The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini berisi tentang Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler yang disajikan dalam bentuk data data penelitian yang diujikan secara statistik.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by drhharyonokesmavet, 2022-07-10 10:01:45

Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler

Buku ini berisi tentang Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler yang disajikan dalam bentuk data data penelitian yang diujikan secara statistik.

Keywords: Ayam broiler,kepadatan kandang,lantai kandang

Pengaruh

KEPADATAN DAN JENIS LANTAI KANDANG
TERHADAP PERFORMANS AYAM BROILER

Drh. Haryono, M. Si

i

ii

Pengaruh

KEPADATAN DAN JENIS LANTAI KANDANG
TERHADAP PERFORMANS AYAM BROILER

Drh. Haryono, M. Si

Editor: Catur S.
Desain Isi: Catur S.
Desain Cover: Tim HalamanMoeka.com
Cetakan Pertama, April 2022
ISBN: 978-602-269-527-1

iii

KATA PENGANTAR

ayam broiler di Indonesia banyak dikembangkan dengan
sistem kandang lantai renggang (slatt) dan kandang
lantai rapat (litter). Penerapan kepadatan dan jenis
lantai kandang yang tepat pada sistem budidaya ayam broiler
berperan penting untuk memperoleh performans ayam broiler
yang optimal. Karya tulis ilmiah ini merupakan penelitian ilmiah
terkait penerapan variasi berbagai jumlah kepadatan ayam
broiler ( 7, 10, 13 dan 16 ekor/m2) pada kandang lantai slatt
dan lantai litter, sehingga dapat diketahui pengaruh kepadatan
dan jenis lantai kandang terhadap performans ayam broiler,
dengan harapan peternak dapat memperoleh keuntungan
yang maksimal. Penampilan performans ayam broiler secara
optimal dapat dicapai melalui pemeliharaan ayam broiler
dengan sistem intensif mengunakan bibit day old chick unggul,
pakan sempurna (nutrisi dan energi memenuhi standar) serta
perkandangan yang memperhatikan aspek kenyamanan dan
manajemen kesehatan unggas yang baik, serta dikelola dengan
sistem manajemen mutu pemeliharaan peternakan yang baik
(good farming practise).

Pemeliharaan ayam broiler memerlukan informasi yang
benar dan akurat terkait dengan teknik pengukuran parameter
performans. Parameter Performans meliputi bobot badan,
pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, feed
convertion ratio, dan bobot karkas. Pemberian pakan ayam
broiler mengikuti standar manajemen pemeliharaan ayam
broiler strain lohman dan air minum diberikan secara ad libitum.
Indonesia termasuk wilayah tropis dan cocok untuk budidaya
ayam broiler, sehingga ayam dapat tumbuh optimal. Mikroklimat
lingkungan kandang budidaya ayam broiler dalam penelitian ini

iv

berada pada suhu udara 28,43 ± 0,86oC dengan kelembaban
udara 72,15 ± 9,50%.

Penulis mengucapkan terimaksih kepada berbagai pihak
yang telah membantu terbitnya buku ini, khususnya kepada
Bapak Ir. Agus Wariyanto, SIP., M.M. selaku Kepala Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah dan
Bapak Ir. Ignasius Hariyanta Nugraha, M.Si (Sekretaris Dinas)
yang telah memberikan pengarahan dan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian di bidang Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Pimpinan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro beserta
staf, atas bimbingan dalam desains dan pengolahan data. Juga
kepada teman-teman di Balai Veteriner Boyolali yang turut
membantu kelancaran penerbitan buku ini.

Buku ini menyajikan data-data hasil penelitian yang akurat
sehingga penting bagi para stakeholder di bidang peternakan
dan kesehatan hewan, untuk menambah ilmu pengetahuan
dan menerapkannya dalam pemeliharan budidaya ayam broiler
dengan memilih kepadatan dan jenis lantai kandang yang tepat.

Penulis berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi yang membutuhkan dan berguna bagi kemajuan dunia
peternakan dan kesehatan hewan.

Ungaran, Maret 2022

Penulis

v

Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................. iv
Daftar Isi ........................................................................ vi
Daftar TABEL ............................................................... viii
Daftar ILUSTRASI ......................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN......................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................ 5
2.1. Fungsi kandang ............................................................. 5
2.2. Kandang Lantai Litter dan Slatt ...................................... 6
2.3. Kepadatan Kandang ....................................................... 9
2.4. Performans Ayam Broiler .............................................. 11
2.5. Cekaman Lingkungan .................................................. 14

BAB III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ................... 19
3.1. Materi Dasar ................................................................. 19
3.2. Metode Dasar ............................................................... 22

3.2.1. Rancangan Percobaan ........................................... 22
3.2.2. Prosedur.................................................................. 23
3.2.3. Parameter .............................................................. 24
3.3. Analisis Data.................................................................. 26

BAB IV. PEMBAHASAN ..................................................... 29
4.1. Kondisi Lingkungan ...................................................... 29
4.2. Performans Ayam Broiler............................................... 32

4.2.1. Bobot Badan Ayam Broiler....................................... 32
4.2.2. Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler ... 34
4.2.3. Konsumsi Pakan ..................................................... 36
4.2.4. Feed Convertion Ratio (FCR) ................................. 38
4.2.5. Bobot Karkas........................................................... 41

vi

4.2.6. Tabulasi dan Interaksi Kepadatan dan Jenis Lantai
Kandang pada Parameter Performans Ayam Broiler
Umur 35 hari............................................................ 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................... 53
Kesimpulan ........................................................................... 53
Saran .................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 59
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................. 65

vii

Daftar TABEL

1. Hasil Analisis Pakan Ayam yang dipakai dalam
penelitian ........................................................................ 20
2. Rataan Suhu dan Kelembaban Kandang Ayam Broiler . 29
3. Rataan Suhu Harian Kandang Percobaan pada
Lantai Slatt dan Litter pada Waktu Pagi, Siang dan
Malam Hari dengan Tingkat Kepadatan Kandang
yang Berbeda.................................................................. 30
4. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler.................................. 32
5. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler .......... 34
6. Rataan Feed convertion Ratio (FCR) Ayam Broiler......... 36
7. Rataan Konsumsi Pakan Ayam Broiler ........................... 48
8. Rataan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan
Harian, Konsumsi Pakan, Bobot Karkas dan Feed
Convertion Ratio Ayam Broiler Umur 35 Hari ................. 42
9. Interaksi Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang
terhadap Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 35 harI .49

viii

DAFTAR ILUSTRASI

1. Mekanisme Pengaruh Stress Panas terhadap Sistem
Kekebalan Unggas ........................................................ 17

2. Tata Letak Unit Kandang Penelitian .............................. 23
3. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi
Pakan, Bobot Badan dan Bobot Karkas Ayam Broiler

Umur 35 Hari................................................................... 44
4. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Pertambahan

Bobot Badan Harian Ayam Broiler Umur 35 Hari........... 44
5. Pengaruh Jenis Lantai Kandang terhadap Konsumsi

Pakan, Bobor Badan dan Bobot Karkas Ayam Broiler
Umur 35 Hari. ................................................................. 47
6. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Feed
Convertion Ratio (FCR) Ayam Broiler Umur 35 Hari...... 58
7. Interaksi Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap
Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 35 Hari. ............... 50

ix

x

Bab
I

PENDAHULUAN

Ayam broiler (ayam pedaging) secara genetik mempunyai
laju pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang
baik dan menghasilkan bobot badan yang tinggi.
Dalam waktu yang relatif singkat ayam broiler dapat dipanen
pada umur 5-6 minggu dengan bobot badan berkisar 1,5-2,0
Kg. Ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan
badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan bobot
badan yang tinggi dalam waktu yang relative pendek, yaitu pada
umur 4-5 minggu bobot badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg.

Ayam broiler merupakan unggas komersial yang
dibudidayakan untuk menghasilkan daging dalam waktu singkat
karena pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan yang cepat
menyebabkan broiler kurang tahan terhadap stres. Banyak
unggas dihadapkan pada stres yang berasal dari berbagai
sumber, antara lain manajemen pemeliharaan, nutrisi dalam
ransum, dan kondisi lingkungan. Produktivitas broiler dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan seperti
ransum, temperatur lingkungan dan pemeliharaan memberikan
pengaruh terbesar dalam menentukan penampilan broiler yaitu
70%, sedangkan faktor genetik sebesar 30%.

Ayam broiler dapat menghasilkan bobot badan dan
bobot karkas yang optimal, apabila didukung oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan fisik kandang yang nyaman
untuk kehidupannya serta diberi pakan, sistem manajemen
pemeliharaan ayam dan perkandangan yang baik. Faktor

1

lingkungan yang sangat mempengaruhi kehidupan ayam broiler
untuk produksi optimal diantaranya adalah nutrisi, suhu udara,
kelembaban, sirkulasi udara, kepadatan kandang, jenis lantai
kandang dan pencahayaan. Faktor lingkungan ini bila tidak
dikelola dengan baik akan menyebabkan cekaman bagi unggas.
Ayam broiler termasuk unggas yang rentan terhadap cekaman
lingkungan sehingga mudah stres yang dapat mempengaruhi
performans.

