GENDIS SEWU BERKARYA
LANGKAH ANANTA
Antologi Cerita Pendek
Bibit Penulis Gendis Sewu Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Kota Surabaya
Bekerja Sama dengan SDN Banyu Urip III
Surabaya
LANGKAH ANANTA
Penulis : Ayudian Putri Vimara, Juven
Kirana A.A, Elvin Mirabel S,
dkk
Ilustrator : Annisa Kurnia Safitri
Penyunting : Ayu Dewi A.S.N, Mizani
Putri R, Nurul Panca S.
Penyunting Akhir : Faradila Elifin, Vivi Sulviana,
Ayu Dewi A.S.N, Rici Alric K,
Vegasari Yuniati
Diterbitkan pada tahun 2022 oleh
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya
Jl. Rungkut Asri Tengah 5-7, Surabaya.
Buku ini merupakan kumpulan karya dari bibit
Gendis Sewu, sebagai penghargaan atas partisipasi
yang telah diberikan dalam Gerakan Melahirkan
1000 Penulis dan 1000 Pendongeng.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rida dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan buku hasil karya
kelas Gendis Sewu Berkarya dengan judul Langkah
Ananta. Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Kepala SDN Banyu Urip III Surabaya
yang telah mendukung dan membantu kelancaran
terselenggaranya kelas Gendis Sewu Berkarya,
mulai dari proses pembelajaran hingga penyusunan
hasil karya.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada teman-teman petugas TBM Kecamatan
Sawahan yang telah membantu baik secara moril
maupun materil sehingga karya cerpen dari bibit
penulis ini dapat terwujud.
Buku ini merupakan hasil dari pemikiran dan
kreativitas para bibit penulis setelah mengikuti kelas
penulis. Meskipun telah melalui proses penyuntingan
dari penulis, tapi tidak mengurangi isi dan tema dari
ide asli para bibit penulis dalam membuat ceritanya.
Tim penulis menyadari bahwa masih ada
kekurangan dan kesalahan dari hasil karya tulis bibit
penulis. Tapi tim penulis dan para bibit meyakini telah
melakukan yang terbaik untuk terselesaikannya buku
ini, jika masih terdapat kesalahan tim penulis mohon
maaf atas kesalahan tersebut dan akan berusaha
lebih baik lagi. Kritik dan saran dari pembaca akan
selalu ditunggu agar buku ini dapat menjadi lebih baik
dan berguna untuk kepentingan bersama.
Surabaya, 2022
Tim Penulis Kecamatan Sawahan
KATA SAMBUTAN
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya
Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
hanya dengan kemurahan-Nya kita selalu dapat
berikhtiar untuk berkarya dalam ikut serta
membangun Kota Surabaya yang kita cintai.
Kita patut bangga dan memberi apresiasi
kepada para bibit penulis Gendis Sewu (Gerakan
Melahirkan 1000 Bibit Penulis dan 1000 Bibit
Pendongeng), para editor penulis Dispusip di Kota
Surabaya yang telah bekerja keras membuat karya
tulis yang berjudul Langkah Ananta.
Buku para bibit Gendis Sewu menghasilkan
karya tulis dari anak-anak cerdas yang telah melalui
proses panjang dan berjenjang dan merupakan
karya-karya imajinatif yang mengandung pesan
moral dengan bahasa yang mudah dipahami juga
sangat baik untuk dinikmati.
Semoga kedepannya akan menjadi inspirasi
untuk berkembangnya budaya literasi dari berbagai
kalangan masyarakat di Kota Surabaya. Akhir kata,
semoga buku Gendis Sewu Berkarya dengan judul
Langkah Ananta bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan pada bibit Gendis Sewu.
Surabaya, 2022
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya,
Mia Santi Dewi, SH, M.Si
SEKAPUR SIRIH
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya
Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
sangat bersyukur atas kehadirat-Nya, hanya dengan
kemurahan Allah SWT, kami dapat menghimpun
berbagai karya tulis para bibit penulis Gendis Sewu
dan menerbitkannya dalam sebuah buku antologi
cerpen dengan judul Langkah Ananta.
Buku ini merupakan antologi cerpen
kolaborasi Gendis Sewu dengan SDN Banyu Urip III
Surabaya. Kolaborasi ini menghasilkan karya tulis
cerpen pendampingan Petugas se-Kecamatan
Sawahan yang diselenggarakan oleh Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya.
Kegiatan Gendis Sewu memanfaatkan
platform buatan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya yang bernama Taman Kalimas.
Taman Kalimas yang merupakan singkatan
dari Tempat Menampung Karya Literasi Masyarakat
memberikan layanan literasi yang di dalamnya
terdapat tiga layanan sekaligus, antara lain layanan
Taman Kalimas Pembelajaran, Taman Kalimas
Karya, dan Taman Kalimas Publikasi.
Para bibit penulis Gendis Sewu terlebih dahulu
didaftarkan untuk mengikuti kelas berjenjang dari
mulai kelas reguler Taman Kalimas di tingkat
kecamatan, lalu untuk bibit terbaik akan
mendapatkan reward naik ke kelas khusus minat dan
bakat setelah itu karyanya akan dibuat buku dan
dipublikasikan.
Saya mengapresiasi bangga kepada para bibit
penulis Gendis Sewu yang memiliki semangat literasi
dengan tidak hanya menjadi pembaca pasif
melainkan menjadi pembaca aktif, yaitu selain
membaca juga mampu menulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Tim Gendis Sewu dan Tim Inti Penulis Dispusip yang
terdiri dari para tutor kelas reguler di tingkat
kecamatan, para editor area (Dira), dan para
penyunting akhir hingga buku ini terselesaikan
secara baik.
Buku ini adalah jawaban nyata atas kinerja
para Tim Inti Penulis Dispusip yang berkolaborasi
dengan SDN Banyu Urip III Surabaya membangun
kota maka perlu disertai 'membangun' manusia di
dalamnya. Tentu tidaklah mudah, karena awal
membangun seringkali terlihat abstrak,
dipertanyakan, atau diragukan. Walaupun begitu,
tetap terus 'membangun' karena 'membangun'
manusia melalui literasi adalah sebuah investasi
jangka panjang untuk kota tercinta kita Kota
Surabaya.
