The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pekerjaan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Peningkatan Status Jalan Raya Blora - Grobogan sebagai Jalan Nasional.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by AL EL BAPER (Almari Elektronik Badan Perencanaan), 2024-01-24 21:17:59

FS JALAN RAYA BLORA-GROBOGAN 2022

Pekerjaan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Peningkatan Status Jalan Raya Blora - Grobogan sebagai Jalan Nasional.

LAPORAN AKHIR III -1 BAB 3 REVIEW KEBIJAKAN STUDI KELAYAKAN PENINGKATAN STATUS JALAN RAYA BLORA - GROBOGAN MENJADI JALAN NASIONAL III.1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL dan RTRW PROVINSI JAWA TENGAH Sesuai dengan amanat Pasal 20 dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional. Kemudian untuk pedomanan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional. Serta untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, dan keserasian antarsektor. Selain itu juga untuk penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,penataan ruang kawasan strategis nasional, dan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Terdapat beberapa substansi dalam RTRWN sesuai yang tersurat dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2OO8 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. Beberapa substansi tersebut meliputi: • Arahan, Kebijakan Dan Strategi • Penetapan Kawasan Strategis Nasional • Rencana Struktur Ruang • Arahan Pemanfaatan Ruang • Rencana Pola Ruang


LAPORAN AKHIR III -2 • Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dalam Rencana Struktur ruang khususnya dalam penetapan SISTEM PERKOTAAN NASIONAL dilakukan dengan beberapa kriteria sebagai berikut: PKN sebagaimana ditetapkan dengan kriteria: 1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; 2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; 3. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi; dan/atau 4. kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau berpotensi sebagai pelabuhan hub internasional dan pintu gerbang ekspor hasil kegiatan kelautan dan perikanan. PKW sebagaimana ditetapkan dengan kriteria: 1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; 2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; 3. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau 4. kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau berpotensi mendukung ekonomi kelautan nasional. PKL sebagaimana ditetapkan dengan kriteria: 1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; 2. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau 3. kawasan perkotaan yang berada di pesisir berfungsi atau berpotensi mendukung ekonomi kelautan lokal.


LAPORAN AKHIR III -3 PKSN sebagaimana ditetapkan dengan kriteria: 1. pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dan berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga; dan 2. pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau 3. pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. Di Provinsi Jawa tengah sesuai dengan Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 Untuk system perkotaan yang ada meliputi: TABEL III.1. SISTEM PERKOTAAN PROVINSI JAWA TENGAH SISTEM PERKOTAAN PELAYANAN WILAYAH PUSAT KEGIATAN PKN Melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi • Kawasan perkotaan Semarang – Kendal – Demak – Ungaran – Purwodadi (Kedungsepur); • Surakarta ,meliputi Kota Surakarta dan sekitarnya; • Cilacap, meliputi kawasan perkotaan Cilacap dan sekitarnya. PKW Melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota Purwokerto, Kebumen, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Cepu, Kudus, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga. PKL Melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan Kroya, Majenang, Wangon, Ajibarang, Banyumas, Purbalingga, Bobotsari, Sokaraja, Banjarnegara, Klampok, Gombong, Karanganyar Kebumen, Prembun, Kutoarjo, Purworejo, Mungkid, Muntilan, Mertoyudan, Bororbudur, Secang, Ampel, Sukoharjo, Kartasura,Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Jaten, Delanggu, Prambanan, Tawangmangu, Blora, Purwodadi, Gubug, Godong, Rembang, Pati, Juwana, Tayu, Jepara, Pecangaan, Demak, Mranggen, Ungaran, Ambarawa, Temanggung, Parakan, Kendal, Boja, Kaliwungu, Weleri, Sukorejo, Batang, Kajen, Wiradesa, Comal, Pemalang, Slawi-Adiwerna, Katanggungan – Kersana, Bumiayu, Brebes.


LAPORAN AKHIR III -4 Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 TABEL III.2. KAWASAN STRATEGIS NASIONAL [KSN] JAWA TENGAH NO PROVINSI NAMA KSN KEPENTINGAN KRITERIA 1 Jawa Tengah Kawasan Perkotaan Kendal - Demak - Ungaran - Salatiga - Semarang Purwodadi (Kedungsepur) Kepentingan Ekonomi Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan 2 Jawa Tengah Kawasan Borobudur dan Sekitarnya Kepentingan Sosial Budaya Pengembangan/ Peningkatan Kualitas Kawasan 3 Jawa Tengah Kawasan Candi Prambanan Kepentingan Sosial Budaya Pengembangan/ Peningkatan Kualitas Kawasan 4 Jawa Tengah Kawasan Sangiran Kepentingan Sosial Budaya Pengembangan/ Peningkatan Kualitas Kawasan III.2 UU DAN PP TENTANG JALAN III.2.1. UU NO 2 TAHUN 2022 Infrastruktur Jalan sebagai salah satu pilar utama untuk kesejahteraan umum dan sebagai prasarana dasar dalam pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya ekonomi sebagai bagian dari sistem transportasi nasional melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai konektivitas antar pusat kegiatan, keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, peningkatan perekonomian pusat dan daerah dalam kesatuan ekonomi nasional sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan dan membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Undang-Undang Jalan diperbaharui dengan UU 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU 38 tahun 2004 tentang Jalan. Perubahan pertama dilakukan oleh UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU tersebut, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian Jalan, termasuk bangunan penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas perrnukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori, dan jalan kabel.