Kepadatan kandang merupakan kesesuaian antara luas
kandang dengan jumlah ayam per 1 m2 atau jumlah ayam
dalam 1 sangkar baterai. Produksi ayam broiler, tentu sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik dan lingkungan.
Genetik memiliki peran sebesar 30% dan lingkungan sebesar
70%. Salah satu faktor lingkungan yang tidak kalah pentingnya
yaitu pengaturan kepadatan ayam broiler dalam satu luasan m2.
Apabila kepadatan telah memenuhi kebutuhan ayam, dampak
positif yang dihasilkan adalah ayam akan mencapai kondisi
nyaman, dan produksi bobot daging akan maksimal.

Pertumbuhan ayam broiler yang cepat dengan
perdagingan yang baik dan efisien tentu berdampak pada
keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi tersebut perlu
diseimbangkan dengan kesehatan hewan (animal health) dan
kesejahteraan hewan (animal welfare) agar diperoleh produk
unggas yang betul betul berkualitas baik dan diterima oleh
konsumen. Kreteria seleksi genetik pada ayam broiler saat
ini tidak hanya didasarkan pada pertumbuhan bobot badan,
namun juga dikembangkan berdasarkan konversi pakan, laju
pertumbuhan, respon kekebalan, dan kualitas daging yang baik.
Oleh karena itu untuk menghasilkan performans ayam broiler
yang baik sangat diperlukan adanya manajemen budidaya yang
baik dengan ketersediaan nutrisi, mutu genetik yang unggul dan
lingkungan kandang yang nyaman.

2

Pemeliharaan ayam broiler dengan sistem perkandangan
terbuka di daerah tropis, secara alami akan mengalami cekaman
terhadap perubahan lingkungan seperti kedinginan, kepanasan,
terpaan angin dan stres sosial seperti kompetisi mendapatkan
pakan, transportasi atau pemindahan kandang, dan kepadatan
kandang. Kondisi daerah tropis di Indonesia dikenal memiliki
temperatur dan kelembaban yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan cekaman panas. Cekaman panas lingkungan
akan menimbulkan beban yang merugikan bagi unggas
diantaranya terjadinya gangguan keseimbangan fisiologis dan
akhirnya mempengaruhi performans. Cekaman panas yang
berlanjut dapat menekan respon kekebalan unggas dalam
memproduksi antibodi dan hasil vaksinasi. Sehingga daya
tahan tubuh unggas menurun dan rentan terhadap berbagai
jenis penyakit.

Peningkatan kepadatan kandang yang disertai dengan
suhu dan kelembaban yang tinggi serta sistem sirkulasi udara
yang buruk dapat menyebabkan ayam broiler menjadi stres
yang ditandai dengan penurunan bobot badan, penurunan
laju pertumbuhan dan produksi, efisiensi penggunaan pakan
rendah, konsumsi pakan menurun, penurunan kualitas karkas,
mempengaruhi organ limfoid dan variasi sel leukosist darah,
menurunkan respon kekebalan, dan rentan terhadap penyakit
infeksi.

Ayam broiler di Indonesia pada umumnya dipelihara pada
sistem lantai kandang rapat/litter dan lantai renggang/slatt. Kedua
jenis lantai kandang ini masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangannya. Jenis lantai slatt biasanya dipilih peternak
di dataran rendah pada waktu musim panas sedangkan lantai
litter sering menimbulkan masalah bagi unggas bila kondisi
bahan litternya lembab dan basah. Biasanya peternak belum
memahami dengan baik tentang manajemen budidaya ayam

3

broiler khususnya dalam penerapan kepadatan dan jenis lantai
kandang yang dapat mempengaruhi performans ayam broiler.
Oleh karena itu pengaturan kepadatan dan jenis lantai kandang
pada daerah tropis adalah penting dalam budidaya ayam broiler
untuk memperoleh performans yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengetahui pengaruh kepadatan dan jenis lantai kandang
terhadap performans ayam broiler.

2) Mengetahui jumlah kepadatan kandang yang optimal pada
jenis lantai litter dan slatt terhadap performans ayam broiler.

3) Mengetahui status kesehatan ayam broiler yang dipelihara
pada jenis lantai litter dan slatt dengan kepadatan kandang
yang berbeda.

Manfaat Penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang manajemen pemeliharaan ayam broiler yang baik,
khususnya penerapan kepadatan kandang pada lantai litter
dan slatt untuk memperoleh performans yang optimal. Selain
hal tersebut juga diperoleh informasi tentang status kesehatan
ayam broiler yang dipelihara pada kandang lantai litter dan slatt
dengan kepadatan kandang yang berbeda.

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :

1) Kepadatan kandang yang semakin tinggi dapat
meningkatkan stres, menurunkan performans ayam broiler.

2) Kandang lantai litter menurunkan performans ayam broiler
3) Kandang lantai slatt meningkatkan performans ayam broiler
4) Kandang lantai slatt dapat digunakan dengan kepadatan

kandang yang lebih tinggi dan memberikan nilai performans
yang lebih baik dan stres yang rendah dibanding kandang
lantai litter.

4

Bab
II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fungsi Kandang

Penampilan ayam broiler yang optimal dapat dicapai
dengan sistem peternakan intensif yang bercirikan pemakaian
bibit unggul, pakan sempurna (seimbang) serta perkandangan
yang memperhatikan aspek kenyamanan dan kesehatan ternak.
Kandang sistem intensif secara primer berfungsi sebagai tempat
tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh
buruk iklim (hujan, panas dan angin) serta gangguan lainnya
(hewan liar atau buas dan pencurian) serta menyediakan
lingkungan yang nyaman agar ternak unggas terhindar dari
cekaman stres. Secara sekunder kandang berfungsi sebagai
tempat bekerja bagi peternak untuk mengendalikan kebutuhan
ternak unggas sesuai dengan tujuan pemeliharaan (sebagai
pembesaran, pedaging, petelur atau pembibit). Sehubungan
dengan fungsi kandang tersebut maka pembangunan kandang
harus memperhatikan faktor-faktor biologis ternak, faktor teknis
dan faktor ekonomis (Bandyopadhyay, 2006).

Rasa nyaman (comfortable) ternak dalam kandang
dipengaruhi oleh tingkat kepadatan ternak dan jenis lantai
kandang yang dipergunakan sedangkan angka comfortable
zone berkisar antara 60-70. Semakin tinggi kepadatan ternak
dalam kandang semakin banyak pula panas dan uap air yang
dilepaskan ke lingkungan kandang. Kandang yang panas dan
lembab akan menyulitkan ternak menyeimbangkan panas
tubuhnya (Puspani et al., 2008)

5

2.2. Kandang Lantai Litter dan Slatt

Kandang lantai litter yaitu kandang yang menggunakan
alas penutup lantai dengan bahan seperti sekam, serbuk kayu
gergaji dan lain-lain, untuk menyerap kotoran ayam agar lantai
tidak lembab dan basah serta proses dekomposisi kotoran ayam
berlangsung sempurna. Sediaan litter diatas lantai minimal
5 cm. Litter yang digunakan tidak boleh terkena insektisida,
herbisida, jamur dan bahan kimia lain yang membahayakan
(Kartasudjana et al., 2006). Alas kandang jenis litter memiliki
beberapa fungsi penting untuk ayam broiler, yaitu untuk
membatasi kontak langsung kaki ayam dengan permukaan
lantai yang dingin sehingga anak ayam merasa lebih hangat dan
nyaman, membantu penyerapan air baik dari feses maupun air
minum yang tumpah, sehingga kandang tidak lembab. Liter Juga
berfungsi menyerap panas dari brooder sehingga membantu
menghangatkan anak ayam pada saat brroding (Japfa, 2000).

Litter yang telah mengalami dekomposisi menjadi sumber
nutrisi tambahan (vitamin, mineral, dan protein). Kotoran ayam
dan bahan litter yang terurai oleh mikroorganisme menjadi pakan
dan dapat sebagai tambahan sumber vitamin dan mineral (vitamin
B12 serta mineral Ca dan P) yang berguna untuk meningkatkan
kualitas telur (Suprijatna at al., 2005). Kekurangan lantai litter
ini ialah resiko terserang penyakit sangat tinggi, seperti infeksi
cacing, coccidiosis, dan penyakit pernafasan karena polusi
amonia. Pada musim penghujan kelembaban udara meningkat
sehingga litter juga menjadi dingin dan lembab bahkan menjadi
basah, hal ini berakibat terjadinya peningkatan kadar amonia
dan bau menyengat, sehingga memicu munculnya penyakit
seperti coccidiosis dan chronic respiratory disease (Suprijatna
et al., 2005).

