45 wicara. Data tersebut diuraikan sebagai berikut. Senyapan Diam Senyapan diam terjadi ketika seorang penutur menjeda kalimat yang tidak sesuai dengan ketentuannya. Dari hasil penelitian ini, ditemukan 30 senyapan diam dalam video tuturan praktik Kepewaraan. Senyapan diam didominasi oleh penjedaan di antara kalimat yaitu terdapat 25 data. Kemudian, pada video tersebut juga ditemukan senyapan di awal kalimat dengan 2 data yang ditemukan dan setelah kata pertama terdapat 3 data. Terdapat beberapa tempat terjadinya penjedaan. Di antaranya yaitu, sesudah kata pertama, di awal kalimat, di batas antar kata (Dardjowidjojo, 2014:146). Senyapan yang terjadi di sebelum kata pertama atau di awal kalimat diuraikan sebagai berikut. [1] “…. Pada bulan ramadhan ini adalah bulan dimana kita mendekatkan diri kepada Allah SWT.” (A.05) Berdasarkan data A.05, terdapat senyapan diam yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai ustazah, kelompok 3, saat melakukan ceramah. Di awal kalimat, …. Pada bulan, termasuk dalam senyapan diam yang terletak di depan sebelum penutur berbicara. Jeda waktu pada kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya yaitu Berbagi Kebahagiaan Bersama Anak Yatim memiliki penjedaan sampai tiga detik untuk melanjutkan tuturan data pertama tersebut. Biasanya, senyapan yang berada di awal dapat menjadi tempat untuk merencanakan kerangka kalimat yang akan diujarkan (Dardjowidjojo, 2014:146). Kemudian, data tuturan senyapan diam yang terletak di antara batas kata ditemukan sebagai berikut. [2] “Saya mewakili … guru pamong ingin mengucapkan… terima kasih dan mohon maaf jika sekiranya temen-teman berada di sini terdapat tutur maupun … tindakan yang … kurang berkenan menurut teman-teman.” (A.06) Data A.02 terdapat empat kali senyapan diam dalam satu kalimat. Tuturan tersebut disampaikan oleh mahasiswa kelompok 1 yang menjadi Waka kurikulum saat memberi sambutan. Senyapan muncul ketika tuturan yang menjadi Waka Kurikulum menyampaikan sambutan pada pelepasan mahasiswa magang. Letak senyapan dalam data tersebut berada di batas setiap konstituen atau antar kata yaitu mewakili … guru, mengucapkan… terima kasih, maupun … tindakan, dan yang … kurang. Tuturan tersebut tidak disampaikan dengan lancar oleh penutur, sehingga terdapat beberapa penjedaan yang tidak sesuai dengan tempatnya. Penjedaan pada setiap batas konstituen dilakukan karena penutur ingin merencanakan kata yang ingin digunakan selanjutnya (Dardjowidjojo, 2014:146). Data senyapan diam yang terletah setelah kata pertama ditemukan sebagai berikut. [3] “Tetap ….. pantengin terus channel ini.”(A.20) Pada data A.20 ditemukan senyapan diam setelah kata pertama. Tuturan tersebut diucapkan saat penutur yang hendak menyampaikan penutup dalam video podcast. Akan tetapi pada tuturan awal, tetap ….. pantengin, terdapat penjedaan setelah kata tetap. Kemudian, kalimat tersebut dilanjutkan kembali dengan kata pantengin. Seharusnya setelah kata tetap tidak ada penjedaan karena setelah kata tersebut masih ada ucapan selanjutnya yang diucapkan. [4] “Dia tu apa ya …. dia tu bentuknya kayak gini, dia diputer, dia tu … apa ya, nutupin apa … apa sih namanya, nutupin noda-noda, .... noda-noda busuk di wajah itu bagus.”(B.59) Pada data B.59 terdapat dua senyapan sekaligus dalam satu kalimat, senyapan diam dan terisi. senyapan diam terletak di antar batas kata pada kalimat tersebut. Data tersebut diucapkan oleh penutur yang sedang melakukan vlog make
46 up. Penjedaan data tersebut saling berkaitan yang dilakukan secara bergantian. Saat terjadi senyapan terisi, kemudian dilanjutkan dengan senyapan diam. Data tersebut terjadi pada tuturan, yaitu apa ya …. dia, tu, kayak gini, … apa ya, apa …. Apa, dan …. noda. Senyapan Terisi Senyapan terisi terjadi saat penutur menambahkan kata lain sebagai penjeda untuk mencari kata yang diucapkan selanjutnya. Dari penelitian ini, ditemukan 63 bentuk senyapan terisi. Senyapan tersebut didominasi oleh bentuk kata eee yang berjumlah 37 data. Kemudian, penjedaan lain yang ditemukan dalam video praktik kepewaraan yaitu, apa, berapa, gimana, apa tadi, dan pengulangan kata. Data senyapan terisi ditunjukkan dari beberapa jenis penjedaan yang diuraikan sebagai berikut. [1] “ee apa, Mas Al sama Fansfansnya sama penggemarnya itu ramah, ya, seperti itu.”(B.17) Data B.17 mengandung senyapan terisi. Tuturan yang diucapkan mahasiswa sebagai MC di kelompok 4 yang bertanya kepada Mas Al, bintang tamu, dalam praktik “Ini Show Premier”. Pada data tersebut terjadi penjedaan di awal kalimat berupa bunyi dan kata. Tuturan ee sebagai bunyi dan apa, berupa kata. Data tersebut diucapkan MC di awal kalimat untuk menentukan kalimat selanjutnya. Penjedaan pada awal kalimat dapat dikatakan sebagai pengisi saat penutur merangkai kata yang digunakan selanjutnya (Dardjowidjojo, 2014:146). Kemudian, pada data selanjutnya yaitu, [2] Sehingga kita semua dapat berkumpul pada hari ini ee dalam kegiatan Festival, Festival, Festival Kuliner Nusantara.(B.39) Data B.39 ditemukan senyapan terisi berupa bunyi dan pengulangan kata. Kata Festival diucapkan tiga kali oleh mahasiswa kelompok 5 sebagai ketua panitia yang menyampikan sambutan. hal ini dilakukan karena masih ragu dengan kata yang diucapkan, sehingga mengulang kata festival dan melanjutkan kata tersebut. Kemudian, bunyi eee diucapkan penutur diantara konstituen kata hari ini dan dalam. Selanjutnya data senyapan terisi juga ditemukan dalam tuturan praktik Kepewaraan mahasiswa yang dapat dilihat pada tuturan berikut. [3] “Tapi di sisi lain, Mbak Andin kan apa, apalagi namanya kan dikenal masyarakat. Mbak Andin kan bisa dibilang dari umur berapa sudah terjun di dunia entertaint, ya.”(B.35) Terdapat dua senyapan terisi dalam kalimat tersebut, yaitu, apa dan berapa. Senyapan tersebut terletak di bagian tengah yang menjadi batas antar kata. Kata apa digunakan oleh mahasiswa yang menjadi MC kelompok 4 saat menanggapi ucapan Andin. MC tidak mengetahui kata yang akan diucapkan sehingga mengisi dengan kata apa. Pada senyapan terisi kedua, yaitu, berapa termasuk dalam senyapan terisi dalam jenis kata. kata tersebut digunakan untuk mengganti tuturan MC yang tidak mengetahui umur Andin sehingga mengisi dengan kata berapa. Pada data selanjutnya yaitu menggunakan kata eee sebagai penjedaan yang dijelaskan sebagai berikut. [4] “Anak kecil itu udah nyuci sendiri, udah nyapu lantai, sekarang coba saya lihat eee, banyak anak tetangga saya itu nggak dibolehin eee, nyentuh gaean di rumah.”(B.52) Data B.52 terdapat penjedaan berupa eee yang terletak di antar kalimat. Kalimat tersebut diucapkan penutur saat memberi pendapat di video podcast yang berjudul “Es the dua ribu”. Pada data tersebut penjedaan yang pertama berada setelah kata lihat, kemudian penutur memberi penjedaan berupa eee, dan dilanjutkan dengan kata banyak. Data kedua pada kalimat tersebut terletak setelah kata dibolehin, kemudian penutur menjeda dengan bentuk eee, dan dilanjutkan kembali dengan kata nyentuh.
47 Kemudian, ditemukan data bentuk penjedaan gimana dijelaskan sebagai berikut. [5] “karena memang gimana, ya, satu lawan seribu ibaratnya seperti itu kan.”(B.24) Data B.24 terdapat penjedaan dengan bentuk gimana yang terletak di tengah kalimat. Kalimat tersebut dituturkan oleh mahasiswa praktik sebagai Mas Al yang menyampaikan pendapat mengenai haters. Pada kalimat tersebut, penjedaan berada setelah kata memang, lalu muncul bentuk senyapan gimana karena penutur tidak tahu apa yang diucapkan sehingga menggunakan bentuk penjedaan tersebut. Kemudian, penutur melanjutkan dengan kata yang dimaksud pada tuturan setelahnya yaitu satu lawan seribu. Kekeliruan Wicara Kilir lidah Ada dua macam jenis kilir lidah, yaitu kilir lidah dengan kekeliruan seleksi dan kilir lidah dengan kekeliruan assembling. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan 22 data kilir lidah yang terdiri dari kekeliruan semantik, kekeliruan campur kata, kekeliruan transposisi, kekeliruan antisipasi, dan kekeliruan perseverasi. Kekeliruan Semantik Dari hasil analisis, ditemukan 14 jenis kekeliruan semantik. Kekeliruan semantik terjadi saat penutur salah mengucapkan kata yang berasal dari segi semantik yang sama (Dardjowidjojo, 2014:148). Berikut beberapa data yang termasuk kekeliruan semantik. [1] “Oleh karena itu saya mewakili dari pihak keluarga berpesan jagalah tata karma, akhlak islami ananda berdua selama bertunangan sampai nanti di pelaminan, karena selama ini anda berdua belum menjadi muhrim.” (C1.01) Pada data C1.01 diucapkan oleh mahasiswa yang menjadi Ustadzah di kelompok 2 saat menyampaikan sambutan. kata muhrim termasuk dalam kilir lidah jenis seleksi kata dengan tipe semantik. Muhrim dan mahram berasal dari jenis kata serapan yang saman yaitu dari bahasa Arab. Dapat diketahui bahwa muhrim dan mahram memiliki arti yang berbeda, tetapi kebanyakan orang masih keliru dalam mengartikannya. Muhrim memiliki arti orang yang sedang melaksanakan ihram, sedangkan mahram memiliki arti laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan keluarga dari keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan (Wahyuni, 2015). Konteks pada tuturan tersebut, lebih merujuk laki-laki dan perempuan yang belum memiliki ikatan pernikahan. Ustadzah dalam tuturan tersebut berpesan untuk menjaga tata karma, sehingga kata tepat yang digunakan dalam tuturan tersebut yaitu mahram. [2] “Kedua ….(melihat hp) untuk bermaksud mengkhitbah ….(mikir) ananda Nur Asfiah Putra Bapak Rumaidi dan Ibu Ngatini untuk anak kami yang bernama ananda Arnanda.”(C1.02) Pada data C1.02 terdapat senyapan diam dan kilir lidah jenis kekeliruan seleksi kata dengan tipe semantik. Tuturan tersebut diucapkan oleh mahasiswa kelompok 2 sebagai Ibu Dwi menyampaikan sambutan dari keluarga mempelai pria. Senyapan terjadi setelah kata pertama diucapkan, Kedua ….(melihat hp) untuk, dan terletak di antara tuturan tersebut, mengkhitbah ….(mikir) ananda. Kemudian, kata putra yang diucapkan Ibu Dwi memiliki kekeliruan semantik. Putra memiliki arti anak laki-laki, sedangkan putri memiliki arti anak perempuan (KBBI Daring, 2016). Putra dan putri berasal dari medan semantik yang sama yaitu sebutan seorang anak. Dengan demikian, kata yang seharusnya diucapkan yaitu putri karena menunjuk pada ananda Nur Asfiah yang menjadi mempelai wanita. Kemudian, tututan lain yang termasuk kilir lidah jenis seleksi kata
48 dengan tipe semantik dapat dilihat pada data sebagai berikut. [3] “Jadi itu sejarahnya dari dawet ayu, ya, kenapa bisa ditanya, bisa disebut dengan dawet ayu, karena dijual oleh orang yang sangat cantik.”(C1.08) Pada data C1.08 terdapat kekeliruan semantik di tengah kalimat. Kalimat tuturan terseebut diucapkan MC yang berbincang dengan penjaga stand kuliner di acara festival kuliner nusantara. kata ditanya termasuk dalam kekeliruan semantik karena penutur ingin mengucapkan disebut, tetapi keliru dengan kata ditanya. Kata tersebut memiliki kesamaan yaitu sebuah pertanyaan sehingga penutur keliru saat mengucapkan kata tersebut. Kekeliruan Campur-kata (blends) Kekeliruan jenis ini diucapkan penutur karena tertukar dengan suku kata lainnya. Kata yang diucapkan biasanya ditukar dengan suku kata di depannya sehingga menjadi satu kata (Dardjowidjojo, 2014:148). Dari hasil analisis terdapat satu data yang termasuk dalam kekeliruan campur-kata. Data kekeliruan campur-kata sebagai berikut. [1] “Sambutan dari perwakilan Bapak Susanto dan Ibu Dwi Sulastri yang akan diwakilkan oleh kakak kandung dari Bapak Susanto yaibu, yaitu Ibu Dwi elok.”(C3.01) Pada data C3.01 diucapkan oleh mahasiswa kelompok 2 sebagai pewara yang mempersilakan Ibu Dwi untuk menyampaikan sambutan. Kata yaibu dalam tuturan tersebut termasuk dalam kilir lidah jenis kekeliruan seleksi dengan tipe campur-kata (blends). kata yang ingin diucapkan penutur sebenarnya adalah yaitu. Akan tetapi, suku terakhir kata pertama, yaitu, yang diucapkan penutur dicampur dengan suku terakhir kata di depannya, ibu, sehingga kata tersebut dicampur menjadi satu kata, yaibu. Kekeliruan Transposisi Berdasarkan analisis, ditemukan satu data yang termasuk kekeliruan transposisi. Kekeliruan jenis ini terjadi disebabkan oleh penutur memindahkan bunyi atau kata tidak sesuai tempatnya (Dardjowidjojo, 2014:150). [1] “Makanya, ikuti video terus aku, ya.(D1.01) Data D1.02 termasuk kekeliruan transposisi yang terletak di tengah kalimat. tuturan tersebut diucapkan ketika mengawali video vlog skincare. Pada katakata video terus terdapat kekeliruan tempat. Kata terus tertukar tempat dengan kata video. Seharusnya, kata terus berada setelah kata ikuti karena kepemilikan dari kata aku adalah video tersebut, sehingga kata video berada sebelum kata aku. Dengan demikian, urutan kalimat yang benar adalah ikuti terus video aku, ya. Kekeliruan Antisipasi Kekeliruan antisipasi terjadi saat penutur mengucapkan bunyi yang seharusnya tidak diucapkan. Kekeliruan jenis ini, penutur akan mengganti atau menambahkan bunyi yang seharusnya tidak muncul di kata bagian depan (Dardjowidjojo, 2014:150). Dari hasil analisis ditemukan tiga data yang termasuk dalam kekeliruan antisipasi. [1] “Dimohon kepada kakak kandung dari Bapak Rumaidi dan Ibu Ngatmini, Ngatini serta keluarga besar, serta Bapak Susanto dan Ibu Dwi Sulastri untuk berfoto dengan ananda Arnanda dan adinda Nur Asfiah.” (D2.03) Tuturan D2.01 diucapkan oleh mahasiswa kelompok 2 sebagai pewara yang menyampaikan acara selanjutnya. Pada data tersebut terdapat kekeliruan antisipasi di tengah kalimat. Terjadi kekeliruan saat penutur mengucapkan kata Ngatmini. Pada kata tersebut muncul imbuhan /m/ ditengah kata yang seharusnya kata tersebut berbunyi Ngatini. Data tuturan lain yang terdapat kekeliruan antisipasi yaitu,
49 [2] “Namun satu bulan kemarin kami dibeger, diberi kesempatan untuk secara langsung melaksanakan pembelajaran dengan siswa-siswi Ibu Bapak guru SMA Elite.” (D2.02) Data D2.02 diucapkan oleh mahasiswa kelompok 1 sebagai pewara ketua magang yang menyampaikan sambutan pelepasan magang 3. Terdapat kekeliruan antisipasi pada kata dibeger. Suku kata terakhir seharusnya adalah beri, tetapi diganti dengan /g/ dan /e/ sehingga tidak sesuai dengan kata sebenarnya yaitu diberi. Kemudian tuturan lain dalam video praktik kepewaraan kelas 7C yang terdapat kekeliruan antisipasi adalah sebagai berikut. [3] “Sekian, ya, plog kali ini, semoga bermanfaat untuk kalian.”(D2.04) Pada data D2.04 terdapat kekeliruan antisipasi. Kata plog yang terdapat pergantian huruf di awal kata yaitu huruf /p/. Pada dasarnya huruf awal pada kata tersebut adalah/v/ yang seharusnya berbunyi vlog. Pada video tersebut, penutur sedang melakukan kegiatan berupa video yang disebut dengan Vlog (KBBI Daring, 2016). Dengan demikian, huruf pertama pada kata tersebut adalah /v/ dengan yang terbentuk menjadi vlog. Kekeliruan Perseverasi Kekeliruan perseverasi ini terjadi di akhir kata. Kekeliruan ini dapat disebut dengan repetisi dengan kesalahan kata yang ada di belakang (Dardjowidjojo, 2014:150). Berdasarkan hasil analisis ditemukan empat data yang termasuk kekeliruan perseverasi. [1] “Saya mau tanya sekanya, saya mau tanya sedikit boleh, Kak?”(D3.01) Kalimat tersebut dituturkan oleh mahasiswa kelompok 5 sebagai MC saat bertanya kepada peserta festival kuliner. Pada kata Tanya sekanya termasuk dalam kekeliruan perseverasi. Kata terakhir di suku terakhir diganti dengan kanya yang seharusnya dikit, tetapi penutur keliru dalam mengucapkannya. Kemudian, penutur mengucapkan kembali kata yang seharunya diucapkan pada tuturan selanjutnya, yaitu tanya sedikit. [2] “Saya ada sedikit pertanyaan telakhir untuk Mas Andi.”(D3.02) Data D3.02 terdapat kekeliruan perseverasi yang terletak di tengah kalimat. Data tersebut diucapkan oleh penutur ketika melakukan podcast seputar olahraga. Terjadi kekeliruan pada tuturan pertanyaan telakhir. Pada kata kedua, penutur seharusnya mengucapkan terakhir. Akan tetapi, pada kata telakhir tersebut huruf /r/ diganti dengan /l/. [3] “Di jalur Telomoyo, wisata ini cukup curah, curam.(D3.03) Data D3.03 terdapat kekeliruan di kata curah. Kalimat tersebut diucapkan mahasiswa yang sedang melakukan vlog wisata. Kata curah terdapat kekeliruan di huruf terakhir. Seharusnya, huruf terakhir pada kata tersebut adalah /m/ sehingga mejadi kata curam karena menunjukkan keadaan jalur tersebut. Kemudian penutur membenarkan kata di akhir kalimat. [4] “Niscaya doa anak-ayak, anakanak yatim akan diijabah oleh Allah SWT.”(D3.04) Data D3.04 termasuk dalam kekeliruan perseverasi. Tuturan tersebut diucapkan oleh mahasiswa kelompok 3 sebagai Ustadzah yang menyampaikan ceramah di acara santunan anak yatim. Kata anak-ayak dalam tuturan tersebut terjadi kekeliruan di bagian kata terakhir yaitu ayak. Huruf tengah pada kata tersebut diganti dengan huruf /y/ yang seharusnya menggunakan huruf /n/. Kata yang ingin diucapkan penutur yaitu anakanak. Akan tetapi, suku kata terakhir diganti sehingga berubah menjadi ayak. Penyebab Senyapan dan Kekeliruan Wicara Ada beberapa hal yang menyebabkan senyapan dan kekeliruan wicara terjadi saat berbicara. Diantaranya yaitu ketidak-siapan, grogi, lupa, dan tidak sengaja (Dardjowidjojo, 2014:143--146).
