The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by anik.aysylla, 2022-05-25 04:13:22

bahan ajar

sub tema1 tentang k

pemecahan masalah berlangsung (Vandoulakis, 2016);(Agoestanto et
al., 2018).

3.1 Apa itu Penalaran Matematika?

Bernalar sebagai bagian dari berpikir merupakan kegiatan yang
tak pernah berhenti - baik disadari maupun tidak - sepanjang orang
masih menjalani kehidu-pannya dengan normal sebab berpikir itu
sendiri melekat pada kehidupan dan merupakan berkah yang hanya
tercurah untuk manusia. Mengutip Wilkinson, Bailey, & Maher (2018),
merumuskan bahwa penalaran matematik adalah bagian dari berpikir
matematik yang meliputi membuat perumuman dan menarik simpulan
sahih tentang gagasan-gagasan dan bagaimana gagasan tersebut saling
terkait. Jika pemecahan masalah memainkan peran sentral dalam
matematika, maka penalaran tampaknya memainkan peran serupa
dalam pemecahan masalah.

Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics
(NCTM, 2000) memberikan tanda-tanda proses penalaran sedang
berlangsung, yaitu bila: (a) menggunakan coba-ralat dan bekerja
mundur untuk menyelesaikan masalah, (b) membuat dan menguji
dugaan, (c) menciptakan argumen induktif dan deduktif, (d) mencari
pola untuk membuat perumuman, dan (e) menggunakan penalaran
ruang dan logik. Dari standar pemecahan masalah oleh NCTM dan
penjelasan ini tampak penalaran matematik merupakan bagian utuh dari
pemecahan masalah. Penalaran mendasari semua aspek atau komponen
tingkat tinggi dari pemecahan masalah. Peressini dan Webb (dalam
Fairman, Peckham, Rucker, Rucker, & Sclar, 2018) berpendapat

MOHAMMAD ARCHI 41
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

penalaran dapat dipandang sebagai suatu kegiatan dinamis yang
mencakup berbagai jenis cara berpikir.

Mengutip O’Daffler dan Thornquist (dalam Fairman et al.,
2018), kedua penulis selanjutnya mengatakan penalaran matematik,
yang memainkan peran mutlak dalam proses berpikir, meliputi
mengumpulkan fakta, membuat dugaan, membuat perumuman,
membangun argumen, dan menarik (dan menyahihkan) simpulan logis
mengenai beragam gagasan itu dan hubungan-hubungannya (Abouzeid
& Ermentrout, 2013). Sehubungan dengan itu, keduanya mengatakan
penalaran matematik mencakup, namun tidak terbatas pada, induktif
(termasuk mengenali dan mengembangkan pola), deduktif, bersyarat,
kesebandingan, grafikal, spasial, dan abstrak. Dapat ditambahkan,
sebenarnya penalaran pula yang digunakan untuk melakukan abstraksi.
Danişman & Erginer (2017) mengatakan penalaran matematik adalah
pusat belajar matematika. Ia berargumen, matematika adalah suatu
disiplin berkenaan dengan obyek abstrak dan penalaranlah alat untuk
memahami abstraksi. Ia tambahkan penalaranlah yang digunakan untuk
berpikir tentang sifat-sifat sekumpulan obyek matematik dan
mengembangkan perumuman yang dikenakan padanya. Kita melihat
pernyataan Danişman & Erginer (2017) sejalan dengan pengertian
penalaran matematik dari O’Daffler dan Thornquist (dalam Gürbüz &
Erdem, 2016) di atas, bahwa penalaran melibatkan beberapa
keterampilan penting seperti menyelidiki pola, membuat dan menguji
dugaan (conjecture), dan menggunakan penalaran deduktif dan induktif
formal untuk memformulasikan argumen matematik.

MOHAMMAD ARCHI 42
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Syamsuri et al (2017) menyatakan penalaran adalah jenis
khusus dari pemecahan masalah. Dengan kata lain, penalaran adalah
bagian tertentu dari pekerjaan memecahkan masalah yang dengan
demikian merupakan bagian dari bermatematika (doing mathematics).
Semuanya sejalan. Intinya, penalaran adalah alat untuk memahami
matematika dan pemahaman matematik itu digunakan untuk
menyelesaikan masalah. Pengalaman menyelesaikan masalah pada
gilirannya memperkuat pemahaman dan penalaran matematik yang
kemudian kembali menjadi modal untuk memecahkan masalah baru
atau masalah yang lain lagi yang tentunya lebih rumit dan kompleks
sifatnya. Demikian siklus berlanjut (spiral) itu seharusnya berlangsung.

Bernalar merupakan suatu keterampilan yang dapat dilatih dan
dikembangkan. Menurut NCTM (2000) bernalar matematik adalah
suatu kebiasaan, dan seperti kebiasaan lainnya, maka ia mesti
dikembangkan melalui pemakaian yang konsisten dan dalam berbagai
konteks. NCTM menambahkan, orang yang bernalar dan berpikir
secara analitik akan cenderung mengenal pola, struktur, atau
keberaturan baik di dunia nyata maupun pada simbol-simbol (Badri &
Sayed, 2016). Orang ini gigih mencari tahu apakah pola itu terjadi
secara kebetulan ataukah ada alasan tertentu. Ia membuat dugaan dan
menyelidiki kebenaran atau ketidakbenaran dugaan itu. Membuat dan
menyelidiki dugaan adalah hal yang sangat penting dalam matematika,
karena melalui dugaan berbasis informasilah penemuan matematik
sering terjadi (Hendriana, Charitas, Prahmana, & Hidayat,
2018);(Agoestanto et al., 2018).

MOHAMMAD ARCHI 43
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Disposisi matematik seperti ini sangat diperlukan untuk
menghadapi berbagai masalah terutama yang rumit untuk dipecahkan.
Menurut Principles and Standards (NCTM, 2000), standar penalaran
matematik meliputi (a) mengenal penalaran sebagai aspek mendasar
dari matematika; (b) membuat dan menyelidiki dugaan matematik; (c)
mengembangkan dan mengevaluasi argumen matematik; dan (d)
memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran. Sehubungan
dengan itu, dorongan dan kesempatan yang didapat anak di kelas untuk
melakukan penalaran dalam kerangka memecahkan masalah matematik
merupakan fondasi yang diperlukan untuk mencapai standar penalaran
yang dirumuskan NCTM tersebut (Hendriana et al., 2018).

