggalkannya.
102
Kulihat dia tertidur dengan pulas sembari memegangi
perutnya. Jujur saja aku tidak tega untuk membangunkannya.
“ Kakak kapan sampai ? maaf ya Cecil ketiduran” ucapnya
polos, seakan bersalah karena tertidur terlebih dahulu.
“ Iya gak papa, ayo makan kaka dapat sedikit makanan tadi.”
kuletakkan sebungkus potongan ayam, sayur dan nasi yang entah
seperti apa bentuknya. Betapa lahapnya Cecil menikmati makanan
yang kubawa. Rasa lapar dan lelahku seketika sirna ketika melihat
senyuman mengembang di wajah mungilnya.
“ Kakak gak usah ngeliatin Cecil, mending kaka ikut makan
bareng Cecil” rayunya seraya membegiku tempat untuk makan.
Kontrakan bang Togar cukup jauh dari tempat kami
mengamen. Setelah berjalan kurang lebih 45 menit akhirnya kami
sampai di depan kontrakan bang Togar. Ketika aku membuka pintu
bang Togar sudah menyambutku dengan sebuah tongkat kayu dan
kabel sepanjang 50 cm.
“ Mana uangku ? ” seperti biasa, membuka percakapan tanpa
basa-basi. Yang ada di otak bang Togar hanya uang,uang dan uang.
Kuserahkan semua uang yang kami peroleh satu hari ini.
“ Lebih baik kalian menyerahkan semua uang yang kalian
dapat. Kalian taukan apa resiko kalo bohong sama gue” ancamnya
sambil memainkan tongkat kayu yang di tangannya.
103
“ Beneran bang, hanya itu yang kami punya” ucapku jujur
tanpa sambul menunjukkan isi kantung dan saku ku.
Seketika bang Togar mencengkram lengan Cecil dan
meneriakinya, “kamu dengar tidak yang barusan gue katakan ?
jangan menyembunyikan hasil ngamen kalian walau hanya 500 perak”
seketika dia menampar Cecil dengan keras. Ketika aku melihat tubuh
Cecil tergeletak dilantai aku segera menariknya dalam pelukan ku
demi melindungi tubuh mungilnya dari pukulan yang dilontarkan
bang Togar.
Ketika tubuhku sudah terkulai lemas dilantai bang Togar
segera menarik Cecil dari pelukan ku dan mengambil uang 1000
yang ada dibalik lipatan bajunya. “Lain kali kalau gue sudah bilang
semuanya maka setorkan semuanya !” bentaknya dan berlalu
meninggalkan kontrakan entah pergi kemana.
“ Kakak…. maafin Cecil, ka..ka maafin Cecil” ucapnya
berulang-ulang disela suara tangisannya tangisannya yang memenuhi
ruangan. Beberapa anak-anak yang mendengar pertengkaran sudah
usai mulai keluar satu persatu keluar untuk membantuku dan
menenangkan Cecil.
“ Sudah berapa kali kamu melindunginya satu, dua ?.. sudah
seringkan !, apa kamu tidak jera” dengan kesal Dina memarahi sikap
selama ini.
104
“ Sudah kewajiban ku untuk melindungi anak-anak, Aww
bisa pelan-pelan gk !” kembali mencoba mengingatkan padanya
tentang tugas kita pada anak-anak.
“ Sembarang kamu sajalah, yang penting aku sudah
mengingatkan kalo sikapmu itu terlalu berlebihan” tukasnya dan
pergi setelah mengobati semua luka ku.
Entah seberapa keras aku mencoba, sulit sekali bagiku untuk
terlelap dengan kondisiku saat ini. Kuraih gitar usangku dan
kumainkan senandung bulan dengan harapan akan tertidur.
“ Kakak tidak tidur ?” perlahan Cecil keluar menghampiriku
di teras dan duduk disampingku.
“ Kakak gak ngantuk, kamu sendiri kenapa tidak tidur ?”
tanya ku. Bekas lebam dari tamparan semalam terlihat jelas di wajah
kecilnya.
“ Maaf ya ka selama ini Cecil selalu menyusahkan kaka.
Andai saja Cecil kya anak-anak lainnya..andai saja..” tangisan Cecil
perlahan pecah, mengutuk keadaan dirinya.
“ Cecil..Cecil, kamu itu spesial. Untuk apa kamu iri dengan
anak-anak lainnya, emang ada yang secantik Cecil ? emang ada yang
bisa nyanyi sebagus Cecil ?” godaku. Ya walaupun Cecil adalah anak
yang berbakat walaupun itu tidak dapat menutupi kenyataan kalau
Cecil adalah penyandang intellectual disabilities. Yang terkadang
105
menyebabkan dirinya tidak bisa mengontol kesadaranya seutuhnya.
