Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 41 e. Pemeriksaan fisik f. Harapan keluarga. 4. Analisa data Setelah dilakukan pengkajian, selanjutnya data dianalisis untuk dapat dilakukan perumusan diagnosis keperawatan (Achjar, 2010). 5. Diagnosa keperawatan Menurut Mubarak, dkk (2012) untuk menyusun diagnose keperawatan perlu memperhatikan tipologi dari diagnosis keperawatan yaitu: a. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan) b. Diagnosis risiko tinggi (ancaman kesehatan) c. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness) Etiologi dari diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan dan keperawatan (Achjar, 2010) sebagai berikut: 1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan disebabkan karena : a. Kurang pengetahan atau ketidaktahuan fakta b. Rasa takut akibat masalah yang diketahui c. Sikap dan falsafah hidup 2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan oleh : a. Tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah b. Masalah kesehatan tidak begitu menonjol c. Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang pengetahuan dan kurangnya sumberdaya keluarga 3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan karena: a. Tidak mengetahui tentang keadaan penyakit, misalnya sifat, penyebab, penyebaran, perjalanan penyakit, gejala
42 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Stroke dan perawatannya serta pertumbuhan dan perkembangan anak. b. Tidak mengetahui perkembangan, perawatan yang dibutuhkan. c. Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan. 4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga, disebabkan karena: a. Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya, keuangan, tanggung jawab atau wewenang, keadaan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat b. Kurang dapat melihat manfaat pemeliharaan lingkungan c. Ketidaktahuan pentingnya sanitasi lingkungan 5) Ketidakmampuan menggunakan sumber pelayanan kesehatan di masyarakat guna memelihara kesehatan, disebabkan karena: a. Tidak memahami keuntungan yang diperoleh b. Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga kesehatan c. Pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehtan 6. Intervensi Keperawatan 7. Implementasi Keperawatan 8. Evaluasi Keperawatan C. KONSEP PENYAKIT STROKE 1. Pengertian Stroke Hemoragi Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 43 cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak. Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009) 2. Klasifikasi Stroke Hemoragik a. Perdarahan intra serebral (PIS) Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011). b.Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA) Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011). Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic
44 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Stroke (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011). Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011). 3. Penyebab Stroke Hemoragik Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya : a. Faktor risiko medis Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah: 1. Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah) 2. Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan) 3. Migraine (sakit kepala sebelah) b. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 45 1.Kebiasaan merokok 2.Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol 3.Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood) 1) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag 2) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasanyang jelas c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi 1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
46 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN TUBERCOLOSIS PARU A. Pendahuluan Tuberkulosis yang resistan terhadap obat (TB-RO) tetap menjadi ancaman terhadap pengendalian TB dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara di seluruh dunia. Diperkirakan 3,3% pasien TB baru di seluruh dunia pada tahun 2019 dan 17,7% pasien TB yang diobati sebelumnya adalah pasien TB yang resistan terhadap obat. Pada tahun 2019 terdapat sekitar 9,96 juta kasus TB di seluruh dunia, dimana 465.000 diantaranya adalah MDR-TB/RR-TB. Dari perkiraan 465.000 pasien TB RO, hanya 206.030 yang teridentifikasi dan 177.099 (86%) diobati, dengan tingkat keberhasilan pengobatan 57%.Di Indonesia, TB RO diperkirakan mencapai 2,4% dari seluruh pasien TB baru dan 13% dari seluruh pasien TB yang pernah diobati. Estimasi total kejadian kasus RO-TB adalah 24.000 atau 8,8/100.000 penduduk. Pada tahun 2019, sekitar 11.500 pasien TB diidentifikasi dan dilaporkan, dimana sekitar 48% masuk pengobatan TB lini kedua, dengan tingkat keberhasilan pengobatan 45% (WHO Global TB Report 2020). Pengobatan pasien RO-TB telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2009. Pengobatan RO-TB ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/ sebagai bagian dari Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis. MENKES/PER/III/2011 tentang strategi nasional penanggulangan tuberkulosis 2011-2014. Strategi Nasional Pengobatan Tuberkulosis RO selalu berusaha mengikuti perkembangan global terkini yang menjanjikan keberhasilan pengobatan yang terbaik. Hasil pengobatan pasien tuberkulosis RO dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2017 terus menunjukkan tren penurunan Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri menular Mycobacterium tuberculosis. Menurut WHO, sepertiga penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis. Satu orang
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 47 terinfeksi tuberkulosis setiap detik (WHO, 2000). Pemberantasan tuberkulosis dimulai di Indonesia sejak tahun 1950, dan mengikuti anjuran WHO, program pengobatan yang semula berlangsung selama 12 bulan diganti sejak tahun 1986 dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS hanya mencapai 28% pada tahun 2000 dengan perkiraan populasi 26 juta (Depkes RI, 1997) Menurut WHO, 1,5 orang meninggal karena tuberkulosis pada tahun 2014 Jutaan orang di dunia, 890.000 orang mati, 480.000 pada wanita dan 180.000 pada anak-anak. Ada enam dari mereka negara dengan jumlah kasus TB baru terbanyak di dunia India 2.200.000 kasus, Indonesia 1.000.000 kasus, 930.000 kasus di Cina, 570.000 kasus di Nigeria, 500.000 kasus di Pakistan dan 450.000 kasus di Afrika Selatan Kasus. Di Indonesia angka kejadian tuberkulosis pada tahun 2013 sebanyak 183 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian tuberkulosis adalah 25 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014 kejadiannya meningkat menjadi 399 per 100.000 penduduk, dan angka kematiannya adalah juga meningkat menjadi 41 per 100.000 penduduk (WHO, 2015). B. Konsep Dasar Keluarga a. Pengertian Keluarga terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup bersama melalui hubungan emosional dan kedekatan tanpa ikatan darah, perkawinan atau adopsi dan tanpa batasan keanggotaan dalam keluarga (Friedman & Bowden, 2010). Banyak ahli yang menjelaskan konsep keluarga dari perspektif perkembangan sosial masyarakat. Menurut beberapa ahli, inilah maksudnya (Padila 2012, halaman 19): Keluarga adalah unit sosial terkecil, terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di tempat yang sama di bawah satu atap dalam saling ketergantungan.
