The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini berisi tentang Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler yang disajikan dalam bentuk data data penelitian yang diujikan secara statistik.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by drhharyonokesmavet, 2022-07-10 10:01:45

Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler

Buku ini berisi tentang Pengaruh Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap Performans Ayam Broiler yang disajikan dalam bentuk data data penelitian yang diujikan secara statistik.

Keywords: Ayam broiler,kepadatan kandang,lantai kandang

dengan potensi genetiknya sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sestem manajemen budidaya, kepadatan
kandang, jenis lantai kandang (litter atau slatt), suhu dan
kelembaban lingkungan kandang, manajemen kesehatan,
strain ayam, jenis pakan, dan frekewnsi pemberian pakan dan
konsumsi pakan.

4.2.5. Bobot Karkas

Tabel 8. menunjukkan bahwa Bobot Karkas ayam broiler
yang dipanen pada umur 35 hari yang dipelihara pada kandang
lantai slatt adalah 1.399,89 g sedangkan yang dipelihara pada
kandang lantai litter adalah 1,323,89 g. Data tersebut, bahwa
bobot karkas ayam broiler yang dipelihara pada kandang lantai
slatt adalah lebih tinggi dibanding yang dielihara pada kandang
lantai litter, dengan selisih rerata bobot badan 79 g. Hasil analisis
ragam diketahui bahwa bobot karkas ayam roiler umur 35 hari
yang dipelihara pada kandang lantai slatt adalah tidak berbeda
nyata (P>0,05) dibanding yang dipelihara pada lantai litter.

Rerata bobot karkas ayam broiler umur 35 hari yang
dipelihara pada kepadatan kandang (7, 10, 13 dan 16) ekor/m2
adalah 1,403,96 g; 1,425,44 g; 1,377,78 g; 1,242,39 g secara
berturut turut. Dari hasil analisis diketahui bahwa bobot karkas
ayam broiler yang dipelihara dengan kepadatan kandang (7, 10
dan 13) ekor/m2 adalah signifikan lebih tinggi (P≤0,05) dibanding
kepadatan 16 ekor/m2. Bobot Karkas ayam broiler yang
dipelihara dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2 sudah terjadi
penurunan yang signifikan dibanding yang dipelihara dengan
kepadatan (7, 10 dan 130 ekor/m2. Dapat diartikan bahwa untuk
memperoleh bobot karkas yang optimal, maka ayam broiler
dapat di pelihara pada kepadatan kandang maksimal 13 ekor/
m2 pada umur panen 35 hari.

41

4.2.6. Tabulasi dan Interaksi Kepadatan dan Jenis
Lantai Kandang pada Parameter Performans Ayam Broiler
Umur 35 hari

Hasil analisis ragam terhadap rataan bobot badan,
pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, bobot
karkas dan feed convertion ratio ayam Broiler umur 35 hari
adalah sebagaimana tersebut pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan Harian,
Konsumsi Pakan, Bobot Karkas dan Feed Convertion Ratio Ayam

Broiler Umur 35 Hari.

Bobot Badan Kon- Bobot
Karkas
Perlakuan 7 hari 35 hari PBBH sumsi PCR
Pakan
.................. g .................

Petak Lantai 130,52 1.946,02 75,04 3.065,05 1.399,89 1,58
Utama kan- 129,56 1.805,34 66,12 2.848,12 1.324,89 1,59
Anak dang
Petak (L) ns ns ns ns ns ns
Inte- L1
raksi L2 129,73 1.932,81a 72,03 3.027,69 1.403,96a 1,57
128,10 1.926,95a 79,48 2.972,30 1.425,44a 1,55
P P 131,36 1.879,19a 71,35 2.911,69 1.377,78a 1,55
Kepa- 130,96 1.763,76b 59,45 2.914,68 1.242,39b 1,66
datan
Kan- ns ns ns ns s ns
dang ns ns ns
s ns ns
(K)
K1
K2
K3
K4
LxK

42

Keterangan:

1. Nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada parameter
yang sama menunjukan berbeda nyata (P ≤ 0,05)

2. Nilai rata-rata dengan superskrip yang sama pada parameter yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( P > 0,05)

3. Penulisan angka menunjukan rerata bobot badan (g) pertambahan
bobot badan harian (g), konsumsi pakan (G), dan feed convertion
ratio (PCR)

