1. Pengertian, Asas, Tujuan dan Sasaran Pengelolaan Lingkungan HIdup
Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 1, Poin (1), mengatakan:
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.”
Asas-asas dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 2, mengatakan:
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Asas Tanggung Jawab Negara,
b. Asas Kelestarian dan Keberkelanjutan,
c. Asas Keserasian dan Keseimbangan,
d. Asas Keterpaduan,
e. Asas Manfaat, sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
f. Asas Kehati-hatian,
g. Asas Keadilan,
h. Asas Ekoregion,
i. Asas Keanekaragaman Hayati,
j. Asas Pencemar Membayar,
k. Asas Partisipatif,
l. Asas Kearifan Lokal,
m. Asas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik; dan
n. Asas Ekonomi Daerah
Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 3, mengatakan:
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
a. Melindungi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
99
b. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari hak asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global
Dan juga untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Sasaran Pengelolaan Lingkungan Hidup
1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup;
2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang;
4) Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
6) Terlindunginya Negara Kesatuan RI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di
luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan Lingkungan
Hidup.
2. Hak dan Kewajiban dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
1) Hak dalam Pengelolaan Hidup
a. Hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 5 ayat (1)
UULH)
b. Hak atas informasi lingkungan hidup (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Lingkungan Hidup)
100
c. Hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang Lingkungan Hidup)
2) Kewajiban dalam Pengelolaan Hidup
a. Kewajiban memelihara kelestarian fungsi LH serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan LH (Pasal 6 ayat (1)
b. Penanggung jawab usaha/kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pengelolaan LH
c. Penanggung jawab usaha/kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil
usaha dan/atau kegiatan
d. Penanggung jawab usaha/kegiatan wajib melakukan pengelolaan B3
e. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memenuhi permintaan petugas
pengawas sewaktu petugas pengawas tersebut melaksanakan tugas pengawasan
pada tempat usaha dan/atau kegiatan yang dipimpinnya (Pasal 24 ayat (2) UU
No. 23/1997)
3. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Artikel 164 Deklarasi Johannesburg 2002 menegaskan kembali komitmen perlunya
peran serta masyarakat
UU Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 70, Ayat (1) sampai (3), mengatakan:
1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. Pengawasan sosial
b. Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
c. Penyampaian informasi dan/atau laporan
3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
b. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan
c. Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat
d. Menumbuh kembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial; dan
e. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup
101
Dasar pemikiran perlunya peran serta masyarakat menurut Prof. Dr. Koesnadi
Hardjasoemantri, S.H. adalah :
1) Memberi informasi kepada pemerintah
2) Meningkatka kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
3) Membantu perlindungan hukum
4) Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
4. Kewenangan dan Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kewenangan
1) Kewenangan melakukan pengelolaan Lingkungan Hidup bersumber dari Pasal 33
ayat (1) UUD 1945: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.”
2) Konsekuensinya memuat prinsip “hak menguasai negara”
3) Melaksanaannya dilakukan oleh “pemerintah”
Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Tingkat Pusat
1) Pada awalnya dilaksanakan Menteri PPLH pada tahun 1978
2) Perkembangan berikutnya oleh Menteri KLH, kemudian Menteri LH
3) Tahun 1990 dibentuk BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup)
yang membantu secara teknis tugas-tugas Menteri LH berdasarkan Keppres No.
23/1990
4) Tahun 2002 BAPEDAL dilebur ke dalam Kementerian LH berdasarkan Keppres No.
2 dan 4 Tahun 2002.
Kewenangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
1) Pasal 12 UU No. 23 Tahun 1997 --- penerapan asas dekonsentrasi dan mede bewind
2) Pasal 13 ayat (1) huruf j dan Pasal 14 ayat (1) huruf J UU No. 32 Tahun 2004,
urusan lingkungan hidup merupakan urusan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah ---
penerepan asas Desentralisasi
Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
1) Pengelolaan LH di Daerah pada dasarnya menjadi tanggung jawab KDH
102
2) Pelaksananya dilaksanakan instansi Badan atau Dinas, bahkan ada yang berbentuk
Kantor Contoh BAPEDALDA Propinsi Sumbar, Bapedalda Kota Padang, Bapedalda
Kab. Dharmasraya, Kantor LH Kota Padang Panjang
3) Di beberapa daerah lain ditemui kelembagaan LH digabungkan dengan urusan
sektoral, misal Dinas LH dan Pertambangan di Kabupaten Solok, Solok Selatan,
Pasaman
4) Bahkan ada di daerah lain pengelolaan LH berada dalam struktur Sekretariat Daerah,
misal pada Pemkot Bukittinggi, Kab. 50 Kota, Tanah Datar, Payakumbuh, Kab.
Kerinci Jambi
Standar Pelayanan Minimal urusan Lingkungan Hidup di Daerah
1) Pelayanan perlindungan sumber air
2) Pelayanan pencegahan pencemaran air
3) Pelayanan pemulihan pencemaran air pada sumber air
4) Pelayanan pencegahan pencemaran udara
5) Pelayanan pencegahan dan penanggulangan dampak lingkungan akibat sampah
6) Pelayanan tindak lanjut laporan masyarakat akibat pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan
103
Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Dasar dan prinsip
pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencapai kelestarian hubungan manusia dengan
lingkungan hidup sehingga dapat membangun manusia seutuhnya dan mewujudkan manusia
sebagai bagian lingkungan hidup dan tidak akan dapat dipisahkan. Untuk memberikan dasar
hukum yang kuat tentang usaha pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam
melaksanakan pelestarian alam maka di buat peraturan perundang-undangan tentang
lingkungan.
104
Daftar Pustaka
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dr. Muhammad Daud Silalahi, S.H., Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 2001
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Jurnal Ilmu Lingkungan volume 12 issue 1: 53-65 (2014) issn 1829-8907 tentang
Kebijakan pengelolaan lingkungan di kawasan kendeng utara provinsi jawa tengah
105
MATERI 8
TATA PENGELOLAAN SAMPAH
MELALUI BANK SAMPAH
106
1. Pengelolaan Sampah
Seperti yang kita ketahui, bahwa isu mengenai persampahan saat ini merupakan suatu
permasalahan besar. Indonesia sendiri belum menunjukkan sikap peduli terhadap
masalah persampahan saat ini, dan seringkali mengabaikan budaya bersih, padahal
Indonesia termasuk bangsa yang religius, dimana setiap agamanya mengajarkan tentang
kebersihan yang merupakan bagian dari iman. Volume sampah dalam jumlah yang besar
merupakan konsekuensi dari pola konsumerisme masyarakat. Pola konsumerisme ini
menunjukkan bahwa kebutuhan manusia akan sesuatu selalu berubah, bertambah, dan
beragam, sehingga seiring dengan bertambahnya tingkat konsumerisme manusia, maka
jumlah volume sampah disekitar juga ikut bertambah. Dalam menghadapi masalah
persampahan saat ini, maka salah satu tindakan solutif yang dapat dilakukan adalah
melalui kegiatan pengelolaan sampah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu pada Bab I
Pasal 1 Ayat 3 berbunyi: dan
“Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.”
