The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan STIEB Perdana Mandiri, 2024-06-12 05:38:17

Buku Digital - AUDITING

Buku Digital - AUDITING

KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 88 kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangankecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor. Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lavin (1976) independensi auditor dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut: a. Ikatan keuangan dan usaha dengan klien b. Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien c. Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien Menurut Shockley (1981) independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor : a. Persaingan antar akuntan publik b. Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien c. Ukuran KAP d. Lamanya hubungan antara KAP dengan klien Dari faktor–faktor yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Dalam peraturan POJK No.13/POJK.03/2017 dijelaskan bahwa pihak yang melaksanakan kegiatan jasa keuangan wajib membatasi penggunaan jasa audit atas informasi keuangan historis dari akuntan public yang sama paling lama 3 (tiga) tahun buku berturutturut. Sementara itu, pembatasan penggunaan jasa


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 89 dari KAP tergantung pada hasil evaluasi Komite Audit terhadap potensi risiko atas penggunaan jasa dari KAP yang sama secara berturut-turut untuk kurun waktu yang cukup Panjang, sebab hal tersebut juga merupakan factor yang dapat mempengaruhi independensi auditor sehingga perlu adanya peraturan yang mengatur hal tersebut. Seluruh faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan. Sedangkan Faktorfaktor yang menggangu independensi auditor, menurut Mulyadi (2014:27)\ antara lain: a. Sebagai seseorang yang melaksanakan audit secara independen, audit dibayar oleh kliennya atas jasa tersebut. b. Sebagai penjual jasa sering kali auditor memiliki kecenderungan untuk memuaskan kliennya. c. Mempertahankan sikap mental independen sering kali dapat menyebabkan lepasnya klien. Menurut penelitian Nur Barizan Abu Bakal et. al., sedikitnya ada enam faktor yang telah diteliti berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi independensi auditor. Faktor tersebut adalah : a. Ukuran besarnya perusahaan audit. Semakin besar ukuran KAP semakin tinggi independensi auditor. Artinya menemukan adanya hubungan yang positif antara ukuran besarnya KAP dengan independensi auditor. b. Tingkat persaingan KAP dalam memberikan pelayanan kepada klien. Persaingan antar kantor akuntan publik yang dimaksud adalah bahwa semakin banyak anggota profesi akuntan publik, mengakibatkan persaingan antar akuntan publik


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 90 menjadi lebih besar, persaingan yang besar antara kantor akuntan publik mempunyai pengaruh terhadap independensi auditor. Studi yang dilakukan oleh Knapp dan Shockley membuktikan bahwa “tingkat persangan yang tinggi antar KAP dalam rangka melayani kepentingan klien dapat menurunkan independensi auditor.” c. Lamanya hubungan audit dengan klien. Hubungan audit yang terlalu lama antara kantor akuntan publik dengan klien ataupun Akuntan Publik dengna klien eyang diaudit menyebabkan sulitnya untuk mempertahankan independensi auditor.” Shockley (1981), menyatakan bahwa seorang partner yang memperoleh penugasan audit lebih dari lima tahun pada klien tertentu dianggap terlalu lama, sehingga dimungkinkan memiliki pengaruh yang negatif terhadap independensi auditor, karena semakin lama hubungan auditor dengan klien akan menyebabkan timbulnya ikatan emosional yang cukup kuat. Jika hal ini terjadi, maka seorang auditor yang seharusnya bersikap independen dalam memberikan opininya menjadi cenderung tidak independen. Di Indonesia lamanya penugasan audit seorang partner kantor akuntan publik terhadap klien yang sama dibatasi berturut-turut maksimal hanya sampai tiga (3) tahun sedangkan kantor akuntan publik maksimal hanya sampai enam (6) tahun atau sesuai dengan hasil evaluasi Komite Audit. d. Besarnya biaya jasa audit (audit fee). Besarnya audit fee yang diterima oleh KAP secara normal, semakin besar jasa audit yang diterima oleh KAP


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 91 dari seorang klien berhubungan dengan tingginya resiko atas hilangnya independensi auditor. e. Pelayanan konsultasi manajerial atau MAS. Beberapa survey empiris yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana pihak ketiga, auditor, perusahaan memandang masalah ini, namun hasilnya masih menjadi perdebatan. Penambahan layanan jasa pada pihak manajemen perusahaan akan meningkatkan kekuatan dan independensi dari auditor. Terdapat hubungan positif antara MAS dan persepsi independensi auditor. Mereka percaya bahwa MAS akan meningkatkan pengetahuan auditor tentang klien, sehingga meningkatkan obyektivitas auditor. McKinley et al. (1985) melaporkan, bahwa pada riset awal yang berhubungan dengan penggunaan laporan keuangan memberikan indikasi bahwa independensi auditor dipengaruhi secara negatif dengan jasa tambahan berupa saran yang diberikan bagi klien. Mereka percaya, bahwa jasa tambahan semacam ini akan menciptakan hubungan kerja antara auditor dan klien yang terlalu dekat. f. Keberadaan komite audit pada perusahaan klien. Banyak dukungan yang mengusulkan adanya hubungan positif antara komite audit dengan independensi auditor. Pada dasarnya adanya hubungan positif antara keberadaan komite audit pada perusahaan dengan independensi auditor, berarti bahwa keberadaan komite audit akan meningkatkan independensi auditor. Peran auditor dalam sikap independensi dan tanggung jawab sangat diperhatikan oleh masyarakat, dalam tugasnya memeriksa laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut untuk bersikap


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 92 profesional yang akan memberikan pendapatnya sesuai dengan kenyataan yang ditemuinya selama audit berlangsung. Kejujuran, handal, mempertahankan etika, komitmen adalah beberapa ciri dari seorang professional Akuntan dan Auditor.Auditor merupakan profesi yang bertugas untuk melayani kepentingan masyarakat yaitu dengan melaksanakan audit atas laporan keuangan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Independen auditor berhubungan dengan obyektifitas, guna menaikkan tingkat kehandalan laporan keuangan perusahaan dan untuk mengetahui kewajaran informasi yang di dalam laporan keuangan, perlu adanya suatu pemeriksaaan yang independen. Karena Independensi itu sendiri merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada, auditor di asumsikan memiliki independensi, baik secara mental maupun fisik untuk melaksanakan tugas audit agar dapat memberikan pendapat (opini) audit secara objektif. Hal ini dimaksudkan agar hasil pemeriksaan tersebut independen dan tidak memihak. 4. Indikator Independensi Auditor Independensi Auditor merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan mendasar bagi auditor dalam melaksanakan suatu perikatan audit. Ketentuan independent berlaku bagi setiap auditor, KAP, dan jaringan KAP. Dalam setiap perikatan, auditor harus menjaga independensinya dalam setiap pemikiran (independent of mind) dan penampilan (Independent in appearance). Kepatuhan terhadap ketentuan etika dan independensi dalam suatu perikatan audit memerlukan pemahaman yang memadai setiap


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 93 auditor terhadap ketentuan etika dan independensi, serta komitmen dan dukungan pimpinan. Indikator kepatuhan terhadap ketentuan independensi, yaitu : a. KAP telah memiliki panduan etika dan independesi yang berlaku bagi setiap personil, KAP dan Jaringan KAP. b. KAP telah menunjuk partner yang bertanggung jawab atas kepatuhan etika dan independensi. c. Setiap auditor telah mengikuti pelatihan tentang ketentuan etika dan independesi yang berlaku, telah menerapkan ketentuan etika dan independensi pada setiap perikatan secara memadai, serta menyampaikan deklarasi kepatuhan terhadap ketentuan etika dan independensi yang berlaku. d. Rotasi terhadap personil kunci perikatan telah dilakukan secara memadai. e. Pernyataan independensi ditandatangani oleh seluruh anggota tim perikatan.