Dan hanya aku yang sangat mengerti dan memahami keadaan Cecil
dibandingkan anak-anak lainnya.
“ Makasih kakak, kalau tidak ada kaka Cecil tidak tau harus
bagaimana lagi hidup di dunia ini” perlahan tangisannya reda dan
perlahan mengatuk-ngatukan kepalanya tanda kalau sudah
mengantuk. Kuangkat tubuh kecilnya masuk kedalam dan kutidurkan
disamping anak-anak lainnya. Dan tak lama aku pun juga tertidur
karenan kelelahan.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Saat ini kami sudah
tumbuh menjadi remaja yang tangguh. Kerasnya kehidupan jalanan
menjadikan kami pribadi yang tegar dan sabar. Cecil saat tumbuh
menjadi wanita cantik nan menawan. Entah sudah berapa kali para
lelaki hidung belang menggodanya tatapi selalu kuhalangi. Bagiku
Cecil adalah adik kandung yang harus ku lindungi dengan segenap
jiwa dan ragaku.
Tapi mau sampai kapanpun siksaan demi siksaan yang
diberikan bang Togar semakin menjadi-jadi. Saat ini bang Togar
sering membawa wanita malam untuk menginap di kontrakan. Yang
memaksa kami tidur ruang tamu dan diteras beralaskan tikar dan
sajadah. Kami adalah sumber kekayaan baginya tetapi dilain pohak
kami adalah media pelampiasan keamarahan ketika dia kalah judi
atau pun tanpa ada alasan yang jelas. Dan puncak penyiksaan yang
106
dia lakukan pada kami adalah saat 24 Agustus 2016 yang mengubah
segalanya.
“ Dasar pelacur !!!!” bentak bang Togar kepada Dina.
Tamparan demi tamparan tiada hentinya menghujani wajahnya.
Kami hanya bisa diam dan bungkam melihat Dina disiksa dengan
sedemikian rupa. Sudah sejak setahun yang lalu Dina sudah tidak
dijadikan pengamen jalan. Ketika Dina menginjak umurnya yang ke-
16 bang Togar sudah mulai tertarik dengannya. Dina adalah wanita
yang mengalami masa pubertas yang lebih cepat dibandingkan anak-
anak perempuan lainnya. Hingga suatu hari bang Togar dan teman-
temannya memerkosa Dina secara bergilir ketika kami semua sedang
turun dijalanan untuk mengamen. Dina sendiri tidak berani untuk
menceritakan apa yang telah bang Togar dan teman-temannya
lakukan padanya saat itu pada anak-anak lainnya. Karena bang Togar
mengancam akan membunuhnya dan anak-anak lainnya. Tak lama
sejak kejadian itu bang Togar menikahi Dina (walaupun hanya nikah
sirih).
Sebagai sahabatnya aku sudah mengetahui apa yang telah
diperbuat bang Togar pada Dina. Tetapi ketika aku ingin memberi
pertimbangan atas perbuatannya, Dina melarangku dan berkata
“ Bagaimana nasib anak-anak lainnya ? cukup aku saja yang
menanggungnya. Tolong jaga anak-anak dengan baik jangan sampai
bajingan itu menyentuhnya walaupun ujung rambut mereka.”
107
Tetapi apa yang bang togar lakukan saat ini sudah dilewat
batas wajar. Memukuli istri yang sedang hamil tua dengan alasan
yang tidak jelas. Pada awalnya aku mengancam bang Togar akan
melapokan semua perbuatannya ke polisi. Tetapi belum usai aku
berbicara, bang Togar langsung mendaratkan pukulan kepadaku dan
perkelahian pun tidak dapat dihindari.
“ Wow sudah jadi jagoan lu ya ! lebih baik aku membunuhmu
dari dulu daripada harus membesarkanmu menjadi pemuda yang
tidak tau diri” pukulan dan tendangan saling berbalas-balasan antara
diriku dan bang Togar, hingga akhirnya dia dapat memojokkan ku
dengan satu pukulan telak yang mengenai wajahku. Darah mengalir
diujung bibirku.
Sebelum keadaan semakin memburuk aku menyuruh anak-
anak bersama Dina keluar. Dengan tubuh kecil ini aku berusaha
menghalangi bang Togar agar tidak menyusul mereka.
“ Percuma saja kalian kabur, akan gue cari sampe keujung
dunia. Kalian itu aset gue, emang kalian bisa hidup tanpa gue ! ”
ucapnya kepada kami. Tetapi sudah lebih dari cukup 20 tahun
siksaan yang kami alami.
