Sri Umiyati Soekamso
Malam melenggang bersama bayu merindu.
Gemerit timba bambu meringkik menggugah kalbu.
Dingin menggigit kulit, tak sepedih gigit rindu membiru.
Termangu memandang rembulan yang lugu.
Mimpi itu begitu nyata. Gemerit timba bambu
pula. Air itu riang menyapa wajahku yang terpana, antara
mimpi dan nyata. Wahai semesta, kau ini siapa? Dalam
sapa yang mana? Melangkah kaki-kaki yang mana?
Setitik membiru di dahaga yang tak perlu.
Sepercik peluh menjerit mengaduh. Terpelanting harap
membentur papa. Hanya fatamorgana yang luruh? Mimpi
itu merayap menjumput jelaga lara. Semak ilalang
sembahkan bunga. Tawa sang jelaga membahana, seiring
derit timba bambu berangkat berkelana.
Karanganyar, 10 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 91
Sri Umiyati Soekamso
Berarak bak sejuta domba berderap maju. Di
serpih bulunya kurajut birunya rindu. Pesan bermakna
terenda dirajut menggelayut. Pupuh demi pupuh gayung
bersambut di awan penuh.
Bak sejuta domba berderap mengendap. Hanya
menatap ujung jemari kaki menghamba. Bukan tak
hendak bertakbir langitkan pinta, jalani titah cerminan
takwa.
Awan, padamu kutitip pesan. Bawa segurat nama
ini di langit doa. Hitung surgaku di setiap pinta. Seperti
angin membawamu berkelana.
Seperti binarmu bertemu pucuk cemara. Bukan
karena sesak pilu di dada. Karena tangismu didamba
semesta. Karena rindumu saksikan jagad raya tertawa.
Hem ... mengapa tak kau langitkan sendiri saja?
Bukankah Allah rindukan pintamu yang meratap? Ya,
Allah rindukan setiap ratap pinta semesta, tetapi rindukan
juga saling pinta di antara mereka.
Awan, padamu kutitip pesan. Di langit doaku,
namamu selalu ada. Kita memang rindu kasih-Nya.
Jemput dengan segala yang kita bisa.
Karanganyar, 18 Januari 2022
92 |
Sri Umiyati Soekamso
Cinta itu indah, Kawan, kata mereka. Cakrawala
bagaikan lazuardi bertabur bintang. Simfoni harmonikan
sejuta nada. Seluas langit syahdunya rindu menggelar rasa.
Cinta itu memesona, katamu Kawan, yang
mustahil berwajah niscaya. Jerit lara semerdu desah
asmara. Tiada berat yang tak terpikirkan. Cinta itu candu
yang paling dahsyat. Itu pun katamu, Kawan. Sepotong
hati ringkih ini mengerang. Lelah mencari, adakah kau
katakan tentang setia?
Setia itu digdaya, katamu Kawan, yang mustahil
menjadi niscaya. Mata ini melihat kekasihku mencumbu
kekasihnya. Setiaku tak mampu tegakkan cinta di dada.
Air mata tak mampu membasuh luka. Salahkah bila
kubilang, setia itu pedang tajam sebelah? Merajam
jantung si papa di gelombang tawa durjana.
Karanganyar, 12 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 93
Sri Umiyati Soekamso
Lembayung senja perlahan menyapa sang rona
jingga. Ada sendu yang memilin pelun di setiap jumpa.
Enggan bertengger, andai boleh meminta. Indah ceria
bersama sang rona jingga tiada salah.
Memang hanya sesaat. Toh, rembulan bakal
menangkap tangannya. Angin malam pun akan membelai
mimpinya. Tapi ... yang sesaat ini buah simalakama.
Tiada tidak harus berada.
Selimbung itulah hati sang bocah. Kesendirian di
pinggir bayang kasih ayah bundanya. Lembayung senja
mereka ibaratnya, sedang rembulan dan angin malam?
Rembulan dan angin malam bagaikan mega. Siapa
menjamin tangga buat meraihnya. Air matanya bukan
ringkihnya. Hanya kerinduan yang mengabut di tatap
matanya.
Ada magma tertitip dari Sang Pencipta. Di sana,
di satu titik yang berjiwa. Hakiki sebuah hak hidup dan
ada. Hanya butuh kipas lembut ‘tuk menyala, menguatkan
dan membuat kami bisa.