Level udara dalam kandang yang diperlukan agar ayam

6

broiler dapat tumbuh dengan baik yaitu : ketersediaan oksigen
(O2) minimal 16%, karbondioksida (CO2) maksimal 0,35%,
karbonmonoksida (CO) maksimal 40 ppm, amonia (NH3)
maksimal 20 ppm, asam sulfida (H2S) maksimal 5 ppm. Apabila
produksi amonia dalam kandang nilainya melebihi 20 ppm dapat
meningkatkan kepekaan unggas terhadap penyakit respirasi
dan bila terpapar lama menyebabkan kebutaan, dan bila
amonia nilainya melebihi 50 ppm dapat menurunkan kecepatan
pertumbuhan unggas. Jumlah produksi karbondioksida (CO2)
dalam kandang bila nilainya melebihi 0,35% dapat menyebabkan
hidropascites dan bila jumlah produksi karbanmonoksida (CO)
dalam kandang nilainya lebih dari 100 ppm dapat menurunkan
ketersediaan oksigen dalam darah. Keberadaan partikel
debu dalam kandang menyebabkan kerusakan epitel saluran
pernafasan dan pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan
hewan menjadi peka terhadap penyakit. Kelembaban kandang
sangat tergantung pada variasi temperatur kandang, bila
temperatur kandang melebihi 29oC dan kelembaban relatif lebih
dari 70% dapat mempengaruhi pertumbuhan unggas (Japfa
2000). Pengaturan suhu kandang dengan variasi udara adalah
penting untuk menjamin kecukupan udara bersih sehingga ayan
dapat berproduksi optimal. Kadar amonia dalam kandang akan
cepat meningkat jika pH litter telah mencapai nilai 8. Sedangkan
jika nilai pH kurang dari 7 maka amonia yang terbentuk akan
lebih sedikit (Gregory dan Grandin, 1997).

Kandang lantai slatt yaitu lantai kandang dengan
menggunakan bahan berupa bilah-bilah yang disusun
memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah. Bahan
yang digunakan berupa bilah kayu, logam dan bambu. Lebar
celah 2,5 cm dan lebar bilah 2,5 cm dengan ketebalan 2,5 cm.
Panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Didaerah dataran
rendah kandang yang digunakan biasanya menggunakan sistem

7

panggung dengan alas bilah-bilah bambu atau kayu. Hal ini
dimaksudkan agar di dalam kandang tidak terlalu panas karena
ada udara yang dapat masuk dari bawah kandang (Suprijatna et
al., 2005; Kartasydjana et al., 2006).

Kandang lantai litter panggung keadaannya akan lebih
nyaman dibandingkan kandang litter sekam di tanah karena gaya
gesek udara pada lantai liter panggung lebih rendah. Kandang
dengan lantai slatt bambu, aliran udaranya lebih lancar karena
dari sela-sela bilah bambu angin dapat masuk. Kecepatan
angin dalam kandang mencapai 0,8 m/dt menyebabkan tingkat
kenyamanan kandang lebih tinggi dari pada kecepatan angin
0,4 m/dt. Tingkat kelembaban udara berpengaruh nyata pada
tingkat pelepasan panas terutama saat suhu tubuh ternak
tinggi. Temperatur lingkungan yang tinggi disertai kelembaban
yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya kemampuan
lingkungan untuk mengabsorbsi uap air yang berasal dari
ternak, sehingga ternak akan mengalami cekaman panas yang
sangat hebat. Keadaaan ini akan menyebabkan waktu makan
ayam pada lantai litter sekam di tanah lebih sedikit karena
ayam akan menjauhi tempat makan yang panas, disebabkan
karena ayam akan berdesak-desakan di tempat makan. Ayam
pada lantai litter sekam di tanah akan lebih sering beristirahat
baik frekuensi dan lama istirahatnya. Respon fisiologi hewan
pada temperatur lingkungan yang tinggi tergantung pada tingkat
kelembaban udara sekitar. Frekuensi ke tempat makan dan
lama waktu yang dihabiskan untuk makan tidak mencerminkan
jumlah makanan yang dimakan karena kemungkinan ayam
hanya mempermainkan makanannya. Hal ini dapat dibuktikan
dari jumlah konsumsi ransum pada ketiga tipe lantai yang tidak
berbeda nyata. Lama panting pada lantai litter sekam di tanah
nyata lebih tinggi dari lantai slat bambu karena suhu kandang
lantai litter sekam di tanah yang nyata lebih tinggi. Semakin kecil

8

perbedaan temperatur kandang dengan temperatur tubuh ternak,
maka pelepasan panas ternak akan semakin sulit. Keadaan ini
lebih buruk lagi karena tingkat kelembaban yang juga nyata lebih
tinggi. Ini akan menimbulkan cekaman panas bagi ternak dan
ternak akan berusaha mengatasi keadaan dengan melepaskan
panas melalui saluran pernafasan (panting), (Syamsuryadi et
al., 2017)

2.3. Kepadatan Kandang

Mengestimasi jumlah ayam dalam luasan lantai kandang
sangat tergantung pada target bobot badan akhir, umur
pemotongan, iklim/musim, tipe atau sistem dan peralatan
kandang yang dugunakan (Japfa, 2000). Peningkatan
kepadatan kandang akan mempengaruhi performans ayam
broiler diantaranya ialah komsumsi pakan menurun akibat
beberapa hal yaitu : temperatur kandang meningkat, pakan
banyak yang tumpah, dan kesempatan makan berkurang.
Peningkatan kepadatan kandang juga mengakibatkan
pertumbuhan menurun, efisiensi penggunaan pakan menurun,
kematian bertambah, kanibalisme bertambah, banyak terjadi
breast blister, pertumbuhan bulu kurang sempurna dan banyak
terjadi patah tulang pada saat prosesing (Kartasudjana et al.,
2006). Peningkatan kepadatan kandang dapat mempengaruhi
bobot badan akhir dan efisiensi pengunaan pakan. Dan tentunya
dengan kepadatan kandang yang terlalu tinggi memiliki efek
negatif yaitu peningkatan suhu dan kelembapan dalam kandang
serta sirkulasi udara yang buruk sehingga mengakibatkan ayam
stress. Kandang yang panas danlembab akan menyulitkan ternak
menyeimbangkan panas tubuhnya untuk itu maka kepadatan
kandang optimum 8 ekor/m2. Kepadatan yang normal biasanya
1 m : 10 ekor, ini dikarenakan dengan sistem kandang tertutup
maka suhu ruangan bisa diatur lebih dingin, sehingga untuk

9

kepadatan lebih efisien. Kepadatan kandang berpengaruh
nyata pada konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan
konversi ransum dimana T1 (kepadatan kandang 8 ekor/m2)
dan T2 (kepadatan kandang 12 ekor/m2) dengan kepadatan
kandang 8 ekor/m2 dan 12 ekor/m2 lebih tinggi daripada yang
lainnya, tetapi jika dihitung dengan satuan luas T4 (kepadatan
kandang 20 ekor/m2) lebih efisien. Dilihat dari bobot badan per
ekor semakin padat semakin rendah tetapi ditinjau dari satuan
luas penggunaan kandang per m2 T4 lebih efisien (Woro et al.,
2019).

Kepadatan kandang yang berbeda 10, 12 14, dan 16
ekor/m2 tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap konsumsi
ransum ayam ras petelur jantan umur 6 minggu. Demikian juga
halnya terhadap pertambahan bobot badan, bobot badan akhir,
konversi ransum, bobot karkas. Pemeliharaan ayam ras petelur
jantan pada kepadatan kandang yang berbeda tidak mengalami
mortalitas (0%) selama 6 minggu penelitian. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah kepadatan kandang yang berbeda 10,
12, 14 dan 16 ekor/m2 tidak mempengaruhi performan, dan
persentase karkas ayam ras petelur jantan umur 6 minggu.
Pemeliharaan ayam ras petelur jantan masih dapat dilakukan
pada kepadatan kandang 16 ekor/m2 tanpa mempengaruhi
performan dan persentase karkas (Daud et al., 2017).

Kepadatan kandang untuk ayam broiler biasanya
dinyatakan sebagai jumlah ayam (ekor) atau bobot badan
(kg) per luas lantai (m2) pada akhir produksi. Secara umum
digunakan satuan kg/m2 untuk unggas tipe berat. Rekomendasi
yang dikeluarkan oleh Uni Eropa (EU 2000; Zahraa et al., 2008),
menyebutkan bahwa kepadatan untuk ayam broiler sangat
ditentukan oleh : umur pemotongan ayam, bobot badan dan
sirkulasi udara (kondisi klimatik); dan masalah kesejahteraan
hewan (animal walfare) akan muncul pada kepadatan kandang

10

yang tinggi. Kepadatan kandang biasanya 10-12 ekor/m2 dan
untuk dataran rendah biasanya 8-10 ekor/m2 (Kartasudjana et
al., 2006), dan akan menunjukkan pertumbuhan bobot badan
yang baik (Cravener et al., 1992). Peningkatan kepadatan
kandang melebihi 17 ekor/m2 (jantan) dan 19 ekor/m2 (betina)
akan berpengaruh kurang baik terhadap animal health dan
animal welfare ayam broiler (Puron et al., 1995).

