The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tata Gereja dan Tata Laksana GKI

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by yesaya.marihot, 2021-03-27 11:45:44

Tata Gereja GKI

Tata Gereja dan Tata Laksana GKI

Keywords: Tata Gereja

kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.

Pasal 117
TAHAP APLIKASI

1. Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon untuk menjalani Tahap Aplikasi. Formulasi
surat pemanggilan dimuat dalam Peranti Administrasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Sinode, dan pimpinan sinode gereja asalnya.

2. Calon pendeta yang bersangkutan diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan
pemanggilan tersebut, kemudian memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat
selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah menerima surat panggilan. Surat jawaban, yang
formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi, ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada
surat pemanggilan.

3. Tahap Aplikasi dilaksanakan selama enam (6) bulan sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan tentang
Pelaksanaan Tahap Aplikasi.

4. Pada Tahap Aplikasi calon pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur
dalam Tata Laksana Bab XXXV.

5. Pada akhir Tahap Aplikasi, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait melakukan evaluasi. Jika hasil
evaluasi tidak cukup, Tahap Aplikasi dapat diperpanjang selama maksimum tiga (3) bulan. Jika hasil
evaluasi sesudah perpanjangan masih tidak cukup, proses terhadap calon dihentikan dan calon tidak
diperkenankan menjadi pendeta GKI. Evaluasi pada akhir Tahap Aplikasi diatur dalam Pedoman
Pelaksanaan tentang Evaluasi pada Akhir Tahap Aplikasi.

6. Jika hasil evaluasi dinyatakan cukup, proses dilanjutkan ke Tahap Pemanggilan.
7. Jika hasil evaluasi dinyatakan tidak cukup, proses kependetaan terhadap calon dihentikan.

Pasal 118
TAHAP PEMANGGILAN

1. Majelis Jemaat mewartakan rencana pemanggilan pendeta, dengan mencantumkan nama dan alamat
calon selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut dalam rangka memberikan kesempatan kepada
anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.

2. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana pemanggilan dibatalkan. Hal itu diwartakan
kepada anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan keberatan tersebut.

3. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak
merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
c. Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.

4. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon menjalani Percakapan Gerejawi.
5. Percakapan gerejawi itu dilaksanakan oleh Majelis Klasis yang terkait dengan Jemaat pemanggil,

dalam Persidangan Majelis Klasis paling banyak tiga (3) kali, sesuai dengan Tata Laksana Pasal 114.
6. Jika dalam percakapan gerejawi calon dinyatakan layak untuk menjadi pendeta GKI, proses

kependetaan dilanjutkan.
7. Majelis Jemaat menulis surat pemanggilan kepada calon yang formulasinya dimuat dalam Peranti

Administrasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode.

101

8. Calon diberi waktu untuk mempertimbangkan dan mendoakan pemanggilan tersebut, kemudian
memberikan jawaban secara tertulis kepada Majelis Jemaat selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah
menerima surat pemanggilan. Surat jawaban, yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi,
ditembuskan kepada alamat-alamat tembusan pada surat pemanggilan

9. Jika calon menerima panggilan tersebut, Tahap Peneguhan dapat dilaksanakan.

Pasal 119
TAHAP PENEGUHAN

1. Majelis Jemaat bersama dengan calon menetapkan waktu peneguhan, selambat-lambatnya enam (6)
bulan sejak surat calon yang menyatakan penerimaan atas panggilan kepadanya diterima oleh Majelis
Jemaat.

2. Majelis Jemaat mewartakan peneguhan tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut kepada
anggota agar mereka ikut mendoakan.

3. Pelaksanaan
1) Peneguhan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pendeta dengan menggunakan
Liturgi Peneguhan Pendeta.
2) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
3) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan
dikelilingi oleh para pendeta yang mengenakan toga.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Pendeta menerima jaminan kebutuhan hidup sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Bab
XXXV.

BAB XXIX
PENDETA TUGAS KHUSUS

Pasal 120
PENGERTIAN

1. Pendeta tugas khusus adalah pendeta yang ditugaskan oleh Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis
Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode dalam bidang-bidang pelayanan khusus seperti pelayanan dalam
bidang keorganisasian gerejawi, pendidikan, pendidikan teologi, pembinaan, kesehatan, sosial, dan
TNI/POLRI.

2. Pendeta tugas khusus jemaat ditetapkan oleh Majelis Jemaat untuk melaksanakan tugasnya dalam
lingkup Jemaat yang bersangkutan atau di luar GKI sebagai tenaga utusan gerejawi, dengan masa
pelayanan yang tertentu.

3. Pendeta tugas khusus klasis ditetapkan oleh Majelis Klasis untuk melaksanakan tugasnya dalam
lingkup Klasis yang bersangkutan atau di luar GKI sebagai tenaga utusan gerejawi, dengan masa
pelayanan yang tertentu.

4. Pendeta tugas khusus sinode wilayah ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah untuk melaksanakan
tugasnya dalam lingkup Sinode Wilayah yang bersangkutan atau di luar GKI sebagai tenaga utusan
gerejawi, dengan masa pelayanan yang tertentu.

5. Pendeta tugas khusus sinode ditetapkan oleh Majelis Sinode untuk melaksanakan tugasnya dalam
lingkup Sinode atau di luar GKI sebagai tenaga utusan gerejawi, dengan masa pelayanan yang
tertentu.

Pasal 121
PENDETA TUGAS KHUSUS JEMAAT

102

1. Pelayanan khusus yang dapat dilaksanakan oleh pendeta tugas khusus jemaat adalah:
a. Pelayanan yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang dimiliki oleh Jemaat yang bersangkutan
atau oleh beberapa Jemaat.
b. Pelayanan yang dilakukan pada sebuah lembaga di luar GKI yang belum mempunyai hubungan
kerja sama dengan GKI.

2. Pendeta tugas khusus jemaat tidak dilibatkan dalam pelayanan umum seperti halnya pendeta jemaat.
3. Prosedur

a. Jika sebuah Jemaat membutuhkan pendeta tugas khusus jemaat, Majelis Jemaatnya mewartakan
dalam warta jemaat rencana tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut. Dalam warta itu
disampaikan juga syarat-syarat pendeta sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal
102.

b. Anggota dapat mengusulkan nama-nama calon pendeta kepada Majelis Jemaat secara tertulis
selambat-lambatnya dua (2) minggu setelah warta terakhir.

c. Majelis Jemaat menyampaikan kebutuhan tersebut secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Surat tersebut harus disertai profil pendeta tugas khusus
jemaat yang dibutuhkan dan profil bidang pelayanan khususnya. Surat tersebut dapat juga disertai
dengan nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.

d. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta kepada Badan Pekerja
Majelis Klasis yang terkait untuk melakukan perlawatan kepada Majelis Jemaat, dengan
melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode. Jika diperlukan, perlawatan dilaksanakan lebih dari satu (1) kali.

e. Jika melalui perlawatan telah dicapai kesepakatan mengenai calon, Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait menyampaikan hal itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan
kepada Majelis Jemaat yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

f. Jika melalui perlawatan tidak dicapai kesepakatan mengenai calon, atas persetujuan dari Majelis
Jemaat yang bersangkutan, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode memakai mekanisme mutasi umum
pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 126 sampai diperolehnya nama calon
pendeta tugas khusus jemaat.

g. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada Majelis Jemaat yang terkait.
h. Majelis Jemaat mewartakan rencana peneguhan pendeta tugas khusus jemaat selama tiga (3) hari

Minggu berturut-turut dalam rangka memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut
mendoakan dan mempertimbangkannya.
i. Jika ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana peneguhan dibatalkan. Hal itu diwartakan
kepada anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan keberatan tersebut.
j. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta

dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
3) Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.
k. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon dapat diteguhkan sebagai pendeta
tugas khusus jemaat.
l. Jemaat yang memanggil pendeta tugas khusus jemaat tersebut secara otomatis menjadi Jemaat
Tumpuan baginya, di mana ia menjadi anggota dan menjadi anggota Majelis Jemaatnya.
m. Pelaksanaan peneguhan
1) Peneguhan pendeta tugas khusus jemaat dilaksanakan di Jemaat yang memanggilnya dalam
Kebaktian Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Jemaat dengan menggunakan Liturgi
Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.

103

2) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
3) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan

dikelilingi oleh para pendeta yang mengenakan toga.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Jemaat

yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
4. Jaminan Kebutuhan Hidup

a. Majelis Jemaat bertanggungjawab atas jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus jemaat
sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXV.

b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus ditanggung oleh lembaga yang dilayaninya,
Majelis Jemaat harus menjamin bahwa jaminan kebutuhan hidup tersebut sesuai dengan yang
ditetapkan oleh Majelis Jemaat menurut Tata Laksana Bab XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan,
Majelis Jemaat bertanggungjawab untuk memenuhi kekurangan tersebut.

5. Masa pelayanan pendeta tugas khusus jemaat ditentukan oleh Majelis Jemaat atau Majelis Jemaat
bersama dengan lembaga lain yang terkait.

6. Satu (1) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan
pendeta tugas khusus jemaat untuk menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan
masa pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat Tata Laksana Pasal 134).

7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta tugas khusus jemaat menjalani
mutasi.

8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pendeta tugas khusus jemaat tersebut
berdasarkan umurnya harus menjalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas khusus
jemaat.

Pasal 122
PENDETA TUGAS KHUSUS KLASIS

1. Pelayanan khusus yang dapat dilaksanakan oleh pendeta tugas khusus klasis adalah:
a. Pelayanan di bidang keorganisasian dalam Majelis Klasis.
b. Pelayanan yang dilakukan oleh Majelis Klasis.
c. Pelayanan yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang dimiliki oleh Klasis yang bersangkutan.
d. Pelayanan yang dilakukan pada sebuah lembaga di luar GKI yang belum mempunyai hubungan
kerja sama dengan GKI.

2. Karena pendeta tugas khusus klasis adalah anggota Majelis Jemaat dari Jemaat di mana ia menjadi
anggota, ia dapat dilibatkan dalam pelayanan kependetaan sejauh hal itu tidak mengganggu pelayanan
khususnya dan disepakati oleh yang bersangkutan.

3. Prosedur
a. Jika sebuah Klasis membutuhkan pendeta tugas khusus klasis di bidang keorganisasian dalam
Majelis Klasis, prosedurnya diatur secara khusus dalam peraturan nominasi.
b. Jika sebuah Klasis membutuhkan pendeta tugas khusus klasis di luar bidang keorganisasian
dalam Majelis Klasis, Majelis Klasis atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis menetapkan
kebutuhan tersebut.
c. Majelis Klasis atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis dapat menerima usulan nama-
nama calon pendeta tugas khusus klasis dari Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis yang
bersangkutan. Hal ini diorganisasikan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menyampaikan kebutuhan tersebut secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait. Surat tersebut harus disertai profil pendeta tugas khusus klasis yang
dibutuhkan dan profil bidang pelayanan khususnya. Surat tersebut dapat juga disertai dengan
nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
e. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode meminta kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait untuk melakukan percakapan dengan Badan Pekerja

104

Majelis Klasis yang terkait dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode. Jika diperlukan,
percakapan dilaksanakan lebih dari satu (1) kali.
f. Jika melalui percakapan telah dicapai kesepakatan mengenai calon, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan hal itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
dengan tembusan kepada Majelis Jemaat yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
g. Jika melalui percakapan tidak dicapai kesepakatan mengenai calon, atas persetujuan dari Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
Badan Pekerja Majelis Sinode memakai mekanisme mutasi umum pendeta sebagaimana yang
diatur dalam Tata Laksana Pasal 126 sampai diperolehnya nama calon pendeta tugas khusus
klasis.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait dan calon dapat diteguhkan sebagai pendeta tugas khusus klasis.
i. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan sebuah Jemaat dalam Klasis yang
bersangkutan untuk menjadi Jemaat Tumpuan bagi pendeta tugas khusus klasis tersebut. Pendeta
tugas khusus klasis tersebut menjadi anggota dari Jemaat Tumpuan itu dan menjadi anggota
Majelis Jemaatnya.
j. Pelaksanaan peneguhan
1) Peneguhan pendeta tugas khusus klasis dilaksanakan di Jemaat Tumpuan atau di Jemaat lain

dalam Klasis yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
2) Peneguhan dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Klasis dengan

menggunakan Liturgi Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.
3) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
4) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan

dikelilingi oleh para pendeta yang mengenakan toga.
5) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Klasis

yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
4. Jaminan Kebutuhan Hidup

a. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait bertanggungjawab atas jaminan kebutuhan hidup
pendeta tugas khusus klasis sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXV.

b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus klasis ditanggung oleh lembaga yang
dilayaninya, Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait harus menjamin bahwa jaminan
kebutuhan hidup tersebut sesuai dengan yang diatur oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait menurut Tata Laksana Bab XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan, Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait bertanggungjawab untuk memenuhi kekurangan tersebut.

5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus klasis di bidang keorganisasian dalam Majelis Klasis
ditetapkan menurut masa pelayanan Badan Pekerja Majelis Klasis.
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus klasis di luar bidang keorganisasian dalam Majelis Klasis
ditetapkan empat (4) tahun.

6. Satu (1) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan
pendeta tugas khusus klasis untuk menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan masa
pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat Tata Laksana Pasal 134).

7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta tugas khusus klasis menjalani
mutasi.

8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pendeta tugas khusus klasis tersebut
berdasarkan umurnya harus menjalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas khusus
klasis.

Pasal 123
PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE WILAYAH

105

1. Pelayanan khusus yang dapat dilaksanakan oleh pendeta tugas khusus sinode wilayah adalah:
a. Pelayanan di bidang keorganisasian dalam Majelis Sinode Wilayah.
b. Pelayanan yang dilakukan oleh Majelis Sinode Wilayah.
c. Pelayanan yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang dimiliki oleh Sinode Wilayah yang
bersangkutan.
d. Pelayanan yang dilakukan pada sebuah lembaga di luar GKI yang belum mempunyai hubungan
kerja sama dengan GKI.

2. Karena pendeta tugas khusus sinode wilayah adalah anggota Majelis Jemaat dari Jemaat di mana ia
menjadi anggota, ia dapat dilibatkan dalam pelayanan kependetaan sejauh hal itu tidak mengganggu
pelayanan khususnya dan disepakati oleh yang bersangkutan.

3. Prosedur
a. Jika sebuah Sinode Wilayah membutuhkan pendeta tugas khusus sinode wilayah di bidang
keorganisasian dalam Majelis Sinode Wilayah, prosedurnya diatur secara khusus dalam peraturan
nominasi.
b. Jika sebuah Sinode Wilayah membutuhkan pendeta tugas khusus sinode wilayah di luar bidang
keorganisasian dalam Majelis Sinode Wilayah, Majelis Sinode Wilayah atau Rapat Kerja Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah menetapkan kebutuhan tersebut.
c. Majelis Sinode Wilayah atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dapat menerima
usulan nama-nama calon pendeta tugas khusus sinode wilayah dari Majelis Jemaat-Majelis
Jemaat dalam Sinode Wilayah yang bersangkutan. Hal ini diorganisasikan oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan kebutuhan tersebut secara
tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Surat tersebut harus disertai profil pendeta tugas
khusus sinode wilayah yang dibutuhkan dan profil bidang pelayanan khususnya. Surat tersebut
dapat juga disertai dengan nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
e. Berdasarkan surat tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan percakapan dengan Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Jika diperlukan, percakapan dilaksanakan lebih dari
satu (1) kali.
f. Jika melalui percakapan telah dicapai kesepakatan mengenai calon, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait atas persetujuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode dapat memproses
peneguhannya.
g. Jika melalui percakapan tidak dicapai kesepakatan mengenai calon, atas persetujuan dari Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, Badan Pekerja Majelis Sinode memakai mekanisme
mutasi umum pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 126 sampai
diperolehnya nama calon pendeta tugas khusus sinode wilayah.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan nama calon kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dan calon dapat diteguhkan sebagai pendeta tugas khusus sinode wilayah.
i. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menetapkan sebuah Jemaat dalam Sinode
Wilayah yang bersangkutan untuk menjadi Jemaat Tumpuan bagi pendeta tugas khusus sinode
wilayah tersebut. Pendeta tugas khusus sinode wilayah tersebut menjadi anggota dari Jemaat
Tumpuan itu dan menjadi anggota Majelis Jemaatnya.
j. Pelaksanaan peneguhan
1) Peneguhan pendeta tugas khusus sinode wilayah dilaksanakan di Jemaat Tumpuan atau di
Jemaat lain dalam Sinode Wilayah yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
2) Peneguhan dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
dengan menggunakan Liturgi Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.
3) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
4) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan
dikelilingi oleh para pendeta yang mengenakan toga.

106

5) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Sinode
Wilayah yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait bertanggungjawab atas jaminan kebutuhan
hidup pendeta tugas khusus sinode wilayah sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXV.
b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode wilayah ditanggung oleh lembaga
yang dilayaninya, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait harus menjamin bahwa
jaminan kebutuhan hidup tersebut sesuai dengan yang diatur oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait menurut Tata Laksana Bab XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan, Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait bertanggungjawab untuk memenuhi kekurangan
tersebut.

5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah di bidang keorganisasian dalam Majelis
Sinode Wilayah ditetapkan menurut masa pelayanan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode wilayah di luar bidang keorganisasian dalam
Majelis Sinode Wilayah ditetapkan empat (4) tahun.

6. Satu (1) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan
pendeta tugas khusus sinode wilayah untuk menetapkan perpanjangan masa pelayanannya.
Perpanjangan masa pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat Tata Laksana
Pasal 134).

