Teori-Teori Tandingan: Upaya Menghapus Jejak Peran PKI 92 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB Pertama, ia/Mayjen Soeharto konsisten sebagai prajurit profesional dan tidak terlibat dalam tarik ulur politik. Secara politik keberadaannya juga tidak pernah diperhitungkan dalam percaturan elit politik bangsa sebelum 1 Oktober 1965. Latief sendiri mengakui Mayjen Soeharto merupakan loyalis Presiden Soekarno. Kedatangan Latief di kediamannya bisa jadi untuk meminta bantuan Panser ---sebagaimana dijanjikan Latief kepada pimpinan G30S/PKI --- apabila dalam pertemuan itu Mayjen Soeharto menunjukkan dukungan terhadap gerakan. Namun karena banyak tamu dan Mayjen Soeharto disibukkan oleh sakit putranya, Latief tidak pernah memperoleh kesempatan mengungkapkan rencana terdalamnya itu. Kedua, tidak pernah mencuat bukti-bukti yang menunjukkan Mayjen Soeharto memiliki keterkaitan dalam perencanaan gerakan G30S. Termasuk dalam otokritik Supardjo, tidak pernah disinggung adanya benang merah keterlibatan gerakan dengan Mayjen Soeharto. Supardjo menempatkan Mayjen Soeharto sebagai lawan G30S/PKI yang dirundung kepanikan pada awal gerakan. Mayjen Soeharto segera melakukan konsolidasi dan membalik keadaan hanya dalam hitungan jam. Tudingan Letkol Udara Heru ---dengan mengkaitkan pelaku G30S/PKI (Untung & Latief) memiliki ikatan historis dan berakar dari satu rumpun kesatuan yang sama (Komando Teritorium VII/Diponegoro) dengan Mayjen Soeharto--- merupakan generalisasi. Jauh dari bukti-bukti keterlibatan sebagai perencana G30S/PKI. Tudingan itu kemungkinan dilatarbelakangi kekesalannya kepada Mayjen Soeharto yang berhasil secara meyakinkan mengungkap konspirasi oknum-oknum AURI dalam kudeta tersebut. n
Ampera pada tanggal 25 Juli 1966 Presiden Soekarno Melantik Jenderal TNI Soeharto Menjadi Ketua Presidium Kabinet/Menteri Utama dalam Kabinet Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI
94 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 95 Pada era reformasi, setelah gagal membuktikan PKI tidak terlibat sebagai perencana dan eksekutor G30S, para pendukung PKI kembali mendeskreditkan Presiden Soeharto. Para konspirator rehabilitasi nama baik PKI membuat tudingan bahwa Mayjen Soeharto dan TNI AD merupakan pihak bertanggung jawab dalam kasus pembantaian massal anggota PKI paska kudeta. Tudingan itu dikonstruksi dengan mengesankan peristiwa itu seolah-olah berdiri sendiri, berada dalam “vacuum social” (lingkungan social yang kosong). Tudingan itu menegasikan fakta-fakta berikut: A. Polarisasi Masyarakat Pra Kudeta Jauh sebelum terjadinya G30S, masyarakat telah terpolarisasi kedalam dua kutub besar yaitu PKI dan non PKI. Komunis dan non Komunis. Munculnya polarisasi dipicu oleh karakter idiologis Komunis. Antara lain: 1. sikap merendahkan keyakinan spiritual masyarakat nusantara yang religius, 2. menghalalkan kekerasan yang berlawanan dengan prinsip hidup harmoni masyarakat nusantara78. BAB VIII Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI 78 Tercermin dalam falsafah untuk berpegang pada prinsip hidup rukun dan tidak menyebabkan sakit dan matinya orang lain. Orang-orang tua di Jawa meyakini munculnya budaya kasar dan kesukaannya berperang dalam masyarakat nusantara terjadi setelah kedatangan (dibawa) pendatang dan penjajah.
94 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 95 Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI Polarisasi semakin menguat, ketika setelah kemerdekaan, kader-kader PKI sering melakukan kekerasan sosial. Perebutan-perebutan pemerintahan lokal, konflik horisontal selama kudeta Madiun dan aksi-aksi sepihak menjelang kudeta 1965. Melalui perilakunya itu PKI telah menjadi musuh masyarakat Indonesia (khususnya kalangan religius) bahkan sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Kader-kader PKI dididik untuk menjadi militan dan terampil melakukan propaganda serta menguasai instrumen-instrumen propaganda. Walaupun secara proporsional jumlahnya kecil, akan tetapi muncul ke permukaan tampak sebagai partai superior dengan keanggotaan sangat besar. Menjelang peristiwa kudeta tahun 1965, Aidit mengagung-agungkan jumlah keanggotaanya telah mencapai 6 juta. Hal itu tercermin dari pemilihnya pada pemilu 1955. Aidit juga mengklaim simpatisannya mencapai 21 juta orang79. Klaim jumlah simpatisan bisa jadi hanya fatamorgana yang sengaja diciptakan untuk membuat keder lawan-lawan politiknya. Banyak orang memiliki keterkaitan dengan PKI bukan karena alasan idiologis. Melainkan alasan-alasan pragmatis untuk memperoleh pembagian tanah garapan sesuai propagandanya melalui aksi-aksi sepihak. Bercermin dalam kasus G30S/PKI, otokritik Supardjo mengungkapkan klaim kekuatan-kekuatan revolusioner yang diberitakan siap. Ternyata telah dibesar-besarkan, karena jumlah sebenarnya sangat kecil. Andaikan klaim terhadap jumlah simpatisan itu benar, jumlah tersebut hanya berada dalam kisaran 20% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pada saat itu jumlah total penduduk mencapai 103 juta orang. Sedangkan sisa penduduk Indonesia yang lain (80%) bukanlah simpatisan PKI dan bahkan anti Komunis. Massa non Komunis tidak memiliki jaringan organisasi sekuat PKI. Baik dalam penguasaan asset-aset dalam negeri maupun dukungan jaringan luar negeri. Menjelang kudeta 1965, PKI begitu hegemonik dan otoriter. PKI memiliki keleluasaan ---memanfaatkan kedekatannya dengan Presiden Soekarno--- 79 Mengacu jumlah sukarelawan Dwikora yang dipersiapkan untuk konfrontasi dengan Malaysia dan diklaim telah berada dibawah kendali PKI, Saleh As’ad Djamhari, et all, Op. Cite, hlm 182.
Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI 96 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 97 melakukan aksi-aksi intimidatif terhadap masyarakat non Komunis. Situasi ini menjadikan masyarakat non Komunis dalam keadaan defensif dan melakukan perlawanan tanpa dukungan suprastruktur pemerintah80. Pertikaian horisontal antara anggota PKI dan masyarakat non Komunis paska kudeta tahun 1965 merupakan kelanjutan pertikaiannya sejak jauh sebelum kudeta. Momentum kudeta PKI itulah titik ledak konflik horisontal menguat. Oleh karena itu pencermatan terhadap terbunuhnya secara massal anggota dan simpatisan PKI paska kudeta tahun 1965 sebagai implikasi tindakan pembersihan yang dilakukan TNI AD semata tidaklah akurat. Kesimpulan itu jelas-jelas hanya menempatkan peristiwa tersebut dalam tangan dua pemain: TNI AD dan PKI. Kesimpulan itu telah meniadakan pemain ketiga yaitu masyarakat non Komunis. Jumlahnya jauh lebih besar dan sebelumnya hidup dibawah tekanan PKI atas dukungan suprastruktur kekuasaan. B. Intimidasi Horisontal dan Struktural Menjelang peristiwa G30S/PKI 1 Oktober 1965, masyarakat non Komunis mengalami tekanan horisontal dan struktural oleh PKI. Masyarakat non komunis serta telah saling berbalas kekerasan dengan anggota-anggota PKI. Intimidasi horisontal diawali oleh komando ofensif revolusioner81 Aidit kepada seluruh jajaran partai. Pada prakteknya dipergunakan untuk menyudutkan lawanlawan politiknya maupun orang-orang non Komunis, khususnya kalangan agama. Pada tingkat grassroot, komando diaplikasikan dalam bentuk agitasiprovokasi-intimidasi “ganyang 7 setan desa”82” dan aksi-aksi sepihak83. Aksi ini dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan menyentuh aspek-aspek sensitif masyarakat nusantara. Seperti pelecehan ajaran agama, penistaan simbol-simbol 80. Seperti dalam perlawanan terhadap aksi-aksi sepihak. 81. Seluruh aksi untuk menciptakan “Situasi Revolusioner” dengan menggalang kekuatan progresif revolusioner untuk menghancurkan Oldefo (Old Established Forces) dan Nekolim (Neo kolonialisme-imperialisme) 82. Tujuh Setan Desa; (1) Kepala Desa /Kapitalis Birokrat), (2) Bintara Pembina Desa/Babinsa, (3) Petani kaya, (4) Lintah Darat, (5) Tengkulak, (6) Tukang Ijon, (7) Pengumpul Zakat. 83. Selain menyerobot tanah Negara juga lahan milik orang lain dengan dalih land reform.
96 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 97 Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI agama dan intimidasi para tokohnya. Kelompok-kelompok masyarakat yang merasa dirugikan oleh aksi PKI kemudian mengonsolidasi diri untuk melakukan perlawanan dan memicu saling berbalas kekerasan. Sedangkan intimidasi struktural dilakukan dengan memanfaatkan instrumen-instrumen kekuasaan untuk menekan perlawanan masyarakat non Komunis terhadap aksi-aksi sepihak yang dilakukan PKI. Termasuk kepada GP Ansor. Menurut pengakuan Abdul Hamid Wilis ---Komandan Banser Kabupaten Trenggalek periode 1964-1975--- perlawanan Banser terhadap aksi-aksi sepihak ditanggapi Aidit dengan menekan presiden. Agar Gerakan Pemuda Ansor dibubarkan. Pengurus Wilayah, Korda dan Pengurus Cabang GP Ansor se Jawa Timur dipanggil ke Jakarta untuk dihadapkan dengan BPI (Badan Pusat Intelijen). Subandrio mengintimidasi para pengurus Ansor untuk tidak melawan PKI84. “… di bidang intelijen, saudara-saudara kalah dengan PKI. Orang PKI tahu dimana Saudara sekarang sedang berada. Bahkan tahu dimana Bapak K.H. DR. Idham Chalid dan tokoh-tokoh PB NU lainnya berada. Tapi Saudara dan PB NU tidak tahu dimana D.N Aidit berada. Saudara harus mengerti hal ini…” Intimidasi semakin memperkuat militansi masyarakat non Komunis yang akhirnya bersatu dalam ikatan beragam motif. Ada yang motifnya mempertahankan hak milik/ lahan garapan yang akan diserobot PKI, membela agama dan para tokohnya yang dijadikan sasaran kekerasan, maupun alasan membela diri dari intimidasi fisik kader-kader PKI. Motif-motif tersebut menjadikan perlawanan terhadap aksi kader-kader PKI sebagai holy war dengan mempertaruhkan jiwa maupun fisik. Aksi berbalas kekerasan semakin meningkat menjelang 1 Oktober 1965 dan meledak beberapa saat setelahnya. Ketika TNI AD berhasil menggagalkan kudeta PKI beserta elit jaringannya pada tingkat pusat, para anggota PKI di daerah tidak lagi memiliki back up suprastruktur dalam menjalankan agendanya. 84. Abdul Hamid Wilis, Aku Jadi Komandan Banser: Membela Pancasila-Menumpas G.30.S/PKI, (Trenggalek: 2006), hlm 160.
Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI 98 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 99 Para kader PKI menjadi semakin terpojok ketika TNI AD melancarkan aksi pembersihan terhadap oknum-oknum G30S/PKI di daerah. Situasi ini dimanfaatkan betul oleh masyarakat non Komunis untuk melakukan perlawanan sehingga mengakibatkan banyak kader dan simpatisan PKI bertumbangan. C. Daftar Culik dan Sumur-Sumur Pembantaian Sesaat setelah siaran komunike Letkol. Inf. Untung melalui RRI, kaderkader PKI di daerah segera mempersiapkan gerakannya di tempat masingmasing. Gerakan itu dilakukan dalam bentuk: (1) pembentukan Dewan Revolusi Daerah, (2) menyiapkan satuan tempur yang berintikan Pemuda Rakyat, dan (3) menyiapkan daftar hitam orang-orang anti PKI, dan (4) gerakan pembersihan terhadap apa yang disebutnya sebagai pengikut-pengikut “Dewan Jenderal85. Pembentukan satuan tempur Pemuda Rakyat terus berlanjut walaupun kudeta di Jakarta telah diketahui gagal86. Pada awal pembentukannya, satuan-satuan tempur Pemuda Rakyat ini dipersiapkan untuk pembersihan orang-orang yang dikategorikan PKI sebagai pendukung Dewan Jenderal. Sebagaimana pengakuan Abdul Hamid Wilis, peristiwa kudeta Jakarta telah menjadikan suasana di daerah-daerah mencekam ---termasuk di pelosok-pelosok desa kabupaten-kabupaten kecil seperti Trenggalek Jawa Timur---. Masyarakat non Komunis ---yang berada di desa-desa dengan penduduk mayoritas anggota maupun simpatisan PKI--- terpaksa mengungsi. Pada saat itu anggota-anggota PKI telah menyiagakan diri secara berkelompok dan melengkapi diri mereka dengan senjata-senjata tajam (arit, pedang dan senjatasenjata lainnya). 85 Sebagaimana kasus di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, Lampung Bengkulu, Sumatera Barat, Riau, lihat Saleh As’ad Djamhari, et all, Op. Cite., hlm 231-267. 86 Pembentukan Satuan Tempur Pemuda Rakyat di Jawa Barat, pergerakan satuan-satuan tempur PKI merebut sarana-sarana vital di Semarang, pembentukan Pasukan Regu Kerja Pemuda (RKP) di Surakarta dan Wonogiri, Pembentukan Komando Kesatuan Propinsi jawa Timur, pergerakan dan aktifitas serupa di daerah-daerah lain, ibid.
98 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 99 Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI PKI juga memobilisasi kalangan penjahat, perampok dan kelompokkelompok black magic untuk membersihkan orang-orang non Komunis. Selain intimidasi anggota-anggota PKI dengan senjata siap tempur, masyarakat non Komunis juga mengetahui nama-nama diantara mereka yang dijadikan daftar culik. Kader-kader PKI bahkan telah menyiapkan banyak sumur dengan dalih untuk tempat perlindungan jika menghadapi kedatangan musuh. Berdasarkan pengintaian satu sama lain ---antara anggota PKI dan Masyarakat non Komunis--- terkuak informasi bahwa sumur-sumur tersebut dipersiapkan untuk mengubur orang-orang yang dijadikan daftar culik PKI87. Termasuk dalam informasi tersebut telah dipersiapkannya tiga orang algojo untuk membunuh setiap pemilik Langgar/ Surau atau Mushola. Kesiapsiagaan dan intimidasi fisik satuan-satuan tempur Pemuda Rakyat kepada lawan-lawannya sesaat setelah kegagalan kudeta PKI di Jakarta, dimungkinkan oleh adanya instruksi CC PKI. Instruksi tersebut bertujuan sebagai berikut: (1) Sebagai bagian skenario CC PKI untuk melanjutkan perebutan lokal agar nantinya ---dengan basis kemenangan di daerah--- akan kembali menyusun kekuatan menguasai Jakarta. Seperti tercermin dalam rapat darurat malam hari tanggal 1 Oktober 1965, CC PKI memutuskan melanjutkan perjuangan dari daerah dengan memaksakan dukungan dari Presiden Soekarno. (2) Sebagai basis perlidungan atau tameng hidup bagi kader-kader elit partai semasa pelarian. Hal itu dibuktikan dengan perlindungan fanatik kader-kader PKI terhadap Aidit di Solo. (3) Sebagai skenario bargaining kepada Presiden Soekarno agar pengejaran terhadap elit pimpinan G30S/PKI dihentikan dan status hukum PKI tetap dipertahankan/tidak dibubarkan. Berdasarkan kondisi tersebut, pimpinan/elit PKI merupakan pihak bertanggung jawab karena kebijakannya telah memicu munculnya ““Civil War””. 87 Informasi adanya daftar culik ini umumnya diperoleh dari kader-kader PKI yang tertangkap dan berhasil dikorek keterangannya, atau orang-orang yang saudaranya merupakan kader PKI dan tanpa curiga membocorkan rencana tersebut.
Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI 100 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 101 Bagi masyarakat non Komunis, persiapan dan aksi-aksi kader-kader PKI telah menempatkan dirinya menghadapai dua pilihan: hidup atau mati. Melihat akan dijadikan sasaran pembunuhan ---bahkan lubang-lubang pembantaian telah dipersiapkan--- masyarakat non Komunis mengkonsolidasi diri dan melakukan perlawanan untuk mempertahankan hidup dirinya beserta keluarga. Perlawanan masyarakat non Komunis dapat dilerai ketika pada bulan Desember 1965, pemerintah mengeluarkan surat pelarangan penyelesaian fisik kepada kader-kader PKI. Pemerintah menggariskan kebijakan penyelesaian terhadap kader-kader PKI akan dilakukan secara hukum dan politis. Kekacauan terjadi ketika pada akhirnya dilakukan pendataan kader-kader PKI, telah dimanfaatkan sejumlah orang. Termasuk dimanfaatkan oleh kaderkader PKI sendiri untuk menyelamatkan diri atau menitipkan kepentingannya88. Mereka menuding orang lain ---yang sebenarnya tidak terlibat atau derajat keterlibatannya karena motif pragmatis89--- sebagai daftar anggota Komunis yang harus ditindak. Berdasarkan kesadaran kesejarahan yang masih dapat kita gali dari para saksi hidup di desa-desa (sebagaimana pengakuan Hamid Wilis), pembunuhan massal kader PKI paska kegagalan kudeta disebabkan oleh tiga peristiwa. Pertama, terbunuh akibat ““Civil War””. Kedua, terbunuh oleh TNI semasa pengejaran pelaku G30S/PKI. Ketiga, oleh kesalahan-kesalahan pendataan karena alasanalasan subyektif sehingga sulit diverifikasi. Terlepas adanya pengingkaran ataupun motif-motif apapun dari pimpinan elitnya, proyek PKI pada waktu itu sangat destruktif. Berlindung dibalik jargon “pembersihan kaki tangan Dewan Jenderal” ---sebelumnya menggunakan jargon pembersihan “tujuh setan desa”---. Mereka berencana mengirim idiolog-idiolog dan loyalis nusantara kedalam lubang-lubang pembantaian. Apabila ditelaah secara cermat, para Kiai, Guru Ngaji, pemangku Mushola (Langgar) dan tokoh spiritual ---yang dijadikan sasaran untuk dihabisi--- adalah generasi-generasi penerus kerabat kerajaan nusantara. Seperti generasi Pangeran 88 Oleh motif dendam pribadi menuding lawannya sebagai PKI yang harus ditindak pemerintah. 89 Banyak orang-orang desa yang menjadi simpatisan PKI karena imimg-iming lahan garapan.
100 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 101 Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI Benowo (putra Joko Tingkir), Sunan Mbayat (Brawijaya IV), Kyai Hasan Besari Ponorogo maupun generasi kerajaan nusantara lainnya. Para keturunan kraton itu berdiaspora kedalam wilayah peran guru-guru spiritual. Peran para guru-guru spiritual ini juga merawat dan mentransformasikan nilai-nilai kenusantaraan dari generasi ke generasi. Termasuk pada masa kungkungan kolonial Belanda. Maka tidak salah jika almarhum Dr. Murcholish Madjid ---melalui bukunya berjudul “Indonesia Kita” menyebut kalangan ini sebagai pewaris sah nasionalisme nusantara. Selain guru-guru spiritual keagamaan, kader-kader PKI juga menyasar para idiolog, loyalis dan pejuang-pejuang nusantara yang berada dalam tubuh TNI maupun tokoh-tokoh masyarakat. Semua yang tidak sejalan dengan komunis menjadi daftar lawan yang harus dihabisi. Selain pengkaburan fakta-fakta, pencermatan mikro seringkali menurunkan derajad peristiwa G30S/PKI hanya sebatas konflik pragmatis sejumlah pihak. Konfli antara pimpinan TNI AD, Presiden Soekarno dan Mayjen Soeharto, untuk perebutan kekuasaan. Pada akhirnya sejumlah pihak gagal memahami usaha keras Presiden Soekarno ---dengan sikapnya yang mendua terhadap PKI---- dan Mayjen Soeharto ---dengan ketegasan sikapnya---- dalam mempertahankan eksistensi peradaban nusantara. Dari pengendalian fisik/ wilayah/teritorial dan idiologi oleh Komunisme internasional yang dimotori Soviet maupun RRC. n
Masalah Pembunuhan Massal Anggota PKI 102 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB
Ketua Presidium Kabinet/Menteri Utama Kabinet Ampera Jenderal TNI Soeharto Soekarno- Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang
104 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 105 Peran Soekarno dan Soeharto dalam peristiwa G30S/PKI dapat dipahami secara jelas melalui pencermatan makro kesejarahan. Sebagai mata rantai tak terpisahkan usaha-usaha masyarakat nusantara melakukan rekonstruksi eksistensi peradabannya. Soekarno ditakdirkan muncul dalam panggung sejarah, manakala perjuangan panjang masyarakat nusantara berada dalam ujung keberhasilan. Berhasil membebaskan dirinya dari cengkeraman kolonialisme Eropa dan Jepang. Sejak Paregreg90, suprastruktur penyangga peradaban nusantara mengalami proses pelapukan. Sunan Kalijogo ----sosok sufistik Jawa, juga keturunan imperium Majapahit---, dengan susah payah menyelamatkannya dari kepunahan. Upaya itu dilkukan melalui penyelamatan suprastruktur dan gerakan kultural untuk pemberdayaan civil society. Penyelamatan suprastruktur dilakukan dengan memandu rotasi puncak kendali kekuasaan nusantara. Mulai dari masa akhir kekaisaran MajapahitDemak-Pajang hingga era Mataram. Selain menjadi media persemaian nilainilai kenusantaraan, kerajaan-kerajaan tersebut ---walaupun teritori fisiknya mengalami penyempitan dan pengaruhnya menjadi terbatas--- telah menjadi simbol tetap tegaknya eksistensi peradaban nusantara. BAB IX Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 90 Perang saudara dalam imperium Majapahit.