Ayam broiler mendekati panen (umur 30 hari, bobot 1,65
kg) dengan cara mengubah jumlah ayam broiler yaitu 16, 18, 20,
21, dan 22 ekor/m2. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan
CFD (luas kandang 1.000 m2) diperoleh total panas ayam
broiler sebesar 233,33 KW dengan kepadatan 21 ekor/m2 pada
bobot badan 1,65 kg/ekor. Pada tingkat kepadatan tersebut,
sampai umur 22 hari dapat diisi 27.224 ekor ayam broiler dan
menghasilkan total bobot panen tertinggi apabila dipanen setiap
hari dari umur 22 sampai 32 hari. Dengan demikian diperoleh
tingkat kepadatan ayam broiler 34,65 kg/m2, total bobot panen
45.717 kg dan luas kandang yang dibutuhkan adalah 248,63 m2
(umur ayam 1 sampai 7 hari), 562,52 m2 (umur ayam 8 sampai
14 hari) dan 1.000 m2 (umur ayam 15 sampai 22 hari) (Yani et
al., 2014).

2.4. Performans Ayam Broiler

Performans ayam broiler dapat diukur dengan mengamati
pertumbuhan, bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan,
bobot karkas dan persentase karkas. Pertumbuhan merupakan
manifestasi dari perubahan-perubahan dalam unit terkecil yaitu
sel yang mengalami hiperplasia atau pertambahan jumlah dan
hipertropi atau pembesaran ukuran. Kemudian pertumbuhan
murni termasuk pertambahan dalam bentuk dan bobot dari
jaringan urang daging, tulang, otak dan semua jar ingan tubuh
lainnya (Anggorodi, 1985). Pertumbuhan anak ayam pada

11

umumnya dapat diketahui dengan menggunakan ukuran
pertambahan bobot badan dan kecepatan pertumbuhan yaitu
dengan jalan menimbang bobot badan anak ayam tersebut
pada umur tertentu. Kecepatan pertumbuhan ternak unggas
biasanya diukur melalui pertambahan bobot badan yaitu dengan
menimbang bobot badan anak ayam secara teliti berdasarkan
satuan waktu (Wahyu, 1992).

Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot
badan yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu.
Pertambahan bobot badan melalui penimbangan berulang
dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap
bulan, atau tiap tahun (Aletor et al., 2000). Peningkatan bobot
badan mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu,
pertumbuhan ayam pedaging mengalami peningkatan hingga
mencapai pertumbuhan maksimal setelah itu mengalami
penurunan (Bell dan Weaver, 2002).

Ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak
unggas yang didalamnya harus mengandung zat nutrisi yang
lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi
yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Konsumsi ransum
adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu tertentu
dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan
dalam jumlah waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak
untuk memenuhikebutuhan hidup dan zat makanan lain (Wahyu,
1992).

Konsumsi pakan meningkat apabila pakan mengandung
energi yang rendah dan sebaliknya (Anggorodi, 1985). Sifat
Khusus unggas adalah mengkonsumsi pakan untuk memperoleh
energi, sehingga pakan tiap harinya berhubungan erat dengan
kadar energi (Tilman et al., 1986). Konsumsi pakan dipengaruhi
pula oleh temperatur lingkungan. Temperatur lingkungan yang

12

tinggi akan menyebabkan konsumsi pakan menjadi berkurang,
sehingga ternak unggas yang dipelihara di daerah bertempertur
tinggi harus diberi pakan dengan kadar protein dan energi yang
tinggi disertai dengan peningkatan kadar nutrisi lainnya (Scott et
al., 1994). Konversi pakan adalah perbandingan jumlah pakan
yang dikonsumsi dengan pertumbuhan atau bobot badan yang
dihasilkan. Selanjutnya bobot badan akan bertambah sesuai
dengan bertambahnya angka konversi, dan konversi pakan
dipengaruhi oleh kadar protein pakan, energi, tersedianya nutrisi
dalam pakan, temperatur lingkungan dan kesehatan ternak
unggas (North dan Bell, 1990).

Konversi pakan dipengaruhi oleh laju perjalanan digesta
di dalam alat pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi
pakan dan pengaruh imbangan nutrisi (Anggorodi, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu : 1) jenis
kelamin, ayam jantan lebih baik dari ayam betina, 2) umur, pada
umur tertentu mempunyai konversi pakan yang lebih baik, 3)
kesehatan ayam, 4) kanibalisme dan 5) temperatur, konsumsi
menjadi buruk pada temperatur yang ekstrim (North dan Bell,
1990).

Karkas ayam broiler pada umumnya merupakan bagian
tubuh yang telah dipotong, dibersihkan dari bulu, viscera, kepala,
leher dan kaki. Selanjutnya dijelaskan bahwa produk unggas
dibagi 2 bagian, yaitu bagian yang dapat dikonsumsi oleh
manusia (edible) dan bagian yang tidak layak dikonsumsi (non
edible). Edible meliputi daging, lemak dan kulit sedangkan non
edible meliputi bulu, kotoran dan sebagian viscera (Adiwinarto,
2005).

Bobot karkas ayam dipengaruhi oleh strain, umur
pemotongan, jenis kelamin, kondisi tubuh, bobot badan
serta pakan yang dikonsumsi (Siregar et al., 1982) dan erat
hubungannya dengan bobot hidup yaitu bobot hidup yang tinggi

13

akan menghasilkan produksi karkas yang tinggi pula (Richardson
dan Kendall, 1963). Bobot karkas ayam broiler bervariasi yaitu
antara 65 - 70% dari bobot hidup (Jull, 1979).

2.5. Cekaman Lingkungan

Cekaman melibatkan pertukaran panas antara unggas
dengan lingkungan, yang dalam prosesnya terdapat mekanisme
produksi panas, penyesuaian sistem cairan tubuh, hormon,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan pada keadaan
tercekam dan kebutuhan pakan ternak sedang tercekam. Unggas
yang tercekam ditandai dengan beberapa ketidaknormalan
kondisi fisik maupun tingkah laku seperti pial kebiruan, telur
benjol, kulit telur tipis,, gelisah, nafsu makan berkurang,
terengah-engah (panting), bersuara keras terus menerus, panas
tubuh naik/turun, minum terlampau banyak, saling mematuk dan
berkelahi. Perubahan iklim yang ekstrim dapat menyebabkan
fluktuasi yang luas pada penampilan unggas. Sebagai ternak
homeothermis unggas berusaha mempertahankan suhu tubuh
sekitar 41,5oC sebagai suhu thermoneutral. Suhu tubuh unggas
biasanya lebih tinggi dari pada suhu sekitarnya, sehingga panas
akan terus menerus hilang melalui empat macam mekanisme
yaitu : konveksi, konduksi, radiasai, dan evaporasi. Selanjutnya
konvensi, konduksi dan radiasai diartikan sebagai kehilangan
panas yang wajar, sedangkan evaporasi diartikan sebagai
kehilangan panas yang tidak wajar (Sunarti, 2004).

Temperatur dan kelembaban udara yang tinggi di
daerah tropis dapat mempengaruhi performasn ayam broiler
diantaranya yaitu umur unggas (bobot badan), panjang waktu
terpaan panas, suhu air minum, sirkulasi udara, besarnya
radiasi maupun kepadatan unggas per luas lantai kandang (m2).
Secara fisiologis sebenarnya unggas senantiasa berupaya
untuk mempertahankan suhu tubuhnya melalui : evaporasi

14

(pernafasan dan panting), konduksi (mengurangi aktifitas,
mencari tempat dingin), konveksi (menjauhkan sayap dari
tubuh), radiasi (lewat pembuluh darah perifer), minum lebih
banyak, ekstraksi (kadang-kadang diare). Lebih lanjut efek suhu
tinggi akan semakin besar apabila diiukti dengan kelembaban
udara yang tinggi (Sunardi, 2004).

Mikroklimatik dalam kandang yang tidak dapat dikontrol
pada sistem perkandangan terbuka, akan mudah dipengaruhi
oleh perubahan lingkungan sekitar kandang. Tinggi dan
rendahnya suhu lingkungan dikombinasikan dengan kecepatan
angin yang tidak normal dalam kandang, memiliki efek negatif
untuk pertambahan bobot badan, konversi pakan, kesehatan dan
tingkat mortalitas. Peningkatan produksi panas di dalam tubuh
akibat perubahan lingkungan berpengaruh terhadap kondisi
fisiologi dan merupakan faktor yang memengaruhi kualitas
daging, karena dapat mempercepat metabolisme glikolitik
sehingga mengakibatkan daging ayam memucat dan berlendir.
Perbedaan ketinggian tempat pemeliharaan dan jenis kelamin
nyata memengaruhi (P<0.01) frekuensi panting, konsumsi air
minum, konsumsi pakan, bobot badan, fisik daging (pH dan
susut masak) dan mikrobiologi daging. Pemeliharaan pada
ketinggian 50, 300 dan 500 mdpl dengan jenis kelamin berbeda
nyata tidak memengaruhi (P>0.01) suhu rektal, konversi pakan,
kimia daging dan organoleptik. Performans yang lebih baik
dapat dicapai apabila ayam pedaging dipelihara pada dataran
tinggi dengan jenis kelamin jantan (Syamsuryadi et al., 2017).

