APRESIASI PUISI:
TEORI DAN PENERAPANNYA
Imas Juidah, M. Pd.
APRESIASI PUISI:
TEORI DAN PENERAPANNYA
KATA PENGANTAR
Puisi adalah salah satu genre atau jenis karya sastra.
Puisi sebagai karya sastra memiliki unsur-unsur estetik
(keindahan). Unsur-unsur keindahan tersebut dapat dicapai
dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk
visual seperti tipografi, rima, asonansi, aliterasi, imaji, diksi
(pemiihan kata), dan gaya bahasa. Bahasa yang digunakan
dalam puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-
hari. Bahasa dalam puisi dipadatkan sedemikian rupa untuk
mencapai efek tertentu, baik efek estetik maupun efek
kepuitisannya. Untuk mencapai efek estetik dan efek
kepuitisan itu penyair mempergunakan banyak sarana
keputisan secara sekaligus untuk mendapatkan kepuitisan
seefektif mungkin.
Akan tetapi, untuk mengetahui kepuitisan puisi
tersebut, perlulah lebih dahulu mengetahui unsur-unsur
pembentuk puisi supaya pengetahuan tentang puisi dapat lebih
mendalam. Hal ini mengingat bahwa puisi itu merupakan
sebuah struktur yang kompleks, maka perlu dianalisis untuk
dapat memahaminya secara menyeluruh. Banyak cara yang
digunakan untuk mengkaji dan memahami sebuah puisi.
Untuk itu, buku “Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya” ini
sebagai pegangan bagi mahasiswa S-1 Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Wiralodra Indramayu.
Sebagai pegangan mahasiswa dalam materi kuliah
apresiasi puisi, dalam buku ini memuat enam bab, yaitu: (1)
Imas Juidah i
Seputar Apresiasi; (2) Memahami Puisi; (3) Unsur-unsur
Pembangun Puisi; (4) Ciri-ciri Puisi Indonesia; (5) Jenis-jenis
Puisi Indonesia; (6) Penerapan Apresiasi Puisi.
Pastilah buku ini tidak akan terwujud tanpa dorongan
semangat, bantuan, sumbangan pikiran, dan kemudahan-
kemudahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berjasa. Terima kasih saya ucapkan
kepada Bapak Drs. Agus Nasihin, M.Pd., yang telah
memberikan dorongan kepada saya untuk mewujudkan buku
ini dan memberikan sumbangan pikiran, wawasan, dan
masukan dalam membuat buku ini. Kepada teman-teman yang
memberikan saran-saran dan mendorong pula penulisan buku
ini, saya ucapkan terima kasih.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Wiralodra Indramayu.
Indramayu, 5 Februari 2015
Imas Juidah
ii Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ~ i
DAFTAR ISI ~ iii
BAB I SEPUTAR APRESIASI
A. Pengertian Apresiasi ~ 1
B. Tingkatan Apresiasi ~ 3
C. Tahapan Apresiasi ~ 5
D. Kegiatan Apresiasi ~ 6
E. Bekal Awal Apresiator ~ 7
F. Manfaat Apresiasi ~ 9
G. Info Penyair ~ 11
BAB II MEMAHAMI PUISI
A. Pemaknaan Puisi ~ 12
B. Pengertian Puisi ~ 13
C. Hakikat Puisi ~ 17
D. Info Penyair ~ 19
BAB III UNSUR-UNSUR PEMBANGUN PUISI
A. Stktur Fisik Puisi~ 21
1. Diksi (Pilihan Kata) ~ 22
2. Kata Konkret ~ 23
3. Pengimajian (Pencitraan) ~ 24
4. Bahasa Figuratif ~ 30
Imas Juidah iii
5. Verifikasi ~ 39
6. Tipografi ~ 41
B. Struktur Batin Puisi ~ 46
1. Tema ~ 46
2. Perasaan ~ 53
3. Nada dan Suasana ~ 54
4. Amanat ~ 55
C. Info Penyair ~ 57
BAB IV CIRI-CIRI PUISI INDONESIA
A. Periode 1920-1933 ~ 58
B. Periode 1933-1945 ~ 59
C. Periode 1945-1953 ~ 63
D. Periode 1953-1966 ~ 65
E. Periode 1966-1970 ~ 66
F. Periode 1970-sekarang ~ 68
G. Info Penyair ~ 70
BAB V JENIS-JENIS PUISI INDONESIA
A. Puisi Lama ~ 71
B. Puisi Baru ~ 78
C. Puisi Kontemporer ~ 91
D. Info Penyair ~ 95
BAB VI PENERAPAN APRESIASI PUISI
A. Kajian Struktural ~ 98
B. Kajian Pragmatik ~ 101
C. Kajian Intertekstualitas ~ 104
D. Info Penyair ~ 109
DAFTAR PUSTAKA ~ 111
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ~ 114
iv Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Bab 1
SEPUTAR APRESIASI
A. Pengertian Apresiasi
Dalam kegiatan sehari-hari sering kita mendengar istilah
apresiasi. Barangkali dalam benak kita muncul pertanyaan
“apa itu apresiasi?” Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin
apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”.
Apresiasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan
kegiatan mengamati, menilai, dan menghargai (2007:62).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra
adalah kegiatan untuk menghargai sastra. Namun, dalam
perkembangan berikutnya pengertian apresiasi sastra
berkembang secara luas. Banyak para ahli mencoba
memberikan batasan tentang apresiasi sastra. Secara
terminologi, apresiasi sastra dapat diartikan sebagai
penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra
baik berupa drama, prosa, maupun puisi (Dola, 2007). Sejalan
dengan pendapat tersebut, Sudjiman memberikan batasan
bahwa apresiasi sastra adalah penghargaan terhadap karya
Imas Juidah 1
sastra yang didasarkan pada pemahaman (1990:9). Tokoh
lain, Yus Rusyana mendefinisikan apresiasi sastra sebagai
pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai karya
sastra dan kegairahan serta kenikmatan yang timbul sebagai
akibat dari semua itu. Dalam konteks yang lebih luas, istilah
apresiasi menurut Gove (dalam Aminuddin, 2010:34)
mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau
kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap
nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Selanjutnya, dalam kamus istilah sastra Indonesia,
apresiasi berarti penghargaan. Apresiasi sastra berarti
penghargaan terhadap karya sastra. Penghargaan dalam
konteks apresiasi adalah penghargaan yang timbul atas dasar
kesadaran dan pemahaman nilai-nilai karya sastra (Tusthi,
1991:24). Pengertian yang sejalan juga diungkapkan oleh
Effendi bahwa apresiasi adalah menggauli cipta sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan,
kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap cipta sastra (2002: 6). Pendapat Effendi tersebut
dapat disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi merupakan
sebuah kebutuhan yang mampu memuaskan rohanimya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hornby seperti yang dikutip oleh
Saryono bahwa apresiasi adalah penimbangan, penilaian,
pemahaman, dan pengenalan secara memadai (2009:33).
Dengan demikian, apresiasi puisi yaitu pengertian,
pemahaman, penilaian, dan penghargaan yang mendalam dan
sungguh-sungguh terhadap puisi. Menurut Zaidan seperti
yang dikutip Waluyo (2002:44) membatasi pengertian
apresiasi puisi sebagai “penghargaan atas puisi sebagai hasil
pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan
penikmatan atas karya tersebut yang didukung oleh kepekaan
batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam puisi itu.”
Dalam batasan ini, syarat untuk dapat mengapresiasi puisi
2 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
adalah kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terdapat
dalam puisi sehingga seseorang dapat mengenal, memahami,
menafsirkan, menghayati dan menikmati puisi tersebut.