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 94 Daftar Pustaka Agoes, Sukrisno. (2012). Bunga Rampai Auditing. Edisi 2. Salemba Empat: Jakarta Agoes, Sukrisno. (2013). Auditing (Pemeriksaan Oleh Akuntan Publik), Jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Agoes, Sukrisno. (2014). Auditing (Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh akuntan Publik, Edisi 4, Buku 1., Jakarta: Salemba Empat. AICPA, SAS No.132. (2017). The Auditor's Consideration of an Entity’s Ability to Continue as a Going Concern. AICPA. New York. Arens, Alvin A., Elder, Randal J., Mark S Beasley. (2011)., Auditing dan Jasa Assurance (Pendekatan Terpadu), Alih bahasa oleh Tim Dejakarta, Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat. Arens, Alvin A., Elder, Randal J., Mark S Beasley., Amir Abdi Jusuf. (2012)., Auditing and Jasa Assurance, Jakarta: Salemba Empat. Arens, Alvin., Randal J. Elder, Mark S. Beasley. (2013), Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). dialih bahasakan oleh Amir Abadi Jusuf. Jakarta: Salemba Empat. Arens, Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley, dan Chris E. Hogan. (2014). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. Sixteenth Edition. United States of America: Pearson. Arens, Alvin A., Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. (2015). Auditing and Assurance Services: Pendekatan Terintegrasi. Edisi Kelimabelas. Jakarta: Erlangga. DeAngelo, L. E. (1981). Auditor size and audit quality. Journal of accounting and economics, 3(3), 183-199. University of Pennsylvania : North-Holland Publishing Company.


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 95 De Angelo, L.E. 1981. Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure Regulation. Journal of Accounting and Economics 3. Agustus. p. 112-127. Deis, D.R. & Giroux, G.A. (1992). Determinants of Audit Quality in the Public Sector. The Accounting Review, 67, 3, 462-479 Eka Purwanda dan Emmatrya Azmi Harahap. 2015. Pengaruh Akuntabilitas dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi/Volume XIX, No. 03, September 2015: 357-369 Fitrawansyah, (2014). Fraud dan Auditing. Edisi Pertama. Jakrata: Mitra Wacana Media. Goldman and Barlev, (1974). The Auditor Firm Conflict of Interest: its Implication for Independence, The Accounting Review, pp.707-17. Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta. Salemba Empat. Jasmadeti, Widyastuti, T. dan Suyanto. (2018). “Pengaruh ProfesionalismeAuditor dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Terhadap Kualitas Audit”. Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi. Vol. 6, No.12 ISSN: 20886969, Hal. 155- 175 Jesika, Ludya Maria. Simanjuntak, Ramot P. & Sihombing, Salmon. (2015). Independensi dan Tanggung Jawab Auditor dan Pengaruhnya Terhadap Opini Auditor. Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi.19(3). Knapp, MC. (1985), Audit Conflict: An Empirical Study of the Percieved Ability of Auditor to Resist Management Pressure, The Accounting Review, Vol. LX No. 2, pp.202-11. Lavin, David (1976), “Perception of the Independence of The Auditor” The Accounting Review, January 41-50. Libby, R., & Frederick, D. M. (1990). Experience and the ability to explain audit findings. Journal of Accounting Research, 28(2), 348-367.


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 96 Mautz, R.K dan H.A. Sharaf. (1993). The Philosophy of Auditing. Sarasota: American Accounting Association. Meinhard, et al. (1987). “Governmental Audits: An Action Plan for Excellence”. Jurnal of Accountancy (Juli), pp. 86-91. McKinley, S., K. Pany and Reckers. (1985). An Examination of The Influence of CPA firm Type, Size, and MAS Provision on Loan Officer Decision and Perceptions. Journal of Accounting Research, Vol. 23, No. 2, pp. 887-96. Mulyadi (2013). Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas, Profesionalisme dna Kompleks Auditor terhadap Kualitas Audit. Jurnal: 1(4). Mulyadi., (2014)., Auditing dan Pendekatan Terpadu, Edisi 6, Jilid 1., Jakarta: Salemba Empat, Humanika, Medika. Nur Barizah Abu Bakar, Abdul Rahim Abdul Rahman et al, (2005). Factors Influencing Auditor Independence: Malaysian Loan Officers` Perceptions Manajerial Auditing Journal Vol. 20, No. 8, pp. 804-822. Purwanda, E., & Harahap, E. A. (2015). Pengaruh akuntabilitas dan kompetensi terhadap kualitas audit (Survey pada Kantor Akuntan Publik di Bandung). Universitas Tarumanagara Journal of Accounting, 19(3). Shockley, R. (1981). Perceptions of Auditors Independen: An Empirical Analysis. The Accounting Review. Oktober. p. 785-800. Sihotang, K. (2016). Etika Profesi Akuntansi. Yogyakarta: PT. Kanisius Singgih, Elisha Muliani dan Bawono Icuk Rangga. (2010). Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, dan Akuntabilitas Terhadap Kualiatas Audit (Studi pada KAP Big Four di Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XIII: Purwokerto.


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 97 Sudaryo, Yoyo dan Aditya Yudanegara. (2017). Investasi Bank dan Lembaga Keuangan. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Tandiontong, Mathius, (2016). Kualitas Audit dan Pengukurannya. Bandung: Alfabeta. Tuanakotta, Theodorus M. (2011). Berpikir Kritis Dalam Auditoring. Jakarta: Salemba Empat Tubagus, S., dkk., (2018). Pengaruh Independensi, Profesionalisme dan Role Stress Terhadap Kinerja Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing "Goodwill", Vol 9, 46-54. Wooten, T.G. (2003). It is Impossible to Know The Number of Poor-Quality Audits that simply go undetected and unpublicized. The CPA Journal. Januari. p. 48-51. Zamzami, Faiz., Ihda Arifin Faiz, dan Mukhlis. (2016). Audit Internal Konsep dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2018). Panduan Indikator Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik Nomor 4 Tahun 2018. Diunduh dari http://iapi.or.id/uploads/content/40-PP-no-4-th2018.pdf. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2016). SA 200: Standar Audit. http://iapi.or.id/Iapi/detail/153 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 Tahun 2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik Dalam Kegiatan Jasa Keuangan. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor 211 Tahun 2010 tentang Standar Kompetensi Auditor.


KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR 98 Profil Penulis Suryaningsi, S.E., M.Ak Penulis memperoleh gelar S-1 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Mandira pada tahun 2013, dan gelar S-2 dari Program Magister Akuntansi Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2017. Penulis merupakan dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Kupang sejak Tahun 2017 dengan materi seputar Pengantar Akuntansi, Akuntansi Keuangan Daerah, Perpajakan, Akuntansi Perpajakan, dan Auditing. Sampai saat ini penulis juga menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Kupang dan juga merupakan Auditor Internal Universitas Muhammadiyah Kupang. Penulis mempunyai pengalaman Kerja pada salah satu perusahaan percetakan dan manufaktor di Kota bandung yakni CV. Yrama Widya dan PT. Sewu selama 2 tahun yakni tahun 2014 – 2016 dengan posisi sebagai accounting. Penulis juga pernah magang pada KAP JAR di Kota Bandung selama 3 bulan. Saat ini penulis juga mengajar sebagai Dosen Luar biasa Jurusan Ekonomi Syariah Di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Kupang. Penulis juga aktif sebagai peneliti dibidang Akuntansi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI. Selain peneliti, penulis juga aktif melakukan pelatihan – pelatihan seperti Pekerti, penyusunan Dokumen SPMI Perguruan Tinggi, Auditor Mutu Internal Perguruan Tinggi, dan Keuangan Syariah. Email Penulis: [email protected]


