The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tata Gereja dan Tata Laksana GKI

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by yesaya.marihot, 2021-03-27 11:45:44

Tata Gereja GKI

Tata Gereja dan Tata Laksana GKI

Keywords: Tata Gereja

menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan
untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, ia
dinonaktifkan dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut untuk paling lama enam (6) bulan. Majelis
Jemaat memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode bahwa yang bersangkutan berada di
bawah penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Majelis Jemaat melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan terus menerus didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan
untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Di samping
itu, jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode, ia diaktifkan kembali dalam badan pelayanan tersebut. Majelis Jemaat
memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode tentang pengakhiran penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat, yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk
membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan
gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota
badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota
badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-
lembaga tersebut dihentikan. Untuk maksud itu Majelis Jemaat memberitahukan hal tersebut kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait/Badan
Pekerja Majelis Sinode bahwa yang bersangkutan berada di bawah penggembalaan khusus agar hal
itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap
dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa batas waktu dan yang bersangkutan terus
menerus didoakan.

Pasal 41
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENATUA

1. Jika Majelis Jemaat sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang penatua terlapor (lihat Tata Laksana Pasal 38:2) dan terlapor
tidak bertobat, Majelis Jemaat dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor berada di bawah
penggembalaan khusus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan
dinonaktifkan untuk paling lama enam (6) bulan dari tugas-tugasnya sebagai penatua. Ia juga tidak
diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima
pelayanan pernikahan gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan
pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota
Badan Pekerja Majelis Klasis/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah/Badan Pekerja Majelis Sinode,
serta menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, ia dinonaktifkan dalam
lembaga/lembaga-lembaga tersebut untuk paling lama enam (6) bulan. Majelis Jemaat
memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode bahwa yang bersangkutan berada di bawah
penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

51

2. Majelis Jemaat melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan terus menerus didoakan.

3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai, dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, ia diaktifkan kembali dalam badan
pelayanan tersebut. Majelis Jemaat memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode tentang
pengakhiran penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Majelis Jemaat dalam persidangannya juga menetapkan untuk
memulihkan atau menanggalkan jabatan gerejawi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan
tentang kesatuan Jemaat dan keberlangsungan pelayanan Jemaat secara menyeluruh.

4. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan tetap tidak bertobat, jabatan
gerejawi yang bersangkutan ditanggalkan. Jika yang bersangkutan menjadi anggota Badan Pekerja
Majelis Klasis/Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah/Badan Pekerja Majelis Sinode, serta menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam
lembaga/lembaga-lembaga tersebut juga ditanggalkan. Untuk maksud itu, Majelis Jemaat
memberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait/Badan Pekerja Majelis Sinode tentang penanggalan jabatan dari yang
bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di samping itu, yang
bersangkutan tetap tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan
kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pejabat
gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode.
Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

Pasal 42
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETA YANG MELAYANI JEMAAT
DAN PENDETA TUGAS KHUSUS JEMAAT

1. Jika Majelis Jemaat sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang pendeta yang melayani Jemaat atau pendeta tugas khusus
jemaat yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:3) dan yang bersangkutan tetap tidak bertobat,
Majelis Jemaat meminta perlawatan khusus jemaat kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

2. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dalam perlawatan
khusus tersebut para pelawat melakukan pemeriksaan terhadap penggembalaan yang sudah dilakukan
oleh Majelis Jemaat terhadap yang bersangkutan. Perlawatan khusus jemaat untuk maksud ini dapat
dilakukan lebih dari satu (1) kali.

3. Jika para pelawat dapat menerima penggembalaan yang telah dilakukan oleh Majelis Jemaat
terhadap pendeta yang bersangkutan, Majelis Jemaat bersama dengan para pelawat menetapkan
bahwa pendeta yang bersangkutan berada di bawah pengggembalaan khusus.

4. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan

52

sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
5. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat
penetapan status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan, yang ditujukan kepada
pendeta yang bersangkutan, dan salinannya disampaikan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
6. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus
tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.
8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Majelis Jemaat yang terkait tetap memberikan jaminan
kebutuhan hidup total dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV)
kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.
9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan oleh dan bertanggungjawab
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.
10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral,
pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
11. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral, Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait membahas laporan tim pastoral.
14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan selesai dengan salinan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan untuk melakukan tugas-tugasnya
sebagai pendeta, untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.

53

c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus kepada Majelis Jemaat yang
terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan yang bersangkutan
akan dilanjutkan di Jemaat yang terkait atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi.

15. Jika dalam rapat yang disebutkan dalam Butir 13 di atas Badan Pekerja Majelis Sinode
menyimpulkan bahwa pendeta yang bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
yang bersangkutan, dengan salinan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan demikian
yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti
perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih dan dipilih
pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut
dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan
tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

16. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih diberi jaminan kebutuhan hidup
total oleh Majelis Jemaat yang terkait untuk tiga (3) bulan. Mengenai penggantian biaya-biaya yang
wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3) bulan tersebut, Majelis Jemaat yang
terkait mengambil keputusan tersendiri dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.

17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

Pasal 43
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETA TUGAS KHUSUS KLASIS

1. Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait sudah melaksanakan secara
optimal percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan umum terhadap seorang pendeta tugas
khusus klasis yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:4) dan yang bersangkutan tetap tidak
bertobat, Majelis Jemaat yang terkait atas kesepakatan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait meminta Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus jemaat

54

2. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus jemaat dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dalam
perlawatan khusus tersebut para pelawat melakukan pemeriksaan terhadap penggembalaan yang
sudah dilakukan oleh Majelis Jemaat yang terkait terhadap yang bersangkutan. Perlawatan khusus
jemaat untuk maksud ini dapat dilakukan lebih dari satu (1) kali.

3. Jika para pelawat dapat menerima penggembalaan yang telah dilakukan oleh Majelis Jemaat yang
terkait terhadap pendeta yang bersangkutan, Majelis Jemaat yang terkait bersama dengan para
pelawat menetapkan bahwa pendeta yang bersangkutan berada di bawah pengggembalaan khusus.

4. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.

5. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat
penetapan status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada
pendeta yang bersangkutan, dengan salinan disampaikan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

6. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus
tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.

8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait tetap
memberikan jaminan kebutuhan hidup total dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata
Laksana Bab XXXV) kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.

9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan oleh dan bertanggungjawab
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.

10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral,
pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.

11. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral, Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait membahas laporan tim pastoral.

14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan telah bertobat:

55

a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait. Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-
tugasnya sebagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut diaktifkan kembali.

b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.

c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus kepada Majelis Jemaat yang
terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan yang bersangkutan
akan dilanjutkan di Klasis yang terkait atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi.

15. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
yang bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Dengan demikian yang bersangkutan tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih
pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga
tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan
tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

16. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih diberi jaminan kebutuhan hidup
total oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk tiga (3) bulan, sedangkan penggantian
biaya-biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3) bulan tersebut
ditetapkan secara khusus oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.

17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

56

Pasal 44
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE WILAYAH

1. Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait sudah
melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan umum terhadap
seorang pendeta tugas khusus klasis yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:4) dan yang
bersangkutan tetap tidak bertobat, Majelis Jemaat yang terkait atas kesepakatan dengan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait meminta Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan
perlawatan khusus jemaat

2. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus jemaat dengan melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dalam
perlawatan khusus tersebut para pelawat melakukan pemeriksaan terhadap penggembalaan yang
sudah dilakukan oleh Majelis Jemaat yang terkait terhadap yang bersangkutan. Perlawatan khusus
jemaat untuk maksud ini dapat dilakukan lebih dari satu (1) kali.

3. Jika para pelawat dapat menerima penggembalaan yang telah dilakukan oleh Majelis Jemaat yang
terkait terhadap pendeta yang bersangkutan, Majelis Jemaat yang terkait bersama dengan para
pelawat menetapkan bahwa pendeta yang bersangkutan berada di bawah pengggembalaan khusus.

4. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.

5. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat
penetapan status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada
pendeta yang bersangkutan, dengan salinan disampaikan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

6. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus
tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

7. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.

8. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah tetap
memberikan jaminan kebutuhan hidup total dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata
Laksana Bab XXXV) kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.

9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan oleh dan bertanggungjawab
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.

10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral,
pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.

57

11. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

12. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

13. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral, Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait membahas laporan tim pastoral.

14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada kepada Majelis Jemaat
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan melakukan
tugas-tugasnya sebagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus,
untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk
diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode,
keangggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus kepada Majelis Jemaat yang
terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan yang bersangkutan
akan dilanjutkan di Sinode Wilayah yang terkait atau yang bersangkutan harus menjalani
mutasi.

15. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
yang bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Dengan demikian yang bersangkutan tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih
dan dipilih sebagai pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan
pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lembaga/lembaga-
lembaga tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.

58

e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan
tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.

f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.

g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

16. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih diberi jaminan kebutuhan hidup
total oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk tiga (3) bulan, sedangkan
penggantian biaya-biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3) bulan
tersebut ditetapkan secara khusus oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

17. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

Pasal 45
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE

1. Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Sinode sudah melaksanakan secara optimal
percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan umum terhadap seorang pendeta tugas khusus
sinode yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:4) dan yang bersangkutan tetap tidak bertobat,
Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan rapat dengan melibatkan Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

2. Dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan status penggembalaan khusus atas
pendeta yang bersangkutan.

3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinon-aktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.

4. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat
penetapan status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada
pendeta yang bersangkutan, dengan salinan disampaikan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

5. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus
tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

6. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada
hari Minggu terdekat.

7. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Badan Pekerja Majelis Sinode tetap memberikan
jaminan kebutuhan hidup total dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab
XXXV) kepada yang bersangkutan serta terus menerus mendoakannya.

8. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode
ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.

59

b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan oleh dan bertanggungjawab
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.

9. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral,
pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.

10. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

11. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Majelis Jemaat terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

12. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral, Majelis Jemaat yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait membahas laporan tim pastoral.

13. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya
sebagai pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima
pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi
anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam
lembaga/lembaga-lembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir
dan karena itu tim pastoral dibubarkan.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan khusus kepada Majelis Jemaat yang terkait,
dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, untuk memutuskan apakah pelayanan yang bersangkutan akan dilanjutkan
di Sinode atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi.

14. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta yang
bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan
demikian yang bersangkutan tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk mengikuti
perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat
gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut
dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.

60

c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.

d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.

e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut
kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.

f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.

g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir
dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

15. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih diberi jaminan kebutuhan hidup
total oleh Badan Pekerja Majelis Sinode untuk tiga (3) bulan, sedangkan penggantian biaya-biaya
yang wajib diberikan (Tata Laksana Bab XXXV) untuk masa tiga (3) bulan tersebut ditetapkan secara
khusus oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.

16. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

Pasal 46
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP PENDETA EMERITUS

1. Jika Majelis Jemaat bersama Badan Pekerja Majelis Sinode sudah melaksanakan secara optimal
percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan umum terhadap seorang pendeta emeritus yang
dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 38:5) dan yang bersangkutan tetap tidak bertobat, Badan Pekerja
Majelis Sinode melakukan rapat dengan melibatkan Majelis Jemaat yang terkait.

2. Dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan status penggembalaan khusus atas
pendeta yang bersangkutan.

3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk
menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses
menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya
dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinon-aktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.

4. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat
penetapan status penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan yang ditujukan kepada
pendeta yang bersangkutan, dengan tembusan disampaikan kepada Majelis Jemaat yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

5. Badan Pekerja Majelis Sinode juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus
tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

6. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada
hari Minggu terdekat.

7. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil Majelis Jemaat yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.

61

b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan diberhentikan oleh dan bertanggungjawab
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.

8. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral,
pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.

9. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dan Majelis Jemaat yang
terkait

10. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dan Majelis Jemaat yang terkait.

11. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral dan Majelis Jemaat yang
terkait membahas laporan tim pastoral.

12. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada Majelis Jemaat yang terkait.
Dengan demikian pendeta yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai
pendeta, membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan
pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan
pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota
badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-
lembaga tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir
dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

13. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta yang
bersangkutan dengan salinan kepada Majelis Jemaat yang terkait, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dengan demikian yang
bersangkutan tidak diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk mengikuti perjamuan kudus,
untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih pejabat gerejawi, dan untuk
diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode,
keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dihentikan.
b. Majelis Jemaat yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat
pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut
kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.

62

g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir
dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

14. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan terus oleh Majelis Jemaat yang terkait tanpa
batas waktu dan yang bersangkutan terus menerus didoakan.

Pasal 47
PROSEDUR
PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
TERHADAP MAJELIS JEMAAT

1. Jika Badan Pekerja Majelis Sinode sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam
kerangka penggembalaan umum terhadap Majelis Jemaat yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal
38:6) dan Majelis Jemaat bersangkutan tetap tidak bertobat, Badan Pekerja Majelis Sinode
melakukan rapat dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

2. Dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan status penggembalaan khusus atas
Majelis Jemaat yang bersangkutan.

3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak
diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai Majelis Jemaat.

4. Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk
melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara di Jemaat tersebut dan mengamankan harta
milik Jemaat.

5. Anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya,
mengikuti perjamuan kudus, menerima pelayanan pernikahan gerejawi, memilih pejabat gerejawi,
dan diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode,
keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut dinon-aktifkan.

6. Sesudah Majelis Jemaat yang bersangkutan ditetapkan berada di bawah penggembalaan khusus,
penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan
khusus, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode menjadi pengundang dalam pembentukan tim pastoral.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode menjadi koordinator tim pastoral.
d. Tim pastoral diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
e. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan tugasnya
telah selesai.

7. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan
hasil penggembalaan khusus tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

8. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan
tugasnya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

9. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan tim pastoral, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait membahas laporan tim
pastoral.

10. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa Majelis Jemaat yang
bersangkutan telah bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus
kepada Majelis Jemaat yang bersangkutan selesai dan salinannya dikirimkan kepada Badan

63

Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Dengan demikian Majelis Jemaat yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya
sebagai Majelis Jemaat, dan para pejabat gerejawi diperkenankan membaptiskan anaknya, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih
pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keanggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga tersebut
diaktifkan kembali.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus
tersebut dalam warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima kepemimpinan dan pengelolaan
harta milik Jemaat dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait kepada Majelis Jemaat yang
bersangkutan. Dalam berita acara serah terima tersebut sekaligus dinyatakan bahwa tugas Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dalam melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara
di Jemaat tersebut dan dalam mengamankan harta milik Jemaat sudah selesai.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.
11. Jika dalam rapat tersebut Badan Pekerja Majelis Sinode menyimpulkan bahwa Majelis Jemaat yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan seluruh
penatua dan pendeta dari Jemaat yang bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
Dengan demikian mereka tetap tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan pernikahan gerejawi, untuk memilih
pejabat gerejawi, dan untuk diproses menjadi anggota badan pelayanan jemaat/klasis/sinode
wilayah/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota badan pelayanan
jemaat/klasis/sinode wilayah/sinode, keangggotaannya dalam lembaga/lembaga-lembaga
tersebut dihentikan.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam
warta jemaat pada hari Minggu terdekat.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut
kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada
Majelis Klasis yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan
tersebut kepada Majelis Sinode Wilayah yang terkait dalam persidangannya yang terdekat.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis
Sinode dalam persidangannya yang terdekat.
g. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait segera melakukan proses pemanggilan penatua baru.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima kepemimpinan dan pengelolaan
harta milik jemaat dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait kepada Majelis Jemaat yang
baru. Dalam berita acara serah terima tersebut sekaligus dinyatakan bahwa tugas Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait dalam melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara di
Jemaat tersebut dan dalam mengamankan harta milik Jemaat sudah selesai.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan dan
semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

64

j. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

12. Jika hanya sebagian dari anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan yang bertobat dan jumlahnya
masih memenuhi syarat selaku Majelis Jemaat, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait,
dan tim pastoral menyatakan bahwa mereka tetap menjalankan fungsi sebagai Majelis Jemaat.
Anggota-anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan yang tidak bertobat menjalani
penggembalaan khusus terhadap pejabat gerejawi sesuai dengan ketentuan yang berlaku (untuk
penatua Tata Laksana Pasal 41 dan untuk pendeta yang melayani Jemaat Tata Laksana 42).

13. Jika hanya sebagian dari anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan yang bertobat dan jumlahnya
tidak memenuhi syarat selaku Majelis Jemaat, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada Badan
Pekerja Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan tim
pastoral:
a. Menonaktifkan untuk sementara para pejabat gerejawi yang tidak bertobat. Penonaktifan
dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dengan memberikan Surat Keputusan. Hal itu
diwartakan dalam Jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada semua
Majelis Jemaat dalam Klasis yang terkait. Jika dalam proses pembentukan Majelis Jemaat
yang baru mereka bertobat, mereka diaktifkan kembali sebagai pejabat gerejawi. Pengaktifan
kembali dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dengan memberikan Surat Keputusan.
Hal itu diwartakan dalam Jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada
semua Majelis Jemaat dalam Klasis yang terkait. Jika sampai Majelis Jemaat yang baru
terbentuk mereka tidak bertobat, jabatan gerejawi mereka ditanggalkan dan mereka
menjalani penggembalaan khusus sebagai anggota sidi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Menugasi Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melaksanakan tugas kepemimpinan
Jemaat untuk sementara, termasuk mengamankan harta milik Jemaat. Hal itu diwartakan
dalam Jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada semua Majelis
Jemaat dalam Klasis yang terkait.
c. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait segera melakukan proses pemanggilan penatua
baru.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode menyelenggarakan serah terima kepemimpinan dan
pengelolaan harta milik Jemaat dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait kepada
Majelis Jemaat yang baru dan dalam berita acara serah terima tersebut sekaligus dinyatakan
bahwa tugas Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan untuk sementara di Jemaat tersebut dan dalam mengamankan harta milik
Jemaat sudah selesai.
e. Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan
khusus tersebut kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan
semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
f. Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah
berakhir dan karena itu tim pastoral dibubarkan.

14. Jika Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak bersedia menerima perlawatan, tim pastoral berwenang
mengundang para anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan.

15. Jika para anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan tetap tidak bersedia memenuhi undangan tim
pastoral:
a. Tim pastoral melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
dengan salinan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait.

65

b. Badan Pekerja Majelis Sinode dalam rapatnya yang melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan tim pastoral memutuskan
menetapkan bahwa semua anggota Majelis Jemaat yang bersangkutan tidak bertobat. Proses
selanjutnya lihat Butir 12.

Bab XIII
PERLAWATAN

Pasal 48
JENIS

1. Perlawatan Jemaat
a. Perlawatan Umum Rutin Jemaat.
b. Perlawatan Umum Insidental Jemaat.
c. Perlawatan Khusus Jemaat.

2. Perlawatan Klasis
3. Perlawatan Sinode Wilayah

Pasal 49
PERLAWATAN UMUM RUTIN JEMAAT

1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan Jemaat.
b. Mendorong, mengarahkan dan menasihati Majelis Jemaat.
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Jemaat.
d. Meningkatkan kehidupan bersama Jemaat-jemaat dalam Klasis yang bersangkutan.

2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang mengutus sedikitnya dua
(2) orang anggotanya, sedapat-dapatnya terdiri dari penatua dan pendeta, yang bertindak selaku
pelawat jemaat.

3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Jemaat.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Jemaat.
c. Mempunyai hak suara.

4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan memberikan tembusan kepada Majelis Jemaat yang dilawat dan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Memegang rahasia jabatan.

5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.

6. Hak yang Dilawat
a. Menerima bahan perlawatan sebelum perlawatan dilakukan.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perlawatan serta mengirimkan
hasilnya kepada pelawat dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.

7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan laporan tentang kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan Jemaatnya.
b. Memegang rahasia jabatan.

8. Bahan Perlawatan

66

Bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat disusun oleh Badan Pekerja Majelis Sinode berdasarkan
Pedoman Pelaksanaan tentang Bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat.
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilakukan sedikitnya satu (1) tahun sekali menjelang

Persidangan Majelis Klasis.
b. Sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sebelum Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilakukan, Majelis

Jemaat telah menerima pemberitahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang
disertai dengan bahan perlawatan.
c. Sekurang-kurangnya dua (2) bulan sebelum Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilakukan, Majelis
Jemaat mewartakan selama dua (2) hari Minggu berturut-turut rencana perlawatan tersebut
kepada anggota supaya anggota dapat ikut mendoakan dan memberikan masukan.
d. Jika ada anggota yang ingin memberikan masukan atau memiliki masalah yang belum mendapat
penyelesaian dari Majelis Jemaat, ia dapat menyampaikan masukan atau masalahnya kepada
pelawat secara tertulis melalui Majelis Jemaatnya dengan memberikan tembusan kepada pelawat.
e. Majelis Jemaat membahas bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat dan masukan dari anggota
dalam Persidangan Majelis Jemaat dan menyampaikan hasilnya kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum pelaksanaan perlawatan.
f. Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilakukan dalam Persidangan Majelis Jemaat. Majelis Jemaat
membuat notulen perlawatan dan pelawat membuat catatan perlawatan.
g. Hasil Perlawatan Umum Rutin Jemaat dilaporkan kepada Majelis Klasis yang terkait.

Pasal 50
PERLAWATAN UMUM INSIDENTAL JEMAAT

1. Tujuan
Memeriksa Pos Jemaat yang akan dijadikan Bakal Jemaat, Bakal Jemaat yang akan dilembagakan,
Jemaat yang akan diubah statusnya, dan Jemaat dari gereja lain yang akan menggabungkan diri ke
GKI.

2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang masing-masing mengutus
sedikitnya dua (2) orang anggotanya, sedapat-dapatnya terdiri dari penatua dan pendeta, yang
bertindak selaku pelawat jemaat.

3. Hak Pelawat
a. Meminta data dan keterangan seluas-luasnya dari Majelis Jemaat yang dilawat.
b. Mempunyai hak suara.

4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Memberikan pendampingan kepada Majelis Jemaat dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Badan
Pekerja Majelis Sinode dengan memberikan tembusan kepada Majelis Jemaat yang dilawat.
c. Memegang rahasia jabatan.

5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.

6. Hak yang Dilawat
a. Memperoleh pendampingan dari pelawat.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perlawatan serta mengirimkan
hasilnya kepada pelawat dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait

67

dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis
Sinode.
7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan keterangan seluas-luasnya kepada pelawat.
b. Memegang rahasia jabatan.
8. Bahan Perlawatan
Bahan Perlawatan Umum Insidental Jemaat sesuai dengan permohonan perlawatan dari Majelis
Jemaat.
9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilaksanakan atas permintaan dari Majelis Jemaat, kecuali
untuk proses emeritasi pendeta.
b. Sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilakukan,
Majelis Jemaat telah menerima pemberitahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c. Sekurang-kurangnya tiga (3) minggu sebelum Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilakukan,
Majelis Jemaat mewartakan selama dua (2) hari Minggu berturut-turut rencana perlawatan
tersebut kepada anggota supaya anggota dapat ikut mendoakan.
d. Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilakukan dalam Persidangan Majelis Jemaat. Majelis
Jemaat membuat notulen perlawatan dan pelawat membuat catatan perlawatan.
e. Hasil Perlawatan Umum Insidental Jemaat dilaporkan kepada Majelis Klasis yang terkait, Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, dan Majelis Sinode.

Pasal 51
PERLAWATAN KHUSUS JEMAAT

1. Tujuan
a. Membantu menyelesaikan dan menangani masalah-masalah khusus yang membahayakan
kesaksian dan kehidupan Jemaat secara umum.
b. Membantu menyelesaikan dan menangani masalah-masalah khusus yang terkait dengan
kependetaan.
c. Mendampingi Majelis Jemaat dalam melaksanakan penggembalaan khusus bagi pendeta atau
pendeta emeritus.
d. Mendampingi Majelis Jemaat dalam menghadapi dampak dari penggembalaan khusus terhadap
pendeta atau pendeta emeritus.
e. Mendampingi Majelis Jemaat dalam proses mutasi pendeta dan proses emeritasi pendeta.

2. Pelawat
a. Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode atas permintaan dari
Majelis Jemaat atau atas prakarsa dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Jika perlawatan dilakukan atas permintaan Majelis Jemaat, perlawatan dilakukan oleh Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Badan Pekerja Majelis Klasis, perlawatan dilakukan oleh
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang dapat melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode, yang masing-masing mengutus
sedikitnya dua (2) orang anggotanya yang bertindak selaku pelawat jemaat.
d. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, perlawatan
dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait yang dapat melibatkan Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode, yang masing-masing
mengutus sedikitnya dua (2) orang anggotanya yang bertindak selaku pelawat jemaat.

68

e. Jika perlawatan dilakukan atas prakarsa Badan Pekerja Majelis Sinode, perlawatan dilakukan oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode yang dapat melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, yang masing-masing mengutus
sedikitnya tiga (3) orang anggotanya yang bertindak selaku pelawat jemaat.

3. Hak Pelawat
a. Memperoleh data dan penjelasan mengenai persoalan aktual.
b. Mengingatkan dan menasihati.
c. Mengadakan pembicaraan dengan siapa pun yang dianggap perlu dengan sepengetahuan Majelis
Jemaat.
d. Mempunyai hak suara.

4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Jika perlawatan dilaksanakan oleh lebih dari satu (1) lembaga, perlawatan menjadi perlawatan
dari lembaga lebih/paling luas dan dipimpin oleh lembaga yang lebih/paling luas.
b. Pelawat membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya kepada
lembaga/lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam perlawatan dengan tembusan kepada Majelis
Jemaat yang dilawat.
c. Para pelawat memegang rahasia jabatan.

5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Jemaat.

6. Hak yang Dilawat
a. Memperoleh penjelasan tentang tujuan Perlawatan Khusus Jemaat, jika Majelis Jemaat tidak
meminta perlawatan khusus tersebut.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perlawatan serta mengirimkan
hasilnya kepada pemrakarsa perlawatan dengan tembusan kepada lembaga/lembaga-lembaga lain
yang terlibat dalam perlawatan.

7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan data dan penjelasan mengenai persoalan aktual.
b. Memegang rahasia jabatan.

8. Bahan Perlawatan
Bahan Perlawatan Khusus Jemaat sesuai dengan persoalan yang sedang dihadapi Jemaat.

9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Khusus Jemaat dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode, baik diminta
maupun tidak diminta oleh Majelis Jemaat.
b. Majelis Jemaat mewartakan rencana Perlawatan Khusus Jemaat kepada anggota pada hari
Minggu terdekat agar Jemaat mendoakan, kecuali apabila waktunya tidak memungkinkan.
c. Jika Perlawatan Khusus Jemaat diminta oleh Majelis Jemaat kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan Pekerja
Majelis Sinode, lembaga yang bersangkutan memberitahukan mengenai waktu Perlawatan
Khusus Jemaat agar Majelis Jemaat dapat mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.
d. Jika inisiatif Perlawatan Khusus Jemaat datang dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode,
lembaga yang bersangkutan memberitahu Majelis Jemaat terkait mengenai rencana Perlawatan
Khusus Jemaat tersebut dan harus diterima oleh Majelis Jemaat tersebut.
e. Dalam hal-hal tertentu, pelawat dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang dianggap
perlu dengan sepengetahuan Majelis Jemaat.
f. Perlawatan Khusus Jemaat dilakukan dalam Persidangan Majelis Jemaat. Majelis Jemaat
membuat notulen perlawatan dan pelawat membuat catatan perlawatan.
g. Majelis Jemaat mewartakan hasil Perlawatan Khusus Jemaat kepada anggota pada hari Minggu
terdekat.

69

h. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait, atau Badan Pekerja Majelis Sinode melaporkan hasil Perlawatan Khusus Jemaat kepada
Majelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode untuk dibahas dalam
Persidangan Tertutup dari Majelis Klasis, atau Majelis Sinode Wilayah, atau Majelis Sinode.

i. Biaya untuk transportasi pelawat dikoordinasikan dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait.

