G30S/PKI: Soekarno - Soeharto Berenang di Antara Dua Karang (Perspektif Generasi Pasca Orba) Diterbitkan Oleh: PT Visi Literasi Nusantara
Soekarno - Soeharto Berenang di Antara Dua Karang (Perspektif Generasi Pasca Orba) G30S/PKI: G30S/PKI: So ekar no-Soe h a rto Bere n a ng di A nta ra Dua Ka r a ng (Perspektif Generasi Pasca Orba) Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of "de Finibus Bonorum et Malorum" (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", comes from a line in section 1.10.32. The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from "de Finibus Bonorum et Malorum" by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham. It is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout. The point of using Lorem Ipsum is that it has a more-or-less normal distribution of letters, as opposed to using 'Content here, content here', making it look like readable English. Many desktop publishing packages and web page editors now use Lorem Ipsum as their default model text, and a search for 'lorem ipsum' will uncover many web sites still in their infancy. Various versions have evolved over the years, sometimes by accident, sometimes on purpose (injected humour and the like). There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form, by injected humour, or randomised words which don't look even slightly believable. G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG Perspektif Generasi Pasca Orba Penulis: Abdul Rohman Diterbitkan Oleh : PT. Visi Literasi Nusantara
G30S/PKI: Soekarno-Soeharto Berenang di Antara Dua Karang (Perspektif Generasi Pasca Orba) Penulis: Abdul Rohman Desain Grafis: Lembah Penerbit: PT. Visi Literasi Nusantara Redaksi: Jalan Gunung Sahari Raya No 73 C Blok 17-18. Email [email protected] Distributor Tunggal Jalan Gunung Sahari Raya No 73 C Blok 17-18. Email [email protected] Cetakan Pertama, Maret 2023 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak karya tuis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin dari penerbit.
PENGANTAR PENERBIT Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Buku ini akhirnya berhasil kami terbitkan. Menarik untuk kami terbitkan oleh beberapa alasan. Berbeda dengan buku-buku lain yang membahas tema serupa. Pertama buku ini menggunakan metode time line. Ialah kronologi peristiwa berdasarkan garis waktu. Metode ini memungkinkan pencermatan terhadap peristiwa G30S/ PKI bisa dilihat secara utuh dari semua aspek dan perspektif. Kebanyakan buku dengan bahasan tema yang sama, analisisnya menekankan satu perspetif. Khususnya yang diterbitkan di era reformasi. Analisisnya disusun secara melompat dari peristiwa ke peristiwa. Analisis seperti itu berpotensi menghilangkan sejumlah mata rantai peristiwa yang sebenarnya terkait sangat erat dengan G30S/PKI. Kesimpulan yang didapat juga bias. Time line atau kronologi peristiwa hingga melahirkan G30S/PKI disajikan sebagai lampiran di akhir buku. Kedua, pembahasan buku ini menggunakan dua pendekatan sekaligus. Optik mikro historis dan makro historis. Secara mikro menekankan pada analisis detail peristiwa G30S/PKI 1965. Sedangkan secara makro memandang peristiwa itu sebagai bagian dari konflik geopolitik. Buku ini juga menjawab isu-isu sensitif yang mencuat pada era reformasi. Maraknya teori-teori tandingan. Terbunuhnya secara massal anggota PKI. Maupun rekonsiliasi nasional. Atas keunikan-keunikan ini, maka buku ini kami terbitkan. Semoga menambah khasanah bacaan bagi kita semua. Khususnya generasi baru yang tidak mengalami langsung peristiwa itu. Buku ini diharapkan menjadi salah satu pengingat akan adanya masa kelam bangsa Indonesia. Agar generasi hari ini dan mendatang mampu memandu bangsa ini untuk tidak terjebak kedalam kekelaman yang sama di masa-masa mendatang. Jakarta, Maret 2021 Penerbit
PENGANTAR PENULIS Buku ini merupkan pengembangan dari pembahasan Bab V Buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan”. Sub judul dalam buku itu “Kudeta G30S/PKI: Soekarno-Soeharto Berenang di Antara dua Karang”. Tidak terdapat perubahan substansial dari materi bab tersebut. Perbedaannya terdapat dalam penyajian. Buku “G30S/PKI:Soekarno-Soeharto berenang di Antara Dua Karang” disajikan dalam kalimat-kalimat pendek. Agar mudah dicerna. Sedangkan dalam buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan”, masih disajikan dalam kalimat panjang-panjang. Buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan” mencakup pembahasan luas. Bukunya cukup tebal. Agar tema ini lebih mudah dipahami pembaca, maka penulis membuat bab tersebut menjadi seri buku tersendiri. Disajikan secara lebih ringan agar mudah dipahami pembaca. Pembahasan tema tersebut dilatarbelakang oleh mencuatnya kembali tema-tema pemberontakan tahun 1965 pada era reformasi. Kehadirannya mendekonstruksi secara teoritik sudut pandang lama yang berkembang pada era Orde Baru. Setelah penulis cermati, kemunculan teori-teori tersebut lebih merupakan perulangan benturan sudut pandang. Antara pendukung orde lama dan orde baru. Sebagai generasi pasca orde baru, penulis tidak ingin terjebak oleh sudut pandang partisan dalam menilai peristiwa berdarah 1965. Ingin memiliki sudut pandang tersendiri berdasarkan fakta-fakta pendukung yang sahih. Penulis kemudian mengumpulkan semua literatur, baik yang lama dan baru. Untuk kemudian dibuat time line peristiwa beserta tokoh-tokoh utama yang terlibat. Berdasar kronologi peristiwa dibuat analisa yang kemudian tersaji dalam bentuk buku ini. Kegiatan PKI, Aidit beserta komplotannya. Kegiatannya Presiden Soekarno. Kegiatan TNI dan Mayjen Soeharto. Ketiganya disandingkan berdasarkan garis waktu. Fakta-fakta peristiwa terkadang memiliki perbedaan antara yang satu dan yang lain. Jika terdapat kasus seperti itu, maka dilakukan cross chek dari sumber yang paling banyak membenarkan. Jika sebuah data dibenarkan oleh banyak sumber maka itu dianggap sebagai data valid. Melalui metode time line itu, atau time frame, maka akan diketemukan analisis yang tidak melompat. Kita bisa menarik kesimpulan dari kronologi peristiwa secara sistematis. Sehingga kita bisa melacak mana pemaknaan peristiwa yang selama ini mengandung unsur kebohongan. Mana yang tidak.
Secara metodologi, penulisan buku ini menggunakan metode kronologi garis waktu (time line). Sebuah library research termasuk cross chek antar literatur untuk menyusun kronologi peristiwa. Selain itu dilakukan filed reserch dengan sejumlah wawancara mendalam kepada para pelaku peristiwa yang masih ada. Kemudian dilakukan analisis terhadap keseluruhan data yang tersusun secara kronologis berdasar garis waktu. Penulisan buku ini menggunakan dua pendekatan. Ialah mikro historis dan makro historis. Secara mikro lebih menitikberatkan pada analisis detail peristiwa G30S/ PKI. Baik menjelang, pada saat dan pasca kejadian. Sedangkan pendekatan makro dilakukan dengan analisis keterkaitan peristiwa itu melalui perspektif historis geopolitik. Secara makro, peristiwa G30S/PKI merupakan ikhtiar pemimpin nasional gerenasi pertama dan kedua untuk keluar dari jepitan dua didaya geopolitik. Blok Timur dan Barat. Itulah yang diistilahkan sebagai “dua karang” dalam buku ini. Buku ini dilengkapi analisis maraknya teori-teori tandingan pada era reformasi. Peristiwa terbunuhnya secara massal anggota PKI. Begitu pula dengan formulasi yang tepat dalam membangun rekonsiliasi nasional. Ialah kembali kepada pancasila dan UUD 1945 sebagai konsensus nasional. Sejarah hendaknya menjadi spion bagi perjalan sebuah bangsa. Untuk tidak terulang ke dalam masa kelam yang sama. Memori kesejarahan sebuah bangsa tidak seyogyanya untuk membawa kembali terjebak pada masa kelam yang telah lalu. Pemahaman peristiwa kesejarahan harusnya membebaskan kita semua untuk tidak terjebak pada perulangan sejarah yang tidak menguntungkan. Ia (peristiwa kesejarahan) harus kita jadikan panduan agar masa depan bangsa bisa kita pastikan menjadi lebih baik. Generasi baru harus secara arif mencari makna terdalam dari suatu peristiwa kesejarahan. Agar kelak bisa memandu perjalanan bangsa ini untuk tidak terjebak pada situasi yang tidak menguntungkan. Generasi baru tidak boleh terjebak pada romantisisme kesejarahan yang hanya melanggengkan benturan. Melanggengkan pertengkaran antar elemen bangsa. Energi segenap elemen bangsa harus mampu difokuskan mengejar kemajuan. Untuk terwujudnya keadilan dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia. PENULIS Jakarta, Maret 2023
DAFTAR ISI Halaman cover ……………………………………………………….... i Pengantar Penerbit ............................................................................. iii Pengantar Penulis ............................................................................... iv BAB I MEMORI MASYARAKAT DAN RANGKAIAN FAKTA 2 A. Memori Masyarakat ..…………………..…………………….. 3 1. Kekejaman PKI Masih Tersimpan dalam Memory Masyarakat …….……….......................................………. 3 2. Neo PKI Gagal Meyakinkan Publik …......…..……………..4 3. Kegagalan Sejumlah Sejarawan ...........................................5 B. G30S/PKI: Rangkaian Fakta-Fakta …………...…………….... 7 BAB II INSTABILITAS BANGSA: MOMENTUM 12 KEMBALINYA PKI A. PKI Sebelum Demokrasi Liberal........................................…13 B. PKI Era Demokrasi Liberal....................................................17 C. PKI Era Demokrasi Terpimpin...............................................21 BAB III MENYIAPKAN KUDETA 30 SEPTEMBER 1965 30 A. Skenario Isu PKI Membersihkan Penghalang …………….....31 B. Lima Skenario Persiapan Kudeta PKI .................................... 33 C. Kenapa PKI Memutuskan Kudeta …………………..……… 38 D. Skema Perebutan Kekuasaan oleh PKI ………....………..… 39 BAB IV OPERASI MILITER DALAM G30S/PKI 42 A. Tahap Pembersihan (Peculikan dan Pembunuhan) Pimpinan TNI AD…………………….....…………………. 43 B. Fase Karantina Presiden….....................................................48 C. Fase Penyelamatan …………………….…..……...………....50
BAB V GERAKAN POLITIK G30S/PKI 54 A. Karantina Presiden Soekarno……………………………… 54 B. Penyebarluasan Komunike 30 September 1965 …..…...…. 57 C. Misi Supardjo dan Manuver Presiden Soekarno ……..…… 58 D. Dekrit Dewan Revolusi: Manuver Aidit Mendahului Presiden ……………...………. 61 E. Aidit Mengakomodasi Presiden Sebagai Penguasa Simbolik (pukul 13.00 Wib.) ……………………......…..… 64 F. Blunder Aidit: Menampar Uluran Tangan Presiden (pukul 14.00 Wib.) ………………………………….…….. 66 G. Manuver Presiden: Perangkap Perintah Harian ……....…… 68 H. Aidit Berusaha Merebut Presiden ……………………..…… 71 BAB VI PERLAWANAN MAYJEN SOEHARTO & TNI 74 A. Pemetaan Situasi ................................................................. 74 B. Mencegah Kelumpuhan TNI AD …………………………... 75 C. Konsinyir Pasukan dan Perwira TNI AD ………………..…. 76 D. Koordinasi Antar Angkatan .……………………...…….….. 77 E. Mobilisasi Satuan-Satuan Pemukul …………………..……. 77 F. Netralisasi Yon 530 dan Yon 454 ……………………….…. 78 G. Pembebasan RRI dan Telkom …………………………..….. 79 H. Pembebasan Presiden dari Cengkeraman Pelaku G30S/PKI…................................................................82 I. Pembebasan Halim ………………………………………… 85 BAB VII TEORI-TEORI TANDINGAN: 88 UPAYA MENGHAPUS JEJAK PERAN PKI BAB VIII MASALAH PEMBUNUHAN MASSAL ANGGOTA PKI 94 A. Polarisasi Masyarakat Pra Kudeta …………………......…....94 B. Intimidasi Horisontal dan Struktural ………………...……...96 C. Daftar Culik dan Sumur-Sumur Pembantaian …….....…..... 98