B. Tingkatan Apresiasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa tujuan
apresiasi puisi adalah untuk mempertajam kepekaan batin
terhadap persoalan hidup dan kehidupan, maka tingkatan
dalam apresiasi diukur dari tingkat keterlibatan batin
apresiator. Untuk dapat mengetahui tingkat keterlibatan batin,
seorang apresiator harus memiliki “patos” yang berarti ‘rasa’
atau ‘perasaan’. Tingkatan-tingkatan apresiasi menurut
Disick dalam Waluyo (2002:45) menyebutkan adanya empat
tingkatan apresiasi, yaitu sebagai berikut.
1. Tingkat Menggemari
Tingkat pertama atau tingkatan dasar dalam apresiasi
puisi yaitu menggemari. Seseorang yang berada pada tingkat
menggemari, keterlibatan batinnya belum kuat. Pada
tingkatan ini batin apresiator tergetar dan muncul keinginan
untuk memberikan perhatian terhadap puisi dan mau
meluangkan waktu untuk membaca, mengakrabi, dan
menggauli puisi. Jika kita membaca puisi kemudian muncul
perasaan senang terhadap puisi tersebut, berarti kita sudah
mulai masuk ke tahap pertama dalam mengapresiasi puisi,
yaitu menggemari. Tingkat menggemari dengan kata lain bisa
disebut juga dengan tingkat simpati.
Imas Juidah 3
2. Tingkat Menikmati
Tingkatan kedua dalam apresiasi puisi, yaitu tingkat
menikmati. Seseorang yang berada pada tingkat menikmati,
keterlibatan batin apresiator terhadap puisi semakin
mendalam. Pada tingkatan ini batin apresiator mulai bisa ikut
merasakan apa yang terdapat dalam puisi. Apresiator ikut
merasakan sedih, terharu, bahagia, dan sebagainya ketika
membaca puisi. Selain itu, pada tingkatan ini apresiator
mampu menikmati keindahan yang ada dalam puisi secara
kritis. Kalau tingkatan pertama baru pada tahap simpati, pada
tingkatan kedua ini apresiator berada pada tingkatan empati.
3. Tingkat Mereaksi
Tingkat ketiga dalam apresiasi puisi, yaitu tingkat
mereaksi. Pada tingkata ini, seorang apresiator tidak hanya
sekedar tergetar (simpati), atau dapat merasakan (empati) saja.
Tetapi dapat melakukan refleksi diri atas nilai-nilai yang
terkandung dalam puisi. Seseorang yang berada pada tingkat
mereaksi, sikap kritis terhadap puisi lebih menonjol karena
telah mampu menafsirkan dengan saksama dan mampu
menilai baik-buruknya sebuah puisi. Penafsir puisi mampu
menyatakan keindahan puisi dan menunjukkan letak
keindahan dan kekurangan tersebut. Dengan kata lain, pada
tingkat ketiga ini seorang apresiator dapat memetik nilai-nilai
sebagai sarana untuk berrefleksi atau bercermin diri sebagai
bentuk reaksi terhadap puisi yang dibaca.
4. Tingkat Produktif
Tingkat keempat atau tingkat tertinggi dalam apresiasi
puisi, yaitu tingkat produktif. Seseorang yang berada pada
tingkat produktif, apresiator puisi mampu menghasilkan
(menulis), mengkritik, mendeklamasikan, atau membuat
resensi terhadap sebuah puisi secara tertulis. Dengan kata lain,
ada produk yang dihasilkan oleh apresiator berkaitan dengan
puisi.
4 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
C. Tahapan Apresiasi
Berdasarkan uraian tentang tingkatan-tingkatan dalam
apresiasi puisi yang didasarkan pada keterlibatan batin
apresiator, berikut ini akan dipaparkan tahapan-tahapan dalam
kegiatan apresiasi puisi. Pentahapan dalam kegiatan apresiasi
puisi ini dilihat dari apa yang dilakukan oleh apresiator.
Pada tahap pertama, seorang apresiator membuka daya
khayal dan daya imajinasinya sebebas mungkin untuk
merenungkan isi puisi yang dibacanya sesuai dengan apa yang
dimaksud oleh pengarang. Pada tahap pertama ini apresiator
belum menganalisis secara kritis. Pada tahap kedua,
apresiator meninggalkan perasaan dan daya khayalnya dalam
menghadapi puisi. Apresiator pada tahap ini berusaha
memahami puisi berdasarkan struktur intrinsik yang terdapat
dalam puisi tersebut. Pada tahap ketiga, apresiator memahami
karya sastra berdasarkan historisnya. Artinya, apresiator
memandang karya sastra (puisi) tidak bisa terlepas dari histori
atau sejarah dari pengarangnya. Dengan kata lain, pada tahap
ini apresiator memahami puisi dari segi sosial, budaya, latar
belakang psikologi pengarang dan segala sesuatu yang
melatarbelakangi terciptanya puisi. Jika ketiganya dapat
dilakukan dengan baik, maka pemahaman terhadap puisi juga
akan lebih baik.
Imas Juidah 5
D. Kegiatan Apresiasi Puisi
Berdasarkan uraian mengenai apresiasi puisi yang telah
dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa apresiasi
puisi bukan merupakan konsep abstrak yang tidak bisa
diwujudkan dalam tingkah laku, melainkan menyiratkan
adanya suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret.
Kegiatan tersebut dalam hal ini dapat dibedakan menjadi
kegiatan langsung dan kegiatan tidak langsung.
Kegiatan apresiasi puisi secara langsung yaitu dapat
dilakukan dengan kegiatan membaca atau menikmati puisi
berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan
membaca suatu teks puisi secara langsung dapat terwujud
dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta
mengevaluasi teks puisi. Sedangkan, apresiasi puisi secara
langsung yang berupa performansi diantaranya yaitu melalui
kegiatan melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun
memberikan penilaian pada kegiatan pembacaan puisi,
deklamasi puisi, atau musikalisasi puisi baik di radio, televisi,
maupun pementasan di panggung terbuka.
Kegiatan apresiasi puisi, selain dilaksanakan secara
langsung juga dapat dilaksanakan secara tidak langsung.
Kegiatan apresiasi puisi secara tidak langsung dapat ditempuh
dengan cara mempelajari teori sastra, mempelajari sejarah
sastra, mempelajari esai dan kritik sastra, membaca artikel
yang berhubungan dengan kesusastraan, mempelajari buku-
buku maupun esei yang membahas dan memberikan penilaian
terhadap puisi. Kegiatan-kegiatan tersebut dikategorikan
sebagai kegiatan apresiasi puisi secara tidak langsung. Hal
tersebut dikarenakan nilai akhirnya bukan hanya
6 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
mengembangkan pengetahuan seseorang tentang puisi,
melainkan juga akan meningkatkan kemampuan dalam rangka
mengapresiasi puisi.
Dengan demikian, kegiatan apresiasi puisi secara tidak
langsung itu pada dasarnya ikut berperan dalam
mengembangkan kemampuan apresisi puisi jika bahan bacaan
tentang puisi yang ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan
kegiatan apresiasi puisi. Misalnya ketika membaca tentang
minat baca sastra siswa, kemampuan apresiasi siswa, atau
artikel tentang pengajaran puisi di sekolah itu merupakan
pembahasan yang sangat penting untuk mengembangkan
kemampuan dan pengetahuan. Akan tetapi, pembahasan
tersebut sedikit sekali perannya dalam mengembangkan
kemampuan apresiasi puisinya (Aminuddin, 2010:36-37).