104 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 105 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang Gerakan kultural dilakukan dengan menumbuhkan sebanyak mungkin civil society di seluruh wilayah nusantara. Melalui peran guru-guru spiritual (pesantrenpesantren/padepokan) maupun tokoh-tokoh adat beserta kelembagaannya. Selain menjadi wahana tempaan ketahanan spiritual masyarakat, kelembagaankelembagaan kultural juga mentransformasikan kesadaran kesejarahan, spirit dan nilai-nilai kenusantaraan. Upaya Sunan Kalijogo telah menyebabkan gelombang kolonialisasi Eropa tidak berhasil melakukan dekonstruksi (pembongkaran) kesadaran kesajarahan, nilai-nilai dan spirit kenusantaraan. Eropa memang berhasil dalam misi gold dan glory, namun tidak dalam hal gospel. Kendali ekonomi dan politik telah jatuh dalam cengkeraman Eropa selama hampir empat abad. Namun nilai dan spirit kenusantaraan masih tetap tumbuh dengan subur. Bermula dari kedua institusi ini pula (kraton dan kelembagaan kutural), tokoh-tokoh pergerakan bangsa kelak bermunculan. Khususnya dari kalangan ningrat dan tokoh-tokoh kultural. Munculnya masa gelap Eropa91 dan “frustasi” Amerika untuk dapat segera mengakhiri PD II92 mengantarkan kolonialis Eropa dan Jepang turut merasakan makna penderitaan sebuah bangsa terjajah. Kendornya cengkeraman keduanya atas nusantara dimanfaatkan Soekarno beserta generasinya. Untuk melakukan penyelesaian akhir proses rekonstruksi peradaban nusantara dalam bentuk bangunan Indonesia merdeka. Soekarno tampaknya terinspirasi prediksi Joyoboyo93. Salah satunya menyatakan momentum pembebasan nusantara seiring dengan datangnya 91 Ditandai dengan proyek kekejaman kemanusiaan Hitler di daratan Eropa 92 Dengan menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki 93 Seorang Maharaja Kediri sekaligus futurolog (memerintah antara tahun 1135 - 1157). Bung Karno menyampaikan pleidoi (pembelaan) di depan Sidang Pengadilan Kolonial Belanda Bandung tahun 1930 dengan menyinggung ramalan Joyoboyo: “….Haraplah pikirkan Tuantuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya Ratu Adil, apakah sebabnya prediksi Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat?….”. Soekarno tampaknya hendak mengungkapkan kepercayaan rakyat tentang adanya ratu adil merupakan cerminan suara batin tuntutan kemerdekaan. Adanya kepercayaan rakyat terhadap ramalan Joyoboyo menandakan transformasi kesejarahan dan spirit kenusantaraan tidak bisa dihentikan oleh proses penguasaan fisik dan ekonomi yang dilakukan kolonialis Eropa dan telah berlangsung selama hampir empat abad.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 106 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 107 pasukan kate (tubuh pendek) dari utara (tentara Jepang). Maka ia begitu kooperatif dengan pemerintah Jepang dan percaya akan memenuhi janji memberikan kemerdekaan bagi masyarakat nusantara. Ketika Jepang menderita kalah dan tunduk pada hukum Sekutu ---sehingga tidak bisa mewujudkan janjinya--- Soekarno bersama generasinya dengan sigap memproklamasikan kemerdekaan bangsanya94. Soekarno beserta generasinya juga berhasil menyusun Dasar Negara (Pancasila) dan kerangka penyelenggaaraan Negara (UUD 1945). Kemerdekaan RI ---yang diproklamirkan Soekarno-Hatta--- berada dalam bayang-bayang perjanjian Wina tahun 1942. Melalui perjanjian itu, negaranegara Sekutu menjalin kesepakatan mengembalikan wilayah pendudukan Jepang kepada pemilik koloni sebelumnya. Jika sekutu berhasil mengusir Jepang dari daerah pendudukan. Tugas Soekarno ---yang segera ditunjuk sebagai Presiden--- adalah memobilisasi seluruh kekuatan rakyat untuk merobek perjanjian Wina. Menghadang masuknya kembali colonial ke Indonesia. Periode berikutnya, Soekarno dihadapkan pada proses panjang dan berliku pertempuran fisik dan diplomasi internasional untuk mempertahankan negara proklamasi tahun 1945. Ketika negara proklamasi 1945 nyaris terkubur oleh tusukan kuat pasukan Belanda, Letkol Soeharto ---komandan Wehrkreise III Yogyakarta, ketika itu berusia 28 tahun--- menyajikan harapan baru. Keberhasilannya melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 telah memungkinkan Soekarno beserta tim diplomasinya untuk mempengarui dunia internasional. Agar Belanda bersedia berunding dengan pihak RI. Pada tahun 1949, secara resmi pemerintah Kerajaan Belanda mengakui Kedaulatan RI dan akan menyerahkan Irian Barat satu tahun setelahnya. Penyerahan itu nantinya menjadikan seluruh wilayah bekas koloni Belanda di nusantara menjadi wilayah RI. 94 Sejarah mencatat Kemerdekaan Indonesia bukanlah pemberian pihak manapun, karena Jepang yang pada awalnya menjanjikan kemerdekaan tidak bisa memenuhi janji tersebut. Mereka terikat hukum sekutu yang salah satunya mengembalikan koloninya kepada penguasa sebelumnya (Belanda).
106 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 107 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang Proses panjang itu menyadarkan Soekarno dan generasinya betapa negaranegara barat tidak kooperatif terhadap rencana masyarakat nusantara melakukan rekonstruksi peradabannya. Butuh waktu 4 tahun bagi bangsa Indonesia untuk memaksa negara-negara Barat melepaskan dukungannya terhadap Belanda dalam menguasai kembali Indonesia. Bahkan hingga beberapa tahun berikutnya, pengakuan kedaulatan itu masih menyisakan pengingkaran. Belanda mengolorolor waktu penyerahan Irian Barat. Penyerahan Irian Barat sendiri belum serta merta mengembalikan teritori fisik peradaban nusantara secara utuh. Selama empat abad sebelumnya teritori fisik nusantara dirobek-robek oleh kolonialis Eropa. Nusantara dibelah menjadi wilayah Belanda, Portugis (Timor Timor), Papua New Guinea (Australia) dan Borneo (Inggris). Soekarno tidak menolak pandangan Mohamad Yamin yang menyatakan tumpah darah Indonesia meliputi “Daerah Kepulauan Delapan” dengan pulaupulau kecil disekelilingnya. Wilayah ini telah terikat satu sama lain sejak ribuan tahun sebelumnya95. Jauh sebelum kolonialis Eropa datang. Melihat fakta-fakta di atas dan upayanya meminta dukungan persenjataan untuk pembebasan Irian Barat kurang direspon Negara-negara Barat. Soekarno kemudian menghidupkan PKI ---sebagai bagian Komunisme internasional--- yang sedang sekarat akibat peristiwa Madiun. Ia (Soekarno) hendak menggunakannya sebagai instrumen penggerak kekuatan Blok Timur untuk melindungi dan mendukung kampanye Indonesia dalam panggung Internasional. Upaya mendekati Blok Timur menunjukkan keberhasilan yang ditandai dengan kesediaan Unit Soviet membantu pengadaan persenjataan yang diperlukan Indonesia untuk pembebasan Irian Barat. 95 Daerah Kepulauan Delapan itu meliputi: (1) Sumatera dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (2) Melayu dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (3) Borneo dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (4) Jawa dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (5) Sulawesi dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (6) Sunda Kecil dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, (7) Maluku dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya, dan (8) Papua dengan pulau-pulau kecil sekelilingnya. Menurut Yamin ini merupakan wilayah Nusantara yang telah terikat satu sama lain sejak ribuan tahun sebelumnya. Lihat R. Ridani, Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009), hlm 15.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 108 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 109 Melalui kampanye militer yang dipercayakan kepada Mayjen Soeharto, Soekarno berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkeraman Belanda. Selain itu, kedekatannya dengan negara-negara Blok Timur juga hendak dimanfaatkan Soekarno menjadikan Indonesia sebagai salah satu poros kekuatan dunia atau Nefos (New Emerging Forces). Berada dalam skema Soekarno menjalin aliansi taktis dengan Blok Timur, PKI tumbuh dan berkembang dengan pesat. Partai ini segera terbebas dari dosa politik kudeta Madiun. Memiliki keleluasaan mengembangkan keanggotaan dan penguasaan bidang-bidang pengambilan keputusan strategis bangsa. Seiring pergeseran poros komunis internasional dari “jalan damai” Moskow (Soviet) menuju “jalan revolusioner” Peking (RRC) pada tahun 1963. Tanpa disadari telah menggiring Soekarno untuk harus bergandeng tangan dengan kelanjutan sebuah rezim kekaisaran (RRC). Rezim yang sejak berabad-abad sebelumnya berusaha menaklukkan nusantara (kasus Paregreg). Agenda Soekarno ---menjadikan nusantara sebagai poros kekuatan dunia--- berhadapan dengan kepentingan RRC melanjutkan agendanya mengukuhkan hegemoninya bagi kawasan sekitarnya. Termasuk melakukan pengendalian kekuasaan di wilayah nusantara. RRC mungkin saja mencium agenda terdalam Soekarno ---dibalik kesediaannya melakukan aliansi strategis dengan Blok Timur. Soekarno sebenarnya sedang mempersiapkan tepuk tangan bagi kejayaan bangsanya sendiri dalam panggung internasional. Bagi Komunis internasional, konsepsi nasakom merupakan bukti ketidaksungguhan Soekarno mengarahkan bangsanya untuk secara total menganut paham Komunisme. Kebijakan Presiden Soekarno menggandeng PKI dapat ditarik pemahaman dari pernyataan Presiden Soeharto (penggantinya) ketika menceritakan dialog di antara keduanya96: “Persoalannya adalah saya menyampaikan kehendak rakyat agar PKI dibubarkan, tetapi Bung Karno tidak mau membubabarkan. Karena apa, masalahnya, juga saya sudah mengetahui sejak tahun ’58. Pada waktu saya 96 Wejangan Bapak Presiden Kepada Para Peserta Sarasehan Pembekalan Bagi Calon Anggota DPR-RI Periode 1997-2002 Di Istana Negara, (Jakarta: Sekertariat Negara, 1-8-1997), hlm 28.
