The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rees.jati.prakasa, 2020-09-27 01:02:34

Kakawin Nilacandra Abad XX

Kakawin Nilacandra Abad XX

Anak Agung Gde Alit Geria

Cakra Media Utama
2019

Kakawin Nilacandra Abad XX

Penulis
Anak Agung Gde Alit Geria

Penyunting
I G.A. Darma Putra

Pracetak
CMU Team

Penerbit
Cakra Media Utama
Jalan Diponegoro No. 256
Denpasar, Bali 80114
Ponsel: 081239937772
Email: [email protected]

Cetakan I : Maret 2019

ISBN 978-602-53487-8-5

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ~ v
Glosarium ~ ix
BAB I Pendahuluan ~ 1
BAB II Teks Kakawin Nilacandra Bali, karya Made Degung ~ 7
BAB III Transliterasi Kakawin Nilacandra, karya Made Degung ~ 74
BAB IV Terjemahan Kakawin Nilacandra, karya Made Degung ~ 125
BAB V Teks Kakawin Nilacandra Bali, karya I Wayan Mandra ~ 175
BAB VI Transliterasi Kakawin Nilacandra, karya I Wayan Mandra ~

209
BAB VII Terjemahan Kakawin Nilacandra, karya I Wayan Mandra ~ 233
BAB VIII Teks Kakawin Nilacandra Bali, karya I Wayan Pamit ~ 259
BAB IX Transliterasi Kakawin Nilacandra, karya I Wayan Pamit ~ 313
BAB X Terjemahan Kakawin Nilacandra, karya I Wayan Pamit ~ 353
Referensi ~ 391
Biografi Singkat ~ 392

iii

Kata Pengantar

Tiga teks Kakawin Nilacandra yang disatukan dalam buku ini,
merupakan karya dari tiga orang pangawi yang mengabdikan dirinya pada
Sang Hyang Shastra. Pengabdian semacam itu adalah salah satu cara untuk
menyatu dengan “Ia” yang bersembunyi secara halus. Persembunyian halus
itulah yang disebut dengan rahasya dalam lontar-lontar Bali. Karena ia
halus, maka dengan yang halus pulalah ia dicari. Menyatunya antara pencari
dengan yang dicari itu disebut sebagai kalangwan dalam studi Jawa Kuna.

Nilacandra yang dijadikan judul dalam tiga kakawin ini, adalah
tokoh sentral. Nila berarti hitam, sedangkan candra berarti bulan. Nilacandra
secara harfiah berarti bulan hitam. Tafsir atas nama itu bisa beraneka. Salah
satu di antaranya adalah Siwa-Buddha. Siwa dianalogikan sebagai nila,
sebab Siwa juga disebut Nilakantha [berleher hitam]. Candra dianalogikan
sebagai Buddha sebab demikianlah pandangan kolektif yang didasarkan
pada keberadaan bulan. Ada beberapa cerita yang melegitimasi pandangan
ini, semisal Sutasoma [putra rembulan] dan Bahula Candra [Putra Mpu
Baradah dalam cerita Calonarang yang menganut ajaran Buddha]. Tentang
Nilacandra, dalam KN1 karya I Made Degung dinyatakan:

Lot mangke sira Nīlacandra pangaranyātyanta ring śāntika,
ring kendran araning kadatwanira mangke yukti tāmoli ya,
utsāhengaji ta n kayeng lagi-lagi ng śīlanya ring rāt muwah,
mantên sampun ikang manahnya ta ya wantên ring kapañcendriyan
[KN1.I.8]

[Kini Nilacandra namanya sangat [teguh] dalam kedamaian, kini
bagaikan di surga istananya sungguh tiada lain, selalu berusaha
menuntut ilmu demikian perilakunya di dunia, mulia pikirannya
tiada diikat [lagi] oleh lima indria].

iv

Sebelum bernama Nilacandra, nama tokoh ini adalah Pùrónawijaya
[ndan sajñā nira yeka Pūrónawijaye ngūnī prajā rakwa ya]. Penyebutan
nama Pūrónawijaya segera mengingatkan pada bagian dari kakawin
Kuñjarakarṇa Dharmakathana karya Mpu Dusun. Pūrónawijaya adalah
raja para gandharwa yang terkenal sangat sakti. Karena kesaktiannya
itulah ia jadi lupa diri dan selalu berbuat tidak baik [duśśila]. Oleh sebab
itu, Yamādipati mempersiapkan sebuah tempat untuk untuk menghukum
Pūrṇawijaya jika kelak kematiannya telah tiba. Kuñjarakarṇa merasa iba
dan ingin menolongnya, dan singkat cerita usaha Kuñjarakarṇa berhasil.
Pūrṇawijaya akhirnya berhasil lolos dari hukuman itu sebab telah melakukan
tapa brata di Meruparwata. Jika Pūrṇawijaya yang dimaksudkan dalam KN1
sama dengan Pūrṇawijaya yang disebutkan dalam Kuñjarakarṇa, maka
kedua teks itu dapat dikatakan memiliki relasi. Sejauh mana relasi di antara
dua teks ini akan sangat memungkinkan untuk diketahui jika dibandingkan
dari sisi cerita maupun ajaran di dalamnya.

KN2 [karya I Wayan Mandra] dan KN3 [karya I Wayan Pamit]
pun demikian. Kedua teks ini juga menyebutkan tokoh Nilacandra beserta
sifatnya. Berturut-turut penggambaran tokoh Nilacandra dalam KN2 dan
KN3 adalah sebagai berikut.

Wuwusên pwa sang Úri Nilacandra ri Naraja panàgaran nira,
mapagöh kaúantikan irà wruhing aji upadeúa dharmmika,
matgêg ring ùlahayu dharmmà sadhu satata ring jagat kabeh,
ya tamà ri pañca wiûayan nira màryya ng ulurên rajah tamah [KN2.
II.1].

[Diceritakan sang Sri Nilacandra di negara Naraja, teguh kedamaian
hatinya memahami ajaran dharma, tekun berbuat baik berperilaku
luhur di seluruh dunia, sangat memahami lima jenis ikatan dan
berhenti mengikuti sifat rajah tamah]

Warónan Śrī Nilacandra bhūpati Narājā deśa dibyāguóa,
nityotsāha ri Buddha dharmma yaśa atyantā ginőng de nira,
ring wajrāyana tan kayeng lagi-lagī mantĕn kapañcendriya,
maryyā pwā sira namtamī tamahirā mwang kang rajah ring ngulah
[KN3.II.1]

v

[Diceritakan Sri Nilacandra raja di negara Naraja yang amat
bijaksana, selalu melaksanakan ajaran Buddha sangat dikuasai
olehnya, ajaran Wajrāyana selalu diusahakan sehingga lepas dari
ikatan lima indria, beliau telah berhenti mengikuti sifat tamah dan
rajah dalam setiap perilakunya]

Tiga kutipan bait kakawin Nilacandra di atas, diambil dari tiga
teks berbeda. Karena teks berbeda, maka narasinya juga berbeda. Di balik
perbedaan itu, ada satu persamaan yang didapat. Ketiganya menekankan
pada sifat Nilacandra yang tidak lagi diikat oleh lima jenis ikatan indria.
Lima indria pengikat yang dimaksud adalah srota, twag, caksu, jihwa dan
ghrana. Kelima indria itu terdapat di dalam lima alat indra, berturut-turut
yakni telinga, kulit, mata, lidah dan hidung. Disebut ikatan, sebab melalui
indria itulah objek di luar tubuh bisa dinikmati. Yang menikmati adalah
manah [pikiran] sebagai raja indria. Konsekuensi dari menikmati itu adalah
keterikatan terhadap objek.

Lima alat indria juga disebut sebagai saluran masuk bagi tiap-tiap
objek indria. Kelima jenis saluran indria itu disebut Pañca Golaka Marga.
Tiap-tiap indria menikmati objeknya masing-masing. Telinga menikmati
objek suara. Kulit menikmati objek berupa sentuhan. Mata menikmati objek
bernama rupa dan warna. Lidah menikmati objek bernama rasa. Hidung
menikmati objek bernama aroma. Lima objek itu adalah unsur halus yang
terdapat di dalam lima lapisan bernama Panca Maha Bhuta. Unsur halus
yang ada di dalam Panca Maha Bhuta disebut Panca Tan Matra. Dengan
kata lain, Panca Tan Matra adalah objek yang dinikmati oleh manah melalui
Panca Indria dan menyebabkan keterikatan. Nilacandra dalam tiga kutipan
kakawin di atas, dinyatakan telah berhasil meniadakan ikatan itu.

Meniadakan ikatan yang diidealkan melalui tokoh Nilacandra,
bukanlah perihal mudah. Nilacandra mesti memahami [utsāhengaji] ajaran
dharma, baik yang disebut sebagai aji upadeśa dharmmika, dharmmā
sadhu, Buddha dharmma yaśa, wajrāyana. Ajaran itulah yang menjadi
bekal bagi Nilacandra untuk lepas dari lima ikatan indria, dan tri guna yang
di dalamnya terdapat sifat rajah dan tamah.

Selain sebagai ajaran, kakawin Nilacandra juga dapat dibaca
sebagai kesusastraan. Maksudnya, kakawin ini didudukkan sebagai karya

vi

estetis yang di dalamnya sekaligus sebagai jembatan katharsis [lukat]. Pada
tingkatan inilah, sebuah kakawin mendapatkan posisinya sebagai shastra
dalam pengertian kesusastraan sekaligus ajaran. Jalan yang ditempuh
untuk menggapai pengertian shastra sebagaimana dimaksudkan itu adalah
nyastra. Aktivitas nyastra mestinya tidak hanya berhenti pada apa yang
dikatakan, tapi berlanjut pada apa yang dimaksudkan. Tidak cukup sampai
disana, mestinya dilanjutkan pada apa yang hendak dilakukan. Terakhir,
saya ucapkan selamat kepada Guru saya, Anak Agung Gde Alit Geria atas
penerbitan karya yang tentu sangat berguna ini. Ternyata shastra memang
selalu punya cara untuk mengalirkan dirinya. [*]

Denpasar, Maret 2019
IGA Darma Putra

vii

GLOSARIUM

āgama : datang mendekat; ajaran suci. Āgama merupakan
bagian dari Tripramana, yaitu pratyaksa, anumana, dan
agama. pratyaksa artinya dapat dilihat dan dipegang;
anumana artinya seperti melihat asap di kejauhan yang
disimpulkan ada api. Āgama artinya pengetahuan
yang diajarkan oleh guru. Orang yang memiliki ketiga
pramana itu disebut samyagjñana.

adharma : sifat kebatilan lawan dari kebenaran (dharma).

agni : api memegang peranan penting dalam ritual agama
Hindu. Ia ditampilkan sebagai dupa, api takěp, pasěpan,
padamaran, dan sebagainya. Dalam Veda dan sastra
agama Hindu, Agni adalah Dewa Api. Ia amat banyak
dipuja seperti Dewa Indra. Ia dekat dengan manusia.
Ialah yang mengantarkan persembahan manusia ke
hadapan para dewa. Ia Dewa pengubung manusia
dengan para dewa.

amrěta : kekal abadi, air kehidupan abadi.

ardhacandra : (candra=bulan) bulan saparo. Dalam Omkāra,
ardhacandra dirangkai dengan vindu nāda.

artha : harta benda, bagian dari Tri Purusa Artha, bagian dari
Tri Warga yang berarti tujuan hidup agama Hindu

banten : sesajen, simbol Ida Sang Hyang Widhi sebagai Sang
Pencipta, terbuat dari berbagai hasil bumi, dipersembahan
dalam upacara keagamaan dengan rasa tulus ikhlas.