Pasal 52
PERLAWATAN KLASIS

1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasis.
b. Mendorong, mengarahkan, dan menasihati Majelis Klasis.
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Klasis.
d. Meningkatkan kehidupan bersama Klasis-klasis dalam Sinode Wilayah.

2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait yang mengutus
sedikitnya dua (2) orang anggotanya yang bertindak sebagai pelawat klasis.

3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasis.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Klasis.
c. Mempunyai hak suara.

4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah dan memberikan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang dilawat
dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Memegang rahasia jabatan.

5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Klasis.

6. Hak yang Dilawat
a. Menerima bahan perlawatan sebelum perlawatan dilakukan.
b. Melalui Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi
terhadap laporan perlawatan serta mengirimkannya kepada pelawat dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.

7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan laporan mengenai kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasisnya.
b. Memegang rahasia jabatan.

8. Bahan
Bahan Perlawatan Klasis disusun oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
berdasarkan Pedoman Pelaksanaan tentang Bahan Perlawatan Klasis.

9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Klasis dilakukan dalam setiap Persidangan Majelis Klasis.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan bahan perlawatan klasis
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah-
Sinode Wilayahnya dengan memberikan tembusan kepada semua Majelis Jemaat dalam Sinode
Wilayahnya masing-masing sekurang-kurangnya dua (2) bulan sebelum Persidangan Majelis
Klasis dalam Sinode Wilayahnya dilaksanakan.
c. Semua Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayah membahas bahan Perlawatan Klasis dalam
Persidangan Majelis Jemaat.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengagendakan Perlawatan Klasis dalam Persidangan
Majelis Klasis. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengaktakan hasil perlawatan klasis.

70

e. Pelawat membuat laporan perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.

f. Laporan Perlawatan Klasis dibahas dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah.

Pasal 53
PERLAWATAN SINODE WILAYAH

1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Sinode Wilayah.
b. Mendorong, mengarahkan, dan menasihati Majelis Sinode Wilayah.
c. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Sinode Wilayah.
d. Meningkatkan kehidupan bersama Sinode Wilayah-Sinode Wilayah dalam Sinode.

2. Pelawat
Perlawatan dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode yang mengutus sedikitnya dua (2) orang
anggotanya yang bertindak sebagai pelawat sinode wilayah.

3. Hak Pelawat
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Sinode Wilayah.
b. Mengingatkan dan menasihati Majelis Sinode Wilayah.
c. Mempunyai hak suara.

4. Tanggung Jawab Pelawat
a. Membuat laporan tertulis hasil perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode dan memberikan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang dilawat.
b. Memegang rahasia jabatan.

5. Yang Dilawat
Yang dilawat adalah Majelis Sinode Wilayah.

6. Hak yang Dilawat
a. Menerima bahan perlawatan sebelum perlawatan dilakukan.
b. Melalui Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait memeriksa dan jika perlu
memberikan koreksi terhadap laporan perlawatan serta mengirimkan hasilnya kepada pelawat
dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

7. Tanggung Jawab yang Dilawat
a. Memberikan laporan mengenai kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Sinode Wilayahnya.
b. Memegang rahasia jabatan.

8. Bahan
Bahan Perlawatan Sinode Wilayah disusun oleh Badan Pekerja Majelis Sinode berdasarkan Pedoman
Pelaksanaan tentang Bahan Perlawatan Sinode Wilayah.

9. Pelaksanaan
a. Perlawatan Sinode Wilayah dilakukan dalam setiap Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan bahan perlawatan kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait dengan memberikan tembusan kepada semua Majelis Jemaat dan
semua Badan Pekerja Majelis Klasis sekurang-kurangnya dua (2) bulan sebelum Persidangan
Majelis Klasis-Persidangan Majelis Klasis dilaksanakan.
c. Semua Majelis Jemaat dan semua Majelis Klasis dalam Sinode membahas bahan Perlawatan
Sinode Wilayah dalam persidangan mereka masing-masing.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait mengagendakan perlawatan sinode wilayah
dalam Persidangan Majelis Sinode Wilayah. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
mengaktakan hasil perlawatan.
e. Pelawat membuat laporan perlawatan dan mengirimkannya kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
f. Laporan Perlawatan Sinode Wilayah dibahas dalam Persidangan Majelis Sinode.

71

Bab XIV
GERAKAN KEESAAN GEREJA

Pasal 54
PERAN SERTA GKI
DALAM GERAKAN KEESAAN GEREJA

Dalam rangka mewujudkan persekutuan, GKI pada semua lingkupnya berperanserta dalam gerakan
keesaan gereja Tuhan Yesus Kristus di Indonesia, Asia, dan dunia.

Pasal 55
PERAN SERTA JEMAAT

1. Jemaat berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di wilayahnya dengan gereja-gereja lain dan
terlibat dalam lembaga-lembaga ekumenis di wilayahnya.

2. Jemaat juga berperanserta dalam gerakan keesaan gereja dengan gereja dan/atau lembaga ekumenis
dari wilayah yang lebih luas dari wilayah Jemaatnya sendiri.

Pasal 56
PERAN SERTA KLASIS

1. Klasis berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di wilayahnya dengan menjalin hubungan
ekumenis dengan gereja-gereja lain dan terlibat dalam lembaga-lembaga ekumenis di wilayahnya.

2. Klasis juga berperanserta dalam gerakan keesaan gereja dengan gereja dan/atau lembaga ekumenis
dari wilayah yang lebih luas dari wilayah Klasisnya sendiri.

Pasal 57
PERAN SERTA SINODE WILAYAH

1. Sinode Wilayah berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di wilayahnya dengan menjalin
hubungan ekumenis dengan gereja-gereja lain dan terlibat dalam lembaga-lembaga ekumenis di
wilayahnya.

2. Sinode Wilayah juga berperanserta dalam gerakan keesaan gereja dengan gereja dan/atau lembaga
ekumenis dari wilayah yang lebih luas dari wilayah Sinode Wilayahnya sendiri.

Pasal 58
PERAN SERTA SINODE

1. Di Indonesia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaaan gereja di lingkup nasional dalam Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dengan ikut membentuk Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI; sekarang PGI) pada tahun 1950, yang bertujuan membentuk Gereja Kristen Yang Esa di
Indonesia (GKYE).
b. Sinode berperanserta dalam PGI melalui upaya-upaya mewujudnyatakan keesaan dengan
mengacu pada Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG–PGI).

2. Di Asia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di Asia dalam Christian Conference of Asia
(CCA), dengan ikut membentuk East Asia Christian Conference (EACC; sekarang CCA) pada
tahun 1957, yang bertujuan mewujudnyatakan keyakinan bahwa Allah menghendaki gereja-
gereja di Asia untuk hidup dan bersaksi bersama tentang misi Allah di dunia.

72

b. Sinode berperanserta dalam CCA yang berperan sebagai alat dan forum kerja sama
berkesinambungan bagi gereja-gereja dan badan-badan nasional Kristen di Asia dalam acuan
kerja gerakan keesaan gereja yang lebih luas.

3. Di Dunia
a. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di dunia dalam World Council of Churches
(WCC), dengan tujuan mewujudnyatakan keesaan yang kelihatan dalam satu iman dan satu
persekutuan syukur yang diungkapkan dalam ibadat dan kehidupan sehari-hari dalam Kristus,
melalui kesaksian dan pelayanan bagi dunia, serta memajukan keesaan supaya dunia percaya.
b. Sinode berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di lingkup gereja-gereja Reformasi dalam:
1) World Alliance of Reformed Churches (WARC) dengan tujuan untuk memperkuat keesaan
dan kesaksian gereja-gereja Reformasi, untuk menginterpretasikan dan menginterpretasikan
kembali tradisi Reformasi, untuk mengupayakan perdamaian, keadilan ekonomi dan sosial,
hak asasi manusia serta keutuhan lingkungan, untuk meningkatkan sepenuhnya komunitas
inklusif, serta untuk memperdalam dialog dengan persekutuan-persekutuan Kristen lain dan
agama-agama lain.
2) Reformed Ecumenical Council (REC), dengan tujuan untuk mengungkapkan dan memajukan
keesaan gereja-gereja Reformasi lintas budaya, untuk mengajak semua gereja-gereja
Reformasi dengan saling menopang dan dalam persekutuan bersama memelihara dan
mengembangkan iman Reformasi, serta untuk menopang keesaan seluruh gereja dan berbagi
kasih Kristus di dunia.

E. KESAKSIAN DAN PELAYANAN

Bab XV
KESAKSIAN DAN PELAYANAN

Pasal 59
PENGERTIAN

1. Kesaksian dan pelayanan adalah bagian dari misi GKI yang diwujudkan oleh GKI untuk
berperanserta menghadirkan damai sejahtera Allah.

2. GKI melaksanakannya melalui panggilan pertobatan dan usaha-usaha perwujudan keadilan,
perdamaian, dan keutuhan ciptaan.

3. Kesaksian dan pelayanan dilaksanakan oleh seluruh anggota baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama dalam konteks masyarakat, bangsa, dan negara di mana GKI ditempatkan dan dalam kerja sama
dengan semua pihak dan semua golongan.

Pasal 60
KEGIATAN

Kesaksian dan pelayanan dilaksanakan antara lain melalui kesaksian dan pelayanan pribadi termasuk
pekabaran Injil, pendirian Pos Jemaat, serta kesaksian dan pelayanan di bidang-bidang pendidikan,
ekonomi, politik, hukum dan keadilan, kesehatan, seni dan budaya, dan ekologi.

Pasal 61
PELAKSANA

Kesaksian dan pelayanan dilaksanakan oleh:
1. Anggota.

73

2. Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, Majelis Sinode, dan badan pelayanan-badan
pelayanan di lingkup masing-masing.

Pasal 62
PELAKSANAAN

1. Anggota
a. Anggota, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan kesaksian dan pelayanan
dalam kehidupan sehari-hari dan melalui profesinya.
b. Anggota dapat melaksanakan kesaksian dan pelayanan melalui gereja atau lembaga lain, baik di
dalam maupun luar negeri dengan pengarahan dari Majelis Jemaat.

2. Majelis
a. Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah dan Majelis Sinode merencanakan dan
melaksanakan kesaksian dan pelayanan secara menyeluruh.
b. Pelaksanaannya melibatkan anggota dan dapat melalui kerja sama dengan gereja lain, pemerintah
dan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri.

F. PEMBANGUNAN GEREJA

Bab XVI
PEMBANGUNAN GEREJA

Pasal 63
PEMBANGUNAN JEMAAT

1. Pembangunan gereja dalam lingkup Jemaat disebut pembangunan jemaat.
2. Pembangunan jemaat dilaksanakan secara garis besar melalui:

a. Pemberdayaan seluruh anggota GKI dan kelompok-kelompok pelayanan dalam Jemaat sebagai
pelaku-pelaku pembangunan jemaat, dengan mendayagunakan talenta-talenta yang dikaruniakan
oleh Tuhan kepada mereka serta memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinan
yang ada dalam Jemaat itu.

b. Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani yang efektif dari pejabat-pejabat
gerejawinya dalam wadah Majelis Jemaat dan pemimpin-pemimpin gerejawi lainnya dalam
wadah badan pelayanan-badan pelayanan jemaat.

c. Perumusan Visi dan Misi Jemaat yang melibatkan Jemaat secara keseluruhan dan kelompok-
kelompok pelayanan di dalamnya, dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.

d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayanan Jemaat yang mengacu kepada
Visi dan Misi Jemaat, dengan memperhatikan serta merespons pada perkembangan dan persoalan
kemasyarakatan dan kebudayaan di lingkungannya.

e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Jemaat yang tepat bagi kehidupan dan
karya Jemaat dalam lingkungannya.

f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi timbal-balik, ke segala arah, dan
seluas mungkin antaranggota dan antarkelompok dalam Jemaat.

g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan keputusan di setiap lingkup
pelayanan Jemaat maupun dalam lingkup Jemaat secara keseluruhan, dengan cara-cara yang tepat
sehingga keputusan-keputusan yang diambil dapat diterima, didukung, dan dilaksanakan oleh
mereka yang terlibat di dalamnya.

h. Penanganan dan penyelesaian secara efektif dan konstruktif terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam Jemaat, yang disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-

74

faktor eksternal, agar kesatuan Jemaat dapat tetap terpelihara dan karya Jemaat dapat tetap
diwujudnyatakan.

Pasal 64
PEMBANGUNAN KLASIS

1. Pembangunan gereja dalam lingkup Klasis disebut pembangunan klasis.
2. Pembangunan klasis dilaksanakan secara garis besar melalui:

a. Pemberdayaan seluruh Jemaat GKI, termasuk anggota-anggota dan kelompok-kelompok
pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Klasis dengan
mendayagunakan talenta-talenta yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka serta
memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam Jemaat dan
Klasis.

b. Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani yang efektif dari pejabat-pejabat
gerejawi dalam wadah lembaga-lembaga kepemimpinan dalam Klasis serta pemimpin-pemimpin
gerejawi lainnya dalam wadah badan pelayanan-badan pelayanan jemaat dan badan pelayanan-
badan pelayanan klasis.

c. Perumusan Visi dan Misi Klasis dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.
d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayanan Klasis yang mengacu kepada

Visi dan Misi Klasis, dengan memperhatikan serta merespons pada perkembangan dan persoalan
kemasyarakatan dan kebudayaan di lingkungan Klasis.
e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Klasis yang tepat bagi kehidupan dan
karya Klasis dalam lingkungannya.
f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi timbal-balik, ke segala arah, dan
seluas mungkin antar-Jemaat dan antarkelompok pelayanan pada lingkup Klasis.
g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan keputusan di setiap badan pelayanan
klasis maupun di lingkup Klasis secara keseluruhan, dengan cara-cara yang tepat sehingga
keputusan-keputusan yang diambil dapat diterima, didukung, dan dilaksanakan oleh mereka yang
terlibat di dalamnya.
h. Penanganan dan penyelesaian secara efektif dan konstruktif terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam Klasis, yang disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-faktor
eksternal, agar kesatuan Klasis dapat tetap terpelihara dan karya Klasis dapat tetap
diwujudnyatakan.

