The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by TBM BRILICOM, 2023-02-22 23:36:26

Dandelion

Novel

144 | B e r p i s a h “ Maaf bapak, ibu, dik. Pasien telah tiada” Ucap Dokter dengan berat hati. Tangisan Rei pecah seketika, Kev kehilangan keseimbangannya. Seolah ia tak percaya dengan apa yang dokter katakana, baru saja senyuman itu menyapanya. Kev lemas dan terduduk dengan sedikit bersandar pada dinding, om reza mengeluarkan buliran air matanya, tante Monik histeris di dalam dekapannya. Dalam keputusasaan Rei menggenggam erat tengan sosok yang selalu menghiasi hari-harinya dengan kebahagiaan. Untaian kenangan kembali terngiang di benaknya, sejuta mimpi dan harapan nya kembali terasa. Namun mimpi dan harapan itu kini terpatahkan oleh takdir, membuat waktu memisahkan Dandelion itu dengan pangerannya. Menyadarkannya tentang batas yang tak akan dapat ia lewati, tentang takdir yang tidak dapat dirubah. Tentang waktu yang selalu mengiringi takdir Tuhan, dan tentang Tuhan yang tahu apa yang terbaik untuk manusia. Suster mendekat kemudian perlahan menutup tubuh Vin dengan selimut, menyisakan tangan yang terus digenggam Rei. Tangisnya membisu, memejamkan matanya yang banjir air mata. Memendam luka yang kini


145 | B e r p i s a h terkoyak kembali, membuka luka lain yang lebih dalam. Tak sanggup insan itu meninggalkan jasad pria yang dicintainya, begitu kelu lidah nya untuk berucap. Ia membisu di tengah ramainya histeris dan tangisan, hati kecilnya yang rapuh dengan lirih memohon dan meminta. Hatinya yang tertusuk berbicara dengan lirih, memohon kepada sang pencipta untuk kembali memutar waktu. Mengizinkannya untuk kembali bahagia bersamanya, membuat hal-hal yang mereka lewatkan terasa indah. Menghapus luka-luka masa lalu mereka, dan jujur tentang mereka. Namun waktu telah menuntunnya pada kenyataan, realita pahit baginya. Menusuk relung kalbunya yang terdalam, membuatnya tak berdaya. Membuatnya merasakan seakan jiwanya telah padam, telah padam dan melebur bersama kepergiannya. Isak tangis yang semula terdengar kini diam membisu, putus asa akan asa yang menantinya di ujung waktu. Butiran air mata yang jatuh tak lagi terhitung jumlahnya, perasaan hancur dan pedih itu membunuhnya perlahan. Rindu menghampirinya, mengingatkannya akan dekapan hangat yang selalu menghampiri ketika dunianya hancur. Dunia bagaikan hancur saat ini, matahari telah terbit


146 | B e r p i s a h namun awan kelabu menghampiri. Menutup cahaya kehangatannya, menurunkan rintik hujan yang membasahi bumi. Namun ia tak kembali menampakan keindahannya, pelangi yang dahulu tak lagi terlihat. *** Rei membisu, tatapan kosong itu menatap ruang jenazah. Terbayang dalam benaknya segala yang telah terjadi, dan semuanya hanya meninggalkan kepedihan baginya. Penantiannya kini berakhir tragis, penantiannya telah dijawab oleh takdir. Bahwa mereka tidak ditakdirkan untuk bersama, mereka yang dipertemukan oleh takdir kini dipisahkan kembali oleh takdir. Waktu menuntun mereka menuju realita pahit bahwa takdir akan kembali memisahkan mereka, bukan soal jarak dan waktu melainkan batas yang tidak akan dapat dilewati manusia. Kev berjalan keluar dari ruang jenazah, berjalan mendekat kemudian mendekap Rei dengan hangat. Menyembunyikan kepedihan hatinya, Rei hanya kembali mematung. Tatapan kosong itu seolah berbicara bahwa ia tengah hancur, kepedihannya melebur dan menyatu dengan luka dalam kalbunya. Kev yang mencoba menenangkan Rei hanya terdiam, betapa kelu lisannya