awatāra : (ava=ke bawah; tāra=menyeberang) penjelmaan.
Di dalam Purana dinyatakan ada 10 avatāra (dasa
avatara) Wisnu, yaitu Matsya avatara, Kurma avatara,
Varaha avatara, Narasingha avatara, Wamana avatara,
Parasurama avatara, Rama avatara, Kresna avatara,
Buddha avatara, dan Kalki avatara.

bhairawi : kekuatan yang menakutkan, nama dewi yang merupakan
viii kekuatan dari Dewa Siwa, juga berarti dewi kematian.

bhatara : (bhattr=pendukung, pemimpin, pelindung) dewa,
dewata. Siwa dipuja sebagai bhatara-bhatari sebagai
istadewata yaitu dewata yang didambakan, sebagai
Brahma, Wisnu, Iswara.

cadusakti : empat kesaktian atau kekuasaan Hyang Siwa. Keempat
sifat mahakuasa Hyang Widhi (Siwa) itu, yakni Wibhu
Sakti (maha ada), Pabhu Sakti (maha kuasa), Jñana
Sakti (maha tahu), Kriya Sakti (maha karya).

cakra : roda kereta, simbol matahari, senjata yang dibawa oleh
Dewa Wisnu dan Krsna, simbul yoga yang terdapat
dalam tubuh manusia seperti muladhara, svadhisthana,
manipura, anahata, visudha, ajna.

candra : bulan, Hyang Ratih, sasangka, sasih, hal-hal ke-Buddha-
an, unsur pradana.

catur paramitta : (catur=empat, param=seberang, ita=pergi) mencapai
pantai seberang, pencapaian yang sempurna empat
kebajikan di luar pengalaman manusia biasa. Terdiri dari
maitri (persahabatan), karuna (kasih sayang), mudita
(gembira), dan upeksa (ikhlas).

dharma : ajaran kebajikan, kesucian, kebenaran; kewajiban,
hukum.

gada : nama seorang raksasa yang dibunuh oleh Hari atau
Wisnu, senjata yang dibuat oleh tulang-tulang raksasa
oleh Begawan Wiswa Karma, senjata yang dibuat dari
besi berujung tiga dan runcing, senjata yang paling
terkenal pada zaman Veda, senjata yang berkarakter
keras dalam pewayangan, simbul kekuatan universal.

istadewata : manifestasi dewa-dewa yang dipuja sebagai tumpuan
untuk mencapai tujuan (Brahman).

jagaddhita : (jagat=dunia, hita=kesejahteraan) kesejah­teraan du­
nia. Kata jagaddhita menjadi bagian dari motto ten­tang
tujuan agama Hindu, yakni untuk mencapai kesejah­
teraan jasmani dan kebebasan rohani.

jñana : ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tentang kebebasan,
ilmu pengetahuan meditasi.

ix

karma : seluruh aktivitas atau perilaku seseorang semasa
hidupnya.

kawi : pengawi, pengarang, pencipta. Sebutan Tuhan sebagai
Dewa keindahan (Sang Hyang Kawi).

kutamantra : (kuta=puncak, mantra= mantra) mantra puncak.
Kutamantra: Om hrang hring sah paramasiwaditya
ya namah ‘Om Hrang, Hring Sah hormat kepada Siwa
Aditya yang Maha Agung.

mahakawia : pengarang besar, utama, terkenal.

meru : bangunan suci yang atapnya bertingkat-tingkat (ganjil:
1, 3, 5, 7, 9, 11) berbentuk kerucut, tempat bersemayam
Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)

mrěta : air suci yang memberikan hidup kekal.

mudra : hasta, tangan yang memiliki simbol mistik, sikap tangan
waktu pendeta memuja. (mud=senang), membuat
kesenangan dewata.

naraka : tempat roh yang mengalami hukuman di alam niskala.
Dijaga oleh putra-putra Nirti, tempat yang sangat
mengerikan (kawah candra gohmuka) sebagai hukuman
bagi orang-orang yang berbuat dosa sewaktu hidupnya.

padma : teratai yang merupakan simbol Dewi Laksmi, Sri, dan
Dewi Manasa. Juga berarti tujuh planet yang membawa
kesuburan di bumi.

padmasana : bangunan suci tanpa atap tempat memuja Ida Sang
Hyang Widhi yang mempunyai dasar Bedawang Nala,
tempat suci tempat pendeta Siwa-Buddha memuja
Tuhan.

pañca dewata : lima dewa-dewa dalam agama Hindu, Iswara (arah
timur), Brahma (arah selatan), Mahadewa (arah barat),
Wisnu (arah utara), dan Siwa (di tengah).

pañca mahabhuta:(pañca=lima, maha=besar, bhuta=elemen, unsur) lima
elemen yang besar. Kalinganya: Pancamahabhuta
ngarannya prethiwi, apah, teja, bayu, akasa
(Jnanasidhanta II:3).

x

pañca tan matra : (pañca=lima, tan matra=halus) lima unsur yang bersifat
halus. Terdiri dari sabda, sparsa, rupa, rasa, dan
gandha.

pañca tathagata : lima dewa-dewa dalam agama Buddha, yakni Aksobya,
Ratna Sambawa, Amitaba, Amogasidi, dan Werocana.

pañca yajña : lima yajña dalam agama Hindu, yakni dewa yajña, rsi
yajña, manusa yajña, pitra yajña, dan butha yajña.

pangañjali : sikap penghormatan dengan mencakupkan kedua
telapak tangan di depan dada sebagai salam dengan
mengucapkan Om Swastyastu, artinya Ya Tuhan somoga
dalam keadaan baik selalu.

purusa : simbol laki-laki, figur pembentukan dunia, jiwa alam
semesta.

sadasiwa : salah satu tahap emanasi Siwa. Ia bersifat aktif dengan
ciptaannya, Ia berstana di Padmasana.

sakyamuni : Buddha, Jina. Penyebab Hyang Sakyamuni dapat
menaklukkan Mara, adalah berkat kewibawaan Hyang
Samaya dan kekuatan Hyang Mantranaya yang
dilaksanakan dengan tekun, sehingga segala bentuk
Mara seperti Klesamara, Skhandamara, Mretyumara,
dan Dewaputamara tunduk takluk oleh Beliau.

siwa : Dewa Siwa. Meresap di segala makhluk hidup, Ia
bersifat gaib tak bisa dipikirkan, Ia seperti angkasa, tak
terjangkau oleh pikiran dan indria. Penampakkan Siwa
saat mencipta dunia berwujud Brahma, saat memelihara
dunia berwujud Wisnu, dan saat mempralina dunia Ia
berwujud Rudra. Ketiga wujud yang berbeda nama ini
disebut dengan Tri Murti (Tri Purusa).

siwagama : (siwa=Siwaisme, agama=doktrin, agama) doktrin dan
praktek Siwaisme.

siwapaksa : (siwa=Siwaisme, paksa=penganut) penganut Siwaisme

siwatatwa : (siwa=Hyang Siwa, tattwa=realitas/esensi) realitas/
esensi Siwa

xi

yajña : persembahan. Upacara korban suci dalam agama
yantra Hindu.
yoga
: putaran yang bersifat mistik, ilmu astronomi, putaran
yoni untuk meditasi.

: (yoga=hubungan) cara untuk mengendalikan gerak-
gerik pikiran untuk mengalami kenyataan jiwa, yakni
bersatunya Sang Jiwa dengan Jiwa Yang Maha Agung.
Darsanam yang dikenal oleh Patanjali. Tatacara
menentukan atma dengan Brahman, ajaran kebebasan
jiwa.

: organ wanita (rahim), tempat lahir, simbol kesuburan,
karakter dasar, dan alas lingga.

xii

BAB I
Pendahuluan

Kakawin Nilacandra abad XX ini adalah bagian dari hasil studi
penulis selama menempuh pendidikan S-3. Disebut bagian, sebab materi yang
berisikan penjelasan serta analisis, diterbitkan secara terpisah. Pemisahan
tersebut bertujuan agar pembaca yang ingin membaca dan memberikan
tafsir atas teks kakawin Nilacandra tidak terkontaminasi oleh tafsir-tafsir
yang disediakan penulis. Jadi ketika kakawin Nilacandra ini dinikmati
dengan cara mabebasan, teks menjadi otonom sebagaimana adanya. Di
samping itu, bagi pembaca yang ingin mengetahui cerita Nilacandra namun
masih terhalang penguasaan bahasa Jawa Kuna, di dalam buku ini juga
disediakan terjemahan terhadap masing-masing teks Nilacandra. Tentu saja
bagi pembaca yang telah fasih dalam bahasa Jawa Kuna, terjemahan itu
dapat saja dinafikan, namun hasil terjemahan penulis itu bisa dimanfaatkan
sebagai bahan perbandingan.

Digubahnya Kakawin Nilacandra (KN) sangat berkaitan
dengan kehidupan religius Siwa-Buddha di Bali. Kehadirannya semakin
memperkuat legitimasi wacana Siwa-Buddha sebagai bentuk keyakinan dan
kepercayaan masyarakat Hindu Bali. KN disadur oleh tiga pangawi Bali
yang berbeda dan dalam rentan waktu yang berbeda pula. Kehadiran tiga
buah teks KN adalah sebagai tanggapan atas hipogramnya yakni Siwagama.
Berasal dari hipogram yang sama, bukan berarti di antara ketiganya terjalin
hubungan secara langsung yang diawali dengan proses komunikatif antara
pengarangnya. Ketiga pengarang tidaklah terkondisikan dalam situasi untuk
bertemu satu dengan yang lainnya.

Lebih lagi dengan jarak kelahirannya yang begitu dekat antara
KN1 (1993), KN2 (1997), dan KN3 (1998), dapat diprediksi bahwa
sangatlah mustahil adanya upaya penyaduran di antaranya. Justru tampak
adanya hubungan intertekstualitas, yang sama-sama menggunakan teks
Siwagama sebagai hipogram utamanya. Dengan demikian, ketiga KN yang

1

ada itu adalah hasil karya yang dikemas oleh ketiga pangawi dengan cara
serta tanggapannya masing-masing terhadap teks Nilacandra sebagai
sumbernya.

KN1 Karya I Made Degung selesai digubah pada Jumat Paing
Sinta pananggal ke-13 tahun Saka 1915 (1993 Masehi). Made Degung
adalah oleh seorang kawi keturunan Brahmana asal Banjar Tengah, Sibetan
Bebandem Karangasem Bali. Kakawin karya Made Degung dengan kode
KN1 ini terdiri atas 44 jenis wirama dengan pengulangan wirama satu kali,
sehingga berjumlah 45 pergantian (pasalinan) wirama dengan jumlah bait
(pada) sebanyak 356 bait.

KN2 selesai digubah pada Radite Kliwon Medangkungan
Purnamaning Kalima (November) tahun Saka 1919 (1997 Masehi), yakni
pada Sangang (9) dhiri (1) giha (9) wulana (1). Nama pangawi-nya adalah I
Wayan Mandra (alm), berasal dari Bali Tengah yakni Banjar Delod Tangluk
Jalan Suli nomor 4, Desa Sukawati Gianyar. I Wayan Mandra wafat pada
22 Agustus 2009 pada usia 90 tahun (telah diupacarai). Semasa hidupnya,
I Wayan Mandra pernah menjabat sebagai Prabekel di Desa Sukawati
Gianyar hingga tiga periode. Selain sebagai pangawi, beliau juga seorang
penulis lontar, penabuh/guru tabuh, dan pesilat. KN2 dikemas dengan 9
wirama, yang terdiri dari 178 bait,

KN3 selesai ditulis pada Tumpek Wariga, Pangelong ke-8, Sasih
ke-9 (bertepatan pada 21 Maret 1998). KN3 adalah karya I Wayan Pamit
(alm.). I Wayan Pamit lahir pada 20 Oktober 1935 dan wafat 10 Februari
2009 (usia 74 tahun). Selama hidupnya, beliau tergolong pangawi produktif
di bidang geguritan dan kakawin, menyusun sejumlah naskah drama
gong, seorang pamangku, guru/kepala Sekolah Dasar nomor 23 Dauh Puri
Denpasar, penabuh, dan seniman tari. Beliau juga pernah kuliah di PGSLP
Singaraja. Sejumlah karya I Wayan Pamit, antara lain Geguritan Gajah
Mada, KN3, Kakawin Rahwana, dan Kakawin Candra Banu.