E. Bekal Awal Apresiator
Kellet dalam Aminuddin mengungkapkan bahwa pada
saat ia membaca suatu karya sastra, dalam kegiatan tersebut ia
selalu berusaha menciptakan sikap serius dalam membaca
cipta sastra itu terjadi karena sastra bagaimanapun lahir dari
daya kontemplasi batin pengarang sehingga untuk
memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya
kontemplatif pembacanya. Sementara pada sisi lain, sastra
merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan
nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif
sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan rohaniah
pembacanya (2010:37).
Imas Juidah 7
Sebab itulah tidak berlebihan jika Boulton
mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-
nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu
memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung
pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan,
filsafat, politik maupun berbagai macam problema yang
berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Kandungan
makna yang begitu kompleks serta berbagai macam nilai
keindahan tersebut dalam hal ini akan mewujudkan atau
tergambar lewat media kebahasaan, media tulisan, dan
struktur wacana (2010:37-38).
Dengan demikian, untuk bisa memahami makna sebuah
puisi secara utuh, tidak cukup hanya mengkaji unsur
kebahasannya saja melainkan juga semua unsur yang terkait
di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa puisi memiliki berbagai macam unsur yang sangat
kompleks, diantaranya yaitu: (1) unsur keindahan; (2) unsur
kontemplatif yang berkaitan dengan masalah hidup dan
kehidupan; (3) unsur intrinsik puisi; dan (4) unsur ekstrinsik
puisi. Berbagai macam unsur puisi tersebut mengimplikasikan
kepada kita bahwasannya untuk bisa mengapresiasi puisi
perlu memiliki bekal-bekal tertentu untuk memaksimalkan
tindakan apresiasi. Bekal awal seorang apresiator yang paling
utama dan fungsional yang harus dipersiapkan bagi calon
apresiator yaitu: (1) memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang berhubungan dengan masalah hidup dan kehidupan; (2)
memiliki kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca
mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan
yang terdapat dalam puisi; (3) memiliki pemahaman terhadap
aspek kebahasaan; dan (4) memiliki pemahaman terhadap
unsur-unsur intrinsik puisi yang berhubungan dengan telaah
teori sastra.
8 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Keempat bekal tersebut harus dimiliki oleh seorang
apresiator. Hal tersebut dikarenakan untuk memahami sebuah
puisi dengan baik dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman
yang luas dan juga membutuhkan banyak waktu untuk
menggauli puisi. Pengetahuan dan pengalaman digunakan
sebagai alat untuk membedah puisi, sedangkan kegiatan
menggauli puisi dilakukan untuk lebih akrab dengan puisi dan
mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
F. Manfaat Apresiasi
Puisi sebagai salah satu karya sastra merupakan hasil
respon atau tanggapan sastrawan terhadap lingkungannya.
Sastrawan mewujudkannya secara estetis dan memiliki nilai-
nilai tertentu. Berdasarkan hal tersebut, kelahiran sebuah puisi
membawa manfaat tersendiri bagi masyarakat. Nilai yang
terkandung dalam puisi merupakan hal yang esensial dalam
puisi. Telaah yang mendalam terhadap puisi selain
mengungkapkan latar belakang sosial budaya pengarangnya,
juga mengungkapkan ide dan gagasan pengarang dalam
menanggapi situasi yang terjadi disekitarnya. Berdasarkan hal
tersebut, Rahmanto (1998: 16-24) mengungkapkan bahwa
pembelajaran sastra setidaknya memberikan manfaat dalam
empat aspek yaitu: (1) membantu meningkatkan keterampilan
berbahasa; (2) meningkatkan pengetahuan budaya; (3)
mengembangkan cipta dan rasa; dan (4) menunjang
pembentukan watak atau karakter. Hal tersebut dikarenakan
Imas Juidah 9
sastra memiliki fungsi sebagai media etika, estetika, dan
didaktika.
Sementara itu, Jakob Sumardjo mengemukakan bahwa
manfaat apresiasi yaitu mendayagunakan pengetahuan,
memperkaya rohani menjadi manusia berbudaya, dan belajar
mengungkapkan sesuatu dengan baik (1986:16). Sedangkan
manfaat yang diperoleh dari kegiatan apresiasi menurut
Aminuddin (2010: 60-64) yaitu terbagi menjadi dua, manfaat
secara umum dan manfaat secara khusus. Manfaat umum
yang diperoleh apresiator yaitu untuk mengisi waktu luang
dan sebagai hiburan. Sedangkan manfaat secara khusus yaitu:
(1) memberikan informasi yang berhubungan dengan
pemerolehan nilai-nilai kehidupan; (2) memperkaya
pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu unsur
yang berhubungan dengan pemberian arti maupun
peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri; (3)
memperoleh dan memahami nilai-nilai budaya dari setiap
zaman yang melahirkan cipta sastra itu sendiri; (4)
mengembangkan sikap kritis pembaca dalam mengamati
perkembangan zamannya, sejalan dengan kedudukan kreasi
manusia yang mampu memprediksi perkembangan zaman di
masa yang akan datang.
Selain keempat manfaat khusus tersebut, Aminuddin
juga memberikan manfaat khusus lain bagi pembaca, yaitu
memberikan katarsis dan sublimasi. Katarsis dalam hal ini
yaitu kemampuan karya sastra yang mampu menjernihkan
batin setelah pembaca melaksanakan kegiatan apresiasi secara
akrab dan sungguh-sungguh sehingga terjadi peleburan antara
pembaca dengan dunia-dunia yang diciptakan pegarangnya.
Dalam batas tertentu, sublimasi juga dapat bermanfaat karena
melalui sublimasi sering kali pembaca dapat memperoleh
kepuasan atau kesegaran baru.
10 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
G. Info Penyair
Wing Kardjo lahir di Garut, 23 April
1937. SD dan SMP di Tasikmalaya.
SMA Katolik Garut, B-I Bahasa
Perancis di Jakarta (1959). Sambil
jadi guru di SMA Kanisius Jakarta,
hendak melanjutkan kuliah di UI,
tetapi jadi korban perpeloncoan
hingga terpaksa masuk RSUP bagian
syaraf. Setelah sembuh, Wing
melanjutkan ke Unpad. Tahun 1977
ke Paris mengikuti program doktor. Ia memperoleh gelar
“Docteur de Specialite en Etudes Extreme-Orientale” dari
Universite Paris VII dengan disertasi Sitor Situmorang: la vie
et l’Oeuvre d’un poete indonesien. Pernah duduk sebagai
redaktur di Indonesia Express, Bandung dan Khatulistiwa /
Indonesia Raya, Jakarta. Tahun 1984 hingga 1990 diundang
ke Jepang sebagai guru besar di Tokyo University of Foreign
Studies, dan sejak 1991 hingga sekarang sebagai guru besar di
Tenri University, Tenri, Nara. Kumpulan puisinya Selembar
Daun (Pustaka Jaya, 1974), Perumahan (Budaja Djaja, 1975).
Juga menerjemahkan: Pangeran Kecil karya Antoine St.
Exupery (1979) dan Sajak-sajak Perancis Modern dalam dua
bahasa (1972).
Imas Juidah 11
Bab 2
MEMAHAMI PUISI
A. Pemaknaan Puisi
Puisi merupakan salah satu genre atau jenis sastra. Puisi
sebagai genre sastra seringkali disamakan dengan “sajak”.