7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta tugas khusus sinode wilayah
menjalani mutasi.

8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pendeta tugas khusus sinode wilayah
tersebut berdasarkan umurnya harus menjalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta
tugas khusus sinode wilayah.

Pasal 124
PENDETA TUGAS KHUSUS SINODE

1. Pelayanan khusus yang dapat dilaksanakan oleh pendeta tugas khusus sinode adalah:
a. Pelayanan di bidang keorganisasian dalam Majelis Sinode.
b. Pelayanan yang dilakukan oleh Majelis Sinode.
c. Pelayanan yang dilakukan oleh sebuah lembaga yang dimiliki oleh Sinode.
d. Pelayanan yang dilakukan pada sebuah lembaga di luar GKI yang belum mempunyai hubungan
kerja sama dengan GKI.

2. Karena pendeta tugas khusus sinode adalah anggota Majelis Jemaat dari Jemaat di mana ia menjadi
anggota, ia dapat dilibatkan dalam pelayanan kependetaan sejauh hal itu tidak mengganggu pelayanan
khususnya dan disepakati oleh yang bersangkutan.

3. Prosedur
a. Jika Sinode membutuhkan pendeta tugas khusus sinode di bidang keorganisasian dalam Majelis
Sinode, prosedurnya diatur secara khusus dalam peraturan nominasi.
b. Jika Sinode membutuhkan pendeta tugas khusus sinode di luar bidang keorganisasian dalam
Majelis Sinode, Majelis Sinode atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan
kebutuhan tersebut.
c. Majelis Sinode atau Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menerima usulan nama-
nama calon pendeta tugas khusus sinode dari Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Sinode. Hal
ini diorganisasikan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
d. Dengan mempertimbangkan usulan nama-nama yang diperoleh, Badan Pekerja Majelis Sinode
memakai mekanisme mutasi umum pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal
126 untuk memperoleh nama calon pendeta tugas khusus sinode.

107

e. Badan Pekerja Majelis Sinode mengesahkan nama calon pendeta tugas khusus sinode dan calon
dapat diteguhkan sebagai pendeta tugas khusus sinode.

f. Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan sebuah Jemaat dalam Sinode untuk menjadi Jemaat
Tumpuan bagi pendeta tugas khusus sinode tersebut. Pendeta tugas khusus sinode tersebut
menjadi anggota dari Jemaat Tumpuan itu dan menjadi anggota Majelis Jemaatnya.

g. Pelaksanaan peneguhan
1) Peneguhan pendeta tugas khusus sinode dilaksanakan di Jemaat Tumpuan atau di Jemaat lain
dalam Sinode yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
2) Peneguhan dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Sinode dengan
menggunakan Liturgi Peneguhan Pendeta Tugas Khusus.
3) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
4) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan
dikelilingi para pendeta yang mengenakan toga.
5) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta Tugas Khusus Sinode
Wilayah yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggungjawab atas jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas
khusus sinode sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXV.
b. Jika jaminan kebutuhan hidup pendeta tugas khusus sinode ditanggung oleh lembaga yang
dilayaninya, Badan Pekerja Majelis Sinode harus menjamin bahwa jaminan kebutuhan hidup
tersebut sesuai dengan yang diatur oleh Badan Pekerja Majelis Sinode menurut Tata Laksana Bab
XXXV. Dalam hal terjadi kekurangan, Badan Pekerja Majelis Sinode bertanggungjawab untuk
memenuhi kekurangan tersebut.

5. Masa Pelayanan
a. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode di bidang keorganisasian dalam Majelis Sinode
ditetapkan menurut masa pelayanan Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Masa pelayanan pendeta tugas khusus sinode di luar bidang keorganisasian dalam Majelis Sinode
ditetapkan empat (4) tahun.

6. Satu (1) tahun sebelum berakhirnya masa pelayanan dilakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan
pendeta tugas khusus sinode untuk menetapkan perpanjangan masa pelayanannya. Perpanjangan masa
pelayanannya dapat disertai dengan penundaan emeritasinya (lihat Tata Laksana Pasal 134).

7. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, pendeta tugas khusus sinode menjalani
mutasi.

8. Setelah masa pelayanannya berakhir tanpa perpanjangan, tetapi pendeta tugas khusus sinode tersebut
berdasarkan umurnya harus menjalani emeritasi, ia akan diemeritasikan sebagai pendeta tugas khusus
sinode.

BAB XXX
PENDETA KONSULEN

Pasal 125
PENDETA KONSULEN

1. Majelis Jemaat di suatu Jemaat harus dilengkapi dengan pendeta konsulen jika:
a. Jemaat itu belum memiliki pendeta.
b. Pendeta satu-satunya yang melayani Jemaat itu tidak dapat melaksanakan tugasnya selama lebih
dari enam (6) bulan.

2. Pendeta konsulen berasal dari salah satu Jemaat dalam Klasis yang terkait dari Jemaat yang
membutuhkan.

3. Jika ketentuan pada Tata Laksana Pasal 125:2 tidak dapat dipenuhi, pendeta konsulen dapat berasal
dari Jemaat dari Klasis lain dalam Sinode Wilayahnya.

108

4. Jika ketentuan dalam Tata Laksana Pasal 125:3 tidak dapat terpenuhi, pendeta konsulen dapat berasal
dari Jemaat dari Sinode Wilayah lain.

5. Masa pelayanan pendeta konsulen paling lama dua (2) tahun. Jika diperlukan masa pelayanannya
dapat diperpanjang paling lama dua (2) tahun lagi.

6. Pendeta konsulen menjadi anggota Majelis Jemaat dari Jemaat yang dilayaninya dengan hak suara.
7. Fungsi pendeta konsulen adalah membantu melaksanakan tugas kependetaan dalam hal:

a. Pengadaan pendeta untuk Jemaat tersebut.
b. Persiapan dan bimbingan bagi calon pendeta dalam hal:

1) Tugas-tugas pendeta.
2) Kepribadian dan spiritualitas.
3) Kerja sama dalam Majelis Jemaat.
c. Tugas-tugas kependetaan lain yang disepakati bersama.
d. Menghadiri Persidangan Majelis Klasis sebagai utusan dari Jemaat di mana ia menjadi pendeta
konsulen, kecuali jika ia adalah pendeta satu-satunya di Jemaat asalnya.
8. Syarat Pendeta Konsulen
a. Telah menjadi pendeta sekurang-kurangnya tiga (3) tahun.
b. Tidak sedang menjabat sebagai pendeta konsulen di Jemaat lain.
9. Proses
a. Majelis Jemaat dari Jemaat yang belum memiliki pendeta, atau Pendeta satu-satunya yang
melayani Jemaat itu tidak dapat melaksanakan tugasnya selama lebih dari enam (6) bulan harus
memberitahukan kebutuhan akan pendeta konsulen tersebut kepada Badan Pekerja Majelis Klasis
yang terkait selambat-lambatnya satu (1) bulan sejak keadaan tersebut terjadi.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait menetapkan pendeta konsulen setelah berkonsultasi
dengan pihak-pihak terkait.
c. Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait mengangkat pendeta konsulen dengan menerbitkan
surat pengangkatan.
10. Selama melaksanakan tugas, pendeta konsulen mendapat tunjangan dari Majelis Jemaat yang
besarnya diatur dalam Tata Laksana Bab XXXV.

BAB XXXI
MUTASI PENDETA

Pasal 126
MUTASI UMUM

1. Mutasi pendeta adalah upaya memfasilitasi perpindahan pendeta dari sebuah lingkup ke sebuah
lingkup yang lain dengan tujuan untuk pengembangan GKI secara menyeluruh sesuai dengan
Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.

2. Seorang pendeta dapat menjalani mutasi jika ia telah melayani selama lima (5) tahun berturut-turut di
sebuah Jemaat terhitung sejak penahbisan/peneguhannya, kecuali jika ia menjalani mutasi untuk
menjadi pendeta tugas khusus.

3. Mutasi pendeta dilakukan berdasarkan:
a. Perencanaan Kependetaan dalam kerangka Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
b. Prakarsa mutasi.
c. Permohonan kebutuhan pendeta baru.

4. Prakarsa Mutasi
a. Prakarsa untuk melaksanakan mutasi dapat berasal dari:
1) Pendeta.
2) Majelis Jemaat.
b. Pendeta yang berprakarsa menjalani mutasi, sesudah melakukan percakapan dengan Majelis
Jemaat yang terkait, mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis

109

Sinode dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait sekurang-kurangnya enam (6) bulan sebelum pelaksanaan
mutasi yang dikehendaki. Surat permohonan tersebut harus disertai dengan alasan-alasan untuk
mutasi dan profil diri dari yang bersangkutan.
c. Majelis Jemaat yang berprakarsa untuk memintakan mutasi bagi pendeta yang melayani di Jemaat
yang terkait, sesudah melakukan percakapan dengan pendeta yang bersangkutan, mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dengan tembusan kepada
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait. Surat permohonan tersebut harus disertai dengan alasan-alasan untuk mutasi.
5. Permohonan Kebutuhan Pendeta Baru
a. Jika sebuah Jemaat membutuhkan pendeta yang baru, Majelis Jemaatnya mewartakan dalam
warta jemaat rencana pemanggilan pendeta yang baru itu selama tiga (3) hari Minggu berturut-
turut. Dalam warta itu disampaikan juga syarat-syarat pendeta sebagaimana yang tercantum
dalam Tata Laksana Pasal 102.
b. Anggota dan pejabat gerejawi dapat mengusulkan nama-nama calon pendeta kepada Majelis
Jemaat secara tertulis selambat-lambatnya dua (2) minggu setelah warta terakhir.
c. Majelis Jemaat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode
dengan tembusan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait. Surat permohonan tersebut harus disertai dengan profil Jemaat yang
bersangkutan dan profil pendeta yang dibutuhkan. Surat permohonan tersebut dapat juga disertai
dengan nama atau nama-nama pendeta yang diharapkan.
6. Proses
a. Perlawatan
1) Terkait dengan prakarsa mutasi

a) Berdasarkan prakarsa mutasi dari pendeta atau Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis
Sinode meminta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk melakukan
percakapan dengan pendeta yang bersangkutan dan perlawatan kepada Majelis Jemaat
yang terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.

b) Berdasarkan percakapan dan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait dengan kesepakatan dengan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
menyampaikan rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai mutasi
pendeta tersebut.

2) Terkait dengan permohonan kebutuhan pendeta baru
a) Berdasarkan permohonan kebutuhan pendeta baru, Badan Pekerja Majelis Sinode
meminta kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait untuk melakukan perlawatan
kepada Majelis Jemaat, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait.
b) Berdasarkan perlawatan tersebut Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dengan
kesepakatan dengan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait menyampaikan
rekomendasi kepada Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai mutasi pendeta tersebut.

b. Berdasarkan Perencanaan Kependetaan dalam kerangka Kebijakan dan Strategi Pengembangan
GKI, Badan Pekerja Majelis Sinode melalui Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode mengatur
dan mengoordinasikan mekanisme mutasi pendeta dengan mengikutsertakan:
1) Pendeta yang bersangkutan.
2) Majelis Jemaat yang terkait.
3) Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait (jika mutasi terjadi dalam sebuah Sinode
Wilayah) atau kedua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait (jika mutasi terjadi
antar-Sinode Wilayah).

c. Dari mekanisme mutasi yang sudah dilaksanakan, Badan Pekerja Majelis Sinode menyampaikan
nama calon kepada Majelis Jemaat dari Jemaat yang membutuhkan pendeta baru.

110

d. Jika Majelis Jemaat tidak menyetujui calon tersebut, hal itu disampaikan kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode agar ditempuh lagi mekanisme mutasi untuk memperoleh nama calon yang baru.

e. Jika Majelis Jemaat menyetujui calon tersebut Majelis Jemaat mewartakan rencana peneguhan
pendeta tersebut selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut dalam rangka memberikan
kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.

f. Jika dari pewartaan tersebut ada keberatan yang sah dari anggota sidi, rencana peneguhan
dibatalkan. Hal itu diwartakan kepada anggota dan diberitahukan kepada yang mengajukan
keberatan tersebut.

g. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta
dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari dari anggota yang mengajukan keberatan tersebut dan
tidak merupakan duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya salah satu atau lebih persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Tata Laksana Pasal 102.
3) Keberatan tersebut terbukti benar, sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Jemaat.

h. Jika rencana peneguhan dibatalkan, hal tersebut disampaikan kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode agar ditempuh lagi mekanisme mutasi untuk memperoleh nama calon yang baru.

i. Jika tidak ada keberatan yang sah setelah warta terakhir, calon diteguhkan sebagai pendeta:
1) Peneguhan pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan Pendeta dengan menggunakan
Liturgi Peneguhan Pendeta.
2) Peneguhan dilayankan oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
3) Peneguhan dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang melayani dengan
dikelilingi para pendeta yang mengenakan toga.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Peneguhan Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.

Pasal 127
MUTASI PENDETA TUGAS KHUSUS
YANG MENYELESAIKAN MASA PELAYANANNYA

1. Selambat-lambatnya satu (1) tahun sebelum seorang pendeta tugas khusus menyelesaikan masa
pelayanannya secara definitif, Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah menyampaikan secara tertulis tentang hal itu kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.

2. Badan Pekerja Majelis Sinode memproses pendeta yang bersangkutan dengan memakai mekanisme
mutasi umum pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 126.

3. Jika sampai saat pendeta yang bersangkutan menyelesaikan masa pelayanannya secara definitif dan ia
belum mendapat tempat pelayanannya yang baru sebagai pendeta, Badan Pekerja Majelis Sinode
meneruskan mekanisme mutasi umum pendeta terhadapnya selama paling lama satu setengah (1 ½)
tahun.

4. Selama pendeta yang bersangkutan menjalani mekanisme mutasi umum pendeta, ia mendapat
jaminan kebutuhan hidup pendeta secara penuh dari Majelis Jemaat atau Majelis Klasis atau Majelis
Sinode Wilayah atau Majelis Sinode sesuai dengan Tata Laksana Bab XXXV. Jika sesudah pendeta
yang bersangkutan menjalani mekanisme mutasi umum pendeta selama satu setengah (1½) tahun ia
tidak mendapat tempat pelayanannya yang baru sebagai pendeta, ia diemeritasikan sesuai dengan Tata
Laksana Pasal 131 dengan mengabaikan ketentuan umur bagi yang bersangkutan.

Pasal 128
MUTASI PENDETA KARENA KETIDAKHARMONISAN

DALAM HUBUNGAN PELAYANAN

111

1. Jika terjadi ketidakharmonisan atau bahkan perselisihan dalam kerja sama pelayanan:
a. antara pendeta dan anggota-anggota, atau
b. antara pendeta dan Majelis Jemaat, atau
c. antarpendeta,
yang masalahnya telah meluas ke lingkup jemaat dan membahayakan kesaksian dan kehidupan
jemaat itu, harus dilakukan perlawatan khusus jemaat sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana
Pasal 51.

2. Jika perlawatan khusus jemaat yang dapat dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan
tidak berhasil menyelesaikan masalah hubungan pelayanan tersebut, pendeta yang bersangkutan
menjalani proses mutasi berdasarkan keputusan bersama yang diambil dalam perlawatan khusus
jemaat tersebut, dengan prosedur dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat yang bersangkutan mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk memfasilitasi mutasi tersebut (lihat
Tata Laksana Pasal 126). Surat permohonan itu ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Selambat-lambatnya dua (2) bulan sesudah Badan Pekerja Majelis Sinode menerima surat
permohonan tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode menyatakan secara tertulis bahwa pendeta
yang bersangkutan berada dalam status “dapat dipanggil”, yang ditujukan kepada pendeta yang
bersangkutan dan Majelis Jemaat yang bersangkutan. Surat pernyataan tersebut ditembuskan ke
Badan Pekerja Majelis Klasis-Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah-Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
c. Majelis Jemaat yang bersangkutan mewartakan tentang status “dapat dipanggil” dari pendeta
yang bersangkutan selama dua (2) hari Minggu berturut-turut.
d. Masa “dapat dipanggil” berlangsung paling lama dua belas (12) bulan sejak pernyataan
dikeluarkan.
e. Sejak dikeluarkannya pernyataan “dapat dipanggil”, Badan Pekerja Majelis Sinode menempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan untuk:
a) Memproses pendeta yang bersangkutan untuk memasuki perkenalan khusus dalam
Jemaat atau lembaga pelayanan.
b) Menetapkan satu Jemaat atau satu lembaga pelayanan dalam Sinode untuk perkenalan
khusus. Penetapan Jemaat atau lembaga pelayanan tersebut harus disetujui bersama oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode menyerahkan proses selanjutnya kepada Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
harus menginformasikan perkembangan proses tersebut kepada Badan Pekerja Majelis
Sinode.
3) Jika perkenalan khusus dilaksanakan di sebuah Jemaat, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait bersama dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait, Majelis
Jemaat dari Jemaat penerima pelayanan khusus, dan pendeta yang bersangkutan mengatur
pelaksanaan perkenalan khusus tersebut.
4) Jika perkenalan khusus dilaksanakan di sebuah lembaga pelayanan, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait bersama dengan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait,
pimpinan dari lembaga pelayanan penerima pelayanan khusus, dan pendeta yang
bersangkutan mengatur pelaksanaan perkenalan khusus tersebut.
5) Perkenalan khusus dapat dilakukan berulang-ulang, masing-masing berlangsung paling lama
tiga (3) bulan, di tempat yang berbeda-beda dalam jangka waktu seluruhnya paling lama dua
belas (12) bulan.