Karanganyar, 18 Januari 2022
94 |
Sri Umiyati Soekamso, berdomisili di
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, gemar membaca
dan menulis sejak anak-anak. Ia mulai belajar dan menulis
di Facebook tahun 2018/2019. Sejumlah buku antologi
fiksi dan non fiksi telah mencantumkan nama Sri Umiyati
Soekamso, Sri Umiyati, Bayu Senja, dan Nyiur Wulung
sebagai penulis. Tulisan di Facebook berupa cerbung,
cerpen, puisi, quote, dan beberapa tulisan ringan. Mimpi
daruratnya adalah menulis dan menerbitkan buku solo.
Semoga.
Potongan Kisah dalam Penantian | 95
Supriyati
Selamat pagi untukmu
Benar, untuk kamu
Meski kuucapkan di depan fotomu
Kamu yang sudah lama pergi
Meninggalkan bekas luka
Yang amat sulit menemukan obatnya
Aku tahu
Memaksamu kembali
Itu bukan aku yang sebenarnya
Aku selalu belajar ikhlas
Bahwa hal apa pun
Tidak bisa dipaksa menetap
Silakan bersembunyi
Ke mana pun kamu mau
Sifatku bukan hanya selalu ikhlas
Tapi juga tidak mudah menyerah
Jika bertanya tentang buktinya
Ingat, aku mengikatmu erat dalam doa
Bangka Belitung, 21 Januari 2022
96 |
Supriyati
Untuk kamu
Yang pernah memberikanku senyuman
Sekaligus cerita yang menarik
Untuk kamu
Yang pernah mengatakan satu janji
Bahwa kamu tidak akan pernah meninggalkanku
Untuk kamu
Percayalah padaku
Rindu itu menyiksa
Semua yang kamu lakukan
Hanya sebatas pernah
Selebihnya hilang entah ke mana
Jadi, mari kembali
Bangka Belitung, 21 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 97
Supriyati
Sesekali kita butuh jarak
Agar mengetahui siapa paling rindu
Dan siapa yang paling bertahan
Apabila di antara kita tidak saling temu
Sesekali kita butuh waktu
Agar mengetahui siapa yang paling mengalah
Dan siapa paling hebat melawan ego
Apabila di antara kita saling tengkar
Ingat, bersembunyi bukan jalan keluar
Mari mencoba saling sapa
Jika kegaduhan ini kamu balas dengan amarah
Maka berpisah adalah pemenangnya
Bangka Belitung, 21 Januari 2022
98 |
Supriyati
Akan ada saatnya
Suaraku tak terdengar lagi olehmu
Akan ada saatnya
Teriakanku tak lagi mengusik ketenanganmu
Aku memang akan kembali
Untuk terakhir kalinya
Berjumpa dengan kamu
Tapi segenap hatiku tak lagi utuh
Dan tak ada lagi rasa memiliki
Nanti, aku akan baik-baik saja
Bahkan tanpa kamu
Aku memiliki alasan kuat untuk tegar
Yang tentunya tak perlu kamu dengar
Bangka Belitung, 22 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 99
Supriyati
Aku tahu, tidak mudah menjadi kamu
Sosok yang tidak kenal mengeluh
Bahkan sampai di titik terendah
Kamu menutupinya dengan topeng senyummu
Hebat
Bisa-bisanya kamu segampang itu
Menciptakan sabar tanpa berhenti
Untuk segenap masalah
Yang meluluhlantakkan hatimu
Terima kasih
Untuk segala maaf yang kamu terima
Untuk setiap kesempatan yang kamu beri
Karena mampu melawan egoisnya aku
Bangka Belitung, 22 Januari 2022
100 |
Penulis bernama Supriyati, seorang ibu dari
empat orang anak, lahir di Pangkal pinang pada tanggal
02 November 1971. Ia lulusan S1 PGSD Universitas
Terbuka di Pangkalpinang.
Saat ini, penulis mengabdikan diri di UPTD SD
Negeri 8 Sungaiselan, Kabupaten Bangka Tengah,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tidak ada kata
terlambat dalam mengenal dunia literasi. Komunikasi
dapat melalui FB: Yati Doank.
