The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Creative, 2023-02-15 10:00:21

Buku FG30PKI

Buku FG30PKI

42 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 43 G30S/PKI merupakan satu kesatuan gerakan, operasi militer dan politik. Operasi militer dilakukan PKI dengan memukul (menculik dan membunuh) elit pimpinan TNI AD. Untuk digantikan dengan anggota militer pro (binaan) PKI. Sedangkan gerakan politik dilakukan dengan mendemisionerkan Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora. Untuk digantikan Dewan Revolusi. Sebagai transisi menuju pemerintahan Komunis di Indonesia. Untuk melengkapi analisis berikut, bisa dipelajari kronologi peristiwa pada lampiran 2. Disajikan aktivitas masing-masing pihak, tokoh utama dan kelompoknya, dari waktu ke waktu. Berdasar kronologi peristiwa itu bisa kita analisis keseluruhan peristiwa. Motif maupun aktivitas detailnya. Pelaksanaan operasi militer dalam peristiwa G30S/PKI direncanakan dalam dua tahap. Pertama, pembersihan (penculikan/pembunuhan) para jenderal pimpinan TNI-AD. Sebagai upaya pengendalian salah satu pilar penting Angkatan Bersenjata. Kedua, pengendalian fasilitas-fasilitas strategis. Selain karantina Presiden Soekarno agar mendukung agenda PKI dalam G30S. Kedua tahapan itu tidak berjalan sesuai rencana. Hal itu memaksa PKI menyusun operasi militer darurat berupa operasi penyelamatan gerakan. Beberapa jam setelah kudeta dimulai. PKI melakukan perlawanan terhadap serangan balik Kostrad yang dipimpin Mayjen Soeharto. Para pimpinan gerakan pada malam hari tanggal 1 Oktober 1965 berlarian menyelamatkan diri masing-masing. BAB IV Operasi Militer Dalam G30s/PKI


42 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 43 Operasi Militer Dalam G30s/PKI Gerakan militer PKI yang disusun rapi dan kemudian bisa mengendalikan inisiatif pada awal-awal gerakan. Justru berantakan dalam waktu kurang 24 Jam. Mayjen Soeharto yang sudah kenyang asam garamnya pertempuran bukan lawan yang sebanding bagi PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965 itu menjadi kudeta terpendek yang terjadi di dunia. A. Tahap Pembersihan (Peculikan dan Pembunuhan) Pimpinan TNI AD Operasi militer G30S/PKI pada tahap ini berhasil menculik enam jenderal pimpinan TNI AD. Akan tetapi menyisakan persoalan lolosnya target potensial. Ialah Menhankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution41. Sesuai kalkulasi elit PKI, tersingkirnya para pucuk pimpinannya akan menjadikan TNI AD layaknya gerbong kereta api tanpa masinis. Keberadaanya akan dengan mudah dikelola/diatur-atur. Untuk tidak membahayakan agendaagenda perebutan kekuasaan yang sedang diskenariokan PKI. Pergantian pimpinan TNI AD kepada yang pro (binaan) PKI diyakini dapat membalik arah TNI AD. Semula berhadapan secara diametral dengan PKI. Kemudian bisa dikendalikan menjadi asset potensial pendukung G30S/PKI. Pembalikan arah keberpihakan TNI AD juga diyakini menempatkan Presiden Soekarno ---sebagai sosok kawan sementara bagi PKI--- dalam posisi tersudut. Ia tidak memiliki pembela lagi. Kemudian dengan mudah ia disingkirkan dalam tatanan politik paska kudeta. Para sejarawan menyodorkan analisis kegagalan “eksekusi terhadap Jenderal Nasution” dan kegagalan “Brigjen Soepardjo menjemput paksa Presiden Soekarno di Istana Merdeka pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965”. Merupakan faktor penting kegagalan G30S/PKI. 41 Pukul 04.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965, pasukan G30S/PKI menculik enam Jenderal TNI AD, tiga orang Jenderal dibunuh di kediamanya (Men/Pangad Jenderal A. Yani, Asisten IV Men/Pangad Brigjen D.I. Panjaitan, Deputi III Men/Pangad Mayjen Haryono MT). Tiga orang lainnya dibawa hidup-hidup untuk kemudian di eksekusi di Lubang Buaya (Deputi II Men/Pangad Mayjen Soe prapto, Asisten I Men/Pangad Mayjen S. Parman dan Irjenkeh Brigjen Sutojo Siswomihardjo). Selain itu, operasi militer tersebut juga menangkap dan menyandera Agen Polisi Tingkat II Sukitman yang pada saat kejadian sedang patroli di sekitar kediaman D.I Pandjaitan. PKI juga menembak mati penjaga kediaman Waperdam II Dr. Leimena Ajun Inspek tur Polisi karel Satsuit Tubun, menembak Putri Jenderal Nasution Ade Irma Suryani Nasution dan membawa Ajudan Menhankam/ KASAB Lettu Piere Andreas Tendean untuk kemudian di eksekusi di Lubang Buaya.


Operasi Militer Dalam G30s/PKI 44 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 45 Namun apabila dicermati secara mendalam, kecerobohan pasukan penculik melakukan pembunuhan tiga Jenderal di kediamannya. Ialah Men/Pangad Jenderal A. Yani, Asisten IV Men/Pangad Brigjen D.I. Panjaitan dan Deputi III Men/Pangad Mayjen Haryono MT. Merupakan faktor penting pintu awal kegagalan G30S/PKI. Terbunuhnya para Jenderal itu tanpa disadari telah merobek kamuflase gerakan. Sejak awal petualangan PKI dikemas dengan argumentasi “menjemput para perwira yang tergabung dalam Dewan Jenderal untuk dihadapkan pada presiden atas perintah presiden”. Ketika “pengamanan” para jenderal itu ternyata berujung pembunuhan. Maka terbukalah kedok sesungguhnya gerakan militer PKI. Penghilangan nyawa tanpa melalui proses verifikasi pengadilan tidak dibenarkan dari sudut apapun. Pembunuhan ketiga jenderal di kediamannya itu segera memicu second line (lapis kedua) TNI AD. Untuk mempersiapkan dan melakukan tindakan balasan. Bahkan andaikan pembunuhan itu atas perintah Presiden Soekarno42. Eksekusi terhadap pimpinan TNI AD tanpa pembuktian proses hukum sudah merupakan alasan kuat. Bagi second line TNI AD untuk menuntut keadilan dengan memberi balasan pada para pelakunya. Berbeda ketika proses penculikan tidak menyisakan bukti dan saksi-saksi adanya pembunuhan. Second line (lapis kedua) TNI AD dalam waktu yang agak lama akan terus digelayuti kebingungan. Mereka akan berasumsi pimpinannya sedang dijemput paksa (disandera). Dihadapkan kepada Presiden Soekarno untuk kemudian diadili. Walaupun tetap mencari pemimpinnya yang tengah diculik. Secara emosional tidak menimbulkan efek dramatis. Sebagaimana ketika mengetahui pimpinannya telah ditembak mati di kediamannya. Second line TNI AD barangkali akan menuntut agar tuduhan terhadap para jenderal itu dibuktikan terlebih dahulu. Sebelum Presiden Soekarno memutuskan sanksi. Sementara itu G30S/PKI dapat dijalankan sesuai skenario. Di tengah kebingungan second line TNI AD dalam menemukan pimpinanya yang diculik. 42 Sebagaimana argumentasi para pimpinan G30S/PKI bahwa tindakannya untuk mendahului Dewan Jenderal yang hendak melakukan coup kepada Persiden Soekarno.


44 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 45 Operasi Militer Dalam G30s/PKI Sangat dimaklumi ketika informasi penembakan dan pembunuhan berdatangan di kediamanya. Mayor Jenderal Soeharto (sebagai tokoh senior second line/lapis kedua TNI AD) segera terpanggil. Ia segera melakukan langkah-langkah: 1. Menemukan pimpinannya. Baik yang sudah gugur maupun yang masih hidup. 2. Menghindarkan TNI AD dari kelumpuhan. Akibat kekosongan pimpinan. 3. Mempersiapkan tindakan apa yang mesti dilakukan. Termasuk menindak pelaku pembunuhan dan penculikan43. Mayjen Soeharto bergegas menuju Kostrad menggunakan pakaian tempur. Tanpa pengawal dan sopir pribadi. Itu menandakan kesiapannya untuk menghadapi segala kemungkinan. Termasuk jika harus terbunuh sebagaimana nasib pimpinannya44. Bagi second line TNI AD, komunike G30S/PKI melalui RRI pada pukul 07.1545 memiliki makna mendalam. Sebagai jawaban atas teka-teki siapa pelaku pembunuhan pimpinannya. Komunike juga menyebutkan akan adanya proses politik berupa pembentukan Dewan Revolusi. Dibentuk pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Sebagai tindak lanjut pembersihan para jenderal. Mencermati isi komunike dapat segera disimpulkan oleh siapapun. Pembunuhan dan penculikan itu dilakukan dalam rangka kudeta. Melalui instuisi dan pengalamannya masing-masing, Mayjen Soeharto, Kol. Inf. Yoga Soegama dan jurnalis Rosihan Anwar ---pada jam-jam pertama G30S--- telah dapat menyimpulkan aksi itu didalangi PKI46. 43 Sebagaimana kita ketahui Mayjen Soeharto memegang teguh ajaran falsafah Jawa, yang salah satunya “tuhu marang pengeran, ratu lan wong atuwo loro” (taat kepada Tuhan beserta hukum-hukumnya, taat kepada pemimpin dan kedua orang tua) sebagai terjemahan bebas dari Hadits yang mengajarkan untuk “taat kepada Tuhan, Rosulullah dan para pemimpin”. 44. Secara bathiniah, sikap yang tergambar pada diri Mayjen Soeharto pada pagi itu merupakan keteguhan hati dan dorongan yang amat kuat untuk melawan ketidakadilan walaupun jiwa dan raga sebagai taruhannya. Terminolog Bali menyebutnya Puputan (karena keyakinan akan kebenarannya, maka dibela hingga nafas terakhir). Orang Jawa menyebutnya Natas (suatu perpaduan antara keteguhan hati dan dorongan kuat untuk tidak secara ragu-ragu membela kebenaran dan keadilan serta menyerahkan semua resiko-resikonya kepada takdir Tuhan). Sikap ini tidak mungkin dimiliki orang-orang yang jiwanya dibimbing oleh cita-cita pragmatis, misalnya untuk merebut kekuasaan, sebagaimana tuduhan sebagian orang kepada Mayjen Soeharto dalam peristiwa G.30.S.


Operasi Militer Dalam G30s/PKI 46 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 47 Isi komunike juga menyatakan bahwa “Presiden Soekarno selamat dalam lindungan gerakan 30 September”. Statemen itu bagi Mayjen Soeharto memunculkan tanggung jawab baru. Berupa penyelamatan eksistensi presiden. Selain menjaga kemungkinan kelumpuhan TNI AD dan mencari kejelasan para jenderal yang diculik. Mengacu isi komunike lainnya, Letkol. Inf. Untung menyatakan sejumlah Jenderal telah ditangkap. Namun Mayjen Soeharto memperoleh informasi ---salah satunya dari laporan ajudan A. Yani---. Informasi itu menyatakan bahwa tiga orang jenderal pimpinan TNI AD telah dibunuh. Bahkan ditembak mati di kediamannya. Makna “Presiden selamat dalam lindungan G30S” memunculkan multi intepretasi. Salah satunya dapat berarti “Presiden Soekarno berada dalam sandera komplotan G30S/PKI”. Umar Wirahadikusumah tidak diijinkan oleh Mayjen Soeharto memenuhi panggilan Presiden Soekarno menghadap di Halim. Tentu dilakukan atas kalkulasi dan intepretasi di atas. Presiden kemungkinan sedang disandera oleh komplotan penculik di kawasan Halim. Keputusan-keputusannya belum tentu mencerminkan independensinya. Bisa jadi panggilan itu merupakan perangkap komplotan G30S/PKI. Untuk membunuh lebih banyak Jenderal lagi. 45. Komunike itu mengemukakan gerakan Letkol Inf. Untung telah mengambil tindakan penangkapan para Jenderal AD yang hendak melakukan coup kepada Presiden Soekarno--- 46. Ketika komunike itu disiarkan RRI, Mayor Jenderal Soeharto masih disibukkan untuk menganalisa keanehan-keanehan kejadian hari itu (pembunuhan para Jenderal pimpinannya, adanya pasukan tidak dikenal disekitar Monas diluar perintah Kostrad ataupun Pangdam V/Jaya, dan kehadiran Brigjen Soepardjo bersama timnya mencari Presiden di Istana Merdeka). Mendengar komunike itu, sebagaimana diakuinya, hati Mayjen Soeharto berdegub. Selain mengetahui secara lebih pasti pelaku pembunuhan para Jenderal, naluri dan pengalaman militernya (melaksanakan misi Pangsar Jend. Soedirman dalam peristiwa 3 Juli 1946: menggagalkan kudeta terhadap Persiden Soekarno dan netralisasi satuan-satuan militer Jawa Tengah yang terinfiltrasi PKI pelaku pemberontakan Madiun serta pengalamannya meredam dinamika satuan-satuan militer semasa ReRa) segera memberi petunjuk bahwa gerakan Untung didalangi PKI. Karena Untung merupakan didikan Alimin, tokoh senior dan idiolog PKI. Sedangkan Kol. Inf. Yoga Soegomo merupakan Asisten Intelijen Kostrad yang pernah menjadi Komandan Untung dalam RTP (Resimen Tim Pertempuran) II semasa menumpas PRRI. Ia mengetahui betul karakter, tabiat dan perilaku Letkol Untung. Adapun Rosihan Anwar memberikan kesimpulan gerakan Letkol Untung didalangi PKI ketika berdiskusi dengan Sujatmoko (tokoh sosialis) beberapa saat setelah mengetahui Jenderal MT Haryono diculik. Sujatmoko merupakan kolega Jenderal MT Haryono yang pada pagi itu juga menjadi korban pembunuhan pasukan G30S..