Peningkatan suhu harian didaerah beriklim panas,
berakibat buruk terhadap kesehatan dan performans ayam.
Peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu
kenyamanan dapat menyebabkan cekaman (stress) pada
ayam broiler (Sugito et al., 2007). Pada ayam broiler yang
berumur diatas 3 minggu, kondisi suhu lingkungan optimum

15

untuk pertumbuhan adalah berkisar antara 20-25oC dengan
kelembaban udara berkisar antara 50-70% (Borges et al., 2004)
dan akan mengalami cekaman serius bila suhu lingkungan lebih
tinggi dari 32oC (Cooper dan Washburn, 1998). Pada ayam yang
mengalami cekaman panas menyebabkan peningkatan sekresi
hormon stres, misalnya glukokortikoid. Peningkatan kadar
glukokortikoid berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan
pertumbuhan (Borges et al., 2004; Kuczynski, 2002; Naseem et
al., 2005). Kondisi nyaman dari kepadatan yang tidak tercapai,
maka dapat memberikan dampak negatif terhadap performans
ayam. Ayam akan mudah stres akibat tingginya gas amonia di
dalam kandang. Selain itu sirkulasi udara menjadi buruk, serta
suhu dan kelembapan meningkat di kandang/baterai. Suhu dan
kelembapan yang tinggi mengakibatkan konsumsi pakan akan
berkurang sehingga hal ini berpengaruh terhadap pencapaian
bobot yang tidak maksimal atau rendahnya bobot apkir. Ayam
juga menjadi mudah terserang penyakit dan dampak buruk
lainnya timbul sifat kanibal dari ayam tersebut. Tentu kondisi
seperti ini dapat merugikan peternak karena tidak hanya
performans produksi yang turun akan tetapi dapat menimbulkan
tingginya tingkat kematian ayam. Sebuah studi kepadatan
kandang terhadap deplesi ayam broiler parent stock fase grower 
menunjukkan  bahwa tingkat kepadatan kandang rata – rata 11
ekor/m2. Sedangkan tingkat deplesi pada ayam broiler parent
stock fase grower rata – rata 1,287%. Tingkat kepadatan ayam
rata – rata 11 ekor/m2 sedangkan tingkat deplesi rata – rata
1,287% (Permana, 2020). Kepadatan Kandang yang tinggi dapat
menimbulkan banyak faktor yang menyebabkan penurunan
performans dan cekaman stres. Mekanisme pengaruh stres
panas terhadap sistem kekebalan unggas adalah sebagaimana
tersebut pada ilustrasi 1.

16

Ilustrasi 1. Mekanisme Pengaruh Stres Panas terhadap
Kekebalan Unggas (Hangalapura, 2006).

Cekaman panas akan menginduksi suatu seri reaksi
kaskade pada sistem syaraf dan endokrin sehingga terjadi
peningkatan aktifitas jalur hipotalamus-hipofisa-kelenjar adrenal,
yang dikenal sebagai jalur hipotalamus, hipofise, adrenal.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan pelepasan berbagai
jenis hormon, seperti CRH (corticotropine releasing hormone),
ACTH (adrenocorticotropine hormone) dan glukokortikoid
serta penurunan pembentukan hormon triidotironin (T3) dalam
sirkulasi darah (Boonstra, 2005).

17

18

Bab
III

MATERI
DAN METODE PENELITIAN

Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil penelitian dengan
menggunakan data primer yang dilakukan oleh penulis
(Haryono, 2009), berupa penelitian ilmiah hasil gagasan
sendiri dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan
khususnya dalam manajemen budidaya ayam broiler. Lokasi
penelitian yaitu di kandang peternak ayam broiler dukuh
Bulakrejo, Desa Blimbing, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah.
Pemeriksaan dan pengambilan data sampel dilakukan
di sejumlah laboratorium yaitu : (1) Analisis pakan dilakukan di
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak dan Laboratorium Biokimia
Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang,
dan (2) Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium
Biometrika Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro.

3.1. Materi Penelitian

Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu ayam broiler jantan strain New Lohman sebanyak 368 ekor
umur 8 hari dengan rataan bobot badan 130,04±5,23 g. Ayam
umur sehari (DOC) diperoleh dari PT. Multibreeder Adirama
Indonesia Tbk. JAPFA, Unit Pembibitan Ayam-Tengaran,
Semarang, Jawa Tengah. Ayam umur 1-7 hari dipelihara pada

19

kandang lantai litter sekam padi dan pada umur 8 hari ayam
tersebut secara acak dipindahkan kedalam 32 unit kandang
percobaan dengan perlakuan kepadatan (7, 10, 13 dan 16)
ekor/m2 pada jenis lantai kandang slatt bambu dan litter sekam
padi dengan 4 ulangan, kemudian ayam dipelihara hingga umur
35 hari.

Pakan yang digunakan adalah pakan ayam broiler
komersial periode starter (Comfeed Broiler-I SP) bentuk mash
untuk ayam umur 1-21 hari dan finisher (Comfeed Broiler-II SP)
bentuk pellet untuk ayam umur 22 hari dan seterusnya yang
diproduksi oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia Cabang Sidoarjo
Jawa Timur. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pakan
diberikan 2-3 kali sehari, kemudian jumlah konsumsi pakan
dicatat setiap harinya. Kandungan nutrisi pakan diketahui
dengan analisis proksimat. Kandungan nutrisi pakan ayam
yang digunakan dalam penelitian ini selengkapnya disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Pakan Ayam yang Dipakai dalam
Penelitian

20

Kandang ayam yang digunakan adalah kandang
panggung dengan tinggi lantai 200 cm dari permukaan tanah,
yang berukuran panjang 12 meter, lebar 6 meter dan tinggi
3 meter. Dinding kandang terbuat dari bilahan bambu, pada
bagian bawah dinding setinggi 1 meter tersusun dari bilahan
bambu rapat dan bagian atasnya setinggi 2 meter tersusun
bilahan bambu renggang sera dilengkapi dengan tirai plastik di
sekeliling kandang. Atap kandang terbuat dari genteng tanah.

Kandang perlakuan disiapkan sebanyak 32 unit, berbentuk
petak segi empat dengan luas alas 1 m2 dengan dinding kawat
ram setinggi 50 cm yang tersusun atas 8 lajur dan masing-masing
lajur terdapat 4 unit. Empat lajur dibuat lantgai litter sedangkan
4 lajur lainnya dibuat lantai slatt. Tiap unit percobaan dilengkapi
dengan 1 buah tempat pakan, 1 buah tempat minum, 1 buah
lampu pijar 40 watt dengan refraktor, dan 1 buah termometer.
Alat pengukur kelembaban udara (hygrometer) dan jam dinding
diletakkan pada ruang kandang.

Vaksin yang digunakan untuk pencegahan terhadap
penyakit ND adalah : Newcastle-Bronchitis vaccine, B1 Type,
B1 strain, Mass and Conn. Type, Live virus, Fort Dodge
Animal Health, yang diberikan pada anak ayam umur 4 hari
dengan aplikasi tetes mata. Kemudian pada ayam umur 21
hari divaksinasi ND dengan Newcastle Disease Vaccine,
B1 Type, LaSota Strain Live Virus Fort Dodge Animal Health
yang diberikan dengan aplikasi air minum. Untuk Pencegahan
terhadap penyakit Gumboro, ayam umur 14 hari divaksin dengan
Poulvac Bursa F, Infectious Bursal Disease Vaccine, Fort Dodge
Animal Health dengan aplikasi air minum.

Desinfektan yang digunakan untuk membasmi virus,
bakteri dan jamur diantaranya Virtox, Superkill-50 yang berisi
senyawa zat aktif dimethyl coco benzyl, ammonium chloride
(10%w/v) dan gutaraldehyde (30%w/v). Antibiotika spektrum

21

luas untuk pengobatan penyait bakterial diantaranya Neo-
medytril yang berisi enroflokasin. Vitamin-elektrolit dan mineral
untuk meningkatkan stamina dan mencegah stres diantaranya
Protek-All pluss dan vita-chick.

Peralatan yang digunakan untuk pengumpulan data antara
lain : timbangan digital”Infinity CS-400” kapasitas maksimal 400
g, d=0,1 g; timbangan digital “Accurate” by Furi-hitachi kapasitas
maksimal 2000 g, d=1 g; timbangan one med baby scale
kapasitas 20 kg dengan akurasi pengukuran 0-10 kg, d=0,05
kg; kipas angin, alat ukr pH “Schott-Gerate GmbH”, handylab
ph 11/set D-55014 Mainz; termometer (oC), hygrometer(%),
mikroskop binokuler olympus BX51, mesin bubut ayam,
peralatan bedah bangkai, plastik sampel berbagai ukuran, foto
digital, alat semprot swan sws-14; peralatan pengambilan dan
penanganan spesimen.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan acak lengkap pola split plot, yaitu jenis lantai kandang
(lantai litter sekam padai dan slatt bambu) sebagai petak utama
dan kepadatan kandang (7, 10, 13 dan 16) ekor/m2 sebagai
anak petak, dengan empat ulangan, sehingga diperoleh 32 unit
percobaan.

Penempatan petak utama dan anak petak dalam
penelitian ini dilakukan secara acak. Pengacakan dilakukan
dua tahap yaitu tahap pertama untuk pengacakan pada petak
utama dan pengacakan kedua untuk anak petak. Adapun tata
letak unit kandang percobaan adalah terlihat pada Ilustrasi 2.