Salam Literasi.
Surabaya, 2022
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya
Dani Arijanti, SE, M.Si
SEKAPUR SIRIH
Kepala SDN Banyu Urip III Surabaya
Bismillahhirrahmanirrahim, puji syukur ke hadirat ilahi
rabbi atas berkah nikmat dan rahmatnya kita
diberikan kesempatan dan kesehatan sehingga kita
bisa melaksanankan rangkaian kegiatan Gendis
Sewu 2022 dalam kondisi sehat dan kita selesaikan
dengan baik.
Sebuah harapan dapat meningkatkan prestasi
dalam hal literasi yaitu kemampuan mendongeng dan
menulis sebagai bagian dari peningkatan literasi
terutamanya di SDN Banyu Urip III Surabaya.
Kami mengucapkan terima kasih Bapak/Ibu
rekan-rekan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya, dalam hal ini para petugas se-
kecamatan Sawahan yang telah memberikan
kesempatan dan pendampingan kepada anak-anak
SDN Banyu Urip III untuk membuat antologi cerpen.
Harapan saya kegiatan ini tidak berhenti
sampai di sini saja, tapi selalu berkelanjutan.
Sehingga kemampuan anak-anak di SDN Banyu Urip
III Surabaya semakin meningkat dan menjadi calon
pendongeng dan penulis cerpen yang berprestasi.
Sekali lagi kami sampaikan terima kasih
kepada rekan-rekan dari Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Kota Surabaya atas segala jerih payah,
keikhlasanya dalam membimbing anak-anak kami.
Sukses untuk semuanya, terima kasih, mohon maaf
atas segala kekurangannya.
Salam Literasi.
Surabaya, 2022
Kepala SDN Banyu Urip III Surabaya
Puguh Handoyo, S.Pd.SD.,M.Pd
DAFTAR ISI
1. Arti Seorang Sahabat............................... 1
2. Pemuda Bersama Neneknya ................... 8
3. Hari Mingguku.......................................... 12
4. Hasil dari Usaha Keras ............................ 17
5. Mainan yang Rusak ................................. 24
6. Sahabat Sejati Pasti Peduli...................... 29
7. Berlibur ke Desa ...................................... 35
8. Pemuda yang Sukses .............................. 41
9. Persahabatan........................................... 45
10. Bis Antar Kota ......................................... 51
11. Liburanku di Desa ................................... 55
12. Teman-temanku...................................... 62
13. Kebaikan si Pengembala ........................ 69
14. Bersahabat di Sekolah............................ 77
15. Belajar Menulis Cerita............................. 84
16. Candaan yang Berakhir Celaka .............. 88
17. Ramadan ................................................ 93
18. Kisahku ................................................... 97
19. Sahabat Sejati......................................... 100
20. Penyakitku .............................................. 103
21. Hari Senin yang Asyik............................. 106
ARTI SEORANG SAHABAT
Oleh Ayudian Putri Vimara
Fitri dan Dewi sudah lama bersahabat, mereka tidak
pernah bermusuhan ataupun bertengkar. Fitri dan
Dewi hanya dibedakan dari segi ekonomi. Fitri adalah
anak orang kaya, sedangkan Dewi hanya anak
seorang petani. Namun, Fitri tidak pernah mengejek
Dewi.
Hari-hari berjalan dengan cepat, tidak terasa
kini Fitri dan Dewi sudah menjadi dewasa. Fitri
berumur 20 tahun dan Dewi berumur 19 tahun.
Sebentar lagi Fitri akan berulang tahun. Namun akhir-
akhir ini, Fitri seperti sedang menjauhi Dewi. Dewi
tidak merasa ada masalah apapun dengan Fitri.
Mungkin Fitri sangat sibuk dengan urusan
kuliahnya, kata Dewi dalam hati.
Ulang tahun Fitri tinggal satu hari lagi, Dewi
sudah mempersiapkan sebuah kado untuk Fitri.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu Fitri sudah tiba, Ia
menyiapkan pesta untuk merayakan ulang tahunnya
1
yang ke-21. Semua teman-teman Fitri diundang
kecuali Dewi.
Mungkin Fitri sangat sibuk menyiapkan
pestanya sehingga dia lupa mengundangku, batin
Dewi.
“Bu, Dewi ke rumah Fitri dulu ya,” kata Dewi.
“Iya sayang, hati-hati di jalan ya,” kata Ibu
Dewi.
Dewi pun pergi ke rumah Fitri dengan
membawa sebuah kado. Sebenarnya Dewi berfirasat
tidak enak, tetapi perasaan itu segera ditepisnya.
Sesampai di rumah Fitri, Dewi melihat Fitri
sedang bergembira bersama teman-teman
kampusnya. Dewi masuk mendatangi Fitri dan
memeluknya.
“Selamat ulang tahun Fitri, semoga sehat
selalu,” kata Dewi sambil memeluk Fitri.
“Lo apa-apaan sih, norak banget deh,” kata
Fitri sambil melepaskan pelukan Dewi.
“Siapa nih, Fit?” tanya Verna, teman kampus
Fitri.
“Ini Dewi, teman masa kecil gue,” jawab Fitri.
2
“Temen? Lo kayaknya udah hilang akal deh,
coba lo liat dia baik-baik dandanannya saja kayak
anak gembel, enggak pantas jadi temen lo, usir aja
dia!” kata Verna.
“Fitri, kamu tidak akan mengusirku ‘kan?”
tanya Dewi dengan berlinang air mata.
“Pergilah Dewi! Pergi sana, dasar anak
miskin!” gertak Fitri.
“Kau tega melakukan ini sama aku, padahal
kau tidak pernah berkata seperti itu padaku
sebelumnya,” kata Dewi dengan berlinang air mata.
“Ya elah, sudah miskin, budek lagi, lo gak
denger apa yang dikatakan Fitri, pergi sana lo,” kata
Verna.
