i
i PRA KATA Puji syukur kami panjatkan kepad Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan artikel jurnal ilmiah ini. Jurnal ilmiah ini hadir sebagai bukti mahasiswa PBSI kelas 6A telah menyelesaikan penelitian bidang bahasa pada mata kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia. Jurnal ilmiah yang berjudul Kananl Basastra (Kumpulan Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 6A) merupakan produk final dari mata kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia. Kapita Selekta Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan suatu permasalahan kebahasaan, mempersiapkan mahasiswa dalam melaksanakan penelitian bahasa, dan membantu mahasiswa dalam pemilihan topik skripsi bidang bahasa. Perkembangan isu dan fenomena kebahasaan saat ini sangat menarik dan penting untuk diteliti lebih dalam lagi. Jurnal penelitian yang berjudul Kanal Basastra (Kumpulan Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 6A) disusun oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 6A angkatan tahun 2019. Kanal Basastra hadir sebagai upaya untuk menghimpun berbagai hasil penelitian dan pemikiran bidang bahasa yang meliputi linguistik makro dan mikro dengan harapan dapat dimanfaatkan, memberikan pengetahuan, dan diteladani oleh masyarakat secara luas. Kanal Basastra program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 6A hadir dalam volume 4 nomor 1 bulan Agustus tahun 2022 dengan mengemas hasil penelitian dan pemikiran dari mahasiswa PBSI kelas 6A. Kami menyadari artikel jurnal ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi isi artikel maupun dari segi desain jurnal. Oleh karena itu, kami berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki jurnal Kanal Basastra menjadi lebih baik. Semoga jurnal ilmiah ini dapat memberi manfaat maksimal dalam bidang kebahasaan dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, terima kasih. Semarang, 1 Agustus 2022 Tim Penyusun
ii DEWAN REDAKSI Pembimbing Raden Yusuf Sidiq Budiawan, S.Pd., M.A. Pimpinan Redaksi Indah Yuniarti Sekretaris Nadila Fara Maudita Santoso Editor Rani Tamara Siti Zanuba Choiriyah Febronia Golu Baluk Layouter Indah Yuniarti Penerbit Kelas 6A Angkatan 2019 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang
iii DAFTAR ISI PRA KATA......................................................................................................................... i DEWAN REDAKSI ........................................................................................................... ii DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii KLUSTER I Metafora Konseptual dalam Novel Tulisan Sastra Karya Tenderlova ..................... 1 Analisis Kajian Metafora Konseptual pada Album Manusia Karya Tulus............... 11 Kajian Sosio-Semantik: Bahasa Makian dalam Bahasa Lamaholot.......................... 23 Analisis Humor dalam Kanal Youtube Stand Up Kompas TV Episode Stand Up Marshel Widianto ...................................................................................................... 34 KLUSTER II Senyapan dan Kekeliruan Wicara Mahasiswa Praktikan Mata Kuliah Kepewaraan Universitas PGRI Semarang Tahun Akademik 2021/2022....................................... 42 Kajian Morfo-Sosiolinguistik: Fenomena Bahasa Slang di Kalangan Remaja......... 53 Kajian Psiko-Pragmatik: Kemampuan Bahasa Verbal pada Pengidap ODGJ .......... 63 Analisis Wacana Kritis Tuturan Ibu Megawati dalam Menghadapi Perilaku Masyarakat terhadap Kelangkaan Minyak Goreng (Model Teun A. Van Djik) ....... 75 Kajian Psikolinguistik: Kilir Lidah Ujaran Pembawa Acara dan Bintang Tamu pada Channel Youtube WAW Entertainment, Tonight Shownet, dan Trans 7 Official ................................................................................................................................... 84 Tindak Tutur Ilokusi dan Perlokusi dalam Komentar Warganet Mengenai Pawang Hujan MotoGP Mandalika di Akun Instagram @lambe_turah................................. 90 Deiksis Sosial dalam Novel Malik dan Elsa Karya Boy Candra............................... 99 Analisis Wacana dalam Iklan XL #WeAreMore-Menemani Setiap Langkah Kehidupan................................................................................................... 102 Penciptaan Bahasa Humor Kiky Saputri dalam Acara Roasting 7 Crazy Rich Indonesia................................................................................................................... 110
iv KLUSTER III Gaya Bahasa dalam Novel Membeli Ibu Karya Riawani Elyta................................. 117 KLUSTER IV Penerapan Aplikasi Halo Bahasa untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Mahasiswa Universitas PGRI Semarang Mata Kuliah Menulis Ilmiah Tahun Akademik 2021/2022 ..................................................................................... 127
v KLUSTER I
1 METAFORA KONSEPTUAL DALAM NOVEL TULISAN SASTRA KARYA TENDERLOVA Title in English (Conceptual Metaphor in Tulisan Sastra novels by Tenderlova) oleh Siti Zanuba Choiriyah Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945 Telepon Penulis (082223848171) Pos-el: ([email protected]) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Penelitian ini dilakukan menggunkan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara simak dan catat yang bersumber pada novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 94 data yang ternasuk metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Data tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk metafora konseptual yaitu, metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Metafora struktural ditemukan 41 data dengan pengklasifikasian 6 konsep sasaran yang berbeda yaitu karakter tokoh, diam, tempat, waktu, meninggal, dan uang. Metafora orientasional ditemukan dengan jumlah 33 data, dan metafora ontologis ditemukan dengan jumlah 20 data. Selain itu, metafora mati juga ditemukan dalam novel tersebut dengan jumlah 4 data. Berdasarkan hal tersebut, novel Tulisan Sastra merupakan novel yang mengandung banyak kalimat bermetaforis. Metafora yang sering dipakai Tenderlova dalam menulis novel Tulisan Sastra adalah metafora struktural. Kata Kunci: metafora konseptual, novel, tulisan sastra, tenderlova ABSTRACT This research aims to describe conceptual metaphors in the novel Tulisan Sastra by Tenderlova. This design of this research is using a qualitative descriptive method. The data was collected by observing and taking notes sourced from the novel Tulisan Sastra by Tenderlova. Based on the results of data analysis, 94 data were found, including conceptual metaphors in Tulisan Sastra by Tenderlova. The data is classified into conceptual metaphors, namely structural metaphors, orientational metaphors, and ontological metaphors. Structural metaphors found 41 data with 6 different classifications of target concepts, namely character, silence, place, time, death, and money. Orientational metaphor was found with a total of 33 data, and ontological metaphor was found with a total of 20 data. Besides that, dead metaphors are also found in novel with a total 4 data. Based on this, the novel of Tulisan Sastra is a novel that contains many metaphorical sentences. The metaphor that is often used by Tenderlova in Tulisan Sastra novels is a structural metaphor. Keywords: conceptual metaphor, novel, literary writing, tenderlova PENDAHULUAN Novel bergenre fiksi remaja, dewasa ini menjadi salah satu karya sastra yang banyak dibaca terutama pada platform Wattpad. Salah satu novel dengan genre fiksi remaja adalah Tulisan Sastra karya Tenderlova yang sudah dibaca 12 juta kali di Wattpad kemudian dibukukan dan menjadi novel best seller 2020. Alasan Tulisan Sastra menjadi novel yang diminati banyak orang terletak pada alur cerita yang sederhana, tetapi begitu kuat sehingga membuat pembaca mampu memahami makna tersirat yang penulis
2 suguhkan. Selain itu, dalam penulisan novel tersebut Tenderlova banyak menggunakan kalimat bermetafora yang membuat novel tersebut memiliki daya tarik retorik. Dalam ranah linguistik kognitif, metafora merupakan suatu ungkapan yang memiliki konsep lain. Lakoff dan Johnson (dalam Arong, 2021) mengemukakan bahwa metafora merupakan ungkapan yang dinyatakan dalam bentuk (A), tetapi bisa dimaknai sebagai (B). Kajian yang digunakan untuk memahami pengklasifikasian makna secara lebih luas dan mendalam disebut juga metafora konseptual. Menurut Arimi (2015), metafora konseptual adalah ekspresi kebahasaan yang tidak hanya memiliki satu konsep makna, tetapi juga memiliki satu konsep lain. Contohnya yaitu konsep “tulang punggung” yang dapat dimaknai sebagai sesorang yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bukan salah satu bagian tulang yang ada di tubuh manusia. Penelitian yang membahas metafora konseptual sudah sering ditemukan, tetapi sebagian besar objek yang diteliti adalah lirik lagu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah dkk. (2019) tentang metafora konseptual cinta dalam lirik lagu Taylor Swift. Penelitian ini menjelaskan makna cinta dalam segala konsep, seperti konsep cinta sebagai tangisan, konsep cinta sebagai lagu, konsep cinta sebagai benda tersembunyi, konsep cinta sebagai suatu kebutuhan, konsep cinta sebagai keindahan, dan konsep cinta sebagai kesempurnaan. Penelitian lain tentang metafora konseptual yaitu penelitian metafora konseptual dalam lirik lagu bertema pandemi covid-19 karya musisi Indonesia yang ditulis oleh Rahmawati & Zakiyah (2021). Penelitian tersebut mendeskripsikan makna implisit pada lirik lagu bertema pandemi dengan menjelaskan konsep ranah target dan ranah sumber. Pada penelitian lain juga ditemukan metafora konseptual kata cinta dalam buku Panmaneerung bahasa Thailand oleh Arong (2021). Dalam penelitian ini objek yang diambil adalah kata cinta dalam buku Panmaneerung, sehingga pembahasan tertuju hanya pada kata cinta dengan penggunaan konsep metafora dengan membagi klasifikasi tersebut pada tipe metafora struktural, metafora ontologikal, dan metafora orientasional. Selain itu, penelitian mengenai metafora konseptual dalam lirik lagu juga dilakukan oleh Wiradharma (2016). Penelitian tersebut menjelaskan tentang metafora konseptual yang ada dalam lirik lagu dangdut. Hasil dari penelitian tersebut hanya ditemukan dua metafora konseptual dalam data lirik lagu dangdut yaitu metafora struktural dan metafora ontologis. Berdasarkan penelusuran pustaka tersebut, penelitian metafora konseptual dalam novel masih jarang ditemukan apalagi pada novel-novel terbaru yang terbit tahun 2020-an. Hal inilah yang menjadi kebaruan penelitian metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Selain itu, novel ini juga memiliki prestasi sebagai novel best seller tahun 2020. Hal ini menjadi salah satu sisi menarik pada penelitian metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Dalam novel Tulisan Sastra, penulisan gaya bahasa yang digunakan Tenderlova lebih mengarah pada metafora konseptual. Sebagaimana pada penggalan kalimat “banyak anak banyak rejeki” (Tenderlova, 2020:2). Kalimat tersebut termasuk klasifikasi metafora mati yang keberadaanya tidak disadari sebagai sebuah metafora. Larson (dalam Saifudin, 2012) mengatakan bahwa metafora mati merupakan bagain dari konstruksi idiomatis dalam leksikon bahasa, sehingga pembaca atau pendengar tidak perlu memikirkan maknanya secara literal katakata pembentuknya. Selain “banyak anak banyak rejeki”, dalam novel Tulisan Sastra terdapat bentuk metafora lain seperti sekoper dollar, tangan ajaib, menyengir kuda, dan lain-lain, yang akan dikaji lebih lanjut.
3 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian semantik khususnya pada bidang metafora konseptual. Sebagaimana penelitian ini bersumber pada novel Tulisan Sastra karya Tenderlova dengan penulisan gaya bahasa yang sederhana namun kuat bisa menjadi contoh bagi para penulis pemula bahwa dalam menulis sebuah novel tidak harus menggunakan bahasa yang rumit. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang diambil yaitu kata atau kalimat bermetafora yang ada dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Pengumpulan data dilakukan dengan cara simak dan catat yang bersumber pada novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Dengan demikian, teknik simak dilakukan untuk mencari diksi yang mengandung metafora pada novel Tulisan Sastra dengan cara membaca seluruh isi novel Tulisan Sastra, kemudian teknik catat digunakan untuk mencatat seluruh data yang sudah ditemukan dengan mengklasifikasikan sesuai dengan tipe metafora konseptual. Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianlisis dengan metode agih. Tahap analisis pada penelitian ini yaitu (1) menentukan kata atau kalimat yang mengandung metafora konseptual. (2) kata atau kalimat yang sudah diidentifikasi kemudian dianalisis berdasarkan segi makna sesuai dengan konsep metafora konseptual. (3) hasil dari setiap data pada tahap kedua kemudian dianalisis berdasarkan fungsi masing-masing tipe metafora konseptual. Selanjutnya, hasil analisis data dilengkapi dan disajikan menggunakan metode informal dengan kata-kata yang biasa dan sederhana secara deskriptif. Berdasarkan hal tersebut, penyajian hasil analisis data akan menjabarkan konsep metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan 94 data yang termasuk metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Data tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk metafora konseptual, yaitu metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Metafora struktural dalam Novel Tulisan Sastra karya Tenderlova Pada penelitian ini, ditemukan 41 data yang termasuk ke dalam metafora struktural. Namun, hanya terdapat 6 data yang memiliki sasaran berbeda terhadap konsep metafora struktural dalam novel Tulisan Sastra. Metafora struktural merupakan jenis metafora konseptual yang memetakan struktur ranah sumber ke struktur ranah sasaran dengan pendengar atau partisipan memahami konsep lain dari konsep yang sudah ada (Konvecses dalam Arimi, 2015). Berikut klasifikasi data sesuai dengan sasarannya: a. A. Sasaran Karakter Tokoh (1) Si Bungsu yang memang sejak lahir mempunyai tangan ajaib (TS/Hal.1) Data pertama merupakan sebuah bentuk metafora yang diklasifikasikan ke dalam metafora struktural dengan sasaran berupa karakter tokoh pada novel. Pada data tersebut, bentuk metafora tangan ajaib bermakna sebagai seseorang yang memiliki kebiasaan merusak barangbarang. Sebagaimana pengertian metafora struktural, data pertama menunjukkan tangan ajaib sebagai struktur ranah sumber yang dikonsepkan ke dalam struktur ranah sasaran berupa karakter tokoh. (2) Mas jovan hampir tidak punya celah (TS/Hal. 3) Data kedua menunjukkan sebuah bentuk metafora yang termasuk ke dalam metafora struktural. Pada data tersebut tidak punya celah merupakan struktur ranah sumber yang bermakna seseorang yang wajahnya tampan dan memiliki
4 bentuk tubuh yang ideal. Kemudian struktur ranah sumber tersebut juga dipetakan dalam struktur ranah sasaran berupa karakter tokoh seperti pada data pertama. (3) Kelakuannya bikin orang darah tinggi setiap hari (TS/Hal. 16) Data di atas, merupakan metafora konseptual yang diklasifikasikan pada metafora struktural. Bentuk metafora bikin orang darah tinggi memiliki makna bahwa orang tersebut memiliki sifat menjengkelkan yang membuat orang lain kesal. Menurut KBBI Daring (2016), darah tinggi memiliki pengertian keadaan tekanan darah yang berada di atas normal, tetapi pada data di atas darah tinggi adalah keadaan seseorang yang sedang kesal dengan orang lain. (4) Mas jovan tengah krisis identitas (TS/Hal. 20) Data di atas, diklasifikasikan sebagai bentuk metafora struktural dengan ranah sumber berupa bentuk metafora krisis identitas yang dipetakan dalam ranah sasaran berupa karakter tokoh. Menurut KBBI Daring (2016), krisis identitas memiliki pengertian keadaan seseorang yang kehilangan identitas. Selain data di atas, metafora struktural yang memiliki sasaran yang sama juga ditemukan pada novel Tulisan Sastra. Berikut adalah bentuk metafora struktural yang memiliki sasaran sama: (5) Bang Tama punya kemampuan mengomel dengan durasi 3 sinetron india sekaligus (TS/Hal. 20) (6) Kebodohan Sastra yang sudah mengurat nadi (TS/Hal. 39) (7) Kepala batunya Sastra (TS/Hal/. 38) (8) Sastra kan suka ngalus mulutnya (TS/Hal.45) (9) Mereka itu orang-orang biasa dengan hati lapang bekas jajahan bapak (TS/Hal.58) (10) Keajaiban Kin Dhananjaya (TS/Hal.81) (11) Jovan itu hanya laki-laki jahanam yang sayang keluarga (TS/Hal.162) b. B. Sasaran Diam (1) Sayangnya Sastra justru ingin berubah jadi batu saja (TS/Hal. 70) Berdasarkan analisis, data pertama merupakan bentuk metafora struktural dengan sasaran diam. Pada data tersebut terdapat kata batu yang berasal dari sumber kata yang konkret, tetapi memiliki makna yang abstrak yaitu seseorang yang diam karena sebab tertentu. Hal tersebut sesuai dengan konsep metafora struktural yang menyebutkan bahwa ranah sumber lebih bersifat konkret, sedangkan ranah sasaran bersifat abstrak (Lakoff dan Johnson dalam Wiradharma, 2016). Berikut adalah metafora struktural yang memiliki sasaran diam seperti data pertama. (2) Sementara Jaya, dia betulan ingin berubah jadi singkong saat ditatap dengan garang oleh Mas Jovan (TS/Hal. 56) (3) Sahara beku (TS/Hal. 104) (4) Gayatri masih tidak bersuara (TS/Hal. 205) (5) Tapi bibirnya kelu (TS/Hal.252 Pada data (4) dan data (5) metafora struktural yang memiliki sasaran diam dapat diperoleh berdasarkan keadaan yang dialami tokoh. Pada data (4) masih tidak bersuara memiliki makna bahwa tokoh tersebut sudah diam dalam waktu yang lama. Pada data (5) bibirnya kelu memiliki makna bahwa tokoh tersebut tidak mampu berkata-kata. Kedua bentuk metafora tersebut kemudian diklasifikasikan dalam satu konsep yang sama yaitu sasaran diam. Sebagaimana kedua contoh di atas, (Lakkof & Johnson, 2003) mengatakan bahwa kosep metaforis itu tersusun dengan rapi, aktivitas yang dilakukan juga tersusun dengan bahasa yang baik dalam mengonseptualisasikan metafora. Berdasarkan analisis, dalam menulis novel Tulisan Sastra, Tenderlova menggunakan metafora struktural dengan sasaran diam untuk mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan oleh seorang
