Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Persoalan lainnya adalah tetap mempertahankan kekuasaan, pengaruh,
kewibawaan, baik yang bersifat kelembagaan (institusional) maupun pribadi
oleh tokoh-tokoh pimpinan gereja-gereja, ditambah dengan masalah historis
yang menyangkut masalah etnis/kesukuan atau kebangsaan juga yang dinilai
sebagai faktor penghambat tercapainya keesaan yang nyata bagi gereja-gereja
di dunia ini
c. Gerakan Keesaan Gereja Dalam Masa Transisi
Sementara persoalan teologis yang mendasar mengenai keesaan masih terus
dipergumulkan oleh DGD melalui Komisi Iman dan Tata Gereja, meskipun
telah mencapai beberapa kemajuan dengan berbagai hasil konferensi, antara
lain : dokumen-dokumen tentang Baptism ( baptis), Eucharist (Ekaristi) and
ministry. Atau dikenal dengan BEM Document.
Pada intinya, persoalan pokok teologis tidak tergoyahkan dari tempat
sentralnya. Persoalan teologis tentang keesaan nyata merupakan agenda utama
gereja-gereja di Eropa (Gereja Ortodox dan Gereja Protestan dalam DGD),
namun banyak gereja anggota DGD dari Asia, Pasific maupun Amerika
Selatan dan Afrika justru tidak menganggap persoalan tersebut (keesaan
gereja) sebagai agenda utama dalam gereja-gereja mereka.
Pemahaman tentang oikumene dalam sejarah gerakan ekumenis telah
dipersempit ke dalam pengertian “keesaan nyata dari gereja-gereja” perlu
dipahami ulang secara teologis dan tidak saja secara eklesiologis. Oleh karena
itu saran untuk mengadakan “paradigm sift” dalam gerakan ekumenis global
perlu mendapat perhatian serius, karena dinilai sangat relevan dengan konteks
kehidupan gereja-gereja di Indonesia.
Sementara itu, usaha DGD dalam memahami keberadaan gereja-gereja di
tengahmasyarakat yang pluralitas dari segi agama dan ideologi melalui kegiatan
dari sub-unit Dialogue with Living Faiths and Idiology (sub unit ini sekarang
51
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
sudah tidak ada) yang telah mengadakan berbagai dialog internasional dengan
agama-agama lain maupun ideologi (Marxim) telah membawa kesadaran yang
lebih luas tentang makna ekumenisme global.
Konrad Raiser dalam bukunya Ecumenism In Transition telah menguraikan
ketidakmenentuan tentang gerakan ekumenisme global dewasa ini, serta
tantangan pluralisme agama, globalisasi, ancaman terhadap kehidupan serta
keberbagain gereja yang dihadapi oleh gerakan ekumenis global, menganjurkan
agar semua orang beriman mengadakan suatu “paradigm sif ” dalam gerakan
ekumenis dan mengambil oikumene sebagai “The One House-Hold of Life”.
3. Tantangan Gerakan Ekumenis di Indonesia
Pada dasarnya permasalahan yang dihadapi gereja-gereja di Indonesia dalam
hal Keesaan Gereja memiliki kesamaan dengan permasalahan yang dihadapi
oleh gerakan ekumenis global. Namun, beberapa hal khusus yang menjadi
tantangan dalam mendorong keesaan gereja di Indonesia.
A. Anggota Gereja Belum Paham Masalah Teologis
Banyak terjadi dalam gereja mulai dari pimpinan sampai warga jemaat,
belum mengerti betul tentang persoalan teologis yang dihadapi dalam rangka
pembentukan satu gereja yang esa di Indonesia. Sejarah dalam gerakan keesaan
gereja di Indonesia sejak tahun 1950, gereja-gereja yang tergabung dalam
Dewan Gereja Indonesia (DGI) atau Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia
(PGI) selalu mengupayakan kebersamaan antara anggota DGI/PGI saja.
Selain gereja-gereja anggota DGI/PGI, masih banyak gereja Protestan lainnya
bergabung dalam Persekutuan Injili Indonesia (PII) dan Dewan Pentakosta
Indonesia (DPI). Demikian juga kebersamaan dan keterlibatan gereja Roma
Katolik dalam gerakan ekumenis masih sangat minim dan terbatas, termasuk
Gereja Orthodox.
52
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Idealnya, gerakan keesaan gereja di Indonesia seharusnya juga
menyertakan keterlibatan penuh dari gereja-gereja diluar PGI dan secara
luas mengembangkan pelaksanaan pemahaman tentang oikumene. Bahwa
keselamatan diperuntukkan tidak hanya untuk umat Tuhan semata, melainkan
juga bagi seluruh ciptaan seutuhnya. Ini merupakan persoalan teologis yang
utama bagi gerakan ekumenis di Indonesia.
Menurut Judo Poerwowidagdo, Lima Dokoumen Keesaan Gereja (LDKG)
yang telah disepakati oleh gereja-gereja PGI, meskipun merupakan sebuah
achievement atau suatu perkembangan maju dalam gerakan keesaan di Indonesia.
Namun, masih terbatas pada gereja-gereja anggota PGI yang memang
sebagian besar tidak mempunyai perbedaan teologis secara mendasar.
a. Konflik di Tubuh Gereja
Tantangan lain dalam mendorong keesaan gereja-gereja di Indonesia adalah
persengketaan atau konflik di antara sesama gereja-gereja sendiri. Konflik
tersebut tidak hanya bersifat laten/tersembunyi, akan tetapi beberapa sudah
terbuka secara luarbiasa. Selain, melibatkan berbagai pihak di luar gereja yang
mengalami konflik itu, tapi juga aparat pemerintah dan lembaga peradilan.
Oleh sebab itu dibutuhkan keterbukaan pikiran dalam membicarakan serta
menganalisa masalah atas pelbagai konflik tersebut sembari berusaha mencari
jalan penyelesaian, sekaligus mengembangkan atau mendukung usaha-usaha
pemberdayaan untuk rekonsiliasi dan bukan sebagai sebuah keniscayaan.
Kalau usaha itu tidak berhasil, maka bentuk-bentuk keesaan yang telah
diusahakan selama ini dan beragam kemajuan yang telah dicapai tidak akan
berarti sama sekali. Bahkan, membawa kemunduran yang luar biasa dalam
mendorong keesaan gereja di Indonesia.
53
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
b. Penegasan Makna Gereja Yang Esa
Rumusan dalam Anggaran Dasar DGI mengenai tujuan terbentuknya satu
gereja yang esa di Indonesia perlu mendapat ketegasan dalam makna. Apakah
yang dimaksudkan dengan kata satu dalam rumusan ini? Dan apakah yang
dimaksudkan dengan gereja yang esa itu? Keesaan gereja merupakan gift
sekaligus calling.
Jadi dalam pengertian keesaan itu tidak terkandung adanya pengetian
kesatuan strutural ataupun kesatuan organisastoris. Menurut Harun
Hadiwijono, tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menunjukan
pengertian kesatuan organisatoris atau struktural dalam panggilan keesaan
Gereja. Namun, kata satu dalam pengertian umum tidak mengandung
pengertian matematis, tetapi dalam berbagai konteks pemakaiannya (syntac)
mengandung pengertian kebersamaan atau kesepahaman. Pemahaman seperti
ini yang mesti dikembangkan dalam gerakan keesaan gereja di Indonesia.
B. Lembaga-Lembaga Gereja
Lembaga gereja yang dimaksudkan adalah gereja-gereja Kristen di Indonesia
yang tergabung dalam berbagai aliran dan persekutuan yang dibentuk
berdasarkan keberagaman latar belakang. Misalnya: etnis, corak kekristenan,
pengakuan iman, pekabaran Injil dan pengorganisasian diri. Jika dilihat dari
latar belakang sejarah, maka gereja-gereja di Indonesia dibagi menjadi dua.
Pertama, gereja-gereja yang tidak berdasarkan pada kesukuan tertentu antara
lain : Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Gereja Protestan di Indonesia
Bagian Barat (GPIB), Gereja Pentakosta dan Gereja Baptis. Kedua, gereja-
gereja yang tumbuh dan berkembang sebagai Gereja Suku misalnya : Huria
Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Toraja (GT) dan gereja suku lainnya.
54
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Gereja-gereja di Indonesia yang lahir dan tumbuh pada 1930-1942 mewarisi
corak Kekristenan (corak teologi) dan induknya yaitu corak Kekristenan
Kontinental (www.alkitabsabda.org). Namun, dari pihak lain telah belajar dan
berusaha untuk menentukan corak Kekristenan diantara gereja-gereja di
Indonesia semakin bertambah banyak. Akibatnya, semakin meluasnya beragam
denominasi jenis kebangunan atau Injili yang datang dari negara-negara
Anglosaksis. Tidak mengherankan, jika dari dampak tersebut bermunculan
banyak gereja seperti gereja-gereja rumpun Pentakosta dan Kemah Injil.
Jika ditinjau dari pengakuan iman, pada umumnya Gereja-gereja di Indonesia
belum mempunyai pengakuan imannya sendiri. Baru sepuluh Gereja yang
telah merumuskan pengakuan imannya. Enam gereja yang berdiri pada
corak Kekristenan Protestan Kontinental telah berusaha untuk merumuskan
pengakuan imannya terutama dalam perkembangan budaya.
Sementara, empat Gereja yang berdiri pada corak Kekristenan Protestan
Anglosaksis telah merumuskan pengakuan imannya. Walaupun, usahanya
tersebut tidak dikaitkan dengan konteks perkembangan di Indonesia, karena
mereka pada hakikatnya tetap mempertahankan pengakuan iman dari Gereja
induknya masing-masing.
Terdapat perbedaan dalam hal pekabaran Injil diantara gereja-gereja yang ada di
Indonesia. Bagi gereja yang tergabung di PGI dikenal sebagai golongan ecumenical,
yakni memahami pekabaran Injil dalam kaitannya dengan keselamatan
utuh manusia. Seperti masalah-masalah sosio politis yang berkaitan dengan
pembangunan di Indonesia menjadi perhatian dan pemikiran mereka. Namun,
sebagian lain dari mereka ada yang menyebut sebagai golongan evangelical.
Yaitu, memahami pekabaran Injil secara tradisional, walaupun dalam berbicara
menggunakan istilah-istilah modern.
55
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Dalam pekabaran Injil tidak jarang menimbulkan ketegangan dengan para
pemeluk Agama Islam terutama di kawasan Jawa. Pada dasarnya hal itu
merupakan pekerjaan rumah bagi kedua agama tersebut. Mengenai hal itu
gereja-gereja di Indonesia terutama yang berada dibawah naungan PGI telah
mengumpulkan dan memikirkan dengan serius.
Termasuk mendalami masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar
pemeluk agama, terutama kedua golongan yang berbeda itu. Jika dilihat
dari sudut pandang pengorganisasian maka pada umumnya gereja-gereja
di Indonesia mengorganisasikan diri selaras dengan apa yang dilakukan
oleh induknya masing-masing. Atau dengan kata lain, secara umum mereka
memberlakukan tata gereja yang diwariskan oleh induknya masing-masing,
yang kebanyakan menganut pola presbiterial. Namun, rupanya mengalami
banyak kesulitan dalam memberlakukan pola itu. Itulah sebabnya banyak di
antara mereka yang mencoba menciptakan tata gereja yang cocok dengan
keadaan masing-masing.
Sementara itu, gereja-gereja yang lahir dan tumbuh akibat meluasnya
berbagai denominasi jenis kebangunan atau jenis Injili tidak terlalu suka
berurusan dengan masalah yang menyangkut tata gereja, sebab dinilai tidak
penting. Justru mengusahakan kesucian hiduplah yang dinilai penting. Gereja
dengan tekanan pada upaya menjauhkan diri dari dunia. Misalnya dunia
politik dan budaya. Dampaknya dalam masalah pengorganisasian diri adalah
menganggap cukup bila dapat mengatur kehidupan Gereja dengan pola
kongregasional seperti yang diperkenalkan oleh tokoh-tokoh dari negara
negara Anglosaksis itu.
