The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Langkah Ananta adalah karya Gendis Sewu SDN Banyu Urip 3 Surabaya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sawahansurabaya, 2022-06-19 23:08:16

Langkah Ananta

Langkah Ananta adalah karya Gendis Sewu SDN Banyu Urip 3 Surabaya.

Keywords: Antologi Cerpen

CANDAAN YANG BERAKHIR CELAKA

Oleh Callista Azizah

Callista adalah anak berumur 12 tahun. Ia terlihat
jarang berkumpul bersama dengan anak lain
seusianya. Suatu hari ia melihat Zahra sedang
bermain dan April yang sedang tidur. Ia beristirahat
di bawah pohon. Setiap kali menengok ke arah Zahra
dan April, Callista selalu merasa ingin untuk bermain
bersama mereka. Namun, perasaan tersebut
seringkali kalah dengan rasa takut akan penolakan.
Shafa adalah satu-satunya teman Callista karena
mereka sama-sama memiliki sifat jahil.

Hari itu Callista dan Shafa mengajak April dan
Zahra untuk berenang bersama.

“Hai apa kamu ingin renang?” ajak Calista
pada Shafa membuyarkan sendiri lamunannya.

“Iya, kenapa?” kata Shafa sambil berjalan
melewati Callista.

“Kalau begitu aku ikut,” Calista pun ikut.
“Ayo ikut juga, Zahra,” ajak Calista.

88

“Apa? Renang? Aku ‘kan enggak bisa
berenang,” jawab Zahra.

“Oh iya aku lupa,” kata Calista.
“Iya nanti aku ajarin cara berenang,” ucap
Shafa.
“Oke deh aku setuju. Yuk April, ikut kami
berenang!” kata Zahra.
“Ayo kita berangkat,” kata Shafa.
“Oke …,” sahut April mendekat.
Akhirnya mereka berangkat ke kolam renang.
Setelah sampai, mereka mengganti baju renang.
Kemudian mereka melakukan pemanasan. Setelah
itu, Callista, Shafa, dan April langsung berenang.
Sedangkan Zahra masih di samping kolam renang,
merasa tidak cukup percaya diri untuk masuk ke
kolam renang.
“Ayo masuk kolam, Zahra!” ajak Callista.
“Ayo Zahra. Aku ajarin,“ kata Shafa.
“Iya, terima kasih Shafa,” kata Zahra sambil
tersenyum.
“Ayo kita berenang bersama-sama,” kata
Calista.

89

“Aku punya ide. Bagaimana kalau kita kagetin
Zahra?” ajak Shafa pada Callista sambil berbisik

“Oke. Ayo kita kagetin Zahra!” kata Calista
mengiyakan.

“1, 2, 3… dooooor!!!” Callista dan Shafa
berteriak pada Zahra saat ia mencoba masuk kolam
renang.

BYUURR ….
Benar saja, Zahra kaget dan langsung
terjatuh. Lengan dan kakinya tergores pinggiran
kolam renang yang tajam. Ia terluka dan berdarah
cukup banyak. Darah yang keluar dari luka Zahra
terlihat di air kolam renang.
“AAAAAAAA … sakiiitttt …,” keluh Zahra
menangis.
“Duh, kalian sih! Jahil sekali! ‘Kan berbahaya
bercanda seperti itu!” ucap April kesal.
“Lalu gimana ini Zahra terluka?” lanjut April
marah dan bingung.
“Ayo teman-teman kita bantu Zahra,” kata
Shafa menyesal dan panik

90

“Tolong temanku di dalam kolam! Ia terjatuh
dan terluka,” kata Calista berlari ke arah orang-orang
dewasa yang duduk di dekat kolam.

Akhirnya dua orang datang mendekat,
mencoba melihat dan membantu Zahra. Mereka
membawa Zahra keluar dari kolam renang untuk
melihat luka Zahra.

“Ini gimana bisa luka seperti ini?” tanya salah
satu orang yang membantu mereka.

“Mereka mengageti Zahra yang tidak bisa
berenang! Akhirnya Zahra kaget dan jatuh.
Sepertinya terkena keramik di pinggir kolam, Pak!”
ucap April kesal sambil menunjuk pada Callista dan
Shafa.

“Bercanda yang baik, ya! Ini teman kalian
lukanya cukup dalam. Harus dibawa ke rumah sakit!”
jawab orang yang membantu mereka memperingati.