99 5 BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA Ni Nyoman Ayu Suryandari, SE., M.Si., Ak., CA., CRM. Universitas Mahasaraswati Denpasar Karakteristik Bukti Audit Standar audit (SA 500) menyatakan: “Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat”. Auditor diwajibkan untuk mengumpulkan bukti yang cukup dan tepat sebagai dasarnya dalam memberikan opini audit. 1. Ketepatan bukti Ketepatan bukti adalah ukuran kualitas bukti, yakni relevansi dan reliabilitasnya dalam memenuhi tujuan audit atas golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan yang bersangkutan. Ketepatan bukti hanya dapat diperbaiki dengan memilih prosedur audit yang lebih relevan atau lebih bias dipercaya. Relevansi bukti. Bukti harus berkaitan atau relevan dengan tujuan audit yang harus diuji lebih dahulu oleh auditor sebelum bias disebut sebagai bukti yang tepat. Reliabilitas. Reliabilitas bukti berkaitan dengan seberapa jauh bukti bias dipercaya atau tingkat kepercayaan atas suatu bukti. Reliabilitas tergantung dari apakah bukti memenuhi karakteristik berikut:


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 100 a. Independensi pembuat bukti. Bukti yang diperoleh dari sumber luar entitas jauh lebih dapat dipercaya daripada bukti yang diperoleh dari dalam entitas yang diaudit. b. Efektivitas pengendalian intern klien. Pengendalian intern yang lebih efektif menyebabkan auditor lebih percaya pada bukti audit yang diberikan. c. Pengetahuan langsung auditor. Bukti audit yang diperoleh langsung oleh auditor seperti pemeriksaan fisik, observasi, rekalkulasi, dan inspeksi jauh lebih dapat dipercaya dibandingkan memperoleh bukti secara tidak langsung. d. Kualifikasi individu pemberi informasi. Walaupun sumber pemberi informasi berkedudukan independent namun tergantung pula dari kualifikasi individu yang memberikan informasi tersebut. e. Tingkat obyektivitas. Bukti yang obyektif lebih dapat dipercaya dibandngkan dengan bukti yang masih memerlukan pertimbangan tertentu untuk menentukan kewajaran bukti. Misalnya dengan melakukan konfirmasi. f. Ketepatan waktu. Ketepatan waktu suatu bukti audit, berhubungan dengan kapan bukti tersebut diperoleh atau dengan periode yang diaudit. 2. Kecukupan bukti Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor, dan pertimbangan profesional auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit ialah:


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 101 a. Materialitas dan risiko. Secara umum, untuk akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak bila dibandingkan akun yang bersaldo tidak material. b. Faktor ekonomi. Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor yaitu waktu dan biaya. Auditor harus mempertimbangkan faktor ekonomi di dalam menentukan jumlah dan kompetensi bukti audit yang dikumpulkan. c. Ukuran dan karakteristik populasi. Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringkali menggunakan sampling audit. Dalam sampling audit, auditor memilih secara acak sebagian anggota populasi untuk diperiksa karakteristiknya. Tipe Bukti Audit Tipe bukti audit dapat dikelompokan menjadi dua golongan: 1. Tipe Data Akuntansi a. Data Terkait Pengendalian Intern Jika auditor mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti audit yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan. b. Catatan Akuntansi Jurnal, buku besar, dan buku pembantu merupakan catatan akuntansi yang digunakan


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 102 oleh klien untuk mengolah transaksi keuangan guna menghasilkan laporan keuangan. 2. Informasi Penguat a. Bukti fisik Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aset berwujud. Tipe bukti ini pada umumnya dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap sediaan dan kas. Pemeriksaan terhadap surat berharga, piutang wesel, investasi jangka panjang, dan aktiva berwujud juga memerlukan bukti fisik ini. Pemeriksaan secara fisik terhadap aktiva merupakan cara langsung untuk membuktikan kebenaran adanya aset tersebut. Oleh karena itu, untuk jenis aktiva tertentu bukti fisik dianggap sebagai bukti audit yang paling andal dan bermanfaat. Pada umumnya pemeriksaan fisik aset merupakan cara objektif untuk menentukan kuantitas aset yang bersangkutan. Dalam hal tertentu pemeriksaan fisik juga merupakan metode yang bermanfaat untuk menilai kondisi dan mutu aktiva tertentu. b. Bukti Dokumenter Tipe bukti audit yang paling penting bagi auditor adalah bukti dokumenter. Tipe bukti audit ini dibuat dari kertas bertulisan huruf dan atau angka atau simbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi tiga golongan: 1) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada auditor.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 103 2) Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan dalam arsip klien. 3) Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien. Dalam menilai keandalan bukti dokumenter, auditor harus memperhatikan apakah dokumen tersebut dapat dengan mudah dipalsu atau dibuat oleh karyawan yang tidak jujur. Sebagai contoh, sertifikat saham yang dibuat dari kertas dan cetakan khusus merupakan bukti audit yang tidak mudah untuk dipalsu. Salah satu tipe bukti audit yang penting yang dibuat dalam organisasi klien adalah surat representasi manajemen (letter of representation atau management representation letter). Surat ini dibuat oleh manajer tertentu dalam organisasi klien atas permintaan auditor, yang berisi fakta tertentu mengenai posisi keuangan dan kegiatan perusahaan. Sebagai contoh, manajer keuangan perusahaan klien diminta oleh auditor untuk menulis surat-surat pernyataan yang menjelaskan bahwa menurut pengetahuannya semua utang perusahaan telah dicantumkan dalam neraca. Tujuan auditor meminta surat representasi adalah untuk menyadarkan manajemen bahwa tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen. Meskipun surat representasi manajemen ini merupakan bukti yang penting, tetapi bagi auditor, bukti audit ini tidak membebaskan dirinya dari tugas untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang tercantum dalam surat tersebut.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 104 c. Perhitungan oleh auditor Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor untuk membuktikan ketelitian perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan salah satu bukti audit yang bersifat kuantitatif. Contoh tipe bukti audit ini adalah: 1) Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal. 2) Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal. 3) Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara mengunakan tariff depresiasi yang digunakan oleh klien. 4) Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang beredar, taksiran pajak perseroan dan lainlain. d. Bukti Lisan Dalam melaksanakan audit, auditor tidak berhubungan dengan angka, namun berhubungan dengan orang, terutama para manajer. Oleh karena itu, dalam rangka mengumpulkan bukti audit, auditor banyak meminta keterangan secara lisan. Permintaan keterangan secara lisan oleh auditor kepada karyawan kliennya tersebut akan menghasilkan informasi tertulis atau lisan. Keterangan yang diminta oleh auditor akan meliputi masalahmasalah yang sangat luas, seperti kebijakan akuntansi, lokasi catatan dan dokumen, alasan penggunaan prinsip akuntansi yang tidak berterima umum di Indonesia, kemungkinan pengumpulan piutang usaha yang sudah lama


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 105 tidak tertagih, dan kemungkinan adanya utang bersyarat. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan. Umumnya bukti lisan tidak cukup, tetapi bukti audit ini dapat menunjukkan situasi yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut atau pengumpulan bukti audit lain yang akan menguatkan bukti lisan tersebut. Dalam mengajukan pertanyaan, auditor hendaknya tidak bersikap otoriter maupun bersikap terlalu merendahkan diri. Auditor melaksanakan audit atas permintaan klien, oleh karena itu, adalah menjadi kepentingan klien untuk menyadarkan karyawan agar bekerja sama dengan auditor dalam menyediakan informasi yang diperlukan oleh auditor tersebut. Di lain pihak, auditor harus menghindari sikap sebagai polisi. Auditor tidak boleh melakukan penyelidikan silang terhadap karyawan klien dan juga tidak boleh melakukan penekanan untuk memperoleh informasi. e. Bukti Perbandingan Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analisis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya. Jika terdapat perubahan yang bersifat luar biasa, diadakan penyelidikan sampai auditor memperoleh alasan yang masuk akal mengenai penyebabnya. Disamping membandingkan jumlah rupiah dari tahun ke tahun, auditor juga mempelajari hubungan persentase berbagai unsur dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, auditor mengetahui bahwa dalam tahun-tahun sebelumnya klien