Tulisan ini tidak menguraikan seluruh lembaga gereja yang ada di Indonesia,
tetapi lembaga gereja yang berada di bawah rumpun Gereja Kristen Protestan
di Indonesia. Berdasarkan denominasi ada sejumlah aliran gereja Kristen yang
56
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
berkembang di Indonesia antara lain aliran Gereja Lutheran. (Evangelikel
Lutheran), Gereja Calvinis (Gereja Reformasi), Gereja Baptis, Gereja
Methodis, Gereja Pentakosta, Gereja Karismatik, Gereja Advent, Gereja Injili,
dan Saksi Jeohva. Berikut ini akan diuraikan secara garis besar sejarah dan
pandangan teologis masing lembaga gereja tersebut.
1. Gereja Lutheran
Gereja yang berazaskan ajaran Martin Luther, seorang tokoh reformasi
gereja pada abad ke-16. Ia yang mengkritik ajaran dan praktik gereja pada
saat itu. Namun, sulit ditentukan dengan pasti kapan aliran Lutheran ini mulai
muncul. Diberi aliran nama Lutheran, sudah tentu melalui proses yang cukup
panjang dan rumit.
Bila mengacu pada proses “pembakuan” ajaran Lutheran pada 1530,
merupakan awal kemunculan aliran Luther-an. Saat itu untuk pertama kali
terbit sebuah dokumen yang berisikan ajaran Martin Luther. Dokumen
ini dikenal dengan nama Konfesi Augsburg yang disusun oleh para teolog
pengikut Luther, terutama Philip Melanchton. Di kemudian hari muncul pula
dokumen-dokumen lain yang berisikan ajaran-ajaran Martin Luther.
Dokumen-dokumen tersebut dihimpun dalam sebuah kitab yang diberi
nama Kitab Konkord, diterbitkan pada 25 Juni 1580. Kitab inilah yang menjadi
semacam kanon (patokan ajaran) bagi gereja-gereja Lutheran yang pada akhir
abad ke-16 semakin menjelma menjadi gereja yang mapan.
a. Ajaran Pokok Luther
1. Tiga Sola
Ajaran khas Martin Luther yang seringkali juga diakui sebagai ciri khas
ajaran Reformasi disimpulkan dalam tiga sola yaitu sola fide, sola gratia dan
sola scriptura yang berarti “hanya iman”, “hanya anugerah” dan “hanya Kitab
57
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Suci” (Profilegereja.wordpress.com). Luther menyatakan bahwa keselamatan
manusia hanya diperoleh karena imannya kepada karya anugerah Allah yang
dikerjakannya melalui Yesus Kristus, sebagaimana yang tertera dalam Kitab
Suci (“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan
hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu jangan
ada orang yang memegahkan diri”Efesus 2:8-9 ).
Dengan demikian, Luther menolak ajaran Gereja saat itu yang menjanjikan
keselamatan melalui penjualan surat-menyurat pengampunan dosa
(indulgensia). Luther kembali menegaskan bahwa manusia diselamatkan
bukan karena amal atau perbuatannya yang baik, melainkan semata-mata oleh
karena anugerah Allah. Hal ini didasarkan pada perkataan Paulus dalam Surat
Roma : “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena
Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Roma 5:8)
2. Sakramen
Gereja Lutheran mengakui dua sakramen: Pembaptisan dan Perjamuan
Kudus. Katekismus Lutheran mengajarkan bahwa pembaptisan adalah karya
Allah, berlandaskan perkataan dan janji Kristus bagi semua orang percaya.
Gereja Lutheran percaya bahwa roti dan anggur dalam perjamuan kudus
adalah sungguh-sungguh tubuh dan darah Kristus yang dianugerahkan
kepada umat Kristiani untuk dimakan dan diminum sesuai dengan perintah
oleh Kristus sendiri.
Banyak Kaum Lutheran yang melestarikan pendekatan liturgis terhadap
Ekaristi. Komuni Kudus (Perjamuan Tuhan) dipandang sebagai tindakan
sentral dari peribadatan Kristiani. Gereja Lutheran percaya bahwa roti dan
anggur dalam perjamuan kudus hadir bersama dengan tubuh dan darah Yesus,
bukannya menggantikan atau melambangkan tubuh dan darah-Nya belaka.
Hal itu terdapat dalam Apoologi dari pengakuan Augsburg.
58
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
3. Ikonoklasme
Beberapa tokoh reformasi Protestan, khususnya Andreas Karlstadt,
Huldrych Zwingli dan Yohanes Calvin mendukung penyingkiran citra-citra
religious berdasarkan pendapat mereka pada larangan penyembahan berhala
dan pembuatan citra pahatan dari Allah dalam Dekalog (Sepuluh Perintah
Allah). Hasilnya, patung-patungdan gambar-gambar dirusak dalam serangan
spontan individual maupun huru-hara ikonoklastis yang tidak sah.
Meskipun demikian, dalam banyak kasus citra-citra religius disingkirkan
secara baik-baik oleh otoritas sipil di kota-kota dan daerah-daerah teritorial
Eropa yang baru saja direformasi. Tidak seperti Gereja-Gereja Protestan
lainnya, Gereja-Gereja Lutheran pada umumnya tidak begitu anti terhadap
penggunaan citra-citra religius. Ini disebabkan oleh pernyataan Martin
Luther bahwa orang-orang Kristen harus bebas untukmenggunakan citra-
citra selama mereka tidak menyembahnya sebagai ganti Allah.
4. Tata Ibadah dan Cara Hidup
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal suasana dan liturgi ibadah
di gereja Lutheran dan Gereja Katolik Roma. Bagi Lutheran yang terpenting
dalam ibadah adalah bagaimana jemaat mengalami dengan nyata tindakan
penyelamatan Allah di dalam Kristus. Dan hal itu hanya bisa dialami ketika
firman diberitakan secara murni dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh
jemaat, termasuk sakramen yang juga diberikan dengan benar. Setiap ibadah
Minggu harus ada pemberitaan firman yang murni dan bersumber pada
Alkitab. Sebaliknya, untuk Perjamuan Kudus tidak selalu harus diadakan.
b. Masuk Indonesia
Pada awal abad ke-17 Gereja atau aliran Lutheran pertama kali masuk ke
Indonesia berbarengan dengan datangnya orang Belanda/VOC. Diantara para
59
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
pegawai VOC terdapat orang-orang yang beraliran Lutheran, kendati hanya
sedikit. Namun, merekalah yang pertama kali mendirikan Gereja Lutheran di
Indonesia. Berjalannya waktu, aliran tersebut semakin meluas di Indonesia
bersamaan dengan masuknya para penginjil Rheinische Missions-gesellschaf
(RMG), secara khusus di Sumatera Utara pada tahun 1861.
c. Gereja-gereja Lutheran di Indonesia
Di Indonesia terdapat sekitar delapan organisasi gereja yang mengaku
sebagai penganut paham aliran Lutheran yang berkantor pusat di Sumetera
Utara dan sekitarnya (kecuali GPKB). Gereja-gereja Lutheran di Indonesia
pada umumnya menyebar di Sumatera Utara, yakni wilayah pelayanan misi
RMG (Rheinische Missions-Gesselschaft) dulu. Gereja-gereja tersebut adalah
GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia), GKPS (Gereja KristenProtestan
Simalungun), GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola), GKPPD (Gereja
Kristen Protestan Pakpak-Dairi), HKI (Huria Kristen Indonesia), GPKB
(Gereja Punguan Kristen Batak), GKLI (Gereja Kristen Luther Indonesia),
GPP (Gereja Protestan Persekutuan), GKR (Gereja Kristen Rejang), GLI
(Gereja Lutheran Indonesia) yang merupakan anggota WELS Wisconsin
Evangelical Lutheran Synod dan CELC (Confessional Evangelical
Lutheran Conference).
Selain itu, gereja Lutheran juga berkembang di Nias dan Kepulauan
Mentawai seperti BNKP (Banua Niha Keriso Protestan), AMIN (Angowulua
Masehi Indonesia Nias), ONKP (Orahua Niha Keriso Protestan), BKPN
(Banua Keriso Protestan Nias), dan GKPM (Gereja Kristen Protestan
Mentawai). Selain menjadi anggota Federasi Lutheran se-Dunia (LWF),
banyak dari gereja- gereja di atas yang juga menjadi anggota Persekutuan
Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
60
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
2. Gereja Calvinis
Calvinisme merupakan sebuah sistem teologis dan pendekatan kepada
kehidupan Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas
segala sesuatu. Nama gerakan tersebut diambil sesuai dengan reformator
Perancis Yohanes Calvin, sehingga varian dari Kekristenan Protestan ini
disebut Teologi Reformed. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai
teologi Hervormd, iman Hervormd atau tradisi Hervormd.
Teologi Reformed dikembangkan oleh para teolog seperti Martin Bucer,
Heinrich Bullinger, Peter Martyr Vermigli, dan Huldrych Zwingli dan juga
dipengaruhi oleh parareformator Inggris seperti misalnya Thomas Cranmer
dan John Jewel. Namun, karena besarnya pengaruh Yohanes Calvin termasuk
peranannya dalam perdebatan konfesional dan gerejawi sepanjang abad ke-
17, tradisi ini dikenal sebagai Calvinis. Saat ini istilah tersebut juga merujuk
kepada doktrin dan praktik dari Gereja Hermond dimana Calvin sebagai salah
satu pemimpin pertama dan sistemnya dikenal karena doktrin predestinasi
dan kerusakan total.
Pengaruh Internasional Yohanes Calvin dalam perkembangan doktrin
Reformasi Protestan dimulai saat ia berusia 25 tahun. Ia mulai menulis edisi
pertamanya di Institusi Agama Kristen pada 1534 (diterbitkan pada 1536).
Semasa hidup, karya yang dibuatnya mengalami sejumlah revisi, termasuk
terjemahan yang mengesankan ke dalam bahasa Perancis sehari-hari. Lewat
institusi bersama dengan karya-karya polemic dan pengembalaan Calvin,
tidak terkecuali sumbangannya terhadap berbagai dokumen konfesional
untuk digunakan di gereja-gereja, terutama dalam bentuk tafsir Alkitab. Ia
memberi pengaruh secara pribadi yang besar terhadap Protestanisme. Calvin
hanyalah salah satu di antara banyak tokoh lainnya yang memengaruhi
doktrin-doktrin gereja-gereja Hervormd, meskipun akhirnya ia menjadi yang
paling terkemuka.
61
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Gereja-gereja Hervormd dan Calvin tergolong pada tahap kedua dari
Reformasi Protestan. Saat itu gereja-gereja Injili mulai terbentuk, paska
Martin Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Calvin adalah seorang
pengungsi Perancis di Jenewa. Ia telah menandatangani Pengakuan Iman
Augsburg Lutheran setelah direvisi oleh Melanchton pada 1540. Namun,
pertama-tama pengaruhnya dirasakan dalam Reformasi Swiss yang tidak
bersifat Lutheran melainkan lebih mengikuti Ulrich Zwingli.
Sangat jelas bahwa sejak awal doktrin gereja-gereja Hervormd berkembang
dalam arah yang bebas dari Luther dengan sejumlah penulis dan pembaharu
termasuk Calvin yang kelak akan menjadi sangat menonjol. Oleh sebab itu,
kemasyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Hervormd dan kumpulan
ajarannya disebut sebagai Calvinisme.
a. Awal Penyebaran
Praktik Calvin yang banyak dilakukan di Jenewa namun penerbitannya
dalam menyebarkan gagasan tentang gereja reformasi sebagian besar
di bagian Negara Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologis dari gereja
mayoritas di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian dari Jerman (khususnya
daerah-daerah tetangga Belanda) dan berpengaruh pula di Prancis, Hongaria,
Polandia dan Transilvania yang saat itu independent. Calvinisme sempat
merajai di Skandinavia, khususnya Swedia hingga akhirnya ditolak setelah
sinode Uppsala pada 1593, lebih memilih Lutheranisme.
Kaum Calvinis banyak bermukim di Atlantik Tengah dan New England
Amerika Serikat, termasuk orang-orang Putian dan Huguenot Perancis
dan New Amsterdam (New York) Belanda. Para Calvinis Belanda juga
merupakan kolonis-kolonis Eropa pertama yang sukses di Afrika Selatan di
abad ke-17. Mereka dikenal sebagai orang-orang Boer dan Afrkaner.