50 Ketidak-siapan Seseorang yang berbicara di depan umum lebih memungkinkan terjadi kekeliruan dalam memproduksi kalimat. Kata-kata yang telah disiapkan di dalam otak akan berbeda dengan kalimat yang diucapkan (Mayasari, 2015). Seperti pada data berikut: “Kalau temen-temen eee penggemar jajanan di sekitar jalan, di pinggir jalan gitu, ya, pasti tidak asing dengan makanan ini.”(B.58/C1.10) Pada data tersebut, penutur melakukan senyapan dan kekeliruan semantik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh ketidak-siapan penutur saat mengucapkan kalimat tersebut. Kata eee menunjukkan keraguan penutur sehingga menjeda kalimat tersebut sebelum melanjutkan pada kata penggemar jajanan. Setelah itu, penutur juga keliru saat menunjukkan tempat jajanan tersebut sehingga terjadi kekeliruan dalam penyebutan tempat. Penutur awalnya mengucapkan di sekitar jalan, tetapi kata-kata tersebut dibetulkan di tuturan selanjutnya yaitu di pinggir jalan. Grogi Mayoritas orang akan merasakan grogi saat berbicara di depan umum. Saat penutur merasa grogi, malu, gugup, dan takut salah akan berpengaruh pada tuturan yang disampaikan sehingga kalimat yang sudah tersimpan dalam otak dapat menghilang (Mayasari, 2015). Seperti pada tuturan berikut: “Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat berkumpul … ee dalam men, penarikan magang 3 ini.”(A.04/B.01) Tuturan tersebut diucapkan oleh mahasiswa kelompok 1 yang berperan menjadi Waka Kurikulum saat pelepasan mahasiswa magang 3. Terjadi senyapan di tengah kalimat pada tuturan tersebut.. Penutur yang merasa gugup saat menyampaikan sambutan sehingga terjadi senyapan yaitu berkumpul … ee dalam men, penarikan. Lupa Kalimat yang disampaikan penutur tidak runtut atau terjadi penjedaan dapat disebabkan karena lupa. Hal tersebut terjadi karena penutur lupa dengan kata yang diperlukan sehingga mencari katakata untuk melanjutkan ujarannya (Dardjowidjojo, 2014:144). “Sore hari ini kita masih bisa berkumpul di tempat ini dalam acara fes,(menoleh ke monitor) festifal kuliner nusantara yang diadakan oleh Universitas PGRI Semarang.”(B.43) Tuturan tersebut dilakukan oleh mahasiswa kelompok 5 yang berperan menjadi rektor saat menyampaikan sambutan. Di tengah kalimat, acara fes, festifal kuliner, terjadi senyapan terisi karena penutur lupa ingin menyebutkan nama kegiatan yang dilaksanakan. Kemudian, menoleh ke layar monitor untuk memastikan kembali acara yang dilaksanakan dan mengucapkan tuturan selanjutnya. Tidak sengaja (Spontan) Kilir lidah dapat terjadi saat penutur spontan mengucapkan tuturan yang disampaikan. “karena memang mungkin bisnis saya ini eee enggak maksudnya eee awal, ya, masih awal jadi mungkin saya lebih focus ke bisnis saya dulu.”(C1.06) Tuturan tersebut diucapkan oleh mahasiswa kelompok 4 yang sebagai Mas Al, bintang tamu, di acara Ini Show Premier. Pada kalimat tersebut penutur tidak sengaja melakukan kekeliruan kata pada bagian awal yaitu memang mungkin bisnis saya. Kemudian, penutur mengucapkan kembali tuturan yang benar di tuturan selanjutnya pada bagian terakhir yaitu awal, ya, masih awal jadi mungkin saya lebih fokus ke bisnis saya dulu. Hal tersebut terjadi karena penutur spontan saat mengucapkan kalimat dan ingat jika
51 yang diucapkan salah sehingga memperbaiki dituturan selanjutnya. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 116 inventarisari data senyapan dan kekeliruan wicara dalam video praktik Kepewaraan Universitas PGRI Semarang tahun akademik 2021/2022. Dari temuan data tersebut, mahasiswa mata kuliah Kepewaraan lebih banyak melakukan senyapan terisi daripada senyapan diam atau kilir lidah. Data didominasi oleh senyapan terisi dengan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu bunyi eee. Rincian data yang ditemukan yaitu senyapan ditemukan 93 kali dan kekeliruan wicara 23 kali. Terdapat dua tipe senyapan yang ditemukan dalam data tersebut yaitu senyapan diam dengan jumlah 30 kali dan senyapan terisi 63 kali. Pada senyapan diam, penutur berhenti beberapa detik yang tidak sesuai tempat penjedaan saat mengucapkan kalimat. Kemudian, senyapan terisi ditemukan bentuk bunyi apa, berapa, eee, gimana, dan pengulangan kata. Pada data kekeliruan wicara ditemukan beberapa tipe. Pertama, kilir lidah dengan kekeliruan seleksi kata yaitu kekeliruan semantik sebanyak 14 kali dan campur-kata (blends) sebanyak 1 kali. Kedua, kilir lidah dengan kekeliruan assembling ditemukan tiga jenis, yaitu kekeliruan transposisi sebanyak 1 kali, antisipasi 3 kali, dan perseverasi 4 kali. Kemudian, beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya senyapan dan kekeliruan wicara tersebut diantara lainnya yaitu ketidak-siapan, grogi, lupa, dan tidak sengaja. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Annas dan Jauhar, M. (2015). Dasar-Dasar Psikolinguistik. Prestasi Pustaka Publisher. Amalia, T. V., Harras, K. A., & Nurhadi, J. (2022). SENYAPAN DALAM ACARA “DANIEL TETANGGA KAMU” EPISODE MARCELL SIAHAAN DI KANAL YOUTUBE DANIEL MANANTA NETWORK: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK. Metalingua, 20, 51–60. Badan pengembangan dan pembinaan bahasa. (2016). KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Dardjowidjojo, S. (2014). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (kedua). Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Etikasari, D., Nurjanah, E., & Mulyaningtyas, R. (2021). Senyapan Tuturan Presiden Joko Widodo Dalam Wawancara Eksklusif di Kompas TV. Jurnal Ilmiah SEMANTIKA, 2(02), 41–51. https://doi.org/10.46772/semantika.v2 i02.384 Firly Nuraridah, K. A. H. & J. N. (2022). Kilir Lidah Dalam Produksi Ujaran Pada Akun Youtube Arief Muhammad. Dinamika Jurnal Bahasa, Sastra, Pembelajarannya, 5(1), 1–13. https://jurnal.unsur.ac.id/dinamika/art icle/view/1860 Lestari, N. D. (n.d.). Kesenyapan dan Kekeliruan Wicara Public Speaking dalam produksi Kalimat serta Hubungannya dengan Pemakaian مممم ممم مممم .Memori مممم مممم ممم ممممم .59, م ممم ممممم Manshur, A., & Zaidatul Istiqomah, F. (2021). Senyapan Dan Kilir Lidah Dalam Acara Gelar Wicara Mata Najwa 2020 Sebagai Kajian Psikolinguistik. Jurnal PENEROKA, 1(01), 24. https://doi.org/10.30739/peneroka.v1i 01.736 Mayasari, I. (2015). Senyapan Dan Kilir
52 Lidah Dalam Produksi Ujaran (Kajian Psikolinguistik). Deiksis, 7(2), 123– 132. Mulyani, M. (2020). Kilir Lidah Produksi Ujaran Isyana Sarasvatipada Video Kompilasi Youtubetinjauan Psikolingustik. Basataka, 3(2), 1–5. http://jurnal.pbsi.unibabpn.ac.id/index.php/BASATAKA/arti cle/view/94/64 Munawaroh, S., Karim, A. A., & Setiawan, H. (2022). Senyapan dan Selip Lidah dalam Acara Debat Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Karawang 2020. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(2), 2306–2315. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i2 .2474 Pangesti, F. (2019). Senyapan Dan Kilir Lidah Berdampingan Dalam Produksi Ujaran. Hasta Wiyata, 2(1), 8–17. https://doi.org/10.21776/ub.hastawiya ta.2018.002.01.02 Pertiwi, P. J. M., Patriantoro, & Syahrani, A. (2018). Senyapan dan Selip Lidah terhadap Produksi Ujaran dalam Sidang ke-14 Jessica Kumala Wongso. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa, 7(3), 1– 10. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jp dpb/article/view/24676 Sari, N. S., Saman, S., & Syahrani, A. (2016). Selip Lidah terhadap Produksi Ujaran dalam Debat Capres dan Cawapres menggunakan Pendekatan Psikolinguistik. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa, 5(4), 1–11. Wahyuni, S. (2015). Muhrim dan Mahram - Balai Bahasa. 3 Agustus 2015. https://balaibahasajateng.kemdikbud. go.id/2015/08/muhrim-dan-mahram/
53 KAJIAN MORFO-SOSIOLINGUISTIK: FENOMENA BENTUK SLANG DI KALANGAN REMAJA Title in English (Morpho-Sociolinguistic Studies:The Phenomenon of Slang in Teenagers ) Oleh Ari Wahyu Wibowo Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya NO. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 081327907491 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan latar belakang variasi bentuk slang, pembentukan kata, pengaruh atau dampak dari adanya bentuk slang, dan makna dari variasi bentuk slang tersebut. Hal lain yang akan dibahas, yaitu dalam situasi dan kondisi yang seperti apa bentuk slang tersebut digunakan. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Data berupa bentuk slang yang digunakan oleh remaja. Sumber data dalam penelitian berasal dari media sosial dan wawancara kepada para remaja. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dengan teknik simak catat dan wawancara. Hasil penelitian membahas kaitannya bentuk slang dalam kajian morfologi dan sosiolinguitik. Variasi betuk slang yang didapatkan sangat beragam. Latar belakang terjadinya slang dapat ditemukan karena faktor media sosial yang sangat cepat dalam menerima informasi baik informasi dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu adanya bentuk slang juga bisa terjadi karena adanya sekelompok yang mempunyai paham yang sama dan membuat bentuk slang itu sendiri. Berdasarkan pengumpulan data terkait bentuk slang yang ada di kalangan remaja. Dapat ditemukan bentuk slang berupa imbuhan berjumlah 6. Bentuk slang berupa serapan dari bahasa lain 6. Kata untuk sapaan dalam bentuk slang ada 4. Singkatan berjumlah 14, dan bentuk lain berjumlah 2. Kata kunci: bentuk slang, remaja, proses bentuk kata ABSTRACT This study aims to describe the background of variations in slang forms, word formation, the influence or impact of the existence of slang forms, and the meaning of these variations of slang forms. Another thing that will be discussed is in what situations and conditions the slang is used. This research uses descriptive qualitative research. The data is in the form of slang used by teenagers. Sources of data in the study came from social media and interviews with teenagers. Data collection used the observation method with note-taking and interview techniques. The results of the study discuss the relationship between slang forms in morphological and sociolinguistic studies. The variations of slang that are obtained are very diverse. The background of the occurrence of slang can be found because social media is very fast in receiving information, both domestic and foreign information. In addition, the existence of slang forms can also occur because there are groups who have the same understanding and make the form of the slang itself. Based on data collection related to the forms of slang that exist among teenagers. Can be found in the form of slang in the form of affixes totaling 6. The form of slang in the form of absorption from other languages 6. Words for greetings in slang form there are 4. Abbreviations totaling 14, and other forms totaling 2. Key words: slang form, adolescent, word form process
54 PENDAHULUAN Tidak sedikit remaja menggunakan bentuk slang sebagai komunikasi seharihari. Chaer dan Agustin (2010:67) berpendapat bahwa bentuk slang merupakan salah satu variasi bahasa yang ditujukan secara khusus dan bersifat rahasia. Seiring berjalannya waktu, bentuk slang semakin bertambah dan berkembang sangat cepat. Hal tersebut terjadi salah satunya karena penggunaan media sosial sudah menjadi kebiasaan yang melekat di kalangan remaja. Ditinjau dari kebakuan kaidahnya, penggunaan slang ini tidak sesuai dengan kaidahnya. Setyawati (2012:15) mengatakan bahwa seseorang yang dalam penggunaan berbahasa Indonesia tidak sesuai dengan kaidah. Artinya, seseorang tersebut tidak berbahasa dengan benar. Dalam penggunaannya, kedudukan bentuk slang di media sosial lebih tinggi dan populer jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan tepat (Octorina dkk, 2018). Dalam bentuk slang banyak diantaranya merupakan pembentukan dari sebuah kata baru atau bisa juga merupakan sebuah singkatan. Misalnya, bentuk slang berupa singkatan kata yaitu ‘ygy’ yang merupakan singkatan dari ‘ya gais yak’ dan ‘TBL’ yang diambil dari kalimat ‘Takut Banget Lo’. Selain terbentuk dari singkatan, bentuk slang dapat berupa sebuah plesetan. Contoh pada kata ‘Prik’ yang merupakan plesetan kata ‘freak’ yang ditujukan atau dibuat sebagai ejekan terhadap seseorang karena keanehan atau kegilaannya. Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang berkaitan dengan bentuk slang dapat ditemukan beberapa penelitian. Pertama, dari St. Victor Maruli tua Lumbantobing (2015) dengan judul “Analisis Bahasa Gaul Antar Tokoh Dalam Film Remaja Indonesia Radio Gaul FM” yang membahas proses terbentuknya bentuk slang berupa proses afiksasi, gejala bahasa, dan makna yang dikaji menggunakan Kajian Morfologi. Kedua, oleh Aditya Oktavian dkk (2020) yang dikaji menggunakan kajian Fonologi berjudul “Analisis Bahasa Slang Pada Komunitas Waria di Kompleks Pemakaman Kembang Kuning Surabaya” membahas tentang perubahan struktur Fonologi pada bentuk slang, bentuk kata, dan maknanya. Ketiga, dari Taufiq Khoirurrohman dan Muhammad Rohmad Abdan (2020) dengan judul “Analisis Pemakaian Variasi Bahasa Slang Pada Remaja Desa Kalinusu: Kajian Sosiolinguistik” membahas kaitannya wujud bentuk slang yang digunakan remaja desa Kalinusu sebagai komunikasi sehari-hari. Kajian serupa juga pernah dilakukan oleh Eka Rizky Fauziah dkk (2021) yang berjudul “Kajian Sisiolinguistik Terhadap Penggunaan Bahasa Slang di Media Sosial Twitter” membahas bentuk slang yang disalahartikan penggunaannya bagi pengguna media sosial Twitter. Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, belum ada penelitian yang mengkaji menggunakan multi sisiplin ilmu, yaitu Morfologi dan Sosiolinguistik. Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang di dalamnya membahas mengenai bentuk dan struktur kata. Menurut Subroto (2012:7), Morfologi dalam ilmu linguistik berkaitan erat dengan permasalahan pembentukan kata. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang membahas mengenai fenomena kebahasaan yang dikaitkan dengan kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat yang beragam serta berbeda-beda daerah, menyebabkan banyaknya variasi-variasi bahasa yang berkembang dan tercipta, sehingga perlu adanya kajian tentang hal tersebut. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Chaer dan Agustina (2010:2) yang menjelaskan bahwa sosiolinguistik terdiri dari dua disiplin ilmu (Sosiologi dan Linguistik) yang di dalamnya membahas dan mempelajari kaitannya bahasa dengan penggunaannya dalam masyarakat. Dengan demikian, menarik jika penelitian ini dilakukan dan
55 menjadi terobosan terbaru dari penelitianpenelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan latar belakang variasi bentuk slang, pembentukan kata, pengaruh atau dampak dari adanya bentuk slang, dan makna dari variasi bentuk slang tersebut. Hal lain yang akan dibahas, yaitu dalam situasi dan kondisi yang seperti apa bentuk slang tersebut digunakan. Manfaat dari penelitian ini dapat menjelaskan proses terjadinya bentuk slang dan makna dari variasi bentuk slang yang digunakan untuk berkomunikasi. Pada penggunaannya, dapat diketahui kapan dan dengan siapa penggunaan bentuk slang itu. Selain itu, juga menambah perbendaharaan bentuk slang yang semakin berkembang keberadaannya. Dengan semakin berkembang variasi bentuk slang, maka akan berubah juga kosakata yang digunakan seseorang dalam berkomunikasi. Menurut Chaer dan Agustin (2010:142), salah satu penyebab bahasa dapat berubah karena adanya pengaruh dari luar, misalnya, penyerapan kata, penambahan kata, dsb. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Data berupa bentuk slang yang digunakan oleh remaja. Sumber data dalam penelitian berasal dari media sosial dan wawancara kepada para remaja. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dengan teknik simak catat dan wawancara. Teknik simak digunakan untuk menyimak caption/videovideo yang ada pada instagaram. Kemudian dilanjut dengan mencatatnya di lembar observasi. Wawancara juga dilakukan pada remaja. Data lalu dianalisis menggunakan tabel analisis data. Metode analisis data menggunakan metode agih dan hasil analisis data dalam penelitian disajikan secara informal. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pencarian data yang telah dilakukan melalui media sosial dan wawancara pada kalangan remaja, ditemukan beberapa data bentuk slang yang digunakan dalam berkomunikasi. Bentuk slang dapat dikategorikan sebagai variasi bahasa. Variasi bahasa merupakan kumpulan bahasa yang terbentuk karena faktor tertentu (Soeparno, 2002:71). Data yang ditemukan adalah sebagai berikut: Proses Pembentukan Bentuk Slang Pada data yang telah didapatkan, pembentukan bentuk slang dapat dikelompokkan menjadi kata imbuhan, kata serapan, panggilan, bentuk lain dan singkatan dari sebuah kalimat. 1. Imbuhan atau afiks Afiks merupakan kata imbuhan yang biasanya digunakan pada sebuah kata dasar dengan tujuan membentuk kata baru yang maknanya berbeda dengan kata sebelumnya. Penggunaan afiks dapat ditambahkan pada awal kata(prefiks), tengah(infiks), dan akhir(sufiks) (Putrayasa, 2008:5). Dalam kosakata yang dipakai di kalangan remaja juga terdapat kata yang memiliki imbuhan. Contoh: Mengsedih Meng(imbuhan) + sedih(kata dasar) mengsedih Berasal dari kata dasar sedih yang kemudian diberi imbuhan ‘meng’. Bentuk slang tersebut digunakan untuk menyampaikan perasaannya yang sedang sedih atau pilu. Mengcapek Meng(imbuhan) + capek(kata dasar) mengcapek Mengcapek memiliki kata dasar capek kemudian diberi imbuhan ‘meng’. Biasanya digunakan oleh kalagan remaja sebagai ungkapan ketika sangat kelelahan. Mengkesal Meng(imbuhan) + kesal(kata dasar) mengkesal Terbentuk dari kata dasar kesal dan diberi imbuhan ‘meng’. Digunakan sebagai ungkapan ketidaksukaan terhadap perilaku seseorang. Ngebadut Nge(imbuhan) + badut(kata dasar) ngebadut