5 tokoh. Pada kelima data tersebut, Tenderlova menggunakan perumpamaan dalam mengonsepkan struktur ranah sasaran, yaitu pada data (1) batu dan data (2) singkong. Data tersebut merupakan benda-benda mati yang digunakan untuk mengumpamakan situasi diam yang dialami tokoh. Tenderlova juga menggunakan kata sifat untuk menggambarkan situasi diam, yaitu pada data (3) beku. Selain itu, Tenderlova juga menggunakan keadaan yang dialami tokoh untuk menggambarkan situasi diam, yaitu pada data (4) masih tidak bersuara dan data (5) bibirnya kelu. C. Sasaran Tempat (1) Mereka harus pasrah digelandang ke ruang paling horror seantero sekolah (TS/Hal. 53) Data di atas merupakan bentuk metafora struktural yang dikonsepkan dalam struktur ranah sasaran berupa tempat yang diambil dari struktur ranah sumber ruang paling horror seantero sekolah. Bentuk metafora ruang paling horror seantero sekolah dimaknai sebagai ruang bimbingan dan konseling yang biasanya digunakan untuk menginterogasi orang-orang yang bermasalah. (2) Gue bilang balik ke habitat lo! Sekarang! (TS/Hal. 143) Menurut KBBI Daring (2016), habitat merupakan sebuah tempat tinggal khas bagi seseorang atau kelompok masyarakat. Namun, pada data tersebut, habitat dimaknai sebagai kamar seseorang. Maka dapat disimpulkan antara makna seseungguhnya dengan konsep metaforis saling berkaitan, yang pada data ini sama-sama bermakan sebagai sebuah tempat meskipun dalam konstruksi kata yang berbeda. Selain data tersebut, dalam novel Tulisan Sastra juga ditemukan data yang sama dalam pengklasifikasian metafora struktural dengan sasaran tempat. Data tersebut, yaitu: (3) Rumah ini disangga oleh tiang-tiang yang kokoh (TS/Hal. 183) (4) Pintunya yang kokoh seakan-akan menjadi pembatas antara dua dunia (TS/Hal. 244) (5) Ke tempat yang jauh (TS/Hal. 251) (6) Tepat di dekat jeruji (TS/Hal. 282) c. D. Sasaran waktu (1) Kembali bersua setelah sekian purnama didera rindu yang tegas membelenggu (TS/Hal. 150) Data pertama tersebut merupakan klasifikasi metafora struktural dengan ranah struktrur sumber berupa bentuk metafora sekian purnama yang bersifat konkrit dan ranah sasaran waktu yang bersifat abstrak sebagaimana konsep metafora konseptual yaitu proses pemahaman atau penyusunan bentuk metafora yang abstrak melalui hubungannya dengan bentuk yang konkrit (Lakkof dalam Simanjorang, 2008). Berikut adalah data metafora struktural dengan sasaran sama yang ditemukan dalam novel Tulisan Sastra. (2) Suara gemuruh yang menggelegar sejak subuh tadi (TS/Hal. 19) (3) Waktu berlalu secepat rembesan ompol jaya pada kasur sewaktu masih bayi (TS/Hal. 162) (4) Menghabiskan sore bersama (TS/Hal. 213) (5) Menikmati senja disertai aroma kopi Sastra dan Bang Tama (TS/Hal. 221) (6) Langit malam ini nampak lebih kelabu (TS/Hal. 227) (7) Semuanya terjadi selayaknya hujan yang membasahi bumi (TS/Hal. 255) (8) Saat cahaya bulan jatuh lebih terang (TS/Hal. 282) (9) Perlahan-lahan langit mulai menggelap, membawa aroma petrikor yang khas untuk sepuasnya dinikmati siapa saja (TS/Hal. 285) E. Sasaran meninggal (1) Faktanya, kini raga sastra benar-benar ditelan bumi (Tulisan Sastra/Hal. 284) (2) Sosoknya telah direnggut semesta (Tulisan Sastra/Hal. 300)
6 Berdasarkan analisis data, kedua data tersebut memiliki sasaran makna yang sama yaitu meninggal meskipun berasal dari ranah sumber yang berbeda. Sebagaimana pada contoh data (1) ditelan bumi dan data (2) direnggut semesta, keduanya berasal dari struktur ranag sumber yang konkrit, tetapi bisa diabstrakkan sebagai keadaan seseorang yang sudah meninggal. (3) Pusara tempat bapak merebahkan segala perjuangannya selama di dunia nampak teduh (TS/Hal. 166) Pada data di atas, ditemukan bentuk metafora yang termasuk ke dalam metafora struktural dengan sasaran yang sama, yaitu merebahkan segala perjuangannya. Bentuk metafora tersebut bermakna bahwa tokoh tersebut telah meninggalkan segala sesuatu yang ia punya selama hidup dan terbaring diri dalam kubur. Sebagaimana pengertian merebahkan adalah membaringkan diri (KBBI Daring, 2016). Selain data di atas, metafora struktural dengan sasaran meninggal juga ditemukan pada beberapa data berikut: (4) Kini, Sastra menempati tempat itu tanpa pemberitahuan, tanpa tandatanda (TS/Hal. 255) (5) Sebelum tanah memeluknya dalam kesepian yang abadi (TS/Hal. 257) (6) Segunduk tanah tertulis nama Andhika Sastra Gautama dan sebuah ratapan panjang (TS/Hal. 260) (7) Bumi menelannya dalam sebuah keabadian (TS/Hal. 262) (8) Mimpi itu kini tersimbol pada sebuah patok kayu di atas sebuah pusara basah bertabur bunga (TS/Hal. 262) (9) Sastra kini tenang dalam tidur panjangnya (TS/Hal. 339) F. Sasaran uang Berdasarkan analisis, data metafora struktural yang memiliki sasaran uang hanya ditemukan satu data, yaitu: (1) Tiga lembar uang sakti (TS/Hal. 155) Data di atas termasuk ke dalam metafora struktural dengan struktur ranah sumber berupa uang sakti secara konkrit yang kemudian diabstrakkan menjadi uang seratus ribuan. Berdarakan data metafora struktural, setiap data mempunyai sasaran yang berbeda-beda yang diklasifikasikan dalam 6 sasaran yaitu karakter tokoh, diam, tempat, waktu, meninggal, dan uang. Metafora Orientasional dalam novel Tulisan Sastra Karya Tenderlova Pada novel Tulisan Sastra ditemukan 33 data yang termasuk ke dalam metafora orientasional. Metafora orientasional yang ditemukan dalam novel Tulisan Sastra sebagai berikut: (1) Sahara malah meraung dengan perasaan teriris-iris (TS/Hal. 45) (2) Gigi-giginya saling merapat, disertai desir darah yang mengalir cepat dalam nadi-nadinya (TS/Hal. 49) Kedua data tersebut termasuk ke dalam metafora orientasional karena terdapat pemetaan suatu ekspresi bahasa ke bahasa lain. Metafora orientasional merupakan metafora konseptual yang memetakan satu ekspresi bahasa ke ekspresi bahasa lain berdasarkan konsep pengukuran dan penilaian (Arimi, 2015:129). Data tersebut menggambarkan ekspresi bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi bahwa tokohtokoh dalam novel tersebut sedang emosi dinilai dari penulisan yang menggunakan bentuk metafora meraung dengan perasaan teriris-iris dan disertai desir darah yang mengalir cepat dalam nadinadinya. (3) Isi dalam kepalanya rasanya seperti mendidih (TS/Hal. 49) Pada di atas, bentuk metafora mendidih dimaknai sebagai emosi atau kekesalan yang memuncak pada tokoh. Kata mendidih sebenarnya memiliki arti menggelembung-gelembung atau meluapluap karena dipanaskan ((KBBI Daring, 2016). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Kovecses (dalam Nirmala, 2014)
7 bahwa kesamaan tidak selalu menjadi dasar untuk menunjukkan hubungan antara target dengan sumber sebenarnya. Selain itu, ditemukan pula data metafora orientasional yang memiliki ekspresi bahasa satu ke ekspresi bahasa lain denngan konsep emosi yang sama seperti data (1), data (2), dan data (3), yaitu: (4) Diam-diam ada yang meledak dalam dadanya (TS/Hal. 65) (5) Rahang Sastra mengeras saat Lukas terang-terangan menyebut nama Jeffery (TS/Hal. 104) (6) Layaknya segumpal tissue yang disiram bensin lalu disulut api (TS/Hal. 106) (7) Tatapan Jef dan Sastra adalah pucuk belati yang beracun (TS/Hal. 106) (8) Hati Sastra benar-benar terbakar saat berhasil mejotosi wajah Jef (TS/Hal. 107) (9) Mau bejeg-bejeg Sastra aja rasanya (TS/Hal. 224) Selain data dengan konsep emosi, ditemukan pula data metafora orientasional dalam konsep lain yaitu konsep pasrah. (10) Eros berkata lemah, sembari mengusap tengkuknya yang mendadak cekat-cekot (TS/Hal. 225) (11) Bang Tama sudah tidak mau ambil pasing (TS/Hal. 222) (12) Jovan geleng-geleng kepala (TS/Hal. 222) Data (10), (11), dan (12) tersebut, merupakan metafora orientasional dengan konsep yang sama yaitu pasrah. Pada bentuk metafora Eros berkata lemah, menunjukkan bahwa tokoh Eros sudah pasrah dengan keadaan yang sedang dihadapi. Hal itu juga berlaku pada bentuk metafora tidak mau ambil pusing pada data (11) dan geleng-geleng kepala pada data (12), kedua bentuk metafora tersebut diklasifikasikan pada konsep yang sama, bahwa tokoh-tokoh tersebut menjelaskan keadaan pasrah. Selain data dengan konsep emosi dan pasrah, ditemukan pula data dengan konsep lain. Data-data tersebut yaitu: (13) Mama jelas pontang-panting menata kesadarannya (TS/Hal. 245) (14) Kini, separuh nyawa Mama seolaholah sedang dipertaruhkan (TS/Hal. 245) (15) Menyiratkan pendar teduh yang menyakitkan (TS/Hal. 247) (16) Mama terpekur dengan perasaan hancur (TS/Hal. 254) Data di atas merupakan metafora orientasional berupa konsep kesedihan yang dialami para tokoh Tulisan Sastra. Data tersebut menunjukkan pemetaan ekspresi bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Sebagaimana pada data (13) pontang-panting menata kesadarannya, data tersebut memiliki makna bahwa seseorang berusaha untuk memahami suatu keadaan yang membuatnya terkejut. Selain itu, ditemukan pula 17 data lainnya yang termasuk metafora orientasional dengan konsep yang berbeda. Keseluruhan data metafora orientasional tersebut berupa pemetaan ekspresi bahasa yang satu ke ekspresi bahasa lain yang maknanya berkaitan. Metafora orientasional merupakan metafora yang membangun kelompok metafora yang lebih banyak dan maknanya berkaitan (Kovecses dalam Arimi, 2015). Berdasarkan hal tersebut, metafora orientasional tidak hanya ditentuka dengan kalimat bermetafora, tetapi juga ditentukan berdasarkan ekspresi bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi tentang pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam novel Tulisan Sastra. Metafora Ontologis pada Novel Tulisan Sastra karya Tenderlova Berdasarkan hasis analisis pada penelitian ini, ditemukan 20 data yang termasuk ke dalam metafora ontologis. Data-data tersebut, yaitu: (1) Angina sore yang lembut menabrak wajahnya (TS/Hal. 328) Data tersebut menunjukkan penggunaan metafora ontologis yang mengonsepkan ekspresi bahasa ke dalam
8 hal-hal mendasar yang umumnya menggunakan bentuk personifikasi (Arimi, 2015:130). Pada tersebut, kata angin diberi konsep sebagai manusia yang bisa menabrak wajah. Dengan kata lain, metafora ontlogis pada data ini menganggap suatu nomina seakan-akan berperan sebagai seorang manusia. (2) Suara klakson yang memekik telinga (TS/Hal. 217) Berdasarkan analisis, data di atas termasuk metafora ontoligis yang menggunakan kata konkrit suara klakson yang kemudian diberikan konsep manusia dengan kata memekik telinga. Suara klakson yang diberi konsep perilaku manusia memekik telinga bermanfaat menjadi ranah sumber untuk memahami ranah sasaran (Arimi, 2015:130). Selain dua data di atas, dalam novel Tulisan Sastra ditemukan 18 lagi data yang termasuk ke dalam metafora ontologis. Data-data tersebut, yaitu: (1) Napasnya tenang dan perutnya tak lagi bergemuruh (TS/Hal. 30) Data di atas menggambarkan ekspresi bahasa bahasa satu ke dalam bahasa yang lain, yaitu pada bentuk metafora perutnya tak lagi bergemuruh. Menurut KBBI Daring (2016), bergemuruh memiliki makna berbunyi gemuruh. Namun, pada data tersebut bergemuruh diartikan sebagai keadaan mual pada perut seseorang. Maka pada konsep ini, ekspresi bahasa satu bisa dimaknai berbeda sebagai ekspresi bahasa lain. (2) Iramanya konsisten, namun terdengar seperti lagu kematian yang bisa mencekik kapan saja (TS/Hal. 245) Data (2) termasuk ke dalam metafora ontologis yang memetakan satu bahasa ke bahasa lain secara personifikasi. Bentuk data iramanya konsisten merupakan bentuk bahasa yang kemudian diberi kualitas perilaku manusia mencekik kapan saja. Maka bisa disimpulkan bahwa metafora ontologis menggunakan konsep perilaku mansuia dalam penggunaan metaforanya. (3) Membelah hujan yang memburamkan jalanan (TS/Hal. 234) Pada data di atas, hujan merupakan bentuk kata yang bukan manusia, tetapi diberikan perilaku manusia berupa memburamkan jalanan. Pada data tersebut, hujan seakan-akan memiliki kekuatan yang mampu membuat mata manusia menjadi buram. Data tersebut menggunakan personifikasi yang berfungsi untuk memahami ranah sasaran (Arimi, 2015:130). (4) Suara Sahara menggelegar seantero rumah (TS/Hal. 179) (5) Cahayanya sedikit menyulut nurani (TS/Hal. 231) (6) Mendung tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan (TS/Hal. 46) (7) Seandainya rambut Jef mampu bicara, mungkin rambut-rambut itu akan menjerit sejadi-jadinya (TS/Hal. 234) (8) Petikan gitas Sastra justru kedengaran lebih menyakitkan (TS/Hal. 243) (9) Hatinya perlahan membaik (TS/Hal. 31) (10) Tatapan itu perlahan-lahan membuat jantung Tama seakan-akan digenggam erat sampai rasanya ia kesulitan untuk bernapas (TS/Hal. 246) (11) Isak tertahan Cetta dan Jaya yang begitu perih merobek-robek hatinya (TS/Hal. 259) (12) Suara pelipur lara yang kini berubah menjadi tombak yang menghujam dadanya (TS/Hal. 262) (13) Mengijinkan sesak di dalam dadanya untuk pergi mencari jalan keluar (TS/Hal. 265) (14) Sakit hatinya masih membumbung tinggi seiring berjalannya waktu (TS/Hal. 286) (15) Suasana di rumah ini perlahanlahan mati (TS/Hal. 289) (16) Ia menggerayangi dadanya yang terasa seperti diiris-iris (TS/Hal. 299)
9 (17) Pagi itu, langit seolah-olah mengadakan pesta penyambut kehilangan (TS/Hal. 300) (18) Waktu tak memberi ampun untuk merenggut sesuatu yang baru ia rasa berharga (TS/Hal. 300) Pada data (18), waktu merupakan bentuk konkret yang diberi perilaku seakan berperan sebagai manusia yang tak memberi ampun. Hal tersebut sesuai dengan konsep metafora ontologis yang memberikan pengertian mendasar tetapi mentah untuk konsep-konsep targetnya (Kovecses dalam Arimi, 2015). Berdasarkan analisis data yang sudah dipaparkan di atas, metafora ontologis diartikan sebagai bentuk metafora yang digunakan untuk memetakan serta menjelaskan sesuatu ‘A’ adalah ‘B’, maka A adalah benda abstrak dan B adalah sesuatu yang bersifat konkret (Sutendi dalam Rahmawati & Zakiyah, 2021). Metafora Mati dalam Novel Tulisan Sastra Selain pengklasifikasian metafora konseptual di atas, pada novel Tulisan Sastra juga ditemukan metafora mati sebanyak 4 data. Berikut adalah pembahasan mengenai metafora mati yang ditemukan dalam novel Tulisan Sastra: (1) Banyak anak banyak rejeki (TS/ Hal.2). Data tersebut merupakan sebuah frasa metafora yang diklasifikasikan ke dalam metafora mati karena keberadaannya tidak disadari sebagai bentuk metafora. Metafora mati merupakan bagian konstruksi idiomatik dalam leksikon bahasa Larson (dalam Saifudin, 2012). Data tersebut dapat dimaknai secara idiomatik sebagai seseorang yang memiliki banyak anak maka rejekinya banyak juga, pendengar tidak perlu memikirkan makna kata-kata pembentuknya karena frasa tersebut sudah jelas dan tidak disadari sebagai sebuah metafora. (2) Ibukota (TS/ Hal.87) Data (2) juga termasuk ke dalam metafora mati. Pada bentuk metafora tersebut memiliki makna bahwa ibukota merupakan sebutan bagi pusat pemerintahan suatu negara (KBBI Daring, 2016). Bentuk metafora ibukota keberadaannya sudah tidak disadari sebagai sebuah metafora karena sudah sering dipakai dalam kehidupan seharihari, sehingga bentuk metafora tersebut dianggap sebagai bentuk bahasa biasa. Selain dua data di atas, ditemukan pula metafora mati lainnya, yaitu: (2) Adu otot (TS/ Hal. 108) Bentuk metafora adu otot dimaknai sebagai dua orang yang sedang berkelahi, bukan otot-otot pada tubuh manusia yang saling di adu. Dalam konteks ini, metafora mati sebenarnya adalah bentuk metafora yang tidak disadari karena telalu sering dipakai dalam bahasa sehari-hari, sehingga penutur atau pembaca tidak perlu mengartikan bentuk tersebut secara literal. (3) Mas jovan tidak nampak batang hidungnya (TS/ Hal.18) Berdasarkan data di atas, novel Tulisan Sastra mengandung metafora mati yang mempermudah pembaca dalam memahami tulisan. Pembaca tidak perlu mengartikan atau mendefinisikan maksud dari kalimat yang ditulis oleh Tenderlova meskipun kalimat itu sebenarnya adalah kalimat bermetaforis. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 94 data yang ternasuk metafora konseptual dalam novel Tulisan Sastra karya Tenderlova. Data tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk metafora konseptual yaitu metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Metafora struktural ditemukan 41 data dengan pengklasifikasian 6 konsep sasaran yang berbeda yaitu karakter tokoh, diam, tempat, waktu, meninggal, dan uang. Metafora orientasional ditemukan dengan jumlah 33 data, dan metafora ontologis ditemukan dengan jumlah 20 data. Selain pengklasifikasian metafora konseptual