112

f. Jika pada masa perkenalan khusus pendeta yang bersangkutan menerima panggilan dari Jemaat
lain/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode, proses kependetaannya mengikuti
ketentuan-ketentuan yang terkait.

g. Jika sampai berakhirnya masa dapat dipanggil itu secara keseluruhan selama dua belas (12)
bulan pendeta yang bersangkutan tidak menerima panggilan dari Jemaat lain atau gereja lain, ia
diemeritasikan dengan mengacu kepada “Proses Emeritasi Berdasarkan Alasan yang dapat
Dipertanggungjawabkan” (Tata Laksana Pasal 133). Jika pendeta yang bersangkutan pada saat ia
meminta diemeritasikan belum mencapai umur lima puluh lima (55) tahun tetapi sudah melayani
sebagai pendeta GKI selama paling sedikit dua puluh (20) tahun, hal ini harus dipandang sebagai
perkecualian sehingga peraturan acuan itu dapat diberlakukan bagi dia. Berdasarkan peraturan
acuan ini, emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan, dengan
ketentuan dilaksanakan paling lambat tiga (3) bulan sejak masa dapat dipanggil berakhir.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Majelis Jemaat yang bersangkutan dan
pendeta yang bersangkutan mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut, yang
meliputi:
a) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta.
b) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus yang sekurang-kurangnya
meliputi rumah dan biaya pengobatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab
XXXV.
3) Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada Jemaat selama tiga (3) hari Minggu
berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
4) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dengan
menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta yang dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh
Badan Pekerja Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Emeritasi
Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

h. Jika sampai berakhirnya masa “dapat dipanggil” itu secara keseluruhan selama dua belas (12)
bulan pendeta yang bersangkutan tidak menerima panggilan dari Jemaat lain/Majelis
Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode atau gereja lain, tetapi masa pelayanan pendeta
tersebut belum mencapai dua puluh (20) tahun, jabatan pendeta dari pendeta tersebut
ditanggalkan dengan posedur:
1) Majelis Jemaat yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait, menulis surat kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar Badan Pekerja Majelis
Sinode menanggalkan jabatan pendeta dari pendeta yang bersangkutan.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
tersebut dan mengeluarkan Surat Keputusan Penanggalan Jabatan.
3) Penanggalan jabatan pendeta itu diwartakan kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan
Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
4) Majelis Jemaat yang bersangkutan sebagai “pemberi kerja” menghentikan kepesertaan yang
bersangkutan di Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.

i. Selama masa “dapat dipanggil”, pendeta yang bersangkutan tetap menjalankan pelayanan
kependetaannya di Jemaat yang bersangkutan seperti biasa, kecuali pada saat dia menjalani
perkenalan khusus. Jika karena sebab-sebab tertentu hal ini tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan,
dapat dilakukan pengurangan terhadap pelayanan kependetaan dari pendeta yang bersangkutan,
yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pendeta yang bersangkutan dan Majelis
Jemaat yang bersangkutan, atas pengetahuan dari Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait. Hal
ini harus diberitahukan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.

j. Jaminan Kebutuhan Hidup

113

1) Selama masa “dapat dipanggil” pendeta yang bersangkutan mendapat jaminan kebutuhan
hidup dan biaya yang wajib diberikan dari Jemaat yang bersangkutan.

2) Jika pendeta yang bersangkutan ditetapkan emeritasi, sampai dengan pelaksanaan emeritasi
yang bersangkutan tetap mendapat jaminan kebutuhan hidup dan biaya yang wajib diberikan
dari Jemaat yang bersangkutan.

k. Jika pada masa “dapat dipanggil” itu terjadi pemulihan hubungan kerja sama pelayanan, Badan
Pekerja Majelis Sinode dapat mencabut status “dapat dipanggil” dari pendeta yang bersangkutan
dan ia dapat meneruskan pelayanan kependetaannya seperti semula di Jemaat yang bersangkutan.
Pencabutan status “dapat dipanggil” tersebut harus didasarkan pada pernyataan bersama secara
tertulis yang dibuat oleh pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat yang bersangkutan.
Pencabutan status “dapat dipanggil” tersebut disebarluaskan secara tertulis oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode ke semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

3. Jika dalam perlawatan khusus jemaat keputusan bersama untuk mutasi tidak dapat dicapai karena
pendeta yang bersangkutan tidak menghendaki mutasi atas dirinya, perlawatan khusus jemaat
mengambil keputusan untuk mengemeritasikan pendeta yang bersangkutan dengan mengacu kepada
“Proses Emeritasi Berdasarkan Alasan yang dapat Dipertanggungjawabkan” (Tata Laksana Pasal
133). Jika pendeta yang bersangkutan pada saat itu belum mencapai umur lima puluh lima (55) tahun
tetapi sudah melayani sebagai pendeta GKI selama paling sedikit dua puluh (20) tahun, hal ini harus
dipandang sebagai perkecualian sehingga peraturan acuan itu dapat diberlakukan bagi dia. Emeritasi
itu dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pendeta yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Majelis Jemaat dari jemaat yang dilayaninya,
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk
menjalani emeritasinya, selambat-lambatnya satu (1) bulan sesudah keputusan diambil. Dalam
surat tersebut pendeta yang bersangkutan harus mengemukakan dan menjelaskan alasan-
alasannya dan kapan ia menginginkan emeritasinya dilaksanakan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang permohonan emeritasi itu.
c. Jika permohonan emeritasi itu dipenuhi oleh Badan Pekerja Majelis Sinode, Badan Pekerja
Majelis Sinode bersama dengan Majelis Jemaat yang bersangkutan dan pendeta yang
bersangkutan mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut, yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta,
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus yang sekurang-kurangnya meliputi
rumah dan biaya pengobatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI
d. Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada Jemaat selama tiga (3) hari Minggu
berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
e. Pelaksanaan Kebaktian Emeritasi Pendeta:
1) Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta dengan menggunakan
Liturgi Emeritasi Pendeta
2) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
3) Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Emeritasi Pendeta yang formulasinya
dimuat dalam Peranti Administrasi.

4. Jika dalam perlawatan khusus jemaat keputusan bersama untuk mutasi tidak dapat dicapai karena
pendeta yang bersangkutan tidak menghendaki mutasi atas dirinya, tetapi masa pelayanan pendeta
tersebut belum mencapai dua puluh (20) tahun, jabatan pendeta dari pendeta tersebut ditanggalkan
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait, menulis surat kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar Badan Pekerja Majelis Sinode
menanggalkan jabatan pendeta dari pendeta yang bersangkutan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
tersebut dan mengeluarkan Surat Keputusan Penanggalan Jabatan.

114

c. Penanggalan jabatan pendeta itu diwartakan kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja
Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

d. Majelis Jemaat yang bersangkutan sebagai “pemberi keja” menghentikan kepesertaan yang
bersangkutan di Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.

5. Jika dalam perlawatan khusus tersebut terbukti bahwa Majelis Jemaat yang bersangkutan yang
bermasalah, dan tidak ada kemungkinan untuk mendamaikan kedua belah pihak, Badan Pekerja
Majelis Sinode memutuskan untuk menerapkan peraturan mutasi umum bagi pendeta yang
bersangkutan. Selama dalam proses mutasi tersebut, Majelis Jemaat yang bersangkutan berkewajiban
membayar biaya kehidupan pendeta secara penuh sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pasal 129
MUTASI PENDETA YANG SUDAH SELESAI MENJALANI

PENGGEMBALAAN KHUSUS

1. Jika pendeta yang sudah selesai menjalani penggembalaan khusus harus menjalani mutasi, pendeta
yang bersangkutan dapat menjalani proses mutasi dengan ketentuan-ketentuan prosedural sebagai
berikut:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode memfasilitasi mutasi dengan menyatakan bahwa pendeta yang
bersangkutan berada dalam status “dapat dipanggil”. Pernyataan tersebut yang disertai dengan
profil pendeta yang bersangkutan disebarluaskan secara tertulis ke semua Majelis Jemaat, semua
Badan Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. Majelis Jemaat yang bersangkutan mewartakan tentang status “dapat dipanggil” dari pendeta
yang bersangkutan selama tiga (3) hari Minggu berturut-turut.
c. Badan Pekerja Majelis Sinode bekerja sama dengan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait dan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dari dua Sinode Wilayah yang lain, agar
mutasi dari pendeta yang bersangkutan dapat dilaksanakan secepat mungkin.
d. Jika ada Jemaat yang bermaksud memanggil pendeta yang bersangkutan, prosesnya mengikuti
Tata Laksana Pasal 126.

2. Status “dapat dipanggil” bagi pendeta yang bersangkutan berlaku selama dua belas (12) bulan
terhitung mulai dikeluarkannya pernyataan “dapat dipanggil” oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.

3. Selama masa “dapat dipanggil”, pendeta yang bersangkutan tidak menjalankan pelayanan
kependetaannya di Jemaat yang terkait.

4. Jaminan Kebutuhan Hidup
a. Enam (6) bulan pertama dari masa “dapat dipanggil”, pendeta yang bersangkutan mendapat
jaminan kebutuhan hidup dan biaya yang wajib diberikan dari Jemaat yang bersangkutan seperti
yang diterimanya sebelum masa “dapat dipanggil” diberlakukan.
b. Enam (6) bulan berikutnya pendeta yang bersangkutan mendapat jaminan kebutuhan hidup dan
semua biaya yang wajib diberikan kecuali tunjangan-tunjangan transpor, telepon, lektur, dan
pakaian jabatan dari dari Jemaat yang bersangkutan.
c. Jika pendeta yang bersangkutan ditetapkan emeritasi maka sampai dengan pelaksanaan emeritasi
yang bersangkutan mendapat jaminan kebutuhan hidup dan semua biaya yang wajib diberikan
kecuali tunjangan-tunjangan transpor, telepon, lektur, dan pakaian jabatan dari dari Jemaat yang
bersangkutan

5. Jika sampai berakhirnya masa “dapat dipanggil” itu pendeta yang bersangkutan tidak menerima
panggilan dari Jemaat lain atau gereja lain, ia dapat diemeritasikan dengan mengacu kepada “Proses
Emeritasi Berdasarkan Alasan yang dapat Dipertanggungjawabkan” (Tata Laksana Pasal 133). Jika
pendeta yang bersangkutan pada saat ia meminta diemeritasikan belum mencapai umur lima puluh
lima (55) tahun tetapi sudah melayani sebagai pendeta GKI selama paling sedikit dua puluh (20)
tahun, hal ini harus dipandang sebagai perkecualian sehingga peraturan acuan itu dapat diberlakukan
bagi dia.

115

6. Berdasarkan peraturan acuan tersebut di atas, emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan dilaksanakan
sebagai berikut:
a. Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan Majelis Jemaat yang bersangkutan dan pendeta
yang bersangkutan mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut, yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus yang sekurang-kurangnya meliputi
rumah dan biaya pengobatan sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Bab XXXVI.
Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada Jemaat selama tiga (3) hari Minggu
berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dengan
menggunakan Liturgi Emeritasi Pendeta dan dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode. Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam Emeritasi Pendeta
yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

7. Jika sampai berakhirnya masa “dapat dipanggil” itu pendeta yang bersangkutan tidak menerima
panggilan dari Jemaat lain atau gereja lain, jabatan pendetanya ditanggalkan yang dilaksanakan
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat yang bersangkutan, dengan sepengetahuan Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait, menulis surat kepada Badan Pekerja Majelis Sinode agar Badan Pekerja Majelis Sinode
menanggalkan jabatan pendeta dari pendeta yang bersangkutan.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta
tersebut dan mengeluarkan Surat Keputusan Penanggalan Jabatan.
c. Penanggalan jabatan pendeta itu diwartakan kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja
Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
d. Majelis Jemaat yang bersangkutan sebagai “pemberi kerja” menghentikan kepesertaan yang
bersangkutan di Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.

8. Jika pada masa “dapat dipanggil” itu Majelis Jemaat yang bersangkutan mengambil keputusan untuk
membatalkan keputusan tentang mutasi bagi pendeta itu dan pendeta itu dapat melanjutkan
pelayanannya di Jemaat itu, Badan Pekerja Majelis Sinode dapat mencabut status “dapat dipanggil”
dari pendeta yang bersangkutan dan ia dapat meneruskan pelayanannya seperti semula di Jemaat yang
bersangkutan. Perubahan keputusan dan pencabutan status “dapat dipanggil” itu disebarluaskan
secara tertulis oleh Badan Pekerja Majelis Sinode ke semua Majelis Jemaat, semua Badan Pekerja
Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.

BAB XXXII
EMERITASI PENDETA

Pasal 130
KETENTUAN POKOK

1. Seorang pendeta yang telah mencapai umur enam puluh (60) tahun, atau yang karena sakit atau
karena cacat atau karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan tidak dapat melanjutkan
pelayanan kependetaannya, dinyatakan dan diberi status sebagai pendeta emeritus dalam Kebaktian
Emeritasi dan ia disebut sebagai pendeta emeritus.

2. Seorang pendeta emeritus tetap berjabatan pendeta karena jabatan pendeta berlaku seumur hidup,
namun ia tidak lagi menjadi anggota Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan
Majelis Sinode.

3. Seorang pendeta emeritus diperkenankan untuk bekerja dalam bidang lain sejauh pekerjaannya itu
tidak bertentangan dengan iman Kristen dan ajaran GKI.

4. Seorang pendeta emeritus memberdayakan diri dan diberdayakan dalam pelayanan di Jemaat, Klasis,
Sinode Wilayah, dan Sinode.

116

5. Emeritasi seorang pendeta dapat ditunda maksimum sampai dengan umur enam puluh lima (65) tahun
jika ia memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tenaganya masih sangat dibutuhkan oleh Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah atau Sinode.
b. Ia masih mampu melakukan tugas pelayanannya.
c. Terdapat kesepakatan antara pendeta tersebut dengan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis
Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 131
PROSES EMERITASI BERDASARKAN UMUR

1. Pemberitahuan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Tiga (3) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam puluh (60) tahun, Badan Pekerja
Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis kepada pendeta yang bersangkutan dan Majelis
Jemaat yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait tentang rencana emeritasi. Surat tersebut ditembuskan kepada Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
sesuai dengan lingkup di mana pendeta tersebut melayani.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Tiga (3) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam puluh (60) tahun, Badan Pekerja
Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis kepada pendeta yang bersangkutan tentang
rencana emeritasi.

2. Persiapan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Dua (2) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam puluh (60) tahun, kecuali jika
emeritasinya direncanakan ditunda (lihat Tata Laksana Pasal 134), Badan Pekerja Majelis Sinode,
dengan menyertakan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang terkait, melakukan perlawatan untuk menetapkan hal persiapan emeritasi
bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis
Klasis atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah. Dalam masa persiapan emeritasi ini tugas-
tugas pelayanan pendeta tersebut dalam Jemaat atau Klasis atau Sinode Wilayah dikurangi secara
bertahap sesuai dengan kesepakatan bersama.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Dua (2) tahun sebelum seorang pendeta mencapai umur enam puluh (60) tahun, kecuali jika
emeritasinya direncanakan ditunda (lihat Tata Laksana Pasal 134), Badan Pekerja Majelis Sinode
menetapkan hal persiapan emeritasi bersama dengan pendeta yang bersangkutan. Dalam masa
persiapan emeritasi ini tugas-tugas pelayanan pendeta tersebut dalam Sinode dikurangi secara
bertahap sesuai dengan kesepakatan bersama.

3. Pewartaan
a. Mengenai Pendeta yang Melayani di Jemaat dan Pendeta Tugas Khusus Jemaat
Masa persiapan emeritasi dari pendeta yang melayani di Jemaat dan pendeta tugas khusus jemaat
diwartakan kepada Jemaat yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk
memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
b. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Klasis
Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus klasis diwartakan kepada Jemaat-jemaat
dalam Klasis yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan
kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
c. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah

117

Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus sinode wilayah diwartakan kepada Jemaat-
jemaat dalam Sinode Wilayah yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk
memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya.
d. Mengenai Pendeta Tugas Khusus Sinode
Masa persiapan emeritasi dari pendeta tugas khusus sinode diwartakan kepada Jemaat-jemaat
dalam sinode selama dua (2) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi
anggota untuk ikut mendoakannya.
4. Pendampingan
Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode melaksanakan pendampingan bagi pendeta
tersebut. Pendampingan yang dilakukan meliputi aspek-aspek:
a. Pemahaman tentang status dan peran pendeta emeritus.
b. Kesiapan mental untuk memasuki masa emeritat.
c. Perencanaan yang berkenaan dengan tempat tinggal dan kegiatan pada masa emeritat.
5. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Selambat-lambatnya enam (6) bulan sebelum seorang pendeta mencapai umur enampuluh (60)
tahun, Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis
Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah

pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam

Tata Laksana Bab XXXVI.
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode

Selambat-lambatnya enam (6) bulan sebelum seorang pendeta mencapai umur enampuluh (60)
tahun, Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan mempersiapkan
rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah

pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam

Tata Laksana Bab XXXVI.
6. Pewartaan

Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta diwartakan kepada Jemaat selama dua (2) hari Minggu
berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut mendoakannya, sesuai dengan
pengaturan dalam Butir 3 di atas.
7. Pelaksanaan
a) Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta dengan menggunakan Liturgi

Emeritasi Pendeta.
b) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis

Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode.
c) Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
d) Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam
Emeritasi Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

Pasal 132
PROSES EMERITASI KARENA SAKIT ATAU CACAT

118

1. Dasar
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Berdasarkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa seorang pendeta yang karena sakit
atau cacat tidak dapat melanjutkan pelayanan kependetaannya, Majelis Jemaat atau Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
mengajukan permohonan emeritasi bagi pendeta itu kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Berdasarkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa seorang pendeta yang karena sakit
atau cacat tidak dapat melanjutkan pelayanan kependetaannya, Badan Pekerja Majelis Sinode
menetapkan emeritasi bagi pendeta yang bersangkutan.

2. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah
pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam
Tata Laksana Bab XXXVI.
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan mempersiapkan
rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah
pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam
Tata Laksana Bab XXXVI.

3. Pewartaan
Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta dan alasan emeritasinya diwartakan kepada Jemaat selama dua
(2) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut
mendoakannya, sesuai dengan pengaturan dalam Tata Laksana Pasal 131:3.

4. Pelaksanaan
a. Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta dengan menggunakan Liturgi
Emeritasi Pendeta.
b. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis
Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode.
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
d. Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam
Emeritasi Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

Pasal 133
PROSES EMERITASI BERDASARKAN ALASAN
YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN

1. Ketentuan Umum

119

Proses ini dimungkinkan bagi pendeta yang berumur minimal lima puluh lima (55) tahun atau yang
masa pelayanannya minimal dua puluh (20) tahun.
2. Dasar
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus

Klasis, Dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Selambat-lambatnya satu (1) tahun sebelum emeritasi yang dikehendakinya, pendeta yang
bersangkutan, atas kesepakatan dengan Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang
terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, memberitahukan secara tertulis
kepada Badan Pekerja Majelis Sinode tentang keinginannya untuk menjalani emeritasi sebelum
umurnya mencapai enam puluh (60) tahun. Dalam surat tersebut pendeta yang bersangkutan
harus mengemukakan dan menjelaskan alasan-alasannya dan kapan ia menginginkan
emeritasinya dilaksanakan. Surat tersebut ditembuskan kepada Majelis Jemaat dan/atau Badan
Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Selambat-lambatnya satu (1) tahun sebelum emeritasi yang dikehendakinya, pendeta yang
bersangkutan memberitahukan secara tertulis kepada Badan Pekerja Majelis Sinode tentang
keinginannya untuk menjalani emeritasi sebelum umurnya mencapai enam puluh (60) tahun.
Dalam surat tersebut pendeta yang bersangkutan harus mengemukakan dan menjelaskan alasan-
alasannya dan kapan ia menginginkan emeritasinya dilaksanakan.
3. Penetapan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
1) Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan kepada pendeta tersebut dan Majelis

Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
2) Jika melalui perlawatan itu pelawat menyatakan dapat menerima alasan-alasan yang
dikemukakan oleh pendeta yang bersangkutan, berdasarkan rekomendasi dari pelawat Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta tersebut.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Jika Badan Pekerja Majelis Sinode dapat menerima alasan-alasan yang dikemukakan oleh
pendeta yang bersangkutan, Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan emeritasi bagi pendeta
tersebut.
4. Perencanaan
a. Untuk Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan dan Majelis Jemaat
atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait mempersiapkan rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah
pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam
Tata Laksana Bab XXXVI.
b. Untuk Pendeta Tugas Khusus Sinode
Badan Pekerja Majelis Sinode bersama dengan pendeta yang bersangkutan mempersiapkan
rencana emeritasi pendeta tersebut yang meliputi:
1) Penetapan tanggal Kebaktian Emeritasi Pendeta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah
pendeta tersebut mencapai umur enam puluh (60) tahun.
2) Pemenuhan kewajiban Jemaat terhadap pendeta emeritus sesuai dengan yang diatur dalam
Tata Laksana Bab XXXVI.
5. Pewartaan

120

Rencana Kebaktian Emeritasi Pendeta dan alasan emeritasinya diwartakan kepada Jemaat selama dua
(2) hari Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk ikut
mendoakannya, sesuai dengan pengaturan dalam Tata Laksana Pasal 131:3.
6. Pelaksanaan
a. Emeritasi pendeta dilaksanakan dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta dengan menggunakan Liturgi

Emeritasi Pendeta.
b. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis

Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode.
c. Kebaktian Emeritasi Pendeta dilayani oleh pendeta yang ditunjuk oleh Badan Pekerja Majelis
Sinode.
d. Dalam Kebaktian Emeritasi Pendeta Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Piagam
Emeritasi Pendeta yang formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.

Pasal 134
PROSES PENUNDAAN EMERITASI

BERDASARKAN UMUR

1. Kesepakatan Awal
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
Segera setelah Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait menerima pemberitahuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode
tentang rencana emeritasi pendeta (lihat Tata Laksana Pasal 131:1.a), jika Majelis Jemaat atau
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang
terkait berniat menunda emeritasi pendeta yang bersangkutan berdasarkan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait melakukan percakapan dengan pendeta yang
bersangkutan untuk menyepakati rencana penundaan emeritasi atas dirinya.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
Segera setelah Badan Pekerja Majelis Sinode memberitahukan secara tertulis kepada pendeta
tentang rencana emeritasinya (lihat Tata Laksana Pasal 131:1.b), jika Badan Pekerja Majelis
Sinode berniat menunda emeritasi pendeta yang bersangkutan berdasarkan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan percakapan dengan pendeta
yang bersangkutan untuk menyepakati rencana penundaan emeritasi atas dirinya.

2. Penetapan
a. Bagi Pendeta yang Melayani di Jemaat, Pendeta Tugas Khusus Jemaat, Pendeta Tugas Khusus
Klasis, dan Pendeta Tugas Khusus Sinode Wilayah
1) Selambat-lambatnya satu (1) tahun sebelum pendeta yang bersangkutan mencapai umur enam
puluh (60), Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atas kesepakatan dengan pendeta yang
bersangkutan harus mengajukan secara tertulis permohonan penundaan emeritasi beserta
alasannya dan jangka waktu penundaannya kepada Badan Pekerja Majelis Sinode. Surat
tersebut ditembuskan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode melakukan perlawatan kepada pendeta tersebut dan Majelis
Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait, dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait dan/atau
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
3) Jika melalui perlawatan itu pelawat menyatakan dapat menerima alasan-alasan yang
dikemukakan oleh Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan

121

Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait, berdasarkan rekomendasi dari pelawat Badan
Pekerja Majelis Sinode menetapkan penundaan emeritasi bagi pendeta tersebut sesuai dengan
jangka waktu yang disepakati.
4) Badan Pekerja Majelis Sinode mengeluarkan surat keputusan tentang penundaan emeritasi
dari pendeta yang bersangkutan.
b. Bagi Pendeta Tugas Khusus Sinode
1) Selambat-lambatnya satu (1) tahun sebelum pendeta yang bersangkutan mencapai umur enam
puluh (60), Badan Pekerja Majelis Sinode atas kesepakatan dengan pendeta yang
bersangkutan menetapkan penundaan emeritasi bagi pendeta tersebut sesuai dengan jangka
waktu yang disepakati.
2) Badan Pekerja Majelis Sinode mengeluarkan surat keputusan tentang penundaan emeritasi
dari pendeta yang bersangkutan.
3. Proses Emeritasi
Dua (2) tahun sebelum pelaksanaan emeritasi yang tertunda itu, dilaksanakan proses emeritasi
pendeta sebagaimana yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 131:2-7.

Pasal 135
PEMBERDAYAAN DAN PENDAMPINGAN PENDETA EMERITUS

Untuk memberdayakan dan mendampingi pendeta emeritus agar mereka dapat terus melaksanakan
pelayanan mereka sebagai pendeta emeritus, dilaksanakan pemberdayaan dan pendampingan pendeta
emeritus sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Pemberdayaan dan
Pendampingan Pendeta Emeritus.

BAB XXXIII
PENGEMBANGAN, PENDAMPINGAN,
DAN EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENDETA

Pasal 136
PENGEMBANGAN PENDETA

Untuk mengembangkan para pendeta agar mereka memenuhi kebutuhan pelayanan dengan kualitas yang
baik dalam rangka pembangunan gereja, dilaksanakan program Pengembangan Pendeta sebagaimana
yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang Pengembangan Pendeta.

Pasal 137
PENDAMPINGAN PENDETA

Untuk mendampingi pendeta yang mengalami permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan kependetaannya maupun dengan kehidupan pribadi dan keluarganya, perlu dilaksanakan
program Pendampingan Pendeta sebagaimana yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan tentang
Pendampingan Pendeta.

Pasal 138
EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENDETA

Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendeta dalam melaksanakan tugas pelayanannya demi
meningkatkan pelayanan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pembangunan gereja, perlu
dilaksanakan program Evaluasi Kinerja Pelayanan Pendeta sebagaimana yang diatur dalam Pedoman
Pelaksanaan tentang Evaluasi Kinerja Pelayanan Pendeta.

122

BAB XXXIV
PENGAKHIRAN DAN PENANGGALAN

JABATAN PENDETA

Pasal 139
PENGERTIAN

1. Pengakhiran jabatan pendeta dikenakan kepada pendeta karena sebab-sebab tertentu yang tidak
bersifat pelanggaran terhadap hakikat kependetaannya.

2. Penanggalan jabatan pendeta dikenakan kepada pendeta karena sebab-sebab tertentu yang bersifat
pelanggaran terhadap hakikat kependetaannya.

Pasal 140
PENGAKHIRAN JABATAN PENDETA

1. Pengakhiran jabatan pendeta dari seorang pendeta dilakukan jika ia diteguhkan menjadi pendeta
gereja lain yang seajaran melalui prosedur pemanggilan gerejawi.

2. Pengakhiran jabatan pendeta dari seorang pendeta emeritus dilakukan jika:
a. Ia memindahkan keanggotaannya ke gereja lain.
b. Ia diteguhkan menjadi pendeta gereja lain yang seajaran melalui prosedur pemanggilan gerejawi.

Pasal 141
PENANGGALAN JABATAN PENDETA

1. Penanggalan jabatan pendeta dari seorang pendeta dilakukan jika ia memindahkan keanggotaannya ke
gereja lain, atau memindahkan keanggotaannya ke Jemaat lain tanpa prosedur gerejawi yang berlaku.

2. Penanggalan jabatan pendeta dari seorang pendeta atau pendeta emeritus dilakukan jika:
a. Ia pindah untuk menjadi pendeta ke gereja lain yang tidak seajaran.
b. Ia pindah untuk menjadi pendeta ke gereja lain yang seajaran tanpa melalui prosedur
pemanggilan gerejawi.
c. Ia berada di bawah penggembalaan khusus.
d. Ia mengajukan permintaan pengunduran diri dari jabatan kependetaannya dengan alasan yang
dapat diterima Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 142
PROSEDUR PENGAKHIRAN JABATAN PENDETA

1. Dalam hal pengakhiran kependetaan atas diri pendeta yang diproses untuk menjadi pendeta gereja
lain yang seajaran, setelah ada kepastian bahwa yang bersangkutan akan diteguhkan sebagai pendeta
gereja lain tersebut, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Surat Keputusan Pengakhiran Jabatan
Pendeta.

2. Dalam hal pengakhiran kependetaan atas diri pendeta emeritus, setelah ada kepastian bahwa yang
bersangkutan telah pindah keanggotaannya ke gereja lain, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan
Surat Keputusan Pengakhiran Jabatan Pendeta.

3. Pengakhiran jabatan itu diberitahukan secara tertulis kepada semua Majelis Jemaat, Badan Pekerja
Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, serta diwartakan kepada anggota
dari Jemaat yang terkait.

4. Dalam hal yang bersangkutan masih belum mencapai usia untuk diemeritasikan, Majelis Jemaat atau
Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait
atau Badan Pekerja Majelis Sinode sebagai “pemberi kerja” memberitahukan halnya kepada Dana
Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.

123

Pasal 143
PROSEDUR PENANGGALAN JABATAN PENDETA

1. Dalam hal penanggalan jabatan atas diri pendeta yang dalam proses untuk menjadi pendeta gereja lain
yang tidak seajaran, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Surat Keputusan Penanggalan
Jabatan Pendeta setelah melakukan percakapan dengan pendeta yang bersangkutan dan yang
bersangkutan menyatakan akan pindah menjadi pendeta gereja lain.

2. Dalam hal penanggalan jabatan atas diri pendeta yang berada di bawah penggembalaan khusus,
Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Surat Keputusan Penanggalan Jabatan Pendeta.

3. Dalam hal penanggalan jabatan atas diri pendeta yang mengajukan permintaan pengunduran diri dari
jabatan kependetaannya, Badan Pekerja Majelis Sinode memberikan Surat Keputusan Penanggalan
Jabatan Pendeta setelah melakukan percakapan dengan pendeta yang bersangkutan dan yang
bersangkutan menyatakan tetap dengan niatnya tersebut.

4. Penanggalan jabatan itu diberitahukan secara tertulis kepada semua Majelis Jemaat, semua Badan
Pekerja Majelis Klasis, dan semua Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, serta diwartakan kepada
anggota dari Jemaat yang terkait.

5. Dalam hal yang bersangkutan masih belum mencapai usia pensiun, Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait sebagai “pemberi kerja” memberitahukan halnya kepada Dana Pensiun GKI dan
Badan Kesejahteraan GKI.

BAB XXXV
TANGGUNG JAWAB JEMAAT, KLASIS,
SINODE WILAYAH, DAN SINODE MENGENAI
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP PENDETA

Pasal 144
PENDAHULUAN

1. Seorang pendeta/calon pendeta menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan untuk melaksanakan
tugas pelayanannya secara penuh waktu pada Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, atau Sinode sampai ia
diemeritasikan. Karena itu, kebutuhan hidup pendeta/calon pendeta beserta dengan keluarganya harus
dijamin oleh dan menjadi tanggung jawab dari Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, atau Sinode.

2. Pedoman Pelaksanaan ini merupakan sebuah pegangan untuk menghitung jaminan kebutuhan hidup
minimal dari pendeta/calon pendeta agar setiap pendeta/calon pendeta dan keluarganya ─yaitu
suami/istri dan anaknya─ dapat hidup dengan layak dan cukup.

3. Jika ada Jemaat yang tidak mampu memenuhi jaminan kebutuhan hidup pendeta/calon pendetanya
sesuai dengan ketentuan ini, Jemaat-jemaat lain dalam Klasis yang terkait berkewajiban membantu
Jemaat tersebut. Jika Jemaat-jemaat dalam Klasis yang terkait tidak mampu, Klasis lain dalam Sinode
Wilayah yang terkait berkewajiban membantu Jemaat tersebut. Jika Klasis-klasis lain dalam Sinode
Wilayah yang terkait tidak mampu, Klasis lain dalam Sinode Wilayah lain berkewajiban membantu
Jemaat tersebut.

Pasal 145
PENJELASAN TENTANG ISTILAH

1. Suami/istri : Orang yang menikah dengan pendeta/calon pendeta GKI.

124

2. Anak : Anak kandung atau anak angkat yang disahkan secara hukum dari pendeta/calon
pendeta GKI. Hak anak dihentikan pada saat anak tersebut berulang tahun ke-25,
3. JKH Pokok : atau pada saat anak tersebut mulai bekerja, atau pada saat anak tersebut menikah.
4. JKH Total : Jaminan Kebutuhan Hidup Pokok yang diberikan kepada seorang pendeta/calon
pendeta tanpa tunjangan-tunjangan.
5. Masa Pelayanan : Jaminan Kebutuhan Hidup Total, yaitu JKH Pokok ditambah dengan tunjangan-
tunjangan lain, yang diterimakan secara menyeluruh tiap bulan, pada saat
6. Cuti tahunan : pendeta/calon pendeta memulai pelayanannya.
7. Cuti besar : Jumlah tahun pelayanan pendeta/calon pendeta di GKI, yang diperhitungkan
8. Keluarga : sejak tanggal pendeta/calon pendeta tersebut diteguhkan sebagai penatua dalam
Tahap Orientasi nol (0) tahun.
9. Lembaga : Cuti yang didapat setahun sekali selama satu (1) bulan.
Cuti yang didapat setiap sepuluh (10) tahun pelayanan selama tiga (3) bulan.
Keluarga meliputi suami/istri dan paling banyak tiga (3) anak kandung/anak
angkat yang disahkan secara hukum.
Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 146
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP POKOK

JKH Pokok jumlahnya ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode dan ditinjau setiap awal tahun
dengan mempertimbangkan angka inflasi nasional dari tahun sebelumnya.

Pasal 147
TUNJANGAN KEMAHALAN

1. Tunjangan kemahalan besarnya dihitung berdasarkan rumus berikut ini:

Tunjangan kemahalan = (Nilai indeks – 100) % dari JKH pokok

2. Indeks tunjangan kemahalan ditetapkan sebagai berikut:

No. Wilayah pelayanan Nilai indeks
1. Riau kepulauan 140
2. Lampung/Sumatra Selatan/Tengah 120
3. Jabotabek 130
4. Jawa Barat/Banten (kecuali no.5) 120
5. Bandung 125
6. Jawa Tengah (kecuali no.7) 100
7. Yogyakarta/Solo/Semarang/Purwokerto 110
8. Jawa Timur (kecuali no.9) 100
9. Surabaya/Malang 120
10. Bali 120

3. Indeks tunjangan kemahalan ini ditinjau dan ditetapkan ulang oleh Badan Pekerja Majelis Sinode,
minimal sekali dalam empat (4) tahun, berdasarkan ketentuan Pemerintah RI tentang Upah Minimum
Propinsi (UMP).