56 Memiliki kata dasar badut yang mempunyai arti sutau profesi. Kemudian dineri imbuhan depan ‘nge’. Digunakan pada seseorang yang sedang menghibur, tetapi tidak mengharapkan apa-apa. Dari contoh yang telah disebutkan, penggunaan imbuhan kata depan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Terjadi kekeliruan yang di mana imbuhan tersebut digunakan untuk kata dasar sifat. Penggunaan imbuhan meng seharusnya membentuk sebuah kata kerja. Misalnya, menggambar, menggoreng, mengejar, dan lain sebagainya. Sanggahan dari kalangan remaja pada bentuk slang tersebut dilakukan sebagai penyampaian ekspresi dan penegasan saja tidak mempertimbangkan apakah bentuk tersebut sesuai dengan kaidahnya atau tidak. Selain itu, juga terdapat bentuk slang yang diberi imbuhan bahasa inggris. Contoh: Jujurly Jujur(kata dasar) + ly(imbuhan) Berasal dari kata jujur kemudian diberi imbuhan akhiran ‘ly’ yang diambil dalam bahasa Inggris untuk mempertegas dalam pemakaian kata. Kata ‘jujurly’ memiliki arti sejujurnya atau apa adanya. Pada penggunaannya kata ‘jujurly’ lebih sering dipakai oleh orang-orang jaksel. Unfaedah Un(imbuhan) + faedah(kata dasar) Mendapat imbuhan depan ‘un’ yang dalam bahasa Inggis memiliki arti tidak dan kata ‘faedah’ yang memiliki arti manfaat. Jadi makna dari unfaedah adalah tidak bermanfaat. 2. Kata Serapan Bahasa Indonesia selalu mengalami penambahan kosakata. Hal tersebut terjadi sebagai upaya penambahan perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Salah satu cara menambah kosakata adalah melalui penyerapan. Penyerapan merupakan suatu kegiatan pengambilan bahasa lain atau bahasa asing (Chaer, 2008:239). Dalam bentuk slang juga terdapat kata yang terbentuk dari serapan bahasa asing. Antara lain: Prik Prik merupakan salah satu bentuk slang yang digunakan oleh kalangan remaja. Berasal dari bahasa Inggris ‘freak’ yang kemudian diserap dan variasikan hingga muncul kata prik. Arti kata ‘prik’ dalam bentuk slang di kalangan remaja tidak jauh beda dengan arti ‘freak’ dalam bahasa Inggris. Keduanya mempunyai arti aneh. Kata tersebut dipakai oleh kalangan remaja untuk diujarkan kepada seseorang yang memiliki tingkah laku yang aneh atau absurd. Flop Di media sosial pasti tidak asing dengan kata ‘flop’. Banyak remaja yang menggunakan kata flop di media sosial terutama pada media sosial twitter. Kata ‘flop’ berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti gagal. Pada media sosial kata ‘flop’ di pakai oleh kalangan remaja sebagai bahasa gaul atau bahasa kekinian. Di kalangan remaja flop juga diartikan sebagai sebuah kegagalan. Akan tetapi, meskipun banyak yang menggunakan bentuk slang ‘flop’ pada media sosial. Banyak di antara kalangan remaja yang belum tahu asal kata ‘ flop’ begitu juga dengan artinya. Ghosting Dalam bahasa Inggris istilah ‘ghosting’ memiliki makna hantu atau bayangan. Sesuai dengan maknanya, kata ‘ghosting’ di kalangan remaja digunakan untuk seseorang yang memutuskan komunikasi. Biasanya ghosting terjadi pada persoalan percintaan. Di mana salah satu pihak memutuskan suatu hubungan secara tiba-tiba dan dilakukan dengan kesengajaan. Insecure Insecure terjadi pada keadaan seseorang yang sedang mengalami rasa cemas. Kata ‘Insecure’ memiliki arti merasa tidak aman jika diartikan dalam bahasa Inggris. Insecure dapat terjadi salah satu penyebabnya karena ekspesitas yang terlalu tinggi. Sehingga, dapat membuat
57 seseorang merasa tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu. Spil Spil merupakan kata yang sering muncul di Twitter maupun Instagram. Kata ‘spil’ berasal dari pemendekan kata ‘spill the tea’. Spil memiliki arti tumpah. Di kalangan remaja kata ‘spil’ merupakan sebuah kiasan. Penggunaan kata ‘spil’ bertujuan untuk memamerkan sesuatu milik diri sendiri maupun orang lain. Nolep Istilah nolep berasal dari serapan bahasa Inggris ‘no life’ yang kemudian dimodifikasi oleh kalangan remaja. Kata ‘no’ mempunyai arti tidak dan kata ‘life’ yang artinya hidup. Jadi, Bentuk slang ‘nolep’ dapat diartikan sebagai orang yang tidak memiliki kehidupan. Orang yang dianggap nolep cenderung kurang bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. 3. Sapaan/Panggilan Sapaan sering digunakan untuk mengawali sebuah percakapan atau sekedar menegur saja. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Moelino (1991:40) yang berpendapat bahwa sapaan merupakan bentuk meminta perhatian dengan tujuan dimulainya sebuah percakapan. Pada data ditemukan bentuk slang sapaan, antara lain: Hyung Hyung atau hyeong merupakan kata serapan dari bahasa Korea. Kata tersebut merujuk pada panggilan seorang laki-laki yang lebih tua. Umumnya, panggilan hyung digunakan oleh sesama laki-laki untuk saling menghormati. Sedangkan istilah yang sejenis untuk memanggil kakak dalam sesama perempuan yakni eonni. Sama kedudukannya seperti kata ‘mas’, ‘bang’, dan ‘kak’ dalam bahasa Indonesia, hanya saja dalam bahasa Korea, panggilan penghormatan kepada seseorang lebih bervariasi, dilihat dari jenis kelamin dan usia. Akan tetapi, di kalangan remaja Indonesia kata hyung ini digunakan untuk memanggil siapapun entah laki-laki ataupun perempuan. Besti Bentuk slang besti merupakan pembentukan kata yang diserap dari bahasa Inggris ‘bestei’ yang mempunyai arti sahabat. Bentuk slang besti dipakai dalam bahasa gaul di kalangan remaja sebagai sapaan. Penggunaan kata besti tidak tujukan untuk semua orang. Akan tetapi hanya digunakan untuk menyapa orang-orang terdekat atau yang dirasa akrab saja. Bund Berbeda dengan kedua istilah sebelumnya, kata ‘bund’ merupakan istilah yang terbentuk dari proses abrevasi atau pemendekan dari kata ‘bunda’. Proses tersebut terjadi dengan cara mengekalkan empat huruf pertama dalam kata. Kata ‘bund’ sendiri merujuk pada panggilan kepada teman atau sahabat yang akrab dalam konteks sesama perempuan. Hal tersebut sama kedudukannya seperti kata ‘sis’ yang merupakan kependekan dari sister/sista yang berarti saudara perempuan. Ngab Ngab sering dijumpai pada kolom komentar di media sosial. Kata ‘ngab’ digunakan oleh remaja untuk menyapa seseorang yang akrab maupun belum akrab. Istilah ‘ngab’ berasal dari kata ‘bang’ yang kemudian dibalik. Bang merupakan kata turunan dari kata ‘Abang’ yaitu sebutan yang ditujuan untuk seorang laki-laki. Akan tetapi, seiring berkembangnya zaman, kata ‘ngab’ tidak hanya digunakan untuk laki-laki saja. Kata tersebut dapat digunakan untuk umum yang dirasa akrab. 4. Singkatan/Pemendekan Kata Singkatan dapat dikatakan sebagai salah satu cara agar mempermudah dalam menghafal sebuah tulisan. Arifin dan Junaiyah (2009:13) mengatakan bahwa singkatan merupakan proses mengubah tulisan panjang menjadi beberapa huruf saja. Berdasarkan data yang diperoleh ditemukan bentuk slang dalam singkatan yang diantaranya:
58 FYI Kata FYI merupakan kata singkatan dalam bahasa Inggris yang memiliki kepanjangan for your information. Singkatan sendiri memiliki arti yaitu proses pemendekan kata yang terdiri dari huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf per huruf atau yang tidak (Kridalaksana, 1992:162). Singkatan sendiri dibagi menajadi beberapa klasifikasi berdasarkan bentuknya (proses pengekalan huruf). Istilah FYI terbentuk dari proses pengekalan satu huruf awalan saja dari setiap kata yang disingkat. FYI memiliki arti ‘untuk informasi saja’ dan biasanya diucapkan seseorang saat ingin menambahkan sedikit penjelasan tambahan secara singkat tentang sesuatu yang sedang ia bahas. TBL TBL merupakan kependekan dari ‘takut banget lho’. Sama seperti FYI, istilah TBL juga termasuk dalam pembentukan kata berupa singkatan dengan pengekalan huruf awal pertamanya saja dari setiap kata. TBL biasa digunakan ketika ada seseorang yang mengancam dirinya, tapi dalam konteks guyonan, tidak sesungguhnya. Biasanya para pengguna istilah ini akan sedikit memberikan ekspresi berlebih ketika mengucapkannya. YGY YGY banyak dijumpai di kolom komentar media sosial. Kata tersebut merupakan singkatan dari kalimat ‘ya gaes ya’. Pada kalangan remaja, kata YGY digunakan sebagai mempertegas sebuah argumen. Selain itu, tidak sedikit orang menggunakan kata YGY untuk mengakhiri pembicaraan. BTW BTW merupakan kata yang sering diucapkan oleh kalangan remaja. Kata tersebut juga termasuk dalam kosa kata bahasa gaul. Pada penggunaannya dapat dijumpai untuk mengawali sebuah pemmbicaraan. Tidak hanya untuk mengawali, BTW dapat juga dipakai pada tengah percakapan. Kata BTW merupakan singkatan dari ‘by the way’ yang mempunyai arti ngomong-ngomong. OTW OTW merupakan singkatan bahasa Inggris dari kata ‘on the way’. Kata OTW sering gunakan kalangan remaja hingga saat ini. Tujuan dari penggunaan kata tersebut adalah menginformasikan kepada orang lain bahwa masih berada dalam perjalanan. COD Cash On Delivery merupakan kepanjangan dari kata COD. Kata tersebut berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti bayar di tempat. Maka dari itu, penggunaan kata ‘COD’ tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi saja. Akan tetapi lebih mengarah ke jual beli barang. BF BF merupakan singkatan dari bahasa Inggirs ‘boyfriend’. Boy memiliki arti ‘laki-laki’. Sedangkan, Friend berarti teman. Dapat disimpulkan bahwa BF merupakan teman laki-laki atau bisa juga disebut dengan pacar. Istilah BF dikalangan remaja juga untuk menunjukkan kekasih yang dimilikinya. YTTA YTTA pertama kali populer pada tahun 2017. Akan tetapi, hingga sekrang masih banyak orang yang menggunakan kata tersebut di media sosial maupun dalam percakapan sehari-hari. Bentuk slang ‘YTTA’ merupakan singkatan dari ‘yang tau-tau aja’. Kata tersebut dapat diartikan sebagai sebuah kerahasiaan yang tidak perlu banyak orang yang tau. Bucin Istilah bucin merupakan singkatan dari kata ‘budak cinta’. Kata tersebut sangat familiar di kalangan remaja. Umumnya, kata ‘bucin’ digunakan untuk memberi julukan kepada seseorang yang terlalu cinta kepada oarang lain. Hingga apa pun rela dilakukan demi cinta yang dirasakan. Baper
59 Baper merupakan akronim dari kata ‘bawa perasaan’. Seringkali kata ‘baper’ digunakan untuk orang yang mudah tersinggung. Hal-hal kecil bisa menjadi masalah besar baginya. Tidak hanya itu, kata’baper’ juga dapat dimaknai sebagai ungkapan perasaan seseorang ketika mendapat pujian atau rayuan dari orang lain. Halu Halu terjadi karena keinginan atau hayalan yang begitu tinggi. Istilah halu berasal dari pemendekan kata ‘halusinasi’. Pengertian halu di kalangan remaja diatrtikan sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada seseorang. Hal tersebut terjadi karena ekspetasi seseorang yang dianggap terlalu tinggi. Pansos Pansos merupakan singkatan dari kata ‘panjat sosial’. Di kalangan remaja istilah ‘pansos’ dapat dikatakan sebagai hal yang negatif. Banyak anggapan bahwa seorang yang sedang pansos hanya melakukan pencitraan saja. Hal yang dilakukannya semata-mata hanya untuk mendapat pujian dari orang lain. Mager Istilah mager berasal dari singkatan ‘malas gerak’. Kata tersebut sering digunakan untuk menyatakan bahwa dirinya sedang tidak ingin melakukan apaapa. Gaje Gaje biasanya ditujukan kepada orang yang aneh. Dapat dikatakan, perilaku yang dilakukannya dianggap tidak dapat dipahami oleh orang lain. Istilah gaje berasal dari singkatan gak jelas. 5. Bentuk lain Bentuk slang berdasarkan data juga ditemukan berupa bentuk lain atau dibuat oleh sekelompok kalangan remaja tertentu. Antara lain: Gelay Istilah ‘gelay’ muncul pertama kali ketika video seorang musisi religi Nissa Sabyan menyebutkannya dengan nada manja. Dalam satu video, ia mangatakan “ih nggak suka gelay”, yang merujuk pada kata geli atau jijik. Kata ‘gelay’ terbentuk secara gramatikal melalui proses internal. Perubahan internal adalah perubahan yang terjadi di dalam kata atau leksem itu sendiri (Chaer, 2007:84). Gelay merujuk pada kata ‘geli’ yang mengalami perubahan pada huruf vocal akhirannya, dari yang semula ‘i’ diubah menjadi ‘ay’. Jamet Jamet merupakan istilah yang merujuk pada orang-orang yang memiliki tingkah laku aneh atau tidak bisa ditebak. Istilah jamet muncul pertama kali semenjak banyaknya video yang memperlihtakan orang-orang dengan model rambut lancip ke atas (umumnya disemir merah), memakai kaos oblong yang besar, dan celana jeans selutut, dibarengi dengan gerakan-gerakan tarian khas mereka. Semenjak hal tersebut, istilah jamet menjadi tidak pakem artinya, ada yang merujuk pada orang dengan penampilan yang tidak semestinya, orang yang bertingkah laku sulit ditebak, dan lain-lain. Pembentukan kata jamet sendiri terbentuk secara gramatikal, tidak begitu jelas siapa yang mencetuskan istilah ini pertama kali. Faktor dan Dampak Sosial Akibat Adanya Bentuk Slang Selain pembentukan bentuk slang, didapatkan juga data berupa faktor dan dampak sosial yang ditimbulkan karena adanya bentuk slang di kalangan remaja. Faktor dan dampak tersebut, antara lain: 1. Faktor adanya bentuk slang dikalangan remaja a. Media sosial Media sosial merupakan sarana interaksi dengan orang lain yang dilakukan dengan cara online atau tatap maya (Anwar, 2017). Dengan media sosial segala informasi lebih cepat tersampaikan kepada banyak orang. Hal ini menjadi salah satu faktor cepat menyebarnya bentuk slang dikalangan remaja. Sehingga,
60 membuat bentuk slang semakin berkembang dengan pesat. b. Lingkungan dan teman Faktor terjadinya bentuk slang berikutnya bisa didapatkan melalui lingkungan sekitar dan teman sebaya. Meskipun tidak secepat melalui media sosial, melalui lingkungan sekitar juga tidak kalah cepat. Terlebih lagi informasi-informasi yang didapatkan bisa dikatakan lebih banyak daripada melalui media sosial. c. Media cetak Banyak sekali media cetak yang didalamnya terdapat bentuk slang. Tujuannya supaya menambah daya tarik pembaca. Media cetak tersebut antara lain dapat berupa: buku, majalah, koran dan lain sebagainya. Media cetak yang ada tersebut saat ini sangat mudah didapatkan. Tidak hanya bisa didapatkan dengan mengunjungi tokonya. Akan tetapi juga bisa didapatkan melalui pembelian secara online. 2. Dampak adanya bentuk slang a. Dampak negatif Dengan terus berkembangnya bentuk slang dapat mempengaruhi banyak hal, antara lain: 1) Komunikasi Dalam komunikasi bentuk slang dapat mengganggu lancarnya interaksi antar seseorang. Penyebabnya bisa berasal dari bentuk slang yang tidak semua orang paham dengan maknanya. Selain itu, banyak multitafsir dalam mengartikan bentuk slang di setiap masing-masing orang. 2) Pergeseran bahasa Adanya bentuk slang dapat membuat pergeseran bahasa terutama bahasa Indonesia. Hal tersebut terjadi karena minat remaja dalam menggunakan bentuk slang lebih banyak daripada bahasa Indonesia. Di kalangan remaja juga banyak orang yang tidak mengetahui bahasa Indonesia yang baku. Bahkan, banyak yang mengabaikan bagaimana bahasa Indonesia yang benar dan baik. 3) Situasi dan kondisi Terlalu seringnya kalangan remaja menggunakan bentuk slang. Banyak diantara mereka tidak memperhatikan situasi dan kondisi saat berinteraksi. Tidak sedikit orang menggunakan bentuk slang untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua tanpa mempertimbangkan pantas atau tidaknya kata yang telah diucapkan. 4) Dianggap lebay Bentuk slang di kalangan remaja sangtlah bamyak. Akan tetapi semakin sering remaja menggunakan bentuk slang, bisa dianggap lebay. Hal tersebut terjadi karena bentuk slang yang terlalu dilebihlebihkan dalam penggunaannya. b. Dampak positif Selain dampak negatif, dengan adanya bentuk slang juga terdapat dampak positif di dalamnya, yaitu 1) Menumbuhkan kreatifitas Bentuk slang merupakan salah satu kreatifitas yang dimiliki oleh kalangan remaja. Terbukti dengan adanya beraneka ragam bentuk slang yang ada pada saat ini. 2) Berekpresi Dengan adanya bentuk slang remaja dapat berekspresi dengan bebas. Tidak ada larangan seorang berekspresi dengan menggunakan bentuk slang tersebut. Selain itu memudahkan seorang dalam menambah relasi dengan yang lain atau orang yang baru kita kenal. 3) Mengikuti perkembangan zaman
61 Sebagai remaja untuk generasi bangsa tidak boleh tertinggal oleh zaman. Segala upaya harus dikerahkan supaya bangsa Indonesia tidak terpuruk pada kondisi yang itu-itu saja. Para remaja juga perlu tindakan melalui apapun demi berkembangnya bangsa ini menjadi lebih baik lagi. SIMPULAN Hasil penelitian membahas kaitannya bentuk slang dalam kajian morfologi dan sosiolinguitik. Variasi betuk slang yang didapatkan sangat beragam. Latar belakang terjadinya slang dapat ditemukan karena faktor media sosial yang sangat cepat dalam menerima informasi baik informasi dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu adanya bentuk slang juga bisa terjadi karena adanya sekelompok yang mempunyai paham yang sama dan membuat bentuk slang itu sendiri. Berdasarkan pengumpulan data terkait bentuk slang yang ada di kalangan remaja. Dapat ditemukan bentuk slang berupa imbuhan berjumlah 6. Bentuk slang berupa serapan dari bahasa lain 6. Kata untuk sapaan dalam bentuk slang ada 4. Singkatan berjumlah 14, dan bentuk lain berjumlah 2. Dalam penggunaan bentuk slang harus lebih diperhatikan layak atau tidaknya bentuk slang tersebut dipakai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tidak semua usia dapat menerima dan mengerti bentuk slang yang disampaikan. Perlu adanya pertimbangan baik dari segi positif maupun negatif sebelum menggunakan bentuk slang baik di media sosial dan di lingungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Putrayasa. 2008. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama. Khoirurrohman & Abdan. 2020. “Analisis Pemakaian Variasi Bahasa Slang Pada Remaja Desa Kalinusu: Kajian Sosiolinguistik”. Dalam Jurnal: Semantika, Volume 1 Nomor 2. http://jurnal.umus.ac.id/index.php/se mantika/article/view/165. Diakses pada 6 April 2022. Octorina dkk. 2018. “Pengaruh Bahasa Di Media Sosial Bagi Kalangan Remaja” dalam Jurnal: Parole, Volume 1 Nomor 5. https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/ind ex.php/parole/article/view/1000. Diakses pada 6 April 2022. Chear,Abdul.2008.Morfologi Bahasa Indonesia (pendekatan proses). Jakarta: Rineka Cipta. Setyawati, Nanik. 2012. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka. Lumbantobing dkk. 2015. “Analisis Bahasa Gaul Antar Tokoh alam Film Remaja Indonesia Radio Gaul FM” dalam jurnal: Komunikasi, Volume IX, Nomor 2. https://www.neliti.com/id/publicatio ns/106443/analisis-bahasa-gaulantar-tokoh-dalam-film-remajaindonesia-radio-galau-fm. Diakses pada 6 April 2022. Oktavian dkk. 2020. “Analisis Bahasa Slang Pada Komunitas Waria di Kompleks Pemakaman Kembang Kuning Surabaya” dalam jurnal: Wacana, Volume 4, Nomor 1. https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/ bind/article/view/14812. Diakses pada 6 April 2022 Fauziah dkk.2021. “Kajian Sosiolinguistik Terhadap Penggunaan Bahasa Slang di Media Sosial Twitter” dalam jurnal: Basindo, Volume 5, Nomor 2. http://journal2.um.ac.id/index.php/ba sindo/article/view/13508. Diakses pada 6 April 2022. Subroto, Edi. 2012. Pemerian Morfologi Bahasa Indonesia Berdasarkan
62 Perspektif Derivasi dan Infleksi Proses Afiksasi. Surakarta: Cakrawala Media. Chaer dan Agustin. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta. Moeliono, A. M. 1991. Santun Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2009. Morfologi Bentuk Makna dan Fungsi. Jakarta : Grasindo. Kridalaksana, Harimurti. 1992. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Anwar, Fahmi. 2017. “Perubahan dan permasalahan media sosial” dalam jurnal: Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Volume 1, Nomor 1. https://journal.untar.ac.id/index.php/j mishumsen/article/view/343/284. Diakses pada 08 Juli 2022.