62
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Sebagian besar wilayah Sieera Leone dihuni oleh para pemukim Calvinis
dari Nova Scotia yang adalah para loyalis kulit hitam. Yakni, orang-orang
kulit hitam yang berjuang untuk Britania pada masa perang kemerdekaan
Amerika. Di bawah asuhan Koneksi Huntingdon, John Marrant mendirikan
sebuah jemaat disana. Gereja-gereja Calvinis terbesar dimulai dari tenaga-
tenaga misi abad ke-19 dan 20, tidak terkecuali gereja-gereja di Indonesia,
Korea dan Nigeria.
b. Gereja Calvin di Indonesia
Penyebaran gereja-gereja Calvin di Indonesia bersamaan dengan
kedatangan orang-orang Belanda yang ingin mengambil rempah-rempah
di Kepulauan Nusantara. Seperti yang diuraikan sebelumnya, di Belanda
Calvinisme mulanya hanya golong kecil. Akan tetapi, menurut Hendrikus
Berkhof dalam Sejarah Gereja (2009:206) pengikutnya makin hari kian
bertambah. Gereja kaum Calvinis ini adalah Gereja Hervormd. Calvinis
dibawa ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC).
Menurut Michael Laffan dalam Sejarah Islam di Nusantara (2016:81),
niat terbesar orang-orang Belanda bukan menyebarkan agama, melainkan
mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari perdagangan yang
berujung pada penjajahan. Meski begitu, Gereja Reformasi telah mengincar
Hindia Belanda sejak terjalinnya perniagaan dengan Nusantara.
Sebagai kongsi dagang Hindia Timur, VOC diberi beberapa hak istimewa
oleh pemerintah Belanda. Menurut Christian de Jonge dalam apa itu Calvinis?
(1998:30-31), salah satu hak yang diberikan kepada VOC adalah untuk
bertindak sebagai pemerintah yang berdaulat. Hal ini menyiratkan bahwa
VOC harus melakukan apa yang wajib dilakukan oleh pemerintah Kristen,
yaitu melindungi gereja dan memajukan agama yang benar. Hal ini sempat
63
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
disinggung Marlee Calvin Ricklef dalam Sejarah Indonesia modern, 1200-
2004 (2004:73), yang menyebut VOC memaksa pemeluk Katolik di daerah
yang direbutnya dari Portugis untuk memeluk Calvinisme.
Kendati, Calvinisme identik dengan VOC dan Belanda namun menurut
Jan S. Aritonang dalam Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja
(1995:15), tidak semua orang Belanda yang datang ke Indonesia penganut
aliran Calvinis, namun sebagian adalah pengikut Lutheran.
Dalam catatan Christiaan de Jong (1998:31-33), Gereja Reformasi di
Indonesia tampak sebagai tiruan dari gereja di Belanda. Tepat pada tahun 1621
di Indonesia dibentuk majelis gereja. Empat tahun kemudian majelis jemaat
dibentuk di Maluku, Makasar, Semarang dan Surabaya. Para pendetanya
mayoritas adalah orang-orang Belanda dan sisanya orang Indonesia. Salah
satu pendeta yang bernama Meester Cornelis Senen, diabadikan namanya
untuk nama tempat di Jakarta.
Seperti yang dicatat Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara
: Sejarah Indonesia (2008:174) di Batavia hukum dengan tegas melarang
pelaksanaan atau pengajaran agama apapun di depan umum atau secara
rahasia, kecuali Gereja Reformasi Belanda. Meski begitu, orang Islam dan
penganut kepercayaan lainnya tak merasa terganggu.
Jan S. Aritonang menyebutkan di Indonesia banyak yang mengaku sebagai
Calvinis, termasuk mereka yang beraliran Injili (Evangelical ala Amerika).
Umumnya pengikut Calvin memakai istilah Gereja Reformasi atau Protestan.
Sementara pengikut Lutheran lebih suka menyebut Lutheran.
Misionaris Kristen Protestan yang datang ke Indonesia juga terdiri
dari golongan Lutheran dan Calvinis seperti Nederlandsch Zendeling
Genootschap (Serikat Misionaris Belanda). Kendati pengaruh Calvinis
sangat terasa tapi tidak disebut sebagai perwakilan Calvinis. Organisasi
64
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
tersebut menghasilkan banyak jemaat di Minahasa, Maluku, Poso, Timor,
Jawa Timur, dan Tanah Karo, yang belakangan tergabung dalam Indische
Kerk alias Gereja Protestan Indonesia (GPI).
Masih menurut Jan S. Aritonang (1995:52), pada perkembangannya
terdapat 72 kelompok gereja anggota Persatuan Gereja Indonesia (PGI)
hampir separuhnya mengaku Calvinis atau setidaknya dipengaruhi
Calvinisme. Beberapa di antaranya yaitu Gereja Protestan Maluku (GPM),
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Gereja Protestandi Indonesia bagian
Barat (GPIB), Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Kristen
Indonesia (GKI), Gereja Toraja, Gereja Kristen Pasundan (GKP), dan
Gereja Kristen Jawa (GKJ).
Sejumlah gereja beraliran Calvinis di Indonesia saat ini antara lain : Gereja
Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
(KGPM), Gereja MasehiInjili di Sangihe Talaud (GMIST), Gereja Protestan
Maluku (GPM), Gereja Masehi Injili di Timor, Gereja Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB), Gereja Kristus Tuhan (GKT), Gereja Protestan
Indonesia di Donggala (GPID), Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-
Toli (GPIBT), Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG), Gereja
Kristen Luwuk Banggai (GKLB), Gereja Protestan Indonesia di Papua
(GPI Papua), Gereja Protestan Indonesia Banggai Kepulauan GPIBK,
Indonesian Ecumenical Christianity Church (IECC), Gereja Masehi Injili di
Talaud (GERMITA), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP),Gereja Kristen
Indonesia (GKI), Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara (GKI SUMUT),
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP), Gereja Kristen Sumatera
Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gereja Kristen
Jawa (GKJ), Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU), Gereja Kristen
Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), Gereja
Kristen Sulawesi Barat (GKSB), Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS),
65
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA), Gereja Protestan
Indonesia di Luwu (GPIL), Gereja Kristen Sumba (GKS), Gereja Kristen
Injili di Tanah Papua (GKI di Tanah Papua), Gereja Kristus, Gereja Kristus
Yesus (GKY),Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII), Gereja Toraja.
c. Doktrin Aliran Calvinis
Teologi Calvinis diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme atau disebut
doktrin rahmat. Yakni, sebuah respon poin demi poin terhadap lima poin dari
Remonstrans Arminian (sejarah perdebatan Calvinis-Arminian) dan berfungsi
sebagai sebuah ringkasan dari keputusan yang dihasilkan oleh Sinode Dort
tahun 1619. Calvin tidak pernah digunakan seperti model dan tidak pernah
diperangi secara langsung oleh Arminiasnisme.
Kelima poin itu berfungsi sebagai ringkasan perbedaan antara Calvinisme
dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai ringkasan lengkap dari tulisan Calvin
atau teologi gereja-gereja Reformed pada umumnya. Dalam bahasa Inggris,
kadang-kadang dikenal dengan singkatan TULIP.
- Total depravity (Kerusakan total)
- Unconditional election (Pemilihan tanpa syarat
- Limited atonement (Penebusan terbatas)
- Irresistible grace (Anugerah yang tidak dapat ditolak)
- Perseverance of the saints (Ketekunan orang-orang kudus).
Walaupun urutannya berbeda daripada Kanon dari Dort. Inti dari penegasan
Kanon adalah bahwa Allah mampu menyelamatkan setiap orang yang telah
diberikan rahmat dan apa yang dilakukan-Nya tidak dapat digagalkan oleh kefasikan
atau ketidakmampuan manusia. Akibat dari reformasi atau pengembangan yang
dilakukan sepanjang sejarah Calvinisme, maka menimbulkan berbagai variasi dari
Calvinisme. Dan berikut beberapa variasi yang ada:
66
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
1). Lapsarianisme.
Dalam teologi Calvinis skolastik, ada dua aliran dari pemikiran mengenai
kapan dan siapa yang dipredestinasikan Allah.
2). Supralapsarianisme
Supralapsarianisme berasal dari bahas Latin, yakni supra, “di atas”, yang
berarti “sebelum” + lapsus, “jatuh”, atau Antelapsarianisme, kadang-kadang
disebut “Calvinisme tinggi”, yang berpendapat bahwa Allah menetapkan
sebagian orang untuk keselamatan dan sebagian untuk kebinasaan sebelum
manusia jatuh ke dalam dosa.
3). Infralapsarianisme
Infralapsarianisme (dari bahasa Latin: infra, “di bawah”, yang berarti
“setelah”+ lapsus, “jatuh”) atau dikenal juga dengan sublapsarianisme atau
postlapsarianisme, kadang-kadang disebut “Calvinisme rendah”, berpendapat
bahwa penetapan Allah terhadap siapa yang dipilih dan siapa yang ditolak
terjadi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa.
4). Amyraldisme
Amyraldisme adalah bentuk modifikasi dari teologi Calvinis yang menolak
salah satu dari lima poin Calvinisme, yakni doktrin penebusan terbatas (limited
atonement) dan mendukung penebusan tidak terbatas (unlimited atonement).
Secara sederhana, Amyraldisme menyatakan bahwa Tuhan telah menyediakan
penebusan Kristus bagi semua orang tanpa kecuali. Namun, melihat tidak ada
satupun yang dengan sendirinya akan percaya, maka Tuhan pun kemudian
memilih orang-orang yang Ia akan bawa kepada iman di dalam Kristus.
Dengan demikian, anggapan ini berusaha mempertahankan doktrin Calvinis
tentang pemilihan tanpa syarat, namun di sisi lain bertentangan dengan
doktrin Calvinis tentang penebusan terbatas.
67
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
5). Hiper-Calvinisme
Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan
umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit
menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang)
dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan
kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam
karya keselamatan.
Menurut Edwin H. Palmer, Hiper-Calvinisme bertentangan secara frontal
dengan Arminianisme. Sementara penganut Arminian menyangkal kedaulatan
Allah, Hiper-Calvinis meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat
pernyataan yangjelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan
memegang hal itu denganteguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya
secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab
manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun
merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam
cara berpikirnya.
3. Gereja Baptis
Gereja Baptis adalah nama generic untuk gereja-gereja di lingkungan
Protestan yang dicirikan antara lain oleh penolakannya terhadap baptisan anak
(baptisan yang diberikan kepada bayi dan anak kecil). Gereja ini percaya bahwa
baptisan hanya diberikan kepada orang dewasa yang sudah dapat mengakui
imannya secara sadar dan bertanggung jawab. Praktik pelayanan baptisan
kepada orang dewasa di kalangan Gereja Baptis juga ditiru oleh beberapa
denominasi lain.
68
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
a. Sejarah Gereja Baptis
Awal abad ke-16 menjadi momentum era reformasi terjadi namun banyak
orang merasa kurang puas dengan apa yang telah dilakukan oleh Luther
maupun Calvin. Mereka berharap ada perubahan radikal dari Gereja Katolik
Roma. Sebagian dari mereka kemudian melakukan perombakan sendiri
terhadap Gereja pada waktu itu, khususnyadalam hubungan antara Gereja
dan negara serta baptisan. Mereka berpendapat, bahwa gereja dan negara
harus dipisahkan sehingga tidak akan terjadi penguasaan oleh salah satu
lembaga terhadap yang lain. Sedangkan tentang baptisan, harus dilakukan
kepada orang yang benar-benar mengaku percaya. Oleh sebab itu, setiap
orang yang dibaptis pada masa bayi, harus dibaptis ulang dengan baptisan
yang sah. Kondisi itulah maka orang Katolik dan Protestan dijuluki kaum
Anabaptis atau orang-orang yang membaptiskan kembali.