KN3 yang digubah oleh I Wayan Pamit asal Kayumas Kelod
Denpasar ini, telah terbit tahun 2002 dalam aksara Bali standar program Bali
Simbar. Terdiri atas 18 pergantian (pasalinan), dengan pengulangan tiga
jenis nama wirama, yakni Sragdhara yang semula dipakai pada pasalinan I
digunakan lagi pada pasalinan IX, Wirama Sardhula Wikridita yang semula

2

tampak pada pasalinan II dipakai lagi pada pasalinan XI, dan Wirama
Sronca Wisama Wretta Matra pada pasalinan XII digunakan lagi pada
pasalinan terakhir kakawin ini. Dengan demikian, KN3 ini menggunakan
15 jenis wirama dengan jumlah keseluruhan baitnya adalah 319 bait,

Ketiga KN dapat dijelaskan melalui unsur manggala, korpus atau
satuan-satuan naratif, dan epilog sebagai persyaratan sebuah karya sastra
kakawin. Manggala pada KN1, pengarang terfokus pada Hyang Saraswati
sebagai istadewatanya. Dalam KN2, pengarang terfokus pada Hyang Siwa
dan Hyang Wisnu sebagai istadewata yang tidak terpisahkan. Sementara
dalam KN3, pengarang terfokus pada keutamaan Hyang Buddha atau
Hyang Mantranaya sebagai fokus pujaannya. Perihal korpus dan satuan-
satuan naratif KN, digambarkan sesuai seni dan cara pengarang masing-
masing. Ada kisah perang yang ditonjolkan, ada ajaran Siwa atau Buddha
yang dijelaskan secara detail, serta uraian lainnya yang secara hakiki
masih terkait pada konsep penyatuan Siwa-Buddha yang tunggal. Epilog
juga dikemas dengan seni dan cara masing-masing, ada yang diletakkan
pada awal dan akhir gana pada bait akhir karyanya (KN1, XLV:2-3), ada
yang memakai nama samaran dengan permainan kata-kata pada baris
akhir baitnya (KN2, IX:18-19), dan ada yang secara jelas (KN3) menyebut
informasi nama pengarang dan angka tahun karyanya, tanpa memakai tahun
candra sengkala.

Untuk transliterasi teks KN ini ke huruf Kawi Latin dipakai
pedoman sistem transliterasi yang biasa diterapkan dalam sejumlah
penerbitan teks Jawa Kuna. Istilah transliterasi pada dasarnya berarti
‘penggantian jenis aksara ke aksara lain atau dari abjad satu ke abjad yang
lain’. Dalam transliterasi teks berbahasa Jawa Kuna ke huruf Kawi Latin,
tampak belum ada pedoman ejaan yang baku untuk keragaman kaidah
transliterasi. Pada hakikatnya, tujuan yang ingin dicapai dalam proses
transliterasi adalah untuk menyajikan teks secara utuh sesuai aslinya serta
memudahkan merunut kembali jika suatu saat teks diremajakan kembali ke
bentuk asal atau aslinya.

Adanya tiga buah KN dari pengarang yang berbeda di abad
XX-an ini, tentunya banyak terdapat unsur serapan dari sejumlah bahasa
daerah. Karenanya, untuk mempertahankan keutuhan teks dan ciri-ciri teks

3

aslinya diterapkan sistem transliterasi yang berpedoman pada pembagian
kata, ejaan, dan pungtuasi yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah struktur
bahasa Jawa Kuna dan ejaan bahasa Bali. Hal ini dilakukan untuk lebih
mudahnya memahami teks yang dimaksud.

Di samping unsur serapan dari sejumlah bahasa daerah, pengenalan
jenis aksara yang dipakai dalam ketiga KN ini mutlak diperlukan. Kecuali
KN3 yang telah berupa buku beraksara Bali standar (Bali Simbar), KN1 dan
KN2 dijumpai dalam bentuk tulisan tangan dari pengarangnya. Untuk itu,
pemahaman aksara dalam KN sebagai objek yang diteliti merupakan syarat
mutlak bagi seorang transliterator (peneliti). Di bawah ini disajikan sistem
atau pedoman transliterasi (alih aksara) dari aksara Bali ke aksara Latin
sesuai tabel 1 berikut.

Pedoman Sistem Transliterasi Aksara Kawi Latin
Aksara Bali a
ā
Á, i
õ, ì
i,÷, u
,I ù
U,ú, e
U, ai
eÿ,6, o
ü,E, ě
eÿo,3, ö
,)
)o,

4

h,ÿÿ,À ;, ha, ha, h
n,ÿ, x, na, na, ó
c,ÿÿ,Ç ÿÿÈ, ca, ca, cha
r,ÿÿÉ,Ï,ÿÿÊ, ra, ra, rê, å
k,ÿÿÐ, ka, ka
d,ÿÿÑ, da, da
Aÿ,ÿÿÒ, dhā, dha
t,ÿÿÓ,`,ÿÿÕ, ta, ta, þā, þa
s,ÿuæ,],ÿÿÿÖ ,[,ÿ×, sa, sa, úa, úa, ûa, ûa
w,ÿÿÙ, wa, wa
l,ÿÿ,Þ 2, la, la, lê
m,ÿÿß, ma, ma
g,ÿÿ,á f,ÿÿ,â ga, ga, gha, gha
b,ÿÿãÿ,v,ÿÿä, ba, ba, bha, bha
\,ÿÿå,ÿÿ*, nga, nga, ng
p,æ,8, pa, pa, pha
j,ÿÿé,ü, ja, ja, jha
y,ÿê, ya, ya
Zÿ,ÿÿÿñ , Ña, ña
, ,
.,>, .

5

þ, Om
00
11
22
33
44
55
66
77
88
99
10 10

Gantungan dan gempelan adalah satu bunyi, penomoran
transliterasi teks disesuaikan dengan jumlah bait masing-masing wirama,
dan penulisan huruf kapital disesuaikan dengan kaidah ejaan aksara Kawi
Latin.

6

BAB II
Teks Kakawin Nilacandra 1 Bali,

karya Made Degung

>0>Áwifm s.¡Ó
1, }ÿ( dÒl¢ wikËi ati ,Á,19,gur,u 10,6,gx,e][,1.

guggu uÿllgÿu lgulÿllgÿu ggu ulÿgugulÿl©gu.
1, ý]ËíaÜÿpkpdßeYÿnIfrinpI Ëjñotíß sei DÒÿtmÓ ,

wdi Ümt(U liÓ Nÿg)lp( ËmqnbÜPÿkrR& ÿteÐ b;,
si\ái;hês* kLÿ]rrI mkl\i áo]ËIpËsidoÒ k×r,
s*stæu tæÙbepbuNÿjrriam( oß a(mß]IlkËm>

2, ynËíaÜÿtßktnÓËeMÿk×8lrw& hÜjei w;sku yÀ ,
Nÿ* v~ÿrÕ ji gtætpi Ùtsin\) á;¡ edrsp* xtiÒ ,
s)mã;kkiÙ êmlkÙnntß rPi ÿdnÓo]Ëy\mÙ* \o) ,
]uDÿÒ wfi Âwni skÓÛ n) uæ8lsiedKÒ* ÿptSi ÿeaêk* w>i

3, wusÝÑ ÿn]Ëyts* rÙ jêprip(xU o nikd* (ju én,
sp& Ëjñopni Kÿdmi dU( pÒ inil;i rR& ÿtæËtei srÓ iKÿ,
6nkæu Ôitênik*jgtwÓ¡ imk\;á) pz]Ç IelnWi ÿ) ,
ydês¡nÓ yÓ nint g* tilNÿsmdã Òt\u lá t)Ð >

4, ÁmËi;ssÙ ÔjgdtiÒ pÙysam( pß Ë]Ëeye* Lÿkik,
sugênuæ\ÐrikkËmnêgumewseNÓÿsp(Uxm n;,
wnÙ )Ónæ*tÙ mu uw;u mn;whi nlu k( ^tiÓkËiynuæk* w,i
Á\ËipmÓ ËkÌTÿk×RÿgurulgupoÙ sixíÒ nUtçÿdki >

7

5, eykni æ(UwnÙ ki *kQÿptÙ incu pË&}ÿsÓËse\\Ð n¡Ð ,
kêot&Rÿtæu irNÿqaUmjã ysjoñ enêkipxpiÒ Ëv,U
s*]ËkI uzérk(xÂrk\Ù rn&puetËkiw^eyêy* s,
Áe( dAÒ* ÿrkyukiÓ\c( Çxsri e* weRÿcXÿnnu* lu su />

6, lboÒ sku* Ìtngu ËhpyÙ mwu ;me\ÐginenÓê\rn/,
nÜtKI ÿvgWÿnæË}ÿsÓm\renæÙkêxsÒ ei \nÀ ucp/,
Á\áos*wki ulfÂr&wntt(eMÿl;sei r\o]Ëm,

msÙ* mæU(xÂsiRÿnwÀ¡ usæÙkwn) *mnk¡Ó eß r*]UnêTÿ>

7, bÜÿpbi Üÿpksdi iÒMÿnËÓ prpi kÙjñns*pxÒti ,
ksoÙ aÜÿynbi udpÒ k×nri wÌaÒKI ÿpËsei aÒriy,
Wÿk)NÿÓ rimsi æu Tu ÿris\tu e( [Kÿhen*Nÿrj,
nÑnæu joñ nireykpU(xw ijey\UnIpËjorkÙy>

8, eLÿtße\sÐ ri nIlcnÑËp\rnÜtênrÓ &}ÿnÓki ,
re& knËÑ nrÀ nk& dtÙnri me\ÐyukiÓTÿeMÿlyi ,
útçu ÿeh\jti nÐey*lgli g]& lI nêr&Rÿt¡ßw;,
mnn)Ó uæmænu ki *mn;nêtywnÓ)nËk& peznÇ ÑËiyn/>

9, tpKÙ ÿrdi Ìear* j;lwnh)nÓÜnmÓmihînmÓ ;,
ae( Mÿß l;mtG) )ÿgÓSÿausri ar&RÿtëkdÓi iwÜgux,

se\Ð]ÌdÒnirk* eksri mew;t*eKÿtmÓ enêkhi )n/,
ss* joñ rsiKÿxÒs\i tÀ ki uehtuennêkieMÿl;i sri >

10, hêe* weRÿcn]ÌdYÒ ÿtisyNÿRÿs*uwRÿngu Ëh,
NÿhnoÓ tsi iRÿnuRÿgrsi Rÿtäownêdwi Ü( jwé ,
me*Ù mtËI ysam( mß kËmdeu m;he( [kru e& Lÿkik,

8

smæunæ\áihednierkh* ni ucp/eyk&ctw(u (gyá >0>

2, pÌqiwti l,Á,17,gru u,6,5,gx,e[[,2,lkr,
lglu ÿllguÿlgulÿllgÿu lggu uÿll©gu

1, níÑ tpÙtni ucpkiÀ m* \rnc& t(wu (gápi;,
yam( ßsijki rYÙ (ÿ[tigKÿmpeTÿß k×y,
yetktnimti Ósp* Ëvum\nu Ðdsi g(Ù ew;,
smpyÓ meLÿketkinni pinêr&ejËopur>