Setelah Dina dan anak-anak berhasil lari dari kontrakan,
menyisakan aku, Cecil dan bang Togar. Entah mengapa Cecil
bersikeras tidak mau meninggalkan ku. Perkelahian antara aku dan
bang Togar pun berlanjut, pukulan yang kulayangkan padanya dapat
108
ditahan tangan besarnya. Malah sebaliknya denganku, semua
pukulan dan tendangan dapat dengan telak mengenai wajah dan
badanku. Cecil dengan tangan kecilnya berusaha membantuku
dengan memukuli punggungnya. Tapi kami berdua tidak cukup kuat
untuk mengalahkan bnag Togar.
“ Sejak dulu aku sangat ingin menelantarkan kalian semua
dijalanan. Aku muak mengurus anak-anak tidak tahu diri seperti
kalian. Cuma bisa mengeluh, mengeluh dan mengeluh !” ucapnya
kepada kami yang terduduk kesakitan menerima pukulannya.
“ Dan kau Cecil, anak autis yang tidak berguna. Setiap hari
hanya bisa memberikan aku uang yang sedikit. Apa untungnya hah ?
kalau gk ada kutukupter ini yang melindungimu dari kecil sudah
kubunuh kau seperti anak-anak autis lainnya !!” seketika Cecil
mengamuk terpancing profokasi bang Togar. Dia menerjang dengan
badannya hingga tersudut di sudut ruangan. Tetapi entah sejak kapan
bang Togar menggenggam belati itu di tangan kanannya.
“Awass…. !” pekik ku padanya. Tetapi itu semua sudah
telambat. Bang Togar sudah menancapkan belatinya diperut Cecil.
Seketika tubuh mungilnya tumbang bagaikan pohon, tidak berdaya.
Darah merah mulai menhgalir deras membasahi lantai tempatku
berpijak.
Tangisku pecah sejadi-jadinya melihat Cecil terkulai tak
berdaya di depan mataku. Seketika marah sudah menguasai diriku.
109
Tanpa aba-aba kuterjang tubuhnya hingga terjatuh ke lantai. Melihat
belati itu terlepas dari genggamannya, aku tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Kuraih belati kecil itu dan kuhujam persis seperti apa
yang dia lakukan pada Cecil. Satu, dua, tiga tikaman kudaratkan
diperutnya. Dan seketika dia tumbang kesakitan hingga
menghembuskan nafas terakhirnya.
Dengan sisa tenaga yang kupunya, kubopong tubut Cecil
berlari menuju ke rumah sakit terdekat. Keadaan semakin memburuk,
Cecil memuntahkan darah dari mulutnya. Wajahnya perlahan mulai
memucat karena kehilangan banyak darah. Karena panik aku tidak
memperhatikan sekeliling ketika menyebrang. Sebuah mobil Avansa
hitam melaju kencang kearahku. Seketika kesadaranku hilang dan
sama sekali tidak ingat apa yang terjadi kemudian.
Sudah 4 bulan aku terbaring koma di rumah sakit ini. Dina
adalah orang pertama yang kulihat ketika aku tersadar. Menceritakan
apa yang terjadi padaku setelah kecelakaan itu. Saat ini dia dan anak-
anak lainnya sudah berada dibawah perlindungan dinas sosial.
Rumah dan makan ditanggung oleh pemerintah.
“ Dimana Cecil ? apa dia baik-baik saja ?” tanyaku pada Dina.
Seketika itu Dina mulai terisak tak kuat membendung air matanya.
Dengan bergetar dia menyerahkan secarik surat lusuh dengan tangan
bergetar. Akupun bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya
terjadi. Apa sesuatu yang buruk menimpa Cecil.
110
Perlahan kubuka kertas itu dengan tangan bergetar, berharap
tidak menemukan sesuatu yang buruk.
Ka maafin Cecil ya, selama ini selalu merepotkan kaka. Kaka
adalah malaikat pelindung Cecil. Cecil tau, sudah banyak
pengorbanan yang kaka berikan untuk Cecil dan anak-anak lainnya.
Maka malam ini Cecil memutuskan untuk membalas pengorbanan
kaka selama ini.
Mungkin saat kaka membaca surat ini Cecil sudah tidak ada
lagi di dunia ini. Tapi kaka jangan sedih kalau kaka sedih Cecil juga
ikutan sedih disini. Masih ada ka Dina dan anak-anak lainnya yang
bisa menemani kaka. Tenang aja Cecil bahagia ko disini.
Ka Cecil mohon, setelah membaca surat ini kaka jangan
menyalahkan diri sendiri ya. Ini adalah takdir yang Cecil pilih, tak
pernah sekalipun Cecil menyesalinya. Cecil yakin suatu saat kaka
bisa memaafkan Cecil. Kaka ingat saat kecil kaka pernah bilang ke
Cecil, suatu saat kaka akan menemani Cecil menjadi musisi terkenal.