Pasal 65
PEMBANGUNAN SINODE WILAYAH

1. Pembangunan gereja dalam lingkup Sinode Wilayah disebut pembangunan sinode wilayah.
2. Pembangunan sinode wilayah dilaksanakan secara garis besar melalui:

a. Pemberdayaan seluruh Jemaat GKI, termasuk anggota-anggota dan kelompok-kelompok
pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Sinode Wilayah dengan
mendayagunakan talenta-talenta yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka serta
memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam Jemaat dan
Sinode Wilayah.

b. Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani yang efektif dari pejabat-pejabat
gerejawi dalam wadah lembaga-lembaga kepemimpinan dalam Sinode Wilayah serta pemimpin-
pemimpin gerejawi lainnya dalam wadah badan pelayanan-badan pelayanan jemaat dan badan
pelayanan-badan pelayanan sinode wilayah.

c. Perumusan Visi dan Misi Sinode Wilayah dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah
bersama.

75

d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayanan Sinode Wilayah yang
mengacu kepada Visi dan Misi Sinode Wilayah, dengan memperhatikan serta merespons pada
perkembangan dan persoalan kemasyarakatan dan kebudayaan di lingkungan Sinode Wilayah.

e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Sinode Wilayah yang tepat bagi
kehidupan dan karya Sinode Wilayah dalam lingkungannya.

f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi timbal-balik, ke segala arah, dan
seluas mungkin antar-Jemaat dan antarkelompok pelayanan pada lingkup Sinode Wilayah.

g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan keputusan di setiap badan pelayanan
sinode wilayah maupun di lingkup Sinode Wilayah secara keseluruhan, dengan cara-cara yang
tepat sehingga keputusan-keputusan yang diambil dapat diterima, didukung, dan dilaksanakan
oleh mereka yang terlibat di dalamnya.

h. Penanganan dan penyelesaian secara efektif dan konstruktif terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam Sinode Wilayah, yang disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh
faktor-faktor eksternal, agar kesatuan Sinode Wilayah dapat tetap terpelihara dan karya Sinode
Wilayah dapat tetap diwujudnyatakan.

Pasal 66
PEMBANGUNAN SINODE

1. Pembangunan gereja dalam lingkup Sinode disebut pembangunan sinode.
2. Pembangunan sinode dilaksanakan secara garis besar melalui:

a. Pemberdayaan seluruh Jemaat GKI, termasuk anggota-anggota dan kelompok-kelompok
pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Sinode dengan
mendayagunakan talenta-talenta yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka serta
memanfaatkan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam Jemaat dan
Sinode.

b. Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani yang efektif dari pejabat-pejabat
gerejawi dalam wadah lembaga-lembaga kepemimpinan dalam Sinode serta pemimpin-pemimpin
gerejawi lainnya dalam wadah badan pelayanan-badan pelayanan jemaat dan badan pelayanan-
badan pelayanan sinode.

c. Perumusan Visi dan Misi Sinode dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.
d. Penyusunan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program pelayanan Sinode yang mengacu kepada

Visi dan Misi Sinode, dengan memperhatikan serta merespons pada perkembangan dan persoalan
kemasyarakatan dan kebudayaan di lingkungan Sinode.
e. Penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Sinode yang tepat bagi kehidupan dan
karya Sinode dalam lingkungannya.
f. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses komunikasi timbal-balik, ke segala arah, dan
seluas mungkin antar-Jemaat dan antarkelompok pelayanan pada lingkup Sinode.
g. Pelaksanaan dan pengembangan proses-proses pengambilan keputusan di setiap badan pelayanan
sinode maupun di lingkup Sinode secara keseluruhan, dengan cara-cara yang tepat sehingga
keputusan-keputusan yang diambil dapat diterima, didukung, dan dilaksanakan oleh mereka yang
terlibat di dalamnya.
h. Penanganan dan penyelesaian secara efektif dan konstruktif terhadap masalah-masalah yang
muncul dalam Sinode, yang disebabkan baik oleh faktor-faktor internal maupun oleh faktor-
faktor eksternal, agar kesatuan Sinode dapat tetap terpelihara dan karya Sinode dapat tetap
diwujudnyatakan.

G. KEANGGOTAAN

76

Bab XVII
KEANGGOTAAN

Pasal 67
ANGGOTA BAPTISAN

1. Tanggung Jawab
a. Mengembangkan diri dalam kehidupan dan penghayatan iman melalui kegiatan-kegiatan
persekutuan, pelayanan, dan kesaksian sesuai dengan umurnya, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama.
b. Mempersiapkan diri untuk menerima pelayanan pengakuan percaya/sidi melalui katekisasi.

2. Hak
a. Mendapatkan penggembalaan.
b. Menerima pelayanan pengakuan percaya/sidi.
c. Menerima pelayanan pernikahan gerejawi.
d. Menjadi anggota pengurus badan pelayanan jemaat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Mengajukan peninjauan ulang dan banding yang menyangkut dirinya.

Pasal 68
ANGGOTA SIDI

1. Tanggung Jawab
a. Melaksanakan misi gereja yaitu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan
pelayanan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dalam dan melalui kehidupan serta
pekerjaan pribadi maupun keluarga, dalam dan melalui kehidupan serta kelembagaan gereja
maupun secara langsung di masyarakat.
b. Melaksanakan pembangunan jemaat, pembangunan klasis, pembangunan sinode wilayah, dan
pembangunan sinode secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dan dengan pimpinan para
pejabat gerejawi serta para pemimpin gerejawi lainnya, dengan:
1) Memberdayakan diri bagi kehidupan dan karya Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode.
2) Berperanserta dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program kerja dan anggaran
Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode.
3) Berperanserta dalam penyusunan struktur pelayanan dan struktur organisasi Jemaat, Klasis,
Sinode Wilayah dan Sinode.
4) Berperanserta dalam proses-proses komunikasi dalam Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan
Sinode.
5) Berperanserta dalam proses-proses pengambilan keputusan dalam Jemaat, Klasis, Sinode
Wilayah dan Sinode.
6) Berperanserta dalam penanganan dan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang muncul
dalam Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode.
c. Memahami, menghayati, dan berpegang pada pengakuan iman, ajaran GKI, serta Tata Gereja dan
Tata Laksana GKI.

2. Hak
a. Mendapatkan penggembalaan.
b. Menerima pelayanan sakramen.
c. Menerima pelayanan peneguhan dan pemberkatan pernikahan.
d. Memilih pejabat gerejawi dan dipilih menjadi pejabat gerejawi.
e. Menjadi anggota pengurus badan pelayanan jemaat, badan pelayanan klasis, badan pelayanan
sinode wilayah dan badan pelayanan sinode.
f. Mengajukan peninjauan ulang dan banding.

77

Pasal 69
BUKU INDUK ANGGOTA GKI

Setiap Jemaat wajib memiliki Buku Induk Anggota GKI untuk mencatat dan memanfaatkan data
keanggotaan. Formulasi Buku Induk Anggota GKI dimuat dalam Peranti Administrasi.

Bab XVIII
PERPINDAHAN ANGGOTA

Pasal 70
PERPINDAHAN ANGGOTA ANTARJEMAAT GKI

1. Anggota yang akan pindah ke Jemaat lain harus mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Jemaat. Formulir permohonan dimuat dalam Peranti Administrasi.

2. Majelis Jemaat mengadakan percakapan gerejawi dengan yang bersangkutan dan atas dasar itu
memberikan surat atestasi kepada Majelis Jemaat yang dituju oleh anggota tersebut. Formulasi surat
atestasi dimuat dalam Peranti Administrasi.

3. Majelis Jemaat:
a. Mewartakan kepindahan anggota tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama, alamat
dan Jemaat yang dituju.
b. Sesudah menerima pemberitahuan dari Majelis Jemaat penerima tentang penerimaan anggota
tersebut, mencatat kepindahan tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.

4. Majelis Jemaat penerima:
a. Mengadakan percakapan gerejawi dengan anggota tersebut.
b. Berdasarkan percakapan tersebut, mewartakan kedatangan anggota tersebut dalam warta
jemaatnya dengan menyebutkan nama, alamat baru dan Jemaat asalnya.
c. Mencatat anggota baru tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.
d. Memberitahukan hal penerimaan anggota tersebut kepada Majelis Jemaat asal dengan formulir
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

Pasal 71
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE GEREJA LAIN YANG SEAJARAN

1. Anggota, yang akan pindah ke gereja lain yang seajaran, harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Majelis Jemaat. Formulir permohonan dimuat dalam Peranti Administrasi.

2. Majelis Jemaat mengadakan percakapan gerejawi dengan anggota tersebut, dan berdasarkan
percakapan itu menerima permohonan tersebut dan memberikan surat atestasi kepada Majelis Jemaat
yang dituju. Formulasi surat atestasi dimuat dalam Peranti Administrasi.

3. Majelis Jemaat:
a. Mewartakan kepindahan anggota tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama, alamat
dan gereja yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.

Pasal 72
PERPINDAHAN ANGGOTA DARI GEREJA LAIN

YANG SEAJARAN KE GKI

1. Majelis Jemaat menerima surat atestasi atau surat keterangan pindah keanggotaan dari gereja asal.

78

2. Majelis Jemaat:
a. Melakukan percakapan gerejawi dengan calon yang garis besarnya meliputi:
1) Dasar dan motivasi pindah keanggotaan gereja.
2) Pokok-pokok ajaran GKI serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai anggota GKI.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
b. Menerima kedatangan anggota tersebut dan mewartakan kedatangan anggota tersebut dalam
warta jemaat dengan menyebutkan nama, alamat baru dan gereja asalnya.
c. Mencatat anggota baru tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.
d. Memberitahukan hal penerimaan anggota tersebut kepada Majelis Jemaat/pimpinan gereja asal,
dengan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

3. Jika calon anggota telah meminta tetapi tidak memperoleh surat atestasi atau surat keterangan pindah
dari Majelis Jemaat/pimpinan gerejanya:
a. Ia harus sekali lagi mengajukan permohonan pindah secara tertulis kepada Majelis
Jemaat/pimpinan gerejanya dengan melampirkan salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan
tembusan kepada Majelis Jemaat yang dituju.
b. Jika dalam waktu paling lama tiga (3) bulan ia belum memperoleh jawaban dari Majelis
Jemaat/pimpinan gerejanya, ia harus mengajukan surat permohonan menjadi anggota kepada
Majelis Jemaat yang dituju, dengan melampirkan salinan/fotokopi permohonan pindah yang telah
dikirim kepada Majelis Jemaat/pimpinan gerejanya dan salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan
tembusan kepada Majelis Jemaat/pimpinan gerejanya.
c. Majelis Jemaat mengirimkan surat pemberitahuan kepada Majelis Jemaat/pimpinan gereja
pemohon tentang keinginan anggotanya untuk pindah keanggotaan ke GKI dilampiri
salinan/fotokopi surat permohonan pindah keanggotaan dan surat permohonan pindah
keanggotaan kepada Majelis Jemaat/pimpinan gerejanya.
d. Jika dalam waktu paling lama tiga (3) bulan Majelis Jemaat belum memperoleh jawaban dari
Majelis Jemaat/pimpinan gereja tersebut, penerimaan anggota baru tersebut dilakukan sesuai
dengan Tata Laksana Pasal 72:2.

4. Jika calon anggota telah menerima baptisan/sidi tetapi tidak dapat menunjukkan surat baptis/sidinya:
a. Majelis Jemaat membutuhkan saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menguatkan
kebenaran tentang baptisan/sidi calon anggota tersebut.
b. Penerimaan anggota baru tersebut dilakukan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 72:2.

Pasal 73
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE GEREJA LAIN YANG TIDAK SEAJARAN

1. Anggota yang akan pindah ke gereja lain yang tidak seajaran harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Majelis Jemaat. Formulir permohonan dimuat dalam Peranti Administrasi.

2. Majelis jemaat melakukan percakapan gerejawi yang garis besarnya meliputi:
a. Dasar dan motivasi pindah keanggotaan gereja.
b. Pokok-pokok ajaran dari gereja yang dituju yang berbeda dari pokok-pokok ajaran GKI.
c. Hal-hal lain yang dianggap perlu.

3. Jika anggota tersebut tetap menyatakan ingin pindah, Majelis Jemaat memberikan Surat Keterangan
Pindah baginya. Formulasi Surat Keterangan Pindah dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Majelis Jemaat:
a. Mewartakan kepindahan anggota tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama dan
gereja yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.

79

Pasal 74
PERPINDAHAN ANGGOTA DARI GEREJA LAIN

YANG TIDAK SEAJARAN KE GKI

1. Majelis Jemaat menerima surat atestasi atau surat keterangan pindah keanggotaan dari gereja asal.
2. Calon anggota mengikuti dan menyelesaikan katekisasi. Setelah calon menyelesaikan katekisasi,

Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi yang garis besarnya meliputi:
a. Dasar dan motivasi pindah keanggotaan gereja.
b. Pokok-pokok ajaran GKI yang berbeda dari pokok-pokok ajaran gereja asal.
c. Kesediaan calon untuk menerima dan melaksanakan ajaran GKI serta Tata Gereja dan Tata

Laksana GKI.
d. Tanggung jawab dan hak sebagai anggota GKI.
e. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
3. Majelis Jemaat mewartakan nama dan alamat calon serta gereja asalnya dalam warta jemaat selama
tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut
mendoakan dan mempertimbangkan.
4. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari anggota
sidi, Majelis Jemaat melaksanakan penerimaan anggota dalam Kebaktian Minggu atau Kebaktian
Hari Raya Gerejawi dengan menggunakan Liturgi Penerimaan Anggota dan dilayani oleh pendeta.
5. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta

dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat penerimaan anggota.
c. Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
6. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pelaksanaan penerimaan keanggotaannya
sampai persoalannya selesai atau membatalkan penerimaan keanggotaannya. Jika Majelis Jemaat
pada akhirnya membatalkan pelaksanaan penerimaan anggota bagi calon, Majelis Jemaat mewartakan
hal tersebut dalam warta jemaat.
7. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
8. Majelis Jemaat memberikan Piagam Penerimaan kepada anggota baru. Formulasi Piagam Penerimaan
Anggota ditetapkan dimuat dalam Peranti Administrasi.
9. Majelis Jemaat mencatat anggota baru tersebut dalam Buku Induk Anggota GKI.
10. Majelis Jemaat memberitahukan penerimaan anggota tersebut kepada Majelis Jemaat/pimpinan gereja
asal dengan formulir yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
11. Jika calon anggota tidak memperoleh surat atestasi atau surat keterangan pindah dari Majelis
Jemaat/pimpinan gerejanya:
a. Calon harus mengajukan permohonan pindah secara tertulis kepada Majelis Jemaat/pimpinan
gerejanya, dilampiri salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan tembusan kepada Majelis Jemaat
yang dituju.
b. Jika sebelum tiga (3) bulan Majelis Jemaat telah menerima surat atestasi atau surat keterangan
pindah, penerimaan anggota baru tersebut dilakukan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 74:2-10.
c. Jika dalam waktu tiga (3) bulan ia belum memperoleh jawaban dari Majelis Jemaat/pimpinan
gerejanya:
1) Majelis Jemaat mengirim surat pemberitahuan kepada Majelis Jemaat/pimpinan gereja

pemohon tentang keinginan anggotanya untuk pindah keanggotaan ke GKI dilampiri
salinan/fotokopi surat permohonan pindah keanggotaaan.
2) Majelis Jemaat melaksanakan penerimaan anggota baru sesuai dengan Tata Laksana Pasal
74:2-10.
12. Jika calon anggota tidak mempunyai surat baptis/sidi :

80

a. Majelis Jemaat membutuhkan saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menguatkan
kebenaran tentang baptisan/sidi calon anggota tersebut.

b. Penerimaan anggota baru tersebut dilakukan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 74:2-10.
13. Jika calon anggota berasal dari gereja yang tidak melaksanakan baptisan kudus, setelah ia menulis

surat permohonan pindah anggota ke GKI, proses penerimaan keanggotannya dilaksanakan sesuai
dengan Tata Laksana Pasal 21.