Pada abad ke-17 di Inggris mulai menggunakan nama Baptis sebagai
nama diri. Kelompok Baptis ini berkembang dari kaum Separatis di Inggris
dan merasa bahawa kelompok itu tidak cukup radikal dalam memisahkan
diri dari ajaran dan praktik Gereja Inggris. Mereka dianggap kurang setia
terhadap ajaran-ajaran Alkitab dan membentuk kelompok-kelompok gereja
yang sepaham, sehingga muncullah aliran Baptis yang pertama. Dalam
praktiknya mereka berbeda di dalam pemahaman. Sebagian menerima
ajaran tentang predestinasi dari Calvinisme (BaptisKhusus), sementara yang
lainnya menolak ajaran itu dan menerima ajaran tentang kehendak bebas dari
Arminianisme (Baptis Umum).
Roger William memulia Gereja Baptis di Amerika dengan mendirikan
Providence, Rhode Island, sebagai “tempat perlindungan bagi mereka
yang merasa hati nuraninya terusik”. Walaupun tidak lama menjadi seorang
Baptis, ia juga mendirikan First Baptis Church of America di Providence pada
69
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
tahun 1639. Di tempat lain, orang-orang Baptis disisihkan dan ditolak, karena
mereka dianggap memelukagama berbeda dengan agama yang dipeluk oleh
sebagian besar pendatang di benua baru ini.
Pada abad ke-18 untuk mendukung upaya penginjilan maka orang-orang
Baptis mulai mendirikan sejumlah perhimpunan seperti Philadelphia Baptist
Association yang dibentuk pada tahun 1707. Kemudian pada tahun 1751
terbentuk Charleston Baptist Association. Di abad yang sama Kebangunan
Rohani Besar dimana Gereja Baptis mengalami pertumbuhan yang pesat. Seperti halnya
nenek moyang mereka di Inggris, orang-orang Baptis sangat menekankan
kebebasan beragama dan pemisahan antara Gereja dan negara secara ketat.
Yakni, kebebasan beragama adalah hak setiap orang – bukan cuma orang Kristen
atau Baptis melainkan apapun juga agama seseorang. Gereja Baptis juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat di kalangan orang-orang hitam. Pada tahun 1773
terbentuk sejumlah Gereja Baptis independen yang terbagi menjadi dua kelompok
denominasi besar Yaitu Foreign Mission Baptist Convention (1880) dan National Baptist
Convention (1895).
b. Misi ke negara lain
Pada awal abad ke-19 dalam gerakan misi besar-besaran ke seluruh penjuru dunia,
Gereja Kongregasionalis mengutus pasangan suami istri misionaris ke Myanmar
bernama Adoniram dan Ann Judson. Dalam pelayaran menuju ke India, pasangan
tersebut dipengaruhi oleh sejumlah orang Baptis. Sesampainya di Myanmar pasangan
tersebut telah menjadi misionaris Baptis. Buah dari hasil pelayanan yang mereka
lakukan sangat luarbiasa dan sampai sekarang Gereja Baptis menjadi denominasi
terbesar di negara itu, khususnya di kalangan suku Karen.
c. Sejarah Gereja Baptis di Indonesia
Sejak awal abad ke-19 para penginjil dari lingkungan gereja-gereja Baptis
sudah ada tepatnya pada masa kekuasaan Inggris di Indonesia. Misalnya Jabez
70
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Carey. Jabez bekerja di Maluku pada tahun 1814-1818, diterima dengan baik
oleh umat Kristiani di Ambon, diangkat menjadi pengawas sekolah-sekolah
Kristen, dan ia giat memerangi perbudakan. Namun ia terpaksa pulang ke
India yang diiringi tangisan oleh warga Ambon. Kepergiannya tersebut
selain karena alasan politis dimana Pemerintah Hindia Belanda melarang
ada kegiatan orang asing non-Belanda yang bekerja di wilayah jajahannya.
Sedangkan alasan teologisnya, ia berselisih paham dengan Joseph Kam, Rasul
Maluku NZG (Nederlandsch Zendeling-genootschap) mengenai Baptisan
Jabez sesuai dengan ajaran Gereja Baptis, mempraktikkan Baptisan dewasa.
Sedangkan Joseph Kam sesuai dengan paham Calvinis, mempraktikkan
Baptisan anak.
Pada 1813-1857 selain Jabez Carey ada sekitar 20 penginjil Baptis yang
bekerja di Indonesia. Seperti dua penginjil pertama ke tanah Batak, Richard
Burton dan Nathaniel Ward. Keduanya berhasil masuk kesana pada tahun
1824, ketika Inggris masih berkuasa atas Pulau Sumatera. Namun, tak satu
pun orang Batak yang berhasil ditobatkan. Walaupun, diterima dengan
hormat akan tetapi akhirnya dipersilahkan pulang secara baik-baik. Hal itu
dikarenakan ajaran yang dibawa tidak sesuai dengan harapan orang Batak.
Ward bertahan di Padang dengan berbagai kegiatan seperti menerjemahkan
Alkitab maupun penginjilan sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir
pada tahun 1850. Dalam catatan sejarah, tidak ada jemaat yang berhasil ia
dirikan. Kendati demikian, kedatangan dan pekerjaan keduanya tidak sia-sia.
Seperti dikatakan Lothar Schreiner, mereka telah menghasilkan dan
mewariskan sejumlah karya tulis, diantaranya terjemahkan Bahasa Batak dari
beberapa bagian isi dari Alkitab. Hal tersebut dinilai sangat berguna bagi
para penginjil dari negeri lain yang datang di kemudian hari. Sebab secara
tidak langsung telah ikut meletakkan benih kerjasama oikumenis diantara
lembaga-lembaga penginjilan di Indonesia pada masa silam.
71
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Pada tahun 1816 Gattlob Bruckner telah bekeja di Semarang sebagai
penginjil BMS (Baptist Missionary Society). Setelah ia meninggalkan
dinasnya sebagai pendeta GPI(Gereja Protestan di Indonesia) utusan NZG
(Nederlandsch Zendeling-genootschap). Walaupun ia bukan orang Belanda
namun Bruckner berhasil mengantongin izin bekerja dari Pemerintah Hindia
Belanda. Ia menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Jawa. Apa yang
dilakukannya itu ia turut merintis dan mempersiapkan pembentukan jemaat-
jemaat di Jawa. Hasil terjemahannya tersebut merupakan terjemahan Alkitab
pertama dalam bahasa daerah di Indonesia. Tahun 1857 setelah kematiannya,
tidak ada lagi kegiatan BMS (Baptist Missionary Society) di Indonesia. Dan,
sampai sejauh itu belum ada jemaat Baptis berdiri di negeri ini.
Sejak tahun 1938 di Irian Timur (Papua New Guinea) telah bekerja The
AustralianMissionary Society. Namun di Irian Barat (Irian Jaya), khususnya
di lingkungan Suku Dani lembah Baliem, badan tersebut baru bekerja pada
1956. Hasilnya berupa jemaat-jemaat yang kemudian bergabung di bawah
nama Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Irian Jaya(PGBIJ) dan baru nampak
pada tahun 1962. Selain PGBIJ, menurut Mc Elrath pada waktu ini masih ada
lima organisasi gereja-gereja Baptis di Indonesia yakni:
1) Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI)
Gereja ini adalah produk pekerjaan Misi Baptis Indonesia (Indonesia Baptist
Mission: IBM). Badan ini dulunya sebagai wadah untuk beberapa penginjil
dari Foreign Mission Board of The Southem Bapstist Convention yang sebelumnya
bekerja di Cina namun harus meninggalkan negeri itu sejak rezim komunis
berkuasa disana. Mereka tiba di Indonesia pada Desember 1951, akan tetapi
telah berhasil melakukan Baptisan pertama di Bandung pada 23 November
1952. Sejak saat itu, terutama setelah gagalnya G.30S/PKI tahun 1965 para
jemaat Baptis produk badan penginjilan ini tumbuh pesat dan tersebar di
72
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
seluruh provinsi di Jawa dan empat di provinsi di Sumatera. Namun, lebih
dari 80% warganya terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2) Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI)
Gereja yang berada di Singkawang Kalimantan Barat ini dirintis oleh John
G. Breman. Seorang penginjil berdarah Belanda-Amerika sejak tahun 1925.
Namun, pekerjaan itu baru terorganisasi dengan baik pada tahun 1956 dan
semakin meningkat saat menjalin kerjasama dengan badan misi Conservative
Baptist dari Amerika yangmengutus para penginjilnya pada tahun 1961 dan
resmi menjadi gereja pada tahun 1965.
Di samping penginjilan verbal, badan ini juga giat menyelenggarakan
rumah sakit di Serukam, hotel (penginapan murah) bagi pemuda-pemudi,
sekolah Alkitab dan pendidikan teologi ekstensi bagi para pengerja pribumi.
Sejak tahun 1984, selain ke provinsi-provinsi lain di Kalimantan, gereja ini
melebarkan sayapnya ke Jawa, Sumatera dan Bali.
3) Kerapatan Gereja Baptis Indonesia (KGBI)
Gereja yang berkantor pusat di Manado ini berawal dari beberapa pemuda
dari KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa) yang belajar sekolah
Alkitab di Makassarpada dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Tahun 1951 KGPM
melaksanakan Kongres di Sonder, Minahasa. Dalam konggres hari pertama
yang digelar sekaligus menjadi hari terakhir akibat perbedaan pandangan
tentang beberapa hal yaitu, pertobatan, kelahiran kembali, baptisan selam,
pengabaran Injil dan nasionalisme. Sesungguhnya perbedaan yang mencolok
telah nampak dalam ajaran dan cita-cita nasionalisme yang menghendaki
KGPM meninggalkan ciri kesukuan ‘Minahasa’.
Kelompok ini memisahkan diri dan mengganti nama Minahasa dengan
Indonesia. Nama gereja menjadi KGPI (Kerapatan Gereja Protestan
73
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Indonesia). Dan diantara warganya ada yang belajar di Seminari Baptis di
Semarang dan sejalan dengan waktu mengindentifikasi diri sebagai bagian
dari gereja Baptis, serta mengganti kata ‘Protestan’ menjadi ‘Baptis’ nama
denominasi menjadi KGBI (KerapatanGereja Baptis Indonesia) sejak tahun
1979.
Selama periode 1951-1979 gereja ini mengalami situasi ‘krisis’ identitas, sebab
menyandang nama ‘Protestan’ namun melaksanakan baptis. Dengan bergabung
kedalam kelompok Baptis maka gerejan mendapatkan identitas yang lebih tegas.
Gereja ini juga giat menginjili ke berbagai kawasan lain di Sulawesi serta ke
kepulauan Sangihe-Talaud dan Halmahera, bahkan sampai ke Jawa, Sumatera
serta Kalimantan. Untuk pekerjaan ini KGBI didukung oleh badan misi dari
Canadian Baptist, Baptist Missionary Society dan Southern Baptist Convention.
4) Gereja Baptis Independent di Indonesia (GBII)
Gereja yang dibentuk dii Jakarta ini diprakarsai oleh sejumlah penginjil
Baptis independen sejak tahun 1970. Mereka diutus oleh berbagai organisasi
Baptis, antara lain dari Amerika dan Jepang. Berkat Undang-Undang tantang
keormasan, mereka dipaksa melembaga dengan menggunakan nama GBII.
Gereja ini menyelenggarakan sekolah Alkitab di Jakarta dan beberapa tempat
lain.
5) Sinode Gereja Baptis Jakarta
Gereja yang mempertahankan ejaan Inggris (Baptist) untuk namanya tersebut
bermula dari sebuah jemaat berbahasa Mandarin yang terbentuk pada tahun
1952 di Jakarta. Berkat pengaruh seorang pendeta yang pindah dari Hongkong
menggunakan nama Baptis sejak 1953. Jemaat didukung oleh salah satu badan
penginjilan Baptis di Amerika Serikat. Disamping jemaat induknya berada di
Jakarta, gereja ini juga punya beberapa jemaat di Sumatera dan Belitung. Gereja
ini juga mendukung pekerjaan sejumlah penginjil Baptis di Irian.