108 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 109 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang menjadi Panglima Divisi (TT IV/Dip), Bung Karno mengadakan kunjungan ke Jawa Tengah. Saya sebagai Penguasa Perang Daerah ---waktu itu--- mendampingi beliau dari lapangan terbang menuju tempat penginapan di rumah kepala daerah. Pak Hadi Subeno, pada waktu itu menjadi kepala daerahnya. Di mobil saya sempat untuk memberikan laporan keadaan sampai menanyakan mengenai PKI. “Pak, pada pemilu ’55 PKI menang. Apakah tidak membahayakan Pancasila?”. Beliau terus mengatakan: “Lha kenyataan kan PKI dapat dukungan rakyat, merupakan kekuatan yang riil dan nyata. Ini harus kita jadikan PKI Pancasila”. Saya bilang: “Apa Mungkin Pak?”. Beliau mengatakan: “Inilah perjuangan Bapak. Serahkan pada saya. Kamu tidak usah turut-turut”. Ya sudah. Mulai itu saya sudah tahu bahwa beliau memang ingin mempersatukan Komunis untuk menjadikan PKI menjadi PKI Pancasila dalam rangka Nasakom tadi. Saya tidak boleh turut-turut. Tetapi saya mengatakan saya melakukan pembangunan di Jawa Tengah untuk memisahkan rakyat dengan PKI. Saya terus bertanya: “Bagaimana dengan pembangunan itu?”. “Sudah baik. Teruskan saja”, jawab Bung Karno. Dus, mulai saat itu saya sudah mengetahui”. Menghadapi sikap mendua Presiden Soekarno itu tidak ada jalan lain bagi RRC kecuali memberikan dukungan kepada PKI untuk segera mengambil alih kekuasaan. Munculnya kekuasaan PKI di Indonesia akan memberikan dua keuntungan bagi RRC. Pertama, berhasil memperluas pengaruh Komunis dunia dimana Indonesia akan menjadi negara Komunis terbesar ketiga. Kedua, sifat internasional dari Komunisme akan memungkinkan RRC melakukan pengendalian kebijakan terhadap wilayah nusantara. Sebagaimana kita saksikan dalam peristiwa 1965, PKI kemudian melakukan coup dengan terlebih dahulu mengkonfrontasikan/mengadu pimpinan TNI AD dengan Presiden Soekarno. TNI AD yang telah melihat dengan jelas akan datangnya bahaya dari utara (Cina Komunis) diadu dengan panglima tertingginya. Setelah konfrontasi mencapai titik yang dikehendaki, PKI memanfaatkan sejumlah komandan militer binaan untuk pembersihan pimpinan TNI AD yang jelas-jelas anti komunis. Keberhasilan pembersihan pimpinan TNI AD dilanjutkan dengan pendemisioneran Presiden Soekarno maupun Kabinet Dwikora untuk digantikan Dewan Revolusi.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 110 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 111 Posisi Presiden Soekarno dapat dilihat secara jelas dari sudut pandang Mayjen Soeharto. Lapis kedua atau second line TNI AD yang selama ini selalu hadir menyelamatkan negara dan bangsa pada saat-saat kritis. Soeharto selalu hadir sebagai problem solver kegentingan bangsa. Seperti peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Operasi Mandala. Masa muda Soeharto juga ditempa oleh kesadaran kesejarahan, spirit dan nilai-nilai kenusantaraan secara mendalam. Soeharto juga ditempa oleh spirit perjuangan perang kemerdakaan beserta dinamikanya. Termasuk menghadapi pergolakan antar elemen bangsa seperti pemberontakan-pemberontakan. Kini (saat tragedi kudeta PKI 1965), ia (Mayjen Soeharto) mendapati pandangannya tentang PKI ---membahayakan negara Pancasila--- tidak keliru. Presiden Soekarno yang dihormatinya sedang terpojok ditelikung PKI dengan dukungan Comintern. Manuvernya memanfaatkan Blok Timur melawan Blok Barat justru dimanfaatkan balik oleh RRC untuk mengendalikan nusantara melalui PKI. Upaya rekonstruksi peradaban nusantara yang dilakukan presiden juga nyaris mengalami kebangkrutan. Secara idiologis, peradaban nusantara hendak didekonstruksi dan digantikan paham Komunis. Kendali kebijakan negara juga hendak disubordinasi (dikendalikan) karena pola keterikatan negara-negara komunis berada dalam bayang-bayang kebijakan Comintern. Skenario subordiansi itu berlawanan dengan spirit perjuangan panjang bangsa Indonesia. Untuk melakukan rekonstruksi peradaban nusantara yang independen dan lepas dari intervensi asing. Apabila usaha PKI berhasil, bangsa Indonesia yang sudah lepas dari cengkeraman kolonialis Eropa-Jepang, akan kembali masuk perangkap dalam cengkeraman negara-negara Komunis. Mayjen Soeharto sebelum peristiwa G30S/PKI tidak diperhitungkan secara politik. Pada saat dan setelah G30S/PKI ditakdirkan muncul ke atas panggung sejarah bangsa. Kemudian melakukan langkah-langkah penyelamatan. Ia membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Karena tidak sejalan dengan idiologi kenusantaraan (Pancasila). Terbukti pula menjadi kanal (saluran) bagi RRC yang hendak menumbangkan eksistensi peradaban nusantara. Kelak ketika menjadi presiden, Jenderal Soeharto memutus hubungan diplomatik dengan RRC. Pemutusan itu oleh sebab-sebab substansial yaitu campur tangan terlalu dalam terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
110 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 111 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang Hingga bebera dekade kemudian, Presiden Soeharto menormalisasi hubungan dengan RRC. Setelah dipandang bangsa Indonesia mampu menutup celah kemungkinan intervensi dari negara lain. Masalah ini kurang memperoleh pencermatan kalangan sejarawan. Bahkan pada era reformasi kebijakan selektif Presiden Soeharto terhadap hubungannya dengan RRC maupun dengan sejumlah warga keturunan Cina dipahami secara dangkal. Tanpa melihat akar permasalahannya. Bahwa secara geopolitik selalu mengincar nunsantara untuk di subordinasi. Melalui pencermatan makro kesejarahan, kebijakan Soekarno maupun Soeharto terhadap PKI merupakan bentuk strategi “berenang di antara dua karang” terhadap dua kekuatan dominan dunia. Dalam rangka melanjutkan upaya panjang bangsa Indonesia merekonstruksi eksistensi peradabannya. Manakala bangsa Indonesia menghadapi kebijakan barat yang tidak akomodatif. Presiden Soekarno berusaha menarik kekuatan Blok Timur untuk melindungi kepentingan Indonesia dari kebijakan Blok Barat yang tidak berpihak. Namun ketika negara-negara Blok Timur telah masuk terlalu dalam dan melakukan subordinasi (pengendalian) terhadap bangsa Indonesia. Presiden Soeharto memukul balik kekuatan Blok Timur yang ada di Indonesia. Sehingga menghindarkan bangsa Indonesia dari subordinasi dan kendali asing. Hubungan Soekarno-Soeharto seringkali ditafsirkan berhadapan secara diametral. Tidak menengok kesamaan visi kenusantaraan di antara keduanya. Secara teknis memang terjadi sejumlah perbedaan pandangan di antara keduanya. Namun tetap dibalut oleh kesamaan visi. Sebuah keinginan kuat untuk memandu bangsanya keluar dari jepitan dua kekuatan raksasa dunia (Blok Barat dan Blok Timur). Soeharto memahami cara pandang dan maksud-maksud Soekarno berkenaan dengan kemesraannya dengan Blok Timur. Oleh karena itu Soeharto tidak melakukan perlawanan frontal terhadap kebijakan itu. Soekarno juga memahami cara pandang dan tindakan Soeharto terhadap bahaya atas manuver dirinya (presiden) menggandeng PKI. Transisi kepemimpinan Indonesia dari Soekarno ke Soeharto yang diwarnai munculnya Supersemar juga sering dipandang sebagai bentuk pembangkangan
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 112 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 113 Soeharto kepada Soekarno. Apabila dicermati secara mendalam, proses-proses itu sebenarnya atas dukungan penuh Soekarno. Walaupun Presiden Soekarno dengan tetap mempertahankan sikap menduanya. Secara eksternal ia melakukan megaphone diplomacy, dengan menampakkan pembelaan dan dukungannya mempertahankan status hukum PKI. Ia juga tetap membuka saluran-saluran komunikasi dengan tokoh-tokoh PKI dan melindungi para pengurusnya. Sedangkan secara internal ia memberi dukungan legalformal kepada langkah-langkah Mayjen Soeharto menertibkan keamanan dan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya. Dukungan legal-formal itu dapat kita ketahui secara jelas dari peristiwa-peristiwa berikut: 1. Pada tanggal 2 Oktober 1965, presiden tetap memberikan kepercayaan kepada Mayjen Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan keamanan paska kudeta. Selain tetap mempertahankan Mayjen Pranoto Reksosamodro (calon usulan PKI) menjadi caretaker TNI AD. Dua perintah dalam satu struktur komando itu jelas menempatkan Mayjen Pranoto hanya sebatas figuran. Soekarno memahami betul kompetensi kemiliteran dan penguasaan Mayjen Soeharto atas kendali pasukan. Ia paham bagaimana karakter Mayjen Soeharto yang tidak bisa dihalangi ketika bimbingan keyakinannya telah menuntun untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Namun atas semua keteguhan sikap Mayjen Soeharto, Soekarno juga paham tidak pernah ada catatan sejarah perilaku/ tindakan Mayjen Soeharto hendak melukai dirinya. 2. Pada tanggal 14 Oktober 1965 ---kurang dua minggu sejak kudeta PKI--- presiden mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Men/Pangad definitif. Menggantikan Mayjen Pranoto Reksosamodro yang diangkat presiden atas usulan PKI. Tindakan ini semakin menambah sikap mendua presiden. Secara terbuka ---melalui statemen-statemennya--- membela PKI, namun secara bersamaan menyerahkan kendali TNI AD kepada Mayjen Soeharto. Sosok yang sejak awal tidak sejalan dan bahkan antipati terhadap PKI. 3. Pada tanggal 1 November 1965 (1 bulan sejak kudeta PKI), presiden mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). Keputusan itu
112 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 113 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang disusul dengan pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada tanggal 6 Desember 1965. Secara jelas presiden menunjukkan sikapnya menyetujui gagasan Mayjen Soeharto. Untuk melakukan pembersihan terhadap pelaku G30S/ PKI beserta jaringannya. 4. Pada tanggal 4 Desember 1965, Presiden Soekarno memenuhi saran TNI AD untuk membentuk Mahmilub dan memberi wewenang kepada Mayjen Soeharto sebagai Perwira Penyerah Perkara (Papera). 5. Presiden menerbitkan Surat Perintah pada tanggal 11 Maret 1966 (Supersemar). Isinya memerintahkan Mayjen Soeharto/Menpangad, dengan atas nama Presiden/ Penglima Tertinggi/ Pemimpin Besar Revolusi. Untuk “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/ Panglima Tertinggi/ Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris MPRS demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi”. Penerbitan Surat Perintah tersebut secara jelas memberikan keleluasaan cukup besar kepada orang yang sudah diketahui oleh presiden sangat tidak bersahabat dengan PKI beserta orang-orang yang terlibat dalam peristiwa G30S/PKI. Mayjen Soeharto sejak jam pertama kudeta sudah melakukan perlawanan terhadap PKI. 6. Ketika Surat Perintah tersebut dimanfaatkan Mayjen Soeharto untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, serta menjadikannya sebagai partai terlarang. Presiden Soekarno tidak melakukan tindakan yang berarti secara hukum untuk menggagalkannya. Presiden marah-marah dan menyatakan bahwa maksud Surat Perintah tersebut hanya dalam lingkup teknis militer dan bukan tindakan politis. Namun payung hukum yang kemudian dipergunakan untuk menertibkan tindakan Mayjen Soeharto, berupa Penetapan Presiden (tanggal 13 Maret 1966). Isinya: “…memerintahkan Mayjen Soeharto untuk kembali kepada Pelaksanaan Surat Perintah Presiden/ Panglima tertinggi/ Mandataris MPRS/