Dewi pun pergi dari rumah Fitri sambil
menangis. Dewi tak percaya kalau Fitri yang
mengatakan itu. Setelah kejadian itu Dewi tak pernah
menemui Fitri lagi karena sekarang Fitri sudah
pindah rumah.
Beberapa tahun kemudian, seorang wanita
muda berhijab turun dari mobil bersama dengan
suami dan anaknya. Ia berpakaian begitu mewah
3
dengan gaya yang sangat modern. Dia adalah Dewi.
Kini Dewi sudah menikah dengan seorang
pengusaha, yang bernama Rio. Pernikahan mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama
Dewi Safitri. Nama itu diberikan oleh Dewi karena ia
ingin nama anaknya sama dengan sahabat yang
disayanginya, walau sekarang tidak diketahui
kabarnya.
Dewi bersama suami dan anaknya sedang
menghadiri rapat di sebuah kafe favorit di kota. Ketika
masuk ke kafe itu, mereka sudah ditunggu oleh klien
bisnisnya.
“Asalamualaikum Pak Rian, apa kabar?” sapa
Pak Rio.
“Walaikum salam Pak Rio, kabar saya baik.
Bagaimana dengan anda?” tanya Pak Rian.
“Kabar saya baik. Perkenalkan ini istri saya,
Dewi dan anak saya, Dewi Safitri,” kata Rio
memperkenalkan Dewi.
“Bisa kita mulai rapatnya Pak Rio” tanya Pak
Rian.
“Bisa Pak,” jawab Rio.
4
Mereka pun memulai rapat. Ketika rapat
selesai, Pak Rian pun memesan makanan. Namun,
ketika pelayan datang dengan membawa makanan,
jantung Dewi terasa terhenti.
Bukankah itu Fitri, tapi bagaimana mungkin
Fitri jadi pelayan kafe, sedangkan orang tua Fitri
adalah orang kaya? Berbagai pertanyaan muncul di
hati Dewi.
Ketika pelayan itu berlalu, Dewi pun
mencegatnya dan bertanya,
“Ka … kau Fitri ‘kan?” tanya Dewi dengan
jantung berdebar-debar.
“Iya. Mbak kok tahu nama saya, ya?” tanya
pelayan itu yang tak lain Fitri.
“Fitri apakah kau tidak ingat lagi denganku?”
tanya Dewi yang hampir menangis.
“Maaf, Mbak, saya tidak kenal dengan mbak,”
jawab Fitri.
“Fitri, aku ini teman masa kecilmu, Dewi!” kata
Dewi.
“Dewi? Ka … kau ini De … Dewi?” tanya Fitri.
5
“Ya, aku adalah Dewi,” jawab Dewi sedikit lega
karena dugaannya benar.
“Hiks … hiks … Dewi maafkan kesalahanku
tiga tahun yang lalu, sungguh aku sangat menyesal,”
menyesal Fitri.
“Hiks … hiks … aku sudah memaafkanmu dari
dulu Fitri,” kata Dewi dengan sesenggukan.
Setelah kejadian di pesta ulang tahun, perilaku
Fitri menjadi sangat buruk karena pengaruh dari
teman-temannya. Ketika Fitri pindah rumah, orang
tua Fitri mengalami kecelakaan dan meninggal di
tempat. Perasaan Fitri menjadi tidak karuan. Rasa
sesalnya yang memberi ia cukup pelajaran hidup.
“Fitri maukah kamu bekerja di perusahaan
saya?” tanya Pak Rian.
“Tapi Pak, saya tidak punya pengalaman kerja
kantoran,” jawab Fitri.
“Tenang saja, nanti kau akan diajari oleh
asisten saya. Jadi, apakah Fitri mau bekerja di
perusahaan saya?” tanya Pak Rian sekali lagi.
“Iya Pak, saya mau,” jawab Fitri.
6
“Alhamdulillah. Fitri kenalkan ini anakku Dewi
Safitri dan suamiku Rio,” kata Dewi memperkenalkan
keluarganya pada Fitri.
“Kok ada nama kita?” tanya Fitri.
“Itu karena aku ingin nama anakku adalah
penyatuan dari nama kita,” jawab Dewi.
Fitri pun memeluk Dewi dengan erat.
“Kau adalah sahabat sejatiku, karena kau kini
aku paham apa arti seorang sahabat,” kata Fitri.
Mereka pun mulai memperbaiki hubungan
mereka lagi. Saling menjaga dan berusaha selalu
menjadi teman yang baik satu sama lain.
7
ROBERT BERSAMA NENEKNYA
Oleh Juven Kirana Anugerah A
Suatu hari, ada seorang pemuda bernama Robert.
Setiap hari Robert berdagang roti. Ia berdagang
dengan Neneknya bernama Mary. Orang tua Robert
meninggal sejak ia berumur satu tahun. Sekarang
Robert sudah dewasa. Robert adalah anak yang
baik, pintar, dan berani.
Di pagi hari, ia sedang membuat roti bersama
Neneknya.
“Nek, hari ini kita membuat roti atau tidak?”
tanya Robert.
“Iya, Robert, belilah semua bahan-bahannya,”
jawab Nenek.
“Baiklah, Nek!” kata Robert.
“Tunggu Robert … Ini ada catatan untuk
bahan-bahannya yang dibeli,” kata Nenek.
“Baiklah, Nek!” ucap Robert.
Lalu Robert membeli semua bahan yang
dibutuhkan. Robert dan Neneknya mulai membuat
8
roti bersama. Esok harinya, Robert bersiap untuk
berjualan.
“Ayo silakan rotinya yang enak!”
“Ayo dibeli … dibeli rotinya,” ucap Robert.
Semua roti habis terjual dan sekarang Robert
pulang. Seketika Robert khawatir dengan Neneknya.
Bagaimana dengan Nenek? Apakah Nenek
baik-baik saja? batin Robert.
Namun, saat dia pulang dan membuka pintu,
Robert melihat Neneknya jatuh pingsan. Ia meminta
tolong kepada orang-orang untuk membawa Nenek
ke rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit, Neneknya
segera dirawat di ruang perawatan.
