36 Perilaku Organisasi
2. Perlakukan Setiap Karyawan Sebagai Individu
Hindari membuat asumsi tentang karyawan dari latar belakang yang
berbeda. Lihatlah setiap karyawan sebagai individu dan menilai
keberhasilan dan kegagalan berdasarkan prestasi individu daripada
menghubungkan tindakan dengan latar belakang mereka.
3. Mendorong Karyawan Untuk Bekerja Dalam Berbagai Kelompok
Tim kerja yang beragam memungkinkan karyawan untuk saling
mengenal dan menghargai satu sama lain dan dapat membantu
memecah konsepsi yang telah terbentuk sebelumnya dan
kesalahpahaman budaya.
4. Dasarkan Standar Pada Kriteria Obyektif
Tetapkan satu standar aturan untuk semua kelompok karyawan tanpa
memandang latar belakang. Pastikan semua tindakan
ketenagakerjaan, termasuk disiplin, mengikuti kriteria standar ini
untuk memastikan setiap karyawan diperlakukan sama.
5. Bersikaplah Terbuka
Mengakui, dan mendorong karyawan untuk menyadari, bahwa
pengalaman, latar belakang, dan budaya seseorang bukan satu-
satunya yang bernilai bagi organisasi. Cari cara untuk memasukkan
beragam perspektif dan bakat ke dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
6. Pekerjakan Yang Paling Memenuhi Syarat
Untuk membangun tempat kerja yang beragam, sangat penting untuk
merekrut dan merekrut bakat dari berbagai latar belakang. Ini
membutuhkan kepemimpinan dan orang lain yang membuat
keputusan perekrutan untuk mengatasi bias dalam wawancara dan
penilaian bakat.
7. Jika organisasi dapat menerobos bias dan mempekerjakan orang yang
paling memenuhi syarat, mereka yang memiliki pendidikan,
kredensial, pengalaman, dan keahlian yang tepat, tempat kerja yang
beragam harus mendapatkan hasil yang wajar.
Bab 3 Keberagaman Dalam Organisasi 37
3.5 Manfaat Keragaman Dalam
Organisasi
Keragaman dalam organisasi berarti penerimaan dan pelibatan karyawan dari
semua latar belakang. Keragaman dalam organisasi merupakan aset penting,
karena mengakui kekuatan individu dari setiap karyawan dan potensi yang
mereka bawa. Menghargai perbedaan orang lain adalah hal yang pada
akhirnya menyatukan kita semua dan dapat menjadi rahasia menuju organisasi
yang sukses dan berkembang serta budaya kerja yang adil. Karena dunia saat
ini semakin mengglobal dan saling berhubungan, tempat kerja harus
memanfaatkan beragam keterampilan yang dapat dibawa oleh individu dari
latar belakang dan bahasa yang berbeda.
Menurut, Pavan, (2020) dan Farmiloe, (2020) berbagai manfaat keragaman
dalam organisasi meliputi:
1. Perspektif Berbeda Menghasilkan Hasil Lebih Baik
Karena keberagaman di tempat kerja mencakup beragam karyawan
dengan jenis kelamin, usia, latar belakang budaya, keterampilan unik,
dan pengalaman yang berbeda, mereka terikat untuk memiliki
perspektif yang berbeda. Ini adalah titik pendorong saat membuat
keputusan bisnis penting, atau saat merencanakan, mengelola, dan
menerapkan rencana bisnis.
2. Sudut Pandang Unik
Ketidakpedulian tak terbatas dari individu-individu dalam sebuah tim
berasal dari pengalaman dan sejarah kehidupan yang berbeda. Sudut
pandang mereka unik. Perbedaan mereka membuat mereka unik
sebagai sebuah tim. Grup yang beragam adalah tempat yang
menghasilkan kreativitas, eksposur, ide-ide baru, pemikiran baru, dan
hasil bisnis baru.
3. Inovasi Baru dan Lebih Baik
Pasar persaingan yang ketat saat ini membutuhkan inovasi yang
konstan. Tempat kerja yang beragam memiliki peluang inovasi yang
lebih tinggi. Ini berasal dari penggabungan ide dan perspektif yang
berbeda dan mendapatkan ide atau inovasi yang sama sekali berbeda.
38 Perilaku Organisasi
4. Solusi Kreatif
Orang yang secara kognitif mirip kurang memiliki keterampilan
pemecahan masalah jika dibandingkan dengan orang yang beragam
dalam sebuah tim. Kelompok yang beragam dapat berkontribusi pada
solusi yang berbeda, pada waktu yang tepat atau bahkan lebih cepat
5. Berbagai Solusi
Memasukkan keragaman di tempat kerja memiliki manfaat dalam
pengambilan keputusan yang lebih baik. Dibandingkan dengan
individu yang membuat keputusan bisnis, tim yang beragam dapat
membuat keputusan yang lebih baik dan menyelesaikan banyak
masalah. Mereka dapat memberikan solusi yang lebih baik dan
menguntungkan tempat kerja dari kualitas yang bervariasi.
6. Keuntungan Meningkat
Dengan keragaman datanglah beragam minat, pendapat, argumen,
berbagai jenis pertunjukan, dan umpan balik yang beragam. Ini
menghasilkan perusahaan Anda membuat keputusan yang tepat, dan
itu mengarah pada keuntungan yang lebih baik dan meningkat.
7. Meningkatkan Keterlibatan Karyawan
Ketika berbagai jenis orang berkumpul, masing-masing mendapat
kesempatan untuk tumbuh lebih banyak dari apa yang mereka lihat
atau sukai dari orang lain. Ketika karyawan merasa mereka dapat
berbaur, berhubungan dengan baik, dihibur, dan dilibatkan, mereka
bekerja lebih baik, dan itu menghasilkan peningkatan tingkat
keterlibatan karyawan.
8. Tingkatkan Moral
Ketika keragaman inklusif di tempat kerja, karyawan merasa dihargai
dan diterima. Karyawan selalu ingin bertahan lebih lama di
perusahaan saat mereka lebih bahagia, dan ini menyebabkan
penurunan perputaran karyawan secara keseluruhan.
9. Nilai Merek
Keragaman tempat kerja sangat memengaruhi reputasi perusahaan.
Jika tempat kerja memiliki orang yang berbeda, itu menciptakan
perspektif perusahaan yang berbeda, dengan citra baru, orang yang
Bab 3 Keberagaman Dalam Organisasi 39
menarik, lingkungan yang inklusif. Semuanya bergabung untuk
menampilkan reputasi perusahaan yang sangat baik. Ini, pada
gilirannya, meningkatkan nilai merek, menambah pelanggan baru,
mitra, dan membantu perusahaan menjelajah ke pasar baru.
10. Menarik Bakat Baru
Karyawan baru selalu mencari perusahaan yang menyenangkan dan
menyenangkan untuk diajak bekerja sama; ini hanya mungkin dengan
tempat kerja yang beragam. Jika basis karyawan beragam, dengan
kumpulan bakat yang hebat, secara alami itu akan menarik lebih
banyak orang.
11. Hapus Bias
Keragaman di tempat kerja menghancurkan bias sosial apa pun. Ada
penurunan gender dan bias gaji. Karyawan belajar dari kekuatan dan
kelemahan mereka dan bekerja sama sebagai satu tim.
12. Meningkatkan Produktivitas
Menjadikan keragaman sebagai prioritas di tempat kerja akan
memaksimalkan produktivitas; tidak ada atmosfir negatif yang
mengakibatkan burnout. Ide dan semangat unik memberikan hasil
yang luar biasa, dan meningkatkan produktivitas tim.
3.6 Tantangan Dalam Penerapan
Keberagaman Organisasi
Dalam konteks organisasi, keragaman mengacu pada kesetaraan peluang dan
pekerjaan. Saat ini telah menjadi mode untuk memiliki beragam karyawan
yang berasal dari semua kelas dan kecenderungan sehingga nuansa kebenaran
dan kemanusiaan dapat diaktualisasikan. Namun demikian, bukan berarti
keberagaman organisasi telah berhasil atau telah menjadi norma dalam
organisasi. Sebaliknya, ada banyak hambatan terhadap keberagaman.
Keberagaman dalam organisasi juga mempunyai tantangan tersendiri (Kreitner
and Slocum, 2009).
40 Perilaku Organisasi
Menurut, Shaddock, (2010) memanfaatkan sepenuhnya manfaat keberagaman
di tempat kerja bukan tanpa tantangan.
Beberapa tantangan tersebut adalah:
1. Komunikasi
Hambatan persepsi, budaya dan bahasa perlu diatasi agar program
keanekaragaman berhasil. Komunikasi yang tidak efektif dari tujuan
utama menghasilkan kebingungan, kurangnya kerja tim, dan
semangat kerja yang rendah.
2. Resistensi terhadap perubahan
Selalu ada karyawan yang menolak untuk menerima kenyataan
bahwa tatanan sosial dan budaya di tempat kerja mereka berubah.
Mentalitas "kami selalu melakukannya dengan cara ini"
membungkam ide-ide baru dan menghambat kemajuan.
3. Penerapan kebijakan keberagaman di tempat kerja
Ini bisa menjadi tantangan utama bagi semua pendukung
keberagaman. Berbekal hasil penilaian karyawan dan data penelitian,
mereka harus membangun dan menerapkan strategi yang disesuaikan
untuk memaksimalkan efek keragaman di tempat kerja bagi
organisasi khusus mereka.
4. Pelatihan keberagaman di tempat kerja yang berhasil
Pelatihan keanekaragaman saja tidak cukup untuk rencana
pengelolaan keanekaragaman organisasi. Strategi harus dibuat dan
diterapkan untuk menciptakan budaya keberagaman yang meresap di
setiap departemen dan fungsi organisasi.
5. Kesulitan dalam Mendefinisikan Keragaman
Keragaman dapat mencakup elemen lintas agama, jenis kelamin,
usia, ras, orientasi seksual, status disabilitas, dan faktor terkait
lainnya. Ini juga dapat mencakup keterampilan kerja dan tipe
kepribadian. Oleh karena itu, ada banyak cara di mana orang dapat
dikategorikan ke dalam "kelompok" yang berbeda, dan
mengidentifikasi kategorisasi apa yang paling berguna dapat menjadi
tantangan.
Bab 3 Keberagaman Dalam Organisasi 41
6. Bias Kognitif dan Stereotipe
Setelah definisi keragaman telah diputuskan dan elemen yang
berbeda telah diprioritaskan, organisasi menghadapi tantangan dalam
menggabungkan kelompok yang berbeda. Salah satu tantangan dalam
menciptakan keragaman adalah berbagai bias kognitif yang mungkin
dimiliki individu dalam organisasi tentang orang lain yang mirip atau
berbeda dari mereka. Ini pada dasarnya adalah kecenderungan
stereotip, yang secara signifikan mempersempit pandangan dunia
individu di dalam organisasi. Ini mengurangi semua manfaat
potensial dari keanekaragaman dan memperkuat pemikiran
kelompok.