10 tersebut, dalam Tulisan Sastra juga ditemuka metafora mati yang keberadaanya tidak disadari sebagai betuk metafora. Berdasarkan hasil analisis ditemuka 4 data yang termasuk ke dalam metafora mati. Berdasarkan hal tersebut, novel Tulisan Sastra merupakan novel yang mengandung banyak kalimat bermetaforis. Sebagaiamana pengklasifikasian metafora konseptual, metafora-metafora yang sering dipakai Tenderlova dalam menulis novel tersebut merupakan kelompok metafora struktural dengan data paling banyak yaitu 41 data. DAFTAR PUSTAKA Arimi, S. (2015). Linguistik Kognitif Sebuah Pengantar. A.com Press. Arong, S. (Universitas P. (2021). Vol. 7 No. 2. Juli 2021. Litera Jurnal Bahasa Dan Sastra 2021, 7(2), 123– 134. Bahasa, B. P. dan P. (2016a). KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Bahasa, B. P. dan P. (2016b). Pencarian - KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Irwansyah, Wagiati, & Darmayanti, N. (2019). Metafora Konseptual Cinta dalam Lirik Lagu Taylor Swift : Kajian Semantik Kognitif. Metahumaniora, 9(2), 224–231. http://journal.unpad.ac.id/metahumani ora/article/view/23864/12321 Lakkof, G., & Johnson, M. (2003). METAPHORES We Live By George LAKKOF and MARK JOHNSON. Nirmala, D. (2014). Proses Kognitif dalam Ungkapan. Parole, 4(1), 1–13. Rahmawati, I., & Zakiyah, D. M. (2021). Metafora Konseptual Dalam Lirik Lagu Bertema Pandemi Covid-19 Karya Musisi Indonesia: Kajian Semantik Kognitif. Jurnal Ilmiah Kebudayaan Sintesis, 15(2), 130–138. https://ejournal.usd.ac.id/index.php/sintesis/ar ticle/view/3487 Saifudin, A. (n.d.). METAFORA DALAM LIRIK LAGU KOKORO NO TOMO KARYA ITSUWA MAYUMI. Simanjorang, M. (2008). GENERASI KAMPUS, Volume 1, Nomor 2, September 2008. 1(September), 64– 73. Tenderlova. (2020). Tulisan Sastra. LovRinz Publishing. Wiradharma, G. dan A. T. W. (2016). Metafora dalam Lirik Lagu Dangdut: Kajian Semantik Kognitif. Arkhais, 7. https://doi.org/10.30742/sv.v1i2.737
11 METAFORA KONSEPTUAL PADA ALBUM MANUSIA KARYA TULUS Title in English (Conseptual Metaphors on the Manusia Albums by Tulus) oleh Yetty Okta Viani Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya, Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah Telepon 085702752883 (WhatsApp) Pos-el: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis metafora konseptual dalam album Manusia karya Tulus. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan simak dan catat lirik lagu di youtube. Teknik analisis data berupa metode agih dengan bahasa yang bersangkutan sebagai alat penentu, dilanjutkan teknik kategorisasi pada lirik lagu yang mengandung metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Hasil penelitian ditemukan 25 data metafora konseptual dengan 14 metafora struktural, 1 metafora orientasional, dan 10 metafora ontologis. Kata kunci: album manusia, linguistik kognitif, metafora konseptual, tulus ABSTRACT This study aims to describe the types of conceptual metaphors in the album Manusia by Tulus. This research method is descriptive qualitative. The date obtained of collecting data is by listening to and recording song lyrics on YouTube. The texts were analyzed using of the agih method with the relevant language as a determining tool, followed by categorization techniques on song lyrics containing conceptual metaphors according to the views of Lakoff and Johnson. The results of the study show that 25 data on conceptual metaphors with 14 structural metaphors, 1 orientational metaphors, and 10 ontological metaphors. Keyword: album manusia, cognitive linguistics, conceptual metaphor, tulus PENDAHULUAN Pikiran atau kognisi setiap insan pasti berbeda-beda, bahkan pengalaman hidupnya tidaklah sama. Pengalaman hidup itu secara langsung atau tidak langsung dapat tercermin dan mempengaruhi tingkah laku. Proses kognitif tersebut akan menghasilkan metafora sesuai dengan pengalaman setiap insan. Arimi (2015:125) menyatakan bahwa metafora adalah persoalan yang secara khusus menganalisis keterkaitan antara bahasa dengan pikiran dan tindakan. Metafora dapat dikaji lebih lanjut dengan pendekatan metafora konseptual. Metafora Konseptual adalah cara
12 memperoleh suatu konsep dengan memetakan konsep lainnya melalui bahasa (Arimi, 2015:126). Metafora konseptual tidak hanya ditemukan pada novel, puisi, cerpen, tetapi dapat ditemukan dalam lagu-lagu yang terkumpul menjadi album. Salah satunya album keempat dari Tulus dengan judul Manusia yang dirilis pada tanggal 3 Maret 2022. Terdapat sepuluh lagu dalam album terbaru ini, yakni “Tujuh Belas”, “Kelana”, “Remidi”, “Interaksi”, “Ingkar”, “Jatuh Suka”, “Nala”, “Hati-Hati di Jalan”, “Diri”, dan “Satu Kali”. Berdasarkan hasil penelusuran mengenai penelitian terkait metafora konseptual ditemukan sepuluh jurnal. Akan tetapi, hanya lima jurnal mengkaji metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Jurnal pertama milik Aulia dan Nur (2020) berjudul “Metafora Konseptual dalam Rubrik Unak-Anik Kahirupan Majalah Online Mangle: Analisis Semantik Kognitif”. Jurnal kedua milik Nuryadin dkk. (2021) berjudul “Metafora Konseptual Bertema Rihlah (Jalan-jalan) pada Majalah Gontor: Analisis Semantik Kognitif”. Jurnal ketiga milik Delfariyadi dan Nur (2022) berjudul “Metafora Konseptual dalam Album Ao No Waltz Karya Eve Kajian Semantik Kognitif”. Jurnal keempat milik Rahmawati dan Zakiyah (2021) berjudul “Metafora Konseptual dalam Lirik Lagu Pandemi Covid-19 Karya Musisi Indonesia: Kajian Semantik Kognitif”. Jurnal kelima milik Lestari et al. (2019) berjudul “Metafora Konseptual pada Teks Negosiasi Karya Peserta Didik”. Selanjutnya terdapat satu jurnal milik Oktavianti, n.d.) yang menjelaskan perbedaan gaya bahasa metafora dengan metafora konseptual. Kelima jurnal ini membahas bahwa jenis metafora konseptual ada tiga, yakni metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Ketiga jenis metafora tersebut ada pada majalah, lagu dan album musik berbahasa Jepang. Pada penelitian ini akan mengkaji album berbahasa Indonesia yang baru saja dirilis tahun 2022. Selain itu, masih terdapat lima jurnal, yakni milik Maulana & Dharma Putra (2021), Marsin et al. (2019), dan Kognitif (2021) yang mengkaji metafora konseptual dalam masyarakat dan praktik kehidupan sosialnya. Album Manusia masuk ke dalam Top Album Debut Global dengan nomor urut 3 pada tanggal 4—6 Maret 2022. Para pendengar musik di Indonesia merespons dengan baik album ini dengan bukti bahwa lagu dalam album menjadi Video Musik Terpopuler di Indonesia Versi Youtube Music. Selain itu, lagu pada album ini masuk 100 video Musik Teratas Indonesia, lagu tersebut diantaranya lagu “Hati-Hati di Jalan” nomor 1, lagu “Interaksi” nomor 39, lagu “Diri” nomor 42, dan lagu “Jatuh Suka” nomor 96. Lagu di album Manusia dapat didengar secara langsung di platform daring seperti youtube dan sportify serta dapat membeli cakram di toko-toko online. Album Manusia yang baru saja dirilis sehingga belum banyak diteliti menjadi menarik untuk melakukan penelitian ini. Kajian yang diterapkan adalah metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Pada lirik lagu “Satu Kali” sangat menonjol adanya penggunaan metafora konseptual seperti pada bait pertama di lirik pertama
13 yang berbunyi “Untuk matamu yang basah tak berhenti”. Lirik tersebut termasuk jenis metarora struktural karena korelasi sistematika sehari-hari yang terfokus pada sumber dan sasaran. Selain itu, bait pertama di larik ketiga yang berbunyi“Di titik gelap dan terang yang berganti” termasuk metafora orientasional karena sebuah pengalaman fisik manusia yang naik-turun. Selanjutnya, pada bait kelima di larik keempat yang berbunyi “Kini ilusi pahit mewah rasa” termasuk salah satu contoh metafora ontologis karena melihat kejadian, emosi, ide yang abstrak menjadi sebuah perumpamaan. Beberapa contoh di atas adalah bukti adanya metafora konseptual pada satu lirik lagu di album Manusia. Sementara album Manusia terdiri dari sepuluh lagu sehingga proses penelitian lebih lanjut layak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis metafora konseptual dalam album Manusia karya Tulus. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan karya ilmiah dalam kajian Linguistik Kognitif bidang Metafora Konseptual sebagai wujud pikiran manusia yang tertuang dalam album musik yang disampaikan lewat lirik lagu. Penelitian metafora konseptual termasuk bagian dari kajian linguistik kognitif. Kajian Linguistik Kognitif lebih mengutamakan penjelasan mengenai bahasa dan pikiran yang hadir secara bersama-sama dalam sebuah kegiatan berbahasa dan berpikir yang tidak terpisahkan. Menurut Arimi (2015:9), Linguistik Kognitif (cognitive linguistics) adalah cabang linguistik yang mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan pikiran penuturnya. Hal ini menjadi pijakan bahwa makna bahasa tidak pernah berdiri sendiri, tetapi konseptual dari pengalaman setiap insan. Jenis metafora konseptual ada tiga, yakni metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Menurut Lakoff (dalam Arimi, 2015), metafora konseptual terbagi menjadi tiga jenis, yaitu metafora struktural yang menggambarkan makna melalui konsep lain, metafora orientasional yang mengaitkan antar fungsi menjadi satu makna, dan metafora ontologis berupa personifikasi. Di samping itu, data yang mengandung jenis metafora konseptual yang paling dominan hadir di lirik lagu pada album Manusia akan dicatat. Dengan demikian, jenis metafora konseptual yang paling dominan digunakan pencipta lagu pada album ini akan diketahui. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan data berupa lirik lagu yang mengandung metafora konseptual dan sumber data berupa lirik lagu-lagu dalam album Manusia karya Tulus. Teknik pengumpulan data dengan simak dan catat lirik lagu yang ada di youtube. Teknik analisis data berupa metode agih dengan bahasa yang bersangkutan sebagai alat penentu, dilanjutkan teknik kategorisasi pada lirik lagu yang mengandung metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Selanjutnya data disajikan secara informal memakai deskripsi katakata di setiap jenis metafora konseptual. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada album Manusia karya Tulus ditemukan 25 data metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Metafora Konseptual adalah suatu konsep memetaforakan peristiwa yang telah dilewati manusia dengan menggunakan konsep lain. Pemaparan hasil penelitian ini disusun berdasarkan tiga jenis kategori metafora konseptual, yakni metafora struktural, metafora orientasional, dan metafora ontologis. Dengan demikian,
14 terdapat 14 data metafora struktural, 1 data metafora orientasional, dan 10 data metafora ontologis. Berikut ini adalah pemaparan hasil dari analisis metafora yang ditemukan dalam album Manusia karya Tulus: 1. Metafora Struktural Pada album Manusia karya Tulus ditemukan 14 data metafora struktural. Metafora struktural adalah jenis metafora konseptual dengan ranah sumber dan ranah sasaran dalam memetaforakan suatu konsep. Ranah sumber yang secara umum digunakan sebagai patokan dalam mengidentifikasi data metafora terdiri atas ranah tubuh manusia, kesehatan atau kesakitan, hewan, tanaman, bangunan, peralatan, permainan, uang, makanan, suhu panas, kegelapan atau pencerahan, kekuatan, serta gerakan (Koveces dalam Arimi, 2015). Data-data tersebut diklasifikasi kembali berdasarkan ranah sumber. Berdasarkan pengamatan, terdapat empat pengelompokan data, yakni ranah sumber tubuh manusia, ranah sumber tanaman, ranah sumber peralatan, dan ranah nomina. Berikut ini pemaparan 14 data sesuai pengelompokan dari ranah sumbernya: a. Ranah Sumber Tubuh Manusia Muda Jiwa, selamanya muda (JL1/B5/L1/A) Pada data tersebut, termasuk Metafora Struktural dengan ditunjukkan oleh kata jiwa sebagai ranah sumber dan kata muda sebagai ranah sasaran. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), kata jiwa artinya nyawa yang ada di dalam tubuh sehingga manusia bisa hidup untuk melakukan segala aktivitas, sedangkan muda artinya belum sampai dewasa atau baru saja tumbuh besar. Maksud konsep dari jiwa muda adalah manusia memiliki semangat yang berapiapi layaknya saat menjadi anak muda atau remaja. Manusia memiliki fase dalam hidupnya, yakni mulai dari lahir disebut bayi, tumbuh menjadi dewasa, hingga fase terakhir sebagai orang tua atau lansia. Biasanya saat menjadi remaja akan bersemangat melakukan aktivitas karena memiliki daya tahan tubuh dan fisik kuat. Hal ini berbeda dengan lansia yang mulai menurun daya tahan tubuh dan kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, makna konseptual dari data tersebut adalah semangat tetap seperti anak muda walaupun usia sudah tidak muda. Si hati rapuh tantang wahana, oh, lagi-lagi (JL4/B3/L4/A) Pada data tersebut termasuk Metafora Struktural dengan ranah sumber hati rapuh dan ranah sasaran wahana. Frasa hati rapuh memiliki arti sifat batin manusia yang mudah lemah, sedangkan kata wahana dapat diartikan sebagai tafsir mimpi (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Pada data ini, penyanyi ingin mengungkapkan bahwa manusia lemah menantang untuk menafsirkan mimpinya. Sebuah mimpi merupakan hasil yang dilihat saat tidur sehingga hanya angan-angan belum pasti kebenarannya. Manusia yang terlalu memikirkan sesuatu yang belum terjadi atau biasa disebut overthinking akan merasa gelisah sehingga lemas saat akan menghadapi kenyataan. Oleh karena itu, data tersebut termasuk metafora struktural karena menggunakan konsep ranah sumber dan ranah sasaran untuk mengartikan konsep lain. Atau berdua ingkari hati (JL5/B6/L2/A) Pada data tersebut, ingkari berasal dari kata dasar ingkar yang mendapat imbuhan -i, sejatinya digunakan untuk menyatakan orang yang tidak menepati janji (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Namun, pada data ini bukan janji yang diingkari melainkan hati atau organ manusia berwarna merah di dalam tubuh