Namun, antara puisi dan sajak tidaklah sama. Puisi
merupakan genre sastra yang melingkupi sajak, sedangkan
sajak yaitu individu puisi. Dalam istilah bahasa Inggrisnya,
puisi disebut poetry dan sajak disebut poem. Sebelum ada
istilah puisi, dahulu istilah sajak digunakan untuk menyebut
jenis sastranya (puisi) ataupun individu sastranya (sajak).
Memahami makna puisi atau sajak tidaklah mudah,
terlebih lagi untuk memahami makna puisi pada waktu
sekarang. Puisi sekarang jauh lebih rumit dan kompleks
dibandingkan dengan puisi dahulu. Pemaknaan terhadap puisi
juga lebih sulit dibandingkan dengan dua genre karya sastra
yang lainnya yaitu prosa dan drama. Hal tersebut dikarenakan
bahasa prosa dan drama merupakan ucapan yang biasa
digunakan sehari-hari dan tidak banyak menggunakan gaya
bahasa dan bermakna denotasi. Sedangkan, puisi banyak
12 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
menggunakan bahasa yang “tidak biasa”. Tidak biasa dalam
arti banyak menggunakan bahasa kiasan dan lebih banyak
yang bermakna konotasi. Berdasarkan hal tersebut, untuk
memahami puisi dan menemukan makna utuh dalam puisi
tidaklah mudah tanpa memahami konvensi sastra, khususnya
konvensi puisi. Dengan begitu, cara untuk memahami puisi
dan menemukan makna utuh dalam puisi yaitu dengan cara
melakukan pengkajian terhadap puisi.
B. Pengertian Puisi
Secara etimologis kata puisi berasal dari bahasa Yunani
poeima yang berarti membuat, poesis yang berarti pembuatan,
atau poeities yang berarti pembuat, pembangun, atau
pembentuk. Di Inggris puisi itu disebut poem atau poetry yang
tidak jauh berbeda dengan to make atau to create sehingga
pernah lama sekali di Inggris puisi itu disebut maker. Menurut
Riffaterre (dalam Pradopo,2012:12-13) puisi menyatakan
sesuatu secara tak langsung, yaitu mengatakan sesuatu dengan
cara yang lain, berbeda dengan kelaziman orang
mengungkapkan gagasan atau perasaan.
Mark Flanagan berpendapat bahwa Poetry is an
imaginative awareness of experience expressed through
meaning, sound, and rhythmic language choices so as to
evoke an emotional response. Jika diterjemahkan pengertian
puisi dapat diartikan sebagai sebuah khayalan secara sadar
dari pengalaman yang dideskripsikan melalui arti, suara dan
Imas Juidah 13
pilihan bahasa berirama untuk membangkitkan sebuah
tanggapan emosional.
Batasan puisi tersebut cukup luas namun pada dasarnya
mengandung unsur imajinasi, susunan irama, ekspresi, dan
pengalaman. Pendapat yang sejalan dengan pendapat tersebut
yaitu pendapat dari Watts-Dunton dan Lascelles Abercrombie
seperti yang dikutip oleh Tarigan (1984:7). Menurut Watts-
Dunton “Puisi adalah ekspresi yang kongkrit dan yang
bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional
dan berirama”, sedangkan Lescelles Abercrombie mengatakan
bahwa “puisi adalah ekspresi dari pengalaman yang bersifat
imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan
atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang
diutarakan dengan bahasa.
Walaupun kedua batasan puisi di atas memberi tekanan
pada segi ekspresi, namun terdapat juga sekelumit perbedaan.
Watts-Dunton menitikberatkannya pada “ekspresi dari pikiran
manusia” sedangkan Lescelles Abercrombie memberi tekanan
pada “ ekspresi dari pengalaman imajinatif manusia”, tetapi
keduanya sependapat bahwa sarana untuk itu adalah “ bahasa
emosional, bahasa berirama yang matang dan tepat guna”.
Kalaulah kita dapat menerima pendapat Abercrombie yang
mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari pengalaman,
maka dapatlah pula kita terima bahwa penyair atau poet itu
adalah orang yang menciptakan pengalaman atau dengan kata
lain pencipta pengalaman.
Menurut Perrine (dikutip Siswantoro, 2010:23) puisi
dapat didefinisikan sebagai bahasa yang mengatakan lebih
banyak dan lebih intensif daripada apa yang dikatakan oleh
bahasa harian. Sedangkan menurut Altenbernd seperti yang
dikutip Pradopo (2012:5-6) puisi adalah pendramaan
pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam
bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretive
14 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
dramatization of experience in metrical language). Pendapat
yang senada dengan Riffaterre dan Altenbernd adalah
pendapat Rahmanto (2001:47) yang menyatakan bahwa puisi
merupakan bentuk karya sastra dengan bahasa yang terpilih
dan tersusun dengan perhatian penuh dan ketrampilan khusus.
Coleridge (dalam Pradopo, 2012:5-6) juga mengemukakan
bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan
terindah.
Keempat definisi tersebut mempunyai kesamaan yaitu
dengan menyatakan secara implisit bahwa puisi sebagai
bentuk sastra dengan menggunakan kata-kata sebagai media
pengungkapannya.
Slametmuljana (dalam Waluyo, 1987:23) menyatakan
bahwa puisi merupakan bentuk kesusastraan yang
menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya.
Pengulangan suara itu menghasilkan rima, ritma, dan
musikalitas. Hal senada juga diungkapkan oleh James Reeves
(dalam Waluyo, 1987:23) menyatakan bahwa puisi adalah
ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat. Pendapat
yang sama juga diutarakan oleh Clive Sansom seperti yang
dikutip oleh Waluyo (1987:23) memberikan batasan puisi
sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang
mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat
imajinatif dan emosional. Ketiga batasan tersebut belum
mencakup makna puisi secara keseluruhan, batasan tersebut
hanya berkaitan dengan struktur fisiknya saja.
Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi
maka Herbert (dalam Waluyo, 1987:23) menyatakan bahwa
puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat
emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
Samuel Johnson yang dikutip tarigan (1984:5) juga
berpendapat bahwa puisi adalah peluapan spontan dari
perasaan-perasaan yang penuh daya; dia bercikal bakal dari
Imas Juidah 15
emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian. Selanjutnya
pendapat Shelley seperti yang dikutip oleh Tarigan (1984:5)
menyatakan bahwa puisi adalah rekaman dari saat-saat paling
menyenangkan dari pikiran-pikiran yang paling baik dan
paling menyenangkan.
Agak berlainan sedikit dengan pendapat-pendapat tadi,
ialah keterangan yang diberikan oleh Emily Dickinson (dalam
Tarigan, 1984:7) yang berbunyi “bila daku membaca sebuah
buku dan (bila) dia dapat membuat tubuhku begitu sejuk
(sehingga) tiada api yang dapat memanaskan daku, maka daku
tahu bahwa itu adalah puisi; kalau daku secara fisik merasa
seolah-olah ubun-ubunku berdenyut-denyut, maka daku tahu
bahwa itu adalah puisi; hanya dengan cara-cara inilah daku
mengenal puisi.” Walaupun cara Emily Dickinson berkenalan
dengan puisi itu amat aneh nampaknya, tetapi setelah kita
baca dan hayati pernyataannya itu baik-baik, agaknya
dapatlah ditarik simpulan bahwa ukuran yang dipakainya
untuk menilai sesuatu puisi adalah perasaan.