2, tl) sÓikr* iwmi ãsyU( êklwnÖ]IepnÙ pi,
pdpÙtni irunêmximYÿtTÿew;hy,u
pÏ*rjtelnm) sædsin*ye}ÿVÿmru bu /,
lwniÓnpk&teLÿhritielnki *tmgã >

3, pei rlwsRi ÿrum(jné nik*kdtnÙ ¡nÐ ,*
hhuwsu rÐ si ni su* eu pk×ris\(yêaM( ÿß tjß ,
rpi xU( n ki hi n) æu eÙ knÑËnirs*pËvN*u ÿrj,
pili;nirsrjêmxÒlriKÿrejk*jn>

4, waUln\ki \jÀi %opinkehsin&sgÙ( áy,
nki g* tsi d) %td([nlwnæu rÙ PU ÿh\n/,
pei ntßkh2pie knÑËnri ptêednêotTÿ,
nei kkhrnpæu RÿklwnpuærtI næhi>

5, knu *w\Ù ni )n;nierknrpi ti ËeLÿKÿkÌti,
nsÑ mäwtk) pÂímsbiÓ ss&hn\Ðonp;i ,
tuwin/wÙ\khi lw¡Ó ;u nirlwnæÙeboK(ÿÓ keTÿn/,
mTÿw)luhlisÂímwê\tiTÿ) bei WÿekÂíkihn) />

9

6, tei Kÿpni kCÿreTÿmili\kn) wÐ ;ednir,
yTÿsÓmbi eLÿptnêswW(ÿgG) )ÿt*gDÿ,
tumUtycRÿcrnêrki rk& w;eLÿky,
papgÙ inewrkt) æËsmedrsN* ÿqp;i >

7, pak˱rtrpU n&p)`p)`nêNÿNÿwiAÿ,
mHÿdt¡ä yÏsßn;nki nt*jeNÿltÐeb;,
knu y* tki erksyU( êklwn}Ö ÿe\Ðkn,
pËsidtÒ ni lu k( Ëmnêriwijli æu ru eu mÂíryi >

8, pur;i nêpinut$niks* n) yukzÇennl$Ñ Nÿ,
puti;pawni unlÓ nnß imYÿtieYÿjLÙ ÿsni *,
nwÑ ni Ñ¡nki ei Tÿcp)npÓ rmi xlÒ enêkuw;i ,h¡ ,
ctUd( ]2i bnêpzÇd]ip\Þrinêkhi )n/>

9, ttnæhit)kpÂiRÿnirsu s&nki p* \¡áh,
ritmyã nri næj) ;lluttnl¡Ó us(Üpj) ;,
rei m;tsri nIlcnËÑ gmu ewgÌHÿ* KÿznÇ ,
gl) si sÓ irminnÓ gu Ëhrai (mpß eu tËomtu>(

10, m\undÐ ti ei Nÿnei r*ptid\pU eakIncu p/,
kunr* pi rip(UxÂtp* urinirnËieknËÑ næu iti,
sMÿpÓpriw(tÓypËsmspËKÿrnêwsu /,
m)enpgÙ ÌhmsÂKi ÿnÌptimhënMËÿskn) />

11, hni unÑ\irs*yau [i Õirdt*riekN* ÿrj,
lNÿpÙsri em\)etryi rNi ÿqejhsinÓ ,
10

krimkhlu unuæekbpnei rsir*pxÒy¡ ,
yehtuklNÿ\ypËisku au (mßpuetËkn>0>

3, mÌaeu Kÿml,Á,18,gru u,7,6,gx,tg) )p/,
guguguÿllgÿu lgulÿllguÿlglu ÿlll©g,u

1, tnÙx( Ântá ni &kqdt)\sy* ua[i Õri hwu us/,
msÙ* *pxÒwTÿ* ct(bu inhi jipÙtnrÐ itmu Ut/,
tnæu ;t*prCi ÿriKÿnêshtxÒmnÓËmi \ir&,
tkoÙ knÓ ßsl) (gu tinêblWÿnWÑ ÿdlu udulu(>

2, bp;Ù libæËsemriKÿpadth* en*ywpd,
nÑnße\ÐsirpzpÇ xÒwtl) sËieknËÑ nmu suk/,
sw( ÙrtÂmyd˱eMÿtÓmp`rXÿcd\ki ,
l^Ùhêp* zÇtTÿgeqnri i\iekp* ËYi ÿnri tuwi>

3, m\oÐ Sÿk×tetkitnæhiribdu ÒeLÿkhni ia)p/,
m*eÙ lenêknPÿnmtæu ênri v[U eNÿtÓmpn) u;,
Yÿ]!Wÿdsni iIlcnËÑ rsiKÿ( dÒmt\Ù nlu su /,
wË;± DÿypyÙ eSÿtn&kwwrkvÙ mU ni Ìpti>

4, Nÿme\oÐ pahinêsnuæËÓ inri nIlcnËÑ klim,
SÿkØÿtÀmnã irnËpi zdÇ yiTÿgtni êrki n,
sjñÿosU(yêwtipËttI sji Fi ÿrxi nI ri hy,u
erÙKÿVÿnwu tImHÿtsi yp;i meNÿhrsri >

5, ktËnI ni ênRi ÿwt\I rniKÿtipUx( l lit,
s*]ËwI têrnisËÓ is*pËvukptHß ÿtli lti ,

11

k*pzÇpmÙ p[u æt*d]u wtIkri mêwni uwsu /,
emr#eykkinnÓei dnirtmu tU nß \ÐiliriKÿ>

6, pËpoÓ yunæËvau (mßptu ËshSÿderkyI keb;,
nm;ã ]fi ËnernËÑ NÿrjriPÿdp\Ðjnri ,
mÙe* dwInêrijo% d˱pdêtisypËyi mãdtuw,i
tnoÙ k)næËyi Wÿkêsn* ÌpwapU Aÿtisuky>

7, me\ÐpdÙ* Ëp± dInir&mrtumUtei pnæatru un/
m*FÙ ÿrpËvnu IlcnËÑ klMi ÿdlu su( ri pÏ*,
\oÐ Nÿc\ÐËmr#tri ;tirhieknËÑ n\Ð)nni ri &,
smænu Ün¡Ómutud( tr* ipitÌeLÿkeMÿflumku>

8, yukÓí\íá tËi sierkiwisßyteu Mÿnæru i;nêrki n,
eMÿFÿÏsærCi ÿrki nêkum)t)(tktu uæmdu y,
eTÿenÓonæxi Ònei W*ÿrei knrkeLÿkeykklrn/,
nei têKÿkinl) nËiekkwhti mËã eGÿmku tuwin/>

9, ke( mk*w\Ù eDÿ[\Unir\i sitèlnêkt)mu,
me\kÐ pÙkgyu gÙ yu pÙ riCÿrKi ÿtiyrem,
r&eRÿwn* êkr;i siRÿjrjrnæapËhsn,
Áek;Ù ynrÇ itntá inêk2\)o\n&\Ù\mu hi t/>0>

4, wiRÿt)g p) /,Á,23,gru ,u 6,7,gx,e][,2,lKÿr,
lgulÿllgÿu lgulÿllguÿlllÿlllÿglu guÿll©

gu
1, rei m;npÊ tia(mßptu Ënumlu i;pni itk) )tnni lI cnnÑËsi;,
nihnÓpinuwsu ri pËyi hei TÿtÓmris\hÏpßHÿ( dkiÒ ,

12

nernËÑ kitnlI cnÑËtk) np& Ësmkitsti xÒmnËÓ iy,
kunt* ki kbdu isÒ tnÙ ki l\áp) kn) ik\i umj( né lNÿ>

2, tuwni )tÐ ksidtÒ y* ]t)kpÓktm) su |Lÿguenkit,
yYÿ( nhik\tdß ;u ksku p;i w˱hkti ritTÿpur;i nKi ÿ,
ghn/sèu`trpÙbudniÒ ir]]`shnnieW*ÿnrNi ÿrj,

kli;twu ipÏr* ji otinki nm* nu[pakvukiÓednir>

3, kun*hlhyukËmnêtyeDÿ;mpÏkyhen\urip¡Ówni /,
w)nt* mwr;wienhthj(ytsrsnibdu ÒistkÙi ,
muw;r|i nrnÓn&k\incu pnÓ hysu irj;tm;hl,
nmÑ ]nÐ kueMÿjerkityywËh± kmru ikskU ×nß d& d>i

4, pg;) nêrki ebodpÒ k×nnlu su ¡má wyk)n]nÓn&jgt/,
ttnæu uwysi unæÏkitrieKÿk×mtkmlu iehg* j;wy,
pehnkmi n;telnnÑi pwu i;kt)mku mli wneiÐ tkhi n/,
sm\nÐ wwu su /yau [i iÕrgei Nÿrwnri rni ernÑËNÿrj>

5, mn)mhã irnIlcnÑËdni lu (ubni hi jki liemkitneß Dÿ;,
teNÿp)nhtun( ikp* hulrs& irnrptihsÓiNÿaki ,
bêtItrimlu i;nirpËvuyau i[iÕrtucptnIlcnËÑ ew;,
lNÿtwu itni \Ðli u\ipÛá ru ieknÑËnirnpÊ t]i dÊ tÒ nlÐ tu />

6, wr;ripatxmÒ nËÓ iyteSÿknU ri tutru iam( }ß ÿsËÓ y,
te) ksri blkËmpËsmerhki iddimneu [jgtÓw¡ i,
nikn* m) pu Ùsn* m) uhelkwi ni rhirehtuknêp;i ,
yewhinpu aitednirte) kpËsmsirsiCÿreknWi ÿ) >

13

7, sbnËhni NÿlKi ÿbc) ikmu j( éxtsirkbudsÒi tÙh,
nÑm\nÐ puri;neÊ p*ngrNÿrjsihnk) t) ipËejrki ,
kw(xÂnÊpk[Ê kÅ [( xsierkmi \tu ustdUtY(ÿlku,
kei Nÿnæu ki Êtw(mßstêkisri n¡\Þ yyripru neÓ Rÿmhs/>

8, pAÿ\Þwdrs& ePÿrjntnÐriritndi usnu ¡sÑ uneÐ b;,
mKÿdri si ierkPi ÿ( tÓiwgxpËsmttnnUtËs& k* li;,
knu t* uwihwu uswÞ sri hen\wÀ nsp) s) )pm)( hsiÂk,i
kw(xÂsirsk* l;i lmu kudtU tk) tki ri iNÿrejnucp/>0>

5, purnÓr,Á23,guru,7,7,gx,e][,2,lKÿr,
lggu ÿu llgÿu lglu ÿllgÿu lllÿlllÿglu glu l©g,u
1, hwu su pÐ Ùtl) s)ÓkprÂi sidUtnmu hsipru neÓ rkhi )n/,

yYÿt;pËvUnlI cnËÑ sirrkÙdhttiseykiwy^ êwn/,
wËe± hs* (gÙ pá dprÙ n& rkeLÿkrcnpawusÐp\há¡ n) /,
kËMÿsmÓ êhwu su æni ni rÑ id2mæru ni irswewkiednir>

2, rEi weRÿcxewhnugËhsiRÿvimtnpÊ tinlI cnËÑ pi;,
jNi ÿnsu æu ßrexnur;nirlNÿtsi ytyklbU \(jx¡é ,
yehtnu ê\m\áh¡ |* lkwIrpuru[ntiYÿdaeu tj* gt/,
tl) sÙsæddtU krÙgtisp* Ëbru ni grNÿrejrKi ÿ>