4. s = berbeda nyata dan ns - tidak berbeda nyata
L1 = lantai slatt bambu; L2 = lantai litter sekam padi
K1 = Kepadatan kandang 7 ekor /m2; k2 = kepdatan kandang 10
ekor/m2
K3 = Kepadatan kandang 13 ekor/m2; K4 = Kepadatan kandang
16 ekor/m2

PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian (g)

PCR = feed convertion rate ] P = Probabilitas

Hasil analisis ragam diketahui bahwa kepadatan kandang
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot badan dan bobot
karkas, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan
bobot badan harian, konsumsi pakan dan feed convertion ratio
(FCR). Selanjutnya hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bobot
badan dan bobot karkas pada kepadatan kandang 7, 10 dan
13 ekor/m2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan bobot badan
dan bobot karkas pada kepadatan 16 ekor/m2 dengan nilai
rataan bobot badan 1.932,81, 1.926,95, 1.879,19 dan 1.763,76
g secara berturut turut dan rataan nilai bobot karkas adalah
1.403,96, 1.425,44, 1.377,78 dan 1.242,39 secara berturut-
turut. Secara statistik bobot badan dan bobot karkas pada
kepadatan 7, 10 dan 13 ekor/m2 adalah tidak berbeda sedangkan
kepadatan 16 ekor/m2 menunjukkan bobot badan dan bobot
karkas yang rendah. Jumlah bobot badan akhir broiler Lohman

43

Jantan umur 35 hari dengan kepadatan kandang 7, 10, 13 dan
16 ekor/m2 adalah 13,53, 19,27, 24,43 dan 28,22 Kg/m2 secara
berturut-turut. Kepadatan kandang terhadap konsumsi pakan,
bobot badan, bobot karkas dan pertambahan bobot badn harian
adalah tersebut pada Ilustrasi 3 dan 4.

Ilustrasi 3. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi
Pakan, Bobot Badan dan Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 35 Hari.

Ilustrasi 4. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Pertambahan
Bobot Badan Harian Ayam Broiler Umur 35 Hari.

44

Hasil analisis ragam pada Tabel 8 serta Ilustrasi 3 dan 4,
terhadap nilai performans ayam broiler ini dapat diketahui bahwa
kepadatan kandang 7, 10, dan 13 ekor/m2 memberikan nilai
performans bobot badan yang baik, sedangkan pada kepadatan
16 ekor/m2 memberikan performans ayam broiler yang kurang
baik. Peningkatan kepadatan kandang hingga 16 ekor/m2
pada kondisi mikroklimat lingkungan kandang dengan rataan
suhu 28,43 ± 0,86oC dan kelembaban udara 72,15 ± 9,50%
berdampak kurang baik terhadap performans ayam broiler yaotu
terjadi penurunan bobot badan akhir dan bobot karkas. Hal ini
dapat terjadi karena keterbatasan ruang gerak dan tingginya
persaingan dalam memperoleh pakan, bahkan pertumbuhan
menjadi tidak seragam. Beberapa peneliti menerangkan bahwa
temperatur lingkungan yang tinggi mengganggu kehidupan
unggas, menurunkan pertumbuhan, feed intake, pertambahan
bobot badan dan efisiensi pakan, kecernaan pakan, produksi
telur, bobot telur (Muniz et al., 2006); meningkatkan kematian
dan menurunkan kekebalan unggas (Naseem et al., 2005);
mempengaruhi performans, kualitas telur dan fungsi kekebalan
pada ayam petelur komersial (Mashaly et al., 2004). Dapat
dikatakan bahwa pada kepadatan kandang 13 ekor/m2 adalah
merupakan batas kepadatan maksimum yang masih dapat
diterapkan untuk memperoleh performans broiler yang baik di
musim panas di wilayah dataran rendah. Peningkatan kepadatan
kandang melebihi 13 ekor/m2 atau 24,43 Kg/m2 dimungkinkan
nilai performans yang diperoleh menjadi kurang baik atau tidak
seimbang lagi dengan animal health dan animal welfare broiler.