46 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 47 Operasi Militer Dalam G30s/PKI Terlepas komunike Letkol Inf. Untung telah memberi banyak informasi seputar pelaku dan motif penculikan. Tersiarnya informasi pembunuhan ketiga jenderal TNI AD telah memicu munculnya inisiatif baru. Ialah inisiatif dari kalangan second line TNI AD. Dipimpin Mayjen Soeharto. Inisiatif untuk melakukan tindakan balasan. Posisinya berhadapan secara diametral dengan kepentingan G30S/PKI. Sesuai dogma Aidit, Ketua Comite Central PKI. Pemegang inisiatif menentukan keberhasilan persaingannya melawan TNI AD. Dalam perebutan kekuasaan. Manakala masa depan kesehatan Presiden Soekarno berada dalam ketidakpastian. Karena telah divonis akan meninggal dalam waktu dekat atau lumpuh permanen oleh dokter-dokter RRC. Hadirnya inisiatif baru yang kemunculannya dipicu terbunuhnya para jenderal di kediamannya. Menjadikan pimpinan G30S/PKI bukan lagi pemain tunggal. Sejak jam-jam pertama melancarkan kudeta. Mayjen Soeharto hadir sebagai pemain baru dalam kumparan pergolakan G30S/PKI itu. Ia dan konstrad hendak menuntut keadilan atas tewasnya para pimpinannya.


Operasi Militer Dalam G30s/PKI 48 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 49 Berikutnya nanti akan disusul hadirnya inisiatif berikutnya dari Presiden Soekarno. Dengan demikian PKI bukan lagi satu-satunya pemegang inisiatif. Dogma yang diyakininya (harus memegang inisiatif), diruntuhkan sendiri oleh PKI. Dipicu terbunuhnya para jenderal di kediamannya. B. Fase Karantina Presiden Operasi militer G30S/PKI pada tahap ini dilakukan dengan menguasai sarana-sarana vital komunikasi publik (RRI dan Telkom). Begitu pula tekanan militer kepada Presiden Soekarno di Istana Merdeka. Selain itu juga tekanan militer kepada Presiden Soekarno di tempat penyanderaannya yang baru di rumah Susanto kawasan Halim. Penguasaan sarana vital komunikasi publik (RRI & Telkom) dilakukan oleh pasukan Bima Sakti. Dipimpin Kapten Inf. Suradi. Tujuanya adalah: 1. pemblokiran akses informasi bagi presiden (pemutusan jaringan telpon keluar masuk Istana), 2. pemblokiran akses informasi lawan-lawan dan potensi penghambat G30S/PKI, 3. agar leluasa mengelola manajemen propaganda G30S/PKI (penyebarluasan komunike melalui RRI), dan 4. agar leluasa komunikasi antar pelaku G30S/PKI beserta jarianganjaringannya. Ttermasuk komunikasi dengan jaringan-jaringan pendukung PKI di luar negeri seperti RRC. Tekanan militer kepada Presiden Soekarno di Istana Merdeka dilakukan dengan menyiagakan pasukan Yon 530/ Para Brawijaya dan Yon 454/ Para Diponegoro. Pasukan ini minus beberapa peleton karena dilibatkan dalam proses penculikan para jenderal. Pimpinan G30S/PKI memberi perintah kepada mereka dengan kamuflase menjaga keselamatan Presiden Soekarno dari coup Dewan Jenderal. Tujuan sebenarnya penempatan pasukan adalah memberikan dukungan misi Brigjen Soeparjo. Untuk menjemput Presiden Soekarno ---dengan cara halus maupun paksa--- dan kemudian disanderanya di rumah Susanto kawasan Halim. Brigjen Soepardjo hendak membawa Presiden Soekarno dengan menggunakan helikopter Men/Pangau. Sehingga tidak banyak disertai iringiringan pasukan pengawal.


48 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 49 Operasi Militer Dalam G30s/PKI Apabila upaya itu dihalang-halangi (misalnya oleh pengawal presiden), Soepardjo dapat menekan mereka. Soepardjo bisa mengintimidasi dengan menyatakan pasukan-pasukan disekitar Monas akan segera bergerak menyerbu Istana. Skenario “penjemputan” mengalami kegagalan. Takdir tuhan menyelamatkan Presiden Soekarno. Malam harinya Presiden Soeharno berhasil dirayu istrinya (Ibu Dewi) untuk menginap di rumahnya, Wisma Yaso. Pada jam 6.00 WIB 1 Oktober 1965, Presiden tidak berhasil ditemukan oleh Soepardjo. Akhirnya keberadaan pasukan di sekitar Monas tidak jadi memiliki konstribusi maksimal sesuai skenario. Sedangkan skenario tekanan kepada Presiden Soekarno di tempat penyanderaannya yang baru (di rumah Soesanto) dilakukan dengan menempatkan pasukan pengawal dari AURI. Pasukan ini sepenuhnya dikendalikan untuk mengikuti arahan pimpinan G30S/PKI. Tidak jauh dari tempat itu juga disiagakan ribuan Pemuda Rakyat bersenjata. Mereka pada waktu pagi hari turut partisipasi membantai jenderal-jenderal TNI AD di Lubang Buaya. Keberadaan Pemuda Rakyat bersenjata sewaktu-waktu dapat dijadikan instrumen penekan kepada Presiden Soekarno. Apabila presiden tidak sejalan dengan skenario G30S/PKI. Rencana ini juga tidak sepenuhnya berhasil. Kegagalan Soepardjo menjemput presiden di Istana menyebabkan presiden datang sendiri ke Halim. Presiden datang dengan iring-iringan pengawalan petugas keamanan dan pembantupembantu terdekatnya. Lepasnya Presiden Soekarno dari perangkap G30S/PKI telah memunculkan inisiatif baru pada diri Presiden. Untuk berenang diantara dua inisiatif sebelumnya (pimpinan G30S/PKI dan Kostrad). PKI tidak bisa lagi mendiktekan agendanya secara leluasa. Mereka harus menghitung keberadaan Kostrad yang sedang marah. Mereka juga harus menghitung kembali Presiden Soekarno yang beberapa minggu sebelumnya telah divonis tidak akan berumur panjang. Ternyata hari itu masih leluasa menjalankan tugas kepresidenannya.


Operasi Militer Dalam G30s/PKI 50 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 51 C. Fase Penyelamatan Operasi militer G30S/PKI pada tahap ini dilakukan dengan pengerahan pasukan untuk melakukan serangan terhadap pergerakan pasukan Kostrad merebut RRI-Telkom. Atau untuk merebut kembali RRI-Telkom yang telah diduduki Kostrad. Setelah memperoleh informasi pergerakan pasukan Kostrad, pimpinan komplotan G30S/PKI menjadi panik. Mereka menyusun skenario perlawanan dengan dalih membela presiden. Pukul 18.00 Wib. tanggal 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo menemui Presiden Soekarno dan meminta otorisasi untuk membelanya dari serangan Mayjen Soeharto (Kostrad). Presiden Soekarno menolak permintaan itu. Upaya penyelamatan ini didukung fakta munculnya beberapa unit truk Pemuda Rakyat bersenjata dari Lubang Buaya. Pada pukul 18.45 Wib. Pemuda Rakyat ini menduduki Gedung Front Nasional. Lokasinya berada di dekat Telkom. Mayjen Soeharto segera mengirim Batalyon 530/Para Brawijaya (setelah dinetralisasi) untuk mengamankan gedung. Interogasi terhadap Pemuda Rakyat bersenjata yang ditangkap, diperoleh keterangan adanya 3.000 personil dari mereka yang dipersenjatai AURI dan berkeliaran di Jakarta47. Atas permintaan otorisasi Soepardjo itu, Presiden Soekarno tentunya menyadari bahwa dirinya akan diadu. Oleh komplotan G30S/PKI, orang-orang yang beberapa jam sebelumnya mendemisionerkannya dari Kabinet Dwikora. Ia akan diadu dengan Mayjen Soeharto. Presiden Soekarno tentu ingat betul Mayjen Soeharto merupakan sosok jenderal paling setia dan kompeten. Dengan caranya sendiri (tetap berpijak pada garis hirarki komando) Letkol Soeharto telah membebaskan Presiden Soekarno dari kudeta tanggal 3 Juli 1946. Menyelamatkan harga diri presiden melalui peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Operasi Mandala Pembebasan Irian Barat. 47 Victor, M. Fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, (Jakarta: Yayasan Obor, 2005), hal. 235


50 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 51 Operasi Militer Dalam G30s/PKI Orang-orang sekitarnya hanya mengetahui secara harafiah Presiden Soekarno menyebut Mayjen Soeharto koppig (keras kepala). Kebanyakn tidak memahami ikatan batin diantara keduanya. Penolakan terhadap permintaan otorisasi Brigjen Soepardjo mencerminkan orang-orang sekitar presiden tidak bisa mencerna mind games (perang pikiran) yang sering dilancarkan presiden sendiri. Penolakan terhadap permintaan Soepardjo dengan sendirinya meruntuhkan alasan moral pasukan G30S/PKI. Sejak awal pasukan ini mendapat doktrin bahwa keberadaannya menjaga dan mengamankan keselamatan Presiden Soekarno untuk terus melawan Kostrad. Sebagaimana diakui Supardjo melalui otokritiknya, salah satu pemicu kekacauan strategi G30S/PKI adalah permintaan Brigjen Sabur kepada Kostrad. Ia seorang Komandan Resimen Cakrabirawa yang pada saat itu bersama Presiden Soekarno. Sabur meminta kepada Kostrad (via telpon) agar bersiap-siap jika sewaktu-waktu presiden dalam keadaan bahaya48. n 48 Oto Kritik Supardjo, dalam Victor, M. Fic, Ibid, hlm 361.


Operasi Militer Dalam G30s/PKI 52 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB


Mayjen Soeharto ketika sudah diangkat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat dalam Kabinet Dwikora pada tahun 1966 gerakan politik g30s/pki


54 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 55 Setelah sukses melakukan gerakan militer. Pimpinan PKI menskenariokan perebutan kekuasaan politik. Gerakan militer dilakukan dengan menculik para pimpinan TNI AD. Untuk diganti pimpinan TNI AD pro PKI. Agar TNI AD bisa sejalan atau tidak menjadi penghalang bagi PKI merebut kekuasaan. Sedangkan gerakan politik dilakukan dengan pembentukan Dewan Revolusi. Menggantikan Kabinet Dwikora. Sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia. Pembentukan Dewan Revolusi dilakukan pada hari yang sama dengan penculikan dan pembunuhan para jenderal. Gerakan politik G30S/PKI ini tergambar dari dinamika yang menegangkan di kompleks lapangan udara Halim. Sepanjang 1 Oktober 1965, pagi hingga sore. Kronologi peristiwa dapat ditelaah dalam lampiran 2 pada bagian akhir buku ini. Gerakan politik dijalankan oleh PKI dengan skenario berikut: A. Karantina Presiden Soekarno Terbunuhnya para jenderal pimpinan TNI AD pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari. Diasumsikan oleh elit PKI akan menjadikan TNI AD mengalami kelumpuhan. Bagi PKI, tinggal menyisakan superioritas presiden sebagai satu-satunya batu sandungan politik. Untuk menjadikan Indonesia jatuh ke pemerintahan komunis. BAB V Gerakan Politik G30s/PKI


54 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 55 Gerakan Politik G30s/PKI Itupun sebelumnya telah diopinikan bahwa presiden telah divonis akan meninggal dalam waktu cepat. Atau mengalami kelumpuhan secara permanen. Untuk mengelabuhi para loyalisnya, Presiden Soekarno perlu dikelola atau setidak-tidaknya dikesankan menjadi pendukung G30S/PKI. Sebelumnya kharisma presiden telah disabotase untuk mendukung operasi militer pembersihan (penculikan) para jenderal. Bahwa penculikan tersebut diopinikan sebagai upaya menyelamatkan presiden. Atas restu presiden. Pada saatnya, eksistensi presiden juga akan disingkirkan oleh PKI. Ketika tidak diperlukan dalam tatanan yang baru dalam sistem komunis. Skenario karantina presiden dilakukan dengan mengirim Soepardjo. Menjemput paksa Presiden Soekarno pada pukul 06.00 WIB. Sesaat setelah diketahui secara pasti para jenderal terbunuh. Presiden Soekarno hendak dipisahkan dari para pengawalnya dan kemudian disandera di rumah Komodor Susanto di kawasan Halim. Skenario Soepardjo ini mengalami kegagalan. Pagi itu Presiden Soekarno tidak berada di Istana. Pada saat Soepardjo mengalami kebingungan. Apa yang harus ditempuh setelah gagal menemui presiden. Sesuai rencana semula, Letkol. Inf. Untung menyiarkan Komunike melalui RRI pada pukul 07.15 Wib. Komunike itu juga didengar Presiden Soekarno ketika bersama pengawalnya sedang membahas situasi di kediaman Ibu Dewi (di Gatot Subroto). Kemudian Presiden Soekarno bergeser ke kediaman Ibu Haryatie (di Grogol). Setelah sebelumnya batal menuju Istana karena ada laporan pasukan tidak dikenal sedang berkeliaran di kawasan Monas. Selain memberi petunjuk pelaku pembunuhan para jenderal, komunike juga mengemukakan akan adanya peristiwa politik. Ialah pembentukan Dewan Revolusi pada tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Menurut isi komunike, Dewan Revolusi akan melaksanakan “Panca Azimat Revolusi”. Melaksanakan ketetapan-ketetapan MPRS dan putusan-putusan DPRGR. Itu berarti menjadi pemegang kendali baru pemerintahan Indonesia. Aspek menarik lainnya dari komunike adalah tidak disebutkan keterlibatan Presiden Soekarno. Pada rencana pembentukan maupun dalam struktur Dewan Revolusi. Komunike juga menyebutkan jika “presiden selamat dalam lindungan G30S”.