Potongan Kisah dalam Penantian | 101
Yuli Aisah
Malam
Terasa sunyi
Dia menangis di keheningan
Duduk termenung meratapi nasib
Bunga
Sakit hati
Lara tak berkesudahan
Derita melanda sepanjang hidup
Suara
Terasa sumbang
Menghujam setiap saat
Tertutup mata menutup telinga
Mengadu
Pasrah diri
Menangis dalam diam
Memohon ampunan kepada Tuhan
Sidoarjo, 16 Januari 2022
102 |
Yuli Aisah
Selama aku masih bisa bernapas
Aku 'kan selalu mendukungmu
Hati selalu terasa sesak
Aku tak kuasa menahan gejolak
Bolehkah ... aku merindukanmu
Aku rindu candaanmu, rindu sifat dinginmu
Takkan kupungkiri, kau sahabat yang selalu kurindukan
Sahabat ...
Aku trenyuh dengan jalan hidupmu
Untaian kata sedih, ceria jadi satu
Diriku luluh dengan kata-katamu
Andai ...
Rasaku hilang, akankah kita masih bisa bercanda dalam
keheningan
Akankah kita masih bisa saling support?
Ku tak ingin semua berlalu begitu saja
Untai kata sahabat berasa saudara, akankah hilang?
Aku tak sanggup jika itu terjadi
Aku tak sanggup jika kehilanganmu
Manisnya rasa sahabat ingin kupeluk selamanya
Ingin kurengkuh sampai kapan pun
Ingin kugandeng selamanya
Namamu 'kan selamanya di hati dan pikiranku
Sidoarjo, 16 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 103
Yuli Aisah
Mesin waktu boleh berputar
Cintaku telah memudar
Kau hanya membuang-buang waktumu
Ku berharap jangan lagi menungguku
Aku terpesona dengan cinta lain
Apalah daya aku terbelenggu cintanya
Rayuannya yang mempora-porandakan alam pikiran
Aku hanyut dalam dekapannya
Hingga aku tak sadar menyakitimu
Lupa akan cintamu
Lupa kasih sayangmu
Maafkan, lupakan aku
Sidoarjo, 15 Januari 2022
104 |
Yuli Aisah
Senyuman nan cantik menghias dahayu
Rasa bahagia tak terucap
Mata yang teduh menghias raut wajahmu
Melihat senyum indahmu menjalani hari-hari
Kau pun dengan hati berbunga berkata
Ibu, aku sudah pakai baju Korpri!
Aku pun tersenyum, memandang gawai yang kupegang
Air mata menetes rasa bahagia
Tak pernah terlihat kesedihan yang menghiasi
Hidup di rantau jauh dari jangkauan
Senyumanmu mengalahkan rasa rinduku
Demi cita-cita yang mulia
Sidoarjo, 16 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 105
Yuli Aisah
Sekian tahun sudah berlalu
Cinta membuatmu lara
Kau masih sama terdiam dalam duka
Raut wajah nan sayu penuh luka
Ku tak sanggup lagi memandangmu
Aku berpaling menahan air mata
Kupeluk dengan kasih sayang
Kau masih terdiam membisu
Isak tangis terdengar menyayat
Kau tumpahkan sesak di dada
Ku tak sanggup lagi menahan
Kuusap lembut pipi di hadapanku
Ku tahu dukamu, Sayang
Cobalah menerima rasa
Buka hatimu terdalam
Ibu ingin kau bahagia dan melupakannya
Sidoarjo, 06 Februari 2022
106 |
Penulis bernama pena Yuli Aisah, lahir di
Mojokerto dan kini menetap di kota kecil, Sidoarjo.
Penulis adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang
memiliki banyak hobi, di antaranya memasak, menjahit,
membuat bermacam-macam keterampilan, menulis, dan
lain-lain.
Jejak kicauan beliau bisa dilihat di FB, IG dengan
nama Yuli Aisah. Motto "Menulislah sampai kau merasa
kehilangan ide untuk menulis."