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 114 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 115 Pemimpin Besar Revolusi dengan arti, melaksanakan secara teknis saja dan tidak mengambil dan melaksanakan keputusan di luar bidang teknis”. Penpres tersebut secara mudah dapat dipahami tidak memiliki implikasi hukum sama sekali untuk menghapus tindakan Mayjen Soeharto membubarkan PKI. Terkecuali jika melalui surat perintah yang sama, Presiden menyatakan mencabut keputusan pemegang mandat (Mayjen Soeharto) membubarkan PKI. Kemudian menyatakan membatalkan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya. Tindakan Mayjen Soeharto kemudian bahkan disahkan oleh MPRS berdasarkan TAP MPRS No. XXV/ MPRS/1966. 7. Presiden Soekarno hanya berwacana dan melakukan statemen yang bernada simpati terhadap PKI. Akan tetapi presiden tidak mengeluarkan keputusan hukum untuk menghentikan langkah-langkah Mayjen Soeharto melakukan pengejaran terhadap pelaku G30S/PKI beserta jaringan-jaringannya. Presiden dengan kekuasaan yang masih dimilikinya sangat memungkinkan mengganti Mayjen Soeharto sebagai Men/Pangad. Atau mencabut penugasan-penugasannya sebagai Pangkopkamtib dan Penyerah Perkara dalam Mahmilub. Jika tidak menyetujui langkah-langkah yang diambil Mayjen Soeharto. Relasi antara Soekarno-Soeharto dalam peristiwa G30S/PKI dan pergeseran kekuasaan dalam peristiwa setelahnya bisa dijelaskan dalam perspektif penyelamatan bangsanya dari perangkap ancaman Blok Barat maupun Blok Timur. Peristiwa G30S/PKI menyadarkan Soekarno jika Blok Timur tidak lagi sesuai skenarionya untuk dimanfaatkan melawan Blok Barat. Karena telah terbukti menikam dirinya sendiri. Dari dalam negeri. Sementara itu untuk segera meninggalkan Blok Timur, ia akan menjumpai kenyataan posisi Indonesia tinggal sendirian dalam panggung internasional. Selama ini pijakan diplomasinya dibangun atas tumpuan dukungan negaranegara Blok Timur. Sedangkan meminta dukungan barat merupakan sebuah kemustahilan. Mengingat dalam beberapa tahun sebelumnya telah ia tempatkan barat sebagai musuh besar. Presiden Soekarno menikam berkali-kali kebijakan barat, seperti
114 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 115 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang keluar dari PBB, gagasan Nefos dan kampanye melawan Amerika maupun Inggris. Sikap Presiden Soekarno terlihat jelas dari dialektikanya dengan Mayjen Soeharto. Mengenai pembubaran PKI sebagai jalan keluar terciptanya stabilitas bangsa. Soeharto menyatakan rakyat akan mendukungnya 100% jika presiden mengambil langkah seperti peristiwa Madiun. Ialah dengan tegas membubarkan PKI. Presiden menyatakan hal itu tidak mungkin. Ia telah mempromosikan Nasakom sebagai pilar gerakan Non Blok. Mayjen Soeharto kemudian menyediakan dirinya sebagai bumper untuk menghilangkan Kom-nya. Sementara presiden mendukung dari jauh saja. Dialektika itu membawa pada sesi mengharukan dimana Presiden Soekarno menanyakan hendak diperlakukan seperti apa dirinya nanti. Mayjen Soeharto menjawabnya dengan menyatakan hendak mikul duwur mendem jero (melindungi pimpinan yang dihormatinya itu)97. Setelah melihat kesungguhan upaya Mayjen Soeharto, presiden kemudian “melimbungkan diri”. Ia mengambil resiko melawan arus besar tuntutan masyarakat untuk tidak membubarkan PKI. Tentunya sambil melihat kemampuan Mayjen Soeharto mengendalikan keadaan. Ia tetap membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh PKI dan memberikan harapan bahwa melalui dirinya eksistensi PKI tetap bisa dipertahankan. Namun pada saat bersamaan Presiden Soekarno membekali Mayjen Soeharto dengan instrumen legal-formal agar arah perjalanan bangsa memperoleh pijakan bar98. Dalam perspektif ini dapat dimaklumi penolakan Presiden Soekarno terhadap dukungan sejumlah satuan ketentaraan. Mereka bermasud membela presiden untuk melawan kebijakan Mayjen Soeharto. Tentu saja mind games yang dilancarkan Soekarno-Soeharto tidak bisa mudah ditangkap oleh kalangan pembantu-pembantunya. Fokus masing-masing pada urusan mikro. Mereka 97 Lihat dalam Wejangan Bapak Presiden, Op. Cite 29-31 98 Mungkin juga untuk mengantisipasi pembalikan Negara-negara Blok Timur jika sewaktu-waktu langkah Mayjen Soeharto mengalami kegagalan.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 116 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 117 hanya bisa menjelaskan fakta-fakta mikro dan tidak pada aspek strategi makro kebangsaan. Begitu pula dengan sikap Mayjen Soeharto yang mendua terhadap eksistensi presiden. Berdasar Ketetapan No. 33 MPRS Presiden Soekarno “dilucuti” dari semua kekuasaan eksekutifnya. Selanjutnya seorang pejabat presiden diangkat untuk menggantikannya. Kepada presiden baru itu diserahkan untuk memutuskan pengambilan tindakan hukum kepada mantan Presiden Soekarno atas tuduhan keterlibatannya dalam G30S/PKI. Namun pada malam setelah Mayjen Soeharto dilantik MPRS sebagai pejabat presiden, ia membuat pernyataan mengejutkan. Melalui TVRI menyatakan bahwa untuk sementara waktu menganggap Soekarno sebagai presiden. Walaupun tanpa memiliki kekuasaan eksekutif sama sekali. Mayjen Soeharto beralasan bahwa berdasarkan kesaksian tim dokter di bawah sumpah, kesehatan mantan Presiden Soekarno sedang memburuk. Ia meminta pengertian rakyat untuk membiarkan dirinya memperlakukan Soekarno sebagai presiden99. Perspektif makro relasi Soekarno-Soeharto itu kurang memperoleh pencermatan. Keduanya sering dijadikan komoditas untuk tujuan pragmatispolitis. Presiden Soeharto dituding tidak memperlakukan mantan Presiden Seokarno secara baik. Bahkan dituding membuat Presiden Soekarno menderita setelah tidak lagi menjabat. Tuduhan itu menyangkut aspek-aspek mikro seperti pemindahan mantan Presiden Soekarno dari Istana Bogor ke Wisma Yaso. Pengasingan Bung Karno dari kolega-kolega terdekat. Pengingkaran wasiat tempat peristirahatan sewaktu meninggal (tempat Presiden Soekarno dikuburkan). Tudingan itu dimanfaatkan untuk menyudutkan Presiden Soeharto. Sekaligus untuk menarik simpati pendukung mantan Presiden Soekarno agar dapat dimobilisasi sebagai pendukung agenda politiknya. Pemindahan mantan Presiden Soekarno dari Istana Bogor ke Wisma Yaso merupakan tindakan logis. Konstruksi Indonesia bukan lagi sebuah kerajaan 99 Julious Pour, Op. Cite., hlm 345.
116 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 117 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang yang menyatukan asset publik dengan pribadi. Istana merupakan asset publik dan bukan milik Presiden Soekarno secara pribadi. Setelah tidak menjabat lagi, dirinya juga harus meninggalkan Istana Bogor. Dengan segala fasilitasnya. Itulah sebuah tatanan negara republik yang baru. Mengenai pemakaman di Blitar, publik banyak yang tidak paham. Bahwa Presiden Soeharto dibuat sulit adanya dua surat wasiat. Kedua surat itu menyatakan keinginan Presiden Soekarno dimakamkan bersama salah satu istrinya. Salah satu istri memiliki satu surat wasiat, sedangkan istri yang lain juga memiliki surat wasiat yang sama. Secara diplomatis Presiden Soeharto mengurai konflik keluarga itu. Ia mengarahkan untuk memakamkan Bung Karno di dekat makam ibunya. Berkaitan dengan sterilisasi terhadap orang-orang atau pembantu terdekatnya lebih banyak dilatarbelakangi alasan keamanan. Peristiwa Halim ---dimana Soekarno menolak mengikuti skenario G30S/PKI--- dan ketidaksungguhannya mempertahankan status hukum PKI telah membuat kecewa kader-kader PKI. Tidak mustahil koordinasinya dengan negara-negara Blok Timur, khususnya RRC, akan mendorong agen-agen Komunis untuk melakukan tindakan yang membahayakan jiwa mantan Presiden Soekarno. Sterilisasi dari orang-orang terdekatnya dipahami untuk membentengi dari kemungkinan masuknya ancaman yang dilakukan dengan memanfaatkan orangorang terdekatnya. Informasi yang diperoleh dari orang-orang terdekat dapat saja menjadi telaah untuk membuat skenario menghabisi mantan Presiden Soekarno. Apabila menengok kebelakang, sakit parahnya presiden sebelum kudeta juga dalam situasi dikelilingi oleh dokter-dokter yang tidak steril (dokter RRC). Kelak setelah menjabat sebagai presiden, Soeharto memenuhi janjinya kepada Presiden Soekarno. Janji untuk menjaga kelangsungan rekonstruksi peradaban nusantara dengan membangun citra positif Indonesia dalam pentas internasional. Asean dan Gerakan Non Blok dikelola secara konsisten untuk tidak berada dalam kendali Blok Barat maupun Blok Timur. Ia galang konsensus nasional untuk kembali kepada Pancasila dan UUD 1945. Presiden Soeharto mengarahkan seluruh rakyat untuk membangun sendi-sendi ekonomi bangsa. Hingga bangsa Indonesia terbebs dari statusnya sebagai negara miskin.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 118 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 119
118 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 119 Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang Apabila kita potret dalam perspektif perulangan sejarah, eksistensi peran Mayjen Soeharto dalam penumpasan G30S/PKI mirip secara substansi dengan Gajah Mada. Ketika kesatria Majapahit itu membebaskan rajanya dari pemberontakan Kuti. Melalui proses yang tidak sederhana dan di tengah kecurigaan siapa kawan siapa lawan, Gajah Mada mampu memobilisir pendukung setia raja. Untuk menumpas pemberontakan dan mengembalikan raja pada singgasananya. Sedangkan dalam aspek motif spiritual memiliki kemiripan dengan tindakan Ken Arok menghentikan kekejaman raja Kediri melakukan penindasan terhadap kalangan agamawan. Guru-guru spiritual korban kekejaman raja Kediri meminta perlindungan kepada Ken Arok yang pada akhirnya menjadi energi penggerak bagi dirinya untuk menumbangkan raja Kediri. PKI telah memperlakukan dengan keji kepada guru-guru spiritual, khususnya terekam dengan sangat baik dalam peristiwa Madiun. Pada tahun 1965, PKI juga telah mempersiapkan skenario pembantaian lebih banyak lagi guru-guru spiritual. Provokasi dan intimidasi PKI telah memicu “Civil War”. Apabila dicermati, pembantaian terhadap para kyai dan perilaku dekonstruktif terhadap falsafah nusantara juga merupakan energi bagi Mayjen Soeharto. Untuk tidak ragu-ragu menumpas PKI beserta onderbouw-nya. Proses pergeseran kekuasaan Soekarno-Soeharto juga memiliki kemiripan substansi dengan proses peralihan kekuasaan raja Pajang ke Mataram. Peralihan kekuasaan Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya) kepada Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati). Atas jasanya meredam Aryo Penangsang, Danang Sutawijaya memperoleh wilayah perdikan. Secara perlahan-lahan dikelolanya sebagai kota besar sehingga mampu menandingi kemashuran Pajang. Joko Tingkir segera memahami energi kekuasaanya sudah memasuki masa surut. Ia tidak memaksakan diri menghentikan Panembahan Senopati yang sinar kekuasaannya sedang tumbuh. Pangeran Benowo (pewaris kekuasaan Joko Tingkir) mengambil sikap serupa dengan ayahnya. Ia tidak memaksakan diri melanjutkan imperium Pajang. Ia dan para pelanjutnya mengabdikan diri pada wilayah peran sebagai guru-guru spiritual.