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 106 menentukan besarnya kerugian akibat tidak tertagihnya piutang usaha sebesar 1% dari hasil penjualan bersih. Dalam tahun yang diaudit, klien menaikkan besarnya kerugian tersebut menjadi 8% dari hasil penjualan bersih. Perubahan yang cukup besar ini menyebabkan auditor melakukan penyelidikan secara seksama terhadap semua piutang usaha yang dihapus dalam tahun yang diaudit untuk menentukan penyebab kenaikan jumlah taksiran kerugian piutang usaha tersebut. Bukti audit berupa perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada awal audit untuk membantu penentuan objek audit yang memerlukan penyelidikan yang mendalam dan diperiksa kembali pada akhir audit untuk menguatkan kesimulan-kesimpulan yang dibuat atas dasar bukti-bukti lain. f. Bukti dari Spesialis Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Contohnya adalah: pengacara, insinyur sipil, geologist, penilai. Berbagai contoh tipe masalah yang kemungkinan menurut pertimbangan auditor memerlukan pekerjaan spesialis meliputi, namun tidak terbatas pada hal-hal berikut ini: 1) Penilaian (misalnya: karya seni, obat-obatan khusus, dan restricted securities). 2) Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia atau kondisi (misalnya, cadangan mineral atau tumpukan bahan baku yang ada di gudang).


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 107 3) Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus (misalnya, beberapa perhitungan aktuarial). 4) Penafsiran persyaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya, pengaruh potensial suatu kontrak atau dokumen hukum lainnya, atau hak atas properti). Dalam audit terhadap sediaan, auditor bukan orang yang ahli dalam menentukan mutu sediaan. Begitu juga dalam hal penentuan besarnya cadangan sumber alam yang terkandung dalam tanah, auditor harus mengadakan konsultasi dengan spesialis yang sesuai, yaitu geologist. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien. Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada di tangan auditor. Auditor harus membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh menerima begitu saja hasil-hasil penemuan spesialis tersebut. Ia harus memahami metode-metode dan asumsi-asumsi yang digunakan oleh spesialis tersebut dan harus melakukan pengujian terhadap data akuntansi yang diserahkan oleh klien kepada spesialis tersebut. Auditor dapat menerima hasil penemuan spesialis tersebut sebagai bukti audit yang andal, kecuali jika menurut hasil pengujiannya menyebabkan ia berkesimpulan bahwa hasil penemuan spesialis tersebut tidak masuk akal. Prosedur Audit Untuk Memperoleh Bukti Audit Prosedur audit adalah intruksi rinci untuk mengumpulkan bukti–bukti audit tertentu yang diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Auditor melaksanakan berbagai prosedur audit untuk mengumpulkan tipe bukti audit yang akan digunakan untuk menyatakan pendapat


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 108 atas laporan keuangan auditing. Prosedur audit yang biasa digunakan oleh auditor antara lain: 1. Inspeksi Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap dokumen, auditor dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. Dengan melakukan inspeksi dapat memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik aset yang sesuai. 2. Pengamatan/observasi Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiataan. Dengan pengamatan ini auditor akan memperoleh bukti visual mengenai pelaksaan suatu kegiataan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur dan proses. 3. Permintaan keterangan Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan adalah bukti lisan dan dokumenter. Contoh prosedur ini permintaan keterangan auditor mengenai tingkat keusangan persediaan yang ada di gudang. 4. Konfirmasi Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor untuk memperoleh secara langsung dari pihak ketiga. Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi sebagai berikut:


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 109 a. Auditor meminta dari klien untuk menanyakan informasi kepada pihak luar. b. Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh auditor tersebut. c. Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga. 5. Pelaksanaan kembali Merupakan pengujian secara independent atas prosedur atau pengendalian akuntansi klien yang sebelumnya telah dilakukan sebagai bagian dari akuntansi klien dan sistem pengendalian internal. Misalnya auditor melakukan pengujian terbatas dalam memastikan bahwa informasi dalam jurnal penjualan telah dimasukkan ke dalam buku pembantu piutang usaha dengan nama pelanggan yang sama dan jumlah rupiah yang benar, dan diringkas dengan benar dalam buku besar. 6. Pelaksanaan ulang Pelaksanaan ulang proses audit ini merupakan dilaksanakan oleh klien contohnya perhitungan ulang jumlah total dalam jurnal, perhitungan ulang biaya– biaya dan perhitungan lainnya dalam rekonsiliasi bank. Perhitungan ulang ini meliputi pengecekan ulang atas suatu hasil perhitungan yang telah dilakukan klien. Pengecekan ulang ini dilakukan untuk menguji ketelitian perhitungan dan prosedurprosedur. Sebagian besar pengecekan ulang ini dilakukan auditor dengan bantuan perangkat lunak computer untuk audit (computer assisted audit software).


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 110 7. Prosedur analitis Prosedur analitis ini mengevaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan menelaah hubungan yang dapat diterima antara data keuangan dengan data non keuangan. Prosedur analitis menggunakan perbandingan atau hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lain nampak wajar dibandingkan dengan ekspektasi auditor. Biaya yang Dikeluarkan Untuk Mendapatkan Bukti Jenis bukti yang relative mengeluarkan banyak dana adalah pemeriksaan fisik dan konfirmasi. 1. Pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan fisik, auditor wajib berada dilokasi dimana klien melakukan perhitungan asset yang dilakukan di akhir tahun buku. Hal ini tergantung dari luasnya operasi usaha klien dimana biasanya auditor akan melakukan bepergian di beberapa lokasi usaha klien. 2. Konfirmasi. Mahalnya biaya pelaksanaan konfirmasi ini terjadi saat auditor menyiapkan konfirmasi, pengiriman surat atau melalui elektronik, penerimaan jawaban, melakukan tindaklanjut atas konfirmasi yang tidak memberikan jawaban, atau jawaban yang menunjukkan adanya selisih. Keputusan yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan Dengan Bukti Audit Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor yang melakukan empat pengambilan keputusan yang saling berkaitan yaitu: 1. Penentuan prosedur audit yang digunakan Contoh prosedur audit yang disajikan sebagai berikut ini yaitu, hitung penerimaan kas yang belum disetor pada neraca dan awasi uang kas tersebut sampai