Callista dan Shafa hanya bisa terdiam
ketakutan. Mereka merasa bersalah karena sampai
melukai temannya akibat keusilan mereka sendiri.
Zahra pun langsung dibawa ke rumah sakit oleh

91

penjaga kolam renang, Shafa, Callista, dan April
segera mengikuti.

Sampai di rumah sakit, Zahra langsung
dibantu oleh dokter di Unit Gawat Darurat karena
kecelakaan yang ia alami di kolam renang. Callista,
Shafa, dan April menemani Zahra. Tak lama orang
tua Zahra datang. Mereka terlihat khawatir dan
langsung melihat keadaan Zahra. Setelah selesai
diobati, Zahra langsung pulang bersama kedua
orangtuanya.

Paginya, Callista dan Shafa bermain di
lapangan. Terlihat banyak anak lain seusia mereka
sedang berkumpul. Mereka mendengar kecelakaan
dan keusilan yang terjadi pada Zahra di kolam
renang. Callista dan Shafa pun dijauhi oleh teman-
teman sebayanya karena keusilan mereka sendiri
yang sudah sampai membahayakan orang lain.
Akhirnya mereka hanya berteman satu sama lain
saja, karena anak-anak lain menjauhi mereka karena
tidak ingin mengalami kejadian seperti yang dialami
Zahra.

92

RAMADAN

Oleh Faradilla Nur Aisyah

Bulan suci Ramadan telah kembali, aku dan keluarga
berpuasa. Aku bangun lebih awal untuk
membangunkan anggota keluarga. Kami sahur
bersama. Setelah selesai sahur, aku mencuci piring
dan gelasku. Kemudian aku membersihkan tempat
tidur serta menyapu dan mengepel lantai.

KUKURUYUUUK ….
Matahari mulai masuk ke ruangan. Aku
menyiapkan seragam dan merapikan alat-alat
sekolahku. Sisa waktu kugunakan untuk bermain
sebentar bersama Adik.
“Hiks … Hiks … Hiks …,” suara Adik
menangis.
“Kenapa Adik menangis?” tanyaku sambil
memperhatikannya.
Ternyata kaki Adik bentol-bentol kena gigitan
semut. Aku bingung.
Ibu pasti marah kalau tahu, batinku.

93

Aku pergi ke kamar Adik untuk mencari
minyak kayu putih dan bedak. Kuoleskan bedak ke
kaki Adik.

“Kenapa Adik …?” seru Ibu dari dapur.
“Digigit semut, Bu,” jawabku dengan
ketakutan.
Ibu marah dan aku hanya bisa minta maaf.
Beberapa saat kemudian, Adik tertidur. Aku
menyesal karena tidak tahu ternyata ada lubang
semut di dekat tempat duduk adik saat tadi bermain.
Akhirnya aku hanya diam menunggu waktu
menjelang siang agar aku bisa bersiap ke sekolah.
Kegiatan belajar di sekolahku dimulai pukul
10.30, aku berangkat pukul 10.00 karena ada piket
kelas. Sampai di sekolah, teman piketku belum
datang. Aku meletakkan tas di bangku. Lalu aku
mulai membersihkan kelas sendiri, piket hampir
selesai saat temanku baru datang.
“Maaf ya … aku terlambat piket,” kata
temanku.
“Terlambatnya banyak … ini udah mau selesai
…,” sahutku.

94

Kami membersihkan kelas bersama. Teman-
teman mulai datang.

Entah kenapa aku merasa hariku buruk.
Walaupun begitu aku senang bisa membantu
petugas kebersihan untuk membersihkan kelas. Aku
senang bisa kembali sekolah dengan kondisi normal
seperti dulu. Aku rindu para guru dan teman-teman
di sekolah.

Jam pelajaran berakhir, waktunya kembali ke
rumah. Sampai di rumah, aku melepas sepatu dan
menaruh ke rak sepatu. Aku melepas seragam dan
menggantungnya di jemuran teras rumahku. Aku
meletakkan tas, kemudian mandi dan melaksanakan
salat Zuhur.