Gerakan Politik G30s/PKI 56 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 57 Faktanya presiden sedang berada di rumah Nyonya Haryati (Grogol-Slipi). Ia melakukan analisis situasi bersama pembantu-pembantu terdekatnya. Ketidakakuratan fakta bahwa tidak benar dirinya (presiden) berada dalam lindungan G30S. Adanya pula kejanggalan komunike tentang masa depan presiden dalam Dewan Revolusi. Sudah barang tentu menjadi pencermatan presiden. Namun suasana kebatinan presiden pada hari itu lebih didominasi kepanikan para pengawalnya. Seputar hendak kemana presiden akan dibawa. Kegagalan G30S/PKI menyandera presiden serta kejanggalan-kejanggalan isi komunike tertolong oleh upaya Letkol Tituler Suparto49 (pembantu pribadi presiden). Suparto ketika itu diperintahkan menghubungi Men/Pangau Omar Dhani. Kontak telpon dari Suparto dimanfaatkan Omar Dhani menggiring presiden menuju Halim. Presiden sendiri mengakui dirinya memutuskan ke Halim atas kemauannya sendiri. Alasannya agar dekat dengan pesawat yang bisa membawanya menyelamatkan diri. Presiden kemudian berangkat menuju Halim disertai iring-iringan pengawal maupun sebagian pembantu terdekatnya. Tidak berada dalam skema penyanderaan penuh sesuai rencana pimpinan G30S/PKI. Terpisah dari pengawalnya. Menurut analisis Victor. M. Fic, keterlibatan Omar Dani dalam konspirasi ini dimungkinkan atas pendekatan pimpinan PKI kepada dirinya. Oleh pimpinan PKI, Omar Dani akan ditempatkan sebagai kandidat pengganti Presiden Soekarno dalam tatanan politik yang baru50. Dhani juga merupakan keponakan Suripno. Seorang tokoh penggerak pemberontakan Madiun yang dihukum mati oleh Gubernur Militer Gatot Soebroto bersama Amir Syarifudin. Secara politis dan psikologis Omar Dani memiliki kedekatan dengan pimpinan G30S/PKI51. 49 Suparto menjadi pembantu pribadi Presiden atas upaya mertua Omar Dhani. 50 Victor M Fic, Op. Cite, 156 51 Rosamona, Op. Cite, hlm 57


56 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 57 Gerakan Politik G30s/PKI B. Penyebarluasan Komunike 30 September 1965 Pukul 7.15 WIB tanggal 1 Oktober 1965. RRI pusat menyiarkan komunike 30 September. Pada intinya mengemukakan hal-hal berikut: 1. G30S dikepalai Letkol. Inf. Untung, Komandan Batalyon Cakrabirawa. Telah melakukan penangkapan para Jenderal TNI AD yang tergabung dalam Dewan Jenderal. Ialah kelompok jenderal yang hendak melakukan coup pemerintahan Presiden Soekarno. 2. Dewan Jenderal merupakan gerakan subversif disponsori CIA dan mengharapkan presiden meninggal dalam waktu cepat. Setelah harapan tersebut tidak terkabul, Dewan Jenderal merencanakan coup pada tanggal 5 Oktober 1965. Memanfaatkan momentum peringatan hari Angkatan Bersenjata. 3. Selain penangkapan para Jenderal TNI AD, obyek-obyek vital telah dikuasai. Presiden selamat dalam lindungan G30S. 4. Sebagai follow up, akan dibentuk Dewan Revolusi pada tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Dewan Revolusi yang dibentuk G30S merupakan pelaksana “Panca Azimat Revolusi”. Juga pelaksana ketetapan-ketetapan MPRS dan putusan-putusan DPA. 5. Menghimbau semua pihak untuk mendukung G30S. Pencermatan terhadap isi komunike akan dengan mudah disimpulkan para pendengar RRI. Bahwa G30S merupakan gerakan kudeta. Terdapat kejanggalan relasi antara pembersihan (pembunuhan) para jenderal sebagai usaha pencegahan kudeta terhadap presiden. Dengan pembentukan Dewan Revolusi mulai tingkat Pusat hingga Desa. Berdasarkan muatannya, komunike merupakan maklumat politik. Hadirnya rezim baru pemerintahan Indonesia. Kelahirannya dimulai melalui penangkapan dan pembunuhan para jenderal pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi hari. Kejanggalan itu menjadikan upaya justifikasi G30S sebagai masalah internal AD ---sebagaimana isi komunike---, merupakan alasan yang dibuat-buat. G30S jelas-jelas melakukan gerakan politik dengan membentuk Dewan Revolusi. Bagi pimpinan G30S, komunike 30 September diharapkan menjadi informasi adanya “letusan tembakan pertama komandan gerakan”. Agar gerakan serupa diikuti dan direplikasi di daerahnya masing-masing.


Gerakan Politik G30s/PKI 58 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 59 Sesuai instruksi Sjam kepada BCD, masing-masing daerah diminta mengikuti instruksi melalui RRI. Untuk kemudian segera mengaplikasikan gerakan itu di wilayah kerjanya masing-masing. C. Misi Supardjo dan Manuver Presiden Soekarno Kedatangan Presiden Soekarno (di Koops PAU Halim dan tidak di rumah Susanto) pada tanggal 1 Oktober 1965, tetap dimanfaatkan oleh pimpinan G30S/PKI. Untuk dieksploitasi dalam mendukung G30S. Presiden dieksploitasi melalui dua skenario. Pertama, secara eksternal (ke publik luas). Presiden dikesankan ---melalui saluran-saluran publikasi seperti dalam komunike Untung--- berada dalam lindungan G30S. Manakala presiden dikesankan bersama pelaku G30S dengan sendirinya akan membentuk persepsi publik. Bahwa presiden memberikan dukungan sepenuhnya atau setidaknya merestui agenda-agenda G30S. Untuk menghindari kecurigaan, akses informasi kepada presiden dilokalisir sedemikian rupa. Para loyalis presiden tidak akan mudah mencermati apa yang sebenarnya terjadi. Secara internal, presiden akan dipaksa menyetujui agenda-agenda G30S. Termasuk pelengseran dirinya dari jabatan presiden. Apabila menolak, setidaknya presiden tidak bisa lagi secara leluasa menggerakkan loyalisnya. Untuk menghambat agenda-agenda G30S. Karena saluran-saluran komunikasi diputus/ dilokalisir. Sebagaimana diungkap oleh Victor M Vic, pukul 10.00 Wib.,1 Oktober 1965, pimpinan G30S mengirim kembali Soepardjo menghadap presiden di Koops. Untuk melapor bahwa Dewan Jenderal yang akan melakukan coup telah diamankan oleh gerakan yang dipimpin Letkol Untung. Setelah memperoleh laporan itu, selain mengomentari lolosnya Jenderal Nasution sebagai “hal biasa dalam revolusi”. Presiden Soekarno menanyakan aspek legalitas gerakan. Ia menanyakan bukti-bukti rencana coup Dewan Jenderal. Pada titik ini Supardjo kehilangan pijakan argumentasi. Ia berusaha menyelamatkan misinya dengan mengatakan “laporan lengkap akan diberikan Letkol Untung”.


58 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 59 Gerakan Politik G30s/PKI Supardjo kemudian menyodorkan Dekrit Dewan Revolusi yang ditandatangani Letkol Untung. Beserta nama-nama anggotanya. Dengan maksud memperoleh persetujuan Presiden Soekarno. Setelah mempelajari isinya, presiden menunjukkan sikap kemarahannya. Ia mengatakan bahwa tindakan Untung menguntungkan Nekolim. Menelaah kronologi tersebut, dapat ditarik kesimpulan. Misi Supardjo bukanlah untuk meminta restu kepada presiden. Ia dijadikan umpan pimpinan G30S/PKI. Untuk secara diplomatis mengirim pesan kepada presiden. Bahwa presiden pada saat ini sendirian. TNI AD sudah lumpuh. Presiden tidak lagi memiliki masa depan dalam tatanan politik yang akan dibentuk. Pesan tersebut menyiratkan sebuah tekanan. Bahwa presiden tidak memiliki pilihan lain kecuali harus mendukung gerakan G30S/PKI. Termasuk melepaskan jabatannya untuk digantikan Dewan Revolusi. Strategi ini (melaporkan G30S) ditempuh untuk mengukur langkah apa yang akan dilakukan presiden. Sekaligus untuk menyusun politik kesan adanya dukungan dari presiden terhadap G30S. Bahkan jika presiden menolak menyetujui langkah-langkah G30S. Akan dikesankan kepada khalayak bahwa melalui pertemuannya dengan Supardjo. Agenda-agenda G30S/PKI telah memperoleh restu. Pertemuan dengan Supardjo terhenti manakala Brigjen Sabur (Komandan Resimen Cakrabirawa) hadir menghadap Presiden Soekarno. Sabur melaporkan suasana istana dan para jenderal yang dibunuh. Laporan itu disampaikan Sabur secara terbuka sehingga didengar semua yang hadir di Koops. Antara lain Oemar Dhani, Jenderal Soenarjo, Kolonel Saelan, Komodor Udara Leo Wattimena, Kolonel Suparto dan Brigjen Supardjo. Atas laporan Sabur itu, juga dipicu kemarahannya atas rencana G30S/PKI melengserkan dirinya. Presiden memerintahkan Supardjo menghentikan tembak menembak52. Presiden menunjuk Supardjo mewakili pimpinan G30S/PKI. 52. Perintah Presiden Soekarno menghentikan tembak menembak ---setelah memperoleh laporan Sabur--- bisa jadi mengindikasikan ketidaktahuannya terhadap istilah “pengamanan para Jenderal” dalam laporan Supardjo. Setelah mendengar laporan Sabur, ia baru menyadari bahwa maksud semua itu adalah telah terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal.


Gerakan Politik G30s/PKI 60 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 61 Mencermati sikapnya, presiden menanggapi ulah pimpinan G30S/PKI dengan melakukan dua manuver. Pertama memerintahkan penghentian tembak menembak. Sebagai cerminan eksistensi dirinya masih sebagai pemegang kekuasaan. Walau sudah didemisionerkan oleh komunike Untung dan digantikan Dewan revolusi. Kedua, berusaha memecah persekongkolan Supardjo-Aidit. Dengan mengesampingkan Aidit dan Letkol. Inf. Untung dalam meja perundingan. Presiden memperlakukan Supardjo sebagai pimpinan gerakan. Hal itu tercermin dari perintahnya yang mempercayakan kepada Supardjo untuk penghentian tembak menembak. Selanjutnya presiden memerintahkan kepada para pembantunya (menteri kabinet) untuk mempersiapkan Rapat Presidium Kabinet Dwikora. Rapat itu mengundang Waperdam II Leimena, Menpangak dan Menpangal. Presiden tidak mengundang Menko Aidit, walau bermarkas berdekatan di sekitaran Halim. Presiden Soekarno menegaskan kekuasaan penuh dirinya sebagai presiden, pangti dan Perdana Menteri Kabinet Dwikora53. Soekarno kemudian memerintahkan Brigjen Sabur membuat pernyataan. Bahwa dirinya dalam keadaan sehat wal-afiat dan tetap memimpin negara maupun revolusi. Menurut Victor M. Fic, Supardjo bukanlah figur imbangan sepadan sehingga ia terbawa ritme dan manuver presiden. Supardjo bahkan bersama-sama Brigjen Sabur turut menyusun pernyataan presiden. Supardjo membawa satu salinannya kepada para pimpinan G30S/PKI di Cenko dan kemudian diteruskan kepada Aidit. Melalui pernyataan presiden itu menyiratkan posisi Supardjo sebagai representasi pimpinan G30S/PKI (yang sebelumnya mendemisionerkan presiden) telah dijatuhkan sedemikian rupa di Koops. Melalui pernyataan itu, presiden menganggap Supardjo maupun pimpinan G30S/PKI lainnya telah kembali dalam kendalinya. 53. Mayjen Umar Wirahadikusumah tidak bersedia hadir karena dikonsinyir Pangkostrad Mayjen Soeharto. Menurut Supardjo, Jenderal Nasution dan Mayjen Soeharto juga diundang, namun tidak dapat hadir. Ketidakhadiran Mayjen Soeharto karena yang bersangkutan sedang mempersiapkan segala kemungkinan. Termasuk melakukan serangan balasan kepada pasukan G30S.