15 manusia (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Dengan demikian, maksud dari ingkari hati adalah perselingkuhan karena hati dimetaforakan sebagai manusia telah terikat status tidak bisa menempati janji hasil kesepakatan dan memilih untuk pergi bersama orang lain. Hal ini karena perselingkuhan identik dengan pasangan yang tidak bisa menepati janji-janji atau kesepakatan dengan pasangannya. Dan hati yang sedang berbunga (JL7/B1/L2/A) Pada data tersebut, terdapat penggunaan Metafora Struktural dengan ranah sumber adalah hati dan ranah sasaran adalah berbunga. Kata hati memiliki arti bagian organ tubuh manusia, sedangkan kata berbunga artinya mempunyai bunga (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Secara metaforis, maksud dari hati yang sedang berbunga adalah merasa senang. Pada budaya Indonesia, berbunga-bunga artinya perasaan senang. Perempuan saat mendapatkan bunga, misal mawar merah dari laki-laki akan merasa senang karena bunga ini disimbolkan sebagai cinta. Selanjutnya diperkuat dengan kehadiran kata hati, dimana yang merasakan senang adalah organ hati bukan organ tubuh lain dari manusia. Kata hati yang disandingkan dengan berbunga menjadikan frasa ini sebagai metafora struktural karena konsep hati berbunga dimetaforakan sebagai perasaan senang. Untuk matamu yang basah tak berhenti (JL10/B1/L1/A) Pada data tersebut, terdapat penggunaan Metafora Struktural dengan ranah sumber berupa mata dan ranah sasaran berupa basah. Mata adalah salah satu panca indera manusia yang digunakan untuk melihat lalu disandingkan dengan kata basah memiliki arti mengandung air (KBBI). Sebenarnya penyanyi ingin menyampaikan bahwa mata basah dimetaforakan sebagai orang menangis. Hal ini karena saat manusia menangis maka matanya akan mengeluarkan benda cair, biasa disebut air mata. Setiap air mata yang turun akan membuat pipi basah. Dengan demikian, konsep menangis yang dinyatakan dengan konsep lain berupa mata basah termasuk metafora struktural. Masihkah kau mengingat di saat kita masih tujuh belas? (JL1/B1/L1/A) Pada data tersebut terdapat, penggunaan Metafora Struktural, yaitu pada frasa tujuh belas sebagai sumber dan mengingat sebagai sasaran. Tujuh belas secara gramatikal menunjukkan urutan angka ke-17, angka setelah 16 dan sebelum 18. Letak metafora dari frasa tujuh belas karena terdapat subjek kau, predikat mengingat, serta keterangan di saat kita masih tujuh belas sehingga maksud sebenarnya dari tujuh belas adalah umur manusia 17 tahun. Secara umum, subjek kau adalah orang yang ditanya apakah masih ingat saat berumur 17 tahun dimana masa itu babak baru sebagai remaja. Di Indonesia, warga negara yang sudah berumur 17 tahun akan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan awal masuk SMA sehingga sangat berkesan. Oleh karena itu, tujuh belas pada data tersebut digunakan penyanyi untuk memetaforakan saat manusia remaja. Masihkah kau ingat cobaan terberat kita, Matematika? (JL1/B1/L2/A) Pada data tersebut, penyanyi menggambarkan keadaan dan situasi anak sekolah yang menganggap pelajaran matematika adalah suatu ujian paling susah. Ungkapan metafora pada data tersebut adalah cobaan terberat kita, matematika. Ranah sumber adalah matematika dan ranah sasaran adalah cobaan terberat. Matematika adalah ilmu angka yang digunakan untuk
16 menyelesaikan masalah (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Cobaan adalah sesuatu yang diguanakan untuk menguji manusia sehingga ketabahan, keimanan, dan kesabaran sebagai nilai akhir setelah menyelesaikan ujian (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Konsep kata matematika pada bait ini adalah ilmu tentang bilangan yang dianggap susah oleh siswa di sekolah. Jenis metafora ini adalah struktural karena konsep mengenai cobaan hidup terberat saat masih remaja didasarkan dengan menggunakan konsep lain, yakni matematika. b. Ranah Sumber Tanaman Melihat benih cinta (JL7/B5/L5/A) Pada data tersebut, terdapat Metafora Struktural berupa frasa benih cinta. Kata benih sebagai ranah sumber dan kata cinta sebagai ranah sasaran dimaksudkan untuk memetaforakan asal mula rasa sayang. Benih adalah biji tumbuhan yang akan ditanam, sedangkan cinta adalah rasa sayang (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Pada data ini, cinta itu seperti tanaman yang akan tumbuh jika benih itu sudah tertanam dengan baik. Pada budaya Jawa ada pepatah witing tresno jalaran soko kulina artinya rasa sayang akan tumbuh dari hal kecil yang dipupuk setiap hari karena sebuah kebiasaan. Jika manusia ingin memiliki cinta yang besar layaknya pohon, maka harus menanam bibit terbaik agar pohon terbaik didapatkan. Dengan demikian, asal rasa sayang manusia yang terus tumbuh itu dari benih yang tertanam dengan baik di hati. c. Ranah Sumber Nomina Genggam terus kenangan tentang kita (JL1/B6/L2/A) Pada data tersebut, termasuk Metafora Struktural dengan genggam sebagai ranah sasaran dan kenangan sebagai ranah sumber. Genggam artinya kepalan atau cengkraman tangan pada waktu keadaan memegang, sedangkan kenangan adalah sesuatu yang membekas dalam ingatan (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Secara logika, manusia tidak mungkin bisa memegang sebuah kenangan dengan tangannya. Pengalaman yang membekas di kepala akan selalu teringat, apalagi jika itu pengalaman menyenangkan sebagai siswa SMA yang sudah terlewatkan dan tidak dapat diulangi lagi. Dengan demikian, maksud dari data ini adalah meminta manusia untuk mengingat pengalaman saat remaja bersama kawan-kawan di sekolah yang membekas di ingat. Genggam kenangan dimetaforakan sebagai kegiatan mengingat sesuatu yang membekas di kepala dengan kuat. Tuk kejar mimpimu (JL3/B3/L1/A) Dalam data tersebut, terdapat penggunaan Metafora Struktural dengan mimpi sebagai ranah sumber dan kejar sebagai ranah sasaran. Klausa kejar mimpimu artinya menggapai citacita. Hal ini karena kata kejar artinya susul dengan berlari dan mimpi artinya bunga tidur atau sesuatu yang dialami saat tidur (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Mimpi digunakan untuk menggambarkan konsep lain, yakni sebuah cita-cita yang harus dikejar. Apabila manusia sudah tertinggal dari manusia yang lain terkait mencapai cita-cita maka harus berusaha menyusul dengan cepat. Di Indonesia terdapat pepatah mengatakan “Kejar cita-citamu walaupun sampai ke negeri Cina” artinya manusia harus memperjuangan impiannya walaupun harus pergi jauh dan mengorbankan waktu, tenaga, dan material. Di bawah raksasa tinggi (JL2/B21/L1/A) Pada data tersebut, terdapat Metafora Struktural karena
17 menggunakan kata raksasa sebagai perumpamaan untuk menyatakan gedung. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), kata raksasa adalah sesuatu yang sangat besar, ditambah pemarkah tinggi menjadi semakin kuat bahwa sesuatu yang besar dan tinggi adalah gedung bertingkat di perkotaan. Secara umum, bangungan atau gedunggedung di Indonesia, khususnya Ibu Kota Jakarta dibangun menjulang tinggi sehingga hampir mencapai langit layakya raksasa yang diceritakan dalam cerita rakyat Timun Mas. Manusia sejak kecil dikenalkan bahwa raksasa adalah sosok yang besar dan tinggi. Di kota, manusia akan terlihat kecil jika dibandingkan dengan gedung bertingkat. Dihantui bayang-bayang kelam (JL2/B3/L1/A) Ungkapan Metafora Struktural terdapat pada frasa bayang-bayang kelam. Secara gramatikal, Bayangbayang adalah sesuatu yang seakanakan ada tetapi sebenarnya tidak ada, selanjutnya dikaitkan dengan kelam yang berarti suram (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Penyanyi ingin mengungkapkan bahwa bayang-bayang kelam digunakan untuk memetaforakan kegelapan atau kegagalan. Dalam memperjuangkan sesuatu, misalnya cita-cita pasti ada rasa takut gagal. Padahal takut akan kegagalan seperti halnya takut akan bertemu hantu atau roh jahat yang tidak bisa dilihat dengan mata. Namun, pada data ini yang ditakutkan manusia adalah bayangan kelam dari masa lalunya. Oleh karena itu, data tersebut termasuk metafora karena menggunakan konsep lain berupa bayangan kelam untuk mengatakan konsep sebenarnya berupa kegagalan. Remedi yang mungkin tak terulang (JL3/B1/L2/A) Pada data tersebut terdapat Metafora Struktural karena kata remidi digunakan sebagai sumber untuk menyatakan perbaikan. Berdasarkan Pencarian - KBBI Daring (2016), kata remidi artinya perbaikan terkait belajar atau penyembuhan dari sakit. Jika dikaitkan dengan kalimat utuh di data, remidi yang dimaksud lebih tepatnya adalah sebuah perbaikan dari kesalahan-kesalahan masa lalu yang tidak mungkin untuk dilakukan berulang-ulang. Manusia hanya memiliki waktu 24 jam dalam sehari dan apa yang sudah dilalui tidak akan bisa terulang kembali di hari selanjutnya. Oleh karena itu, sebuah perbaikan dalam kehidupan manusia tidak mungkin bisa datang berkali-kali. Hal ini sama dengan saat siswa diberi kesempatan satu kali remidi atau perbaikan setelah nilai ulangan jelek. d. Ranah Sumber Peralatan Tejebak di dalam baja beroda (JL2/B1/L1/A) Ungkapan Metafora Struktural pada data (JL2/B1/L1/A) ditunjukkan oleh frasa baja beroda yang secara leksikal digunakan untuk memetaforakan mobil. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), kata baja memiliki arti logam keras, sedangkan beroda memiliki arti memakai roda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa logam keras memakai roda adalah sebuah mobil. Hal ini karena mobil terbuat dari logam dan memiliki empat buah roda. Selain itu, kata sebelumnya yakni terjebak memperkuat bahwa maksudnya manusia kena jebak dan tidak bisa keluar dari mobil. Di kota-kota Indonesia, khususnya Jakarta saat macet, yakni mobil-mobil di jalan tidak dapat bergerak karena arus lalu lintas tidak berfungsi dengan baik
18 menyebabkan orang akan terjebak di dalam mobil. 2. Metafora Orientasional Pada album Manusia karya Tulus hanya ditemukan satu data metafora orientasional, yakni di lagu “Satu Kali”. Metafora orientasional adalah metafora yang berhubungan dengan pengalaman fisik manusia dalam mengatur orientasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti naik-turun (Arimi, 2015). Dengan kata lain, metafora orientasional digunakan untuk menyatakan dua makna yang saling berkaitan menjadi satu konsep lain. Berikut penjelasan mengenai data metafora orientasional dalam salah satu album Manusia berupa lagu “Satu Kali”: Di titik gelap dan terang yang berganti (JL10/B1/L3/B) Pada data tersebut, penyanyi menggambarkan keadaan dan situasi setiap manusia pasti ada gelap dan terang. Ranah sumber adalah titik serta ranah sasaran gelap dan terang. Kata titik memiliki arti tanda, sedangkan gelap dan terang berkaitan dengan kondisi yang dibedakan oleh cahaya. Gelap memiliki arti tidak ada cahaya sehingga kurang dapat melihat denga jelas, biasa terjadi saat malam hari karena matahari sebagai sumber cahaya tidak muncul (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Terang memiliki arti cerah karena ada cahaya matahari sehingga dapat melihat dengan jelas (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Setiap manusia pasti akan berada di posisi gelap tanpa cahaya sebagai imajinasi kesedihan dan di posisi terang sebagai gambaran kebahagiaan. Ranah sumber dan ranah sasaran pada data (JL10/B1/L3/B) memiliki hubungan erat dengan arah secara ruang berupa atas-bawah (up-down) yang didasarkan pada situasi manusia. Hal ini layaknya pada mati-hidup, bahagia-sedih, dekatjauh, dan lain-lain (Oktavianti, n.d.). Pengalaman fisik manusia diibaratkan roda yang berputar sehingga kadang berada di posisi atas dan kadang juga berada di posisi bawah. Semua pengalaman yang dialami manusia pasti mengandung berkah dan akan mendewasakan cara bermikir manusia tersebut. 3. Metafora Ontologis Pada album Manusia karya Tulus ditemukan 10 data metafora ontologis. Metafora ontologis adalah jenis metafora yang mengidentifikasi ekspresi bahasa ke dalam konsep pengertian yang mendasar atau hakiki, umumnya dipetakan dalam bentuk personifikasi atau perumpamaan (Lestari et al., 2019). Dengan demikian, suatu konsep lain yang dinyatakan dengan personifikasi dapat dikatakan sebagai metafora ontologis. Menurut Koveces (dalam Arimi, 2015), ranah sasaran yang digunakan sebagai personifikasi untuk menyatakan emosi, hasrat, moralitas, pikiran, bangsa, politik, hubungan, dan sebagainya. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai datadata metafora ontologis: Ampuni hati kecilmu (JL9/B3/L2/C) Pada data tersebut, kata ampuni berasal dari kata dasar ampun dan mendapatkan imbuhan -i yang memiliki arti maafkan. Frasa hati kecil dimaknai sebagai perasaan hati sebenarnya (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Namun, frasa hati kecil digunakan untuk menyimbolkan diri sendiri yang perlu dimaafkan. Manusia akan dapat memaafkan manusia yang lain apabila dia sudah bisa memaafkan dirinya sendiri terlebih dahulu. Sesuatu yang sulit diterima oleh hati yang paling dalam akan membuat manusia merasa tidak tenang. Padahal untuk melakukan interaksi dengan manusia lain perlu adanya sikap saling memaafkan,
19 sehingga manusia harus menjadi sosok pemaaf yang dimulai dengan memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis data di atas, maka makna konseptual dari maafkan hati kecil adalah memaafkan diri sendiri. Ku dengan bunga baru (JL5/B2/L1/C) Pada data tersebut terdapat penggunaan Metafora Ontologis berupa frasa bunga baru. Penyanyi menggunakan bunga baru untuk memetaforakan makna sebenarnya, yakni orang baru. Jika dikaitkan dengan kata sebelumnya yaitu Ku di sini adalah aku seorang manusia, sehingga tidak logis jika manusia. Bunga adalah bagian dari tanaman yang sangat elok karena warna dan harum baunya (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Secara logika, manusia tidak mungkin bersama dengan bunga tumbuhan. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan bunga baru adalah orang baru yang sebelumnya belum pernah ada. Ciri-ciri bunga yang menawan akan warna dan keharumannya sebagai personifikasi dari orang baru dengan karakteristik sama seperti bunga. Teman baru atau pasangan baru akan jauh lebih menarik jika dibandingkan dengan teman lama. Banyak sepasang kekasih melakukan perselingkuhan karena orang baik dianggap lebih menarik layaknya bunga yang berwarna. Putaran bumi dan waktu yang terus berjalan menempa kita (JL1/B3/L1/C) Dalam data tersebut terdapat penggunaan Metafora Ontologis berupa putaran bumi dan waktu sebagai sumber dan menempa sebagai sasaran. Secara gramatikal klausa putaran bumi dan waktu berarti bumi dan jarum jam yang bergerak memutar, sedangkan kata menempa berarti memukul-mukul biasanya besi yang akan dibuat perkakas melalui proses tempaan agar terbentuk (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Bumi berputar mengelilingi matahari menghasilkan hitungan 12 bulan, sedangkan waktu 24 jam adalah hasil putaran jarum jam dalam sehari. Bumi dan waktu yang berputar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Hasil ini sebagai bukti bahwa manusia akan terbentuk setelah melalui tempaan yang keras atau proses yang panjang. Dengan demikian, data ini termasuk Metafora Ontologis karena konsep pengalaman hidup akan membuat manusia terbentuk menjadi manusia yang lebih baik lagi setelah proses tempaan yang panjang. Sederas apa pun arus di hidupmu (JL1/B6/L1/C) Data tersebut termasuk Metafora Ontologis karena menggunakan kata arus sebagai perumpamaan untuk menyatakan masalah yang terus datang mengalir dalam kehidupan. Pada dasarnya arus adalah gerakan air yang mengalir (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Arus pada data dikaitkan dengan hidup dan klitik -mu yang ditujukan untuk menggantikan seorang manusia. Maksud penyanyi ingin menyampaikan bahwa masalah dalam hidup akan seperti arus air yang terus mengalir di sebuah sungai. Air yang mengalir cepat di sungai akan bermuara di lautan. Hal ini sama halnya sebuah masalah yang datang dengan cepat pasti akan berakhir pada titik penyelesaian berupa solusi sebagai muara terakhir. Oleh karena itu, data tersebut termasuk metafora ontologis yang menggunakan konsep A berupa arus untuk memahami konsep B berupa masalah hidup manusia yang selalu datang dengan cepat (Nuryadin et al., 2021). Konon katanya waktu sembuhkan (JL8/B5/L2/C) Pada data tersebut, ranah sumber adalah verba sembuhkan dan ramah
20 sasaran adalah waktu. Kata waktu memiliki arti rangkaian proses yang dilewati oleh manusia (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Sembuhkan berasal dari kata dasar sembuh artinya menjadi sehat setelah sakit (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Selanjutnya mendapatkan imbuhan –kan sebagai bentuk dari akan. Kemudian, konsep yang terdapat pada ranah sumber ditransfer ke ranah sasaran (WS. & Abstrak., 2019). Makna konseptual dari waktu sembuhkan adalah rangkaian proses akan memulihkan setelah kesakitan. Waktu berupa kesempatan, saat, hingga hari yang terus berjalan akan membantu manusia menjadi sehat dari sakit. Manusia yang mengalami kesakitan akan sembuh setelah beberapa hati karena butuh waktu untuk kembali pulih. Kini ilusi pahit mewah rasa (JL10/B5/L4/C) Pada data tersebut, kata pahit mempunyai makna metaforis yang berarti rasa tidak sedap, tidak menyenangkan hati, atau menyediakan (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Pada data (JL10/B5/L4/C) kata pahit dipinjam dan disandingkan dengan kata mewah agar dapat menggambarkan bahwa hal menyedihkan terlihat banyak. Kata mewah memiliki arti serba banyak, indah, berlebihan, dan cara hidup yang menyenangkan (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Namun, pada data tersebut menunjukkan bahwa hal mewah bukan hal yang menyenangkan melainkan kepahitan atau kesengsaraan. Berdasarkan analisis data di atas, maka makna konseptual dari pahit mewah adalah kesediaan yang banyak. Waktu dimana tanggal-tanggal merah teras sungguh meriah (JL1/B1/L2/C) Data tersebut terdapat penggunaan Metafora Ontologis dengan frasa tanggal-tanggal merah sebagai sumber dan meriah sebagai sasaran. Pada dasarnya, tanggal-tanggal merah berarti hari libur tidak bekerja atau bersekolah (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Tanggal merah merupakan perumpamaan yang digunakan pencipta lagu untuk menggambarkan kata sebenarnya, yaitu hari libur. Sementara itu, meriah adalah ramai dengan suka ria (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Di Indonesia hari libur disimbolkan dengan tanggal merah di kalender. Hari libur di kalender seperti hari nasional, hari sabtu, hari minggu, dan hari keagamaan. Bagi siswa akan merasakan kebahagiaan jika tidak berangkat ke sekolah. Alasan tersebut memperkuat anggapan bahwa tanggal-tanggal merah merupakan metafora karena mempresentasikan hari libur. Beginikah surga (JL6/B2/L2/C) Pada data tersebut, terdapat Metafora Ontologis dengan kata surga. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), kata surga memiliki arti alam akhir yang membahagiakan roh manusia yang akan tinggal di dalamnya. Surga dipinjam untuk menyatakan tempat yang penuh kebahagian. Namun, tempat itu akan ditemui setelah manusia berbuat baik dan meninggal dunia. Oleh karena itu, manusia yang masih hidup belum pernah melihat surga sehingga surga pada data tersebuh hanyalah sebuah personifikasi. Menurut agama Islam, surga adalah tempat indah yang penuh kebahagian sebagai buah hasil dari amal kebaikan selama hidup di dunia. Manusia yang ingin tinggal di surga setelah kematian harus berbuat baik selama hidup di dunia. Kata surga dimetaforakan sebagai tempat penuh kebahagiaan. Sedih itu sementara (JL3/B7/L1— L2/C) Ungkapan Metafora Ontologis terletak pada kata sedih. Hal ini karena kata sedih digunakan penyanyi untuk