Membiasakan bernalar sejak hari-hari pertamanya di sekolah
akan membuat anak sadar kalau tiap pernyataan yang dibuatnya
memerlukan alasan pembenaran. Pertanyaan guru atau teman seperti,
“mengapa bisa begitu”, “bagaimana kita tahu itu benar”, “adakah yang
punya jawaban berbeda”, atau “adakah cara lain mengerjakannya”,
dapat membantu anak melakukan penalaran untuk mengajukan
argumentasi pendukung atau fakta yang berlawanan atau berpikir
alternatif (divergen) (Hendriana et al., 2018);(Schalk, Saalbach,
Grabner, & Stern, 2016). Sebagai contoh, guru dapat meminta siswa
untuk membuktikan garis yang membagi dua sama besar sudut yang
dibentuk dua garis yang saling berpotongan di satu bidang (gambar
3.1), berjarak sama terhadap kedua garis itu. Namun, penalaran anak
akan lebih berkembang secara lentur bila tugas itu diungkap dengan
menanyakan apakah ada garis (kalau ya, maka ada berapa banyak) yang
berjarak sama terhadap dua garis yang berpotongan di sebuah bidang,
dan kalau ya, bagaimana kita tahu itu.

MOHAMMAD ARCHI 44
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

M

L

Gambar 3.1 Dua Garis yang Saling Berpotongan
Badri & Sayed (2016) mengatakan pertanyaan guru dan siswa
merupakan suatu strategi untuk membantu anak menggunakan potensi
kemampuan penalarannya terhadap obyek matematik. Dengan
mengutip Danişman & Erginer (2017) menambahkan sewaktu guru
meminta siswa untuk bernalar mengenai matematika lewat pertanyaan-
pertanyaan menyelidik, maka anak pada dasarnya memiliki
pemahaman matematik yang lebih baik dari yang kita bayangkan yang
terlihat dari respon yang mereka berikan. Dalam hal ini perlu dicamkan
bahwa bertanya (reflektif) merupakan bagian dari rangkaian
pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut pula agar terampil
mengajukan pertanyaan yang merangsang anak bernalar.

Untuk itu, pembelajaran di kelas mesti dirancang demikian rupa
sehingga anak berani mengemukakan pikirannya tanpa harus merasa
malu atau takut ditertawakan, dan tiap anak berkontribusi dengan cara
menilai dan menanggapi pemikiran kawannya. Dengan demikian,
seiring perjalanan proses pembelajaran berbagai ragam topik
matematika yang dilalui dan dialaminya di sekolah, maka penalaran
aljabar, geometri, kesebandingan, peluang, statistika, dan sebagainya
dari anak akan berkembang (Schalk et al., 2016).

MOHAMMAD ARCHI 45
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Penalaran analog atau induktif secara umum memainkan peran
utama dalam penemuan matematik (Polya, 1954). Penalaran analog
berfungsi sebagai sumber nyata (pasti) yang darinya anak dapat
membangun model mental untuk konsep matematik (Maoto, Masha, &
Mokwana, 2014). Vandoulakis (2016) melanjutkan, penalaran analog
lebih menuntut kita melihat pada sifatsifat yang berhubungan dari suatu
fenomena atau ide ketimbang pernak-pernik (features) di permukaan.

3.2 Apa itu Pembuktian Matematika?

Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis
yang menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Argumen-argumen ini
dapat berasal dari premis pernyataan itu sendiri, teorema-teorema
lainnya, definisi, dan akhirnya dapat berasal dari postulat dimana
sistem matematika tersebut berasal. Yang dimaksud logis di sini, adalah
semua langkah pada setiap argumen harus dijustfikasi oleh langkah
sebelumnya (Fairman et al., 2018). Jadi kebenaran semua premis pada
setiap deduksi sudah dibuktikan atau diberikan sebagai asumsi.
Pernyataan-pernyataan matematika seperti definisi, teorema dan
pernyataan lainnya pada umumnya berbentuk kalimat logika, dapat
berupa implikasi, biimplikasi, negasi, atau berupa kalimat berkuantor.
Operator logika seperti and, or, not, xor juga sering termuat dalam
suatu pernyataan matematika. Jadi membuktikan kebenaran suatu
teorema tidak lain adalah membuktikan kebenaran suatu kalimat logika
(Smit et al., 2019).

Paling tidak terdapat enam motivasi mengapa orang
membuktikan, yaitu to establish a fact with certainty, to gain
understanding, to communicate an idea to others, for the challenge, to

MOHAMMAD ARCHI 46
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

create something beautiful, to construct a large mathematical theory.
To establish a fact with certainty merupakan motivasi paling dasar
mengapa orang perlu membuktikan suatu pernyataan matematika, yaitu
untuk meyakinkan bahwa apa yang selama ini dianggap benar adalah
memang benar (Wilkinson et al., 2018). Terkadang, beberapa orang
mempunyai pendirian sangat kuat bahwa suatu konjektur adalah benar.
Keyakinan ini mungkin berasal dari penjelasan informal atau dari
beberapa kasus yang ditemuinya. Bagi mereka tidak ada keraguan
terhadap keyakinan itu, tapi belum tentu berlaku untuk orang dari
kelompok lain (Abouzeid & Ermentrout, 2013). Disinilah bukti dapat
dijadikan sarana untuk meyakinkan orang lain akan kebenaran suatu
idea.

Tidak dapat dipungkiri selama ini banyak kebenaran fakta di
dalam matematika hanya dipercaya begitu saja tanpa adanya kecurigaan
terhadap kebenaran tersebut, tidak berusaha membuktikan sendiri,
termasuk fakta-fakta yang sangat sederhana. Kita hanya menggunakan
fakta tersebut karena sudah ada dalam buku (it was in the text) Banyak
pembuktian yang tidak hanya membuktikan suatu fakta tetapi juga
memberikan penjelasan tentang fakta tersebut. Disinilah, pembuktian
teorema berfungsi untuk mendapatkan pemahaman (to gain
understanding).

Beragam definisi disebutkan oleh para ahli untuk
mendefinisikan penalaran. Menurut Wilkinson et al (2018) yang
mendefinisikan penalaran sebagai konsep kemampuan matematika
yang membutuhkan lima alur saling terkait dan saling mempengaruhi -
pemahaman konseptual, yang mencakup pemahaman konsep, operasi,

MOHAMMAD ARCHI 47
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

dan hubungan matematis; kelancaran prosedural, melibatkan
keterampilan dalam menjalankan prosedur secara fleksibel, akurat,
efisien, dan tepat; kompetensi strategis, yaitu kemampuan untuk
merumuskan, mewakili, dan memecahkan masalah matematika;
penalaran adaptif, yang merupakan kapasitas pemikiran logis, refleksi,
penjelasan, dan justifikasi; dan disposisi produktif, orientasi untuk
melihat matematika masuk akal, berguna, bermanfaat, dan masuk akal,
dan siapa pun dapat memberi alasan untuk memahami gagasan
matematis (Abouzeid & Ermentrout, 2013).

Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gürbüz & Erdem
(2016), yang menyebutkan bahwa penalaran adalah "keterampilan
dasar" matematika dan diperlukan untuk sejumlah tujuan - untuk
memahami konsep matematika, untuk menggunakan gagasan dan
prosedur matematis secara fleksibel, dan untuk merekonstruksi sekali
dipahami, namun lupa pengetahuan matematika. Sementara itu,
didefinisikan pula bahwa penalaran matematika adalah penalaran
tentang dan dengan objek matematika (Brodie, 2010). Pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran
mengenai objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah
cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti statistika, aljabar,
geometri dan sebagainya. Referensi lain yaitu Gürbüz & Erdem (2016)
menyatakan definisi penalaran matematis adalah berpikir mengenai
permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk
memperoleh penyelesaian.

Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan untuk
memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan

MOHAMMAD ARCHI 48
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan
atas sebuah penyelesaian. Dari definisi yang tercantum pada Math
Glossary tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua hal yang harus
dimiliki siswa dalam melakukan penalaran matematis yaitu
kemampuan menjalankan prosedural penyelesaian masalah secara
matematis dan kemampuan menjelaskan atau memberikan alasan atas
penyelesaian yang dilakukan.

Literatur juga menunjukkan bahwa ada dua hal utama yang
terlibat dalam penalaran matematika -yaitu pembenaran dan
generalisasi - dan praktik matematika lainnya seperti melambangkan,
mewakili, dan berkomunikasi, adalah kunci dalam mendukung ini (Ball
dan Bass, 2003; Davis dan Maher, 1997; Triandafillidis dan Potari,
2005). Pernyataan ini didukung dengan dimasukannya penalaran
matematika kedalam standar proses NCTM (NCTM, 2000).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran
matematika adalah penalaran tentang dan dengan objek matematika
yang diperlukan untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Menurut standar proses NCTM (2000), beberapa kemampuan
yang tergolong dalam penalaran matematik di antaranya adalah (a)
menarik kesimpulan logis, (b) memberi penjelasan terhadap model,
fakta, sifat, hubungan, atau pola, (c) memperkirakan jawaban dan
proses solusi, (d) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis
situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur,
(e) mengajukan lawan contoh, (f) mengikuti aturan inferensi,

MOHAMMAD ARCHI 49
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen
yang valid, dan (g) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak
langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika.

3.3 Tahapan Penalaran & Pembuktian

Beragam definisi disebutkan oleh para ahli untuk
mendefinisikan penalaran. Menurut Killpatrick et al. (2001) yang
mendefinisikan penalaran sebagai konsep kemampuan matematika
yang membutuhkan lima alur saling terkait dan saling mempengaruhi -
pemahaman konseptual, yang mencakup pemahaman konsep, operasi,
dan hubungan matematis; kelancaran prosedural, melibatkan
keterampilan dalam menjalankan prosedur secara fleksibel, akurat,
efisien, dan tepat; kompetensi strategis, yaitu kemampuan untuk
merumuskan, mewakili, dan memecahkan masalah matematika;
penalaran adaptif, yang merupakan kapasitas pemikiran logis, refleksi,
penjelasan, dan justifikasi; dan disposisi produktif, orientasi untuk
melihat matematika masuk akal, berguna, bermanfaat, dan masuk akal,
dan siapa pun dapat memberi alasan untuk memahami gagasan
matematis.

Pendapat yang senada diungkapkan oleh Ball dan Bass (2003),
yang menyebutkan bahwa penalaran adalah "keterampilan dasar"
matematika dan diperlukan untuk sejumlah tujuan - untuk memahami
konsep matematika, untuk menggunakan gagasan dan prosedur
matematis secara fleksibel, dan untuk merekonstruksi sekali dipahami,
namun lupa pengetahuan matematika (Syamsuri et al., 2017).
Sementara itu, didefinisikan pula bahwa penalaran matematika adalah
penalaran tentang dan dengan objek matematika (Brodie, 2010).

MOHAMMAD ARCHI 50
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah
penalaran mengenai objek matematika. Objek matematika dalam hal ini
adalah cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti statistika,
aljabar, geometri dan sebagainya. Referensi lain yaitu (Badri & Sayed,
2016) menyatakan definisi penalaran matematis adalah berpikir
mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk
memperoleh penyelesaian.

Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan untuk
memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan
sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan
atas sebuah penyelesaian (Agoestanto et al., 2018). Dari definisi yang
tercantum pada Agoestanto tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat
dua hal yang harus dimiliki siswa dalam melakukan penalaran
matematis yaitu kemampuan menjalankan prosedural penyelesaian
masalah secara matematis dan kemampuan menjelaskan atau
memberikan alasan atas penyelesaian yang dilakukan. Literatur juga
menunjukkan bahwa ada dua hal utama yang terlibat dalam penalaran
matematika -yaitu pembenaran dan generalisasi - dan praktik
matematika lainnya seperti melambangkan, mewakili, dan
berkomunikasi, adalah kunci dalam mendukung ini (Ball dan Bass,
2003; Davis dan Maher, 1997; Triandafillidis dan Potari, 2005).
Pernyataan ini didukung dengan dimasukannya penalaran matematika
kedalam standar proses NCTM (NCTM, 2000).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran
matematika adalah penalaran tentang dan dengan objek matematika
yang diperlukan untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu

MOHAMMAD ARCHI 51
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Menurut standar proses NCTM (2000), beberapa kemampuan yang
tergolong dalam penalaran matematik di antaranya adalah (a) menarik
kesimpulan logis, (b) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat,
hubungan, atau pola, (c) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d)
menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat
analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur, (e) mengajukan lawan
contoh, (f) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen,
membuktikan, dan menyusun argumen yang valid, dan (g) menyusun
pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian
dengan induksi matematika.

Matematika pada dasarnya suatu alat untuk mengembangkan
cara berpikir, oleh karena itu matematika sangat diperlukan baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK
sehingga perlu dibekalkan kepada peserta didik, bahkan sejak jenjang
pendidikan Taman Kanak-kanak. Matematika pada hakekatnya
merupakan suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif formal dan
abstrak (objek-objek penelaahannya abstrak, hanya ada dalam
pemikiran manusia sehingga hanya suatu hasil karya dari kerja otak
manusia). Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas berupa
bilangan-bilangan serta operasinya yang tidak banyak artinya dalam
matematika, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk,
dan stuktur (unsur ruang).

Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah
sebuah argumen matematika benar atau salah dan dipakai untuk

MOHAMMAD ARCHI 52
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

membangun suatu argumen matematika. Penalaran matematika tidak
hanya penting untuk melakukan pembuktian atau pemeriksaan
program, tetapi juga untuk inferensi dalam suatu sistem kecerdasan
buatan.

Penalaran dan matematika tidak dapat dipisahkan satu sama lain
karena dalam menyelesaikan permasalahan matematika memerlukan
penalaran sedangkan kemampuan penalaran dapat dilatih dengan
belajar matematika. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihat
bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis.
Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat
dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Dan untuk
mengerjakan hal-hal yang berhubungan diperlukan bernalar. Kunci
dalam mengajarkan penalaran matematika, seperti dalam mengajarkan
aspek kemahiran matematika lainnya, adalah jenis tugas yang
melibatkan peserta didik, cara mereka terlibat dalam tugas ini, dan jenis
interaksi di seputar tugas di antara peserta didik dan peserta. guru.

Namun, seperti yang dicatat oleh Ball dan Bass (2003), "hanya
fokus pada masalah matematika terbuka yang membutuhkan penalaran
matematika tidak cukup untuk membantu siswa belajar berpikir secara
matematis. Tetapi perlu juga meminta siswa untuk menjelaskan
pemikiran mereka". Tugas matematika diberikan kepada peserta didik
oleh guru untuk melibatkan mereka dalam aktivitas matematika untuk
mengembangkan konsep atau praktik matematika tertentu. Stein et al.
(1996) mendefinisikan tugas matematika sebagai aktivitas kelas, yang
dimaksudkan untuk memusatkan perhatian peserta didik pada gagasan
matematis tertentu. Begitu guru telah menetapkan tujuan pembelajaran,

MOHAMMAD ARCHI 53
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

dia dapat memberikan tugas yang sesuai dengan tujuannya untuk jenis
pemikiran yang diinginkan peserta didik (Danişman & Erginer, 2017).

Jika guru menginginkan peserta didik untuk menghafal fakta
dan prosedur matematis dia akan memberikan tugas yang perlu dihafal.
Kurikulum lama cenderung memprioritaskan mengingat sebagai bentuk
kegiatan matematika dan kebanyakan buku teks dan tugas pemeriksaan
mengharuskan siswa untuk menghafal dan mengingat fakta dan
prosedur (Wilkinson et al., 2018). Kurikulum baru membutuhkan
praktik matematis yang lebih luas dan jika guru ingin membantu
peserta didik mengembangkannya, guru perlu memperluas cakupan
tugas yang mengajak peserta didik untuk terlibat secara aktif (Maoto et
al., 2014).

Penalaran matematika sebagai salah satu kemampuan dasar
yang diperlukan dalam literasi matematika (Ojose, 2011). Berdasarkan
hasil yang dicapai oleh Indonesia dalam PISA, menunjukan bahwa
peserta didik di Indonesia masih berada pada peringkat 63 dari 72
negara untuk literasi matematika (OECD, 2016). Salah satu yang
menjadi penyebab rendahnya kemampuan literasi matematika adalah
kurangnya ketersediaan perangkat pembelajaran yang dapat
mendukung perkembangan kemampuan literasi matematika,
diantaranya penggunaan instrumen pembelajaran yang belum
menyajikan tugas untuk mengembangkan kemampuan literasinya
(Wardono, 2013).

Oleh karena itu, seorang guru yang ingin meningkatkan
kemampuan literasi peserta didik, dapat merancang pembelajaran
dengan memberikan tugas-tugas yang memerlukan penalaran

MOHAMMAD ARCHI 54
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

matematika dalam penyelesaiannya (Schalk et al., 2016). Hal ini adalah
salah satu upaya yang dapat diberikan guru untuk meningkatkan
kemampuan literasi matematika peserta didik. Pembiasaan guru untuk
memberikan latihan soal yang memuat penalaran matematika yaitu
tugas-tugas yang proses penyelesainnya tidak rutin, bersifat pemecahan
masalah, memerlukan pemikiran tingkat tinggi, solusi soalnya
memerluakn dua rumus atau lebih, memuat tafsiran matematika dalam
berbagai konteks, dan mampu menumbuhkan daya kreatif peserta
didik. Tugas-tugas yang proses penyelesaiannya seperti diatas, dapat
meningkatkan kemampuan literasi matematika (Smit et al., 2019).

3.4 Implementasi Penalaran & Pembuktian di Sekolah

Pembuktian termasuk salah satu ciri khas matematika yang
menjadi jantung dari keindahan matematika serta dasar bagi
kemanfaatan matematika. Matematika dibangun atas dasar logika
matematika yang merangkaikan antar kata dan kalimat dalam berbagai
bentuk dan jenis: simbol, definisi, lemma, teorema, algoritma, dan lain
sebagainya, yang hampir sebagian besar merupakan pernyataan.
Rangkaian pernyataan itu baru diakui jika telah dibuktikan
kebenarannya. Pembuktian matematis dalam pembelajaran matematika
merupakan salah satu penanda tentang pemahaman seseorang terhadap
suatu prinsip di dalam matematika. Jika seseorang dapat memberikan
bukti yang valid terhadap suatu prinsip dalam matematika, maka hal itu
mengindikasikan pemahaman yang jauh lebih baik dari sekedar
mengetahui pengertian dan aplikasi prinsip tersebut.

Selain itu, pembuktian matematis memerlukan logika
matematika. Dengan belajar menyusun bukti, maka seseorang juga

MOHAMMAD ARCHI 55
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

belajar melakukan penalaran yang valid menggunakan logika
matematika. Dengan demikian, belajar pembuktian matematis penting
untuk meningkatkan penalaran seseorang, yang juga menjadi salah satu
tujuan penting pembelajaran matematika. Namun demikian,
pembuktian matematis jarang mendapat tempat yang semestinya dalam
kurikulum (dokumen maupun praktik), khususnya di jenjang sekolah
menengah. Topik pembuktian tidak muncul secara eksplisit sebagai
topik matematika. Praktik belajar matematika yang sebatas belajar
tentang rumus-rumus matematika dan aplikasinya, serta jarang sekali
belajar tentang mengapa rumus-rumus itu perlu dan bagaimana
dibuktikan, akan mengakibat banyak siswa dan guru yang lemah dalam
menyusun bukti. Hal ini ditandai dengan kesalahan yang muncul dalam
praktik pembuktian matematis. Mengutip Stefanowicz (2014: 32),
beberapa kesalahan yang umum terjadi dalam menyusun bukti, antara
lain: (1) kekeliruan memahami definisi, (2) kekurangan kata-kata atau
penjelasan, (3) kekurangpahaman atau ketidak-nalaran bukti, serta (4)
langkah atau prosedur yang keliru.