Frederik (1988:15) menyatakan bahwa “Poetry is
feeling confessing itself to itself, in moment of solitude, and
embodying itself in symbols which are the nearest possible
refresentation of the feeling in the exact shape in which it
exists in the poet’s mind.” Pengertian puisi dapat dijelaskan
sebagai perasaan mengakui dirinya sendiri, di saat-saat
kesendirian dan mewujudkan dirinya dalam simbol-simbol
yang mungkin atau merupakan representasi terdekat dari
perasaan dalam bentuk yang tepat di mana perasaan itu ada
dalam pikiran penyair.
Dari berbagai pendapat di atas Wheeler (1966:30)
menyimpulkan ada empat elemen utama dalam sebuah puisi,
yaitu: (1) poetry is language; (2) poetry is use of language
rather than a kind of language; (3) poetry is artful, not
natural, and (4) poetry aims at the fulfillment of a purpose
16 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
instrinsic to the language itself. Jika diterjemahkan keempat
elemen tersebut, yaitu: (1) puisi adalah bahasa; (2) puisi
adalah penggunaan bahasa bukan jenis bahasa; (3) puisi
adalah seni, tidak alami, dan (4) puisi bertujuan untuk
pemenuhan tujuan instrinsik untuk bahasa itu sendiri.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun
dengan menggunakan semua kekuatan bahasa dengan
menggunakan struktur fisik dan struktur batinnya.
C. Hakikat Puisi
Apakah hakikat puisi itu? Hakikat puisi bukan terletak
pada bentuk formalnya saja meskipun bentuk formal juga
penting. Hakikat puisi ialah apa yang menyebabkan puisi itu
disebut puisi. Terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan
untuk mengetahui hakikat puisi, yaitu fungsi estetik,
kepadatan, dan ekspresi tidak langsung.
1. Fungsi Estetik
Puisi merupakan sebuah karya seni yang puitis dan
estetis. Kata puitis dan estetis dalam puisi berarti sesuatu yang
dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian,
menimbulkan tanggapan yang jelas, dan juga dapat
menimbulkan keharuan. Sesuatu yang dapat membangkitkan
perasaan, menarik perhatian, dan menimbulkan keharuan
tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Begitu
juga dengan kepuitisan dalam puisi yang dapat dicapai oleh
Imas Juidah 17
berbagai macam unsur. Unsur-unsur keindahan (estetis) ini
merupakan unsur-unsur kepuitisannya.
Unsur-unsur yang dapat digunakan untuk mencapai
kepuitisan tersebut yaitu bentuk visual, bunyi, dan pemilihan
kata (diksi). Bentuk visual meliputi tipografi dan susunan bait.
Bunyi meliputi persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi,
lambang rasa dan orkestrasi. Sedangkan diksi meliputi bahasa
kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya
bahasa dan lain sebagainya. Semua itu merupakan aspek
estetis dan puitis puisi. Dalam mencapai efek estetis dan
kepuitisannya itu penyair menggunakan berbagai macam
unsur tersebut secara bersamaan untuk mencapai efek estetis
dan puitis sebanyak-banyaknya.
Selain itu, untuk mencapai efek estetis dan kepuitisan
puisi lebih lanjut, terlebih dahulu yang harus diketahui yaitu
unsur-unsur pembentuk puisi agar pengetahuan tentang puisi
lebih mendalam. Hal tersebut mengingat bahwa puisi itu
merupakan sebuah struktur yang kompleks. Untuk itu,
diperlukan analisis yang mendalam untuk memahaminya
secara penuh.
2. Kepadatan
Membuat sebuah puisi merupakan aktivitas pemadatan
kata. Hal tersebut dikarenakan tidak semua peristiwa
diceritakan dalam puisi. Puisi hanya mengemukakan inti
masalah, peristiwa, atau inti cerita saja. Jadi, puisi merupakan
ekspresi esensi karena puisi itu mampat dan padat, untuk itu
penyair harus memilih kata dengan akurat (Altenbernd yang
dikutip Pradopo, 2012:316). Untuk pemadatan ini, kadang-
kadang penyair hanya mengambil kata-kata berupa inti
dasarnya saja. Kata-kata dipadatkan agar berkekuatan gaib.
Penggunaan imbuhan, awalan, dan akhiran sering
18 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
dihilangkan. Dengan demikian, hubungan antarkalimatnya
bersifat implisit, tidak dinyatakan secara jelas dan merenik.
3. Ekspresi tidak Langsung
Dalam puisi banyak sekali menggunakan majas atau
kiasan. Kiasan ini merupakan ekspresi atau pengucapan tidak
langsung. Walaupun dari waktu ke waktu puisi itu selalu
mengalami perubahan evolusi selera dan perubahan konsep
estetis tetapi satu hal yang tidak berubah, yaitu bahwasanya
puisi itu mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung.
Ucapan tidak langsung tersebut ialah menyatakan sesuatu hal
dengan arti yang lain.
D. Info Penyair
Hj. Sri Sunarti lahir di Indramayu
pada tanggal 24 Mei 1965 yang
bertempat tinggal di Jalan Raya
Tegalgirang No.272 RT 03 RW
02 dekat Kantor Bulog Kec.
Bangodua Kab. Indramayu. Pada
tahun 1979 lulus dari SD
Lemahabang 1 Indramayu.
Kemudian melanjutkan di SLTP
Negeri 2 Indramayu (SMP Negeri
2 Sindang) dan lulus pada tahun 1982. Pada tahun1985 lulus
dari SPG Negeri Indramayu dan melanjutkan ke IKIP
Bandung Program D3 Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Imas Juidah 19
Bimbingan , lulus tahun 1988. Pada tahun 1989 ia ditugaskan
sebagai PNS, menjadi guru di SLTP Negeri 1 Bangodua. Pada
tahun 2009 ia mengambil kelas regular di Unswagati Cirebon
pada Jurusan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Program Tingkat Sarjana (S1) pada program
studi dan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kemudian
selesai pada tahun 2004 sebagai lulusan terbaik. Pada tahun
2005 ia mendapatkan promosi menjadi kepala sekolah di
tempatkan di SMPN 1 Sukagumiwang. Pada tahun 2008
penulis mutasi dan di tempatkan sebagai Kepala SMP
Negeri 1 Widasari. Pada tahun 2012 hingga sekarang ia
menjadi kepala sekolah di SMP Negeri Unggulan Sindang.
Selain itu ia mengajar di Universitas Wiralodra Indramayu
dan menjadi Tutor S1 PGSD Universitas Terbuka.
Penulis pernah aktif di kegiatan Dewan Kesenian
Indramayu sebagai penulis puisi (penyair) yang karya
puisinya masuk dalam sebuah buku “Antologi Puisi 11
Penyair Indramayu, Resital dari Negeri Minyak” terbitan
Dewan Kesenian Indramayu Tahun 2001 dan puisi berjudul “
Sajak Kematian” dinyatakan sebagai puisi favorit dalam
lomba Baca Puisi tingkat SMP,SMA dan Umum se-
Kabupaten Indramayu. Puisi-puisi religiusnya masuk dalam
sebuah buku “ Perempuan di Persimpangan” yang
diterbitkan oleh Forum Masyarakat Sastra Indramayu
(Formasi) dan Dewan Kesenian Indramayu (DKI) Tahun
2004, ISBN. Salah satu cerpennya dimuat dalam sebuah
antologi cerpen Matahari Retak di Atas Cimanuk (DKI,2010
,ISBN) yang sedang laik cetak.Selain itu penulis aktif menjadi
MC beberapa kegiatan dan juri beberapa lomba baca puisi.