BAB IX SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG 104 DI ANTARA DUA KARANG BAB X SATU DARI ENAM UPAYA DEKONSTRUKSI 122 PERADABAN NUSANTARA A. Aneksasi Khubilai Khan……………...........................…....122 B. Perang Paregreg: Destabilisasi Peradaban Nusantara……....123 C. Kolonialisasi Eropa: Spanyol-Portugis-Belanda-Inggris........125 D. Kolonialisasi Facisme Jepang,…...........................................126 E. Subordinasi Moskow: PKI Muso Madiun (1948)….............127 F. Subordinasi Cina: PKI Aidit (1965)…..................................128 BAB XI MASALAH REKONSILIASI 132 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jumlah Pembantaian Rejim Komunis Dunia ……….... 9 Tabel 2.1 Infiltrasi Gagasan Komunisme Melalui Pidato-Pidato Presiden ............................................... 24 Tabel 2.2 Tugas dan Strategi Biro Khusus .................................. 26 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Konspirasi Halim Saat Penculikan Jendral TNI ….. 47 Gambar 5.1 Konspirasi Halim (Pukul 10.00 – 12.00) …...…… 61 Gambar 5.2 Konspirasi Halim (Pukul 12.00 – 23.30) …...…… 66 Gambar 6.1 Kudeta PKI 1965: Operasi Militer dan Politik …… 86 Gambar 9.1 Perspektif Makro Kesejarahan G.3O.S/PKI ......… 118
Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta
2 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG “Dek biyen, PKI kelulun krono pokal gawene dewe. Kok saiki arep gawe ontran-ontran maneh. Pedang kang gawe mungsuh deweke biyen, isih primpen ono panggonane. Getih sing nemplek ono neng kono yo isih durung garing” (Zaman dulu, PKI tergulung akibat polah tingkahnya sendiri, Kok sekarang mau bikin keributan dan mengganggu ketentraman lagi. Pedang yang dulu dipergunakan untuk melawan mereka juga masih tersimpan rapi. Tetes darah yang melekat pada pedang itu juga masih belum kering). Itulah gambaran kesadaran kesejarahan, yang akhirnya membentuk cara pandang masyarakat kita. Ketika menyikapi indikasi munculnya kembali pola pikir, pola sikap dan perilaku yang memiliki kemiripan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Sikap masyarakat itu terekam dalam konflik pilkada sebuah kabupaten di pesisir selatan bagian barat provinsi Jawa Timur. Pada pilkada gelombang pertama era reformasi. Sekelompok orang pendukung salah satu kontestan melakukan aksiaksi provokatif. Cenderung mengabaikan aturan. Melakukan gerakan-gerakan intimidatif untuk membatalkan hasil pilkada. BAB 01 Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 3 Pihak tersebut dinilai ---walaupun secara samar-samar---, memiliki chemistry idiologis dengan PKI. Aksinya memiliki kemiripan pola dan terkadang menggamit slogan serta idiom-idiom, yang dahulunya populer digunakan PKI. Gerakan-gerakan itu disikapi masyarakat sebagaimana terungkap dalam cara pandang di atas. Walaupun konflik pilkada sebagaimana dikemukakan di atas tidak berakhir dengan bentrok fisik. Peristiwa itu dapat dijadikan bahan penilaian. Apa yang sebenarnya sedang bergemuruh dalam batin masyarakat. Kata-kata awal tulisan di atas harus dipahami dalam konteks sastra Jawa. Berupa peringatan keras tanpa unsur tantangan provokatif. Sekaligus menunjukkan kesiagaannya menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. A. Memori Masyarakat Sikap masyarakat tercermin dalam ungkapan awal tulisan tersebut dapat ditarik pengertian sebagai berikut: 1. Kekejaman PKI Masih Tersimpan dalam Memori Masyarakat Perilaku PKI pada masa lalu masih terekam kuat dalam memori masyarakat. Ketika muncul gerakan-gerakan yang secara chemistry memiliki keterkaitan idiologis. Kemiripan pola gerakan dan kesesuaian slogan, serta idiom-idiom yang dahulunya populer digunakan PKI. Serta merta mengingatkan kembali memori masyarakat kepada masa kelam tahun 1965 dan sebelumnya. Ketika PKI merenggut banyak nyawa keluarga saudara-saudaranya. Atau keluarga teman-teman dan koleganya yang tidak bersalah. Menyaksikan situasi seperti itu (kemunculan gerakan mirip PKI), masyarakat bersikap wait and see. Menunggu dan siap siaga menghadapi semua kemungkinan. Sambil menyampaikan pesan fakta kesejarahan. Bahwa dahulu PKI tergulung oleh ulahnya sendiri. Kekalahan PKI diibaratkan sosok cakil. Sosok tokoh pewayangan banyak tingkah memainkan kekuatan senjatanya sendiri. Akhirnya ia kalah bukan karena dibunuh lawan. Ia kalah tertusuk senjatanya sendiri. Ungkapan itu menyiratkan kesiapan mereka jika sewaktu-waktu harus menghadapi kebangkitan PKI dengan kekerasan. Kata-kata “tetesan darah
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta 4 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG yang melekat pada pedang yang dulunya untuk melawan PKI masih belum kering”. Bermakna peringatan keras. Sekaligus keteguhan hati ketidakgentarannya. Apabila kali ini harus menghadapi ulah serupa dari PKI atau neo PKI. Kata-kata itu memiliki makna sebagai peringatan keras akan adanya “perulangan sejarah kegagalan”. Apabila para eks tokoh dan simpatisan PKI memaksa menghidupkan kembali agenda-agenda lamanya. Bagaimanapun pola kebangkitannya, PKI akan berakhir berantakan sebagaimana masa lalu. Masyarakat akan kembali mengeluarkan seluruh energinya untuk turut serta menghentikan perilaku PKI. Sebagaimana tindakan generasi sebelumnya. 2. Neo PKI Gagal Meyakinkan Publik Merupakan potret kegagalan rehabilitasi nama baik PKI pada level grassroot. Momentum reformasi telah dimanfaatkan oleh simpatisan dan eks pendukung PKI untuk merehabilitasi nama baik perjalanan sejarahnya. Upaya itu dilakukan dengan menyudutkan dan menyalahkan pihak-pihak lain sebagai aktor intelektual G30S. Kemudian mencitrakan PKI sendiri sebagai pihak teraniaya/korban. Atas nama HAM dan pluralisme, mereka berhasil mendorong kalangan elit politik dan pemerintahan. Intelektual dalam dan luar negeri. Untuk tidak lagi menghalangi kemunculan aktifitas pro Komunis di Indonesia. Upaya itu tetap saja tidak berhasil mendekonstruksi kesadaran kesejarahan grassroot yang pada masa lalunya melewati masa kelam akibat ulah PKI. Ketahanan sosial masyarakat telah terbentuk sedemikian rupa. Tidak akan mentoleransi kehadiran kembali Komunisme di Indonesia. Walaupun penentangan terhadap anasir-anasir komunisme itu tidak tampak secara demonstratif di permukaan. Sebagaimana aksi-aksi anti komunis di Jakarta, Surabaya atau kota-kota besar lainnya. Kesiagaan grassroot terhadap kebangkitan PKI sangat tinggi. Ibarat kawah gunung berapi, sewaktu-waktu dan tanpa di duga-duga dapat meletus. Manakala upaya kebangkitan PKI di Indonesia menampakkan diri pada level yang tidak bisa ditoleransi.
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 5 3. Kegagalan Sejumlah Sejarawan Merupakan bukti kegagalan sebagian ilmuwan sejarah dalam memahami keterkaitan kebijakan Presiden Soeharto-TNI dalam menghadapi PKI. Maupun dengan pengalaman (fisik-batin) masyarakat yang akhirnya membentuk sikap atau cara pandang perlawanan terhadap PKI. Sebagian sejarawan terlarut pada doktrin eks anggota dan simpatisan PKI. Bahwa alur cerita pemberantasan Komunisme di Indonesia merupakan proyek Orde Baru dalam merebut dan melanggengkan kekuasaan. Kelanjutan doktrin tersebut menuding mantan Presiden Soeharto sebagai pelaku pelanggaran HAM. Bahkan bertanggungjawab atas pembantaian angggota Komunis pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965. Sebagian sejarawan kurang mendalami keterkaitan erat antara kebijakan Presiden Soeharto terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Keterkaitan dengan keresahan batin sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketika dalam suatu periode tertentu memiliki kehidupan kelam akibat ulah kejam PKI. Tidak mengherankan jika John Rosa ---seorang ilmuwan sejarah Amerika penulis buku “Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto”--- mengaku bingung. Manakala menemui fakta pelarangan terhadap Komunis di Indonesia tidak bisa dihapus pasca tumbangnya Orde Baru. “Ketika Soeharto jatuh dari kekuasaannya pada 1998 saya tidak membayangkan bahwa satu dekade kemudian pemerintah akan terus melarang buku-buku yang tidak sesuai dengan propaganda rezim yang lalu”, tulisnya dalam buku itu 1 . Kebingungan itu dikarenakan ia melihat G30S/PKI dalam kaca mata kuda an sich. Sebagai buah konflik politik antara elit Orde Baru dengan PKI. Tidak menggali bekas luka dalam ulah PKI kepada masyarakat. Ia berasumsi tumbangnya Orde Baru dengan sendirinya menghapus pelarangan Komunisme di Indonesia. Ia melewatkan fakta bahwa Komunis di Indonesia telah menjadi musuh bangsa sejak lama. Karena itu kehadirannya akan selalu memperoleh perlawanan sengit. 1 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, (Jakarta:Hasta Mitra, 2008), xvi.
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta 6 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG Rejim penguasa baru yang akomodatif terhadap Komunisme dengan sendirinya akan berhadapan dengan kekuatan-kekuatan masyarakat. Baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi (penolakan/ delegitimasi eksistensi kepemimpinannya) ataupun secara terang-terangan (penolakan frontal kembangkitan kembali Komunisme di Indonesia). Peristiwa letupan kemarahan tersembunyi sebagaimana dikemukakan pada awal tulisan di atas hanya cerminan kecil sikap anti Komunis yang tertanam kuat dalam masyarakat. Apabila diselami secara mendalam akan diketemukan sikap serupa dalam kantong-kantong kultural masyarakat nusantara. Sikap anti Komunis di Indonesia bukan semata-mata buah doktrinasi untuk kepentingan pragmatis pemerintahan Orde Baru. Sebagaimana tudingan sebagian kalangan selama ini. Sikap itu terbentuk melalui transformasi kesejarahan dari generasi ke generasi. Oleh keluarga maupun kelompok masyarakat yang masa lalu keluarganya mengalami penderitaan akibat ulah PKI. Pemerintah Orde Baru dan TNI menangkap keresahan batin masyarakat itu. Sebagai respon tuntutan masyarakat, pemerintah Orba dan TNI melakukan tindakan pencegahan terhadap kemunculan Komunisme di Indonesia. Bahwa dalam prakteknya kebijakan tersebut disalahmanfaatkan kelompokkelompok tertentu untuk mendiskreditkan kompetitor-kompetitor politiknya. Bahkan di era Orba sendiri. Sebagaimana menimpa Wakil Presiden Soedarmono yang dituding sebagai Komunis oleh kompetitor-kompetitor politiknya. Bukan berarti kebijakan tersebut harus dihapus. Penghapusan kebijakan pelarangan Komunisme di Indonesia justru akan memicu munculnya konflik horisontal. Membangkitkan kembali perlawanan masyarakat yang sejarah keluarganya atau sejarah keluarga orang-orang yang dicintainya menjadi korban kekejaman PKI. Selama ini pencermatan kesejarahan terhadap petualangan PKI dalam kancah perpolitikan bangsa ---khususnya terhadap G30S/PKI--- terbatas pada pencermatan mikro. Sebuah cara pandang dengan penekanan pada rekaman terjadinya peristiwa, atmosphere politik menjelang peristiwa dan penanganan terhadap PKI paska peristiwa.