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 111 dengan penyetoran ke bank lalu mintalah cut-off bank statement dari bank kira–kira untuk jangka waktu dua minggu setelah neraca, lakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan yang diselenggarakan oleh klien. 2. Penentuan besar sampel untuk prosedur audit tertentu Penentuan unsur tertentu yang dipilih sebagai anggota sampel, auditor masih harus memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa, contoh auditor telah menentukan bahwa 400 faktur penjualan dari populasi 1500 yang akan diperiksa. Ukuran sampel yang dipilih bias berbeda antara audit yang satu dengan audit lainnya. 3. Penentuan unsur tertentu yang harus dipilih populasi Setelah menentukan jumlah sampel yang diambil, selanjutnya dipilih unsur mana dari populasi yang akan diuji. Misalnya telah ditentukan memilih 50 bukti dari 1.000 bukti yang tersedia. Alternative yang tersedia adalah a). memilih 50 bukti pertama, b). 50 bukti dengan nilai tertinggi, c). memilih 50 bukti secara acak, atau d). memilih bukti yang menurut auditor menganduk kekeliruan. 4. Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur audit tersebut. Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera setelah awal tahun. Umumnya klien yang menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu sampai tiga bulan setelah tanggal neraca.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 112 Pengertian Kertas Kerja Mengacu pada SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 3 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut: “kertas kerja adalah catatan–catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya.” Contoh kertas kerja adalah program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi klien, ikhtisar dari dokumen–dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetic, film, atau media yang lain. Isi Kertas Kerja Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 5, kertas kerja harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar auditing: 1. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik. 2. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan. 3. Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah diperoleh, prosedur audit telah diterapkan, dan pengujian telah dilaksanakan, yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 113 Tujuan Pembuatan Kertas Kerja Ada berbagai tujuan pembuatan kertas kerja. Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk: 1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan. Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya dan merupakan bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai. 2. Menguatkan simpulan–simpulan auditor dan kompetensi auditornya. Jika ada pihak–pihak yang memerlukan penjelasan mengenai simpulan atau pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya, auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya. Pembuatan seperangkat kertas kerja yang lengkap merupakan syarat yang penting dalam membuktikan telah dilaksanakannya dengan baik audit atas laporan keuangan. 3. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit. Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksanaan. Setiap tahap audit tersebut menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkoordinasian dan pengorganisasian berbagai tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja. 4. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya. Dalam audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode akuntansi yang berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai sifat usaha klien, catatan dan sistem akuntansi klien, pengendalian intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada klien dalam audit yang lalu, jurnal –


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 114 jurnal adjustment yang disarankan untuk menyajikan secara wajar laporan keuangan yang lalu. Informasi yang sangat bermanfaat untuk audit berikutnya tersebut dapat dengan mudah diperoleh dari kertas kerja audit tahun sebelumnya. Kepemilikan Kertas Kerja dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 6 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik auditor. Namun, hak kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan–pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, untuk menghindarkan penggunaan hak–hak yang bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yang tidak semestinya. Standar Audit (SA 230 – para. A.23) mewajibkan KAP untuk menetapkan suatu kebijakan dan prosedur yang mengatur masa penyimpanan dokumen audit. Batas waktu penyimpanan pada umumnya tidak boleh kurang dari 5 tahun sejak tanggal yang lebih akhir dari 1). Laporan auditor atas laporan keuangan entitas atau 2). Laporan auditor atas laporan keuangan konsolidasian dan anak perusahaan. Karena sifat kerahasiaan yang melekat pada kertas kerja, auditor harus selalu menjaga kertas kerja kepada pihak – pihak yang tidak diinginkan. Misalnya, klien memberitahukan kepada auditor untuk merahasiakan informasi mengenai gaji direksi, manajer, dan aspek lain usaha perusahaan, maka auditor tidak boleh melanggar pesan klien tersebut dengan mengungkapkan informasi tersebut kepada karyawan klien yang tidak berhak untuk mengetahuinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan dengan kerahasiaan kertas kerja. Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut: “Anggota Kompartemen Akuntan Publik tidak diperkenankan


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 115 mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien”. Seorang auditor tidak dapat memberikan informasi kepada pihak bukan klien kecuali jika klien mengizinkannya. Jika misalnya seorang akuntan publik akan menjual praktik kantor akuntannya kepada akuntan publik lain, terlebih dahulu akuntan publik penjual tersebut harus meminta izin dari kliennya, jika akuntan publik penjual akan menyerahkan kertas kerjanya kepada akuntan publik pembeli. Meskipun kertas kerja dibuat dan dikumpulkan auditor dalam daerah wewenang klien, dari catatan–catatan klien, serta atas biaya klien, hak kepemilikan atas kertas kerja tersebut sepenuhnya berada di tangan kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Karena kertas kerja tidak hanya berisi informasi yang diperoleh auditor dari catatan klien saja, tetapi berisi pula program audit yang akan dilakukan oleh auditor, maka tidak semua informasi yang tercantum dalam kertas kerja dapat diketahui oleh klien. Faktor–Faktor yang Harus Diperhatikan Oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas Kerja yang Baik Kecakapan teknis dan keahlian profesional seorang auditor independen akan tercermin pada kertas kerja yang dibuatnya. Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan auditor yang kompeten dalam melaksanakan pekerjaan lapangan sesuai dengan standar auditing, ia harus dapat menghasilkan kertas kerja yang benar–benar bermanfaat. Untuk memenuhi tujuan tersebut, berikut ini ada 5 faktor yang harus diperhatikan: 1. Lengkap Kertas kerja harus lengkap dalam arti: a. Berisi semua informasi yang pokok.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 116 b. Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. 2. Teliti Dalam pembuatan kertas kerja, auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan perhitungan. 3. Ringkas Terkadang auditor yang belum berpengalaman melakukan kesalahan dengan melaksanakan audit yang tidak relevan dengan tujuan audit. Akibatnya, ia membuat atau mengumpulkan kertas kerja dalam jumlah yang banyak dan cenderung tidak bermanfaat dalam auditnya. Oleh karena itu, kertas kerja harus dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Auditor harus menghindari rincian yang tidak perlu. Analisis yang dilakukan oleh auditor harus merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan penyalinan catatan klien ke dalam kertas kerja. 4. Jelas Penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian informasi secara sistematik perlu dilakukan. 5. Rapi Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja akan membantu auditor senior dalam mereview hasil pekerjaan staffnya serta memudahkan auditor dalam memperoleh informasi dari kertas kerja tersebut.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 117 Tipe Kertas Kerja Isi kertas kerja meliputi semua informasi yang dikumpulkan dan dibuat oleh auditor dalam auditnya. Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 5 tipe kertas kerja. 1. Program Audit Program audit adalah daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Dalam program audit, auditor menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal, dan paraf pelaksana prosedur audit tersebut, serta menunjukkan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, program audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan audit. 2. Working Trial Balance Working trial balance adalah suatu daftar yang berisi saldo – saldo akun buku besar pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom – kolom untuk adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor, serta saldo – saldo setelah dikoreksi auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan (audited financial statement). Working Trial Balance ini merupakan daftar permulaan yang harus dibuat oleh auditor untuk memindahkan semua saldo akun yang tercantum dalam daftar saldo (trial balance) klien. Dalam proses audit, daftar ini digunakan untuk meringkas adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan auditor kepada klien serta saldo akhir


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 118 tiap–tiap akun buku besar setelah adjustment atau koreksi oleh auditor. 3. Ringkasan Jurnal Adjustment Dalam proses auditnya, auditor mungkin menemukan kekeliruan dalam laporan keuangan dan catatan akuntansi kliennya. Untuk membetulkan kekeliruan tersebut, auditor membuat draft jurnal adjustment yang nantinya akan dibicarakan dengan klien. Selain itu, auditor juga membuat jurnal penggolongan kembali (reclassification entries) yang meskipun tidak salah dicatat oleh klien, tetapi untuk kepentingan penyajian laporan keuangan yang wajar, harus digolongkan kembali. 4. Skedul Utama Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang dicatat dalam skedul pendukung untuk akun–akun yang berhubungan. Skedul utama ini digunakan untuk menggabungkan akun–akun buku besar yang sejenis, yang jumlah saldonya akan dicantumkan di dalam laporan keuangan dalam satu jumlah. 5. Skedul Pendukung Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur–unsur yang tercantum dalam laporan keuangan klien, auditor membuat berbagai macam kertas kerja pendukung yang menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam setiap skedul pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor dalam memverifikasi dan menganalisa unsur–unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut, metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, dan jawaban atas pertanyaan tersebut. Skedul


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 119 pendukung juga harus memuat berbagai kesimpulan yang dibuat oleh auditor. Pemberian Indeks Pada Kertas Kerja Kertas kerja harus diberikan indeks, sub–indeks, dan indeks silang dalam audit atau pada saat pekerjaan audit sudah selesai dilakukan. Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam berbagai daftar yang terdapat di berbagai tipe kertas kerja. Setiap auditor memiliki cara tersendiri mengenai cara pemberian indeks kertas kerja. Faktor– faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah: 1. Setiap kertas kerja harus diberi indeks (disudut atas atau disudut bawah). 2. Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut : a. Indeks silang dari skedul pendukung ke skedul utama. Rincian jumlah yang tercantum dalam suatu skedul pendukung diberi indeks silang dengan menunjuk indeks skedul utama yang berkaitan untuk memuat jumlah tersebut. b. Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya. Biasanya analisis akun neraca berhubungan dengan analisis akun laba–rugi. Oleh karena itu, kertas kerja yang berhubungan dengan akun neraca harus diberi indeks silang dengan kertas kerja yang berhubungan dengan akun laba–rugi. c. Indeks silang antar skedul pendukung. Untuk menghubungkan informasi yang saling berkaitan, terdapat dalam berbagai skedul pendukung, diperlukan indeks silang antar skedul pendukung.