Potongan Kisah dalam Penantian | 107
Elisa Dewi
Hati terperangkap jelaga
Mata menangkap rahasia
Mulut diam seribu tanya
Dada bergetar segala tawa
Riris rindu menyeruak kalbu
Desis amarah bersatu padu
Hambar rasa perkuat logika
Papar nada mengusik sukma
Rintih hadir berbalur asa
Tajuk tabir bertabur makna
Jengah jadi hal biasa
Kuasa hanya bertakar rupa
108 |
Elisa Dewi
Duhai orang-orang julid
Makin tampak engkau tulalit
Melihat orang senang hatimu sakit
Diminta bantuan kau lari terbirit
Duhai orang-orang julid
Kasihan benar hatimu itu
Orang bersuka mulutmu komat-kamit
Hingga berbusa dibuat menggerutu
Duhai orang-orang julid
Tak letihkah engkau berbuat
Bukan doa-doa yang melangit
Melainkan umpatan terlaknat
Potongan Kisah dalam Penantian | 109
Elisa Dewi
Kupikir, bersamamu ada harapan
Mewarna sketsa masa depan
Tak lama aku sadar aku keliru
Rasa yang kau cipta ternyata palsu
Kau rangkai dusta berhias kata mutiara
Hingga mereka tertawa memicingkan mata
Kuterima dengan lapang dada
Kuserahkan semua pada Yang Maha Kuasa
Kau pergi tanpa penjelasan
Sendiri di persimpangan jalan
Berharap aku mempertahankan
Bahkan tak layak kembali ‘tuk satu alasan
Terima kasih, aku kau buang
Beri aku ruang tumbuh dan berkembang
Tanamkan arti kata pecundang
Pahamkan aku makna berjuang
110 |
Elisa Dewi
Wajahmu lebih indah dari purnama
Wangimu melintas sepanjang masa
Cintamu pada kami tak berbatas dunia
Pengikutmu tak berbatas negara
Menyebutmu dalam lantunan indah
Membuat hati seperti kuncup yang merekah
Lembut lakumu tiada tandingan
Tutur katamu tanpa celaan
Lelaki termahsyur segala dimensi
Di sini kami berjuang tertatih
Harapan kami begitu besar
Bertemu engkau di telaga Al-Kautsar
Smarihasta, 25 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 111
Elisa Dewi
Bukan kepada langit kau meminta
Karena langit ada yang mencipta
Kepada udara kau bersenandung
Iringi pikiran kala merenung
Meski mega tak lagi mendung
Mengapa rupa tampak murung
Mungkin kau butuh dihibur
Biar ricuh itu kabur
Lihatlah purnama di timur
Cahaya lembutnya jadi pelipur
Lihatlah bintang di barat
Kilaunya beri kau semangat
Smarihasta, 25 Januari 2022
112 |
Penulis bernama Elisa Dewi Puspitasari, lahir di
Pasuruan, punya hobi membaca dan menulis. Penulis
berdomisili di Malang.
Potongan Kisah dalam Penantian | 113
Ian Simanjuntak
Hening malam derai hujan
Aku merindukanmu teringat kenangan
Aku, kau, dan cinta
Aku merindu tiba-tiba menyapa
Rindu kepadamu lama tak bertemu
Aku merindu hadirnya dirimu
Aku merindu dirimu di sampingku
Aku merindu kisah masa lalu
Aku masih seperti dahulu
Aku merindu ingin memelukmu
Aku merindu senyummu kepadaku
Aku merindu dengan segala kekuranganku
Jakarta, 11 Januari 2022
114 |
Ian Simanjuntak
Dulu ada sekarang modar
Dulu indah sekarang ambyar
Hati senang bersama dirimu
Sekarang telah hilang mengenaimu
Dia pernah ada sekarang terhapus sudah
Dia memberi cinta berakhir tak bahagia
Dia pernah di hati, sekarang entahlah
Buatmu aku ucapkan ke laut saja
Lama sudah dilupakan mengenangnya
Dia telah hilang dalam hati sanubari
Datang setelah aku tidak sendiri
Kemarin, abang ke mana saja
Jakarta, 25 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 115
Ian Simanjuntak
Kau pergi tinggalkan aku di saat aku kembali
merasakan cinta. Apa yang salah dengan cinta ini? Tak
dapatkah aku merasakannya walau hanya sebentar saja?
Cinta tak pernah kumengerti. Apakah aku tIdak boleh
memilikinya, memeluk, merangkulnya dengan manja?
Selalu yang kucinta tidak sampai. Apa yang salah
pada hati ini? Kau katakan kita berteman saja, ya, Bang.
Kalau jodoh nggak ke mana. Hatiku langsung nelangsa.
Kau yang kucinta, kau yang kuingin, tak dapat kumiliki
hatimu. Padahal, sebelum kunyatakan, kita asyik
bersendau gurau, tertawa puas. Kurasa, kau memiliki rasa,
tetapi aku salah menilai.