22

Ilustrasi 2. Tata Letak Unit Kandang Penelitian

3.2.2. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu : tahap

persiapan, adaptasi, pelaksanaan, pengambilan data terhadap
parameter yang diamati, pengolahan dan analisis data. Tahap
persiapan yang dilakukan meliputi penyiapan alat dan bahan
yang dilakukan selama masa penelitian. Tahap adaptasi
dilakukan selama satu minggu pertama (ayam umur 1-7 hari)
yang bertujuan agar anak ayam terbiasa dengn pakan yang
diberikan dan adaptasi dengan lingkungan. Tahap pelaksanaan
penelitian dilakukan pada ayam umur 8-35 hari, dengan
kegiatan meliputi: penimbangan bobot badan ayam mingguan,
pengukuran suhu unit percobaan dan kelembaban kandang
harian, pemberian pakan dan minum ad libitum, penimbangan
kebutuhan pakan harian dan sisa pakan diwaktu pagi, vaksinasi
ND (ayam umur 4 hari divaksin dengan vaksin ND strain ND
B-1 via tetes mata dan umur 21 hari dengan strain ND LaSota
via air minum) dan vaksinasi Gumboro pada ayam umur 14 hari

23

via air minum. Diakhir percobaan, ayam umur 35 hari dilakukan
kegiatan penimbangan bobot badan akhir, pengambilan sampel
darah dari vena brachialis dibagian sayap untuk uji serologi titer
antibodi ND, pembuatan preparat ulas darah untuk uji diferensial
sel leukosit, pemotongan ayam broiler, pengambilan sampel
feses dari sekum, penimbangan organ limpa, penimbangan
organ bursa fabrisius, penimbangan bobot karkas, penanganan
dan pengujian sampel di laboratorium.

3.2.3. Parameter Penelitian
Parameter performans yang diamati dalam penelitian ini

yaitu: (1) bobot badan, (2) pertambahan bobot badan harian,
(3) konsumsi pakan, (4) feed convertion rasio dan (5) bobot
karkas. Berikut ini adalah cara pengambilan data parameter
Performans tersebut :

a. Bobot Badan
Bobot badan diukur dengan menimbang bobot badan umur
ayam (mingguan) pada umur 7, 14, 21, 28 dan 35 hari dengan
timbungan digital, misalnya dengan timbangan “Infinity CS-
400” kapasitas 400 g, d= 0,1 g; dengan satuan gram (g).
Penimbangan dilakukan pada waktu pagi hari sebelum diberi
pakan.

b. Pertambahan bobot badan harian
Pertambahan bobot badan harian dapat diperoleh dengan
menghitung selisih bobot badan akhir dengan bobot badan
awal dibagi dengan jarak (hari) penimbangan dengan satuan
gram (g) yang dihitung tiap akhir minggu. Bobot badan diukur
dengan menimbang ayam dipagi hari sebelum diberi pakan
dengan menggunakan timbangan digital, misalnya dengan
:Infinity CS-400” kapasitas 400 g, d=0,1 g; dan timbangan
digital “accurate” by Furi-hitachi kapasitas maksimal 2000 g,

24

d=1 g. Jumlah sampel ayam yang diambil tiap unit kandangnya
disesuaikan dengan ketentuan (misalnya 5% atau 10%).

c. Konsumsi pakan
Konsumsi pakan diperoleh dengan menghitung selisih jumlah
pakan yang diberikan dengan jumlah pakan sisa, kemudian
dibagi dengan jumlah ayam yang hidup pada tiap unit
kandangnya dengan satuan gram. Jumlah pakan yang yang
diberikan ditimbang terlebih dahulu mengacu pada daftar
konsumsi pakan harian dari strain ayam yang dibudidayakan
(misalnya Ayam lohman jantan) dan dilebihkan 10% dari
kebutuhan pakan harian (ad libitum). Penimbangan pakan
sisa dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ayam diberkan
pakan yang baru. Dan sebaiknya pakan sisa tersebut tidak
digunakan lagi. Penimbangan pakan digunakan timbangan
digital, misalnya dengan:Infinity CS-400” kapasitas 400 g,
d=0,1 g; dan timbangan digital “accurate” by Furi-hitachi
kapasitas maksimal 2000 g, d=1 g.

d. Feed convertion ratio (FCR)
Feed convertion ratio diperoleh dengan menghitung jumlah
pakan yang dihabiskan untuk memperoleh kenaikan bobot
badan sebesar satu kilogram atau diperoleh dari jumlah total
konsumsi pakan dibagi dengan bobot badan pada waktu yang
sama.

e. Bobot Karkas
Bobot karkas pada ayam brolier diperoleh dari penimbangan
ayam broiler umur panen (misalnya 35 hari) setelah dilakukan
pemotongan, pengeluaran viscera, pencabutan bulu,
pemisahan kepala, leher, kaki serta giblet (hati, jantung dan
empedal). Ayam umur 35 hari diberi label (identitas tertentu)
kemudian bobot badan akhir ditimbang dengan menggunakan

25

timbangan digital, kemudian dilakukan prosesing yaitu
pemotongan dan pencabutan bulu. Dikeluarkan visceranya
(saluran pencernaan berikut hati, kantong empedu, jantung
dan rempela) dan dipotong lehernya pada tulang leher ke-
14 dan kaki dipotong pada sendi tarsus, kemudian dilakukan
penimbangan bobot karkas dengan timbangan digital
dan dicatat hasilnya. Jumlah sampel yang diambil tiap
unit kandangnya mengikuti aturan yang disepakati dalam
menajemen(misalnya 10 %), dan diambil secara acak.

Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan
dan analisis data dengan program Statistical Analysis System
(SAS) 6.12 for windows untuk membedakan perbedaan antar
perlakuan.

3.3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa dengan
metode sidik ragam dengan model matematis rancangan acak
lengkap pola split plot, yaitu :

Yijk = µ + £i + ƍjk + ßj + (£ß)ij + Ɛijk

Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan faktor petak utama £ ke i , faktor

µ anak petak ß ke-j dan ulangan ke-k
£i : Nilai tengah umum
ƍjk : Pengaruh faktor petak utama £ ke-i
: Galat percobaan akibat faktor petak utama ke-j dan
ßj
(£ß)ij ulangan ke-k
: Pengaruh faktor anak petak ß ke-j
: Pengaruh kombinasi faktor petak utama £ ke-i dan

faktor anak petak ß ke-j

26

Ɛijk : Galat percobaan akibat faktor petak utama £ ke-i
faktor anak petak ß ke-j dan ulangan ke-k

i : 1,2 (lantai kandang)
j : 1,2,3,4 (kepadatan kandang)
k : 1,2,3,4 (ulangan perlakuan

Hipotesis statistik yang diuji adalah:

H0 :£1ß1 = £2ß2 = ………………= £2ß2 = 0

Tidak ada pengaruh interaksi antara kepadatan dan jenis
lantai kandang yang berbeda terhadap performans ayam (bobot
badan, pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, feed
convertion ratio, bobot karkas);

H1 : Paling sedikit ada satu, £1ß1 ≠ 0

Ada pengaruh interaksi antara kepadatan dan jenis lantai
kandang yang berbeda terhadap performans ayam (bobot
badan, pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, feed
convertion ratio, bobot karkas);

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan
metode sidik ragam (analysis of varians) uji F dengan ketentuan
pengambilan keputusan dengan taraf probabilitas 5%, apabila
ada pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji pembandingan
berganda Duncan, dengan menggunakan aplikasi Program
Statistical Analysis System (SAS) 6.12 for windows untuk
membedakan antar perlakuan. Kreteria pengujian yaitu:

Jika F hitung ≥ F tabel pada taraf 5%, maka H1 diterima.
Jika F hitung < F tabel pada taraf 5%, maka H0 diterima.

27

28

Bab
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lingkungan

Kondisi mikroklimat lingkungan kandang dapat diketahui
dengan melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara
setiap hari yaitu waktu pagi puku 06.00 siang hari puluk 12.00
dan malam hari pukul 19.00 Setelah dilakukan pencatatan suhu
secara rutin, maka dapat dihitung nilai rataan suhu harian ruang
kandang. Hasil rataan suhu kandang dalam kondisi lingkungan
di suatu daerah yaitu 28,43 ± 0,86oC dengan kelembaban udara
72,15 ± 9,50% Raraan suhu unit kandang disuatu daerah di
waktu pagi, siang dan malam hari adalah tersebut pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Suhu dan Kelembaban Kandang Ayam Broiler

29

Dalam Tabel 2 terebut menunjukkan data hasil pengukuran
suhu dan kelembaban untuk jenis lantai rapat/litter dan jenis
lantai renggang/slatt. Suhu harian unit kandang pada lantai slatt
dan litter diwaktu pagi, siang dan malam hari pada suatu studi
penelitian dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda.
Adapun rataan suhu harian kandang pada lantai slatt dan litter
pada waktu pagi siang dan malam hari dengan kepadatan
kandang 7, 10, 13 dan 16 ekor/m2 adalah tersebut pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Suhu Harian Kandang Percobaan pada
Lantai Slatt dan Litter pada Waktu Pagi, Siang dan
Malam Hari dengan Tingkat Kepadatan Kandang
yang Berbeda

Kondisi mikroklimat lingkungan kandang penelitian dari
Tabel 2 dan 3, menunjukkan bahwa rataan suhu harian adalah
sebesar 28,43 ± 0,82oC dengan rataan kelembaban udara harian
adalah 72,15 ± 9,50%. Pada kandang lantai slatt rataan suhu
harian adalah 28,39 ± 0,83oC dan lantai litter sebesar 28,47 ±
0,88%. Suhu udara pada waktu siang hari pada lantai kandang
slatt yaitu 31,68 ± 0,51oC dan pada lantai litter 31,72 ± 0,69oC

30

sedangkan rataan suhu pada malam hari pada kandang lantai
slatt yaitu 27,66 ± 1,53oC dan pada kandang lantai litter 27,72
± 1,60oC.