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 7 Pada era reformasi, pencermatan mikro kesejarahan G30S/PKI juga telah banyak dikaburkan. Simpatisan dan eks anggota PKI beserta jaringan pendukungnya menyajikan teori-teori baru. Teori-teori itu dikonstruksikan untuk rehabilitasi nama baik perjalanan sejarahnya. Pada era reformasi, pencermatan kesejarahan terhadap G30S/PKI belum banyak memotret sudut pandang makro kenusantaraan. Berdasarkan cara pandang ini, peristiwa G30S/PKI bukan semata-mata petualangan PKI mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Bukan hanya soal rebutan kendali pemerintahan. Peristiwa tersebut justru merupakan langkah awal dekonstruksi peradaban nusantara untuk digantikan oleh sistem idiologi Komunis. Sebuah konstruksi penyelenggaraan negara yang fondasinya amat berbeda dengan falsafah peradaban nusantara. Ialah Pancasila. Jika proyek dekonstruksi ini berhasil, maka peradaban nusantara dengan segala keluhuran falsafah dan kejayaan sejarahnya hanya akan tinggal kenangan. Peradaban harmoni khas nusantara digantikan peradaban sadistis komunis. Sejarah kemegahan nusantara akan dihapus dan diganti kisah herois kejayaan komunis. B. G30S/PKI: Rangkaian Fakta-Fakta Pencermatan aspek-aspek mikro kesejarahan peristiwa G30S/PKI tahun 1965 harus mampu mengungkap jati diri dan agenda-agenda PKI. Begitu pula dengan konstalasi politik nasional menjelang (prolog), pada saat, maupun paska terjadinya peristiwa (epilog). Peristiwa itu tidak boleh dilepaskan dari pencermatan terhadap iklim demokrasi liberal (tahun 1950-1959) dan demokrasi terpimpin (1959-1965). Sebagai atmosphere menguntungkan bagi PKI untuk kembali tampil sebagai salah satu pemain penting perpolitikan nasional. Hari-hari menjelang dan pada saat terjadinya peristiwa G30S, sangat kaya bukti keterlibatan PKI. Sebagai intellectual actor gerakan sekaligus eksekutor. Puncak peristiwa itu sendiri ditandai dengan pembantaian terhadap 6 perwira tinggi pucuk pimpinan Angkatan Darat. Kemudian dilanjutkan dengan pendemisioneran Kabinet Dwikora. Untuk digantikan Dewan Revolusi.
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta 8 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG Telaah terhadap eksistensi PKI di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tabiat asli Komunisme. Sebagai sistem politik otoritarian internasional. Komunisme merupakan idiologi politik bersifat internasional dengan agenda ---berdasarkan angan-angan atau utopianya--- hendak mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Menurut Mark, penggagasnya, seorang Yahudi berkebangsaan Jerman dan akhirnya memeluk agama Protestan. Agenda itu diwujudkan melalui cara perjuangan kelas sebagai pemicu revolusi. Revolusi sosial diyakini sebagai cara memenangkan kelas pekerja (proletar) atas kaum kapitalis (borjuis). Kemudian dibentuk periode transisi yang dinamakan diktaktor proletar. Merupakan sistem politik keditaktoran yang akan dijalankan oleh peloporpelopor kaum buruh dan tani. Untuk mengikis habis unsur-unsur kapitalisme. Menurutnya, apabila masyarakat tanpa kelas telah terbentuk. Negara dan kepemimpinan diktaktor dengan sendirinya akan hilang. Gagasan itu sekilas memang tampak menggiurkan. Namun apabila kita lihat dari fakta kesejarahan hari ini. Setelah satu setengah abad, idiologi dan sistem politik itu berusaha diaplikasikan dan dipanggungkan ke pentas sejarah. Bukan saja terbukti sebagai gagasan utopis 2 . Ide itu telah menjelma sebagai sistem politik otoritarian dan mesin pembunuh kemanusiaan. Pembasmian terhadap kelas tertentu atau kelompok/ orang yang berbeda pendapat, dapat dibenarkan dalam proses pembentukan masyarakat tanpa kelas. Secara jelas sejarah mencatat lebih dari 100 juta jiwa terbunuh dalam sistem Komunis. Sebelum akhirnya sistem komunis mengalami kebangkrutan. Hal itu ditandai dengan runtuhnya imperium Komunis Uni Soviet. RRC pada akhirnya mengadopsi dua sistem. Secara politik menggunakan sistem komunis. Pada ruang ekonomi mengakuisisi sistem liberal. Idiologi komunis gagal di laboratorium persemaiannya sendiri. Soviet dan RRC. 2 Janji terbentuknya masyarakat tanpa kelas tidak terbukti. Faktanya elit politik partai komunis pada akhirnya menjadi elit kelas baru yang secara dominan mengendalikan segala gerak-gerik rakyatnya. Masyarakat terbuka, egaliter, tanpa klas, tidak terwujud dalam sistem komunisme.
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 9 Taufiq Ismail dalam bukunya “Katastropi Mendunia” merekonstruksi kekejaman Partai Komunis sedunia. Selama 74 tahun (1917-1991) di 76 negara. Idiologi komunis menghilangkan nyawa manusia sebanyak 1.350.000 orang per tahun, 3.702 sehari. Ekuivalen dengan 154 orang per jam, 2,5 orang per menit atau 24 detik per orang 3 . 3 Taufik Isma’il, Katastropi Mendunia: Marxisme-Leninisme-Stalinisme-Maoisme-Narkoba, (Jakarta: Yayasan Titik Infinitum, 2004), 6 Tabel 1.1 Jumlah Pembantaian Rejim Komunis Dunia TAHUN NEGARA JUMLAH KETERANGAN 1917-1923 1929 1925-1953 1947-1976 1975-1979 1950-an s/d 1980-an 1950-an s/d 1980-an 1950-an s/d 1980-an 1978-1987 Rusia Rusia Rusia Cina Kamboja Rakyat Eropa Timur Negara-Negara Amerika Latin Negara-Negara Afrika Afganistan 500.000 rakyat Rusia 6 juta petani kulak Rusia 40 juta rakyat Rusia 50 juta penduduk RRC 2,5 juta rakyat Kamboja 1 juta rakyat Eropa Timur Berbagai Negara 150.000 rakyat Amerika Latin 1,7 juta rakyat di Negara-negara Afrika 1,5 juta rakyat Afganistan dibantai rejim Komunis Lenin dibantai rejim Komunis Stalin dibantai rejim Komunis Stalin dibantai rejim Komunis Mao Tsetung dibantai rejim Komunis Polpot dibantai rejim Komunis setempat dibantu Rusia-Soviet dibantai rejim Komunis setempat dibantai rejim Komunis setempat dibantai rejim Komunis Najibullah Sumber: Stephen Courtois (editor), The Book of Communism-Crimes, Teror, Repression, (Havard University Pres, 2000); dalam Taufiq Ismail, 2004:5
Memori Masyarakat dan Rangkaian Fakta 10 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PKI sendiri merupakan bagian dari komunisme internasional (Comintern). Keterkaitannya dapat dilacak sejak bulan Desember 1920. Perserikatan Komunis di Hindia Belanda secara mutlak menerima 21 syarat keanggotaan sebagai bagian Comintern. Sebagian isi syarat keanggotaan komunisme internasionnal itu adalah 4 : 1. Pengakuan secara konsisten terhadap diktaktor proletariat dengan perjuangan untuk mengamankan dan mempertahankannya, 2. Pemutusan kerjasama menyeluruh dengan kaum reformis dan centris serta penyingkiran mereka dari partai, 3. Melaksanakan perjuangan dengan metode kombinasi legal dan illegal, 4. Bekerja secara sistematis di dalam negara, militer, organisasi buruh reformis dan parlemen borjuis, 5. setiap partai anggota Comintern adalah partai Komunis dan dibentuk atas prinsip-prinsip sentralisme demokrasi, 6. Semua keputusan dari konggres Comintern dan Executive Committee of Commmunist International (ECCI) akan mengikat terhadap semua partai yang berafilisasi dengan Comintern, dan 7. Comintern dan ECCI juga terikat untuk mempertimbangkan adanya perbedaan kondisi dari setiap partai yang berbeda tempat bekerja dan perjuangannya. Secara umum resolusi yang diajukan mengenai suatu masalah, hanya akan diterima apabila resolusi itu dimungkinkan. Pencermatan terhadap sajian data korban dan pola relasi antara PKI dengan Comintern akan segera membimbing akal sehat kita. Untuk tidak serta merta menyesali tumbangnya PKI. Tentunya dengan segala sanksi moral, politik dan hukum bagi para simpatisan maupun eks anggotanya. Sejarah memiliki logikanya sendiri. Sebagaimana terlihat dalam kasus kegagalan perebutan kekuasaan oleh PKI di Indonesia. Merupakan sebuah anugerah manakala Indonesia tidak masuk daftar korban kekejaman Komunis dalam jumlah besar. Sebagaimana dialami rakyat Soviet, RRC maupun negara-negara komunis lainnya. n 4 Sekretariat Negara, Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia-Latar Belakang Aksi dan Penumpasanya, (Jakarta: Sekretariat Negara, 1994), hlm 11-12.
Mayjen TNI Soeharto Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI
12 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 13 Aidit, Lukman, Sudisman dan Njoto, dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda. Merupakan pelaku pemberontakan PKI Madiun yang selamat. Kelak di kemudian hari, mereka menjadi pelaku G30S/PKI tahun 1965. Struktur kepengurusan PKI pimpinan Muso menempatkan Aidit dalam seksi buruh. Lukman seksi agitasi dan propaganda. Sudisman seksi organisasi. Njoto seksi urusan perwakilan. Letnan Kolonel Untung pimpinan gerakan militer G30S/PKI 1965. Merupakan partisipan dalam gerakan militer pemberontakan Madiun 5 . Setelah kudeta Madiun, PKI memanfaatkan tiga situasi kebangsaan sebagai momentum konsolidasi kekuatannya. Ketiga situasi itu adalah Agresi Militer Belanda II, sistem politik Demokrasi Liberal (1950-1959) dan sistem politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965). BAB ll Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 5. Muso dan Alimin (tokoh pemberontakan PKI Madiun) merupakan bagian dari tokoh-tokoh pemberontakan PKI tahun 1926/1927. Pemberontakan PKI tahun 1965 digerakkan oleh kaderkader PKI pelaku pemberontakan PKI Madiun (Aidit, Lukman, Sudisman, Njoto dan Letnan Kolonel Untung). Keterkaitan antar generasi pelaku utama tiga kali pemberontakan PKI (1926/1927, 1948 dan 1965), membuktikan adanya satu cita-cita tunggal yang berhasil diwariskan dari generasi ke generasi. Ialah mewujudkan sistem Komunis di Indonesia. Sebagai bagian komunis internasional. Adanya keterkaitan itu menunjukkan kebohongan kader-kader PKI yang menyatakan pemberontakan PKI Madiun merupakan provokasi kabinet Hatta. Kebohongan pula menempatkan PKI sebagai pemain pinggiran dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965.
12 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 13 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Agresi Militer Belanda dimanfaatkan kader-kader PKI untuk meloloskan diri dari tindakan hukum. Berupa kejaran aparat dan penjara pemerintah. Selain itu juga untuk meloloskan diri dari tindakan politik pemerintah. Berupa likuidasi/ pembubaran/pelarangan dari percaturan perpolitikan bangsa. Sistem politik Demokrasi Liberal (1950-1959) dimanfaatkan PKI untuk penguatan basis keanggotaan. Juga untuk bargaining posisinya dalam percaturan elit perpolitikan bangsa. Pada era Demokrasi Terpimpin PKI berlindung di balik superioritas dan kharisma Presiden Soekarno. PKI mempergunakan iklim Demokrasi Terpimpin untuk memperkuat hegemoninya dalam pentas politik nasional. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh PKI untuk indoktrinasi gagasan revolusioner dan persiapan perebutan kekuasaan. A. PKI Sebelum Demokrasi Liberal Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) hanya terpaut tiga bulan dengan dimulainya pemberontakan PKI Madiun (18 September 1948). Selang dua minggu sejak pertempuran terakhir antara pasukan RI dengan pasukan pendukung PKI (29 November 1948) di Gua Macan. Desa Penganten Kecamatan Klambu Purwodadi. Pertempuran terakhir itu bersamaan dengan pelaksanaan hukuman mati. Terhadap tokoh-tokoh pemberontak/PKI Madiun (Amir Sjarifudin beserta 11 pemimpin PKI). Eksekusi hukuman mati dilakukan di desa Ngalihan, Karanganyar Solo. Oleh Gubernur Militer Gatot Soebroto 6 . Setelah aksi penumpasan pemberontakan Madiun, satuan-satuan ketentaraan RI belum benar-benar terkonsolidasi. Apalagi ketika harus menghadapi Agresi Militer Belanda II. Agresi dilakukan melalui strategi terobosan yang kuat dan cepat. Serta didukung peralatan militer yang baik. Soekarno-Hatta dan sejumlah pimpinan pemerintahan ---yang menolak gerilya--- berada dalam tahanan militer Belanda. Pimpinan TNI harus segera berangkat ke medan gerilnya. Menyebar di berbagai tempat. 6. Himawan Soetanto, Madiun dari Republik ke Republik, (Jakarta: Penerbit Kata, 2006), hlm 184.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 14 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 15 Baru setelah Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimotori Letnan Kolonel Soeharto menuai hasil. TNI dapat mengonsolidasi seluruh kekuatannya. Agresi militer Belanda telah mengalihkan konsentrasi satuan-satuan TNI. Untuk dapat fokus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Situasi ini dimanfaatkan sejumlah kader PKI untuk meloloskan diri. Tan Ling Djie, anggota Sekretariat Jenderal PKI bentukan Muso. berhasil meloloskan diri dari penjara Wirogunan Yogyakarta. Aidit berhasil melarikan diri ke Jakarta. Ia menuju Vietnam dan tinggal bersama pasukan Ho Chi Minh. Aidit tinggal beberapa saat di Cina sebelum akhirnya datang lagi ke Indonesia 7 . Sejumlah tokoh pemberontak (PKI) lainnya juga berhasil meloloskan diri. Seperti Alimin, Ngadiman Hardjosubroto, Sudisman dan Lukman. Setelah berhasil meloloskan diri, para kader PKI melakukan gerakan bawah tanah. Dari tempat persembunyiannya masing-masing. Mereka melakukan konsolidasi kekuatan dan menyusun rencana berikutnya. Tan Ling Djie. Pada masa pendudukan Belanda antara Agresi II dan Serangan Umum 1 Maret 1949. Bersama Ngadiman Hardjosubroto membentuk Central Comite (CC) darurat di Yogyakarta. Tujuannya untuk menghimpun anggotaanggota PKI yang sebelumnya tercecer dalam kelompok-kelompok kecil. Upaya kader-kader PKI menghidupkan kembali partainya memperoleh momentum. Tatkala sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) memutuskan tidak melikuidasi (membubarkan) PKI. KNIP memberi hak hidup PKI dalam perpolitikan bangsa. Keputusan KNIP didasarkan pada pendapat yang menyatakan: “partai Komunis diperlukan sebagai Sekutu untuk menetralisasi modal-modal asing Belanda yang ada di Indonesia”. Berdasarkan hasil sidang KNIP itu, tanggal 7 September 1949 Menteri Kehakiman RI memberikan pernyataan: “Pemberontakan Madiun 7. Peter Edman, Komunis Ala Aidit Kisah Partai Komunis Indonesia di bawah Kepemimpinan DN. Aidit, 1950-1965, (Center for Information Analysis, 2005), hlm 69; dalam Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid III, (Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Cinta Bangsa, 2009) hlm 5. Sejumlah tulisan mengungkapkan cerita kemunculan kembali Aidit di Tanjung Priok (setelah peristiwa Madiun) merupakan skenario Sjam (ketua organisasi buruh sayap kiri Pelabuhan Tanjung Priok). Skenario itu untuk mengesankan agar Aidit memiliki pengalaman luar negeri sehingga kehadirannya memperoleh penerimaan luas dari kader-kader PKI.