Di rumah sakit, Robert menangis karena
melihat Neneknya berbaring dan tidak tahu
bagaimana harus membayar atau membeli obat.
Namun dokter keluar dan memberi tahu Robert.
“Dok, bagaimana kondisi Nenek saya?” tanya
Robert.
“Maaf Robert, Nenek kamu dalam kondisi
koma dan harus dirawat sampai kondisinya
membaik,” ucap Dokter.
9
“Apakah pembayarannya cukup besar, Dok?”
tanya Robert.
“Mungkin lumayan besar,” jawab Dokter.
“Oh terima kasih Dok,” kata Robert.
“Sama-sama,” jawab Dokter.
Setelah bertanya pada dokter, Robert
berkeliling jualan roti. Selesai berjualan, Robert
bertemu dengan Kakek Tua yang sedang
mengangkat karung. Robert pun membantu Kakek
Tua itu.
“Kek, mau aku bantu?” tanya Robert.
“Tidak usah, Nak. Kakek bisa sendiri,” jawab
Kakek tersebut.
“Tak apa Kek, biar aku saja,” ucap Robert.
“Ya sudah kalau kamu memaksa,” kata Kakek.
Robert dan Kakek menuju rumah Kakek. Lalu
Kakek berterima kasih kepada Robert.
“Terima kasih, Nak. Kau telah membantu
Kakek,” ucap Kakek.
“Sama-sama, Kek. Aku pergi dulu karena
Nenekku sedang sakit,” jawab Robert.
10
“Tunggu Robert! Kakek akan memberikan
sesuatu kepadamu,” kata Kakek.
“Apa itu?” tanya Robert.
“Ini adalah sawi yang bisa menyembuhkan
segala penyakit,” ucap Kakek.
“Terima kasih Kek,” kata Robert.
“Sama-sama,” jawab Kakek.
Robert senang sekali karena Neneknya akan
sembuh setelah memakan sawi itu. Robert tiba di
rumah sakit dan melihat kondisi Nenek. Kondisinya
membaik. Nenek melihat sayuri di tangan Robert.
“Robert, ada apa di tanganmu?” tanya si
Nenek.
“Oh … Ini sawi, Nek,” jawab Robert.
“Ini akan mempercepat kesembuhan Nenek,”
sambung Robert.
“Ya sudah, Nenek mau memakannya,” ucap
Nenek.
Esoknya Nenek sudah sembuh. Lalu Robert
membayar semua biaya rumah sakit. Robert senang
sekali karena Neneknya sudah sembuh dan ingin
berterima kasih kepada Kakek.
11
HARI MINGGGUKU
Oleh Elvin Mirabel Safira
Hari Minggu kemarin, aku berenang bersama teman-
temanku. Disitu aku sedang tur bersama teman
sekelas dan guruku. Aku berenang di Kenjeran
bersama teman-teman. Di kelasku ada perundung
bernama Naya Anastasya, dia suka merundung
bersama 3 temannya apalagi dia sangat benci
dengan temanku, Felina. Ia sering dirundung oleh
Naya dan 3 temannya. Minggu lalu, Naya bersama 3
temannya mempunyai firasat licik mendorong Felina
ke kolam. Felina pun terjatuh dan tenggelam karena
dia tidak terlalu bisa berenang.
“Bu Guru … Bu Guru … Felina tenggelam,”
ucapku panik.
“Astaghfirullah al-’adziim, terus di mana dia
sekarang?” tanya Ibu Guru.
“Dia masih di kolam, Bu,” jawabku.
“Ayo antar Ibu ke sana!” ajak Ibu Guru.
“Baik, Bu,” jawabku.
12
“Itu Bu … Felina,” aku memberi tahu Bu Guru
sambil menunjuk Felina.
“Ya sudah ayo kita ke sana,” ajak Ibu Guru.
Felina ditolong dan digendong oleh penjaga
tersebut. Felina tidak sadarkan diri sehingga Bu Guru
membawa Felina ke rumah sakit. Sesampai di rumah
sakit, Bu Guru dan aku menuju ruang Unit Gawat
Darurat lalu memanggil Suster yang sedang
menjaga.
“Suster … tolong murid saya,” pinta Ibu Guru
ke Suster.
“Iya, Sus tolong teman saya,” pintaku.
“Baik Bu,” jawab Suster.
“Dokter, tolong murid saya ya Dok,” pinta Bu
Guru panik.
“Muridnya kenapa Bu?” tanya Dokter.
“Murid saya tadi tenggelam,” jawab Ibu Guru
"Ya sudah, saya periksa dulu ya,” ucap Dokter.
“Silakan, Dok,” ujar Bu Guru.
Setelah Felina diperiksa, Dokter memintaku
dan Bu Guru untuk menunggu di luar ruangan. Kami
13
terus berdoa agar Felina cepat sadar. Setelah
menunggu kurang lebih 1 jam, Felina pun sadar.
“Bu Guru saya ada di mana?” tanya Felina.
“Kamu ada di rumah sakit,” jawab Bu Guru.
“Emang saya tadi kenapa?” tanya Felina.
“Tadi kamu tenggelam,” jawabku.
“Kenapa kamu bisa tenggelam tadi?” tanyaku
pada Felina.
“Tadi aku didorong sama Naya,“ jawab Felina.
“Astagfirullah anak itu selalu buat masalah,”
jawab Bu Guru.
“Iya Bu. Naya dan ketiga temannya benci
banget sama Felina,” ucapku.
“Ya sudah nanti Ibu bilang ke Naya,” kata Bu
Guru.
“Ayo Bu ... Fel … Kita balik ke Kenjeran,”
ajakku .
“Iya, ayo!” jawab Felina.
“Ayo!” jawab Bu Guru.
Bu Guru mengurus administrasi rumah sakit,
sedangkan aku dan Felina menunggu di sofa.
Setelah mengurus semuanya, Bu Guru memesan
14
taksi online. Tidak lama, taksi online datang dan kami
pun menuju Kenjeran. Sesampai di Kenjeran, murid
dan guru menghampiri kami.