48 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru Keluarga adalah suatu perjanjian atau perjanjian yang didasarkan atas perkawinan antara orang dewasa berlainan jenis kelamin yang hidup bersama atau seorang wanita yang belum menikah dengan atau tanpa anak, dan anak tiri dan anak angkat, dan seorang wanita yang tinggal dalam rumah tangga yang sama. keluarga yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mungkin atau mungkin tidak memiliki hubungan yang sama tetapi berhubungan seumur hidup. Kontinuitas, hidup di bawah satu atap, hubungan, adalah perasaan dan kewajiban antar manusia. b. Tipe Keluarga Menurut Marilynn M. Friedman & Bowden (2010), tipe keluarga terdiri dari tiga: 1) Keluarga inti (suami istri) adalah keluarga yang memiliki ikatan perkawinan melalui perkawinan, adopsi atau keduanya. 2) Orientasi keluarga (family of origin) adalah unit keluarga tempat seseorang dilahirkan 3) Keluarga besar adalah keluarga inti dan kerabat sedarah yang sebagian besar merupakan anggota salah satu keluarga orientasi dari keluarga inti. seperti kakek nenek, bibi, paman, keponakan dan sepupu. c. Struktur keluarga. Ada beberapa struktur keluarga di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam antara lain: 1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari beberapa generasi kerabat sedarah dengan hubungan yang diatur menurut garis ayah. 2) Matrilineal adalah keluarga darah yang terdiri dari kerabat darah beberapa generasi di mana hubungan diatur oleh garis ibu. 3) Matrilokal Seorang pria dan seorang wanita hidup dalam keluarga darah ibu. 4) Patrilocal Ada seorang pria dan seorang wanita yang hidup dari darah keluarga ayah
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 49 5) Keluarga yang menikah Apakah hubungan antara suami dan istri menjadi dasar perkembangan keluarga danbeberapa kerabat yang dengan demikian menjadi bagian dari keluarga hubungan dengan suami atau istri. Ciri Ciri struktur keluarga : Karakteristik keluarga adalah mis. 1) Terorganisir Saling ketergantungan antar anggota keluarga. 2) Ada batasan Setiap anggota memiliki kebebasan, begitu juga mereka dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. 3) Ada perbedaan dan kekhasan Setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. d. Fungsi Keluarga Berdasarkan Friedman dan Bowden (2010), fungsi dasar keluarga biasanya adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan afektif adalah tugas terpenting dalam segala hal untuk mengajar keluarga, karena mempersiapkan anggota keluarga untuk bersosialisasi dengan orang lain. 2) Fungsi sosialisasi adalah fungsi dimana anak dikembangkan dan diajarkan untuk menjalani kehidupan sosial sebelum anak meninggalkan rumah dan bersosialisasi dengan orang lain di luar rumah. 3) Fungsi reproduksi adalah fungsi memperoleh keturunan atau generasi dan memelihara kelangsungan keluarga. 4) Tugas ekonomi adalah keluarga yang memenuhi kebutuhan keuangan dan merupakan tempat di mana keterampilan individu dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5) Tugas pengasuhan adalah menjaga kesehatan keluarga dan orang-orang tersayang agar produktivitas tetap terjaga. e. Tugas Keluarga Sesuai dengan kegiatan kesehatan keluarga, keluarga memiliki tanggung jawab kesehatan. Friedman & Bowden (2010)
50 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru membagi tanggung jawab keluarga menjadi lima area kesehatan, yaitu: 1) Keluarga mengetahui bagaimana mengenali masalah kesehatan setiap individu anggotanya Keluarga dapat mengenali perubahan yang dialami anggota keluarga sehingga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, dengan keluarga segera mengenali dan mencatat kapan dan seberapa besar perubahan tersebut. 2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat Tugas utama keluarga adalah mampu memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan. Ketika keluarga berjuang untuk mengatasi masalah, keluarga mencari bantuan dari orang lain di sekitar mereka. 3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakitKeluarga dapat memberikan pertolongan pertama jika keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit, atau segera membawa ke puskesmas terdekat untuk penanganan lebih lanjut jika masalah sudah terlalu parah. 4) Keluarga mampu menjaga suasana rumah Keluarga dapat menjaga suasana rumah dengan cara yang bermanfaat bagi anggotanya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatannya. 5) Keluarga dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang ada Keluarga dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan ketika ada anggota keluarga yang sakit. C. Defenisi Tubercolosis Tuberkulosis, kependekan dari tuberkulosis, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya (Permenkes RI 2016). Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang terutama menyerangparenkim paru. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyakit saluran pernafasan bagian
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 51 bawah.Kebanyakan bakteri M. tuberculosis menyerang jaringan. masuk ke paru-paru melalui infeksi tulang udara dan kemudian mengalami proses tersebut dikenal sebagai fokus utama (Wijaya & Putri, 2013). Mycobacterium tuberculosis adalah basil tahan asam berukuran 0,5-3 µm. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui tetesan udara yang disebut droplet nukleiOrang dengan TBC paru-paru atau laring ketika mereka batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi. Tetesan ini tetap berada di udara selama beberapa menit hingga satu jam setelah batuk (Amanda, 2018). D.Etiologi TBC paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang termasuk dalam kelompok Mycobacterium, yaitu Mycobacterium tuberculosis. Ada beberapa jenis bakteri Mycobacterium diantaranya: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Kusta. Juga dikenal sebagai Bakteri Cepat Asam (BTA). Fungsi apa yang dilakukan: Basilnya berbentuk batang, bersifat aerobik, mudah dibunuh dengan air mendidih (5 menit pada suhu 80°C), mudah dibunuh dengan radiasi ultraviolet (matahari), dan dapat bertahan hidup selama berbulan-bulan pada suhu dan kelembapan ruangan. Mycobacterium tuberculosis, sekelompok bakteri yang dapat menyebabkan radang saluran napas, dikenal sebagai MOTT. (Mycobacteria selain tuberkulosis), yang terkadang dapat mengganggu diagnosis dan pengobatan tuberkulosis. Secara umum, ciri-ciri bakteri TBC adalah sebagai berikut: berbentuk batang, panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron Tahan terhadap pewarnaan Ziehl-Neelsen, memerlukan media khusus untuk penanamannya, mis. Lownstein Jensen dan Ogawa, bakteri tampak sebagai batang berwarna merah ketika diperiksa di bawah mikroskop, tahan terhadap suhu rendah, sehingga dapat bertahan lama pada suhu 4°C hingga minus 70°C. Bakteri sangat sensitif terhadap sinar matahari panas dan dahak radiasi UV pada suhu 30°C sampai 37°C mereka mati selama sekitar satu minggu dan bakteri dapat tetap tidak aktif