14 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 15 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI tidak akan dituntut, asalkan mereka tidak tersangkut dalam kejahatan-kejahatan kriminal. Kerjasama orang-orang Komunis diperlukan dalam menghadapi bahayabahaya yang datang dari luar. Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang dianut, pemerintah dapat membenarkan adanya oposisi dalam kehidupan parlementer” 8 . Keputusan KNIP dan kebijakan pemerintah masa itu dapat dipahami sebagai upaya penyatuan elemen-elemen bangsa. Baik sipil maupun militer. Untuk menghadapi agresi militer Belanda. Pada saat keputusan itu diambil, pemerintah RI sedang gencar-gencarnya melakukan perjuangan melawan Belanda. Empat front sekaligus. Ialah: (1) front militer, (2) front diplomasi bilateral (Indonesia-Belanda), (3) front internasional (lobi di forum internasional) dan (4) masalah integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Satuan-satuan militer Belanda belum mundur dari wilayah Indonesia. Kekuatan-kekuatan ketentaraan RI harus dimobilisasi untuk mengantisipasi tipu muslihat Belanda berikutnya. Pemerintah Indonesia juga masih disibukkan untuk memenangkan perjuangan diplomasi melalui Konferensi Meja Bundar. Diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus s/d 2 November 1949. Mobilisasi dukungan internasional juga terus dilakukan agar turut memberi tekanan kepada Belanda. Untuk mengakui kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu semua potensi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil proklamasi tahun 1945 belum benar-benar terintegrasi. Akibat penyempitan wilayah kekuasaan melalui agresi maupun perundingan-perundingan dengan Belanda sebelumnya. Keputusan KNIP itu menekankan realitas logis jangka pendek. Sudah barang tentu tidak ada yang menduga. Etikad baik itu dikhianati PKI dengan melakukan kudeta 17 tahun sesudahnya. 8. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid III, (Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Cinta Bangsa, 2009) hlm 6
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 16 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 17 Keputusan KNIP segera disambut para kader PKI. Mereka segera muncul dari persembunyian dan melakukan konsolidasi. Menyusun pleidoi (pembelaan) politik untuk mengembalikan citra partainya. Alimin, tokoh senior PKI, dalam sebuah wawancara dengan wartawan Sin Po tanggal 10 November 1949. Menyangkal keterlibatan partainya dalam pemberontakan Madiun. Ia menegaskan akan menjalankan garis kebijakan “secara hati-hati”. Alimin mendorong kader-kader muda PKI untuk belajar di Tiongkok. Salah satunya melalui pengiriman delegasi SOBSI (diketuai Njono). Mereka menghadiri Konferensi Serikat-Serikat Buruh Asia dan Australia di Peking pada tanggal 16 November 1949 9 . Pada tanggal 4 April 1950, Alimin mengaktifkan kembali PKI. Akhir bulan Juni 1950, sidang pleno CC-Tan Ling Djie di Godean Yogyakarta. Memutuskan rumusan metode reinkarnasi PKI pasca pemberontakan Madiun. Metode itu meliputi cara kerja. Menitikberatkan kerja tertutup dan kerja terbuka. Kerja terbuka jika kesempatan memungkinkan. Bentuk perjuangan tidak meninggalkan perjuangan bersenjata. Oleh karena itu senjata yang masih ada di tangan tidak akan diserahkan. Organisasi (melangsungkan Konggres Partai Sosialis untuk dilebur kedalam PKI). Tan Ling Djie menyempurnakan personalia organisasi. Ia tempatkan dirinya dalam urusan umum dan agitprop. Abdul Madjid Djoyodiningrat (urusan perburuhan). Djokosudjono dan Yusuf Muda Dalam (urusan perjuangan bersenjata) 10. 9. Dalam konferensi itu, Liau Saoqi (orang kedua Mao Zedong) menyatakan. Perjuangan ber senjata merupakan bentuk pokok untuk merebut kemerdekaan nasional dan demokrasi rakyat (ditaktor proletariat), lihat Imam Soedjono, Yang Berlawan, (Yogyakarta: Resist Book, 2006), hlm 258. 10. Djokosudjono dan Yusuf Muda Dalam, langsung menggerakkan teror satuan bersenjata Merb abu-Merapi Complex. Kelak dalam kaitan dengan peristiwa G.30.S/PKI, Yusuf Muda Dalam ditempatkan sebagai Menteri Bank Central oleh Presiden Soekarno. Sebagai bentuk terima kasih atas hibah Bank of Cina Cabang Jakarta dari pemerintah RRC ke Pemerintah RI. Melalui Bank tersebut, Pemerintah RRC memberikan dukungan finansial kepada PKI. Lihat Julius Pour, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang, (Jakarta: PT. Gramedia, 2010), hlm 39.
16 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 17 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Bulan Juli 1950, ---atas prakarsa Sjam melalui peristiwa Tanjung Priok---, Aidit muncul kembali di Indonesia. Ia melakukan konsolidasi semua potensi kepartaian yang berserak. Setelah kegagalan Kudeta Madiun. B. PKI Era Demokrasi Liberal Tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia memasuki sistem Demokrasi Liberal. Berlangsung hingga 6 Juli 1959. Menggunakan sistem kabinet parlementer dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (UUDS 1950). Periode ini diwarnai instabilitas pemerintahan. Ditandai pergantian tujuh kabinet usia pendek 11. Instabilitas politik itu dimanfaatkan secara baik oleh PKI. Untuk propaganda rehabilitasi citra kepartaian, konsolidasi organisasi, dan mobilisasi keanggotaan. Petualangan PKI pada masa demokrasi liberal dimulai pada saat konsolidasi organisasi. Aidit dan kader-kader muda merebut Central Commite (CC) dan Politbiro baru. Pada bulan Januari 1951. Aidit menempatkan dirinya sebagai ketua Politbiro. Lukman ketua II dan Nyoto sebagai ketua III. Oleh Aidit, kepengurusan PKI di remajakan. Kader tua di ganti kader-kader muda. Aidit juga menempatkan dirinya sebagai Sekretaris Jenderal dalam Central Commite. Anggotanya terdiri dari Lukman, Njoto dan Sudisman. Propaganda rehabilitasi citra partai merupakan agenda pertama, dengan menyusun buku putih pemberontakan Madiun 12. Aidit mengajukan konsep “Jalan Baru”. Tujuannya untuk menunjukkan PKI berjuang melalui garis kelembagaan negara. Menggunakan jalan damai dan 11. Kabinet Natsir memerintah tahun (1950-1951), Kabinet Sukiman-Suwiryo (1951-1952), Kabinet Wilopo (1952-1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan Kabinet Djuanda (1957-1959). 12. Alimin juga menuntut penggalian dan penguburan kembali tokoh-tokoh PKI yang dijatuhi hukuman mati dalam peristiwa Madiun. Tuntutan ini tidak dipenuhi pemerintah.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 18 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 19 demokratis dalam tindak-tanduk politiknya. Ia menyusun konstitusi PKI yang baru 13. Aidit juga melakukan propaganda. Untuk mengesankan PKI merupakan partai nasionalis. Anti kolonialis. Bersimpati terhadap agama. Bertangung jawab. Menentang jalan kekerasan dan pembela demokrasi 14. Tahap berikutnya, Aidit melakukan mobilisiasi keanggotaan secara ofensif. Sasarannya kalangan buruh, buruh tani. Organisasi veteran, wanita, pemuda, mahasiswa, seniman dan wartawan. Untuk mencuri dukungan dari massa buruh dan tani, Aidit mencuatkan isu “kenaikan upah” dan “perubahan tata guna tanah”. PKI juga melakukan show of force dalam bentuk aksi-aksi kekerasan massa dan pemogokan masal. Aksi kekerasan berupa penyerangan markas Kepolisian di Tanjung Priok. Pelemparan Granat di sebuah pasar malam di Bogor. Gerakan pendirian pemerintahan Soviet di Banyuwangi dan Besuki Jawa Timur. Serta aksi-aksi kekerasan massa di Sumatera Timur. Pemogokan masal terjadi di Sumatera (buruh perkebunan). Perusahaanperusahaan strategis (perusahaan minyak, angkutan kereta dan perhubungan udara). Pemogokan juga terjadi di Jawa Barat (menuntut kenaikan upah). Aksi-aksi kekerasan dan pemogokan yang digerakkan PKI memaksa Kabinet Sukiman melakukan penangkapan. Sebagian besar tokoh-tokohnya dijadikan tahanan politik. Kebijakan itu memperoleh protes keras dari PKI. Sukiman dibela Presiden Soekarno dengan pernyataanya pada pidato 17 Agustus 1951. Presiden menyatakan: “Pemerintah telah berketetapan hati untuk mengancurkan gerombolan bersenjata. Baik yang digerakkan oleh idiologi tertentu, maupun liar. Baik yang bersifat kiri maupun kanan. Baik yang merah /Komunis, maupun yang hijau/ DI-TII”. 13 Sikap akomodasionais PKI dengan membuka ruang kerjasama dengan non komunis tidak lepas dari perubahan garis komintern dari garis kiri (Zdhanov) ke garis Kanan (Stalin). Garis Stalin menghalalkan kerjasama dengan gerakan nasional atau non komunis lainnya. Dalam kebijakan Stalin, PKI dapat menggunakan jalur parlementer (konstitusional) dan jalur revolusi dalam merebut kekuasaan politik, Saleh A. Djamhari, et all, Op. Cite hlm 37 . 14. Ibid, hlm 11.