“Naya kamu ke sini,” Ibu Guru memanggil
Naya tanya Ibu
“Iya Bu, ada apa?” jawab Naya.
“Kamu ngapain dorong Felina?”
Guru.
“Saya nggak sengaja, Bu” jawab Naya dengan
gugup.
“Ibu enggak mau tahu. Kamu minta maaf ke
Felina,” ucap Ibu Guru sambil marah.
“Iya saya akan minta maaf,” jawab Naya.
Naya menghampiri Felina.
“Fel, aku minta maaf ya,” Naya meminta maaf
ke Felina.
“Iya aku sudah maafin kok,” jawab Felina.
“Makasih ya Fel.”
“Iya sama-sama dan mulai sekarang kita
berteman ya,” ajak Felina.
“Iya,” jawab Naya.
15
Ketiga teman Naya menghampiri Felina dan meminta
maaf. Felina memaafkan mereka.
16
HASIL DARI USAHA KERAS
Oleh Alyaa Rafidah Mahdiyyah
Namaku adalah Siska, lahir dari keluarga yang
kurang mampu. Aku mempunyai seorang adik laki-
laki bernama Farel. Ayahku bekerja sebagai tukang
parkir dan Ibuku adalah penjual sayur di pasar.
Setiap hari aku dan Farel membantu ibu berjualan di
pasar.
“Siska … Farel … ayo berangkat, Nak” panggil
Ibu.
“Sebentar, Bu … Farel masih mandi,” sahutku.
Sepuluh menit kemudian kami ke pasar.
Setibanya di pasar, kami melihat penjual yang
sudah merapikan lapaknya karena dagangannya
sudah habis, padahal kami sampai di pasar masih
pukul 06.00. Saya ikut merasakan kebahagiaan
penjual tersebut. Kami menata barang dagangan.
Farel membantu menata sayur, aku menyiapkan
tempat untuk kami duduk dan Ibu memasang tenda
agar kami tidak kehujanan atau kepanasan. Kami
17
menunggu pelanggan datang. Sepuluh menit
kemudian, pembeli mulai menghampiri lapak Ibu.
“Bu Mita, beli sayur bayam dan wortel …
wortel 3 dan bayam 2,” ucap Nyonya Tina.
“Oh ya, Nyonya,” kata Ibu.
Aku memberikan sekantong sayur kepada Nyonya
Tina.
“20.000 Nyonya,” kata Ibu.
Beberapa menit kemudian,
“Bu beli sayur kangkung 3!” kata Riri.
Riri adalah seorang anak yang seumuran
denganku.
“Oke, Nak Riri … semua 12.000,” kata Ibu.
“Makasih Bu,” ucap Riri.
Aku memasukkan 3 buah kangkung.
“Ini Ri …,” kataku sambil memberikan
sekantong kangkung.
“Thanks Sis!” jawab Riri.
Setelah 1 jam dagangan Ibu habis. Kami
beranjak pulang.
TOK … TOK … TOK …
“Siapa ya?” seru Ibu sambil membuka pintu.
18
“Ehh … Pak Rayhan, ada apa? Kok tumben ke
sini,” tanya Ibu.
“Suami Ibu tertabrak mobil, sekarang
keadaannya kritis,” kata Pak Rayhan.
“Hahh …,” Ibu pun terkejut dan menangis.
“Sekarang suami saya di mana Pak?” tanya
Ibu.
“Suami Ibu ada di Puskesmas Jalan Mawar,”
jawab Pak Rayhan.
“Iya pak, saya akan segera ke sana” kata Ibu.
Pak Rayhan pun pamit.
“Ada apa Bu? Kok sedih,” tanyaku.
“Bapak Nak, Bapak …,” jawab Ibu sambil
menangis.
“Kenapa Bapak, Bu?” tanyaku dengan cemas.
“Bapak tertabrak mobil,” jawab Ibu menangis.
Aku pun terdiam sejenak.
“Aa … apa!!” kataku dengan suara pelan.
“Bb … bapak …,” kataku sambil menangis.
Aku, Ibu dan Farel pergi ke puskesmas.
Sampai di puskesmas, kami langsung berlari menuju
ke seorang perawat.
19
“Permisi, ruangan Pak Wari dimana ya, Sus?”
tanya Ibu.
“Di ruangan nomor 15 Bu. Ibu siapanya, ya?”
tanya Suster.
“Saya istrinya, Suster …,” jawab Ibu.
“Oke Bu,” jawab Suster.
“Saya permisi dulu ya Sus,” ucap Ibu.
Kami masuk di ruangan Bapak dirawat. Kami
sedih melihat kondisi Bapak yang tidak berdaya.
“Ibu, jika Bapak sudah tiada, jaga anak-anak
dengan baik,” kata Bapak lemas.
“Pak … jangan ngomong begitu!” kata Ibu.
UHUK … UHUK …
“Sepertinya hidup Bapak tidak lama lagi,” ucap
Bapak.
UHUK … UHUK …
“Selalu nurut ya sama Ibu,” pesan Bapak
sambil melihat anak-anaknya.
“Iya Pak,” jawabku.
Mata bapak tertutup.
“Bapak …” teriak Farel.
“Dokter … Dokter!” panggil Ibu.
20
Dokter memeriksa Bapak,
“Suami Ibu sudah tiada, maaf kami sudah
melakukan semua hal tapi Tuhan berkehendak lain,”
kata dokter.
“Bapak …,” aku menangis.
“Saya turut berduka cita,” ucap dokter.
“Iya, Dok,” jawab Ibu.
“Saya permisi ya …” pamit Dokter.
Waktu berlalu, hampa rasanya hidup tanpa
Bapak. Biasanya Bapak mengajak kami ke taman
setiap minggu. Masih terdengar keras di telingaku
nasihat Bapak semasa hidupnya.
Aku ingin membahagiakan Ibu dengan
mewujudkan cita-citaku menjadi seorang dokter. Aku
semakin giat belajar. Aku mengikuti beberapa
perlombaan untuk melatih kemampuanku. Di setiap
ajang perlombaan itu, aku selalu masuk dalam urutan
juara di 3 besar.