LAPORAN AKHIR III -5 Pembangunan Jalan adalah kegiatan penyusunan program dan anggaran, perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian Jalan, dan/ atau preservasi Jalan. Pembangunan Jalan Berkelanjutan adalah konsep pelaksanaan/penerapan konstruksi berkelanjutan bidang prasarana Jalan yang memuat prinsip berkelanjutan dan berbasiskan keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. III.2.1. Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 Dalam PP NO 34 tahun 2006 tentang jalan dijelaskan mengenai KLASIFIKASI JALAN MENURUT KEWENANGAN PEMBINAANNYA serta KLASIFIKASI JALAN MENURUT FUNGSINYA sebagai berikut: TABEL III.3. KLASIFIKASI JALAN MENURUT KEWENANGAN PEMBINAANNYA [PP NO 34 TH 2006] NO. STATUS JALAN KETERANGAN 1 Jalan Nasional a. Jalan arteri primer b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi c. Jalan tol d. Jalan strategis nasional 2 Jalan Provinsi a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota c. Jalan strategis nasional d. Jalan di daerah khusus ibukota Jakarta, kecuali jalan No. 1 3 Jalan Kabupaten a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional No. 1b dan jalan provinsi No. 2 b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa c. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam No. 2d dan jalan sekunder dalam kota d. Jalan strategis kabupaten 4 Jalan Kota Jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota 5 Jalan Desa Jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten No. 3b di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 TABEL III.4. KLASIFIKASI JALAN MENURUT FUNGSINYA SISTEM FUNGSI STATUS SISTEM PRIMER Arteri [JAP] SK Menteri PU Jalan Nasional : JAP, JKP-1, JSN, Jalan Tol (Merupakan sistem SK Menteri PU jaringan jalan dengan Kolektor -1 [JKP-1


LAPORAN AKHIR III -6 SISTEM FUNGSI STATUS peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat pusat kegiatan) Kolektor -2 [JKP-2] SK Gubernur Jalan Provinsi : JKP-2, JKP-3,JSP, Ruas jalan di DKI kec Jalan Nasional SK Gubernur Kolektor -3 [JKP-3] Kolektor -4 [JKP-4] Jalan Kabupaten [JKP-4,JLP, JlingP,JSK,JAS,JKS,JLS,Jling-S] dan Jalan Desa [Jling-P & JLP yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan] Lokal [JLP] SK Bupati Lingkungan [Jling-P] SISTEM SEKUNDER Arteri [JAS] Jalan Kota [JAS,JKS,JLS,Jling-S] SK Walikota (Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan) Kolektor [JKS] Lokal [JLS] Lingkungan [Jling-S] Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 III.2.2. PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan pasal 64 dan 65 diketahui bahwa Suatu ruas jalan dapat berubah fungsi dan statusnya apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Status dan Fungsi suatu ruas jalan dapat berubah apabila: 1. berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas daripada wilayah sebelumnya; (misalnya: PKW menjadi PKN) 2. semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan sistem transportasi; (misalnya: pengembangan pelabuhan/ bandara baru berskala utama/ pengumpul) 3. lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang penyelenggara jalan yang baru; dan/atau (misalnya: pemekaran wilayah, pembentukan KSN baru) 4. oleh sebab-sebab tertentu menjadi berkurang peranannya, dan/atau melayani wilayah yang lebih sempit dari wilayah sebelumnya (misalnya: pembangunan jalan lingkar sebagai pengganti jalan nasional eksisting) Perubahan status dan fungsi jalan tersebut dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima serta penyelenggara jalan yang menyetujuinya mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan kepada pejabat yang berwenang.


LAPORAN AKHIR III -7 III.2.3. KRITERIA EVALUASI PERUBAHAN FUNGSI JALAN a. Kesesuaian arahan tata ruang (perubahan peranan pelayanan suatu pusat kegiatan dan peningkatan wilayah penyelenggaraan jalan) • Jalan Arteri Primer (JAP) ) • menghubungkan antara PKN-PKN, PKN-PKW, PKN/PKW-PU, PKN/PKWPP, PKN/PKW-BU, PKN/PKW-BP . • Jalan Kolektor Primer-l (JKP-1) ) • menghubungkan antar lbukota Provinsi menghubungkan PKN/PKWPKSN, PKN/PKW-KSN, PKSN-PKSN, termasuk akses ke KSPN berdasarkan PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana lnduk Pembangunan Kepariwistaan Nasional Tahun 2010 - 2025 (Jalan Strategis Nasional/ JSN) b. Hierarki outlet dalam sistem transportasi nasional (peningkatan status outlet dalam suatu sistem transPortasi . • Pelabuhan Utama dan Pengumpul berdasarkan Kepmen Perhubungan No. KP 414 Tahun 2013 tentang Rencana lnduk Pelabuhan Nasional2011- 2030 . • Bandara Pengumpul Skala Primer, Sekunder, dan Tersier berdasarkan Permen Perhubungan No. KP 69 Tahun 2013 tentang Rencana lnduk Kebandarudaraan Nasional . • Terminal kelas A (terletak dalam jaringan trayek antar kota antar provinsi dan/ atau angkutan lalu lintas batas negara) berdarkan Kep. Dirjen. Perhubungan darat No SK 1361/AJ106/DRJD/2003tentang penetapan simpul jaringan transportasi jalan untuk terminal penumpang tipe A di seluruh indonesia • ASDP Pelabuhan Penyeberangan Antar Provinsi Dan Antar Negara Berdasarkan Permen Perhubungan No Km 6 Tahun 2010 Tentang Cetak Biru Pengembangan Transportasi penyeberangan tahun 2010 2015 • Terminal peti kemas / dry port [bagian dari kelengkapan pelabuhan utama


III.2.4. PERMEN PU NO 03 TAHUN 2012 [ PENETAPAN FUNGSI JA


LAPORAN AKHIR III -8 ALAN DAN STATUS JALAN]


LAPORAN AKHIR III -9 III.3 SISTEM TRANSPORTASI Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’nya lokasi tersebut di capai melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981 dalam Thamin, 2000 hal 32). Transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana. (Webster’s dan Morlok EK;1997). Transportasi selalu berhubungan dengan ke tiga dimensi tersebut, jika salah satunya tidak ada maka bukanlah transportasi. Sedangkan Tamin (2000:28) menyebutkan bahwa sistem transportasi terdiri dari sistem kegiatan, jaringan prasarana transportasi, pergerakan lalu lintas dan sistem kelembagaan. Ke-empat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem transportasi secara makro. Gambar 2.1. Sistem Transportasi, Sumber: Tamin, 2000:28 Sistem kegiatan merupakan perwujudan dari ruang dengan isinya, terutama manusia dengan segala kegiatannya (seperti bekerja, sekolah, belanja dan lain sebagainya) yang dilakukan disuatu lahan (misalnya perumahan, perkantoran, perdagangan). Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan antar guna lahan Sistem Sistem Sistem