Pasal 75
PERPINDAHAN ANGGOTA
KE AGAMA LAIN DAN PENERIMAAN KEMBALI

1. Jika ada anggota yang diduga telah pindah ke agama lain, Majelis Jemaat melakukan prosedur
penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 40.

2. Jika melalui prosedur itu yang bersangkutan mempertahankan keputusannya untuk tetap pindah ke
agama lain, Majelis Jemaat mencatat dalam Buku Induk Anggota GKI bahwa yang bersangkutan
telah pindah agama, setelah terlebih dulu mewartakan kepada Jemaat.

3. Jika yang bersangkutan tetap pindah ke agama lain dan sesudahnya menyatakan ingin kembali ke
iman Kristen dan menjadi anggota GKI, ia harus mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Jemaat. Selanjutnya Majelis Jemaat menempuh prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat melakukan percakapan gerejawi dengan yang bersangkutan yang garis besarnya
meliputi:
1) Dasar dan motivasi untuk kembali menjadi anggota GKI.
2) Ajaran GKI serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai anggota GKI.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu, termasuk kemungkinan katekisasi ulang.
b. Jika Majelis Jemaat memandang yang bersangkutan layak untuk membarui pengakuan
percayanya dan diterima kembali menjadi anggota GKI, Majelis Jemaat mewartakan nama dan
alamatnya dalam warta jemaat selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan
kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
c. Jika masa pewartaan tiga (3) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
anggota sidi, Majelis Jemaat melaksanakan pembaruan pengakuan percaya yang bersangkutan
dalam Kebaktian Minggu dengan menggunakan Liturgi Pembaruan Pengakuan Percaya dan
dilayani oleh pendeta.
d. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai kelakuan dan/atau paham pengajaran yang bersangkutan yang diduga
bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GKI.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
e. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Jemaat menangguhkan pembaruan pengakuan percaya
tersebut sampai persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Jemaat
pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pembaruan pengakuan percara bagi yang bersangkutan,
Majelis Jemaat mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
f. Majelis Jemaat memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang
mengajukan.
g. Majelis Jemaat mencatat namanya dalam Buku Induk Anggota GKI.

Bab XIX
SIMPATISAN

81

Pasal 76
SIMPATISAN

1. Simpatisan adalah setiap orang yang belum menjadi anggota GKI, yang:
a. Sedang mengikuti katekisasi sidi, atau
b. Menjadi pengunjung tetap kebaktian dalam sebuah Jemaat.

2. Simpatisan juga berperanserta dalam melaksanakan misi gereja dan pembangunan jemaat.

H. JABATAN GEREJAWI

BAB XX
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK

TENTANG JABATAN PENATUA

Pasal 77
STATUS

Penatua berstatus penatua Gereja Kristen Indonesia yang berbasis pada Jemaat.

Pasal 78
MASA JABATAN

1. Masa jabatan penatua adalah tiga (3) tahun kecuali diakhiri atau ditanggalkan.
2. Masa jabatan penatua dapat diperpanjang sesuai dengan perpanjangan masa pelayanannya.

Pasal 79
KEDUDUKAN DAN FUNGSI

1. Penatua adalah pejabat gerejawi yang bersama-sama dengan pendeta menjadi Majelis Jemaat, Majelis
Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode.

2. Penatua dipanggil untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan dalam kerangka pembangunan
gereja secara sukarela untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi dalam konteks masyarakat,
bangsa, dan negara.

Pasal 80
MASA PELAYANAN

1. Masa pelayanan penatua adalah tiga (3) tahun sesuai dengan masa jabatannya.
2. Pada dasarnya, demi pemberdayaan anggota untuk menjadi penatua, seorang penatua menjalankan

pelayanannya untuk satu (1) kali masa pelayanan saja.
3. Jika sangat dibutuhkan, yaitu jika dalam Jemaat tidak ada calon baru yang dapat dipilih, seorang

penatua dapat dipilih dan diteguhkan kembali untuk satu (1) kali masa pelayanan. Sesudah itu, ia
tidak dapat dipilih dan diteguhkan kembali untuk waktu sekurang-kurangnya satu (1) tahun.
4. Penatua yang duduk atau terpilih dalam Badan Pekerja Majelis Klasis, atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah, atau Badan Pekerja Majelis Sinode, masa pelayanannya dalam Jemaat dengan
sendirinya diperpanjang sesuai dengan masa pelayanannya pada badan-badan yang lebih luas itu.
Untuk masa perpanjangan ini Majelis Jemaat memberikan surat perpanjangan masa pelayanan tanpa
melakukan peneguhan atas diri yang bersangkutan. Hal tersebut diwartakan dalam warta jemaat.

82

Pasal 81
LINGKUP DAN SARANA
PELAKSANAAN TUGAS PELAYANAN KEPEMIMPINAN

Penatua melaksanakan pelayanan kepemimpinannya secara bersama (kolektif-kolegial) dan sendiri-
sendiri (individual):
1. Di lingkup Jemaat dalam kerangka pembangunan jemaat dalam dan melalui Majelis Jemaat dan

Badan Pekerja Majelis Jemaat (jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat).
2. Di lingkup Klasis dalam kerangka pembangunan klasis dalam dan melalui Majelis Klasis dan Badan

Pekerja Majelis Klasis. Penatua yang duduk dalam Badan Pekerja Majelis Klasis lebih
mengutamakan pelayanan kepemimpinannya pada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, tanpa
mengabaikan pelayanan di lingkup Jemaatnya.
3. Di lingkup Sinode Wilayah dalam kerangka pembangunan sinode wilayah dalam dan melalui Majelis
Sinode Wilayah dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. Penatua yang duduk dalam Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah lebih mengutamakan pelayanan kepemimpinannya pada Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah, tanpa mengabaikan pelayanan di lingkup Jemaatnya.
4. Di lingkup Sinode dalam kerangka pembangunan sinode dalam dan melalui Majelis Sinode dan
Badan Pekerja Majelis Sinode. Penatua yang duduk dalam Badan Pekerja Majelis Sinode lebih
mengutamakan pelayanan kepemimpinannya pada Badan Pekerja Majelis Sinode, tanpa mengabaikan
pelayanan di lingkup Jemaatnya.

Pasal 82
TUGAS

Dalam rangka pembangunan gereja untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan, tugas penatua adalah:
1. Tugas Umum

a. Memelajari dan mendalami Firman Allah.
b. Berdoa untuk dan bersama dengan anggota.
c. Mendorong anggota untuk mengikuti dan berperanserta dalam kebaktian.
d. Memperlengkapi dan memberdayakan anggota bagi tugas-tugas mereka di gereja dan bagi tugas-

tugas misioner mereka di masyarakat.
e. Melaksanakan penggembalaan umum, dengan perhatian khusus kepada mereka yang sakit,

berduka, dalam kesulitan, dan menghadapi kematian.
f. Melaksanakan penggembalaan khusus.
g. Melaksanakan pelayanan ke dalam.
h. Melaksanakan kesaksian dan pelayanan ke luar.
i. Melaksanakan pendidikan dan pembinaan.
j. Memperhatikan dan menjaga ajaran.
2. Tugas Kepemimpinan Struktural
Melaksanakan tugas kepemimpinan sebagai anggota Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode
Wilayah, dan Majelis Sinode.

Pasal 83
SYARAT

1. Komitmen
a. Menghayati panggilan sebagai penatua yang adalah panggilan spiritual dari Allah melalui GKI
dan bersedia hidup dalam anugerah Tuhan.
b. Bersedia melaksanakan tugas penatua dengan segenap hati dan dengan kesetiaan dalam peran
sebagai gembala, pengajar, teladan, dan penatalayan.
c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman Allah.

83

d. Bersedia memegang ajaran GKI.
e. Memahami dan menghayati Visi dan Misi GKI.
f. Memahami, menyetujui, dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
g. Menghayati dan menjalani penggilannya bersama dengan orang lain.
2. Karakter
a. Rendah hati.
b. Rela berkurban untuk orang lain.
c. Peduli kepada mereka yang lemah.
d. Jujur.
e. Rajin.
f. Tulus.
g. Pengampun.
h. Tidak membeda-bedakan orang lain.
i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan.
3. Kemampuan
a. Mampu memimpin.
b. Dapat bekerja sama dengan orang lain.
b. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian.
c. Mampu belajar secara mandiri.
d. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual, gerejawi, dan kemasyarakatan
4. Administratif
a. Sekurang-kurangnya sudah dua (2) tahun menjadi anggota sidi.
b. Sekurang-kurangnya sudah dua (2) tahun menjadi anggota di Jemaat yang terkait dan telah aktif

melayani di Jemaat itu.
5. Pelengkap

a. Suami atau istrinya tidak menjadi batu sandungan.
b. Tidak mempunyai hubungan suami-istri, mertua-menantu, orang tua-anak, saudara sekandung,

dengan pejabat gerejawi dari Jemaat yang sama.
c. Tidak memangku jabatan gerejawi dari gereja lain.

BAB XXI
PROSES KEPENATUAAN

Pasal 84
DASAR PEMANGGILAN

1. Pemanggilan penatua pada hakikatnya adalah dari Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dilaksanakan
oleh gereja melalui prosedur gerejawi.

2. Melalui prosedur gerejawi, anggota dan pejabat gerejawi yang melakukan proses pemanggilan pada
hakikatnya dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus menjadi alat untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Karena itu, prosedur gerejawi itu dilaksanakan melalui pergumulan iman anggota dan pejabat
gerejawi melalui doa.
Pasal 85
TAHAP PENCALONAN

1. Majelis Jemaat dalam persidangannya menetapkan kebutuhan penatua baru, baik dalam jumlah
maupun menurut fungsi pelayanannya.

2. Selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut, Majelis Jemaat mewartakan rencana pemanggilan penatua
dan meminta masukan nama-nama bakal calon dari anggota dan pejabat gerejawi berdasarkan jumlah
dan fungsi pelayanan yang dibutuhkan. Dalam warta itu disampaikan juga syarat-syarat penatua

84

sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 83, dan penegasan agar potensi anggota yang
ada di Jemaat diberdayakan bagi jabatan penatua.
3. Anggota sidi, penatua, dan pendeta menyampaikan nama-nama bakal calon secara tertulis selambat-
lambatnya dua (2) minggu setelah warta terakhir. Sesuai dengan makna panggilan jabatan gerejawi,
anggota sidi dan penatua tidak diperkenankan mencalonkan dirinya sendiri.
4. Majelis Jemaat menyusun daftar bakal calon berdasarkan masukan yang diterima dari anggota sidi,
penatua, dan pendeta.

Pasal 86
TAHAP PENETAPAN

1. Majelis Jemaat, setelah bergumul dalam doa dan mempertimbangkan dengan masak, menetapkan
calon-calon penatua dari nama-nama bakal calon yang diajukan oleh anggota sidi, penatua, dan
pendeta dalam Persidangan Majelis Jemaat. Dalam hal ini Majelis Jemaat harus juga
mempertimbangkan potensi anggota dan kaderisasi.

2. Majelis Jemaat melawat calon-calon yang sudah ditetapkan untuk meminta kesediaan mereka
menerima panggilan sebagai penatua, setelah menjelaskan tentang panggilan ini dan tugas-tugasnya.

3. Majelis Jemaat menetapkan calon-calon yang telah menyatakan kesediaannya.
4. Majelis Jemaat mewartakan dalam warta jemaat nama dan alamat calon-calon tersebut serta waktu

peneguhannya selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut, agar anggota ikut mendoakan dan
mempertimbangkannya.
5. Jika tidak ada keberatan yang sah dari anggota sidi setelah warta terakhir, calon penatua diteguhkan
ke dalam jabatannya.
6. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi

tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana
Pasal 83.
c. Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
7. Jika ada keberatan yang sah, pelaksanaan peneguhannya dibatalkan. Hal itu diberitahukan kepada
calon dan kepada yang mengajukan keberatan tersebut serta diwartakan dalam warta jemaat.
8. Keberatan yang dinyatakan tidak sah oleh Majelis Jemaat akan diberitahukan kepada yang
mengajukan.

Pasal 87
TAHAP PEMBEKALAN

1. Sebelum diteguhkan ke dalam jabatan penatua, calon penatua harus mengikuti pembekalan calon
penatua sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Pembekalan Calon Penatua
dan Pengembangan Penatua.