Cinta yang mulai hadir di hati, selalu tak
tertambak. Cinta yang mulai kurasakan tak pernah
menjadi nyata. Akhir dari itu semua, ‘ku tak pernah
merasakan kemurnian cinta yang hadir di sanubari. Lelah
hayati untuk memulai kembali. Sampai di sini saja
mengenal cinta yang hadir kemudian hilang, menjadi
biasa saja, dan tak berarti.
Jakarta, 24 Januari 2022
116 |
Ian Simanjuntak
Hari berjalan komunikasi terjalin
Hari demi hari terjalin rasa
Aku, kau, dan cinta
Rasa hati hadirkan keceriaan
Sekarang, hari-hari hadir terlewati
Komunikasi hilang jejak jalani
Hilang sudah rasa hati
Kau pergi tanpa berita pasti
Apa maksud kau buat begini
Ingin ‘ku marah dan mencaci
Kau memulai semua ini
Tolong, jangan buatku jadi begini
Kucoba menunggu rindu hadirmu kembali
Hari berlalu menjadi tak pasti
Kuserahkan hati dan jiwa ini
Melepas rindu hati tersakiti
Jakarta, 4 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 117
Ian Simanjuntak
Kamu, aku, dan cinta
Inginku miliki dirimu
Dekap hati sanubari
Untaian kasih kuberikan untukmu seorang
Napas berembus hati bicara
Gemulaimu hadirkan cinta di hati
Rasa tak dapat terhindar
Indah pesonamu hadirkan cinta
Netraku mengatakan pada hati
Dirimu yang kuinginkan
Untaian rasa ini, semoga menjadi nyata
Jakarta, 31 Januari 2022
118 |
Penulis bernama Ian Simanjuntak. Pemuda
kelahiran Medan, hobi membaca, menulis, mendengarkan
musik, dan menonton film. Ia suka membuat video, puisi,
opini pribadi: Catatan Bung Rinus. Penulis berdomisili di
Jakarta. Silakan mampir ke akun FB: Ian Simanjuntak.
Penulis telah menghasilkan tiga buku antologi:
The Secrets, Kilau Jingga di Langit Senja, Remaja +62
Punya Cerita.
Potongan Kisah dalam Penantian | 119
Nurhayati
Namamu yang kuukir di hati. Anganku yang
selalu terpaut wajahmu. Pesonamu telah membuatku luluh.
Aku tak mampu menahan rasa yang merasuk jiwa, sebab
aku terlalu cinta.
Rasa haru dan sedih silih berganti. Inginkan
dirimu hadir menemani langkahku. Namun, semua itu
hanyalah semu dan tak akan mungkin bersatu, untuk
segala rindu yang tak kunjung bertemu.
Dalam setiap sujud terakhirku, akan kulangitkan
namamu. Lantunan tasbih kuiringkan. Suatu saat segala
doa terjawab, menggapai semua harapan dan impian. Jika
kita bersama, aku akan bahagia. Orang yang selalu ada di
hatiku. Aku mencintaimu.
Babel, 20 Januari 2022
120 |
Nurhayati
Adakah cerita cinta kita di dalam hatimu? Jika ada,
aku mohon tetap pendam dalam hatimu, cukup engkau
jaga dalam hatimu. Hatiku telah penuh dengan lukisan
wajahmu.
Aku tahu, kita saling dekat. Namun, kita tak
mungkin melangkah bersama. Engkau ada yang memiliki,
begitu pula diriku. Kita hanya memandang dalam layar.
Aku menyayangimu dengan segenap rasa.
Engkau memahami diriku, mampu membuat diriku
bahagia. Bahkan, melebihi dari yang ada.
Berlarut-larut rasa ini bersarang di dada. Salahkah
aku bila mencintaimu? Ingin kuhapus semua tentangmu
karena aku tak kuasa melukai sekeping hati yang telah
lama iringi hariku.
Maafkan atas kesalahan cintaku ini. Aku
mencintaimu, tetapi aku tak bisa memilikimu. Jadikanlah
cerita kita sebagai pelajaran hidup bahwa apa yang terjadi
adalah kehendak-Nya.
Babel, 23 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 121
Nurhayati
Kau takkan pernah menipu
Aku saja yang terlalu lugu saat itu
Tak pernah tahu apa yang kau mau
Hingga ‘ku bersikap seolah tak tahu
Masa lalu ...
Seandainya saat itu kau utarakan maumu
Dan kau tidak membalut hati dengan malu
Maka semua cerita akan jadi beda buatku
Masa lalu ...