20 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Bab 3
UNSUR-UNSUR PEMBANGUN
PUISI
Puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-
unsur pembangun. Unsur-unsur pembangun tersebut bersifat
padu karena tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan unsur
yang lainnya. Unsur-unsur pembangun tersebut juga bersifat
fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional
terhadap unsur lainnya. Unsur pokok yang terdapat dalam
sebuah puisi terdiri atas struktur fisik atau struktur sintaktik
atau metode puisi dan struktur batin atau struktur semantik
atau hakikat puisi.
A. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi adalah unsur pembangun atau unsur
pembentuk puisi yang bersifat fisik atau nampak dalam
bentuk susunan kata-katanya atau dengan kata lain yang dapat
diamati secara visual. Struktur fisik puisi terdiri dari berbagai
macam unsur, yaitu sebagai berikut.
Imas Juidah 21
1. Diksi (Pilihan Kata)
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Hal tersebut dikarenakan puisi adalah
bentuk karya sastra yang sedikit sekali menggunakan kata-
kata namun banyak mengungkapkan makna. Dengan begitu,
penyair harus cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata
yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi
bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata di tengah
konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan
puisi itu. Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat,
penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan
atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi
makna baru dan yang tidak bermakna diberi makna menurut
kehendak penyair.
Berikut ini puisi “ Cinta Mati dalam Secangkir Kopi“
karya Agus Nasihin.
Secangkir kopi yang kau hidangkan itu
terlalu manis
tapi
dari buihnya kutemukan cinta
dari asapnya kulihat cinta
dari aromanya kucium cinta
maka
yang kuminum itu bukan segelas kopi
tapi segenap cinta
maka
kunikmati kopi itu
bersama dedaknya karena di sana
masih mengendap cinta
2008
22 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Dalam puisi tersebut, penyair memilih kata-kata yang
sering digunakan sehari-hari untuk mengungkapkan perasaan
cintanya dan diksi yang digunakan juga mudah dipahami oleh
pembaca sehingga tidak terlalu sulit untuk mengetahui
maksud dari puisi tersebut.
Penyair sangat cermat menyusun urutan kata-kata dalam
puisinya. Bahakan urutan kata-kata itu ditempatkan sangat
rapi sehingga menimbulkan kesan romantis. Hal tersebut
terlihat pada bait dari buihnya kutemukan cinta/ dari asapnya
kulihat cinta/ dari aromanya kucium cinta. Jika urutan kata-
kata dalam tiap bait puisi tersebut diganti dengan kutemukan
cinta dari buihnya/ kulihat cinta dari asapnya/ kucium cinta
dari aromanya, maka daya magis dari kata-kata tersebut akan
hilang dan kesan romantis yang ditimbulkan akan berkurang.
Dengan demikian, urutan kata-kata dalam puisi yang
disusun dengan cermat oleh penyair akan terganggu
keharmonisannya jika komposisi urutan kata-katanya diubah.
Di samping itu, urutan kata-kata juga mendukung perasaan
dan nada yang diinginkan penyair, jika urutan katanya diubah
maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula.
2. Kata Konkret
Kata konkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera manusia yang memungkinkan munculnya imaji
sehingga kata tersebut dinilai tepat dan memberikan arti yang
sesungguhnya. Berdasarkan hal tersebut, untuk
membangkitkan imaji pembaca, kata-kata harus diperkonkret
agar kata-kata tersebut dapat menyaran kepada arti yang
menyeluruh. Kata konkret ini juga erat hubungannya dengan
penggunaan kiasan dan lambang. Maksudnya, jika penyair
mahir memperkonkretkan kata-kata, pembaca seolah-olah
melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan
Imas Juidah 23
penyair. Dengan demikian, pembaca terlibat penuh secara
batin ke dalam puisinya.
Sebagai contoh, Agus Nasihin dalam “Iqra 1” membuat
kata konkret berikut ini.
Pengembaraanku berakhir di kamar ini
ketika mendengar tangisan pertamamu
yang menuntut kelelakianku
apa yang akan kau titipkan padaku
malam yang sunyi, pagi yang kabut, atau luka yang perih
Iqra!
Bukit-bukit yang sepi telah merindukan gema
akankah kau isi dengan suara tangismu
daun-daun yang kering meminta hujan dari matamu
dan ombak yang geliah memohon dekapan tanganmu
Untuk memperkonkret gambaran jiwanya atau
melukiskan peasaannya yang penuh dengan kerinduan, Agus
Nasihin menggunakan kata-kata: “bukit-bukit yang sepi telah
merindukan gema/ daun-daun yang kering meminta hujan
dari matamu/ dan ombak yang gelisah memohon dekapan
tanganmu”. Sedangkan, untuk melukiskan kecemasannya,
diperkonkret dengan ungkapan: “apa yang akan kau titipkan
padaku/ malam yang sunyi, pagi yang kabut, atau luka yang
perih”.
3. Pengimajian (Pencitraan)
Imaji adalah gambaran, kesan, bayang-bayang, atau apa
yang ada dalam pikiran ketika kita membayangkan atau
mengingat sesuatu. Dengan begitu, pengimajian adalah kata
24 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran,
perasaan, perabaan, dan lain sebagainya. Singkatnya, imaji
atau citraan adalah gambaran angan yang muncul dibenak
pembaca puisi. Ada hubungan erat antara diksi, kata konkret,
dan pengimajian. Diksi yang dipilih harus menghasilkan
pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret.
Imaji dapat dibagi menjadi 7 yaitu, imaji penglihatan, imaji
pendengaran, imaji perasaan, imaji perabaan, imaji
penciuman, imaji pencecapan, imaji gerak, dan imaji
intelektual.
a. Imaji Penglihatan
Imaji penglihatan yaitu gambaran angan yang
ditumbulkan oleh indera penglihatan (mata). Imaji
penglihatan ini merupakan jenis imaji yang paling sering
digunakan penyair. Imaji penglihatan mampu memberi
rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang
tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh imaji penglihatan dapat dilihat dari kutipan puisi
“Gusur” karya Sri Sunarti berikut.
Ini tubuh kami
bagi setiap gilasan buldoser
melululantakan gubug-gubug
yang dibangun dengan sekantung
semen dan gemericik air mata
..............................
Melalui kata-kata tersebut, seolah-olah penyair ingin
mengungkapkan kesewenang-wenangan penguasa agar
menjadi lebih konkret. Melalui kata-kata tersebut juga,
Imas Juidah 25
seolah-olah pembaca dapat melihat kekecewaan atau
kekesalan penyair dengan lebih jelas.
b. Imaji Pendengaran
Imaji pendengaran berhubungan dengan kesan dan
gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga). Imaji ini dapat dihasilkan dengan menyebutkan atau
menguraikan bunyi suara.
Contoh imaji pendengaran dapat dilihat pada puisi
“Buat Alia dan Ibunya” karya Agus Nasihin berikut ini.
Kudengar suaramu dari balikbalik bukit.
Betapa merdu bagai nyanyian burung di pagi hari.
Kutanam dalamdalam di setiap poripori kulitku
mendengung dalam gendang telingaku.
Betapa riang hatiku seperti anak kecil yang mendapat
mainan baru.
Aku ingin cepat bertemu denganmu esok pagi agar dapat
kudengar lagi nyanyianmu.
c. Imaji Perasaan
Imaji perasaan yaitu imaji yang melibatkan sentuhan
hati (perasaan). Imaji persaan ini dapat dihasilkan dengan
menguraikan suasana hati sehingga pembaca seolah-olah ikut
merasakan.