LAPORAN AKHIR III -10 tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi yang akan menimbulkan berbagai macam interaksi sehingga akan menghasilkan pergerakan arus lalu lintas. Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan barang membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro yang dikenal dengan sistem jaringan (Tamin, 1997:48). Selain itu, seluruh sistem tersebut terkait juga dengan sistem lingkungan yang terwujud dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik keamanan dan teknologi. Dalam prakteknya, sistem kegiatan dan sistem jaringan sangat erat kaitannya selama manusia masih menggunakan kendaraan untuk melakukan kegiatanya. Pola guna lahan tertentu akan menghasilkan arus lalu lintas yang tertentu pula. Jadi dapat dikatakan bahwa pergerakan lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan. Hubungan dari sistem pergerakan, sistem aktivitas, dan sistem jaringan adalah sebagai berikut (Marvin LM,1978:12): • Pola Lalu Lintas dalam sistem transportasi ditentukan oleh sistem transportasi dan sistem aktivitas. • Pola Lalu Lintas saat ini akan menyebabkan perubahan sistem aktivitas pada waktu yang lain. • Pola Lalu Lintas saat ini juga akan menyebabkan perubahan pada sistem transportasi, sebagai respon adalah bentuk antisipasi dari pengelola atau pemerintah untuk mengembangkan pelayanan transportasi baru. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menimbulkan pergerakan manusia atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada sistem kegiatan membawa pengaruh pada sistem jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu pula dengan perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan perubahan sistem kegiatan dengan peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.


LAPORAN AKHIR III -11 Transportasi mempunyai jangkauan pelayanan. Jangkauan pelayanan diartikan sebagai batas geografis pelayanan yang diberikan oleh transportasi kepada pengguna transportasi tersebut. Adanya jangkauan pelayanan ini didasarkan pada lokasi asal dan tujuan. Maka selanjutnya dikenal AKDP, AKAP, angkutan pedesaan, angkutan perkotaan dan lain-lain. Sistem transportasi merupakan suatu satuan dari elemen-elemen yang saling mendukung dalam pengadaan transportasi. Komponenkomponen transportasi (Morlok, 1991 dalam Agus, 2004) adalah manusia dan barang (yang diangkut), kendaraan dan peti kemas (alat angkut), jalan (tempat alat angkut bergerak) serta terminal dan sistem pengoperasian. TABEL 3.5. TATRAWIL JATENG TAHUN 2009 - 2029 NO. TRANSPORTASI TATRAWIL JATENG 2009-2029 1 Jalan Rencana pengembangan jalan Kolektor Primer: Rencana peningkatan kewenangan jalan provinsi yang menjadi jalan nasional: • Jati-Purwodadi, PurwodadiGodong, SurakartaPurwodadi-Pati, • Ruas jalan SemarangGodong • Gubug-KedungjatiSalatiga; • Ruas jalan GodongPurwodadi • SemarangPurwodadi-Blora dan Pengembangan ruas jalan Cepu-BloraRembang; • Ruas jalan PurwodadiBlora • Rencana pengembangan terminal penumpang jalan Tipe A: Peningkatan jalur layanan dan peningkatan layanan bus: Pengembangan angkutan massal wilayah Kedungsepur dengan konsentrasi angkutan BRT perkotaan Semarang Peningkatan fungsi (hirarki) jalan: • Jalan arteri untuk ruas jalan SemarangGodong • Jalan arteri untuk ruas jalan GodongPurwodadi • Jalan arteri untuk ruas jalan Purwodadi-Blora • Rencana peningkatan dan perbaikan jalan:


LAPORAN AKHIR III -12 NO. TRANSPORTASI TATRAWIL JATENG 2009-2029 • Betonisasi parsial pada ruas jalan SemarangGodong • Betonisasi parsial pada ruas jalan GodongPurwodadi • Betonisasi parsial pada ruas jalan PurwodadiBlora • Rencana pelebaran jalan: • 4 lajur pada ruas Semarang-Godong • 4 lajur pada ruas Godong-Purwodadi • 12 meter untuk ruas jalan PurwodadiGemolong-Surakarta 2 Kereta api Rencana pengembangan kereta api regional: Rencana peningkatan dan pengembangan prasarana jalan rel: • Jalur Utara menghubungkan, Semarang-Jakarta, Semarang-Surabaya dan SemarangBandung; • Rel Semarang-Gundih • Jalur Selatan menghubungkan, Solo-Bandung/ Jakarta dan SoloSurabaya; • Rel gundih-Surakarta • Jalur Utara-Selatan menghubungkan Semarang-SoloMalang-Surabaya; • Rel SemarangGrobogan-Blora-Cepu • Jalur Tengah menghubungkan Semarang-Solo; • Pengembangan kereta api regional: Rencana pengembangan kereta api komuter: • Cepu-gambringan-Solo, Gundih-SemarangKaliwungu, Gambringan-Semarang, Jalur Kedungjati-TuntangAmbarawa; Pengembangan kereta api Semarang-Tuntang-Secangyogya, Jalur Semarang-Cepu; Peningkatan frekuensi KA regional: Semarang-TegalBrebes, Semarang-Solo-Yogya, Semarang-Cepu-Bojonegoro dan Solo-Yogya. Rencana pengembangan prasarana penunjang kereta Rencana pengembangan jalur kereta api:


LAPORAN AKHIR III -13 NO. TRANSPORTASI TATRAWIL JATENG 2009-2029 api: Pengembangan lintasan underpass/flyover persimpangan kereta api di Jawa Tengah; Jalur KA Gundih-SemarangKendal Peningkatan stasiun-stasiun kelas I, kelas II dan kelas III, yaitu di: Kabupaten Grobogan 2 buah stasiun Jalur KA Wisata Semarang-SoloWonogiri Jalur KA Semarang-Ambarawa Jalur KA Semarang-MagelangYogya Rencana peningkatan dan pengembangan sarana kereta api: KA bisnis dan eksekutif Semarang-Bojonegoro KA eksekutif Semarang-SoloYogya Pengembangan kereta api wisata: Semarang-Solo, dan Kedungjati-Tuntang Rencana peningkatan frekuensi dan layanan kereta api: KA Semarang-Surakarta KA Semarang-Bojonegoro 3. Sungai dan Danau dan Penyeberangan Rencana pengembangan prasarana transportasi penyeberangan: Pengembangan jalur penyeberangan: Angkutan wisata waduk di Waduk Kedungombo Transportasi wisata Waduk Kedongombo Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 III.4 PERATURAN TERKAIT III.4.1 Peraturan Terkait Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas yang diperjelas kembali pada Kepmenhub No.96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dibuat untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 93, Pasal 101, Pasal 102 ayat (3), Pasal 133 ayat (5), dan Pasal 136 ayat (3) UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu


LAPORAN AKHIR III -14 menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Untuk mengoptimal-kan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diatur mengenai manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas. Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan melalui penetapan kebijakan penggunaan jaringan jalan, penetapan kebijakan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan tertentu, serta optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas. Strategi pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan, persimpangan dan jaringan jalan dilakukan dengan penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus, pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki, pemisahan atau pemilihan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas, pemaduan berbagai moda angkutan, pengendalian lalu lintas pada persimpangan dan ruas jalan serta perlindungan terhadap lingkungan. Ruang lingkup kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pem-berdayaan, dan pengawasan dilakukan oleh menteri yang bertanggung-jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk jalan nasional, menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan untuk jalan nasional, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota dan desa, gubernur untuk jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa, dan walikota untuk jalan kota. Analisis dampak lalu lintas wajib dilakukan dalam setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan


LAPORAN AKHIR III -15 keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Analisis dampak lalu lintas paling sedikit memuat: - Analisis bangkitan dan tarikan lalu lintas dan angkutan jalan; - Simulasi kinerja lalu lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan; - Rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak; - Tanggung jawab pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak; dan - Rencana pemantauan dan evaluasi. - Manajemen kebutuhan lalu lintas dilakukan secara simultan dan terintegrasi melalui beberapa strategi antara lain dengan memberikan pilihan dan menyiapkan fasilitas penggunaan kendaraan umum sebagai pengganti kendaraan perseorangan, mendorong serta memfasilitasi penggunaan angkutan umum dan kendaraan yang ramah lingkungan, serta mendorong dan memfasilitasi perencanaan terpadu antara tata ruang dan transportasi.Adapun pelaksanaan dari manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu tertentu meliputi pembatasan lalu lintas kendaraan barang, pembatasan lalu lintas sepeda motor, pembatasan ruang parkir pada kawasan tertentu dengan batasan ruang parkir maksimal, dan/atau pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum. Pembatasan lalu lintas kendaraan perseorangan dan kendaraan barang dapat dikenai retribusi pengendalian lalu lintas. Retribusi pengendalian lalu lintas dilakukan dengan kriteria tertentu dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan. Adapun manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan sasaran meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas. Peningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dilakukan dengan membandingkan antara manfaat dan dampak terhadap penggunaan ruang lalu lintas, misalnya penghematan penggunaan bahan bakar, kualitas dan daya dukung lingkungan, serta daya dukung lalu lintas dan angkutan.


LAPORAN AKHIR III -16 III.4.2 Kebijakan Terkait Penataan Ruang Kabupaten Blora Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Daerah, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah Daerah, rencana struktur ruang wilayah Daerah, rencana pola ruang wilayah Daerah, rencana kawasan strategis Daerah, arahan pemanfaatan ruang wilayah Daerah, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah. II.4.2.1 Rencana Pola Ruang Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Blora No 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora Tahun 2021- 2041, Rencana pola ruang wilayah kabupaten Blora terdiri atas: a. kawasan peruntukan lindung; dan b. kawasan peruntukan budidaya. Kawasan peruntukan lindung meliputi: a. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan konservasi; d. kawasan lindung geologi; dan e. kawasan cagar budaya. Sedangkan peruntukan Kawasan budidaya meliputi a. kawasan hutan produksi; b. kawasan pertanian; c. kawasan peruntukan industri; d. kawasan pariwisata; e. kawasan permukiman; dan f. kawasan pertahanan dan keamanan Dalam Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten Blora tersurat bahwa Setiap kegiatan yang memanfaatkan ruang harus didasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Secara lebih jelas mengenai Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Blora dapat dilihat dalam Gambar 2.2.


Gambar 2.2. Rencana Pola Ruang Kabupaten Blora


LAPORAN AKHIR III -17


LAPORAN AKHIR III -18 II.4.2.2 Rencana Struktur Ruang Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Blora terdiri atas a. rencana sistem pusat kegiatan; dan b. rencana sistem jaringan prasarana. Rencana Sistem Pusat kegiatan Rencana sistem pusat kegiatan Wilayah Kabupaten Blora terdiri atas: a. PKW berada di Kawasan Perkotaan Cepu; b. PKL berada di Kawasan Perkotaan Blora; dan c. PPK meliputi: 1. Kawasan Perkotaan Kunduran; 2. Kawasan Perkotaan Todanan; 3. Kawasan Perkotaan Banjarejo; 4. Kawasan Perkotaan Japah; 5. Kawasan Perkotaan Bogorejo; 6. Kawasan Perkotaan Jiken; 7. Kawasan Perkotaan Ngawen; 8. Kawasan Perkotaan Randublatung 9. Kawasan Perkotaan Kradenan; dan 10. Kawasan Perkotaan Jati. d. PPL meliputi: 1. PPL Getas berada di Kecamatan Kradenan; dan 2. PPL Kalinanas berada di Kecamatan Japah. Sedangkan untuk Sistem jaringan prasarana terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi; b. sistem jaringan energi; c. sistem jaringan telekomunikasi; d. sistem jaringan sumber daya air; dan e. sistem jaringan prasarana lainnya.