Kondisi lingkungan tersebut menunjukkan bahwa
mikroklimat dari kandang penelitian adalah berada di luar
kenyamanan unggas (comford zone) yang suhunya berkisar 15-
25oC (Dabbert et al., 1997) dan berada di luar suhu lingungan
optimum atau thermoneutral zone yang suhunya berkisar 18-
23oC(25) dengan kelembaban 50-70% (Aletor et al., 2000).
Suhu lingkungan kandang yang tinggi atau berada di luar suhu
kenyamanan unggas ini dapat menyebabkan cekaman (stress)
pada unggas diatas umur 3 minggu karena bulu penutup tubuh
sudah lengkap. Ayam berusaha menjaga suhu tubuhnya dengan
cara menyeimbngkan produksi panas dengan hilangnya panas,
menggunakan bantuan alat-alat fisik dan mengubah-ubah sifat
insulatif bulu. Suhu lingkungan yang tinggi juga merupakan
salah satu faktor penghambat produksi ayam, karena secara
langsung hal ini mengakibatkan turunnya konsumsi pakan
sehingga terjadi defisiensi zat-zat makanan.

Kandang lantai slatt mempunyai temperatur yang sedikit
lebih dingin pada waktu siang hari dibanding dengan lantai litter
karena pada lantai slatt terjadi sirkulasi udara yang lebih baik
dengan adanya struktur lantai yang bercelah-celah. Namun
pada malam hari kandang lantai slatt menunjukkan suhu lebih
dingin dibanding lantai litter. Pada lantai litter terjadi proses
fermentasi oleh mikroorganisme pengurai terhadap feses
dan urin unggas serta bahan litter yang menghasilkan panas,
sehingga menyebabkan suhu lingkungan kandang menjadi
lebih hangat pada waktu malam hari.

31

4.2. Performans Ayam Broiler

Data hasil pengukuran parameter performans ayam

broiler pada umur 7, 14, 21, 28 dan 35 hari yang meliputi data

perkembangan bobot badan, pertambahan bobot badan harian,
feed convertion ratio (FCR), konsumsi pakan dan Bobot Karkas.
adalah sebagaimana tersebut pada Tabel 4.

4.2.1. Bobot Badan

Bobot badan ayam broiler dilakukan pengukuran secara
rutin pada akhir minggunya. Hasil pengukuran rataan bobot
badan ayam broiler pada umur 7, 14, 21, 28 dan 35 hari adalah
sebagaimana tersebut pada tabel 4.

Perlakuan Ayam Broiler Umur (hari)

1 7 14 21 28 35

........ Bobot Badan (gram)........ 1977

Standart New 42 162 410 512 1352 1.946,02
Lohman Broiler 1.805,34
Jantan 44,14 130,52 369,59 810,08 1.420,76
44,14 129,56 347,57 796,04 1.342,52 ns
Lantai kandang
(L) ns ns ns ns 1932,81a
L-1 1926,95a
L-2 129,73 369.38 828,04 1428,59a 1879,19a
P 128,10 348,94 812,31 1370,59b 1763,76b
131,36 360,81 758,86 1379,75b
Kepadatan Kan- 130,96 355,19 813,03 1347,64b s
dang (K) ns
K-1 ns ns ns s
K-2
K-3 ns ns ns ns
K-4
P

Interaksi (P x L)

Tabel 4. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler

32

Keterangan: : (Lantai Kandang)
: (Kepadatan Kandang)
L : (lantai Slatt bambu)
K : (Lantai litter sekam padi)
L1 : (Kepadatan Kandang 7 ekor/m2)
L2 : (Kepadatan kandang 10 ekor/m2)
K-1 : (Kepadatan kandang 13 ekor/m2)
K-2 : (Kepadatan kandang 16 ekor/m2)
K-3 : Probabilitas
K-4
P : tidak berbeda nyata
ns : berbeda nyata
n

Data bobot badan ayam broiler umur panen (35 hari) pada
kandang lantai Slatt bambu adalah 1,946,02 g, sedangkan pada
lantai litter adalah 1,805,34 g terdapat selisih bobot badan yaitu
140, 68 g dan secara analisys statistik Rataan bobot badan umur
panen 35 hari pada kandang lantai slatt adalah tidak berbeda
nyata (P>0.05) dibanding rataan bobot badan pada kandang
lantai litter.

Nilai bobot badan pada kepadatan kandang 7 ekor/m2
yaitu (1932,81 g), kepadatan kandang 10 ekor/m2 (1926,95 g),
Kepadatan kandang 13 ekor/m2 (1879,19 g) dan kepadatan
kandang 16 ekor/m2 adalah 1763,76 g. Data ini menunjukkan
bahwa semakin kepadatan kandang meningkat akan terjadi
penurunan bobot badan pada umur panen 35 hari. Kepadatan
kandang 16 ekor/m2 memperlihatkan rataan bobot badan ayam
broiler yang paling rendah (1763,76 g), dibanding dengan
rataan bobot badan pada kepadatan kandang 7, 10 dan 13
ekor/m2. Secara analisis statistik bahwa rataan bobot badan
pada kepadatan kandang 7, 10 dan 13 ekor/m2 adalah lebih
tinggi (P<0,05) dibanding rataan bobot badan pada kepadatan
kandang 16 ekor/m2.

33

Rataan bobot badan ayam broiler umur 28 hari pada
kepadatan 7 ekor/m2 (1428,59 g) adalah signifikan lebih tinggi
(P<0,05) dibanding rataan bobot badan pada kepadatan
kandang 10, 13 dan 16 ekor/m2.

4.2.2. Pertambahan Bobot Badan Harian

Hasil pengukuran rataan Pertambahan bobot badan
harian ayam broiler pada umur 7, 14, 21, 28 dan 35 hari adalah
sebagaimana tersebut pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Ayam Broiler

Perlakuan 0 7 Ayam Broiler Umur (hari)

14 21 28 35

........ Pertambahan Bobot Badan Harian (gram)........

Standart New
Lohman Broiler
Jantan

Lantai kandang
(L)

L-1 12,35 40,31a 67,39 82,78 75,04

L-2 12,21 31,14b 64,07 78,07 66,12

P ns s ns ns ns

Kepadatan
Kandang (K)

K-1 12,23 34,23b 65,54 85,79a 72,03 1932,81a

K-2 12,00 31,55b 66,20 79,48b 79,48 1926,95a

K-3 12,47 39,05a 65,80 79,77b 71,35 1879,19a

K-4 12,41 38,09a 65,41 76,37b 59,45 1763,76b

P ns s ns s ns

Interaksi (P ns s ns s ns
x L)

34

Keterangan: : (Lantai Kandang)
: (Kepadatan Kandang)
L : (lantai Slatt bambu)
K : (Lantai litter sekam padi)
L1 : (Kepadatan Kandang 7 ekor/m2)
L2 : (Kepadatan kandang 10 ekor/m2)
K-1 : (Kepadatan kandang 13 ekor/m2)
K-2 : (Kepadatan kandang 16 ekor/m2)
K-3 : Probabilitas
K-4
P : tidak berbeda nyata
ns : berbeda nyata
n

Nilai rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler
umur panen (35 hari) pada lantai Slatt yaitu 75,04 g dan pada
lantai litter adalah 66,12 g. secara analysis statistik nilai rataan
pertambahan bobot badan harian ayam broiler umur 35 hari
pada lantai slatt adalah tidak berbeda nyata (P>0,05) dibanding
lantai litter. Ayam broiler umur 14 hari dapat dilihat bahwa rataan
pertambahan bobot badan harian pada kandang lantai slatt
adalah 40,31 g signifikan berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibanding kandang lantai litter dengan capaian bobot badan
harian yaitu 31,14 g.

Rataan pertambahan bobot badan harian ayam broiler
umur 14 hari dengan kepadatan (13 dan 16) ekor/m2 yaitu (
39,05 dan 38,09 g) adalah signifikan berbeda nyata (P<0,05)
lebih tinggi dibanding kepadatan (7 dan 10) ekor/m2 yaitu (34,23
dan 31,55 g), namun dengan berjalannya waktu penelitian
ternyata rataan pertambahan bobot badan ayam broiler umur
panen 35 hari pada kepadatan kandang (13 dan 16) ekor/m2
adalah tidak berbeda nyata (P>0,05) bila dibandingkan dengan
kepadatan (7 dan 10) ekor/m2.