7. Homofilia
Tantangan lain terkait dengan perilaku sosial yang disebut homofili
kecenderungan individu untuk bergaul dengan orang lain yang mirip
dengannya. Kecenderungan ini dapat terwujud tidak hanya dalam
proses perekrutan dan perekrutan di dalam organisasi, tetapi juga
dalam pola sosialisasi informal individu di dalam perusahaan. Sangat
umum bagi individu dengan latar belakang atau keyakinan yang sama
untuk membentuk ikatan, dan menggunakan ikatan ini untuk
menciptakan pengaturan kelompok preferensial. Manajer harus
mengatasi tantangan ini melalui kesadaran, promosi pengelompokan
berdasarkan perbedaan, dan pendelegasian yang cerdik.
3.7 Strategi Mengelola Keragaman
Dalam Perusahaan
Menurut, Rodrigo, (2020) dalam menghadapi keragaman karyawan dalam
perusahaan, diperlukan strategi khusus, sehingga karyawan dari latar belakang
yang berbeda merasa diperlakukan secara adil.
42 Perilaku Organisasi
Berikut beberapa strategi untuk mengelola keragaman:
1. Libatkan tim kepemimpinan dengan upaya keberagaman
Pastikan eksekutif perusahaan sepenuhnya mendukung upaya
keberagaman. Dengan begitu, karyawan dalam organisasi juga akan
lebih cenderung merangkul keberagaman. Seberapa mudah
mendapatkan kepemimpinan untuk menerima keberagaman
bergantung pada posisi mereka saat ini. Paling tidak para pemimpin
telah memulai upaya untuk meningkatkan keragaman. Dalam hal ini,
tidak perlu meyakinkan mereka. Jika tidak semua anggota tim
eksekutif percaya bahwa keragaman itu penting, maka harus
dijalankan strategi khusus untuk mendapatkan dukungan mereka.
Apa pun caranya, ambil langkah yang diperlukan untuk memastikan
bahwa keragaman tetap menjadi nilai bisnis inti, bahkan dengan
pergantian kepemimpinan.
2. Keragaman memiliki banyak dimensi, termasuk kemampuan fisik.
Periksa diri dan kepemimpinan organisasi tentang bagaimana
mendefinisikan keragaman. Keberagaman bukan hanya tentang ras,
yang merupakan salah satu hal paling umum yang muncul di benak
orang ketika mereka mendengar kata "keberagaman". Gender adalah
dimensi keragaman lainnya yang terkenal. Meskipun masyarakat
telah membuat banyak kemajuan di bidang ini, masih banyak yang
harus dilakukan. Sepertiga responden survei perempuan dalam survei
inklusi masih merasa bahwa mengungkapkan pendapat yang
bertentangan memiliki konsekuensi negatif bagi mereka di tempat
kerja. Ras dan gender terus menjadi domain penting keberagaman.
Keragaman juga harus mengenali perbedaan dalam budaya, agama,
pendapatan, tingkat pendidikan, kemampuan fisik, dan domain
lainnya. Bidang lain yang muncul, misalnya, adalah keanekaragaman
generasi. Ini mengacu pada keseimbangan pekerja yang memiliki
usia berbeda atau berasal dari generasi yang berbeda.
3. Identifikasi keragaman yang ada (usia, etnis, agama, senioritas)
Beragamnya usia dan angkatan kerja merupakan hal dominan yang
dijumpai dalam sebuah perusahaan. Hal ini biasanya menimbulkan
Bab 3 Keberagaman Dalam Organisasi 43
masalah terutama jika menyangkut senioritas; karyawan yang lebih
dulu bekerja sering merasa kurang dihargai oleh juniornya; terkadang
senior bertindak tidak sesuai peraturan perusahaan sehingga
memberatkan junior untuk menegurnya. Padahal senior perlu
memberikan contoh sikap yang baik dan menghargai bawahannya
agar terjadi keharmonisan dan kerja sama yang positif. Dalam
menyusun perencanaan perusahaan perlu diadakan identifikasi
keragaman usia, ras, dan agama yang disesuaikan terhadap pembagi
an pekerjaan agar strategi tersebut dapat beroperasi lebih efektif.
4. Fokus pada kesempatan dan perlakuan yang adil
Dalam mengelola keragaman individu, masalah yang sering dihadapi
perusahaan adalah kesetaraan dan perlakuan yang adil. Kesetaraan di
sini mempunyai cakupan luas dan menyangkut banyak faktor. Setiap
individu harus mendapatkan kesempatan yang adil dalam pekerjaan.
Diskriminasi yang timbul biasanya terdapat pada standar penilaian
yang berbeda-beda terhadap individu. Untuk mengatasi hal ini,
perusahaan harus membuat kebijakan alternatif untuk mengambil
langkah positif dalam membedakan masalah ketidakadilan dan
menetapkan tujuan sehingga terjadi kesetaraan dalam lingkungan
pekerjaan.
5. Sistem rekrutmen terbuka
Tinjau dan rancang ulang proses perekrutan, untuk memastikan
bahwa organisasi menarik lebih banyak pelamar dan rekrutan yang
beragam.
6. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses rekrutmen,
mengelola keragaman dalam rekrutmen berkembang pesat dalam
bidang sumber daya manusia. Organisasi akan menemukan berbagai
bahan referensi, kursus, dan ahli untuk membantu Anda di bidang ini.
7. Pelajari karakteristik masing-masing
Pengelolaan keragaman karyawan seperti perbedaan karakteristik
individu akan menguntungkan perusahaan di mana dapat membawa
pemikiran dan ide yang beragam pula sehingga dalam menyelesaikan
permasalahan berbagai alternatif pemecahan akan muncul. Maka dari
44 Perilaku Organisasi
itu pemimpin perusahaan harus mempelajari karakteristik karyawan
dalam penyesuaian bidang kerja sehingga terjadi hubungan linear
antara pekerjaan dan karyawan. Karakteristik tersebut juga bisa
menjadi inspirasi bagi perusahaan untuk menghadapi perubahan
bisnis menuju masa depan
8. Bangun komunikasi internal dengan baik
Komunikasi dalam lingkungan kerja memegang peranan penting
terhadap keberhasilan perusahaan. Pemimpin perlu meningkatkan
komunikasi baik dalam penyampaian informasi, tugas dan kewajiban
karyawan, hasil kerja karyawan dan tegur sapa antara atasan dan
bawahan.
9. Melakukan Pelatihan Keberagaman
Pelatihan keberagaman adalah salah satu strategi untuk mengelola
keragaman di organisasi. Meskipun semakin banyak orang yang
menyadari pentingnya keanekaragaman, hal itu tidak selalu datang
secara alami. Bahkan individu yang paling inklusif secara lahiriah
dapat memiliki bias yang tidak disadari. Inilah mengapa ada baiknya
memberikan pelatihan tentang cara mencapai dan mempertahankan
tempat kerja yang beragam .
Keragaman dalam organisasi merupakan hal mutlak bagi sebuah perusahaan,
maka dari itu perlu direncanakan strategi pengelolaan untuk mengatasi
masalah yang timbul dari perbedaan tersebut. Menurut, Gaudiano and Hunt,
(2016), bahwa topik keragaman organisasi saat ini mendapatkan perhatian
secara luas, sebagian besar berkat semakin banyaknya studi penelitian yang
mengungkapkan manfaatnya bagi bisnis: memperoleh akses yang lebih luas,
meningkatkan kepuasan karyawan, mendorong inovasi, meningkatkan
loyalitas pelanggan, memperkuat reputasi dan meningkatkan profitabilitas.
Gelombang antusiasme yang meningkat telah menciptakan industri
perusahaan yang berkembang yang menjanjikan untuk mengukur,
menganalisis, dan meningkatkan keragaman melalui berbagai inisiatif taktis.
Banyak dari perusahaan ini berfokus pada fungsi bisnis tertentu, seperti
perekrutan atau retensi. Sementara yang lain fokus pada perilaku karyawan,
misalnya mengidentifikasi dan menghilangkan bias yang tidak disadari di
seluruh organisasi. Namun yang lain berfokus pada budaya, baik sebagai
Bab 3 Keberagaman Dalam Organisasi 45
barometer keragaman, atau sebagai instrumen potensial perubahan. Dalam
kebanyakan kasus, perusahaan ini merancang dan melaksanakan inisiatif
mereka melalui kombinasi pengalaman sebelumnya, data historis, keahlian
domain, dan intuisi. Keberagaman merupakan suatu subjek yang kompleks
dan sulit untuk diterima dikarenakan setiap individu memiliki bias tertentu
yang tidak terlihat dan ditunjukkan melalui kata-kata, perbuatan, dan opini. Hal
ini penting untuk selalu diingatkan, dan lebih baik lagi jika melalui kebijakan
perusahaan, bahwa keberagaman bukan merupakan kelemahan tetapi
kekuatan. Hal ini bukanlah slogan; banyak organisasi-organisasi internasional
yang telah dengan sukses menunjukkan fakta ini.
46 Perilaku Organisasi
Bab 4
Sikap, Perilaku, dan Kepuasan
dalam Bekerja
4.1 Pendahuluan
Sejumlah besar media-media yang populer hampir setiap hari memberitakan
hasil tentang sikap. Semua memiliki suatu tujuan yakni untuk mencari
dukungan. Demikian juga halnya dengan manajemen, terutama dalam hal
pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan
hubungannya dengan perilaku. Apakah ada dirasakan kepuasan atau
ketidakpuasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Secara
umum penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsisten di antara
sikap mereka serta antar sikap dan perilaku mereka. Dalam sebuah organisasi,
sikap sangatlah penting, sebab komponen perilakunya. Seseorang bisa
memiliki ribuan sikap, sikap kerja bermuatan evaluasi positif atau negatif yang
dipunyai oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka.
Sesungguhnya ada tiga sikap yaitu kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan
komitmen organisasional. Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja
yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut.
Sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif
tentang pekerjaan tersebut, Robbins, (2002); Mangkunegara and Prabu,
48 Perilaku Organisasi
(2004); Purba et al, (2019); Leuwol et al, (2020); Purba, (2020a); Purba and
Situmorang, (2020).
4.1.1 Sikap dalam Bekerja
Berdiskusi tentang masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah menjadi sesuatu
yang sangat populer dan penting, terutama dalam rangka pembahasan
psikologi sosial. Para ahli telah menyepakati bahwa setiap sikap dapat
terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan dan lingkungan,
yang keduanya mempunyai fungsi yang sama. Hal ini berarti bahwa sikap
tidak dibawa sejak manusia dilahirkan. Sikap adalah keteraturan perasaan dan
pikiran seseorang dan kecenderungan terhadap aspek lingkungannya. Sikap
seseorang tercermin dari kecenderungan perilakunya dalam menghadapi suatu
situasi lingkungan yang berhubungan dengannya. Sikap adalah tanggapan
(response) yang mengandung komponen-komponen kognitif (pengetahuan),
afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif
(kecenderungan untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang terhadap
sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya, Tahir, (2014d), (2014a).
Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan merespons sesuatu secara
konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan
suatu objek tertentu”, Kreitner and Kinicki, (2005) Sikap adalah pernyataan/
penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau kejadian, Purba, (2013),
(2019b); Purba et al, (2019); Purba, (2020b); Purba, Nainggolan, et al, (2020);
Revida et al, (2020); Siagian et al, (2020); Zaman et al, (2020).
1. Jenis-jenis sikap ada tiga yakni:
a. Job Satisfaction yaitu sikap yang menentukan kepuasan
seseorang terhadap pekerjaannya.
b. Job Involvement yakni sikap yang menggambarkan sampai
sejauh mana partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)
c. Organization Commitment yakni sikap yang menunjukkan
sampai mana seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta
dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keannggotaannya
dalam organisasi)
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 49
2. Aspek-aspek sikap
Merujuk pendapat Secord and Bacman, Kreitner and Kinicki, (2005)
yang membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai
berikut:
a. Komponen kognitif, merupakan komponen yang terdiri dari
pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk
keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap.
b. Komponen afektif, merupakan komponen yang berhubungan
dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat
evaluatif. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai
yang dianut pemilik sikap.
c. Komponen konatif, merupakan komponen sikap yang berupa
kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan
objek sikap, Kreitner and Kinicki, (2005)
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ketiga komponen tersebut
sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan
perasaan tidak dapat dipisahkan. Misalnya, seorang karyawan tidak
mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah
mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Ada perbedaan antara sikap
dan nilai, meskipun kedua-duanya beliefs dan cognitive. Pertama, sikap adalah
keyakinan (beliefs) mengenai sesuatu obyek yang khusus mengenai orang atau
situasi, sedangkan nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah keyakinan yang
melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain, sedangkan sikap
adalah tanggapan terhadap pihak lain.
Terdapat empat karakteristik sikap yakni:
1. Obyek, karena ada sesuatu yang disikapi sebab tidak ada sikap tanpa
obyek.
2. Mengarah, karena setiap obyek ada arahnya, maka sikap mengarah
kepada obyek yang disikapi.
3. Berintensitas atau sederajat, karena dalam sikap ditanyakan
sejauhmana atau seberapa tinggi rendah sikapnya.
50 Perilaku Organisasi
4. berstruktur, karena dalam sikap itu ada komponen-komponen yang
secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif,
afektif yang saling menjalin, Tahir, (2014a), (2014c), (2014b)
Mengacu pada uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sikap adalah keteraturan
perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan terhadap aspek
lingkungannya. Sikap seseorang tercermin dari kecenderungan perilakunya
dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya.
Sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung komponen-komponen
kognitif (pengetahuan), afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan
konaktif (kecenderungan untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang
terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya.
4.2 Perilaku Kerja
Sedangkan menurut Stephen P. Robins (2012) menjelaskan bahwa perilaku
kerja merupakan suatu karakteristik dan tingkah laku yang terdapat dalam
setiap individu atau suatu perusahaan yang terdapat dinamika kepemimpinan.
Perilaku kerja meliputi kepribadian, harga diri, pemantauan diri, dan
kecenderungan untuk menanggung risiko. Perilaku kerja lebih cenderung
kepada pokok kepribadian, karena kepribadian menggambarkan perilaku
seorang individu. Karakteristik mencakup perasaan malu, keagresifan, sikap
patuh, kemalasan, ambisi, kesetiaan, dan sifat takut dan malu. Karakteristik ini
bila diperagakan dalam sejumlah besar situasi, disebut ciri-ciri kepribadian.
Semakin konsisten karakteristik itu dan semakin sering terjadi dalam berbagai
situasi, maka disebut dengan perilaku. Karakteristik tersebut dapat bersifat
positif dan negatif. Karakteristik yang bersifat positif akan menguntungkan
bagi perusahaan dalam mencapai tujuannya, namun sebaliknya karakteristik
yang negatif akan merugikan bagi perusahaan. Oleh karena itu mereka harus
dibina dan diberikan suatu motivasi. Motivasi yang dimaksud adalah motivasi
menyangkut reaksi berantai, yaitu dimulai dari kebutuhan yang dirasakan, lalu
timbul keinginan yang hendak dicapai, kemudian menyebabkan usaha-usaha
mencapai keinginan tersebut, yang berakhir dengan pemuasan.
Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam
kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang
ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja. Menurut Bond dan Fred Meyer
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 51
Wathon, 2005 dalam Tahir, (2014d) perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan
perilaku-perilaku di mana hal tersebut sangat penting disetiap pekerjaan atau
situasi kerja. Sedangkan menurut Robbins (2002) perilaku kerja yaitu bagai
mana orang-orang dalam lingkungan kerja dapat mengaktualisaksikan dirinya
melalui sikap dalam bekerja. Pendapat Robbins ini menekankan pada sikap
yang diambil oleh pekerja untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan
di lingkungan tempat kerja mereka. Dari pengertian perilaku kerja tersebut
dapat disimpulkan perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan perilaku –
perilaku dari para pekerja di mana yang mereka menunjukan tindakan dalam
melaksanakan tugas-tugas yang ada di tempat mereka bekerja. Dalam istilah
sehari-hari ada juga beberapa istilah yang dekat atau disamakan dengan istilah
perilaku yaitu aktivitas, aksi, kinerja, respon, dan reaksi. Sebagian orang
menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan habit dan budaya
kerja. Oleh karena itu diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang
konsisten dan positif.
Menurut Sinamo Wathon (2005) dalam, Tahir, (2014d) ada delapan paradigma
perilaku kerja utama yang sanggup menjadi basis keberhasilan baik ditingkat
pribadi, organisasional maupun sosial, yaitu :
1. Bekerja tulus;
2. Bekerja tuntas;
3. Bekerja benar;
4. Bekerja keras;
5. Bekerja serius;
6. Bekerja kreatif;
7. Bekerja unggul;
8. Bekerja sempurna.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja
memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai suatu keberhasilan yang
sesuai dengan tujuan suatu perusahaan.
4.2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Kerja
Manusia diciptakan sebagai makhluk pengemban nilai-nilai moral, adanya
akal dan budi pada manusia menyebabkan adanya perbedaan cara dan pola
hidup yang berdimensi ganda, yakni kehidupan yang bersifat material dan
kehidupan yang bersifat spiritual. Akal dan budi sangat berperan dalam usaha
52 Perilaku Organisasi
menciptakan pola hidup atau perilaku manusia itu sendiri. Selain akal dan budi
tersebut di atas, ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku manusia,
seperti yang diutarakan oleh Kreitner dan Kinicki (2003), yaitu:
1. Motivasi; Motivasi pada dasarnya berusaha bagaimana menguatkan,
mengarahkan, memelihara, dan membuat perilaku individu agarsetiap
individu bekerja sesuai dengan keinginan pimpinan. Dapat dikatakan
teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja
serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi, hasil yang akan dicapai
tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang.
2. Sikap; Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan merespon sesuatu
secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan
memperhatikan suatu objek tertentu. Sikap memengaruhi perilaku
pada suatu tingkat yang berbeda dengan nilai. Sementara nilai
mewakili keyakinan yang memengaruhi perilaku pada seluruh situasi,
sikap hanya berkaitan dengan perilaku yang diarahkan pada objek,
orang, atau situasi tertentu.
3. Keyakinan; Keyakinan seseorang merupakan representasi mental
lingkungan yang relevan, lengkap dengan hubungan sebab dan akibat
yang ada. Keyakinan merupakan hasil dari pengamatan langsung dan
kesimpulan dari hubungan yang dipelajari sebelumnya.
4. Imbalan dan Hukuman; Sifat imbalan atau hukuman yang
dilaksanakan sangat memengaruhi perilaku individu. Teori motivasi
pengukuhan ini didasarkan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi
yang selalu dipertahankan atau bonus kelompok tergantung pada
tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan
dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti
perilaku itu.
5. Budaya; Budaya juga membantu anggota organisasi dalam
membenarkan perilaku yang sudah ada dan merupakan aset yang
berharga, jika perilaku tersebut tidak sesuai maka penguatan ini akan
menjadi beban hability.
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 53
Sejumlah besar orang menyebut perilaku kerja sebagai motivasi, kebiasaan
habit, dan budaya kerja. Selain itu pendapat lain yang mendefinisikan perilaku
kerja yang mengatakan bahwa perilaku kerja karyawan pada pekerjaannya
merupakan hasil interaksi antara lingkungan kerjanya yang berlangsung
selama ia bekerja, Munandar, (1995). Hasil interaksi antara kepribadian dan
lingkungan kerja dapat dilihat dari perilaku rajin, bertanggung jawab, dan suka
membantu sesama karyawan. Perilaku kerja tidak hanya perwujudan
pandangan para pekerja terhadap pekerjaan dan peranan yang dipegangnya,
misalnya sebagai pemimpin atau karyawan, akan tetapi juga perwujudan
pandangan mereka terhadap dunia atau lingkungan tempat mereka tinggal dan
terhadap dirinya sendiri. Menurut Triguno (1997) perilaku kerja karyawan
dalam suatu perusahaan dapat diukur berdasarkan kerja keras, ulet, disiplin,
produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen,
konsisten, responsif, mandiri, makin lebih baik, dan lain-lain.
Perilaku kerja yang terjadi disuatu perusahaan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti berikut :
a. Lingkungan Kerja Didalam suatu lingkungan kerja harus benar-benar
dapat memberikan rasa aman bagi para pekerja. Para pekerja atau
karyawan menaruh perhatian yang benar terhadap lingkungan kerja,
baik dari segi kenyamanan pribadi maupun kemudahan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik. Lingkungan fisik yang aman,
nyaman, bersih dan memiliki tingkat gangguan minimum sangat
disukai oleh para pekerja.
b. Konflik; Konflik dapat konstruktif atau deskruktif terhadap fungsi
dari suatu kelompok atau unit. Tapi sebagian besar konflik cenderung
merusak perilaku kerja yang baik karena konflik akan menghambat
pencapaian tujuan dari suatu pekerjaan.
Berdasarkan uraian di atas bahwa sangat dibutuhkan komunikasi dalam
memahami perilaku kerja, komunikasi merupakan salah satu faktor terpenting
yang berperan sebagai penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti,
(Stephen P. Robins, 2012; Mawati et al, 2020; Purba, Thohiron, et al, 2020;
Sudarso et al, 2020).
54 Perilaku Organisasi
4.3 Kepuasan Kerja
4.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Beberapa ahli manajemen sepakat bahwa kepuasan kerja adalah suatu
efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi
ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya,
seseorang dapat relatif puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lainnya.
Sebagai contoh, para peneliti di Cornel University mengembangkan Job
Describtive Index (JDI) untuk menilai kepuasan kerja seseorang dengan
dimensi kerja berikut: pekerjaan, upah, promosi, rekan kerja, dan pengawasan.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong
diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi
dirinya. Dari pernyataan tersebut ,ini berarti bahwa kepuasan kerja pada
umumnya mengacu pada sikap seseorang pegawai atau karyawan terhadap
pekerjaannya, (Mangkunegara and Prabu, 2004; Tahir, 2014d).