LAPORAN AKHIR III -19 Untuk Sistem Jaringan Transportasi khususnya Sistem Jaringan Jalan terdiri dari a. jaringan jalan; dan b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan. Untuk Jaringan Jalan yang ada di wilayah Kabupaten Blora meliputi: a. jalan nasional berupa jalan kolektor primer 1 (JKP-1) meliputi: 1. Batas Kabupaten Blora/Rembang-Batas Kota Blora; 2. Jalan Ahmad Yani; 3. Jalan Jendral Sudirman; 4. Batas Kota Blora-Cepu; dan 5. Cepu-Batas Provinsi Jawa Timur; b. Jalan Provinsi berupa jalan kolektor primer 2 (JKP-2) meliputi: 1. Kunduran-Ngawen-Blora; 2. Singget/Batas Kabupaten Grobogan-Doplang-Cepu; dan 3. Todanan-Ngawen; c. Jalan Kabupaten meliputi: 1. jalan kolektor primer 4 (JKP-4) meliputi: a) ruas jalan yang menghubungkan Blora – Randublatung – Getas – Banjarejo Kabupaten Ngawi melalui Kecamatan Blora, Kecamatan Banjarejo, Kecamatan Jepon, Kecamatan Randublatung, dan Kecamatan Kradenan; b) ruas jalan yang menghubungkan Peting – Menden – Medalem – Ngraho Kabupaten Bojonegoro melalui Kecamatan Randublatung dan Kecamatan Kradenan; dan c) ruas jalan menuju kawasan perdagangan dan jasa, industri, kawasan perbatasan, dan kawasan bandar udara; 2. jalan lingkar meliputi: a) Kecamatan Tunjungan - Kecamatan Blora - Kecamatan Jepon; b) Kecamatan Sambong - Kecamatan Kedungtuban; dan c) Kecamatan Jepon – Kecamatan Blora – Kecamatan Banjarejo - Kecamatan Ngawen. 3. jalan lokal primer berupa jalan di Daerah meliputi: a) jalan lokal yang menuju kawasan perdagangan dan jasa, industri, dan kawasan perbatasan; dan b) jalan lokal primer lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Bupati; c) jalan desa berupa prasarana jalan perdesaan di seluruh wilayah Daerah. Untuk Pembangunan dan peningkatan jalan dilaksanakan dengan mempertimbangkan penyediaan sempadan jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk Jaringan prasarana lalu lintas angkutan terdiri atas:


LAPORAN AKHIR III -20 Terminal penumpang meliputi: a. terminal penumpang tipe A berada di Kecamatan Cepu; b. terminal penumpang tipe B berada di Kecamatan Blora; dan c. terminal penumpang tipe C berada di: 1. Kecamatan Ngawen; 2. Kecamatan Kunduran; 3. Kecamatan Todanan; dan 4. Kecamatan Randublatung. Secara lebih jelas dapat dilihat dalam Peta 2.3. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Blora. II.4.2.3 Kebijakan Kawasan Strategis Kabupaten Blora Kawasan strategis merupakan kawasan yang secara fungsional memiliki nilai potensi pengembangan yang dapat menjadi potensi wilayah Kabupaten Blora. Penetapan kawasan ini didasarkan atas fungsi keutamaan kawasan tersebut sebagai kawasan strategis wilayah kabupaten. Penetapan kawasan strategis harus didukung oleh kepentingan tertentu dengan pertimbangan aspek strategis masing-masing kabupaten. Kawasan strategis yang ada di kabupaten memiliki peluang sebagai kawasan strategis nasional, provinsi, maupun kabupaten. Untuk kawasan strategis kabupaten, selain didasarkan atas analisis kebutuhan pengembangan, penetapan kawasan strategis kabupaten juga didasarkan kesepakatan dan kebijakan yang ditetapkan. Kawasan strategis yang telah ditetapkan secara nasional harus dijabarkan penetapannya pada tingkat kedetailan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten, pada arahan kawasan strategis kabupaten. Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Blora meliputi: 1. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi, meliputi: a. kawasan Perbatasan Dukuh Singget Kecamatan Jiken; b. kawasan Perkotaan Blora - Jepon; c. kawasan Pertumbuhan Cepat yang dilalui akses Purwodadi – Kunduran – Ngawen – Blora – Jepon – Jiken – Sambong – Cepu dan Wirosari – Jati – Randublatung – Kedungtuban – Cepu; d. kawasan desa potensial berkembang yang memiliki pengaruh perkembangan eksternal terhadap desa-desa di sekitarnya yang ditetapkan dalam PPL; e. kawasan Strategis Cepaka (Cepu – Padangan – Kasiman).


Peta 2.3. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Blora.


LAPORAN AKHIR III -21


LAPORAN AKHIR III -22 2. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial Budaya Merupakan kawasan lingkungan permukiman yang memiliki karakteristik tertentu perlu dilestarikan keberadaannya atau kawasan lingkungan Permukiman Sedulur Sikep, meliputi: a. Kecamatan Banjarejo. b. Kecamatan Sambong. c. Kecamatan Kradenan. d. Kecamatan Randublatung. 3. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau Teknologi Tinggi, meliputi: a. Blok Cepu. b. Blok Blora. 4. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup, meliputi: a. kawasan prioritas yang digunakan melindungi sumber air yang ada di Daerah merupakan Daerah yang dilewati oleh Sungai Bengawan Solo dan Sungai Lusi. b. kawasan bencana alam kekeringan meliputi: 1) Kecamatan Banjarejo; 2) Kecamatan Blora; 3) Kecamatan Bogorejo; 4) Kecamatan Cepu; 5) Kecamatan Japah; 6) Kecamatan Jati: 7) Kecamatan Jepon; 8) Kecamatan Jiken; 9) Kecamatan Kedungtuban; 10) Kecamatan Kradenan; 11) Kecamatan Kunduran; 12) Kecamatan Ngawen; 13) Kecamatan Randublatung; 14) Kecamatan Todanan; dan 15) Kecamatan Tunjungan. c. kawasan lahan kritis berada di seluruh wilayah Daerah.


Peta 2.3. Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Blora.


LAPORAN AKHIR III -23


LAPORAN AKHIR III -24 II.4.2.4 Persyaratan teknis jalan Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Persyaratan teknis jalan harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan dan lingkungan (PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan). A. Jalan Arteri Primer • Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. • Kecepatan rencana jalan Arteri Primer dirancang paling rendah 60 km/jam, dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter. • Lalu lintas jarak jauh pada jalan Arteri Primer adalah lalu lintas Regional. Untuk itu, lalu lintas tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. • Kendaraan barang berat dan kendaraan umum bus diizinkan melalui jalan ini. • Jumlah jalan masuk ke jalan Arteri Primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. • Persimpangan pada jalan Arteri Primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. • Jalan Arteri Primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Dan besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain. • Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan. • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. • Jalur khusus seharusnya disediakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. • Jalan Arteri Primer seharusnya dilengkapi dengan median.