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 120 d. Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjustment. Dilakukan dengan cara mencantumkan indeks skedul pendukung di belakang jurnal adjustment yang dicantumkan ke dalam ringkasan jurnal adjustment tersebut. e. Indeks silang dari skedul utama ke working trial balance. Indeks skedul utama dicantumkan pada working trial balance agar memudahkan pencarian kembali informasi yang lebih rinci dari working trial balance ke skedul utama. f. Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit untuk menunjukan di kertas kerja mana hasil pelaksanaan audit tersebut dapat ditemukan 3. Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print – out komputer, dan sebagainya tidak diberi indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks. Metode Pemberian Indeks Kertas Kerja Ada tiga metode pemberian indeks kertas kerja: 1. Indeks Angka Kertas kerja utama (program audit, working trial balance, ringkasan jurnal adjustment), skedul utama, dan skedul pendukung diberi kode angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan skedul pendukung diberi sub indeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang berkaitan. 2. Indeks kombinasi angka dan huruf Kertas kerja diberi kode yang merupakan kombinasi huruf dan angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf, sedangkan skedul


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 121 pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka. 3. Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi kode angka yang berurutan. Susunan Kertas Kerja Untuk memudahkan review atas kertas kerja yang dihasilkan oleh berbagai asisten dan staff auditor, berbagai tipe kertas kerja tersebut harus disusun secara sistematik dan dalam urutan yang logis sebagai berikut: 1. Draft laporan audit (audit report). 2. Laporan keuangan auditan. 3. Ringkasan informasi bagi reviewer. 4. Program audit. 5. Laporan keuangan atau lembar kerja (work sheet) yang dibuat oleh klien. 6. Ringkasan jurnal adjustment. 7. Working trial balance. 8. Skedul utama. 9. Skedul pendukung. Pengarsipan Kertas Kerja Auditor biasanya menyelenggarakan dua macam kertas kerja untuk setiap kliennya: 1. Arsip audit tahunan untuk setiap audit yang telah selesai dilakukan, yang disebut arsip kini (current file) 2. Arsip permanen (permanent file) untuk data yang secara relatif tidak mengalami perubahan. Arsip ini berisi kertas kerja yang informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diaudit saja. Arsip permanen berisi informasi seperti copy anggaran


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 122 dasar dan anggaran rumah tangga klien, bagan organisasi, pedoman akun, pedoman prosedur, dan data lain yang berhubungan dengan pengendalian intern, dan lain-lain. Pembentukan arsip permanen ini mempunyai empat tujuan, yaitu : a. Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam audit tahun – tahun mendatang. b. Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staff yang baru pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut. c. Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun. d. Informasi dalam arsip permanen ini harus selalu diperbaharui pada setiap kali audit. Copy notulen rapat yang baru, kontrak dan perjanjian baru yang dibuat oleh klien, perubahan anggaran rumah tangga dan perkembangan lain harus setiap tahunnya ditambahkan dalam arsip permanen. Daftar Pustaka Agoes, Sukrisno. (2012). Auditing (Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. Edisi 4 (1). Halim, Abdul. (2018). Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Jusup, Haryono. (2011). Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Edisi 2 (1).


BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA 123 Profil Penulis Ni Nyoman Ayu Suryandari Ketertarikan penulis terhadap Auditing dimulai pada tahun 2007 silam setelah menyelesaikan studi S1 Akuntansi. Hal tersebut membuat penulis memilih untuk bekerja pada salah satu KAP di Bali hingga Tahun 2014. Penulis juga sempat melanjutkan Pendidikan Program Profesi Akuntansi (PPAk) Tahun 2008 kemudian menyelesaikan studi S2 Prodi Akuntansi di Tahun 2012. Saat ini penulis sedang menempuh Pendidikan S3 di Prodi Akuntansi Universitas Udayana. Penulis memiliki kepakaran dibidang Auditing. Dan untuk mewujudkan karir sebagai dosen profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh internal Universitas Mahasaraswati Denpasar dan juga Kemenristek DIKTI. Selain meneliti, penulis juga aktif menulis buku diantaranya adalah buku Fraudulent Financial Statement dan Buku Koperasi dan UMKM. Email Penulis: [email protected]


124


125 6 PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR Ernie Soedarwati, S.E., M.Si STIEB Perdana Mandiri Pentingnya Perencanaan Audit Standar pertama dalam standar penilaian risiko dan respons terhadap resiko yang dinilai yaitu standar perencanaan suatu audit atas laporan keuangan (SA 300). Standar tersebut mengatur tanggung jawab auditor untuk merencanakan audit atas laporan keuangan. Terdapat 3 alasan mengapa perencanaan sangat penting untuk dilakukan yaitu: 1. Digunakan oleh auditor untuk mendapatkan bukti yang cukup dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Untuk menjadi perhatian atas biaya audit secara masuk akal, dan 3. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dengan klien. Perencanaan audit dilakukan dengan melibatkan penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk setiap perikatan dan pengembangan rencana audit. Perencanaan bermanfaat bagi audit laporan keuangan dalam beberapa hal sebagai berikut:


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 126 1. Membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap area yang penting dalam audit. 2. Membantu auditor untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang potensial secara tepat waktu. 3. Membantu auditor untuk mengorganisasi dan mengelola perikatan audit dengan baik, sehingga perikatan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. 4. Membantu dalam pemilihan anggota tim perikatan dengan tingkat kemampuan dan kompetensi yang tepat untuk merespon risiko yang diantisipasi dan penugasan pekerjaan yang tepat kepada mereka. 5. Memfasilitasi arah dan supervisi atas anggota tim perikatan dan penelaahan atas pekerjaan mereka. 6. Membantu, jika relevan, dalam pengoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh auditor komponen dan pakar. Perencanaan Audit dan Perancangan Pendekatan Audit Terdapat 8 bagian utama dalam perencanaan audit, seperti gambar di bawah ini


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 127 Gambar 6.1 Perencanaan Audit Penerimaan klien dan melakukan perencanaan audit awal Memahami industri dan usaha klien Menilai risiko bisnis klien Melakukan analisis prosedur awal Menentukan materialitas, dan menilai risiko audit yang dapat diterima dan risiko inheren Memahami pengendalian internal dan menentukan risiko pengendalian Mendapatkan informasi untuk menilai risiko kecurangan Membuat rencana audit dan program audit secara keseluruhan


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 128 Melakukan Penerimaan Klien dan Melaksanakan Perencanaan Audit Awal Dalam perencanaan awal, terdapat 4 hal yang harus diketahui dalam suatu audit: 1. Auditor memutuskan untuk menerima klien baru atau melanjutkan klien yang lama yang sudah ada. Hal ini dapat dilakukan oleh auditor yang berpengalaman untuk menentukan keputusan tersebut. Auditor harus memperhatikan biayanya. Sebelum menerima klien baru, auditor harus mencari informasi mengenai prospek klien dalam bidang bisnis klien, stabilitas keuangan, dan hubungannya dengan auditor terdahulu. Pemahaman akan hal ini bermanfaat untuk memastikan integritas maupun kemungkinan terjadinya kecurangan (risk of fraud) di perusahaan klien. Ketika auditor mempertimbangkan untuk menerima klien lama, auditor tetap harus memperhitungkan integritas klien dan isu etika. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka auditor harus memutuskan untuk mengakhiri hubungan perikatan untuk menghindari potensi litigasi di masa yang akan datang. 2. Auditor mengidentifikasi kebutuhan atau keinginan klien. 3. Untuk menghindari kesalahpahaman, maka auditor harus melakukan diskusi dengan klien mengenai isi dari perikatan audit. Memperoleh Pemahaman Akan Proses Audit Dengan Klien yang melibatkan pemahaman akan peran dan tanggung jawab masingmasing pihak dalam proses audit serta ketentuanketentuan dalam perikatan. Umumnya, elemenelemen tersebut tercantum dalam surat perikatan (engagement letter) atau bentuk dokumentasi lainnya.