52 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru (“tidur”/tidak berkembang) (Kemenkes RI, 2014). Penyebab utamanya, M. tuberculosis, adalah bakteri aerob, tahan asam yang tumbuh lambat dan peka terhadap panas dan matahari. M. bovis dan M. avium merupakan spesies langka yang berasosiasi dengan infeksi tuberkulosis (Wijaya & Putri, 2013). M. tuberculosis termasuk dalam famili mycobacteria yang meliputi beberapa genera, salah satunya adalah Mycobaterium dan salah satu spesiesnya adalah M. tuberculosis. Bakteri ini berbahaya bagi manusia dan memiliki dinding sel lipoid yang membuatnya tahan terhadap asam. Bakteri ini membutuhkan 12-24 jam untuk mitosis. M. tuberculosis sangat peka terhadap sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga mati dalam beberapa menit. Bakteri ini juga peka terhadap panas - basah, sehingga di lingkungan yang lembab mati dalam 2 menit. Terkena 1000 derajat air. Bakteri ini juga mati dalam hitungan menit jika terkena alkohol 70% atau Lysol 5% (Danusantoso, 2012). E. Patofisiologi Saat penderita TBC bersin atau batuk, mereka menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet (semprotan dahak). Bakteri kemudian menyebar melalui saluran udara ke alveoli, tempat mereka menumpuk dan berkembang biak.Penyebaran basil ini juga dapat terjadi melalui kelenjar getah bening dan peredaran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru lainnya (Soemantri, 2009).Ketika bakteri tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan membelah diri di dalam paru-paru, maka terjadi peradangan sehingga menyebabkan peradangan pada paru-paru yang disebut tuberkulosis.kompleks primer. Waktu antara infeksi dan pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Begitu peradangan terjadi di paru-paru, hal itu menyebabkan penurunan jaringan paru-paru yang efektif, peningkatan jumlah sekresi dan penurunan oksigenasi (Yulianti et al., 2014). Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imun. mediator seluler. Sel efektor adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel responsif imun. Jenis kekebalan ini biasanya bersifat lokal dan melibatkan makrofag yang
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 53 diaktifkan oleh limfosit dan limfokinnya di tempat infeksi. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitivitas (lambat). Nekrosis bagian tengah lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan kaseosa; nekrosis keju. Area nekrosis caseous dan jaringan granulasi sekitarnya, terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi berserat dan membentuk jaringan parut, yang kemudian berkembang membentuk kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi paru primer disebut fokus Gohn, dan kombinasi infiltrasi kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Gohn. Reaksi lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah likuifaksi, dimana bahan cair keluar ke dalam bronkus dan membentuk rongga. Bahan tuberkular yang dilepaskan dari dinding rongga memasuki pohon trakeobronkial. Proses ini dapat diulang di bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat melakukan perjalanan ke laring, telinga tengah atau usus. Rongga kecil dapat menutup tanpa perawatan, meninggalkan jaringan parut saat peradangan mereda Jaringan parut di dekat perbatasan bronkus. Bahan keju dapat menebal sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas terisi bahan keju dan lesi menyerupai lesi berkapsul yang tidak terpisah. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala atau kambuh dalam waktu lama sambungan ke bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit ini dapat menyebar melalui kelenjar getah bening, kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang mengalir dari kelenjar getah bening memasuki aliran darah dalam jumlah kecil dan menyebabkan kerusakan pada banyak organ lainnya. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh dengan sendirinya. Penyebaran hematogen merupakan fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Initerjadi ketika fokus nekrotik merusak pembuluh darah, memungkinkan banyak organisme masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke organ tubuh (Soemantri,2014)
54 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru F. Manifestasi Klinik Menurut Widiyatmoko, tanda dan gejala yang diamati pada tahun 2016 adalah sebagai berikut: a. kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa b. demam ≥ 2 minggu dengan keringat malam c. batuk lebih dari 3 minggu d. kehilangan nafsu makan e. penurunan berat badan dan penurunan berat badan setelah terapi nutrisi yang tepat f. mual g. penurunan kesadaran pada pasien dengan meningitis G.Komplikasi Tanpa pengobatan, tuberkulosis dapat mengancam jiwa. Penyakit aktif yang tidak diobati biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi tuberkulosis meliputi: 1. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuan adalah komplikasi umum dari tuberkulosis. 2. Artritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan lutut. 3. Radang meninges (meningitis). Ini dapat menyebabkan sakit kepala jangka panjang atau intermiten yang berlangsung selama berminggu-minggu. 4. masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah dan produk limbah dari aliran darah. Fungsi ini terganggu bila hati atau ginjal menderita TBC. 5. Penyakit jantung. Meskipun tuberkulosis jarang terjadi, namun dapat menginfeksi jaringan di sekitar jantung dan mengganggu kemampuan jantung untuk memompa secara efektif (Puspasari, 2019) H.Pemeriksaan Penunjang Semua suspek TB dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali dalam waktu 2 hari yaitu. pagi - kapan saja (SPS). • Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dipastikan dengan deteksi bakteri TB. Dalam Program Tuberkulosis Nasional, diagnosis utama adalah menemukan BTA dengan pemeriksaan dahak mikroskopis. Tes lain dapat digunakan untuk membantu
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 55 diagnosis, seperti B. Radiografi dada, kultur, dan tes kerentanan bila diindikasikan. • Tidak ada pembenaran untuk mendiagnosis tuberkulosis hanya dengan rontgen dada. Foto rontgen dada tidak selalu menunjukkan gambaran khas tuberkulosis paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Departemen Kesehatan RI, 2011) I. Penatalaksanaan Menurut Bachrudin, pengobatan tuberkulosis akan berlangsung 6-8 bulan pada tahun 2016 dengan tujuan mencegah resistensi obat, mencegah kekambuhan, mengurangi infeksi pada orang lain, mencegah kematian dan menyembuhkan pasien. Ada 2 cara pengobatan: tahap intensif berlangsung 2 bulan, pengobatan cepat membunuh bakteri saat pasien terinfeksi selama 2 minggu, sehingga tidak menular, dan gejala klinis membaik selama 2 bulan dan sampel positif bergilir. negatif Masa tindak lanjut 4-6 bulan, tujuannya untuk membunuh bakteri membandel dan mencegahnya kambuh kembali. Pengobatan ini memerlukan drug supervisor (PMO), tahap awal I dan II atau tahap intensif selama 2 bulan dengan obat harian INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Fase selanjutnya selama 4 bulan dengan asupan obat 3 kali sehari dengan INH dan rifampisin. J. Asuhan Keperawatan Keluarga a. Pengkajian Pengkajian merupakan suatu tahap dimana dilakukan secara terus menerus mengumpulkan informasi tentang keluarga yang dibina. Pengkajian merupakan langkah awal dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan keluarga yang terdiri dari beberapa langkah diantaranya (Komang Ayu, 2010): Data Pengkajian diperoleh melalui metode : 1) Wawancara Dilakukan untuk mengetahui data subjektif dalam aspek fisik, mental, sosial budaya, ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, agama, lingkungan, dan sebagainya. 2) Observasi