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang positif
yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para pekerja terhadap
kondisi dan situasi kerja termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial,
kondisi fisik dan kondisi psikologis
4.3.2 Faktor-faktor Kepuasan Kerja
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan
kemampuan kerja selama bekerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja, baik karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang
aman sangat mempengaruhi perasaan kerja karyawan selama bekerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang
orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah
uang yang di perolehnya.
4. Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang
memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan
dapat bekerja dengan nyaman.
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 55
5. Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi,
penyinaran, kantin, dan tempat parkir.
6. Pengawasan (Supervisi). Bagi Karyawan, Supervisor dianggap
sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk
dapat berakibat absensi dan turn tover.
7. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan
mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta
kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan.
8. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan
pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini
adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami
dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan
dalam menimbulkan kepuasan kerja.
9. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas
atau tidak puas dalam kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas, (Robert and Angelo, 2003; Tahir, 2014b)
4.3.3 Beberapa Korelasi Kepuasan dalam Bekerja:
Terdapat beberapa korelasi (hubungan) kepuasan dalam bekerja antara lain:
1. Motivasi; Kepuasan dan pengawasan juga berkolerasi secara
signifikan dengan motivasi, para manajer disarankan untuk
mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka memengaruhi
kepuasan karyawan. Para manajer dapat secara potensial
meningkatkan motivasi para karyawan melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.
2. Keterlibatan dalam pekerjaan; Keterlibatan dalam pekerjaan
merupakan keterlibatan seseorang individu dengan peran dalam
pekerjaanya. Para manajer mendorong keterlibatan para karyawan
dalam pekerjaannya.
56 Perilaku Organisasi
3. Perilaku sebagai anggota organisasi yang baik; Perilaku sebagai
anggota organisasi yang baik merupakan perilaku karyawan yang
melampaui panggilan tugas. Contohnya meliputi “bahasa tubuh yang
pernyataan membangun mengenai organisasi, ungkapan ketertarikan
pribadi pada pekerjaan orang lain, saran-saran untuk perbaikan,
melatih orang baru, penghargaan atas semangat dan perilaku menjaga
tertib organisasi sesuai aturan.
4. Komitmen organisasi; Komitmen organisasi mencerminkan
bagaimana seorang individu mengindentifikasikan dirinya dengan
organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Para manajer
disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk
mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya
komitmen yang lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya
produktivitas yang lebih tinggi.
5. Ketidakhadiran; Ketidakhadiran menghabiskan biaya, dan para
manajer senantiasa mencari jalan keluar untuk menguranginya. Suatu
rekomendasi adalah dengan meningkatkan kepuasan kerja. Jika ini
merupakan suatu rekomendasi yang valid, seharusnya terdapat suatu
hubungan negatif yang kuat (atau korelasi negatif) antara kepuasan
dan ketidakhadiran. Dengan kata lain, dengan meningkatnya
kepuasan, ketidakhadiran seharusnya menurun.
6. Berhentinya karyawan; Berhentinya karyawan penting untuk
mendapat perhatian para manajer karena mengganggu kelangsungan
organisasi dan juga sangat menghabiskan biaya. Dan kekuatan
hubungan ini, para manajer disarankan untuk mencoba mengurangi
tingkat berhentinya karyawan dengan meningkatkan kepuasan kerja
karyawan.
7. Stres yang dirasakan; Stres dapat memiliki dampak yang sangat
negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu.
Stres berhubungan secara positif dengan ketidakhadiran, berhentinya
karyawan, penyakit jantung koroner, dan infeksi yang disebabkan
oleh virus.
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 57
8. Prestasi kerja. Pertama, kepuasan kerja secara teoritis tidak
diharapkan memiliki suatu pengaruh yang kuat terhadap perilaku
(misalnya prestasi dan berhentinya karyawan). Sebaliknya, kepuasan
secara hipotesis memengaruhi prestasi secara tidak langsung melalui
tujuan atau usaha seorang karyawan (Kreitner and Kinicki, 2005).
4.3.4 Mengukur Kepuasan dalam Bekerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.
Pekerjaan menuntut interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan
kebijaksanaan organisasi, standar kerja, kondisi kerja yang kurang ideal dan
lainnya. Jadi Assesment (penilaian) merupakan hal yang rumit.
Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :
a. Angka nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka nilai global tunggal tidak lebih dari meminta
individu-individu untuk menjawab satu pertanyaan. Contoh: Bila
kita memberikan sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda
dengan pekerjaan anda?” kemudian responden menjawabnya dengan
melingkari suatu bilangan antara 1 sampai 5 yang berapa dan dengan
jawaban dari “Sangat Dipuaskan” sampai “Sampai tidak puas.”
b. Skor penjumlahan (summation score Dalam metode penjumlahan ini
tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk
mengenal unsur-unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan
perasaan karyawan mengenal tiap unsur. Contoh :faktor yang biasa
digunakan yaitu upah sekarang, kesempatan promosi, hubungan
dengan rekan kerja, (Mangkunegara and Prabu, 2004; Tahir, 2014b;
Hasibuan et al, 2020; Julyanthry et al, 2020).
Faktor-faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang; Faktor ini memberi kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka bekerja
58 Perilaku Organisasi
2. Ganjaran yang pantas; Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan
dalam sistem upah dan kebijakan promosi yang dinilai adil, tidak
meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka
3. Kondisi kerja yang mendukung: Faktor ini sangat mengdukung bagi
karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena dengan lingkungan
yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan
4. Rekan sekerja yang mendukung; Faktor ini sangat mendukung dalam
menghasilkan kerja yang memuaskan karena dengan adanya interaksi
sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung kepuasan
kerja dari karyawan;
5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan; Karyawan
yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih
seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan
mereka, jadi kemungkinan berhasilnya pekerjaan tersebut sangat
besar
6. Ada dalam Gen; Faktor ini penting karena Gen dapat memengaruhi
tingkat kepuasan kerja dari seorang karyawan. Disposisi seorang
terhadap hidup baik positif maupun negatif ditentukan oleh bentukan
genetikya, (Kreitner, 1995; Kinicki and Kreitner, 2003; Romindo et
al, 2020)
Efek Kepuasan dalam Bekerja.
1. Kepuasan dan Produktivitas; Dengan tingkat kepuasan kerja yang
terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang karyawan semakin
bagus.
2. Kepuasan dan Kemangkiran Kepuasan kerja dari suatu karyawan
ditentukan oleh tingkat kemangkiran. Contoh : suatu perusahaan
harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan yang sakit
supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan
tersebut
3. Kepuasan dan Tingkat keluar masuknya karyawan; Kepuasan juga
dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan
Bab 4 Sikap, Perilaku, dan Kepuasan dalam Bekerja 59
kerja sangat penting dalam memengaruhi karyawan yang buruk untuk
tinggal daripada yang kinerjanya bagus.
4.3.7 Respon Karyawan dalam Mengungkapkan
Ketidakpuasan
1. Exit, ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan
untuk meninggalkan organisasi
2. Suara (voice): Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif
dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi
3. Kesetiaan (loyalty): ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif
menunggu membaiknya kondisi
4. Pengabaian (neglect): Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan
membiarkan kondisi memburuk, (Kinicki and Kreitner, 2003)
Kepuasan kerja pada umumnya mengacu pada sikap seseorang pegawai atau
karyawan terhadap pekerjaannya.
60 Perilaku Organisasi
Bab 5
Motivasi Kerja
5.1 Pendahuluan
Setiap organisasi (perusahaan) tentunya menginginkan karyawannya memiliki
prestasi yang baik. Karena dengan memiliki karyawan yang berprestasi,
diharapkan dapa meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Jika penilaian
prestasi kerja sangat diperhatikan maka akan menjadi fokus bagi karyawan
untuk melihat seberapa besar tingkat keberhasilan yang bisa dicapai dalam
bekerja. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting, oleh
karena itu diperlukan strategi-strategi yang lebih baik dalam upaya membina
manusia sebagai tenaga kerja, Aldi and Susanti, (2015). Tercapainya tujuan
suatu organisasi tidak hanya tergantung pada peralatan modern, sarana dan
prasarana yang lengkap, tetapi justru lebih tergantung pada manusia yang
melaksanakan pekerjaan tersebut. Karyawan yang berkualitas adalah karyawan
yang melaksanakan pekerjaannya dan mampu memberikan hasil kerja yang
baik atau mempunyai prestasi kerja yang tinggi yang dibutuhkan oleh
organisasi untuk mencapai tujuannya.
Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah
sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan
rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan
tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah
disusun tersebut akan sia-sia. Prestasi kerja yang dicapai pegawai merupakan
62 Perilaku Organisasi
suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi.
Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari
masing- masing individu. Dalam perkembangan kompetitif dan mengglobal,
perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada saat yang
sama, pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman
bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang. Sumber daya
manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang ikut terlibat secara langsung
dalam menjalankan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Organisasi yang baik dan memiliki citra positif dimata masyarakat
tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia dalam organisasi
sangatlah besar. Salah satu fungsi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
adalah melakukan pengembangan karir dan motivasi kerja untuk mencapai
kepuasan kerja karyawan hasil yang maksimal (Bahri and Chairatun Nisa,
2017).
Menurut Daft (2012) kebanyakan orang memulai pekerjaan baru dengan
antusias dan bersemangat, tetapi pegawai dapat kehilangan semangat tersebut
apabila seorang manajer tidak dapat berperan sebagai seorang motivator yang
baik. Banyak terjadi pegawai yang kehilangan motivasi dan komitmen
terhadap pekerjaan sehingga etos kerjanya menurun. Hal ini merupakan
masalah besar bahkan bagi sebuah organisasi yang sukses atau seorang
manajer andal sekalipun. Salah satu rahasia untuk berhasilnya suatu organisasi
adalah pegawai yang memiliki motivasi dan keterikatan aktif yang tinggi.
Banyak bisnis berhasil bukan hanya karena ide bisnisnya, tetapi juga karena
karyawannya. Tetapi, karyawan juga perlu dimotivasi serta perlu memiliki
keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaannya. Karyawan di
beberapa perusahaan memiliki keterampilan yang memadai untuk
pekerjaanya, tetapi mereka kurang memiliki motivasi untuk berkinerja dengan
baik. Konsekuensinya, karyawan ini hanya memberikan bantuan yang terbatas
dalam proses produksi. Beberapa perusahaan yakin bahwa jika perusahaan
dapat mempekerjakan orang-orang termotivasi secara alamiah, maka
karyawan akan berkinerja dengan baik di tempat kerja, tetapi hal ini tidak
selalu terjadi. Meskipun sebagian orang secara alamiah melakukan usaha yang
lebih besar untuk berkinerja baik, mereka masih membutuhkan lingkungan
kerja yang memotivasi mereka (Madura, 2009).