LAPORAN AKHIR III -25 B. Jalan Kolektor Primer • Kecepatan rencana jalan kolektor primer dirancang paling rendah 40 km/jam, dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter. • Jumlah jalan masuk ke jalan Kolektor Primer dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter. • Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. • Persimpangan pada jalan Kolektor Primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. • Jalan Kolektor Primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. • Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan tidak diizinkan pada jam sibuk. • Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan. • Besarnya lalu lintas harian rata-rata umumnya lebih rendah dari jalan Arteri Primer. • Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. C. Jalan Lokal Primer • Jalan lokal primer menghubungkan jalan antar lingkungan permukiman atau lingkungan kecil. • Kecepatan rencana jalan Lokal Primer dirancang paling rendah 20 km/jam, dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter. • Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. • Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer. • Jalan Lingkungan Primer • Jalan lingkungan menghubungkan jalan dalam lingkungan permukiman. • Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter. • Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan


LAPORAN AKHIR III -26 bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.


LAPORAN AKHIR IV -1 BAB 4 GAMBARAN UMUM STUDI KELAYAKAN PENINGKATAN STATUS JALAN RAYA BLORA - GROBOGAN MENJADI JALAN NASIONAL IV.1 TINJAUAN UMUM KABUPATEN BLORA 4.1.1.Wilayah Administrasi Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terletak antaragaris 6o528’ – 7o248’ Lintang Selatan dan garis 111016’ - 1110338’ Bujur Timur. Ketinggian Kabupaten Blora terletak antara 40 - 500 mdpl. Secara administratif, Kabupaten Blora terbagi atas 16 wilayah kecamatan yang di dalamnya terdapat 24 kelurahan dan 271 desa. Luas wilayah Kabupaten Blora tercatat 1.820,59 Km2. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Randublatung (211,13 Km2), diikuti oleh Kecamaan Jati dengan luas wilayahnya sebesar 183,62 Km2, sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Cepu (49,15 Km2). Secara administrasi Kabupaten Blora terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Tengah bersama Kabupaten Rembang. Batas administrasi Kabupaten Blora adalah : Sebelah Utara : Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah Sebelah Timur : Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Provinsi JawaTimur Sebelah Selatan : Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur Sebelah Barat : Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah


LAPORAN AKHIR IV -2 Luas wilayah Kabupaten Blora adalah sebesar 1.820,59 Km2, dengan ketinggian terendah 25 meter dpl dan tertinggi 500 meter dpl, yang diapit oleh jajaran pegunungan Kendeng Utara dan pegunungan Kendeng Selatan. Susunan tanah di Kabupaten Blora terdiri atas 56% tanah gromosol, 39% mediteran dan 5% aluvial. Secara administrasi Kabupaten Blora terbagi menjadi 16 kecamatan, 295 desa/ kelurahan, 1206 RW, 5.462 RT dan 1125 dusun dengan luas wilayah 1.820,59 ha. Wilayah kecamatan yang mempunyai luas terbesar adalah Kecamatan Randublatung dan yang terkecil adalah Kecamatan Cepu. Selengkapnya mengenai luas wilayah Kabupaten Blora dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL IV. 1 LUAS WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BLORA NO KECAMATAN DESA/KELURAHAN 1 Jati 12 2 Randublatung 18 3 Kradenan 10 4 Kedungtuban 17 5 Cepu 17 6 Sambong 10 7 Jiken 11 8 Bogorejo 14 9 Jepon 25 10 Blora 28 11 Banjarejo 20 12 Tunjungan 15 13 Japah 18 14 Ngawen 29 15 Kunduran 26 16 Todanan 25 Sumber : Kabupaten Blora Dalam Angka, 2022


PETA 3.1. ADMINISTRASI KABUPATEN BLORA


Laporan Akhir III -3


Laporan Akhir IV -4 4.1.2. Kondisi Fisik Alam 4.1.2.1. Topografi Ketinggian tempat atau elevasi ditentukan berdasarkan elevasi lahan daratan dari permukaan air laut. Ketinggian tempat di Kabupaten Blora dibagi menjadi 3 kelas ketinggian dan hubungan kelas ketinggian dengan luas sebenarnya dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL IV. 2 KETINGGIAN LAHAN DAN LUAS PENYEBARAN (DALAM HA) No Kecamatan 0 - 40 m 41 - 100 m > 100 m Jumlah 1 Jati - 4.968,00 13.394,05 18.362,05 2 Randublatung - 12.685,19 8.427,91 21.113,10 3 Kradenan 275,00 9.316,84 1.359,00 10.950,84 4 Kedungtuban 2.575,00 7.510,81 600,00 10.685,81 5 Cepu 1.325,00 3.589,54 - 4.914,54 6 Sambong - 5.319,01 3.556,00 8.875,01 7 Jiken - 1.036,00 15.780,66 16.816,66 8 Bogorejo - - 4.980,48 4.980,48 9 Jepon - 1.975,00 8.797,38 10.772,38 10 Blora - 5.092,00 2.886,61 7.978,61 11 Banjarejo - 5.482,00 4.870,22 10.352,22 12 Tunjungan - 5.117,00 5.064,52 10.181,52 13 Japah - 3.250,00 7.055,19 10.305,19 14 Ngawen - 8.498,19 1.600,00 10.098,19 15 Kunduran - 12.673,29 125,00 12.798,29 16 Todanan - 550,00 12.323,92 12.873,92 Jumlah 4.175,00 87.062,87 90.820,93 182.058,80 Sumber : Kabupaten Blora Dalam Angka, 2018 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kelas ketinggian tempat yang paling luas adalah elevasi > 100 mdp yaitu 90.820,93 meter. Wilayah yang mempunyai elevasi rendah 0 – 40 mdpl seluas 4.175,00 ha dan elevasi 41-100 m dpl seluas 87.062,87 ha. Klasifikasi kemiringan lahan dibagi menjadi 4 kelas dan hubungan kelas kemiringan/ lereng dengan luas sebenarnya dapat dilihat pada tabel berikut.