Ayam broiler umur 35 hari pada kepadatan 7, 10 dan 13
ekor/m2 mempunyai bobot karkas yang signifikan lebih tinggi
(P<0,05) dibanding dengan kepadatan 16 ekor/m2 dengan
nilai rataan bobot karkas 1.403,96, 1.425,44, 1.377,78 dan
1.242,39 g secara berturut-turut. Data ini menunjukkan bahwa

45

dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2 diperoleh bobot karkas
yang rendah. Penurunan bobot karkas ini disebabkan karena
kepadatan kandang yang tinggi. Pada kandang lantai litter
dengan kepadatan kandang yang tinggi, kondisi litter-nya
cenderung lembab dan basah dengan akumulasi kotoran (feses
dan urin) serta tumpahan air minum dan menyebabkan munculnya
amonia dari hasil fermentasi mikroba yang mengganggu laju
pertumbuhan ayam broiler. Dengan kepadatan kandang yang
tinggi ayam mengalami stres sosial karena ada keterbatasan
ruang gerak dan penurunan konsumsi pakan sehingga bobot
hidup rendah. Produksi karkas erat kaitannya dengan bobot
hidup, dimana bobot hidup yang tinggi akan menghasilkan bobot
karkas yang tinggi pula. Persentase karkas adalah merupakan
perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup ayam
dikalikan 100%. Persentase bobot karkas ayam broiler umur 35
hari strain Lohman jantan pada kepadatan kandang 7, 10, 13
dan 16 ekor/m2 adalah 72,64, 73,97, 73,32 dan 70,44%.

Beberapa peneliti menerangkan bahwa ayam broiler
dalam pemeliharaannya memerlukan kondisi lingkungan yang
baik dan penyimpangan kondisi lingkungan ini akan merusak
performans (19); pada tingkat kepadatan kandang yang tinggi
(16 ekor/m2 per sngkar) dari strain Australop dan Rhode Island
Red perilakunya tidak stabil, lebih agresif. Frekuensi makan dan
minum meningkat serta terjadi penurunan performans. Pada
kepadatan kandang masing-masing 2, 4 dan 8 ekor per sangkar
tidak menunjukkan perbedaan pada tingkat konsumsi pakan,
intake minum, produksi feses dan pertumbuhan, (Bandyopadhay
et al., 2006).

Kepadatan kandang 10 ekor/m2 pada Ilustrasi 3
menunjukkan pertambahan bobot badan harian yang lebih baik
yaitu 79,98 g dibanding dengan kepadatan kandang 7, 13 dan
16 ekor/m2 dengan nilai 72,03, 71,35, 59,45 g secara berturut-

46

turut. Hal ini terjadi karena ayam dapat menggunakan pakan
lebih efisien dan mengkonsumsi pakan yang lebih tinggi yaitu
2.972,30 g dibanding dengan tingkat kepadatan lainnya.

Ayam broiler yang dipelihara pada kandang latai slatt
menunjukkan konsumsi pakan, bobot badan dan bobot karkas
yang lebih baik dibanding yang dipelihara pada kandang lantai
litter. Pengaruh jenis lantai kandang terhadap konsumsi pakan,
bobot badan dan bobot karkas ayam broiler umur 35 hari adalah
tersebut pada Ilustrasi 5.

Ilustrasi 5. Pengaruh Jenis Lantai Kandang terhadap Konsumsi
Pakan, Bobor Badan dan Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 35 Hari.

Lantai litter menghasilkan gas amonia dari hasil fementasi
bahan-bahan material litter dan kotoran ayam (feses, urin, bulu)
yang sangat mengganggu kehidupan ayam dan menyebabkan
stres, sehingga ayam berusaha beradaptasi pada situasi yang
abnirmal ini. Proses adaptasi ini menyebabkan pelepasan
hormon dan memerlukan penggantian cadangan tubuh
termasuk energi dan protein yang mengakibatkan penurunan
pertumbuhan, produksi dan kesehatan. Pada tahap awal,

47

stres merangsang syaraf postganglionik dan jaringan medula
dari kelenjar adrenal yang melepaskan catecholamin termasuk
adrenalin dan noradrenalin. Dengan adanya catecholamin ini,
unggas menyiapkan diri untuk melepaskan glukosa dengan
cepat. Pada tahap adaptasi ini rangsangan dari susunan
syaraf pusat otak (hypothalamus) memerintahkan cortex
adrenal untuk melepaskan hormon glucocorticoid yang dikenal
sebagai corticosteron. Hormon ini bertanggung jawab untuk
pembentukan glukosa dari cadangan karbohidrat, lemak dan
protein. Pada akhirnya jika unggas tidak mengendalikan stres
dan ketersediaan cadangan energi tidak mencukupi, maka
akan mengalami fase kelelahan, gangguan keseimbangan dan
kematian. Pengaruh kepadatan kandang dan feed convertion
ratio ayam broiler umur 35 hari adalah tersebut pada Ilustrasi 6.