63 KAJIAN PSIKO-PRAGMATIK: KEMAMPUAN BAHASA PADA PENGIDAP ODGJ (Psycho-Pragmatic Study: Language Ability In People (ODGJ)) oleh Indah Yuniarti Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945, 08989836772 Pos-el: ([email protected]) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan bahasa verbal pada pengidap ODGJ melalui kajian Psiko-Pragmatik dengan teori Searle (1969) dan mendeskripsikan gejala-gejala psikologis yang menyertai tindak tutur itu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan metode simak libat cakap dan teknik rekam. Teknik analisis data menggunakan metode padan dengan teknik dasar pilah unsur penentu. Hasil penelitian ini menunjukan tujuh tindak tutur ekspresif yang ditemukan pada setiap tuturan pengidap 1 (S), pengidap 2 (R), dan pengidap 3 (M). Tujuh tindak tutur tersebut meliputi tindak tutur ekspresif bahagia, menegaskan, meyakinkan, mengeluh, sedih, gelisah, dan bingung. Gejala psikologis yang menyertai tuturan pengidap terdapat tiga gejala yaitu perubahan suasana hati, rasa gelisah dan cemas, serta kesulitan dalam memahami kalimat. Kata kunci: ekspresi verbal, ekspresi nonverbal, pengidap ABSTRACT This research aims to describe verbal language skills in sufferers ODGJ through Psycho-Pragmatic studies with Searle's theory (1969) and describe the psychological symptoms that accompany these speech acts. The design of this research is descriptive qualitative. The data was collected using a method of carried out through direct interviews using the conversational engagement method and recording technique. The data analysis used a method of the matching method with the basic technique of sorting out the determining elements. The results of this study show that there are seven expressive speech acts found in each of the utterances of sufferer 1 (S), sufferer 2 (R), and sufferer 3 (M). The seven speech acts include the expressive speech acts of happy, affirming, convincing, complaining, sad, restless, and confused. There are three psychological symptoms that accompany the sufferer's speech, namely mood changes, feelings of restlessness and anxiety, and difficulty in understanding sentences. Key words: verbal expression, nonverbal expression, sufferer
64 PENDAHULUAN Pengidap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) memiliki kemampuan berbicara verbal yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Pengidap ODGJ adalah orang yang mengalami disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik (Maslim, 2013). Sutardjo Wiramihardja (2007), mengemukakan bahwa faktor psikologis yang dialami pengidap ODGJ meliputi perilaku menyimpang dari kebudayaan, tidak mampu menyesuaikan diri, dan menyimpang secara statistik atas norma sosial. Faktor-faktor psikologis tersebut berpengaruh pada pemberian jawaban atau tuturan dari pengidap ODGJ. Apabila dikaitkan dengan disiplin ilmu Pragmatik, maka hal itu dapat diklasifikasikan ke dalam jenis tindak tutur ekspresif yang dikemukakan oleh Searle (1969). Berdasarkan hasil penelusuran, penelitian terkait ODGJ sudah pernah dilakukan. Namun, penelitian ini memiliki kebaruan karena membahas mengenai kemampuan bahasa verbal pengidap ODGJ yang dikaitkan dengan lintas disiplin ilmu Pragmatik. Perkembangan penelitian terkait bahasa verbal ODGJ pernah dilakukan oleh Azizah (2014) membahas mengenai bahasa verbal yang diujarkan penderita skizofrenia secara umum dalam proses komunikasi sehari-hari yang dikaji menggunakan teori Grice, sedangkan perkembangan penelitian lainnya yang berhubungan dengan kajian dan objek serupa sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Alfian Rokhmansyah, Purwanti (2019) mengenai pelanggaran maksim yang dilakukan remaja perempuan yatim dan faktor-faktor yang memengaruhi tuturannya. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Al-mubarrok et al. (2021) mengenai kemampuan reseptif dan produktif pengidap skizofrenia. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Asri et al. (2021) mengenai gejala alzheimer yang diderita oleh tokoh Alice. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Mariana et al. (2021) membahas mengenai tindak tutur ilokusi yang dihasilkan oleh penderita skizofrenia, jenis-jenis pelanggaran prinsip kerja sama penderita skizofrenia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan penderita skizofrenia. Pengidap ODGJ sering kali menyampaikan tuturan yang mengandung beragam maksud. Hal ini terjadi karena kerusakan kognitif yang dialami oleh pengidap ODGJ, sehingga pengidap kesulitan dalam menyampaikan pesan atau maksud yang diinginkannya. Kesulitan yang dialami pengidap ODGJ ini membuatnya membutuhkan media untuk berkomunikasi, sehingga maksud tuturannya dapat tersampaikan dengan baik. Salah satu contoh tuturannya yaitu “Embuh, ra ngerti aku” (tidak tahu, Aku tidak tahu). Tuturan tersebut diberikan oleh pengidap ODGJ golongan skizofrenia ketika ditanya mengenai aktivitas yang dilakukan saat marah. Berdasarkan contoh data di atas, dapat disimpulkan bahwa tuturan yang diberikan pengidap ODGJ bisa berarti tidak tahu harus menjawab apa atau bahkan bisa jadi tidak tahu aktivitas apa yang dilakukannya saat marah. Apabila tuturan itu dikaji dengan PsikoPragmatik, maka dapat diketahui maksud dari tuturan tersebut berdasarkan tindak tutur Searle (1969). Oleh karena itu, penelitian mengenai kemampuan bahasa verbal pengidap ODGJ ini penting dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan bahasa verbal pada pengidap ODGJ melalui kajian Psiko-Pragmatik dengan teori Searle (1969) dan mendeskripsikan gejala-gejala psikologis yang menyertai tindak tutur itu. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai ragam tindak tutur ekspresif pengidap ODGJ ketika berbahasa verbal dan gejala-gejala yang menyertainya, serta diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lanjutan di bidang yang sama. Permasalahan penelitian ini akan dikaji dengan kajian Psiko-Pragmatik. Psiko-Pragmatik merupakan gabungan dua
65 kajian lintas disiplin ilmu yaitu Psikolinguistik dan Pragmatik. Psikolinguistik adalah disiplin ilmu yang mempelajari mengenai proses-proses psikologis yang dilalui oleh seseorang ketika berbahasa (Soenjono Dardjowidjojo, 2010). Proses-proses psikologis tersebut dapat mempengaruhi gangguan berbahasa pada seseorang. Salah satu jenis dari gangguan berbahasa adalah gangguan berpikir. Gangguan berpikir merupakan gangguan berbahasa yang disebabkan oleh terganggunya daya pikir untuk mengekspresikan bahasa verbal (Chaer, 2011). Disiplin ilmu yang kedua, yaitu Pragmatik, merupakan disiplin ilmu yang membahas mengenai seluk-beluk bahasa dikaitkan dengan penuturnya (Rajardi Kunjana, Yuliana Setyaningsih, 2019). Kajian Pragmatik memuat tindak tutur ekspresif yang penuturnya menghendaki agar tuturannya dimaknai sebagai evaluasi (Rustono, 1999) Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian yaitu ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), sedangkan data penelitian yaitu kemampuan bahasa verbal ODGJ. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan metode simak libat cakap dan teknik rekam. Teknik analisis data menggunakan metode padan dengan teknik dasar pilah unsur penentu (PUP) (Sudaryanto, 1993). Tahap penyajian data disajikan dengan teknik informal yaitu dengan mendeskripsikan hasil analisis data berupa kata-kata. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengidap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) mengalami gangguan bahasa reseptif dan ekspresi verbal yang abnormal (Rosmani Nur Indah, 2017). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tujuh tindak tutur ekspresif pada pengidap ODGJ (verbal dan nonverbal) dan gejala-gejala psikologis yang menyertai tuturan pengidap. Tujuh tindak tutur ekspresif tersebut yaitu tindak tutur ekspresif bahagia, menegaskan, meyakinkan, mengeluh, sedih, gelisah, dan bingung. Tindak tutur ekspresif Tindak tutur eskspresif bahagia Tindak tutur ekspresif bahagia menunjukkan bahwa perasaan penuturnya sedang bahagia dan tidak dalam keadaan marah. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), bahagia adalah suatu keadaan senang dan tenteram yang bebas dari segala hal yang mengkhawatirkan. Hal ini dialami oleh pengidap 1 laki-laki berinisial (S), pengidap 2 laki-laki berinisial (R), dan pengidap 3 perempuan berinisial (M). Konteks : Pengidap 1 (S) mengalami gangguan jiwa skizofrenia tipe ringan, sedang duduk di ruang tamu dan melamun Saudara pengidap 1 (S): “Barang opo wae seng disenengi Kak (S)? Tau seneng rak? Kak (S) nduwe dolanan opo? Ono seng kok senengi ra Kak?” (Barang apa saja yang disukai oleh Kak (S)? Pernah senang atau tidak? Kak (S) punya mainan apa? Ada yang disukai tidak Kak?) Pengidap 1 (S): (1) “Seneng” (Senang) Saudara pengidap 1 (S): “Tau seneng ra, Kak?” (Pernah senang apa tidak, Kak?) Pengidap 1 (S): (2) “Tau” (Pernah) Ekspresi verbal senang yang diberikan oleh pengidap 1 (S) pada data (1) menunjukkan bahwa pengidap memiliki perasaan senang terhadap suatu benda. Akan tetapi, ekspresi verbal yang diberikan oleh pengidap tidak sesuai dengan ekspresi nonverbalnya. Pengidap 1 (S) hanya memberikan ekspresi nonverbal sedih, sehingga setiap ekspresi verbal yang diberikan oleh pengidap berbanding terbalik dengan ekspresi nonverbalnya. Tuturan verbal dari pengidap 1 (S) pada data (1) tidak sesuai dengan tuturan yang diberikan oleh perawat pengidap yang mengatakan bahwa
66 pengidap 1 (S) tidak memiliki barang yang disukai secara khusus. Data (2) menunjukkan bahwa ekspresi verbal dari pengidap 1 (S) pernah merasakan senang. Namun, ketika ditanya lebih lanjut hal apa yang membuat pengidap 1 (S) senang, pengidap tidak menjawab, tetapi hanya memberikan eskpresi nonverbal kebingungan. Berdasarkan ekspresi nonverbal yang diberikan oleh pengidap 1 (S), dapat diketahui bahwa pengidap hanya memberikan jawaban secara asal dan acak. Konteks: Pengidap 2 (R) mengalami gangguan jiwa skizofrenia tipe berat, sedang berbaring di kamarnya Peneliti: “Sak iki perasaane piye seneng opo ora?” (Sekarang perasaannya bagaimana senang apa tidak?) Pengidap 2 (R): (1) “Seneng” (Senang) Peneliti: “Lha seneng gunting opo ora?” (Senang gunting apa tidak?) Pengidap 2 (R): (2) “Seneng” (Senang) Berdasarkan data (1) di atas, pengidap 2 (R) merasa senang karena sebelumnya sudah diberi makan dan rokok oleh pihak keluarga. Hal ini sesuai dengan tuturan yang diberikan oleh perawat pengidap 2 (R) yang menyatakan bahwa makanan dan rokok menjadi sumber kesenangan karena ketika pengidap 2 (R) merasakan kenyang, maka suasana hatinya akan senang. Akan tetapi, ekspresi verbal yang diberikan oleh pengidap 2 (R) berbanding terbalik dengan ekspresi nonverbalnya yang menunjukkan rasa kesal dan marah. Perbedaan ekspresi verbal dan nonverbal tersebut dapat terjadi karena pengidap 2 (R) mengalami gangguan bahasa reseptif dan ekspresi verbal yang abnormal. Pertanyaan yang diajukan pada data (2) berdasarkan informasi yang diperoleh dari perawat pengidap 2 (R) bahwa pengidap senang menggunakan gunting untuk memotong rambutnya. Berdasarkan tuturan pengidap 2 (R) pada data (2) menunjukkan bahwa pengidap 2 (R) merasakan senang apabila melihat gunting. Rasa senang tersebut muncul karena dulunya pengidap pernah menjadi tukang potong rambut, sehingga ingatan tersebut yang menyebabkan pengidap merasa senang ketika melihat gunting. Konteks: Pengidap 2 (R) sedang berbaring di kamarnya dan beberapa kali menutupi diri dengan sarung Peneliti:“Pak de nek nesu biasane wahopo?” (Pak De kalau marah biasanya melakukan apa? Pengidap 2 (R): (3) hanya tertawa tanpa memberikan jawaban verba.l Berdasarkan data (3) di atas, pengidap 2 (R) tidak memberikan jawaban verbal, tetapi hanya memberikan jawaban nonverbal atau ekspresi nonverbal. Ekspresi nonverbal yang ditunjukkan oleh pengidap 2 (R) menujukkan bahwa pengidap mengalami gangguan berbahasa reseptif yaitu ketidakmampuan dalam menerima kode-kode bahasa yang memiliki makna (Chaer, 2011). Rosmani Nur Indah (2017), mengemukakan bahwa pengidap ODGJ memiliki ekspresi verbal yang terbatas dan mengalami gangguan bahasa reseptif. Ekspresi nonverbal tertawa yang disampaikan oleh pengidap 2 (R) ketika marah tidak sesuai dengan pernyataan perawat pengidap. Hal ini disebabkan oleh terganggunya kemampuan bahasa resetif pengidap. Perawat pengidap 2 (R) mengungkapkan perilaku pengidap ketika marah yaitu sering membuang benda-benda yang ada di sekitarnya dan berteriak sekencang-kencangnya dengan tangan yang melambai-lambai. Tuturan yang diberikan oleh perawat pengidap 2 (R) menunjukkan bahwa pengidap mengalami gangguan emosional marah yang tidak dapat dikontrol. Konteks: Pengidap 3 (M) mengalami gangguan jiwa depresif berat, sedang duduk di kursi sembari memakan keripik Saudara pengidap 3 (M): “Lha biasane nek guyu iku nopo, De?”
67 (Biasanya kalau tertawa itu kenapa, Bude?) Pengidap 3 (M): (1) tersenyum tanpa memberikan jawaban Saudara pengidap 3 (M): “Lha kowe kok ra nduwe jengkel nopo, De?” (Kenapa kok tidak pernah merasa jengkel, Bude?) Pengidap 3 (M): (2) “Mboten” (Tidak) diikuti dengan suara tertawa Berdasarkan data (1), pengidap 3 (M) hanya memberikan ekspresi nonverbalnya berupa suara tertawa dan senyuman. Ekspresi nonverbal tersebut menunjukkan bahwa pengidap memang sering tertawa tanpa suatu sebab, sehingga hal itu membuat pengidap 3 (M) merasa bahagia. Ekspresi nonverbal dengan tertawa juga terdapat pada data (2). Tuturan verbal yang diberikan oleh pengidap 3 (M) pada data (2) menunjukkan bahwa pengidap memang tidak memiliki rasa kesal terhadap apa pun. Tuturan tersebut diperkuat dengan ekspresi nonverbal yang diberikan oleh pengidap berupa suara tertawa. Namun, ekspresi verbal dan nonverbal pengidap 3 (M) tidak sesuai dengan pernyataan dari perawat pengidap. Perawat pengidap mengatakan bahwa pengidap 3 (M) sering merasa kesal ketika disuruh pulang ke rumah oleh perawat. Menurut perawat pengidap, rasa kesal pengidap 3 (M) dapat reda dan hilang dengan memukul-mukulkan barang ke pohon atau benda apa pun yang ditemuinya. Tindakan yang dilakukan oleh pengidap 3 (M) menunjukkan bahwa dirinya sedang kesal dan jengkel kepada perawat karena menyuruhnya pulang ke rumah. Tindakan memukul-mukulkan barang tersebut dilakukan oleh pengidap 3 (M) karena pengidap tidak dapat menunjukkan ekspresi verbal marah, kesal, dan jengkel melalui kata-kata. Hal ini terjadi karena pengidap mengalami gangguan bahasa reseptif. Rosmani Nur Indah (2017), megemukakan bahwa gangguan bahasa reseptif yang dialami oleh pengidap ODGJ dapat terdeteksi dari kesulitannya dalam memproses kalimat secara semantik maupun sintaktik. Tindak tutur ekspresif menegaskan Tindak tutur ekspresif menegaskan adalah tindak tutur yang digunakan oleh penutur untuk menyatakan kepada lawan tutur bahwa tuturannya itu tidak terdapat keraguan sama sekali. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), menegaskan adalah menjelaskan dengan tegas tanpa suatu keraguan. Tindak tutur ekspresif menegaskan dialami oleh pengidap 1 (S), pengidap 2 (R), dan pengidap 3 (M) ketika menyampaikan pendapatnya. Berikut data percakapan dari ketiga pengidap. Konteks: Pengidap 1 (S) sedang duduk di ruang tamu dengan Ibunya. Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) tau wedi ra? We tau wedi ra, Kak?” (Kak (S) pernah takut apa tidak? Kamu pernah takut apa tidak, Kak?) Pengidap 1 (S): (1)“Dhak, Dhak aku” (Tidak, Tidak aku) Saudara pengidap 1 (S): “Lha seng marake nesu Kak (S) opo? (Yang membuat Kak (S) marah apa?) Pengidap 1 (S): (2) “Ra pernah, dhak nesu” (Tidak pernah, tidak marah) Berdasarkan tuturan data (1) di atas, pengidap 1 (S) berusaha untuk menegaskan bahwa pengidap 1 (S) tidak takut dengan apa pun. Tuturan tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh perawat pengidap 1 (S). Perawat pengidap 1 (S) mengatakan bahwa pengidap 1 (S) tidak memiliki rasa takut, bahkan pada malam hari pengidap 1 (S) sering keluar rumah dan jalanjalan keliling desa. Hal tersebut membuktikan bahwa pengidap ODGJ tidak memiliki rasa takut terhadap apa pun. Selain itu, ekspresi verbal dan ekspresi nonverbal yang tidak sesuai menandakan bahwa pengidap mengalami gangguan bahasa reseptif. Konteks: Pengidap 1 (S) sedang duduk di ruang tamu dan membicarakan tentang sepedanya Saudara pengidap 1 (S): “Lha pas pit e didol sedih ra kak (S)?” (Dulu
68 waktu sepedanya dijual sedih apa tidak, Kak (S)?) Pengidap 1 (S): (3) “Ora, aku ora sedih kok” (Tidak, aku tidak sedih kok) Tuturan pengidap 1 (S) pada data (3) menunjukkan bahwa pengidap tidak merasa sedih ketika sepedanya dijual, sehingga pengidap 1 (S) ingin menegaskan kepada lawan tuturnya jika pengidap memang tidak sedih. Tuturan verbal pengidap 1 (S) tidak sesuai dengan ekspresi nonverbalnya yang menunjukkan ekspresi dan sorot mata sedih. Namun, tuturannya sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh perawat pengidap bahwa pengidap 1 (S) tidak pernah merasakan sedih. Konteks: Pengidap 2 (R) sedang berbaring di kamarnya Peneliti: “Pernah wedi rak?” (Pernah takut apa tidak?) Pengidap 2 (R): (1) tidak memberikan jawaban verbal hanya memberikan ekspresi nonverbal berupa menggelengkan kepala Ekspresi nonverbal yang diberikan oleh pengidap 2 (R) pada data (1) menunjukkan bahwa pengidap 2 (R) tidak pernah merasakan takut terhadap suatu hal. Ekspresi nonverbal yang ditunjukkan pengidap merupakan respon pengganti dari ekspresi verbal yang tidak dapat disampaikan oleh pengidap karena ekspresi verbalnya yang bersifat abnormal. Ekspresi nonverbal yang diberikan oleh pengidap 2 (R) berlawanan dengan pernyataan perawat yang mengatakan pengidap pernah merasakan takut karena bermimpi diajak pergi orang yang tidak dikenalnya, sehingga perawat berusaha menenangkan dan menghilangkan rasa takut pengidap 2 (R) dengan memberikan rokok. Konteks: Pengidap 3 (M) sedang makan keripik di ruang tamu Saudara pengidap 3 (M): “Nek sedih nopo, De?” (Kalau sedih kenapa, Bude?) Pengidap 3 (M): (1)“Ora” (Tidak) Saudara pengidap 3 (M): “De, tau wedi opo ora?” (Bude, pernah takut apa tidak?) Pengidap 3 (M): (2) “Ora” (Tidak) Saudara pengidap 3 (M): “Tau isin opo ora?”(Pernah malu apa tidak?) Pengidap 3 (M): (3)“Ora” (Tidak) Data tuturan (1) menujukkan bahwa pengidap 3 (M) tidak pernah merasakan sedih. Perasaan tersebut ingin pengidap tegaskan kepada lawan tutur bahwa pengidap tidak pernah merasa sedih, sehingga lawan tuturnya percaya. Tuturan yang disampaikan oleh pengidap 3 (M) pada data (1) tidak sesuai dengan pernyataan dari perawat pengidap yang mengatakan kalau pengidap pernah menangis kencang dan berteriakteriak tanpa sebab. Ekspresi nonverbal pengidap 3 (M) yang berupa tangisan menunjukkan bahwa pengidap merasa sedih dan untuk menghilangkan rasa sedih tersebut perawat akan memberi pengidap makanan kesukaannya yaitu kerupuk. Ekspresi verbal pada data (2) menunjukkan bahwa pengidap 3 (M) sangat ingin menegaskan kepada lawan tuturnya kalau pengidap tidak takut. Tuturan yang disampaikan oleh pengidap 3 (M) tidak sesuai dengan tuturan perawat pengidap. Perawat pengidap 3 (M) mengatakan pengidap sangat takut terhadap kucing, sehingga setiap kali melihat kucing pengidap aka lari pulang ke rumah dan berteriak-teriak. Perasaan takut yang dialami oleh pengidap akan hilang apabila perawat memberikan kerupuk dan mengajak pengidap berbincang. Data tuturan vebal yang disampaikan oleh pengidap 3 (M) pada data (3), bertujuan untuk memberikan pernyataan secara tegas kalau pengidap tidak pernah merasakan malu. Pernyataan tersebut berbeda dengan pernyataan perawat pengidap yang mengatakan pengidap 3 (M) pernah merasakan malu saat diejek oleh tetangga di sekitar rumahnya. Meskipun pengidap 3 (M) mengalami gangguan kejiwaan, tetapi pengidap tidak ingin diejek dengan sebutan M gila karena pengidap merasa jika pengidap
69 sehat jiwa. Perasaan yang dialami oleh pengidap 3 (M) akan reda da hilang apabila perawat menyuruh pengidap 3 (M) untuk pulang ke rumah dan diberi kerupuk. Tindak tutur ekspresif meyakinkan Tindak tutur ekspresif meyakinkan digunakan oleh pnutur apabila penutur ingin membuat lawan tutur percaya dengan ucapannya. Meyakinkan adalah menujukkan ke diri sendiri supaya yakin; memastikan (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Tindak tutur ekspresif meyakinkan terdapat pada tuturan pengidap 1 (S) dan pengidap 2 (R). Konteks: Pengidap 1 (S) baru saja masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) nek nesu biasane wahopo?” (Kak (S) kalau marah biasanya melakukan apa?) Pengidap 1 (S): (1) “Ora nesu” (Tidak marah) Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) tau sedih ra?” (Kak (S) pernah sedih apa tidak?” Pengidap 1 (S): (2) “Ra tau” (Tidak pernah) Saudara pengidap 1 (S): “Mbiyen pas Bapak meninggal, Kak (S) sedih rak?” (Dulu waktu Bapak meninggal, Kak (S) sedih apa tidak?) Pengidap 1 (S): (3) “Ora sedih” (Tidak sedih) Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) tau serik karo wong rak? (Kak (S) pernah benci dengan orang apa tidak?” Pengidap 1 (S): (4) “Dhak tau” (Tidak pernah) Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) tau isin ra?” (Kak (S) pernah malu apa tidak?) Pengidap 1 (S): (5) “Dhak tau” (Tidak pernah) Berdasarkan data (1), pengidap 1 (S) mengatakan kalau pengidap tidak pernah merasakan marah. Ekspresi verbal yang diberikan pengidap sesuai dengan ekspresi nonverbalnya yang tidak menunjukkan raut wajah marah atau tindakan lain yang mengarah ke perasaan emosional. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari perawat yang menuturkan kondisi pengidap sekarang yang tidak pernah marah sama sekali. Ekspresi verbal pengidap pada data (2) dan (3) menujukkan bahwa pengidap tidak pernah merasa sedih, bahkan ketika Ayahnya meninggal pengidap tidak merasa sedih. Tuturan pengidap pada data (2) dan (3) sesuai dengan pernyataan perawat pengidap yang menuturkan kondisi pengidap yang tidak pernah sedih, tidak pernah menangis, dan perasaan pengidap yang selalu tenang. Berdasarkan tuturan verbal pengidap 1 (S) pada data (4), pengidap 1 (S) menyatakan jika pengidap tidak pernah benci kepada orang lain, sehingga perasaannya selalu tenang. Perawat pengidap juga menyatakan hal yang sama bahwa pengidap tidak pernah mempunyai perasaan benci. Data (5), pengidap 1 (S) menuturkan jika pengidap tidak mempunyai rasa masa malu terhadap apa pun. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan perawat yang menuturkan jika pengidap memang tidak pernah mempunyai rasa malu. Konteks: Pengidap 2 (R) sedang berbaring di kamar tidur sembari menutupi diri dengan sarung Peneliti: “Pernah jengkel opo ora?” Pengidap 2 (R): (1) “Ra tau” Berdasarkan data (1) di atas, pengidap 2 (R) menujukkan eksresi verbal yang berusaha meyakinkan orang lain bahwa pengidap tidak pernah merasa jengkel atau pun kesal. Namun, ekspresi nonverbal yang ditunjukkan oleh pengidap 2 (R) tidak sesuai dengan ekspresi verbalnya. Ekspresi nonverbal yang disampaikan oleh pengidap 2 (R) menujukkan rasa kesal karena waktu istirahatnya terganggu. Perbedaan ekspresi verbal dan nonverbal yang diberikan oleh pengidap 2 (R) menujukkan bahwa pengidap mengalami gangguan ekspresi verbal yang abnormal dan tidak mampu memahami bahasa reseptif.