Nama Cecil akan dikenal banyak orang. kaka masih ingatkan ?
Ka, Cecil mohon kaka wujudkan semua cita-cita Cecil.
Katakan pada orang-orang kalau kita pernah ada di dunia ini.
Katakan pada mereka kalau orang seperti Cecil layak untuk hidup.
Maaaf ya ka kalau diujung hidupku, Cecil masih merepotkan
kaka. Cecil berharap kaka bisa tegar menghadapi ini semua.
111
Ya udah ya ka Cecil pamit dulu. Jangan lupa makan dan
istirahat ya ka. Jangan sampai sakit pokoknya.
Salam sayang: Cecilia Putri”
Tak kuat kubendung tangisan ini. Kupeluk surat itu seakan
memeluk tubuh mungil Cecil. Dina mencoba membesarkan hatiku
agar tidak menyalahkan keadaan. Saat kecelakaan itu aku mengalami
kerusakan organ yang cukup parah dan membutuhkan donor organ
secepatnya. Karena aku tidak memiliki memiliki keluarga. Dina
mencoba untuk mencari pendonor yang cocok buatku. Tetapi entah
skenario seperti apa yang tuhan tuliskan, Cecil adalah orang yang
cocok sebagai pendonorku. Mengetahui aku membutuhkan pendonor
Cecil memohon-mohon pada Dina untuk menjadikannya sebagai
pendonor. Setelah sekian lama memohon akhirnya Dina mengalang
dan mengizinkannya. Sebelum memasuki ruang operasi Cecil
meminta Dina untu menulis pesan terakhirnya untukku.
Kutaburi pusara itu dengan bunga kesukaannya. Bercerita
tentang semua perjalananku meniti karir musisi dan kepenulisan ku.
Aku selalu berandai-andai jika dia bisa menyaksikan kesuksesanku
saat ini.
“ Kamu tenang ya disana, aku sedang berjuang menepati
janjiku. Doakan selalu kaka mu ini,” pamitku untuknya sebelum
kutinggalkan pusaranya karena waktu mulai larut.
112
“ Kemampuan membaca adalah
rahmat. Dan kegemaran
membaca adalah kebahagian. “
Gunawan Muhammad.
113
AKU
Oleh : Muhammad Arsyad / IQT - 1
Mengasah lahir dan batin tujuan ku
……
Berlari di tengah lebatnya cobaan tantanganku
Dan tak terhitum lagi perjuanganku
Tapi….takkan jenuh tuk sampai tujuan…..
Itulah aku
……..
Karena pantang menyerah…..prinsipku….!
Salam perjuangan….untukku...!!
114
MY DREAM IS YOU
Oleh : Alfian Hardiansyah / HI - 3
Wiping my shiny shoes that like gems
While tidying my smooth ironed collar
I am one of honorable global elite
In a hurry I enter my black light silver listed rollroyce
“Your majesty our private jet will arrive moments later”
I quckly nod my head full of dignity
The cool air penetrates my dark suit deeply
I take a monthly Forbes magazine that covered by my picture
What’s going on him
Right at the fast food restaurant beside the highway
Wiping the glasses and door in a full uniform
He sprays glass cleaner like holding a gun with passion
With a full of cheerful morning spirit smile
“Please stop aside a moment” I quickly took my thick shabby wallet
on the dashboard
“Hey there”my voice choked right in my throath
Not cause of lots chips this morning
But cause of his smile that blooms like a morning flower
I hand him grassless five dollars from ATM last night
He weakly shakes his head and deep eyes through my heart
That certainly tell me agains that no need a pity
With a deep smile he turns back and keep his gun for working
115
In honor of him I also take a rag in the bucket
What am I doing
What am I doing, yeah today is the day I meet him
Like a true dream for me
An international property entrepreneur who wills to wipe the glass
with me
He says that I am a passionate young boy while he takes a wet rag
With astonishment and delighted feeling I look into his dignified
eyes
I immediately tidy my cap up and say to him”I will be like you
someday later ”
116
Apakah Duka Merenggut Asa ?