Ilustrasi 6. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Feed Convertion
Ratio (FCR) Ayam Broiler Umur 35 Hari.

Hasil penelitian terhadap parameter FCR pada Tabel 7
dapat diketahui bahwa jenis lantai dan kepadatan kandang tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai FCR. Berdasar hasil

48

penelitian ini diketahui bahwa dengan kepadatan kandang yang
semakin tinggi maka nilai FCR makin meningkat. Pada Ilusrasi
5 menunjukkan bahwa nilai FCR pada kepadatan kandang
16 ekor/m2 mempunyai nilai FCR yang lebih tinggi yaitu1,66
dibandingkan nilai FCR pada kepadatan kandang 7, 10 dan 13
ekor/m2 yaitu 1,57, 1,55, dan 1,55 secara berturut turut. Nilai
FCR yang tinggi menunjukkan efisiensi penggunaan pakan
menjadi rendah sehingga bobot badannya menjadi turun. Nilai
FCR yang tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah adanya pengaruh temperatur lingkungan yang tinggi dan
menurunnya kesehatan ternak.

Terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) antara jenis lantai
dan kepadatan kandang terhadap konsumsi pakan ayam broiler
umur 35 hari. Interaksinya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Interaksi Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang terhadap
Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 35 hari.

49

Kandang lantai slatt menunjukkan nilai konsumsi pakan
yang tidak berbeda pada berbagai tingkat kepadatan kandang
7, 10, 13 dan 16 ekor/m2 dengan nilai 3.057,93, 3.078,58,
3.000,33, 3.123,40 g secara berturut turut, sedangkan
pada lantai kandang litter pada kepadatan 7 dan 10 ekor/m2
mempunyai konsumsi pakan yang lebih tinggi yaitu 2.997,45,
2,866,03 g dibandingkan kepadatan 13 dan 16 ekor/m2 yaitu
2.823,05, 2,705,95 g. Adapun interaksi kepadatan dan jenis
lantai kandang terhadap konsumsi pakan ayam broiler umur 35
hari adalah tersebut pada Ilustrasi 7.

Ilustrasi 7. Interaksi Kepadatan dan Jenis Lantai Kandang
terhadap Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 35 Hari.
Kandang lantai slatt bambu memberikan sirkulasi udara

dalam kandang berjalan dengan baik dan memberikan suasana
sedikit lebih dingin 28,39 ± 0,83oC disaat suhu lingkungan panas
28, 43 ± 0,86oC karena material bambu mampu membantu
50

menyerap panas, sehingga ayam broiler merasa lebih nyaman.
Kondisi ini sangat mendukung ayam broiler pada usia grower
dan finisher sehingga mendorong peningkatan konsumsi pakan.

Kandang lantai litter sekam padi mempunyai suhu lebih
tinggi yaitu 28,47 ± 0,88oC dibanding lantai slatt bambu 28,39
± 0,83oC, dan menghasilkan gas amonia yang merupakan hasil
fermentasi bahan litter dan feses oleh mikroorganisme pengurai

yang sangat mengganggu sistem respirasi dan fisiologi ayam
broiler. Pada cuaca dingin dan hujan material litter menjadi

lembab dan basah dari minuman yang tercecer sehingga pH
litter meningkat dan apabila nilai pH litter lebih besar dari 8 maka

akan mempercepat terjadinya pembentukan gas amonia, karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan asam disulfida (H2S)
meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan kandang.

Kondisi ini sangat kurang menguntungkan karena ayam broiler

menjadi stres dan konsumsi pakan menurun sehingga diperoleh

bobot badan yang rendah.

Beberapa peneliti menerangkan bahwa terjadinya

penurunan konsumsi pakan, penurunan tingkat pertumbuhan
dan peningkatan mortalitas pada kandang lantai litter disebabkan

oleh peningkatan kepadatan kandang dan hal ini menjadi
indikator yang sensitif terhadap buruknya animal walfare.