Bab 5 Motivasi Kerja 63
5.2 Pengertian Motivasi
Menurut Kadarisman (2013) dalam Aldi and Susanti (2015) motivasi diartikan
sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada para
karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa.
Organisasi akan berhasil melaksanakan program- programnya bila orang-
orang yang bekerja dalam organisasi dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, para pegawai perlu diberikan arahan dan
dorongan sehingga potensi yang ada dalam dirinya dapat diubah menjadi
prestasi yang menguntungkan organisasi. Menurut Daft (2012), motivasi
(motivation) dapat diartikan sebagai kekuatan yang muncul dari dalam ataupun
dari luar diri seseorang dan membangkitkan semangat serta ketekunan untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan. Motivasi pekerja akan memengaruhi
produktivitasnya dan sebagai bagian dari tugas seorang manajer adalah
menyalurkan motivasi ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Ryan & Deci (2000) dalam Demircioglu and Chen (2019) Motivation
can be defined as “to be moved to do something…someone who is energized
or activated toward an end is considered motivated”. Dalam kebijakan
konvensional, motivasi adalah dikotomi, intrinsik dan ekstrinsik. Secara
intrinsik, motivasi diartikan melakukan sesuatu karena ketertarikan atau karena
merasa nyaman. Sedangkan secara ekstrinsik, motivasi diartikan melakukan
sesuatu karena hal itu diperintahkan untuk menghasilkan sesuatu. Selain itu,
definisi lain motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang
anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya” Siagian, 2000 dalam
Suwati (2013). Motivasi menurut Madura (2009) merupakan motivasi
karyawan dipengaruhi oleh kepuasan kerja (job satisfaction) atau tingkat
sejauh mana karyawan puas dengan pekerjaan mereka. Perusahaan menyadari
kebutuhan untuk memuaskan karyawannya. Oleh karena itu, karyawan yang
puas dengan pekerjaannya lebih termotivasi, maka manajer dapat memotivasi
karyawan dengan memastikan kepuasan kerja.
64 Perilaku Organisasi
5.3 Teori Motivasi
Motivasi dapat menyebabkan seseorang bertindak dengan perilaku yang baik
dalam sebuah organisasi. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa
motivasi pekerja yang tinggi berbanding lurus dengan tampilan organisasi dan
keuntungan yang dihasilkannya. Tanggungjawab seorang manajerlah untuk
menemukan kombinasi yang tepat antara teknik motivasi serta jenis
penghargaan yang dapat memuaskan kebutuhan para pekerja dan dapat terus
mendorong kinerja para pekerja menjadi makin baik.
Beberapa pendapat tentang motivasi menekankan pada pembahasan tentang
kebutuhan-kebutuhan manusia dan bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi ditempat kerja.
1. Hierarki Kebutuhan
Ada banyak teori yang membahas tentang hierarki kebutuhan, tetapi
yang mungkin paling terkenal adalah teori yang dikembangkan oleh
Abraham Maslow. Teori hierarki kebutuhan (hierarchy of needs
theory) dari Maslow mengemukakan bahwa seseorang dimotivasi
oleh beberapa tingkatan kebutuhan yang tersusun berdasarkan
kepentingannya.
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah semua kebutuhan dasar fisik
manusia termasuk makanan, air, dan oksigen. Jika direfleksikan
dalam ruang lingkup perusahaan, hal ini termasuk kebutuhan-
kebutuhan seperti kenyamanan suhu udara di tempat kerja, dan
gaji minimum yang mencukupi untuk kebutuhan pokok.
b. Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan akan rasa aman mencakup semua kebutuhan terhadap
lingkungan yang aman dan terlindung, baik secara fisik maupun
emosi serta bebas dari ancaman termasuk lingkungan yang tertib
dan kemerdekaan dari tindak kekerasan. Dalam lingkup dunia
kerja, kebutuhan ini direfleksikan menjadi keamanan kerja,
pungutan liar dan jenis pekerjaan yang aman.
c. Kebutuhan untuk diterima
Bab 5 Motivasi Kerja 65
Kebutuhan ini mencerminkan hasrat untuk diterima oleh
lingkungan, hasrat untuk bersahabat, menjadi bagian dari sebuah
kelompok, dan dikasihi. Dalam organisasi, kebutuhan-kebutuhan
ini memengaruhi hasrat untuk memiliki hubungan yang baik
dengan rekan kerja, berpartisipasi dalam kelompok kerja, dan
memiliki hubungan yang baik dengan supervisor.
d. Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan ini berhubungan dengan hasrat untuk memiliki citra
positif dan menerima perhatian, pengakuan dan apresiasi dari
orang lain. Dalam organisasi, kebutuhan untuk dihargai
menunjukkan motivasi untuk diakui, tanggungjawab yang besar,
status yang tinggi dan pengakuan atas kontribusi pada organisasi.
e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk mengalami pemenuhan
diri, yang merupakan kategori kebutuhan tertinggi. Kebutuhan ini
di antaranya adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi
diri secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan diri, dan
menjadi orang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri dapat
dipenuhi di organisasi dengan cara memberikan kesempatan
orang-orang untuk tumbuh, mengembangkan kreativitas, dan
mendapatkan pelatihan untuk dapat mengerjakan tugas yang
menantang serta melakukan pencapaian.
Menurut teori Maslow, kebutuhan tingkat rendah adalah kebutuhan yang
menjadi prioritas, kebutuhan in harus dipuaskan sebelum kebutuhan-
kebutuhan di tingkat yang lebih atas bisa dirasakan. Kebutuhan tingkat bawah
dapat dipuaskan dengan tahapan: Kebutuhan Fisiologi dirasakan sebelum
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa aman dirasakan sebelum
kebutuhan sosial dan seterusnya. Seseorang yang mendambakan keamanan
fisik akan memusatkan upayanya untuk menciptakan lingkungan yang lebih
aman dan tidak akan menghiraukan kebutuhan untuk dihargai atau kebutuhan
aktualisasi diri. Setelah satu kebutuhan terpuaskan, maka dari kebutuhan itu
pun menurun dan kebutuhan-kebutuhan yang ada di tingkat yang lebih tinggi
pun akan mulai dirasa.
66 Perilaku Organisasi
Gambar 5.1: Hierarki Kebutuhan Maslow, (Madura, 2009)
2. Teori ERG
Clayton Alderfer mengemukakan sebuah modifikasi atas teori
Maslow dalam rangka menyederhanakannya dan menanggapi kritik
atas kurangnya pembuktian empiris pada teori ini. Teori ERG (ERG
theory) yang dikemukakan Clayton Alderfer mengenalkan tiga
kategori kebutuhan :
a. Kebutuhan eksistensi. Kebutuhan akan kebahagiaan lahir
b. Kebutuhan keterikatan. Kebutuhan akan hubungan yang baik
dengan orang lain.
c. Kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan yang fokus pada
pengembangan potensi manusia dan keinginan untuk
pertumbuhan pribadi dan peningkatan kompetensi.
Model teori ERG dan hierarki kebutuhan teori Maslow memiliki kemiripan
karena keduanya dijabarkan dalam format hierarkis dan menganggap bahwa
Bab 5 Motivasi Kerja 67
individu-individu naik satu tingkatan hierarki dalam satu waktu. Akan tetapi,
Aldelfer mengurangi jumlah kebutuhan menjadi tiga saja dan mengemukakan
bahwa pergerakan naik dari hierarki ini lebih rumit, dengan menggambarkan
yang dinamakan prinsip kegagalan-kemunduran (frustrassion-regression
principle), yaitu bahwa kegagalan pada pemenuhan yang tinggi dapat memicu
kemunduran pada kebutuhan tingkat rendah yang sudah terpenuhi
sebelumnya. Oleh karena itu, seorang karyawan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan pertumbuhan pribadinya mungkin akan kembali lagi pada
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah dan mengarahkan kembali usahanya
pada usaha untuk mendapatkan uang banyak, (Daft, 2012).
3. Studi Hawthorne
Pada akhir tahun 1920-an, para peneliti mempelajari pekerja di
Western Electric Plant dekat Chicago untuk mengidentifikasikan
bagaimana beragam kondisi memengaruhi tingkat produksi mereka.
Ketika pencahayaan ditingkatkan, tingkat produksi pun meningkat.
Akan tetapi, tingkat produksi juga meningkat ketika pencahayaan
dikurangi. Para pekerja ini kemudian diberikan beragam waktu
istirahat, lagi-lagi tingkat produksi meningkat baik dengan waktu
istirahat yang lebih pendek maupun yang lebih panjang. Suatu
interpretasi dari hasil ini adalah bahwa pekerja lebih termotivasi
ketika mereka merasa bahwa mereka diperbolehkan untuk
berpartisipasi. Supervisor dapat memotivasi karyawan dengan
memberikan lebih banyak perhatian kepada mereka dan
memperbolehkan untuk berpartisipasi.
4. Studi Kepuasan Kerja Herzberg
Pada akhir tahun 1950-an, Frederick Herzberg menyurvei 200
akuntan dan insinyur mengenai kepuasan kerja. Herzberg mencoba
untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat mereka tidak
puas dengan pekerjaan mereka pada satu titik waktu tertentu. Ia juga
mencoba untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat
mereka puas dengan pekerjaannya. Studinya menemukan hal-hal
berikut ini :
68 Perilaku Organisasi
Tabel 5.1: Faktor-faktor kepuasan dan ketidakpuasan kerja studi Herzberg
(Madura, 2009)
Faktor-faktor umum yang Faktor-faktor umum yang
diidentifikasikan oleh para diidentifikasikan oleh para
pekerja yang tidak puas pekerja yang puas
Kondisi kerja Pencapaian
Supervisi Tanggungjawab
Gaji Pengakuan
Keamanan Kerja Kemajuan
Status Pertumbuhan
Karyawan menjadi tidak puas ketika mereka memandang faktor-faktor yang
berkaitan dengan pekerjaan sebagaimana tecantum pada kolom sebelah kiri
yang disebut dengan faktor higiene (higiene factor) tidak memadai. Karyawan
pada umumnya puas ketika faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan
sebagaimana tecantum pada kolom sebelah kanan yang disebut dengan faktor
motivasional (motivational factor), tersedia. Hasil Herzberg menunjukkan
bahwa faktor-faktor seperti kondisi kerja dan gaji harus memadai guna
mencegah timbulnya ketidakpuasan di pihak karyawan. Tetapi, kondisi kerja
dan gaji yang lebih dari mencukupi tidak selalu mengarah pada tingkat
kepuasan yang tinggi. Melainkan, tingkat kepuasan karyawan yang tinggi
paling mudah dicapai dengan menawarkan manfaat-manfaat tambahan, seperti
tanggungjawab. Dengan demikian, jika manajer memberikan lebih banyak
tanggungjawab kepada karyawan, hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan
kerja dan memotivasi karyawan untuk lebih produktif.