35

Terdapat interaksi secara signifikan berbeda nyata
(P<0,05) antara lantai kandang dengan kepadatan kandang
pada ayam broiler umur 14 hari dan 28 hari. Dan interaksi lantai
kandang dan kepadatan kandang terhadap rataan pertambahan
bobot badan ayam broiler umur 35 hari.

4.2.3. Feed Convertion Ratio (FCR)
Hasil pengukuran terhadap Feed convertion ratio (FCR)

Ayam broiler pada umur (8-14) hari, (15-21) hari, 22-28 hari dan
komulatif umur (1-35) hari, adalah sebagaimana tersebut pada
Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Feed convertion ratio (FCR) Ayam Broiler

Perlakuan Ayam Broiler Umur (hari)
1 1-7 8-14 15-21 22-28 1-35
Standart New
Lohman Broiler ........ Feed Convertion ratio (PCR)........
Jantan
0,89 1,10 1,28 1,43 1,57
Lantai kandang
(L) 1,082 1,215 1,358 1,569
L-1 1,100 1,199 1,363 1,545
L-2
P ns ns ns ns

Kepadatan Kan- 1,025 1,189 1,336 1,569
dang (K) 1,144 1,228 1,370 1,545
K-1 1,089 1,194 1,340 1,551
K-2 1,106 1,218 1,396 1,660
K-3
K-4 ns ns ns ns
P
ns ns ns ns
Interaksi (P x L)

36

Keterangan: : (Lantai Kandang)
: (Kepadatan Kandang)
L : (lantai Slatt bambu)
K : (Lantai litter sekam padi)
L1 : (Kepadatan Kandang 7 ekor/m2)
L2 : (Kepadatan kandang 10 ekor/m2)
K-1 : (Kepadatan kandang 13 ekor/m2)
K-2 : (Kepadatan kandang 16 ekor/m2)
K-3 : Probabilitas
K-4
P : tidak berbeda nyata
ns : berbeda nyata
n

Nilai FCR berdasarkan standar ayam strain Lohman
Broiler Jantan adalah 0,89 pada umur (8-14) hari, 1,28 pada
umur(15-21) hari, 1,43 pada umur (22-28) hari, dan Nilai FCR
Komulatif adalah 1,57 pada ayam umur (1-35) hari.

Nilai FCR komulatif ayam broiler umur (1-35) hari pada
lantai kandang slatt adalah 1,569 dan pada lantai kandang
litter adalah 1,545, dan secara analisis statistik signifikan tidak
berbeda nyata (P>0,05). Nilai FCR komulatif pada umur ayam
broiler (1-35) hari yaitu 1,57 (lantai Slatt) dan 1,545 (lantai litter)
adalah masih sesuai dengan standar New Lohman Broiler
Jantan.

Nilai FCR Komulatif pada ayam broilerumur (1-35) hari
pada kepadatan kandang (7, 10, 13 dan 16) ekor/m2 masing
masing adalah (1,569, 1,545, 1,551 dan 1,660) g secara
berturut turut. Secara uji statistik nilai FCR tersebut adalah
signifikan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kepadatan
kandang 7, 10, 13 dan 16 ekor/m2. Nilai FCR pada kepadatan
kandang 16 ekor/m2 adalah 1,660 g lebih tinggi dibanding
dengan kepadatan kandang (7, 10 dan 13) ekor/m2.

37

Tidak terdapat interaksi lantai kandang dengan kepadatan
kandang terhadap nilai FCR. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
FCR tidak terpengaruh secara nyata terhadap jenis lantai
kandang (slat dan litter) dan variasi kepadatan yang berbeda (7,
10, 13 dan 16) ekor/m2.

4.2.4. Konsumsi Pakan

Hasil pengukuran rataan nilai konsumsi pakan ayam
broiler pada umur (8-14) hari, (15-21) hari, (22-28) hari, (29-35)
hari, dan (1-35) hari adalah sebagaimana tersebut pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi Pakan Ayam Broiler

Perlakuan Ayam Broiler Umur (hari)
0 1-7 8-14 15-21 22-28 29-35 (1-35)

Standart New Konsumsi Pakan (g/minggu)
Lohman Broiler 182 434 721 1,022 1,260 3,619
Jantan
Lantai kandang 94,1 305,82 621,98 907,76 1.135,46 3.065,06
94,1 385,48 574,41 873,48 1.020,66 2,848,12
(L)
L-1 ns ns ns ns ns
L-2
P 284,78 606,63 923,63 1.118,79 3.027,69
Kepadatan Kan- 300,64 603,20 880,40 1.093,96 2.972,30
dang (K) 298,58 586,34 867,58 1.064,73 2.914,68
K-1 298,60 596,34 890,88 1.034,76 2.911,69
K-2
K-3 ns ns ns ns ns
K-4
P ns ns ns ns s
Interaksi (P x L)

38

Keterangan: : (Lantai Kandang)
: (Kepadatan Kandang)
L : (lantai Slatt bambu)
K : (Lantai litter sekam padi)
L1 : (Kepadatan Kandang 7 ekor/m2)
L2 : (Kepadatan kandang 10 ekor/m2)
K-1 : (Kepadatan kandang 13 ekor/m2)
K-2 : (Kepadatan kandang 16 ekor/m2)
K-3 : Probabilitas
K-4
P : tidak berbeda nyata
ns
n : berbeda nyata

Tabel 7 menunjukkan bahwa ayam broiler strain lohman
yang dipelihara dengan jenis kandang lantai slatt bambu memiliki
konsumsi pakan komulatif (umur 1-35 hari) sebesar 3.065,06
g lebih tinggi dari ayam broiler yang dipelihara pada kandang
lantai litter sekam padi yaitu 2.848,12 g. Nilai rataan konsumsi
pakan pada (1-7) hari, (8-14) hari, (15-21) hari, (22-28) hari, (29-
35) hari dan (1-35 hari) pada kandang lantai slatt adalah tidak
berbeda nyata (P>0,05) terhadap lantai kandang litter. Nilai
Rataan Konsumsi pakan ayam broiler (1-35) hari pada lantai
kandang slatt adalah 3.065,06 g tidak berbeda nyata (P>0,05)
terhadap lantai kandang litter (2.848,12).

Nilai rataan konsumsi pakan ayam broiler umur (1-35) hari
pada kepadatan kandang (7, 10, 13) ekor/m2 masing-masing
adalah 3.027,69 g; 2,972,30 g; 2,914,68 g; secara berturut turut
adalah signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibanding kepadatan
kandang 16 ekor/m2 (2,911,69 g). Dengan peningkatan
jumlah kepadatan kandang maka akan terjadi penurunan
jumlah konsumsi pakan. Dan kepadatan kandang yang masih
disarankan yaitu kepadatan kandang maksimal yaitu 13 ekor/

39

m2 . Karena dengan kepadatan 16 ekor/m2 sudah tidak baik lagi
yaitu terjadi penurunan performans.

Tidak ada interaksi lantai kandang dan kepadatan kandng
terhadap Konsumsi pakan. Hal ini berarti bahwa konsumsi pakan
ayam broiler tidak terpengaruh dengan kepadatan kandang dan
lantai kandang.

Pakan Ayam broiler sebaiknya aman dan berkualitas.
Pakan yang aman yaitu pakan yang tidak mengandung
cemaran biologi, fisika dan kimia. Cemaran biologi antara lain
bakteri, virus, jamur (aflatoksin), protozoa. Cemaran Fisika
antara lain mengandung pecahan kaca, plastik, batu kerikil, dll.
Cemaran Kimia antara lain mengandung antibiotika, pestisida,
hormone, pewarna dll. Sedangkan pakan yang berkualitas yaitu
pakan yang mengandung nutrisi atau zat-zat gizi yang sesuai
standart yang ditetapkan, serta memenuhi standar energi.
Dalam budidaya ayam broiler sebaiknya jumlah konsumsi
pakan hariannay diberikan mengikuti standar dari strain ayam
broiler yang dibudidayakan. Informasi standar konsumsi pakan
tersebut dapat diperoleh dari breeder farm yang memproduksi
bibit ayam broiler (Day old chick).

Kebutuhan pakan ayam broiler ( contoh :strain Lohman
Broiler) yaitu untuk ayam umur 1-7 hari (182 g/minggu), ayam
umur 8-14 hari (434 g/minggu), ayam umur 15-21 hari (721 g/
minggu), ayam umur 22-28 hari (1,022 g/minggu), ayam umur 29-
35 hari (1,260 g/minggu), dan jumlah pakan komulatif dari umur
1-35 hari adalah 3,619 g. Standar ini adalah jumlah maksimal
yang dikonsumsi ayam broiler untuk mendapatkan pertumbuhan
yang maksimal pula. Hal ini berarti apabila konsumsi pakan
ayam dibawah standar ini, berarti pertumbuhan ayam dapat
dikatakan kurang maksimal, sehingga potensi genetik yang ada
dalam tubuh ayam belum terekspresi dengan maksimal.

Ayam broiler agar dapat tumbuh dengan maksimal sesuai

40


Click to View FlipBook Version