Dengan peningkatan kepadatan kandang akan terjadi perubahan

kondisi linkungan kandang yang biasanya berhubungan dengan

peningkatan temperatur, kelembaban udara, karbon dioksida
(CO2) dan level amonia. Level amonia yang tinggi (25-50 ppm)
akan menurunkan pertumbuhan dan meningkatkan kejadian
peradangan kantong hawa (air sac). Kelembaban yang tinggi dan
litter yang basah akan meningkatkan breast blisters, hock burn
dan food pad dermatitis (Esteves, 1994), meningkatkan produksi
amonia, food pad lession, kelembaban litter, locomotion, heat
stress dan preening (Bessi et al., 2008; Cravener et al., 1992)..

51

52

Bab
V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh disimpulkan beberapa
hal yaitu :

1. Kepadatan kandang 7, 10, 13 ekor/m2 menunjukkan nilai
bobot badan dan bobot karkas ayam broiler yang lebih
tinggi dibanding kepadatan kandang 16 ekor/m2. Pada
kepadatan kandang 16 ekor/m2 menunjukkan stres yang
lebih tinggi dibanding kepadatan kandang 7, 10 dan 13
ekor/m2 .

2. Kandang lantai slatt dapat digunakan untuk memelihara
ayam broiler dengan kepadatan kandang maksimal 13
ekor/m2 atau dengan bobot badan akhir 24,43 kg/m2
pada umur 35 hari, sedangkan kandang lantai litter dapat
digunakan dengan kepadatan kandang maksimal 10 ekor/
m2 atau dengan bobot badan akhir 19,27 kg/m2.

3. Ayam broiler yang dipelihara pada kandang lantai slatt
menunjukkan nilai performans (bobot badan, pertambahan
bobot badan harian, konversi pakan, FCR, Bobot karkas)
yang lebih tinggi dibanding kandang lantai litter.

4. Ayam broiler yang dipelihara pada kandang lantai slatt
memberikan tingkat cekaman stres yang rendah dan
kesehatan yang baik.

53

Saran:

Ayam broiler komersial di wilayah tropis pada kondisi
mikroklimat lingkungan kandang denga suhu udara 28,42
± 0,86oC dan kelembaban udara 72,15 ± 9,50% disarankan
dipelihara pada kandang lantai slatt. Bila peternak ayam broiler
menggunakan kandang lantai slatt bambu, disarankan kepadatan
kandang maksimal yaitu 13 ekor/m2 dan bila menggunakan
kandang lantai litter sekam padi kepadatan kandang maksimal
yaitu 10 ekor/m2.

54

Lampiran 1. Foto-foto Penelitian Ayam Broiler Strain New
Lohman Jantan

1. Tata letak kandang penelitian

2. Pemeriksaan mikroskopik sel Leukosit, Ookista, dan jaringan
di laboratorium
55

3. Kandang lantai slatt dan litter dengan kepadatan kandang 13 dan
16 ekor/m2 aerta performans ayam broiler

a. b.

4. Ayam broiler umur 28 hari pada lantai slatt bambu (A) dan lantai
litter sekam (b) dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2.

a. b.

5. Ayam broiler Strain New Lohman jantan umur 28 hari (a) dan 35
hari (b)

56

6. Mortalitas ayam broiler dengan gejala klinis peradangan saluran
pernafasan den pencernaan (hydrop ascites)
57

58

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan
Ternak Unggas. UI Press, Jakarta

Adiwinarto, G. 2005. Penampilan dan laju pertumbuhan relatif
karkas dan komponen karkas dua strain ayam
broiler fase finisher (21-42 hari) dalam berbagai
suhu pemeliharaan. Fakultas Peternakan-
Program Pasca Sarjana. Tesis.

Aletor, I.I. Hamid dan E. Pfeffer. 2000. Low, protein, amino acid
-supplemented diets in broiler chickens: Effect of
performance, carcass characteristics, whole body
composition and efficiencies of nutrient utilization.
J. Sci. Food Agric. 80: 547-554

Borges, S.A., Fav Da Silva, A. Maiorka, D.M. Hoge and K.R.
Cummings. 2004. Effects of diet and cyclic daily
heat stress on electrolyte, nitrogen and water
intake, excretion and retention by colostomized
male broiler chickens. Int. J. Poultry Sci. 3: 313-
321.