56 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru Untuk memperoleh data secara langsung yang bersifat masalah fisik seperti masalah ventilasi,kebersihan atau data objektif 3) Pemeriksaan fisik Dilakukan untuk anggota keluarga yang mengalami gangguan Kesehatan dan masalah keperawatan yang berhubungan dengan penyakit fisik 4) Studi dokumentasi Dilakukan dengan cara penelusuran dokumen yang ada misalnya catatan keluarga b. Diagnosa Keperawatan Keluarga Diagnosa keperawatan adalah pengkajian klinis dari respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan aktual dan potensial atau proses kehidupan (Allen, 1998) Salvari Gusti (2013) Diagnosis perawatan keluarga dirumuskan berdasarkan informasi yang diperoleh dalam pengkajian, komponen diagnosis keperawatan meliputi: 1) Masalah atau problem 2) Etiologi atau penyebab masalah 3) Tanda dan Gejala (Gejala) Faktor/etiologi penyebab umum yaitu: Ketidaktahuan, ketidakmampuan. Ketidakmampuan terkait dengan 5 fungsi keluarga termasuk: 1) Mengetahui masalah 2) Membuat keputusan yang tepat 3) Perawatan anggota keluarga 4) Memelihara/mengubah lingkungan 5) menggunakan layanan kesehatan Setelah menganalisis materi dan menjelaskan masalah perawatan keluarga, masalah kesehatan keluarga harus diprioritaskan dengan keluarga, memperhatikan sumber daya dan sumber keuangan keluarga sendiri. Topik keperawatan diprioritaskan menggunakan proses scoring. Proses evaluasi menggunakan skala yang dirumuskan oleh (Bailon dan Maglaya, 1978) dalam Suprajitno (2012), yaitu:
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 57 1) Tentukan poin-poin sesuai dengan kriteria yang dibuat 2) Kemudian skor tersebut dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobotnya 3) Jumlah semua poin kriteria (skor maksimum sesuai dengan jumlah bobot, yaitu 5) Tabel Prioritas masalah Asuhan Keperawatan Keluarga No Kriteria Skor Bobot 1 Sifat Masalah : Aktual Ancaman Kesehatan atau resiko Potensial 3 2 1 1 2 Kemungkinan Masalah dapat diubah Mudah Sebagian Tidak dapat 2 1 0 2 3 Potensial masalah dapat dicegah Tinggi Cukup Rendah 3 2 1 1 4 Menonjolnya Masalah Masalah berat harus segera ditangani Ada masalah tapi tidak perlu segera ditangani Masalah tidak dirasakan 2 1 0 Ket. Skor yang didapat x Bobot Skor tertinggi K.Diagnosa Keperawatan a. Diagnosis faktual menunjukkan situasi nyata yang muncul selama penilaian keluarga b. Diagnosis risiko tinggi/risiko tinggi adalah masalah yang belum teridentifikasi pada saat penilaian, tetapi masalah
58 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru nyata dapat muncul jika tindakan pencegahan tidak dilakukan dengan cepat. c. Potensi/kesejahteraan adalah proses pencapaian tingkat keberfungsian yang lebih tinggi atau keadaan kesejahteraan keluarga ketika keluarga dapat memenuhi kebutuhan kesehatannya dan memiliki sumber daya perawatan kesehatan yang memungkinkan mereka untuk meningkat (Suprajitno, 2012).) Diagnosa Keperawatan keluarga dengan tuberkolosis (Nanda 2013) Beberapa diagnosa keperawatan keluarga yang dapat dirumuskan untuk anggota keluarga dengan tuberkulosis paru antara lain: sebuah. 1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit 2) Hipertermia akibat proses penyakit tuberkulosis paru berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit 3) Gangguan pertukaran gas akibat proses tuberkulosis paru berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit 4) Perubahan pola makan yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit 5) Tingginya risiko penularan infeksi kepada orang lain terkait dengan ketidakmampuan keluarga untuk menjaga/mengubah lingkungan 6) Tingginya risiko penyebaran infeksi kepada diri sendiri (klien) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat. 7) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk mengenali masalah kesehatan
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 59 L. Intervensi Keperawatan Rencana Intervensi keperawatan Keluarga adalah serangkaian tindakan yang ditentukan oleh perawat dan harus dilaksanakan untuk memecahkan masalah keperawatan dan masalah kesehatan (Salvari Gusti, 2013).Perencanaan keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan berorientasi pada masalah, dilengkapi dengan kriteria dan tolak ukur yang mengacu pada penyebab . Kemudian merancang pekerjaan pemeliharaan berdasarkan kriteria dan standar .Langkah-langkah rencana perawatan keluarga adalah: a. Tentukan tujuan atau sasaran b. Tentukan tujuan atau sasaran c. Tentukan pendekatan pemeliharaan dan tindakan yang diambil d. Tentukan kriteria dan standar kriteria Standar berkaitan dengan lima karakteristik keluarga sedangkan kriteria berkaitan dengan tiga hal, yaitu: a. Informasi (kognitif): Intervensi ini bertujuan untuk memberikan informasi, ide, motivasi dan saran kepada keluarga sebagai tujuan dari terapi keluarga. b. Sikap (afektif): Tujuan dari intervensi ini adalah membantu keluarga merespon secara emosional untuk mengubah sikap keluarga terhadap masalah yang mereka hadapi. c. Tindakan (Psikomotorik), intervensi ini dirancang untuk membantu keluarga mengubah perilaku yang merugikan menjadi perilaku yang bermanfaat. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan saat membuat rencana perawatan adalah: a. Tujuan harus logis b. Kriteria hasil harus dapat diukur c. Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan aset keluarga (Salvari Gusti, 2013) Tabel intervensi keperawatan keluarga dengan TB paru No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Inervensi
60 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru 1 1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungandengan ketidakmampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit Tujuan: Keluarga dapat merawat anggota keluarga yang sakit dengan pembersihan jalan napas yang tidak efektif Kriteria: Anggota keluarga memahami dan mengetahui cara mengajarkan klien teknik batuk yang efektif dan posisi setengah burung untuk memulihkan jalan napas. a. Anjurkan keluarga untuk mendidik klien tentang teknik batuk yang efektif b. Pantau keluarga selama perawatan untuk mencegah jalan napas yang tidak efektif 2 Hipertermia akibat proses penyakit tuberkulosis paru berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota Tujuan: Keluarga memahami hipertermia akibat proses tuberkulosis paru Kriteria: Keluarga a. Jelaskan pada keluarga perjalanan TB paru sampai timbulnya hipertermia b. Anjurkan keluarga un-