147 | B e r p i s a h untuk berucap. Hatinya hanya mampu mendekap tubuh kecilnya, berharap dapat sedikit menenangkan jiwanya. Kev terkejut, tangan Rei membalas dekapannya. Kev kemudian mendengar isak tangis Rei, Kev kemudian melepas perlahan pelukannya dan merendah. Ia menggenggam tangan Rei yang lebih kecil dari telapak tangannya, ia menatap mata Rei yang kembali mengeluarkan butiran air mata. “ Vin ga bakal balik Rei, lo mau nangis mau marah dia bakal tetap pergi. Ini realitanya Rei, tolong lo terima ya.. Gue ga mau Vin tidak tenang gara-gara khawatir ama lo” Pinta Kev dengan lembut. Rei barusaha berhenti menangis namun tampaknya ia belum tenang, Kev yang menyadarinya bangkit kembali. Ia kembali mendekapnya dan berusaha menenangkannya kembali, “ Kalau memang belum tenang gapapa Rei.. Wajar kok, tapi jangan berlarut-larut. Kasian abang gue..” Kev kembali mencoba menenangkan. Rei hanya mematung dan diam, namun isak tangisnya masih dapat terdengar. Kev terus mendekapnya dengan hangat, sesekali ia mencoba mengajak Rei berbicara.


148 | B e r p i s a h Namun gadis itu terus membisu, Om Reza melangkah dari kejauhan dan mendekat. Ia sedikit terkejut melihat Kev yang sedang ingin menenangkan Rei, kemudian ia mendekat dan berbisik pada Kev. “ Papa tunggu di kantin” Lalu om Reza pergi, Kev menatap kepergiannya. Tampak agak tergesa-gesa, Kev kemudian melepaskan pelukannya dan mengajak Rei duduk. “ Gue ada urusan sebentar, lo di sini aja ya.. jangan ke mana-mana” Jelas Kev. *** Kev segera menuju meja yang diduduki papa dan mamanya, ia segera duduk. Tampak mamanya masih terus berusaha menenangkan diri, “ Pemakaman Vin rencananya pagi ini, tapi kondisinya gerimis dan perkiraan bakal hujan, jadi tadi mama usulnya sore. Rei sama kamu mau tetap di sini atau ke kost? Sekalian beres-beres barang-barang Vin” Tanya papah Kev dengai serius, masih dapat terlihat dibalik matanya yang sendu sosok ayah yang sangat penyayang. “ Ke kost aja pa”


149 | B e r p i s a h “ Papa anterin ya, papa khawatir kalau kamu bawa motor nanti ga fokus” “ Oke, mobil papah di basement kan?” “ Iyaa, kalau butuh apa-apa minta satria aja. Oiya ada makan sama minum juga ya, tadinya kalau jadi flight ke singapura kalian papa tinggal dulu ternyata ga jadi” Ujar papa Kev sambil tersenyum tipis. Tante Monika kembali menangis dan bersandar pada Om Reza, Kev hanya tertawa kecil. Meskipun begitu hati mereka tersayat begitu mendengar dan berusaha kuat. *** Sepanjang jalan Rei hanya diam, tatapannya kosong. Ia hanya berjalan saat tangan yang digandeng Kev menariknya, sesampainya di mobil mereka akan menunggu papa Kev terlebih dahulu. Kev membuka paper bag disebelahnya dan menawarkan pizza untuk Rei, Rei hanya meliriknya. Rei kemudian menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil dan menutup matanya, kepalanya sakit dan pusing akibat menangis dan histeris. Kev mencoba mengerti dan kemudian memakan pizza nya, ia juga tahu bahwa berat bagi Rei untuk melupakan sosok kakaknya. Rintik hujan membasahi kota Jakarta, seakan langit turut