Aku sempat mendapatkan juara satu
kejuaraan matematika tingkat nasional. Melalui
prestasi yang aku miliki, senang rasanya bisa
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan
21
sekolahku. Aku dikirim ke New York dan mengikuti
lomba Matematika tingkat internasional.
Alhamdulillah, aku meraih juara dua dan
mendapatkan uang dua puluh juta, piala, sertifikat,
beasiswa, dan bingkisan.
Seusai pulang dari New York, aku masih tetap
selalu membantu Ibu berjualan di pasar. Aku teringat
sebelum pulang, kami selalu membeli empat nasi
bungkus terlebih dahulu. Kemudian kami
memakannya di rumah. Saat sudah selesai, tersisa
satu nasi bungkus tentu untuk Bapak.
Tapi sekarang, aku kangen sama Bapak.
Semoga Bapak tenang di alam sana, doaku dalam
hati.
Farel tumbuh menjadi anak pintar. Farel juga
mendapatkan beasiswa.
Beberapa tahun kemudian, aku mengikuti
sekolah kedokteran dengan mengikuti program
beasiswa. Aku berhasil lulus dengan nilai terbaik. Ibu
sangat bangga padaku. Ibu sekarang sudah tidak
perlu bekerja karena sudah tua. Tanpa kami sadari,
umur Ibu sudah hampir 60 tahun.
22
Farel sendiri berhasil mewujudkan impiannya
menjadi profesor. Setelah lulus, keberuntungan kami
langsung mendapatkan pekerjaan. Namun, kami
masih tinggal bersama dengan Ibu.
“Assalamualaikum …,” salamku dengan
penuh kebahagiaan.
“Waalaikumsalam …,” jawab Ibu.
“Bu, aku sudah mendapatkan izin praktek
menjadi dokter!” kataku.
“Wah … selamat Nak!” puji Ibu.
“Aku juga sudah bekerja menjadi seorang
profesor di Universitas, Bu …,” kata Farel.
“Selamat ya Farel!” ucap Ibu.
“Selamat ya, Dik!” kataku.
“Terima kasih Kak. Kamu juga, selamat ya!”
jawab Farel.
Ibu mencium keningku dan kening Farel, kami
berpelukan. Aku mulai bekerja menjadi dokter. Setiap
hari ia bekerja di rumah sakit. Ibu benar-benar
bangga dengan pencapaian anak-anaknya.
Keluargaku pun hidup bahagia walau tanpa Bapak.
23
MAINAN YANG RUSAK
Oleh Quaneisha Naura Sumarno
Pagi hari pukul 7.00 aku terbangun dari tidurku. Aku
langsung membersihkan tempat tidur. Tepat pukul
7.30 aku beranjak ke kamar mandi untuk
membersihkan badan. Selesai mandi aku menuju
tempat makan, di dapur aku melihat Ibu sedang
memasak. Aku menghampirinya.
“Hari ini Ibu masak apa?” tanyaku.
“Hari ini Ibu memasak mie ayam,” jawab ibu.
“Aku ingin membantu Ibu,” ucapku memaksa.
“Tidak usah, Ibu bisa mengerjakannya sendiri”
Tanpa menjawab omongan Ibu, aku langsung
pergi keluar dari dapur.
Pukul 12.30 aku memutuskan untuk tidur. Aku
terbangun pukul 14.30. Ibu memanggilku dan
menyuruhku untuk makan.
“Kemari. Panggil Kakakmu juga untuk makan,”
seruIbu dari dapur.
“Iya Bu,” jawabku
24
Aku pun pergi menghampiri Kakakku untuk mengajak
makan bersama, kakakku bernama Artika.
“Kak ayo makan,” ajakku.
Tidak ada sahutan apapun. Aku segera memasuki
kamarnya. Aku melihat dia sedang tertidur,
menyebalkan bukan?
“Kak ayo bangun!” ucapku sangat keras,
namun ia masih tertidur pulas.
“Ayo bangun! Ibu menyuruh kita makan
bersama,” ucapku sambil mematikan AC karena aku
tahu Kakakku akan terbangunjika AC kondisi mati.
“Cepatlah bangun!” kataku.
“Ada apa?” ucapnya dengan malas-malasan.
“Ibu telah menyiapkan makanan untuk kita.
Cepatlah mandi kemudian makan” ucapku.
“Pergilah nanti aku akan menyusulmu”
katanya.
“Huh dasar,” kataku sambil menggerutu.
Aku pun keluar dari kamarnya dan menuju ke
ruangan makan untuk makan siang. Aku tidak
terbiasa makan pagi. Sesampainya di tempat makan,
aku mulai memakan mie ayam buatan Ibu
25
“Ini sangatlah enak” ucapku kegirangan.
Setelah itu aku pergi ke kamar Kakakku untuk
memastikan bahwa ia sudah terbangun. Di kamarnya
aku melihat ia masih tertidur.
“Cepatlah bangun ini sudah hampir pukul
14.30 dan kau masih tertidur,” ucapku sedikit marah.
“Iya … aku akan bangun,” kata Kakakku.
Ia pun beranjak bangun dari tidurnya dan
keluar kamar. Aku tidak tahu dia akan pergi kemana.
Aku masih di kamar Kakakku. Aku melihat AC yang
aku matikan tadi kini menyala.
Dasar!!! batinku.
Aku pun mematikan AC dan keluar dari kamar
Kakak. Aku mendengar suara orang sedang mandi di
kamar, aku langsung menyimpulkan itu adalah
Kakak. Tanpa pikir panjang aku pergi ke kamarku
untuk menonton series TV kesukaanku. Beberapa
menit setelah itu aku bosan dan keluar kamar
kemudian pergi menuju ruang tamu. Di sana Aku
melihat Kakak sedang menonton TV.
“Ayo bermain Kak,” ajakku
26
“Ayo! Keluarkan barbiemu. Kita akan bermain
barbie,” ucapnya.
Aku menuju kamar dan mengambil barbieku
kemudian membawanya ke ruang tamu.
“Ini dia. Ayo bermain,” ucapku dengan senang.
“Ayo,” jawab Kakak.