Kini semua tinggallah khayalan semu
Takkan mungkin kembali seperti dulu
Semua sandiwara telah berlalu
Dan hati ini takkan pernah menyatu
Masa lalu ...
Biarlah semua itu jadi tuntunan ‘tuk berpacu
Mengejar mimpi nan belum ketemu
Masih bersembunyi di benak rindu
Babel, 25 Januari 2022
122 |
Nurhayati
Kata tertata bagaikan permata
Terucap indah semanis madu
Mengetarkan jiwa terpaut cinta
Tanpa rasa sebuah janji berpadu
Napas lepas mata terpana
Hanyut dalam mulut yang menganga
Halus kata bermanja di telinga
Terbuai dalam janji yang dusta
Raga mulai pasrah akan hasrat cinta
Yang tertipu oleh seuntai kata mesra
Tanpa menyadari akan sebuah dosa
Yang menodai jiwa bersukma
Kini hanya ruang tersita janji
Bukti lenyap telah diingkari
Menangguhkan sebuah angan tuk meraih mimpi
Luruh terkapar menanti dihampiri
Sudah musnah ambisi dan lelah ‘tuk meyakinkan
Hamburan semua niat telah terabaikan
Yang hadir hanyalah kecurigaan mengancam
Denting telah meredup membuat sirna semua harapan
Babel, 26 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 123
Nurhayati
Malam yang sunyi mengajariku untuk bersuara,
berpikir tentang dunia yang terus berjalan tanpa henti.
Ingatanku kembali ke dalam lamunan kehidupan fana.
Setiap waktu kulalui tanpa menghitung hari.
Entah mengapa seketika terpikir oleh raga,
tentang hidup yang selalu mengejar dunia. Karir, harta,
cinta, dan nama, seolah-olah adalah tujuan utama.
Wahai sang pencipta dunia. Jangan biarkan aku
terhanyut dalam euforia. Bersihkan diri dari segala
kemaksiatan. Bukalah mata, telinga, dan mulutku agar
bisa lepas dari topeng keangkuhan.
Pikiranku tidak ubahnya akar rumput kesesatan
yang selalu saja mengganggu hijau damai hati ini.
Kicauan suasana yang melatarbelakangi jeruji kesalahan,
selalu menarik alibi pembenaran diri.
Kepongahan menari di menara hati yang kian
meredup, berharap akan terangnya jiwa dalam hidup.
Mungkin, ini kemunafikanku yang nyata. Aku hanyalah
insan yang penuh dosa.
Wahai Allah yang menciptakan manusia dari
tanah, berikanlah aku sedikit hidayah. Bersihkan semua
dosa yang mengalir dalam darah. Izinkan aku hidup di
dunia dengan fitrah.
Babel, 28 Januari 2022
124 |
Nurhayati, nama panggilannya adalah Iin. Ibu
berusia 38 tahun ini menetap di desa kelahirannya, yaitu
Desa Munggu, Bangka Tengah, Babel.
Penulis adalah seorang ibu yang memiliki empat
putra. Penulis seorang aparatur sipil negara (ASN) di
wilayah Bangka Tengah, tepatnya di SD Negeri 8
Sungaiselan. Penulis memiliki dua karya antologi cerpen
dan masih harus banyak belajar lagi tentang bagaimana
cara menjadi penulis yang baik. Jejaknya bisa dilihat
melalui akun Facebook Nurhayati Iin. Tulisannya yang
masih seumur jagung ini sangat butuh kritik dan saran.
Terima kasih.
Potongan Kisah dalam Penantian | 125
Illiyin
Sampaikan rindu dalam sandi
Lewat takwil tersembunyi
Dari diksi
Ilusi
Mencari
Harapan hati
Letih, enggan menepi
Walau jalan semakin sepi
Sendiri terpenjara dinding pilu
Sampai akhir waktu
Aku terbelenggu
Rindu
Bekasi, 20 Januari 2022
126 |
Illiyin
Musim dingin saat itu, penghujung tahun
perlahan pergi tinggalkan sepi. Sendiri, berselimut pilu.
Lalu, hadirmu mencairkan duniaku yang beku. Asa
bertunas, kembali pada ranting tertutup salju. Begitu cepat
lara ini hilang dengan keluguanmu, wahai pengobat
hatiku.