150 | B e r p i s a h berduka akan kepergian Kevin Mahendra. Tuhan… mengapa kau tak mengabulkan doaku? Batin ini berharap pada kekuasaanmu, namun hati ini kembali hancur oleh takdirmu dan realita. *** Rei tertidur di mobil, Kev kemudian menggendongnya ke kamar Kostnya. Ia meletakkan Rei di ranjangnya dan menutup tubuhnya dengan selimut, sejenak ia memperhatikan Rei yang tertidur pulas. Matanya bengkak karena banyak menangis sejak kemarin, dering telefon genggam Rei terdengar. Kev segera melihatnya dan ternyata saska menelfonnya, Kev mengangkatnya “ Woy anjir, lo kemana cuy???? Udah mau telattt” Ujar saska dengan panic. “ Tolong jangan ditelfon dulu ya, Rei lagi capek” Ujar Kev singkat. “ ANJIR INI VIN ATAU KEV???” suara Queen yang tiba-tiba menyambar Telefon. Kev mematikan telefonnya. ***


151 | B e r p i s a h Saska dan temaan-teman Rei yang lainnya shock, bagaimana bisa pagi-pagi seperti ini Vin atau Kev berada di rumah Rei?. “ Itu- suara Vin atau Kev kan?” Tanya ririn. “ Kok bisa sih..” Febi heran. “ Jangan-jangan..” Queen mulai mengada-ngada. “ Heh!! Ga mungkin ya!” Bantah saska dengan keras. “ Masa mereka malah nginep, padahal kan lagi ujian” Gerutu ririn tiba-tiba. Saska hanya terdiam dan memikirkan apa yang terjadi. *** Kev kemudian melangkah ke atas mezzanine dan membereskan barang-barang milik kakaknya, sementara Rei tertidur pulas dibawah. Rintik hujan mengiringi pagi kelabu itu, membawa duka yang menyayat hati. Penantian Dandelion itu kini telah berubah menjadi kehilangan, kehilangan sosok pangeran yang selalu melindungi dan membuatnya bahagia. Namun mungkinkah ia kembali membuka hatinya untuk pangeran lain?. Sore hari telah tiba, Rei terbangun dan melihat keluar. Cahaya mentari telah melewati awan kelabu itu, dan menyinari bumi kembali dengan kehangatannya. Rei


152 | B e r p i s a h kemudian berjalan ke atas dan melihat Kev yang tertidur karena lelah, ia melihat Kev telah selesai membersihkan barang-barang milik Vin. Ia melihat ponselnya di atas ranjang Vin, ia membukanya dan melihat pesan dari Kev, “ Kalau mau bersih-bersih silahkan, ada air panas di kamar mandinya. Di bawah ada bajunya tadi gue pisahin yang bisa lo pake, atau kalau mau balik ke apart lo juga silahkan” Rei kemudian melihat Kev kembali, ia meletakkan ponselnya dan bergegas mandi. Ia melihat sebuah gaun putih, seketika ia teringat bahwa itu gaun yang dahulu ia tolak karena harganya yang mahal. Tiba-tiba Rei tertawa, “ Gue ga pernah nyangka bakal semulus ini” Ujar Kev yang turun dari Mezzanine. “ Gimana rencana gue? Bagus kan” Ujar Rei sambil mendekat kemudian memeluk Kev. “ Bagus banget sayang… gue ga pernah nyangka lho kalau lo bisa keliatan kayak beneran gitu” Puji Kev. “ Gue juga sedih dikit, tapi rasanya ga sesakit penantian gue delapan tahun. Haha gue kasian sama Dianna” ucap Rei sambil tertawa. “ Why babe?”