Boonstra, R. 2005. Coping with changing northerm environment:
the role of the stress axis in birds and mammals.
Integr. Comp. Biol. 44:95-108

Bandyopadhyay, P.K., J.N. Bhakta, and R. Shukla. 2006. Effect
of stocking density on feed and water intake,
behaviour and growth of both Australop and
Rhode island red for production of three week
bird. Tamilnadu J. Vet. Anim.Sci. 2(3) 96-101.

59

Bell, D. D. dan W. D. Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken
Meat and Egg Production. 5 th Ed. Springer

Science+BusinessMedia, Inc. Spring Street.

New York.

Bessie, W., M T Prieto, dan S G Davila. 2008. Effect of
housing system and cold stress on heterophil
to lymphocyte ratio, fluctuating asymmetry, and
tonic immobility duration of chickens. Pultry Sci.

87 (4): 621-618

Cranever, T.L., W.B. Roush and M.M. Mashaly. 1992. Broiler
production under varying population density.

Poultry Sci. 71:427-433

Cooper, M.A. dan K.W. Washburn. 1998. The relationships
of body temperature to waight gain, feed
consumption, and feed utilization in broilers under
stress. Poultry Sci. 77: 237-242

Daud, M., M. Fuadi, M. Mulyadi, 2017. Performan dan
Persentase Karkas Ayam Ras Petelur Jantan
pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Jurnal

Agripet, Vol 17 No.1 (2017).

Dabbert, C. B., R. L. Lochmiller, and G. Teeter. 1997. Effects
of acute thermal stress on the immune sustem of
the northern bobwhite. The Auk 114(1):103-109

Esteves, I., 1994. Density : How it can effect the behaviour and
health of your birds. Department of animal and

avian sciences University of Maryland, College

Park. Fact sheet 758

Hangalapura, 2006. Cold stress and immunity : Do chickens
adapt to cold by trading off immunity for
thermoregulation? Phd Thesis, Waganingen

University, The Netherland

60

Japfa 2000. New Lohman (MB 202) Broiler Management
Programme. P.T. Multibreeder Adirama Indonesia,
Tbk. Jakarta. Indonesia.

Jull, M.A. 1979. Poultry Husbandary. 3th ED. Tata McGraw-Hill
Publish Co.Ltd., New Delhi.

Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behavior response
on heat stress to improve heating and ventilation
system efficiency. Electr. J. Pol. Agric. Univ. 5:1-
11

Kartasudjana, R. dan E Suprijatna, 2006. Manajemen Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muniz, E.C., V.B. Fascina, P.P. Pires, A.S. Carrijo, and E.B.
Guimaraes. 2006. H istomorphology of bursa
fabricius : effect of stock densities on commercial
broilers. Rev. Bras. Cienc. Avic. 8(4)

Mashaly, M.M., G.L. Hendricks, M.A. Kalama, A.E. Gehad, A.O.
Abbas and P.H. Patterson. 2004. Effect of heat
stress on production parameters and immune
responses of commercial laying hens. Poultry.
Sci. 83:889-894

Naseem, S.M., Y.B. Anwar, A. Ghafoor, A. Aslam and S. Akhter,
2005. Effect of ascorbic acid and acetylsalicylic
acid supplementation on performance of broiler
chicks exposed to heat stress. Int. J. Poultry Sci.,
4:900-904

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production
Manual. 4th Ed. An Avi Book Publish by Van
Nostrand Reinhold, New York.

Puron, D.R. sastamaria, J.C. Segura, and J.L. Alamilla. 1995.
Broiler performance at different stocking densities.
J. Appl. Poultry Res, 4:55-60

61

Permana, A.D. 2020. Dampak Kepadatan (Density) Kandang
Terhadap Tingkat Deplesi pada Ayam Broiler
Parent Stock Fase Grower. Journal Animal

Reseach and Applied Science Vol 2. No. 2 (2020).

Universitas Muhammadiyah Malang.

Puspani, E., Nuriyasa, A.A.P. Putra Wibawa dan D.
Cendrawati.2008. Pengaruh Tipe Lantai Kandang
dan Kepadatan Ternak terhadap Tabiat Makan
Ayam Pedaging Umur 2-6 Minggu. MAJALAH

ILMIAH PETERNAKAN Universitas Udayana

Denpasar Vol.11 Np.1 (2008)

Richardson, U.F., and Kendall, S.B., 1963. Veterinary
Protozoology. The English Language Book
Society and Oliver and Boyd, Edinburg and

London.