Di rumah, aku bermain dan menjaga Adik.
Setelah lelah bermain, Adik pun tertidur setelah aku
membantu menidurkannya. Kemudian aku tidur siang
pukul 13.30. Pukul 15.30 aku bangun dan mandi
untuk salat Asar. Selesai salat, aku membersihkan
tempat tidur dan menyapu serta merapikan buku.

Kemudian, aku membantu Nenek berjualan es
degan dan es sinom di depan gang. Aku suka

95

berjualan karena pernah punya pengalaman
berjualan kacamata saat di kelas dua dan tiga.
Sambil membantu Nenek berjualan, aku belajar
Matematika.

Selesai membantu berjualan, kami pulang
untuk mempersiapkan buka puasa di rumah. Sambil
menunggu azan Magrib, aku menonton televisi
sebentar sebelum selanjutnya aku mengaji dan
mengajarkan Adik membaca Iqra. Saat azan Magrib
berkumandang, aku membatalkan puasa dan pergi
ke musala dekat rumah untuk salat Magrib.

Selesai salat, para jamaah berbuka bersama
dengan makan kurma dan susu mengikuti sunnah
Rasul. Aku pulang ke rumah untuk makan bersama
keluarga dan bermain bersama Adik sambil
menunggu azan Isya. Kami sekeluarga
melaksanakan salat Tarawih bersama di musala.

96

KISAHKU

Oleh Linda Wati

Ibuku mempunyai dua anak perempuan yaitu aku,
Linda Wati dan Adikku, Nurul Aisyah. Aku selalu
malas jika diminta membantu pekerjaan Ibu di rumah.
Sedangkan Adikku suka membantu Ibu. Kadang aku
iri dengan adik karena selalu diberi uang jajan lebih.

“Adik, kenapa kamu selalu mendapat uang
jajan lebih banyak dari saya ?” tanyaku.

“Kakak harus bantu Ibu, jika Kakak ingin
dapat uang jajan tambahan seperti aku,” jawab
Aisyah.

“Baiklah …,” jawabku.
Mulai besok bantu Ibu ahhh … agar
pekerjaan Ibu jadi lebih ringan dan semoga uang
jajanku bertambah seperti Adik, batinku.
“Terima kasih Adik, sudah bantu
mengingatkanku untuk membantu Ibu,” ucapku
senang.
Ayahku bekerja sebagai seorang sopir,
beliau sering pulang larut malam. Sepulang kerja

97

Ayah pasti sudah lelah. Ibu selalu menyiapkan
minuman hangat untuk Ayah. Agar dapat
menghilangkan rasa lelahnya, biasanya aku memijat
kaki Ayah.

Suatu malam ketika aku sedang memijat
kaki Ayah, tiba-tiba Adik mendekat dan memeluk
Ayah.

“Ayah … aku minta maaf ya, karena selalu
marah ketika Ayah pulang larut malam,” ucap Adik.

“Iya … ayah bekerja ‘kan untuk kalian
semua,” jawab Ayah.

“Kami sangat bangga pada Ayah,” ucapku
bersama Adik sambil memeluk Ayah.

Ayah merupakan tulang punggang keluarga
yang sangat bertanggung jawab dan penyayang.

Adik suka bermain di dalam rumah. Aku
sering membantu membereskan dan membersihkan
ruangan serta mengembalikan mainan ke tempatnya.
Hal ini terjadi karena Adik sering ketiduran ketika
bermain. Ketika Adik terbangun,

“Kak … mana mainanku ?” tanya Adik.

98

“Sudah Kakak beresin dan Kakak taruh di
tempat permainan biasanya,” jawabku.

“Terima kasih Kakak, tetapi aku masih mau
main lagi … apa boleh?” tanya Adik.

“Boleh … selesai mainan nanti dibereskan
ya?” jawabku sambil tersenyum.

“Iya, Kak,” jawab Adik.
“Kakak takut ntar Ibu marah kalau ruangan
Adik berantakan,” ucapku.
“Terima kasih sudah diingatin, Kak,” jawab
Adik.
Setelah bermain, Aisyah membereskan
mainannya kembali sehingga rumah tetap rapi dan
Ibu tidak marah.

99

SAHABAT SEJATI

Oleh Atika Deva

Ada dua anak yang bersahabat, mereka bernama
Keynaya Wulandari dan Nayra Amrita. Walaupun
mereka lahir bersama, Keynaya memiliki
keterbatasan fisik yang tidak sempurna, sedangkan
Nayra memiliki kondisi yang lebih baik.