60 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 61 Gerakan Politik G30s/PKI Selain menyerahkan satu salinan pernyataan presiden kepada Supardjo, Brigjen Sabur mengirimkan salinan serupa ke Istana. Untuk diumumkan oleh Kepala Staf Cakrabirawa (Kolonel Marokeh Santoso) melalui konferensi pers pada pukul 11.00 Wib. Surat pernyataan yang dibawa Supardjo diblokir pengumumannya oleh Aidit. Baru disiarkan pada pukul 13.00 Wib., melalui RRI 54. Terlepas dari pemblokiran tersebut, manuver yang disajikan presiden menunjukkan pada saat itu inisiatif gerakan telah terpolarisasi menjadi tiga kekuatan. Ialah G30S/PKI, Kostrad (Mayjen Soeharto) dan Presiden Soekarno. D. Dekrit Dewan Revolusi: Manuver Aidit Mendahului Presiden Pada saat misi Supardjo berada dalam manuver presiden, Cenko II (UntungSjam Cs) dan Aidit Cs menerima ilustrasi situasi Supardjo dari Mayor Udara Sujono. Ia menyelinap dan kemudian memberi laporan 55. Sebelum Supardjo melapor, Aidit sudah mengetahui sikap dan respon presiden. 54. Pemblokiran ini merupakan salah satu contoh bahwa presiden Soekarno dilokalisir akses informasinya oleh pimpinan G30S. Agar mudah dikesankan bahwa presiden telah merestui aksi-aksi G30S. 55 Victor M. Fic, Op. Cite, hlm 183


Gerakan Politik G30s/PKI 62 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 63 Sebelum Supardjo sampai di Cenko II untuk menjelaskan hasil misinya. Aidit melalui Sjam Cs memerintahkan segera mengumumkan Dekrit Dewan Revolusi. Pada pukul 11.00 Wib., melalui RRI. Tindakan pimpinan G30S/PKI itu dilakukan atas dua kemungkinan. Pertama, sabotase manuver presiden. Pimpinan G30S/PKI mendahului mengeluarkan Dekrit yang isinya mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Sebelum pernyataan yang dibuat Sabur dipublikasikan. Isi pernyataan yang dibuat Sabur itu menegaskan Presiden Soekarno masih berkuasa penuh. Langkah ini merupakan tekanan sekaligus peringatan keras pimpinan G30S/ PKI kepada Presiden Soekarno. Bahwa presiden sudah habis kekuasannya. Langkah paling mungkin adalah mengikuti serta menyutujui agenda-agenda G30S/PKI. Kedua, merupakan strategi menjaga hubungan baik Supardjo dengan presiden. Pengumuman Dekrit dilakukan sebelum kedatangan Supardjo ke Cenko II. Supardjo kembali ke Cenko II pada pukul 12.00. Aksi mendahului ini akan dijadikan alasan bahwa para pimpinan G30S/PKI terlambat mengetahui sikap presiden. Keterlanjuran itu akan diperbaiki melalui proses negosiasi yang panjang. Sehingga tidak memberi ruang bagi presiden untuk melakukan langkah-langkah yang berarti dalam menghadang agenda G30S/PKI. Ketiga, untuk menjaga moral komplotan G30S/PKI agar tidak merosot. Sebagaimana disaksikan Mayor Bambang Supeno (Dan Yon 530) sebagai salah satu delegasi Supardjo. Ketika kembali ke Cenko II melihat moral komando revolusioner telah jatuh. Jatuhnya moral pasukan G30S/PKI itu disebabkan oleh: 1. Tindakan Presiden Soekarno memerintahkan penghentian tembak menembak. Tidak ada alasan moral lagi untuk bertempur. Bagi pasukan militer G30S/PKI alasan keikutsertaannya bertempur adalah membela presiden. 2. Ketidakberdayaan Soepardjo melawan manuver presiden, dan 3. Tekanan instruksi-instruksi Aidit untuk meneruskan gerakan. Walaupun tidak memperoleh dukungan presiden.


62 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 63 Gerakan Politik G30s/PKI Dekrit Dewan Revolusi pada intinya mengemukakan hal-hal berikut: 1. Pembentukan Dewan Revolusi sebagai sumber dari segala sumber kekuasaan di Indonesia. Dipimpin oleh Presidium Dewan. Presidium Dewan Revolusi terdiri dari Letkol Untung sebagai (Ketua). Wakil ketuanya terdiri dari Brigjen Supardjo (AD), Letkol Udara Heru (AURI), Kolonel Laut Sunardi (AL) dan Ajun Kombes Anwas (Polri). 2. Menyatakan jatuhnya segenap kekuasaan negara kepada Dewan Revolusi. Kabinet Dwikora berada dalam status demisioner. 3. Pembentukan Dewan Revolusi Provinsi (paling banyak 25 personil). Dewan Revolusi Kabupaten (paling banyak 15 personil). Dewan Revolusi Kecamatan (paling banyak 10 orang). Dewan Revolusi Desa (paling banyak 7 orang). Bobot pernyataan pada poin ketiga berfungsi sebagai instruksi kepada pengurus PKI/BC daerah. Untuk melaksanakan pembentukan Dewan Revolusi di daerah masing-masing. Secara politik, selain merupakan sabotase atau tindakan mendahului, dekrit merupakan bentuk kudeta. Dekrit Dewan Revolusi melalui RRI merupakan maklumat terjadinya kudeta terhadap Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora. Bahwa telah muncul kekuasaan rejim Komunis sebagai penguasa baru di Indonesia. Penguasa itu dibalut dengan sebutan “Dewan Revolusi”. Menanggapi manuver Aidit, presiden meneruskan agendanya dengan mengundang anggota Kabinet melakukan makan siang. Untuk kemudian melakukan sidang Kabinet di rumah Komodor Susanto. Tempat ini sebelumnya dipersiapkan untuk mengkarantina presiden. Jika berhasil dijemput Soepardjo di Istana pada pagi hari. Sebagaimana dibahas di depan, presiden datang dengan pengawalan lengkap. Tidak sesuai skenario misi Soepardjo. Bagi Mayjen Soeharto, munculnya dekrit memberi petunjuk secara jelas. Selain menculik dan membunuh pimpinannya, G30S/PKI juga menggulingkan kekuasaan presiden. Dua alasan ini telah cukup kuat bagi Mayjen Soeharto untuk melakukan langkah-langkah pembalasan. Bahkan menghancurkan G30S/ PKI beserta akar-akarnya. 56 Ibid, hlm 197.


Gerakan Politik G30s/PKI 64 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 65 E. Aidit Mengakomodasi Presiden Sebagai Penguasa Simbolik (pukul 13.00 Wib.) Setelah melihat kenyataan Aidit tidak mudah ditundukkan begitu saja, presiden melakukan brainstorming anggota kabinetnya yang sudah hadir. Ialah Omar Dani, Jaksa Agung Sutardjo dan Waperdam J.E Leimena. Pada forum makan siang di rumah Komodor Susanto itu, Kabinet terpolarisasi dalam dua kutub: 1. J.E Leimena mengingatkan tidak perlu mempercayai G30S, 2. Omar Dhani menyatakan perlunya mengakomodasi Dewan Revolusi. Presiden cenderung mengikuti pandangan Omar Dhani. Akhirnya berusaha menggiring kabinet mengakomodasi Dewan Revolusi dengan konsesi: (a) mengakui eksistensi dirinya sebagai pimpinan tertinggi, (b) mengakomodasi anggota kabinet Dwikora dalam Dewan Revolusi56. Sikap defensif (mengalah) presiden dalam menghadapi Aidit kemungkinan dilatari oleh hal-hal berikut: 1. Ia menyadari dalam kepungan G30S/PKI. Kekuatannya tidak bisa diremehkan. TNI AD lumpuh. RRI & Telkom dikuasai. Anggota kabinet sedang banyak tugas di luar negeri. Kini dikelilingi pasukan pro G30S/ PKI yang siap tempur. Keperpihakan Omar Dhani kepada G30S/PKI tentunya juga menjadi pertimbangan. Pada saat itu Dhani dikelilingi seluruh kekuatan tempur AURI. Orang-orang yang dipasang pimpinan G30S/PKI ---termasuk Omar Dhani sendiri--- tidak mustahil terus menghembuskan informasi yang bersifat intimidatif. Akibatnya presiden merasa dalam suasana terpojok. Pada momentum ini, Ia belum memperoleh informasi tindakan Mayjen Soeharto di Kostrad. Bahwa kostrad sedang mempersiapkan pembalasan terhadap G30S/PKI. 2. Presiden mulai merasa tidak memiliki back up politik yang mampu mengimbangi manuver G30S/PKI. Oleh karenanya ia menawarkan konsesi kepada pimpinan G30S/PKI. Suatu pilihan yang masuk akal bagi presiden. Agar dirinya tidak terlempar dalam tatanan politik yang baru. 57. Ibid, hlm 198.


64 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 65 Gerakan Politik G30s/PKI Waperdam Leimena dan Jaksa Agung yang bersebarangan dengan Omar Dhani bukanlah pengendali kekuatan politik dan militer. Tidak bisa menjamin keselamatan dan masa depan politik Presiden Soekarno. Setelah mengetahui keputusan presiden, Omar Dhani mengirimkan Letkol Heroe Atmojo (perwira intelijen AURI) menuju Cenko II. Untuk menyampaikan pesan bahwa Brigjen Soepardjo diminta menghadap presiden untuk membicarakan keputusannya57. Setelah mengetahui kecenderungan sikap presiden atas informasi Letkol Udara Heroe Atmojo, Aidit segera menafsirkan situasi dengan melakukan manuver. Ia “mengangkat Presiden Soekarno sebagai penguasa simbolik”. “Pengangkatan” itu dilakukan dengan melepaskan blokade informasi. Aidit mengijinkan pengumuman presiden disiarkan melalui RRI pada pukul 13.00 Wib. Pengumuman itu menegaskan Presiden Soekarno masih berkuasa penuh. Pengumuman itu telah diblokade Aidit sejak pukul 11.00 Wib. Keputusan Aidit melepas blokadi informasi terhadap presiden kemungkinan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan berikut: 1. Untuk meredam gejolak internal pasukan G30S/PKI dan pihak-pihak eksternal loyalis presiden yang bisa tumbuh menjadi penghambat gerakan. Sebagaimana kita ketahui, perintah presiden untuk menghentikan tembak menembak telah menimbulkan gejolak di kalangan pimpinan militer G30S/PKI. 2. Untuk meredam kemarahan presiden agar tidak melakukan tindakantindakan yang berseberangan dengan kepentingan G30S/PKI. Apalagi ia sekarang tidak sepenuhnya berhasil dikarantina dan faktanya dikelilingi sejumlah pembantu terdekatnya. Aidit memanfaatkan ketidakcermatan redaksi pengumuman presiden sebagai perangkap. Untuk seakan-akan mengakui kembali kekuasaan presiden. Sesuai redaksinya isi pernyataan tersebut menyatakan “Presiden dalam keadaan sehat wal-afiat, dan tetap memegang kekuasaan negara dan revolusi”. Pernyataan itu tidak mengutuk G30S/PKI. Aidit kemungkinan menafsirkan statemen presiden tersebut tidak memiliki unsur menghalangi keberlangsungan Dewan Revolusi dalam menjalankan roda pemerintahan. Atas penafsiran tersebut, Aidit menempatkan presiden sebatas


Gerakan Politik G30s/PKI 66 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 67 simbol negara. Sedang kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Dewan Revolusi. Oleh karena itu bisa dimengerti kenapa Aidit mengijinkan pengumuman presiden disiarkan melalui RRI pada pukul 13.00 Wib. Bersamaan dengan datangnya Supardjo ke rumah Susanto memenuhi panggilan presiden. Satu jam berikutnya (pukul 14.00 Wib.), Aidit melalui Kol. Untung mengumumkan susunan Dewan Revolusi. Tanpa menyebut keterlibatan Presiden Soekarno dalam tatanan baru Indonesia. F. Blunder Aidit: Menampar Uluran Tangan Presiden (pukul 14.00 Wib.) Supardjo ---sebagai representasi pimpinan G 30 S/PKI--- tiba dirumah Susanto pukul 13.00 Wib. Untuk memenuhi panggilan Presiden Soekarno. Ia menyelinap melalui pintu belakang dan bertemu presiden dalam kamar terpisah dengan para anggota kabinet. Presiden menyampaikan kepada Supardjo hendak mengakomodasi Dewan Revolusi. Sebagai konsesi adalah keterlibatan presiden dan sejumlah anggota Kabinet dalam Dewan Revolusi.