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 129 4. Auditor membangun strategi secara keseluruhan yang terdiri dari perikatan, kebutuhan pegawai dan audit khusus yang mungkin terjadi. Pembentukan strategi audit ini ditujukan untuk merespon risiko salah saji dalam pelaporan keuangan dengan mempertimbangkan hasil prosedur analitis atas kondisi dan lingkungan bisnis perusahaan klien. Strategi ini dapat berubah seiring berjalannya proses audit apabila terhadap perubahan atau amandemen yang berpotensi menghasilkan informasi yang berbeda dari ekspektasi sebelumnya. Strategi audit secara keseluruhan auditor harus (SA300): a. Mengidentifikasi karakteristik perikatan yang mendefinisikan ruang lingkupnya. b. Memastikan tujuan pelaporan perikatan untuk merencanakan waktu audit dan sifat komunikasi yang disyaratkan. c. Mempertimbangkan faktor-faktor yang menurut pertimbangan professional auditor, signifikan dalam mengarahkan usaha tim perikatan. d. Mempertimbangkan hasil aktivitas awal perikatan dan (jika relevan) apakah pengetahuan yang diperoleh dari perikatan lain yang telah dilaksanakan oleh rekan perikatan adalah relevan untuk entitas yang akan diaudit, dan e. Memastikan sifat, saat, dan luas sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perikatan. Memilih Anggota Tim Perikatan dengan kompetensi yang sesuai dengan industri dimana perusahaan klien beroperasi. Selain kompetensi teknis, anggota tim perikatan juga diharuskan untuk memahami standar profesional dan kode etik akuntan. Umumnya,


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 130 anggota tim perikatan terdiri dari rekan (partner); manajer; staf audit senior dan staf audit junior. Mempertimbangkan Penggunaan Bantuan Tenaga Ahli. ISA 620 secara khusus mendefinisikan tenaga ahli sebagai individu yang memiliki kemampuan, keahlian dan pengalaman yang baik di luar bidang tertentu, di luar akuntansi. Dalam membuat strategi audit, auditor harus memeprtimbangkan apakah akan melibatkan tenaga ahli, terutama terkait valuasi akun tertentu dalam laporan keuangan yang material. Sebagai contoh, perusahaan klien dapat memiliki persediaan jenis tertentu yang bernilai material, sehingga valuasi persediaan tersebut perlu dipastikan dengan tenaga ahli. Memahami Bisnis dan Industri Klien Keseluruhan pemahaman mengenai kegiatan bisnis perusahaan ini penting dalam proses penilaian risiko oleh auditor, karena setiap industri dan perusahaan memiliki risiko salah saji yang berbeda. Hasil penilaian risiko ini akan digunakan untuk menentukan seberapa banyak bukti audit yang harus diperoleh (sufficiency of audit evidence). Auditor harus mendapatkan pemahaman yang memadai atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai resiko salah saji material dalam laporan keuangan, baik disebabkan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat waktu dan keluasan prosedur audit yang lebih lanjut. Sifat bisnis dan industri klien memengaruhi risiko bisnis klien dan risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Auditor mempertimbangkan beberapa faktor yang telah meningkatkan pentingnya pemahaman atas bisnis dan industri klien dengan menggunakan suatu


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 131 pendekatan system strategis untuk memahami bisnis klien. Beberapa faktor tersebut diantaranya, yaitu: 1. Industri dan lingkungan eksternal Terdapat tiga alasan utama untuk mendapatkan pemahaman yang baik atas industri klien dan lingkungan eksternal, yaitu a. Risiko terkait dengan industri tertentu dapat memengaruhi penilaian auditor atas risiko bisnis klien dan risiko audit yang dpaat diterima dan bahkan dapat memengaruhi auditor untuk menolak kontrak kerja dalam industri–industri yang lebih berisiko, misalnya industri asuransi kesehatan dan industri simpan pinjam. b. Beberapa risiko bawaan biasanya umum untuk semua klien di beberapa industri tertentu. Kepahaman atas risiko–risiko tersebut dapat membantu auditor dalam menilai relevansinya dengan klien. Misalnya keusangan persediaan yang potensial dalam industri pakaian jadi, risiko bawaan pada penagihan piutang dagang di industri pinjaman konsumen, dan risiko bawaan untuk cadangan kerugian dalam industri asuransi kerugian. c. Banyak industri yang memiliki ketentuan akuntansi yang khusus di mana auditor harus memiliki pemahaman dalam hal tersebut untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Contohnya, misalnya jika auditor sedang melakukan audit atas suatu di pemerintahan kota, maka auditor tersebut harus memahami akuntansi pemerintahan dan ketentuan– ketentuan pengauditannya.


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 132 Kasus-kasus tuntutan hukum muncul berasal dari kegagalan auditor dalam memahami sepenuhnya sifat transaksi dalam industri klien. Selain itu, auditor juga harus memahami lingkungan eksternal klien, termasuk kondisi perekonomian, tingkat kompetisi dan ketentuan–ketentuan dalam peraturan pemerintah. Perencanaan audit dikatakan efektif jika auditor di semua perusahaan memiliki keahlian untuk menilai risiko lingkungan eksternal. 2. Operasi dan Proses Bisnis Auditor harus memahami faktor–faktor seperti sumber utama pendapatan, pelanggan dan pemasok utama, sumber pendanaan, dan informasi mengenai pihak yang memiliki hubungan istimewa yang dapat mengindikasikan bagian–bagian yang dapat meningkatkan risiko bisnis klien. Auditor dapat memahaminya dengan cara: a. Mengunjungi pabrik dan kantor. Melakukan kunjungan ke fasilitas yang dimiliki klien sangat berguna dalam mendapatkan pemahaman yang lebih baik atas operasi bisnis klien. Hal ini auditor mempunyai kesempatan untuk mengamati kegiatan operasi secara langsung dan untuk menemui pegawai–pegawai kunci. Dengan melihat fasilitas fisik, auditor dapat menilai keamanan fisik terhadap aset–aset klien dan menginterpretasikan data akuntansi yang terkait dengan aset tersebut. Dengan pengetahuan langsung tersebut, auditor lebih mampu untuk mengidentifikasikan risiko bawaan. Selain itu, diskusi dengan karyawan non–akuntansi selama melakukan kunjungan dan sepanjang melaksanakan pengauditan juga membantu auditor untuk belajar lebih banyak