“Key … sini deh cepetan, Aku ada sesuatu
buat kamu …,” panggil Nayra.

“Sebentar … sabar dikit napa sih, kamu tahu
‘kan saya gak bisa lihat,” jawab Keynaya dari balik
pintu.

Keynaya memiliki keterbatasan fisik tetapi dia
tidak pernah mengeluh. Ia lahir dengan kondisi
tunanetra, tetapi tidak membuatnya berkecil hati.
Semangatnya menjalani hidup tak pernah padam.
Secara fisik matanya tidak sanggup melihat warna-
warni dunia. Tapi mata hatinya sanggup melihat jauh
ke dalam kehidupan seseorang.

100

Sejak berusia tiga tahun, Keynaya sudah
bersahabat dengan Nayra Amrita.

Seperti sore ini, Nayra sudah berada di rumah
Key. Mereka berbincang-bincang bersama sambil
menemani Key melukis.

“Key … lukisan kamu bagus banget, kamu
ngadain pameran tunggal ya …biar seluruh orang
tau bakat kamu,” kata Nayra.

“Doakan aku ya Nay, agar berhasil,” jawab
Key.

***
“Dua bulan lagi aku ikut mengisi pameran
agar seluruh orang tau dan dapat melihat bakat
serta karyaku,” kata Key.
“Secepat itu … emang kamu sudah siap?
kalau belum siap jangan memaksakan diri,” ucap
Nayra.
“Bismillah siap …,” jawab Key.

101

“Ya sudah … oh iya aku ada hadiah nih buat
kamu,” kata Nayra.

“Makasih ya …,” jawab Key sambil
tersenyum.

“Iya sama-sama …,” kata Nayra.
Key … aku bangga sama kamu, dengan
keterbatasan yang ada tetap bisa menjalani hidup
dengan bahagia, dalam hati Nayra kagum dengan
usaha dan semangat Key.
Waktu pameran pun tiba, semua pengunjung
mengapresiasi karya Key dengan sangat baik.

102

PENYAKITKU

Oleh Tsania Qothrun Nada

Namaku Tsania. Aku lahir di kota Surabaya,
bertepatan tanggal 09 Juni 2011. Sejak usia 3 tahun
aku terkena penyakit Henoch Schonlein Purpura.
Menurut Dokter Spesialis Anak, penyakit ini berasal
dari Australia. Gejalanya antara lain adalah timbul
bintik-bintik merah di tubuh, sakit perut, dan lemas.
Saat pertama kali mengidap sakit ini, aku melalui
masa pengobatan yang cukup lama yakni hampir dua
bulan. Di masa itu, aku harus sering mengontrol
kesehatanku ke dokter secara teratur sampai
tubuhku membaik.

Setelah aku berumur tujuh tahun, penyakit ini
muncul lagi. Lebih parahnya, kondisi kesehatan
tubuhku semakin memburuk. Aku harus masuk ruang
ICU karena kondisi yang buruk. Selama di ICU, aku
tidak boleh dijenguk walaupun oleh keluargaku. Kala
itu, Ibu sesekali berkonsultasi kepada Dokter yang
menangani penyakitku.

103

“Dok, sebenarnya anak saya sakit apa? Kok
sampai seburuk itu kondisinya?” tanya Ibuku.

“Begini Bu, dulu saat pertama kali anak Ibu
terkena Henoch Schonlein Purpura, virus tersebut
sudah menjangkit ke seluruh tubuh. Sehingga virus
tersebut sudah menjangkiti usus besar,” jelas Dokter.

“Jadi saya harus bagaimana, Dok? Apakah itu
bahaya bagi anaknya?” tanya Ibuku lagi.

“Satu-satunya jalan, harus di operasi.
Kemudian kita lihat perkembangannya melalui hasil
laboratorium dan rontgen, lalu kita lakukan
pengobatan berjalan,” jelas Dokter.

Setelah menjalani pengobatan selama tiga
hari, Alhamdulillah aku diperbolehkan keluar dari
ruang ICU dan dilanjutkan di ruang inap. Lalu aku
diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena
keadaanku sudah membaik tetapi setiap satu bulan
sekali aku diharuskan kontrol ke rumah sakit untuk
cek urin.