Oleh : Fikri Arfiansyah Husnain / HI - 3
Kala itu angin berhembus, ditemani heningnya malam, dirimu
menjelma dalam angan
Seorang bocah setinggi pohon cabai memandangi langit
Bintang bintang bertaburan, satu jatuh….. Asa akan terwujud
(katanya)
Ia mulai mencoba berdoa
Dia lah Aku, si bocah seukuran pohon cabai
"Apakah asa akan terkabul?" Si bocah bertanya tanya dalam hati
Selalu…
Lambat laun si bocah tumbuh dewasa
Berjuta peristiwa dilaluinya
Dan ia tetap lah aku.. Si bocah yang telah remaja
Tujuh puluh lima persen fikirannya diselimuti tanda tanya
"Apakah asa akan terkabul? "
Si bocah merasa terluka berharap
Hingga kini asanya belum ditemukan
Ia berlalu dan berjalannya waktu
117
Hingga tiba deras hujan air mata sepeninggal ibundanya
Dan ia tetap lah aku.. Yang perlahan pasrah memendam asa
"Apakah asa akan terkabul? " Pipi yang kering dibasahi mata dengan
air yang kembali timbul
Harapannya untuk pertanyaan terakhir kali dan mulai hidup tak
peduli
Keadaan terpukul membuatnya selalu menutup hati
Dan itu membuat sang hati kesal tapi tak benci
Sang hati bertanya tentang asa yang bocah itu harapkan selama ini
“Cinta dan Bahagia….. “ ada dan tiadanya memicu asa dan duka
Tapi si bocah lupa dengan Tuhan maha segala galanya… Sang hati
berbicara
“Apakah duka merenggut asa?” “Apakah duka merenggut asa?” si
bocah butuh kepastian
Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa…. Sang hati menjawabnya
Bersama, Ia ditemani sang hati yang kuat nan teguh
Si bocah mulai mereparasi asanya, dan ia mulai percaya
Cinta…
Bahagia…..
“Hingga saatnya… aku dan asa akan bersatu menjadi nyata”
118
Kehormatan di Balik Mimpi Nasionlisme.
Oleh : Agil Maulan Fatah / MJ -1
Disaat orang lain sibuk akan kenikmatan yang sedang menjajah,
Disaat orang lain lupa akan perjuangan mereka melawan penjajah
Disaat sang Soekarno resah didalam tidur abadinya
Resah melihat rakyat bumi pertiwi yang seakan acuh terhadap
perjuangannya bersama sang teman
Perkataan “JAS MERAH” seakan terhapus dalam memori nusantara
Jangankan sejarah, 5 dasar Negara saja engkau tak kuasa
menyebutkan
Apakah tak malu dengan anak TK yang fasih mengikrarkan 5 dasar
Negara kita
Oh Indonesia ku…
Sadarlah, negeri kita masih mengharapkan bantuan tangan
generasimu
Lepaskan dirimu dari belenggu narkotika,
Lepaskan dirimu dari kungkungan ganja,
Tinggalkan hidup santai, hapus lah lah rasa malas
Mari membangun nusa tercinta, agar tercapai cita-cita
Sekarang di 76 tahun usia kemerdekaan negeri ini
Mimpi besar si kerdil bisa tercapai dan terwujud
119
Sebuah mimpi yang sederhana berlandas kepada nasionalisme jiwa
dan ragaku.
Dibalik kejam nya wabah corona, dibalik segala larangan yang kerap
menjadi penghalang
Sekedar menjadi pengiring dalam pengibaran sang saka dwi warna,
itulah mimpiku
Tegap langkah, sikap sempurna kulakukan tuk mengawal sang
pusaka
Lupa akan lelah, lupa akan menyerah, hirau akan kata pasrah
Sedangkan di lubuk hati hanya menyimpan kata Lillah..
Dibawah panas terik mentari ku berlatih, seakan insan yang terkuat
di bentala ini,,
Aku bertahan demi kehormatan negeri ini,
Aku berkorban demi kemerdekaan negeri ibu pertiwi
Wahai soekarno, semoga engkau kembali tenang di tidur abadimu
Semoga engkau senang melihat sang garuda kembali mengapakan
sayap nya,
Melihat sang saka dwi warna kembali berkobar,
Selayaknya kobaran semangat engkau dan para pahlawan bangsa,
Bangga mendengar teks proklamasi yang terikrarkan…
Hormatku padamu proklamator tercinta.
120
Menjadi Seperti Ibu
Oleh : Krisna Wijaya / PAI - 3
Datang bagai semesta Tak ada beda bagai malaikat cinta
Untuk anak-anak kandungnya
Malam itu hujan mencumbu wajah Ibu, petir menggelegar di
dadanya
Bom waktu bersiap menunaikan amanat Dalam diam sepi malam
Ibu menangis melihatku di atas ranjang
Ketika perawat datang menyampaikan pesan dan memastikan amanat:
“aku dalam kondisi sehat”, senangmu membuncah mendengar pesan
dari
Tuhan. Kau pandangi diriku yang semakin mirip denganmu
Menciptakan
Aliran sungai – lagi – tercetak di wajah cantikmu.