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 61 keluarga yang sakit mengetahui cara menjelaskan penyebab hipertermi pada tuberkulosis paru dan cara merawat anggota keluarga yang sakit. tuk memberikan kompres dan menyarankan banyak cairan jika klien mengalami hipertermia 3 Gangguan pertukaran gas akibat proses tuberkulosis paru berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit Tujuan: Keluarga memahami adanya gangguan pertukaran gas akibat proses tuberkulosis paru Kriteria: Keluarga memahami proses pertukaran gas pada tuberkulosis paru dan cara merawat anggota keluarga yang terkena tuberkulosis paru. a. Jelaskan pada keluarga proses terjadinya gangguan pertukaran gas pada tuberkulosis paru b. Ajari keluarga Posisi Semi Fowler jika klien sesak napas
62 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru 4 Perubahan pola makan yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Tujuan: Keluarga memahami pentingnya kebutuhan nutrisi pasien tuberkulosis paru dan cara merawat pasien Kriteria: Keluarga mampu menjelaskan manfaat diet dan akibat gizi buruk pada pasien tuberkulosis paru, dan keluarga mampu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang ditandai dengan peningkatan nafsu makan dan berat badan pasien. a. Jelaskan pada keluarga pentingnya kebutuhan diet pasien tuberkulosis paru b. Anjurkan klien untuk menawarkan makanan bergizi dan menyajikan nya panas dalam porsi kecil tetapi sering 5 Risiko tinggi penularan infeksi kepada orang lain berhubungan dengan ketidTujuan : Keluarga memahami risiko menularkan a. Jelaskan pada keluarga bagaimana TB menular b. Instruksikan
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 63 akmampuan keluarga untuk menjaga/mengubah lingkungan TB kepada orang lain dan tidak terjadi infeksi Kriteria: Keluarga sudah tidak tertular TB, keluarga dapat menjelaskan proses penularan TB, keluarga dapat melakukan PHBS di rumah seluruh keluarga untuk mencuci tangan dengan benar dan bersih c. Mendorong Keluarga Melakukan PHBS di Rumah d. Dorong keluarga untuk membuka jendela dan membiarkan sinar matahari masuk 6 Tingginya risiko penyebaran infeksi kepada diri sendiri (klien) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat. Tujuan : Keluarga memahami konsekuensi risiko infeksi TB bagi klien, dan keluarga dapat membuat keputusan yang tepat tentang pengobatan anggota keluarga yang sakit. a. Jelaskan pada keluarga tentang resiko menularkan penderita tuberkulosis paru b. Jelaskan pada keluarga pentingnya pemantauan dan pendampingan pasien minum obat
64 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru Kriteria: Keluarga ingin mengikuti saran dari staf medis dalam memantau dan menemani klien selama perawatan selama 6 bulan. anti TB c. Anjurkan klien untuk menyediakan wadah dahak, yaitu dalam wadah tertutup yang berisi lisol 7 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk mengenali masalah kesehatan Tujuan : Keluarga memahami penyakit TBC, penyebabnya, pencegahan, pengobatan dan perawatannya Kriteria: Keluarga klien dapat menjelaskan kembali tentang tuberkulosis paru, penyebabnya, cara pencegahan, pengobatan a. Jelaskan pada keluarga tentang pengetahuan tentang tuberkulosis paru, penyebab, pencegahan, pengobatan dan perawatan penderita tuberkulosis paru b. Jelaskan pada keluarga akibat jika klien TB tidak mendapatkan pengobatan dan
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 65 dan perawatan pasien TB. perawatan yang maksimal M. Implementasi Pelaksanaan atau implementasi adalah sebuah rangkaian tindakan perawat terhadap keluarga sesuai rencana sebelumnya.Langkah-langkah perawatan keluarga dapat mencakup: a. Merangsang keluarga untuk mengenali atau menerima masalahdan kebutuhan kesehatan dengan memberikan informasi,mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan harapan, sertamendorong sikap emosional yang sehat terhadap masalah. b. Dorong keluarga untuk memutuskan perawatan yang tepatmenentukan konsekuensi dari tidak melakukanmengambil tindakan, mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki keluarga, dan Diskusikan konsekuensi dari setiap tindakan. c. Memberikan kepercayaan diri untuk merawat anggota keluarga sakit dengan menunjukkan cara menyembuhkan penyakit, menggunakan alat dan fasilitas dalam ruangan dan pemantauan rumah tangga peduli. d. Membantu keluarga menemukan cara yang dapat dilakukan untuk lingkungan mendapatkan kembali kesehatan dengan menemukan sumber daya aktifkeluarga dan membuat perubahan optimal pada lingkungan rumahbisa jadi, e. Anjurkan keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan denganbagaimana memperkenalkan struktur medis yang ada ke dalam lingkungan rumahdan membantu keluarga menggunakan fasilitas tersebut. N.Evaluasi Evaluasi adalah kumpulan informasi yang sistematis terkait dengan agenda dan efektifitas berbagai program digunakan untuk operasi program. Fitur dan hasil telah selesai. Evaluasi
66 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tubercolosis Paru program dilakukan untuk memberikan informasi Pembuat program dan pembuat keputusan tentang efektivitas dan efektivitas program. Evaluasi adalah seperangkat metode dan keterampilan untuk menentukan apakah program ini sudah sesuai rencana dan tuntutan keluarga Daftar Pustaka Anggraeny, N. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Tuberkulosis Paru Di Ruang Baitulizzah 2 Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Semarang: I Diploma Iii Keperawatanfakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agungsemarang2021.Astuti, E. N. (2018). Suhan Keperawatan Keluarga Tn.S Dengan Kasus Tuberculosis Pada An.K Di Wilayah Kerja Puskesmas Jurang Ombokota Magelang. Magelang. Lenie Marlinae, S. M., Dr. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd, Dlp, Ihya Hazairin Noor, S.Km, M.Ph, & Atikah Rahayu, S.Km, M.Ph. (2019). Desain Kemandirian Pola Perilaku. Banjar Baru. Lenie Marlinae, S. M., Dr. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd, Dlp, Ihya Hazairin Noor, S.Km, M.Ph, Atikah Rahayu, S.Km, M.Ph, Dr.Tien Zubaidah, S.Km,M.Kl, & Agung Waskito, St,Mt. (2019). Suhan Keperawatan Keluarga Tn.S Dengan Kasus Tuberculosis Pada An.K Di Wilayah Kerja Puskesmas Jurang Ombokota Magelang. Banjar Baru: Cv Mine. Niswa Salamung, S. K., Melinda Restu Pertiwi, S.Kep., Ns., M.Kep., M. Noor Ifansyah, S.Kep., Ns., M.Kep., Siti Riskika, S.Kep., Ns., M.Kep, Nurul Maurida, S.Kep., Ns., M.Kep., Suhariyati, S.Kep., Ns., M.Kep, . . . Helmi Rumbo, S.Kep., Ns., M.N.S. (2021). Keperawatan Keluarga. Pamekasan: Duta Media Publishing.
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 67 Ns. Dewi Fitriani, S. K., & Ns. Rita Dwi Pratiwi, S. Kep., M. Sc. (2020). Buku Ajar Tbc, Askep Dan Pengawasan Minum Obat Dengan Media Telepon. Tangerang: Stikes Widya Dharma Husadatangerang. Yanti, N. L. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tuberkulosis. Bali.