66 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 67 Gerakan Politik G30s/PKI Supardjo kemudian kembali ke Cenko II untuk melapor. Ia tiba di Cenko II pukul 13.30 Wib. Setelah kepergian Supardjo, ajudan presiden Bambang Widjanarko tiba di rumah Susanto. Ia membawa berita bahwa Jenderal Umar belum bisa menghadap karena di Konsinyir Mayjen Soeharto. Bambang juga melaporkan kejadian-kejadian di Kostrad seputar persiapan Mayjen Soeharto menyusun aksi balasan terhadap aksi G30S/PKI 58. Selain laporan Bambang, presiden juga menerima dinamika Kostrad melalui Menpangal R.E. Martadinata. Menpangal sebelum tiba di rumah Susanto pukul 13.00 Wib, telah bertemu dengan Mayjen Soeharto di Kostrad. Pada sisi lain, Aidit gagal menangkap dan bahkan menampar uluran tangan tawaran koalisi presiden. Aidit mengambil keputusan blunder sebagai berikut: 1. mengumumkan kembali Dekrit Dewan Revolusi, 2. mengumumkan personalia Dewan Revolusi tanpa menyebut atau melibatkan eksistensi Presiden Soekarno, 3. menurunkan pangkat kemiliteran tertinggi menjadi setingkat Letnan Kolonel. Keputusan yang diumumkan melalui RRI pada pukul 14.00 Wib., ini kemungkinan diambil dalam situasi kebatinan Aidit berikut: 1. Aidit memandang siaran pengumuman presiden melalui RRI sudah cukup sebagai konsesi etikad baiknya. Presiden Soekarno cukup ditempatkan sebagai simbol negara. Sementara kendali pemerintahan tetap dipegang Dewan Revolusi. 2. Aidit merasa sudah mengakomodasi nama-nama Kabinet Dwikora. Rekomendasi presiden dalam Keputusan No. 1 Dewan Revolusi tentang susunan personalia Dewan Revolusi. 3. Aidit dalam kedaan panik setelah menerima laporan persiapan Kostrad. Juga adanya pembelotan sebagian pasukan G30S/PKI ke Kostrad (2 kompi Batalyon 454 dan semua anggota Batalyon 530 kecuali komandannya). 58. Ibid, hlm, 216


Gerakan Politik G30s/PKI 68 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 69 Oleh karena itu ia mengambil tindakan tidak populer. Ia menurunkan pangkat kemiliteran menjadi setingkat Letnan Kolonel sebagai pangkat tertinggi. Perlu diketahui, Keputusan No. 2 Dewan Revolusi adalah tentang penurunan dan kenaikan pangkat. Terlepas pertimbangan apapun yang ada dalam benak Aidit, keputusan ini telah menjauhkan diri dan komplotannya dari uluran tangan Presiden Soekarno dalam jalinan Koalisi. Aidit tidak hanya melempar Presiden Soekarno dalam kedudukan tidak berarti dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Aidit juga menendang para perwira di atas kolonel untuk berada dalam perintah Untung. Keputusan ini tentu saja mengundang kemarahan para perwira di semua Angkatan. Tentu akan mengkonsolidasi diri memberikan dukungan pada langkah-langkah pihak manapun yang mengambil inisiatif melawan komplotan G30S/PKI. G. Manuver Presiden: Perangkap Perintah Harian Presiden Soekarno sangat marah ketika mendengar siaran RRI Pukul 14.00 Wib. Bahwa eksistensi dirinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dianggap ada oleh Aidit. Sebagaimana diilustrasikan Victor M Fic, Kemarahan itu tercermin dari dialognya dengan Men/Pangak Sutjipto Judodihardjo. “Aku tidak ingin dipaksa, ini kabinetku”, statemen Presiden Soekarno dengan nada marah. Segera ditimpali Sutjipto “ini adalah kudeta”. Sutjipto menyarankan untuk segera menunjuk Men/Pangab yang baru sambil mengusulkan Mayjen Ibrahim Ajie. Presiden masih marah dengan mengatakan “jangan mendikte apa yang harus aku lakukan, aku tidak ingin dipaksa oleh siapapun, aku akan memecahkan masalah itu sendiri”. JE Leimena menggambarkan situasi pada saat itu presiden sedang kehilangan instink politiknya. Benar-benar tidak mampu menguasai keadaan. Leimena tidak 59. Ibid, hlm, 210 60. Misalnya seputar pertanyaan “Kepentingan strategis apa yang melatarbelakangi Presiden harus bersusah payah melakukan aliansi dalam penunjukan Men/Pangad?” atau “kenapa Presiden harus mengesampingkan Menhankam/KASAB dalam pengangkatan Men/Pangad?”.


68 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 69 Gerakan Politik G30s/PKI bisa memahami betapa Presiden Soekarno berhasil digiring-giring dan kemudian masuk perangkap Aidit sejauh itu 59. Tampaknya, pengakuan Aidit atas eksistensi kekuasaannya menjadi prioritas Presiden Soekarno. Ia tidak mempedulikan saran mayoritas anggota kabinet untuk tidak mempercayai G30S/PKI. Kali ini ia melakukan manuver dengan memanfaatkan kepanikan pimpinan G30S/PKI ---atas informasi rencana pergerakan Kostrad--- sebagai instrumen perangkap. Ia menawarkan aliansi kepada Aidit dengan memberinya kesempatan mengusulkan calon Men/Pangad. Pengangkatan Men/Pangad akan ditetapkan melalui Surat Perintah Harian yang akan ditandatangani presiden. Pengakuan Pimpinan G30S/PKI terhadap Surat Perintah Harian dengan sendirinya mengakui kembali eksistensi presiden. Sebagai pemegang penuh kendali negara dan pemerintahan. Adanya pengakuan itu juga berarti menghapus eksistensi Dewan Revolusi beserta keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan sebelumnya. Setelah melalui dua kali pertemuan dengan Supardjo yang menyelinap dari pintu belakang rumah Susanto dan berbicara dalam ruangan terpisah dari anggota Kabinet. Presiden Soekarno kemudian menggiring kabinetnya untuk menunjuk Mayjen Pranoto Rekso Samodro (calon Aidit) sebagai carteker Men/ Pangad. Pengangkatan Pranoto dituangkan dalam Surat Perintah Harian yang secara redaksional disusun Brigjen Sabur bersama RE. Martadinata. Tepat pukul 16.00 Wib. Surat Perintah Harian ditandatangani presiden. Terlepas adanya dinamika dan kontroversi 60. Presiden Soekarno berhasil menggiring pimpinan G30S/PKI masuk perangkapnya untuk kembali mengakui kekuasaanya. 61. Victor M. Fic. Op. Cite, hlm 214. 62. Presiden Soekarno tahu betul bagaimana Letkol Soeharto menyelamatkan dirinya dari kudeta 3 Juli 1946 walaupun menolak melakukan perintah penangkapan komandannya dengan alasan hi rarkinya salah. Mayjen Soeharto juga menolak menenggelamkan kapal Belanda pada saat operasi Mandala sedang dalam persiapan dengan alasan akan merusak seluruh skenario kemiliteran yang sudah disusun. Presiden juga mengetahui tindakan-tindakan itu merupakan keputusan genialkonstitusional untuk memastikan kebijakannya tidak salah. Presiden juga mengetahui benar Mayjen Soeharto tidak melakukan tindakan yang mengancam eksistensi kekuasaanya.


Gerakan Politik G30s/PKI 70 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 71 Pencermatan terhadap masalah ini juga dapat ditarik kesimpulan sebaliknya. Presiden memberi konsesi terlalu tinggi kepada pimpinan G30S/PKI. Ia tidak sadar dirinya dijadikan bumper oleh elit pimpinan G30S/PKI. Untuk menghadapi tusukan Kostrad yang sebenarnya tidak ditujukan kepada dirinya. Mencermati informasi Bambang Widjanarko, tentunya Presiden Soekarno dapat menarik kesimpulan. Bahwa dirinya bukan sasaran Mayjen Soeharto. Langkah Kostrad adalah persiapan melawan G30S/PKI. Sebuah komplotan yang selama sehari penuh tanggal 1 Oktober 1965 itu telah menenggelamkan eksistensi presiden secara bertubi-tubi. Presiden dan kabinetnya didemisionerkan. Hal yang dapat kita ketahui secara pasti adalah langkah Presiden Soekarno selanjutnya. Ia tampak mengantisipasi kemungkinan dimanfaatkannya TNI ---setelah pengangkatan Pranoto--- oleh G30S/PKI untuk menikam dirinya. Setelah penandatangan Surat Perintah Harian, presiden segera mengirim pesan kepada Panglima Divisi Siliwangi Mayjen Ibrahim Ajie. Agar sewaktuwaktu masuk Jakarta jika dipanggil untuk mengamankan dirinya di Halim. Presiden juga memerintahkan Brigjen Sabur melakukan kontak dengan Komandan RPKAD (yang pada saat itu berada dibawah koordinasi Kostrad). Untuk sewaktu-waktu melakukan intervensi jika presiden dalam bahaya 61. Terlepas adanya dua antisipasi itu, mungkin saja presiden telah memperhitungkan kapabilitas Pranoto Reksosamodro ketika harus berhadapan dengan sikap tegas Mayjen Soeharto-Nasution. Ia telah memiliki referensi bahwa pada hari itu perintahnya agar Mayjen Umar Wirahadikusumah menghadap telah berhadapan dengan kebijakan Konsinyir Mayjen Soeharto 62. Mungkin presiden telah memperhitungkan tidak efektifnya pengangkatan Pranoto. Namun prioritas dirinya adalah pengakuan kembali eksistensi kekuasaanya. Walaupun secara formal presiden berpihak pada Pranoto, di lapangan ia mempercayakan insting Mayjen Soeharto untuk menghadapinya. Sosok yang telah diketahui karakter, reputasi dan sikap tegasnya pada hari itu. Tidak kompromi dengan komplotan G30S/PKI. 63. Kebiasaan yang berlaku dalam tubuh pimpinan TNI waktu itu.


70 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 71 Gerakan Politik G30s/PKI H. Aidit Berusaha Merebut Presiden Sesaat setelah penandatanganan Surat Perintah Harian oleh Presiden Soekarno, peruntungan G30S/PKI berubah drastis. Hal itu ditandai dengan: 1. Merosotnya kekuatan militer G30S/PKI karena sebagian besar pasukan terlatih (Yon 454 dan Yon 530) membelot ke Kostrad. 2. RRI danTelkom berhasil dikuasai Kostrad. 3. Mayjen Pranoto ---yang baru saja diangkat sebagai carteker TNI AD dan menuju Kostrad atas perintah Aidit--- segera dikonsinyir oleh Mayjen Soeharto. Pranoto tidak bisa menjalankan menjalankan Surat Perintah Harian. 4. Mayjen Soeharto menyampaikan pesan kepada presiden melalui Bambang Widjanarko dan Kolonel Tjokroparonolo. Bahwa untuk sementara menunda pelaksanaan Surat Perintah Harian. Alasan yang dikemukakan Mayjen Soeharto adalah: (a) Pengejaran dan penumpasan penculik sedang berlangsung, (b) Para jenderal yang diculik belum diketahui nasibnya, (c) Melaporkan kepada presiden bahwa sesuai standing order 63 dan perintah Menhankam/ KASAB Jenderal AH. Nasution. Untuk menghindari kekosongan dan kelumpuhan, dirinya memimpin sementara TNI AD. Selanjutnya Mayjen Soeharto bersedia menerima perintah presiden. 5. Mayjen Soeharto memerintahkan Bambang dan Brigjen Sabur. Agar dalam perlindungannya membawa Presiden Soekarno menuju Bogor sebelum tengah malam. Menyaksikan perubahan drastis tersebut, pimpinan G30S/PKI hanya bisa termangu-mangu tanpa bisa berbuat banyak. Pada pukul 20.00 WIB, pimpinan militer G30S/PKI di Cenko II menyimpulkan gerakan telah gagal. Untuk kemudian melakukan rapat darurat di markas besar Aidit (rumah Suwardi). Untuk menyelamatkan gerakan, rapat memutuskan akan melanjutkan gerakan dari Yogyakarta dan harus didukung Presiden Soekarno. Untuk tujuan ini presiden harus bisa direbut dan diterbangkan ke Yogyakarta. Omar Dhani dan Supardjo mendesak presiden agar meninggalkan Halim menggunakan pesawat menuju Yogyakarta atau Madiun. Sedangkan J.E Leimena,


Gerakan Politik G30s/PKI 72 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB Brigjen Sabur dan Bambang Widjanarko meyakinkan serta mengupayakan presiden. Agar bersedia meninggalkan Halim menuju Bogor dengan menggunakan perjalanan darat. Pada saat krusial tersebut, Nyonya Dewi datang ke Halim atas permintaan Presiden Soekarno. Ia (Nyonya Dewi) turut mendesak presiden agar memenuhi saran Mayjen Soeharto menuju Bogor. Pukul 23.30 WIB, Presiden akhirnya berangkat menuju Bogor dengan meninggalkan Omar Dhani di Halim. Hal itu menandai kegagalan skenario darurat Aidit yang hendak melanjutkan gerakan dari Yogyakarta bersama-sama presiden. Pada tahapan selanjutnya, G30S/PKI berada dalam posisi tersudut dan disibukkan untuk menghadapi pengadilan sejarah. n