5. Teori X dan Teori Y McGregor
Teori ini mencerminkan persepsi yang mungkin dimiliki oleh
supervisor terhadap pekerja. Pandangan dari teori X dan teori Y
dirangkum sebagai berikut :
Bab 5 Motivasi Kerja 69
Tabel 5.2: Teori X dan Teori Y (Madura, 2009)
Teori X Teori Y
Karyawan tidak menyukai Karyawan mau bekerja dan
pekerjaan dan lebih menyukai untuk
tanggungjawab yang terkait memiliki tanggungjawab
serta akan berusaha yang lebih besar
menghindari pekerjaan
sebisa mungkin
Cara Supervisor memandang karyawan dapat memengaruhi cara mereka
memperlakukan karyawan. Supervisor yang memercayai Teori X
kemungkinan besar akan menggunakan pengendalian ketat terhadap pekerja,
dengan sedikit pendelegasian wewenang atau tidak sama sekali. Sebaliknya,
supervisor yang memercayai Teori Y akan mendelegasikan lebih banyak
wewenang karena mereka menganggap pekerja bertanggungjawab. Supervisor
ini juga akan memberikan lebih banyak peluang kepada karyawan untuk
menggunakan kreativitasnya.
6. Teori Z
Pada tahun 1980an, teori baru mengenai kepuasan kerja
dikembangkan. Teori ini disebut dengan teori Z. Sebagian didasarkan
pada gaya Jepang yang memperbolehkan semua karyawan untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi dapat
meningkatkan kepuasan kerja karena hal tersebut memberikan
tanggungjawab kepada karyawan. Deskripsi kerja (job description)
cenderung tidak begitu terspesialisasi, sehingga karyawan dapat
mengembangkan berbagai keterampilan dan memiliki jalur karier
yang lebih fleksibel. Untuk meningkatkan kepuasan kerja, banyak
perusahaan AS mulai memberikan lebih banyak tanggungjawab
kepada karyawan.
70 Perilaku Organisasi
5.4 Rancangan Pekerjaan Untuk
Motivasi
Sebuah pekerjaan dalam suatu organisasi adalah sebuah unit kerja di mana
seorang pekerja dituntut bertanggungjawab atas pelaksanaannya. Manajer
harus tahu aspek ada dari suatu pekerjaan yang dapat memberi motivasi
sebagaimana dia harus tahu bagaimana untuk mengganti kerugian atas tugas
rutin yang hanya memberi sedikit kepuasan. Rancangan pekerjaan (job design)
adalah aplikasi dari teori motivasi pada struktur kerja untuk meningkatkan
produktivitas dan kepuasan.
Pendekatan-pendekatan rancangan kerja umumnya dibagi menjadi
penyederhanaan kerja, rotasi kerja, perluasan kerja dan pengayaan kerja.
1. Penyederhanaan Kerja (job simplification)
Penyederhanaan kerja mengejar efisiensi tugas dengan mengurangi
jumlah tugas yang harus dilakukan seorang pegawai. Penyederhanaan
kerja didasarkan pada prinsip yang diambil dari manajemen ilmiah
dan keahlian di bidang industri. Tugas-tugas dirancang agar menjadi
tugas yang sederhana, diulang-ulang dan terstandarisasi.
2. Perputaran kerja (job rotation)
Perputaran kerja (job rotation) secara sistematis memindahkan
pegawai dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, yang karenanya
meningkatkan jumlah tugas-tugas yang berbeda yang dikerjakan
seorang pegawai tanpa meningkatkan kompleksitas pekerjaan orang
lain. Misalnya, seorang pembuat mobil mungkin memasangkan kaca
depan mobil selama satu minggu dan memasangkan bumper depan di
minggu selanjutnya. Perputaran pekerjaan masih memanfaatkan
efisiensi teknis, tetapi kreativitas ini memberikan variasi dan stimulus
bagi para pegawai.
3. Pemekaran Pekerjaan (job enlargement)
Pemekaran pekerjaan menggabungkan beberapa tugas menjadi satu
tugas yang baru dan lebih besar. Jenis rancangan seperti ini
merupakan jawaban terhadap ketidakpuasan pegawai dengan
pekerjaan yang terlalu sederhana. Bukannya hanya satu pekerjaan,
Bab 5 Motivasi Kerja 71
seorang pegawai dapat memegang tanggungjawab atas tiga atau
empat dan akan diberikan lebih banyak waktu untuk
mengerjakannya. Pemekaran pekerjaan memberikan variasi pekerjaan
dan tantangan yang lebih besar bagi para pegawai.
4. Pengayaan pekerjaan (job enrichment)
Pengayaan pekerjaan menggabungkan motivator tingkat tinggi ke
dalam pekerjaannya di antaranya, tanggungjawab, pengakuan, dan
kesempatan untuk tumbuh, belajar dan melakukan pencapaian.
Dalam pengayaan pekerjaan seorang pegawai memiliki kendali atas
sumber daya yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya,
melakukan pengambilan keputusan mengenai bagaimana ia akan
menyelesaikan pekerjaannya, mengalami pertumbuhan pribadi dan
menentukan kecepatan kerjanya.
5.5 Meningkatkan Kepuasan dan
Motivasi Kerja
Banyak teori motivasi mengatakan bahwa perusahaan dapat memotivasi
karyawan untuk berkinerja secara baik dengan memastikan kepuasan kerja.
Secara umum, karakteristik utama yang memengaruhi kepuasan kerja adalah
uang, keamanan, jadwal kerja, dan keterlibatan di tempat kerja.
Semakin perusahaan dapat menawarkan program pengayaan pekerjaan ini
kepada karyawan, semakin perusahaan dapat memotivasi karyawan.
1. Program Kompensasi yang Memadai
Perusahaan dapat berusaha memuaskan karyawan dengan
menawarkan kompensasi yang memadai untuk pekerjaan yang
terkait. Akan tetapi, kompensasi yang memadai tidak selalu
memotivasi karyawan untuk memberikan usaha terbaik mereka. Oleh
karena itu, perusahaan dapat berusaha untuk memastikan bahwa
karyawan dengan kinerja terbaik setiap tahunnya menerima
persentase kenaikan gaji tertinggi. Kompensasi di beberapa
perusahaan terdiri atas gaji pokok dan imbalan yang dikaitkan dengan
72 Perilaku Organisasi
tujuan kinerja tertentu. Karyawan lebih termotivasi untuk berkinerja
dengan baik karena mereka memperoleh manfaat langsung dari
kinerja yang tinggi.
2. Keamanan Kerja
Karyawan yang memiliki keamanan kerja dapat menjadi lebih
termotivasi untuk berkinerja dengan baik. Mereka kemungkinan kecil
akan terganggu pekerjaannya karena berpikir untuk mencari
pekerjaan lain yang lebih aman. Perusahaan dapat memberikan
keamanan kerja yang lebih baik dengan melatih karyawan untuk
menangani berbagai tugas sehingga mereka dapat ditugaskan ke
bagian lain jika posisi mereka sekarang tidak lagi dibutuhkan.
3. Jadwal Kerja yang Fleksibel
Metode lain untuk meningkatkan kepuasan kerja adalah dengan
menerapkan program yang memungkinkan jadwal kerja yang lebih
fleksibel. Beberapa perusahaan telah melakukan eksperimen dengan
minggu kerja yang dipadatkan, yaitu memadatkan beban kerja ke
dalam jumlah hari yang lebih sedikit per minggunya. Umumnya
minggu kerja yang terdiri atas 5 hari kerja dengan 8 jam kerja per
hari dipadatkan menjadi 4 hari kerja dengan 10 jam kerja per hari.
Tujuan utama jadwal ini adalah untuk memungkinkan karyawan
memiliki tiga hari libur dalam seminggu. Ketika karyawan
memperoleh jadwal kerja yang mereka inginkan, mereka menjadi
lebih termotivasi untuk berkinerja dengan baik.
4. Program Keterlibatan Karyawan
Ketika karyawan lebih termotivasi dengan memainkan peranan yang
lebih besar di perusahaan, baik dengan lebih terlibat dalam
pengambilan keputusan maupun dengan diberikan tanggungjawab
yang lebih besar, perusahaan dapat menggunakan berbagai metode
untuk memungkinkan keterlibatan dan tanggungjawab karyawan
yang lebih besar seperti, perluasan pekerjaan, rotasi pekerjaan,
pemberdayaan, manajemen partisipatif, dan manajemen berdasarkan
tujuan.
Bab 6
Tim dalam Organisasi
6.1 Tim
Tim ialah kelompok kerja yang terdiri dari orang-orang yang melihat diri
mereka dan dilihat oleh orang lain sebagai satu kesatuan sosial, yang saling
membutuhkan karena tugas yang mereka kerjakan sebagai anggota kelompok
yang bergabung dalam satu atau lebih organisasi, di mana tugas yang
dikerjakan berpengaruh terhadap orang lain (Guzzo and Dickson, 1996).
Istilah tim juga dapat diartikan sebagai suatu kelompok kerja yang
beranggotakan beberapa orang yang memiliki keahlian yang sama bekerja
secara interdependen/ ketergantungan di satu organisasi (Burn, 2004).
Sedangkan menurut McShane dan Von Glinov (2008) tim adalah kelompok
yang beranggotakan dua atau lebih orang yang melakukan interaksi dan saling
berpengaruh, bertanggung jawab agar tujuan objektif organisasi dapat tercapai,
dan memposisikan diri mereka sebagai satu kesatuan sosial organisasi. Hare
dalam (Burn, 2004) berpendapat bahwa semua tim ialah kelompok, tetapi tidak
semua kelompok dapat disebut sebagai tim karena tim bermakna kelompok
kerja (workgoups) yang terdiri dari beberapa individu yang melihat diri
mereka, dan dilihat oleh lingkungan kerjanya sebagai satu kesatuan sosial.
74 Perilaku Organisasi
6.2 Tim Kerja
Team work (kerja tim) ialah proses yang mencakup aktivitas berbagi informasi
tentang masalah yang dihadapi dan melakukan kerja sama dalam
menyelesaikan masalah tersebut (Kerrin and Oliver, 2002). Team work (kerja
tim) memiliki definisi yang berbeda dengan work team. Robbins (2004)
mendefinisikan work team (tim kerja) sebagai kelompok yang beranggotakan
dua atau lebih orang yang saling berpengaruh dan bergantung yang datang
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. David W. Johnson & Frank P.
Johnson (1991) menambahkan work team ialah satu kumpulan interaksi
interpersonal yang memiliki struktur untuk memaksimalkan keberhasilan dan
keahlian anggota dalam berkerja dan melakukan koordinasi dan menyatukan
upaya seluruh anggota dalam tim.
Tim kerja memiliki beberapa ciri yaitu (Robbins, 2004):
1. Memiliki tujuan kinerja bersama bersifat kolektif,
2. Memiliki sinergi yang positif,
3. Merupakan tanggung jawab dari perorangan dan bersama,
4. Setiap orang memiliki kompetensi yang saling melengkapi.
Terdapat beberapa jenis-jenis tim kerja yaitu (Robbins, 2004):
1. Problem solving teams ialah kelompok yang beranggotakan 5 sampai
12 karyawan yang datang dari departemen yang sama, beberapa jam
dalam seminggu mereka bertemu untuk berdiskusi bagaimana cara
agar efisiensi, kualitas, dan lingkungan kerja mengalami peningkatan.