Penalaran memiliki pengertian yang berbeda-beda seperti yang
dikemukaan oleh para ahli dalam Jacob (2003) bahwa penalaran
adalah: “bentuk khusus dari berpikir dalam upaya pengambilan
penyimpulan konklusi yang dgambarkan premis (Copi, 1979), simpulan
berbagai pengetahuan dan keyakinan mutakhir (Glass dan Holyoak,
1986), menstransformasikan informasi yang diberikan untuk menelaah
konklusi (Galloti, 1989)”.

Menurut Suherman dan Winataputra (1993) penalaran adalah
proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik

MOHAMMAD ARCHI 56
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar, didasarkan
pada pengamatan data- data yang ada sebelumnya dan telah diuji
kebenarannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Shadiq (2004) yang
mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu
aktifitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam
menyimpulkan dan membuktikan suatu pernyataan, membangun
gagasan baru, sampai pada menyelesaikan masalah-masalah dalam
matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran matematis harus
selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran
matematika. Pembiasaan tersebut harus dimulai dari kekonsistenan
guru dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-soal yang non
rutin. Turmudi (2008) menyatakan bahwa penalaran matematis
merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain
yang harus dikembangkan secara konsisten dengan menggunakan
berbagai macam konteks. Secara garis besar penalaran terbagi menjadi
dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.

Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal
yang umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Menurut Pesce (dalam Sumarmo, 1987), penalaran deduktif adalah
proses penalaran dan pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang
menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus.
Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo
(2006) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

MOHAMMAD ARCHI 57
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

1. Menarik kesimpulan logis
2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan

hubungan
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi
4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi

matematis
5. Menyusun dan mengkaji konjektur
6. Merumuskan lawan Mengikuti aturan inferensi, memeriksa

vaiditas argumen
7. Menyusun argumen yang valid
8. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan

menggunakan induksi matematis.
Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan
mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu
pernyataan baru dari kasus-kasus yang khusus. Seperti yang
dikemukakan oleh Pierce (Dahlan, 2004), penalaran induksi adalah
proes penalaran yang menurunkan prinsip atau aturan umum dari
pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus. Sedangkan menurut
Copi (Sumarmo, 1987), penalaran induktif merupakan proses penalaran
yang kesimpulannya diturunkan dari premis-premisnya dengan suatu
probabilitas.

Sumarmo (2010) mengemukakan beberapa kegiatan yang
tergolong penalaran induktif yaitu sebagai berikut

a. Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau sifat
khusus yang satu diterapkan pada kasus yang khusus lainnya

MOHAMMAD ARCHI 58
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

b. Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan
data atau proses

c. Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan
sejumlah data yang teramati.

d. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan,
interpolasi, dan ekstrapolasi.

e. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan,
atau pola yang ada.

f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan
menyusun konjektur
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas,

maka kemampuan penalaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Menyusun dan mengkaji konjektur
2. Memperkirakan jawaban dan proses solusi
3. Analogi
4. Generalisasi

Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa Inggris
diistilahkan problem based learning (PBL) pertama kali diperkenalkan
pada awal tahun 1970-an sebagai salah satu upaya menemukan solusi
dalam diagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi
yang ada. Duch (2001) mendefinisikan bahwa pembelajaran berbasis
masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang mempunyai ciri
menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh
pengetahuan mengenai esensi materi pembelajaran.

MOHAMMAD ARCHI 59
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Mengacu dari pendapat Fairman et al (2018) maka
pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
menuntut aktivitas mental siswa secara optimal dalam belajar berpikir
kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan
mengenai esensi dari materi pelajaran dalam memahami suatu konsep,
prinsip, dan keterampilan matematis siswa berbentuk ill-stucture atau
open-ended melalui stimulus.

Menurut Wilkinson et al (2018), PBL adalah metode belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Krismiati,
2008). Atau menurut Boud & Felleti (dalam Vandoulakis, 2016)
menyatakan bahwa Problem based learning is a way of constructing
and teaching course using problem as a stimulus and focus on student
activity. Adapun langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
adalah:

MOHAMMAD ARCHI 60
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Fase Indikator Tingkah Laku
Guru

Menjelaskan tujuan pembelajaran,

Orientasi siswa menjelaskan logistic yang diperlukan,
1 pada masalah dan memotivasi siswa terlibat pada

aktivitas pemecahan masalah

Mengorganisasikan Membantu siswa mendefinisikan dan

2 mengorganisasikan tugas belajar yang
siswa untuk belajar
berhubungan dengan masalah tersebut

Mendorong siswa untuk mengumpulkan

Membimbing informasi yang sesuai, melaksanakan

3 pengalaman eksperimen untuk mendapatkan

individual/kelompok penjelasan dan pemecahan masalah

Mengembangkan Membantu siswa dalam merencanakan
dan dan menyiapkan karya yang sesuai
4
Menyajikan hasil seperti
karya

MOHAMMAD ARCHI 61
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

BAB 4
KOMUNIKASI MATEMATIS
(Mathematical Communication)

4.1 Apa itu Komunikasi Matematis?

Matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi secara tepat. Matematika tidak hanya
sekedar alat bantu berfikir tetapi matematika sebagai alat komunikasi
antar siswa dan guru dengan siswa (Ega Edistria, 2017). Setiap siswa
diharuskan belajar matematika dengan alasan bahwa matematika
merupakan alat komunikasi yang sistematis dan tepat, karena
matematika berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari. Dengan
berkomunikasi siswa dapat meningkatkan kosa kata, mengembangkan
kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara sistematis, dan memiliki
kemampuan belajar yang lebih baik.

Fitriana, Isnarto, & Ardhi Prabowo (2018) berpendapat bahwa
komunikasi matematis merupakan kecakapan seseorang dalam
mengungkapkan pikiran mereka, dan bertanggungjawab untuk
mendengarkan, menafsirkan, bertanya, dan menginterpretasikan antara
ide satu dengan ide-ide yang lain dalam memecahkan masalah baik itu
pada kelompok diskusi maupun di kelas. Komunikasi merupakan
bagian penting pada matematika dan pendidikan matematika.
Komunikasi merupakan cara berbagi ide-ide dan memperjelas
pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat
direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses
komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan

MOHAMMAD ARCHI 62
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

ide-ide serta dapat memperumum atau menjelaskan ide-ide (NCTM,
2000).

Pikiran dan kemampuan tentang matematika siswa ditantang
selama proses pembelajaran, sehingga komunikasi merupakan bagian
penting dari siswa dalam menyampaikan hasil berpikir mereka secara
lisan atau dalam bentuk tulisan. Hal ini, dengan adanya komunikasi
matematis akan memudahkan guru untuk dapat memahami kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahaman
siswa dalam konsep yang mereka pelajari. Hal tersebut diharapkan
dapat digunakan untuk semua tingkatan (Zakiri, Pujiastuti, & Asih,
2018).