Soekarno-Soeharto Berenang Di Antara Dua Karang 120 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB Rekonsiliasi dilakukan melalui proses pernikahan antara Panembahan Senopati dengan salah satu putri Joko Tingkir. Pada akhirnya pergeseran kekuasaan itu tidak menimbulkan konflik berkepanjangan pada tingkat masa grassroot. Peristiwa itu dapat kita petik pelajaran. Bahwa sikap kenegarawanan penerus imperium Pajang telah menyelamatkan rakyat dari pertikaian berkepanjangan. n
Jenderal TNI Soeharto (kanan) bersama Mayjen Amir Mahmud pada tahun 1966 Satu Dari Enam Upaya D P ekonstruksi eradaban Nusantara
122 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 123 Pencermatan makro kesejarahan peristiwa G30S/PKI akan membimbing pemahaman kita secara lebih komprehensif. Bahwa peristiwa tersebut merupakan perulangan pergesekan geopolitik bangsa nusantara. Peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu upaya subordinasi atau dekonstruksi peradaban lain atas peradaban nusantara. Upaya dekonsruksi itu telah berlangsung berabad-abad. Hal itu menunjukkan eksistensi peradaban nusantara telah sejak lama menjadi incaran bangsa-bangsa lain. Nusantara memiliki daya tarik bagi kekuatan-kekuatan kawasan lain untuk dikuasai atau ditaklukkan. Contoh upaya subordinasi atau dekonstruksi peradaban nusantara antara lain Aneksasi Kubilai Khan, Perang Paregreg, Kolonialisasi Eropa, dan Kolonialisasi Jepang. Begitu pula dengan upaya subordinasi oleh Komunis Moskow (peristiwa Madiun) dan oleh komunis RRC (tragedi 1965). A. Aneksasi Khubilai Khan Khubilai Khan adalah cucu Jenghis Khan, pendiri kekaisaran Mongol yang terkenal sebagai penakluk imperium-imperiun adikuasa pada zamannya. Imperium Mongol mampu menaklukkan kekaisaran Cina, Persia dan mendaratkan pasukannya hingga Eropa. Penaklukan terhadap imperium-imperium besar dilakukan secara mengesankan dengan capaiancapaian kemenangan. Berbeda dengan ekspedisi dalam penaklukan nusantara yang dilakukan BAB X Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara
122 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 123 Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara pada masa transisi Kediri-Majapahit. Ekspedisi itu berakhir dengan kegagalan besar. Pasukan Mongol berhasil dipukul mundur oleh strategi yang dilancarkan Raden Wijaya. Pasukan Mongol dipukul atas dukungan Adipati Sumenep, Arya Wiraraja. Pasukan Mongol pada awalnya dihadapkan dengan pasukan Kediri. Pada saat mengalami kelelahan, dilakukan serangan pendadakan oleh Raden Wijaya. Pasukan Mongol tercerai berai dan mundur ke negara asalnya. Sejarah kita belum memberi gambaran yang jelas seberapa besar pasukan Kediri dan Raden Wijaya. Bagaimana secara personalia militer dan persenjataan bisa mengalahkan pasukan adidaya dan berpengalaman tempur itu. Hal pasti bahwa negara adidaya pada jamannya menempatkan nusantara sebagai kekuatan sandungan yang harus ditaklukkan. Itupun tidak berhasil. Hal ini bisa memberi gambaran seberapa besar pengaruh kerajaan-kerajaan nusantara secara geopolitik. B. Perang Paregreg: Destabilisasi Peradaban Nusantara Kekaisaran Cina menyadari kecilnya kemungkinan menaklukkan nusantara secara fisik seperti halnya kasus kekagagalan Kubilai Khan. Cina kemudian melancarkan strategi belah bambu untuk menciptakan destabilisasi nusantara. Hal itu tercermin dalam perang Paregreg. Sejarah formal hanya mengungkapkan Paregreg merupakan perang saudara dalam imperium kekaisaran Majapahit. Sejarah tidak menyinggung adanya campur tangan konflik geopolitik. Tidak ada analisis Paregreg sebagai bagian dari skenario destabilisasi kekuatan kawasan lain terhadap eksistensi nusantara. Akibatnya transformasi kesejarahan Paregreg tidak mampu menyadarkan penduduk nusantara seputar adanya dinamika geopolitik. Paregreg dianggap konflik lokal dan tidak dianggap sebagai konflik antar kawasan sebagai background peristiwa. Merujuk studi I Gusti Phalgunadi dan Slamet Mulyana, Victor M. Fic mengungkapkan background perang Paregreg (1406) adalah kompetisi kekuasaan antar kawasan. Atau sebuah benturan geopolitik. Kekaisaran
Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara 124 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 125 Cina berambisi menaklukkan imperium Majapahit sebagai pengendali nusantara. Untuk mengusai nusantara, kekaisaran Cina melancarkan dua proyek strategi disintegrasi. Pada lingkar luar ---kerajaan-kerajaan/ pangeranpangeran yang secara geografis berjauhan dari pusat kerajaan Majapahit---, diberi status sebagai raja bawahan oleh kekaisaran Cina. Kerajaan-kerajaan itu juga didukung untuk memisahkan diri dari negara induk (Majapahit). Sedangkan untuk menusuk pusat imperium Majapahit, kekaisaran Cina memberi status raja bawahan kepada “Raja Timur” Wirabhumi dari Blambangan. Kekaisaran Cina mengakui klaim Wirabhumi atas Mahkota Majapahit. Cina juga memberikan dukungan diplomasi maupun penggunaan kekuatan militer melawan Raja Majapahit Wikramawardhana100. Wikramawardhana dibantu Bhre Tumapel dan Bhre Hyan Parameswara dapat menundukkan Wirabhumi dan sekutu militernya dari Cina. Namun Paregreg telah menenggelamkan nusantara kedalam perang saudara berkepanjangan. Paregreg telah memicu polarisasi dan kemudian disintegrasi yang hebat dari masyarakat nusantara. Paregreg dan disintegrasi negara-negara lingkar luar itu telah menusuk Majapahit secara bersamaan. Sehingga menyebabkan kemunduran dan bahkan kematian Majapahit. Para sejarawan pada zamannya melukiskan pudarnya suprastruktur peradaban nusantara yang gemilang itu sebagai “sirno ilang kertaning bumi” (hilang lenyap ditelan bumi). Situasi tersebut telah memunculkan sosok Sunan Kalijogo (putra Majapahit) untuk melakukan gerakan struktural dan kultural. Gerakan struktural dilakukan dengan memintal pergeseran suprastruktur Majapahit dari sisa-sisa penguasa terakhir menuju Demak-Pajang dan Mataram. Sedangkan gerakan kultural dilakukan melalui pengembangan civil society pada wilayah-wilayah spiritual dan kelembagaan adat. Kedua institusi yang dikembangkan dan dikawal Sunan Kalijogo ini kelak menjadi modal kaderisasi terselenggaranya rekonstruksi peradaban nusantara. Upaya itu berujung pada proklamasi kemerdekaan 1945. 100 Victor, M. Fic, Op. Cite, hlm 266.
124 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 125 Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara Banyak pejuang perlawanan terhadap kolonialis eropa berasal dari kalangan kraton, tokoh adat maupun kalangan santri (agamawan). Itu menunjukkan bahwa keraton-keraton, entitas adat dan pusatpusat pendidikan keagamaan menjadi tempat persemaian transformasi kenusantaraan untuk memupuk jiwa nasionalisme. Pencermatan mikro kesejarahan Paregreg sendiri telah mengaburkan pemahaman makro peristiwa. Keruntuhan Majapahit dikesankan hanya sebagai akibat kemunculan kerajaan Islam Demak Bintoro. Padahal sejatinya Demak merupakan kelanjutan Majapahit itu sendiri. Pencermatan mikro kesejarahan itu telah mengaburkan pemahaman sebagaian generasi bangsa terhadap ancaman geopolitik. Bahwa penyebab keruntuhan peradaban nusantara salah satunya dipicu oleh ancaman geopolitik atau konflik antar kawasan. Akan tetapi tidak harus benturan fisik dua kekuatan. Nusantara dipecah dari dalam. Banyak generasi bangsa tidak lagi memahami faktor keruntuhan peradaban Majapahit salah satunya adalah keberhasilan kekaisaran Cina. Mereka berhasil dalam melancarkan strategi disintegrasi kawasan nusantara. Puncaknya menimbulkan Paregreg, atau konflik horisontal berkepanjangan. Pencermatan Paregreg haruslah dalam optik geopolitik. Konflik kekuatan antar kawasan dalam perspektif kebijakan ekspansionis sebuah imperium. Imperium kekaisaran Cina. Bukan pola relasi antar masyarakatnya semata. Karena sejarah juga mencatat pola relasi harmonis antara warga nusantara dengan masyarakat Cina. C. Kolonialisasi Eropa: Spanyol-Portugis-Belanda-Inggris Kekosongan atau rapuhnya suprastruktur pengendali peradaban nusantara ---akibat Paregreg--- telah memungkinkan masuknya kolonialis Eropa tidak memperoleh perlawanan berarti. Pada saat hampir bersamaan, Sunan Kalijogo masih berkutat untuk menyelamatkan sisa-sisa suprastuktur ---pelanjut imperium Majapahit--- dan pengembangan civil society. Penderitaan hebat akibat kolonialisasi dan mulai terkonsolidasinya civil-civil society ---hasil kerja keras yang disemaikan oleh Sunan kalijogo---, telah membuka kesadaran kenusantaraan berdimensi lokal. Hal itu ditandai
Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara 126 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 127 dengan perlawanan-perlawanan rakyat daerah terhadap Kolonialis Eropa. Beragam latar belakang dan motif perlawanan itu. Selama hampir empat abad melakukan penguasaan secara politikekonomi-pemerintahan-militer dan pada akhirnya sampai datangnya masa gelap Eropa ---kekejaman Hitler tampil dalam puncak sejarah---. Kolonialis Eropa tidak pernah bisa memadamkan kesadaran dan spirit kenusantaraan yang terpendam dalam masyarakat nusantara. Kolonialis Eropa, secara fisik berhasil melakukan penguasaan nusantara. Akan tetapi tidak mampu mendekonstruksi (menghancurkan) aspek-aspek idiologis dan kultural masyarakat nusantara. Pada penghujung kekuasaan kolonialis Eropa, spirit kenusantaraan ---yang disemaikan Sunan Kalijogo melalui kelembagaan kultural dan kalangan Keraton/ Ningrat--- telah bermetamorfosa dalam bentuk kesadaran dalam kalangan terdidik (nasionalis). Sebuah kesadaran untuk merekonstruksi peradaban nusantara dalam format Indonesia merdeka. Kelangsungan transformasi spirit kenusantaraan itu menjadikan pola relasi antara negara Indonesia modern dengan bekas penjajahnya tidak sama dengan kasus bangsa lain. Berbeda dengan pola relasi antara India, Malaysia, Singapura, dengan Inggris yang masih terjalin dalam ikatan batin negara persemakmuran. D. Kolonialisasi Fasisme Jepang Sebagaimana diprediksi Joyoboyo, pembebasan nusantara seiring dengan datangnya pasukan kate (tubuh pendek) dari utara (Jepang). Ternyata kedatangan itu bukan dalam kerangka kesetaraan untuk membela saudaranya dari cengkeraman kolonialis Eropa. Kedatangan Jepang membawa misi pragmatisnya sendiri. Untuk menjadikan nusantara sebagai penopang eksistensinya melawan Sekutu dengan kamuflase persaudaraan Asia Raya. Walaupun tidak berlangsung lama, keberadaan Jepang di nusantara telah membawa penderitaan mendalam bagi seluruh rakyat. Sejarah membuktikan janji Jepang memberi kemerdekaan untuk Indonesia tidak pernah terwujud.