2. Self- Managed work teams ialah kelompok yang beranggotakan 10
sampai 15 orang yang memiliki tanggung jawab kepada pengawas
atau supervisor mereka.
3. Cross Functional Teams ialah karyawan yang datang dari area kerja
yang berbeda namun masih dalam tingkat hierarki yang sama,
bertemu untuk menyelesaikan suatu proyek atau tugas.
4. Virtual teams ialah tim yang memakai teknologi komputer sebagai
pengikat bersama meskipun secara fisik setiap anggotanya terpisah,
namun tetap berkerjasama agar tujuan bersama tercapai.
Bab 6 Tim dalam Organisasi 75
6.3 Aspek –Aspek Kualitas Team work
Kualitas team work (Hoegl and Gemuenden, 2001) dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu aspek yang berhubungan dengan tugas misalnya
koordinasi, komunikasi, dan keseimbangan terhadap kontribusi anggota dan
aspek interaksi sosial misalnya upayaa, dukungan, dan kohesivitas tim.
Kualitas Team work memiliki beberapa aspek yaitu (Hoegl and Gemuenden,
2001):
a. Komunikasi
Komunikasi antar anggota tim merupakan komponen dasar dari kualitas team
work. Pertukaran informasi antar anggota tim dapat terjadi melalui
komunikasi. Kualitas komunikasi antar anggota tim dapat dilihat dari
formalisasi, frekuensi, keterbukaan dan struktur dari pertukaran informasi.
Formalisasi berhubungan dengan seberapa spontan anggota tim ketika
menyampaikan gagasannya, Frekuensi dilihat dari seberapa sering anggota tim
melakukan komunikasi, keterbukaan berkaitan dengan pertukaran informasi
mengenai seberapa banyak pihak mengetahui informasi dan struktur yang
terkait dengan cara berkomunikasi antar anggota secara langsung atau
menggunakan mediator.
b. Koordinasi
Koordinasi bermakna bahwa tim harus mengelompokkan tanggung jawab
pekerjaan secara jelas sehingga tidak terdapat jarak dan tumpang tindih
wewenang dan tanggung jawab di antara anggota tim. Koordinasi
menyesuaikan kontribusi dari setiap anggota tim (Brannick et al., 1995).
Anggota tim perlu membuat kesepakatan terhadap struktur kerja, tugas yang
ditetapkan, anggaran, jadwal, dan pengiriman agar koordinasi berjalan lebih
efektif dan efisien. Sehingga setiap anggota tim memahami sub-tujuan dengan
jelas. Kualitas kerja tim ditentukan oleh tingkat pemahaman bersama tentang
kontribusi dari masing-masing anggota tim (Hoegl and Gemuenden, 2001).
Komunikasi yang baik mempermudah koordinasi karena dengan adanya
komunikasi yang eksplisit maka koordinasi dalam aktivitas tim dapat terjaga
sebagai contoh bertukar informasi mengenai tugas dan menyelesaiakan
masalah dengan mengembangkan solusi tim (Kozlowski and Ilgen, 2006).
76 Perilaku Organisasi
c. Keseimbangan Kontribusi Anggota
Semua anggota tim ikut berkontribusi terhadap tugas yang berhubungan
dengan pengalaman dan pengetahuan merupakan suatu hal yang penting bagi
sebuah tim yang berkualitas. Selain itu pemberian penghargaan bagi masing-
masing anggota tim yang berkontribusi dalam pengetahuan dan pengalaman.
Kontribusi anggota yang seimbang akan membuat anggota tim
memaksimalkan potensi mereka. Pembatasan dominasi dalam proses
pengambilan keputusan atau diskusi harus dilakukan agar semua anggota tim
memiliki kontribusi yang seimbang dalam membagikan gagasan dan
pandangan mereka. Terciptanya suasana di mana semua anggota memiliki
kebebasan untuk membawa kompetensi yang sejalan dengan tugas mereka ke
dalam proses pengambilan keputusan atau diskusi penting dilakukan.
Berdasarkan penelitian kontribusi yang seimbang dari anggota memiliki
hubungan dengan kepuasan anggota tim dan kinerja tugas (Hoegl and
Gemuenden, 2001).
d. Dukungan
Kualitas Teamwork membutuhkan dukungan dari anggota tim. Dalam sebuah
Teamwork yang berkualitas kolaborasi dan kerjasama antar anggota tim lebih
diutamakan daripada kompetisi. Berdasarkan penelitian tim yang sangat
kooperatif lebih membangun dalam melakukan diskusikan tentang pandangan
yang berlawanan dan perilaku ini menjurus pada inovasi tim dan kinerja tim
(Tjosvold, Andrews and Jones, 1983). Sikap kooperatif dari anggota tim
membantu anggota kelompok memahami bahwa mereka bekerja demi
kepentingan bersama dan memahami cara mencapai tujuan tersebut. Mereka
percaya bahwa kesuksesan dapat diperoleh bersama-sam sehingga mereka
mau menyelesaikan masalah secara terbuka, membagikan informasi yang
akurat, mengembangkan dan menerapkan alternatif solusi berkualitas tinggi
yang dipilih oleh semua anggota dan melakukan diskusi terhadap pandangan
yang berlawanan secara jelas (Zhang et al., 2007). Sikap kompetitif
menghambat tim untuk melakukan refleksi sehingga diskusi terbuka tentang
pandangan yang berlawanan berkurang. Dalam situasi kompetitif, fokus
seseorang pada bagaimana mencapai sasaran yang sukses membuat orang lain
cenderung untuk mencapai tujuan individu. Ketika orang lain produktif,
mereka cenderung tidak berhasil sendiri. Suasana kooperatif memiliki
hubungan positif dengan pencapaian sasaran individu, sedangkan suasana
persaingan memiliki hubungan negatif dengan pencapaian tujuan individu
Bab 6 Tim dalam Organisasi 77
(Tjosvold, Yu and Hui, 2004). Rasa saling menghormati antar anggota tim
merupakan hal yang sangat penting dalam aspek kualitas Teamwork karena
membantu pengembangan gagasan dan kontribusi anggota tim lain (Hoegl and
Gemuenden, 2001).
e. Upaya
Upaya dibutuhkan oleh anggota tim agar tujuan bersama tercapai. Indikator
adanya upaya dari anggota tim ialah memberikan prioritasdalam
menyelesaikan tugas tim dan membagi beban kerja di antara anggota tim.
Upaya anggota tim berlandaskan pada bagaimana anggota tim membagi dan
membuat prioritas pada beban kerja tim. Upaya tingkat tinggi dari semua
anggota tim terlihat dari suasana saling mendukung yang tinggi dalam
mengerjakan tugas yang diprioritaskan. Anggota tim mendapatkan dukungan
sehingga anggota tim berupaya untuk menyelesaikan proyek tersebut. Anggota
tim saling bekerja sama dan membantu untuk mencegah terjadinya konflik
dalam berinteraksi.
f. Kohesivitas
Kohesivitas tim ialah tingkat di mana anggota tim berupaya untuk terus ada di
dalam tim. Beberpa hal yang mendukung terjadinya kohesivitas ialah:
1) Memiliki daya tarik pribadi anggota tim;
2) Berkomitmen pada tugas tim; dan
3) Memiliki kebanggaan-semangat kelompok.
6.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kualitas Teamwork
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas Teamwork di antaranya
adalah (Griffin, Patterson and West, 2001):
a. Rasa saling percaya antar rekan kerja. Kualitas Teamwork yang baik
dalam organisasi akan tercapai jika di antara pegawai dapat
menumbuhkan rasa percaya terhadap rekan kerja. Rasa percaya di
78 Perilaku Organisasi
antara sesama rekan kerja akan memudahkan komunikasi dan
koordinasi sehingga proses penyelesaian pekerjaan menjadi lebih
mudah.
b. Anggota tim melakukan pengayaan pekerjaan agar tujuan kelompok
tercapai. Anggota tim dapat merasakan dan memahami pekerjaan
yang dilakukan oleh rekan kerja yang lain merupakan alasan
mengapa pengayaan pekerjaan penting untuk dilakukan. Karena
anggota tim akan memahami kesulitan yang dirasakan oleh rekan
kerja agar tujuan kelompok tercapai.
c. Anggota tim mendapatkan kebebasan untuk lebih otonom. Anggota
tim mudah untuk mengambil keputusan karena mendapatkan
kebebasan berkreasi ketika menghadapi masalah dalam pekerjaan dan
kesempatan untuk menunjukan kemampuan mereka secara optimal.
d. Kepercayaan mengenai tanggung jawab dan peran anggota tim.
Pemberian kepercayaan mengenai tanggung jawab dan peran kepada
anggota tim perlu dilakukan agar mereka tidak menyalahkan rekan
kerja yang lain ketika berhadapan dengan masalah dalam pekerjaan.
e. Umpan balik antar anggota tim. Pemberian umpan balik perlu
dilakukan kepada semua anggota tim agar mereka mengetahui cara
memperbaiki kesalahan dalam melakukan pekerjaan sehingga
masalah tersebut dapat diselesaikan bersama.
Tim dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan merupakan tolak ukur
keberhasilan dari sebuah tim. Terdapat lima disfungsi yang harus diatasi oleh
anggota tim yaitu Lencioni (2006):
1. Tidak ada rasa saling percaya. Tidak ada rasa saling percaya
membuat tim sulit untuk memberikan kritik yang baik dan menerima
keritik tersebut dari anggota tim.
2. Takut terhadap konflik. Tim yang saling percaya tidak takut untuk
turut andil dalam diskusi yang penuh semangat seputar keputusan
penting dan permasalahan bagi keberhasilan organisasi.
3. Anggota tim kurang memiliki komitmen. Anggota tim perlu
menguasai kemampuan untuk bermeski tidak setuju tetapi tetap
berkomitmen pada tim.
Bab 6 Tim dalam Organisasi 79
4. Menghindari tanggungjawab. tanggungjawab ialah kesediaan untuk
saling mengingatkan antar anggota tim ketika salah satu anggota tim
tidak sesuai dengan standar kinerja kelompok.
5. Kurang memberikan perhatian terhadap hasil. Tim yang berfokus
pada hasil menetapkan ukuran keberhasilan mereka sendiri.
6.5 Manfaat membangun tim
Beberapa manfaat dalam membangun tim (Maddux, 1994) ialah:
1. Sasaran yang realistik dapat ditetapkan dan dicapai secarapa optimal
dengan adanya tim.
2. Semua anggota dan pemimpin tim berkomitmen untuk saling
mendukung demi keberhasilan tim.
3. Saling membantu dan memahami prioritas antar anggota tim
4. Memiliki sifat komunikasi yang terbuka dalam memperbaiki cara
kerja atau mendiskusikan cara kerja baru.