18 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 19 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Perdana Menteri Sukiman dalam pertanggungjawabannya kepada parlemen mengungkapkan. Kebijakan itu diambil setelah cukup bukti meyakinkan. Ada gerakan kekerasan yang didalangi PKI untuk membunuh Soekarno-Hatta. Beserta para menterinya. Kebijakan Kabinet Sukiman memaksa PKI kembali menjalankan aktifitas kepartaian secara klandestain (bawah tanah). Setelah berusaha bangkit dari keterpurukan pemberontakan Madiun. Situasi politik segera berubah dengan cepat. Manakala Kabinet Sukiman mengalami kejatuhan. Pada tanggal 23 Pebruari 1952. Situasi ini dimanfaatkan PKI dengan menawarkan bargaining politik kepada PNI. Untuk membentuk kabinet, tanpa Masyumi. Masyumi kompetitor terbesar PNI pada masa itu. PKI meminta kompensasi pada PNI berupa rehabilitasi dan reposisi PKI dalam perpolitikan bangsa15. PNI menyambut baik uluran PKI. Aidit segera muncul dari pelarian. Bahkan memperkenalkan gagasan “Jalan Demokrasi Rakyat bagi Indonesia”. Ialah pembenaran cara-cara parlementer selain cara-cara revolusioner. PKI juga merumuskan garis perjuangan pengkomunisan masyarakat nusantara. Programnya berupa: 1. membina Front Persatuan Nasional. Berdasarkan persatuan kaum buruh dan kaum tani. 2. Membangun PKI yang meluas di seluruh negara. Sebuah partai yang mempunyai karakter massa yang luas. Massa itu sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan idiologi, politik dan organisasi 16. Selanjutnya PKI berusaha mengubah imbangan kekuatan. PKI mendefiniskan siapa “kawan”, “kawan sementara” dan siapa “lawan”. Mereka menyebut “empat bukit setan” sebagai lawan. 15. Pada awal tahun 1950-an terdapat dua partai besar yang saling berkompetisi: PNI dan Masyumi. Menurut jalan pikiran PKI, PNI lebih memiliki potensi dan kemungkinan untuk didekati (diajak bargaining) jika dibandingkan dengan Masyumi. Ketika Kabinet Sukirman jatuh pada tanggal 23 Pebruari 1952, PKI menawarkan bargaining kepada PNI dalam bentuk “du kungan terhadap PNI untuk membentuk Kabinet tanpa Masyumi”. Sebagai kompensasinya PNI melakukan netralisasi partai-partai agar tidak mencurigai dan antipati terhadap PKI beserta ormas-ormas yang ada di bawahnya. 16. Sekretariat Negara, Op. Cite, hlm 24.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 20 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 21 Ialah imperialisme-kapitalisme, komprador, kapitalis birokrat dan feodalisme. Menghadapi lawan, mereka menggunakan strategi mengandeng “kawan sementara”. Diistilahkannya sebagai kalangan borjuasi nasional. Mereka adalah yang memiliki kesamaan obsesi ‘kehancuran imperialisme’. Terlepas berlindung dibalik istilah-istilah itu. PKI secara terang-terangan hendak mewujudkan agendanya sendiri. Terbentuknya negara Komunis di Indonesia. Berdasarkan program partai yang dicetuskan melalui Konggres V 1954. PKI menuding sistem pemerintahan RI sampai tahun 1954 merupakan pemerintahan anti Komunis. Demokrasi yang berlaku di Indonesia merupakan demokrasi barat. Dikuasai borjuasi nasional. Oleh karenanya harus diganti dengan sentralisme demokrasi. Atau demokrasi memusat ala Komunis. PKI juga menganggap ABRI masih menjadi alat untuk “menindas PKI”. Untuk mewujudkan sistem Komunis di Indonesia, PKI menetapkan strategi politik MKTB (Metode Kombinasi Tiga Bentuk). Ketiga metode perjuangan itu adalah: 1. Perjuangan gerilya di desa. Para pelakunya kaum buruh tani dan tani miskin. 2. Perjuangan revolusioner oleh kaum buruh di kota-kota. Terutama kaum buruh bidang transportasi. 3. Bekerja secara intensif di kalangan musuh. Terutama kalangan Angkatan Bersenjata 17. Melalui agitasi dan propaganda secara gencar serta janji-janji manis terhadap kalangan buruh (kenaikan upah) dan petani (perubahan tata guna lahan menurut versinya). PKI menempatkan dirinya sebagai partai terbesar keempat ---setelah PNI, Masyumi dan NU--- pada tahun 1955. PKI mendulang enam juta pemilih. Kemenangan PKI juga ditopang kemampuan propagandanya mengesankan diri seolah-olah sebagai pembela Pancasila. Menempatkan sosok kharismatik Soekarno sebagai satu-satunya calon Presiden. PKI menampilkan dirinya sebagai sosok pembela rakyat kecil. 17. Sutoyo NK, Fellow Traveller: Peranan Palu Arit Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia, (Jakarta: Yayasan Citra Bangsa, 2009), hlm 78.
20 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 21 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Kedok PKI sebagai pembela Pancasila menjadi terbuka. Tatkala atmosphere kemenangan pemilu 1955 berusaha dimanfaatkan sebagai momentum dekonstruksi idiologi negara. Untuk ditarik kedalam peta Komunis dunia. Sidang Pleno CC PKI tahun 1957 mengesahkan konsep “Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia” (MIRI). Sebagai road map membawa Indonesia kedalam sistem Komunis. Pada tahun 1958, dibalik kedok dukunganya terhadap Pancasila. PKI mulai melancarkan propaganda perubahan substansi Pancasila melalui sidang konstituante. Mereka berusaha mengganti sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “kemerdekaan beragama”. Menurut mereka, tidak semua masyarakat Indonesia beragama monotheis. Karena tidak sedikit pula merupakan penganut politheis. Bahkan ada atheis 18. C. PKI Era Demokrasi Terpimpin Sidang konstituante untuk menyusun UUD pengganti UUDS tidak pernah mencapai kata sepakat. Situasi itu mendorong Presiden Soekarno mempraktekkan Demokrasi Terpimpin. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (Kembali ke Pancasila dan UUD 1945) didukung ABRI. Pada awalnya diharapkan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia. Untuk kembali kepada kemurnian UUD 1945. Momentum itu dibajak dan dibelokkan PKI dengan berlindung dibalik pengaruh Presiden Soekarno. Ke arah sentralisme demokrasi sebagaimana dianut negara-negara Komunis. Konsepsi revolusi ala Komunis digelorakan sebagai panglima. Konsepsi Komunis mulai menenggelamkan falsafah Pancasila. Padahal semangat awalnya Pancasila akan dijadikan acuan kembali dalam proses penataan bangsa. Pembelokan arah demokrasi terpimpin diawali dengan masuknya Aidit menjadi panitia kerja perumusan GBHN. Substansi materinya diambil dari Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1959. Judul pidato itu “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. 18. Sekretariat Negara, Op. Cite, hlm 28.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 22 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 23 Kesempatan itu dimanfaatkan Aidit. Untuk Memasukkan konsepsi dan strategi mewujudkan masyarakat Komunis Indonesia kedalam GBHN. Dikenal dengan konsep “Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia” (MIRI)---. Elaborasi MIRI kedalam GBHN dikenal dengan “Manifesto Politik Indonesia” (Manipol). Merupakan rute paling pendek bagi PKI pada masa itu untuk mewujudkan sistem Komunis. Disebutnya sebagai “Tahap Nasional Demokrasi dan Tahap Sosial Demokrat”. Tidak heran apabila dalam hari-hari berikutnya, PKI memperjuangkan realisasi Manipol. Pada saat bersamaan menuding penentangnya sebagai penentang revolusi Indonesia. Pemanfaatan Presiden Soekarno oleh PKI pada awalnya didasarkan pada kebutuhan aliansi taktis. Atas dasar prinsip saling membutuhkan di antara keduanya. Soekarno ingin menuntaskan cita-cita proklamasi 1945. Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara kuat. Mandiri dan menjadi pemain penting dalam percaturan dunia. Termasuk menyatukan Irian Barat yang sudah dijanjikan Belanda untuk diserahkan. Keinginan itu terbentur lemahnya dukungan negara-negara barat. Penyelesaian penyerahan Irian Barat oleh Belanda melalui diplomasi internasional terkatung-katung lebih 10 tahun. Belanda belum menyerahkan. Negara-negara barat kurang memberikan dukungan pengadaan persenjataan. Untuk mobilisasi umum pembebasan Irian Barat. Negara-negara barat bukan kekuatan yang bersahabat. Presiden Soekarno juga dihadapkan pada realitas kebutuhan dalam negeri. Berupa dukungan semangat juang rakyat yang menggelora. Patriotik, heroik dan revolusioner. Semangat rakyat yang membara itu diperlukan untuk melakukan perlawanan. Terhadap kepentingan barat yang tidak mendukung kepentingan Indonesia. Misalnya untuk memboikot perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia. Fakta tersebut memaksa Soekarno “merawat” PKI ---sebagai anak emas Blok Timur (Komunis)---. Agar dapat menarik dukungan negara-negara Blok Timur. Membela kepentingan Indonesia menghadapi kekuatan Barat.
22 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 23 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Sejumlah analisis mengemukakan bahwa Soekarno memerlukan massa PKI yang reaksioner. Untuk sewaktu-waktu dimobilisasi memberikan dukungan agenda-agendanya. Misalnya dalam masalah nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda yang ada di Indonesia. Uluran tangan Presiden Soekarno itu oleh PKI segera disambut dengan baik. PKI memanfaatkan balik kharisma dan superioritas presiden untuk melindungi agenda dan kepentingan PKI. Pimpinan PKI tentu sudah menghitung jika mereka akan lebih didengar suaranya. Oleh negara-negara Blok Komunis (terutama RRC dan Soviet). Ketimbang Presiden Soekarno yang juga sedang mengais dukungan dari negara-negara blok timur itu. Presiden sedang memerlukan dukungan blok timur untuk melawan barat. Presiden sewaktu-waktu dapat “disandera” PKI melalui tekanan internasional (Soviet atau RRC). Maupun oleh desakan massa partainya di dalam negeri Indonesia. Apabila presiden kurang memberikan dukungan terhadap agenda maupun kepentingan PKI. Atas dasar pertimbangan itu dapat dipahami. Jika PKI menganggap aliansi dengan Presiden Soekarno merupakan “koalisi sementara”. Koalisi dengan kalangan “borjuasi nasional” yang akan memberi banyak keuntungan strategis. Kerjasama dengan kalangan nasional dan non Komunis dibenarkan dalam doktrin Stalin. Sebagaimana diputuskan dalam konggres Bolshevik ke 19 (5-14 Oktober 1952). Sementara itu Presiden Soekarno sebagaimana karakter yang melekat pada dirinya sangat percaya diri. Meyakini akan mampu mengatasi “kenakalan PKI” 19. Kemesraan mencolok antara Presiden dengan PKI terjadi sejak tahun 1960. Aidit dilibatkan sebagai anggota delegasi resmi. Tatkala Presiden Soekarno tampil dalam Sidang majelis Umum PBB (1960). Aidit juga dijadikan anggota delegasi konferensi Non Blok di Beograd. Aidit mendampingi Presiden Seokarno menemui John F. Kennedy untuk menyampaikan pesan perdamaian (1961). 19. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Soekarno mengungkapkan akan membina PKI agar idiologi Komunisnya bisa di Pancasilakan.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 24 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 25 Tidak hanya Aidit. Tokoh-tokoh utama PKI (Lukman dan Njoto) juga sering diberi tugas. Untuk mengemban misi internasional oleh Presiden Soekarno. Pemberian kepercayaan ini merupakan sesuatu yang tidak lazim dilakukan sebelum tahun 1960. Melalui strategi “koalisi sementara”, PKI semakin leluasa menyalurkan gagasan revolusuionernya. Melalui pidato-pidato presiden yang disusun oleh Nyoto. Nyoto seorang kader elit PKI rangking ketiga. Nyoto berhasil disusupkan sebagai ghost writer’s naskah pidato presiden. Belakangan Nyoto dianggap lebih Soekarnois daripada Komunis oleh Aidit. Faktanya keberadaan Nyoto sebagai pengurus CC PKI berada di bawah pimpinan Muso dan Aidit. Fakta itu tidak bisa menyembunyikan jati dirinya sebagai idiolog ajaran Komunisme. Pada tahun 1963, PKI mengubah garis perjuangannya dari poros Moskow (transisi damai menuju Komunisme). Ke arah poros Peking (penggunaan Tabel 2.1 Infiltrasi Gagasan Komunisme Melalui Pidato-Pidato Presiden TAHUN JUDUL PIDATO TARGET Memasukkan Kebijakan PKI yang terkandung dalam MIRI (Masyarakat Indonesia Revolusi Indonesia) kedalam Manipol-USDEK (Manifesto Politik-UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia sebagai GBHN Mendorong atmosphere politik Indonesia semakin kearah kiri (Komunis) Mendorong Indonesia semakin mendekat ke Blok Timur (Komunis) Mendorong konfrontasi dengan Negara-negara barat Mendorong Indonesia semakin revolosioner Mempertajam pertentangan dengan Blok Barat dan mendekatkan diri ke Blok Timur khususnya poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang Jalannya Revolusi Kita (Jarek) Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional (Resopim) Tahun Kemenangan (Takem) Genta Suara Revolusi (Gesuri) Tahun Vivere Pericoloso (Tavip) Tahun Berdiri di kaki Sendiri (Takari) 1960 1961 1962 1963 1964 1965