2. Calon penatua yang tidak dapat mengikuti pembekalan karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dapat memasuki Tahap Peneguhan tetapi ia harus mengikuti acara
pembekalan pada tahun berikutnya.

Pasal 88
TAHAP PENEGUHAN

1. Peneguhan penatua dilaksanakan dalam Kebaktian Minggu atau Kebaktian Hari Raya Gerejawi atau
Kebaktian Pelembagaan Jemaat, dengan menggunakan Liturgi Peneguhan Penatua.

2. Peneguhan penatua dilayankan oleh pendeta.

85

3. Majelis Jemaat memberikan Piagam Peneguhan Penatua yang formulasinya dimuat dalam Peranti
Administrasi.

Pasal 89
JADWAL

Proses kepenatuaan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Jadwal Proses
Kepenatuaan.

BAB XXII
PENGEMBANGAN PELAYANAN PENATUA

Pasal 90
PENGEMBANGAN PELAYANAN PENATUA

Untuk mengembangkan kinerja pelayanan penatua, penatua harus mengikuti program pengembangan
penatua sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Pembekalan Calon Penatua dan
Pengembangan Penatua.

Pasal 91
EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENATUA

Untuk mengembangkan kinerja pelayanan penatua, penatua harus mengikuti program evaluasi kinerja
pelayanan penatua sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Evaluasi Kinerja Pelayanan Penatua.

BAB XXIII
PENGAKHIRAN DAN PENANGGALAN

JABATAN PENATUA

Pasal 92
PENGERTIAN

1. Pengakhiran jabatan penatua dikenakan kepada penatua yang menyelesaikan pelayanannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, atau yang oleh sebab-sebab tertentu yang tidak bersifat pelanggaran
terhadap hakikat kepenatuaannya menyebabkan ia tidak bisa melanjutkan pelayanannya.

2. Penanggalan jabatan penatua dikenakan kepada penatua yang karena sebab-sebab tertentu yang
bersifat pelanggaran terhadap hakikat kepenatuaannya menyebabkan ia harus ditanggalkan
jabatannya.

Pasal 93
PENGAKHIRAN JABATAN PENATUA

1. Jabatan seorang penatua diakhiri jika:
a. Ia sudah menjalankan tugas pelayanannya sesuai dengan masa jabatan dan masa pelayanannya.
b. Ia tinggal di luar kota atau di luar negeri lebih dari enam (6) bulan, sehingga ia tidak dapat
melaksanakan tugas pelayanannya.
c. Ia tidak dapat melayani lebih lanjut karena sakit.
d. Ia mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan-alasan lain yang dapat diterima oleh Majelis
Jemaat.
e. Ia pindah menjadi anggota Jemaat lain.
f. Ia pindah menjadi anggota gereja lain yang seajaran.

86

2. Pengakhiran jabatan penatua diwartakan kepada Jemaat selama dua (2) hari Minggu berturut-turut
dan dilakukan dalam Kebaktian Minggu. Majelis Jemaat memberikan Piagam Pengakhiran Jabatan
Penatua kepada para penatua yang berakhir jabatan gerejawinya yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi.

Pasal 94
PENANGGALAN JABATAN PENATUA

1. Jabatan seorang penatua ditanggalkan sebelum masa jabatan dan masa pelayanannya berakhir jika:
a. Ia pindah menjadi anggota gereja lain yang tidak seajaran.
b. Ia berada di bawah penggembalaan khusus.

2. Penanggalan jabatan dilakukan oleh Majelis Jemaat dengan memberikan Surat Keputusan
Penanggalan Jabatan. Penanggalan jabatan tersebut diwartakan dalam warta jemaat selama dua (2)
hari Minggu berturut-turut.

BAB XXIV
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK

TENTANG JABATAN PENDETA

Pasal 95
STATUS

Pendeta berstatus pendeta Gereja Kristen Indonesia yang berbasis pada Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah,
dan Sinode.

Pasal 96
KEANGGOTAAN

1. Pendeta jemaat menjadi anggota dari Jemaat yang bersangkutan. Karena jabatan pendetanya, ia
menjadi anggota Majelis Jemaat dari Jemaat yang bersangkutan.

2. Pendeta tugas khusus jemaat menjadi anggota dari Jemaat yang bersangkutan. Karena jabatan
pendetanya, ia menjadi anggota Majelis Jemaat dari Jemaat yang bersangkutan.

3. Pendeta tugas khusus klasis menjadi anggota dari sebuah Jemaat yang ditentukan oleh Klasis yang
bersangkutan. Karena jabatan pendetanya, ia menjadi anggota Majelis Jemaat dari Jemaat tersebut.

4. Pendeta tugas khusus sinode wilayah menjadi anggota dari sebuah Jemaat yang ditentukan oleh
Sinode Wilayah yang bersangkutan. Karena jabatan pendetanya, ia menjadi anggota Majelis Jemaat
dari Jemaat tersebut.

5. Pendeta tugas khusus sinode menjadi anggota dari sebuah Jemaat yang ditentukan oleh Sinode.
Karena jabatan pendetanya, ia menjadi anggota Majelis Jemaat dari Jemaat tersebut.

6. Pendeta emeritus menjadi anggota dari sebuah Jemaat. Sebagai pendeta emeritus ia tidak menjadi
anggota Majelis Jemaat dari Jemaat tersebut.

Pasal 97
MASA JABATAN

Masa jabatan pendeta berlaku seumur hidup kecuali diakhiri atau ditanggalkan.

Pasal 98
KEDUDUKAN DAN FUNGSI

87

1. Pendeta adalah pejabat gerejawi yang bersama-sama dengan penatua menjadi Majelis Jemaat, Majelis
Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode.

2. Pendeta dipanggil untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan dalam kerangka pembangunan
gereja secara penuh-waktu untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi dalam konteks
masyarakat, bangsa, dan negara.

Pasal 99
MASA PELAYANAN

Pendeta melaksanakan pelayanan kepemimpinan dalam Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode
Wilayah, dan Majelis Sinode sampai ia diberi status sebagai pendeta emeritus atau jabatannya diakhiri
atau jabatannya ditanggalkan.

Pasal 100
LINGKUP DAN SARANA
PELAKSANAAN TUGAS PELAYANAN KEPEMIMPINAN

Pendeta melaksanakan pelayanan kepemimpinannya secara bersama (kolektif-kolegial) dan sendiri-
sendiri (individual):
1. Di lingkup Jemaat dalam kerangka pembangunan jemaat dalam dan melalui Majelis Jemaat dan

Badan Pekerja Majelis Jemaat (jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat).
2. Di lingkup Klasis dalam kerangka pembangunan klasis dalam dan melalui Majelis Klasis dan Badan

Pekerja Majelis Klasis.
3. Di lingkup Sinode Wilayah dalam kerangka pembangunan sinode wilayah dalam dan melalui Majelis

Sinode Wilayah dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
4. Di lingkup Sinode dalam kerangka pembangunan sinode dalam dan melalui Majelis Sinode dan

Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 101
TUGAS

Dalam rangka pembangunan gereja untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan, tugas pendeta adalah:

1. Tugas Khusus
a. Melaksanakan pemberitaan Firman Allah.
b. Melayankan sakramen-sakramen.
c. Menahbiskan/meneguhkan pendeta.
d. Meneguhkan penatua.
e. Melaksanakan peneguhan dan pemberkatan pernikahan.
f. Melantik badan pelayanan.

2. Tugas Umum
a. Memelajari dan mengajarkan Firman Allah.
b. Berdoa untuk dan bersama dengan anggota.
c. Mendorong anggota untuk mengikuti dan berperanserta dalam kebaktian.
d. Memperlengkapi dan memberdayakan anggota bagi tugas-tugas mereka di gereja dan bagi tugas-
tugas misioner mereka di masyarakat.
e. Melaksanakan penggembalaan umum, dengan perhatian khusus kepada mereka yang miskin,
sakit, berduka, dalam kesulitan, dan menghadapi kematian.
f. Melaksanakan penggembalaan khusus.
g. Melaksanakan pelayanan ke dalam.
h. Melaksanakan kesaksian dan pelayanan ke luar.

88

i. Melaksanakan pendidikan dan pembinaan.
j. Memimpin katekisasi.
k. Memperhatikan dan menjaga ajaran.
3. Tugas Kepemimpinan Struktural
Melaksanakan tugas kepemimpinan sebagai anggota Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode
Wilayah, dan Majelis Sinode.

Pasal 102
SYARAT

1. Komitmen
a. Menghayati panggilan sebagai pendeta yang adalah panggilan spiritual dari Allah melalui GKI
dan bersedia hidup dalam anugerah Tuhan.
b. Bersedia melaksanakan tugas pendeta secara penuh dan dengan kesetiaan dalam peran sebagai
gembala, pengajar, teladan, dan penatalayan.
c. Bersedia menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan Firman Allah.
d. Bersedia memegang ajaran GKI.
e. Bersedia memahami dan menghayati Visi dan Misi GKI.
f. Bersedia memahami, menyetujui, dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
g. Menghayati dan menjalani penggilannya bersama dengan orang lain.

2. Karakter
a. Rendah hati.
b. Rela berkurban untuk orang lain.
c. Peduli kepada mereka yang lemah.
d. Jujur.
e. Rajin.
f. Tulus.
g. Pengampun.
h. Tidak membeda-bedakan orang.
i. Dapat dipercaya, khususnya dalam memegang rahasia jabatan.

3. Kemampuan
a. Mampu berkhotbah dan mengajar.
b. Mampu menggembalakan.
c. Mampu memimpin.
d. Mampu berpikir sistemik.
e. Mampu berpikir konseptual.
f. Mampu bekerja sama dengan orang lain.
g. Mampu hidup dalam konteks yang penuh kepelbagaian.
h. Mampu belajar secara mandiri.
i. Mampu menjadi agen pembaruan dalam lingkup hidup individual, gerejawi, dan kemasyarakatan

4. Pendidikan
a. Telah menyelesaikan pendidikan teologi minimal pada jenjang S-1 pada perguruan tinggi teologi
yang didukung oleh GKI, atau
b. Telah menyelesaikan pendidikan teologi pada jenjang S-1 pada perguruan teologi yang ditetapkan
oleh Majelis Sinode serta telah memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam Tata Gereja
dan Tata Laksana GKI dan yang ditetapkan oleh Majelis Sinode GKI.
c. Telah menyelesaikan pendidikan teologi pada jenjang S-1 pada perguruan teologi yang ditetapkan
secara khusus oleh Majelis Sinode serta telah memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan yang ditetapkan oleh Majelis Sinode GKI.

5. Pelengkap

89

a. Untuk kader pendeta GKI, berusia paling tinggi empat puluh (40) tahun pada saat ia memulai
Pendidikan Persiapan Kependetaan. Untuk pendeta dari gereja lain yang seajaran, berusia paling
tinggi tiga puluh lima (35) tahun pada saat memasuki Tahap Pra-Pemanggilan.

b. Bersedia untuk tidak bekerja dalam bidang lain yang tidak ada hubungannya dengan pelayanan
gerejawi.

c. Istri atau suaminya tidak menjadi batu sandungan.
d. Jika istri atau suaminya adalah pendeta, istri atau suaminya itu tidak diperkenankan menjadi

pendeta dari Jemaat yang sama, namun ia dimungkinkan untuk menjadi pendeta di Jemaat lain
atau pendeta tugas khusus atau pendeta gereja lain yang seajaran.
e. Istri atau suaminya bersedia untuk menjadi anggota sidi dari Jemaat yang memanggilnya dan
bersedia mendukung pelayanan pendeta tanpa mengurangi haknya untuk mempunyai pekerjaan
tetap, kecuali jika istri atau suaminya menjadi pendeta di Jemaat lain atau pendeta tugas khusus
atau pendeta gereja lain yang seajaran.
f. Jika ia berasal dari gereja lain, ia harus berasal dari gereja yang seajaran.

BAB XXV
PROSES PENYIAPAN KADER PENDETA

Pasal 103
REKRUTMEN CALON MAHASISWA TEOLOGI

Untuk memperoleh calon-calon mahasiswa teologi yang akan menempuh pendidikan teologi pada
perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI agar mereka menjadi kader-kader pendeta,
dilaksanakan program Rekrutmen Calon Mahasiswa Teologi sebagaimana yang diatur dalam Pedoman
Pelaksanaan tentang Rekrutmen Calon Mahasiswa Teologi.

Pasal 104
SELEKSI CALON MAHASISWA TEOLOGI

Untuk memperoleh calon-calon mahasiswa teologi yang diutus dengan rekomendasi untuk menempuh
studi teologi pada perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI sebagai kader pendeta, dilaksanakan
program Seleksi Calon Mahasiswa Teologi sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang
Calon Mahasiswa Teologi.

Pasal 105
PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN

MAHASISWA TEOLOGI

Untuk membina dan mendampingi mahasiswa-mahasiswa teologi yang menempuh studi teologi pada
perguruan tinggi teologi yang didukung oleh GKI sebagai kader pendeta, dilaksanakan program
Pembinaan dan Pendampingan Mahasiswa Teologi sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan
tentang Pembinaan dan Pendampingan Mahasiswa Teologi.

BAB XXVI
PERSIAPAN CALON PENDETA

UNTUK KADER PENDETA

Pasal 106
PRA-PENEMPATAN

90

1. Komisi Kependetaan Sinode mengoordinasikan ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah untuk
mengadakan percakapan dengan dan psikotes untuk setiap kader pendeta yang baru lulus dari
perguruan tinggi teologi dengan memakai panduan yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.

2. Berdasarkan hasil percakapan tersebut, hasil psikotes, dan data evaluasi yang terkumpul selama masa
pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi, masing-masing Komisi Kependetaan Sinode
Wilayah menyusun rekomendasi mengenai kader pendeta dengan tiga (3) kategori:
a. Kader pendeta yang dapat mengikuti proses kependetaan.
b. Kader pendeta yang tidak dapat mengikuti proses kependetaan tetapi diberi kemungkinan untuk
menjadi tenaga pelayanan gerejawi.
c. Kader pendeta yang tidak dapat mengikuti proses kependetaan dan proses untuk menjadi tenaga
pelayanan gerejawi.

3. Ketiga Komisi Kependetaan Sinode Wilayah melaporkan semua kader pendeta dengan
rekomendasinya kepada Komisi Kependetaan Sinode.

4. Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Komisi Kependetaan Sinode merencanakan pengaturan
Jemaat-jemaat sebagai tempat pelaksanaan Pendidikan Persiapan Kependetaan bagi para kader
pendeta yang memperoleh rekomendasi untuk dapat mengikuti proses kependetaan selanjutnya.

5. Sebelum mengikuti Pendidikan Persiapan Kependetaan, para kader pendeta harus mengikuti program
Bina Kader I sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Pembinaan dan Pendampingan Kader
Pendeta.

6. Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Komisi Kependetaan Sinode melaksanakan proses penetapan
calon tenaga pelayanan gerejawi bagi para kader pendeta yang diberi kemungkinan untuk menjadi
tenaga pelayanan gerejawi sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Tenaga Pelayanan Gerejawi.

Pasal 107
PENDIDIKAN PERSIAPAN KEPENDETAAN

1. Berdasarkan rekomendasi dari Komisi Kependetaan Sinode, Badan Pekerja Majelis Sinode
menyerahkan secara resmi para kader pendeta ke Jemaat-jemaat tempat pendidikan untuk menjalani
Pendidikan Persiapan Kependetaan.

2. Pendidikan Persiapan Kependetaan dilaksanakan dua (2) kali:
a. Pendidikan Persiapan Kependetaan I, di dalamnya juga dilaksanakan Bina Kader II sesuai dengan
Pedoman Pelaksanaan tentang Pendidikan Persiapan Kependetaan.
b. Pendidikan Persiapan Kependetaan II, di dalamnya juga dilaksanakan Bina Kader III sesuai
dengan Pedoman Pelaksanaan tentang Pendidikan Persiapan Kependetaan.

Pasal 108
PROYEKSI PENEMPATAN CALON PENDETA

1. Proyeksi penempatan kader pendeta dilakukan berdasarkan:
a. Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
b. Profil dan bidang-bidang pelayanan khusus dari Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode yang
membutuhkan pendeta baru.
c. Profil pendeta yang dibutuhkan.
d. Profil kader pendeta yang terdiri dari:
1) Data evaluasi pada pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi.
2) Evaluasi dari kader pendeta pada Pendidikan Persiapan Kependetaan.
3) Evaluasi dari kader pendeta pada Bina Kader I.

2. Proyeksi penempatan kader pendeta ditetapkan sekurang-kurangnya satu (1) kali setahun oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode dalam Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode yang melibatkan Komisi
Kependetaan Sinode, berdasarkan:

91

a. Masukan dari Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Masukan dari ketiga Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
c. Masukan dari Komisi Kependetaan Sinode.
3. Masukan dari Badan Pekerja Majelis Sinode berupa:
a. Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
b. Profil dan bidang-bidang pelayanan khusus di Sinode yang membutuhkan pendeta baru.
c. Profil pendeta yang dibutuhkan.
4. Masukan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah ditetapkan dalam Rapat Kerja Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah berupa:
a. Profil dan bidang-bidang pelayanan khusus dari Jemaat, Klasis, dan Sinode Wilayah yang

membutuhkan pendeta baru yang diajukan oleh Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis,
dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. Profil pendeta yang dibutuhkan.
5. Masukan dari Komisi Kependetaan Sinode dalam koordinasi dengan ketiga Komisi Kependetaan
Sinode Wilayah, berupa profil kader pendeta yang terdiri dari:
1) Data evaluasi pada pembinaan dan pendampingan mahasiswa teologi.
2) Evaluasi dari para kader pendeta pada Pendidikan Persiapan Kependetaan.
3) Evaluasi dari para kader pendeta pada Bina Kader I.

BAB XXVII
PROSES KEPENDETAAN
UNTUK KADER PENDETA

Pasal 109
DASAR PEMANGGILAN

1. Pemanggilan pendeta pada hakikatnya adalah dari Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dilaksanakan
oleh gereja melalui prosedur gerejawi.

2. Melalui prosedur gerejawi, anggota dan pejabat gerejawi yang melakukan proses pemanggilan pada
hakikatnya dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus menjadi alat untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Karena itu, prosedur gerejawi itu dilaksanakan melalui pergumulan iman anggota dan pejabat
gerejawi melalui doa.

Pasal 110
TAHAP PERKENALAN

1. Majelis Jemaat dari Jemaat yang membutuhkan pendeta baru mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Dalam surat permohonan tersebut,
Majelis Jemaat dapat menyertakan usulan tentang nama/nama-nama kader pendeta. Badan Pekerja
Majelis Sinode meminta Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menindaklanjuti surat
permohonan tersebut untuk menjadi bahan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode tentang
proyeksi penempatan kader pendeta.

2. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang mengajukan
permohonan, nama kader pendeta berdasarkan keputusan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode
tentang proyeksi penempatan kader pendeta, untuk menjadi calon pendeta dari Jemaat yang
bersangkutan. Majelis Jemaat mengambil keputusan tentang kader pendeta tersebut sebagai calon
pendeta selambat-lambat-nya satu (1) bulan sejak surat dari Badan Pekerja Majelis Sinode diterima
oleh Majelis Jemaat.

3. Majelis Jemaat mewartakan dalam warta jemaat rencana perkenalan calon pendeta, dengan
mencantumkan nama dan alamat calon pendeta selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut, dalam

92

rangka memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
Pewartaan dilakukan segera sesudah Majelis Jemaat mengambil keputusan penetapannya.
4. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana perkenalan di Jemaat tersebut tidak
dilanjutkan. Dalam hal ini Majelis Jemaat:
a. Mewartakan hal tersebut kepada anggota.
b. Memberitahukan hal tersebut kepada yang mengajukan keberatan.
c. Melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan

kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
5. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat sebagaimana yang tercantum
dalam Tata Laksana Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
6. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan,
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, kepada calon pendeta itu untuk memasuki
Tahap Perkenalan. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
7. Calon pendeta yang bersangkutan diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan
pemanggilan tersebut, lalu memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat selambat-
lambatnya satu (1) bulan setelah menerima surat pemanggilan. Surat jawaban, yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada surat
pemanggilan.
8. Tahap Perkenalan berlangsung selama enam (6) bulan dan jika dibutuhkan dapat diperpanjang
maksimum tiga (3) bulan.
9. Tahap Perkenalan dibatasi maksimum di tiga (3) Jemaat yang berbeda.
10. Pada Tahap Perkenalan calon pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur
dalam Tata Laksana Bab XXXV.
11. Pada Tahap Perkenalan, Majelis Jemaat dan anggota mendapat pengenalan awal mengenai komitmen,
karakter, dan kompetensi calon pendeta dalam melaksanakan tugas-tugas kependetaan. Pada pihak
lain calon pendeta diharapkan mengenal keadaan jemaat secara umum.
12. Pada Tahap Perkenalan, calon pendeta memperoleh bimbingan sebagaimana yang diatur dalam
Pedoman Pelaksanaan tentang Bimbingan pada Tahap Perkenalan.
13. Pada akhir Tahap Perkenalan, Majelis Jemaat mengadakan evaluasi terhadap calon dengan memakai
Pedoman Pelaksanaan tentang Evaluasi pada Akhir Tahap Perkenalan. Sesuai dengan penilaian yang
diperoleh dari evaluasi itu, Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan atau tidak proses
kependetaan terhadap calon. Evaluasi dan pengambilan keputusan tersebut harus dilaksanakan dan
ditetapkan sebelum Tahap Perkenalan berakhir.
14. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses kependetaan terhadap calon
pendeta dan calon pendeta menyatakan kesediaannya, proses kependetaan dilanjutkan ke Tahap
Orientasi. Pada masa di antara berakhirnya Tahap Perkenalan dan dimulainya Tahap Orientasi, calon
pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup seperti pada Tahap Perkenalan.
15. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses kependetaan terhadap calon
pendeta tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak bersedia, atau jika Majelis Jemaat mengambil
keputusan untuk tidak melanjutkan proses kependetaan terhadap calon pendeta, Majelis Jemaat
melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.

93

Pasal 111
TAHAP ORIENTASI

1. Majelis Jemaat mewartakan rencana orientasi calon pendeta, dengan mencantumkan nama dan alamat
calon pendeta selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut, dalam rangka memberikan kesempatan
kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.

2. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana orientasi dibatalkan. Hal itu diwartakan kepada
anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan keberatan tersebut.

3. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.

4. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, Majelis Jemaat meminta secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait untuk melakukan perlawatan khusus
untuk melanjutkan proses kependetaan terhadap calon dengan melakukan:
a. Percakapan dengan Majelis Jemaat untuk memantapkan pemanggilan calon memasuki Tahap
Orientasi.
b. Percakapan gerejawi dengan calon sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang
Percakapan Gerejawi untuk Memasuki Tahap Orientasi.
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait melaksanakan perlawatan khusus tersebut
selambat-lambatnya satu (1) bulan sesudah surat dari Majelis Jemaat diterima.

5. Sesudah percakapan gerejawi dilaksanakan, Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon
pendeta untuk memasuki Tahap Orientasi. Formulasi surat pemanggilan dimuat dalam Peranti
Administrasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang
terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.

6. Calon pendeta yang bersangkutan diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan
pemanggilan tersebut, lalu memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat selambat-
lambatnya dua (2) minggu setelah menerima surat panggilan. Surat jawaban, yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada surat
pemanggilan.

7. Jika calon menerima panggilan, ia diteguhkan ke dalam jabatan penatua. Peneguhan ke dalam jabatan
penatua ini bersifat khusus karena jabatan ini akan berakhir pada saat yang bersangkutan ditahbiskan
menjadi pendeta atau pada saat proses kependetaannya dihentikan secara final. Prosedur
peneguhannya sesuai dengan prosedur peneguhan penatua.

8. Jika calon tidak menerima panggilan, proses pemendetaannya di Jemaat tersebut dihentikan dan
Majelis Jemaat menyerahkan calon kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

9. Tahap Orientasi berlangsung selama satu (1) tahun dan jika dibutuhkan dapat diperpanjang
maksimum satu (1) tahun, dimulai pada saat calon pendeta diteguhkan sebagai penatua. Badan
Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Penatua yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi.

10. Pada Tahap Orientasi calon pendeta memperoleh bimbingan sebagaimana yang diatur dalam
Pedoman Pelaksanaan tentang Bimbingan pada Tahap Orientasi.

11. Seorang calon hanya dapat menjalani Tahap Orientasi sebanyak-banyaknya dua (2) kali pada jemaat
yang berbeda. Dalam keadaan khusus, seorang calon dapat dihentikan proses pemendetaannya
sesudah ia menyelesaikan Tahap Orientasi di Jemaat yang pertama.

12. Jika calon menjalani Tahap Orientasi di Jemaat yang kedua, jabatan penatuanya di Jemaat yang
pertama tetap dipertahankan sampai ia diteguhkan sebagai penatua di Jemaat yang kedua pada Tahap
Orientasi di Jemaat tersebut. Dalam statusnya sebagai penatua yang terkait dengan Jemaat yang

94

pertama, karena sifat khusus dari jabatan penatuanya, ia tidak aktif sebagai anggota Majelis Jemaat di
Jemaat tersebut.
13. Jika pada Tahap Orientasi di Jemaat yang kedua proses pemendetaannya juga tidak dapat dilanjutkan,
dengan sendirinya jabatan penatua tanggal dan ia tidak dapat dicalonkan lagi menjadi pendeta.
14. Pada Tahap Orientasi calon pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur
dalam Tata Laksana Bab XXXV.
15. Pada akhir Tahap Orientasi, Majelis Jemaat mengadakan evaluasi terhadap calon dengan memakai
Pedoman Pelaksanaan tentang Evaluasi pada Akhir Tahap Orientasi.
16. Jika evaluasi:
a. Dinyatakan cukup, proses dilanjutkan ke Tahap Pemanggilan.
b. Dinyatakan cukup, namun calon belum bersedia dipanggil menjadi pendeta, Tahap Orientasinya

dapat diperpanjang sampai maksimum dua (2) tahun lagi.
c. Dinyatakan tidak cukup, proses terhadap calon dalam Jemaat yang bersangkutan dihentikan.
17. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Majelis Jemaat mengambil keputusan tentang proses kependetaan
dari calon dan melaporkannya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Jika dalam keputusan itu proses kependetaan dilanjutkan, Majelis Jemaat dalam surat yang
sama juga meminta rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 112
TAHAP PEMANGGILAN

1. Dalam rangka Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan rekomendasi atas permintaan Majelis
Jemaat, Badan Pekerja Majelis Sinode:
a. Meminta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait yang terkait untuk mengadakan
perlawatan jemaat untuk memperoleh kepastian mengenai kesiapan Jemaat memanggil calon.
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan secara tertulis hasil perlawatan tersebut
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Meminta kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk mengadakan
percakapan dengan calon untuk memperoleh kepastian mengenai kesiapan calon untuk dipanggil
menjadi pendeta. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan secara
tertulis hasil percakapan tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

2. Jika melalui perlawatan dan percakapan tersebut Jemaat dan/atau calon dinyatakan belum siap, Badan
Pekerja Majelis Sinode dalam kerja sama dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait mengupayakan agar Jemat dan/atau calon dapat
dinyatakan siap. Jika sampai tiga (3) bulan upaya tersebut tidak membawa hasil, proses kependetaan
bagi calon dinyatakan dihentikan.

3. Jika Jemaat dan calon dinyatakan siap, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan rekomendasi
kepada Majelis Jemaat untuk melanjutkan proses kependetaan bagi calon.

4. Atas dasar rekomendasi dari Badan Pekerja Majelis Sinode tersebut, Majelis Jemaat mewartakan
rencana pemanggilan pendeta, dengan mencantumkan nama dan alamat calon selama tiga (3) hari
Minggu berturut-turut dalam rangka memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan
dan mempertimbangkannya.

5. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana pemanggilan dibatalkan. Hal itu diwartakan
kepada anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan keberatan tersebut.

6. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 102.