21 mengilustrasikan sebuah duka tidak akan selamanya ada dalam kehidupan manusia. Secara gramatikal, sedih adalah merasa sangat pilu dalam hati atau susah hati yang identik saat kita diuji dengan masalah pasti akan merasa sedih (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Namun, setelah sedih berakhir akan tergantikan oleh bahagia. Manusia hidup di dunia tidak selamanya merasakan sedih saja, tetapi kesedihan akan berganti menjadi kebahagian. Ada pepatah menyatakan bahwa “Setelah hujan badai akan ada pelangi”. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa setelah hujan badai yang menakutkan akan ada pelangi yang elok dengan tujuh warna. Oleh karena itu, sedih dimetaforakan sebagai perasaan manusia menjadikan data tersebut sebagai metafora ontologis. Biar tentram yang berkuasa (JL9/B4/L2/C) Pada data tersebut terdapat penggunaan Metafora Ontologis karena kata tentram disandingkan dengan kata berkuasa. Kata tentram memiliki arti aman, damai, dan tenang (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Namun, kata berkuasa artinya memiliki kekuasaan yang biasanya dikaitkan dengan tahta atau posisi utama (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Di Indonesia berkuasa identik dengan seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan dan berkaitan dengan instansi, contohnya presiden, rektor, dan kepala sekolah. Akan tetapi, pada data tersebut disampaikan bahwa yang berkuasa adalah tentram. Secara umum, tentram harus berada di titik tertinggi layaknya seorang penguasa. Oleh karena itu, maksud metaforis dari data tersebut adalah merasa tenang paling utama. SIMPULAN Pada album Manusia karya Tulus ditemukan 25 data metafora konseptual sesuai pandangan Lakoff dan Johnson. Pemaparan hasil penilitian ini disusun berdasarkan jenis kategori metafora konseptual. Pertama, terdapat 14 data metafora struktural; Kedua, terdapat 1 data metafora orientasional; dan terakhir, terdapat 10 data metafora ontologis. Dari keselutuhan hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa metafora yang muncul dalam lagu-lagu di album Manusia adalah hasil pengalaman hidup seorang insan, terutama pencipta lagu yang disampaikan melalui konsep lain. Lagu-lagu dalam album ini dilatarbelakangi oleh keinginan pencipta lagu dalam mengapresiasi serta mengigatkan manusia untuk selalu bejuang dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. DAFTAR PUSTAKA Arimi, S. (2015). Linguistik Kognitif (satu). Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Aulia, Z. N., & Nur, T. (2020). Metafora Konseptual dalam Rubrik Unak-Anik Kahirupan Majalah Online Manglé : Analisis Semantik Kognitif. Lokabasa, 11(2), 226–236. https://ejournal.upi.edu/index.php /lokabasa/article/view/25251 Delfariyadi, F., & Nur, T. (2022). Metafora Konseptual Dalam Album Ao No Waltz Karya. Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang (JPBJ), 8(1), 1–10. https://doi.org/10.23887/jpbj.v8i1 .43012 Kognitif, S. (2021). Tajudin Nur,. 5(2), 146–160. Lestari, S. H. I., Ulumuddin, A., & Prayogi, I. (2019). Metafora Konseptual Pada Teks Negosiasi Karya Peserta Didik. Journal for
22 Lesson and Learning Studies, 2(3), 465–472. Marsin, M., Iskandar, I., & Attas, S. G. (2019). Metafora Cinta dalam Novel Balada Cinta Majenun Karya Geidurrahman El-Mishry. Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Dan Pengajaran (KIBASP), 3(1), 44–59. https://doi.org/10.31539/kibasp.v 3i1.913 Maulana, I. P. A. P., & Dharma Putra, I. B. G. (2021). Metafora Konseptual Kasta Dalam Masyarakat Bali: Kajian Linguistik Kognitif. Prasi, 16(02), 92. https://doi.org/10.23887/prasi.v1 6i02.37578 Nuryadin, T. R., Linguistik, M., Budaya, F. I., & Padjadjaran, U. (2021). Metafora Konseptual Bertema Rihlah (Jalan-Jalan) pada Majalah Gontor: Analisis Semantik Kognitif. 4, 91–100. Oktavianti, I. pragoyi dan ikmi N. (n.d.). 45 MENGENAL METAFORA DAN METAFORA KONSEPTUAL Icuk Prayogi 1 , Ikmi Nur Oktavianti 2 1. Sasindo Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 45–70. Pencarian - KBBI Daring. (2016). https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Rahmawati, I., & Zakiyah, D. M. (2021). Metafora Konseptual Dalam Lirik Lagu Bertema Pandemi Covid-19 Karya Musisi Indonesia: Kajian Semantik Kognitif. Jurnal Ilmiah Kebudayaan Sintesis, 15(2), 130– 138. https://ejournal.usd.ac.id/index.php/sintes is/article/view/3487 WS., G. W. A. T., & Abstrak. (2019). METAFORA DALAM LIRIK LAGU DANGDUT: KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF. Sarasvati, 1(2), 29. https://doi.org/10.30742/sv.v1i2. 737
23 KAJIAN SOSIOLINGUISTIK: MAKIAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT Title in English (Sosiolinguistic Studies: Curse in Lamaholot Language) oleh Febronia Golu Baluk Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945 Telepon Penulis 085777274850 Pos-el: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makian dalam bahasa Lamaholot. Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan simak catat secara alamiah. Selain itu, pengumpulan data juga menggunakan wawancara mendalam. Metode analisis data dilakukan dengan metode padan dan teknik analisis yang digunakan adalah teknik dasar pada bagian pilah unsur penentu sebagai pembeda referensial.. Hasil penelitian menunjukan bahwa makian dalam bahasa Lamaholot, ditemukan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk Makian kata, dan frasa terdiri atas tiga belas makian terdiri dari referen binatang, alat kelamin, intelektual, anggota keluarga, bagian tubuh manusia, dan makhluk halus. 2. Fungsi makian dalam bahasa Lamaholot yaitu untuk mengekspresikan amarah, kejengekelan, pujian, menghina, dan lain-lain. 3. Faktor sosial yang mempengaruhi adalah kebiasaan, lingkungan serta keluarga. Kata Kunci: bahasa lamaholot, bentuk makian, fungsi makian ABSTRACT This study aims to describe swearing in the Lamaholot language. This design of the research is qualitative descriptive. The data collected using a method was carried out by observing the notes naturally. In addition, data collection also uses in-depth interviews. The method of data analysis was carried out by the equivalent method and the analysis technique used was the basic technique in sorting the determining elements as a referential differentiator. The results showed that swearing in the Lamaholot language, found the following conclusions: 1. The form of swear words and phrases consisted of thirteen swearing consisting of animal referents, genitals, intellectuals, family members, human body parts, and spirits. 2. The function of swearing in the Lamaholot language is to express anger, annoyance, praise, insult, and others. 3. Social factors that influence are habits, environment and family. Keywords: lamaholot language, swearing foem, swear function
24 PENDAHULUAN Makian sering kali dijumpai dalam kehidupan sehari saat berinteraksi. Menurut Kisyani (dalam Susiati, 2020), percakapan sehari-hari, kata makian muncul sebagai sebuah ekspresi komunikasi. Sama halnya dengan Winarsih (dalam Susiati, 2020) yang mengatakan bahwa makian merupakan kata-kata kotor yang diucapkan oleh seseorang. Selain itu, Montagu (dalam Jannah dkk, 2018) mengatakan bahwa makian dan tabu sama tuanya dengan manusia dan seumur pula dengan bahasa. Makian juga terdapat dalam bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur dengan jumlah penutur bahasa Lamaholot tersebar di Kabupaten Flores Timur termasuk Adonara, Solor dan Kabupaten Lembata. Masyarakat Flores Timur memiliki khas tersendiri dalam menggunakan bahasa makian. Makian sangat beragam jika dilihat dari konteks. Meskipun makian sering disebut tidak sopan, tidak etis, dan tidak beretika, makian merupakan salah satu bagian dari kekayaan bahasa dan budaya. Berdasarkan hasil penelusuran, belum ada penelitian yang mengkaji tentang makian dalam bahasa Lamaholot. Akan tetapi, ditemukan delapan penelitian terkait makian dalam bahasa lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hanu & Purnama (2008), yang mengkaji mengenai “Makian Dalam Bahasa Melayu Palembang:Studi Tentang Bentuk, Referen, dan Konteks Sosiokulturalnya”. Selain itu, hasil penelitian dari Botifar (2016) yang mengkaji mengenai “Ungkapan Makian Dalam Bahasa Melayu Bengkulu Analisis Makna dan Konteks Sosial”. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Narahawarin (2019) yang mengkaji tentang “Kata Makian Pele dalam Interaksi Masyarakat Merauke”. Ada pun penelitian lain membahas mengenai bahasa makian dari berbagai daerah seperti pada hasil penelitian dari Jannah dkk. (2018) yang mengkaji mengenai “Bahasa Makian di Terminal Purabaya di Surabaya Kajian Sosiolinguistik”. Hasil penelitian dari Kusmana, A. & Afria (2018) yang mengkaji tentang “Analisis Ungkapan Makian Bahasa Kerinci:Studi Sosiolinguistik”. Selain itu, hasil penelitian dari Wahyuni dkk (2020) membahas mengenai “Makian Bagian Tubuh Manusia dalam Bahasa Melayu Jambi di Muara Bungo: Kajian Sosiolinguistik”. Hasil penelitian oleh Susiati (2020) membahas tentang “Makian bahasa Wakatobi Dialek Kaledupa”. Begitu juga dengan penelitian dari Wibowo (2020) yang mengkaji tentang “Leksikon Makian Dalam Pertuturan Bahasa Indonesia: Kajian Sosiopragmatik”. Oleh karena itu, bentuk makian bahasa Lamaholot menarik untuk diteliti karena belum banyak kajian yang meneliti topic tersebut. Makian dalam bahasa Lamaholot memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk makian tersebut diambil atau merujuk pada referensi binatang, makhluk halus, bagian tubuh, alat kelamin, dan lain-lain. Misalnya, bentuk “hama Aho” yang merujuk pada referensi binatang, bentuk “menaka” yang merujuk pada referen makhluk halus, “eret weda” dan“mena wau” yang diambil dari referen tubuh manusia. Berdasarkan contoh tersebut, dapat diketahui bahwa makian dapat digunakan dalam konteks apa pun dengan berbagai referen, seperti binatang, bagian tubuh, makhluk halus, alat kelamin, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makian dalam bahasa Lamaholot. Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat membuat penutur bijaksana dalam berkomunikasi dengan orang lain. Penelitian ini juga, diharapkan untuk tetap melestarikan bahasa Lamaholot agar tidak punah seiring dengan perkembangan zaman. Lebih lanjut bahasa ini perlu diperhatikan di level
25 nasional karena pengguna bahasa Lamaholot berada di pulau kecil yaitu pulau Flores yang belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Kajian ini akan dianalisis dari gejala bahasa dalam bentuk makna, fungsi serta faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya. Jadi, kajian tersebut merupakan multidisiplin ilmu sosiolinguistik. Menurut Kridalaksana ( dalam Chaer & Agustina, 2004) Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan dengan ciri fungsi variasi bahasa dalam masyarakat bahasa. Selain itu, pengkajian bahasa dengan dimensi masyarakat disebut Sosiolinguistik, (Nababan dalam Chaer & Agustina, 2004). Menurut Chaer & Agustina, (2004) Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisplin yang mempelajari bahasa dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat. Adapun pendapat dari Nababan (dalam Sumarsono, 2009:4) mengatakan bahwa Sosiolinguistik adalah pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa anggota masyarakat. Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang memberikan gambaran terhadap situasi kebahasan dalam bentuk makna ungkapan/makian, fungsi dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya. Sumber data pada penelitian ini berasal dari penutur bahasa Lamaholot, sedangkan data yang diperoleh adalah bentuk makian bahasa Lamaholot dari penuturnya. Metode pengumpulan data dilakukan dengan simak catat secara alamiah. Selain itu, pengumpulan data juga menggunakan wawancara mendalam. Metode analisis data dilakukan dengan metode padan dan teknik analisis yang digunakan adalah teknik dasar pada bagian pilah unsur penentu sebagai pembeda referensial. Penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal yang disajikan dalam bentuk kata-kata biasa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil peneltian ini terdiri dari beberapa bagian yaitu bentuk makian berupa Kata dan Frasa, sedangkan bentuk Kalimat tidak ditemukan dalam penelitian ini. Selai itu terdapat fungsi penggunaan makian, dan juga faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan bentuk makian seperti usia, pendidikan, gender, dan lain-lain. Dari pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang telah dijabarkan di atas, data yang didapatkan sebagai berikut: A. Bentuk Makian Dalam Bahasa Lamaholot 1) Bentuk Kata Tabel 1 Data Makian Bentuk Kata No Data Bentuk Kata Responden 1 A1.1 Aho R1 2 A1.2 Wawe R1 3. A1.3 Munak R1 4. A1.4 Uti R1 5. A1.5 Mena/Apa R2 6. A1.6 Eret R2 7 A1.7 Ipo R2 8 A1.8 Wewa/nuhu R2 9 A1.9 Nopot R3 10 A1.10 Puna R3 11 A1.11 belebut R3 12 A1.12 busa R3 13 A1.13 Menaka R3 Berdasarkan table diatas, bentuk makian Kata terdapat tiga belas yaitu: Data A1.1 : Aho (R1) Data A1.2 : Wawe (R1) Data A1.3 : Munak (R1) Pada Data A1.1, A1.2, dan A1.3 ini, ternasuk dalam bentuk kata yang memiliki arti Aho= Anjing, Wawe=Babi, dan Munak=Monyet. Data A1.1, A1.2, dan A1.3 diambil dari referen binatang. Data A1.4 : Uti/ Lahak (R1) Data A1.5 : Mena/ Apa (R2))
26 Data A1.4 dan A1.5 merupakan bentuk makian yang diambil dari referen Alat kelamin laki-laki dan perempuan. Data A1.4 Uti/Lahak=Penis, sedangkan data A1.5 Mena/Apa=Vagina.. Data A1.6 : eret (R2) Data A1.7 : Ipo (R2) Data A1.8 : wewa/nuhu (R2) Data A1.6, A1.7, dan A1.8 diperoleh dari Referen tubuh manusia. Data A1.6 eret=muka, Data A1.7 Ipo=Gigi, dan Data A1.8 wewa=mulut. Data A1.9 : Nopot (R3) Data A1.10 : Puna (R3) Data A1.11 : belebut Data A1.12: busa (R3) Pada Data A1.9, A1.10, A1.11, dan A1.12 yaitu Nopot, puna, belebut, dan busa yang memiliki makna yang sama yaitu bodoh. Namun, dalam penggunaan tergantung faktor yang mempengaruhi. Jika seseorang memiliki emosional yang tinggi maka menggunakan kata “Nopot”, sedangkan emosional yang sedang maka menggunakan kata “puna, belebut, dan busa”. Dua kata makian ini diambil dari referen intelektual untuk menyatakan kejengkelan terhadap orang yang susah memahami apa yang dimaksud oleh penutur. Data A1.13 : Menaka (R3) Data A1.13 merupaskan salah satu bentuk makian yang terambil dari referen Makhluk halus. Pada Data A1.11 menaka=Setan 2) Frasa Tabel 2 Data Makian Bentuk Frasa No Data Bentuk Frasa Responden 1 B2.1 Aho mena R1 2 B2.2 Eret wawe R1 3. B2.3 Ema Munak R1 4. B2.4 Uti hedik R2 5. B2.5 Mena/Apa wau R2 6. B2.6 Eret weda R2 7 B2.7 Ipo wiso R2 8 B2.8 Wewa/nuhu weda R3 9 B2.9 Nopot hiko R3 10 B2.10 Puna a ka R3 11. B2.11 Bodo hama wawe R3 12 B2.12 Hama aho bodo R3 13 B2.13 Hama Menaka R3 Berdasarkan table di atas, bentuk makian frasa yang diperoleh ada tiga belas yang diambil dari referen binatang, intelektual, Alat kelamin, makhlus halus, dan tubuh manusia, yaitu: Data B2.1 : Aho mena! (R1) Bentuk makian dari referen binatang dan alat kelamin di atas berupa frasa yaitu Aho dari referen binatang dan Mena dari referen alat kelamin dalam bahasa Indonesia yang berarti Anjing vagina. Data B2.2 : Eret Wawe.(R1) Bentuk makian ini juga diambil dari referen binatang dan bagian tubuh. Wawe (Babi) diambil dari referen Binatang dan Eret (muka) dari referen tubuh manusia. Eret wawe dalam bahasa Indonesia berarti muka babi. Data B2.3 : Ema munak (R1) Data ini diambil dari referen binatang dan anggota keluarga, yaitu ema=Ibu dan munak=monyet. Ema munak dalam bahasa Indonesia yaitu Ibu Monyet. Data B2.4 : Uti Hedik (R2) Makian Uti hedik salah satu bentuk frasa yang diambil dari referen alat kelamin khususnya laki-laki. Makian ini