125

Pasal 148
TUNJANGAN KELUARGA

1. Tunjangan Keluarga terdiri dari:
a. Tunjangan pasangan hidup (istri atau suami) sebesar 40% X (JKH Pokok + tunjangan
kemahalan).
b. Tunjangan anak sebesar 15% X (JKH Pokok + tunjangan kemahalan).

2. Tunjangan Pendidikan Anak
a. Biaya pendidikan anak pendeta didukung oleh lembaga di mana pendeta tersebut melayani atau
lembaga yang mengutusnya.
b. Pelaksanaan dan pengadaan sumber-sumber dana dapat diatur oleh Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah yang terkait.
c. Pelaksanaan pemberian biaya pendidikan anak pendeta tersebut mengacu pada ketentuan-
ketentuan berikut:
1) Tunjangan diberikan untuk anak dari taman kanak-kanak sampai paling tinggi ia mencapai
satu gelar S-1.
2) Tunjangan dari taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan tingkat atas diberikan sebesar
biaya pendidikan di sekolah yang ditetapkan bersama lembaga di mana pendeta melayani.
3) Tunjangan di perguruan tinggi mengacu pada biaya pendidikan di salah satu perguruan tinggi
sebagai berikut:
a) Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.
b) Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
c) Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
d) Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
e) Universitas Kristen Petra, Surabaya.
4) Biaya di fakultas kedokteran ditetapkan sama dengan biaya tertinggi di fakultas lain pada
unversitas yang sama.
5) Tunjangan pendidikan anak yang ditanggung minimal meliputi uang masuk dan SPP.
6) Tunjangan diberikan berdasarkan bukti penerimaan uang.
7) Tunjangan pendidikan anak dihentikan pada saat anak tersebut mencapai usia 25 tahun, atau
telah bekerja, atau telah menikah.

3. Jika seorang pendeta belum/tidak mempunyai pasangan hidup, ia menerima tunjangan keluarga
khusus sebesar 25% X (JKH Pokok + tunjangan kemahalan).

4. Jika suami dan istri adalah pendeta/calon pendeta, hanya salah seorang yang mendapat tunjangan
keluarga. Dalam kaitan ini pendeta/calon pendeta yang lebih dulu melayani menjadi penunjang
keluarga.

Pasal 149
TUNJANGAN SETEMPAT

Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, atau Badan
Pekerja Majelis Sinode diminta untuk memberikan tunjangan setempat sesuai dengan berkat Tuhan yang
diberikan dan dipercayakan kepada masing-masing lembaga tersebut.

Pasal 150
TUNJANGAN MASA PELAYANAN

1. Tunjangan masa pelayanan adalah sebesar 5% X (JKH Pokok + tunjangan kemahalan) untuk satu
tahun masa pelayanan, dengan maksimum tiga puluh (30) tahun masa pelayanan.

2. Tunjangan masa pelayanan diberikan sejak awal tahun kedua masa pelayanan.

126

3. Jika pendeta tersebut berasal dari gereja lain, masa pelayanannya diperhitungkan sejak yang
bersangkutan ditahbiskan menjadi pendeta pada gereja asalnya.

Pasal 151
TUNJANGAN HARI NATAL

Tunjangan hari Natal diberikan setiap tahun, pada awal bulan Desember sebesar JKH Total.

Pasal 152
CUTI DAN TUNJANGAN CUTI

1. Cuti Tahunan
Cuti tahunan adalah cuti yang diperoleh oleh pendeta/calon pendeta selama satu (1) bulan dalam satu
(1) tahun pelayanan, dengan ketentuan:
a. Tunjangan cuti tahunan adalah sebesar satu kali JKH Total.
b. Bagi seorang calon pendeta yang berjabatan penatua, hak cuti tahunan dimanfaatkan maksimum
lima belas (15) hari sejak ia diteguhkan ke dalam jabatan penatua pada Tahap Orientasi. Hak cuti
tersebut dapat dimanfaatkan paling cepat enam (6) bulan sesudah peneguhannya sebagai penatua.
c. Bagi seorang pendeta, hak cuti tahunan dimanfaatkan sejak ia diteguhkan ke dalam jabatan
pendeta. Hak cuti tersebut dapat dimanfaatkan paling cepat enam (6) bulan sesudah
peneguhannya sebagai pendeta.
d. Hak cuti tahunan dimanfaatkan sesuai dengan kesepakatan antara pendeta dan Majelis Jemaat.
e. Jika pada masa pelayanan tertentu seorang pendeta/calon pendeta tidak memanfaatkan hak cuti
tahunannya, baik seluruh maupun sebagian, hak cuti tahunannya itu tidak dapat dimanfaatkan
pada tahun pelayanan berikutnya.
f. Jika seorang pendeta/calon pendeta tidak memanfaatkan hak cuti tahunannya atau hanya
memanfaatkan sebagian, ia tetap mendapat tunjangan cuti tahunan secara penuh.
g. Hak cuti tahunan dari pendeta hilang pada saat yang bersangkutan mengambil cuti besarnya.

2. Cuti Besar
Cuti besar adalah cuti yang diperoleh seorang pendeta selama tiga (3) bulan setiap sepuluh (10) tahun
pelayanan, dengan ketentuan:
a. Tunjangan cuti besar adalah sebesar tiga (3) kali JKH Total.
b. Masa sepuluh (10) tahun pelayanan bagi seorang pendeta dihitung sejak ia diteguhkan sebagai
penatua pada Tahap Orientasi, meskipun ia menjalani mutasi.
c. Masa sepuluh (10) tahun pelayanan bagi seorang pendeta dari gereja lain yang seajaran dihitung
sejak ia diteguhkan sebagai pendeta GKI, meskipun ia menjalani mutasi.
d. Jika seorang pendeta tidak memanfaatkan hak cuti besarnya atau hanya memanfaatkan sebagian,
ia tetap mendapat tunjangan cuti besar secara penuh.

3. Cuti Melahirkan
Cuti melahirkan adalah cuti yang diperoleh seorang pendeta selama maksimum tiga (3) bulan
menjelang dan sesudah melahirkan, dengan ketentuan bahwa selama memanfaatkan hak cuti
melahirkannya, seorang pendeta tidak memperoleh tunjangan cuti melahirkan tetapi tetap menerima
JKHP secara penuh.

Pasal 153
PENGGANTIAN BIAYA YANG WAJIB DIBERIKAN

Pendeta/calon pendeta mendapat penggantian biaya untuk:
1. Pengobatan

a. Penggantian pengobatan diberikan kepada pendeta/calon pendeta beserta keluarganya.

127

b. Penggantian diberikan sesuai dengan bukti penerimaan uang dari dokter dan apotek berdasarkan
resep dokter.

c. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode menyediakan peralatan
kesehatan yang direkomendasikan oleh dokter.

d. Penggantian kacamata diberikan kepada pendeta/calon pendeta beserta dengan keluarganya per
orang sebagai berikut:
1) Untuk frame, sekali dalam dua tahun dengan nilai maksimum 100% dari JKH Pokok.
2) Untuk lensa monofokus, sekali dalam satu tahun dengan nilai maksimum 125% dari JKH
Pokok, dan untuk lensa bifokus, sekali dalam setahun dengan nilai maksimum 150% dari JKH
Pokok.

e. Kelas rawat inap ditetapkan oleh Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode.

f. Biaya berobat ke dokter dan/atau rumah sakit untuk rawat inap, termasuk biaya perjalanan yang
diperlukan, baik di dalam kota maupun di luar kota (dalam negeri) ditanggung oleh lembaga.

g. Biaya persalinan termasuk dalam biaya pengobatan.
h. Pengobatan yang bersifat estetika tidak mendapatkan penggantian.
2. Perumahan
a. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode wajib menyediakan

rumah/pastori beserta perabotannya yang layak dan sehat berikut biaya pemeliharaannya, untuk
dihuni bersama suami/istri dan anak-anaknya dan/atau keluarganya yang lain, yang lokasinya
ditetapkan oleh Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
b. Jika pendeta/calon pendeta yang bersangkutan menempati rumah milik sendiri, Majelis
Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode wajib memberikan tunjangan
perumahan yang besarnya sesuai dengan nilai kontrak rumah berikut biaya pemeliharaannya di
daerah/kota tersebut, sesuai dengan kemampuan Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode
Wilayah/Majelis Sinode tersebut.
c. Jika pendeta tersebut memasuki masa emeritat, meninggal dunia atau jabatan gerejawinya
ditanggalkan, rumah/pastori milik Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis
Sinode karena sifat kedinasannya harus dikembalikan kepada Majelis Jemaat/Majelis
Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
3. Transpor
a. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode menyediakan kendaraan
dinas roda dua (sepeda motor) atau roda empat (mobil), atau fasilitas transportasi yang lain.
b. Penggantian biaya transpor adalah meliputi BBM, pemeliharaan/reparasi, perpanjangan STNK,
asuransi, dan biaya tol.
c. Penggantian biaya perjalanan pelayanan dengan menggunakan transpotasi umum yang jenisnya
ditentukan oleh Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode diberikan
sesuai dengan pengeluaran sebenarnya.
d. Penggantian dilakukan berdasarkan bukti penerimaan uang.
e. Jika Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode belum dapat
menyediakan kendaraan:
1) Disediakan biaya transpor yang jumlahnya ditetapkan dan disesuaikan dengan kemampuan

Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode
2) Penggantian biaya transpor juga diberikan pada kendaraan milik pribadi yang digunakan

untuk kegiatan pelayanan yang jumlahnya ditetapkan dan disesuaikan dengan kemampuan
Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode.
4. Listrik, Air dan Telepon
a. Biaya-biaya pemakaian listrik PLN, air PDAM, dan telepon untuk pastori, diganti berdasarkan
bukti penerimaan uang.

128

b. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode dapat menentukan jumlah
maksimum penggantian biaya pemakaian listrik, air, telepon rumah, dan pulsa untuk satu (1)
telepon genggam.

5. Lektur
Pendeta/calon pendeta dapat membeli buku/majalah/koran untuk menunjang pelayanannya dan untuk
itu diberikan penggantian berdasarkan bukti penerimaan uang sejumlah maksimum 200% dari JKH
Pokok per tahun.

6. Pakaian Liturgis
a. Untuk pengadaan pakaian jabatan diberikan penggantian maksimum sebesar 125% dari JKH
Pokok per tahun.
b. Penggantian ini dapat dikumpulkan dan diambil sekali dalam dua (2) atau 3 (tiga) tahun.
c. Penggantian diberikan berdasarkan bukti penerimaan uang.

7. Pemakaman/Kremasi
Biaya pemakaman/kremasi bagi pendeta/calon pendeta dan keluarganya yang meninggal dunia
ditanggung oleh Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode sebesar biaya
untuk pemakaman/kremasi di kota tempat pelayanannya.

8. Pensiun dan Kesejahteraan
a. Sebagai peserta Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI, pendeta/calon pendeta
menanggung pembayaran iuran pensiun dan iuran kesejahteraan sesuai dengan peraturan yang
berlaku pada Dana Pensiun GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.
b. Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode Wilayah/Majelis Sinode menanggung pembayaran
iuran pensiun dan iuran kesejahteraan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada Dana Pensiun
GKI dan Badan Kesejahteraan GKI.

Pasal 154
TUNJANGAN PENDETA KONSULEN

1. Pendeta yang menjadi pendeta konsulen berhak memperoleh tunjangan pendeta konsulen yang
diberikan oleh Majelis Jemaat yang menerima pelayanan.

2. Tunjangan pendeta konsulen ditetapkan oleh Majelis Jemaat yang menerima pelayanan yang
jumlahnya minimal 50% dari JKH Pokok.

Pasal 155
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP UNTUK PENDETA TUGAS KHUSUS

1. Pendeta tugas khusus memperoleh JKH Total dan penggantian biaya yang wajib diberikan.
2. Masa kerja pendeta tugas khusus tetap diperhitungkan sebagaimana pelayanan di Jemaat.
3. Bagi pendeta tugas khusus yang melayani lembaga di luar GKI, JKH Total dan penggantian biaya

yang wajib diberikan, dibayar oleh lembaga yang dilayaninya sesuai dengan peraturan yang berlaku
pada lembaga tersebut. Dalam hal terdapat selisih perhitungan (yang lebih rendah) dengan JKH yang
berlaku di GKI, kekurangan tersebut dibayar oleh Majelis Jemaat/Majelis Klasis/Majelis Sinode
Wilayah/Majelis Sinode yang memanggil pendeta tugas khusus tersebut.

Pasal 156
TUNJANGAN JABATAN

1. Pendeta yang menduduki jabatan penuh waktu pada Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode menerima tunjangan jabatan yang
besarnya minimal 50% X JKH Pokok dan ditetapkan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait
atau Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode.

129

2. Tunjangan jabatan ini dibayar oleh Badan Pekerja Majelis Klasis yang terkait atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Badan Pekerja Majelis Sinode, dengan memerhatikan
lingkup tugas dan tanggung jawab pelayanannya.

Pasal 157
PENINJAUAN PERHITUNGAN

1. Setiap bulan Januari Badan Pekerja Majelis Sinode menetapkan besarnya JKH Pokok dengan
mempertimbangkan besarnya inflasi nasional dari tahun sebelumnya berdasarkan penetapan dari
Badan Pusat Statistik.

2. Peninjauan perhitungan JKH pendeta/calon pendeta dilakukan pada awal tahun, sekali dalam setahun
dan diberlakukan mulai tanggal 1 April tahun yang sama.

3. Pada saat terjadi perubahan susunan keluarga (misalnya karena pernikahan dan kelahiran anak)
dilakukan penyesuaian perhitungan JKH Total oleh Majelis Jemaat yang terkait atau Majelis Klasis
yang terkait atau Majelis Sinode Wilayah yang terkait atau Majelis Sinode, dan diberlakukan mulai
pada bulan berikutnya.

Pasal 158
PERPENSIUNAN

1. Setiap pendeta/calon pendeta wajib diikutsertakan sebagai peserta pada Dana Pensiun GKI dan Badan
Kesejahteraan GKI.

2. Pendeta yang berumur lima puluh lima (55) tahun berhak menerima Manfaat Pensiun dari Dana
Pensiun GKI dan tunjangan kesejahteraan dari Badan Kesejahteraan GKI.

BAB XXXVI
TANGGUNG JAWAB JEMAAT, KLASIS, SINODE WILAYAH, DAN

SINODE TERHADAP PENDETA EMERITUS

Pasal 159
PENDAHULUAN

Seorang pendeta, yang masa jabatannya berlaku seumur hidup, menyerahkan hidup sepenuhnya kepada
Tuhan untuk melaksanakan tugas pelayanannya sampai yang bersangkutan diemeritasikan. Karena itu,
sesudah seorang pendeta berstatus emeritus, meskipun ia tidak lagi melaksanakan pelayanan
kepemimpinan dalam Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah, dan Majelis Sinode,
lembaga-lembaga tersebut mempunyai kewajiban untuk menyatakan tanggung jawabnya kepada pendeta
emeritus.

Pasal 160
PENJELASAN TENTANG ISTILAH

1. Pendeta emeritus : Pendeta yang sudah menerima status emeritus.
2. Keluarga : Keluarga dari pendeta emeritus yang meliputi suami/istri dan anak

kandung/anak angkat yang disahkan secara hukum. Hak anak dihentikan
pada saat anak tersebut berulang tahun ke-25, atau pada saat anak tersebut
mulai bekerja, atau pada saat anak tersebut menikah.

130

3. Lembaga : Majelis Jemaat atau Badan Pekerja Majelis Klasis atau Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah atau Badan Pekerja Majelis Sinode yang pernah
dilayani oleh pendeta emeritus.

Pasal 161

RUMAH

1. Ketentuan Umum
a. Rumah pendeta emeritus adalah:
1) Minimal sebesar 175 x JKH Pokok x indeks tunjangan kemahalan, atau
2) Minimal seharga rumah tipe 70 dan luas tanah 150 m2 yang lokasinya disepakati antara
lembaga dan pendeta yang bersangkutan,
sesuai dengan ketetapan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait.
b. Dana untuk pengadaan rumah pendeta emeritus dikelola dan/atau dikoordinasikan oleh Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
pada Sinode Wilayah tersebut. Paling cepat tiga (3) tahun sebelum pendeta diemeritasikan, Badan
Pekerja Majelis Sinode Wilayah yang terkait sudah mempersiapkan dana rumah pendeta emeritus
dan kerangka waktu penyerahannya.
c. Dana rumah pendeta emeritus secara formal diserahkan kepada pendeta yang bersangkutan pada
saat ia diemeritasikan oleh lembaga terakhir yang dilayaninya.

2. Ketentuan Khusus
a. Pendeta yang diemeritasikan karena sakit atau cacat menerima dana rumah pendeta emeritus
dengan penuh sesuai dengan Tata Laksana Pasal 161:1.a.
b. Pendeta yang diemeritasikan berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan menerima
dana rumah pendeta secara proporsional sesuai dengan masa pelayanannya.
c. Jika seorang pendeta meninggal di tengah-tengah masa pelayanannya, keluarganya menerima
dana rumah pendeta emeritus dengan penuh sesuai dengan Pasal 161:1.a.

Pasal 162

PENGOBATAN

1. Penggantian biaya pengobatan diberikan sesuai dengan bukti penerimaan uang dari dokter dan/atau
apotek berdasarkan resep dokter.