Menurut Baroody (dalam Ega Edistria, 2017) menyebutkan
sedikitnya ada 2 alasan penting yang menjadikan komunikasi dalam
pembelajaran matematika perlu ditingkatkan dikalangan siswa.
Pertama, mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar
alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,
atau menyelesaikan masalah namun matematika juga “an invaluable
tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and
succintly, yang artinya sebagai suatu alat yang berharga untuk
mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat (Zakiri
et al., 2018).

MOHAMMAD ARCHI 63
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Gambar 4.1 Urgensi komunikasi matematis bagi siswa

Kedua, mathematics learning as social activity artinya sebagai
aktivitas sosial, dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa,
seperti juga komunikasi gurusiswa merupakan bagian penting untuk
“nurturingchildren’smathemat”i(cMaalríapo&tCelnarta iJeasslica,
2016). Akan tetapi, sampai saat ini kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam pembelajaran belum mendapatkan perhatian. Dalam
pembelajaran matematika Guru lebih berusaha agar siswa mampu
menjawab soal dengan benar tanpa meminta alasan atau jawaban siswa,
ataupun meminta siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran, dan ide-
idenya. Karena siswa jarang diminta untuk berargumentasi dalam
pembelajaran matematika, maka siswa akan merasa asing untuk
berbicara tentang matematika (Muqtada, Irawati, & Qohar, 2018).

Menurut wikipedia, komunikasi adalah suatu proses
penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada
pihak lain. Komunikasi merupakan bagian penting pada matematika
dan pendidikan matematika (María & Clara Jessica, 2016). Komunikasi
matematis merupakan cara berbagi ide-ide dan memperjelas
pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat

MOHAMMAD ARCHI 64
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses
komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan
ide-ide serta dapat menjelaskan ide-ide (NCTM, 2000).

NCTM (2000) mengemukakan bahwa standar komunikasi
matematis menekankan pembelajaran matematika pada kemampuan
siswa dalam hal berikut.

1. Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka
melalui komunikasi

2. Mengkomunikasikan berpikir matematis mereka secara logis
dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain,

3. Menganalisis dan mengevaluasi berpikir matematis dan strategi
yang digunakan orang lain,

4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-
ide matematis secara benar.
Berdasarkan Principles and Standards for School Mathematics

dari NCTM tahun 2000 (dalam Meiva Marthaulina Lestari Siahaan &
Napitupulu, 2018) kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
dilihat dari beberapa aspek berikut:

1) Kemampuan menyatakan ide-ide matematis melalui lisan,
tulisan, serta menggambarkan secara visual.

2) Kemampuan menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan maupun tertulis.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, simbol-
simbol matematika, dan struktur-strukturnya untuk memodelkan
situasi atau permasalahan matematika.

MOHAMMAD ARCHI 65
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Menurut Triana & Zubainur (2019) komunikasi matematis
dapat diartikan sebagai suatu percakapan yang terjadi dalam suatu
lingkungan kelas. percakapan berisi tentang materi matematika yang
dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan
siswa. Sedangkan komunikasi matematis dapat secara tertulis maupun
lisan yang disampaikan guru kepada siswa. Sehingga komunikasi dapat
berjalan dengan lancar dan sebaliknya, jika komunikasi antara siswa
dengan guru tidak berjalan dengan baik maka kemampuan komunikasi
matematis rendah.

Sedangkan Meiva Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu
(2018) mengemukakan lima aspek komunikasi sebagai berikut. (1)
Representasi (representing), atau membuat representasi berarti
membuat bentuk yang lain dari ide atau permasalahan, misalkan suatu
bentuk tabel direpresentasikan ke dalam bentuk diagram atau
sebaliknya. (2) Mendengar (listening), aspek mendengar merupakan
salah satu aspek yang penting dalam diskusi. Kemampuan dalam
mendengarkan topik-topik yang sedang didiskusikan akan berpengaruh
pada kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau komentar.
(3) Membaca (reading), proses membaca merupakan kegiatan yang
kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek mengingat, memahami,
membandingkan, menganalisis, serta mengorganisasikan apa yang
terkandung dalam bacaan. (4) Diskusi (Discussing), di dalam diskusi
siswa dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiran-pikirannya
berkaitan dengan materi yang dipelajari. Siswa juga dapat bertanya hal-
hal yang tidak diketahui atau masih ragu-ragu. Pertanyaan-pertanyaan
dari siswa diarahkan untuk mengetahui “Bagaimana memperoleh
penyelesaian masalah?” dan tidak hanya “Apa penyelesaian

MOHAMMAD ARCHI 66
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

masalahnya?”. Dalam diskusi, pertanyaan “Bagaimana” lebih
berkualitas dibandingkan dengan pertanyaan “Apa” (Wilkinson, Bailey,
& Maher, 2018). (5) Menulis (writing) merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengungkapkan dan merefleksikan suatu pemikiran,
yang diuraikan dalam media, baik kertas, komputer maupun media
lainnya. Menulis adalah alat berfikir yang sangat bermanfaat karena
siswa diberi pengalaman belajar matematika sebagai suatu kegiatan
yang kreatif.

Tanjungpura (2018) menyatakan bahwa menulis tentang sesuatu
yang dipikirkan dapat membantu para siswa untuk memperoleh
kejelasan dan dapat mengungkapkan tingkat pemahaman siswa.
Menulis tentang konsep-konsep matematika dapat menuntun siswa
untuk menemukan tingkat pemahamannya. Disamping kelima aspek
yang di atas, menurut Triana & Zubainur (2019) indikator komunikasi
matematis adalah sebagai berikut:

1) Mengubah benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika

2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau
tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika

tertulis.
6) Menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

MOHAMMAD ARCHI 67
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

7) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika
dalam bahasa sendiri.
Berdasarkan standar Principles and Standards for School

Mathematics dari NCTM (2000), aspek-aspek yang dipaparkan oleh
Wilkinson et al. (2018), aspek-aspek yang dipaparkan (Zakiri et al.,
2018), dan indikator yang dipaparkan oleh (María & Clara Jessica,
2016), maka indikator kemampuan komunikasi matematis yang
digunakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator Kemampuan Komunikasi Kode
No. Indikator

Matematis K1
1 Menyatakan ide-ide matematis melalui lisan,
K2
tulisan, serta menggambarkan secara visual
2 Menganalisis dan mengevaluasi ide-ide K3

matematis baik secara lisan maupun tulisan
3 Menggunakan istilah-istilah, bahasa atau

simbol-simbol matematika, dan struktur-
strukturnya untuk memodelkan situasi atau
permasalahan matematika

Untuk memudahkan dalam analisis hasil penelitian, maka
peneliti menuliskan indikator tersebut dengan menjabarkan seperti
dalam tabel 4.2 berikut:

MOHAMMAD ARCHI 68
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Tabel 4.2 Paparan Indikator Komunikasi Matematis Siswa

Indikator Komunikasi Keterangan

Matematis

Menyatakan ide-ide matematis x Siswa dapat menjelaskan,

melalui lisan, tulisan, serta menulis, maupun membuat

menggambarkan secara visual. sketsa atau gambar tentang ide-

ide matematis yang dimiliki

untuk menyelesaikan masalah.