95

c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
7. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon menjalani Percakapan Gerejawi.
8. Percakapan gerejawi itu dilaksanakan oleh Majelis Klasis yang terkait dengan Jemaat pemanggil,

dalam Persidangan Majelis Klasis paling banyak tiga (3) kali, sesuai dengan Tata Laksana Pasal 114.
9. Jika dalam percakapan gerejawi calon dinyatakan layak untuk menjadi pendeta GKI, proses

kependetaan dilanjutkan.
10. Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon yang formulasinya dimuat dalam Peranti

Administrasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.
11. Calon diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan pemanggilan tersebut, kemudian
memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah
menerima surat pemanggilan. Surat jawaban, yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi,
ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada surat pemanggilan
12. Jika calon menerima panggilan tersebut, Tahap Penahbisan dapat dilaksanakan.

Pasal 113
TAHAP PENAHBISAN

1. Majelis Jemaat bersama dengan calon menetapkan waktu penahbisan, selambat-lambatnya enam (6)
bulan sejak surat calon yang menyatakan penerimaan atas panggilan kepadanya diterima oleh Majelis
Jemaat.

2. Majelis Jemaat mewartakan penahbisan tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut kepada
anggota agar mereka ikut mendoakan.

3. Pelaksanaan
a. Penahbisan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Penahbisan Pendeta dengan menggunakan
Liturgi Penahbisan Pendeta.
b. Penahbisan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
c. Penahbisan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani bersama para
pendeta yang mengenakan toga.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Penahbisan Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Bab
XXXV.

Pasal 114
PERCAKAPAN GEREJAWI
UNTUK MEMASUKI TAHAP PEMANGGILAN

1. Tujuan
Percakapan gerejawi untuk memasuki Tahap Pemanggilan bertujuan memperoleh keputusan final
tentang kelayakan calon menjadi pendeta.

2. Pelaksana
a. Percakapan gerejawi dilakukan oleh Majelis Klasis yang terkait dengan Jemaat pemanggil.
b. Persidangan Majelis Klasis yang melaksanakan percakapan gerejawi tersebut juga dihadiri oleh
sedikitnya dua (2) orang anggota Badan Pekerja Majelis Sinode dan dua (2) orang anggota Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dengan hak suara.
c. Pemandu percakapan adalah pendeta dan/atau penatua GKI (dua orang sesuai dengan materi
percakapan) yang ditetapkan dan diangkat oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Jika dalam percakapan gerejawi dilakukan terhadap lebih dari satu (1) calon dari Jemaat yang
berbeda, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan Jemaat penerima.

3. Materi

96

a. Ajaran GKI sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 12.
b. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
4. Persiapan
a. Majelis Jemaat dari calon menulis surat kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk

meminta percakapan gerejawi bagi calon.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan rencana Persidangan Majelis Klasis untuk

melaksanakan percakapan gerejawi ini, selambat-lambatnya tiga (3) bulan sebelum Persidangan
Majelis Klasis tersebut dilaksanakan.
c. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengajukan permintaan tertulis kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode untuk menetapkan dan mengangkat pemandu percakapan. Penetapan dan
pengangkatan pemandu percakapan harus sudah dilakukan selambat-lambatnya dua (2) bulan
sebelum Persidangan Majelis Klasis dilaksanakan. Surat penetapan dan pengangkatan harus
ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait, Majelis Jemaat, dan calon.
d. Untuk menetapkan pemandu percakapan, Badan Pekerja Majelis Sinode mempertimbangkan:
1) Kemampuan dan penguasaan pemandu percakapan atas bahan percakapan.
2) Sedapat-dapatnya pemandu percakapan berasal dari Majelis Klasis yang terkait.
e. Pemandu percakapan melaksanakan tugasnya sesuai dengan panduan yang ditetapkan oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode.
f. Majelis Jemaat dari calon memberikan cuti tambahan (di luar cuti tahunan) kepada calon selama
empat belas (14) hari untuk mempersiapkan diri menghadapi percakapan gerejawi.
5. Pelaksanaan
a. Percakapan gerejawi dilaksanakan dalam Persidangan Majelis Klasis.
b. Percakapan diatur sebagai berikut:
1) Tentang Ajaran GKI

a) Percakapan antara pemandu percakapan dengan calon dilakukan selama tiga puluh (30)
menit.

b) Percakapan antara peserta persidangan dengan calon dilakukan selama tiga puluh (30)
menit.

2) Tentang Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
a) Percakapan antara pemandu percakapan dengan calon dilakukan selama tiga puluh (30)
menit.
b) Percakapan antara peserta persidangan dengan calon dilakukan selama tiga puluh (30)
menit.

c. Pengambilan Keputusan
1) Pengambilan keputusan dilakukan dalam persidangan tertutup tanpa kehadiran calon.
2) Yang berhak memberikan penilaian adalah:
a) Para utusan Majelis Jemaat kecuali para utusan dari Majelis Jemaat dari calon.
b) Anggota-anggota Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
c) Para pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
d) Para pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode.
e) Pemandu percakapan.
3) Pengambilan keputusan diatur sebagai berikut:
a) Tentang ajaran GKI
(1) Pemandu memberikan penjelasan secara lisan tentang jawaban-jawaban yang
diharapkannya atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
(2) Seluruh peserta persidangan yang berhak memberikan penilaian menetapkan
penilaian mereka terhadap seluruh percakapan berdasarkan tabel yang telah diisinya
disertai alasannya secara tertulis.
(3) Seluruh utusan Majelis Jemaat menyampaikan penilaian mereka. Untuk membantu
proses pengambilan keputusan, utusan-utusan dari setiap Jemaat menyampaikan

97

penilaiannya sebagai satu kesatuan sesudah melakukan musyawarah di antara
mereka.
(4) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan penilaian mereka sebagai
satu kesatuan.
(5) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
menyampaikan penilaian mereka sebagai satu kesatuan.
(6) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan penilaian mereka
sebagai satu kesatuan.
(7) Pemandu menyampaikan penilaiannya.
(8) Majelis Klasis secara keseluruhan mengambil keputusan akhir tentang penilaian.
b) Tentang Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
(1) Pemandu memberikan penjelasan secara lisan tentang jawaban-jawaban yang
diharapkannya atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
(2) Seluruh peserta persidangan yang berhak memberikan penilaian menetapkan
penilaian mereka terhadap seluruh percakapan berdasarkan tabel yang telah diisinya
disertai alasannya secara tertulis.
(3) Seluruh utusan Majelis Jemaat menyampaikan penilaian mereka. Untuk membantu
proses pengambilan keputusan, utusan-utusan dari setiap Jemaat menyampaikan
penilaiannya sebagai satu kesatuan sesudah melakukan musyawarah di antara
mereka.
(4) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan penilaian mereka sebagai
satu kesatuan.
(5) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
menyampaikan penilaian mereka sebagai satu kesatuan.
(6) Pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan penilaian mereka
sebagai satu kesatuan.
(7) Pemandu menyampaikan penilaiannya.
(8) Majelis Klasis secara keseluruhan mengambil keputusan akhir tentang penilaian.
d. Keputusan Akhir
1) Keputusan akhir tentang layak atau tidaknya calon menjadi pendeta GKI diambil berdasarkan
rangkuman seluruh percakapan dan penilaian yang telah dilakukan.
2) Jika calon dinyatakan layak menjadi pendeta GKI, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
mengeluarkan surat pernyataan tentang hal itu dan melaporkannya secara tertulis kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Majelis Jemaat dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
3) Jika dalam percakapan calon menunjukan indikasi yang kuat bahwa ia menganut ajaran yang
bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GKI:
a) Majelis Klasis membentuk dan menugasi tim yang terdiri dari unsur Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait, unsur pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, unsur pelawat klasis dari Badan Pekerja Majelis Sinode, dan
pemandu percakapan, untuk mengadakan klarifikasi dengan calon.
b) Jika melalui klarifikasi tim menyimpulkan bahwa calon ternyata tidak menganut ajaran
yang bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GKI, proses kependetaannya dapat
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
c) Jika melalui klarifikasi tim menyimpulkan bahwa calon ternyata benar menganut ajaran
yang bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GKI, calon dinyatakan tidak layak
untuk menjadi pendeta GKI dan proses kependetaannya dihentikan.

BAB XXVIII
PROSES KEPENDETAAN

98

UNTUK PENDETA DARI GEREJA LAIN YANG SEAJARAN

Pasal 115
TAHAP PRA-PEMANGGILAN

1. Jika sebuah Jemaat membutuhkan pendeta baru dan bermaksud memanggil pendeta dari gereja lain
yang seajaran, Majelis Jemaat mewartakan dalam warta jemaat tentang kebutuhan dan maksud
tersebut agar anggota dapat menyampaikan usulan nama atau nama-nama bakal calon pendeta dari
gereja lain yang seajaran. Dalam warta jemaat tersebut harus juga disampaikan alasan mengapa
bermaksud memanggil pendeta dari gereja lain yang seajaran di luar jalur kader pendeta dan mutasi
pendeta.

2. Majelis Jemaat memeriksa usulan bakal calon yang diterima, apakah memenuhi ketentuan-ketentuan:
a. Bakal calon berasal dari gereja lain yang sejaran.
b. Pendidikan teologi dari bakal calon adalah pada perguruan tinggi teologi yang didukung oleh
GKI, perguruan tinggi teologi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode, atau perguruan tinggi teologi
yang ditetapkan secara khusus oleh Majelis Sinode.
c. Profil bakal calon cocok dengan profil pendeta yang dibutuhkan.

3. Jika bakal calon memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, Majelis Jemaat mengajukan nama atau
nama-nama bakal calon tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan
tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Surat permohonan tersebut harus disertai dengan profil Jemaat yang
bersangkutan, profil pendeta yang dibutuhkan, dan profil bakal calon.

4. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait untuk melakukan perlawatan kepada Majelis Jemaat, dengan melibatkan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Dari perlawatan tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dengan persetujuan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan
rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai bakal calon.

5. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode mengadakan percakapan dengan
bakal calon untuk menentukan apakah proses terhadap bakal calon dapat dilanjutkan. Serentak
dengan itu, Badan Pekerja Majelis Sinode mengadakan tes psikologis terhadap bakal calon yang
hasilnya dipakai sebagai pertimbangan untuk menentukan kelanjutan proses terhadap bakal calon.

6. Jika berdasarkan percakapan dan dengan mempertimbangkan hasil tes psikologis tersebut Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan bahwa proses terhadap bakal calon tidak dapat dapat dilanjutkan,
proses pencalonan terhadap yang bersangkutan dihentikan. Hal itu diberitahukan secara tertulis
kepada Majelis Jemaat yang terkait dan bakal calon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

7. Jika berdasarkan percakapan dan dengan mempertimbangkan hasil tes psikologis tersebut Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan bahwa proses terhadap bakal calon dapat dilanjutkan, Badan
Pekerja Majelis Sinode meminta persetujuan pencalonan dari Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis
Sinode.

8. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menyetujui pencalonan, Badan Pekerja Majelis
Sinode meminta surat keterangan lolos butuh dari pimpinan sinode dari gereja asal bakal calon.

9. Jika surat keterangan lolos butuh diperoleh, proses terhadap bakal calon dapat dilanjutkan ke Tahap
Perkenalan. Jika surat keterangan lolos butuh tidak diperoleh sampai batas waktu yang ditentukan,
proses pencalonan terhadap yang bersangkutan dihentikan. Hal itu diberitahukan secara tertulis
kepada Majelis Jemaat yang terkait dan bakal calon dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

10. Jika Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode tidak menyetujui pencalonan, Badan Pekerja Majelis
Sinode menetapkan penghentian pencalonan terhadap yang bersangkutan. Hal itu diberitahukan
secara tertulis kepada Majelis Jemaat yang terkait dan bakal calon dengan tembusan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

99

Pasal 116
TAHAP PERKENALAN

1. Majelis Jemaat mewartakan dalam warta jemaat rencana perkenalan calon pendeta, dengan
mencantumkan nama dan alamat calon pendeta selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut, dalam
rangka memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.

2. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana perkenalan di Jemaat tersebut tidak
dilanjutkan. Dalam hal ini Majelis Jemaat:
a. Mewartakan hal tersebut kepada anggota.
b. Memberitahukan hal tersebut kepada yang mengajukan keberatan.
c. Melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan
kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
yang terkait.

3. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat sebagaimana yang tercantum
dalam Tata Laksana Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.

4. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan,
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, kepada calon pendeta itu untuk memasuki
Tahap Perkenalan. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode, dan pimpinan
sinode dari gereja asalnya.

5. Calon pendeta yang bersangkutan diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan
pemanggilan tersebut, kemudian memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat
selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah menerima surat pemanggilan. Surat jawaban, yang
formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada
surat pemanggilan.

6. Tahap Perkenalan berlangsung paling lama tiga (3) bulan. Dalam tahap ini, Majelis Jemaat dan
anggota mendapat pengenalan awal mengenai komitmen, karakter, dan kompetensi calon pendeta
dalam melaksanakan tugas-tugas kependetaan. Pada pihak lain calon pendeta diharapkan mengenal
keadaan jemaat secara umum.

7. Pada Tahap Perkenalan calon pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur
dalam Tata Laksana Bab XXXV.

8. Pada akhir Tahap Perkenalan, Majelis Jemaat mengadakan evaluasi terhadap calon dengan memakai
Pedoman Pelaksanaan tentang Evaluasi pada Akhir Tahap Perkenalan. Sesuai dengan penilaian yang
diperoleh dari evaluasi itu, Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan atau tidak proses
terhadap calon. Evaluasi dan pengambilan keputusan tersebut harus dilaksanakan dan ditetapkan
sebelum Tahap Perkenalan berakhir.

9. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses terhadap calon pendeta dan
calon pendeta menyatakan kesediaannya, proses kependetaan dilanjutkan ke Tahap Aplikasi. Pada
masa di antara berakhirnya Tahap Perkenalan dan dimulainya Tahap Aplikasi, calon pendeta
menerima jaminan kebutuhan hidup seperti pada Tahap Perkenalan.

10. Jika Majelis Jemaat mengambil keputusan untuk melanjutkan proses kependetaan terhadap calon
pendeta tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak bersedia, atau jika Majelis Jemaat mengambil
keputusan untuk tidak melanjutkan proses kependetaan terhadap calon pendeta, Majelis Jemaat
melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan

100


Click to View FlipBook Version