2. Lembaga menyediakan peralatan kesehatan yang direkomendasikan oleh dokter.
3. Penggantian kacamata diberikan kepada pendeta emeritus beserta dengan keluarganya per orang

sebagai berikut:
a. Untuk frame, sekali dalam dua tahun dengan nilai maksimum 100% dari JKH Pokok Pendeta dari

tahun berjalan.
b. Untuk lensa monofokus, sekali dalam satu tahun dengan nilai maksimum 125% dari JKH Pokok

Pendeta dari tahun berjalan, dan untuk lensa bifokus, sekali dalam satu tahun dengan nilai
maksimum 150% dari JKH Pokok Pendeta dari tahun berjalan.
4. Kelas untuk rawat inap di rumah sakit ditanggung berdasarkan ketetapan oleh lembaga.
5. Biaya berobat ke dokter dan/atau rumah sakit untuk rawat inap, termasuk biaya perjalanan yang
diperlukan, baik di dalam kota maupun di luar kota (dalam negeri) ditanggung oleh lembaga.
6. Pengobatan yang bersifat estetik tidak mendapatkan penggantian.
7. Pengaturan Pembiayaan
a. Pada dasarnya yang menangani biaya pengobatan adalah lembaga yang terakhir dilayani oleh
pendeta emeritus yang bersangkutan, sedangkan dana dapat dihimpun dari lembaga/lembaga-
lembaga yang pernah dilayani oleh pendeta emeritus. Jika lembaga yang terakhir dilayani oleh
pendeta emeritus tidak mampu memenuhinya, pemenuhan tanggung jawab tersebut dilaksanakan

131

sesuai dengan yang diatur dalam Tata Laksana Pasal 144:3. Pelaksanaannya diserahkan kepada
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah masing-masing.
b. Lembaga yang terakhir dilayani pendeta emeritus dapat memanfaatkan tunjangan kesejahteraan
dari Badan Kesejahteraan GKI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 163
LEKTUR
Pendeta emeritus dapat membeli buku/majalah/koran untuk menunjang pelayanannya dan untuk itu
diberikan penggantian berdasarkan bukti penerimaan uang sesuai dengan kebijaksanaan dari lembaga
terakhir yang dilayaninya.

Pasal 164
PAKAIAN LITURGIS

1. Pendeta emeritus mendapat penggantian pembelian pakaian liturgis maksimum sebesar 50% dari JKH
Pokok dari tahun berjalan per tahun.

2. Penggantian ini dapat dikumpulkan dan diambil sekali dalam dua (2) atau tiga (3) tahun.
3. Penggantian diberikan berdasarkan bukti penerimaan uang.

Pasal 165
BIAYA TRANSPOR

Pendeta emeritus mendapat penggantian biaya transpor untuk menghadiri Kebaktian Penahbisan Pendeta,
Kebaktian Peneguhan Pendeta, Kebaktian Emeritasi Pendeta, konven pendeta, dan pertemuan
pendamping pendeta jika ia mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari lembaga terakhir yang
dilayaninya.

Pasal 166
PEMAKAMAN/KREMASI

Biaya pemakaman/kremasi bagi pendeta emeritus dan keluarganya yang meninggal ditanggung oleh
lembaga/lembaga-lembaga.

I. KEPEMIMPINAN

Bab XXXVII
PIMPINAN

Pasal 167
JEMAAT

1. Jemaat dipimpin oleh Majelis Jemaat.
2. Majelis Jemaat terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara,

dan empat (4) orang anggota.
3. Masa jabatan organisasional Majelis Jemaat adalah satu (1) tahun.
4. Jika dibutuhkan, seorang anggota Majelis Jemaat dapat dipilih kembali untuk jabatan organisasional

yang sama paling banyak dua (2) kali masa jabatan organisasional berturut-turut. Masa jabatan
organisasional ini tidak berlaku bagi pendeta.

132

5. Struktur dan personalia Majelis Jemaat ditetapkan Majelis Jemaat dalam persidangannya.
6. Jika dibutuhkan, Majelis Jemaat dapat mengangkat Badan Pekerja Majelis Jemaat dengan ketentuan

sebagai berikut:
a. Badan Pekerja Majelis Jemaat adalah pimpinan harian Majelis Jemaat.
b. Badan Pekerja Majelis Jemaat bertanggungjawab kepada Majelis Jemaat.
c. Badan Pekerja Majelis Jemaat terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris,

seorang bendahara, dan empat (4) orang anggota yang semuanya adalah juga pimpinan harian
Majelis Jemaat.
d. Masa jabatan organisasional Badan Pekerja Majelis Jemaat adalah satu (1) tahun.
e. Jika dibutuhkan, seorang anggota Badan Pekerja Majelis Jemaat dapat dipilih kembali untuk
jabatan organisasional yang sama paling banyak dua (2) kali masa jabatan organisasional
berturut-turut. Masa jabatan organisasional tidak berlaku bagi pendeta.
7. Badan Pekerja Majelis Jemaat dilantik dalam Kebaktian Minggu dengan menggunakan liturgi yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
8. Majelis Jemaat menetapkan Tata Kerja Majelis Jemaat.
9. Struktur dan personalia Majelis Jemaat diwartakan selama dua (2) hari Minggu berturut-turut.

Pasal 168
KLASIS

1. Klasis dipimpin oleh Majelis Klasis.
2. Pimpinan harian Majelis Klasis adalah Badan Pekerja Majelis Klasis, yang diangkat dan

diberhentikan oleh serta bertanggungjawab kepada Majelis Klasis.
3. Badan Pekerja Majelis Klasis terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris,

seorang bendahara, dan empat (4) orang anggota.
4. Masa jabatan organisasional Badan Pekerja Majelis Klasis adalah 3 (tiga) tahun.
5. Seseorang dapat menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Klasis paling banyak dua (2) kali masa

jabatan organisasional berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk
waktu sekurang-kurangnya satu (1) masa jabatan organisasional. Ketentuan ini tidak berlaku bagi
pendeta tugas khusus klasis.
6. Pendeta tugas khusus klasis yang melayani penuh waktu di Badan Pekerja Majelis Klasis dapat
diangkat kembali jika dibutuhkan oleh Klasis dan setelah kinerja pelayanannya dievaluasi oleh
Majelis Klasis. Jika ia tidak diangkat kembali, ia menjalani mutasi.
7. Badan Pekerja Majelis Klasis mengambil keputusan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Klasis yang
diadakan paling sedikit sekali dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.
8. Badan Pekerja Majelis Klasis dilantik dalam Kebaktian Penutupan Persidangan Majelis Klasis yang
diselenggarakan oleh Jemaat Penghimpun dengan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
9. Majelis Klasis menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Klasis diwartakan dalam warta jemaat dari Jemaat-
jemaat dalam Klasis yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut.

Pasal 169
SINODE WILAYAH

1. Sinode Wilayah dipimpin oleh Majelis Sinode Wilayah.
2. Pimpinan harian Majelis Sinode Wilayah adalah Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, yang

diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggungjawab kepada Majelis Sinode Wilayah.
3. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang

sekretaris, seorang bendahara, dan enam (6) orang anggota.
4. Masa jabatan organisasional Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah adalah empat (4) tahun.

133

5. Seseorang dapat menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah paling banyak dua (2) kali
masa pelayanan berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk waktu
sekurang-kurangnya satu (1) masa jabatan organisasional. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pendeta
tugas khusus sinode wilayah.

6. Pendeta tugas khusus sinode wilayah yang melayani penuh waktu di Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah dapat diangkat kembali jika dibutuhkan oleh Sinode Wilayah dan setelah kinerja
pelayanannya dievaluasi oleh Majelis Sinode Wilayah. Jika ia tidak diangkat kembali, ia akan
menjalani mutasi.

7. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengambil keputusan dalam rapat Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah yang diadakan paling sedikit sekali dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.

8. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dilantik dalam Kebaktian Penutupan Persidangan Majelis
Sinode Wilayah yang diselenggarakan oleh Jemaat Penghimpun dengan menggunakan liturgi yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode.

9. Majelis Sinode Wilayah menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah diwartakan dalam warta jemaat dari

Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah yang terkait selama dua (2) hari Minggu berturut-turut.

Pasal 170
SINODE

1. Sinode dipimpin oleh Majelis Sinode.
2. Pimpinan Harian Majelis Sinode adalah Badan Pekerja Majelis Sinode, yang diangkat dan

diberhentikan oleh serta bertanggungjawab kepada Majelis Sinode.
3. Badan Pekerja Majelis Sinode terdiri dari sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang sekretaris,

seorang bendahara, dan delapan (8) orang anggota.
4. Masa jabatan organisasional Badan Pekerja Majelis Sinode adalah empat (4) tahun.
5. Seseorang dapat menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Sinode paling banyak dua (2) kali masa

jabatan organisasional berturut-turut. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diangkat kembali untuk
waktu sekurang-kurangnya satu (1) masa jabatan organisasional. Ketentuan ini tidak berlaku bagi
pendeta tugas khusus sinode.
6. Pendeta tugas khusus sinode yang melayani penuh waktu di Badan Pekerja Majelis Sinode dapat
diangkat kembali jika dibutuhkan oleh Sinode dan setelah kinerja pelayanannya dievaluasi oleh
Majelis Sinode. Jika ia tidak diangkat kembali, ia akan menjalani mutasi.
7. Badan Pekerja Majelis Sinode mengambil keputusan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Sinode yang
diadakan paling sedikit sekali dalam dua (2) bulan dan dipimpin oleh ketuanya.
8. Badan Pekerja Majelis Sinode dilantik dalam Kebaktian Penutupan Persidangan Majelis Sinode yang
diselenggarakan oleh Jemaat Penghimpun dengan menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
9. Majelis Sinode menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
10. Struktur dan personalia Badan Pekerja Majelis Sinode diwartakan dalam warta jemaat dari semua
Jemaat dalam Sinode selama dua (2) hari Minggu berturut-turut.

Bab XXXVIII
TUGAS

Pasal 171
MAJELIS JEMAAT

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan jemaat, Majelis Jemaat
bertugas:

134

1. Dalam kerangka pembangunan jemaat, fungsi kepemimpinan Majelis Jemaat diwujudkan dalam
aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.

2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Menyelenggarakan kebaktian-kebaktian.
b. Melaksanakan pemberitaan firman Allah.
c. Melayankan sakramen perjamuan kudus, sakramen baptisan kudus, dan pengakuan percaya/sidi.
d. Melaksanakan penggembalaan umum dan penggembalaan khusus.
e. Melaksanakan dan memfasilitasi Perlawatan Jemaat (rutin, insidental, dan khusus).
f. Melakukan percakapan gerejawi dalam rangka baptisan kudus, pengakuan percaya/sidi,
pernikahan gerejawi, perpindahan anggota, dan perpindahan anggota ke agama lain.
g. Mengarahkan, memotivasi, dan memfasilitasi Jemaat untuk berperanserta dalam kehidupan dan
karya Klasis, Sinode Wilayah, dan Sinode GKI.
h. Mewujudkan peran serta Jemaat dalam gerakan ekumenis.

3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
a. Mengarahkan, memotivasi, dan memfasilitasi Jemaat untuk melaksanakan tugas kesaksian dan
pelayanan.
b. Melaksanakan pendirian Pos Jemaat.

4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
a. Memberdayakan anggota-anggota dan kelompok-kelompok pelayanan dalam Jemaat bagi
kehidupan dan karya Jemaat.
b. Melaksanakan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani bagi para penatua dan pendeta.
c. Melaksanakan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani bagi para pemimpin gerejawi lainnya
dalam badan pelayanan-badan pelayanan jemaat.

5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
a. Menyelenggarakan katekisasi.
b. Memperhatikan, memelihara, menjaga, dan menjalankan ajaran GKI.

6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Melaksanakan proses kepenatuaan.
b. Melaksanakan pengembangan pelayanan penatua.
c. Melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan penatua.
d. Melaksanakan pengakhiran dan penanggalan jabatan penatua.
e. Melaksanakan rekrutmen calon mahasiswa teologi.
f. Melaksanakan proses kependetaan.
g. Melaksanakan pengembangan pendeta.
h. Memfasilitasi mutasi pendeta.
i. Menetapkan, mengutus, dan mengevaluasi pendeta tugas khusus jemaat.
j. Melaksanakan pengakhiran dan penanggalan jabatan pendeta.
k. Melaksanakan emeritasi pendeta.
l. Memberdayakan pendeta emeritus.
m. Mendampingi pendeta emeritus.

7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi perumusan dan menetapkan Visi dan Misi Jemaat dengan memakai Visi dan Misi
GKI sebagai arah bersama.

135

b. Memfasilitasi dan menetapkan program kerja dan anggaran Jemaat yang mengacu kepada Visi
dan Misi Jemaat.

c. Memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kerja dan anggaran Jemaat.
d. Menyusun dan menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya

Jemaat.
e. Memfasilitasi, melaksanakan, dan mengembangkan proses-proses komunikasi dalam Jemaat.
f. Memfasilitasi, melaksanakan, dan mengembangkan proses-proses pengambilan keputusan dalam

Jemaat.
g. Menangani dan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam Jemaat.
h. Mengangkat, mengarahkan, menerima pertanggungjawaban, dan memberhentikan badan

pelayanan jemaat.
i. Menyusun laporan tahunan mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik Jemaat.
j. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Jemaat dan Persidangan Majelis Jemaat Diperluas.
k. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Jemaat ke Persidangan Majelis Klasis.
l. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang dan memproses banding.
m. Menetapkan, mengangkat, dan melaksanakan evaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan

gerejawi Jemaat.
n. Menetapkan nama Jemaat dan tempat kedudukan Jemaat.
o. Menghadiri Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
p. Menyelenggarakan rapat koordinasi Majelis Jemaat dengan badan pelayanan-badan pelayanan

jemaat.
q. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan menunjuk perwakilan dalam

kepengurusan badan-badan dan yayasan-yayasan ekumenis di daerahnya.
r. Melaksanakan peningkatan status Pos Jemaat menjadi Bakal Jemaat.
s. Melaksanakan perubahan status Bakal Jemaat menjadi Pos Jemaat.
t. Melaksanakan pelembagaan Jemaat.
u. Melaksanakan perubahan status Jemaat menjadi Bakal Jemaat.
v. Menerima penggabungan jemaat dari gereja lain.
w. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pemeriksa Harta Milik Jemaat.
x. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI kepada Majelis Klasis.
y. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI yang

diajukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
z. Merumuskan dan menetapkan Tata Kerja Majelis Jemaat.
aa. Merumuskan dan menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Jemaat dan Persidangan Majelis

Jemaat Diperluas.
bb. Mengelola administrasi keanggotaan termasuk Buku Induk Keanggotaan.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi:
a. Mengelola harta milik GKI yang ada di Jemaat.
b. Menghimpun, menyimpan, dan memelihara arsip Jemaat.

Pasal 172
BADAN PEKERJA MAJELIS JEMAAT

Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka
pembangunan jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat bertugas sesuai dengan yang diatur oleh Majelis
Jemaat.

Pasal 173
MAJELIS KLASIS

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan klasis, Majelis Klasis bertugas:

136

1. Dalam kerangka pembangunan jemaat, fungsi kepemimpinan Majelis Klasis diwujudkan dalam
aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.

2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Mengarahkan dan memotivasi Jemaat-jemaat untuk berperanserta dalam kehidupan dan karya
Klasis.
b. Mewujudkan peran serta Klasis sebagai satu kesatuan dalam kehidupan dan karya Sinode
Wilayah.
c. Melaksanakan penggembalaan umum terhadap Jemaat-jemaat dan penggembalaan khusus
terhadap Majelis Jemaat.

3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang kesaksian dan pelayanan dalam Klasis.

4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang pembinaan dalam Klasis.

5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam proses penetapan dan pemeliharaan ajaran GKI.

6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Menetapkan kebijakan tentang kependetaan dalam Klasis.
b. Melaksanakan percakapan gerejawi untuk memasuki Tahap Pemanggilan.
c. Menetapkan pengutusan pendeta tugas khusus Klasis.

7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Menetapkan Visi dan Misi Klasis dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama..
b. Menetapkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan Klasis.
c. Menetapkan program kerja dan anggaran tahunan Klasis.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Klasis.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Klasis.
f. Menyikapi laporan tahunan dari Badan Pekerja Majelis Klasis mengenai kehidupan, kegiatan,
dan harta milik Klasis.
g. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Klasis.
h. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan Pemeriksa Harta
Milik Klasis.
i. Menetapkan Jemaat Penerima Persidangan Majelis Klasis.
j. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Klasis ke Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
k. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang dan banding.
l. Melantik Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis.
m. Menerima Jemaat baru dalam Klasis.
n. Mengambil keputusan tentang permohonan penggabungan jemaat dari gereja lain.
o. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Klasis.
p. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
q. Menetapkan tempat kedudukan Klasis.
r. Mengusulkan penataan Klasis kepada Majelis Sinode Wilayah.
s. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI kepada Majelis Sinode
Wilayah.
t. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI yang
diajukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.

137

8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi :
Menetapkan kebijakan pengelolaan harta milik GKI yang ada di Klasis.