153 | B e r p i s a h “ Ga dikasih celah, kan kamu selalu jauhin dia dari Vin” “ Hahaha, Vin kan panggilan yang susah dibedain. Lebih gampang manggilnya Naren atau Mahen” Jelas Kev. “ Sama tapi tak sama, justru itu yang memudahkan kita untuk bersama” Ujar Rei kembali sambil memeluk Kev dengan erat. “ Kamu harus siap-siap babe, sebentar lagi drama tangis histeris itu harus keluar kan?” “ Of Course Darling” ucap Rei sambil melipat tangannya dan tersenyum kepada Kev. Rei berjalan menjauh, namun tiba tiba langkahnya terhenti karena ucapan Kev. “ Lo tau ga si? Gue ngerasa kita jahat ga sih sebenernya?” Tanya Kev. “ Ga, kita ga salah. Kalau dia ga menghilang gitu aja juga mungkin gue bakal tetep masih ada rasa, dan yang kita lakuin bukan bertujuan balas dendam Kev. Kita ngelakuin ini karena lo tau gue bakal dijodohin sama Vin, dan gue ga mau. Yang selalu nemenin gue pas dia ga ada itu kan lo Kev, lo yang selalu ada..” Kev terdiam, kemudian tersenyum pada Rei.


154 | B e r p i s a h “ Mulai dari detik ini, gue ga akan ngulang kesalahan yang dahulu kakak gue lakuin ke lo Rei” Balas Kev. “ I Trust you Kevin!” Ujar Rei sambil tersenyum lalu melangkah menuju kamar mandi. Jujur saja Kevin, hatiku sangat hancur begitu waktu membisikkan realita pahit untukku. Ketika aku menyadari perasaan ganjil ini aku bimbang, antara kamu yang masa lalu dan luka pahitku dengan Kev yang datang menghampiri hidupku. Ketika hatiku berada di titik terendah akal sehatku membuatku memilih kenyataan dan pil pahit, bahwa engkau bukanlah apa yang aku inginkan. Kau mungkin dahulu adalah karunia Tuhan untukku, namun dari karunia itu aku belajar tentang arti dibalik luka itu. Maafkan aku yang meninggalkan mu, namun aku harap Tuhan memberi takdir terbaik menurutnya untukmu :). *** Rei melanjutkan drama kecilnya dan kemudian mengikuti sesi pemakaman dengan sedikit pedih, sahabat yang dahulu selalu menemaninya kini telah ditutup tanah. Menebarkan harum bunga, penyakitnya memang bukan salahnya namun ia terlanjur hancur oleh keputusasaan.


155 | B e r p i s a h Kini mereka berpisah, masa lalu yang telah berlalu. Dan Rei yang bersama kekasihnya yang baru, meninggalkan kepedihan dan luka masa lalunya. Melangkah ke depan dan melihat secercah cahaya mentari yang telah melewati awan kelabu dan kabut hitam, bayangan telah menghilang. Dan kebahagiaan telah menanti, Dandelion itu kini telah mekar kembali. Menerbangkan kebahagiaan yang tersebar oleh angin, bersama dengan pangeran baru yang benar-benar tulus dengannya. “ Penantianku berakhir dengan bersama seseorang yang benar-benar tulus untukku, bukan dia yang dahulu memberiku harapan palsu..” Senja pun tiba, kembali membawa kehangatan dan kebahagiaan selepas kepedihan. Mengukir kebahagiaan baru untuk mereka, terbebas dari jeratan yang mengikat. Takdir telah mengukir tentang pertemuan mereka , dan waktu membuat mereka bertemu. Waktu dan takdir memisahkan yang baik san buruk untuk Dandelion, membuka tabir penutup dibalik takdir pertemuan mereka. Dan Tuhan tau yang terbaik untuk setiap manusia.. ***


156 | B e r p i s a h Kev mendekap Rei dalam kehangatan, memandangi mentari yang mulai terbenam. Dalam kebahagiaan dan canda tawa, setelah semua yang telah terjadi. Kev.. kau telah mengajarkanku, tidak semua hal dapat dimulai kembali seperti semula. Apa yang telah terjadi tak dapat diperbaiki atau diulang kembali. Dan terimakasih Kevin.. atas segalanya :)


157 | B e r p i s a h


Click to View FlipBook Version