3, rikpk*Ù tÊ w(msß têkigl) si æawlyu mu lu ;i mer*pru i,
ddei pÙkisieRÿjr&nÊptikÊ[hÅ larkdk& p\áih,
sh*Nÿqkl;i d\) o) kdiriwtÊ Ónirski tÊ wm( ßstêk,i
kpp* l* irÙ ik*kwy^ ênri ednirnrptinlI cnÑËt;>

14

4, ww*Nÿqkl;i gueMÿ[xriwIrpuru[yduwÊ[WiÅ ÿxÒw,
mKÿd&sipmnÐl;i s\ami nËÓ inri shnn&henryi ,
peÙ sNÿptsi IfËsni ê\ikieNÿnuæirpams(NÿhytÂew;,
yynËbpÒ DÿyDu ÿkËmtmu Utrbi lsibliyrl& g>

5, tTÿekØÿhixiynuæin\p)Ð nWi ÿryau hnukr;i nKi ÿmæhu ,
lwnæg*Ù jh]eÙ lnËqpDÿtpi ayhumap* Ës\Ðípi;,
pAÿgÜÿnmu ji li ¡ám)nÓ)rremtbt) bh) niKÿpAÿsrÙ ,
ÁSÓÿmËÀ ikuæinemni\]gÙ jWÿhnnri yduw[Ê WiÅ ÿnwÒ >0>

6, sËgÒr,Á,21,guru,11,l,gx,t)gp) /.
ggu gu uÿglu guÿglu lÿlllÿlguguÿlguguÿlgug,u

1, eyKÿz¡é(n&lmu koÙ muhrtpaeYÿagri *pË*s)Ïy* ,
tsÙs* s*Ù Ùm* w;Yÿm)nhu i2bhu gus* k) ×s) )k/w*tÙ tnÙ*,
eYÿA*ÿyeu dkÒ wRI ÿyau ytikyei Nÿantß pæËtitipuæk) /,
ÁtêNÿÓ Mÿnu{ÿegpalrilrni w& IreYÿanÜtxÒ*>

2, ÷enÑkg* DÿeTÿmrt)wk) \Þ¡ iedoÓ liegYÿÏppË*,
nnÑ )eÀ nÓík*kQÿwrI ydugxsiRÿ\Ðt¡ÀwusÐpÙme\,Ð
kÌ[ÅmÙk* ([XÿgÜ\Ëh± unli kpu er*pnWÑ ÿt;tenÞn/,
Mÿwn/YÿwnËQÿpUw( Ùmnmi ykeb;e}ÿviTÿVËÿpËdpi >Ó

3, wnÙ Ón) ËkoÙ ]ÙsN* ÿqdhtikwi ei ][pË}ÿeskÓ di bi ê,
sidËopuesækYi ÿb*sri swi lhkepkÙ h)k[Ê ÅrUp,
÷ke* ]ÙtpÙrUpnê\rnki ki ei snêpËteI TÿtÓemKÿ,
me*Ù ln]kÙ nu &kêotiytki kisukNÓÿtiYÿ\däT¡ ÿkn) />

4, eykpÙo\IrÀ kN) ÿÖ ktnirp\s;i n&hê\ienÑË*d\Upi;,

15

tnÞínlÀ) êneé y\Uni|lr]i tyDÿñ ly*l^ÙkeTÿnê,
ednêodÊsti ur\oâ lhtisytr&SÿrTÿeMÿlirkÙ,
NÿlkÙorni ÑËYi ÿr;ringrnri a(Mÿteß jks& inaên/>0>

7, wsnÓtilk,Á,14,gru u,6,5,gx,e][,2,lkr,
ggu lu ÿgullÿlglu ÿlglu ÿglu ©g,u

1, ]ifËnÑt*pÙrigj;wyNÿqkr,Ù
teNÛÑÿmsku êrdi 2mæurhseiÓ nnËÑ ,
\ÐopzÇpxwÒ keTÿnhÐ *mÒ Kÿl,
h({ÿgun)mæËsmSÿnkri pAÿttU />

2, jgæËpkÓ Ì[bÅ ledwtTopÙlu\á¡;,
tnuæ\æu eyhai p) ri nÞwwu su iÂr\oÐ ,
l&eksWÿmtru ai (mßsTu ÿ\eu pk×,
sjñokkpËvnu imithÓ lu nu rß e\Ð>

3, \*Ùmtên\Þ¡rugNÿrjed]\ifË,
vUmIrs*pËvmu Nÿmsni lI cnËÑ ,
ednÜtni \sá ri tnèhi\ntá inê,
Á\Þimædpi ËsmNÿqrmi (têeLÿk>

4, ednÜÿgewnrkeLÿklnni ÑËeLÿk,
wei TãÿdpÒ k×nri ehtnu iKÿt)munê,
nnÑ æoÙ rsi *pËvhu ÏpÙ˱hieKÿtmnê,
sn* IlcnÑËrtNu ÿrjed]rkÙ>

5, bdu sÒ ßÌtIsri mKÿdiknu y* etk,
EbdêgËwi ihêwkei rkuysvu* ~ÿr,
16

EweRÿcenrski l&nËpkÌ[Åm\oÐ ,
]ifËoshs(u ri mHÿrjam( pß utË>

6, d;u ek]Wÿn)nÓ \i lu nu Ðti Nÿqdbi ê,
ynß\ÐeNÿjrrimU(tigÓ eu MÿpTi ÿe\Ð,
níÑ e\sÑ h*trigtrI sinlI cnËÑ ,
RÿknÓtn\ß nueMÿdhÏpmÓ \Ðo>

7, px(mÒ nß ti êdni ml) ÓyWÿaekKÿ,
ÁSÿÓ mËieKÿ\¡ÐpatnnÀ eykeDÿs,
Em\t) Ri ÿnmß riWÿrrei KÿkukpÙ,
ednÜnuæiR(ÿpni kp(tiwÓ edkknÓ>

8, ÷Kÿmpk×khu Ri ÿrn\i m)kã i\,*Ù
ydên\À yÙnwi wu usÓlwnÏÀ p,Ó
me\pÐ ehnkrTi ÿ\n) \)nêwkÓ,
npÑ Ùosh(ku irti irn& ÌpkÌ[]Å fI Ë>

9, SÿjñonernÑËsdi nzyé eMÿjerki,
ynß\ÐNÿjrki k\kÐÛi ai m( ßptu Ë,
ÁtênÓyn¡gÑ duGÿguxNÿrejnËÑ ,
eYÿegênwi o) shnn&wni \un)kÓ pÂí>

10, ÷pixÒpxi Ònikipxi Òr&PÿpeLÿk,
m*Ùs(ÙgeLÿkgni ewnêpinxi kÒ pÙ,
tenÞnæÙeykp\jm( neu [sjoti,
Sÿkçu ÿkÌetkÙgwyp* itutg(u tinê>

17

11, eMÿhutËei W*ÿngrNÿrjdu[mÕ Ua,
em\)tÀl¡ nu Ësi irNÿrjNÿq\Un,i
eSÿj(nêrk& kyuai[Õri \Unni ìkÓi,
em;n&kni y( ênirlnÀw¡ su &sÙky( ê>

12, mÙv* mI eMÿjrshs(u ireMÿaNÿeg,
SÿjñopËvu\¡nÐ Ìpek]wWÿnÒw\,С
ynß\NÐ ÿ\)n\)nníÑ ninlI cnËÑ ,
w˱;pË;i dwkrã niKÿkËmn&sm\Ðo>

13, lÙN^ ÿrejnÑËhudÏi nÓyelntá inê,
nÑnËÙ ±;sierkzi rTi ÿkn) PÿpeLÿk,
ms*Ù (ÙgáeLÿkthtnnÀ eDÿ[yku Ó,i
Á\Þmæsu *npÊ titæÙmuw;dte* \>Ð

14, penÜmewrsittnæÙptUtÐewrn/,
ynuæIhÙ ÏpÂÌptiNÿtlu su )næu ek[Õi,
ednênirÙ k* ruhurnátinp& ËVÿw,
yetÂsum\Ðínki is(wgÙ etnernÑË>0>

8, pËhs( ni I,Á,13,gru ,u 6,4,gx,e][,1,
guggu uÿlllÿlglu ÿglu guÿl©gu

1, eMÿj(kÌ[Åhlaeryuai[Õierki,
eMÿhnu mß tÙi kru ivpU tpi Ù]ifË,
mhënÓxiÒ\nsi iNÿrejnÑËkrÙ,
sw* Ë;± sÙ(gsá irte) kriPÿpkpÙ>

18

2, mgÜgÜnæu ri skrp& ~ÿrnê,
me\ÐrkÙpat)dunÐl;i psÙ hê,
\oÐ Nÿ\tÐ æu ir\lrisÓtnëmnÑ)g/,
NÿÑ Nÿhnm¡À )n)\)a(mpß utËekpÙn/>

3, me\ÐvmI kri itmi aËpi utËkrÙ,
ÁgÜkpÙsri tru unÓe¡ Mÿnsi *r,Ù
]fi ËopËpyÓ rwi \unrÓ¡ \nÐ xgÒ) /,
eTÿeNÓÿnÌÐ [hÅ laeRÿ\áhr& Qÿeg>

4, tnÙ±n\ß Ðtlmu rsi æaod¡äetk,i
\oÐ s*vImgmu yu urikËmnês*r,Ù
r&pk×pËvubledwkÌ[mÅ \Ðo,
l&nÜp(qnklu næu HÿmRÿri>

5, RÿKÿpk×tumutru ipËvru Ùme\,Ð
ÁhënhÙ± êlhirmpËe\*rx\á,
ÁtxÒ&rski lwnuæinlI cnÑË,
PÿÙ l;n&ydwkeb;riydu kÒ (yê>

6, \Àm& æ;\Ù\tti du(gmá kËmnê,
ydên*ÛåprrikeNÿmlu tuæri \oÐ ,
em;em;pÙokpu ni )jhniËnIlcnÑË,
Ánuæ)\¡á;nêkktmu tU ël;seDÿ[>

7, m\oÐ t;nyi ttHÿsinlI cnÑË,
\yÀ& enæu ortulusl;nÌprÙrp& Ë,*
p\ieá lrÓ iykupÏ*tmUtstê,

19

Á\Àt& nlÙ \tyi næj) ;kKÿnnÓ) />

8, em;pÙokÙikêwlhi ru ipnÓ KÙi ÿr,
nÑíe\Ñm\nÐ rith\ÐÛki &gtni ê,
Ánuæ*NÿqngrNÿrejkyi ku ,Ói
ÁtÙr* &sirkka(mßputËtnæu Ë>*

9, WÿspÓ ÙnÙnsi ri WÿakkËmnê,
wÙnnÓ) æsu æwji ymu\rá¡ &twu u;nê,
Áp( dßomÌtmÌtjwI npI Ësid,Ò
ynên/wÙ*ptyi tur*mu SÿnkÓ nê>

10, NÿÑ Nÿhnæru ihri tpsÙ \uæYÿn)nÓ /,
ÁyÙonnÓ) ÐtigtumUtku*lummæ;,
ynÙ˱;\*Ùpj) hlh&rXÿ\ámaê,
nÑ;m\oÐ krihrvi ImmmÙitgê>

11, ÁtênoÓ rni irswisYß ÿ\Ì\)opi;,
A;u m\oÐ rski kK(ÿyêvImesNÿ,
nÜrni Óohënki ti umUtËei km\Ù y( ê,
ynËÙ ;± pÙkru ikmhtíß n&dt\u oÐ >

12, eyKÿnugËhri twu inuæekv~ÿr,
hêE* weRÿcnrsi inlI cnËÑ p(Ux,Â
m;me\lÐ mu kukKÿ( yêvIm]IfË,
eNÿrpoÙ yuasirsk* ptm¡Þ mæ;>