Usiaku semakin melebar seperti ruang Ibu juga bertambah jembar
Harapanmu padaku kian tinggi Berkecambah bagai pohon dengan
buah yang menggapai
bimasakti Sesekali rimbun dan berguguran Kala buah hatimu dilanda
tak enak badan
Nyata di luar tubuhmu namun menyala di dalam hatimu
121
Berjalannya waktu ada yang antusias datang tuk menggeser ruang
ingatanmu
Tak jarang dirimu harus menyapa untuk sekedar mengenal kembali
isi ingatanmu
Seperti bertemu orang asing, engkau bertanya “siapakah diriku?”
pada dirimu sendiri
Sering kita bercengkrama bersama untuk sebatas
kembali mengenang Membagikan, menuangkan cinta pada secangkit
teh di pucuk tua
Ibu, Aku ingin bertanya: Apa cita-cita Ibu?
“memberikan yang terbaik untukmu, Nak” Lalu Ibu bertanya balik:
Apa cita-cita anakku? “menjadi yang terbaik sepertimu, Bu”
Kini kujauh dari tanah tempat kelahiran
Jauh dari buaian kasih sayang Ibu
Jauh untuk sekedar bisa bersua bersama Ibu
Jauh tuk menjadi seorang penyusu ilmu
Berharap kembali dapat menggantikan peran di hari tua Ibu
Menjadi yang terbaik dalam mencintai Ibu
Untukmu selalu kurajutkan cinta setiap maslam Membangun balok-
balok takdir dengan
122
untaian frasa dan doa – berharap – Ibu selalu sehat bahagia di
penghujung tuanya
123
KU INGIN MEMAKAIANKAN MAHKOTA DI KEPALAMU.
Oleh : Usamah Ash Shidiq / AFI
Dikala ibu mengundung…
ku selalu berfikir dan merenung…
sederita apa ibu menanggung…
ku hanya bisa tediam dan mematung…
Dikala ayah berkerja…
membanting tulang dan tubuhnya yang perkasa…
selelah apa ia berkerja…
ku hanya bisa terdiam menunduk rasa…
Ku bertanya, adakah sesuatu yang bisa membalas jasa mereka
berdua…
adakah manfaat dariku di kala mereka sudah lemah dan tak mampu
berekrja…
adakah dari ku suatu hal yang meringankan beban mereka…
dan aku hanya terdiam seribu bahasa…
Namun aku terlahir di tengah Mutiara dan berlian…
diajarkannya aku membaca quran…
aku bertanya apa keinginan mereka untukku kedepan…
Ya, mereka hanya ingin aku menjadi penghafal Quran
124
Terbenam dalam hatiku…
tertancap dalam jiwaku…
ya, aku ingin menjadi penghafal Quran…
menjadikannya sebagai tujuan dan impian…
Dan kala itu aku mendengar…
mahkota dan jubah kepada sang ayah dan ibunda…
hanya bisa dilakukan bagi siapa yang menghafal ayat suci Al
quran…
Maka dalam hatiku berteguh…
kelak aku akan memakaikan mahkota di kepala kedua orang tua…
mimpi yang akan ku selalu sebut dalam doa…
meski kau telah tiada…
pergi karna cintanya sang pencipta…
Semangat untuk mewujudkan mimpi tak akan pernah padam…
maka dengan bismillah aku bisa membuanya menjadi kenyataan…
125
MIMPI DI KOTA SALJU
Oleh: Muhammad Fauzi / HI - 3
Ke sana kemari kutarik layang-layang
Menatap langit mimpi pun terbayang
Ku pernah berfikir apa rasanya terbang
Namun ku takut angin menerjang
Bersantai bersama ayah bunda yang kusayang
Di taman kota itu, kota Jakarta yang penuh bayang
Di bawah sinar mentari yang terang benderang
Mengajariku apa arti senang
Uang di dompetku hampir habis
Dalam plot kehidupan yang kupandang sinis
Masa remaja gagal mencari romantis
Rasa tak menentu mengundang tangis
Merenungkan mimpi secara realistis
Pernah kufikir menjadi penulis
Di kota hujan Bogor, hujan gerimis
Menatap masa depan dengan optimis
126
Sekejap rasanya semua berlalu
Masa-masa itu yang telah menjadi dulu
Ku selalu ingat kata-kata guru
Bahwa hidup harus selalu maju
Rasa syukur membunuh pilu
Saat ku sadar terwujudnya mimpiku
Di kota Sapporo, kota yang kutuju
Menggapai mimpi di kota salju
127
Remember When
Oleh : Muh Zulfadillah Alvarezel / HI - 5
When you are old and grey
and full of thought, laying on the bed,
take down the book and slowly read.
Then a glance of memories come to your mind,
remind you of the glorious days.
Remember when
you were whining school boy
with your satchel and gloomy face, grudgingly to school.