Di Puncak Ulriken awal tahun itu. Dalam
flindrikin, kita berbagi kenangan pahit yang telah lalu.
Bersama lambungkan doa bahagia untuk kisah yang baru.
Berharap kau juwita jadi takdirku.
Senyummu masa itu adalah akhir musim dingin
pembuka jalan pada musim semi. Menyemai asmara
dalam taman hati. Menebar raksi dalam memori. Juwitaku,
cherry blossom di tepi danau itu bersemi kembali.
Lalu, perjumpaan harus berakhir, tinggalkan
sejuta rasa terukir. Samakah yang kau rasa? Akankah
angan menjadi nyata? Akankah waktu izinkan lagi adanya
temu? Bertanya diri dalam rindu.
Bergen, in storiette.
Bekasi, 4 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 127
Illiyin
Aku ingin pulang
Pada diriku dalam kamar yang terang
Pada ranjang cilik
Yang hangat dengan kasih sayang
Pada jendela bertirai cantik
Tempat menanti sang pagi datang
Aku ingin pulang
Pada waktu ketidakpedulianku
Tentang dunia fana
Pada waktu hanya ada tawa
Pada waktu hanya ada aku dan asa
Lalu aku tersadar dalam riuh kefanaan
Timbul tanya pada kehampaan
Pulang ke mana? Tak ada harapan
Aku siapa? Bahkan tak bernama
Tak pernah bermakna
Meragu kalau aku pernah ada
Lalu, berdiam pasrah
Sendiri memeluk resah
Sendiri berbicara tentang kesakitan
Sendiri bercerita tentang kesedihan
128 |
Lalu kembali berpikir
Untuk menghilangkan aku
Tenggelam dalam takdir
Hingga tak ada aku
Bekasi, 29 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 129
Illiyin
Jika ego telah menggila
Tak lagi peduli bagaimana
Tak lagi peduli mengapa
Tak lagi peduli kapan
Tak lagi peduli siapa
Tak lagi peduli apa
Hancur diri
Kalian
Kamu
Aku
Dia
Mereka
Kita semua
Bekasi, 29 Januari 2022
130 |
Illiyin
Kau membuat aku menjadi batu
Terdiam dalam penantian
Kau kira aku ‘kan menunggu
Kokoh dalam ketidakpastian
Kau salah
Aku lelah
Kau bukan takdir
Tak mampu lagi terukir
Aku menyerah walau pilu mendera
Meninggalkan asa yang karam
Dengan rasa yang tetap sama
Tetutup rapat dalam rindu yang menikam
Bekasi, 31 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 131
Illiyin merupakan nama pena penulis. Lahir di
Jakarta, Februari 1982. Penulis adalah seorang ibu dari
tiga orang putri dan sebagai pembelajar yang mencari
setitik ilmu di luasnya samudera pengetahuan.
Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga, crafter,
dan menjalankan bisnis online bersama suami selama tiga
belas tahun terakhir. Antologi puisi ini merupakan
antologi puisi pertamanya selain beberapa antologi cerpen
dan novel solo.
132 |
May B
Hidup ini memang panggung lakon
Bisa berubah alurnya tanpa peringatan
Kadang tampak kebahagiaan terpampang
Lalu seketika, sejuta air mata menggerus habis
Semua ini yang harus dijalani tanpa protes
Hanya pesan akhir yang ingin diungkap, jadi pengingat
Kita kadang merasa sebagai sang pencipta alur kehidupan
Melupa ada pembuat skenario di balik aneka kisah
tercipta
Sama dengan apa yang kurasa dan kulakukan sekarang
Kadang tawa riang terdengar riuh menghibur hati
Tapi itu semua hanyalah tipu daya penghilang resah
Inilah panggung lakon yang kuciptakan, mungkin atas
izin-Nya
Entahlah, kadang rasa lelah dan jenuh menampakkan
wujudnya
Tapi sang penulis skenario menggantinya dengan
beragam kebahagiaan
Walau kadang masih terselip air mata kesedihan di sana
Ucapan syukur dan ikhlas selalu menjadi akhir ceritaku
Malang, 3 Februari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 133
May B
Gurat senyum manismu
Celoteh ringan dari bibirmu
Sapaan hangat hari itu
Pengobat resah di kalbuku
Kau selalu terhenyak kisahku