74
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
d. Doktrin Gereja Baptis
Ajaran Gereja Baptis pada umumnya hampir sama dengan ajaran kebanyakan
Gereja-gereja Protestan, seperti pengakuan terhadap kewibawaan Alkitab,
Tritunggal, hakikat manusia dan dosanya serta lain-lain. Namun, ada juga
sejumlah perbedaan bahkan di lingkungan Gereja Baptis sendiri. Sebagian
Gereja mengakui bahwa Alkitab tidak mengandung kesalahan (ineransi) dan
karena itu harus diterima dan ditafsirkan secara harafiah, sementara yang
lainnya menerima infalibilitas Alkitab dalam arti pengajarannya dapat dan
layak diterima serta dijadikan pegangan hidup orang Kristen. Gereja Baptis
mengakui bahwa baptisan hanya dilayankan kepada orang dewasa.Perjamuan
kudus dipahami hanya sebagai peringatan tentang penderitaan dan kematian
Yesus, sehingga peristiwa itu tidak dianggap memiliki arti yang lebih istimewa
dibandingkan dengan bagian lain dari liturgi. Gereja Baptis tidak mempunyai
ajaran yang resmi. Satu-satunya keyakinan mereka yang paling jelas adalah
kebebasan beragama. Keyakinan ini berkembang dan dilatarbelakangi dari
pengalaman yang ada ketika mereka ditindas oleh Gereja karena tidak
mengikuti ajaran yang berlaku saat itu.
Namun, ada beberapa kecenderungan di kalangan gereja-gereja Baptis
tertentu untuk merumuskan ajarannya. Secara tradisional Gereja Baptis percaya
akan ajaran tentang “imamat am orang percaya”. Kini mereka cenderung
menempatkan kewibawaan pendeta diatas kedudukan kaum awam. Secara
tradisional Gereja Baptis menempatkan Yesus dan Roh Kudus sebagai satu-
satunya kriteria dalam menafsirkan Alkitab, namun kini rumusan Iman Baptis
dan Pesan 2000 dari Southern Baptist Convention dipergunakan sebagai satu-
satunya pemahaman yang sah untuk menafsirkan Alkitab. Southern Baptist
juga menolak penahbisan perempuan sebagai pendeta, sehingga banyak
pendeta perempuan di Gereja itu terpaksa harus melepaskanjabatan mereka.
75
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Di lingkungan Southern Baptist Convention yang mempunyai anggota sekitar
16 juta orang ini muncul pula perdebatan tentang aliran teologi Gereja
ini. Sebagian orang berpendapat bahwa Southern Baptist secara historis
menganut teologi Calvinis, khususnya kelima butir doktrinnya: TULIP
– Total depravity, Unconditional election, Limited atonement, Irresistible Grace,
Perseverance of the Saints (Keadaanmanusia yang sama sekali berdosa, Manusia
dipilih tanpa syarat oleh Allah, Penebusanyang terbatas, Anugerah yang tidak
dapat ditolak, dan Ketekunan hidup orang Kristen).
Sebagian teolog lainnya menekankan bahwa meskipun secara teologis
mereka Calvinis, pada kenyataannya mereka lebih dipengaruhi oleh
Arminianisme yang membuat teologi Calvinis mereka lebih moderat dan
lebih evangelikal. Jadi tampaknya kedua aliran teologi yang sesungguhnya
bertentangan ini justru dipertemukan di Gereja Baptis.
e. Keluarga Gereja Baptis
Denominasi dari Gereja Baptis tersebar hampir di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 50 denominasi yang menyebut
dirinya Baptis. Salah satu yang terbesar diantaranya adalah Gereja Baptis
Selatan (Southern Baptist Convention) yang terbentuk pada tahun 1845
karena masalah perbudakan. Gereja Baptis yang menolak perbudakan
umumnya berada di Utara. Pada 1907 membentuk konferensi bernama
Nothern Baptist Convention yang kini berubah namanya menjadi American
Baptist Convention. Pada tahun 1905 sebelum Southern Baptist terbentuk,
kelompok Landmarkism membentuk American Baptist Associantion dan Baptist
Bible Fellowship pada tahun 1950-an.
Kelompok BaptisLandmark ini percaya bahwa Gereja Baptis sudah ada
sejak masa Yohanes Pembaptis. Dari Northern Baptist Convention muncul
General Association of Regular Baptist Churches pada tahun 1932. S ed a n gka n ,
76
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Conservative Baptist Churches pada tahun 1940. Adapula Baptist General Conference
(yang berasal dari Baptis Swedia) dan North AmericanBaptist Conference (yang
berasal dari Baptis Jerman). Masih banyak lagi Gereja Baptis lainnya di
Amerika Serikat, khususnya di kalangan kaum kulit hitam. Gereja German
Brethren (Dunkard) dan Gereja Menonit juga tergolong di dalamkeluarga
Gereja-gereja Baptis, atau lebih tepatnya Gereja-gereja Anabaptis.
Selain berbagai denominasi Gereja Baptis, ada pula di kalangan
Baptis tertentu yang tidak setuju dengan sistem denominasi. Dengan
mempertahankan otonomi tiap jemaat local. Kelompok ini memakai nama
Baptis Independen. Gereja-gereja Baptis Independen banyak terdapat di
Amerika Serikat dan di seluruh belahan dunia akibat dari gencarnya program
dari misi mereka. Sejak tahun 1970-an Gereja Baptis Independen sudah
ada di Indonesia, salah satu contohnya adalah Gereja Baptis Independen
Alkitabiah Graphed dan Gereja Baptis Independen Alkitabiah Filadelfia.
4. Gereja Metodis
Gereja Methodis berkembang dari Gereja Anglikan di Inggris. Karena
Indonesia tidak banyak mendapatkan pengaruh Inggris, maka Gereja Methodis
di Indonesia pun tidak begitu besar. Lain halnya dengan negara-negara lain
yang pernahmenjadi wilayah kekuasaan Inggris, Gereja Methodis umumnya
berkembang cukup pesat dan terbesar. seperti di Malaysia, Singapura, Fiji,
Papua Nugini, Autralia dan lain-lain.
Dengan jumlah anggota sekitar 20 juta orang yang tersebar di berbagai
kelompok, Gereja Methodis diperkirakan adalah Gereja Protestan terbesar
kedua di Amerika Serikat setelah Gereja Baptis.
77
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
a) Ajaran Teologi Metodis
Secara teologis, Gereja Methodis mengikuti garis teologi yang dikembangkan
oleh John Wesley yang mengikuti pandangan Arminian (Jacobus Arminius)
dalam hal Urutan Proses Keselamatan (Ordo Salutis). Perbedaan dengan
Arminian dan Calvinis adalah tentang kebebasan manusia dalam menerima
karunia keselamatan. Calvinis percaya bahwa dalam hal ini manusia tidak
punya kehendak bebas, jadi kalau Tuhan mau menyelamatkan seseorang,
orang itu tidak bisa menolak. Sedangkan, Arminian percaya bahwa Tuhan
mau menyelamatkan semua orang dan memberi kebebasan untuk menerima
atau menolak keselamatan kepada manusia.
John Wesley adalah seorang pendeta Anglikan di Inggris. Ia adalah anak
ke-14 yang dilahirkan dalam keluarga besar. Ayahnya merupakan seorang
pendeta miskin. Tetapi, John berhasil belajar di Universitas Oxford dan
menjadi pendeta. Selama itu, ia berusaha menemukan kepuasan imannya
dengan jalan melakukan semua perintah agama serta aturan Gereja secara
ketat. Namun pada suatupersekutuan doa di Aldersgat - Inggris pada tanggal
24 Mei 1738, ia merasakan ada sesuatu di dalam hati yang membakar dirinya.
Saat itu ia merasa diingatkan oleh kata-kata Rasul Paulus di dalam Surat Roma
bahwa ia tidak mungkin menemukan kesempurnaan iman dan keteduhan
kehidupannya selain melalui iman kepada kasihAllah.
Sejak itu John Wesley mengajarkan pengalamannya yang baru ini dan
banyak orang yang sebelumnya tidak ke gereja mulai tertarik akan ajarannya.
Banyak orang yangmeminta Wesley untuk mengajar dan mengarahkan
kehidupan dan iman mereka. Wesley mengumpulkan orang-orang ini
dalam “persekutuan-persekutuan untuk berdoa bersama, mendengarkan
firman, dan saling mengawasi di dalam kasih, agar mereka dapat mengerjakan
keselamatan mereka masing-masing.”
78
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Persekutuan yang dinamai Holy Club ini dipimpin oleh John Wesley dan salah
satu saudaranya bernama, Charles. Mereka menetapkan jadwal doa harian,
jam-jam untuk mengunjungi orang-orang sakit dan para tahanan di penjara,
membuka sekolah-untuk orang-orang miskin, dan menjalankan jam-jam doa
di Gereja. Tiga kali sehari berdoa dengan suara keras dan setiap jam menghentikan
pekerjaan untuk berdoa di dalam hati. Aturan-aturan tersebut menyebabkan diejek
oleh teman-teman mereka sebagai orang-orang yang “bermetode atau Methodis”.
Gerakan tersebut segera menyebar ke Irlandia dan belakangan ke Amerika.
Wesley tidak bermaksud mendirikan gereja baru, melainkan sekedar menata
kelompok-kelompoknya di dalam Gereja Inggris. Para pengkhotbahnya
tidak ditahbiskan, dan anggota-anggota diharapkan berpartisipasi dalam
sakramen-sakramen Gereja Anglikan (baptisan, perjamuan kudus,
pernikahan, pengakuan dosa, perminyakan dan lain-lain). Namun demikian,
Uskup London tidak mau menahbiskan para pendeta yang akan melayani
dalam tempat-tempat perhimpunan. Melihat keadaan ini, Wesley menyadari
bahwa kalau ia ingin mengembangkan pelayanannya, ia harus melanggar
aturan-aturan Gerejanya sendiri, seperti menahbiskan para pendeta dan
tempat-tempat perhimpunannya.
Selain itu, ia juga diperhadapkan dengan pengikut-pengikutnya di Amerika
yang tidak lagi dilayani oleh para pendeta Anglikan yang telah kembali ke
Inggris, karena pecahnya perang Kemerdekaan Amerika. Untuk mengatasi
masalahitu, Wesley kembali menghubungi Uskup London guna menahbiskan
pendeta-pendetadi Amerika. Namun, permintaannya ditolak dan akhirnya
Wesleysendiri memutuskan untuk menahbiskan dua orang untuk memimpin
jemaat di Amerika.
Salah satu hasil kepemimpinan mereka dengan berdirinya Gereja Episkopal
Methodis di Baltimore, Maryland-Amerika, pada 24 Desember 1784. Pada
79
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
saat ini, Gereja Methodis di Amerika dapat ditemukan dalam berbagai
kelompok seperti United Methodist Church, African Methodist Episcopal,
dll.
b. Sumbangan Gereja Metodis
Secara tidak langsung, Gereja Methodis cukup banyak mempengaruhi
Gereja-gereja Kristen lainnya, baik dalam teologinya maupun liturgi khususnya
melalui berbagai nyanyian yang disusun oleh kedua Wesley bersaudara, John
dan Charles. Kedua bersaudara Wesley, khususnya Charles telah menghasilkan
9.000 buah nyanyian rohani. Pengaruh teologi dari nyanyian-nyanyian ini sangat
terasa di dalam gereja-gereja khususnya dalam penekanan hubungan yang akrab
antara manusia dengan Allah atau jaminan keselamatan yang dijanjikan Tuhan
kepada manusia, hal itu menjadi ciri-ciri teologi yang sangat khas Methodis.
c. Struktur Kepemimpinan
Pimpinan tertinggi di Gereja Methodis dipegang oleh seorang Bishop
(uskup). Oleh karena itu, dari sistem pemerintahannya, Gereja Methodis bisa
disebut episkopalis. Namun demikian, kekuasaan legislatif di gereja terletak
di dalam konferensi agung yang diadakan empat tahun sekali serta dihadiri
baik oleh para pendeta maupun kaum awam dan masing-masing dengan
jumlah yang sama. Para utusan ke Konferensi Umum ini ditetapkan oleh
Konferensi Tahunan.