Pada dasarnya, kegiatan pengelolaan sampah ini merupakan suatu bagian dari
pemeliharaan lingkungan, dimana dengan mengelola sampah yang ada disekitar kita,
maka lingkungan kita menjadi sehat dan bersih. Terdapat tiga hal yang menjadi indikator
penting yang harus dipertimbangan secara bijak terkait dengan pengelolaan sampah,
yaitu pertama adalah dengan mengidentifikasi dan menelusuri secara mendalam
bagaimana kondisi dari sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya telah terbentuk,
kedua adalah memiliki pemahaman juga pola pikir yang baik dan benar tentang
pengelolaan sampah, dan terakhir adalah pola pembinaan dan pengembangan sistem
pengelolaan sampah itu sendiri. Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan
sampah yang meliputi lima aspek. Kelima aspek tersebut berkaitan erat satu dengan
lainnya membentuk satu kesatuan, sehingga upaya untuk meningkatkan pengelolaan
persampahan harus meliputi berbagai sistem. Adapun aspek-aspek tersebut, yaitu: aspek
kelembagaan, pembiayaan, pengaturan, peran serta masyarakat, dan teknik operasional.
Kelima aspek ini memiliki keterkaitan yang erat antara satu dengan lainnya, dimana
masing-masing aspek tersebut harus berjalan beriringan sehingga dapat mendorong
terbentuk dan terlaksananya suatu sistem pengelolaan sampah.
107
2. Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan merupakan suatu kegiatan yang bersifat disiplin yang menekankan
pada prinsip teknik dan manajemen dalam pengelolaan sampah. Adapun peranan pokok
suatu lembaga atau organisasi ini yaitu mengerakkan, mengaktifkan, dan mengarahkan
sistem manajemen yang mana di dalamnya meliputi proses perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian untuk jenjang strategis, dan teknik maupun operasionalnya.
Permasalahan yang kemudian timbul dalam suatu kelembagaan atau organisasi ini, yang
pertama yaitu lemahnya koordinasi atau masih kurangnya komunikasi antar
kementrian/lembaga terkait masalah persampahan, kedua adalah belum jelasnya
pembagian peran atau dengan kata lain, peran yang sudah ada belum di spesifikkan
secara lebih khusus sehingga individu-individu yang ada dalam lembaga atau organisasi
tersebut merasa belum cukup paham akan kedudukan dan peranan mereka. Pemerintah
sebagai lembaga negara mempunyai peranan yang dipercaya dapat mengintervensi dan
memberikan pelindungan terhadap masyarakat terutama dalam hal pengelolaan
lingkungan.
3. Aspek Pembiayaan
Aspek pembiayaan merupakan suatu roda utama yang mengerakkan terlaksananya suatu
sistem pengelolaan sampah di kota, sebab pembiayaan ini sangat dibutuhkan sebagai
dasar untuk membiayai segala keperluan yang dibutuhkan dalam mengerakkan sistem
pengelolaan sampah. Biaya yang diperlukan antara lain adalah biaya invesitasi, biaya
operasional dan pemeliharaan, biaya manajemen, biaya untuk mengembangkan sistem,
dan biaya penyeluruhan serta biaya yang dijadikan modal untuk pembinaan masyarakat.
Dalam aspek pembiayaan ini, adapun masalah-masalah yang timbul di dalamnya seperti,
alokasi anggaran pengelolaan sampah belum menjadi prioritas dalam anggaran baik
APBN maupun APBD (atau masih dibawah standar), dan masih minimnya retribusi atau
iuran.
4. Aspek Pengaturan
Aspek pengaturan yang dimaksudkan disini adalah dasar hukum yang mendasari
terbentuk dan terlaksananya suatu sistem pengelolaan sampah. Aspek ini juga penting
diperlukan agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan secara efektif. Fungsi dari
adanya peraturan ini adalah:
a. Sebagai landasan didirikannya suatu instansi, lembaga atau organisasi pengelola.
108
b. Sebagai landasan dalam penentuan dan pemberlakuan tarif dalam jasa pelayanan dan
retribusi pengelolaan sampah
c. Sebagai landasan dalam menjaga ketertiban umum dalam kehidupan bermasyarakat
terkait dengan pelaksanaan pengelolaan sampah
Saat ini permasalahan terkait adanya pengaturan tersebut sering dijumpai, antara lain:
kurangnya sosialisasi mengenai peraturan secara professional, lemahnya penegakkan
hukum bagi pelanggar Undang-Undang yang mengaturnya dan atau PERDA tentang
persampahan, dan pada saat menyusun peraturan, belum melibatkan secara seluruh
komponen aktif termasuk di dalamnya masyarakat.
5. Aspek Peran Serta atau Partisipasi Masyarakat
Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah sangatlah
penting. Keikutsertaan masyarakat didalamnya sangat akan membantu dalam
melaksanaan sistem pengelolaan sampah secara lebih efektif dan efisen, oleh karena itu
masyarakat dituntut untuk dapat aktif berperan serta dalam menangani masalah
persampahan ini. Bentuk peran serta masyarakat yang dimaksudkan terdiri dari teknik
operasional pengumpulan sampah dari mulai sumber sampai pembuangan akhir, dan
pendanaan. Oleh karena itu, sangat baik apabila keikutsertaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah ini didasari oleh kesadaran diri, keyakinan, dan adanya kemauan
atau niat, karena dengan apa yang mereka lakukan maka akan membawa pengaruh yang
baik pula bagi kehidupan mereka. Peran serta atau partisipasi masyarakat juga dapat
ditunjukkan dengan adanya proses pengambilan keputusan, penyelenggarana, dan
pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah.
6. Aspek Teknik Operasional
Aspek teknik operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan objek
pengelolaan sampah. “Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar perencanaan untuk daerah
pelayanan, tingkat pelayanan, teknik operasional mulai dari pewadahan sampah,
pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan
pemilahan sampah, pembuangan akhir sampah.” Teknik operasional ini dimaksudkan
sebagai pegangan bagi perencana dan pelaksana di setiap bidang kegiataan terkait
109
dengan pengelolaan sampah. Melihat dari aspek pengaturan, pemerintah manapun,
daerah maupun pusat sudah cukup banyak mengeluarkan dan mengatur tentang
pengelolaan sampah.