Contoh imaji perasaan dapat dilihat pada puisi “Salju”
karya Wing Karjo berikut ini.
26 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Ke manakah pergi
mencari matahari
ketika salju turun
pepohonan kehilangan daun
Ke manakah jalan
mencari lindungan
ketika tubuh kuyup
dan pintu tertutup
Ke manakah lagi
mencari api
ketika bara hati
padam tak berarti
Ke manakah pergi
selain mencuci diri
Wing karjo dalam puisinya “Salju” menciptakan imaji
perasaan sehingga pembaca ikut merasakan kebimbangan,
kebingungan, keraguan dan kegalauan seperti yang dirasakan
oleh penyair.
d. Imaji Perabaan
Imaji perabaan adalah imaji yang dapat dirasakan oleh
indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau
mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi
yang menyebabkan kita merasakan perubahan suhu udara.
Contoh imaji perabaan dapat dilihat pada kutipan puisi
“Sajak Bebas” karya Acep Syahril berikut ini.
Imas Juidah 27
Sajak ini sejak lama telah kehilangan nilai
puitika estetika dan sublimatika sebab dengan
nilai-nilai keindahan dan kehalus-lembutan
tidaklah menjadikan seseorang seperti penguasa
penindas dan koruptor akan tersentuh hatinya
apalagi merasa malu dan introspeksi sebaliknya
akan membuat mereka ambisi untuk menindas
....................................................................
e. Imaji Penciuman
Imaji penciuman atau pembauan disebut juga imaji
olfactory yaitu imaji yang dapat dirasakan oleh indera
penciuman (hidung). Imaji penciuman dapat membawa
pembaca puisi seolah-olah mencium bau sesuatu. Imaji
penciuman ini dapat memperkuat kesan dan makna sebuah
puisi.
Perhatikan kutipan puisi “Setelah Perjumpaan Ini” karya
Acep Syahril berikut yang menggunakan imaji penciuman.
Setelah perjumpaan ini aku tak tau seberapa
lama lagi kau bisa mencium aroma matahari selain
wangi popor senjata atau amis sepatu serdadu wagu
yang tak mengerti cara bersenda.
Setelah pertemuan ini aku tak tau seberapa lama
lagi kau bisa mencium aroma bintang-bintang
selain amis keringat pecundang atau bau busuk
nafas mata-mata yang mengendap-endap di sekitar
persembunyian kita kawan
...................................................................
28 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
f. Imaji Pencecapan
Imaji pencecapan disebut juga imaji gustatory, yaitu
imaji yang muncul dari puisi sehingga kita seakan-akan
mencicipi suatu benda yang dapat menimbulkan rasa manis,
asin, pahit, asam, atau pedas.
Berikut puisi “Puisi Tentang Cinta Mati” karya Agus
Nasihin yang terdapat imaji pencecapan.
Apapun yang engkau kenakan
tetap menawan
Apapun yang engkau masak
terasa enak
Apapun yang engkau lakukan
aku tak keberatan
.................................
g. Imaji Gerak
Imaji gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang
seolah-olah dapat bergerak. Dalam larik-larik puisi, kita dapat
menemukan imaji gerak atau kinestetik. Imaji gerak yang
dimaksud adalah gerak tubuh atau otot yang menyebabkan
kita merasakan atau melihat gerakan tersebut. Munculnya
imaji gerak tersebut membuat gambaran puisi menjadi lebih
dinamis.
Berikut kutipan puisi “Membaca Koran Pagi” karya
Yanti Sri Budiarti yang terdapat imaji gerak.
Aku setengah berlari menjajari langkahmu
Segera menyelinap di antara jamaah pengajian
Bersembunyi di balik jubah dan sorban
Ternyata kau hanya sebuah bayang-banyang
Berguman mengaku diri sebagai kebenaran
.........................................................................
Imas Juidah 29
h. Imaji Intelektual
Imaji intelektual adalah imaji yang dihasilkan oleh
asosiasi-asosiasi intelektual. Perhatikan puisi “Karena
Keajaiban Ada pada Kalian” karya Agus Nasihin berikut ini
yang menggunakan imaji intelektual.
belum pernah aku jatuh cinta
seperti pada wajah kalian yang muram
ketika akan aku tinggal
belum pernah aku jatuh cinta
seperti pada paras kalian yang ceria
ketika aku datang
aku akan tetap jatuh cinta
pada kalian
karena keajaiban ada pada kalian
4. Bahasa Figuratif
Bahas figuratif yaitu bahasa berkias yang dapat
meghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau
kaya makna. Bahasa figuratif disebut juga sebagai majas.
Menurut Waluyo (1991:83), bahasa figuratif atau majas dalam
unsur-unsur puisi adalah bahasa yang digunakan oleh penyair
untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,
yakni secara tidak langsug mengungkapkan makna kata atau
bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Waluyo
menambahkan bahwa bahasa figuratif merupakan wujud
penggunaan bahasa yang mampu mengekspresikan makna
dasar asosiasi lain. Dengan adanya kiasan dalam puisi, dapat
30 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
membantu para pembaca puisi merasakan dan melihat apa
yang dilihat dan dirasakan penyair.
Berikut bahasa figuratif yang sering digunakan dalam
karya sastra khusunya puisi.
a. Perbandingan (Simile)
Majas perbandingan ialah majas yang menyamakan
satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata
pembanding seperti: bagai, bak, seperti, seumpama,
laksana, dan lain sebagainya. Berikut contoh puisi
“Ekstase Waktu” karya Afrizal Malna yang
menggunakan majas perbandingan.
...................................................................
O matahari membuka matahari menutup tak jadi manusia
Berdiri di kesunyian tubuh aku kejar ke mana aku kejar
Sampai mabuk ketinggian makhluk
Direguk sampai habis tenggorok
Jiwa membuka
Seperti api menghabiskan nyala
b. Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan,
hanya tidak menggunakan kata-kata pembanding, seperti
bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Berikut contoh
puisi yang menggunakan majas metafora.
Bersandar pada Puisiku
(Agus Nasihin)
Puisi adalah bahuku
Kau dapat bersandar pada puisiku
Puisi ini adalah dadaku
Kau dapat berbaring pada puisiku
Imas Juidah 31
Kuterjemahkan Pedih
(Yanti Sri Budiarti)
Pedih itu buih lautan yang tercipta dari sari gelombang
Berayun-ayun bersama sampan sepi
Tak ada tempat menepi
Pedih itu rumput ilaang di keremangan malam
Menari bersama angin menuju pangkalan sepi
Tak ada tempat berbagi
Pedih itu lambaian pohon nyiur pada pagi biru
Mengantarmu pergi seraya menanggalkan seragam putih abu
Tak tahu tempat menuju
c. Perumpamaan Epos
Perumpamaan epos ialah perbandingan yang
dilanjutkan atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam
kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
Berikut contoh puisi yang menggunakan majas
perumpamaan epos.
32 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Instrumentalia
oleh: Linus Suryadi AG
Ibarat piano, biola, dan drum
Disentuh oleh pemain alam
Itukah suara dalam hatimu?
Mendadak menjadkan bayang
Instrumen melahirkan Ave Veoum
Membujuk-bujuk kemauanku
Menimbulkan gagasan baru
dalam gairah hidup kekal
Kehangatan terus mengalir
mencairkan darah yang beku
itukah nestapa yang lingsir?
Terlepas dari belenggu
d. Personifikasi
Personifikasi ialah kiasan yang mempersamakan
benda mati seolah-olah hidup dan bergerak seperti
manusia.