20

13, pnoÓ mhënlgripËeYÿjnnê,
\&ÀeNÿeNÿÓ niryi kri;hÏpÂís*pt/,
m\oÐ rkÙdgu duegkis*lmu k,Ù
lmæ;s*kcturikbi êttI me\>Ð

9, wki ÌtiwKi ÿr,Á,23,gur,u 8,7,gx,e][,2,lKÿr,
glu lÿglu lÿglu lÿgullÿgullÿglu lÿgulgÿu ll©

gu
1, nÑnÓc¡ pr* ilkbu lsn* ÌpkÌ[lÅ wnãledws\pá) n/,
\oÐ mkp\ájs*wt)k&rjptu Ëlwnêawu Ì[iWÅ ÿnwÒ ,
pËpÓrip\i irá ik*ngrpËvuNÿrjed]mHÿtei Fÿry,
gdádkpÙsePÿrdusnu nÔ itnÙËh± ei dypAÿtiwisßy>

2, tnÓhuehtuniKÿtni )knß¡suh(dmÒ bpuæhYÿyAu ÿkËm,
g)nr¡Ó wsu* Ùrenryi ginlÙ eW(ÿmru WÿpuhRÿÏsm& n;,
mp*Ù shbí niK*ÿbleYÿalNÿwunhu næËsMÿtËiYÿsru k/,
ekwleykhwu usuæirkpÙsni ki ×nikb* lwrI ydu gÒ >*u

3, tpmÙ HÿtËitwnré hnæniekkwewnÌpa(mßw\tÖ ;,
jËi;pËsMÿÏsik*bls*pËvNu ÿrjYÿkt) r) nyÞ UpÙs(,
tnÙ˱hivoygl) isæaeYÿm)gil&psVÿnæËvuNÿrejkihn/,
tnÑÛmsUkdi 2mæru eHÿsheHÿsênjp( Ëcelt* hu nj¡ß (>

4, Nÿkhd*sri NÿrjNÿqtin\lÐi itxÒniRÿgnu )mn¡á )m/,
eykmKÿdsi ri m* pti;kctsu( \Nomgenkt\u lá ,
krpÙ t;i svi eyktGi ÿ( mdewkkptpß ti;sei w[kÅ¡ ,
kpwÙ ei n;pwr;sirednirNorjNÿqkbudÒistÙki n/>

21

5, tnhiÙ e\kdli n& Ìp)am( ßsTu ÿsri \unÓ)ns;i dtr* yi ,
tnmÑÛ ÏkÌptpi yÙ p\¡Àlup\Àl¡ nu &wÙ\ei d]ed]sk) /,
NÿsumuyukæaeYÿmtur&sirvpU tNi ÿrjrp& ur;i nKi ÿ,
a;u nÌptpi ËvNu ÿrjed]ptki ÌÂ ptpi dÙ )h)omusu;dt*>

6, m*wÙ usWÿsÛ\å Tÿ) nki ustËn± ernÑËwtk) êduwÌ[iSÅ ÿnkÑ ,
yntÙ Rÿk)ns\íÐ nik*bleYÿadt*swrUtis\)pá n/,
Wÿhnelnjá h]tÙ uhunæarb\Ñ ydu ÒmHÿde¡ä t\ul;,
kpgÙ )G)ÿcpeTÿmreKÿnlÓ wnÓËi]Lu ÿtsi YÿwMÿny>

7, m\áln&lkku Ì[lÅ wnlã edwtumUtri wbËt± nsÐ ;,
elnugÌesnwru inêsivImdnzéymdËisuTÿkeRÿtinUt/,
ekwltpnÙ szétkpÙkeTÿnuæirm\nÐ l&niKÿ* mÏk/,
NÿrjNÿqgigsu Ùmn;nênHÿrilkpu* apxeÒ wkihn) />

8, ]ifËmuj(sri NÿrjNÿqpt;i lhegkieNÿneã Lÿm\tÐ ,
eykmkrÙplu ;u shmnËÓ isnu\lá Ki ÿmkm\Lá ÿ\Þ¡rgu /,
lhêpti;kctt(u yei NÿdÒndnæÙkeb;sri txÒmnÓËimu,
õdinKi ÿsibLÿaki nÌtêgXÿkËmrb\Ò széetkhi )n/>

9, e\Ðkmu lu i;rikatÙndnßs)Kÿhlmu kdÙ ulku( iTÿ\¡rÞ gu /,
ÁyÙtwsi yß r&ptiydêpei Kÿpj) ehr* xky( êmxÒl,
nÑkti wsu ÙËh± eyk]rIrmmkI ittnæinj) ;riszté ,
w˱;pÙkum\Àrpi wÙ\ki *mtieNÿrmsnêpj) ;pj) ;sri >0>

10, giri],Á,16,gru u,7,5,gx,e][,1,
lllÿlllÿguggu ÿu ggu lu ÿlllÿl©gu,

1, Ápnpgh) s;i s*hêew* eRÿcnrikm,i
22

lmu kku ti tS)onnÓ uæenhÑ pyÙ mu lg,
wuwsu ri ripti;m\oÐ NÑÿn)mhã irkpt/,
t)kr) ishnnb& ÌtÜnm) ã;pËxtkeb;>

2, muhunaahripËm* gÜgÜpËtihty,
kÌ[ÅmulihnernËÑ e\ÐriejËospÙ urnir,
mwrhifrinnI êp* ezKÇ ÿpni Ïkir,
sni wwrsiklwÙ^ (xh êl* imdyTi ÿ>

3, mnsi tsi ysk×tkÞ ×nIß m& [kct(u,
pËthi tkddu tu ÀhënÀí*mnqß nurun,i
ytikkhiap) nêsÓËi]ËNI ÿrjklmi ,
pjrkn) gtsi *]ËaI m( oß tjß sri ew;>

4, twu isri rmu \) o) pw*Ù Ìet*Cÿrkmwwu su /,
yys\rki eb;wusÞ\¡ Àot;rski tumUt/,
rli kunÌpkli;kÌ[mÅ *ÙNÿqhlar,
ddisri mnukUs*NÿetN* orjkhÏp/>

5, mnhirkriekm%ednÜrinêpatmu tU /,
cplsirh)n%mhën¢ÓtÞmæhri kpt/,
grwlnirm\u á;\Ðoen*ehmmyrq,
hÏpri msyutË&s*ptæxwÒ tki hi n) />

6, muhutsi ri \smdä mÒ Ù*kÌ[Åhldr,
yyrski jGu ÿe\oÑ nÂoet*Nÿrjklwn/,
nrptsi dlu (us]* ËvI mU nI ÑËklhi iKÿ,
wl\i ri tyeDÿe[Kÿ]ËNI ÿrjptipi;>

23

7, ytki krx]fI Ëo\tÐ æu a* m( tß nyew;,
h)n)\kn) kQÿsN* ÿethsinÓ r\i wn/,
wlikn) ki mi wu ;s*Nÿet*Nÿrjcritn/,
tcu ptsirhni êesÑnF& ÿrnirlmi >

8, nnÑ inpyi tiKÿhêsæhêsr&Â tumlg,
l\i irklimsv* PU ÿelN* ÿrjdyiTÿ,
pËsmswlminoÓ* w)lênæzyÇ rri x,
hnmlkuk)d)oeDÿeDÿtuæe* k]whneln/>

9, rpinirbledwpÙ*pni nÓ êyypei nt/,
hnmwuwsu mni eÓ pKÙ ÿeknIämhnlk,u
kwtinri sHÿedwm*Ùs*nklu sri ,
pabni inirs*vUmni ÑËominpÓ hulew;>

10, gmu yu su ri sh{( ÿ\á¡tæu *vpU tirmu \) o) ,
k×xki yrwi \unÓt(¡ pnÙ íÞ næu ri dmu nu u,*
pni pgri yi edn&wedÙ*Nÿrjsmuh,
ytki wustihr* bsÒ* zétsri keb;>

11, ddirsikmenkße\rÐ &]ktllit,
mnimysglnnÑ IÀr]ÙrpÙ arGi ÿ% ,
rki lmu kusinu\*ká uzoé R(ÿlkru \i ur,i
hn) )\kn) kQÿv|U oel*Nÿrjr\i wn/>0>

11, axkÒ ,Á,39,gru u,21,13,gx,g)np) /,
lllÿlllÿglu gÿu glu gÿu glu guÿglu gÿu gulguÿglu gÿu

gulguÿglu gÿu glu gÿu glu gÿu glu l©g,u
24

1, tcu pblp\z¡érl& mæhsr*pgtu ÙdÙs*l\állpI dNß ÿVÿlGÿS)
ÿsli ;i dUkuæ;i eHÿleWÿr\m)Ñ k/,

wk) snlhiKÿblnê(oyêeGÿwinÑln[Ð( exkê\r¡Þ uegÑ]
sn* lI cenÑËrKi ÿekÙ;pj) ;mÙ*nNÿr&rx,

riknbni ureu dnikw* rI eYÿdpÒ Ëv*Nu ÿrjo* e][e]{ÿnÓKÿegmilgߢ(
kw(esÑnieRÿdËo* belN* ÿrj,

hnytuma) nu &jure* jËok2b&ÙklIKÿ* d2emnÑ êegtnæeNÿnËotßh409
ÏsÀNÿskU æu ku )toÀ tM¡À ÿ) et\ls/>

2, ddddimimg) )gli li itituhuhnnêtêtnuænai uæÒkai pÒkÙop\ÙoÀw\$h˱kki s* t˱tnÙË;± riDÿey*rx\áoeh
twÀ $hKu k˱kinki Wß s* ÿ;tWÿ˱t;sn\) Ù˱;ti rDi/, ÿey*rx\áoehtKu kni Wß ÿ;Wÿ;s\) it/,

sirpryaeu bojwÌ[ÅínKÑ ÿwislã nênsÑ s* têkmi Ù*sri k* ÌtwÓ (Mßÿsig
og)mDá axmÒ \Ðt/k×x,

pÙni[t]reXÿgËeseNÿlß¡km*ÙgDÿwvËs± Mãÿdul(ru ukinß pI tu Ës*
stêKÿS)ÿlwnxÓ mÒ nËÓ inÐeb;,

mwu hiksi ni Hÿynk& ðnæti;kÜtiwÌeDÿÒ dwodni ês\Ð)
pËsi zéotme\ÐmeS(ÿwdÙsn* IlcnÑËpÙy>

3, riknkthik*p)j;m*kÙ nni æËi;lwennÞ su uesÂÝmlu eU lnækÙ nÓnê
ops;hnpÙolyUYÿsl;Sÿyau ,

slihtikti )lsÐeb;vÌtês*nlI cnÑËolyUednirkðnæt;i tc*
tS(u ÿhSÿeYÿmS)ÿsk×NÿsË*mmUk/,

wrmu]lgednuy%cnËÑ HÿSÿtitki ØÂÿlu\ei DÿÓ mropU(wlÙ n)Ñ
pæAÿ\dä¡TÿknÐdiwÜfËs\i Ào\m)Ñ k/,

rki klu yauebojwÌ[íÅ nKÑ ÿl;ktueb;ÛÐ pj) ;ednri kðnæt;i
s*ctu(r&rxkðottæu idÒeyKÿpuli;>