68 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Gout Arthritis BAB V ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN GOUT ARTHRITIS A. Konsep Teori 1. Pengertian Gout adalah penyakit metabolic yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang dan sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah (Merkie, Carrie, 2005). Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetic pada metabolisme purin atau hiperuricemia (Brunner & Suddarth, 2001 : 1810). Arthritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit Kristal asam urat di daerah persendiaan yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. 2. Etiology Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan Kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolic dalam pembentukan purin dan eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa faktor lain yang mendukung seperti : a. Faktor genetic seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan (Hiperuricemia), retensi asam urat atau keduanya. b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang kan menyebabkan : - Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia - Karena penggunaan obat – obatan yang menurunkan eksresi asam urat seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol. c. Pembentukan asam urat yang berlebih : - Gout primer metabolic disebabkan sistensi langsung
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 69 yang bertambah. - Gout sekunder metabolic disebabkan pembentukan asam urat berlebih karena penyakit lain seperti leukemia. d. Kurang asam urat melalui ginjal e. Gout primer renal terjadi karena eksresi asam urat di tubulus distal ginjal yang sehat. f. Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal misalnya glomeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik. 95 % penderita gout ditemukan pada pria. Gout sering menyerang wanita pada post menopause usia 50 – 60 tahun. Juga dapat menyerang laki – laki usia pubertas dan atau usia diatas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metarsofaringeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki. 3. Patofisiologi Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi dan system eksresi asam urat yang tidak adekuat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (hiperuricemia), sehingga mengakibatkan Kristal asam urat menumpuk dalam tubuh. Pennimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan responinflamasi. Hiperuricemia merupakan hasil : - Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal. - Menurunnya eksresi asam urat. - Kombinasi keduanya. Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam – garam urat yang berakumulasi atau menumuk di jaringan konectif diseluruh tubuh, penumpukan ini disebut tofi. Adanya Kristal memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom
70 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Gout Arthritis tidak hanya merusak jaringan, tapi juga menyebabkan inflamasi. Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akan berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan, sebagai berikut : - Presipitasi Kristal monosodium urat. Dapat terjadi dalam jaringan bila konsentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Prseipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, janringan para – artikuler misalnya bursa, tendon dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus ( coate ) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan Kristal. - Respon leukosit polimorfonukuler ( PMN ). Pembentukan Kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis Kristal oleh leukosit. 4. Tanda dan gejala Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati, antara lain : a. Hiperuricemia asimtomatik b. Arthritis gout akut c. Tahap interkritis d. Gout kronik Gout akut berupa : a. Nyeri hebat b. Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang c. Sakit kepala d. Demam Gangguan kronik berupa : a. Serangan akut
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 71 b. Hiperurisemia yang tidak diobati c. Terdapat nyeri dan pegal d. Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan monosodium asam urat dalam jaringan) 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ditujukan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang dan pencegahan komplikasi. a) Medikasi 1) Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0 – 3,0 mg ( dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin. 2) Terapi farmakologi ( analgetik dan antipiretik ) 3) Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang. 4) Nostreoid, obat – obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri dan inflamasi. 5) Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan. 6) Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat. 7) Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat menggunakan probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone (Anturane) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2x/hari. b) Perawatan a. Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu jeroan (jantung, hati, lidah, ginjal, usus), sarden, kerang, ikan herring, kacang – kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo. b. Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan
72 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Gout Arthritis kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. c. Anjurkan asupa tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin. d. Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak e. Anjurkan pasien untuk banyak minum. f. Hindari penggunaan alkohol. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengumpulan data klien, baik subjektif maupun objektif melalui anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostic. a. Anamnesis : Identitas (Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis. b. Riwayat penyakit sekarang : Pengumulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awal gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. Enting ditanyakan berapa lama pemakaian obat analgesic, allopurinol. c. Riwayat penyakit dahulu : Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya gout (misalnya penyakit gagal ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernakah klien dirawat dengan maslah yang sama. Kaji adanya pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretic. d. Riwayat penyakit keluarga : Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout dipenagruhi oleh faktor genetic. Ada produksi/sekresi asam urat yang berlebihan
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 73 dan tidak diketahui penyebabnya. e. Riwayat psikososial : Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Respon didapat meliputi adanya kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensanyi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif. f. Pemeriksaan diagnostic: Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanjut, terlihat erosi tulang seperti lubang – lubang kecil (punch out). 2. Diagnosis yang mungkin muncul a. Nyeri sendi b/d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. b. Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelamahan otot pada rentang gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan dan pembentukan panus. c. Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus. d. Perubahan pola tidur b/d nyeri. 3. Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa I : Nyeri sendi b/d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus. Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam, nyeri yang dirasakan klien berkurang
74 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Gout Arthritis Dengan kriteria hasil : - Klien melaporkan penelusuran nyeri - Menunjukkan perilaku yang lebih rileks - Skala nyeri nyeri berkurang dari 0 – 1 atau teratasi. Intervensi : a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri kedaerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala 0 – 4. b. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus. c. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan non invasive. d. Ajarkan relaksasi : teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri nyeri. e. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. f. Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung. g. Hindarkan klien meminum alkohol, kafein dan diuretic. h. Kolaborasi dengan dokter pemberian allopurinol. Diagnosa II: Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, kelamahan otot pada rentang gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan dan pembentukan panus. Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Dengan kriteria hasil : - Klien ikut dalam program latihan - Tidak mengalami kontraktur sendi - Kekuatan otot bertambah - Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan koordinasi optimal. Intervensi : a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. b. Ajarkan klien melakukan latihan room dan perawatan diri sesuai toleransi.
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 75 c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. Diagnosa III : Gangguan citra diri b/d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus. Tujuan keperawatan : Citra diri meningkat. Kriteria hasil : - Klien mampu mengatakan dan mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi - Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi. - Mengakui dan menggabungkan dalam konsep diri Intervensi : a. Kaji perubahan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan b. Tingkatkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat c. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan d. Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya. e. Bersama klien mencari alternative koping yang ositif. f. Dukung erilaku atau usaha peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. g. Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
76 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” BAB VI ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN “GASTROENTERITIS AKUT” A. Pendahuluan Salah satu tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal guna terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara dengan penduduk hidup sehat dalam lingkungan yang sehat dan memiliki kemampuan pelayanan kesehatan yang optimal diseluruh Indonesia (Nurtikaryani, 2010). Sejalan dengan ini tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia, maka seseorang dikatakan sehat bila dalam keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut maka secara umum pelayanan kesehatan di Indonesia dilakukan dengan upaya peningkatan melalui usaha promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Kesemuanya ini akan diharapkan akan tercapai tujuan pelayanan prima seperti: mempercepat penyembuhan, mengurangi angka kematian, kesakitan dan mengurangi kemungkinan tertularnya penyakit yang sama (Nurtikaryani, 2010). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat banyak dipengaruhi oleh penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Upaya penyelenggaraan dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perseorangan, kelompok dan masyarakat (Nurtikaryani, 2010). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tujuh dari sepuluh kematian anak dinegara berkembang dapat disebabkan oleh lima penyebab utama yakni salah satunya adalah Gastroenteritis yang masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas anak-anak diberbagai Negara yang sedang berkembang.