Kau tatap lekat tiap gerak bibirku
Kau coba pahami tiap ujarku
Kau tak lelah tunaikan tugasmu
Tak ada jarak terbentang antara kita
Tangan bersentuhan di tiap perpisahan
Doa mengalun indah di akhir masa
Sebagai pelindung diri akan lara
Kebersamaan kita memang ‘kan terjeda
Kenang selalu kisah yang t'lah tercipta
Kisah indahmu kelak pelipur laraku
Kebahagiaanmu pengganti lelahku
Malang, 3 Januari 2022
134 |
May B
Pertemuan kita tak sengaja
Celoteh ringan terucap lepas
Canda tawa begitu menggelitik
Berbagi kisah tanpa batas
Karya indahmu terukir nyata
Cerita manusia kau cipta jua
Untaian aksara menyentuh jiwa
Buat hatiku terpesona terpana
Inginku mengulik kisah hidupmu
Kulihat resah menggelayut kalbumu
Kau tetap ingin menyimpannya sendiri
Enggan ‘tuk berbagi mengunci diri
Ku tahu waktu yang kau butuhkan
Membuka hatimu akan hadirku
Kutunggu sampai kapan pun
Kau percaya ketulusan niatku
Malang, 3 Januari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 135
May B
Semilir angin berembus perlahan
Dedaunan melambai menyapa manja
Kicau burung terdengar di kejauhan
Pertanda senjaku tiba menyapa
Tiadakah engkau mengerti itu
Dari semburat senja itu awalnya rasa rindu
Saat mata kita saling memandang lekat
Tangan kita saling menggenggam erat
Tampak teduh tatapan matamu
Terasa hangat genggaman tanganmu
Degup jantungmu terdengar mendayu
Buat diriku terhanyut terpaku
Senja hari ini ...
Gambaran bertautnya rasa cinta di antara kita
Indah rona jingga yang menawan semesta
Membuat mereka cemburu melihat kita
Dua insan memadu rasa dengan restu-Nya
Malang, 3 Januari 2022
136 |
May B
Waktu berjalan pasti
Kisah tercipta mengiringi
Berbagai rasa timbul mengikuti
Iringi tiap hirupan napas ini
Alur cerita kita t'lah tercipta
Mengalir pasti mengiring langkah
Sejak atma diembus oleh-Nya
Kita ikuti kisahnya dengan berserah
Saat kita bersua menyapa
Apakah kita berada di alur yang sama
Kisah indah yang mulai tercipta
Buat diri mengharap cerita kita sama
Mengapa asa ini mulai menjelma
Di saat kita berada di luka yang serupa
Entah engkau menyadari atau tidak
Ku mengharap alur kita menyatu kelak
Malang, 3 Februari 2022
Potongan Kisah dalam Penantian | 137
Maya Maharani M. Bawana (nama pena: May
B), lahir di Malang, Jawa Timur. Penulis bekerja sebagai
guru di kota kelahiran. Menulis adalah dunia yang baru
beliau geluti. Keinginan untuk selalu mengasah
kemampuan menulis, membuatnya makin mencintai
dunia literasi dan semangat dalam berkarya kedepannya.
Motto: Selalu berusahalah menjadi lebih baik di
setiap langkah hidupmu.
138 |
Untung Soleh
Ketika bulan sedang purnama
Sinarnya jatuh menyeluruh
Pepada tubuh-tubuh malam
Setengah padam
Bulan yang tenang mendadar sinar
Mengisi gelisah rindu yang padam
Malam-malam tanpa perjumpaan
Memicu ekstase kehampaan
Dini hari menuju pagi
Dengan berani kunyatakan
Rindu yang tanpa tepi ini
Kau adalah alasanku di sini
Cahaya-cahaya yang kau tinggalkan
Di setiap helai bulu-buluku
Adalah benih rindu yang sulit dipadamkan
Potongan Kisah dalam Penantian | 139
Untung Soleh
Kecup mentari di embun pagi, hangatkan
kembali rasa yang telah beku. Butir-butir yang telah
menguap menjadi kumpulan awan.
Biru langit cerah segarkan pandangan. Kicau
burung riuh menyambut datang sinar gemilang dari
langit timur. Merata sinarnya jatuh pada tubuhku.
Dengan senyum yang termanis, kau ucap selamat pagi.
Senyumanmu menambah indahnya pagi. Duduk
berdua bersendau gurau, ditemani secangkir kopi. Kau
pun bersandar membelai rambutku.
Depok, 14 Januari 2022
140 |