Menganalisis dan mengevaluasi x Siswa harus dapat memahami

ide-ide matematis baik secara dengan baik apa yang

lisan maupun tulis. dimaksudkan dari suatu soal

dan dapat merumuskan

kesimpulan dari masalah yang

diberikan.

x Siswa dapat saling bertukar ide

mengenai pokok permasalahan

yang dimaksudkan dalam soal.

x Siswa juga dapat menuliskan

informasiinformasi yang

terdapat dalam soal untuk

memperjelas masalah dan

selanjutnya siswa akan dapat

membuat kesimpulan yang

benar di akhir jawabannya.

x Siswa dapat menjelaskan dan

memberikan alasan tentang

benar tidaknya suatu

penyelesaian.

Menggunakan istilah-istilah, x Siswa dapat mengucapkan

bahasa atau simbol-simbol maupun menuliskan istilah-

matematika, dan struktur- istilah, bahasa atau simbol-

strukturnya untuk memodelkan simbol matematika, dan

situasi atau permasalahan strukturstrukturnya dengan

matematika. tepat untuk memodelkan

permasalahan matematika.

MOHAMMAD ARCHI 69
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

4.2 Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut (Dina & Ikhsan, 2019), pentingnya komunikasi karena
beberapa hal yaitu untuk menyatakan ide melalui percakapan, tulisan,
demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda;
memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide yang disajikan
dalam tulisan atau dalam bentuk visual; mengkonstruksi,
memginterpretasi, dan mengaitkan berbagai bentuk representasi ide dan
berhubungannya; membuat pengamatan dan konkekture, merumuskan
pertanyaan, membawa dan mengevaluasi informasi; menghasilkan
danmenyatakan argumen secara persuasif. Senada dengan yang
disampaikan Meiva Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu (2018),
dan Van de Walle (2008: 5) menyatakan bahwa: “cara terbaik untuk
berhubungan dengan suatu ide adalah dengan mencoba menyampaikan
ide tersebut pada orang lain.’’ Kemampuan komunikasi matematika
merupakan suatu hal yang sangat mendukung untuk seorang guru
dalam memahami kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika.
Hal ini didukung oleh NCTM dalam Van de Walle (2008:48)
mengungkapkan bahwa tanpa komunikasi dalam matematika, guru
akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman
siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika (Triana &
Zubainur, 2019). Di antara kemampuan matematis siswa yang
rendah adalah kemampuan komunikasi matematis. Sebagaimana
yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Sür & Delice (2016) bahwa
kemampuan siswa dalam hal mengemukakan ide keterkaitan suatu
konsep dengan konsep lain dengan bahasa sendiri masih rendah.

MOHAMMAD ARCHI 70
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Communication is a key part of students’ learning. The
communication skills the students learn now can benefit them in the
future. According to the national council of Teacher of Mathematics
(NCTM), “Changes is the workplace increasingly demand teamwork,
experiment, collaboration and commu(NnCicTaMt, i2o0n0”0)
Students need to be able to communicate with their teacher and their
peers. “Teachers can stimulate students’ growth of mathemat
knowledge through the ways they ask ang respon to the question”.

Dina & Ikhsan (2019) menyatakan bahwa kemampuan yang
tergolong dalam komunikasi matematis diantaranya adalah (1)
kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda
nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)
menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan,
(3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, (4)
membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis,
(5) membuat konjektur, merumuskan definisi, dan generalisasi, dan
(6) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika
dalam bahasa sendiri. Dari beberapa pengertian komunikasi
matematika di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya komunikasi
adalah komponen yang sangat penting tak hanya di dalam pembelajaran
matematika tetapi juga di dalam semua bidang studi manapun. Dengan
adanya komunikasi, tidak terjadi kesalahpahaman informasi yang
disampaikan (Pratiwi & Waziana, 2018).

Agar komunikasi matematika itu dapat berjalan dan berperan
dengan baik, maka diciptakan suasana yang kondusif dalam
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam

MOHAMMAD ARCHI 71
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

komunikasi matematika, siswa sebaiknya diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok kecil yang dapat dimungkinkan terjadinya
komunikasi multi-arah, yaitu komunikasi siswa dengan siswa dalam
satu kelompok. Melalui komunikasi yang terjadi di kelompok-
kelompok kecil, pemikiran matematika siswa dapat diorganisasikan dan
dikonsolidasikan.

Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada
setiap kali pelajaran matematika, secara bertahap tentu akan dapat
meningkatkan kualitas komunikasi, dalam arti bahwa
pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut semakin
cermat, tepat, sistematis dan efisien. Pendekatan dan model
pembelajaran yang bervariasi dapat digunakan untuk membantu
meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa
(Sür & Delice, 2016). Pembelajaran dengan metakognitif mengarahkan
perhatian siswa pada apa yang relevan dan membimbing mereka untuk
memilih strategi yang tepat untuk menyelesaikan soal-soal melalui
bimbingan scaffolding terakait dengan kemampuan koneksi dan
komunikasi matematis siswa untuk mengembangkan Zone of Proximal
Development (ZPD) yang ada padanya, yang diperkirakan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir
matematis mereka untuk menyelesaikan masalah matematika (Zaretsky
& Evtah, 2011). Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa dapat menggunakan pendekatan CTL
seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Diah Setawati menunjukan
bahwa peningkatan kemampuan komunikasi siswa yang diajar dengan
menggunakan pendekatan CTL lebih signifikan dibandingkan
pembelajaran konvensional dan proses penyelesaian jawaban siswa di

MOHAMMAD ARCHI 72
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

kelas yang menggunakan pendekatan CTL lebih tinggi (Tanjungpura,
2018).