Mayjen TNI Soeharto Soeharto Bersama Dr. Roeslan Abdul Gani Ketika di Istana Bogor Pada Tahun 1965. Perlawanan Mayjen Soehart & TNI


74 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 75 Setelah pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 memperoleh informasi pembunuhan dan penculikan pimpinan TNI AD, Mayor Jenderal Soeharto sebagai tokoh senior second line TNI AD segera terpanggil melakukan tindakantindakan. Ia segera tergerak untuk: • Menemukan pimpinannya (baik yang sudah gugur maupun yang masih hidup), • Menghindarkan TNI AD dari kelumpuhan (akibat kekosongan pimpinan), dan • Mempersiapkan tindakan apa yang mesti dilakukan. Mayor Jenderal Soeharto kemudian mengambil langkah-langkah sebagaimana analisis yang akan disajikan dalam bab ini. Seperti halnya pembahasan Bab IV dan V, analisis bab ini didasarkan kronologi peristiwa sebagaimana disajikan melaui lampiran 2. A. Pemetaan Situasi Untuk mengetahui situasi secara lebih lengkap, Mayjen Soeharto menghimpun sebanyak mungkin informasi. Ia melakukan pemetaan situasi untuk kemudian ditelaah bersama-sama perwira Kostrad lainnya. Hasil pemetaan situasi ini dipergunakan untuk menentukan langkahlangkah Kostrad berikutnya. Selain menelaah laporan-laporan masyarakat, ia melakukan telaah terhadap komunike Letkol Untung yang didengar melalui RRI. BAB VI Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI


74 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 75 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Mayjen Soeharto segera menyebar perwira intelijennya untuk menghimpun dan mendalami informasi. B. Mencegah Kelumpuhan TNI AD Untuk mencegah kelumpuhan TNI AD akibat kekosongan kepemimpinan, Mayjen Soeharto menggunakan standing order (kebiasaan yang berlaku) manakala Men/Pangad berhalangan. Berdasakan standing order ---atas persetujuan perwira Kostrad lainnya dan juga pangdam V/Jaya Umar Wirahadikusumah yang hadir di Kostrad--- ia mengisi kekosongan pimpinan puncak TNI AD sebagai pimpinan sementara. Langkah ini menggagalkan skenario PKI menjadikan TNI AD layaknya kereta api tanpa masinis. Upaya PKI membalik keadaan agar TNI AD menjadi instrumen pendukung G30S/PKI, berhadapan dengan kesigapan Mayjen Soeharto. Penggunaan standing order bukanlah rekayasa untuk mengambil kekuasaan di tubuh TNI AD. Tindakan Mayjen Soeharto itu memperoleh dukungan penuh kalangan internal TNI AD. Bahkan Brigjen Moeng Parhadimoeljo (mantan Komandan RPKAD yang sedang cuti pendidikan), di tempat terpisah menyarankan Kol. Sarwo Edhi. Ketika Kol. Sarwo Edhi sedang kebingungan mencari Jenderal A. Yani, Brigjen Moeng Parhadimoeljo menyarankan untuk menemui Mayjen Soeharto64. Sesuai kebiasaan (standing order), Mayjen Soeharto merupakan pengganti Jenderal A. Yani jika berhalangan. Maka Tindakan Mayjen Soeharto itu sudah lazim kala itu. Menhankam/ KASAB Jenderal Nasution ---yang selamat dari penculikan---- tidak lama kemudian juga mengirim kurir (Letkol Hidayat Wirasondjaya). Misinya memerintahkan Mayjen Soeharto agar menumpas gerakan Untung serta membebaskan presiden. 64. Kol. Sarwo Edhi (Komandan RPKAD) memiliki hubungan emosional yang kuat dengan Jenderal A. Yani. Setelah memperiloh informasi pembunuhan, ia segera dengan sigap bertindak untuk menemukan Jenderal A. Yani.


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 76 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 77 Jenderal A.H. Nasution juga menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Pejabat Panglima Sementara AD. Menggantikan Jenderal A. Yani yang gugur ditembak oleh pasukan G.30.S/PKI65. C. Konsinyir Pasukan dan Perwira TNI AD Setelah mencegah terjadinya kelumpuhan TNI AD, Mayjen Soeharto meminta Pangdam V/Jaya Umar Wirahadikusumah untuk menutup semua jalur keluar masuk Jakarta. Mayjen Soeharto juga menginstruksikan agar semua pergerakan satuan-satuan AD atas sepengetahuan dirinya. Ia mengkonsinyir para perwira TNI AD. Seperti tidak diijinkan Mayjen Umar Wirahadi Kusumah dan Mayjen Pranoto Reksosamodro menghadap Presiden Soekarno. Tujuannya untuk menghindari jatuhnya lebih banyak korban Perwira Tinggi. Sebagaimana disinggung di depan, benang merah antara pembunuhan para jenderal-isi komunike Letkol Untung-pergerakan pasukan di sekitar Istana diluar koordinasi resmi, telah menimbulkan multiintepretasi atas keselamatan presiden. Menghadapi situasi seperti itu, Mayjen Soeharto dibimbing naluri kemiliterannya. Ia tidak ingin lebih jauh terjebak perangkap komplotan G30S/PKI dengan menyerahkan para perwiranya secara cuma-cuma masuk kandang pembantaian. Sebagaimana dialami para pucuk pimpinannya. Atas masalah itu Mayjen Soeharto mengakui agak bimbang, “…kesimpulan saya bahwa Bapak (presiden) telah aman. Tetapi ini memang aman atau diamankan merupakan sebuah hal yang juga harus saya perhitungkan dengan fakta-fakta yang ada waktu itu…” 66. Setelah memastikan keselamatan anggotanya, Mayjen Soeharto hanya perlu memikirkan penyelamatan presiden dari lingkaran komplotan G30S/PKI. Sebelum akhirnya memutuskan menyerang Halim. 65 Victor M Fic, Op. Cite, 219 66 Julious Pour, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm 324.


76 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 77 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI D. Koordinasi Antar Angkatan Setelah melakukan konsinyir pasukan, Mayjen Soeharto melakukan koordinasi dengan angkatan-angkatan lain. Seperti Angkatan Laut, Kepolisian dan Angkatan Udara /melalui Leo Watimena. Koordinasi itu bertujuan untuk menjelaskan telaah Kostrad. Bahwa gerakan Untung bukan semata-mata persoalan interen AD. Akan tetapi memiliki motif coup yang didalangi PKI. Telaah kostrad itu semakin menemukan bukti manakala Dewan Revolusi mendemisionerkan Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora. Pada jam-jam berikutnya, Komunike Untung bertarung dengan pengumuman Brigjen Sabur (Komandan Resimen Cakrabirawa, Pengawal Presiden). Pengumuman itu menyatakan “Presiden dalam keadaan sehat wal’afiat dan tetap memegang Pimpinan Negara dan Revolusi”. Pengumuman demi pengumuman yang tersiar melalui RRI itu telah menunjukkan dengan sangat jelas adanya perlawanan Presiden Soekarno terhadap komplotan G30S/PKI yang akan mendongkelnya. Koordinasi dilakukan untuk menciptakan saling pengertian antar angkatan sehingga tidak salah menafsirkan situasi. E. Mobilisasi Satuan-Satuan Pemukul Serangan balasan terhadap pasukan-pasukan G30S/PKI dilakukan dengan mobilisasi satuan-satuan Angkatan Darat yang tersisa. Mayjen Soeharto mengandalkan basis kekuatan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Pada saat itu tiga perempat kekuatan tempur Angkatan Darat terlanjur dikirim keluar Jawa. Mereka dikirim untuk konfrontasi ke Malaysia, pemulihan keamanan di Sulawesi dan Irian Jaya. Kekuatan RPKAD yang ada di Cijantung tinggal tersisa lima kompi saja. Ialah Kompi Feisial Tanjung yang hendak dikirim ke Kalimantan, Kompi Urip, Kompi Muchtar, Kompi Muhadi dan Kompi Saridho). Sementara itu Kompi Kentot Harseno sedang bertugas di Kalimantan. Sedangkan Kompi Edy Sudrajat bertugas di Manokwari Irian Jaya. Berbekal kekuatan personil yang terbatas itulah, Mayjen Soeharto bertekad melakukan tindakan balasan terhadap petualangan G30S/PKI. Komplotan


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 78 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 79 yang telah menculik dan membunuh pimpinan TNI AD maupun coup kepada presiden. Mobilisasi RPKAD dapat dengan mudah dilakukan. Pada saat Kolonel Sarwo Edhi Wibowo juga sedang mencari kejelasan Jenderal. A. Yani yang terbunuh pada pagi harinya. Atas saran Brigjen Moeng Parhadimoeljo (mantan komandan RPKAD yang sedang menjalani cuti untuk pendidikan), ia menemui Mayjen Soeharto. Kolonel Sarwo Edhi Wibowo segera melaksanakan tugas persiapan serangan balasan. F. Netralisasi Yon 530 dan Yon 454 Netralisasi anggota-anggota kesatuan Yon 530/ Para Brawijaya dan Yon 454/ Para Diponegoro dilakukan perwira-perwira Kostrad. Antara lain Letkol Ali Murtopo, Brigjen Sabirin Muchtar, Mayjen Basuki Rahmat yang dikenal dekat dengan beberapa Dan Ton Batalyon 530. Begitu pula dengan pihak-pihak lain yang bisa dimobilisir. Seperti Kastaf Resimen Cakrabirawa, Letkol Marokeh Santoso. Perwira-perwira Kostrad bekerja keras melakukan penyadaran kepada wakil komandan dan sub komandan agar Yon 530/ Para Brawijaya dan Yon 454/ Para Diponegoro agar bergabung ke Kostrad. Mayjen Soeharto sendiri melakukan upaya netralisasi kepada Wa Dan Yon 530/ Para Brawijaya dan Wa Dan Yon 454/ Para Diponegoro. Karena komandannya tidak ada ditempat dan terlibat mobilitas secara aktif bersama Brigjen Soepardjo (petinggi militer G30S/PKI). Netralisasi pasukan militer G30S dilakukan dalam bentuk penyadaran. Bahwa: 1. Dewan Jenderal hanyalah isu dan tidak benar hendak melakukan coup kepada presiden, 2. penugasan di sekitar Monas dalam rangka menjaga keselamatan presiden dari coup tidak sesuai realitas, karena presiden tidak berada di Istana, 3. melalui komunike dan Dekrit Dewan Revolusi dapat diketahui bahwa misi penjagaan terhadap keselamatan presiden di Istana merupakan kamuflase pimpinan G30S/PKI yang sebenarnya sedang melakukan coup.


78 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 79 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Mayjen Soeharto memberi deadline kepada mereka agar sebelum pukul 16.00 WIB bergabung dengan Kostrad. Melalui upaya alot, Pasukan Yon 530/ Para Brawijaya memenuhi deadline Kostrad. Sedangkan sebagian besar pasukan Yon 454/ Para Diponegoro justru mundur ke dropping zone Halim. Hanya dua Kompi pasukan Yon 454/ Para Diponegoro yang memenuhi deadline Kostrad. Makna strategis keberhasilan netralisasi bukan hanya pada aspek fisik. Yaitju semakin bertambahnya kekuatan personil pasukan Kostrad dan merosotnya kekuatan personal pasukan G30S/PKI. Keberhasilan netralisasi merupakan bukti terbongkarnya kedok (motif yang sebenarnya) pimpinan G30S/PKI di kalangan pendukungya. Bergabungnya pasukan Yon 530/ Para Brawijaya dan sebagian pasukan Yon 454/ Para Diponegoro ke Kostrad mempengarui spirit tempur anggota pasukan G30S/PKI yang lain. Semangat tempurnya sisa-sisa pasukan G30S/PKI meredup. Permintaan otorisasi Brigjen Soepardjo (pukul 17.30 WIB tanggal 1 Oktober 1965) untuk membela presiden dari pergerakan pasukan Kostrad merupakan upaya pimpinan G30S/PKI mengembalikan spirit pasukannya. Spirit itu berhasil dirobek oleh Kostrad melalui proses netralisasi yang alot. Apabila Presiden Soekarno menyetujui atau memberi otorisasi, pimpinan G30S/PKI akan dengan leluasa membangkitkan spirit pasukannya. Tentu saja dengan mengatasnamakan perintah presiden. Namun demikian presiden telah mengetahui bahwa dirinya bukan sasaran pasukan Mayjen Soeharto. Permintaan itu tidak dipenuhinya. G. Pembebasan RRI dan Telkom Pukul 17.00 WIB Mayjen Soeharto memerintahkan pasukan RPKAD pimpinan Kol. Sarwo Edhi agar pukul 18.00 WIB membebaskan Telkom dan RRI dari cengkeraman pasukan G30S/PKI. Pasukan RPKAD sejak pukul 13.00 WIB sudah berada di Kostrad menunggu perintah. Kedua instrumen komunikasi strategis itu pada pukul 18.40 WIB telah dikuasi sepenuhnya. Penguasaan sarana komunikasi itu memiliki implikasi sebagai berikut:


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 80 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 81 1. Tersumbatnya Instrumen Propaganda G30S/PKI Pada awal gerakan, penguasaan Telkom menjadikan G30S/PKI sebagai pemegang monopoli jaringan komunikasi. Mereka secara leluasa melakukan jalinan koordinasi antar pelaku gerakan. Termasuk kepada jaringan-jaringanya di dalam maupun luar negeri. Penguasaan Telkom juga memberikan keleluasaan bagi pelaku G30S/ PKI dalam melakukan sabotase terhadap pihak-pihak yang tidak dikehendaki mengembangkan koordinasi. Seperti halnya pemutusan saluran telpon ke Istana dan rumah-rumah Jenderal sasaran penculikan. Penguasaan RRI memungkinkan pelaku G30S/PKI memonopoli instrumen propaganda publik. Untuk penyebaran informasi maupun pembentukan disinformasi bagi kepentingan gerakan. Mereka secara leluasa mengemukakan komunike melalui RRI sekaligus memblokir informasi yang sekiranya tidak menguntungkan agendanya. Sebagai contoh adalah pengumuman Komandan Resimen Cakrabirawa tentang keselamatan dan penegasan kekuasaan Presiden Soekarno atas kepemimpinan negara dan revolusi. Pengumuman ini tertunda beberapa jam karena diblokir pimpinan G30S/PKI. RRI juga menjadi instrumen/alat instruksi pimpinan PKI bagi pelaku perebutan kekuasaan lokal pada masing-masing daerah. Pengurus PKI dan Biro Chusus Daerah (BCD) sudah diinstruksikan dapat menerjemahkan kejadiankejadian di Jakarta untuk direplikasikan di daerah masing-masing. Pembebasan Telkom dan RRI oleh pasukan Mayjen Soeharto menjadikan dominasi PKI terhadap sarana vital komunikasi berakhir. Saluran propagandanya telah tersumbat dan tidak lagi dapat menyebarkan disinformasi secara terbuka. Kembalinya Telkom dan RRI ke pangkuan pemerintah (Kostrad) mendorong PKI melakukan koordinasi manual (tanpa dukungan alat komunikasi yang jangkauannya luas). Sebagaimana nasib kompetitornya (pihak Kostrad) selama sehari penuh (sejak pukul 04.00 Wib hingga pukul 19.00 Wib). 2. Instrumen Netralisasi Disinformasi Bebasnya Telkom dan RRI merupakan aset strategis bagi Mayjen Soeharto untuk menetralisir disinformasi G30S/PKI. Disinformasi itu telah dijejalkan kepada publik Indonesia selama sehari penuh.


80 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 81 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Mayjen Soeharto segera melakukan klarifikasi atas berbagai kejadian yang dialami bangsa Indonesia. Ia menyiarkan pidato pada pukul 19.00 WIB yang isinya: a. pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi gerakan kontra revolusioner yang menamakan dirinya G30S di Jakarta, b. mereka melakukan penculikan enam perwira tinggi ABRI, c. mereka berhasil menguasai RRI dan Telkom, d. Presiden dan Menhankam/KASAB dalam keadaan aman dan sehat wal-afiat, e. Pimpinan AD untuk sementara dipegang Mayor Jenderal Soeharto, f. situasi & keamanan telah dikuasai kembali, g. gerakan Letkol. Inf. Untung merupakan coup dengan mendemisionerkan Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora, dan h. tindakan G30S kontra revolusioner dan harus diberantas sampai akar-akarnya. Selain membuka kedok G30S/PKI (coup dengan berlindung dibalik penyelamatan presiden), penjelasan Mayjen Soeharto melalui RRI juga memunculkan rasa tenang di kalangan masyarakat. Bahwa selama satu hari penuh masyarakat dibingungkan oleh pengumuman-pengumuman aneh. Seperti tindakan pengamanan/penculikan kepada para jenderal, pembentukan Dewan Revolusi, pengumuman presiden masih memegang kendali pemerintahan dan penurunan pangkat kemiliteran oleh Dewan Revolusi). Implikasi penjelasan Mayjen Soeharto itu segera menempatkan pelaku G30S/PKI tersudut secara moral. Selain itu memunculkan partisipasi luas dari masyarakat untuk melokalisir aktifitas G30S/PKI di daerahnya masing-masing. 3. Tersendatnya Perebutan Kekuasaan Lokal Pengumuman Mayjen Soeharto membawa implikasi tersendatnya proses perebutan kekuasaan lokal. Sebagai tindak lanjut komunike Letkol Inf. Untung dan Dekrit Dewan Revolusi. Sebagaimana perintah Sjam (BCC), instruksi gerakan akan diberikan melalui siaran RRI. Maka ketika mendengar komunike dan Dekrit Dewan Revolusi (mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan 13.30 WIB), para pelaku perebutan kekuasaan


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 82 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 83 tingkat lokal (pengurus PKI dan Biro Chusus Daerah) segera mematangkan upaya perebutan kekuasaan di daerahnya masing-masing. Namun ketika gerakan mereka baru dimulai dalam tahap-tahap awal, Mayjen Soeharto telah menyiarkan pengumuman yang dapat segera ditelaah sebagai cerminan kegagalan gerakan induknya di Jakarta. Walaupun sempat menimbulkan korban dan berhasil membentuk Dewan Revolusi di sejumlah daerah, pengumuman Mayjen Soeharto telah menyebabkan perebutan kekuasaan lokal tidak berjalan sesuai rencana. Sejumlah saksi sejarah di berbagai daerah mengungkapkan ketidaksinergisan antara pusat dan daerah merupakan salah satu faktor terselamatkannya tokohtokoh non Komunis daerah dari target pembantaian pada tahun 1965. Pelaku G30S/PKI di beberapa daerah telah mengedarkan “daftar jagal” bagi tokoh-tokoh yang dianggap sebagai lawan potensial bagi PKI. Ketika G30S/PKI di Jakarta hanya berumur satu hari, skenario perebutan kekuasaan dan pembantaian orang-orang non Komunis di daerah-daerah tidak terorganisasikan dengan baik. Kegagalan kudeta PKI di Jakarta merupakan anugerah bagi masyarakt di daerah-daerah. H. Pembebasan Presiden dari Cengkeraman Pelaku G30S/PKI Pembebasan presiden dari cengkeraman komplotan G30S/PKI sebenarnya telah direncanakan Mayjen Soeharto sejak tengah hari pada tanggal 1 Oktober 1965. Ia berfikir agar sebelum tengah malam Presiden Soekarno sudah harus meninggalkan Halim67. Rencana itu memperoleh momentum ---bersamaan dengan pembebasan RRI dan Telkom--- datangnya Kolonel KKO Bambang Widjanarko (ajudan Presiden Soekarno) ke Kostrad. Kedatangannya untuk yang kedua kalinya pada hari itu. Pada siang hari ia diperintahkan mencari Mayjen Umar Wirahadikusumah untuk menghadap presiden. Sedangkan kedatanganya kali ini juga atas perintah Presiden Soekarno untuk mencari Mayjen Pranoto Reksosamodro agar menghadap. Karena Pranoto telah ditunjuk sebagai caretaker TNI AD. Pada saat itu Mayjen Pranoto dan Jenderal Nasution (yang sedang dirawat kakinya) berada di Kostrad. Mayjen Soeharto menanyakan kembali kepada Bambang, dimana keberadaan presiden. Dijawab oleh Bambang bahwa presiden ada di rumah Komodor Susanto di Kawasan Halim.


82 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 83 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI Terhadap misi Bambang, Mayjen Soeharto meminta agar menyampaikan kepada presiden. Bahwa untuk sementara waktu menunda pelaksanaan keputusan tersebut. Hal itu dikarenakan: 1. pengejaran dan penumpasan penculik sedang berlangsung, 2. para Jenderal yang diculik belum diketahui nasibnya, 3. melaporkan kepada presiden, bahwa sesuai standing order (kebiasaan) dalam lingkungan AD, dirinya menggantikan A. Yani jika yang bersangkutan tidak ada ditempat. Menurut kalkulasi Mayjen Soeharto, Presiden Soekarno berada dalam sandera komplotan G30S dan dirinya tidak mau mengambil resiko menyerahkan para jenderal dalam perangkap pemberontak. Atas jawaban tersebut, Bambang kemudian meminta tugas: “Sekarang tugas kami apa, Pak?”. “Begini. Kalau Kolonel mau berjasa untuk negara dan membantu menyelesaikan masalah ini, usahakan agar Bung Karno meninggalkan Halim sebelum tengah malam”, jawab Mayjen Soeharto. Bambang menjawab: “Insya Allah”, yang menandakan kesanggupannya68 . Untuk menghindarkan kesalahpahaman, Mayjen Soeharto mengirim Kolonel Tjokropranolo menghadap presiden di Halim. Menyampaikan pesan sebagaimana pesan yang dibawa Bambang. Bahwa, ia (Mayjen Soeharto) untuk sementara waktu memegang kendali AD sesuai standing order dan atas perintah Menko/ Hankam/KASAB Jenderal Nasution. Sikap itu (penundaan perintah harian) diambil untuk memastikan keselamatan presiden dan perwira TNI dari kemungkinan penyanderaan atau pembunuhan oleh komplotan G30S/PKI. Sebagaimana dialami para Jenderal yang telah diculik dan dibunuh pada pagi harinya. Oleh karena itu, ia mengkonfirmasikan akan segera menyerang Halim. Untuk membebaskan Halim dari komplotan G30S/PKI dan oleh karenanya presiden sebaiknya tidak berada di Halim. Tanpa menunjukkan sikap melawan presiden, Mayjen Soeharto menyatakan kesiapannya menunggu perintah Presiden Soekarno69. 67 G. Dwipayana, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan, (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 1989), hlm 125 68 G. Dwipayana, Ibid, hlm 125 69 Victor M.Fic, Op. Cite, Hlm 217


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 84 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 85 Melalui Tjokropranolo, Mayjen Soeharto juga mengirim pesan kepada Brigjen Sabur (komandan resimen Cakrabirawa/ pasukan pengamanan presiden). Agar membawa presiden dalam perlindungannya menuju Bogor70. Setelah melalui tarik ulur71 pada pukul 11.30 WIB Presiden memenuhi permintaan Mayjen Soeharto meninggalkan Halim menuju Bogor. Sebelum berangkat, Saelan (pengawal Presiden Soekarno) mengirim kurir ke Kostrad bahwa presiden menuju Bogor. Ketika dalam perjalanan, presiden terlihat gusar dan menanyakan kenapa harus ke Bogor dan tidak menggunakan pesawat. Bambang Widjanarko menjelaskan ada tiga alasan membawa presiden ke Bogor. Pertama, pangkalan udara Halim akan segera dibebaskan. Jangan sampai presiden berada ditengah-tengan pertempuran. Kedua, Bogor tidak jauh dari Jakarta sehingga sewaktu-waktu dapat bergerak menguasai situasi. Ketiga, sangat berisiko meninggalkan Halim dengan pesawat yang hanya dikendalikan seorang pilot yang loyalitasnya belum diketahui secara pasti. Mendengar jawaban itu presiden terdiam kemudian mengajukan pertanyaan: “Apa Jalan ke Bogor ini aman?”. Bambang memberikan jaminan bahwa perjalanan ke Bogor aman: “Aman Pak... Bapak tidak usah kawatir, kami akan membawa Bapak dengan selamat sampai ke Istana Bogor”72. Sesampainya di Istana Bogor, Bambang menyampaikan tugasnya membawa ke tempat aman telah selesai. Dijawab ucapan “terima kasih” oleh presiden. Ia dan Brigjen Sabur kemudian melapor via telpon kepada Mayjen Soeharto bahwa presiden telah berada di Istana Bogor dalam keadaan selamat. Sedangkan Saelan menghubungi Pangdam Siliwangi Mayjen Ibrahim Adji bahwa presiden sudah berada di Bogor. Mayjen Soeharto tidak hanya 70. Ibid, Hlm 220 71. Omar Dhani dan Supardjo mendesak Presiden Soekarno menggunakan pesawat menuju Yogya atau Madiun sesuai keputusan rapat darurat PKI. Sedangkan Brigjen Sabur, Waperdam Leimena, Bambang Widjanarko dan Nyonya Dewi menyakinkan sekaligus mempersiapkan keberangkatan Presiden Soekarno menuju Bogor. 72 Saleh As’ad Djamhari, et all, Komunisme di Indonesia Jilid IV (Jakarta: Pusjarah dan Yayasan kajian Citra Bangsa, 209), hlm 229.