Secara tradisional jabatan-jabatan di dalam Gereja dibagi atas diaken dan
panatua. Jabatan diaken adalah tahap pertama menuju jabatan penatuaatau
pendeta. Sementara itu tugas sehari-hari di dalam jemaat dilaksanakan oleh
suatu komisi setempat yang dipilih dari jemaat.
80
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
d. Karya Sosial
Gereja Methodis lebih menitikberatkan pada pembaharuan sosial, seperti
perbaikan kondisi kerja, larangan terhadap praktik-praktik kehidupan yang
dianggap merusak, penghapusan peperangan, dll. Oleh karena itu, Gereja
ini banyak sekali mengembangkan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Banyak sekolah, daritingkat yang paling rendah hingga universitas, didirikan
oleh Gereja Methodis.
e. Gereja Methodis di Indonesia
Pada 1905 untuk pertama kali Methodisme menjajakan kakinya di
Indonesia, setelah para Misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan
Singapura. Saat itu Gereja Methodis di Indonesia adalah menjadi satu-
satunya gereja yang tidak dimulai oleh para Misionaris Belanda ataupun
Jerman.
Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa,
Kalimantan, dan Sumatra. Pada tahun 1913, setelah datangnya Bishop J.
Robinson, konferensi yangpertama pun diselenggarakan di Sumatra Utara.
Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena
menjadi satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas
suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja- gereja Protestan
lainnya saat itu pada umumnya ada pemisahan.
Gereja Methodist Indonesia menganut sistem episcopal dimana pucuk
pimpinannya di tangan seorang uskup (bishop). Daerah pelayanan Gereja
Methodist Indonesia (GMI) dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Wilayah I
terdiri atas Aceh samapi Pekanbaru yang dipimpin oleh Bishop Pdt. KW
Sinurat, S.Th., MPd. Sedangkan Wilayah II terdiri atas Sumatera bagian
selatan, Jawa dan daerah Indonesia lainnya dipimpin oleh Bishop Pdt. Sabam
Lumbantobing, M.A.
81
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Gereja Methodist Indonesia (GMI) melayani hampir setelah wilatah
Indonesia mulai dari Banda Aceh di bagian barat sampai Makasar di bagian
timur. Pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan jasmani dan rohani
dalam wujud pelayanan kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan. Seperti
kepemilikian sebuah rumah sakit Methodist di Medan, sejumlah klinik dan
juga sekolah. Mulai dari tingkat playgroup hingga universitas. Disamping itu,
GMI juga mempunya dua sekolah teologi yakni Pertama, Konta Wilayah
I : Sekolah Tinggi Theologi – Gereja Methodist Indonesia (STT-GMI) di
Bandarbaru, Sumatera Utara. Kedua, Konta Wilayah II : Sekolah Tinggi
Theologia – Wesley (Institut Wesley Jakarta) di Jakarta.
Pada tahun 2012 GMI mempunyai 276 gereja, 248 pos pelayanan, 157
pendeta yang ditahbiskan, serta ratusan pelayan awam yang melayani 40.183
anggota penuh serta 49.913 calon anggota. Sekitar 80% dari jemaat-jemaat
GMI tinggal di daerah- daerah pedesaan dan terdiri berbagai suku bangsa dan
bahasa. Kebaktian yang diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia, Inggris,
Mandarin, Batak dan sejumlah bahasa setempat lainnya. GMI merupakan
anggota ke-4 dan sekaligus pendiri Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia
(PGI) dan secara resmi bergabung pada 25 Mei 1950.
5. Gereja Pentakosta Indonesia
Gereja Pentakosta atau Pentakostalisme (aliran Pentakosta) yang di Indonesia
disebut Pentakosta. Yakni, sebuah gerakan di kalangan Protestanisme yang
sangat menekankan peranan berbagai karunia Roh Kudus. Aliran ini sangat
mirip dengan gerakan Karismatik, akan tetapi gerakannya muncul lebih awal dan
terpisah dari gereja arus utama. Sedangkan, orang Kristen Karismatik, setidaknya
pada awal gerakannya cenderung untuk tetap tinggal di dalam denominasi
mereka masing-masing. Berikut adalah ciri-ciri umum Gereja Pentakosta :
82
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
- Sangat menekankan keyakinan akan peranan Roh Kudus dan karunia-
karunia Roh Kudus di dalam kehidupan sehari-hari para pengikutnya.
- Pembaharuan infrastruktur ibadah diantaranya lagu-lagu rohani yang
digunakan lebih modern dibandingkan dengan lagu-lagu lama yang
bernuansa Gregorian.
- Gereja mengizinkan peran perempuan dalam pelayanan.
- Desakralisasi hubungan antara imam dan jemaat yang lebih ditekankan
pada nilai kekeluargaan sehingga jauh dari kesan kesenjangan tingkat
kerohanian.
a. Ajaran Teologi
Secara teologis rata-rata denominasi Pentakosta tergabung dalam
evangelikalisme. Artinya, bahwa Alkitab itu sepenuhnya dapat dipercaya
sampai pada tingkat inerasi (tidak mengandung kesalahan) dan orang harus
bertobat serta percaya kepada Yesus. Orang Pentakosta berbeda dengan kaum
Fundamentalis yang lebih menekankan pada pengalaman rohani pribadi.
Orang Pentakosta memiliki pandangan dunia yang trans-rasional.
Meskipun, mereka sangat memperhatikan ortodoksi (keyakinan yang benar)
dan menekankan ortopati (perasaan yang benar) dan ortopraksis (refleksi atau
tindakan yang benar). Penalaran dihargai sebagai bukti kebenaran yang sahih,
tetapi orang- orang Pentakosta tidak membatasi kebenaran hanya pada ranah
nalar. Dr. Jackie David Johns dalam bukunya tentang kepemimpinan formatif
Pentakosta, menyatakan bahwa Alkitab mempunyai tempat yang khusus
dalam pandangan dunia pentakostal karena Roh Kudus selalu aktif di dalam
Alkitab. Bagi Dr. Johns, pertemuan dengan Alkitab adalah pertemuan dengan
Allah. Bagi orang Pentakosta, Alkitab adalah referensi utama bagi persekutuan
dengan Allah dan pedoman untuk memahami dunia.
83
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Salah satu ciri paling utama yang membedakan Pentakostalisme dengan
Evangelikalisme adalah penekanannya pada karya Roh Kudus. Bahasa Roh
yang juga dikenal dengan glossolalia adalah bukti normatif dari baptisan
Roh Kudus. Beberapa gereja Pentakosta utama meyakini bahwa mereka
yang tidak berbahasa Roh belummenerima berkat yang dinamakan sebagai
baptisan Roh Kudus.
Bagi kaum Pentakosta, klaim tersebut dinilai cukup unik dan salah satu
dari sedikit perbedaannya dengan teologi Karismatik. Beberapa pendeta
dan anggota gereja mengakui bahwa seorang percaya mungkin mampu
berbahasa Roh, tetapi karena berbagai alasan pribadi (misalnya: karena
kurangnya pengertian) maka tidak melakukannya. Hal ini terjadi apabila
seorang percaya dipenuhi oleh Roh Kudus, tetapi tidak memperlihatkan apa
yang disebut “bukti fisik awal” dalam bentuk berbahasa Roh.
Namun hanya sedikit orang yang berpandangan seperti ini. Para kritikus
gerakan ini menyatakan bahwa doktrin ini tidak cocok dengan kritik Paulus
terhadap gereja perdana di Korintus yang sangat menekankan bahasa Roh
(1 Korintus 12-14) dalam Perjanjian Baru. Para pendukungnya mengatakan
bahwa posisi Pentakostal sangat erat dengan penekanan Lukas dalam Kisah
Para Rasul dan mencerminkan suatu hermeneutika yang lebih tajam.
Dr. Dale A. Robbins menulis kaitannya dengan keyakinan karismatik
bahwa sejarah Gereja menolak pendapat bahwa karunia-karunia karismatik
menghilang tidak lama setelah masa para rasul. Dr. Robbins mengutip
seorang bapa Gereja mula- mula, Ireneus(l.k. 130-202) yang menulis sbb.
“..kami mendengar banyak saudara di gereja yang memiliki karunia-karunia bernubuat,
dan yang berbahasa Roh, dan yang jugamenyingkapkan berbagai rahasia manusia demi
kebaikan mereka sendiri [pengetahuan]…”.
84
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Dr. Robbins juga mengutip tulisan Ireneus berikut ini, “Ketika Allah
menganggap perlu, dan ketika gereja banyak berdoa dan ber-puasa, mereka
melakukan banyak perbuatan yang ajaib, bahkan menghidupkan kembali
orang yang sudah meninggal.” Menurut Robbins, Tertulianus (l.k.155-230)
melaporkan kejadian-kejadian serupa, seperti halnya pula dengan Origenes
(l.k.182-251), Eusebius (l.k. 275-339), Firmilianus (l.k. 232-269), dan
Krisostomus (l.k. 347-407).
Keyakinan bahwa orang tidak diselamatkan apabila ia tidak berbahasa roh
ditolakoleh kebanyakan aliran utama Pentakosta. Alasan penolakan tersebut
adalah bahwa jemaat merupakan tubuh yang memiliki peran dan karunia
masing-masing. Sebagian gereja Pentakosta berpegang pada Teologi Keesaan
yang menolak doktrin Tritunggal (Trinitas) yang tradisional dan menganggap
tidak Alkitabiah.
Denominasi Keesaan Pentakostal yang terbesar di Amerika Serikat
adalah United Pentecostal Church. Kaum Pentakostal Keesaan ini kadang-
kadang juga dikenal dengan “Nama Yesus”, “Kerasulan” atau yang oleh
para pengecamnya disebut sebagai orang- orang Pentakosta “Yesus saja”.
Hal ini disebabkan oleh keyakinan mereka bahwa Paulus yang mula-mula
membaptiskan banyak orang Kristen baru di dalam nama Yesus. Mereka
percaya bahwa Allah menyatakan diri-Nya dalam berbagai peran dan tidak
hanya dalam tiga pribadi yang berbeda. Namun demikian organisasi-
organisasi pentakostal trinitarian yang utama, termasuk Pentecostal World
Conference dan Fellowship of Pentecostal and Charismatic Churches of North America
menentang teologi Keesaan dan menganggapnya sebagai ajaran sesat. Mereka
tidak menerima kelompok ini sebagaianggota mereka. Kelompok Keesaan
ini pun memperlakukan hal yang sama terhadap kelompok trinitarian.
85
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
b. Sejarah Aliran Pentakosta
Gerakan Pentakosta juga menonjol di kalangan gerakan Kesucian yang
pertama- tama mulai menggunakan istilah pentakostal pada tahun 1867.
Tepatnya, ketika mereka mendirikan Perhimpunan Pertemuan Kemah
Nasional untuk Pemasyhuran Kesucian Kristen dengan sebuah catatan yang
berbunyi: “Kami mengundang] semua orang – apapun juga alirannya … yang merasa
terasing di dalam keyakinan kesuciannya agar semuanya secara bersama-sama dapat
mewujudkan baptisan Pentakosta oleh Roh Kudus…
Sesungguhnya Pentakostalisme modern dimulai sekitar tahun 1901.
Gerakan ini diakui pada waktu Agnes Ozman menerima karunia berbahasa
roh (glossolalia) pada suatu persekutuan doa di Sekolah Alkitab Bethel di
Topeka, Kansas pada tahun 1901. Salah satu pendeta yang berlatar belakang
Methodis bernama Parham, merumuskan ajaran bahwa bahasa roh adalah
“bukti alkitabiah” dari baptisan Roh Kudus. Gerakan Pentakosta muncul
di Eropa dan Amerika Utara sekitar tahun 1906. Kemunculannya tersebut
bermuka dalam Gerakan Methodis yang berkeinginan untuk kembali kepada
kegairahan dan kesederhaan yang menekankan kembali kepada pertobatan
secara mendadak yang menjadi cita-cita dalam kebangunan Methodis dan
kesempurnaan Kristen seperti yang dianjurkan dalam Teologi Wesley.