70 Tindak tutur ekspresif mengeluh Tindak tutur mengeluh digunakan oleh penutur untuk menunjukkan keluhan yang dialami oleh penutur. Mengeluh adalah perasaan susah karena suatu penderitaan, kekecewaan, dan sebagainya (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Tindak tutur ini terdapat hanya terdapat pada pengidap 1 (S). Konteks: Pengidap 1 (S) duduk di ruang tamu bersama Ibu dan saudaranya Saudara pengidap 1 (S): “Kak (S) senenge opo? Opo pas dijak lungo Bude?” (Kak (S) senangnya apa? Apa waktu diajak pergi Bude? Pengidap 1 (S): (1) “Nek omah terus” (Di rumah terus) Berdasarkan data (1) yang dituturkan oleh pengidap 1 (S), pengidap mengeluh kepada Ibunya karena tidak pernah diajak pergi ke luar rumah. Ekspresi verbal yang disampaikan oleh pengidap 1 (S) sesuai dengan ekspresi nonverbalnya yang menunjukkan ekspresi mengeluh dan sedih. Namun, perawat pengidap 1 (S) mengatakan kalau perawat sudah berusaha mengajak pengidap untuk pergi ke luar rumah, tetapi pengidap menolak. Perbedaan pernyataan yang diberikan oleh pengidap 1 (S) dan perawat pengidap membuktikan bahwa pengidap 1 (S) mengalami gangguan memori. Tindak tutur ekspresif sedih Tindak tutur ekspresif sedih menunjukkan bahwa penuturnya sedang mengalami rasa sedih yang ingin disampaikan kepada lawan tutur. Menurut Pencarian - KBBI Daring (2016), sedih adalah perasaan yang sangat pilu dalam hati seseorang. Tindak tutur ekspresif sedih terjadi pada pengidap 2 (R) dan pengidap 3 (M). Konteks: Pengidap 2 (R) duduk di kamar tidurnya setelah makan Peneliti: “Mbiyen pas masne Pak De meninggal, Pak De sedih opo ora?” (Dulu waktu kakaknya Pak De meninggal, Pak De sedih apa tidak? Pengidap 2 (R): (1) “Sedih” (Sedih) Ekspresi verbal yang dituturkan oleh pengidap 2 (R) menunjukkan pengidap merasa sedih ketika kakaknya meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan pernyataan perawat yang mengatakan pengidap merasa sedih ketika orang yang disayanginya meninggal dan untuk melupakan rasa sedih itu, pengidap melampiaskannya dengan jalanjalan keliling desa sembari merokok. Konteks: Pengidap 3 (M) sedang duduk di ruang tamu sembari makan keripik Saudara pengidap 3 (M): “Sak iki seneng ra?” (Sekarang senang apa tidak?) Pengidap 3 (M): (1)“Dhak” (Tidak) Berdasarkan tuturan pengidap 3 (M) di atas, pengidap merasa tidak bahagia, sehingga pengidap merasakan sedih. Akan tetapi, tuturan verbal tersebut tidak sesuai dengan ekspresi nonverbal pengidap yang menujukkan rasa bahagia karena sedang makan keripik kesukaannya tanpa henti. Selain itu, pengidap 3 (M) juga beberapa kali tersenyum dan tertawa. Pernyataan sedih pengidap 3 (M) berbeda dengan pernyataan dari perawat pengidap yang mengatakan pengidap sedang merasa bahagia karena diberikan keripik. Perbedaan tuturan verbal dan nonverbal pengidap 3 (M) terjadi karena pengidap tidak dapat memahami maknamakna kalimat yang diucapkan oleh mitra tutur. Tindak tutur ekspresif gelisah Tindak tutur ekspresif gelisah menandakan bahwa penuturnya sedang merasa khawatir dan tidak tenang. Tindak tutur ini terdapat pada pengidap 2 (R) yang memberikan ekspresi nonverbal gelisah. Konteks: Pengidap 2 (R) baru selesai makan dan berbaring di kamar tidurnya Peneliti: “Nek pas nesu ben nesune ilang biasane wahopo?” (Waktu marah supaya marahnya hilang biasanya melakukan kegiatan apa?) Pengidap 2 (R): tidak memberikan jawaban hanya memberikan ekspresi
71 nonverbal berupa memalingkan badan dan menutupi wajah dengan sarung Berdasarkan data di atas, pengidap 2 (R) hanya memberikan ekspresi nonverbal yang menandakan pengidap sedang gelisah dan tidak tenang karena waktu istirahatnya terganggu. Rasa gelisah tersebut muncul karena pengidap 2 (R) tidak ingin berbicara secara berlebihan dan kondisi pengidap pada saat itu memang sedang tidak stabil. Tindak tutur ekspresif bingung Tindak tutur eskpresif bingung muncul ketika penuturnya sedang merasa tidak tahu harus melakukan apa dan merasa kurang jelas atas sesuatu. Tindak tutur ini terdapat pada pengidap 2 (R) dan pengidap 3 (M). Konteks: Pengidap 2 (R) berbaring di ruang tamu membicarakan tentang kakaknya yang sudah meninggal Peneliti: “Ben ra sedih wahopo?” (Supaya tidak sedih melakukan kegiatan apa?) Pengidap 2 (R): (1) tidak menjawab Peneliti: “Biasane ben atine ayem wahopo?” (Biasanya kegiatan apa yang dilakukan supaya hatinya tenang?) Pengidap 2 (R): (2) “Mboh” (Tidak tahu) Ekspresi nonverbal yang diperlihatkan oleh pengidap 2 (R) pada data (1) menunjukkan pengidap kebingungan harus memberikan ekspresi verbal yang seperti apa. Ekspresi nonverbal itu muncul karena pengidap tidak paham dengan apa yang dibicarakan dan mengalami gangguan bahasa reseptif. Ekspresi nonverbal yang diberikan oleh pengidap 2 (R) tidak sesuai dengan pernyataan dari perawat pengidap yang mengatakan pengidap selalu meminta rokok untuk mengatasi kesedihannya. Rokok menjadi barang kesukaan pengidap karena dengan rokok tersebut pengidap dapat mengontrol emosinya. Tuturan verbal pengidap2 (R) pada data (2) yang menjawab pertanyaan dengan kata Mboh menunjukkan gangguan reseptif yang dialami oleh pengidap, sehingga pengidap tidak tahu harus memberikan ekspresi verbal yang diinginkan. Konteks: Pengidap 3 (M) duduk di ruang tamu sedang makan keripik Saudara pengidap 3 (M): “Senengane wahopo, De?” (Sukanya melakukan apa, De?) Pengidap 3 (M): “Mboh” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “We naknu kok nesu nopo, De?” (Kamu kadang marah kenapa, De?) Pengidap 3 (M): “Po reti” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “Naknu kok kowe jengkel nopo?” (Kamu kadang jengkel kenapa?) Pengidap 3 (M): “Ra reti” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “Lha naknu kok nesu-nesu dewe nopo? (Kadang kamu marah-marah sendiri kenapa?) Pengidap 3 (M): “Mboh” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “Pas mamak meninggal sedih ra, De?” (Waktu Ibu meninggal sedih apa tidak, De?) Pengidap 3 (M): “Po reti” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “Lha mbiyen kok nangis nopo?” (Dulu kok nangis kenapa?) Pengidap 3 (M): “Mboh” (Tidak tahu) Saudara pengidap 3 (M): “Naknu kok guyu-guyu dewe nopo, De?” (Kadang kamu ketawa-ketawa sendiri kenapa, De?) Pengidap 3 (M): “Mboh” (Tidak tahu) Berdasarkan data tuturan di atas, seluruh ekspresi verbal yang diberikan oleh pengidap 3 (M) adalah bingung dan tidak tahu bagaimana memberikan jawaban kepada orang lain. Ekspresi tersebut diberikan oleh pengidap karena pengidap mengalami gangguan bahasa reseptif yaitu tidak dapat memahami makna tuturan suatu bahasa. Ekspresi verbal yang diberikan pengidap sesuai dengan ekspresi nonverbalnya yang menujukkan ekspresi bingung dan hanya menikmati makanannya saja tanpa memedulikan orang di sekelilingnya.
72 Gejala-gejala Psikologis Berdasarkan uraian pembahasan di atas, terdapat gejala-gejala psikologis yang menyertai tuturan dari pengidap 1 (S), pengidap 2 (R), dan pengidap 3 (M). Berikut gejala-gejala psikologis tersebut. Perubahan suasana hati Suasana hati (Mood) adalah suatu kondisi perasaan yang dapat mewarnai kehidupan psikologis seseorang (Jeffrey Nevid & Greene, 2014). Perubahan suasana hati yang datang secara tiba-tiba memberikan pengaruh kepada pengidap dalam menuturkan ekspresi verbal dan nonverbalnya. Suasana hati pengidap yang awalnya bahagia ketika tiba-tiba berubah menjadi marah, maka ekspresi verbalnya akan mengikuti sesuai dengan perubahan suasana hati tersebut. Perubahan suasana hati yang terjadi dapat dipengaruhi oleh cara berbicara lawan tutur, tindakan lawan tutur, nada bicara lawan tutur, dan suasan di sekitarnya. Pengidap 1 (S) tidak mengalami perubahan suasan hati secara tiba-tiba, bahkan suasana hatinya tetap tenang dari awal mulai berbicara sampai akhir. Namun, pengidap 2 (R) mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba, sehingga ekspresi verbalnya berubah dari bahagia menjadi gelisah. Berikut contoh data perubahan suasana hati tersebut. Peneliti:“Pak de nek nesu biasane wahopo?” (Pak De kalau marah biasanya melakukan apa?) Pengidap 2 (R):(3) hanya tertawa tanpa memberikan jawaban verbal Peneliti: “Nek pas nesu ben nesune ilang biasane wahopo?” (Waktu marah supaya marahnya hilang biasanya melakukan kegiatan apa?) Pengidap 2 (R): tidak memberikan jawaban hanya memberikan ekspresi nonverbal berupa memalingkan badan dan menutupi wajah dengan sarung Berdasarkan contoh data di atas, suasana hati pengidap 2 (R) yang awalnya bahagia dengan memberikan ekspresi nonverbal tertawa tiba-tiba berubah menjadi gelisah dengan memberikan ekspresi nonverbal berupa memalingkan badan dan menutupi wajah dengan sarung. Ekspresi nonverbal tersebut menunjukkan bahwa pengidap 2 (R) merasa tidak nyaman dan gelisah. Mengalami rasa gelisah dan cemas Rasa gelisah dan cemas adalah perasaan tidak tenang dan risau (Pencarian - KBBI Daring, 2016). Rasa gelisah dan cemas dialami oleh pengidap 1 (S) ketika memberikan ekspresi verbalnya. Setiap ekspresi verbal yang disampaikan oleh pengidap 1 (S) tidak sesuai dengan ekspresi nonverbalnya. Ekspresi nonverbal pengidap 1 (S) menunjukkan kondisi pengidap yang tidak nyaman, gelisah, dan cemas karena bertemu dengan orang lain selain pihak keluarga. Perasaan gelisah dan cemas dapat mempengaruhi tuturan verbal dari pengidap, sehingga tuturannya dapat berubah-ubah atau tuturan verbal dan nonverbalnya mengalami perbedaan yang signifikan. Kesulitan dalam memahami kalimat Kesulitan dalam memahami kalimat atau dalam istilah Psikolinguistik gangguan bahasa reseptif adalah ketidakmampuan dalam menerima kode-kode bahasa yang memiliki makna (Chaer, 2011). Kesulitan tersebut sering dialami oleh pengidap 3 (M) dengan memberikan jawaban yang sama pada seluruh pertanyaan yang diajukan. Pengidap 3 (M) tidak dapat memberikan jawaban selain mboh, ora reti, dan po reti yang berati tidak tahu. Tuturan verbal yang sama dan disebutkan berulang kali menunjukkan pengidap 3 (M) mengalami gangguan pada kemampuan reseptifnya. Berikut contoh data pengidap 3 (M) yang mengalami kesulitan memahami kalimat, sehingga berujung pada pemberian jawaban yang selalu sama. Saudara pengidap 3 (M): “Senengane wahopo, De?” (Sukanya melakukan apa, De?) Pengidap 3 (M): “Mboh” (Tidak tahu)
73 Saudara pengidap 3 (M): “We naknu kok nesu nopo, De?” (Kamu kadang marah kenapa, De?) Pengidap 3 (M): “Po reti” (Tidak tahu) Saudaa pengidap 3 (M): “Naknu kok kowe jengkel nopo?” (Kamu kadang jengkel kenapa?) SIMPULAN Tindak tutur ekspresif yang ditemukan pada setiap tuturan pengidap 1 (S), pengidap 2 (R), dan pengidap 3 (M) sebanyak tujuh tindak tutur. Tujuh tindak tutur tersebut meliputi tindak tutur ekspresif bahagia, menegaskan, meyakinkan, mengeluh, sedih, gelisah, dan bingung. Tindak tutur ekspresif menegaskan dan meyakinkan banyak terdapat pada ekspresi verbal pengidap 1 (S). Tindak tutur ekspresif bahagia, sedih, dan gelisah banyak terdapat pada ekspresif verbal dan nonverbal pengidap 2 (S). Tindak tutur ekspresif bingung paling banyak terdapat pada ekspresi verbal pengidap 3 (M). Ekspresi verbal yang diberikan oleh ketiga pengidap rata-rata sama, yaitu memberikan tuturan verbal yang sama secara berulang kali. Gejala psikologis yang menyertai tuturan pengidap terdapat tiga gejala yaitu perubahan suasana hati, rasa gelisah dan cemas, serta kesulitan dalam memahami kalimat Pengidap 3 (M): “Ra reti” (Tidak tahu) Berdasarkan contoh data di atas, gangguan reseptif pengidap 3 (M) sangat berpengaruh kepada tuturan verbalnya. Tuturan verbal yang sama juga memberikan pengaruh terhadap tuturan nonverbal lainnya yang diberkan oleh pengidap 3 (M). DAFTAR PUSTAKA Al-mubarrok, M. R., Machdalena, S., Umum, M. L., Budaya, F. I., Padjadjaran, U., Bandung, K., & Barat, J. (2021). KEMAMPUAN BERBAHASA DALAM PRAKTIK BERBICARA PADA PENGIDAP SKIZOFRENIA. 17, 73–84. Alfian Rokhmansyah, Purwanti, N. A. (2019). Pelanggaran Maksim pada Tuturan Remaja Perempuan Yatim: Kajian Psikopragmatik. Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 4(1). Asri, T., Irma, C. N., & Wakhyudi, Y. (2021). Gangguan Berbahasa Tokoh Alice Dalam Film Still Alice : Kajian Psikolinguistik. 1, 784–793. Azizah, R. N. (2014). KEMAMPUAN BAHASA VERBAL PENDERITA SKIZOFRENIA: SEBUAH STUDI KASUS. Skriptorium, 2(2), 97–105. Chaer, A. (2011). Psikolinguistik Kajian Teoretik. PT Rineka Cipta. Jeffrey Nevid, S. R., & Greene, B. (2014). Psikologi Abnormal Di Dunia yang Terus Berubah. Penerbit Erlangga. Mariana, D., Tarigan, B., Lina, N., Habeahan, S., & Sauhenda, A. F. (2021). Pelanggaran Prinsip Kerjasama pada Penderita Skizofrenia : Kajian Pragmatik. 52– 66. Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJIII dan DSM-5. PT Nuh Jaya. Pencarian - KBBI Daring. (2016). https://kbbi.kemdikbud.go.id/ Rajardi Kunjana, Yuliana Setyaningsih, R. P. D. (2019). Pragmatik Fenomena Ketidaksantunan Berbahasa. Penerbit Erlangga. Rosmani Nur Indah. (2017). Gangguan Berbahasa Kajian Pengantar. UINMALIKI PRESS. Rustono. (1999). Pokok-pokok Pragmatik. CV IKIP Semarang Press. Soenjono Dardjowidjojo. (2010). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
74 Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Duta Wacana University Press. Sutardjo Wiramihardja. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. PT Refika Aditama.