27 berupa frasa yaitu Uti hedik yang berarti penis berdiri. Data B2.5 : Mena/apa wau (R2) Makian mena/apa wau ini merupakan bentuk dari referen alat kelamin perempuan. Mena/apa=vagina, sedangkan wau=bau. Dalam bahasa Indonesia mena/apa wau berarti vagina bau. Data B2.6 : eret weda (R2) Eret weda salah satu frasa dan diambil dari referen tubuh manusia. Eret=muka dan weda=jelek, yang berarti muka jelek. Data B2.7 : Ipo Wiso (R2) Ipo wiso salah satu frasa dan diambil dari referen tubuh manusia. Ipo=gigi dan wiso=gigi yang sedikit maju. Data B2.8 : wewa/nuhu weda (R3) Makian ini diambil dari referen tubuh manusia yaitu wewa=mulut dan weda=jelek. Jadi, wewa weda dalam bahasa Indonesia berarti mulut jelek. Data B2.9 dan B2.10: puna/nopot (R3) Makian ini merujuk pada intelektual. Puna/nopot=bodoh. Data B2.11: bodo hama wawe (R3) Makian pada data B2.11 diambil dari referen intelektual dan binatang. bodo=bodoh, hama wawe=seperti babi. Jadi, makian ini dalam bahasa Indonesia berarti bodoh seperti babi. Data B2.12: hama aho bodo (R3) Makian dari data B2.12 diambil dari referen binatang dan inteklektual. Hama aho= seperti anjing, sedangkan bodo=bodoh. Makian ini dalam bahasa Indonesia berarti seperti anjing bodoh. Data B2.13: Hama menaka (R3) Makian ini diambil dari referen makhluk halus. Hama menaka yaitu seperti setan atau hantu. B. Fungsi Makian Dalam Bahasa Lamaholot Peneliti menemukan fungsi makian Lamaholot untuk mengekspresikan amarah, jengkel, pujian, mengejek, dan bercanda. 1) Amarah Data C3.1: “Ai, Aho mena pali no. hege ata yang temaka mente pi?” (R3) “Ai, Anjing vagina ini. Siapa yang mencuri mente ini?” Data C3.1 menggunakan makian aho=anjing, lalu dipertegaskan dengan alat kelamin yaitu mena=vagina untuk menyatakan kemarahannya pada orang yang mencuri hasil kebun yaitu jambu mete. Makian aho mena ini dapat digunakan oleh siapa pun ketika sedang marah. Data C3.2: “ema mena dio. Ei moe peli no koto wato hiko pe” (R3) “Ibu Vagina. Ei, kamu di sana kepala batu sekali” Data C3.2 menggunakan makian ema=Ibu. Makian yang membawakan anggota keluarga dan dipertegaskan lagi makian dengan menggunakan makian mena=vagina untuk menyatakan kemarahan pada orang yang keras kepala tidak mau mendengarkan omongan orang lain, sehingga yang dibawa adalah seorang Ibu. Makian ema mena ini biasanya digunakan oleh anak-anak- remaja yaitu dari SD—SLTA. Namun, makian ini juga kadang-kadang digunakan oleh orang dewasa. Data C3.3: “uti wau-wau. Moe yang ele mari goe yang ele pali.” (R3) “ Penis bau. Kamu yang salah bilang aku yang salah”. Dari data C3.3 di atas, makian ini menggunakan referen alat kelamin laki-
28 laki. Uti=penis lalu dipertegas dengan wau-wau=bau. Pernyataan tersebut biasanya ditujukan kepada orang yang tidak bersalah tetapi disalahkan. Data C3.4: “nopot hiko pe, pii meha di moi hala pe” (R3) “ Bodoh sekali. Hanya ini saja tidak tahu” Pada data C3.4 referen yang digunakan yaitu referen intelektual. Nopot= bodoh, lalu dipertegas dengan hiko=sekali. Makian ini digunakan untuk mengekspresikan rasa marah kepada orang yang bodoh karena hanya hal sepele atau hal yang sudah banyak diketahui. Data C3.5: “Bapah lahak dio. Hege ata belo muko goe pi?” (R3) “ Bapak Penis. Siapa yang potong pohon pisang ku ini?” Dari data tersebut, referen yang digunakan dalam makian ini adalah referen anggota keluarga dan alat kelamin laki. Lahak=penis. Makian ini biasanya digunakan untuk mengekspresikan amarah karena hasil kebun dicuri. Makian untuk menyatakan amarah karena hasil kebun atau pun barang lain di curi dapat menggunakan makian dengan kata ema mena= Ibu vagina, lahak gatek=penis gatal, lima bewau=tangan bau, menaka ga=dimakan setan. Namun, untuk menaka ga makian sekaligus sumpah serapah kepada orang yang mencuri barang milik orang lain dengan sumpah semoga pencuri itu segera mungkin dimakan oleh setan. Data C3.6: “mena wewau mani duu kame pia pali”.(R2) “vagina bau, mau dekat dengan kami” Pernyataan tersebut mengekspesikan amarahnya akibat sesuatu hal yang sudah terjadi di masa lalu, kemudian orang itu ingin bergabung dengan mereka yang dulu ia lukai. Mena=vagina lalu dipertegaskan wewau=yang sangat bau. Makian ini diambil dari referen alat kelamin perempuan. Makian ini biasanya digunakan oleh anak-anak perempuan remaja. Data C3.7: “moe pali ne goe belo uti moe pe. Tobo kemelemok”. (R2) “kamu itu, saya potong penis kamu. Jijik!” Dari data yang diperoleh, makian ini menggunakan referen alat kelamin lakilaki. Uti=penis kemudian dipertegas dengan kemelemok=jijik. Makian ini biasanya digunakan ketika dalam pertengkaran sehingga orang yang terpancing emosi mengekspresikan amarahnya dengan menggunakan ancaman yaitu memotong penis. Setelah itu, menunjukan betapa jijiknya terhadap lawan bicaranya. Makian ini digunakan oleh semua kalangan. 2) Jengkel Data C3.8: “Uti gatek hiko pe. Tobo mere bisa hala ne, Teo?” (R1) “Penis Gatal sekali itu. Tidak bisa duduk diam kah, Teo?” Data C3.8 ini menggunakan makian uti=penis. Makian yang diambil dari referen Alat kelamin dan dipertegas dengan gatek=gatal sebagai pernyataan kemarahan terhadap laki-laki yang tidak bisa diam atau pun berdiri dengan bergeser sana sini di depan orang. Data C3.9: “ mena gatek hiko pe.moe mere bisa hala ne? (R1) “ vagina gatal sekali itu. Kamu tidak bisa diam kah?” Data dari C3.9 di atas menggunakan makain dari referen alat kelamin perempuan. mena = vagina, lalu dipertegas dengan kata gatek hiko=gatal sekali. Data di atas, makian ini digunakan untuk orang
29 yang terlalu berisik entah itu dari suaranya atau pun dari perbuatannya. Data C3.10: “wewa weda hiko. Tutu a nae pe bebelola” (R2) “Mulut jelek sekali. Terlalu tinggi ceritanya itu”. Pada data tersebut, di ambil dari referen tubuh manusia. Wewa weda hiko= mulut jelek sekali, makian ini untuk mengekspresikan kejengkelan terhadap orang yang menceritakan segala sesuatu yang dilebih-lebihkan. Data C3.11: “wewa wura hiko pe. ,mere bisa hala ne mena” (R3) “mulut berbusa sekali. Tidak bisa diam kah vagina?” Dari data tersebut, makian ini ditujukan kepada orang berbicara tanpa berhenti sehingga lawan bicaranya jengkel. Makian ini diambil dari referen tubuh manusia dan alat kelamin. Mena yang dimaksud dari pernyataan di atas ialah panggilan untuk menggantikan lawan bicara yang selalu berbicara. Akibat kejengkelan dari hati, maka nama mitra tutur diganti dengan alat kelamin perempuan. Data C3.12: “nanga rak pe hama apa wewa” (R3) “teriak di situ seperti mulut vagina” Dari data tersebut, makian ini ditujukan kepada orang yang berteriak berlebihan atau pun menangis yang tidak berhenti. Makian ini diambil dari referen alat kelamin perempuan. nanga rak hama apa wewa di sini memiliki arti bahwa orang yang menangis atau berteriak berlebihan lebar mulutnya seperti mulut vagina. Makian ini biasanya digunakan oleh orang dewasa terhadap anak-anak kecil atau pun remaja yang menangis atau berteriak yang tidak ada hentinya. Data C3.13: “lubak pe pane mena wisak rua” (R3) “ kalau jatuh, vagina terbelah menjadi dua” Berdasarkan data yang diperoleh di atas, makian ini diambil dari referen alat kelamin perempuan. Makian ini diucapkan karena rasa jengkel terhadap orang yang ditegur berulang-ulang kali untuk tidak memanjat pohon yang tinggi tapi tidak pernah mendengarkan teguran tersebut sehingga mengucapkan kata mena wisak rua yang berarti Vagina terbelah menjadi dua jika jatuh dari pohon. Makian ini biasanya digunakan oleh orang tua terhadap anak –anak dan remaja khusus diungkapkan kepada anak perempuan. 3) Pujian Data C3.14: “Ai. Ana mena peli no, pintar hiko hi” (R1) “anak Vagina itu, pintar sekali” Pada data C3.14 menggunakan makian alat kelamin perempuan yaitu mena=vagina dan dipertegskan dengan pintar hiko=pintar sekali. Makian ini digunakan kepada orang yang mengagumi kepintaran seorang anak gadis yang berprestasi. Data C3. 15: “Ana mena peli no, weki bebura” (R3) “Anak vagina itu, badanya putih sekali” Makian ini mengungkapkan sebuah pujian kepada salah satu anak yang memiliki kulit yang putih dari yang lainnya. Selain itu, makian mengungkapkan pujian tujukan kepada orang yang berbakat. Jika laki-laki maka makian yang digunakan adalah uti, jika perempuan maka makian yang digunakan adalah mena/apa/kima. 4) Mengejek
30 Data C3.16: “tobo benga a ka. Eret hama kloto uo” (R3) “duduk sombong apa? Muka seperti pantat panci”. Data C3.16 menggunakan makian dari tubuh manusia yaitu eret=muka dan dipertegas dengan hama kloto uo=seperti pantat panci. Makian ini digunakan dalam mengejek orang yang memiliki muka hitam seperti pantat panci. Data C3.17: “iru bele hama wawe kebiru” (R2) “Hidung besar seperti hidung Babi” Dari data C3.17 menggunakan makian dari tubuh manusia yaitu hidung dan dipertegas dengan menggunakan referen dari Binatang yaitu hidung Babi. Iru bele=hidung besar, sedangkan wawe kebiru= hidung babi. Makian ini biasanya digunakan untuk mengejek atau menghina orang yang memiliki hidung besar. Data C3.18: “mata bele hama mata gong” (R1) “ Mata besar seperti mata gong” Makian dari data C3.18 ini menggunakan makian dari referen tubuh manusia yaitu mata, sedangkan referen dari alat musik yaitu gong. Mata bele=mata besar, mata gong=mata gong, yaitu salah satu alat musik yang mempunyai lingkaran ditengah. Sehingga, makian untuk mengejek orang yang memiliki mata besar. Data C3.19: “keboti bele hama witi keboti” (R3) “Usus besar seperti usus kambing” Makian dari data C3.19 ini menggunakan referen binatang dan organ tubuh manusia. Keboti bele=Usus, sedangkan witi keboti= Usus kambing. Makian ini biasanya ditujukan kepada orang yang memiliki perut besar. Data C3.20: “ipo bele hama wata era”. (R1) “ Gigi besar seperti biji jagung” Dari data tersebut, makian ini ditujukan untuk mengejek orang yang memiliki gigi besar. Makian ini diambil dari referen bagian tubuh manusia dan juga tanaman. Ipo bele=gigi besar, sedangkan wata era=biji jagung. Selain menggunakan biji jagung, makian untuk mengejek gigi adalah ipo wiso=gigi yang tidak rata dan gigi yang maju dan ipo kemoa hama witi= gigi ompong seperti kambing. Data C3.21: “ Koa keni hama menamo” (R3) “Paha kecil seperti lidi” Dari data di atas, makian ini digunakan kepada orang yang memiliki paha kecil. Orang yang memiliki paha kecil di samakan dengan sebatang lidi Selain itu, koa kerage orang yang memiliki paha kecil juga disamakan dengan daun lontar. Data C3.22: “ipo pe no kuma hama tae” (R2) “gigi itu kuning seperti tahi” Dari data tersebut makian ini untuk orang yang memiliki gigi kuning atau gigi yang jarang disikat. Makian ini diambil dari referen tubuh manusia dan dari kotoran manusia. Selain itu, biasanya orang juga menggunakan makian ipo tai menu yang berarti gigi orang itu penuh dengan tumpukan kotoran makanan yang tidak pernah dibersihkan. Data C3.23: “Ipo besu hama munak rae ipo” (R1) “Gigi besar seperti monyet punya gigi”. Dari data C3.23, makian yang digunakan ini diambil dari referen bagian tubuh manusia dan binatang. Ipo bele=gigi besar, sedangkan munak ipo=gigi monyet. Makian ini digunakan untuk orang yang
31 memiliki gigi besar, lalu disamakan dengan gigi monyet. Data C3.24: “weki mite kae eret hama menaka” (R3) “badan hitam, wajah seperti setan” Dari data tersebut, makian ini digunakan untuk mengejek atau menghina orang yang memiliki badan hitam tapi wajah seperti setan. Wajah yang putih tapi badan hitam, disamakan dengan setan. Makian ini menggunakan referen tubuh manusia dan makhluk halus. 5) Bercanda Data C3.25: “ai aho uo naa goe alek berara dio” (R1) “Pantat Anjing buat perut ku sakit” Dari data di atas, makian ini ditujukan kepada orang yang menceritakan sesuatu yang sangat lucu, sehingga membuat orang yang mendengar cerita tersebut tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut. Kata “aho uo” di sini ditujukan kepada orang yang menceritakan cerita lucu tersebut. Data C3.26: “mena moe wau peko hiko” (R2). “Vagina mu bau kencing sekali” Dari data tersebut, bercanda ini bukan ditujukan kepada orang yang memiliki bau vagina karena kencing, tetapi yang dimaksud di sini adalah bau buah kelapa yang sudah busuk. Makian ini biasanya digunakan ketika orang-orang sedang mengumpulkan buah kelapa di kebun, dan ketika ada sebuah buah kelapa yang bau busuk, salah satu dari mereka mulai bercanda dengan yang lain. Data C3.27: “ a wau pi no. Ony weki wau hiko di”. (R3) “apa yang bau ini. Ony badan bau sekali”. Makian dari data tersebut, digunakan kontkes bercanda. Makian ini biasanya digunakan ketika mencium bau sesuatu yang belum kelihatan, seperti bau bangkai. Kemudian salah satu dari mereka mulai bercanda dengan yang lain dan mengaitkan aroma busuk tersebut sambil menujuk salah satu dari mereka yang belum mandi (asal menyembut nama). C. Faktor Sosial Yang Mempengaruhi Makian Dalam Bahasa Lamaholot Faktor sosial yang mempengaruhi penggunaan makian dalam bahasa Lamaholot ini membahas mengenai latar belakang yang menyebabkan makian itu digunakan. Hal tersebut berkaitan dengan faktor sosial seperti kebiasaan masyarakat Flores Timur, lingkungan, serta keluarga. Makian yang digunakan disebabkan oleh kemarahan, kejengkelan, kepahitan hati seperti dendam, iri hati, benci, dan lainlain. Hal ini menyebabkan masyarakat membiasakan dengan makian yang sering didengar dari lingkungan sekitar dan keluarga. Bentuk makian ini biasanya digunakan dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga ,makian ini dapatkan digunakan oleh semua kalangan. Sementara itu, pada penelitian ini, bentuk makian yang digunakan bukan hanya mengekspresikan marah, pujian, dengan menggunakan kata makian yang beda. Namun, makian dalam bahasa Lamaholot, kata makian yang digunakan untuk mengekspresikan marah dapat digunakan untuk mengekspresikan kejengkelan, kebencian, menghina, dan lain-lain. Oleh karena itu, makian dalam bahasa Lamaholot digunakan dilihat dari segi emosional penutur. SIMPULAN Secara menyeluruh penelitian ini mengkaji tentang makian dalam bahasa Lamaholot. Makian yang dikaji tentang bentuk makian berupa kata dan frasa. Selain itu, mengkaji juga mengenai fungsi makian serta faktor sosial yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil
32 penelitian Makian dalam bahasa Lamaholot, ditemukan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk Makian kata, dan frasa terdiri atas tiga belas makian terdiri dari referen binatang, alat kelamin, intelektual, anggota keluarga, bagian tubuh manusia, dan makhluk halus. 2. Fungsi makian dalam bahasa Lamaholot yaitu untuk mengekspresikan amarah, kejengekelan, pujian, menghina, dan bercanda. Makian sering digunakan diambil dari referen binatang, alat kelamin, dan anggota keluarga untuk menyatakan kemarahan, kejengekelan. Selain itu, referen bagian tubuh manusia dan makhluk halus lebih banyak digunakan untuk menghina dan mengejek. Makian yang digunakan untuk menyatakan amarah dapat digunakan untuk mengeskrepsikan kejengkelan, sehinga satu kata makian dapat digunakan dalam dua situasi emosional. 3. Faktor sosial yang mempengaruhi adalah kebiasaan, lingkungan serta keluarga. Kebiasaan dalam mengungkapkan makian yang sama berulang kali, lingkungan yang mengunakan makian ketika mengeskrepsikan emosional, dan keluarga yang menggunakan makian ketika mengekspresikan amarah, pujian, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Botifar, M. (2016). Ungkapan Makian dalam Bahasa Melayu Bengkulu Analisis Makna dan Konteks Sosial. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. Chaer, A., & Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik perkenalan awal (kedua). PT ASdi Mahasurya. Hanu, O., & Purnama, L. (2008). Makian dalam Bahasa Melayu Palembang: Studi tentang Bentuk, Referen, dan Konteks Sosiokulturalnya. 168–186. Jannah, A., Widayati, W., & Kusmiyati, K. (2018). Bentuk dan Makna Kata Makian di Terminal Purabaya Surabaya Dalam Kajian Sosiolinguistik. Fonema, 4(2), 43–59. https://doi.org/10.25139/fonema.v4i2. 758 Kusmana, A. & Afria, R. (2018). Analisis Ungkapan Makian Dalam Bahasa Kerinci: Studi Sosiolinguistik. Jurnal Ilmu Humaniora, 2(2), 173–192. Narahawarin, M. F. (2019). Kata Makian Pele dalam Interaksi Masyarakat Merauke. Kajian Linguistik, 5(1), 50– 68. https://doi.org/10.35796/kaling.5.1.20 17.24791 Susiati, N. (2020). MAKIAN BAHASA WAKATOBI DIALEK KALEDUPA (Invective Wakatobi Language Kaledupa Dialect). Kandai, 16(1), 27. https://doi.org/10.26499/jk.v16i1.141 3 Wahyuni, S., Marnita, R., & Usman, F. (2020). Makian Referen Keadaan dalam Bahasa Melayu Jambi di Muara Bungo: Kajian Sosiolinguistik. Madah, 11(2), 131–140.