Dalam perkembangnya penganut gerakan ini membentuk organisasi
tersendiri. Tahun 1900 salah seorang tokoh gerakan tersebut, Ch. F. Parham
yang berasal dari Gereja Methodis namun akhirnya keluar, mengembangkan
tiga pokok ajaran yang kemudian menjadi ciri gerakan Pentakosta pada
umumnya, yakni menekankan eskatalogi, baptisan dengan Roh dan pada
karunia-karunia Roh khususnya karunia lidah, sebagai tanda seseorang telah
menerima baptisan Roh.
86
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Setelah meninggalkan Topeka, Parham memulai pelayanan kebangunan
rohani yang membawanya kepada Kebangunan Rohani Azusa Street melalui
William J. Seymour yang menjadi murid sekolahnya di Houston. Karena
ia seorang kulit hitam, saat itu hanya diizinkan duduk di luar kelas untuk
mendengarkan kuliah-kuliahnya. Gerakan ini kian meluas dimulai dari
Kebangunan Rohani Azusa Street, pada 9 April 1906 di rumah Edward Lee,
Los Angeles. Ia menggambarkan pengalamannya dipenuhi oleh Roh Kudus
pada 12 April 1906. Gerakan tersebut menjadi berita utama di surat kabar
Los Angeles Times pada 18 April 1906.
Pada minggu ketiga April 1906, gerakan yang kecil namun berkembang
pesat itu menyewa sebuah gedung African Methodist Episcopal Church
yang kosong di 312 Azusa Street. Dan, mulai diorganisir sebagai Misi Iman
Kerasulan Apostolic Faith Mission. Dasa warsa pertama Pentakostalisme
ditandai oleh kebaktian-kebaktian antar- ras, “… Orang-orang kulit putih
dan hitam bergabung dalam gejolak keagamaan,…” demikian laporan
sebuah koran setempat. Hal ini berlangsung hingga 1924, ketika gereja ini
terpecah mengikuti garis ras (Apostolic Faith Mission).
Namun demikian, ibadah antar ras terus berlanjut selama bertahun-tahun.
Bahkan, di daerah-daerah selatan Amerika Serikat (AS) yang tersegregasi.
Tahun 1948 saat Persekutuan Pentakostal Amerika Utara terbentuk,
organisasi itu sepenuhnya terdiri atas denominasi-denominasi Pentakostal
kulit putih Amerika. Karena itu United Pentecostal Church tidak bergabung
dan kebijakan antar-rasnya bertahan sepanjang sejarahnya.
Pada 1994 seluruh gereja Pentakostal yang tersegregasi kembali ke akar
antar rasnya dan mengusulkan penyatuan kembali secara resmi kelompok-
kelompok Gereja Pentakostal hitam dan putih dalam sebuah pertemuan
yang dikenal sebagai Mukjizat Memphis. Tepat di tahun 1998 penyatuan itu
87
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
pun terjadi di Memphis, Tennessee. Dari penyatuan gerakan kulit hitam dan
putih menyebabkan Persekutuan Pentakostal Amerika Utara ditata ulang
menjadi Gereja-gereja Pentakostal/Karismatik Amerika Utara (Pentecostal/
Charismatic Churches of North America).
Pada awal abad ke-20, Albert Benjamin Simpson sangat berperan dalam
gerakan Pentakostal yang berkembang pesat. Pada saat itu para pendeta
dan misionaris Pentakostal biasa dilatih di Missionary Training Institute
yang didirikan oleh Simpson. Karena itu, Simpson dan C&MA (sebuah
gerakan penginjilan yang didirikan Simpson) sangat berpengaruh terhadap
Pentakostalisme, khususnya gereja- gereja Sidang Jemaat Allah dan
Foursquare Church.
Pengaruh ini meliputi pada penginjilan, doktrin C&MA, nyanyi-nyayian
dan buku-buku karya Simpson serta penggunaan istilah ‘Tabernakel Injil’
yang berkembang menjadi gereja-gereja Pentakostal yang dikenal sebagai
‘Tabernakel Injil Sepenuh’. Gerakan ini dengan cepat menyebar ke seluruh
wilayah Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Menurut data tahun 1972 pengikut aliran Pentakosta di seluruh dunia sudah
mencapai 20 juta orang. Gereja Pentakosta mempunyai ciri-ciri yang sama di
seluruh dunia, antara lain: kebaktian yang serba bebas, pemakaian Alkitab
secara spontan, pembangunan jemaat melalui kegiatan kebangunan rohani
yang meliputi dorongan untuk bertobat dan hidup suci, dan anggapan bahwa
dalam lingkungan jemaat perlu ada karunia lidah dan karunia kesembuhan
sebagai tanda-tanda orang percaya.
Di akhir tahun 1950-an gerakan Karismatik sebagian besar diilhami dan
dipengaruhi oleh Pentakostalisme, mulai berkembang di kalangan sejumlah
denominasi Protestan arus utama maupun di lingkungan Gereja Katolik
Roma. Berbeda dengan “Pentakosta Klasik” yang selalu membentuk gereja-
88
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
gereja ataupun denominasi Pentakostal, kaum Karismatik bermotokan,
“Berkembang di manapun Allah menempatkanmu.”
Di Inggris, Gereja Pentakosta pertama yang dibentuk adalah Apostolic
Church (Gereja Kerasulan), disusul oleh Elim Church (Gereja Elim). Di
Swedia, gereja Pentakostal yang pertama adalah Filadelfiaförsamlingen
(Persekutuan Filadelfia) di Stockholm. Gereja yang dipimpin oleh Lewi
Pethrus ini mulanya adalah sebuah Gereja Baptis hingga akhirnya dikeluarkan
dari Gabungan Baptis Swedia pada 1913. Hal tersebut terjadi karena
perbedaan-perbedaan doktrin. Kini gereja tersebut mempunyai sekitar 7000
anggota dan merupakan jemaat Pentakostal terbesar di Eropa utara.
Pada tahun 2005 gerakan Pentakostal Swedia mempunyai sekitar 90.000
anggota dengan hampir 500 gereja. Kendati, sejumlah gereja itu semua
independen namun melakukan banyak kerjasama. Kaum Pentakostal Swedia
sangat aktif dalam melakukan misi dan mendirikan gereja di banyak negara.
Contohnya di Brazilia gereja gereja yang didirikan oleh Misi Pentakostal
Swedia mengaku memiliki beberapa juta anggota. Sejarah Pentakostalisme
di Australia dicatat dalam buku “Heart of Fire” oleh Dr.Barry Chant (1984,
Adelaide: Tabor).
c. Perkembangan di Indonesia
Sejarah Pentakostalisme di Indonesia dimulai lebih terkordinir dengan
berdirinya De Pinkstergemeente in nederlandsch indie dicatat dalam buku
Sejarah Gerakan “Pentakosta dan Karismatik di Indonesia” oleh David
DS Lumoindong. Pada awalnya dengan pelayanan misi dari Weenink Van
Loon bersama Johanes Thiessen, John Bernard dari Liverpool, Inggris.
Weenink Van Loon Hoofd On-derwyzer (Kepala Sekolah),mereka dari satu
persekutuan yang bernama ‚’’De Bond Voor Evangelistie’’ yang membentuk
suatu yayasan ”De Zendings Vereeniging”. Yayasan ini mengelola/mengasuh
89
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
sebuah sekolah Kristen yakni Hollands Chineesche School met de Bijbel,
sebagai pimpinan Sekolah ditunjuk Wenink Van Loon.
Sementara itu di Kota Temanggung terdapat pula yayasan Zwakzinhigenzorg
yang disponsori oleh Pa Van Steur. Yayasan tersebut bergerak di bidang
penampungan anak- anak terlantar yang mempunyai sebuah panti asuhan
yang dipimpin oleh Suster M A Van Alt. Semua tokoh tersebut rupanya
para simpatisan Gereja Gerakan Pentakosta yang diperkenalkan oleh John
Bernard. Di waktu bersamaan tepat di Maret 1921 datang dua penginjil
“Bethel Tempel” dari Seatle Amerika Serikat yakni Rev C E Grosbeck dan
Rev DR Van Klaveren dengan membawa serta keluarganya. Mereka tiba di
pelabuhan Batavia dengan menumpang KM. Suwa Maru.
Dengan kapal tersebut mereka langsung menuju Denpasar, Bali. Namun, saat
itu Pemerintah Hindia Belanda menyatakan bahwa Pulau Bali tertutup untuk
penginjilan. Alasannya, karena Pulau Bali telah dijadikan sebagai pulau wisata untuk
menarik para pelancong dari luar negeri, agar dapat meningkatkan pendapatan
keuangan dari pemerintah yang ada. Dengan kondisi itu kedua penginjil tersebut
tidak dapat berbuat banyak, sekalipun sempat memberitakan Injil, walaupun
hasilnya tidak menggembirakan.
Pada Desember 1922 keduanya berangkat menuju ke Surabaya. Setibanya disana
keduanya berpisah. Rev. R. Van Klaveren menuju ke Jakarta dan melayani dengan
Rev. J. Thiessen. Sedangkan Rev Groesbeck tetap di Surabaya dan giat mangadakan
penginjilan (Camp Meetings) dan kebayakan yang hadir adalah para pemuda
berdarah campuran Belanda Indonesia seperti Ambon, Minahasa dan Timor.
Kemudian Rev Groesbeck bertemu dengan Rev Van Gesel seorang
karyawan BPM di Cepu. Mereka bersama-sama bergabung dalam persekutuan
De Bond Voor Evangelisatie. Moeke Wynen adalah salah seorang yang aktif
pada organisasi ini dan dialah yang memperkenalkan penginjil dari Seatle
90
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
USA. De bond Voor Evangelisatie berpusat di Bandung dan dipimpin oleh
Wenink Van Loon.
Rev. J. Thiessen bersama Wenink Van Loon tiba di Cepu pada 29 Maret 1923
dan mengadakan kebaktian. Sebagian besar yang hadir dalam ibadah tersebut
adalah pimpinan dan karyawan BPM Cepu serta keluarga masing-masing
diantaranya SIP Lumoindong, Agust Kops, Win Vincentie dan lainnya. Pada
30 Maret 1923 tepat hari Jumat Agung (Goede Vrijdag) diumumkan akan
diadakan baptisan air di daerah Pasar Sore. Pdt. J. Thiessen dan Pdt. Groesbek
yang membaptis 13 jiwa dalam kebaktian Kebangunan Rohani di Cepu. Selama
dua hari kebaktian berlansung terjadi pemenuhan Roh Kudus yang dirasakan
oleh jemaat yang hadir pada saat itu. Selesai kebaktian Pdt. Thiessen dan
Wenink Van Loon kembali ke Bandung dan meneruskan pelayanan disana.
Sedangkan dari Cepu, Api Pentakosta terus menjalar dengan disertai kuasa dan
mukjizat-mukjizat yang terjadi di Surabaya dan hampir seluruh Jawa Timur.
Para Pelopor aliran Pentakosta membagi wilayah pelayanan. Rev J. Thiessen
memilih Kota Bandung sebagai basis pelayanannya. Disana ia menyewa
gedung pengadilan negeri (Landraadzaal) sebagai tempat kebaktian, kemudian
pindah ke Jl. Marjuk No. 11 untuk dibangun sebuah gedung gereja. Dengan
pertolongan Tuhan berdirilah gereja (gedung) Pinkster Beweging yang pertama
di Bandung.
d. Pengikut Aliran Pentakosta
Christianity Today melaporkan dalam sebuah artikel yang berjudul “World
Growth at 19 Million a Year” (Bertumbuh 19 juta angota di seluruh dunia)
bahwa menurut sejarahwan Vinson Synon, dekan Regent University School
of Divinity (Sekolah Teologi Universitas Regent) di Virginia Beach, 25%
dari seluruh umat Kristen di dunia adalah aliran Pentakosta atau karismatik.
Denominasi-denominasi Pentakostal terbesar di AS adalah Assemblies of God
91
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
(Sidang Jemaat Allah), Church of God in Christ, Church of God (Cleveland)
dan United Pentacostal Church.