75 ANALISIS WACANA KRITIS TUTURAN IBU MEGAWATI DALAM MENANGGAPI PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KELANGKAAN MINYAK GORENG (MODEL TEUN A. VAN DJIK) Title in English (Critical Discourse Analysis of Mrs. Megawati's Speech in Response to People's Behavior Towards the Scarcity of Cooking Oil (Model Teun A. Van Djik) oleh Fernando Arif Saputra Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 0895415509927 Surel: [email protected] ABSTRAK Tulisan ini untuk mendeskripsikan tuturan Ibu megawati dalam menanggapi perilaku masyarakat terhadap langkanya minyak goreng, sehingga masyarakat bisa lebih memahami maksud dari wacana tersebut dengan mendeskripsikan konteks, kognisi sosial, dan analisis sosial. Dengan metode deskriptif kualitatif serta metode yang digunakan yaitu observasi dengan teknik simak dan catat, yaitu dengan mentranskripsikan tuturan Ibu Megawati yang mengandung wacana terkait minyak goreng. Metode analisis data menggunakan agih dan kemudian hasil analisis data disajikan dengan metode informal. Penelitian ini berfokus dengan konteks suatu wacana dibentuk agar menguraingi multi tafsir pada masyarkat. Hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tuturan Ibu Megawati dalam acara Webinar yang diselenggarapakan Tribun Jateng mengandung unsur yang sejalan dengan teori Teun A. Van djik. Analisis wacana kritis yang dilakukan yaitu berupa (1) analisis teks ( struktur makro/ tematik, super struktur/ skematik, dan struktur mikro), (2) analisis kognisi sosial, serta (3) analisis konteks sosial. Ketiga analisis tersebut ditemukan dalam wacana dari tuturan Ibu Megawati. Kata kunci : kelangkaan, masyarakat, minyak goreng, prilaku, tuturan ABSTRACT This study aims to describe Mrs. Megawati's speech in response to people's behavior towards the scarcity of cooking oil, so that people can better understand the meaning of the discourse by describing context, social cognition, and social analysis. The design of this research is a descriptivequalitative and the method used is observation with listening and note-taking techniques, namely by transcribing Mrs. Megawati's speech which contains discourses related to cooking oil. The data analysis method uses agih and then the results of the data analysis are presented using an informal method. This research focuses on the context of a discourse that is formed to reduce multiple interpretations in society. Based on the results of the analysis that has been carried out, it can be concluded that Mrs. Megawati's speech in the Webinar event held by the Central Java Tribune contains elements that are in line with the theory of Teun A. Van Djik. Critical discourse analysis is carried out in the form of (1) text analysis (macro/thematic structure, super structure/schematic, and micro structure), (2) analysis of social cognition, and (3) analysis of social context. These three analyzes are found in the discourse of Mrs. Megawati's speech. Keywords: scarcity, society, cooking oil, behavior, speech
76 PENDAHULUAN Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang mempunyai kontribusi besar di Indonesia. Masyarakat di Indonesia sangat mengandalkan minyak goreng dalam mengelola masakan seperti menggoreng kerupuk, membuat berbagai macam gorengan, dan sebagainya. Namun, baru-baru ini di awal tahun 2022 terdapat permasalahan yang cukup serius tentang kelangkaan minyak goreng yang terjadi di kalangan masyarakat. Hal ini mendapatkan perhatian khusus para pejabat negeri, salah satunya Ibu Megawati yang ikut menanggapi masalah kelangkaan minyak goreng tersebut. Dalam sebuah Webinar yang diselenggarakan oleh Tribun Network pada tanggal 17 Maret 2022 melalui media Zoom meeting dengan tema “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia”, Ibu Megawati menyampaikan bahwa masyarakat harus lebih kreatif dalam mengelola masakan. Namun, ada beberapa masyarakat yang memiliki berbagai presepsi dalam menanggapi tuturan Ibu Megawati. Hal itu dikarenakan masyarakat tidak memahami konteks dari wacana tersebut. Salah satu tuturan yang kontroversi di masyarakat yaitu “Saya tidak habis pikir apakah tiap hari itu Ibu-Ibu hanya menggoreng?”. Pada tuturan tersebut masyarakat hanya mencerna tuturan semata dan tidak memperhatikan konteks dalam tuturan tersebut, sedangkan konteks dengan wacana saling berhubungan untuk memahami sebuah wacana pada situasi tertentu. Menurut Humaira (dalam Mukhlis dkk. 2020), wacana merupakan satuan bahasa yang komplek yang dapat dinyatakan secara lisan maupun tulisan bersifat kohesif, koheren dan terpadu, serta mencerminkan hasil interaksi sosial sehingga dapat dipahami oleh seseorang. konteks dalam wacana menjadi latar belakang suatu pembicaraan dan menjadi kesatuan pemahaman antar penutur dengan mitra tutur sehingga suatu wacana memiliki makna tertentu. Menurut (Song, 2010), konteks memiliki tiga peran yaitu dapat mengurangi ambiguitas, mengindiksi refrensi, dan memahami implikatur. Berdasarkan hasil penelusuran, ditemukan beberapa penelitian serupa mengenai analisis wacana kritis, yaitu Payuyasa dkk. (2017), Mukhlis dkk. (2020), (Fitriana dkk. ( 2019), Yanti dkk. (2019), Natadirja dkk. (2020), Siti Julaeha dkk. (2021), April dkk. (2018). Ketujuh penelitian yang telah ditemukan samasama menganalisis wacana kritis dengan menggunakan model Teun A. van Dijk dengan mendeskripsikan bagian dalam unsur wacana seperti, Struktur Makro/Tematik, Suprastruktur/Skematik, dan Struktur Mikro. Penelitian sebelumnya sebagian besar meneliti teks wacana atau berita di media massa. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini memfokuskan pada tuturan dari Ibu Megawati dalam menanggapi kelangkaan Minyak goreng. (Kridalaksana, 2001:222) menjelaskan bahwa tuturan merupakan suatu pemakaian bahasa satuan seperti kalimat atau kata yang diujarkan seorang penutur pada situasi dan konteks tertentu. Penelitian serupa tentang tuturan pejabat negara dalam menanggapi suatu masalah yang terjadi dalam masyarakat juga ditemukan dalam penelitian Haryono & Setyawan (2020) yang berjudul “Analisis Wacana Kritis Fairclaugh Terhadap Pernyataan Sikap Presiden Joko Widodo Menanggapi Kerusuhan Rasial di Papua dan Papua Barat”. Perbedaan dengan penelitian di atas yaitu penggunaan model dalam menganalisis suatu wacana secara kritis. model penelitian sebelumnya menggunakan model Fairclaugh, sedangkan model penelitian yang digunakan saat ini yaitu menggunakan model Teun A. van Dijk. Dalam wacana yang dituturkan oleh Ibu megawati, banyak tuturan yang tidak sepenuhnya disampaikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab kepada masyarakat melalui media sosial, seperti
77 Instagram, Tiktok dan Youtube. Hal ini mengakibatkan kesalah pahaman masyarakat terhadap tuturaan tersebut yang mengakibatkan kontroversi. Hal yang menarik untuk diteliti yaitu salah satu tuturan yang banyak disorot oleh publik adalah “Saya tidak habis pikir apakah tiap hari itu Ibu-Ibu hanya menggoreng?” dalam tuturan tersebut mengandung multitafsir dan harus segera diteliti agar tidak terjadi kesalahpahaman masyarakat terhadap tuturan Ibu Megawati tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan Ibu megawati dalam menanggapi perilaku masyarakat terhadap langkanya minyak goreng, sehingga masyarakat bisa lebih memahami maksud dari wacana tersebut dengan mendeskripsikan konteks, kognisi sosial, dan analisis sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif serta metode yang digunakan yaitu observasi dengan teknik simak dan catat, yaitu dengan mentranskripsikan tuturan Ibu Megawati yang mengandung wacana terkait minyak goreng. Sumber data berupa tayangan video Webinar melalui media Zoom meeting dengan tema “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia” yang diselenggarakan oleh Tribun Network pada 17 Maret 2022, sedangkan data dalam penelitian ini adalah tuturan Ibu Megawati. Metode analisis data menggunakan agih dan kemudian hasil analisis data disajikan dengan metode informal. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam tuturan Ibu Megawati ketika menanggapi perilaku masyarakat terhadap kelangkaan minyak goreng yang dipaparkan melalui kegiatan Webinar melalui media Zoom meeting dengan tema “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia” diselenggarakan oleh Tribun Network pada 17 Maret 2022 merupakan sebuah wacana. Menurut (Ratnaningsih, 2019), wacana merupakan sebuah alat yang sangat dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit dengan kehidupan masyarakat. Pada sebuah analisis wacana juga terdapat analisis wacana kritis yang lebih mendalam dari analisis wacana. Van Djik (dalam Eriyanto, 2008:225) mengatakan bahwa teks terdiri atas beberapa tingkatan (stuktur) yang saling melengkapi yaitu struktur mikro, super struktur dan struktur makro yang merupakan satu kesatuan. Dalam wacana tuturan Ibu Megawati, akan ada tiga poin yang akan dibahas yaitu (1) melakukan analisis teks yang terdiri dari: analisis struktur makro, analisis super struktur, dan analisis struktur mikro, (2) analisis kognisi sosial, dan (3) analisis sosial. 1. Analisis Teks 1.1 Analisis struktur makro (Tematik) Dalam analisis teks, struktur makro menunjuk pada sebuah makna keseluruhan yang dapat diamati dalam sebuah tema yang diangkat oleh suatu wacana. Tema dan topik sangat berkaitan erat dalam terbentuknya suatu wacana. Menurut (Ratnaningsih, 2019), Topik akan didukung oleh beberapa subtopik disertai fakta yang mendukung keberadaan topik umum, sehingga wacana yang dianalisis benar-benar dapat menggambarkan bagaimana wacana disusun, ditampilkan, dan dikonsumsi. Dari program acara Webinar melalui media Zoom meeting dengan tema “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia” yang diselenggarakan oleh Tribun Network mengangakat sebuah topik tentang kesehatan untuk mencegah kondisi stunting pada anak yang ada di Indonesia. Menurut (Sandjojo, 2017), stuting merupakan sebuah kondisi kurang gizi kronis pada anak yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pada anak yang mengakibatkan gagalnya pertumbuhan pada anak dan menjadi balita pendek. Dari tema tersebut Ibu megawati
78 mengajak Ibu-Ibu rumah tangga untuk lebih memperhatikan gizi dari sebuah makanan yang hendak dimakan. Terlihat dalam kalimat di bawah ini. [1]“saya ingin kalau saya disuruh bicara ini, banyak ibu-ibu yang sampai sesuai waktu mendengarkan dan melakukanya. Bagi siapa? Ya bagi anaknya.karena kita semua tahu kalau seorang wanita supaya anaknya sehat itu dari sebelum kehamilan hingga seribu hari itu” Kutipan kalimat yang di tuturkan Ibu Megawati pada data [1] menjelaskan bahwa seorang wanita yang hendak mengandung harus memperhatikan gizi dari setiap makanan yang dimakan sampai melahirkan dan menyusui kurang lebih 1000 hari agar balita selalu mendapatkan gizi yang baik ketika di dalam kandungan ataupun ketika meminum ASI ekslusif. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa Ibu Megawati sangat khawatir dengan kondisi balita stunting yang terjadi di Indonesia. maka tak heran jika Ibu megawati sampai bernada tinggi ketika menanggapi kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi baru-baru ini karena makanan gorengan tidak begitu sehat. 1.2 Analisis Super Struktur (skematik) Dalam penelitian analisis wacana ini, super struktur atau skematik menganalisis terkait pendahuluan, isi, dan penutup dalam wacana yang diujarkan Ibu Megawati yang menjadi keyword speach pada Webinar “Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia” diselenggarakan oleh Tribun Network. Hal ini yang menjelaskan sebuah alur yang dituturkan Ibu Megawati dalam menghadapi perilaku masyarakat terhadap kelangkaan minyak goreng yang ada hubugannya dengan kondisi Stunting di Indonesia [1]“saya ingin kalau saya disuruh bicara ini, banyak ibu-ibu yang sampai sesuai waktu mendengarkan dan melakukanya. Bagi siapa? Ya bagi anaknya.karena kita semua tahu kalau seorang wanita supaya anaknya sehat itu dari sebelum kehamilan hingga seribu hari itu” Pada data [1] menjadi kalimat pembuka Ibu megawati dalam menanggapi kondisi stunting yang terjadi di indonesia. Kemudin dilanjutkan pada analisis isi dalam wacana progam acara wabinar ini adalah berupa tanggapan mengenai konsisi ibu-ibu yang kurang memperhatikan gizi ketika mengelola makanan. [2] “Manajemen keuangan yang sederhana untuk bisa melihat kemungkinan-kemungkinan membuat makanan yang sehat murah meriah. Jadi tidak kepaksa” Kelangkaan stok minyak goreng yang terjadi di Indonesia membuat harga minyak goreng menjulat tinggi di pasaran. Data [2] menjelaskan bahwa Ibu megawati mengajak ibu-ibu untuk dapat memanajemen keuangan serta keratif dengan mengkreasikan berbagai bahan makanan untuk dibuat menjadi suatu masakan yang sehat, murah dan tidak memaksakan kondisi ekonomi yang ada. Kemudain Beliau juga menyampaikan kepada masyarakat agar tidak acuh terhadap bayi yang akan dilahirkanya agar terhindar dari konsisi stunting. [3] “Jadi Ibu-ibu plis, tolong. Bukan saya. Tolong dirimu. Bagaimana kamu hanya melahirkan, lalu anak-anakmu tidak jelas. Dalan artian mau dijadikan manusia seperti apa? Bagaimana seorang Presiden mengatakan bahwa Indonesia menjadi maju kalau anak-anaknya sehat. Lha sehatnya gimana?” Kutipan pada data [3] terlihat bahwa Ibu megawati sangat prihatin dengan kondisi Indonesia yang sekarang terutama terhadap calon penerus bangsa ini. Banyak balita yang stunting karena kekurangan gizi ketika dalam kandungan
79 ibunya. Hal ini yang menjadikan Beliau sampai heran kenapa minyak bisa banyak sekali diburu oleh masyarakat. Padahal banyak sekali kreasi masakan yang dapat dilakukan dalam menghidangkan sesuatu. [4] Saya itu sampai ngelus dodo. Bukan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng. Saya tu sampai mikir jadi tiap hari IbuIbu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutanya. Apa tidak ada cara lain untuk merebus, mengkukus atau seperti rujak. Apa tidak ada? Ini perhatian saya. Stunting harusnya tidak ada di Republik ini dengan anemia. Kutipan kalimat pada data [4] merupakan skema isi dan kalimat yang membuat kontra dalam masyarakat karena masyarakat tidak memahami betul konteks yang disampaikan Beliau. Ibu Megawati hanya ingin masyarakat lebih kreatif dalam mengelola masakan karena masakan yang dikelola tidak hanya dapat digoreng melainkan dapat direbus, dikukus, dibakar. [6] “Saya memang crewet demi ibu-ibu. Terima kasih banget untuk Tribun Jateng memberikan saya untuk agak sedikit bersuara tinggi. Karena supaya kaum perempuan bersemangat itu lho. Aduh.” Penggalan kalimat pada data [6] dituturkan Ibu Mega pada akhir dalam acara. Kalimat di atas jika dipahami secara utuh dapat diartikan bahwa Beliau sangat berterima kasih kepada pihak penyelenggara webinar, karena dengan diundangnya Beliau dalam webiar, Ia dapat menyampaikan hal yang sangat ingin disampaikan untuk mengajak kaum perempuan agar lebih mementingkan gizi yang seimbang dalam mengelola makanan. Sehingga dengan demikian kondisi stunting dapat dicegah sejak dini dan dapat menurunkan presentase stunting di Indonesia. 1.3 Analisis Struktur Mikro Analisis wacana kritis menggunakan model Van Djik juga memperhatikan struktur mikro pada tuturan Ibu Megawati dalam menanggapi kelangkan minyak goreng dalam acara webinar yang diselenggarakan Tribun Jateng. Dalam analisis truktur mikro mengamati secara mendalam terkait dengan makna (semantik), penataan kalimat (sintaksis), pemilihan kata (Leksikon) dan retoris. Semantik Semantik pada analisis wacana model Van Djik dapat dikategorikan sebagai makna lokal. Dalam tuturan Ibu Megawati pada acara webinar yang diselenggrkan oleh Tribun Jateng makna lokal juga bisa memiliki makna jamak, karena dalam tuturan tersebut beberapa maksud tertentu. Santoso (dalam Rohana & Syamsuddin, 2015:18) mengatakan bahwa di balik suatu wacana di bentuk terdapat makna dan prespektif yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Dalam tuturan Beliau mengandung maksud atau makna tertentu, oleh sebab itu hal ini sangat menarik untuk dikaji agar masayrakat tidak salah tafsir dari tuturan Ibu Mega dalam menanggapi kelangkaan minyak goreng. Berikut data tuturan sekaligus pembahasan terkait ranah semantik. [4] Saya itu sampai ngelus dodo. Bukan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng. Saya tu sampai mikir jadi tiap hari Ibu-Ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutanya. Apa tidak ada cara lain untuk merebus, mengkukus atau seperti rujak. Apa tidak ada? Ini perhatian saya. Stunting harusnya tidak ada di Republik ini dengan anemia. Potongan kalimat pada data [4] kata ‘ngelus dodo’ atau dalam bahasa Indonesia ‘mengelus dada’ dalam KBBI dapat diartikan sebgai sebuah menahan perasaan (kesal hati/marah/heran). Hal ini diujarkan ibu megawati lantaran banyak
80 sekali ibu-ibu yang rela antri bahkan rebutan hanya karena membeli minyak goreng. Hal lain juga disampaikan yang membuat Beliau heran dan bertanya-tanya apakah ibu rumah tangga keseharianya hanya menggoreng saja, padahal menurut beliau ada banyak sekali cara mengelola masakan yang enak, hemat dan juga sehat. Kemudian Pada kata ‘ini perhatian saya’ pada penggalan kalimat tersebut dijelaskan bahwa Ibu Mega sangat peduli dengan kondisi di Indonesia dalam masalah stunting. [5] “Minyak itu nutrisinya di mana? Di mana proteinya? Saya sampai lihat ibu-ibu. Lho ini ibuibu kok sekarang gemuk-gemuk ya, tapi persoalanya gemuknya ini gemuk sehat atau tidak. Harus dipertanyakan.” Dari kutipan data [5] dapat dipahami bahwa Ibu Megawati melihat kondisi ibu-ibu saat ini yang gemukgemuk karena obesitas. Beliau khawatir apakah gemuk tersebut gemuk yang sehat atau gara-gara terlalu banyak makanan berlemak. Maka dari itu Beliau menyarankan masyarakat agar lebih variatif dalam mengelola masakan. Sehingga masyarakat tidak perlu berebutan dalam membeli minyak goreng. Hal ini yang membuat kontra masyarakat karena mereka tidak memahami betul bahaya dari makanan berlemak dan sudah dijelaskan oleh beliau pada data [5] bahwa tidak banyak nutrisi yang terkandung dalam minyak goreng. Hal demikian yang membuat Ibu Mega gelisah karena sampai rebutan hanya karena membeli minyak goreng. Sintaksis Anlalisis sintaksis sangat berkitan dengan susunan dan penataan kalimat suatu tuturan dari penutur pada sebuah wacana. Pada tururan Ibu Mega kalimat yang fenomenal dikalangan masyarakat tersusun dengan harapan agar tujuan dan sasaran dapat tersampaikan kepada masyarakat. Berikut analisis terkait ranah sintaksis. [4] Saya itu sampai ngelus dodo. Bukan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng. Saya tu sampai mikir jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutanya. Apa tidak ada cara lain untuk merebus, mengukus atau seperti rujak. Apa tidak ada? Ini perhatian saya. Stunting harusnya tidak ada di Republik ini dengan anemia. Dalam kutipan kalimat data [4] kalimat yang ditutur kan Ibu Megawati termasuk dalam kalimat koheren, karena antar kata serta antar kalimat saling berhubungan erat. Hal itu ditandai mulai dari kondisi stunting di Indonesia sampai dengan kreativitas ibu-ibu dalam mengelola masakan. Leksikon Analisis Leksikon sangat berkaitan bagaimana seorang Penutur memilih sebuah kata dalam berbagai kemungkinan yang ada untuk dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu. [2] “Manajemen keuangan yang sederhana untuk bisa melihat kemungkinan-kemungkinan membuat makanan yang sehat murah meriah. Jadi tidak kepaksa” Pada penggalan kalimat di atas yang bergaris bawah menunjukkan pemilihan sebuah kata dari ‘tidak kepaksa’ yang memiliki kata yang lain ‘terpaksa, terdesak, tertekan’. Kata yang digunakan beliau lebih halus dari beberapa kata demikian. Retoris Analisis retoris dalam tuturan memuat beberapa elemen salah satunya yaitu metafora. Untuk mengamati petunjuk utama dan dapat mengerti suatu makna dari teks kita perlu menggunakan metafora sebagai elemen dalam menganalisis suatu wacana kritis. Menurut winarto (dalam Ratnaningsih, 2019) Metafora adalah
81 tulang punggung dalam penulisan ilmu sosial yang berfungsi menyangga beban, memungkinkan gerakan, serta mempertautkan bagian-bagian secara bersamaan untuk membangun keseluruhan secara koheren dan fungsional. Berikut adalah analisis terkait metafora, [4] Saya itu sampai ngelus dodo. Bukan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng. Saya tu sampai mikir jadi tiap hari Ibu-Ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutanya. Apa tidak ada cara lain untuk merebus, mengkukus atau seperti rujak. Apa tidak ada? Ini perhatian saya. Stunting harusnya tidak ada di Republik ini dengan anemia. Kutipan kalimat pada data [4] yang bergaris bawah mengartikan suatu kekesalan dari Ibu megawati. Dalam bahasa Indonesia “mengelus dada” dalam KBBI dapat diartikan sebagai sebuah menahan perasaan (kesal hati/marah). 2. Analisis Kognisi Sosial Analisis wacana kritis menggunakan model Van Djik tidak hanya sebatas analisis struktur teks saja, namun perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosial pada sebuah teks wacana. Menurut Eriyanto (dalam Jufanny & Girsang, 2020), Pendekatan sangat khas dari Analisis Wacana Kritis model Van Djik adalah kognisi sosial, yaitu adalah suatu proses menjelaskan struktur dan suatu proses terbentuknya teks. Kognisi sosial dalam tuturan Ibu Megawati yaitu mengangkat fenomena kelangkaan minyak goreng yang baru-baru ini terjadi di Indonesia. Minyak goreng adalah bahan utama dalam membuat olahan gorengan. Dalam hal ini beliau mengutarakan keresahannya bahwa mengapa masyarakat sebegitu rebutannya dalam membeli minyak goreng. Bukan hanya itu, banyak masyarakat yang menengah ke atas yang melakukan penimbunan minyak goreng. Hal itu juga menyebabkan keresahan masyarakat menengah kebawah dalam mendapatkan minyak goreng. Oleh karena itu Ibu Megawati juga memberikan solusi agar lebih variatif dalam mengelola masakan, yaitu dengan direbus, dikukus, dan dibakar. Hal ini bukan semata-mata ibu megawati tidak pernah mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng, tapi beliau menyarankan agar ibu-ibu rumah tangga lebih kreatif dan memperhatikan gizi dalam mengelola masakan, karena stunting terjadi disebabkan oleh kekurangan gizi pada bayi ketika dalam kandungan. 3. Analisis Konteks Sosial Konteks sosial pada suatu wacana sangat erat kaitanya dengan analisis wacana kritis menggunkan model Van Djik, karena analisis konteks sosial termasuk dalam dimensi ke tiga dari model tersebut. Wacana merupakan salah satu hal atau bagian yang sangat erat dengan masyarakat. oleh karena itu diperlukan pula analisis tentang bagaimana wacana tersebut terbentuk agar dipahami oleh masyarakat. (Ratnaningsih, 2019) menjelaskan bahwa situasi sosial atau aruran yang melingkupi dari suatu konteks menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Oleh karna itu, wacana harus ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya. Webinar yang diselenggarakan oleh Tribun Jateng yaitu membahas topik tentang pencegahan stunting di Indonesia. Stunting memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan anak dalam jangka pendek maupun panjang. Menurut UNICEF di indonesia saat ini diperkirakan dua juta anak balita menderita gizi buruk dan lima juta anak balita menderita stunting. Ibu megawati menyampaikan bahwa fenomena tersebut harusnya sudah tidak ada lagi di Indonesia. Himbauan Beliau agar masyarakat lebih variatif dan memperhatikan gizi dalam mengelola masakan dapat disimpulkan bahwa itu suatu bentuk kepedulian Ibu Megawati