33 https://doi.org/10.31503/madah.v11i2 .199 Wibowo, R. M. (2020). Leksikon Makian Dalam Pertuturan Bahasa Indonesia: Kajian Sosiolinguistik. SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra Dan Linguistik, 21(2), 70. https://doi.org/10.19184/semiotika.v2 1i2.16934
34 ANALISIS HUMOR DALAM KANAL YOUTUBE STAND UP KOMPAS TV EPISODE STAND UP MARSHEL WIDIANTO Title in English (Humor Analysis in Youtube Channel Stand Up Kompas TV Episode Stand Up Marshel Widianto) oleh Hafidz Nur Bhawika Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945 Telepon Penulis 088227824050 Pos-el: - ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan humor Marshel Widianto dalam kanal Youtube stand up Kompas TV episode stand up Marshel Widianto. Metode yang digunakan deskriptif kualitatif, Data penelitian berupa satuan lingual “humor” pada tuturan yang disampaikan oleh Marshel Widianto. Data penelitian diambil berdasarkan fenomena humor dan konteks tuturan humor dalam wacana yang disampaikan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan teknik simak catat. Data dikelompokan sesuai dengan jenis-jenis humor dan konteks tuturan humor dalam menyampaikan wacana. Data yang sudah dianalisis disajikan secara informal berupa deskripsi kata yang dirangkai. Hasil penelitian ini menunjukan pelanggaran maksim pada humor yang dibawakan oleh Marshel Widianto dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto berupa maksim percakapan yang digolongkan menjadi 4 jenis: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Kata Kunci: humor, konteks tuturan humor, maksim, pelanggaran maksim ABSTRACT This study aims to describe Marshel Widianto's humor in the stand-up Youtube channel Kompas TV, Marshel Widianto's stand-up episode. The method used is descriptive qualitative. The research data is in the form of a lingual unit of "humor" in the speech delivered by Marshel Widianto. The research data was taken based on the phenomenon of humor and the context of the humor in the discourse delivered. Data was collected by means of observation using the note-taking technique. The data are grouped according to the types of humor and the context of the humor in conveying the discourse. The data that has been analyzed is presented informally in the form of word descriptions that are assembled. Keywords: humor, context of humor, maxims, and violation of maxims
35 PENDAHULUAN Humor yang dibawakan dalam Stand Up Comedy saat ini menjadi trend tersendiri di media sosial, salah satunya di Youtube. Banyak jokes (lelucon) menarik yang dibawakan oleh berbagai komika salah satunya Marshel Widianto tentang sindiran terhadap Bansos yang dibagikan oleh pemerintah untuk masyarakat berupa bahan pokok makanan kurang berkualitas. Humor yang dipertunjukan dalam Stand Up Comedy merupakan suatu seni berbicara yang dimaksudkan/ diharapkan untuk memancing tawa dari penonton. (Papana dalam Nduri, 2012) tentu saja dalam pembawaan Stand Up Comedy pasti tak lepas dari istilah humor. Humor terjadi tidak hanya dalam bentuk perkataan atau percakapan saja. Sejalan dengan hal tersebut, Rustono (dalam Sumiyardana&Hendrastuti, 2014:197) Menandaskan bahwa humor memliki dua bentuk yakni bentuk verbal dan nonverbal. Bentuk verbal dapat berupa satuan bahasa yang dikreasi oleh pelaku humor yang dapat disalurkan melalui media lisan (lawak) dan media tulis (humor tulis dan kartun), sedangkan dalam bentuk nonverbal berupa tingkah laku atau gerakan yang menimbulkan lelucon. Berikut beberapa humor dari Marshel Widianto tentang Bansos yang dibagikan kepada masyarakat miskin berupa beras yang kurang berkualitas dan terdapat banyak kutu didalamnya. Berdasarkan penelusuran, telah ditemukan lima kajian serupa tentang humor dalam Stand Up Comedy. Pertama, Kajian yang fokus pada penciptaan humor Stand Up Comedy menggunakan teknik praanggapan, teknik implikatur, dan teknik kemungkinan oleh Emy (2015), Pandu dkk. (2018), Ati dan Rustono (2017), Sedangkan kajian yang membahas Apersepsi pembelajaran melalui Stand Up Comedy dengan metode ceramah diteliti oleh Rizki dan Ratri (2020), Prasetyo dkk. (2020). Penelitian ini membahas tentang analisis humor dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV Episode Stand Up Marshel Widianto. Youtube merupakan salah satu media sosial, didalamnya berisi video konten yang dibuat oleh berbagai pihak untuk penggunanya atau sebagai sarana berbagi informasi. Penelitian ini membahas tentang humor yang dibawakan oleh Marshel Widianto dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widiantopembagian bansos berupa bahan pokok makanan kurang berkualitas, sehingga menimbulkan kontroversi (perdebatan) dikalangan masyarakat. Pembagian bansos (Bantuan Sosial) yang tidak merata atau bahan pokok makanan yang kurang berkualitas disebabkan oleh Eks Mensos (Mantan Menteri Sosial) mengurangi dana bansos dari Pemerintah berupa penarikan ceban disetiap penyaluran dana bansos. Pemilihan video humor berupa Stand Up Comedy yang dibawakan Marshel Widianto sebagai objek kajian pada penelitian ini menjadi hal kebaruan dan menarik untuk diteliti. Dengan demikian hal ini penting untuk diteliti agar dapat mengetahui konteks tuturan humor dari Marshel Widianto saat menyampaikanya di Stand Up Comedy. Salah satu contoh tuturan dari Marshel Widianto “Pas waktu kita nyuci beras lalu air dimasukan kedalam baskom ada makhluk keluar dari permukaan kecil-kecil gitu, pertama kali gue lihat masih pikiran positif mungkin ini adalah beras edisi spesial dari Pemerintah, jadi Pemerintah memberikan beras beserta paket serundeng”. Konteks tuturan dari Marshel Widianto berupa sindiran terhadap beras yang dibagikan oleh pemerintah kurang berkualitas sehingga ketika beras dicuci akan keluar kutu. Urgent sejalan dengan penuturan dari Marshel Widianto terkait bansos yang dibagikan pemerintah kepada masyarakat (Wijana dalam Fitriana dkk, 2003:77). Menandaskan bahwa berbicara humor pada hakikatnya berbeda dengan berbicara secara wajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan humor dalam kanal Youtube stand up Kompas TV episode stand up Marshel Widianto. Selain itu, penelitian ini juga mendeskripsikan konteks humor yang dituturkan oleh Marshel Widianto dalam menyampaikan wacana. Penelitian ini
36 diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bentuk tuturan humor dan konteks tuturan humor dalam Stand Up Comedy. Selain itu, penggunaan tuturan humor yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari. Diharapkan dapat menambah wawasan tentang penyebab konteks tuturan humor dalam menyampaikan wacana yang tidak lepas dari faktor sosial, sehingga mampu mengetahui konteks tuturan humor dalam wacana yang disampaikan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini membahas tentang humor dan konteks tuturan humor dalam menyampaikan wacana yang termasuk dalam lingkup pragmatik. Menurut Wijana (dalam Tiani, 2004:37), humor pada hakikatnya adalah rangsangan yang menyebabkan seseorang tertawa atau tersenyum dalam kebahagiaan. Humor dikatakan lucu dan membuat seseorang tertawa atas rangsangan tuturan yang diberikan oleh komika atau orang pencipta humor dengan mengetahui konteks tuturan dalam wacana yang disampaikan, sedangkan humor memiliki dua bentuk yakni bentuk verbal dan nonverbal bentuk verbal dapat berupa satuan bahasa yang dikreasi oleh pelaku humor yang dapat disalurkan melalui media lisan (lawak) dan media tulis (humor tulis dan kartun), sedangkan dalam bentuk nonverbal berupa tingkah laku atau gerakan yang menimbulkan lelucon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berupa video humor pada kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto. Data pada penelitian ini berupa satuan lingual ‘humor’ pada tuturan yang disampaikan oleh Marshel Widianto. Dari data penelitian tersebut, diambil berdasarkan fenomena humor dan konteks tuturan humor dalam wacana yang disampaikan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan teknik simak catat. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diidentifikasikan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode agih. Kemudian data dikelompokan sesuai dengan jenis-jenis humor dan konteks tuturan humor dalam menyampaikan wacana. Data yang sudah dianalisis disajikan secara informal berupa deskripsi kata yang dirangkai. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukan terdapat pelanggaran maksim. Maksim merupakan kaidah didalam berinteraksi berupa penggunaan bahasa. Pelanggaran maksim pada humor yang dibawakan oleh Marshel Widianto dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto berupa maksim percakapan, maksim percakapan ada 4 jenis yaitu: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Sehubungan dengan hal tersebut (Grice dalam Fitriani, 2013:101) Menandaskan bahwa prinsip kerjasama yang berbunyi “Buatlah sumbangan percakapan anda seperti yang diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang anda ikuti” berikut penjelasan beserta bukti data terkait pelanggaran maksim dalam tuturan humor Marshel Widianto. Maksim kuantitas Penelitian ini menunjukan ada pelanggaran maksim kuantitas pada tuturan Marshel Widianto dalam kanal youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto. Menurut (Grice dalam Syafri, 2018) maksim kuantitas terdapat dua aturan yang bertujuan untuk memahami suatu konteks pembicaraan (1) berikan konstribusi sesuai kebutuhan (2) berikanlah konstribusi secukupnya jangan melebihi batas informatif. Selaras dengan hal tersebut, (Makassar, 2018) menandaskan bahwa rangkaian peristiwa dalam serentetan waktu merupakan tuturan. Berikut beberapa data berkaitan dengan ujaran Marshel Widianto dalam kanal youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto. (1) “Sebagai Menteri Bansos internasional, saya adalah sebagai
37 orang yang sangat mengerti apa itu bansos sampai isi-isinya saya juga paham” (A01) Berdasarkan tuturan dari Marshel Widianto terdapat pelanggaran maksim kuantitas dalam kalimat ‘sebagai Menteri Bansos Internasional, saya adalah sebagai orang’ konteks tuturan dari Marshel Widianto (1) cenderung melebihi batas informatif sehingga konteks pembicaraannya berkesan membelit (2) pengakuan sebagai Menteri Bansos Internasional untuk memperkuat tuturan yang disampaikan kepada mitra tutur sehingga diharapkan mitra tutur mempercayai apa yang disampaikan oleh Marshel Widianto berada dalam kalimat ‘Sebagai Menteri Bansos Internasional’ (3) menjelaskan yang sudah diketahui oleh khalayak umum berada dalam kalimat ‘sebagai orang yang sangat mengerti apa itu bansos’ kemudian terlalu banyak memakai kata ‘saya’ sehingga pemakaian bahasa cenderung bertele-tele dalam menyampaikan maksud yang dituju. Tuturan tersebut berada dalam kalimat ‘saya adalah sebagai orang yang sangat mengerti apa itu bansos sampai isi-isinya saya juga paham’ (4) tuturan dari Marshel Widianto tidak to the point (menyatakan secara langsung) sehingga dalam menyampaikan maksud pembicaraan yang dituju terlalu membelit berada dalam kalimat saya adalah sebagai’ sejalan dengan hal tersebut, (Syafri, 1990) menandaskan bahwa jumlah informasi yang diberikan oleh peserta tutur kepada mitra tutur merupakan maksim kuantitas. (2) “Sebagai Duta Bansos Internasional, saya tuh tahu banget apa aja yang sudah pernah saya dapatkan” (A02) Data (A02) terdapat pelanggaran maksim kuantitas berupa (1) pengakuan sebagai Duta Bansos Internasional guna memperkuat tuturan supaya mitra tutur mempercayai tuturan dari Marshel Widianto berada dalam kalimat sebagai Duta Bansos Internasional’ (2) mempertegas tuturan dengan menggunakan kalimat sebelumnya sehingga kurang efektif dalam menyampaikan maksud yang dituju pada pembicaraan berada dalam kalimat ‘saya tuh tahu banget apa aja yang sudah pernah saya didapatkan’ sejalan dengan hal tersebut (Rahardi dalam Rahmawati, 2018) menandaskan bahwa keseluruhan perilaku insan ditelaah kembali dalam pragmatik terutama mengenai hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Tuturan lain dari Marshel Widianto yang mengandung pelanggaran maksim kuantitas dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto sebagai berikut: [3] Dari beras yang paling paling bagus sampai ada beras yang paling kuning” (A05) [4] Pas waktu kita lihat beras itu kek beras atau bendera partai gitu gak tau juga tuh” (A06) [5] “Sangking kuningnya, sangking kuningnya itu beras itu beras kalo misalkan kita pake terus kita cuci”(A07) [6] “Pas kita cuci yang bersih bukan berasnya tapi pikiran kita”(A08) [7] “Pas waktu kita nyuci beras pas waktu air dimasukin kedalam baskom” (A09) [8] “Itu akan ada makhluk-makhluk yang keluar dari permukaan kecil-kecil gitu” (A10) Maksim Kualitas Terdapat beberapa data mengenai tuturan Marshel Widianto yang merupakan suatu bentuk pelanggaran maksim kualitas dalam Kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto data mengenai pelanggaran maksim dalam tuturan Marshel Widianto sebagai berikut.(pendapat para ahli) [1] “Saking kuningnya itu beras itu beras kalo misalkan kita pake terus kita cuci ya ampun pas kita cuci yang bersih bukan berasnya tapi pikiran kita” (A11) Data (A11) menunjukan ada pelanggaran maksim kualitas dalam tuturan
38 Marshel Widianto berupa kalimat ‘saking kuningya itu beras’ menunjukan suatu tuturan yang tidak konvensional karena tidak menunjukan suatu pujian tapi cenderung bersifat mengejek kemudian tuturan kedua ‘pas kita cuci yang bersih bukan berasnya tapi pikiran kita’ tuturan tersebut mengandung sebuah wacana yang rancu karena bersifat mengalihkan topik pembicaraan kemudian ditujukan untuk mendapatkan efek lucu dari wacana tentang beras kemudian disangkut pautkan dengan pikiran. (pendapat para ahli) [2] “pas waktu beras itu dimasukan kedalam baskom akan ada makhluk kecilkecil keluar gitu mungkin pemerintah memberikan beras beserta paket serundeng” (A12) Data (A12) menunjukan ada pelanggaran maksim kualitas dalam tuturan Marshel Widianto berupa kalimat ‘mungkin Pemerintah memberikan beras beserta paket serundeng’ tuturan Marshel Widianto menyerupai pujian yang dilayangkan untuk Pemerintah tetapi ada maksud tersendiri dibalik tuturannya yaitu bersifat ejekan (pendapat para ahli). Data lain terkait tuturan Marshel Widianto yang termasuk dalam pelanggaran maksim kualitas sebagai berikut. - “Tapi makin lama kok aneh gitu kan setelah gue lihat kok makin bergerak gitu ada kakinya lagi” (A13) - “Dan gua lebih bersyukur mungkin kita dikasih atraksi sama lauknya dari Pemerintah gitu kan” (A14) - “Dan kita gak ada yang tau itu lucu atau tidak yaudah tapi kita lakuin aja” (A15) Maksim Relevansi Pada tuturan Marshel Widianto dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto terdapat pelanggaran maksim relevansi (hubungan). Selaras dengan hal tersebut (Rahmawati, 2021). Menandaskan bahwa percakapan dikatakan berjalan dengan baik apabila tidak terjadi salah penafsiran oleh mitra tutur. Kemudian ada beberapa bukti data berupa tuturan Marshel Widianto terkait pelanggaran maksim relevansi berikut datanya. - “Eksmensos adalah sebuah hal yang kita tahulah bahwa bansos itu ternyata dikorupsi untuk eksmensos mohon maaf ya maksudnya kayak nggak takut kena azab gitu” (A15) Data dari tuturan Marshel Widianto tersebut mengandung pelanggaran maksim relevansi berupa topik yang dituturkan tersebut diluar konteks pembicaraan sehingga berkesan rancu serta tidak adanya relevansi (hubungan) antara topik yang dibawakan dengan masalahnya tidak ada hubungannya kemudian bukti datanya berada pada kalimat “bansos itu ternyata dikorupsi eksmensos untuk eksmensos mohon maaf maksudnya kayak nggak takut kena azab gitu” sejalan dengan perihal tersebut, (Rahmawati, 2021) mengemukakan bahwa bersikap sinis terhadap pihak lain didalam suatu lingkungan masyarakat akan dianggap sebagai yang tidak tahu sopan santun. Bukti data lain terkait pelanggaran maksim relevansi dalam tuturan Marshel Widianto sebagai berikut. - “sebagai rakyat susah rakyat miskin gitu ya saya juga takut gitu dengan azab-azab sinetron yang judulnya tuh kayak tukang tahu bulat dikubur dadakan gitu” (A16) - “yakan? akibat mandor kejam akhirnya dikubur dicor-coran yakan?” (A17) - “kita tidak mau nanti akan ada cerita eksmensos atau orang yang korupsi nanti akan ada cerita bahwa itu judul sinetron juga” (A18) - “karena mengkorupsi beras bansos atau paket bansos dengan dipotong ceban akhirnya kuburan seorang koruptor dipenuhi oleh sarden” (A19)