84 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 85 Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI mempercayakan kepastian keberadaan presiden di Istana Bogor atas laporan Bambang dan Sabur. Ia memerintahkan Kolonel Alex yang domisilinya di Bogor untuk memastikan laporan bahwa presiden sudah berada di Istana Bogor. Terbebasnya presiden dari cengkeraman komplotan G30S/PKI di Halim menyebabkan rencana darurat PKI membawa presiden ke Yogyakarta mengalami kegagalan. Terpisahnya komplotan G30S/PKI dari presiden juga menandai berakhirnya “kendali inisiatif coup” para pimpinan PKI dan segera menempatkannya dalam “proses kerja penyelamatan partai”. Para pimpinan G30S/PKI tercerai berai dan melarikan diri ke daerah-daerah. Sebelum akhirnya berhasi ditangkap dan menghadapi proses peradilan. I. Pembebasan Halim Setelah kepergian presiden, komplotan G30S/PKI juga segera ditinggalkan Aidit dan Men/Pangau Omar Dhani. Aidit menggunakan fasilitas penerbangan AURI menuju Yogya dalam rangka membangun basis perjuangan yang baru. Sedangkan Men/Pangau Omar Dhani terbang meninggalkan Halim dan berputarputar diatas Jawa selama 6 jam sebelum akhirnya mendarat di Madiun. Pada pukul 6.00 WIB tanggal 2 Oktober 1965, pasukan G30S/PKI (terdiri dari beberapa kompi pasukan profesional dan 1.500 sukarelawan Pemuda Rakyat terlatih) menghadang masuknya pasukan Kostrad yang hendak menguasai Halim. Pada pukul 06.10 WIB Pangkalan Udara Halim dapat dikuasai RPKAD. Namun dalam proses berikutnya terjadi vuur contact dengan pasukan pendukung G30S/PKI. Atas inisatif Komodor Dewanto disepakati cease fire (gencatan senjata). Sampai terdapat kejelasan kebenaran bahwa perlawanan unsur militer professional pasukan G30S/PKI untuk melawan Kostrad benar-benar merupakan perintah presiden73. Sore hari tanggal 2 Oktober 1965, presiden mengirimkan pesan kepada Soepardjo yang isinya memerintahkan penghentian tembak menembak dengan pasukan Kostrad74. Pembebasan Halim menjadikan komplotan G30S/PKI kehilangan pijakan terakhir kekuatan milternya. Sekaligus menempatkan para pelakunya dalam usaha-usaha penyelamatan diri dari kejaran Kostrad. Berdasarkan rangkaian fakta dan peristiwa sebagaimana dikemukakan di atas, pencermatan mikro kesejarahan peristiwa G30S akan mengantarkan pada


Perlawanan Mayjen Soeharto & TNI 86 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG PB kesimpulan tak terbantah. Peristiwa tersebut merupakan coup yang didalangi PKI. Setiap upaya menolak keterlibatan PKI atau menganggap peranan PKI bersifat pinggiran, akan dihadapkan kekayaan fakta-fakta. Mulai pra peristiwa, rapat-rapat komando pembersihan, hari H dan paska peristiwa. PKI terliat secara mendalam. Ending setiap pencermatan terhadap peristiwa tersebut pada akhirnya akan kembali pada kesimpulan bahwa PKI merupakan intellectual actor sekaligus eksekutor G30S. Pencermatan mikro kesejarahan G30S PKI tahun 1965 diilustrasikan melalui skema berikut: Gambar 6.1 Kudeta PKI 1965: Operasi Militer dan Politik 73. Komandan unsur militer profesional pasukan G30S, khususnya Kompi Batalyon 454/ Para Diponegoro, merasa mendapat tugas dari presiden. Mereka akan menghentikan pertempuran apabila diperintahkan presiden. 74. Surat itu ditujukan kepada pimpinan G30S, namun karena dalam proses negosiasi politik diwakili Soepardjo, maka surat itu ditujukan kepada Soepardjo. Perlakuan Presiden (dalam kasus surat) menandakan dirinya tidak mau berunding dengan Kol. Inf Untung yang keberadannya hanya seorang komandan Bataliyon pasukan pengawal presiden (Cakrabirawa). Walaupun Untung merupakan komandan gerakan militer pembersihan jenderal dan Ketua Dewan Revolusi.


Ibu Fatmawati Soekarno dalam Suatu Acara pada Tahun 1966. Menteri/Panglima Angkatan Darat Kabinet Dwikora Letjen Soeharto Beramah Tamah dan berjabat tangan dengan


88 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 89 Pencermatan mikro kesejarahan terhadap peristiwa G30S/PKI telah banyak memunculkan teori-teori spekulatif. Khususnya terkait intellectual actor gerakan. Aminudin Kasdi dan G. Ambar Wulan berusaha memaklumi keragaman teori itu walaupun mereka sendiri mengedepankan fakta-fakta amat kuat peran PKI sebagai intellectual actor sekaligus eksekutor G30S. Menurutnya ---secara teoritik--- keragaman kesimpulan dalam penulisan sejarah dapat dimaklumi karena: (1) faktor-faktor dimensional dalam pendekatan keilmuan, dan (2) faktor sosio kultural meliputi visi, personal bias (tendensi pribadi), geitsgebodenheit (jiwa zaman), group prejudice (prasangka kelompok), teori interpretasi yang digunakan dan filsafat yang dijadikan dasar wawasan75. Terlepas adanya permakluman teoritik itu, dijumpai indikasi kuat upaya pengingkaran keterlibatan PKI dalam peristiwa G30S paska kegagalan kudeta. Victor M. Fic ---sejarawan Kanada kelahiran Cekoslowakia--- mengungkapkan bahwa Dr. Ruth T. Mc Vey ---penulis “Cornell Paper” berjudul “A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup In Indonesia” yang tesisnya berusaha mengingkari peran PKI--- memiliki keterkaitan erat dengan kader-kader elit PKI sejak sebelum terjadinya peristiwa G30S. BAB VII Teori-Teori Tandingan: Upaya Menghapus Jejak Peran PKI 75 A.L. Rowse, The Use of History, (England: Hodder & Stoughton Limited for English Universities Press, 1948), dalam Aminuddin Kasdi & G. Ambar Wulan, G.30.S/1965: Bedah Caesar Dewan Revolusi Indonesia Siapa Dalangnya, PKI ?, (Surabaya: PT. Pustaka Java Media Utama, 2007), hlm 3.


88 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 89 Teori-Teori Tandingan: Upaya Menghapus Jejak Peran PKI Ia (Dr. Ruth T. Mc Vey) merupakan dosen tamu pada Institute Aliarcham untuk Ilmu-Ilmu Sosial milik PKI. Lembaga ini melatih para kader PKI dalam Administrasi Negara. Sehingga kelak diharapkan mampu menjalankan lembagalembaga negara setelah berhasil merebut kekuasaan di Indonesia. Setelah mengalami kegagalan kudeta 1965, PKI menggunakan orang-orang akademisi terkemuka Amerika untuk mempertahankan status hukumnya. Caranya dengan menyebarluaskan disinformasi. Pada intinya G30S/PKI merupakan konflik internal Angkatan Darat. termasuk mengilustrasikan PKI berada dalam peran pinggiran dalam kasus G30S76. Berdasarkan informasi Victor M. Fic itu dapat kita ketahui adanya sejumlah teori yang memang sengaja disusun sejak awal untuk menghapus keterlibatan PKI dalam peristiwa G30S. Ia sendiri (Victor M. Fic ) mengajukan analisis secara genial. Bahwa peristiwa G30S/PKI merupakan konspirasi Aidit dan Mao Tsetung (RRC). Sesuai saran kaisar Komunis Cina itu, Aidit harus segera membersihkan pimpinan TNI AD. Selama ini TNI AD menjadi penghalang upaya PKI. Agar dijadikannya “naga tanpa kepala”. Setelah TNI AD mengalami kelumpuhan, PKI akan dengan mudah merobohkan Presiden Soekarno. Presiden sendiri diskenariokan akan diasingkan ke danau Angsa RRC. Melalui kepemimpinan transisi yang sepenuhnya dikendalikan PKI, dua pilar utama pemerintahan (Kabinet: Dewan Revolusi dan TNI AD yg pimpinannya dikendalikan PKI) akan segera dikuasi sebagai penopang sistem Komunisme di Indonesia. Selain teori “masalah internal TNI AD”, penghapusan jejak peran PKI juga dikelola melalui kemunculan teori “Chaotic Moment”, peran sentral Presiden Soekarno dan Operasi CIA sebagai konspirasi Inggris-Amerika. Tudingan tanpa dukungan fakta ---oleh Heroe dan Latief--- juga tujukan kepada Mayjen Soeharto yang dikesankannya sebagai intelektual actor G30S. Beberapa sodoran teori dan tudingan terbukti tidak relevan lagi ketika dikonfrontasikan dengan sejumlah dokumen. Khususnya otokritik Supardjo dan data-data deklasifikasi pemerintah Amerika Serikat. 76 Victor, M. Fic, Op. Cite, hlm 3.


Teori-Teori Tandingan: Upaya Menghapus Jejak Peran PKI 90 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 91 Selain hanya mengulang diktum Aidit, menganggap G30S sebagai permasalahan internal TNI AD berhadapan dengan sejumlah kejanggalan. Pertama, sebagaimana tergambar sejara jelas dalam otokritik Supardjo, perwira-perwira G30S berada dalam posisi nomer tiga pengambilan keputusan teknis gerakan. Keberadannya di bawah setelah lapis ketua (kelompok ketua: Aidit Cs), dan Kelompok Sjam Cs (Ketua Biro Chusus Central/BCC). Supardjo menggambarkan para perwira militer tidak lebih sebagai pion dan tidak diberi keleluasaan membuat keputusan. Termasuk pada masa-masa kritis “waktunya bedil berbicara”. Kedua, adanya tindakan politik dengan mendemisionerkan Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora. Apabila peristiwa tersebut merupakan masalah internal AD, tersingkirnya para pimpinan AD telah dengan sendirinya menghentikan gerakan. Tidak harus menyingkirkan presiden dengan membentuk Dewan Revolusi. Adanya kejanggalan itu, dialektika seputar masalah ini pada akhirnya akan kembali pada kesimpulan. “Sejumlah komandan ABRI yang telah dibina sejak lama, dimanfaatkan PKI sebagai unsur pelaksana operasi militer”. Jadi bukan masalah internal AD sebagaimana tudingan Aidit. Teori Chaotic Moment, juga menjadi tidak relevan ketika dikonfrontasikan dengan otokritik Supardjo. Dokumen itu menyatakan rencana gerakan pada awalnya disusun sebagai operasi militer secara terpisah dengan gerakan politik. Namun oleh PKI kemudian dijadikan satu paket. Penjelasan ini juga didukung rapat-rapat komando dan skenario isu yang dibuat PKI jauh sebelum peristiwa. Memberi petunjuk G30S bukanlah peristiwa yang tiba-tiba jatuh dari langit tanpa adanya skenario dominan. Sedangkan tudingan operasi CIA sebagai intellektual actor juga telah terbantah melalui data-data yang terdeklasifikasi. AS pada saat itu masih kewalahan menghadapi penetrasi komunis di kawasan-kawasan lain. Teori peran sentral Presiden Soekarno juga berhadapan dengan fakta ia meminta pembuktian. Ketika Supardjo melaporkan kawan-kawannya (Untung Cs.) telah “mengamankan” para Jenderal yang akan mengadakan coup. Ia juga memerintahkan penghentian tembak-menembak setelah memperoleh kabar terbunuhnya para jenderal TNI AD.


90 G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG G30S/PKI: SOEKARNO-SOEHARTO BERENANG DI ANTARA DUA KARANG 91 Teori-Teori Tandingan: Upaya Menghapus Jejak Peran PKI Pada hari itu (1 Oktober 1965), Presiden Soekarno juga mengagendakan pertemuan dengan Jenderal A. Yani pada pukul 10.00 WIB. Untuk dimintai penjelasannya seputar isu Dewan Jenderal. Presiden juga mengklarifikasi kedatangannya ke Halim atas kemauan sendiri. Agar dekat dengan pesawat terbang jika sewaktu-waktu membutuhkan. Hal itu dikarenakan ia dihadapkan pada situasi yang membingungkan pada hari itu. Sedangkan ketidaktegasannya mengutuk gerakan, dapat dijelaskan melalui dua kemungkinan. Pertama, pada saat itu (1 Oktober 1965) presiden sedang berada dalam karantina G30S/PKI. Setelah tiba di Halim, ia melihat secara jelas TNI AD telah dilumpuhkan. Anggota kabinet utamanya banyak “eksodus” untuk kunjungan daerah dan luar negeri. Istana dikepung pasukan yang dikendalikan G30S/ PKI. Ia sekarang berada di kawasan Halim, tempat pasukan G30S/PKI digelar/ disiagakan. Mungkin ia juga melihat secara jelas sikap Omar Dhani ---dengan segala komponen pasukannya--- yang menunjukkan keberpihakannya pada G30S/PKI77. Presiden baru menampakkan keberaniannya mengutuk G30S/PKI (marahmarah terhadap keputusan Dewan Revolusi) setelah mendengar kabar pergerakan Kostrad (melalui Bambang Widjanarko yang baru menghadap Mayjen Soeharto). Kini ia melihat dirinya tidak sendirian karena TNI AD tidak benar-benar lumpuh. TNI AD sedang digerakkan Mayjen Soeharto untuk menghantam gerakan yang telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Kedua, presiden memang bersifat mendua (tidak mengutuk G30S/PKI) untuk menjaga hubungan baiknya dengan Blok Timur. Sebagai satu-satunya mitra strategis yang ia miliki untuk melawan hegemoni barat dalam percaturan internasional. Ia berusaha keluar secara halus dari jeratan pimpinan PKI (anak emas Blok Timur) tanpa harus mengorbankan hubungan baiknya dengan Blok Timur. Adapun tudingan terhadap Mayjen Soeharto ---sebagaimana dikemukakan Heroe dan Latief--- segera terbantahkan oleh fakta-fakta yang melimpah. 77 Sebelum kedatangan Presiden, Omar Dhani mengeluarkan Surat Perintah Harian yang isinya mendukung G.30.S.


Click to View FlipBook Version