Pasal 174
BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan klasis, Badan Pekerja Majelis
Klasis bertugas:
1. Dalam kerangka pembangunan jemaat, fungsi kepemimpinan Badan Pekerja Majelis Klasis

diwujudkan dalam aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Melawat Majelis Jemaat dalam Klasisnya melalui perlawatan umum, perlawatan umum

insidental, dan perlawatan khusus.
b. Mendampingi Majelis Jemaat menangani dan menyelesaikan masalah yang tidak dapat

diselesaikan sendiri.
c. Menyelesaikan masalah-masalah yang penting dan mendesak dalam Klasisnya.
d. Melaksanakan penggembalaan umum dan penggembalaan khusus terhadap Majelis Jemaat.
e. Menyusun bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat.
f. Mewujudkan peran serta Klasis dalam gerakan ekumenis.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Melaksanakan tugas kesaksian dan pelayanan di dalam dan oleh Klasis.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Melaksanakan pembinaan dalam Klasis.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam proses penetapan dan pemeliharaan ajaran GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Melaksanakan pembekalan calon penatua dan pengembangan penatua.
b. Melaksanakan proses kependetaan.
c. Menetapkan pendeta konsulen.
d. Melaksanakan pengutusan dan mengevaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus klasis.
e. Memfasilitasi mutasi pendeta.
f. Memberdayakan pendeta emeritus.
g. Mendampingi pendeta emeritus.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi penyusunan dan menetapkan konsep garis-garis besar dan strategi umum

pembangunan Klasis yang mencakup:
1) Pemberdayaan Jemaat-jemaat dalam Klasis, termasuk anggota-anggota dan kelompok-

kelompok pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Klasis, bagi
kehidupan dan karya Klasis.
2) Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani dari penatua dan pendeta dalam
Klasis, serta pemimpin-pemimpin gerejawi lainnya dalam badan pelayanan-badan pelayanan
Jemaat dan badan pelayanan-badan pelayanan Klasis.
3) Visi dan Misi Klasis dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.

138

4) Program kerja dan anggaran Klasis yang mengacu kepada Visi dan Misi Klasis, dengan
mempertimbangkan keputusan-keputusan yang relevan dari Majelis Sinode Wilayah yang
terkait dan dari Majelis Sinode.

5) Struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Klasis.
6) Proses-proses komunikasi dan proses-proses pengambilan keputusan dalam Klasis.
b. Melaksanakan pembangunan Klasis secara proporsional berdasarkan garis-garis besar dan strategi
pembangunan Klasis yang telah ditetapkan oleh Majelis Klasis.
c. Mengangkat, mengarahkan, dan menerima pertanggungjawaban, dan memberhentikan badan
pelayanan klasis.
d. Melaksanakan dan memimpin Persidangan Majelis Klasis.
e. Menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Klasis.
f. Memproses peninjauan ulang dan banding.
g. Menyusun dan menyampaikan usulan nominasi Badan Pekerja Majelis Klasis dan Badan
Pemeriksa Harta Milik Klasis kepada Majelis Klasis.
h. Melaksanakan pengangkatan dan mengevaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan gerejawi
Klasis.
i. Menyelenggarakan rapat koordinasi Badan Pekerja Majelis Klasis dengan badan pelayanan-badan
pelayanannya.
j. Menghadiri Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
k. Menyusun dan mengirimkan laporan tahunan mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik
Klasis.
l. Mengusulkan Tata Tertib Persidangan Majelis Klasis.
m. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan menunjuk perwakilan dalam
kepengurusan badan-badan dan yayasan-yayasan ekumenis di daerahnya.
n. Menyampaikan usul perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI kepada Majelis Klasis.

Pasal 175
MAJELIS SINODE WILAYAH

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan sinode wilayah, Majelis
Sinode Wilayah bertugas:
1. Dalam kerangka pembangunan sinode wilayah, fungsi kepemimpinan Majelis Sinode Wilayah

diwujudkan dalam aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Pengajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Mengarahkan dan memotivasi Klasis-klasis untuk berperanserta dalam kehidupan dan karya

Sinode Wilayah.
b. Mewujudkan peran serta Sinode Wilayah sebagai satu kesatuan dalam kehidupan dan karya

Sinode.
c. Melaksanakan penggembalaan umum terhadap Jemaat-jemaat.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang kesaksian dan pelayanan dalam Sinode Wilayah.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang pembinaan dalam Sinode Wilayah.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:

139

Mengambil bagian dalam proses penetapan dan pemeliharaan ajaran GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:

Menetapkan pengutusan pendeta tugas khusus Sinode Wilayah.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:

a. Menetapkan Visi dan Misi Sinode Wilayah.
b. Menetapkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan Sinode Wilayah.
c. Menetapkan program kerja dan anggaran tahunan Sinode Wilayah.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Sinode

Wilayah.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
f. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
g. Menetapkan Majelis Klasis Penerima Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
h. Menyikapi laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mengenai

kehidupan, kegiatan, dan harta milik Sinode Wilayah.
i. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang dan banding.
j. Menerima Jemaat baru dalam Sinode Wilayah.
k. Menetapkan penataan Klasis.
l. Mengambil keputusan tentang permohonan penggabungan jemaat dari gereja lain.
m. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pemeriksa

Harta Milik Sinode Wilayah.
n. Menetapkan dan mengutus utusan Majelis Sinode Wilayah ke Persidangan Majelis Sinode.
o. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
p. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Sinode Wilayah dan melaksanakan

evaluasi kinerja pelayanannya.
q. Mengusulkan penataan Sinode Wilayah kepada Majelis Sinode.
r. Menetapkan tempat kedudukan SinodeWilayah.
s. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
t. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI yang

diajukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
u. Melantik Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode

Wilayah.
v. Menerima Jemaat baru dalam Sinode Wilayah.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi :
Menetapkan kebijakan pengelolaan harta milik GKI yang ada di Sinode Wilayah.

Pasal 176
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan sinode wilayah, Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah bertugas:
1. Dalam kerangka pembangunan sinode wilayah, fungsi kepemimpinan Badan Pekerja Majelis Sinode

Wilayah diwujudkan dalam aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:

140

a. Melawat Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayahnya melalui perlawatan umum, perlawatan umum
insidental, dan perlawatan khusus.

b. Mendampingi Majelis Jemaat menangani dan menyelesaikan masalah yang tidak dapat
diselesaikan sendiri.

c. Menyelesaikan masalah-masalah yang penting dan mendesak dalam Sinode Wilayahnya
d. Melaksanakan penggembalaan umum dan khusus.
e. Melaksanakan Perlawatan Klasis.
f. Menyusun bahan Perlawatan Klasis.
g. Mewujudkan peran serta Sinode Wilayah dalam gerakan ekumenis.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Melaksanakan tugas kesaksian dan pelayanan di dalam dan oleh Sinode Wilayah.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Melaksanakan pembinaan dalam Sinode Wilayah.
5. Tugas-tugas dalam aspek Pengajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam proses penetapan dan pemeliharaan ajaran GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Melaksanakan proses kependetaan.
b. Melaksanakan pengutusan dan mengevaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus Sinode

Wilayah.
c. Memfasilitasi mutasi pendeta.
d. Memberdayakan pendeta emeritus.
e. Mendampingi pendeta emeritus.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi penyusunan dan menetapkan konsep garis-garis besar dan strategi umum

pembangunan sinode wilayah yang mencakup:
1) Pemberdayaan Jemaat-jemaat dalam Sinode Wilayah, termasuk anggota-anggota dan

kelompok-kelompok pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam
Sinode Wilayah, bagi kehidupan dan karya Sinode Wilayah.
2) Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani dari penatua dan pendeta dalam
Sinode Wilayah, serta pemimpin-pemimpin gerejawi lainnya dalam badan pelayanan-badan
pelayanan Jemaat dan badan pelayanan-badan pelayanan Sinode Wilayah.
3) Visi dan Misi Sinode Wilayah dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.
4) Program kerja dan anggaran Sinode Wilayah yang mengacu kepada Visi dan Misi Sinode
Wilayah, dengan mempertimbangkan keputusan-keputusan yang relevan dari Majelis Sinode
Wilayah yang terkait dan dari Majelis Sinode.
5) Struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Sinode Wilayah.
6) Proses-proses komunikasi dan proses-proses pengambilan keputusan dalam Sinode Wilayah.
b. Melaksanakan pembangunan Sinode Wilayah secara proporsional berdasarkan garis-garis besar
dan strategi pembangunan Sinode Wilayah yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode Wilayah.
c. Menyetujui penanggalan jabatan pendeta.
d. Mengangkat, mengarahkan, dan menerima pertanggungjawaban, dan memberhentikan badan
pelayanan Sinode Wilayah.
e. Melaksanakan dan memimpin Persidangan Majelis Sinode Wilayah.
f. Menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
g. Memproses peninjauan ulang dan banding.
h. Menyusun dan menyampaikan usulan nominasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan
Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
i. Melaksanakan pengangkatan dan mengevaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan gerejawi
Sinode Wilayah.
j. Mengusulkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode Wilayah.

141

k. Menyelenggarakan rapat koordinasi Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dengan badan
pelayanan-badan pelayanan sinode wilayah.

l. Menyusun dan menyampaikan laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik Sinode Wilayah.

m. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan menunjuk perwakilan dalam
kepengurusan badan-badan dan yayasan-yayasan ekumenis di daerahnya.

n. Menyampaikan usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
o. Memberikan tanggapan terhadap usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI yang

diajukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode.
p. Menghadiri Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 177
MAJELIS SINODE

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan sinode, Majelis Sinode
bertugas:
1. Dalam kerangka pembangunan Sinode, fungsi kepemimpinan Majelis Sinode diwujudkan dalam

aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Ajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi :
a. Mengarahkan dan memotivasi Sinode Wilayah-Sinode Wilayah untuk berperanserta dalam

kehidupan dan karya Sinode.
b. Melaksanakan penggembalaan umum terhadap Jemaat-jemaat.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang kesaksian dan pelayanan dalam Sinode.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Menetapkan kebijakan dalam bidang pembinaan dalam Sinode.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam pemeliharaan ajaran GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
Menetapkan pengutusan pendeta tugas khusus Sinode.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Menetapkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan Sinode termasuk program kerja

dan anggaran Sinode.
b. Menetapkan penataan umum sinodal yang meliputi:

1) Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
2) Konfesi dan Ajaran GKI.
3) Buku Katekisasi GKI.
4) Liturgi GKI.
5) Nyanyian Kebaktian GKI.
c. Menetapkan kebijakan umum sinodal yang meliputi:
1) Visi dan Misi GKI.
2) Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
d. Menetapkan struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Sinode.
e. Menyelenggarakan Persidangan Majelis Sinode.

142

f. Membahas dan mengambil keputusan tentang peninjauan ulang dan banding.
g. Menerima Jemaat baru dalam Sinode.
h. Mengesahkan penanggalan jabatan pendeta.
i. Menetapkan penataan Sinode Wilayah.
j. Mengangkat dan memberhentikan Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan Pemeriksa Harta

Milik Sinode.
k. Menetapkan Tata Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
l. Menetapkan Majelis Sinode Wilayah penerima Persidangan Majelis Sinode.
m. Menetapkan stola dan kalung salib pendeta.
n. Menetapkan dan mengangkat tenaga pelayanan gerejawi Sinode.
o. Menetapkan tempat kedudukan Sinode.
p. Menetapkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode.
q. Menyikapi laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis Sinode mengenai kehidupan,

kegiatan, dan harta milik Sinode.
r. Melaksanakan dan mengevaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan gerejawi Sinode.
s. Mengambil keputusan terhadap usulan perubahan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
t. Melantik Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi :
Menetapkan kebijakan pengelola harta milik GKI yang ada di Sinode.

Pasal 178
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE

Untuk melaksanakan fungsi kepemimpinan dalam kerangka pembangunan sinode, Badan Pekerja Majelis
Sinode bertugas:
1. Dalam kerangka pembangunan sinode, fungsi kepemimpinan Badan Pekerja Majelis Sinode

diwujudkan dalam aspek-aspek:
a. Persekutuan dan Keesaan.
b. Kesaksian dan Pelayanan.
c. Pembinaan.
d. Pengajaran.
e. Jabatan Gerejawi.
f. Organisasi dan Kepemimpinan.
g. Sarana dan Prasarana.
2. Tugas-tugas dalam aspek Persekutuan dan Keesaan meliputi:
a. Melaksanakan Perlawatan Sinode Wilayah.
b. Mendampingi Majelis Jemaat menangani dan menyelesaikan masalah yang tidak dapat

diselesaikan sendiri.
c. Melaksanakan penggembalaan umum dan penggembalaan khusus terhadap Majelis Jemaat.
d. Menyusun bahan Perlawatan Umum Rutin Jemaat dan bahan Perlawatan Sinode Wilayah.
e. Melawat Majelis Jemaat melalui perlawatan umum, perlawatan umum insidental, dan perlawatan

khusus.
f. Mewujudkan peran serta Sinode dalam gerakan ekumenis.
3. Tugas-tugas dalam aspek Kesaksian dan Pelayanan meliputi:
Melaksanakan tugas kesaksian dan pelayanan di dalam dan oleh Sinode.
4. Tugas-tugas dalam aspek Pembinaan meliputi:
Melaksanakan pembinaan dalam Sinode.
5. Tugas-tugas dalam aspek Ajaran meliputi:
Mengambil bagian dalam pemeliharaan ajaran GKI.
6. Tugas-tugas dalam aspek Jabatan Gerejawi meliputi:
a. Melaksanakan pengutusan dan mengevaluasi kinerja pelayanan pendeta tugas khusus Sinode.

143

b. Melaksanakan pengangkatan dan mengevaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan gerejawi
Sinode.

c. Memfasilitasi mutasi pendeta.
d. Melaksanakan emeritasi pendeta.
e. Memberdayakan pendeta emeritus.
f. Mendampingi pendeta emeritus.
7. Tugas-tugas dalam aspek Organisasi dan Kepemimpinan meliputi:
a. Memfasilitasi penyusunan dan menetapkan konsep garis-garis besar dan strategi umum

pembangunan Sinode yang mencakup:
1) Pemberdayaan Jemaat-jemaat dalam Sinode, termasuk anggota-anggota dan kelompok-

kelompok pelayanan di dalamnya, serta kelompok-kelompok pelayanan dalam Sinode, bagi
kehidupan dan karya Sinode.
2) Perwujudan dan pembinaan kepemimpinan-yang-melayani dari penatua dan pendeta dalam
Sinode, serta pemimpin-pemimpin gerejawi lainnya dalam badan-badan pelayanan Jemaat
dan badan pelayanan-badan pelayanan Sinode.
3) Visi dan Misi Sinode dengan memakai Visi dan Misi GKI sebagai arah bersama.
4) Program kerja dan anggaran Sinode yang mengacu kepada Visi dan Misi Sinode, serta
memperhatikan perangkat kebijakan umum sinodal lainnya.
5) Struktur pelayanan dan struktur organisasi bagi kehidupan dan karya Sinode.
6) Proses-proses komunikasi dan proses-proses pengambilan keputusan dalam Sinode.
b. Melaksanakan pembangunan Sinode secara proporsional berdasarkan garis-garis besar dan
strategi pembangunan Sinode yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode.
c. Mempersiapkan konsep penataan umum sinodal dan/atau konsep usul perubahan penataan umum
sinodal yang menyangkut satu atau lebih bagian di bawah ini:
1) Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
2) Konfesi dan Ajaran GKI.
3) Buku Katekisasi GKI.
4) Liturgi GKI.
5) Nyanyian GKI.
6) Peranti Gerejawi.
d. Menetapkan konsep kebijakan umum sinodal dan/atau konsep perubahan kebijakan umum
sinodal yang menyangkut satu atau lebih bagian di bawah ini:
1) Visi dan Misi GKI.
2) Kebijakan dan Strategi Pengembangan GKI.
e. Melaksanakan penanggalan jabatan pendeta.
f. Mengangkat, mengarahkan, dan menerima pertanggungjawaban badan pelayanan Sinode.
g. Memberhentikan badan pelayanan Sinode.
h. Menyeleksi calon mahasiswa teologi.
i. Membina mahasiswa teologi.
j. Menyelenggarakan pembimbingan bagi calon pendeta.
k. Menerbitkan piagam dan surat keputusan:
1) Pelembagaan Jemaat.
2) Penahbisan/peneguhan Pendeta.
3) Emeritasi Pendeta.
l. Menerbitkan surat keputusan:
1) Perubahan status Jemaat.
2) Penanggalan jabatan Pendeta.
3) Penerimaan gereja yang menggabungkan diri.
m. Mempersiapkan emeritasi pendeta.
n. Mendampingi pendeta emeritus.
o. Menetapkan pendeta yang melayani penahbisan, peneguhan, dan emeritasi pendeta.

144

p. Melaksanakan dan memimpin Persidangan Majelis Sinode.
q. Menyelenggarakan Rapat Kerja Badan Pekerja Majelis Sinode.
r. Memproses peninjauan ulang dan banding.
s. Menyusun dan menyampaikan usulan nominasi Badan Pekerja Majelis Sinode dan Badan

Pemeriksa Harta Milik Sinode.
t. Melaksanakan pengangkatan dan evaluasi kinerja pelayanan tenaga pelayanan gerejawi Sinode.
u. Menyelenggarakan rapat koordinasi Badan Pekerja Majelis Sinode dengan badan

pelayanan-badan pelayanan sinode.
v. Menyusun dan menyampaikan laporan empat tahunan dari Badan Pekerja Majelis Sinode

mengenai kehidupan, kegiatan, dan harta milik Sinode.
w. Melaksanakan perwakilan di dalam dan di luar pengadilan, dan menunjuk perwakilan dalam

kepengurusan badan-badan dan yayasan-yayasan ekumenis di daerahnya.
x. Mengeluarkan stola dan kalung salib.
y. Mengusulkan Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode.
z. Menjaga pelaksanaan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, dan memberikan tafsiran yang sah atas

ayat/bagian dari Tata Gereja dan Tata Laksana GKI yang kurang lengkap atau kurang jelas.
8. Tugas-tugas dalam aspek Sarana dan Prasarana meliputi :

a. Mengelola harta milik GKI yang ada di Sinode.
b. Menyelenggarakan administrasi kepemilikan harta milik GKI yang berwujud barang tidak

bergerak.
c. Menerbitkan surat kuasa untuk pengalihan hak atas barang tidak bergerak.
d. Menghimpun, menyimpan, dan memelihara arsip Sinode.