4, mwu hki inumSÿ) sbi ÌtÜaiKÿRÿ* sekpneiÑ d}
ÿtlu *us*pti;ptmÞ¡ \¡mÐ* W;Wÿ;gtinÜn)Ï*s*yau,

ginÌkki icinc;ri\sÓolinin;iÑ dni ukpÓ sÙ idoÒ plu ;i s*yauepÙkÏi mæu
;rub;u SÿkwÐ s) æoÙ lytU nhÓ n) /,

mkni tisykÌ[lÅ nÐ[( xeKËÿdeTÿnæu ^xÂkepkÙ iwÌ[ÅínÑKÿeSÿ(
gl) si ÌÐ [mÅ \æu o) tumn*Ñpt;i ew[Å¡k,

pÙhlartmu nÑ\ihËk± ri kðnæti;s*fenKÿsËk± pÙopul;i kËr±
25

mnu ÓbuæiRÿ\dT¡ä ÿkn) lÐ i;r&rx>0>

12, ]ikrix,i Á,17,guru,7,5,gx,e][,2,lKÿr,
lguguÿggu ugÿu lllÿllguÿgullÿll©g,u

1, kunm* e\wÐ Uknß ËÓ wi rmdewekkti mu tu ,(u
mhesçÿsênË& wrI yamu lyUTÿlêninsu ,i
kp\ái;me\vÐ tI ygwszoé trsik,
muj(d;) eKÿs*vmI prnikihn) /e\Ðkittmu tU />

2, hÏp¡ÓecÇs*Nÿrjptdi uRÿCÿrmrei k,
ww*s*veI Mÿj(shru imdewekksi dgu ,
teNÿRÿpkØÿstßk¡ mirni ÌepN* ÿrjtuwi,
kr;i kÌ[mÅ Ù*k([xsri tiKÿs\) Àti iriy>

3, m)entkÙhênÙ˱rirski kli;mpË\ri iki,
thu nu åÛ*e\ÐeNÿeNÿÓ n¡gé tymwu ;s\uæykti ,
muw;eMÿjs( *kðnæthi tti mnæ(cÇytuwi,
hedeWÿkmÓ *Ùlk×xnikiydni ÑÌ[nÕ i\lu un/>

4, keYÿgênêlÙ^nw& Ùlgu tni ik*du[Õkhrn/,
puri;ne& W*ÿmpËtI yi lwnki d* [u lÕ kum,u
lNÿneU tnKßÿntwu issra& (mkß uhk,
tten\ß )tËs& ;i nêthu n\i ulNu Þÿgri ki it>

5, thu nu Âoqe\ÐvkÓítisyrsi *pxwÒ kr;i ,
pËsieDÿÒ l;Tÿpk×khu ri kni[Õolhki hi )n/,
sm\ÐoeTÿjk( ðnæthi umnunmäI mnh) $,
mt*nêeKËÿdd*Ò gsÑ ri rum\) )oWÿkí spi ti;>
26

6, ss&eyKÿrUPÿyudriyyepttÝÂ kwi ulew;,
k×xomUkuæv* IMÿrÏu kimdewKÿlgsri ,
veyKÿntU Â&st˱lricritn/e\gÐ tni ir,
pin\ái;edRÿ( yê( ojéx¡ ttnszéotrski >

7, rieKÿj(me\kÐ ðnæthi si irs\e( yênÑËtny,
mepeKÿmpË*tpnÙ mwyuszoé tmriek,
shu(]ifËo( eyênÑËotjß tnlg\*rÙ ki itew;,
sri *kÌ[Åmk*Ù [( xsirtiKÿs)\iÀti\ia)p/>

8, me) n\Ù*e\ÐeNÿeNÿÓ né¡gtwu iyynËÙ ±gtni ir,
nÌperKÙ ÿtnm&Ñ klgtuhnoÓ pË\irik,i
muw;eMÿjp( kÙ ðnæthi mu numnuæ*kri itip;i ,
hedHÿ;eyeKÿjk( ti lwnki ihnkÞ ×xkr;i >0>

13, jlarml,Á,12,gru u,8,3,gx,g)np) /,
guggu uÿgullÿgulgÿu gugul©g u

1, tpnÙ oé tjÙ yñ pu (qjotei nêki,
dUr*]eI LÿtÓmttU ß¡tcu Çomkã) ,Ó
dki ß)\áe) pÑnÓ\Pu ÿysnkIÒ êpË*,
wË;± \eÙ* MÿPÿylkundÓ [u Õotên>Ó

2, eKÿeskpËoykri;lwnuæ*erÙki,
ss* joñ ]Ëbi ledwlnÖËikÌ[Å,
wË;± poÙ kÙ&ttkÙ mxKÒ ÿjikÜti,
úPÿeYÿepk×\rnêePÿl;enêki>

27

3, wmÙ* )\á)puçÿaukdipÙeKÿp(eqki,
ÁtêNÓÿminyÑ nu isæËHÿemet]Þ ê,
eHÿn*ÜvPU ÿlwen;kei NÿenkÓ ÜpË*,
yn\ß ÐtæoÙ \Þr¡ eu gtuhne&ÐÛ ken>

4, ypÙnæu Di ÒÿlhnlI cnÑËepkÙ i,
\ÐoeNÿl;i eKÿtËibgs* RÙ ÿjênÜWÿs/,
Nÿhn¡äkniÓ nÓ ik*|elekrkÙ,
eSÿPÿyeNÓÿmn) \) )psÙ ei d*kÒ piÓ>

5, eyekepÙkt* inucpÂeYÿepkØÿt;,
m\ÐoePÿl;tkietkpi q( e\Ðen,
mnu ÓebÐËodnês\(rêp(qopU9w,Ù

ednÜtêenÓomnmu nêYÿe\ÑMÿn>

6, ]IfËom\çu )ÿm\wu(memtuçÿzéot,
mpËY* ÿ\ËÀ ±kuæibeykYÿhtxeiÒ \,Ð
h{( ÿmã)kÖËbI ledwkÌ[\Å oÐ n,
ednÜnäIm(oj¡né Yÿtulue* \ÐwÙnÓ)n/>

7, geníÓ kie\Ðtucpn) átei nêkêpË*,
wkU í ]ËIk([xYÿlegkÜtxÒ&,
mÙe* ykkðnßpti;fenkepkÙ i,
leÙ^ kwËnÐ[( xrr& Xÿ\áot\)Ðp/>

8, aÜyeI YÿGÿtm) hnæÙNÿGÿKÿr,
]ei FËÿm\uæ)omnhtu âenKÿpw(U ,Ù
tn/wêM( ÿrppÙ t;i fenKÿeSÿr,
28

rugËã {ÿÕ \oá nêdli teiÙ [k*eRÿdË>

9, nÑnæË*s*vImyeTÿcepKÿme\Ð,
wË;± rt& enËÓ *dpi Kÿjmi nËÓ odIr,
smænu æU(xÂ*oddki uzÇrodp( çÿgu*,
eyKÿ\¡Ñkuæm* newk]fi Ëotên>Ó

10, Ïmæ;u së;lyÙnki *pt;i skÖx^ ,Â
tençÿl;i Yÿ\du li IpmUkuæv* mI ,
mnu ÓebËÐ odpËvukÌ[eÅ RÿdËk˱r,
sh* ê*}ÿsËÓ ojimHÿtim\áelêki>

11, eyknÒÝyrI mji ilwÓ [i eÛÅ \oá gË,
Yÿnme¡ã t[Ù ¡Åkegbinn&Ósë;sk/,
\Ðoen*hrU unêlinnsÑ nêtêkËl/,
smæunß\ÐoinÌ\&wi{ÿgÂei kËor>

12, wisãseßI Nÿr\e][]^xÂowkÂí,
h{( ÿmãk) æq( teu Mÿnæu ri ]ËkI Ì[Å,
eRÿetKÿ\áonri wi[Å¡m(tU kI êpË*,
em\)tËkÙotßkw[i j¡Å otei nêk>i

13, e\pÐ P% %ÿAÿrxeYÿgsp* (qoeg,
smæ(uxo \oá nirsidÒkpa*Ù ÜyI,
Pÿ) ;enêKÿwi[¡mÅ \ni ÑreTËÿdË\uæ)o,
eNÿRÿmæ);eYÿmt) urdu ËbhÂeI ntË>

29

14, smænu ß\Ðodni )2v* eyK*ÿag,Ñ
vsIßveU tkêtm) ;hwUszx¡(Ç ,Â
Mÿr*ptßnËÓ inier\ynu çu ÿkx!Ö Â,
mnu eÓ bÐËodpËvuNÿrj(oeTÿnuæp* t/>

15, mw*Ù dbÙ Ë[tÕ l) seß Sÿry& ud,Ò
]ifËoemetêkgAÿpË2eMÿã gËoks/,
tnÑoÛ m\çu )ÿymptËyuedÒkêpË,*
pË*m*NÙ ÿGÿkÌtivI[xobêenÓk>i

16, \t&À enwÐ Ënæinupu;hlu UsN* ÿg,
b)n(mÓ U(dnÒ êpnu ;ppu gu Óomæ;u nê,
MÿerK*ÿNÿgttnæSÿrepkÙ i,
Á\Þi;s*]Ëbi ledwNÿen*ydu Ò>

17, me\Ðpni Ës* irg& joG%ÿeRÿdË,
eFÿeRÿm\uç)ÿsni wtuæuknu ênÜtêgÜ,

edn&szoé tgeDÿgËeRÿdËopUw( ,Ù
Ïmæ;u së;rnu Óh¡ pun\Ñi nÜknu Ñ;>

18, mtÜ\Ë\± ¡Ðkm¡á ru ;u tei bv* UmIKÿ,
ÏmækËg± nÓ æbei skis*vIme\,Ð
m\Ðei nÐËodpËvku Ì[mÅ t(U ÝÓ pwU( Ù,
\ÐodËok/eYÿt[( sTu ÿsni m¡ãtÂÝdÌs/>

19, eswuepKÙ ÿ* t\n\)ÑmkÐ˱Rÿ\ÀËk± /,
me*Ù swpu *tÙ \n\áWÿSÓËÿl\u iÀd/,
Á\¡eÑ kÑhpËvunlI cnËÑ on\i Às/,

30

tnÙítêls^Ù ni irtuæekeTÿYÿtsi />

20, m\ÐopËsoÓ wniRÿneÓi bs* N* ÿq,
kpÙol;eykppu gu æun;SÿkÖx^ Â,
tnrÐ êmæ;u ni]eRÿteÓ mKÿrkÙ,
ednÜnÓpÙnÀnp\áritßetËy>

21, ]IfËome\Ðwni 2s/wni kU ËÐ ±RÿkËl/,
denkÑ w* k×nRi ÿrim(tU IÓnn)Óm/,
eMÿeGÿ\%tÙsí kN) ÿnÒKÿRÿ* citÓ,
tsÙ*eKÿmnæu irpdßNÿevnni Ño>

22, edNÿeqN* ÿrjYÿtki e[Õoj(nê,
eboe\Þohße\rÐ irx\ámeaêomi\tá /,
se\\Ð untÓ æu irSÿhSÿs*p(q,
mjË]ËI NÿrjNÿqtu\á^nÜdÌ/>

23, eswpu ÙosoÓ nêtixpisnÜ\ÌzÇ)m/,
\Àe& NÿRÿmifp pu ugwÐ \uælu pÐ ,Ù
TÿwnÙ n)Ó æÙ]* rm\áritßetËki,
le^Ù RÿnÜk&tmu ei b*]iLÿksËkÙ>

24, eNÿli;me\Ðs\ut([puetËkêgÜ,
eTÿnæq( kËr± wni kU uæekwunÓtÂí,
ÁtênÓeKËÿdniRÿpul;i eYÿm\uç) ÿ,
nmi tã /wk×o( jn¡é rg& Dÿdbi Üks/>

31

25, MÿeRÿ\e% ykkw[i m¡Å t(U nÓi Ül;,
nÑnieÖ fËlgrÞ Ti ÿpeNÿl;i Yÿp,
wË;± NÿeqN* ÿrjrl& yUs*erÙki,
ÁgÜs*NÿqmEvrwaÜyIy>