Instead, you had a big dream,
wanted to be everything great and fantastic
as it nestles seeds of perfection
in your heart.
Remember when you old enough to know
what is love?
Sending romantic words to the special one.
Singing, reading a poem,
shameless to express your heart.
128
Remember when
you bored with love circumstances.
Started to realize of truth.
The truth of importance of dream,
instead of love…
At the moment you pathetically aware
that reaching dream ain’t easy as you imagine.
Then, for a moment you close your eyes
and smile,
as you remember what happen few years later.
Proudly sitting under the Eiffel,
sparkling smile seen on your face.
While the entire stars rolling through the sky,
celebrating your success.
Contemplating all the efforts you struggle in to
get to this point.
Seeking knowledge, learning the marrow of life,
and even finding your true love.
‘Till the time comes to say goodbye to
this place whose beauty can’t be
written in words.
129
Time by time passes.
All the nitty-gritty of life
you’ve been through.
Eventually you close your pages of life,
peacefully, gratefully
for the blessings and favors given to
living this beautiful life.
130
Dibalik Kerinduan Surga
Oleh : Muhammad Adam / IQT - 5
Lihatlah pelangi itu telah bersabar menunggu kabar bahagia dari para
mujahid
Tidak akan lama lagi senyuman bahagia dari wajahmu akan berbinar
Wahai para perindu surga...
Keringatmu adalah tanda untuk mendapatkan ridha-Nya
Air matamu adalah tanda bahwa keshalehanmu telah teruji
Sujudmu adalah tanda penantianmu akan segera berakhir
Di keramaian ujian, cacian yang hadir dikehidupanmu menjadi bukti
bahwa dirimu dimuliakan oleh Sang Illahi
Yaa Syarifatul ‘Arsy....
Kau adalah wanita dengan sejuta kekuatan yang kau miliki
Kau adalah wanita tangguh yang tanpamu, semua orang disekitarmu
tidak akan menjadi lebih baik
Kau adalah wanita penyabar yang tanpamu, semua orang disekitarmu
tidak akan damai
Kau adalah wanita yang khusuk dalam shalatnya, disetiap gerakanmu
mencerminkan keshalehanmu
131
Senyumanmu adalah tanda bahwa dirimu terbukti mampu untuk
menjalani kehidupan di dunia yang penuh dengan mutiara – mutiara
palsu
Ujianmu saat ini akan menjadi senyuman terindah untuk kehidupan
yang abadi
Yaa Latifatun mar’ah....
Tangismu hari ini bukan berarti pertanda kamu akan jatuh selama –
lamanya, bahkan ini akan menjadi kabar bahagia untuk dirimu karena
Allah masih menyayangi dirimu
Laa tahzan....
Jangan merasa dirimu paling kecil diantara mereka yang besar
Jangan merasa bahwa dirimu minoritas diantara mayoritasnya
manusia
Jangan merasa dirimu lemah diantara cacian yang menimpa dirimu
Kau memang kecil tapi jiwamu sangatlah besar bagi mereka yang
meremehkanmu
Tetaplah berjiwa ukhuwah disetiap dan bagaimanapun keadaannya
Jangan pernah kau hiraukan gemericik hujan yang mengusik dirimu
Tetap hadapi terjalnya kehidupan karena sesungguhnya kehidupan
bukan pada zona amanmu saat ini.
132
Banyak ekspektasi yang tak seindah dengan realita
Hanya sekedar melawati tanpa ada arah
Melihat yang indah tapi tak kunjung indah
Dibalik kerinduan surgaNya, rintihku memeluk.
133
Enigma Anomali.
Oleh : Ryan Maulana Husen / ILKOM - 1
Tempo hari
Tatkala jutaan mata mengecam
Mengancam mencekam
Menyipit sinis, mengiris miris
Karena satu hal:
“Diriku yang larut hanyut
Dalam aliran mimpi-imajinasi”
Pukat menjala hasut
Pekat membutakan mereka
Saudara berkata, “kau gila”
Aku terdiam, terisak dalam sesak
Udara terasa sakit mencekik
Lewat kata pahit berduri
Berlari, bersembunyi
Menghilang dari keramaian
Menikmati kesendirian
Bersahabat dengan bara impian
134
Biarkan air mata darah bersimbah
Biarkan keringat dingin bercucuran
Biarkan keduanya mengalir diantara retak tanah
Kemudian menyemai tunas cita dan harapan
Hari bergulir,
Waktu bercengkrama dengan masa
Saat yang dinanti pun tiba
Jiwa yang dulu dicaci, dihina, dimaki
Kembali pulang bertemu saudaranya
Jerih payah yang ada
Menjadi sekar mawar
Mekar indah tiada tara
Mereka bisu seribu bahasa
Diriku yang hidup dalam anomali
Penuh enigma, berhasil membuktikan
Adanya kekuatan harapan dalam ikatan
Tekad, jerih payah bertalikan do’a
Pada akhirnya,
135
Biarkan hatiku diselimuti ketegaran
Biar nantinya mereka mati ditikam penyesalan
Sebesar keteguhanmu dalam meraih impian
Tuhan akan menjawabnya dengan hasil yang membahagiakan
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan.”