Kami pun mulai bermain. Setelah lama
bermain Kakak merusakkan satu bonekaku.
“Lihat!! Ini aku tidak sengaja merusakkan satu
boneka mainanmu. Maafkan aku,” ucap
Kakakmerasa bersalah.
“Ibu mainanku rusak gara-gara Kakak,”
ucapku sambil menangis.
“Aku tidak sengaja merusaknya Bu,” balas
Kakak berteriak.
“Ada apa? Ada apa ini? Kenapa kalian
bertengkar,” tanya ibu kebingungan.
“Kakak merusak mainanku, Bu”
“Dia tidak mau menggantinya,” ucapku sambil
menunjuk Kakak.
“Aku tidak sengaja, Bu,” balas Kakak.
27
“Sudah … sudah. Cepat minta maaf, sengaja
atau tidak kamu harus bertanggung jawab,” ucap Ibu
sambil melihat kakak.
“Ya tidak apa-apa. Kumaafkan,” ucapku.
“Sebagai gantinya, ayo pergi ke toko barbie.
Aku akan membeli mainan yang baru,” ucap Kakak.
“Ayo,” ucapku dengan ekspresi sangat
senang.
Aku ganti baju begitu juga dengan Kakak.
Setelah ganti baju, ia memesan taksi untuk
mengantar kami ke toko Barbie. Sesampai di toko,
aku melihat Barbie yang sangat bagus.
“Pilihlah,” ucap Kakak.
Setelah beberapa menit aku pun memilih satu
Barbie.
“Ini saja, Kak,” ucapku sambil membawa
barbie pilihanku.
Kakak membawa Barbie pilihanku ke kasir
untuk membayarnya.
“Totalnya Rp 80.000 ya Kak,” ucap penjual.
Kakakku pun memberikan uangnya. Setelah
itu kita pulang.
28
SAHABAT SEJATI PASTI PEDULI
Oleh Agnes Bunga Zivania
Agnes mempunyai sahabat yang bernama Nayla.
Nayla adalah teman Agnes sejak kecil. Nayla
berwajah cantik dengan rambut sebahu. Ia tinggal
seorang diri bersama ibunya dikarenakan ayahnya
sudah lama meninggal. Nayla menjadi anak yatim
sejak berusia 4 tahun. Saat ini usia Nayla 10 tahun,
seumuran dengan Agnes. Meski Agnes dan Nayla
tidak sekolah di tempat yang sama, pertemanan
mereka tetap terjalin baik.
Keesokan hari Nayla datang ke rumah Agnes
untuk minta tolong menemaninya membeli buku dan
keperluan sekolah lainnya.
TOK … TOK … TOK ….
“Asalamualaikum Agnes,“ sapa Nayla.
“Waalaikumsalam,” sahut Agnes.
“Eh, Nayla. Ada apa, Nay?” lanjut Agnes.
“Ikut aku yuk Nes, beli perlengkapan sekolah!”
ajak Nayla.
29
“Di mana, Nay?” tanya Agnes.
“Di Toko Buku Barokah di ujung jalan,” jawab
Nayla.
“Hayuk … Kita naik sepeda saja ya, Nay
supaya cepat sampai,” ajak Agnes.
“Terserah kamu saja Nes,” jawab Nayla.
Lalu Agnes dan Nayla naik sepeda
berboncengan menuju toko buku Barokah.
Sesampainya di toko buku, Nayla mencari-cari buku
yang ingin dibelinya. Tidak hanya buku saja, Nayla
juga membeli alat tulis seperti pensil, bolpoin,
penggaris, dan jangka. Setelah sudah cukup, Nayla
membawa belanjaannya tersebut di kasir. Ternyata
setelah dijumlah seluruhnya, uang Nayla kurang
5.000 dari total 20.000.
“Nes, ternyata uangku kurang,” kata Nayla.
“Kurang berapa,Nay?” tanya Agnes.
“Kurang 5.000 Nes,” jawab Nayla.
“Oh, cuma 5.000? Aku ada kok, ini uangnya,”
sahut Agnes sambil menyodorkan selembar uang
5.000 ke Nayla.
“Aku pinjam dulu ya Nes,” jawab Nayla.
30
“Gak usah Nay, kamu pakai saja enggak usah
dikembalikan,” jawab Agnes.
“Tidak Nes, namanya juga hutang, jadi harus
dikembalikan,” jawab Nayla.
“Tidak Nay, itu uang aku kasih kok, jadi
enggak usah dianggap hutang,” jawab Agnes lagi
sambil tersenyum
“Ya udah Nes, terima kasih ya, kamu memang
sahabatku yang sangat baik,” sahut Nayla sambil
memegang tangan Agnes dan membalas senyuman
Agnes.
Kemudian Nayla membayar kekurangan uang
belanja yang diberi oleh Agnes. Selanjutnya mereka
berdua pulang ke rumah, di tengah perjalanan hujan
pun turun. Mereka kaget dan segera mencari tempat
untuk berteduh. Kebetulan ada warung kosong
sehingga mereka berdua berteduh di sana. Selang
setengah jam, hujan mulai reda, lalu mereka berdua
melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Agnes, ternyata Ibu
Nayla sudah menunggu di rumah Agnes ditemani
31
Mama dan Papa Agnes. Mereka bertiga terlihat
sangat khawatir.
“Dari mana saja kamu Nayla, Ibu mencarimu
ke mana-mana!” tanya Ibu Nayla.
“Maaf Bu tadi Nayla tidak pamit sama Ibu
karena sedang tidur pulas. Nayla tidak mau
mengganggu Ibu sedang tidur,” jawab Nayla.
“Nayla ‘kan bisa bangunkan Ibu!” jawab Ibu
Nayla.
“Ibu sempat khawatir terjadi apa-apa sama
kamu Nayla. Apalagi tadi sempat hujan deras,” jelas
Ibu Nayla.
“Maafkan Nayla Bu. Nayla janji tidak akan
mengulanginya lagi. Tadi Nayla pergi sama Agnes
hanya untuk membeli buku,” jawab Nayla.