7. Mekanisme Bank Sampah
Mekanisme Bank Sampah :
1) Pemilahan sampah
2) Penyerahan sampah ke bank sampah
3) Penimbangan sampah
4) Pencatatan
5) Hasil penjualan sampah yang diserahkan dan dimasukkan ke dalam buku tabungan
6) Bagi hasil penjualan sampah antara penabung dan pelaksana.
Bank Sampah merupakan solusi alternatif dalam pengelolaan sampah :
Rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat memilah sampah
Solusi inovatif untuk ?memaksa? masyarakat memilah sampah
Mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap sampah
Menumbuhkan potensi ekonomi kerakyatan
Memberi kesempatan kerja
Investasi
110
Kesimpulan
Kehadiran bank sampah telah mendorong adanya capacity buildingbagi warga
dengan mengupayakanterbentuknya kemandirian dan keswadayaan warga melalui
terbentuknya kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan yang mendorong partisipasi
mengelola lingkungan di komunitasnya.
Pengembangan bank sampah akan lebih terintegrasi dengan adanya dukungan dari
pemda setempat dan pihak pengusaha lokal menjadi sangat penting. Pada dasarnya
intervensi pihak pemerintah daerah setempat diperlukan dalam mendukung kelancaran
kegiatan serta peran pihak perusahaan/pengusahalokal diperlukan untuk meningkatkan
nilai ekonomis dari pengolahan sampah di komunitas
111
Daftar Pustaka
Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 23, No. 1, Maret 2016 136-141 tentang Bank Sampah
Sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di
Tasikmalaya
https://dlh.karanganyarkab.go.id/2014/09/02/pengelolaan-sampah-melalui-bank-sampah/,
diakses tanggal 19 April 2021, Pukul : 21.10 wita.
Dr. Ir. Anita firmanti. Modul Pengolahan Bank Sampah. Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan. Bandung: 2010.
Statistik Lingkungan Hidup Indonesia. Pengelolaan Sampah di Indonesia. Environment
Statistics of Indonesia: 2018.
Anih Sri Suryani. “Peran Bank Sampah Dalam Efektivitas Pengelolaan Sampah (Studi Kasus
Bank Sampah Malang)”. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Volume 5 No. 1. Jakarta. 2014.
112
MATERI 9
TEMPAT PEMBUANGAN SEMENTARA
(TPS)
113
1. Pengertian Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendaur ulang, pengelolaan, dan /atau tempat pengelolaan sampah terpadu.
2. Tahapan/Proses Pengelolaan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Ibnu Umar 2009, mengatakan proses pengelolaan sampah dengan melibatkan partisipasi
masyarakat terdiri dari beberapa tahapan diantaranya :
a. Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses pada tahap awal mulai dari
tempat timbulan sampah itu sendiri. Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan
sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga bebannya menjadi
berkurang.
b. Pada fase awal di tingkat rumah tangga diupayakan untuk mengolah sampah organik
menjadi kompos dan sampah anorganik dipilah serta dikumpulkan menurut jenisnya
untuk didaur ulang.
c. Tahap selanjutnya dilakukan di TPS yang diubah fungsinya menjadi tempat
pemrosesan sampahsecara terpadu, yang produk olahannya adalah kompos, bahan
daur ulang dan residu sampah yang tidak dapat diolah lagi.
d. Tahapan akhir adalah pengangkutan sisa akhirsampah, dimana sampah yang tidak
dapat didaur ulang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi di TPSTsekitar 20-30% sampah
diangkut menuju TPA. Pada fase ini barulah proses penimbunan sampah.
Berdasarkan tahapan proses di atas penanganan sampah secara terpadu melibatkan
langsung masyarakat sebagai pengelola. Cara penanganan ini bertujuan untuk :
a. Membudayakan cara pembuangan sampah dengan baik, mulai dari lingkungan rumah
tangga, hingga ke TPS dengan menggunakanplastik keresek atau kotak sampah.
b. Menata TPS menjadi pusat pemanfaatansampah organik dan anorganik secara
maksimal.
c. Menciptakan usaha baru di tingkat masyarakat, yang akhirnya akan memandirikan
masyarakat dalam mengelola sampah sendiri.
Upaya pengurangan sampah sejak di sumber belum dilakukan secara optimal oleh
masyarakat.Untuk mengatasi hal tersebut perlu diupayakan alternatif penanganan
sampah. Selama ini Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) belum dikelola
secara baik, TPS hanya digunakan sebagai tempat penampungan sampah dari sumber
kemudian sampah diangkut ke Tempat
114
Penampungan Akhir Sampah (TPA).
3. Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3R
TPS merupakan landasan pemindahan yang dapat dilengkapi dengan ramp dan
container ; TPS harus memenuhi kriteria teknis antara lain:
a. Luas TPS, sampai dengan 200 m
b. Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan merupakan wadah
permanen
c. Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam d.Penempatan tidak
mengganggu estetika dan lalu lintas e.TPS harus dalam keadaan bersih setelah
sampah diangkut ke TPS
TPS 3 R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, pendauran ulang, dan pengolahan skala kawasan.
Persyaratan TPS 3R :
a. Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2
b. Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan
merupakan wadah permanen
c. Penempatan lokasi TPS 3R sedekat ,mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius
tidak lebih dari 1 km
d. TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik, gudang,
zona penyangga (buffer zone) dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas
e. Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah
f. Area kerja pengelolaan sampah terpadu skala kawasan (TPS3R) yang meliputi area
pembongkaran muatan gerobak, pemilahan, perajangan sampah, pengomposan,
tempat/kontainer sampah residu, penyimpanan barang lapak atau barang hasil
pemilahan, dan pencucian.
g. Kegiatan pengelolaan sampah di TPS3R meliputi pemilahan sampah, pembuatan
kompos, pengepakan bahan daur ulang, dan lain-lain.
h. Pemisahan sampah di TPS3R dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti sampah
B3 rumah tangga (selanjutnya akan dikelola sesuai dengan ketentuan), sampah
kertas, plastik, logam/kaca (akan digunakan sebagai bahan daur ulang) dan sampah
organik (akan digunakan sebagai bahan baku kompos).