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 133 mengenai bisnis klien untuk membantu dalam menilai risiko bawaan. b. Identifikasi pihak–pihak yang memiliki hubungan istimewa. Transaksi dengan pihak–pihak yang memiliki hubungan istimewa sangat penting bagi auditor karena prinsip akuntansi yang berlaku umum mengharuskan transaksi semacam itu untuk diungkapkan dalam pelaporan keuangan jika nilainya signifikan. Dalam PSA 34 (SA 334) mendefiniskan pihak istimewa sebagai perusahaan terafiliasi, pemilik utama atas perusahaan klien, atau pihak lainnya yang memiliki kesepakatan bisnis dengan klien, dimana satu pihak dapat memengaruhi manajemen atau kebijakan operasi lainnya. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa bukan merupakan transaksi wajar. Sehingga, terdapat risiko bahwa transaksi tersebut tidak dinilai dengan jumlah yang sama dengan transaksi yang dilakukan terhadap pihak ketiga yang independen. Sebagian auditor menilai risiko bawaan yang tinggi untuk pihak istimewa dan transaksi–transaksi terhadap pihak istimewa, karena adanya ketentuan pengungkapan akuntansi dan tidak independennya pihak – pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Transaksi dengan pihak istimewa yang material harus diungkapkan, semua pihak yang memiliki hubungan istimewa harus diidentifikasi dan dimasukkan dalam arsip permanen pada awal kontrak kerja, dengan ini maka akan membantu auditor dalam mengidentifikasikan transaksi pihak istimewa mana yang belum diungkapkan


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 134 ketika para auditor dalam tim audit menjalankan pengauditan. Cara umum untuk mengidentifikasi pihak yang memiliki hubungan istimewa yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan manajemen, menelaah laporan Bapepam–Laporan Keuangan dan mengamati dengan seksama daftar nama pemilik saham untuk mengidentifikasi pemegang saham utama. 3. Manajemen dan Tata Kelola Perusahaan Auditor harus menilai filosofis manajemen dan gaya kepemimpinan serta kemampuan yang dibuat oleh perusahaan sebagai strategi dan tata kelolanya. Hal untuk mengidentifikasi dan menghadapi risiko, karena hal sangat berpengaruh terhadap risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Tata kelola perusahaan termasuk struktur organisasi dan juga aktivitas dewan direksi dan komite auditnya. Sebuah dewan direksi yang efektif akan membantu meyakinkan bahwa perusahaan hanya akan mengambil risiko–risiko yang tepat, sedangkan komite audit melalui pengawasan terhadap pelaporan keuangan, dapat mengurangi kemungkinan penggunaan teknik akuntansi yang terlalu agresif. Untuk mendapatkan pemahaman atas sistem tata kelola klien, auditor harus memahami akta pendirian perusahaan dan peraturan–peraturannya, serta mempertimbangkan kode etik perusahaan dan membaca notulensi rapat perusahaan. 4. Akta Pendirian Perusahaan dan Peraturan–Peraturan Akta pendirian perusahaan diberikan oleh pemerintah di daerah di mana perusahaan tersebut didirikan. Akta pendirian merupakan dokumen legal yang penting untuk mengakui suatu perusahaan sebagai


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 135 suatu entitas yang terpisah. Peraturan–peraturan termasuk kebijakan dan prosedur yang diadopsi atau dibuat oleh para pemegang saham di perusahaan tersebut. Peraturan ini menjelaskan hal–hal seperti tahun fiscal perusahaan, frekuensi rapat pemegang saham, metode pemungutan suara untuk memilih komisaris dan tugas serta tanggung jawab pegawai perusahaan. 5. Kode Etik Perusahaan membuat suatu kebijakan dan kode etik dalam bentuk pernyataan. Kebijakan dan kode etik tersebut disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berada di dalam perusahaan. Auditor harus mendapatkan pengetahuan atas kode etik perusahaan dan memeriksa setiap perubahan dan pengabaian atas kode etik yang akan berdampak pada sistem tata kelola dan integritas terkait serta nilai–nilai etika para manajemen seniornya. 6. Notulensi Rapat Notulensi rapat perusahaan merupakan catatan resmi atas rapat yang dibuat oleh dewan direksi dan pemegang saham. Notulensi rapat tersebut termasuk pengesahan–pengesahan penting dan ikhtisar topik– topik penting pada rapat–rapat tersebut dan keputusan–keputusan yang dibuat oleh direksi dan pemegang saham. Auditor harus membaca notulensi rapat untuk mendapatkan otoritas. Auditor harus membaca notulensi rapat untuk mendapatkan otoritas dan informasi lainnya yang relevan dengan pelaksanaan audit. Informasi tersebut juga harus dimasukkan ke dalam arsip audit dengan cara membuat abstrak dari notulensi rapat atau dengan mendapatkan sebuah salinan dan bagian–bagian penting lainnya.


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 136 7. Tujuan dan Strategi Klien Strategi merupakan pendekatan yang dilakukan oleh suatu entitas untuk mencapai tujuan organisasi. Auditor harus memahami tujuan klien terkait dengan: a. Keandalan laporan keuangan b. Efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan c. Kepatuhan dengan hukum dan peraturan. Sebagai bagian dari pemahaman atas tujuan klien terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, auditor harus mengenali istilah–istilah dalam kontrak dan kewajiban hukum lainnya. Auditor harus menelaah dan membuat inti sari dokumen– dokumen di awal kontrak kerja untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik atas risiko bawaan. Selanjutnya, dokumen–dokumen tersebut dapat diperiksa lebih seksama sebagai bagian dari pengujian dalam setiap bagian yang sedang di audit. 8. Pengukuran dan Kinerja Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai tujuannya maka perusahaan membuat sistem pengukuran kinerja dengan indikator–indikator kinerja penting yang digunakan oleh manajemen. Indikator–indikator tersebut berupa angka–angka dalam laporan keuangan, seperti penjualan dan laba bersih, yang dimasukkan dalam pengukuran– pengukuran yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Risiko bawaan dalam salah saji laporan keuangan dapat meningkatkan jika klien telah menetapkan seperangkat tujuan yang tidak masuk akal atau jika sistem pengukuran kinerja memicu pembukuan yang agresif. Pengukuran kinerja termasuk analisis rasio dan tolak ukur terhadap pesaing-pesaing utama. Sebagai bagian dari pemahaman terhadap bisnis


PERENCANAAN AUDIT DAN ANALISIS PROSEDUR 137 klien, auditor harus menjalankan analisis rasio atau penelaahan atas perhitungan rasio kinerja penting klien. Menilai Risiko Bisnis Klien Auditor menggunakan pengetahuannya dari hasil memahami industri dan bisnis klien untuk menilai risiko bisnis klien, dimana risiko tersebut mengambarkan risiko ketidakberhasilan klien untuk mencapai tujuannya. Risiko bisnis klien bisa timbul dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap klien dan lingkungannya. proses penilaian risiko entitas membentuk suatu basis bagi manajemen untuk menentukan bagaimana risiko dikelola. Jika proses tersebut sudah tepat sesuai dengan kondisinya termasuk sifat ukuran dan kompleksitas entitas maka hal ini membantu auditor dalam mengidentifikasi risiko kesalahan penyajian material. Ketepatan atas kesesuaian proses penilaian risiko entitas dengan kondisinya ditentukan oleh permintaan auditor. Manajemen adalah sumber utama untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien. Pada perusahaan yang sudah go publik, manajemen harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap risiko bisnis yang relevan yang dapat mempengaruhi pelaporan keuangan untuk dapat disertifikasi secara triwulanan dan tahunan, dan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian pengungkapan serta prosedur yang disyaratkan oleh Sarbanes-Oxley Act. Sarbanes–Oxley mengharuskan manajemen untuk menyatakan bahwa mereka telah merancang pengungkapan pengendalian dan prosedur untuk memastikan bahwa informasi material tentang risiko bisnis telah dikomunikasikan kepada manajemen dan diungkapkan kepada pemangku kepentingan eksternal, seperti investor.


Click to View FlipBook Version