Menurut sebuah artikel Musim Semi 1980 dari Christian History, ada sekitar
11.000 denominasi pentakostal atau karismatik di seluruh dunia. Di AS gereja-gereja
Pentakostal diperkirakan mempunyai lebih dari 20 juta anggota, termasuk sekitar
918.000 (4%) penduduk Hispanik. Jumlah ini mencakup jemaat-jemaat yang tidak
berafiliasi, meskipun jumlahnya tidak pasti. Hal ini disebabkan karena sebagian ajaran
Pentakostalisme juga dianut oleh denominasi non-Pentakostal atau yang dikenal juga
sebagai gerakan karismatik. Perhitungan konservatif atas penganut aliran Pentakosta
di seluruh dunia pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 115 juta.
Perkiraan lain menyebutkan jumlahnya ada hampir sekitar 400 juta. Sebagian
terbesar pemeluknya terdapat di negara-negara dunia ketiga. Walaupun, kebanyakan
pemimpin mereka masih orang Amerika Utara. Pentakostalisme kerap disebut
sebagai “gerakan ketiga Kekristenan”.
1. Gereja Pentakostal terbesar di dunia adalah Yoido Full Gospel Church (Gereja
Injil Sepenuh Yoido) di Korea Selatan. Gereja tersebut didirikan dan dipimpin
oleh David Yonggi Cho sejak 1958. Dan, pada tahun 2003 anggotanya berjumlah
sebanyak 780.000.
2. Gereja Yesus sejati adalah gereja pribumi yang didirikan oleh orang-orang
Tionghoa di daratan Tiongkok yang berpusat di Taiwan.
3. Gereja Kerasulan adalah gereja yang paling cepat berkembang di seluruh dunia.
Di Indonesia gereja-gereja Pentakosta diperkirakan mempunyai lebih dari 2
juta anggota, gereja-gereja Pentakostal/Karismatik yang utama adalah:
- Gereja Gerakan Pentakosta (GGP),
- Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), 600 an ribu.
92
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
- Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia (GPSDI)
- Gereja Kerapatan Pentakosta (GKP)
- Gereja Sidang Pantekosta DI Indonesia (GSPDI)
- Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
- Gereja Pentakosta Indonesia (GPI)
- Gereja Isa Almasih (GIA)
- Gereja Bethel Indonesia (GBI) sekitar 500-an ribu
- Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD)
- Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII)
- Gereja Pantekosta Isa Almasih(GPIA)
- Gereja Tiberias Indonesia, 20 an ribu
- Abbalove Ministries, (GKYT)
- Gereja Bethany Indonesia, 20 an ribu
- Jemaat Pentakosta Indonesia (JPI),
- Gereja Utusan Pentakosta(GUP),
- Gereja Duta Injil, (GDI)
- Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB),
- Gereja Pantekosta Serikat di Indonesia (GPSDI)/ United Pentacostal
Church in Indonesia (UPCI)
- Gereja Bethel Tabernakel (GBT)
- Jakarta Praise Community Church, (JPCC)
- Gereja Persekutuan Doa Jakarta (GPDJ)
93
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
- Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah (GSSJA)
- Gereja Kegerakan Pantekosta Minahasa (GKPM)
- Gereja Segala Bangsa (GESBA)
- Gereja Pimpinan Rohulkudus (GPR)
- Gereja Cahaya Rohulkudus (GCR)
- Gereja Kegerakan Roh Suci (GKR)
- Gereja Mawar Sharon (GMS)
- Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT)dan lain-lain.
6. Persekutuan Injili Indonesia
Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII)
atau Persekutuan Injili Indonesia didirikan pada 17 Juli 1971 di Kota
Batu, Malang, Jawa Timur. Dengan motto “Dipanggil Untuk Bersekutu dan
Memberitakan Injil” yang didasarkan pada Matius 28:19 dan Galatia 5:1.
Organisasi tersebut sangat mirip Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.
Secara historis persekutuan Injili di Indonesia berasal dari Belanda. Pada
tahun 1951 dalam “Konvensi Internasional Evangelikal” di Wondschoten
dibentuk organisasi World Evangelical Fellowship (WEF) atau “Persekutuan
Injili Se-Dunia”. WEF menjadi wadah Internasional bagi berbagai
organisasi Kristen Injili. Sejak tahun 2002, World Evangelical Fellowship
(WEF) berubah menjadi World Evangelical Alliance (WEA). Dua gerakan
misi Kristen modern dicirikan oleh dua pola pendekatan yakni Oikumenikal
dan Evangelical. Gerakan misi ini tentunya sangat berpengaruh bagi gerakan
misi di Indonesia yang akhirnya terpolarisasi pada dua gerakan misi, yaitu
Oikumenikal dan Evangelical.
94
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
Gerakan Evangelical di Indonesia menemukan bentuknya dalam
pergumulan dari para tokoh Injili pada Juni 1971 di City Hotel Jakarta dan
Juli 1971 di Batu, Malang, Jawa Timur yang melahirkan Persekutan Injili
Indonesia (PII). Dalam catatan sejarah PII, bahwa tolak ukur utama dalam
pergumulan untuk mewujudkan gerakan bersama kaum injili di Indonesia
adalah “persekutuan.” Kata kunci ini menjadi acuan awal dari gerakan maka
sejak awal tahun 1969 para tokoh Injili di Indonesia ketika membidangi
lahirnya gerakan dan wadah besar (PII) dimulai dengan kegiatan yang
nampaknya kecil namun memiliki “power” yang sangat besar dan luarbiasa
yakni “persekutuan”.
Tokoh-tokoh Injili menjadikan “persekutuan” sebagai wahana dan wacana
untuk :
1) Membahas beban bersama dalam bidang pekabaran Injil dan misi
di Tanah Air.
2) Menampung aspirasi dari gereja, yayasan, dan badan-badan misi di
Indonesia.
3) Bersekutu dan bersama-sama memberitakan Injil.
Persekutuan dan pergumulan bersama yang dilakukan selama dua tahun
akhirnya melahirkan wadah yang besar dalam arus gerakan misi injili bagi
gereja, lembaga, yayasan dan badan-badan misi injili di Indonesia. Dengan
lahirnya Persekutuan Injili Indonesia di Ramayana Hotel City, Tanah Abang-
Jakarta pada 15 Juni 1971 diselenggarakan persekutuan/pertemuan yang
dihadiri kurang lebih 100 para hamba Tuhan.
Dalam pertemuan tersebut disepakati empat hal penting :
1. Nama wadah pelayanan/perjuangan bersama adalah Persekutuan
Injili Indonesia
95
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
2. Pengurus (sementara) ditetapkan sebagai berikut :
- Ketua : Pdt. DR. Petrus Octavianus
- Sekretaris : Pdt. Willem Hekmann
- Bendahara : Philip Leo
3. Pengurus (sementara) bertugas mempersiapkann Kongres Nasional
I Persekutuan Injili Indonesia
4. Pengurus (sementara) bertugas mempersiapkan konsep rumusan
mukadimah lahirnya Persekutuan Injili Indonesia dan konsep AD/
ART Persekutuan Injili Indonesia.
Pada tanggal 17 Juli 1971 di Batu, Malang, Jawa Timur dirumuskan lahirnya
Persekutuan Injili Indonesia (PII) dengan moto “Dipanggil untuk Bersekutu
dan Memberitakan Injil” yang didasarkan pada Matius 28:19 dan Galatia 5:1.
Momentum ini ditetapkan sebagai hari lahirnya Persekutuan Injili Indonesia.
Sejumlah tokoh yang terlibat secara intens dalam pergumulan proses
lahirnya PII adalah sebagai berikut: Pendeta P. Octavianus, Pdt.Ais. M. O.
Pormes, Pdt. G.Neigenfrad, Pdt. W. Hekmann, Brigjend. (Purn.) N. Huwae,
Philip Leo, S. O. Bessie, Pdt. HL. Senduk, Ev. S. Damaris, Pdt. Ernest
Sukirman, Pdt. Andreas Setisawan.
PGLII memliki dua jenis keanggotaan, yakni: (1) Anggota Penuh dan (2)
Anggota Associate.
a. Keanggotaan Penuh
Anggota Penuh adalah gereja-gereja dan lembaga-lembaga yang telah
diterima dan disahkan dalam Kongres Nasional (PGLII).Daftar anggota
penuh PGLII (dan akan bertambah):
96
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
1. Gereja Bethel Indonesia (GBI)
2. Gereja Pemberita Injil (Gapembri)
3. Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
4. Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah di Indonesia (GSJA).
5. Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII/KINGMI)
6. Gereja Kasih Karunia Indonesia (GEKARI)
7. Gereja Misi Injili Indonesia (GMII)
8. Gereja Santapan Rohani Indonesia
9. Gereja Presbyterian Injili di Indonesia
10. Gereja Pentakosta Haleluyah Indonesia (GPHI)
11. Gereja Injil Seutuh Internasional/International Full Gospell Fellowship
` (IFGF)
12. Gereja Morning Star Indonesia (MSI)
13. Gereja Siloam Injili (GSI)
14. Gereja Pentakosta Kristus
15. Gereja Tuhan di Indonesia (GtdI)
16. Gereja Kristen Protestan Anugrah (GKPA)
17. Gereja Pekabaran Injil Sungai Air Hidup
18. Masehi Pentakosta Damai (MPD)
97
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
19. Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN)
20. Gereja Kristen Injili di Bengkulu
21. Gereja Kristen Injili di Sumsel
22. Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI)
23. Gereja Jemaat Kristus Indonesia (GJKI)
24. Geeja Sidang Kristus (GSK)
25. Gereja Wesleyen Indonesia (GWI)
26. Gereja Kristen Nazarene (GKN)
27. Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN)
29. Gereja Mawar Sharon (GMS)
30. Gereja Pentakosta Jemaat Sion
31. Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB)
32. Gereja Sidang Persekutuan Injili Indonesia
33. Gereja Persekutuan Pemberitaan Injil Kristus
34. Gereja Kristus Tuhan Indonesia
35. Gereja Masehi Musyafir di NTT
36. Kerapatan Gereja Baptis Indonesia
37. Gereja Kerapatan Injili Bangsa Indonesia (KIBAID)
38. Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
98
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
39. Gereja Anugrah Injili Sepenuh Gideon
40. Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irja
41.Gereja Injili di Indonesia (GIDI)
42. Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI)
43. Gereja Alkitab Anugrah (GAA)
44. Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD)
45. Gereja Pentakosta Kharismatika di Indonesia (GPKdI)
46. Gereja Persekutuan Misi Injil Indonesia
47. Gereja Zending Protestan Timur (GZPT)
48. Gereja Gerakan Pentakosta (GGP)
49. Gereja Pentakosta International Indonesia
50. Gereja Injil Karo Indonesia (GIKI)
51. Gereja Kerapatan Pentakosta Ambon (GKPA)
52. Gereja Pentakosta Elim
53. Gereja Jemaat Pentakosta Sumut
54. Gereja Segala Bangsa (GESBA)
55. Gereja Kristen Sahabat Indonesia (GKSI)
56. Gereja Injili Kasih Karunia Indonesia (GIKKI)
57. Gereja Sungai Yordan Indonesia (GSYI)
99
Kesatuan dan Keesaan Gereja di Tanah Banten
58. Gereja Presbyterian Injili Indonesia (GPII)
59. Gereja Gerakan Pentakosta Indonesia (GGPI)
60. Gereja Persekutuan Pengabar Injil (GAPPIN)
61. Gereja Pentakosta Maluku (GPM)
62. Gereja Alkitab Presbytarian Protestan Indonesia
63. Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI)
64. Gereja Pusat Pentakosta Indonesia (GPPI)
65. Gereja Kristen Nafiri Sion (GKNS)
66. Sinode Jemaat Kristen Indonesia (JKI)
67. Gereja Pentakosta Isa Almasih Indonesia
68. Sinode Gereja Eleos Indonesia
69. Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI)
70. Gereja Kabar Baik Indonesia (GKBI)
71. Gereja Kristen Oikumene Indonesia (GKOI)
72. Gereja Yesus Kristus Tuhan (GYKT)
73. Gereja Alkitab Injili Nusantara (GAIN)
74. Gereja Penyebaran Injil
75. Gereja Prostestan Indonesia Luwuk Banggai
76. Gereja Kristus Di Indonesia (GKDI)
100