115
i. Pembuatan kompos di TPS3R dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain
Open Windrow dan Caspary. Sedangkan pembuatan kompos cair di TPS 3R dapat
dilakukan dengan Sistem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik Sampah
(SIKIPAS)
4. Pengelolaan Sampah dengan Konsep Reduce-Reuse-Recycling (3R)
Pengelolaan sampah dengan konsep Reduce- Reuse- Recycling (3R) merupakan
pengelolaan sampah terpadu ramah lingkungan dan berbasis masyarakat dalam upaya
mengurangi sampah sejak di sumber. Mengelola sampah pada dasarnya membutuhkan
peran aktif dari masyarakatterutama dalam mengurangi jumlah timbulansampah,
memilah jenis sampah hingga berupayamenjadikan sampah lebih bermanfaat.
Masyarakat sebagai penghasil sampah merupakan aktor utama dalam pengelolaan
sampah. Untuk itu masyarakat perlu diberdayakan agar mampu melakukanberbagai
upaya penanganan sampah yangbermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungan.Dalam
melaksanakan pengelolaan sampah dengan konsep 3R diperlukan perubahan cara
pandang masyarakat terhadap sampah, sampah tidak lagi dipandang sebagai barang sisa
yang tidak berguna, akan tetapi sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai
ekonomi dan dapat dimanfaatkan kembali. 3R merupakan prinsip utama dalam
pengelolaan sampah berwawasan lingkungan (environmental friendly) (Sessario,
Hafidz,Burhansyah, 2009), seperti berikut :
Reduce/mengurangi produk sampah :
- Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah
besar.
- Gunakan produk yang dapat didaur ulang (refill).
- Jual atau berikan sampah yang sudah terpilah kepada orang yang memerlukan.
Reuse/menggunakan kembali sampah :
- Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya.
- Gunakan baterai yang dapat di charger kembali.
- Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
Recycle/daur ulang sampah :
- Sampah organik diolah menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada.
116
- Sampah anorganik diolah menjadi barang yang bermanfaat.
Untuk menerapkan pengelolaan sampah dengan konsep 3R disuatu kawasan perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Komposisi dan karakteristik sampah, untuk menentukan jumlah sampah yang dapat
dikurangi dan dimanfaatkan.
- Karakteristik lokasi. Untuk menentukan model penanganan.
- Sosial ekonomi masyarakat setempat, untuk mengidentifikasi sumber sampah dan
polapenanganan dengan sistem 3R yang sesuai dengan kemampuan masyarakat
setempat.
- Proses pemberdayaan masyarakat, untuk menyiapkan masyarakat dalam proses
pengelolaan sampah.
117
Kesimpulan
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke
tempat pendaur ulang, pengelolaan, dan /atau tempat pengelolaan sampah terpadu.
Pengelolaan sampah dengan konsep Reduce- Reuse- Recycling (3R) merupakan
pengelolaan sampah terpadu ramah lingkungan dan berbasis masyarakat dalam upaya
mengurangi sampah sejak di sumber
3R merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah berwawasan lingkungan
(environmental friendly) (Sessario, Hafidz,Burhansyah, 2009), seperti berikut :
- Reduce/mengurangi produk sampah
- Reuse/menggunakan kembali sampah
- Recycle/daur ulang sampah
118
Daftar Pustaka
Jurnal Pemukiman, Vol. 8, No. 2, Agustus 2013 : 89-97 tentang Kajian Peningkatan Tempat
Pembuangan Sampah Sementara Sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
Direktur Jenderal Cipta Karya, April 2017, Petunjuk Teknis tentang Tempat Pengelolaan
Sampah 3 R
Peraturan Menteri PU Nomor 21 Tahun 2006. tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. Jakarta.
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/05/pengelolaan-sampah-secara-terpadu-di-
wilayah-perkotaan/ diakses tanggal 2 Juni 2021, pukul 22.30 wita
119
MATERI 10
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
(TPA)
120
1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya
kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari
pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah
sampah. Proses sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber - pengumpulan -
pemindahan/pengangkutan - pengolahan - pembuangan. Di TPA, sampah masih
mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa
jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat sampai puluhan
dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini memberi gambaran bahwa di TPA masih
terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa zat yang dapat mempengaruhi
lingkungan. Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan itulah yang menyebabkan
adanya bentuk-bentuk pencemaran.
Dalam diagram diatas dapat dijelaskan bahwa pada Tempat Pembuangan Sampah
(TPA) pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai sampah dari rumah tangga
maupun non-rumah tangga. Tempat tersebut yang disebut sebagai Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) dengan bentuk wadah penampungan atas pengumpulan sampah.Pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada sampah yang tidak langsung dibuang dan ada
yang langsung dibuang serta ada yang diolah secara fisik, kimia, dan biologi. Sampah
yang tidak langsung dibuang biasanya dilakukan pemindahan dan pengangkutan.
Pemindahan sampah tersebut diangkut pada Tempat Pembuangan Akhir, sedangkan
sampah yang langsung dibuang akan ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir. Untuk
pengolahan sampah yang dibagi secara fisik, kimia, dan biologi, sampah-sampah tersebut
diuraikan terlebih dahulu sesuai bahan sampahnya
121
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat tersebut, syarat-
syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu :
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah
kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air, dll
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%) 4.
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
2. Fungsi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari pembuangan
sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga dibawa pada satu
tempat sebagai penampungan sampah.Dalam TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
memiliki berbagai fasilitas yang berfunsi antara lain :
a. Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan jalan
operasi/kerja. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar
kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya makin tinggi.
b. Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Drainase ini
umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan.
c. Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data,
dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali di pintu
masuk TPA.
d. Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar
TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah lempung setebal 50
cm atau lapisan sintesis lainnya.
e. Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke atmosfer. Gas
yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan.
f. Fasilitas pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran pengumpul,
dan pengaturan kemiringan dasar TPA sehingga lindi begitu mencapai dasar TPA
akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpul.
g. Alat berat, berupa bulldozer, excavator, dan loader.
h. Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika, sebagai buffer zone
untuk pencegahan bau dan lalat.
122
i. Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain
3. Dampak Sampah di Sekitar TPA
Semakin hari volume sampah kian meningkat sampai melebihi batas toleransi. Karena
itu, secepatnya dibangun perluasan sekitar lima hektar (ha) setelah proses ganti rugi
lahan kepada sekitar warga sekitar terselesaikan. Dalam proyek perluasan itu, pemerintah
setempat menggandeng pihak swasta untuk turut serta. Setiap hari sampah yang datang
tercampur, para pemulung itulah yang memilah-milah. Di sekitar lokasi pembuangan
ada sel pengelolahan baik sampah organik pembuatan kompos dan pengelolaan sampah
non-organik. Selain menyediakan pabrik pengelolaan sampah di sekitarnya, pemerintah
setempat juga sudah mengeluarkan aturan baik pada rumah tangga maupun industri,
untuk mengurangi sampahnya
Dampak yang sering terjadi dari lokasi pembuangan sampah yakni di TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) Bakung, saat musim kemarau kerap mengeluarkan letusan yang
membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki di sekitarnya. Di bawah TPA ini
mengandung metan yang sangat tinggi, jadi sering mengeluarkan percikan api yang dapat
membahayakan orang sekitar. Selain itu, sering menimbulkan bau yang menyengat
dalam radius lebih dari 1,5 kilometer. Nurhadiyati (38) warga Perumahan Citra Garden
yang berlokasi di balik bukit dari pembuangan sampah Bakung kerap mengeluhkan
aroma tak sedap.