Siregar, A.P., M. Sabrani dan M.H. Togatorop. 1982. Pengaruh
pembatasan pemberian jumlah ransum terhadap
performans dua galur ayam pedaging. Proc.

Seminar Penelitian. P3T. Bogor

Scott, T.R., E.A. Dunnington, and P.B. Siegel. 1994. Brucella
abortus antibody respose of white leghorn
chickens selected for high and low antibody
responsiveness to sheep erythrocytes. Poultry

Sci. 73:346-349

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, and R. Kartasudjana. 2005.
Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Sunarti, D., 2004. Pencahayaan Sebagai Upaya Pencegahan
Cekaman Pada Unggas Tropis Berwawasan
Animal Welfare. Pidato pengukuhan peresmian

penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu

62

Ternak Unggas pada Fakustas Peternakan
Universitas Dipinegoro, 6 Oktober 2004
Semarang.
SAS Institut. 1996. SAS User’s Guide : Statistics Version 6.12
SAS Institut Inc. Cary, NC.

Sugito, W., D.A. Manalu, E. Astuti, Handharyani dan Chairul.
2007. Histopatologi hati dan ginjal pada ayam
broiler yang dipapar cekaman panas dan diberi
ekstrak kulit batang jaloh (Salix tetrasperma roxb)
JITV.21(1)

Syamsuryadi, B., Rudi A., Irma I.A., Damiana R.E. 2017. Ayam
Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran
Tinggi Sulawesi Selatan Produktivitasnya Lebih
Tinggi. Jurnal Veteriner Vol. 18 No. 1 : 160-166
(2017)

Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo
dan S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Cetakan ketiga Gadjahmada
University Press, Yogyakarta.

Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ketiga.
Gadjahmada university Press.

Woro, I.D., Atmomarsono, Muryani, R.,2019. Pengaruh
Pemelihaan Pada Kepadatan Kandang yang
Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler.
Journal Sain Peternakan Indonesia (JSPI). Vol
14, No.4 (2019)

Yani, A., Suhardiyanto, H. Erizal, Purwanto, B. P. 2014. Design
of Stocking Density of Broilers for Closed House
in Wet Tropical Climates. !PB Repository. Animal
Production Technology.

63

Zahraa, H., Al-Ghamdi. 2008. Effect of commutative heat stress
on immunoresponses in broiler chickens reared
in closed system Departmenet of zoology, Durls
College of Science, Dammam, Saudi Arabia,. Int.
J. Poultry Sci. 7(10):964-968

64

RIWAYAT
HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur, tangal 21
Desember 1967, putra keempat dari Bapak S. Harsadi dengan
Ibu Sukimi. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Kuniran 1
dan tamat pada tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri Sine Jawa Timur pada tahun 1983, Sekolah Menengah
Atas Jurusan IPA di SMA Negeri 2 Sragen Jawa Tengah dan
tamat pada tahun 1986.

Tahun 1986 melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada program studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan dan lulus menjadi Sarjana Kedokteran
Hewan pada tanggal 26 Januari 1991, setelah mempertahankan
skripsi yang berjudul : “Studi Gambaran Anatomi Alat Kelamin
Betina Ayam Petelur Tua Akibat Force Molting Sebagai Upaya
Peningkatan Produksi”. Kemudian pada tahun yng sama penulis
melanjutkan studi Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) dan lulus menjadi
Dokter Hewan pada tangal 17 Januari 1992.

Tahun 1994 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS) Dinas Peternakan Propinsi Dati I Maluku pada Kantor
Wilayah Departemen Pertanian Propinsi Maluku. Kemudian
pada tahun 2000 penulis mutasi kerja ke Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah hingga sekarang.

Sejak Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Ternak Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro dan pada tanggal 18 Juni 2009 penulis dinyatakan
lulus sebagai Magister Ilmu Ternak.

65

Pengalaman organisasi:
1. Kepala Balai Veteriner Boyolali Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah (2009-2022).
2. Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Jawa

Tengah IV (2015-2023).
3. Anggota Komisi VII Bidang Pembinaan Cabang dan ONT

Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB
PDHI) Tahun 2018-2022.
4. Dosen Pengampu Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat
Veteriner Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Surakarta (2018 - sekarang).

66


Click to View FlipBook Version