126 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 127 Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara Sesaat setelah kekalahannya dari Sekutu, Jepang segera tunduk pada hukum-hukum Sekutu. Salah satu ikatan hukum Sekutu pada Jepang adalah mengembalikan daerah pendudukan kepada pemilik koloni sebelumnya (Belanda). Pendeknya periode kehadiran Jepang ---walaupun amat keras dan kejam--- juga tidak mampu mendekonstruksi nilai-nilai kultural nusantara. Penghormatan pada Kaisar dan penyembahan pada Dewa Matahari yang dipaksakan dengan kejam juga tidak memiliki bekas. Bahkan menjadi pemicu penentangan masyakat nusantara yang tetap taat pada keyakinannya. E. Subordinasi Moskow: PKI Muso Madiun (1948) Subordinasi Komunisme Moskow terhadap nusantara dilakukan melalui intervensi idiologis Komunisme. Intervensi itu melalui kanalisasi Comintern (Komunisme internasional). Melalui kader-kadernya di Indonesia, Comintern ---dalam poros Moskow--- mendorong perebutan kekuasaan secara fisik. Untuk kemudian melakukan dekonstruksi idiologi (spirit dan nilai-nilai kenusantaraan) dengan Komunisme. Keberhasilan subordinasi Komunis terhadap nusantara akan memiliki dampak lebih hebat jika dibandingkan dengan penguasaan fisik teritorial oleh Kubilai Khan, kolonialis Eropa maupun Jepang. Ketiganya hanya menekankan pada aspek fisik yaitu penguasaan wilayah dan eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan gerakan Komunisme menyasar dua aspek sekaligus. Ialah penguasaan suprastruktur dan dekonstruksi nilai-nilai idiologis nusantara. Untuk digantikan dengan paham dan sistem Komunis. Pola subordinasi Komunis memiliki kemiripan dengan strategi disintegrasi kekaisaran Cina (kasus Paregreg). Ialah dengan menciptakan agen-agen kekuasaan boneka untuk kemudian mengambil alih atau menumbangkan pemegang kendali pemerintahan yang sah dalam nusantara. Bedanya, rencana kekaisaran Cina (pada masa Paregreg) dibalut secara terang-terangan oleh kepentingan pragmatis. Mereka menjanjikan dukungan kepada pangeran-pangeran untuk menjadi raja yang sah. Untuk selanjutnya raja-raja tersebut ditempatkan sebagai bawahan kekaisaran Cina. Sedangkan skenario Komunis dibalut oleh transformasi dan ikatan
Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara 128 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 129 idiologis. Kemudian mengambil alih kekuasaan yang sah dan menggantinya dengan paham maupun sistem Komunis. Pada tahap selanjutnya, subordinasi dilakukan dengan ikatan kebijakan Comintern. Melalui ikatan Komunisme, Moskow mendorong Muso untuk melakukan perebutan kekuasaan dan menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis. Pada tahap berikutnya intervensi dan pengendalian Moskow terhadap Indonesia dilakukan melalui PKI/ Muso dalam ikatan kebijakan Comintern. Adanya ikatan kebijakan Comintern dengan sendirinya menggugurkan kader-kader Komunis Indonesia yang mengklaim tindakanya sebagai bagian perjuangan rekonstruksi peradaban nusantara. Mereka mengklaim dengan keikutsertaannya melawan Belanda pada tahun 1926 (pemberontakan tahun 1926). Terdapat perbedaan tajam antara kesadaran kenusantaraan (dalam aspek cakupan teritori fisik, idiologis maupun motif dan tujuan perjuangan) dengan motif perjuangan kaum Komunis. Perjuangan kenusantaraan menekankan tegaknya kembali peradaban nusantara ---dengan segala aspek idiologis yang melatarinya---. Sedangan perjuangan kaum Komunis hendak menjadikan semua bangsa menganut dan mengikuti serta di bawah kendali komunisme internasional. F. Subordinasi Cina: PKI Aidit (1965) Subordinasi Komunisme Cina terhadap nusantara memiliki kemiripan pola dengan strategi Komunisme Moskow. Komunis Cina mendorong PKI ---yang berada dalam ikatan kebijakan Comintern dan pada saat itu berporos ke Cina--- untuk melakukan perebutan kekuasaan. Setelah berhasil merebut kekuasaan kemudian menggantinya dengan paham maupun sistem Komunis. Berikutnya intervensi Komunis Cina terhadap Indonesia juga dilakukan melalui PKI dalam ikatan kebijakan Comintern. Menjadi komunis bagi Indonesia bukan saja mencerabut nilai kenusantaraan. Hal itu berarti menjadikan Indonesia subordinasi dari RRC. Perbedaan pola subordinasi Komunis Moskow dan Komunis Cina terletak pada asek kesejarahan geopolitik. Tarik ulur kekuatan kekuasaan kawasan antara Cina dan nusantara. Moskow tidak memiliki kesejarahan
128 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 129 Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara dalam berhadapan dengan kekuatan nusantara. Motif Moskow bersentuhan dengan eksistensi kekuasaan nusantara murni dilatarbelakangi idiologi komunisme. Karakter idiologi ini ekspansionis. Pada awalnya pada ranah idiologi. Kemudian melakukan penguasaan negara yang berhasil dikomuniskan. Sedangkan ekspansi RRC selain dilatarbelakangi motif ekspansionisme idiologi Komunis juga oleh aspek kesajarahan. Wilayah ini dalam waktu panjang memiliki ambisi menaklukkan nusantara. Skenario Komunis Cina untuk mengkomuniskan Indonesia akan memiliki dampak lebih besar. Hal itu dikarenakan merupakan perpaduan antara motif ekspansionis idiologi komunis dan motif laten secara historis untuk menaklukkan nusantara. Kesamaan keduanya ---Komunis Moskow dan Komunis Cina--- adalah sifat dekonstruktif idiologi Komunisme terhadap idiologi berbeda. Skenario Moskow maupun Cina (kudeta Madiun dan tahun 1965) pada akhirnya akan mendekonstruksi peradaban nusantara. Menjadikan nusantara sebagai masyarakat komunis dan dilepaskan dari indentitas asli kebangsaannya. Apapun argumentasi yang hendak dikedepankan eks kader-kader PKI, keberhasilan kudeta 1965 akan memutus upaya rekonstruksi peradaban nusantara yang diformulasikan kedalam format Indonesia merdeka. Menjadi komunis itu akan menjadikan Indonesia menjasi bangsa yang berbeda dengan cita-cita proklamasi 1945. Jauh kebelakang dari enam fase dokonstruksi peradaban nusantara di atas, sebenarnya juga terjadi upaya pengeroposan nusantara oleh Cola Mandala India terhadap Sriwijaya. Setelah mengalami serangan hebat dari Cola Mandala, Sriwijaya mengalami kemunduran hebat. Sriwijaya merupakan imperium skala kenusantaraan yang tumbuh dan eksis sebelum era Majapahit. Berdasar analisis diatas, kudeta PKI tahun 1965 merupakan salah satu mata rantai benturan gopolitik. Oleh suatu rezim dari kawasan lain yang secara laten memiliki ambisi menguasai dan menaklukkan nusantara. Ialah rezim RRC.