Bab XXXIX
PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 179
MAJELIS JEMAAT

1. Setiap tahun Majelis Jemaat menyusun laporan tahunan, termasuk evaluasi mengenai kehidupan
jemaat, kehidupan bersama dalam Klasis, dan kehidupan bersama dalam Sinode Wilayah dan Sinode,
yang mencerminkan kinerja Jemaat. Laporan tersebut harus sudah selesai selambat-lambatnya tiga (3)
bulan setelah tahun pelayanan berakhir.

2. Laporan tersebut menjadi materi utama dalam Persidangan Majelis Jemaat Diperluas.
3. Laporan tersebut harus juga disampaikan kepada Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja

Majelis Sinode Wilayah dan Badan Pekerja Majelis Sinode untuk dipergunakan seperlunya.

Pasal 180
BADAN PEKERJA MAJELIS JEMAAT

Jika terdapat Badan Pekerja Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Jemaat mempertanggungjawabkan
pelayanannya kepada Majelis Jemaat dalam setiap Persidangan Majelis Jemaat.

Pasal 181
BADAN PEKERJA MAJELIS KLASIS

1. Selambat-lambatnya satu (1) bulan menjelang Persidangan Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis
Klasis telah selesai menyusun laporan mengenai kehidupan Klasis, kehidupan bersama dalam Sinode
Wilayah, dan kehidupan bersama dalam Sinode, yang mencerminkan kinerja Klasis, yang meliputi:

145

a. Laporan dan evaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran Badan Pekerja Majelis Klasis
beserta evaluasi dari periode yang telah dilewati.

b. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau ditangani oleh Badan Pekerja
Majelis Klasis.

c. Perkembangan Jemaat-jemaat dalam Klasis yang terkait.
d. Laporan pengelolaan harta milik Klasis
e. Rencana program kerja dan anggaran Badan Pekerja Majelis Klasis untuk periode yang akan

datang.
2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Jemaat dalam Klasis dan Badan Pekerja Majelis

Sinode Wilayah untuk menjadi materi Persidangan Majelis Klasis.
3. Laporan tersebut harus juga disampaikan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode.

Pasal 182
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE WILAYAH

1. Selambat-lambatnya satu (1) bulan menjelang Persidangan Majelis Klasis pertama yang mendahului
Persidangan Majelis Sinode Wilayah, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah telah selesai menyusun
laporan kehidupan yaitu kegiatan dan perkembangan Sinode Wilayah, yang mencerminkan kinerja
Sinode Wilayah, yang meliputi:
a. Laporan dan evaluasi pelaksanaan program kerja serta anggaran Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah.
b. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau ditangani oleh Badan Pekerja
Majelis Sinode Wilayah.
c. Perkembangan Klasis-klasis dalam Sinode Wilayah yang terkait
d. Laporan pengelolaan harta milik Sinode Wilayah.
e. Rencana program kerja dan anggaran Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah untuk periode yang
akan datang.

2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Jemaat dan Badan Pekerja Majelis Klasis dalam
Sinode Wilayahnya, serta kepada Badan Pekerja Majelis Sinode untuk menjadi materi Persidangan
Majelis Sinode Wilayah.

Pasal 183
BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE

1. Selambat-lambatnya satu (1) bulan menjelang Persidangan Majelis Klasis pertama yang mendahului
Persidangan Majelis Sinode, Badan Pekerja Majelis Sinode telah selesai menyusun laporan kehidupan
yaitu kegiatan dan perkembangan Sinode, yang mencerminkan kinerja Badan Pekerja Majelis Sinode,
yang meliputi:
a. Laporan dan evaluasi pelaksanaan program kerja serta anggaran Badan Pekerja Majelis Sinode.
b. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau ditangani Badan Pekerja Majelis
Sinode.
c. Perkembangan Sinode Wilayah-sinode wilayah.
d. Laporan pengelolaan harta milik Sinode.
e. Rencana program kerja dan anggaran Badan Pekerja Majelis Sinode untuk periode yang akan
datang.

2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Jemaat, Badan Pekerja Majelis Klasis, dan
Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah untuk menjadi materi Persidangan Majelis Sinode.

Bab XL
PERSIDANGAN

146

Pasal 184
MAJELIS JEMAAT

1. Persidangan Majelis Jemaat
a. Persidangan Majelis Jemaat dihadiri oleh:
1) Peserta
a) Setiap anggota Majelis Jemaat.
b) Utusan Badan Pekerja Majelis Klasis, Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan Badan
Pekerja Majelis Sinode sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Tata Gereja dan Tata
Laksana ini.
c) Undangan yang berfungsi sebagai narasumber.
2) Peninjau, yaitu anggota baptisan atau anggota sidi dalam Jemaat yang bersangkutan, yang
mendaftarkan diri.
b. Pelaksanaan
1) Persidangan Majelis Jemaat diadakan sekurang-kurangnya dua (2) bulan sekali.
2) Rencana dan materi pokok persidangan diwartakan kepada anggota sekurang-kurangnya dua
(2) hari Minggu berturut-turut sebelum persidangan dilangsungkan untuk memberikan
kesempatan kepada anggota ikut mendoakan dan mengajukan usul-usul.
3) Majelis Jemaat mempersiapkan bahan persidangan secara tertulis dan mengirimkannya
kepada anggota Majelis Jemaat sebelum persidangan dilangsungkan.
4) Persidangan dipimpin oleh ketua Majelis Jemaat atau wakil ketua Majelis Jemaat, atau dalam
situasi tertentu oleh anggota Majelis Jemaat.
5) Semua peserta mempunyai hak bicara, sedangkan yang mempunyai hak suara hanya setiap
anggota Majelis Jemaat dan setiap pelawat.
6) Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah
untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil dengan pemungutan suara.
7) Majelis Jemaat membuat notulen persidangan dan mengesahkannya dalam persidangan itu
atau pada persidangan pertama setelah persidangan itu.
8) Ketentuan lain yang lebih rinci tentang Persidangan Majelis Jemaat diatur oleh Majelis
Jemaat dalam Tata Tertib Persidangan Majelis Jemaat yang isinya tidak bertentangan dengan
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
c. Persidangan Majelis Jemaat sah:
1) Jika kuorum tercapai, yaitu setengah tambah satu dari jumlah anggota Majelis Jemaat. Jika
kuorum tidak tercapai, Persidangan Majelis Jemaat harus ditunda minimal satu (1) hari
maksimum satu (1) minggu dan anggota Majelis Jemaat diundang untuk kedua kalinya. Jika
kuorum tetap tidak tercapai Persidangan Majelis Jemaat dinyatakan sah.
2) Undangan dan materi telah disampaikan kepada seluruh anggota Majelis Jemaat satu (1)
minggu sebelum Persidangan Majelis Jemaat, kecuali untuk Persidangan Majelis Jemaat
tundaan.

2. Persidangan Majelis Jemaat Diperluas
a. Persidangan Majelis Jemaat Diperluas merupakan sarana Majelis Jemaat dan badan pelayanan
jemaat untuk menyampaikan hasil kerja mereka dan mendapatkan masukan dari anggota bagi
peningkatan pelayanan Jemaat.
b. Persidangan Majelis Jemaat Diperluas mengusulkan anggota Badan Pemeriksa Harta Milik
Jemaat untuk diangkat oleh Majelis Jemaat.
c. Peserta:
1) Setiap anggota Majelis Jemaat dan anggota badan pelayanan jemaat.
2) Anggota sidi dan baptisan.
3) Anggota Badan Pemeriksa Harta Milik Jemaat.
d. Pelaksanaan

147

1) Persidangan Majelis Jemaat Diperluas diadakan sekurang-kurangnya satu (1) tahun sekali.
2) Rencana persidangan diwartakan kepada anggota sekurang-kurangnya tiga (3) hari Minggu

berturut-turut sebelum persidangan dilangsungkan.
3) Majelis Jemaat mempersiapkan bahan persidangan secara tertulis dan menyediakannya untuk

anggota sebelum persidangan dilangsungkan.
4) Persidangan dipimpin oleh ketua Majelis Jemaat atau wakil ketua Majelis Jemaat.
5) Para peserta persidangan mempunyai hak bicara.
6) Majelis Jemaat membuat notulen persidangan dan mengesahkannya pada Persidangan

Majelis Jemaat yang terdekat. Semua masukan dibahas oleh Persidangan Majelis Jemaat.
7) Ketentuan lain yang lebih rinci tentang Persidangan Majelis Jemaat Diperluas diatur oleh

Majelis Jemaat dalam Tata Tertib Persidangan Majelis Jemaat Diperluas yang isinya tidak
bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.

Pasal 185
MAJELIS KLASIS

1. Persidangan Majelis Klasis dihadiri oleh:
a. Peserta
1) Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis yang masing-masing mengutus lima (5) orang
anggotanya, sedapat-dapatnya berunsur penatua dan pendeta, yang tidak duduk dalam Badan
Pekerja Majelis Klasis, dengan membawa surat kredensi yang formulasinya dimuat dalam
Peranti Administrasi.
2) Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Klasis sebagai pimpinan Persidangan Majelis Klasis.
3) Para pelawat dari Majelis Sinode Wilayah.
4) Badan pelayanan klasis.
5) Badan Pemeriksa Harta Milik Klasis.
6) Undangan
a) Para pendeta dan calon pendeta yang sudah berjabatan gerejawi dalam Klasis yang
bersangkutan, yang bukan utusan ke Persidangan Majelis Klasis dengan maksud agar
mereka terlibat aktif dalam keseluruhan persidangan, memahami keputusan-keputusan
Majelis Klasis, dan mendukung dalam pelaksanaan keputusan-keputusan itu.
b) Pihak-pihak yang dianggap perlu.
c) Jumlah undangan ditentukan oleh Badan Pekerja Majelis Klasis.
b. Peninjau, yaitu anggota baptisan atau anggota sidi dalam Jemaat-jemaat dari Klasis yang
bersangkutan, yang mendaftarkan diri melalui Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis.

3. Pelaksanaan
a. Persidangan Majelis Klasis diadakan sekurang-kurangnya satu (1) tahun sekali yang
diselenggarakan oleh Majelis Jemaat Penerima yang ditetapkan dalam Persidangan Majelis Klasis
sebelumnya.
b. Badan Pekerja Majelis Klasis telah memberitahukan terlebih dahulu kepada setiap Majelis Jemaat
dalam Klasisnya sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sebelumnya.
c. Rencana Persidangan Majelis Klasis diwartakan kepada anggota oleh Majelis Jemaat tiga (3) hari
Minggu berturut-turut sebelumnya, dengan menyebutkan nama-nama utusan Majelis Jemaat,
untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut mendoakan.
d. Badan Pekerja Majelis Klasis mempersiapkan bahan persidangan secara tertulis dan telah
mengirimkannya kepada setiap Majelis Jemaat dalam Klasisnya sekurang-kurangnya satu (1)
bulan sebelum persidangan dilangsungkan.
e. Persidangan Majelis Klasis dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Klasis.
f. Semua peserta mempunyai hak bicara, sedangkan yang mempunyai hak suara hanya setiap utusan
Majelis Jemaat, setiap anggota Badan Pekerja Majelis Klasis dan setiap pelawat.

148

g. Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah untuk
mufakat tidak tercapai, keputusan diambil dengan pemungutan suara.

h. Badan Pekerja Majelis Klasis membuat akta persidangan untuk disahkan dalam persidangan itu.
Akta yang belum disahkan, disahkan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Klasis bersama dengan
seorang utusan Majelis Jemaat dari seluruh Jemaat dalam Klasis.

i. Pengaturan lebih rinci tentang Persidangan Majelis Klasis diatur oleh Majelis Klasis dalam Tata
Tertib Persidangan Majelis Klasis yang isinya tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan Tata
Laksana GKI.

j. Untuk hal-hal yang mendesak dan penting yang perlu segera diselesaikan, Badan Pekerja Majelis
Klasis mengundang penyelenggaraan Persidangan Majelis Klasis, dengan memberitahukan
kepada Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasisnya sekurang-kurangnya satu (1) minggu
sebelumnya.

4. Persidangan Majelis Klasis sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari
Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Klasis. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, setelah persidangan
ditunda maksimum enam (6) jam, persidangan dinyatakan sah tanpa memperhatikan kuorum tersebut.

5. Penyebutan sebuah persidangan Majelis Klasis dilakukan dengan mencantumkan nomor urut di
belakang kata “persidangan” (contoh: Persidangan XII Majelis Klasis GKI Klasis Bojonegoro, atau
Persidangan Ke-12 Majelis Klasis GKI Klasis Priangan).

Pasal 186
MAJELIS SINODE WILAYAH

1. Persidangan Majelis Sinode Wilayah dihadiri oleh:
a. Peserta
1) Majelis Klasis-Majelis Klasis dalam Sinode Wilayah yang masing-masing mengutus 10
(sepuluh) orang anggotanya, sedapat-dapatnya berunsur penatua dan pendeta, yang tidak
duduk dalam Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah, dengan membawa surat kredensi yang
formulasinya dimuat dalam Peranti Administrasi.
2) Seluruh anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah
3) Para pelawat dari Majelis Sinode.
4) Badan pelayanan sinode wilayah.
5) Badan Pemeriksa Harta Milik Sinode Wilayah.
6) Undangan
a) Para pendeta dan calon pendeta yang sudah berjabatan gerejawi dalam Sinode Wilayah
yang bersangkutan, yang bukan utusan ke Persidangan Majelis Sinode Wilayah dengan
maksud agar mereka terlibat aktif dalam keseluruhan persidangan, memahami keputusan-
keputusan Majelis Sinode Wilayah, dan mendukung dalam pelaksanaan keputusan-
keputusan itu.
b) Pihak-pihak yang dianggap perlu.
c) Jumlah undangan ditentukan oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
b. Peninjau yaitu anggota baptisan atau anggota sidi dalam Jemaat-jemaat dari Sinode Wilayah
yang bersangkutan, yang mendaftarkan diri melalui Majelis Jemaat-Majelis Jemaat dalam Sinode
Wilayah.

3. Pelaksanaan
a. Persidangan Majelis Sinode Wilayah diadakan sekurang-kurangnya dua (2) tahun sekali yang
diselenggarakan oleh Majelis Klasis Penerima yang ditetapkan dalam Persidangan Majelis Sinode
Wilayah sebelumnya.
b. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah telah memberitahukan terlebih dahulu kepada setiap
Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayahnya sekurang-kurangnya enam (6) bulan sebelumnya.

149

c. Rencana persidangan diwartakan kepada anggota oleh Majelis Jemaat tiga (3) hari Minggu
berturut-turut sebelumnya, untuk memberikan kesempatan kepada anggota untuk ikut
mendoakan.

d. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah mempersiapkan bahan persidangan secara tertulis dan
telah mengirimkannya kepada setiap Majelis Jemaat di Sinode Wilayahnya sekurang-kurangnya
satu (1) bulan sebelum Persidangan Majelis Klasis pertama menjelang Persidangan Majelis
Sinode Wilayah dilangsungkan.

e. Persidangan dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah.
f. Semua peserta mempunyai hak bicara, sedangkan yang mempunyai hak suara hanya setiap utusan

Majelis Klasis, setiap anggota Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah dan setiap pelawat.
g. Keputusan persidangan diambil secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah

untuk mufakat tidak tercapai, keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
h. Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah membuat akta persidangan untuk disahkan dalam

persidangan itu. Akta yang belum disahkan, disahkan dalam rapat Badan Pekerja Majelis Sinode
Wilayah bersama dengan seorang utusan Majelis Klasis dari semua Klasis dalam Sinode
Wilayah.
i. Pengaturan lebih rinci tentang Persidangan Majelis Sinode Wilayah diatur oleh Majelis Sinode
Wilayah dalam Tata Tertib Persidangan Majelis Sinode Wilayah yang isinya tidak bertentangan
dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.
j. Untuk hal-hal yang mendesak dan penting yang perlu segera diselesaikan, Badan Pekerja Majelis
Sinode Wilayah mengundang penyelenggaraan Persidangan Majelis Sinode Wilayah, dengan
memberitahukan kepada Majelis Klasis-Majelis Klasis dalam Sinode Wilayahnya sekurang-
kurangnya dua (2) minggu sebelumnya.
4. Persidangan Majelis Sinode Wilayah sah:
Jika dihadiri oleh 3/4 (tiga per empat) dari Majelis Klasis di Sinode Wilayahnya. Jika kuorum
tersebut tidak tercapai, persidangan ditunda selama maksimum satu minggu. Setelah itu Persidangan
Majelis Sinode Wilayah dinyatakan sah tanpa memperhatikan kuorum tersebut.
5. Penyebutan sebuah persidangan Majelis Sinode Wilayah dilakukan dengan mencantumkan nomor
urut di belakang kata “persidangan” (contoh: Persidangan XII Majelis Sinode Wilayah GKI Sinode
Wilayah Jawa Tengah, atau Persidangan Ke-12 Majelis Sinode Wilayah GKI Sinode Wilayah Jawa
Timur).

Pasal 187
MAJELIS SINODE

1. Persidangan Majelis Sinode dihadiri oleh:
a. Peserta

150


Click to View FlipBook Version