24 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 25 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI kekerasan revolusioner berskala besar). Untuk mendirikan diktator proletar 20. Inilah yang membedakan antara Aidit dengan Muso dalam hal dukungan finansial organisasi PKI. Implikasi pergeseran poros itu, Aidit memperoleh fasilitas-fasilitas yang luas dan penuh. Dari penduduk Cina perantauan yang ada di Indonesia. Biaya operasi organisasi dan propaganda PKI sebagian besar atau bahkan hampir seluruhnya diterima dari Hoakiau. Selain droping pendanaan dari Peking. Pada saat pra G30S/PKI 1965. Setiap warung atau toko Cina, yang dimiliki penduduk Cina berkewarganegaraan RRT, yang ada di Indonesia. Mempunyai kewajiban menyumbang dana pengembangan Komunis di Indonesia. PKI paling sedikit mendapat Rp.100,- dari warung-warung kecil di kampung-kampung 21. Sedangkan dukungan finansial dari RRC disalurkan melalui Kedutaan Besar RRC di Jakarta. Lewat Bank of Cina Cabang Jakarta. Pada pertengahan tahun 1964, bank tersebut dihibahkan kepada pemerintah Indonesia. Sebagai kompensasinya, Presiden Soekarno menempatkan Jusuf Muda Dalam sebagai Menteri Bank Central. Yusuf adalah kader komunis pelaku kerusuhan bersenjata Merbabu-Merapi Complex pasca pemberontakan Madiun22. Pada tahun 1964. Selain meningkatkan tuduhan “kontra revolusi” terhadap lawan-lawan politiknya. Aidit juga berusaha mengubur Pancasila untuk diganti Nasakom23. Pada tahun ini pula, PKI membentuk biro khusus. Sebagai penyempurnaan strategi MKTBP (Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan) 24 dalam melakukan infiltrasi ke tubuh ABRI. Biro khusus merupakan alat ketua partai. Dibentuk pada tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat diketuai oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah. Alias Sjam. Ia bertanggung jawab secara langsung kepada Aidit. 20 Victor, M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, (Jakarta: Yayasan Obor, 2005), hlm 54-57 21 Rosamona, Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja, (Djakarta: Inkopak-Hazera, 1967), hlm 15. 22 Lihat Julius Pour, Op. Cite, hlm 39 23 Pada bulan Oktober 1965, melalui pidato di depan para peserta Pendidikan Kader Revolusi (Pekarev), Aidit menyatakan: “…dan disinilah betulnya Pancasila sebagai alat pemersatu. Sebab kalau sudah ‘satu’ semua… Pancasila ndak perlu lagi, sebab Pancasila alat pemersatu”. Dalam ceramah yang lain Aidit menyatakan: “Landasan idiil Pancasila yang lahir tahun 1945 adalah Nasakom, dan Pancasila merupakan falsafah persatuan dari Nasion Indonesia”. Lihat Sekretariat Negara, Op. Cite Hlm 33.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 26 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 27 Sjam menjalankan tugasnya dibantu Pono alias Supono Marsudidjojo. Sebagai Wakil Kepala I. Sedangkan Bono alias Walujo alias Muljono membantu sebagai Wakil Kepala II. Biro Chusus Daerah dibentuk di Jakarta Raya (Endro Sulistyo), Jawa Barat (Harjana alias Lie Tung Tjong) dan Jawa Timur (Rustomo). D.I Yogyakarta (Wirjomartono), Jawa Tengah (Salim alias Darmo alias Tikno), Sumatera Barat (Baharudin Hanafi/Rivai) dan Sumatera Utara (Muhammad Nazir alias Amir alias Nazir). Adapun BCD Bali bernama Wihaji, Nusa Tenggara Timur (TH.P Rissi). Sedangkan di Kalimantan selatan ada Amir Hanafiah. Tabel berikut menggambarkan betapa rapinya operasi khusus PKI dengan target-target yang sangat jelas. Begitu pula strategi dalam mencapai target itu. Setelah posisinya dalam pentas perpolitikan nasional berada di atas angin. PKI terus mengintensifkan apa yang disebutnya “peningkatan situasi ofensif revolusioner sampai ke puncaknya”. Peningkatan situasi itu dilakukan melalui berbagai sabotase. Aksi sepihak dan teror, serta agitasi dan propaganda. Aksi-aksi ini disebutnya sebagai senam revolusi (gymnastic revolution). Hingga mencapai kondisi yang diperlukan (necessary conditions). Aksi sepihak berupa teror, agitasi dan propaganda. Diarahkan terhadap apa yang disebutnya “tujuh setan desa” dan tiga “setan kota”. 24 MKTBP meliputi: (a) perjuangan gerilya di Desa yang terdiri dari kaum buruh tanu dan tani miskin, (b) perjuangan revolusiuoner kaum buruh di kota-kota, terutama kaum buruh angkutan, (c) bekerja secara intensif di kalangan musuh, terutama di kalangan Angkatan Bersenjata. Sumber: Sekretariat Negara,1994: 40-41 Mengembangkan pengaruh dan idiologi PKI kedalam tubuh ABRI Mendorong anggota ABRI yang sudah direkrut dapat melakukan rekrutmen dan pembinaan terhadap ABRI lainnya Menyusun database anggota ABRI yang sudah di bina untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan untuk kepentingan PKI • Sistem sel • Memperbanyak simpatisan • Mempertajam perbedaan antara bawahan dan atasan • Memanfaatkan hasil- hasil untuk kepentingan Partai Tabel 2.2 Tugas dan Strategi Biro Khusus TUGAS STRATEGI
26 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 27 Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI Tujuh setan desa meliputi kapitalisme birokrat: 1. Kepala Desa dan 2. Bintara Pembina Desa (Babinsa). 3. lintah darat, 4. tengkulak, 5. tukang ijon, 6. pengumpul zakat (pemuka agama), dan 7. bangsawan (tokoh masyarakat) jahat. Adapun tiga setan kota meliputi: 1. pejabat pemerintah, 2. pejabat ABRI dan 3. pengusaha/pemilik modal. Sabotase dilakukan oleh sayap buruh PKI (Serikat Buruh Kereta Api). Untuk mengganggu kelancaran transportasi perkeretaapian. Terjadi di Purwokerto (11 januari 1964). Kaliyasa Solo (6 Februari 1964). Kroya (30 April 1964). Cirebon dan Semarang (14 Mei 1964). Cipapar (6 Juli 1964). Tanah Abang (18 Agustus 1964). Bandung (31 Agustus 1964). Tasikmalaya (11 & 18 Oktober 1964). Aksi-aksi sepihak dilakukan oleh massa BTI Jawa Tengah: a. Desa Kingkang Wonosari Klaten. b. Desa Kraguman Jogonalan Klaten dan c. Trucuk Prambanan Klaten pada awal Juli 1964. Massa BTI Jawa Barat: a. hutan Karticala & Tugu Indramayu, dan b. hutan Telaga Dua dan Pejengkolan). Aksi massa BTI Jawa Timur: a. desa Gayam Kediri, dan b. okupasi tanah wakaf Pondok Pesantren Modern Gontor). Massa BTI Sumatera Utara melakukan aksi sepihaknya di Bandar Betsy Simalungun25. Serangkaian teror juga dilakukan seperti: a. perusakan kantor Gubernur Jawa Timur (1965). b. peristiwa Jengkol (1961). c. tuduhan terhadap ulama/ cendekiawan Hamka sebagai plagiator atas karyanya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal van der Wijk” (1963). d. pembubaran HMI Cabang Jember (1963). e. pelarangan Manikebu dan Badan Pendukung Sukarnoisme (1963). f. pelecehan Islam dalam peristiwa Kanigoro-Kras Kediri (1965). g. provokasi Aidit: “bila CGMI tidak dapat membubarkan HMI supaya sarungan” (29 September 1965). Dijawab Pemuda Pelajar Islam “langkahi dahulu mayat PII sebelum membubarkan HMI”. 26 Aksi-aksi tersebut dipertajam oleh agitasi dan propaganda. Dengan isu-isu yang memojokkan lawan-lawan politiknya. Seperti “Ganyang Kabir”. “Ganyang Nekolim”. “Sekarang juga bentuk angkatan V”. Tindakan-tindakan PKI itu telah menimbulkan suasana intimidatif. Bagi orang-orang non PKI. Khususnya yang menjadi sasaran agitasi. Aksi agitasi dan 25 Sekretariat Negara, Op. Cite, hlm 49-52. 26 Aminuddin Kasdi & G. Ambar Wulan, G.30.S/1965: Bedah Caesar Dewan Revolusi Indonesia Siapa Dalangnya, PKI?, (Surabaya: PT. Pustaka Java Media Utama, 2007), hlm 15.
Instabilitas Bangsa: Momentum Kembalinya PKI 28 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB propaganda PKI disertai dengan show of force massa besar-besaran. Melalui rapat-rapat raksasa. Rosamona dalam bukunya berjudul “Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja”. Menuturkan seputar keganjilan pada hari-hari menjelang peristiwa G 30 S/PKI. Ukuran kebesaran partai politik ditentukan oleh kemampuanya mengerahkan massa. Memenuhi Stadion Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno). Menurutnya massa yang dihadirkan belum tentu massa riil partai. Tidak jarang rapat-rapat raksasa itu mendatangkan massa bayaran. Pada saat itu hargaharga massa bayaran menjadi meningkat. Mencapai Rp. 100,- per kepala atau equivalen dengan 6 s/d 7 liter beras.27 PKI dengan kekuatan finansialnya. Mampu mengerahkan massa besar dalam setiap rapat raksasa yang diselenggarakannya. Melalui rapat-rapat raksasa itu PKI menggelorakan agitasi. Propaganda. Mendeskreditkan lawan-lawan politiknya. Pada akhirnya menimbulkan suasana intimidatif bagi orang-orang yang tidak sejalan dengan paham Komunisme. Suasana intimidatif semakin bertambah ketika PKI mengusulkan pembentukan angkatan ke V. Dengan mempersenjatai buruh dan tani. Usulan PKI itu memanfaatkan tawaran bantuan 100.000 puncuk senjata ringan RRC. Kepada Presiden Soekarno pada bulan November 1964. Sebelumnya, pada bulan November 1964 itu pula, ketua BTI Asmu mengajukan tuntutan. Agar anggotaanggotanya yang berjumlah 8,5 juta orang dipersenjatai28. Bagi orang-orang non Komunis, manuver-manuver PKI itu telah membuat miris. Mengingatkan kembali peristiwa Madiun. Ketika PKI membantai orangorang yang tidak sejalan agendanya. Kyai-kyai dimasukkan di sumur-sumur pembantaian. Darah non komunis tumpah di mana-mana. Terkait usulan mempersenjatai buruh dan tani. Untuk apa senjata-senjata itu hendak dipergunakan?. Untuk melakukan kekejian serupa dengan peristiwa Madiun?. Itulah yang dikhawatiri masyarakat non komunis. Usulan itu menemui kegagalan. Para pimpinan ABRI, khususnya Angkatan Darat, menolak memberi persetujuan. n 27 Rosamona, Op. Cite, hlm 21 28 Aminuddin Kasdi & G. Ambar Wulan, Op. Cite, hlm 23.