82 terhadap masyarakat. Dari hal tersebut tidak hanya strategi pencegahan stunting saja melainkan masyarakat juga tidak perlu berebut lagi ketika membeli minyak goreng apalagi sampai menimbun minyak goreng. Dengan mengelola makanan dikukus, direbus, dan dibakar memungkinkan masyarakat tidak begitu menjadikan minyak goreng sebagai bahan utama lagi dalam mengelola suatu masakan. SIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tuturan Ibu Megawati dalam acara Webinar yang diselenggarakan Tribun Jateng mengandung unsur yang sejalan dengan teori Teun A. Van djik. Analisis wacana kritis yang dilakukan yaitu berupa (1) analisis teks ( struktur makro/tematik, super struktur/skematik, dan struktur mikro), (2) analisis kognisi sosial, serta (3) analisis konteks sosial. Ketiga analisis tersebut ditemukan dalam wacana dari tuturan Ibu Megawati. Dari tuturan yang beliau ujarkan, dapat dijelaskan maksud dari Ibu Megawati yaitu mengajak kaum perempuan untuk lebih mementingkan asupan gizi pada saat mengelola makanan, yaitu dengan berbagai cara pengelolaan bahan masakan seperti direbus, dikukus, dan dibakar. Hal itu dituturkan beliau lantaran kondisi saat ini sedang krisis minyak goreng. Sehingga agar ibu-ibu rumah tangga tidak saling berebut dalam membeli minyak goreng, mereka bisa mengkreasikan masakan yang variatif, murah dan bergizi. Dengan demikian angka presentase stunting di Indonesia dapat sedikit turun dan sesuai dengan tema Webinar yang diselenggarakan yaitu ‘Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ai Siti Julaeha, Encep Suherman, C. D. J. (2021). Analisis Wacana Kritis Model"Teun A Van Dijk". Institut Pendidikan Indonesia {IPI}, 10(Oktober), 168–176. April, P., April, H., & Khasanah, M. (2018). Penyerangan Penyidik Kpk Novel Baswedan Pada Media Liputan6 . Com. April, 23–29. Eriyanto. (2008). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yrama Widya. Fitriana, R. A. (2019). Analisis Wacana Kritis Berita Online Kasus Penipuan Travel Umrah (Model Teun a. Van Dijk). BASINDO : Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Pembelajarannya, 3(1), 44–54. https://doi.org/10.17977/um007v3i12 019p044 Haryono, C. G., & Setyawan, D. (2020). MAKNA DIBALIK PESAN POLITIK KEBANGSAAN PRESIDEN JOKOWI (Analisis Wacana Kritis Fairclaugh Terhadap Pernyataan Sikap Presiden Joko Widodo Menanggapi Kerusuhan Rasial di Papua dan Papua Barat). DIALEKTIKA KOMUNIKA: Jurnal Kajian Komunikasi Dan Pembangunan Daerah, 7(2), 33–53. https://doi.org/10.33592/dk.v7i2.358 Jufanny, D., & Girsang, L. R. M. (2020). Toxic Masculinity Dalam Sistem Patriarki (Analisis Wacana Kritis Van Dijk Dalam Film “ Posesif ”). Jurnal Semiotika, 14(1), 8–23. Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama. Mukhlis, M., Masjid, A. Al, Widyaningrum, H. K., Komariah, K., & Sumarlam, S. (2020). Analisis Wacana Kritis Model Teun A.Van Dijk pada Surat Kabar Online dengan Tajuk Kilas Balik Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Pandemi Covid-19. Geram, 8(2), 73–85. https://doi.org/10.25299/geram.2020.
83 vol8(2).5867 Natadirja, B. M., Mayasari, M., & Hariyanto, F. (2020). Representasi Peristiwa Pidato Joko Widodo Pada Media kompas.com “Politikus Sontoloyo”: Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk. Jurnal Politikom Indonesiana, 5(1), 225–241. https://doi.org/10.35706/jpi.v5i1.3744 Payuyasa, I. N. (2017). Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Dalam Program Acara Mata Najwa di Metro TV. 5(November), 14–24. Ratnaningsih, D. (2019). Analisis Wacana Kritis: Sebuah Teori dan Implementasi (Sumamo (ed.)). Universitas Muhammadyah Kotabumi. Rohana & Syamsuddin. (2015). Buku Analisis Wacana. http://eprints.unm.ac.id/19564/ Sandjojo, E. P. (2017). Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Song, L. (2010). The role of Context in Discource Analysis. Jurnal of Langue Teaching and Reasearch, 1(The role of Context in Discource Analysis), 876–879. Yanti, N. P. D. E., Putrayasa, I. B., & Artika, I. W. (2019). Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk Pada Teks Pidato Klaim Kemenangan Pilpres 2019. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Pembelajaran, 3(3), 356–362. https://ejournal.undiksha.ac.id/index. php/JIPP/article/viewFile/21846/1351 9
84 KAJIAN PSIKOLINGUISTIK: KILIR LIDAH UJARAN PEMBAWA ACARA DAN BINTANG TAMU PADA CHANNEL YOUTUBE WAW ENTERTAIMENT, TONIGHT SHOWNET, DAN TRANS7 OFFICIAL Title in English (Psycholinguistic Studies: Tongue Twist Presenter’s Speech and Guest Star in Youtube Channel WAW Entertainment, Tonight Shownet, and Trans7 Official) oleh Nathania Bunga Azalea Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 024-76744357, 70769945 Telepon Penulis 087825054799 [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dan penyebab terjadinya kilir lidah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik simak dan catat. Penelitian ini menggunakan metode agih dalam menganalisis data. Hasil analisis terdapat 18 data. Mayoritas data adalah kilir lidah yang disebabkan oleh kekeliruan seleksi kata semantik, yaitu dengan 16 data dan 2 data merupakan kilir lidah yang disebabkan oleh kekeliruan asembling spoonerism. Kemudian, keseluruhan penyebab terjadinya kilir lidah adalah karena terlalu cepat dan tergesa-gesa. Kata Kunci: bintang tamu, kilir lidah, pembawa acara, youTube ABSTRACT This study aims to describe the types and causes of tongue sprains. The method used in this study used a qualitative descriptive method with listening and note-taking techniques. This study uses the agih method in analyzing the data. The results of this study show that analysis contained 18 data. The majority of the data are tongue twisters caused by errors in semantic word selection, with 16 data and 2 data are tongue slippage caused by spoonerism assembling errors. Then, the whole cause of sprains of the tongue is too fast and too hasty. Key Words: Guest star, tongue twister, presenter, YouTube PENDAHULUAN Pada program talkshow yang ditayangkan pada channel YouTube Tonight Shownet, WAW Entertaiment, dan Trans7 Official terdapat pembawa acara dan bintang tamu yang melakukan kekeliruan ujaran, yaitu kilir lidah. Kilir lidah merupakan fenomena dalam produksi ujaran pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dimaksudkan (Dardjowidjojo, 2005). Channel YouTube Tonight Shownet, WAW Entertaimen, dan Trans7 Official memiliki jumlah subscriber jutaan dan penonton yang sangat banyak karena program yang disajikan sangat informatif dan menghibur. Berdasarkan penelusuran yang sudah dilakukan sebelumnya, terdapat tujuh penelitian yang membahas mengenai kajian kilir lidah, yaitu dua penelitian yang membahas mengenai penyebab terjadinya kilir lidah oleh Manshur & Zaidatul
85 Istiqomah (2021) dan oleh Andra (2018). Kemudian, tiga penelitian yang mendeskripsikan kesalahan kilir lidah oleh Firly Nuraridah dkk. (2022), Sari dkk. (2016) lalu oleh Dwi Utari & Nur Aini Puspitasari (2020). Selanjutnya, satu penelitian yang mendeskripsikan bentuk kekeliruan kilir lidah oleh Nike Aidila Putri dan Eriza Nelfi (2022), serta satu penelitian menganalisis kekeliruan kilir lidah oleh Mulyani (2020). Pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian ini berfokus pada kilir lidah yang dilakukan oleh bintang tamu dalam program talkshow yang ditayangkan pada channell YouTube Tonight Shownet, WAW Entertaiment, dan Trans7 Official. Penelitian mengenai kilir lidah sangat menarik untuk diteliti karena beberapa tahun terakhir jarang ditemui penelitian terkait kilir lidah. Penelitian ini harus segera diteliti karena jika dibiarkan permasalahan berupa kilir lidah yang dilakukan oleh pembawa acara dan bintang tamu pada suatu program talkshow (gelar wicara) akan dinilai sebagai ketidakprofesionalan seorang public figur yang tidak mahir dalam berbicara. Pada penelitian ini, ditemukan data mengenai kilir lidah yang diujarkan oleh bintang tamu. Contohnya kilir lidah dalam talkshow pada channel YouTube WAW Entertaiment, yaitu Isyana sebagai bintang tamu melakukan kilir lidah dengan mengucapkan “Suka beli lupa minum, eh, suka lupa beli minum”. Selanjutnya, contoh kilir lidah juga terdapat pada ujaran yang dilakukan oleh Natasya Shine dalam talkshow pada channel YouTube Tonight Shownet, ketika Natasya ingin mengucapkan kata “Uang” tetapi yang terucap adalah kata “Ular”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab terjadinya kilir lidah pada ujaran pembawa acara dan bintang tamu pada channel YouTube WAW Entertaiment, Tonight Shownet, dan Trans7 Official. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk dan penyebab kilir lidah, serta dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini membahas fenomena kilir lidah yang masuk dalam lingkup Psikolinguistik. Terdapat dua bentuk kilir lidah yaitu kilir lidah yang disebabkan oleh seleksi yang keliru dan kekeliruan asembling. Ada tiga jenis dalam kekeliruan seleksi, yaitu (a) seleksi semantik, (b) malapropisme, dan (c) campur kata. Lalu, untuk kekeliruan asembling terdapat dua jenis, yaitu (a) spoonerism dan (b) preservasi antisipasi (Dardjowidjojo, 2005:147—153). Terdapat faktor atau penyebab seseorang melakukan kilir lidah. Menurut Pratama (dalam Mulyani, 2020), faktor penyebab terjadinya kilir lidah yaitu tuturan yang dilontarkan terlalu cepat dan tergesa-gesa, dapat pula dikarenakan hilangnya konsentrasi, gugup, dapat pula dipengaruhi emosi. Penelitian ini dikaji menggunakan kajian Psikolinguistik menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik simak dan catat. Data yang digunakan berupa ujaran yang mengandung kilir lidah yang terdapat pada channel YouTube WAW Entertaiment, Tonight Shownet, dan Trans7 Official. Sumber data dari penelitian ini adalah dari chanel YouTube WAW Entertaiment, Tonight Shownet, dan Trans7 Official. Penelitian ini menggunakan metode agih dalam menganalisis data. Hasil analisis data disajikan secara informal berupa kata-kata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dalam channel YouTube Tonight Shownet, WAW Entertaiment dan Trans7 Official terdapat 18 data mengenai kilir lidah yang diujarkan oleh pembawa acara dan bintang tamu, dari ke 18 data hanya terdapat dua jenis kekeliruan, yaitu jenis kekeliruan seleksi semantik dan kekeliruan asembeling spoonerism. 18 data tersebut sebagai berikut. (1) “Saya di sini sudah 700 tahun”.
86 (2) “Di rumah nggak ada gomong, sudah bosan”. (3) “Tapi saya nikah sama kamu siumur hidup”. (4) “Garam-garam suami, saya nangis”. (5) “Saya nggak tahu Bahasa Inggris, nggak tahu koson”. (6) “Gomong-gomong nggak bisa”. (7) “Di morona nggak ada ular”. (8) “Ular nggak ada, fashion show nggak ada, semua koson”. (9) “Dan saya pirkir-pirkir, saya buat konten dengan suami”. (10) “Kamu nggak tahu kan? Saya mau tahu kamu”. (11) “Saya datang tapi dia itu daun lompet lupa di rumah”. (12) “Saya sudah buat story Instagram itu parfum mahal dari suami, dan followers saya kitawa kamu tahu?” (13) “Kamu tahu kenapa saya ingin beranjak Bahasa Indonesia? Saya mau dengar apa yang dia ngomong di telfon sama perempuan”. (14) “Saya nggak bisa makan dorman”. (15) “Kan jaman SD suka beli lupa minum, eh, suka lupa beli minum”. (16) “Aku tuh selalu suprot temen-temen aku”. (17) “Nah, ini kebedulan, kebetulan lambungnya ketabrak motor” (18) “Babas Bonuk” Kekeliruan Seleksi Kekeliruan Seleksi Semantik Pada penelitian ini, terdapat 16 data yang terkait dengan kekeliruan seleksi semantik. Data tersebut, yaitu pada (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), (11), (12), (13), (14), (16),(17), dan (18). Data (1) sampai (14) di ujarkan oleh Natasya Shine dalam Program TV Tonight Show pada chanel Tonight Shownet. (1) “Saya di sini sudah 700 tahun”. Pada (1) merupakan kilir lidah kekeliruan seleksi semantik, karena Natasya ingin mengucapkan kata tujuh tahun, namun yang terucap 700 tahun. Kalimat tersebut di ujarkan oleh bintang tamu Natasya Shine menit ke 6:03 dalam program TV Ini Talkshow pada chanel YouTube Tonight Shownet eps “Gila!!! Acara diambil alih Robby & Natasya Shin, VinDes gak berkutik!” (2) “Di rumah nggak ada gomong, sudah bosan”. Masih dengan bintang tamu yang sama di program TV yang sama. Kalimat yang diujarkan oleh Natasya Shine pada menit ke 6:13, merupakan kekeliruan seleksi semantik karena Natasya ingin mengucap kata “Ngomong” namun yang terucap adalah kata “Gomong”. (3) “Tapi saya nikah sama kamu siumur hidup”. Pada kalimat di atas, merupakan kilir lidah kekeliruan seleksi semantik, Natasya Shine sebagai bintang tamu mengucapkan kata “siumur” yang seharusnya adalah “seumur”. Kalimat itu terjadi pada menit ke 7:00 pada program yang sama. (4) “Garam-garam suami, saya nangis”. Kalimat di atas juga merupakan kilir lidah kekeliruan seleksi semantik, karena ketika Natasya Shine ingin mengucapkan kata “Gara-gara”, namun yang terucap adalah “Garam-garam”. Kalimat itu diujarkan pada menit ke 8:19. (5) “Saya nggak tahu Bahasa Inggris, nggak tahu koson”. Ketika Natasya ingin mengucapkan kata “Kosong” namun yang terucap adalah kata “Koson”, hal tersebut merupakan kekeliruan seleksi semantik. (6) “Gomong-gomong nggak bisa” Serupa dengan data (2). Natasya Shine ingin mengucapkan “Ngomong-
87 ngomong” namun yang bisa dia ucapkan adalah “Gomong-gomong”. Hal tersebut merupakan kilir lidah jenis kekeliruan seleksi semantik, yang diujarkan pada menit ke 10.45. (7) “Di morona tidak ada ular”. Pada (7) terdapat dua kata sekaligus yang merupakan jenis kilir lidah seleksi semantik, yaitu kata “morona” dan kata “ular”. Kalimat tersebut diujarkan oleh Natasya Shine pada menit ke 12:13. Pada kata “morona” yang sebenarnya ingin Natasya ucapkan adalah “Corona”, dan Natasay ingin mengucapkan kata “Uang”, namun yang diucapkan adalah kata “Ular”. (8) “Ular nggak ada, fashion show nggak ada, semua koson”. Terdapat dua kata juga yang merupakan kilir lidah jenis seleksi semantik pada (8), yaitu kata “Ular” dan “Koson”. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Natasya Shine ingin mengucapkan kata “Uang” namun yang terucap adalah kata “Ular”. Kemudian Natasya Shine mengucapkan kata “Koson” padahal yang ingin diucapkan adalah kata “Kosong”. (9) “Dan saya pirkir-pirkir, saya buat konten dengan suami”. Selanjutnya pada {9) terdapat jenis kilir lidah kekeliruan seleksi semantik juga, yang diujaran pada menit ke 12:26, yaitu kata “pirkir-pirkir” yang sebenarnya ingin Natasya Shine ucapkan adalah kata “Pikir-pikir”. (11) “Saya datang tapi dia itu daun lompet lupa di rumah”. Pada (11) terdapat juga kilir lidah jenis kekeliruan seleksi semantik, yaitu ketika Natasya Shine ingin mengucapkan “Taruh Dompet” namun yang terucap adalah kata “Daun Lompet”. Hal tersebut terjadi pada ujaran Natasya Shine menit ke 18: 28. (12) “Saya sudah buat story Instagram itu parfum mahal dari suami, dan followers saya kitawa kamu tahu?” Selanjutnya yaitu pada (12), ketika Natasya Shine ingin mengucapkan kata “Ketawa”, namun yang terucap adalah kata “Kitawa”. Hal tersebut merupakan kilir lidah jenis kekeliruan semantik (13) “Kamu tahu kenapa saya ingin beranjak Bahasa Indonesia? Saya mau dengar apa yang dia ngomong di telfon sama perempuan”. Kilir lidah jenis kekeliruan semantik juga terjadi pada (13) ), yaitu ketika Natasya Shine ingin mengucapkan kata “Belajar”, namun yang terucap adalah kata “Beranjak”. Hal tersebut diujarkan pada menit ke 24.35. (14) “Saya nggak bisa makan dorman”. Ketika Natasya Shine ingin mengucapkan kata “Durian” namun yang terucap adalah kata “Dorman”. Hal tersebut merupakan kilir lidah jenis kekeliruan seleksi semantik. (16) “Aku tuh selalu suprot temen-temen aku”. Pada data (16) berbeda dengan data sebelumnya. Kali ini yang melakukan kilir lidah jenis seleksi semantik adalah pembawa acara Isyana Sarasvati pada channel YouTube WAW Entertaimen dengan judul “Isyana Kasih Pertanyaan Menjebak ke Vidi Aldiano dan Tiara Andini”. Hal tersebut ketika Isyana ingin mengucapkan kata ”Support” namun yang terucap adalah kata “Suprot”. Itu terjadi pada menit ke 11.40. (17) “Nah ini kebedulan, kebetulan lambungnya ketabrak motor” Kilir lidah jenis kekeliruan seleksi semantik ini dilakukan oleh pembawa acara Surya pada program TV Lapor Pak! Dengan episode “Auto Panik, Hesti&Andika Tercydug Edo Borne” pada
88 tanggal 24 April 2022. Saat itu Surya ingin mengatakan kata “Kebetulan” namun yang terucap lebih dulu adalah “Kebedulan” walaupun setelahnya diikuti kata yang benar. (18) “ Babas Bonuk” Terakhir adalah kilir lidah yang di ujarkan oleh pembawa acara program TV Tonight Show episode “Yang Kesebut Besok Bayar Ya! Tebak Satu Kata VinDes vs Rara-Isyana”. Kilir lidah yang dilakukan adalah ketika Vincent ingin mengucapkan kata “Babak Bonus” namun yang terucap kata “Babas Bonuk”, yang diujarkan pada menit ke 19.47. Kekeliruan Asembling Kekeliruan Asembling Spoonerism Kekeliruan asembling spoonerism merupakan kekeliruan penyusunan kata. terdapat 2 data pada penelitian ini, yaitu data (10) dan (15). (10) “Kamu nggak tahu kan? Saya mau tahu kamu” Pada (10) diujarkan oleh bintang tamu di program Tv Tonight Show pada channel Tonight Shownet, yaitu Natasya Shine. Pada kalimat yang diujarkan, seharusnya adalah “Kamu nggak tahu kan? Saya mau kamu tahu”. Karena pada kalimat yang diujarkan sebenarnya terdapat kekeliruan dalam penyusunan kata. Ujaran tersebut terjadi di menit 18:07. (15) “Kan jaman Sd suka beli lupa minum, eh, suke lupa beli minum”. Kalimat tersebut diujarkan oleh Isyana Sarasvati pada chanel YouTube WAW Entertaiment episode “GESKRENYA ISYANA KELUAR! DIDEPAN VIDI ALDIANO & REZA CANDIKA. SEHAT GAK SIH JAJANAN SD?”. Kalimat yang diujarkan merupakan kilir lidah jenis kekeliruan asembling spoonerism karena penyusunan katanya terdapat kekeliruan. Penyebab Terjadinya Kilir Lidah Terdapat faktor atau penyebab seseorang melakukan kilir lidah. Menurut Pratama (dalam Mulyani, 2020), faktor penyebab terjadinya kilir lidah yaitu tuturan yang dilontarkan terlalu cepat dan tergesa-gesa, dapat pula dikarenakan hilangnya konsentrasi, gugup, dapat pula dipengaruhi emosi. Pada 18 data yang ditemukan, hampir keseluruhan penyebab pembawa acara dan bintang tamu melakukan kilir lidah, yaitu karena tergesa-gesa atau terlalu cepat dalam berbicara, karena pada 18 data tersebut tidak ada kilir lidah yang disebabkan karena hilangnya konsentrasi, gugup, maupun yang dipengaruhi oleh emosi. emosi SIMPULAN Simpulan pada penelitian ini adalah berdasarkan pada hasil analisis data penelitian, disimpulkan bahwa terdapat 18 data. Mayoritas data adalah kilir lidah yang disebabkan oleh kekeliruan seleksi kata semantik, yaitu dengan 16 data dan 2 data merupakan kilir lidah yang disebabkan oleh kekeliruan asembling spoonerism. Kemudian, keseluruhan penyebab terjadinya kilir lidah adalah karena terlalu cepat dan tergesa-gesa. DAFTAR PUSTAKA Andra, V. (2018). Kilir Lidah Gangguan Bahasa Anak. Tarbawy : Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 48–55. https://doi.org/10.32923/tarbawy.v5i1 .832 Dardjowidjojo, S. (2005). Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Dua). Yayasan Obor Indonesia. Dwi Utari, & Nur Aini Puspitasari. (2020). Kesalahan Produksi Kalimat Pada Lomba Debat Konstitusi Mahasiswa Tahun 2018. Jurnal Metamorfosa, 8(2), 154–165. https://doi.org/10.46244/metamorfosa .v8i2.1065 Firly Nuraridah, K. A. H. & J. N. (2022). Kilir Lidah Dalam Produksi Ujaran
89 Pada Akun Youtube Arief Muhammad. Dinamika Jurnal Bahasa, Sastra, Pembelajarannya, 5(1), 1–13. https://jurnal.unsur.ac.id/dinamika/art icle/view/1860 Manshur, A., & Zaidatul Istiqomah, F. (2021). Senyapan Dan Kilir Lidah Dalam Acara Gelar Wicara Mata Najwa 2020 Sebagai Kajian Psikolinguistik. Jurnal PENEROKA, 1(01), 24. https://doi.org/10.30739/peneroka.v1i 01.736 Mulyani, M. (2020). Kilir Lidah Produksi Ujaran Isyana Sarasvatipada Video Kompilasi Youtubetinjauan Psikolingustik. Basataka, 3(2), 1–5. http://jurnal.pbsi.unibabpn.ac.id/index.php/BASATAKA/arti cle/view/94/64 Sari, N. S., Saman, S., & Syahrani, A. (2016). Selip Lidah terhadap Produksi Ujaran dalam Debat Capres dan Cawapres menggunakan Pendekatan Psikolinguistik. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa, 5(4), 1–11.