5. Kemampuan tim lebih memadai dalam menyelesaikan masalah
secara lebih efektif.
6. Anggota tim memahami tentang apa yang diharapkan karena tim
memiliki umpan balik yang lebih memadai.
7. Konflik dianggap sebagai sebagai hal yang wajar karena anggota tim
mendapatan kesempatan untuk menyelesaikan masalah.
8. Tercapainya produktivitas tim yang seimbang dengan memenuhi
kebutuhan pribadi.
9. Setiap anggota tim diberikan pujian karena kontribusi pribadi. Tim
diberikan penghargaan karena hasil yang sangat baik.
10. Anggota kelompok mendapatkan motivasi untuk menguji,
memberikan, menularkan ide-idenya dan secara maksimal
mengembangkan potensi dirinya.
11. Anggota kelompok sadar akan pentingnya menyesuaikan perilakunya
untuk mencapai standard kelompok dan disiplin sebagai kebiasaan
kerja.
80 Perilaku Organisasi
12. Anggota kelompok lebih memiliki prestasi jika berkerjasama dengan
anggota tim.
Tim yang dinamis ialah tim yang dapat menggunakan segala energi yang ada
dalam tim tersebut dan tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi untuk
menciptakan sesuatu.
Tim dikatakan dinamis jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Chang, 2001) :
1. Misi dan tujuan dinyatakan dengan jelas.
2. Kreatif dalam beroperasi.
3. Berfokus pada hasil.
4. Memiliki kejelasan peran dan tanggung jawab.
5. Mengorganisir dengan baik.
6. Kekuatan individu mnenjadi dasar membangun tim.
7. Saling mendukung anggota lain yang memimpin.
8. Iklim tim dapat dikembangkan.
9. Memecahkan ketidaksepakatan.
10. Keterbukaan dalam berkomunikasi.
11. Menentukan keputusan yang obyektif.
12. Dapat melakukan evaluasi sendiri terhadap efektivitasnya.
Ciri-ciri tim efektif (Chang, 2001):
1. Kejelasan tujuan yang akan dicapai berupa Visi, Misi, Tujuan, Tugas
yang disepakati bersama dan diterima oleh semua anggota tim yang
diwujudkan dalam rencana kegiatan yang nyata
2. Iklim yang sejuk, tidak formal, dan santai tidak ada kebosanan atau
ketegangan
3. Semua anggota tim mau turut berperan aktif.
4. Semua anggota tim mau dan dapat menjadi pendengar yang efektif
bertanya, mendengar, menterjemahkan dalam bahasa yang lebih
sederhana, dan menetapkan kesimpulan bersama-sama untuk
menciptakan ide.
Bab 6 Tim dalam Organisasi 81
5. Semua anggota tim merasa nyaman meskipun berbeda pendapat. Tim
tidak menutup-nutupi, menunjukkan tanda penolakan, ataupun
menghindar dari konflik.
6. Menetapkan keputusan secara consensus
7. Berkomunikasi secara terbuka
8. Pada setiap pelaksanaan tugas tim, setiap anggota mendapatkan
kejelasan peran.
9. Adanaya kepemimpinan dalam kebersamaan. Pemimpin formal tetap
ada tetapi fungsi kepemimpinan dapat dipindahkan dari seorang ke
orang lainnya.
10. Terdapat hubungan yang baik dengan tim lainnya dalam organisasi
dan pihak luar.
11. Tim memiliki anggota yang memiliki karakteristik dan sifat yang
berbeda.
12. Tim bersedia secara berkala melaksanakan “self assessment”
(intropeksi).
Beberapa penyebab tim menjadi tidak efektif (Chang, 2001):
1. Tim memiliki misi yang tidak dapat dijelaskan dengan mudah;
2. Suasana pertemuan yang kaku, formal, dan tegang;
3. Tidak ada hasil meskipun memiliki partisipasi anggota yang tinggi;
4. Tidak terjadi komunikasi yang efektif meskipun telah banyak bicara;
5. Terjadinya pembicaraan pribadi diluar pertemuan dikarenakan
ketidaksesuaian pendapat yang terus berlanjut.
6. Pimpinan formal membuat keputusan dengan sedikit melibatkan
anggota tim;
7. Anggota tim kurang dapat mempercayai anggota tim yang lain
sehingga anggota tim tidak berani berbicara secara terbuka;
8. Tugas dan peran yang akan dikerjakan tidak jelas;
9. Tidak adanya kerjasama dengan anggota tim lain yang berkaitan;
10. Tim beranggotakan orang yang memiliki karakteristik “pemain tim”
yang sama.
82 Perilaku Organisasi
11. Tidak adanya “selfassessment” meskipun tim telah terbentuk lebih
dari 3 bulan.
6.6 Tingkat Perkembangan Tim
Menurut Tuckman, tim yang sukses umumnya melalui empat fase yaitu
(Guffey, 2005):
1. Pembentukan. Pada fase ini, Semua anggota tim akan mulai
mengenal satu dengan yang lain sambil menciptakan rasa saling
percaya. Semua anggota berdiskusi tentang topik-topik dasar sebagai
contoh: siapa yang mempunyai tim, mengapa diperlukan tim, apakah
wajib menjadi anggota, bakat yang dimiliki oleh anggota dan
seberapa besar tim yang diperlukan. Pada fase ini, seorang pimpinan
harus memberikan rambu-rambu. Pergerakan yang perlahan dalam
fase ini merupakan keharusan dalam membangun tim yang bersatu
dan produktif (Daft, 2003).
2. Prahara. Pada fase kedua ini, anggota tim mulai menetapkan cara
agar tujuan mereka, tercapai, memahami tanggung jawab dan peran
mereka masing-masing, dan menetapkan aturan dalam berinteraksi.
Sejalan dengan namanya, fase ini penuh dengan konflik antar anggota
tim. Sehingga pimpinan tim harus bisa mengendalikan kekacauan,
menjadi penengah dan membuat batasan, dan memberi saran yang
membangun. Anggota tim membutuhkan waktu yang lama untuk
melewati fase prahara ini karena tim terdiri dari anggota dengan
kepribadian yang berbeda. Biasanya badai akan berlalu dan
kelompok yang mulai bersatu akan terbentuk. Pada fase prahara ini,
pimpinan harus mendukung setiap anggota untuk partisipasi dalam
tim. Para anggota harus memberikan gagasan-gagasan mereka, tidak
sependapat dengan anggota lain dan berupaya melewati
ketidakpastian pandangan yang bertentangan dengan tujuan dan tugas
tim (Daft, 2003).
Bab 6 Tim dalam Organisasi 83
3. Penormaan. Ketika badai prahara mereda, informasi mulai mengalir
di antara anggota dan setiap anggota tim memiliki peran yang
semakin jelas. Pada fase ini setiap tim secara berkala memeriksa dan
mengingatkan diri mereka terhadap kemajuan dalam mencapai
tujuan. Anggota tim mulai bersatu untuk melakukan agenda tim.
Anggota tim berhati-hati agar tidak merusak persahabatan. Setiap
anggota berfungsi sebagai pimpinan sehingga pimpinan formal tidak
dibutuhkan. Fase ini membutuhkan waktu yang singkat. Pimpinan
dalam fase ini bertugas untuk mengklarifikasi berbagai nilai serta
norma tim dan berfokus pada kesatuan tim (Daft, 2003).
4. Pelaksanaan. Tidak semua tim dapat sampai pada fase pelaksanaan
(Guffey, 2005). Tim yang berhasil melalui tiga fase awal
pembentukkan tim akan berhasil pada fase keempat ini. Pada fase ini
semua anggota tim telah memiliki bahasa dan langkah yang sama.
Kesetiaan dan keinginan untuk memecahkan masalah telah
terbangun. Perselisihan dalam berpendapat dapat diselesaikan secara
dewasa. Hal yang paling baik dalam fase ini adalah: informasi dapat
terjalin secara bebas, deadline ditepati, dan produksi yang sesuai
harapan. Pimpinan harus berfokus dalam melaksanakan kinerja tugas
yang tinggi. Harus ada kotribusi dari sosioemosional dan anggota
yang berperan sebagai spesialis tugas (Daft, 2003).
5. Fase pembubaran dapat terjadi jika tim yang terbentuk tidak
permanen, sebagai contoh task force, komite, dan tim yang memiliki
keterbatasan tugas untuk dikerjakan dan pembubaran akan dilakukan
setelah tugas itu selesai. Fase ini berfokus pada penghentian dan
penyelesaian. Kinerja tugas bukanlah prioritas utama. Emosi yang
memuncak akan dirasakan oleh seluruh anggota tim, depresi,
kekompakan yang kuat, dan rasa menyesal atas pembubaran tim.
Pada satu sisi anggota tim bahagia atas capain tim dan pada sisi
lainnya anggota sedih atas kehilangan persahabatan. Pada fase ini
pimpinan membubarkan tim dengan suatu acara bisa dengan
pemberian piagam penghargaaan sebagai tanda penutupan dan misi
tim yang telah selesai (Daft, 2003).
84 Perilaku Organisasi
Fase-fase di atas biasanya hadir secara berurutan. Lima fase tersebut akan
terjadi dalam waktu yang singkat terutama bagi tim yang berkerja dalam waktu
yang singkat atau tim yang memiliki tekanan terhadap waktu. Tim virtual
dapat mempercepat fase-fase tersebut (Daft, 2003).
Bab 7
Komunikasi Dalam Organisasi
7.1 Pengertian Komunikasi Organisasi
Untuk mencapai cita-cita suatu organisasi, maka penting bagi setiap individu
di dalam organisasi tersebut mempunyai pemahaman yang sama tentang cita-
cita organisasinya. Pemahaman yang sama akan menunjukkan arah program
yang sama bagi setiap anggota di dalam organisasi. Namun demikian, untuk
terciptanya pemahaman yang sama dari seluruh anggota di dalam organisasi,
maka diperlukan komunikasi yang intensif baik secara internal maupun
eksternal di dalam organisasi. Oleh karena itu, komunikasi di dalam organisasi
dapat dikatakan sebagai alat komunikasi bagi semua anggota organisasi.
Berkaitan dengan arti dari sebuah organisasi, maka dapat dikatakan bahwa
sebuah organisasi adalah merupakan organ sosial. Di mana di dalamnya
meliputi berbagai unit kerja yang saling berkaitan satu sama lain. Dikatakan
juga bahwa semua bentuk organisasi merupakan organ yang sangat erat
dengan kehidupan manusia itu sendiri. Mengingat semua tujuan dari organisasi
adalah untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup atau
kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh organisasi yang terkecil di
masyarakat seperti organisasi Rumah Tangga (RT). Di mana organisasi rumah
tangga tersebut dipimpin oleh seorang kepala RT yang fungsinya adalah
membantu menciptakan keamanan dan kelangsungan hidup masyarakat yang
ada di lingkup RT tersebut. Dalam dikatakan bahwa semua aktivitas organisasi