26, e\ÐgÜs*Nÿqn)b;pup*UKÿnnæi;,
ÁtênÓePËÿdä¡teYÿmijiläe¢ tnÑË,
vinÂpoÙ G%ÿ\rhu um( HÿeRÿdËoS)ÿ,
Sÿkçu ÿt^eÞÛ ykgunu*lumkpÙ w(U Ù>

27, eyKÿt\o*á tni du u;mru ]ËkI Ì[Å,
ús\^ oÐ enw* nghRÙ ÿsukËkÙ,
m\ÐetæÙk*klRÿj]IefËom\çu )ÿ,
eNÿrwË;± rn& yekwuhmeã) kí k>i

28, mÙ*msÙoaÜysni IlcnËÑ aÜyIn/,
smæun\ß Ðoyn)b;ppu rU &ekri,
rekÙKÿeykmEbrwYI ÿrnê,
m\oÐ \dÑ êpÙkli;ytÙ sI ÓËrI tÂ>

29, eyKÿt;s*rkÙ ieNÿnkÂi )pæu *p(q,
sw* us±e k×w*ß nYÿlyUeSÿrp& Ë*,
mm(U \tÐ uæs* ÓËki li;tmnæu enÑh,
ÁtênÓo\d¡tä kn) rÞ ni êsËÓ kI >i 0>

14, ](dl¢Ò llit,Á,18,gru u,8,6,gx,g)np) /,
guggu uÿllgÿu lglu ÿllgÿu ggu lu ÿlll©g,u

1, m\inÐ Ù±stÐ )mnu ê|l¡ánm\u upË&maên\i ls/,

32

esÙednêodËwpnæu Ri ÿlrittnuæDi Òÿ\Àwr) ik,i
me\rÐ kÙt)dnu lÐ i;pÙymÏkË& s*kri ti ieg,
m)\)pá (ßmrYÿtNÿprÙ gi tni Üry( êni\ls/>

2, ÁsnÛÓorsi rUmeß Nÿhrwji ilWÂ& ÿktsi y,
NÿDÿrk& yh\æu NÿdkÏ\)oynxÙ( n ikhi n) /,
tnuæ;eyksinm\ã l& ri i\\i k×IkÜnu\mnis/,
sk×tËkÙpm;nki *maju ru ;u 22* w* \Ù mult/>

3, k\k)á ÛÓsÂri \(yê|ol¡ná m\)oeTÿn˱mri kl;i ,
Ámk)ã ×g( ilYÿpuæRÿgxats* e\*sÐ urpd,
Emtæ\lIÞ mc\ÐËem*wnkeTÿNËÿG(ÿyêkirti i,

tnoÛÑ s)omÏky& tÙ rI lÙ lti noÑ hënæmÙ wr;>

4, re& m;nÜwcensierkis)Ï\);sr* *Ùski iryi ,
nÑneß \Ðkski )pæu \ÀinÑËtnYÿegedsirkl;i ,
tnËÙ &edyttnnÙ) r* sikeMÿl;pn×ËÓ ibism,
÷KÿPÿnsMÿnboymu t)m;se* rÙkisba>

5, k˱Rÿni\)otsi *dnzéyttnæe\lÀ uæirkli;,
ekniÑetÑsÓËikl;i t)hp$ pÙ ni lyoÙ kn) inÙ wy,
re& Sÿrt& ru2\¡áruk* htru &]ËINÿrjhj,i
sËÓ ierÙKÿdni du utwß¡ ;wlyu mu n¡ÓkËî\náÛ irlgi>

6, mz&Yé ÿpupuel*pupnU Ìptir&ekrIkyi mwu ;,
s;eMÿk;Ó mÏ\k& )dp¡ßlihis\ÐnnÓ æhm\) n/,
me\ÐNÿrjNÿqsmæunsl;széotrski ,
\oÐ en*}ÿkttg* DÿpyÙ in)n;eds*pËbmu e) n>

33

7, semãkb* lynßpli Öwnki m* nÓËinãlpa,
nÑnËpÙnæni upulÂei rknriHÿ) bÂ&2\¡rá u\g,u*
pËpÓpÙ(yêsHÿmR(ÿyênkuleKËÿDÿm)kã ri pi;,
Áe( Tÿnuçÿnkirolh&rxsVÿedNÿrjpt>i

8, m\çu ÿ) krÙpamn) &pÙsirkdoá tênmÓ l\u di /,
kËR± ÿ\ËÀ k± uæri NÿrejnÑËtyYÿszéotkteu Wÿn/,
ÁhënæÙow2eskknêmrYÿ\Ñk¡ Ù±nÓtir\i n/,
Án)Ñm\iÓ sÀ ikdátik×m l\u idí(Ù eqknpa>

9, sk×epÙki\y;thu nu êrwi lu ;u t\i ÀsæaniKÿ,
kpÙops) lÙ d&tw) k) Âri ppu uegÂoRÿwêtri yi ,
NÿKÿrunæu ni ki )pêetndukl;i eds*nrpti,
b)n(pÓ *Ùkpelksi r* Ùm2b)k*Ór;nêr\i ri *>u

10, k)m(ãlInkl;i pisnæalmu ;Yÿen*k×itti l,
nÑnße\jÐ ru s*nÌPÿmuplu k)neß \bÐ lnir,
me\ÐeTÿcpvqU Rÿjmusis]* ËeI kswmwu ;,
P)ÿ;n&vyumHÿtivmI tikihn) ßt(¡ inÓ êtyeln/>

11, k*jotipmÙ ijli uæekrti 2) \j& oñ enrnÌpti,
dp( æosUknÙ dg(u Há ÿsirtHÿr]& knÓi iwen;,
hn) ÓÝen*d2mj& ur*kt)mku Ì[Åolin¡\Ñ iriy,
suk×oß \oá nireNÿrwsæays*sk×tÂmnu mu>

12, wË;± me\sÐ ri vUqRÿjrimusu;nygÜkni ucupn/,
Ás\i áÛnênernËÑ ek]wmht) oÀ) tnuæni uspu n/,
pËepjÓ* \lá YÿtiWÿhêri\T)ÿbFÖi Ëÿdnnik)p/,
34

whoÙ ytæu ni ki )pæeÙ m;pinÌpKi ÿjgËokat)\>

13, ÷KÿkÜtis\xsÒ i\hsireMÿhutäq¢ bi[m,
ynÓpnÙ l¡Ó uSÿnikp) ßËpisri ]Ëiekswpwu i;,
eKÿnÜw\uæuljw( r;nri huweu soß j(walyu ri ,
]fi ËomnkuÓ i]Unêed]ytieksoÔ Nÿj)nk) ri >

14, sv* eU qnÑËmlu i;mujp( Ùrti uhenuæoj(kknir,
eKÿhutênÓyek]ewrkhelKÿednêskÏ*,
wË;± s*pËvpU tivUqRÿjlni )sunêepnÙ sukk)n/,
\oÐ en\rU ut)\)nuæni \Àrmuw;suek×ßnÌptwi us/>0>

15, Á]Ùllti ,Á,23,guru,6,7,gx,e][,2,lKÿr,
lllÿlgulÿglu guÿlgulÿgullÿlgulÿglu lÿll
©g,u
1, rti l) sri *p)j;nri sHÿmR(ÿyênkuLÿ( yvImkirti i,
rki ndtp* Ùaßm( tnYÿrqotsi eykkzÇnmy,
ddti keTÿnl;s\rri r& x\ánpj) ;ttnÀnkri,
kp)gniMÿntÌ[Åtumuw;u mew]s)Ï\;) mbhnÂi Ìpti>

2, mt) uthiap) ]Ð Urnri mhën*ddhrr& xo\ná tuwi,
k×xpni )n&niRÿyau mrpU pusÓkkri;meRÿtÓmtuhu,
stqi ki lieMÿ[eand)gk)nÓ)kpÂri mHÿpg);rixg) p) n/,
ytki mwkË\i k×rsKÿrmnÓËygn) p) uæWÿhnnir>

3, mpgh) nni íÑ eYÿghmu iap) æu Ëß tw& di]rIrtnÛwÑ )ksn/,
ymtm) hnÓiKÿgiÂkumtu gu æn) u;s)kumussu eÀ n*rxsv,
mrpu )kiKÿkeTÿnËvi wu NÿnÑp;i kt)kpnÙei ][nÌpti,

35

dhtikinIlcnËÑ speNÿnêm\nÐ puri;yau [i Õirtuwni />

4, sinptu \i neÒ Mÿhnynnêehtku mijli MÐ ÿnwivwn/,
k×xsri nmã¡TÿyuayeRÿdËvI[xgDÿpË2)mãgni w,
dntrue\sirpËvyu ai[eiÕ rkri ri x\ámaêrsik,
wl\i irtnæeDÿskt)knæRÿ* mku suarI Yÿ\wÀ r) ki i>0>

16, ÷nËÑ w\uæ,Á(aÒsmmtË,Á,12,gru ,u 6,5,gx,gn) p) /,
ggu ulÿguglu ÿlglu ÿgull©glu gulÿgugulÿlglu ÿgu

ll©gu
1, em;eYÿms)oNÿrjNÿqrr& x,
tru nu eÓ weRÿcxegpËt[i Õy,
÷p* dßmaÜlweswyu usi[Â ,
pbÙ jËyek×kig)n)p¡wÀ usËiy>

2, egm*Ùdt*Rÿks\xsÒ \i Àew;,
yeMÿhutmk)ã ir nlI cxÒËpi;,
ln& Ünk) )tË&pËvNu ÿrejkihn/,
hedhr;l\âírisy* ua[i riÕ >

3, wê(eqkik^tÓinrÓ \i nU si k×x,
w)ksæj) ;bêkÓs\otßPÿppi;,
skU Ë& kw;\Ðonrti mËã eGÿ;muk,
mwu ;kietkipkÙ )en\updËw>

4, edn&pTi ÿpti ËnKi *ÿhuwuseß Hÿ,
siwsu dÑ ihês* irtzLÇ ÿsiÔti,
eKÿYÿmpu ugÐ^tÓni ierd* \hU yu,

36

ydinég¡ eKËÿdlNÿtni tU ik>i

5, pnxÓ mÒ nÓiËpËvPu ÿxÒ¡r&d\U,
thu unrÐ i;eKÿkhlu unk)Ó pÂir,
s*PÿxÒp¡ tu Ëo* m\rn/yua[i Õir,
ddIkieSÿPÿnrei kp* tni k)Ó >

6, tenoÑ ;kti pÙo* ddiCÿrru s& ri ,
v~ÿra(Mÿ(ß pni Ïkæu iRÿshi ,
Ázéotsi p* xÒ¡sTu ÿyau [i riÕ ,
sRi ÿ\dÑ m& aêpdpÙtneÐ ln/>

7, nnÑ Ónæt\i lá dÙ iynÓe) kp* t,i
pkÙ Ì[Åwi[ÅÛotkß tneÙ n;sir,
÷kw* n) *rkmÙ hykiÙ s* Rÿt/,
nÑvkieÓ Kÿrs& irhylÙ \nâ >

8, yn^xÖ k n) ÐÌ[yÅ au [i iÕer*rx,
twu insÐ ai nÒ æaSÿkk)Ó pß¡ws/,
se\\Ð s;i hê*kt) Aÿrek*kit,
EweRÿceNÿmn)lÑ ier\* wkËr>i

9, bêekÓkic(xU Â*vuwNÿt)m;tski /,
v`rNÿeqj* gtikêmigËh,
tnês( iNÿPÿrit)m;pÙtipwÐ ;,
kittm) ;pt& mi si;seDÿ[t;>

37


Click to View FlipBook Version