Berdasarkan data diatas, di sekitar Bakung kerap kali terjadi pencemaran akibat
sampah.Pencemaran sampah merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap struktur
kimia, air tanah dan udara serta dapat merubah nilai keindahan suatu lingkungan.
Pencemaran sampah dapat berpengaruh juga terhadap kesehatan masyarakat, baik
langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung dari penanganan sampah yang
kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit,
gangguan pernafasan serta dapat mengganggu kesehatan manusia dan mengganggu
estetika lingkungan, karena terkontaminasinya pemandangan oleh tumpukan sampah dan
bau busuk yang menyengat hidung, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya
adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena
terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.sampah memang menjadi salah satu
penyumbang gas rumah kaca. Maka dari itu, pembuangan sampah di tempat pembuangan
akhir (TPA) harus diperhatikan. Sampah organik yang tertimbun mengalami
123
dekomposisi secara anaerobik. Proses itu menghasilkan gas metana (CH4). Sampah yang
dibakar juga akan menghasilkan gas karbondioksida (CO2). Gas CH4 mempunyai
kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2. Gas metana (CH4) terbentuk karena proses
fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana atau disebut juga bakteri anaerobik dan
bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan
organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan
energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah
sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di
Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA).
Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan :
1. Dampak Terhadap Kesehatan Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik
merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai
binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya
yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :
- Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air minum.
Penyakit DBD dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan
sampahnya kurang memadai.
- Penyakit jamur dapat juga menyebar ( misalnya jamur kulit ).
- Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira – kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa ( Hg ).
Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
2. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan terhadap rembesan sampah yang masuk
kedalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan
dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap dan hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis.
3. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
- Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
buruk karena sampah bertebaran dimana – mana.
- Memberikan dampak negatif bagi kepariwisataan Usaha Pengendalian Sampah
untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
124
alternativ pengolahan yang benar. Teknologi yang paling tepat untuk pemecahan
masalah adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan
lahan dengan cara pembakaran yang terkontrol atau Insinerasi dengan cara
memakai Incenerator.
125
Kesimpulan
Tempat Pembuangan Akhir atau disebut dengan TPA merupakan sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah sebagai mata rantai terakhir dari
pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah
sampah. TPA sendiri memiliki berbagai fasilitas dengan fungsi masing-masing, ada
yang sebagai Prasarana drainase, fasilitas penerimaan, lapisan kedap air, dll. Walaupun
TPA sebagai tempat pembuangan akhir sampah yang dapat menampung berbagai
sampah, di sekitar TPA pun dapat terjadi berbagai dampak akibat timbunan sampah
pada TPA tersebut. Dampak yang terjadi antara lain saat musim kemarau kerap
mengeluarkan letusan yang membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki di
sekitarnya, sering menimbulkan bau yang menyengat dalam radius lebih dari 1,5
kilometer, dan berbagai dampak kesehatan bagi warga setempat.
126
Daftar Pustaka
Jurnal Planologi, Vol. 17, No. 2, 2020 : Harjanti tentang Pengelolaan Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang
Direktur Jenderal Cipta Karya, April 2017, Petunjuk Teknis tentang Tempat Pengelolaan
Sampah 3 R
Peraturan Menteri PU Nomor 21 Tahun 2006. tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. Jakarta.
https://www.academia.edu/32542201/MAKALAH_TEMPAT_PEMBUANGAN_AKHIR_
TPA diakses tanggal 2 Juni 2021, pukul 20.30 wita
127
MATERI 11
SISTEM PENGOLAHAN
LIMBAH PADAT DOMESTIK
128
1. Sumber dan Jenis Limbah Padat
Sumber-sumber timbulan sampah diakibatkan karena berbagai kegiatan sebagai
berikut :
a. Pemukiman
b. Perdagangan
c. Industri
d. Institusi (kantor, sekolah, dan lainnya)
e. Rumah Sakit
f. Pertanian, Peternakan, Perkebunan
g. Tempat Umum (tempat rekreasi, jalan, taman, dan lainnya)
h. Lapangan udara, pelabuhan laut
i. Pengolahan Air Bersih dan Pengolahan Air Kotor
Jenis-jenis sampah terdiri dari :
a. Garbage (sampah basah)
Yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan organik, dan yang mempunyai
sifat cepat membusuk jika dibiarkan dalam keadaaan basah serta temperature
optimum yang diperlukan untuk membusuk, yaitu (20-30) ̊ C.
Contoh :
sampah rumah tangga, sampah rumah makan, dan lain-lain.
b. Rubbish (sampah kering)
Yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan organic dan anorganik yang
mempunyai sifat sebagian besar atau seluruh bahannya tidak cepat membusuk.
Contoh :
Sampah logam yaitu misalnya kaleng, seng dan lain-lain
Sampah non logam :
yang terbakar : kertas, plastic, kayu
yang tidak terbakar : pecahan kaca, dan lain-lain
c. Dust & Ash (debu dan abu)
Yaitu sampah yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, yang merupakan
partikel-partikel terkecil yang bersifat mudah beterbangan yang membahayakan
pernafasan dan mata
Contoh :
Abu : hasil pembakaran (proses kimia)
Debu : hasil proses mekanis
129
d. Demolition & Construction Wastes
Yaitu sampah sisa-sisa bangunan
Contoh :
Puing-puing, pecahan-pecahan tembok, genteng dan lain-lain.
e. Bulky Wastes
Yaitu sampah barang-barang bekas, baik yang masih dapat digunakan aaaaatau yang
tidak dapat digunakan.
Contoh :
lemari es bekas, kursi, TV, mobil rongsokan dan lain-lain.
f. Hazardous Wastes
Yaitu sampah yang berbahaya (B3 : Bahan Buangan Berbahaya)
Contoh :
Patogen : rumah sakit, laboratorum klinis
Beracun : kertas pembungkus pestisida
Mudah meledah : mesiu
Radio aktif : sampah nuklir
g. Water & Waste Watre Treatment
Yaitu sampah yang berupa hasil sampingan pengolahan air bersih maupun air kotor,
biasanya berupa gas aatau lumpur.