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965
30 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 31 BAB III Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 Setelah atmosphere revolusioner dianggap hampir mencapai puncak kematangannya. PKI menoleh kepada TNI-AD dan kalangan nasionalis-religius. Sebagai penghambat agendanya mewujudkan negara Komunis di Indonesia. Pimpinan puncak TNI-AD merupakan batu sandungan utama. Karena penguasaannya atas kekuatan militer dan persenjataan. Serta kesetiaannya kepada Pancasila dan UUD 1945 29. Pucuk pimpinan TNI-AD merupakan figur-figur yang sulit digiring untuk mendukung agenda PKI. Bahkan dalam suatu seminar di Gedung Seskoad Bandung pada tanggal 1-5 April 1965. TNI AD menyimpulkan adanya bahaya dari utara (Cina-Komunis). Mengomentari hasil seminar itu, Jenderal A. Yani menyatakan perlunya kendali keamanan Asia Tenggara oleh Indonesia. Menggantikan Armada ke-VII Amerika Serikat dan Armada Timur Jauh Inggris di Asia Tenggara. Kekosongan kendali keamanan strategis di negara-negara yang mengelilingi Indonesia harus diisi oleh Indonesia sendiri. Bukan oleh kebijakan ekspansionis Cina beserta sekutu-sekutunya 30 . 29 Karena kesetiaannya kepada Sapta Marga, Pimpinan Puncak TNI-AD sulit diinfiltrasi dan digiring menjadi Komunis. Hanya sejumlah kecil perwira TNI AD yang berhasil direkrut sebagai komunis seperti Letnan Kolonel Untung, Kolonel Latif dan Brigadir Jenderal Soepardjo. Letnan Kolonel Untung sendiri merupakan kader PKI sejak lama. 30 Victor, M. Fic, Op. Cite, hlm 104-105
30 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 31 Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 A. Skenario PKI Membersihkan Penghalang Untuk menyingkirkan penghalang utamanya itu, PKI menggelar aksi fitnah. Menghembuskan isu “Dewan Jenderal”. Selain itu dilakukan penyebarluasan isu “Dokumen Gilchrist”. Juga skenario “politik medis” atas kesehatan Presiden Soekarno. Isu Dewan Jenderal diciptakan Biro Khusus PKI untuk memojokkan kredibilitas pimpinan puncak TNI-AD. Di hadapan Presiden Soekarno maupun masyarakat luas. Dewan Jenderal diopinikan sebagai kelompok perwira TNI-AD yang tidak loyal. Akan menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno. Untuk menambah citra buruk itu dihembuskan pula isu dokumen Gilchrist. Belakangan diketahui merupakan dokumen palsu buatan dinas intelijen Czekoslowakia dan Soviet. Bermarkas di Praha 31. Oleh PKI, dokumen ini dikesankan sebagai sesuatu yang nyata. Sekaligus sumber petunjuk otentik adanya kaki tangan Amerika dan Inggris dalam tubuh TNIAD. Mereka itu diisukan hendak menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno. Kedua isu itu diciptakan PKI untuk membentuk opini. Bahwa pimpinan puncak TNI AD merupakan pejabat korup. Musuh negara yang harus dilenyapkan. Pengkonfrontasian pimpinan puncak TNI AD dengan Presiden Soekarno dimaksudkan untuk menggalang dukungan dari presiden. Masyarakat luas. Anggota dan simpatisan PKI. Maupun kelompok-kelompok di luarnya. Agar secara bersama-sama segera membersihkan pimpinan puncak TNI AD. Pembersihan pimpinan puncak TNI AD yang selama ini menunjukkan sikap anti Komunis. Untuk kemudian digantinya dengan sejumlah perwira pro PKI. Skenario ini merupakan karpet merah bagi PKI dalam merebut kekuasaan di Indonesia. Upaya PKI ---melalui kedua isu itu--- memperoleh momentum jatuh sakitnya presiden pada tanggal 4 Agustus 1965. Pada tanggal tersebut, Presiden Soekarno kembali menderita sakit. Mengalami muntah-muntah sebelas kali. Hilang kesadaran sebanyak empat kali 32. 31 Dokumen palsu ini dimaksudkan untuk menjatuhkan kepentingan-kepentingan Amerika yang ada di Indonesia. 32 Dalam hal ini perlu ditelaah secara lebih mendalam perawatan macam apa yang diberikan delapan dokter Cina sejak tanggal 22 Juli 1965. Apakah pengobatannya dilakukan secara sungguh-sungguh untuk kesembuhan Presiden ataukah ada skenario lain.
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 32 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 33 Peristiwa itu dijadikan pintu masuk PKI dengan menciptakan skenario “politik medis”. Menghembuskan hasil analisa medis tim dokter RRC. Bahwa dalam waktu dekat Presiden Soekarno tidak akan mampu melanjutkan tugasnya lagi. Presiden Soekarno divonis akan meninggal dalam waktu dekat atau lumpuh permanen33. “Politik medis” merupakan istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Memiliki pengertian sebagai: “sebuah skenario politik dengan melibatkan instrumeninstrumen medis. Ditujukan kepada seseorang, kelompok politik, pejabat, rejim tertentu, atau hal-hal yang terkait dengan negara/bangsa. Untuk mempengaruhi/ melumpuhkan/ melenyapkan eksistensi politik seseorang, kelompok politik, pejabat. Atau bahkan eksistensi sebuah bangsa dan negara” 34 Aidit dan Biro Khusus menggunakan analisis dokter-dokter Cina. Sebagai argumentasi untuk mendorong kekuatan-kekuatan revolusioner melakukan “tindakan mendahului” Dewan Jenderal. Caranya dengan membersihkannya (menghabisinya) terlebih dahulu. Menculik dan membunuh pucuk pimpinan TNI-AD terlebih dahulu. Aidit mengesampingkan analisis dr. Mahar Mardjono sebagai dokter kepresidenan dan Professor Neurologi Universitas Indonesia. Berbeda dengan analisis dokter-dokter RRC, dr. Mahar Mardjono menyatakan analisisnya atas kemungkinan kesembuhan presiden. Setelah semua argumentasi pembersihan pucuk pimpinan TNI-AD disiapkan (isu Dewan Jenderal, Dokumen Gilchrist dan kesehatan Presiden). Aidit dan Biro Khusus menyiapkan rencana operasi (renops) dalam bentuk gerakan militer dan politik. Gerakan militer dilakukan dengan menggerakkan perwira-perwira menengah militer binaan PKI. Untuk melakukan pembersihan pimpinan puncak TNI-AD. 33. Sejak kembali dari perlawatannya ke luar negeri pada awal tahun 1965, kesehatan Presiden Soekarno mengalami penurunan. Untuk menangani kesehatan Presiden ditugaskan dokter-dokter Indonesia dan 8 dokter dokter Cina (dokter-dokter Cina merawat Presiden sejak 22 Juli 1965 sampai tanggal 1 September 1965). Ketika pada tanggal 4 Agustus 1965 memperoleh kabar semakin parahnya kondisi Presiden, Aidit yang sedang berkunjung ke Peking Cina kembali ke Jakarta dengan membawa 2 dokter Cina untuk bergabung dengan 8 dokter Cina yang sebelumnya telah merawat Presiden (lihat Skretariat Negara, 1994: 68-69). Tim dokter Cina menyimpulkan atas penyakit yang dideritanya, Presiden dapat meninggal dalam waktu dekat atau menderita kelumpuhan permanen (lihat Victor M. Fic, Op. Cite: hal. 296). 34. Sedangkan medical crimes merupakan istilah yang umum dipakai untuk menyebut adanya kejahatan kedokteran tanpa secara spesifik dilatarbelakangi oleh motif-motif politik.
32 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 33 Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 Sedangkan gerakan politik dilakukan dengan pembentukan Dewan Revolusi. Sebagai pengganti pemerintahan yang sah setelah gerakan militer dilaksanakan. Persiapan dilakukan dengan rapat-rapat dan konsolidasi secara intensif. Baik pada tingkat Politbiro CC PKI, Biro Chusus Central (BCC) dan BCC dengan Biro Chusus Daerah (BCD). B. Lima Skenario Persiapan Kudeta PKI Untuk memperoleh gambaran komprehensif persiapan PKI dalam menyiapkan kudeta. Bisa dilihat kronologi peristiwa sebagaimana disajikan lampiran 1 pada akhir buku ini. Mencermati rangkaian peristiwa itu, secara teknis PKI mempersiapkan perebutan kekuasaan dengan melancarkan lima skenario sekaligus. Pertama, persiapan rencana operasi (renops) gerakan militer dan politik secara tertutup. Kedua, propaganda publik. Ketiga, penciptaan politik kesan bahwa gerakannya merupakan agenda Presiden. Keempat, test case kesiagapan pimpinan TNI AD dan Kelima, netralisasi potensi penghambat gerakan. Kelima skenario itu dilakukan secara serentak. Akibatnya memecah dan menghalangi konsentrasi lawannya yaitu TNI AD dan kalangan nasionalis religious. Mereka menjadi tidak segera menyadari adanya perebutan kekuasaan oleh PKI. Pertama, persiapan rencana operasi (renops) dan konsolidasi gerakan militer pembersihan pimpinan TNI-AD. Maupun gerakan politik untuk mengganti Kabinet Dwikora. Gerakan ini dilaksanakan melalui: (a) 3 kali rapat Politbiro, (b) lima kali rapat interen Biro Chusus Central (BCC), (c) satu kali rapat gabungan pendahuluan dan sepuluh kali “rapat komando pembersihan” (rapat gabungan antara BCC dengan pimpinan gerakan militer), (d) koordinasi intensif antara Aidit dan Sjam (laporan-laporan dan pembahasan hasil rapat internal BCC maupun rapat komando pembersihan), (e) pengiriman anggota CC (Comite Central) untuk mengarahkan operasi perebutan kekuasaan lokal,
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 34 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 35 (f) koordinasi dan instruksi Sjam kepada pengurus Biro Chusus Daerah (BCD), dan (g) misi netralisasi satuan-satuan militer yang dianggap tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan rencana PKI. Sebagai pelaksana gerakan militer PKI memanfaatkan perwira atau anggota satuan-satuan militer yang telah dibina BCC sejak tahun 1964. Ialah Letkol Inf. Untung (Dan Yon Tjakrabirawa/pasukan pengawal Presiden). Kol. Inf. A. Latif (Dan Brigif I Kodam V/Jaya). Mayor Udara Sujono (Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan/P3AU Halim)35. Mencermati komposisi diatas, PKI bermaksud memanfaatkan ketiga elemen kunci pengendali strategis Ibu Kota. Untuk memperlancar perebutan kekuasaan. Ketiga elemen kunci Ibukota itu adalah: a. Tjakrabirawa (pasukan pengawal Presiden), b. Brigif I Kodam V/Jaya (inti pasukan pengamanan Ibu Kota) dan c. P3AU (pemegang kendali pangkalan udara). Selain masalah komitmen terhadap PKI, ketiganya (Untung, Latif dan Sujono) dianggap memiliki pengetahuan mendalam. Tentang kelebihan dan kelemahan ketiga kesatuan tersebut. Selain untuk kepentingan teknis operasi, ketiga elemen strategis ini juga diperlukan sebagai campaign atau propaganda. Untuk menarik satuan-satuan lain. Agar bergabung dan memberikan dukungan gerakan militer yang akan dilakukan. Oleh karena itu dapat dipahami kenapa Letkol Inf. Untung (Danyon Tjakrabirawa) yang dipilih sebagai pimpinan gerakan militer. Bukan Brigjen Soepardjo. Karena Letkol Inf. Untung dapat direpresentasikan sebagai suara resmi institusi pengamanan presiden. Dapat dikesankan bahwa gerakan penculikan para jenderal itu memperoleh restu presiden. 35. PKI tidak mengalami kesulitan dalam mobilisasi unsur pelaksana gerakan dari kalangan militer, karena selain telah dibina secara intensif sejak tahun 1965, mereka, seperti halnya Letnan Kolonel Untung merupakan pelaku pemberontakan PKI Madiun.
34 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 35 Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 Rencana gerakan militer disusun secara rapi. Berlindung dibalik agenda-agenda resmi negara. Ialah: (1) Pelatihan sukwan di Lubang Buaya. Sebagai dalih adalah persiapan mobilisasi Dwikora (konfrontasi dengan Malaysia). (2) Pemanfaatan momentum Hari ABRI tanggal 5 Oktober. Untuk mendatangkan pasukan-pasukan. (3) Memanfaatkan sela-sela koordinasi kedinasan. Seperti antara Brigjen Soepardjo dengan Omar Dhani. Keduanya sama-sama berdinas dalam Komando Mandala Siaga (Kolaga). Walaupun keduanya beda kesatuan. Dengan alasan kedinasan pelaksanaan Kolaga. Brigjen Soepardjo dengan Omar Dhani dapat leluasa melakukan koordinasi memberi dukungan G 30 S/PKI 36. Paska gerakan militer, akan disusul gerakan politik dengan pembentukan Dewan Revolusi. Sebagai sumber kekuasaan tertinggi di Indonesia. Pada fase ini dekonstruksi seluruh tatanan politik akan dilakukan. Untuk kemudian digantinya dengan sistem Komunis. Termasuk mengganti para pejabat oleh kader-kader PKI. Kedua, propaganda publik. Dilakukan Aidit dan anggota CC Politbiro melalui ceramah dan media massa. Tujuannya untuk mengesankan bahwa momentum revolusioner telah sampai puncak. Agar para pelaksana inti gerakan, anggota PKI, maupun simpatisannya, tidak ragu-ragu bertindak. Perlu diingat, bahwa rencana perebutan kekuasaan yang akan dilakukan PKI dibangun di atas “fatamorgana situasi revolusioner”. Berupa argumentasi dan justifikasi moral yang rapuh. Justifikasi moral itu berupa isu rencana kudeta Dewan Jenderal terhadap presiden pada tanggal 5 Oktober 1965 yang harus didahului. Adanya dokumen Gilchrist yang dihembuskan sebagai bukti dukungan CIA terhadap Dewan Jenderal. Adanya vonis medis bahwa masa depan presiden yang tidak akan berumur panjang. Ketiga justifikasi moral itu tidak cukup didukung bukti-bukti. Namun dihembuskan secara gencar sebagai wacana yang bersifat spekulatif. Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis atas kebenaran isu yang dibuatnya. Elit pimpinan PKI melancarkan propaganda. 36. Tercermin dari kesediaan Omar Dhani memenuhi permintaan Brigjen Soepardjo (via Mayor Udara Sudjono) memberikan bantuan persenjataan pasukan penculik pada malam penculikan Jenderal TNI-AD, Victor M. Fic., Op. Cite hlm 155).