Berikut contoh puisi yang menggunakan majas
personifikasi.
Imas Juidah 33
Percakapan Senja
(Yanti Sri Budiarti)
Merah senja melontarkan segenggam tanya
“Jumpakah kau dengan rembulan?”
Matahari enggan menjawab
Lunglai kembali ke pelukan malam
Hanya malam merengkuh bumi dalam gelap
Mendendam penuh rahasia
Bulan mengintip di balik tirai malam
Separuh hati telah terenggut
Bersama mimpi-mimpi sang bumi
Duhai kisah ini tak tercatat
Dalam cerita 1001 malam
Gemintang menari
Bertempik sorak
2008
e. Alegori
Alegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan.
Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain
atau kejadian lain.
Berikut contoh puisi yang menggunakan majas
alegori.
34 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
PEREMPUAN DI KITARAN AMALAM
oleh: Sri Sunarti
Terdampar di pelabuhan malam
di keriap bulan
gemintang bulan
selisik dedaunan
yang enggan mengatupkan sunyi
kupi-kupu kertas lalu lalang
mengitari di sekitar aspal jalan
terdampar di pelabuhan malam
mengembara di pelataran sunyi
menuai hati yang risau
serumpun kenangan ataukah esok yang gemang
tapi hingga waktu menjauh
kau tetap dalam nista
dalam nikmat sunyi
yang tak pernah usai
terdampar di pelabuhan malam
kau kah itu. kupu-kupu kertas
yang kini renta karena letih mnggigit
dalam dekap llaki yang melabuhkan subuh di tubuhmu
senyum gugur mambasah lukamu
dan seperti di pelabuhan malam yang lalu
......................................................................
Imas Juidah 35
f. Hiperbola
Hiperbola adalah majas yang melukiskan sesuatu
dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya
dengan kata yang lebih hebat pengertiannya (berlebihan).
Berikut contoh puisi yang menggunakan majas hiperbola.
Sebuah Cita-cita Tentang Cinta Mati
(Agus Nasihin)
hujan boleh berhenti
tapi aku tak akan berhenti mencintaimu
api boleh padam
tapi cintaku padamu akan terus membara
matahari boleh redup
tapi cintaku untukmu terus bersinar
g. Paralelisme
Paralelisme ialah pengulangan kata-kata dalam baris
yang berbeda sebagai penegasan. Paralelisme terdiri dari
dua bagian, yaitu anafora dan epifora. Anafora adalah
pengulangan kata atau frase yang terdapat di awal
kalimat. Sedangkan, epifora adalah pengulangan kata
atau frase yang terdapat di akhir kalimat.
Berikut contoh puisi yang menggunakan majas
paralelisme.
36 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Mestinya
(Yanti Sri Budiarti)
Mestinya
Sahabat adalah mata batin ketiga
Yang diutus tuhan untuk menjaga
Seperti fajar menyingsing dini hari
Mestinya
Sahabat adalah lagu pengantar tidur
Yang berdendang menina bobo
Membawa lelap setelah mimpi aneka warna
Mestinya
Sahabat adalah pagar jiwa
Yang membentang menjadi benteng
Sungguh, mestinya
Tak kubiarkan sahabat
Membawa seujung sisa hatiku
Penyair Anwar
(Afrizal Malna)
Aku mengaji, anwar anwar
Hidup dari pasar terbuka dalam tubuh
Orang tanah yang ditutup senja, anwar anwar
Berlari seperti kura tak henti membawa jagat
Irama abad, anwar anwar
Berdentang-dentang dalam dagingku
.........................................................................
Makani Tuhan dalam kuburmu anwar anwar
Aku orang sunyi berlalu dalam cerita
Imas Juidah 37
h. Repetisi
Repetisi ialah pengulangan kata-kata dalam satu
kalimat. Berikut contoh puisi yang menggunakan majas
repetisi.
Surat Cinta dari Sangkakala
oleh: Acep Syahril
Sekarang kami tak tau di mana ayah di mana
ibu di mana anak di mana adik di mana kakak
di mana ipar di mana keponakan di mana
saudara famili kerabat dan handai tauland
di mana di mana di mana yatim kan kami titipkan
..........................................................................
ampunilah kami hamba-hambamu yang tak punya
malu ini ampunilah ampunilah ampunilah kami
ya Allah
i. Ironi
Ironi ialah majas sindiran yang menyatakan
sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud
menyindir seseorang. Berikut contoh puisi yang
menggunakan majas ironi.
Sajak Pada Hari Guru
(Agus Nasihin)
Kami hanya membaca seadanya
Kami hanya menulis sekenanya
Kami hanya mengajar semaunya
Tapi
tolong
tolong...
Kami minta dihormati sebesar-besarnya
Kami minta gaji setinggi-tingginya
38 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
5. Verifikasi
Verifikasi menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima
adalah persamaan bunyi dalam puisi, baik di awal, tengah,
dan akhir baris puisi. Rima membuat efek bunyi yang
diinginkan penyair menjadi indah dan menimbulkan makna
yang lebih kuat sehingga pesan dapat lebih tersampaikan
kepada pembaca. Digunakan kata rima untuk mengganti
istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan
penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada
akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan
bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi
frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang
memperindah puisi. Rima mencakup: (1) onomatope, yaitu
tiruan bunyi misalnya “cicit” merupakan tiruan bunyi tikus;
(2) bentuk intern pola bunyi yang terdiri dari aliterasi,
asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi. Aliterasi yaitu
pengulangan bunyi konsonan dalam baris puisi. Sedangkan
asonansi adalah pengulangan bunyi vokal dalam baris puisi;
(3) pengulangan kata. Berikut contoh rima dalam puisi.
.................................
.................................
Salam kuucapkan pada keresahan
yang menempaku membentuk keykinan
Salam kucapkan pada kegeliahan
yang mengajariku menembus keraguan
Terima kasih Tuhan
telah kauciptakan keresahan
Terima kasih Tuhan
telah kauciptakan kegelisahan
(Agus Nasihin “Salam”, 2008)
Imas Juidah 39
Dibakar Waktu
(Agus Nasihin)
Nafasmu yang menderu
Nafsumu yang menggebu
Dibakar waktu menjadi abu
Suara dari Langit
Sekali lagi kutangkap
Getar-gear merambati relung sukma
Geletar gigil gemintang
(Yanti Sri Budiarti, 2008)
Kartu Lebaran 1
(Agus Nasihin)
dia pejabat
kami rakyat
pejabat yang saleh
mengirim kartu maaf
kepada rakyat yang salah
2010
40 Apresiasi Puisi: Teori dan Penerapannya
Kartu Lebaran 2
(Agus Nasihin)
potret siapa
yang narsis di kartu maaf
apakah kartu lebaran
ataukah kalender tahun depan
apakah angka-angka
ataukah butiran air mata
2010
Ritma (ritme: irama) adalah alunan yang terjadi karena
pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus
pajang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah
nada.
Metrum adalah ukuran irama yang ditentukan oleh
jumlah dan panjang tekanan suku kata dalam setiap baris.
Metrum dapat dikatakan juga sebagai pergantian naik turun
suara secara teratur dengan pembagian suku kata yang
ditentukan oleh golongan sintaksis.
6. Tipografi
Tipografi adalah bentuk visual yang dapat
menambahkan makna dalam puisi dan bentuknya dapat
ditemukan pada jenis puisi konkret. Singkatnya, susunan
penulisan dalam puisi disebut tipografi. Tipografi merupakan
pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.
Imas Juidah 41