Laporan Akhir IV -5 TABEL IV. 3 KELAS KEMIRINGAN LERENG DI KABUPATEN BLORA No Kecamatan 0 - 2% 3 - 15% 16 - 40% > 40% Jumlah 1 Jati 3.273,00 7.799,05 7.290,00 - 18.362,05 2 Randublatung 5.128,74 11.384,36 4.600,00 - 21.113,10 3 Kradenan 2.540,00 4.323,34 4.087,50 - 10.950,84 4 Kedungtuban 6.125,62 4.227,69 332,50 - 10.685,81 5 Cepu 4.418,54 496,00 - - 4.914,54 6 Sambong 1.964,01 5.445,00 1.445,00 21,00 8.875,01 7 Jiken 4.748,45 5.470,71 6.552,50 45,00 16.816,66 8 Bogorejo 1.478,98 1.604,00 1.887,50 10,00 4.980,48 9 Jepon 4.423,00 2.494,38 3.800,00 55,00 10.772,38 10 Blora 5.129,50 1.571,61 1.277,50 - 7.978,61 11 Banjarejo 5.418,00 3.284,22 1.650,00 - 10.352,22 12 Tunjungan 2.099,00 5.757,52 2.310,00 15,00 10.181,52 13 Japah 978,67 4.026,53 5.300,00 - 10.305,19 14 Ngawen 6.273,19 2.600,00 1.225,00 - 10.098,19 15 Kunduran 409,29 12.164,00 225,00 - 12.798,29 16 Todanan 2.338,50 2.382,42 8.038,00 115,00 12.873,92 Jumlah 56.746,48 75.030,82 50.020,50 261,00 182.058,80 Sumber : Kabupaten Blora Dalam Angka, 2018 Wilayah Kabupaten Blora pada umumnya datar - bergelombang dan sebagian kecil terjal. Dari data di atas dapat diketahui bahwa 56.746,48 ha wilayah Kabupaten Blora berada pada kelerengan 0-2%, seluas 75.030,82 ha berada pada kelerengan 3 - 15%, seluas 50.020,50 ha berada pada kelerengan 16 - 40% dan seluas 261,00 ha beradapada kelerengan > 40%.


PETA 4.2. TOPOGRAFI KABUPATEN BLORA


Laporan Akhir IV -6


Laporan Akhir III -7 4.1.2.2. Geologi Dan Jenis Tanah Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Blora dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Alluvium. Jenis ini terdiri atas tanah lempung, lanau, pasir dan kerikil. Wilayah yang mengandung jenis tanah ini adalah Kecamatan Kunduran, Banjarejo,Ngawen, Blora, Jati, Randublatung, Kradenan, dan Kedungtuban. 2. Endapan Lunak. Jenis ini terdiri atas batu pasir dan konglongmerat. Wilayah yangmengandung jenis ini Kecamatan Kradenan. Formasi Tambak Kromo. Jenis terdiri atas batu lempung, rapal dan batu gamping. Wilayah yang termasuk dalam jenis ini adalah semua kecamatan di Kabupaten Blora kecuali Kecamatan Todanan dan Kecamatan Kradenan. 3. Formasi Salerejo. Jenis ini terdiri atas batu lempung dan batu gamping. Wilayah yang termasuk dalam jenis ini adalah Kecamatan Cepu, Sambong, Jepon, dan Banjarejo. 4. Formasi Mundu. Jenis ini terdiri atas tanah napal. Wilayah yang termasuk dalam jenis ini adalah semua kecamatan di Kabupaten Blora kecuali di Kecamatan Kedungtuban dan Cepu. 5. Formasi Kalibeng. Jenis ini terdiri atas napal, dan batu pasir. Wilayah yang termasuk dalam jenis ini adalah Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan, Todanan, dan Ngawen. 6. Formasi Kerek. Jenis ini terdiri atas tanah napal batu lempung, batu pasir dan gamping. Wilayah yang termasuk dalam formasi ini adalah Kecamatan Jati, Randublatung dan Kradenan. 7. Formasi Ledok. Jenis ini terdiri atas batu gamping dan batu glukonit. Wilayah yang termasuk dalam formasi ini meliputi Kecamatan Jiken, Jepon, Banjarejo, dan Kunduran. 8. Formasi Wonocolo. Jenis ini terdiri atas napal dan batu gamping. Wilayah yang termasuk dalam formasi ini adalah Kecamatan Todanan dan Tunjungan. 9. Formasi Madura. Jenis ini terdiri dari gamping dan karal. Wilayah yang termasuk dalam formasi ini adalah Kecamatan Todanan. 10.Formasi Tuban. Jenis ini terdiri dari lempung, pasir kuarsa, napal dan


Laporan Akhir III -8 gamping.Wilayah yang termasuk dalam formasi ini adalah Kecamatan Todanan. Sedangkan berdasarkan tinggkat erosi, kondisi Kabupaten Blora dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu erosi ringan, erosi sedang dan erosi berat sekali dengan distribusi sebagai berikut : 1. Tingkat erosi ringan. tingkat erosi ini menyebar diseluruh wilayah Kabupaten Blora kecuali Kecamatan Kedungtuban, Cepu, Sambong dan Jiken. 2. Tingkat erosi sedang. Tingkat erosi ini berada di daratan kecamatan Jati, Jepon , Blora, dan, Todanan. 3. Tingkat erosi berat dan berat sekali. Tingkat erosi ini terdapat di dataran Todanan bagian barat dan Utara kecamatan Jepon Bagian Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Rembang. Jenis tanah yang ada di suatu wilayah dapat digunakan sebagai salah satu dasar pemantauan dan pengembagan wilayah lebih lanjut, khususnya dalam pengembangan produksi pertanian dalam skala luas, seperti pertanian, perkebunan, tegalan, kehutanan. Berdasarkan teksturnya tanah di Kabupaten Blora dibedakan menjadi halus, sedang, dan kasar. Komposisi terbesar adalah tekstur sedang yaitu seluas 152.626,44 Ha (84,10%), kemudian tekstur halus 28.480,36 Ha (15,39%), sedangkan untuk tekstur kasar hanya seluas 952,00 Ha (0,15%) dan terdapat di Kecamatan Todanan. Kondisi jenis tanah di wilayah Kabupaten Blora dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Tanah Grumosol (56,00%) Jenis tanah ini memiliki tingkat produktifitas sedang. Pemanfaatannya untuk pertanian dan perkebunan, warna tanah ini adalah kelabu sampai hitam. Daerah yang mengandung jenis tanah ini adalah sebagian dari seluruh wilayah kecamatan yang terdapat di Kabupaten Blora. 2. Tanah Mediteran (39,00%) Jenis tanah ini memiliki tingkat produktifitas sedang sampai tinggi. Pemanfaatannya untuk tanah sawah, tegalan, perkebunan dan kehutanan. Warna tanah ini adalah merah kecoklatan, sebagian besar wilayah


Laporan Akhir III -9 kecamatan mengandung tanah jenis mediteran ini. 3. Tanah Alluvial (5,00%) Jenis tanah ini memiliki tingkat produktifitas sedang sampai tinggi. Tanah ini sangat baik untuk pertanian warnanya bermacam-macam, ada yang kelabu, coklat dan hitam. Daerah yang mengandung tanah ini terdapat di bagian wilayah Kecamatan Kedungtuban dan Kecamatan Blora.