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 36 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 37 Mereka mengesankan bahwa gelombang besar revolusioner sedang bergerak. Kepada kader maupun simpatisan yang diberi tugas agar bekerja secara baik tanpa banyak bertanya. Tidak cukup tersedia waktu untuk menjawab hal yang remeh temeh. Maka dapat dipahami ketika kelak dihadapan Mahmilub. Para pelaku gerakan penculikan Jenderal TNI AD tidak bisa menyodorkan bukti otentik. Atas kebenaran isu Dewan Jenderal. Mereka hanya mendasarkan pada informasiinformasi yang didengarnya. Ketiga, penciptaan politik kesan. Bahwa gerakan mendahului Dewan Jenderal merupakan perintah Presiden. PKI (melalui ketua Biro Chusus Central, Sjam) menanamkan pemahaman. Atau mengesankan bahwa pembersihan (penculikan) para Jenderal TNI AD merupakan bagian dari usaha melindungi presiden dari coup Dewan Jenderal. Penciptaan politik kesan dimaksudkan untuk memperoleh dukungan dari satuan-satuan ketentaraan yang dijadikan target. Untuk ikut menjalankan misi “pembersihan” (penculikan) terhadap pimpinan TNI AD. Argumentasi ini bukan ditujukan sebagai konsumsi Letkol Untung, Mayor Udara Sujono maupun Kol. A. Latief. Mereka binaan biro khusus sejak lama. Sejak awal terlibat dalam rapat-rapat “komando pembersihan” para jenderal TNI AD. Mereka telah mengetahui adanya skenario pembentukan Dewan Revolusi sebagai pengganti Kabinet Dwikora (perebutan kekuasaan). Pemilihan Letkol Inf. Untung dan penggunaan sebagian pasukan Tjakrabirawa sebagai unsur pasukan pengawal presiden merupakan upaya mengelabui berbagai pihak untuk ikut gerakan. Seperti kesatuan 530 & 454 yang datang dari daerah. Agar kesatuan-kesatuan daerah itu secara fanatik termobilisasi dan mendukung gerakan pembersihan pimpinan TNI AD. Dalam misi menyelamatkan presiden. Keempat, test case kesigapan pimpinan TNI-AD. Melalui hembusan isu penculikan yang tidak terbukti. Tanggal 18 September 1965 berhembus isu akan adanya penculikan para Jenderal TNI AD. Informasi itu dilaporkan Jenderal S. Parman kepada Jenderal A. Yani. Isu itu tidak terbukti. Hal itu menyebabkan informasi rencana penculikan berikutnya. Sebagaimana diterima Mayjen MT. Haryono antara tanggal 29 s/d 30 September tidak ditanggapi. Bahkan tidak diantisipasi secara memadai.
36 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 37 Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 Terlepas adanya analisis masalah kesiapan teknis merupakan faktor penyebab penundaan hari H dan jam J penculikan para Jenderal. Penundaan tersebut telah menyebabkan ketidakpastian informasi. Seputar kapan pelaksanaan penculikan para Jenderal akan dilakukan. Isu akan adanya penculikan para Jenderal TNI AD sudah marak berhembus. Namun tidak diketahui kapan itu akan terjadi. Pada awalnya gerakan pembersihan pimpinan TNI AD akan dilaksanakan pada tanggal 19 September 1965. Agar secara simbolis “membayar kegagalan” kudeta Madiun. Karena ada kesulitan teknis, rapat-rapat persiapan masih berlangsung. Maka ditetapkan hari H gerakan militer pada HUT ABRI 5 Oktober 1965. Rencana ini juga mengalami kegagalan. Usulan Letkol. Inf. Untung sebagai salah satu panitia HUT TNI menyangkut formasi pasukan defile mengundang kecurigaan. Untung mengusulkan susunan defile pasukan dengan formasi Cakrabirawa pada posisi paling depan. Disusul Jon 530, RPKAD, Jon 454, Pasukan Kudjang, Sukwan/Angkatan V dan terakhir “massa”. Namun usulannya agar “semua pasukan tidak diberi peluru tajam” telah mengundang kecurigaan berbagai pihak. Kecurigaan akan adanya pihak-pihak lain sedang “merencanakan sesuatu”. Munculnya kecurigaan dari berbagai pihak itu menjadi bahan evaluasi bagi PKI untuk mempercepat gerakan. Maka ditetapkan ulang pelaksanaannya pada tanggal 29-30 September 196537. Kelima, netralisasi potensi penghambat gerakan. Hal itu terbaca dari keterangan Rosamona dalam bukunya berjudul Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja”, terbitan Inkopak-Hazera Jakarta tahun 1967. Rosamona mengungkapkan adanya pengiriman 600 pejabat negara ke RRC. Pengiriman pejabat pada waktu bersamaan itu untuk menghadiri undangan pemerintah RRC. Pada peringatan HUT Kemerdekaan RRC 1 Oktober 1965. Enam ratus pejabat tinggi negara merupakan jumlah besar. Perjalanan Dinas ke luar negeri dalam waktu bersamaan. Bisa dikatakan sebagai sekenario pengosongan pejabat di dalam negeri. 37. Rosamona, Op. Cite, hlm 24-26.
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 38 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 39 Pengosongan pejabat tinggi negara itu kemungkinkan atas pertimbangan: a. Untuk mengurangi potensi kritis terhadap langkah-langkah gerakan PKI. Agar perebutan kekuasaan di dalam negeri berjalan dengan mulus. Eksodusnya para pejabat tinggi, menjadikan arena pertarungan hanya menyisakan barisan PKI dan sedikit lawan. Sehingga tidak mampu menggerakkan kekuatan birokrasi pemerintahan untuk menghadang langkah-langkah PKI. b. Untuk mempermudah pergantian pejabat tinggi dengan calon-calon PKI. Ketika gerakan perebutan kekuasaan di Indonesia berhasil, para delegasi Indonesia yang sedang berada di RRC dapat dengan mudah dihabisi oleh kader-kader Komunis RRC. Posisinya di Indonesia diganti oleh calon-calon loyalis PKI. C. Kenapa PKI Memutuskan Kudeta Mencermati skenario di atas, dapat dikemukakan analisis. Bahwa keputusan PKI melakukan perebutan kekuasaan pada tahun 1965 dilatarbelakangi oleh dua hal: a. Jatuh sakitnya “kawan sementara” sosok Presiden Soekarno yang powerful dan kharismatis. Situasi itu dijadikan momentum bagi PKI untuk mengevaluasi koalisi taktisnya dengan kalangan borjuasi nasional (Presiden Soekarno). PKI segera memutuskan skema baru perebutan kekuasaan di Indonesia. Pada awalnya, Presiden Soekarno merupakan garansi bagi skenario PKI menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Perlindungan istimewa yang diberikan presiden terhadap PKI diprediksi akan menjadikan Indonesia sebagai negara komunis pada tahun 1970. Tidak perlu melalui proses berdarah. Melainkan melalui proses alamiah dengan menguasai parlemen dan birokrasi. PKI diprediksi akan unggul melalui pemilu. Tidak efektifnya kepemimpinan Presiden Soekarno yang oleh analisis dokter-dokter Cina divonis akan meninggal atau lumpuh permanen akan menghadapkan PKI vis a vis dengan TNI-AD. Sementara itu TNI memiliki kekuatan persenjataan untuk membalik keadaan dengan menggulung superioritas PKI dalam waktu singkat.
38 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 39 Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 Maka sebelum ditinggalkan Presiden Soekarno, PKI melakukan tindakan mendahului. Menggunakan kharisme presiden, untuk menghabisi pimpinan TNI AD. b. PKI merasa cukup percaya diri dengan situasi revolusioner yang diciptakannya. Ada pula dukungan/dorongan “partai sekawan” dalam payung Comintern (Communist International). Maupun dukungan negara–negara komunis tetangga khususnya RRC. Untuk segera mengambil alih kekuasaan di Indonesia 38. PKI kemudian menciptakan “politik medis” dengan memanfaatkan dokter-dokter Cina untuk mempengaruhi (mengerjai) kesehatan presiden39. Pada saat kesehatan presiden berada dalam kondisi kritis. PKI menjalankan agenda pemusnahan lawan-lawannya (pimpinan puncak TNI AD) dengan mengatasnamakan kebijakan presiden. Tahap selanjutnya ---dengan cara halus maupun dengan cara paksa--- Presiden Soekarno sendiri akan dilenyapkan secara politik oleh PKI. Semua tatanan politik di Indonesia sepenuhnya dikendalikan PKI. Perlu diingat, bahwa tanggal 24 September 1965 atau 6 hari sebelum G30S/ - PKI meletus, Aidit memberi sinyal. Untuk tidak tergantung pada “distribusi kewibawaan” Presiden Soekarno. Aidit mengemukakannya di depan anggota Sarbupri. D. Skema Perebutan Kekuasaan oleh PKI Atas dua hal itu: (1) Presiden Soekarno benar-benar sakit atau sakitnya diskenariokan/dikesankan dokter-dokter Cina atas pesanan Aidit, dan (2) adanya dukungan pemerintah RRC. PKI mempersiapkan perebutan kekuasaan di Indonesia melalui skema sederhana. 38. Sejarawan Nanyang Technology University, Singapura, Taomo Zhou, melalui buku “Revolusi, Diplomasi, Diaspora: Indonesia, Tiongkok dan Etnik Tionghoa 1945-1947”, mengungkapkan dialog Aidit dan Mao. Aidit memaparkan rencana kudeta di Indonesia dan dikemudian hari, apa yang disampaikan itu dilaksanakan dalam peritiwa G30S/PKI. 39. Perlu diingat, sebelum sakit keras pada tanggal 4 Agustus 1965 (muntah-muntah dan hilang kesadaran), dokter-dokter Cina telah merawat presiden sejak bulan Juni. Mengerjai di sini, bisa diduga para dokter itu menjadi penyebab semakin parahnya sakit presiden, atau sebatas membangun opini politik melalui peristiwa sakitnya presiden dengan membuat kesimpulan atas tertutupnya kemungkinan kesembuhan presiden.
Menyiapkan Kudeta 30 September 1965 40 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB Tahap pertama, akuisisi kekuatan militer (TNI AD) dengan mengganti “masinis”-nya (pimpinan puncaknya). Untuk digantikan orang-orang yang bisa dikendalikan PKI. Keberhasilan akuisisi TNI-AD akan segera menjadikan PKI memiliki superioritas politik dan militer sekaligus. PKI terlalu menyederhanakan persoalan dengan mengasumsikan ratusan ribu prajurit TNI layaknya robot. Mereka dianggap secara otomatis akan mengikuti pimpinan baru pilihan PKI. PKI melupakan bahwa para anggota TNI itu telah memperoleh tempaan nasionalisme. Juga memiliki pengalaman tempur pada masa revolusi fisik. Maka tidak mudah untuk dikendalikan PKI. Kedua, pemaksaan perubahan tatanan politik dan kepemimpinan nasional. Setelah TNI-AD berhasil ditaklukkan, PKI mengasumsikan perubahan tatanan politik dan kepemimpinan nasional dapat dilakukan dengan mudah. Ibarat membalik telapak tangan. Ketokohan Presiden Soekarno (yang sudah merosot kesehatannya) juga akan mudah dieliminasi. Manakala TNI-AD sebagai kekuatan penyangga utamanya sudah ditaklukkan dan dijadikan sebagai barisan pendukung PKI. Terlepas secara policy Presiden Soekarno selama beberapa tahun terakhir sebelum tahun 1965 sangat berpihak kepada PKI. Tidak bisa dipungkiri eksistensinya ditopang dengan memainkan dua bandul kekuatan yang berhadapan secara diametral. Ialah PKI dan TNI. Skenario penumbangan Presiden Soekarno secara halus terbaca dari statemen Menlu RRC Chen Yi kepada Subandrio. Bahwa dirinya (Chen Yi) telah menyiapkan Danau Angsa (RRC) sebagai tempat peristirahatan (pengasingan) Presiden Soekarno. Skenario ini identik dengan pengasingan Norodom Sihanouk ke RRC setelah digulingkan Polpot40. Skema perebutan kekuasan dua tahap ini bisa dikatakan sebagai kudeta merangkak. Kudeta secara bertahap. Menguasai pucuk pimpinan militer. Kemudian mengendalikan penyelenggaraan negara melalui Dewan Revolusi. Akan tetapi diksi “kudeta merangkak” ini oleh simpatisan PKI ditudingkan kepada Mayjen Soeharto. Faktanya PKI sendiri yang melakukannya. Akan tetapi gagal. n 40 Aristides Katoppo, Menyingkap Kabut Halim, (Jakarta: Sinar Harapan, 2000), 46-48
Mayjen Soeharto ketika sudah diangkat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat dalam Kabinet Dwikora pada tahun 1966 Operasi Militer Dalam G30s/PKI