39 - “misalkan gua dapet bansos set kurang dua oh berarti dipotong gocenhg” - “terus datang lagi sarapan ama tales ama minyak” (A20] - “Dipotong10 ribu pernah waktu itu tetangga gua dapet kepanjangan doing waktu itu tetangga gue dapet keranjangnya doing itu berarti kpk lagi libur.” (A21) Maksim Pelaksanaan Data Dari tuturan Marshel Widianto ada beberapa pelanggaran maksim pelaksanaan, data tersebut berkaitan dengan konteks pembicaraan yang dibawakan berupa tuturan yang dibawakan oleh Marshel Widianto dalam kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto sejalan dengan hal tersebut (Rahmawati, 2021). mengungkapkan bahwa prinsip kerjasama dalam sebuah percakapan bisa dikatakan baik jika dapat memenuhi empat syarat maksim yaitu: maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, dan maksim kuantitatif. Kemudian ada tuturan Marshel Widianto berkaitan dengan pelanggaran maksim yang dilakukan berupa pengangkatan masalah ceban yang ditarik dari dana bansos kemudian runtutan masalah selanjutnya tidak dijelaskan secara berurutan sehingga menjadi ambigu ‘memang yang dipotong dari bansos berupa ceban tapi dari ceban itu dikumpulkan akhirnya terkumpulah 17Milyar itu dana yang banyak banget’ sejalan dengan perihal tersebut (Rahmawati, 2021). mengemukakan prinsip kesantunan berbahasa meliputi maksim kebijaksanaan ‘penutur hendaknya berpegang pada prinsip mengurangi keuntungan bagi diri sendiri serta memberi untung pada pihak lain kemudian maksim kedermawaan ‘diharapkan penutur memperkecil keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain’ berikut - “Itu 17milyar kalo kita pake buat beli skincare untuk manusia silver” (A21) - “Satu manusia silver jakarta bisa glowing semua ampe jempol pak” (A22) - “dan kita serahkan saja sama kpk karena sebagai orang yang sedari dulu mendapatkan bansos udah tau banget isinya tuh apa saja” (A23) SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan pelanggaran maksim berjumlah 25 dalam tuturan Marshel Widianto pada kanal Youtube Stand Up Kompas TV episode Stand Up Marshel Widianto kemudian maksim dibagi menjadi 4 yaitu: Maksim kualitatif, maksim kuantitatif, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan kemudian beberapa pelanggaran maksim yang dilakukan oleh Marshel Widianto yaitu ketidaksiapan kemudian lupa terhadap materi yang akan disampaikan kepada mitra tutur sehingga ditemui beberapa tuturan dari Marshel Widianto menyimpang dari masalah dan topik yang dibicarakan atau dibahas. DAFTAR PUSTAKA Makassar, U. N. (2018). Penggunaan maksim kuantitas dan kualitas dalam proses pembelajaran bahasa indonesia siswa kelas ix smpn 3 wonomulyo. Rahmawati, N. (2021). Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesantunan Berbahasa Percakapan dalam Acara “Mata Najwa.” Diskursus: Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 4(1), 46. https://doi.org/10.30998/diskursus.v4i1. 9408 Putra, P. P., Mulawarman, W. G., & Puwati. (2018). Pembentukan Humor Stand Up Comedy One-Liner Indra Frimawan (Suci 5 Kompas Tv):Tinjauan Struktur Pragmatik. Ilmu Budaya, 2(4), 357–370. I dewata putu wijana muhammad rohmadi. (2009). analisis wacana pragmatik kajian teori dan analisis (yuli
40 kusumawati dan agus supriyanto (Ed.); pertama). yuma pustaka. Listiyorini, A. (2017). Wacana humor dalam. Litera, 16(1), 64–77. Putra, P. P., Mulawarman, W. G., & Puwati. (2018). Pembentukan Humor Stand Up Comedy One-Liner Indra Frimawan (Suci 5 Kompas Tv):Tinjauan Struktur Pragmatik. Ilmu Budaya, 2(4), 357–370. Dukuh, J., Xii, M., Gayungan, K., Surabaya, K., & Timur, J. (2021). Ira Eko Retnosari dan Rahayu Pujiastuti Universitas PGRI Adi Buana Surabaya PENDAHULUAN Salah satu fenomena perkembangan anak yaitu anak lahir secara tidak normal . Hal tersebut menyebabkan perkembangan anak terhambat . Hambatan perkembangan anak seperti . 10(2), 270–282. I dewata putu wijana muhammad rohmadi. (2009). analisis wacana pragmatik kajian teori dan analisis (yuli kusumawati dan agus supriyanto (ed.); pertama). yuma pustaka.
41 KLUSTER II
42 SENYAPAN DAN KEKELIRUAN WICARA MAHASISWA PRAKTIKAN MATA KULIAH KEPEWARAAN UNIVERSITAS PGRI SEMARANG TAHUN AKADEMIK 2021/2022 Title in English (Silence and Errors in Speech for Students Practicing Civil Service Courses at Universitas PGRI Semarang Academic Year 2021/2022) oleh Rani Tamara Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945, 087746053601 Pos-el: [email protected] *) Diterima: 2022, Disetujui: 2022 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk senyapan dan kekeliruan wicara dalam tuturan mahasiswa pada praktik mata kuliah kepewaraan Universitas PGRI Semarang. Selain itu, penelitian ini juga mendeskripsikan penyebab dari senyapan dan kekeliruan wicara terjadi. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan teknik simak catat. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunaka metode agih. Hasil penelitian ini telah ditemukan bahwa data yang mendominasi tuturan mahasiswa praktikan kepewaraan yaitu senyapan terisi. Data senyapan ditemukan sebanyak 93 kali dengan rician 30 kali senyapan diam dan 63 kali senyapan terisi. Kemudian, data kekeliruan wicara ditemukan sebanyak 23 kali yang dibagi menjadi dua jenis yaitu kilir lidah dengan kekeliruan seleksi dengan rincian 14 kali kekeliruan semantik, dan 1 kali campur kata. Kemudian, Kilir lidah kekeliruan assembling dengan rincian 1 kali transposisi, 3 kali antisipasi, dan 4 kali perseverasi. Penyebab terjadi senyapan dan kekeliruan wicara pada data tersebut yaitu ketidak-siapan, grogi, lupa, dan tidak sengaja. Kata kunci: kekeliruan wicara, mata kuliah kepewaraan, senyapan, universitas pgri semarang ABSTRACT This study aims to describe the form of silence and speech errors in student speech in the practice of civility courses at PGRI University Semarang. In addition, this study also describes the causes of silence and speech errors. The method used in this research is descriptive qualitative. Data was collected by means of observation using the note-taking technique. The analytical technique used in this research is to use the agih method. The results of this study have found that the data that dominates the speech of students practicing civility is silent filled. Silent data was found 93 times, with 30 times silent silence and 63 times filled silence. Then, data on speech errors were found 23 times which were divided into two types, namely tongue slip with selection error with details of 14 semantic errors, and 1 time mixed words. Then, tongue twisting assembling error with details of 1 time transposition, 3 times anticipation, and 4 times perseveration. The causes of silence and speech errors in the data are unpreparedness, nervousness, forgetfulness, and unintentional. Keywords: speech errors, civility courses, silence, universitas pgri semarang
43 PENDAHULUAN Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam bidang akademik. Pada dasarnya, berbicara yang baik dilakukan secara runtut, berintonasi, dan kata yang diucapkan sesuai dengan yang dimaksud (Ahmadi dan Jauhar, 2015:245). Akan tetapi, sering kali ditemukan senyapan dan kekeliruan saat berbicara. Senyapan ditemukan dalam kalimat yang diucapkan penutur karena penjedaan kata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Semakin besar ditemukan jumlah senyapan jika berbicara sambil berpikir. Begitu pula dengan kekeliruan wicara terjadi saat kata yang diucapkan berbeda dengan topik yang dimaksud (Dardjowidjojo, 2014:142). Hal ini dapat terjadi dalam forum resmi maupun tidak resmi, terutama saat berbicara di depan umum. Salah satunya adalah praktik dalam mata kuliah Kepewaraan di Universitas PGRI Semarang. Praktik Kepewaraan berkaitan dengan kemampuan berbicara di depan umum. Dengan demikian dapat ditemukan bentuk senyapan dan kekeliruan wicara dalam produksi ujaran pada praktik Kepewaraan mahasiswa Universitas PGRI Semarang. Berdasarkan penelusuran, telah ditemukan delapan kajian serupa tentang senyapan dan kekeliruan wicara. Kajian yang fokus pada senyapan diteliti oleh Etikasari dkk. (2021) dan Amalia dkk. (2022). Kemudian kajian yang fokus pada kilir lidah diteliti oleh Sari dkk. (2016), Mulyani (2020), dan Nuraridah (2022). Selanjutnya, kajian yang membahas kedua area yaitu senyapan dan kekeliruan bicara diteliti oleh Mayasari (2015), Pertiwi dkk. (2018), Pangesti (2019), Lestari (2020), Manshur & Zaidatul Istiqomah (2021), dan Munawaroh dkk. (2022). Berdasarkan sebelas penelitian tersebut, diketahui bahwa penelitian Senyapan dan Kekeliruan Wicara Mahasiswa Praktikan Mata Kuliah Kepewaraan Universitas PGRI Semarang belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, menarik jika penelitian ini dilakukan sebagai kebaruan dalam bidang Psikolinguistik, terutama mengenai Senyapan dan Kekeliruan Wicara dalam tuturan mahasiswa praktikan mata kuliah Kepewaraan Univeritas PGRI Semarang. Penelitian ini membahas tentang senyapan dan kekeliruan wicara dalam praktik mata kuliah Kepewaraan mahasiswa Universitas PGRI Semarang. Praktik kepewaraan merupakan mata kuliah yang selalu ditempuh mahasiswa pada semester 7 dan dapat ditindaklanjuti sebagai modal untuk jenjang pendidikan atau karir selanjutnya. Sebagai seorang pewara, MC, atau protokoler sangat penting untuk menguasai kemampuan berbicara. Jika tidak menguasai maka akan terjadi senyapan dan kekeliruan berbicara yang menyebabkan kesalahan fatal dalam kalimat yang diucapkan. Contoh tuturan dalam video praktik mahasiswa kelompok 2 dari kelas 7C “Dari Bapak Susanto yaibu, yaitu, Ibu Dwi Elok”. Kata “yaibu” termasuk dalam kilir lidah jenis kekeliruan seleksi dengan tipe campur-kata (blends). Suku terakhir kata pertama yang diucapkan penutur dicampur dengan suku terakhir kata di depannya. Kemudian, Kemudian, tuturan dalam video individu dari kelas 7D yaitu “Yang terakhir Foundation, eee kok foundation, blush on”, terdapat dua poin kekeliruan dalam tuturan tersebut. Pertama, kata “Foundation” termasuk dalam kilir lidah jenis kekeliruan seleksi dengan tipe semantik karena penutur ingin mengucapkan blush on, tetapi keliru dengan kata foundation yang memiliki kesamaan yaitu jenis kosmetik. Kedua, kata “eee kok” termasuk dalam senyapan terisi. Dengan demikian, hal ini sangat penting untuk diteliti agar dapat meminimalisasi terjadinya senyapan dan kekeliruan saat berbicara, terutama dalam praktik Kepewaraan atau berbicara di depan umum kedepannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk senyapan dan kekeliruan wicara dalam tuturan mahasiswa pada praktik mata kuliah
44 kepewaraan Universitas PGRI Semarang. Selain itu, penelitian ini juga mendeskripsikan penyebab dari senyapan dan kekeliruan wicara terjadi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bentuk senyapan dan kekeliruan dalam berbicara. Kemudian, penggunaan tuturan yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang penyebab senyapan dan kekeliruan dalam berbicara, sehingga mampu meminimalisasi terjadinya senyapan dan kekeliruan wicara dalam tuturan yang disampaikan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini membahas tentang senyapan dan kekeliruan wicara yang termasuk dalam lingkup Psikolinguistik. Menurut Darwowidjojo (dalam Mayasari, 2015), sebuah tuturan ideal diujarkan dengan kata yang terangkai rapi dalam satu kesatuan yang tidak terputus dan jika ada senyapan maka senyapan tersebut berada pada letak yang memang harus disenyapi. Senyapan dibagi menjadi dua, yaitu senyapan diam dan senyapan terisi. Senyapan diam dilakukan penutur dengan berhenti sejenak dalam satu kesatuan kalimat. Kemudian, untuk senyapan terisi merupakan penjedaan kalimat yang diisi dengan kata eh, ee, maaf, atau maksud saya (Dardjowidjojo, 2014:144). Penyebab dari kekeliruan berbicara dibagi menjadi dua, yaitu kilir lidah dan afasia (Dardjowidjojo, 2014:147). Kekeliruan terjadi karena penutur memindahkan kata yang tidak sesuai dengan yang dimaksud. Kekeliruan afasia dengan kilir lidah merupakan dua hal yang berbeda. Kekeliruan afasia muncul karena ada gangguan dalam otak penutur sehingga tidak mampu mengujarkan kalimat yang sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan kilir lidah merupakan kekeliruan yang terjadi dalam produksi ujaran yang disebabkan oleh penutur terkilir lidahnya sehingga kata yang diujarkan tidak sesuai dengan yang dimaksud (Dardjowidjojo, 2014:147). Kilir lidah dibagi menjadi dua jenis, yaitu kekeliruan seleksi dan kekeliruan assembling. Kilir lidah dengan jenis kekeliruan seleksi dibagi menjadi tiga tipe yaitu seleksi semantik, seleksi malapropisme, dan seleksi campur-kata (blends). Berbeda dengan jenis kekeliruan seleksi, kekeliruan assembling dibagi menjadi tiga tipe, yaitu transposisi, antisipasi, dan perserevasi. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data pada penelitian ini berupa senyapan dan kekeliruan wicara dalam tuturan mahasiswa praktik Kepewaraan. Sumber data penelitian ini adalah video praktik Kepewaraan mahasiswa dari kelas 7C dan 7D di Universitas PGRI Semarang. Jumlah data video yang terkumpul ada 32 video dengan rincian 5 video dilakukan secara berkelompok dan 27 video dikerjakan secara individu. Dari data penelitian tersebut, diambil berdasarkan bentuk senyapan dan kekeliruan wicara lebih mendominasi di kelas tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan teknik simak catat. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diidentifikasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunaka metode agih. Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan jenis-jenis senyapan dan kekeliruan wicara. Data yang sudah dianalisis disajikan secara informal berupa deskripsi kata yang dirangkai. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 115 data senyapan dan kekeliruan wicara yang terjadi dengan rincian 93 data senyapan dan 23 data kekeliruan wicara. Data tersebut meliputi senyapan diam, senyapan terisi, dan kekeliruan wicara meliputi senyapan diam, senyapan terisi, kekeliruan semantik, kekeliruan campur kata, kekeliruan transposisi, kekeliruan antisipasi, dan kekeliruan perseverasi. Kemudian terdapat penyebab dari senyapan dan kekeliruan