Contoh :
Berupa gas atau lumpur
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi macam., jenis, dan besarnya timbulan
sampah :
a. Jenis bangunan yang ada
b. Tingkat aktivitas
c. Iklim
d. Musim
e. Letak geografis
f. Letak tofografi
g. Jumlah Penduduk
h. Periode sosial-ekonomi
i. Tingkat teknologi
130
Dengan mengetahui jenis dan macam serta besarnya timbulan sampah akan
mempermudah pengelolaannya, karena engelolaan sampah di kota-kota besar biasanya
dilakukan secara komunal, sehingga dibutuhkan pengelolaan dengan memanfaatkan
teknologi yang ada dan teknologi tersebut dipermudah oleh pengetahuan tentang jenis
dan karakteristik timbulan sampah yang dihasilkan.
2. Karakteristik Limbah Padat
Karakteristik sampah diperlukan untuk :
a. Pemilihan pearalatan, sistem dan pengelolaan, penilaian material dan energi yang
bisa dipulihkan
b. Analisis serta perencanaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Contoh Data Komposisi Sampah
Di Jakarta dan Pulau Batam
Penetapan karakteristik sampah pada umumnya tidak mudah. Dan cara yang paling
sederhana adalah berdasarkan teknik random sampling dan analisis sampel di
laboratorium.
Karakteristik sampah dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan dan
kecenderungan ini harus diamati dengan seksama terutama kadar senyawa organic,
kertas dan plastic. Perubahan ini selaras dengan pola hidup dan kebudayaan masyarakat
serta teknologi baru.
131
3. Sistem Pengelolaan Limbah Padat Domestik
Sistem pengelolaan limbah padat domestik terdiri dari :
a. Aspek Teknik Operasional
Secara umum, pengelolaan limbah padat ditinjau dari aspek teknik operasional di
suatu tempat ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Dari gambar di atas dapat diambil pengertian bahwa system pengelolaan sampah
dapat dilakukan dengan berbagai maaacam jalur, misalnya timbulan sampah masuk
ke pewadahan kemudian dibawa oleh kendaraan pengumpul langsung dibuang ke
tempat pembuangan akhir (TPA). Atau jalur lain, misalnya setelah melalui bagian
pengumpulan kemudian dibawa ke bagian pemilahan dan pengolahan, setelah itu
dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Sub Sistem Pewadahan
Pada sistem ini, sampah yang ada dimasukkan ke dalam wadah yang bergantung dari
tingkat sosial-ekonomi penduduk. Misalnya ada yang menggunakan bak sapah dari
132
beton, ada yang dari tong yang terbuat dari seng, plastic dan lain-lain atau
menggunakan container.
Pada negara-negara maju, biasanya masyarakat yang membuang sampah melakukan
pemisahan berdasarkan jenis sampah. Sampah yang cepat membusuk (garbage)
dpisahkan dengan sampah yang tidak cepat membusuk (rubbish, dust dan ash dan
lain-lain)
Sub Sistem Pengumpulan
Pada sistem ini, Penggunaan jenis atau cara pengumpulan bergantung dari daerah
pelayanan, tingkat sosial-ekonomi masyarakat, sarana dan prasarana yang dilayani.
Secara umum digambarkan sebagai berikut :
Sub Sistem Pemindahan dan Pengangkutan
Pada system ini dibahas tentang tempat pemindahan (transfer depo atau transfer
station), dimana fungsinya secara umum adalah sebagai penampungan sementara
(TPS) dan tempat bertemunya kendaraaan pengumpul dengan kendaraan pengangkut.
Istilah transfer depo lebih banyak digunakan di Indonesia sementara istilah transfer
stasiun biasa digunakan di luar negeri,
Adapun jenis transfer depo atau transfer Stattion ditinjau dari cara pemuatannya
adalah sebagai berikut :
133
a. Direct Discharge
Adalah transfer depo yang berfungsi sebagai tempat pertemuan kendaraan
pengumpul yang sudah terisi penuh dengan sampah dengan kendaraan
pengangkut, dimana transfer depo ini disusun sedemikian rupa sehinggan
pemindahan sampah dapat secara langsung dari kendaraan pengumpul dengan
kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA .
Secara sederhana dapat digambarkan seperti di bawah ini
a. denah
b. potongan
b. Indirect Discharge
Adalah transfer depo yang berfungsi sebagai tempat pertemuan kendaraan
pengumpul yang sudah terisi penuh dengan sampah dengan kendaraan
pengangkut, dimana sampah dari kendaraan pengumpul dikumpulkan dalam
suatu ruang tertentu untuk kemudian dengan menggunakan Crane sampah
dipindahkan ke kendaraan pengangkut, seperti gambar di bawah ini :
c. Kombinasi Direct Discharge dan Indirect Discharge
Merupakan kombinasi antara Direct Discharge dan Indirect Discharge. Pada
system ini sampah dibedakan antara yag harus langsung dibuang dengan yang
tidak. Sistem ini juga banyak digunakan di negara-negara maju.
Sub Sistem Pembuangan Akhir
Pada system ini dibahas tentang tempat pemindahan (transfer depo atau transfer
station), dimana fungsinya secara umum adalah sebagai penampungan sementara
(TPS) dan tempat bertemunya kendaraaan pengumpul dengan kendaraan pengangkut.
134
Istilah transfer depo lebih banyak digunakan di Indonesia sementara istilah transfer
stasiun biasa digunakan di luar negeri,
Sub Sistem Pemilahan dan Pengolahan
Pemilahan
Di Indonesia khususnya dan di negara-negara berkembang yang paling sering
dilakukan pada bagian pemilahan adalah dengan menggunakan tenaga manusia
(pemulung), berhubung murahnya tenaga kerja. Sebaliknya di negara-negara maju
karena mahalnya upah tenaga kerja maka pada bagian pemilahan pada umumnya
menggunankan teknologi canggih.
Pemilahan dilakukan untuk menggolongkan jenis-jenis sampah sesuai dengan
karakteristiknya, sehingga ketika masyk pada pengolahan mempermudah proses yang
ada.
Pengolahan
Pada bagian pengolahan istilah yang paling dikenal adalah 3 R (Reduce, Reuse dan
Recycle)
Reduce/mengurangi produk sampah :
- Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam
jumlah besar.
- Gunakan produk yang dapat didaur ulang (refill).
- Jual atau berikan sampah yang sudah terpilah kepada orang yang memerlukan.
Reuse/menggunakan kembali sampah :
- Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya.
- Gunakan baterai yang dapat di charger kembali.
- Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
Recycle/daur ulang sampah :
- Sampah organik diolah menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada.
- Sampah anorganik diolah menjadi barang yang bermanfaat.
135
b. Aspek Organisasi
Dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek organisasi sangat penting agar sistem
bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Unsur organisasi yang diperlukan dalam pengelolaan sampah menyangkut :
- Tenaga kerja, yaitu anggota masyarakat yang bertugas membuat, mengelola dan
memelihara system tersebut baik dengan tujuan mendapatkan upah atau secara
sukarela.
- Struktur organisasi, yaitu perangkat organisasi yag diperlukan untuk sistim
pengelolaan sampah, dimana semakin luas dan kompleks nya system maka
semakin membutuhkan perangkat tersebut. Apabila system masih berwujud
sederhana, maka struktur organisasi terkadang tidak diperlukan.
c. Aspek Pembiayaan
Merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan terutama untuk suatu system yang luas
dan kompleks. Apabila system pengelolaan sampah sudah demikian meluas dan
kompleks maka setiap anggota masyarakat harus tutu serta dalam aspek ini misalnya
dalam retribusi. Retribusi dapat dilakukan dengan menggunakan subsidi untuk
membantu golongan masyarakat yang tidak mampu.
d. Aspek Pengaturan
Aspek poengaturan senantiasa diperlukan untuk menjamin suatu system dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
Pada umumnya aspek ini diwujudkan dalam bentuk peraturan pemerintah pusat
maupun daerah, peraturan masyarakat dimana system tersebut digunakan baik yang
tertulis maupun yang tidak, dan dalam bentuk peraturan (hukum) adat.
e. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah keterlibatan masyarakat
dalam arti ikut serta bertanggungjawab pasif maupun aktif, secara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk mewujudkan kebersihan bagi diri sendiri dan
lingkungan.
Baik di kota maupun di desa pada umumnya sampah kurang diperhatikan oleh
masyarakat, hal ini disebabkan oleh :
136
- Kurangnya pengertian bahwa sampah yang tidak dikelola dengan baik akan
mempunyai dampak negative pada lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
- Kurang menyadari arti kebersihan dan keindahan
- Kekurangpahaman teknologi maupun pengorganisasian pengelolaan sampah
- Adanya anggapan terutama di kota bagwa pengelolaan sampah adalah
tanggungjawab Pemda.
137
Kesimpulan
Sistem pengelolaan limbah domestic terdiri dari : aspek kelembagaan, organisasi,
pembiayaan, pengaturan, peran serta masyarakat.
Pengelolaan limbah padat domestic dengan konsep Reduce- Reuse- Recycling (3R)
merupakan pengelolaan sampah terpadu ramah lingkungan dan berbasis masyarakat
dalam upaya mengurangi sampah sejak di sumber
3R merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah berwawasan lingkungan
(environmental friendly) (Sessario, Hafidz,Burhansyah, 2009), seperti berikut :
- Reduce/mengurangi produk sampah
- Reuse/menggunakan kembali sampah
- Recycle/daur ulang sampah
Pengolahan limbah rumah tangga yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Adapun pengolahan limbah rumah tangga
yang baik disesuaikan dengan jenis limbah rumah tangga yang dihasilkan
Peran serta masyarakat terhadap pengelolaan limbah domestic di lingkungannya masing-
masing
138
Daftar Pustaka
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol. 5, No. 03, November 2014 tentang Konsep
Pengolahan Limbah Rumah Tangga Dalam Upaya Pencegahan Pencemaran
Lingkungan
Buku Rekayasa Lingkungan, ISBN : 979 – 8382 – 53 – 6, Penerbit Gunadarma
Jurnal Pemukiman, Vol. 8, No. 2, Agustus 2013 : 89-97 tentang Kajian Peningkatan Tempat
Pembuangan Sampah Sementara Sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/05/pengelolaan-sampah-secara-terpadu-di-
wilayah-perkotaan/ diakses tanggal 14 Juni 2021, pukul 21.30 wita
139
MATERI 12
SISTEM PENANGGULANGAN
PENCEMARAN UDARA
140
1. Pengertian Dasar Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di udara yang
menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Adanya
bahan atau zat asing di udara dalam jumlah tertentu serta dalam waktu yang cukup lama,
akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Bila keadaaan
seperti tersebut telah terjadi, maka udara dikatakan tercemar atau kenyamanan hidup
terganggu.
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandinganna tidak tetap,
tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungannya. Udara adalah
juga atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi
kehidupan di dunia ini. Dalam udara terdapat Oksigen (O2) untuk bernafas,
Karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesis oleh khlorofil dalam ozon (O3) untuk
menahan sinar ultra violet. Susunan (Komposisi) udara bersih dan kering, kira-kira
tersusun oleh :
Nitrogen (N2) = 78,09%
Oksigen (O2) = 21,94 %
Argon (Ar) = 0,93 %
Karbondioksida (CO2) = 0,032 %
Gas-gas lain yang terdapat di udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hydrogen,
methane belerang dioksida, ammonia dan lain-lain. Apabila susunan udara mengalami
perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut di atas dan kemudian
mengganggu kehidupan manusia, hewan, tanaman, bangunan gedung dan lain
sebagainya maka berarti udara telah tercemar.
2. Pentingnya Penanggulangan Pencemaran Udara
Dampak pencemaran udara saat ini merupakan masalah serius yang dihadapi oleh
negara-negara industri. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara ternyata sangat
merugikan. Pencemaran tersebut tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap
kesehatan manusia saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1980,
kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51.000
orang. Angka tersebut cukup mengerikan karena bersaing keras dengan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit lainnya, seperti kematian yang disebabkan oleh penyakit
jantung, kanker, AIDS dan lain-lain. Menurut para ahli, pada sekitar tahun 2000-an
141
kemarian yang disebabkan oleh pencemaran udara akan mencapai 57.000 orang
pertahunnya. Selama 20 tahun angka kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara
naik mendekati 14 % atau naik mendekati 0,7 % per tahun. Selain itu kerugian materi
yang disebabkan pencemaran udara, apabila diukur dengan uang dapat mencapai sekitar
12-16 juta US dollar per tahun.
3. Klasifikasi Pencemar Atau Polutan
Pembangunan yang berkembang pesat saat ini, khususnya dalam industry dan teknologi
serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak
menyebabkan udara yang kita hirup disekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas
buangan hasil pembakaran.
Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. Karena faktor internal (secara alamiah), contoh :
1. Debu yang berterbangan akibat tiupan angina
2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi, berikut gas-gas
vulkanik
3. Proses pembusukan sampah oraganik dan lain-lain.
b. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh :
1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil
2. Debu/serbuk dari kegiatan dari kegiatan industry
3. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran daari satu atau
lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke
udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini
sudah tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi setempat.
Komponen Pencemaran Udara
Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industry dan teknologi
serta lalu lintas yang padat, udaranya sudah tidak bersih lagi.
142
Udara di daerah industrI kotor terkena bermacam-macam pencemaran.
Sumber pencemaran udara di Indonesia pada saat ini masih terus diteliti. Akan tetapi
kalau dilihat prosentase komponen pencemaran udara dari sumber pencemaran
transportasi, seperti tabel di bawah ini :
143
Nilai Ambang Batas
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan pencemaran udara selain menghilangkan
sumbernya juga dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Daya
racun suatu bahan terganting pada kualitas dan kuantitas bahan tersebut. Dengan jumlah
sedikit sudah membahayakan manusia ini tidak lain karena kuaitasnya cukup memadai
untuk membunuh.
Agar udara memenuhi syrata kesehatan maka konsentrasi bahan dalam udara ditetapkan
batasnya. Artinya konsentrasi bahan tersebut tidak mengakibatkan penyakit atau kelainan
selama 8 jam bekerja sehari atau 40 jam seminggu. Ini menunjukkan bahwa di tempat
bekerja tidak mungkin bebas polusi udara, Nilai ambang batas adalah alternative bahwa
walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjasanya, manusia merasa aman.
Pada umumnya satuan yang dipakai untuk nilai ambang batas mg/m3 yaitu bagian dalam
sejuta yang disingkat dengan bds atau ppm (part per million). Satuan mg/m3 biasanya
dikonversikan kepada satuan m/it.
Antara satu senyawa dengan senyawa lain berbeda nilai ambang batasnya dan antara
senyawa itu sendiri juga berbeda untuk waktu yang berbeda. Nilai ambang batas yang
didapat harus lebih kecil atau sama dengan baku mutu udara ambien yang telah
dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
144
145
Karbon Monoksida atau CO
Karbon monoksida adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak
berasa. Gas CO data berbentuk cairan pada suhu di bawah -192̊C. Gas CO sebagian besar
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan.
Sumber pencemar gas CO yang terbesar, berdasarkan hasil penelitian di negara-negara
industry, adalah berasal dari pemakaian bahan bakar fosil (minyak, batubara) pada
mesin-mesin penggerak transportasi. Hal ini bisa dilihat pada tabel di bawah ini :
Nitrogen Oksida atau NOx
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx, karena oksida nitrogen mempunyai 2
macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan NO. Sifat gas NO2 adalah
berwarna (yaitu merah kecoklatan) dan berbau (tajam menyengat hidung), sedangkan gas
NO tidak berwarna dan tidak berbau.
Belerang Oksida atau SOx
Gas belerang atau SOx, terdiri atas gas CO2 dan CO3 yang berbau tajam dan tidak mudah
terbakar, sedangkan gas CO3 bersifat sangat reaktif dan mudah beraksi dengan uap air
yang ada di udara untuk membantu asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat
reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan,
seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimia lainnya.
Hidrokarbon atau HC
Hidrokarbon atau sering disingkat dengan HC adalah pencemaran udara yang dapat
berupa gas, cairan maupun padatan. Dinamakan karbon karena penyusun utamanya
adalah atom karbon dan atom hydrogen yang dapat terikat (tersusun) secara ikatan lurus
(ikatan rantai) atau terikat secara ikatan cincin (ikatan tertutup). Jumlah atom karbon ©
dalam senyawa hydrogen akan menentukan bentuknya, apakah akan berbentuk gas,
cairan, atau padatan. Pada suhu kamar umumnya HC suhu rendah (jumlah atom C
146
sedikit) akan berbentuk gas, HC suku menengah (jumlah atom C sedang) akan berbentuk
cairan dan HC suku tinggi (jumlah atom C banyak) akan berbentuk padatan.
4. Usaha Penanggulangan Pencemaran Udara
a. Penanggulangan secara non teknis
Penanggulangan secara non teknis yaitu suatu usaha mengurangi dan menanggulangi
pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat
merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan
teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan . Hal ini
dapat dilakukan dengan menberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri
dan teknologi yang akan dilaksanakan di suatu tempat, meliputi :
1) Penyajian informasi lingkungan (PIL)
2) Analisis dampak lingkungan (ANDAL)
3) Perencanaan kawasan kegiatan industry dan teknologi
4) Menanamkan perilaku disiplin
b. Penanggulangan secara teknis
Apabila berdasarkan kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
ternyata bias diduga bahwa mungkin akan timbul pencemaran lingkungan, maka
langkah berikutnya adalag memikirkan penanggulangan secara teknis. Banyak cara
yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis, diantaranya adalah :
1) Mengubah proses
Apabila dalam suatu proses industry dan teknologi terdapat buangan (limbah)
yang berupa zat-zat kimia maka akan terjadi pencemaran lingkungan oleh zat-
zat kimia baik melalui pemcemaran udara, pencemaran air maupun melalui
pencemaran daratan.
Sebagai contoh pada industry pengolahan bahan nuklir, untuk mendapatkan
unsur uranium dari batuan uranium digunakan serangkaian proses yang
melibatkan penggunaan zat-zat kimia. Pemakaian zat kimia seringkali
menimbulkan masalah pada limbah buangannya. Sebagai ganti zat kimia, pada
saat ini telah dipikirkan pemakaian bakteri tertentu untuk memecah batuan ini
yang tidak membahayakan lingkungan.
147
2) Mengganti sumber energi
Sumber energy yang digunakan pada berbagai kegiatan industry dan teknologi
sebagian besar masih mengandalkan pada pemakaian bahan bakar fosil, yang
menghasilkan komponen pencemaran udara yang berupa gas. Hal ini bisa
dikurangi dengan memakai bahan bakar LNG (Liquified Natural Gases) yang
menghasilkan gas buangan yang lebih bersih.
3) Mengelola limbah
Pengelolaan limbah industry dari bahan buangan industry dan teknologi yang
dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Cara pengelolaan
limbah ini sering disebut Waste Treatment atau Waste Management. Cara
mengelola limbah idnustri dan teknologi tergantung pada sifat kandungan
limbah serta tergantung pula pada rencana pembuangan olahan limbah secara
permanen.
4) Menambah alat bantu
Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk menguranggi atau
menanggulangi pencemaran lingkungan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Filter udara
b. Pengendap Siklon
c. Filter basah
d. Pengendap system gravitasi
e. Pengendap elektrostatik
148