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 77 Setiap tahuannya lebih dari satu milyar kasus Gastroenteritis sebanyak 3,3 juta kasus Gastroenteritis pada balita setiap tahun dengan 2-3% kemungkinan jatuh kedalam keadaan dehidrasi. Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka penyakit Gastroenteritis di Indonesia saat ini adalah 230-342 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 60% kejadian Gastroenteritis tersebut pada balita yang sebagian mengakibatkan kematian. Penyakit Gastroenteritis merupakan salah satu masalah di Indonesia karena sering menimbulkan wabah. Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa angka kejadian Gastroenteritis untuk umur anak 230-342 penderita 1000 penduduk setiap tahunnya sedangkan angka kematian mencapai 4 per 1000 anak, sedangkan untuk daerah ibu kota terdapat 15-20% penderita Gastroenteritis meninggal (Nurtikaryani, 2010). Berdasarkan data yang salah satu Rumah Sakit Swasta Makassar sebanyak 391 orang dan pada tahun setelahnya sebanyak 559 orang atau terjadi peningkatan sebesar 69,95%. Melihat angka kejadian tersebut perlu dilakukan upaya kesehatan termasuk pemberian pelayanan keperawatan komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan. Penerapan proses keperawatan penyakit Gastroenteritis Akut diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mencegah terjadinya penyakit Gastroenteritis Akut. B. Defenisi a. Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Putu Budiartha, 2011) b. Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2010) c. Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (Putu Budiartha, 2010)
78 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” d. Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacammacam,virus dan parasit yang patogen (Putu Budiartha, 2010) e. Gastroenteritis adalah peradangan pada usus besar, usus halus yang disertai gastritis yang banyak disebabkan oleh infeksi makanan yang mengandung bakteri atau virus dengan gejala berak-berak dengan konsistensi encer dan kadang –kadang disertai muntah (Delicious Dez, 2010). C. ETIOLOGI Ada 5 jenis mikroorganisme penyebab utama Gastroenteritis, yaitu: (Delicious Dez, 2010) a. Salmonella, infeksinya disebabkan oleh kontaminasi makanan dan minuman. b. Escherichia Coli, merupakan komensal (flora normal) dalam usus manusia tetapi ada beberapa jenis berbahaya yang dapat menyebabkan Gastroenteritis seperti Entheropathogenik. c. Vibrio, organisme pathogen yang menyebabkan penyakit pada manusia apabila sistem imun tubuhnya lemah, jenisnya antara lain: Vibrio Diare dan Vibrio Elterr. d. Basillus, Disentri Basillus ditularkan secara peroral melalui air, makanan, lalat yang tercemar oleh ekstreta penderita, area yang diserangnya kolon dengan kegiatan terberat pada sigmoid. Enterovirus, terdiri dari Polio Virus, Coxashi Virus, dan Encho Virus. D. Patofisiologi Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena gerakan-gerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun akibat terjadi infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-mur usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut sehingga penderita selalu ingin BAB dan berak penderita encer (Delicious Dez, 2010). Invasi mikroorganisme pathogen pada traktus gastrointestinal menyebabkan diare lewat produksi enterotoksin yang menstimulasi sekresi air serta elektrolit, invasi bakteri serta destruksi langsung sel-sel epitel usus, inflamasi lokal serta invasi sistemik
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 79 oleh mikroorganisme tersebut. Kendati demikian, gangguan fisiologis paling serius adalah dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa dengan asidosis, dan syok yang terjadi ketika keadaan berlanjut hingga titik terjadinya gangguan yang serius pada status sirkulasi (Donna L. Wong, 2008). Mekanisme dasar penyebab timbulnya gastroenteritis akut adalah: (Delicious Dez, 2010) a) Gangguan osmotic Karena makanan tidak bisa diserap lalu terjadi pergeseran cairan dan elektrolit ke usus, merangsang peristaltik usus. b) Gangguan sekresi usus. Akibat rangsangan pada usus, menyebabkan peningkatan ekskresi cairan dan elektrolit ke usus lalu terjadi dehidrasi c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik usus menurunkan kesempatan usus menyerap air sehingga timbul diare. E. Manifestasi Klinis Tanda dan Gejala Gastroenteritis, yaitu: (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2010). a. Diare (konsistensi feses cair dan frekuensi defekasi meningkat) b. Muntah (umumnya tidak lama) c. Demam (mungkin ada atau tidak) d. Nyeri abdomen e. Membran mukosa mulut dan bibir kering f. Fontanel cekung g. Kehilangan berat badan h. Malaise F. Pemeriksaan Penunjang 1) Tes Diagnostik Tes Diagnostik pada Gastroenteritis adalah sebagai berikut : (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2010) a. Darah samar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada gastroenteritis yang berasal dari bakteri
80 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” b. Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus pada feses. c. Hitung darah lengkap dengan diferensial. d. Uji antigen immunoassay enzim, untuk memastikan adanya rotavirus. e. Kultur feses (jika anak dirawat dirumah sakit, pus dalam feses, atau diare yang berkepanjangan), untuk menentukan pathogen. f. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasite. g. Aspirasi duodenum (jika diduga G. lamblia). h. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi, organism Shigella keluar melalui urine) 2) Medis Penatalaksanaan pada Gastroenteritis adalah: (Ngastiyah, 2011) a. Pemberian cairan Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum. 1. Cairan peroral Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. 2. Cairan parenteral Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 2.1 Dehidrasi ringan
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 81 a. 1 jam pertama 25 – 50 ml/kgBB per oral (intragastrik). b. Selanjutnya 125 ml/kg BB /hari. 2.2 Dehidrasi sedang a. 1 jam pertama 50 – 100 ml/kgBB peroral/ intragastrik (sonde). b. Selanjutnya 125 ml/kg BB/hari. 2.3 Dehidrasi berat. a. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg. b. 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/ jam = 10 tetes/ kg BB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes/ kg BB/menit. c. 7 jam berikutnya : 12 ml/ kgBB/ jam = 3 tetes/ kg BB/ menit (set infus 1 ml = 20 tetes).. d. 16 jam berikutnya : 125 ml/ kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan dengan intravena 2 tetes/ kg BB/menit atau 3 tetes /kgBB/ menit. 2.4 Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg a. 1 jam pertama : 30 ml/ kgBB/ jam = 8 tetes/ kgBB/ menit. atau 10 tetes/ kgBB/ menit. b. 7 jam berikutnya : 10 ml/ kgBB/ jam = 3 tetes/ kgBB/ menit atau 4 tetes/ kgBB/menit. c. 16 jam berikutnya : 125 ml/ kgBB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan intravena 2 tetes /kgBB/ menit atau 3 tetes/ kgBB/ menit. 2.5 Untuk anak lebih 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg a. 1 jam pertama 20 ml/ kgBB/ jam atau 5 tetes/ kgBB/ menit. b. 16 jam berikutnya 105ml/ KgBB oralit per oral
82 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” 3) Diatetik Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Hal – hal yang perlu diperhatikan : a. Memberikan ASI. b. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, makanan harus bersih. c. Obat-obatan 1.Obat anti sekresi. 2.Obat anti spasmolitik. 3.Obat antibiotik. G. Penatalaksanaan 1. Pengkajian Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkajian data adalah: (Putu Budiartha, 2011) a. Identitas klien b. Riwayat keperawatan 1) Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. 2) Keluhan utama : Feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi encer. c. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. d. Riwayat psikososial keluarga Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 83 setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. e. Kebutuhan dasar 1) Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 3 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. 2) Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. 3) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. 4) Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. 5) Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. f. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. 2) Pemeriksaan sistematik : a) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan. b) Perkusi : adanya distensi abdomen. c) Palpasi : Turgor kulit kurang elastis d) Auskultasi : terdengarnya bising usus. 3) Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang. 4) Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. 5) Pemeriksaan penunjang. 6) Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada Gastroenteritis, yaitu: (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden)
84 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” a. Diare berhubungan dengan Inflamasi, iritasi, atau malabsorbsi usus. b. Risiko tinggi terhadap defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap muntah dan diare. c. Risiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran feses secara terus menerus d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. 3. Rencana asuhan keperawatan Rencana Asuhan Keperawatan pada Gastroenteritis adalah sebagai berikut: (Anonim, 2010) a. Diare berhubungan dengan Inflamasi, iritasi, atau malabsorbsi usus. Tujuan : Pasien menunjukkan adanya pola eliminasi yang berangsur normal dalam frekuensi dan konsistensi tinja. Perencanaan: 1) Kaji kebiasaan pasien dalam melakukan bab (frekuensi dan konsistensi). Rasional : membantu menentukan beratnya episode BAB dan jumlah keluaran. 2) Perhatikan dan catat karakteristik, faktor presipitasi dari diare. Rasional : membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 3) Siapkan bedpan atau kamar kecil yang selalu siap di gunakan. Rasional : antisipasi dan persiapan akan frekuensi BAB berlebih. 4) Bersihkan bedpan secepatnya dan gunakan pewangi untuk mengurangi bau. Rasional : mengurangi bau tidak sedap 5) Kurangi makan / minuman yang menjadi faktor pencetus diare (jika di ketahui).