“Iya Tante, maafkan kami, jangan marahi
Nayla,” sahut Agnes.
“Ya sudah, lain kali kalau kalian berdua mau
pergi harus izin terlebih dahulu. Supaya kami tidak
khawatir,” sahut Papa Agnes.
“Iya Pa … Iya Om …” sahut Nayla dan Agnes
bersamaan.
32
Kemudian Nayla dan Ibunya pamit pulang ke rumah
Beberapa hari kemudian di Minggu pagi,
Agnes dan kedua orangtuanya sedang olahraga pagi
melewati depan rumah Nayla. Mereka terkejut, di
rumah Nayla ada banyak orang berkerumun di rumah
Nayla. Lalu Agnes dan kedua orang tuanya
menghampiri rumah Nayla. Mereka melihat Nayla
menangis meratapi Ibunya yang sedang terbaring
sakit di tempat tidur. Kemudian Papa Agnes
mengecek tubuh Ibu Nayla dan ternyata badan Ibu
Nayla panas tinggi dan menggigil.
“Sejak kapan Ibu kamu sakit?” tanya Papa
Agnes.
“Sejak 2 hari yang lalu Om, saat Ibu mencari
Nayla. Ibu kehujanan. Sejak itulah Ibu sakit panas
hingga sekarang,” jawab Nayla.
“Ibu sudah minum obat tapi tidak kunjung
membaik,” lanjut Nayla.
“Kalau gitu, Ibumu harus dibawa ke rumah
sakit untuk diperiksa dokter secara intensif,” kata
Papa Agnes memberi saran.
33
“Jangan Om, Ibu jangan dibawa ke rumah
sakit,” jawab Nayla takut.
“Loh kenapa?” tanya Papa Agnes.
“Kami tidak punya uang Om untuk biaya
rumah sakit,” jawab Nayla sedih.
“Untuk masalah biaya rumah sakit, Nayla tidak
usah khawatir, nanti Om bantu. Saat ini yang penting
Ibumu harus secepatnya ditangani dokter,” jawab
Papa Agnes menenangkan.
“Iya Nay, benar apa yang dikatakan Papa
Agnes tadi,” sahut mama Agnes.
“Iya Tante, terimakasih,” jawab Nayla.
Kemudian Papa Agnes membawa Ibu Nayla
dan dibantu oleh tetangga Nayla. Sesampainya di
rumah sakit setelah diperiksa oleh dokter, ternyata
ibu Nayla terkena sakit tipes. Ibu Nayla harus dirawat
di rumah sakit selama beberapa hari.
Setelah 5 hari, Ibu Nayla sembuh dan
diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dijemput oleh
Agnes sekeluarga, Ibu Nayla berterima kasih kepada
orangtua Agnes karena sudah membiayai rumah
sakit dan banyak membantu ia dan Ibunya.
34
BERLIBUR KE DESA
Oleh Inez Nova Aulya
Suatu hari, saya dan keluarga sedang berlibur ke
desa. Kami sekeluarga ke desa naik bus. Di dalam
bus ada orang berjualan makanan dan minuman. Di
dalam bus juga ada pengamen. Selain itu bus yang
saya tumpangi berhenti di setiap terminal. Di
perjalanan saya tertidur hingga sampai tujuan.
Setiba di Madiun, saya dan keluarga
beristirahat sejenak, kemudian kami mandi sore
supaya badan menjadi segar. Lalu kami makan
malam dengan menu khas Madiun, contohnya nasi
pecel. Selesai makan malam, kami sekeluarga pergi
ke Alun-Alun Madiun. Suasana di sana sangat bagus
karena banyak lampu yang berkelap-kelip. Banyak
penjual dan pengunjung yang bermain serta ada
yang menyalakan kembang api.
Udara malam hari sangat dingin dan sejuk.
Banyak anak-anak bermain.
“Hai Ayu, bolehkah ikut bermain?” kataku.
35
“Boleh Nez,” jawab Ayu.
Di depan rumah banyak penjual yang lewat,
seperti orang jualan bakso, mie ayam, dan lain-lain.
Kami sekeluarga membeli bakso dan baksonya
sangat enak. Selesai makan bakso, kami pun santai
sejenak sambil berbincang dengan sanak saudara
hingga jam menunjukkan pukul 21.00, kami semua
mulai tidur.
Hari sudah mulai pagi. Kami bangun, mandi
dan tak lupa Salat Subuh. Selesai salat, saya dan
saudara jalan-jalan pagi dengan udara sangat sejuk
dan segar. Pemandangan di desa sangat indah dan
asri. Banyak pepohonan dan bunga-bunga, sawah
yang hijau, kabut putih menyelimuti bukit.
Pukul 07.00, kami balik ke rumah dan istirahat
sejenak, mandi dan sarapan pagi. Dengan hati
gembira, kami sarapan dengan lahap dan minum
secangkir teh.
Kami sekeluarga menginap di desa hanya
beberapa hari saja. Berkunjung ke rumah sanak
saudara yang lainnya. Kami semua berkumpul dan
36
bersenda gurau. Bahagia bisa bertemu dengan
sanak saudara .
Ketika di rumah Mbah Prapti, saya izin
meminta buah mangga.
“Mbah, bolehkah saya meminta buah
mangganya?” ucapku.
“Boleh saja, Nez. Ambil yang banyak,” jawab
Mbah Prapti.
Kami juga di suguhi berbagai macam makanan
seperti sate, mie ayam, rujak dan minuman.
“Ayu ... Ayu ...” seruku.
“Iya ada apa Nez?” jawab Ayu.
“Ayo bermain,” ucapku.
“Aku bosen di rumah nih,” ucapku lagi.
“Ayo lah … masuk,” jawab Ayu.
Seperti anak kecil pada umumnya, aku dan
Ayu bermain keluarga-keluargaan. Boneka ku yang
menjadi ibu tiri, boneka Ayu menjadi Cinderella.
Disaat sedang asyik bermian, tiba-tiba…
KREK ... KREK ....
Boneka Ayu tidak sengaja kuputuskan. Ayu
menangis dan mengadu ke orang tuanya. Aku
37