PETA 4.3. JENIS TANAH KABUPATEN BLORA


Laporan Akhir IV -10


Laporan Akhir IV -11 4.1.2.3. Klimatologi Kabupaten Blora beriklim tropis dengan dua musim dalam setahunnya yaitu musim kemarau yang terjadi antara bulan April sampai dengan bulan September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai dengan Maret, Selengkapnya mengenai hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Blora dapat dilihat pada tabel berikut.


TABEL IV. 4 Banyaknya Curah Hujan MNo Kecamatan Januari Februari Maret April Mei Juni Ju1 Jati 357 352 239 101 29 109 22 Randublatung 507 197 227 102 49 101 43 Kradenan 323 171 151 65 14 21 34 Kedungtuban 135 136 241 3 86 25 15 Cepu 113 120 122 304 63 43 16 Sambong 243 222 238 185 99 108 7 Jiken 283 371 351 113 86 65 58 Bogorejo 426 208 312 106 67 35 69 Jepon 102 103 94 72 107 45 510 Kota Blora 140 257 361 224 104 82 211 Banjarejo 190 155 322 192 116 62 212 Tunjungan 423 216 332 69 126 48 513 Japah 567 454 472 254 75 146 614 Ngawen 246 276 243 201 126 113 115 Kunduran 237 310 269 176 67 96 116 Todanan 268 224 407 115 48 111 2Rata-rata 2017 285 236 274 143 79 76 32016 221 231 124 164 76 103 42015 191 143 174 241 57 38 Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora


LAPORAN AKHIR IV -11 enurut Bulan di Kabupaten Blora (mm) uli Agustus September Oktober November Desember Rata-Rata 23 0 12 185 288 161 1.856 47 0 24 218 255 105 1.832 32 0 8 28 208 150 1.171 13 0 13 175 221 163 1.211 15 0 14 52 153 133 1.132 3 0 11 110 271 164 1.654 53 0 89 222 188 239 2.06 69 0 42 119 299 447 2.13 53 0 0 117 192 181 1.066 28 4 21 349 280 160 2.01 25 6 31 323 316 214 1.952 55 0 59 221 253 241 2.043 68 0 96 283 243 153 2.811 14 19 82 288 285 151 2.044 11 0 8 397 286 276 2.133 29 5 34 254 302 188 1.985 34 2 34 209 253 195 1.818 49 55 174 165 303 185 1848 5 0 4 8 100 221 1.182


PETA 4.4. CURAH HUJAN KABUPATEN BLORA


LAPORAN AKHIR IV -12


LAPORAN AKHIR IV -13 4.1.3. Demografi Berdasarkan data kependudukan yang ada di Kabupaten Blora pada tahun 2021, Jumlah penduduk sebesar 886,147 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Blora 93.691 jiwa, Kecamatan Randublatung 77.692 jiwa dan Kecamatan Cepu 76.474 jiwa. Secara lebih lengkap dapat dilihat dalam TABEL IV.5. TABEL IV.5. JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BLORA, 2021 NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN (JIWA) 2019 2020 2021 1 Jati 51,923 49,143 49,340 2 Randublatung 81,457 77,649 77,692 3 Kradenan 42,816 41,062 41,125 4 Kedungtuban 60,555 57,447 57,531 5 Cepu 78,175 76,370 76,474 6 Sambong 29,070 27,659 27,823 7 Jiken 39,793 38,374 38,314 8 Bogorejo 25,860 24,805 24,827 9 Jepon 65,252 62,824 62,952 10 Blora 96,522 93,779 93,691 11 Banjarejo 65,454 62,152 62,426 12 Tunjungan 50,043 47,981 48,098 13 Japah 37,224 35,310 35,362 14 Ngawen 64,416 60,559 60,773 15 Kunduran 70,245 66,189 66,337 16 Todanan 66,837 63,030 63,382 Kab. Blora 925,642 884,333 886,147 Sumber: BPS Kabupaten Blora


LAPORAN AKHIR IV -14 IV.2 TINJAUAN UMUM KAWASAN RUAS JALAN KUNDURAN-NGAWEN-BLORA 4.2.1. Administrasi Kawasan Kajian Secara Administrasi kecamatan dan, Kawasan kajian Ruas Jalan Kunduran – Ngawen – Blora meliputi 4 kecamatan di kabupaten BLora yakni Kecamatan Blora, Kecamatan tunjungan, Kecamatan Ngawen dan Kecamatan Kunduran. Beberapa kelurahan dan desa yang dilintasi Ruas Jalan tersebut meliputi: 1. Kecamatan Blora : 7 Kelurahan/desa 2. Kecamatan Tunjungan : 5 kelurahan/desa 3. Kecamatan Ngawen : 7 Desa 4. Kecamatan Kunduran : 6 Desa Secara akumulasi jumlah kelurahan/ desa yang dilintasi oleh Ruas Jalan KunduranNgawen – Blora terdiri dari 25 Kelurahan/desa. Lihat Peta 4.5.Peta Admministrasi Desa Kawasan Kajian TABEL IV.6. BATAS ADMINISTRATIF KAWASAN KAJIAN NO KECAMATAN DESA 1 Blora Sonorejo 2 Blora Tambakrejo 3 Blora Jetis 4 Blora Kauman 5 Blora Kunden 6 Blora Mlangsen 7 Blora Tempelan 8 Tunjungan Tutup 9 Tunjungan Adirejo 10 Tunjungan Tambahrejo 11 Tunjungan Tawangrejo 12 Tunjungan Tamanrejo 13 Ngawen Bogowanti 14 Ngawen Sendangmulyo 15 Ngawen Sarimulyo 16 Ngawen Berbak 17 Ngawen Punggursugih 18 Ngawen Trembulrejo 19 Ngawen Ngawen 20 Kunduran Muraharjo 21 Kunduran Jagong 22 Kunduran Sambiroto 23 Kunduran Gagaan 24 Kunduran Kunduran 25 Kunduran Klokah Sumber: Tim penyusun, 2022


Click to View FlipBook Version