136
Tunjukkanlah Dengan Karya.
Oleh : Muhammad Abadi Firdaus / HI - 1
Penat lelah aku alami
Keringat keluar dari tubuhku dengan derasnya
Air mata bercucuran tanda rindu
Apadaya ku berjuang tapi sia-sia
Ku menangis sejadi-jadinya tapi apa daya
Tapi apa daya karna hanya akan memperbesar luka
Jika kita ingin membuat bangga orang yang kita cint
Tunjukanlah dengan karya,bukan hanya sekedar kata-kata
137
Hope Is a Good Think.
Oleh : Ziyad Safirul Aulia / HI - 7
Luka yang terang dan
Berkobar tak berpadam
Mengkikis habis rana kejiwaan
Lambat lama laun
Bergetarlah rasa kesakitan itu
Menyebar keseluruan
Apa guna hati dan sajak ini
Jika tak digunakan gaungan puisi
Kembali ke masa lalu
Menyongsong kesewenang wenangan
Ada sesuatu yang bukan hasil kita
Oh… yang berbuat baik
Untuk orang lain
Tolong lah… Tolong lah…
Hanya harapan harapan kah ?
Terpujilah diriku tidak tersesat
Beberapa langkah titik temu keburukan
Beberapa langkah titik temu kebaikan
Oh . . . .
Wahai pembolak balikan hati
Beri aku madu yang manis
Madu yang murni akan harapanmu
138
Suci bersih . . .
Allah dengan Cintamu
Menjadikan harapan sebuah energy
Amat besar untuk hambanya
Sedangkan engkau maha cinta
Apakah kau tak malu
Melihat hambamu ini tidak
Tidak penuh harpan?
Kepadamu?
Kau maha pemberi
Berilah kami dan curahkan.
Tentang Kesaksian seorang yang sukses.
Kita saksikan orang itu terjagal melintasi jalan
Kita saksikan awan panas matahari itu menyirami tubuhnya
Waktu cuaca itu tak berubah menghujam perlahan lahan
Ooooo . . . . .segala perubahan cuaca
Jangan saksikan orang itu Nampak kepedihan
Merah hijau lembum menyala
Tangan tangan itu bukan sekedar dongengan
Setiap kali melangkah ia memberi tanda tanda
139
Pasti Aku
Siapa yang menggambar di langit biru
Siapa yang mereka jejak waktu
Siapa yang menggores titik tekadnya hingga mengabu
Siapa yang menyingsing kerah hinggah layu
Siapa yang berbelit dengan detak jantung wahyu
Siapa yang bertengkar melawan hujam jarum yang sempat semu
Siapa lagi kalau bukan aku.
Keteteapan
Yang sudah patah patah tak perlu kau sesali, Ditangan anak yang
punya tekad dan gemilang, kertas pun akan menjadi pesawat dan
terbang yang tak takut pada angin kencang, rawa rawa ketika
tersungkur dalamnya rasa ketakutan. Anak itu berteriak
“Apapun itu, saya akan membuat pewsawat yang lebih lebih”
140
Mimpimu.
Oleh : Choirul Danang Retnadi / MJ - 3
Merintih tak tau arah tujuan
Hadirmu bagaikan air di tengah gurun
Tak pernah aku berhenti untuk mencoba
Bertahan menerima kenyataan
Kalau kita berbeda
Hey anak muda lihatlah diriku
Jangankan mimpi indah
Kenyataan pun bagaikan mimpi buruk tiada akhir
Cukup kardus dan koran yang menemaniku
Tak perlu harta berlimpah
Kami Cuma butuh sesuap nasi
Hey anak muda lihatlah diriku
Wajahku hitam, badanku kurus
Hanya tulang dan kulit yang terlihat
Janganlah kalian terlalu kenyang
Lihatlah kami yang kelaparan
Hey anak muda kekayaan mu tidak menjamin masa depan mu
Hartamu tidak akan membantu mu
Teman-temanmu akan meninggalkan mu
141
Sadarlah, ini bukan negri dongeng
Sadarlah dunia ini bukan mimpi
Lipat bajumu, ambil penamu
Mulailah karyamu
Karena masa depan mu ada di bawah langkah kakimu
142
Terima kasih.....,
143
144