90 TINDAK TUTUR ILOKUSI DAN PERLOKUSI DALAM KOMENTAR WARGANET MENGENAI PAWANG HUJAN MOTOGP MANDALIKA DI AKUN INSTAGRAM @LAMBE_TURAH Title in English (Illocutionary and Perlocutionary Speech Acts in Warganet's Comments About the Mandalika MotoGP Rain Handler on Instagram account @lambe_turah) oleh Fina Karimatun Nafis Universitas PGRI Semarang Jalan Gajah Raya No. 40, Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon 085764427191 Pos-el: [email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang terdapat dalam komentar warganet mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik simak, catat, dan dokumentasi berupa tangkapan layar. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode padan. Hasil penelitian ini ditemukan penggunaan tindak tutur ilokusi dan perlokusi dengan jumlah keseluruhan tuturan sebanyak 34 tuturan dengan perincian 9 tindak tutur asertif, 7 tindak tutur direktif, 9 tindak tutur ekspresif, dan 9 tindak tutur perlokusi. Fungsi yang ditemukan yaitu fungsi bekerja sama, kompetitif, dan bertentangan. Kata kunci: ilokusi, instagram, komentar warganet, perlokusi, dan tindak tutur ABSTRACT The paper describe the types and functions of illocutionary and perlocutory speech acts contained in netizens' comments about the Mandalika MotoGP rain handler. The method used in this study is a qualitative descriptive method with listening, note-taking, and documentation in the form of screenshots. The method of data analysis in this study used the equivalent method. The results of this study show that illocutionary and perlocutionary speech acts with a total of 34 utterances with details of 9 assertive speech acts, 7 directive speech acts, 9 expressive speech acts, and 9 perlocutionary speech acts. The functions found are cooperative, competitive, and conflicting functions. Keywords: illocutionary, Instagram, netizen comments, perlocutionary, and speech acts
91 PENDAHULUAN Tindak tuturan (speech act) adalah salah satu hal yang dikaji dalam ilmu Pragmatik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Yule (1996:3) menyatakan bahwa Pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji tentang tindak tuturan dari penutur dan diartikan oleh mitra tutur. Menurut Arfianti (2020:13), tindak tutur adalah ujaran setiap penutur dalam kondisi tertentu dan merupakan bagian dari komunikasi Linguistik. Pada penelitian ini khususnya membahas mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi dalam komentar warganet mengenai pawang hujan pada ajang MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah. Tindak tutur ilokusi adalah tuturan yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan, sedangkan tindak tutur perlokusi adalah tuturan yang memiliki efek atau dapat mempengaruhi mitra tutur (Saadah, 2021:27). MotoGP Mandalika adalah ajang kejuaraan balap sepeda motor kelas dunia yang diadakan di Indonesia, tepatnya di sirkuit Mandalika Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pada ajang kejuaraan tersebut terdapat hal yang menarik perhatian banyak orang yaitu dengan dihadirkannya seorang pawang hujan. Aksi pawang hujan dalam ajang MotoGP Mandalika menjadi sorotan dunia melalui berbagai media karena baru kali ini pawang hujan dihadirkan dalam ajang kejuaraan dunia dan aksinya menjadi perbincangan banyak orang. Salah satu media yang mengunggah berita tentang pawang hujan tersebut yaitu media sosial Instagram. Menurut Prakoso (dalam Girsang et al., 2021:420), Instagram adalah media sosial berupa unggahan foto dan video yang dilengkapi dengan caption dan hastag. Adapun latar belakang masalah pada penelitian ini yaitu berkaitan dengan bebasnya akses setiap orang di media sosial Instagram. Setiap orang dapat mengunggah, mengomentari, dan sebagainya dengan sangat mudah dalam hitungan detik segala informasi atau berita dapat diakses dengan cepat di media sosial tersebut. Maka dari itu, hal tersebut memunculkan berbagai tindak tutur yang digunakan dalam Instagram, seperti tindak tutur ilokusi dan perlokusi dalam komentar warganet mengenai pawang hujan pada ajang MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah. Berikut contoh tuturan warganet yang ada pada unggahan mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah: Gambar 1. (Tuturan dari akun Instagram @sajak.vidio) Gambar 2. (Tuturan dari akun Instagram @awshitpostid) Contoh tersebut menunjukkan bahwa akun @sajak.vidio berkomentar “BERHASIL ANJIRRR” dan akun @awshitpostid berkomentar “ketik 1 agar hujan nya berhenti”. Munculnya tuturan tersebut disebabkan akun @lambe_turah mengunggah berita mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika yang sedang menjadi perbincangan banyak orang (viral), sehingga memunculkan tuturantuturan yang beragam dari warganet pada kolom komentar. Komentar tersebut juga mendapatkan balasan yang beragam dari akun-akun pengguna Intagram lainnya, seperti menyetujui, menasihati, berterima kasih, memerintah, memuji, dan sebagainya. Dengan demikian pada kolom komentar di akun Instagram @lambe_turah yang mengunggah mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika tersebut dapat ditemukan tuturan-tuturan dari warganet yang termasuk dalam tindak tutur ilokusi dan perlokusi.
92 Berdasarkan hasil penelusuran, ditemukan tujuh penelitian yang mengkaji mengenai tindak tutur. Akan tetapi, hanya tiga penelitian yang fokus membahas mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi dalam unggahan media sosial Instagram. Penelitian yang membahas mengenai hal tersebut dilakukan oleh Astri (2020) yang membahas mengenai tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi secara umum dan efek tindak tutur terhadap mitra tutur dalam cuitan atau meme di media sosial Instagram. Selanjutnya, penelitian Pande & Artana (2020) yang membahas mengenai jenis tindak tutur yang terdapat dalam unggahan media sosial Instagram @halostiki. Adapun penelitian Rahayu & Wirawati (2021) yang mengkaji mengenai jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi dan fungsinya dalam akun @kata2bijak. Lalu, tindak tutur dalam akun @kata2bijak dapat dikaitkan dengan bahan ajar teks poster di SMP kelas VIII tentang kaidah kebahasaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang terdapat dalam komentar warganet mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika. Selanjutnya, manfaat dari penelitian ini yaitu pembaca diharapkan dapat mengetahui, membedakan, serta memahami jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang terdapat dalam komentar warganet di media sosial Instagram. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya dan bagi pembaca diharapkan agar lebih bijaksana dalam berkomentar di media sosial. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik simak, catat, dan dokumentasi berupa tangkapan layar. Data penelitian ini berupa tuturan warganet dalam kolom komentar di akun Instagram @lambe_turah mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika. Sumber data yaitu dari kolom komentar di Instagram @lambe_turah. Pemilihan data pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan tujuan memilih data tuturan yang mendapat lebih dari 10 balasan karena tuturan yang mendapat lebih dari 10 balasan adalah tuturan yang dapat mempengaruhi orang lain (pembaca), sehingga dapat memunculkan tuturan-tuturan lainnya, dan tuturan tersebut mengandung daya pragmatik yang kuat dan perlu untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan teori Pragmatik mengenai tindak tutur. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode padan dengan alat penentunya yaitu tuturan warganet di akun Instagram @lambe_turah. Data yang diperoleh akan dijabarkan dalam bentuk informal berupa deskripsi kata-kata mengenai permasalahan yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Tindak Tutur Tindak tutur terbagi menjadi tiga jenis yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Menurut Austin (dalam Leech, 1993:316), tindak tutur terdiri dari tiga jenis yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Pada penelitian ini khusus membahas mengenai tindak tutur ilokusi dan perlokusi dalam komentar warganet mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah. Tindak tutur yang terdapat di Instagram muncul karena adanya informasi atau berita yang diunggah di media sosial tersebut, serta bebasnya akses bagi para pengguna media sosial Instagram yang dapat dengan mudah mengomentari unggahan-unggahan dari pengguna lainnya. Tindak tutur yang terdapat dalam komentar warganet di Instagram beragam jenisnya seperti tindak tutur ilokusi dan perlokusi yang terdapat dalam komentar warganet di akun Instagram @lambe_turah dalam unggahannya mengenai pawang hujan pada ajang MotoGP Mandalika. Adapun fungsi-fungsi dari sebuah tuturan diantaranya yaitu fungsi bekerja sama, fungsi menyenangkan mitra tutur, dan sebagainya. Hal tersebut sejalan
93 dengan pendapat Searle (dalam Leech, 1993:162—163) yang mengklasifikasikan fungsi-fungsi tindak tutur menjadi empat jenis yaitu kompetitif, konvival, kolaboratit, konfliktif. Berikut pembahasan mengenai jenis tuturan warganet dalam komentar pada unggahan mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah: Tindak Tutur Ilokusi Tindak tutur ilokusi yaitu suatu tindakan yang terdapat dalam suatu tuturan (Austin dalam Leech, 1993:316). Sependapat dengan hal tersebut, Wijana dan Rohmadi (dalam Rakhmawati & Wirawati, 2021:4) tindakan yang berfungsi untuk menyatakan dan untuk melakukan sesuatu disebut tindak tutur ilokusi. Adapun beberapa jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur ilokusi. Searle (dalam Leech, 1993:162—166) membagi tindak tutur ilokusi dalam lima jenis tindak tutur diantaranya, yaitu Asertif (Representatif), Direktif, Komisif, Ekspresif, dan Deklarasi. Selanjutnya, dalam komentar warganet mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah ditemukan tindak tutur ilokusi dan fungsinya, sebagai berikut. a. Asertif (Representatif) Tindak tutur ini merupakan tindak tutur terikat pada kebenaran proposisi yang diujarkan, seperti menyatakan, mengemukakan pendapat, mengeluh, dan sebagainya (Searle dalam Leech, 1993:164). Dalam komentar warganet di akun Instagram @lambe_turah pada unggahan mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika ditemukan tuturan warganet yang termasuk dalam jenis tindak tutur asertif. Berikut tuturan-tuturan tersebut: Gambar 1. (Tuturan dari akun @pwoo95) Gambar tersebut menunjukkan bahwa akun @pwoo95 berkomentar “Heran sama komentarnya orang2 yang beragama”, munculnya tuturan dari akun tersebut karena unggahan tentang pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah. Tuturan tersebut juga mendapatkan 39 balasan dari pengguna Instagram lainnya. Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur asertif karena tuturan tersebut merupakan tuturan yang bermaksud untuk ‘menyatakan’ sesuatu, yaitu menyatakan mengenai keheranan pemilik akun @pwoo95 terhadap komentar-komentar dari akun pengguna Instagram lainnya pada unggahan pawang hujan MotoGP Mandalika. Gambar 2. (Tuturan dari akun @mutiaracarml) Komentar tersebut berasal dari akun @mutiaracarml yang berisi, “Kok malah dihujat sih miris, kepercayaan org bali sm daerah sana, percaya engga percaya ini berhasil, karna ga cuma pas motogp aja perlu pawang hujan, upacara upacara dibali juga sering pake pawang hujan:) dan berhasil”. Komentar dari akun @mutiaracarml ini termasuk ke dalam tindak tutur asertif karena tuturan tersebut berisi menyatakan pendapatnya tentang berita yang diunggah oleh akun @lambe_turah yang mendapatkan beragam komentar kurang baik (hujatan) dari akun pengguna Instagram lainnya, serta tuturan tersebut bermaksud untuk mengatakan bahwa hujatan dari netizen sangat disayangkan padahal aksi pawang hujan itu berhasil dan menghadirkan seorang pawang hujan dalam sebuah acara itu termasuk ke dalam tradisi suatu masyarakat. Tuturan dari akun
94 @mutiaracarml ini mendapatkan 76 balasan dari pengguna Instagram lainnya. Demikianlah gambar-gambar tersebut yang merupakan beberapa data dari tuturan yang termasuk ke dalam tindak tutur ilokusi jenis asertif. Dalam penelitian ditemukan depalan tindak tutur ilokusi jenis asertif. b. Direktif Tindak tutur direktif adalah salah satu jenis tindak tutur yang termasuk ke dalam tindak tutur ilokusi. Menurut Searle (dalam Leech, 1993:164), tindak tutur ilokusi yang bertujuan menghasilkan efek berupa tindakan, seperti memerintah, memberi nasehat, menuntut, meminta, mengundang, dan sebagainya. Berikut data tuturan ilokusi jenis direktif yang terdapat dalam komentar warganet mengenai pawang hujan MotoGP Mandalika di akun Instagram @lambe_turah: Gambar 1. (Tuturan dari akun @mumutia_) Tuturan dari akun @mumutia yaitu “SUDAH REDA!!!!!!!!!!!! GA MALU2in KOK, BELIAU MENGUSAHAKAN AGAR ACARA NYA TETEP BISA BERJALAN LANCAR, BUKAN MENYEKUTUKAN ATAU APA TAPI DLM ALQUR’an PUN ADA DOA2 UNTUK MEMINDAHKAN HUJAN BUKAN MENGHENTIKAN YA! KESEL PADA BILANG MALU2in TAPI NONTONIN, MBO YO DISUPPORT NGUNU LOH, HERAN” Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur ilokusi jenis direktif karena tuturan tersebut bertujuan untuk memberi nasehat agar warganet yang ikut berkomentar dalam unggahan mengenai pawang hujan di akun Instagram @lambe_turah tersebut agar mendukung aksi pawang hujan dan bukannya malah menghujatnya. Komentar tersebut mendapatkan balasan dari akun pengguna Instagram lainnya sebanyak 162 balasan. Gambar 2. (Tuturan dari akun @_zov_agsy__) Data tersebut merupakan data yang berisi tuturan dari akun Instagram @_zov_agsy__ yang berkomentar “Percaya gak percaya urusan lu pada ,tapi jngn ngolok2”. Tuturan tersebut termasuk pada tindak tutur ilokusi memerintah dengan tujuan agar mitra tutur tidak mengolok-olok apa yang dilakukan oleh pawang hujan dan memberitahu bahwa percaya atau tidaknya netizen terhadap aksi pawang hujan itu menjadi urusan pribadi, serta meminta jangan menghujatnya. Komentar tersebut mendapatkan 18 balasan dari akun Instagram lain. Demikian data-data tuturan dalam komentar warganet mengenai pawang hujan di akun Instagram @lambe_turah yang termasuk dalam tindak tutur ilokusi jenis direktif. Pada penelitian ini ditemukan tindak tutur direktif yang mendapatkan lebih dari 10 balasan dari pengguna Instagram lainnya yaitu sebanyak 7 tuturan. Mulai dari tuturan memohon, memerintah, memberikan nasehat, dan sebagainya. c. Eksprasif Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu jenis tindak tutur ilokusi yang bertujuan untuk mengungkapkan sikap psikologis dari seorang penutur terhadap keadaan yang tersirat dari tindak tutur ilokusi (Searle dalam Leech, 1993:164— 165). Sejalan dengan pendapat tersebut, Maharani (2021:8) menyatakan bahwa tutur ekspresif adalah tindak tutur yang ujarannya dapat diartikan sebagai evaluasi dalam tuturan tersebut. Berikut data tuturan ilokusi jenis ekspresif yang terdapat dalam komentar warganet