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 85 Rasional : antisipasi kejadian untuk yang kesekian kalinya 6)Kolaborasi dalam pemberian antispamodic, antidiare, dan antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus. Rasional: mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan peristaltik usus kebatas normal 7)Kolaborasi dalam pemberian anti inflamasi dan steroid. Rasional : anti inflamasi dan steroid dapat mencegah terjadinya infeksi b. Risiko tinggi terhadap defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap muntah dan diare. Tujuan: Selama dalam perawatan tidak terjadi defisit cairan. Perencanaan : 1) Observasi tanda-tanda vital. Rasional : membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya 2) Observasi tanda-tanda dehidrasi. Rasional : menunjukkan kebutuhan cairan yang diperlukan 3) Ukur input dan output cairan (balance cairan). Rasional : mengetahui tanda-tanda terjadinya dehidrasi 4) Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Rasional : memenuhi jumlah cairan tubuh yang dapat menyebabkan dehidrasi, jika cairan dalam tubuh terus berkurang. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Rasional : mempercepat dalam pemenuhan kebutuhan cairan c. Risiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran feses secara terus menerus Tujuan : gangguan integritas kulit teratasi
86 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” 1) Ganti popok anak jika basah Rasional : untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering 2) Bersihkan bokong perlahan dengan sabun non alkohol Rasional : karena feses diare sangat mengiritasi kulit 3) Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit Rasional : untuk memudahkan penyembuhan 4) Observasi bokong dan perineum dari infeksi Rasional : sehingga terapi yang tepat dapat dimulai 5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antifungi sesuai indikasi Rasional : untuk mengobati infeksi jamur kulit d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan : pengetahuan keluarga meningkat Perencanaan: 1) Kaji tingkat pendidikan keluarga klien Rasional: tingkat pendidikan klien mempengaruhi proses peneriman informasi 2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien Rasional: Tingkat pengetahuan keluarga merupakan indikator untuk mengetahui sejauh mana keluarga memahami tentang penyakit. 3) Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kes Rasional: pendidikan kesehatan, dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit klien 4) Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Rasional: klien keluarga dapat lebih memahami tentang penyakit klien 5) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan klien
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 87 Rasional: keluarga memahami tindakan-tindakan yang dilakukan untuk proses penyembuhan klien 4. Implementasi Implementasi adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus bekerja sama dengan kesehatan-kesehatan lain, keluarga klien dan dengan klien sendiri. Dalam proses implementasi mencakup 3 hal : a. Melaksanakan rencana keperawatan Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam intervensi dalam perawatan. b. Mengidentifikasi reaksi atau tanggapan klien Dalam mengidentifikasi reaksi/ tanggapan klien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa, cermat atau teliti, agar mernemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan yang diberikan dengan melihat, akan sangat membantu perawatan dalam mengidentifikasi reaksi klien yang mungkin menunjukkan adanya penyimpanganpenyimpangan. c. Mengevaluasi tanggapan atau reaksi klien Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan syarat yang pertama yang dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah intervensi perawat dapat diterima oleh klien. 5. Evaluasi Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Hasil yang diharapkan: (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2010) a. Fungsi gastrointestinal anak kembali normal
88 Asuhan Keperawatan Keluarga Gangguan Sistem Pencernaan “Gastroenteritis Akut” b. Anak terhidrasi dengan baik c. Anak dan orang tua memahami perawatan dirumah dan pemeriksaan medis lanjutan yang diperlukan. H. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010, Askep Anak Dengan Gastroenteritis, http://contoh askep.blogspot.com/2015/07/askep-pada-klien-dengange.html Budiarta Putu, 2010, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gastroenteritis, http://nursingbegin.com/asuhankeperawatan-pada-klien-dengan-gastroenteritis/ Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2010, Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Dez delicious, 2010, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gastroenteritis, http://dezlicious.blogspot.com/2015/06/asuhankeperawatan-pada-klien-dengan 12.html Dona L. Wong dkk, 2010, Buku Ajar Keperawatan Pedatrik, volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Irianto Kus, 2010, Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis, edisi 5, Penerbit Yrama Widya, Bandung Nasrullah, 2011, Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan, Maros, tidak dipublikasikan. Ngastiah, 2011, Perawatan Anak Sakit, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta Rahmat Panyiwi,(2018). Utilization Of Family Toilet In The Allu Village Of Minasa Baji Bantimurung Districts Of Maros Regency. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, eISSN : 2654 – 4563. Volume: 7(2), 222-231. https://doi.org/10.35816/jiskh.v8i2.60.
Asosiasi Guru & Dosen Seluruh Indonesia (AGDOSI) 89 BAB VII ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN PPOK A. Pendahuluan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati, penyakit yang ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan keterbatasan aliran udara karena jalan napas dan atau kelainan alveolar biasanya disebabkan oleh pajanan partikel yang signifikan atau gas berbahaya ( Kemenkes RI ,2008). Menurut data WHO saat ini PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia dan tahun 2030 diperkirakan PPOK akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Penelitian di Amerika Serikat pada populasi usia 25-75 tahun dari tahun 1971-2000 menunjukkan prevalensi PPOK ringan 6,9% dan PPOK sedang 6,6%, Penelitian COPD working group di 12 negara Asia Pasifik mendapatkan rerata prevalensi PPOK 6,3% dengan masing-masing negara bervariasi seperti 3,5 % di Hongkong, 6,7% di Vietnam dan di Indonesia sebesar 5,6%.13 Penelitian Lim dkk tahun 2012 di Asia Pasifik menunjukkan prevalensi PPOK 6,2% dan untuk di Indonesia sebesar 4,5%.(Jurnal Respirologi Indonesia,2021). PPOK merupakan salah satu dari 10 penyakit tidak menular yang banyak terjadi di Indonesia dengan prevalensi 3,7%. Prevalensi tertinggi di Nusa Tenggara Timur (10%), diikuti Sulawesi Tengah (8%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7%. Prevalensi PPOK meningkat seiring bertambahnya usia dan PPOK meningkat pada usia lebih dari 30 tahun Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%).(Kemenkes RI, 2013). Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia terjadi penurunan dari Riskesda tahun 2013 yaitu sebesar 29,3 % menjadi 28,8 % (Riskesda 2018 ).
90 Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan PPOK B. Defenisi Ppok Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh kelainan saluran napas dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya dan dipengaruhi oleh faktor pejamu. termasuk perkembangan paru yang abnormal. Komorbiditas yang signifikan dapat berdampak pada morbiditas dan mortalitas (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2020). Penyakit tersebut bisa merupakan kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya.Pada PPOK, seringkali ditemukan bronkitis kronik dan emfisema bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda ( Gold 2020,Report ) C. Etiologi ( Faktor Resiko ) PPOK mempunyai progresivitas yang lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi akut yang timbul secara periodik. Pada fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang mendadak dari perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat. Secara umum resiko terjadinya PPOK terkait dengan jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri. 1. Asap Rokok Asap rokok merupakan faktor resiko yang paling sering mengakibatkan PPOK dimana sekitar 50% perokok akan menderita PPOK di kemudian hari. Nikotin merupakan alkaloid poten yang masuk ke tubuh saat seseorang merokok dan akan menstimulasi reseptor nikotinik mengakibatkan suatu mekanisme yang kompleks. Makrofag diaktifkan oleh nikotin dengan cara melepas faktor kemotatik neutrogil sepertil Leukotrien B dan Interleukin (IL-8). Neutrofil dan makrofag kemudian akan