Satu Dari Enam Upaya Dekonstruksi Peradaban Nusantara 130 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB Berdasar analisis diatas, kudeta PKI tahun 1965 merupakan salah satu mata rantai benturan gopolitik. Oleh suatu rezim dari kawasan lain yang secara Transisi Kediri-Majapahit Aneksasi Kubilai Khan Perang Paregreg: Runtuhnya Suprastruktur Peradaban Nusantara Proyek disintegrasi Kekaisaran Cina Thdp Nusantara Sunan Kalijogo: (1) gerakan Struktural (memandu transisi suprasruktur Majapahit-Demak-Pajang-Mataram), (2) gerakan kultural (pengembangan Civil Society melalui guru-guru spiritual dan kelembagaan adat) Ekpansionis Eropa Kolonialisasi Eropa Rekonstruksi Spirit Kenusantaraan: Perlawanan penjajah bersifat lokal & tumbuhnya kesadaran nasional Kolonialisasi Jepang Ekspansionis Jepang PD II Rekonstruksi Peradaban Nusantara dalam Format Indonesia Merdeka: Generasi Soekarno Rekolonialisasi Eropa PERADABAN NUSANTARA Gambar 5.6 DEKONSTRUKSI DAN REKONSTRUKSI PERADABAN NUSANTARA: SEJARAH KONFLIK ANTAR KAWASAN Moskow-Comintern Kudeta PKI Madiun RRC-Comintern Kudeta PKI 1965 Soekarno-TNI (Soedirman) TNI (Mayjen Soeharto) Perang Kemerdekaan KELANGSUNGAN REKONSTRUKSI PERADABAN NUSANTARA DALAM FORMAT INDONESIA MERDEKA 1 2 3 4 5 6 135 Kudeta PKI 1965 juga merupakan perulangan secara atas Paregreg yang berhasil meluluhlantakkan nusantara. Paregreg merupakan buah proyek disintegrasi kekasisaran Cina atas Majapahit. Analisis Victor M. Fic tentang peristiwa 1965 mengemukakan sebagai konpirasi antara Aidit dan Mao Tse Tung. Mao adalah kaisar Komunis Cina. Pada saat itu pula poros komunis internasional dikendalikan Cina. n
PresidenRepublik Indonesia Ke-2 Jenderal TNI Soeharto. masalah rekonsilisasi
132 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 133 Pencermatan mikro dan makro kesejarahan terhadap peristiwa G 30 S/PKI dapat kita tarik pelajaran sebagai berikut: 1. Secara mikro, G30S merupakan upaya PKI melakukan coup terhadap Presiden Soekarno. Sebagai bagian rencana pembentukan pemerintahan Komunis di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dari persiapan yang panjang. Hingga kemudian Meletus peristiwa 1965. Secara makro, peristiwa tersebut merupakan salah satu bentuk benturan geopolitik antara nusantara dan wilayah lain. RRC secara laten memiliki sejarah benturan dan ambisi menaklukkan nusantara. Setidaknya dilihat dari kasus perulangan sejarah. Adanya perulangan benturan geopolitik. Pada tahun 1965, RRC tumbuh sebagai poros komunis internasional. Idiologi komunis juga bersifat ekspansionis. Berpadulan dua kekuatan ekspansionis itu untuk mendekonstruksi peradaban nusantara dan menjadikan subordinasi kekuasaannya. Nusantara merupakan sebuah entitas peradaban. Sejak lama memiliki sejarah benturan geopolitik. Beberapa kali berusaha di subordinasi oleh kekuatan-kekuatan dari kawasan di luarnya. Ekspansi Kubilai Khan, kasus Paregreg (proyek disintegrasi kekaisaran Cina), Kolonialisasi Eropa-Jepang, Subordinasi Komunis Moskow merupakan mata rnatai benturan itu. Kudeta 1965 merupakan salah satu mata rantai dari benturan laten itu. Keberhasilan G30S/PKI akan lebih berbahaya jika dibandingkan dengan perang Paregreg. G30S/PKI melancarkan dua serangan sekaligus, BAB Xl Masalah Rekonsilisasi
132 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 133 Masalah Rekonsilisasi yaitu kudeta secara fisik dan dekonstruksi idiologis. Ditandai dengan pembantaian orang-orang yang tidak sejalan dengan Komunisme. Hakekat peradaban nusantara adalah sebuah konsepsi kebangsaan yang diletakkan pada pluralitas komitmen ke-Tuhanan. Juga tegaknya nilai-nilai keadilan dan keadaban serta penghargaan terhadap keragaman. Untuk terwujudnya keselamatan dan kesejahteraan manusia. Idiologi komunisme merupakan idiologi otoritaritarianisme materialistis. Kemenangan Komunis di Indonesia akan menjadikan spirit dasar peradaban nusantara itu hanya akan tinggal kenangan. Bahkan eksistensi kesejarahannya bisa dianggap sebagai mitos belaka. 2. Setiap upaya penumbangan peradaban nusantara selalu diiringi dengan munculnya sosok revisionis untuk menegakkannya kembali. Ekspansi Kubilai Khan dihadapi dengan munculnya Raden Wijaya, Perang Paregreg oleh Sunan Kalijogo, Kolonialis Eropa-Jepang dihadapi para pejuang kemerdekaan dan kemunculan Soekarno-Hatta sebagai proklamator. Peristiwa Madiun dihadapi oleh pemerintahan Soekarno bersama TNI. Sedangkan G30S/PKI ditandai dengan munculnya Mayjen Soeharto ke pentas sejarah bangsa. Persentuhan ekpansionis ke wilayah nusantara tidak jarang berakibat kurang menguntungkan (memunculkan energi pembalikan) bagi para pelakunya. Kekaisaran Mongol dan Komunisme pada akhirnya mengalami keruntuhan. Cina mengalami kepedihan kemanusiaan akibat ekpansionis Jepang. Eropa menghadapi kenyataan pahit datangnya episode teror yang dibawa Hitler. Jepang kemudian juga menderita serangan bom atom akibat “kepanikan” Amerika Serikat untuk segera mengakhiri PD II. Hal itu membuktikan kebenaran hukum kehidupan yang menempatkan eksistensi suku dan bangsa sebagai keniscayaan penciptaan Tuhan. Eksistensinya bukan untuk saling menjatuhkan dan menghapuskan. Melainkan untuk mengenal (saling memahami, melakukan perinteraksian secara baik dan produktif untuk kebaikan bersama)101. Imperium nusantara memiliki reputasi cukup baik dalam hal penghargaan terhadap suku bangsa maupun kawasan-kawasan lain di sekitarnya. Bahkan dalam upaya konsolidasi teritori fisiknya sendiri di kawasan nusantara
Masalah Rekonsilisasi 134 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 135 ---sebagaimana dilakukan Gajah Mada--- tidak menyebabkan keruntuhan suku-suku bangsa lainnya. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menenggelamkan suku Indian. Australia membumihanguskan suku Aborigin. Reputasi yang relatif clean itu menyebabkan setiap kedatangan ekpansionis ---cepat atau lambat--- akan memunculkan energi pembalikan. Untuk terwujudnya kesetimbangan baru. 3. Kegagalan G30S/PKI merupakan bukti kegagalan eksperimen teori klas dalam masyarakat nusantara. Komunisme membenarkan perlawanan klas untuk membangun masyarakat tanpa klas dalam pimpinan diktaktor proletar. Sementara itu jiwa peradaban nusantara diletakkan pada totalitas transendensi, pluralitas, keadilan dan keadaban serta keguyuban/harmoni. Untuk terwujudnya keselamatan dan kesejahteraan bersama. Pencapaian tujuan tidak membenarkan dilakukan melalui jalan kekerasan. Pola relasi antar sesama tidak diletakkan dalam kerangka untung rugi secara materialistis. Akan tetapi didasarkan harmoni untuk pencapaian kesejahteraan bersama. Sebagaimana diakui Presiden Soekarno, terdapat perbedaan struktur masyarakat antara sistem komunis dengan masyarakat nusantara. Strategi perjuangan komunis dilakukan dengan menghadapkan diametral antara pemegang sarana produksi dengan kalangan buruh ---yang tidak memegang sarana produksi---. Sementara dalam masyarakat nusantara banyak didominasi pemegang sarana produksi skala kecil, seperti petani gurem, nelayan kecil, pedagang kaki lima dan usaha-usaha berskala kecil lainnya. Mereka sosok-sosok mandiri (bukan buruh) walaupun hanya mengendalikan usaha-usaha skala kecil. Oleh karena itu bisa dengan mudah dipahami kenapa eksperimentasi teori klas tidak bekerja secara efektif dalam masyarakat nusantara. 101 Sebagaimana keterangan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Wahai manusia!. Sungguh, Kami telah menciptakan Kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan Kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulai diantara Kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
134 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 135 Masalah Rekonsilisasi Nusantara juga dipenuhi kantong-kantong kulktural yang selama ini hidup berdampingan secara damai. Perbedaan merupakan kekayaan yang telah menjiwa untuk diarifi. Bukan sebagai instrumen untuk di pertentangkan. Oleh karena itu pertentangan klas tidak bisa diterima oleh jiwa masyarakat nusantara. Peristiwa G 30 S/PKI menyentuh aspek-aspek terdalam dan kompleks dalam perspektif spirit, kesejarahan, nilai-nilai dan perasaan batin masyarakat nusantara. Rekonsiliasi yang dituntut sebagian kalangan pada era reformasi (negara meminta maaf kepada PKI atas peristiwa tahun 1965) tidak akan pernah bekerja secara efektif. Manakala tidak memahami aspek-aspek terdalam masyarakat nusantara tersebut. Tuntutan ganti rugi oleh pihak-pihak yang merasa “teraniaya” dalam proses penumpasan pelaku G30S/PKI maupun semasa ““Civil War”” hanya akan memunculkan imbangan baru. Imbangan dari orang-orang ---dalam jumlah lebih besar--- yang dahulunya merasakan penderitaan akibat ulah PKI beserta kader-kadernya. Rekonsiliasi terbaik adalah formulasi yang digariskan oleh Presiden Soeharto. Ialah dengan kembali pada sebuah konsensus untuk berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Komunisme merupakan idiologi destruktif dan otoriter dan oleh karena itu harus dibenamkan dalam-dalam. Sudah tepat pelarangan penyebaran idiologi komunisme dicantumkan dalam KUHP. Setiap upaya menghidupkan Komunis di Indonesia, cepat atau lambat akan berhadapan secara diametral dengan kekuatan-kekuatan rakyat untuk segera menumbangkannya. Suasana batin masyarakat sebagaimana cuplikan awal tulisan ini tentu menjadi pelajaran dan pertimbangan kita semua. Pertimbangan dalam menyikapi munculnya gerakan-gerakan Komunisme pada waktu-waktu yang akan datang. Hal yang perlu dihindari adalah polarisasi dalam masyarakat secara berkepanjangan. Hal itu akan menguras energi segenap elemen bangsa untuk secara fokus menata kembali peradaban bangsa. n
Masalah Rekonsilisasi 136 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 137 DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid Wilis, Aku Jadi Komandan Banser: Membela PancasilaMenumpas G.30.S/PKI, Trenggalek, 2006. Aminuddin Kasdi & G. Ambar Wulan, G.30.S/1965: Bedah Caesar Dewan Revolusi Indonesia Siapa Dalangnya, PKI?, (Surabaya: PT. Pustaka Java Media Utama, 2007) Aristides Katoppo, Menyingkap Kabut Halim, Jakarta: Sinar Harapan, 2000. G. Dwipayana & Ramadan KH, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Jakarta: PT. Kharisma Bunda, 1989. Himawan Soetanto, Madiun dari Republik ke Republik, Jakarta: Penerbit KATA, 2006. John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Jakarta:Hasta Mitra, 2008. Julious Pour, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010. Rosamona, Matinja Aidit: Marsekal Lubang Buaja, Djakarta: Inkopak-Hazera, 1967. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid I, Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Citra Bangsa, 2009. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid II, Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Citra Bangsa, 2009. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid III, Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Citra Bangsa, 2009. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid IV, Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Citra Bangsa, 2009. Saleh A. Djamhari, et all; Komunisme di Indonesia Jilid V, Jakarta: Pusjarah TNI dan Yayasan Kajian Citra Bangsa, 2009.
136 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 137 Masalah Rekonsilisasi Sutoyo NK, Fellow Traveller: Peranan Palu Arit Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia, (Jakarta: Yayasan Citra Bangsa, 2009), hlm 78. Taufik Isma’il, Katastropi Mendunia: Marxisme-Leninisme-StalinismeMaoisme-Narkoba, Jakarta: Yayasan Titik Infinitum, 2004. Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang konspirasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Imam Soedjono, Yang Berlawan, (Yogyakarta: Resist Book, 2006), hlm 258. Sekretariat Negara, Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia-Latar Belakang Aksi dan Penumpasanya, Jakarta: Sekretariat Negara, 1994. Sekretariat Negara, Wejangan Bapak Presiden kepada peserta sarasehan Pembekalan bagi Calon Anggota DPR-RI Periode 1997-2002 di Istana Negara, Jakarta: Sekretariat Negara 1997.
Masalah Rekonsilisasi 138 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB
Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of "de Finibus Bonorum et Malorum" (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", comes from a line in section 1.10.32. The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from "de Finibus Bonorum et Malorum" by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham. It is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout. The point of using Lorem Ipsum is that it has a more-or-less normal distribution of letters, as opposed to using 'Content here, content here', making it look like readable English. Many desktop publishing packages and web page editors now use Lorem Ipsum as their default model text, and a search for 'lorem ipsum' will uncover many web sites still in their infancy. Various versions have evolved over the years, sometimes by accident, sometimes on purpose (injected humour and the like). There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form, by injected humour, or randomised words which don't look even slightly believable.