Setelah beberapa bulan, keadaanku
berangsur membaik. Namun aku diharuskan minum
obat selama dua hari sekali agar imunku tetap kuat.

104

Dokter juga menyampaikan pantanganku terhadap
makanan. Apabila aku patuh pada aturan makan dan
gaya hidup sesuai yang disarankan oleh dokter,
maka aku bisa sembuh.

105

HARI SENIN YANG ASYIK

Oleh Devanka Arya

KUKURUYUK … KUKURUYUK …
Suara ayam berkokok membangunkan warga
kampung. Aku terbangun dan beranjak mandi.
Selesai mandi, kusiapkan seragam lalu sarapan
dengan ayam goreng. Ya … ayam goreng adalah
makanan favoritku. Selesai sarapan, aku berangkat
sekolah dengan Bayu dan Ramadan.

KRING … KRING ….
Suara sepeda bersama teman-teman
berangkat ke sekolah. Sampai di sekolah, aku dan
teman-teman langsung masuk kelas. Pukul 07.00
kelas dimulai. Ibu Guru menyapa murid-muridnya.
“Selamat pagi anak-anak,” sapa Ibu Guru.
“Selamat pagi, Bu,” jawab semua murid.
Bu Guru menyuruh semua murid untuk
mengeluarkan buku Matematika. Aku mencari buku
dalam tas, ternyata tidak ada dan tertinggal di rumah.
Aku pun meminta maaf kepada Ibu Guru.

106

“Ibu, maaf saya lupa tidak membawa buku,”
kataku.

“Enggak apa-apa. Kamu bisa gabung dengan
temanmu,” ucap Ibu Guru.

Bu Guru dan semua murid melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Selesai jam pelajaran
pertama, bel istirahat berbunyi,

KRING … KRING … KRING ….
Semua murid istirahat. Aku makan bekal yang
dibawakan Ibu. Selesai istirahat, aku dipanggil Pak
Yaqin untuk ke perpustakaan, kemudian dikasih
selembar kertas.
“Ada tugas dari Pak Yaqin untuk membuat
karya cerpen,” ucap Pak Yaqin.
Ternyata tidak hanya aku saja yang disuruh membuat
karya cerpen, ada teman-teman yang lain juga.
“Hai boleh menulis cerita tentang hewan?”
tanyaku.
”Tidak boleh,” jawab temanku.
Aku menghapus semua tulisan tentang hewan
dan mengulang kembali.

107

Ketika aku dan teman-teman membuat
cerpen, Bu Ayu datang ke perpustakaan. Bu Ayu
menghampiri kami. Bu Ayu menanyakan apakah ada
kesulitan dalam membuat cerpen.

“Bu Ayu bisa membantu saya mengerjakan
cerpen,” kataku.

“Kenapa, Dek?” kata Bu Ayu.
“Saya bingung menulis cerpen. Saya harus
memulai dari mana,” kataku.
“Hayo lupa ya materi Ibu? Buat kerangka
cerpen dulu,” jawab Bu Ayu.
“Buka dahulu materi Ibu yang kemarin,” ucap
Bu Ayu.
“Oh iya Bu,” ucapku.
Aku membuka materi yang kemarin Bu Ayu
berikan. Aku memahami dan mengingat materi
tersebut tapi tetap saja aku tidak paham. Lalu Bu Ayu
menyuruhku untuk membuka buku cerita yang ada di
perpustakaan agar aku bisa mendapatkan ide dan
inspirasi. Aku membuka salah satu buku cerita
tersebut.

108

Hem ceritanya sangat menginspirasi ya,
pikirku.

Aku membaca cerita tersebut dan
memahami dan aku mulai membuat cerita. Aku mulai
membuat kerangka cerpen. Temanku mulai
membuat cerpen yang ia buat.
Setelah 30 menit berlalu aku sudah mengerjakan
cerpen. Lalu aku berikan cerita tersebut ke Bu Ayu.

“Loh karyamu kok tidak ada dialognya, Dek?”
tanya Bu Ayu.

“Membuat cerita pendek harus ada dialognya.
Ayo diganti,” ucap Bu Ayu.

Aku mulai menyunting karya tersebut. Setelah
menyunting aku langsung memberikan cerpen ke Bu
Ayu. Bu Ayu mengecek karyaku dan menerima
cerpennya.

109

1


Click to View FlipBook Version