Dengan adanya komunikasi yang baik di dalam kelas tentunya
akan membantu siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan
pembelajaran maematika. Kaitan antara komunikasi dan pemecahan
masalah dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi dalam
pembelajaran matematika bertujuan untuk membantu siswa dalam
memahami soal cerita dan mengkomunikasikan hasilnya. Selain itu
penguasaan bahasa yang baik mampu mengkristalkan dan membantu
pemahaman dan idea matematika siswa.Kemampuan siswa dalam
mengkomunikasikasikan masalah matematika, pada umumnya
ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa (Triana &
Zubainur, 2019).

4.3 Impelemntasi Komunikasi Matematis di Sekolah

Guru dapat membentuk kemampuan komunikasi siswa saat diskusi
kelas. Pertama yaitu membentuk perilaku yang mendukung proses
pembelajaran di kelas. Selain itu, memilih dan menggunakan
permasalahan matematika yang memungkinkan terjadi banyak
komunikasi . Ketiga, memandu diskusi kelas mengenai apa yang
sedang dipelajari dengan memantau proses belajar siswa. Guru
sebaiknya berusaha untuk membentuk pembelajaran yang kaya akan
komunikasi matematis dimana siswa diyakinkan untuk membagikan
idenya dan mencari pembenaran hingga ia paham (Zakiri et al., 2018).
Beberapa pengajaran sekolah menjadikan komunikasi sebagai pusat
pengajaran dan pembelajaran matematika serta menilai pengetahuan
siswa.

MOHAMMAD ARCHI 73
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Gambar 4.2 Ilustrasi siswa aktif menyalurkan ide/gagasa

Fokus dari pembelajaran adalah mencoba memaknai
matematika bersama-sama. Menjelaskan, menanya, mendiskusikan, dan
memaknai adalah pembelajaran alami dan yang sangat diharapkan
terjadi dalam pembelajaran (Rohendi & Dulpaja, 2013). Demi
mencapai pembelajaran yang demikian, guru perlu membentuk
lingkungan belajar yang saling percaya dan patuh, yang dapat diperoleh
dengan memberi semangat kepada siswa untuk mengambil
tanggungjawab substansial dari pembelajaran matematika mereka dan
teman sebaya (Panasuk, 2010).

Guru selayaknya dapat membangun lingkungan agar siswa mau
untuk berjuang memperoleh ide, membuat kesalahan, dan merasa tidak
yakin (Mustamin, 2018). Kebiasaan seperti ini menjadikan siswa berani
berpartisipasi secara aktif dalam mencoba memahami apa yang diminta
untuk dipelajari karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan dikritisi
secara personal, meskipun sebenarnya yang dikritisi adalah pemikiran
matematis mereka. Komunikasi sebaiknya berfokus pada permasalahan
nyata. Guru sebaiknya mengidentifikasi dan memberi tugas yang
memenuhi hal-hal berikut (NCTM, 2000):

MOHAMMAD ARCHI 74
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

x Berkaitan dengan ide matematika yang penting
x Dapat diselesaikan dengan berbagai metode
x Memungkinkan timbulnya berbagai representasi
x Memberikan kesempatan siswa untuk menginterpretasikan,

memberi alasan, dan menduga
Guru juga harus memfasilitasi pembelajaran matematika siswa
melalui diskusi kelas yang membutuhkan keterampilan dan penilaian
yang baik (Rusmini & Surya, 2017). Contohnya, untuk meyakinkan
siswa guru dapat menunjuk siswa lain yang memiliki cara yang berbeda
untuk mempresentasikan idenya di depan kelas. Guru sebaiknya juga
memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkontribusi
dalam pembelajaran, meskipun tidak mungkin untuk memberikan
kesempatan bicara bagi seluruh siswa (Hemdriana, Slamet, &
Sumarmo, 2014). Dengan demikian, siswa akan memperoleh
pertanyaan dari guru dan siswa lainnya untuk menjelaskan pemikiran
matematis dan penalarannnya.

Guru juga perlu mengontrol siswa-siswa yang terlihat tidak
aktif agar mereka tidak hilang dari lingkaran diskusi kelas untuk waktu
yang terlalu Panjang (Muqtada et al., 2018). Tetapi, dengan
pembelajaran yang banyak menyertakan komunikasi lisan
memungkinkan terjadinya pernyataan atau topik yang tidak relevan
atau tidak mengandung subtansi matematis. Meskipun hal ini terjadi,
guru dan siswa tetap memperoleh keuntungan. Guru dapat
menggunakan komunikasi lisan atau tulis untuk memberi siswa
kesempatan sebagai berikut (NCTM, 2000).

1. Berpikir melalui permasalahan

MOHAMMAD ARCHI 75
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

2. Menyusun penjelasan
3. Mencoba kosakata atau notasi yang baru
4. Membuat bentuk pernyataan
5. Mengklarifikasi dugaan
6. Mengkritisi hasil klarifikasi
7. Merefleksikan pemahaman mereka dan ide dari teman

Berikut contoh sekenario pembelajaran menggunakan
pendekatan komunikasi matematis :

Tabel 4.3 Skenario Pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Indikator Alokasi
Komunikasi Waktu

1. Memberikan salam, - 10
memimpin doa (meminta Menit
seorang siswa untuk
memimpin doa),
mengecek kehadiran, dan
menarik perhatian siswa
agar siap mengikuti
pembelajaran.

Pendahuluan 2. Menyampaikan tujuan

pembelajaran yang ingin -

dicapai dalam kegiatan

pembelajaran.

3. Mengingatkan kembali -
siswa tentang himpunan,
ruang sampel dan peluang
kejadian.

MOHAMMAD ARCHI 76
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Indikator Alokasi
Inti Komunikasi Waktu

4. Mengaitkan materi yang -
dipelajari dengan contoh
dalam kehidupan sehari-
hari.
(Contohnya, misalkan
dalam bermain lempar
dadu, berapakah peluang
munculnya mata dadu
angka 3?)

Fase 1: Orientasi Siswa

Kepada Masalah

1. Guru kepada siswa.

Contoh: Dalam sebuah

kantong terdapat 10 kartu,

masing-masing diberi nomor -

yang berurutan, sebuah kartu

diambil dari dalam kantong

secara acak. Tentukan

peluang kejadian terambil

kartu bernomor genap!

2. Siswa mengamati dan

memahami masalah secara

individu, serta mengajukan K2 60
pertanyaan tentang hal hal Menit

yang belum dipahami dari

permasalahan tersebut.

3. Guru meminta siswa

menulis ide-ide matematis K1
yang ada pada

permasalahan tersebut.

4. Guru memberikan

kesempatan kepada siswa lain

untuk menanggapi K2
pertanyaan dari siswa yang

kurang memahami

permasalahan dan guru hanya

MOHAMMAD ARCHI 77
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Indikator Alokasi
Komunikasi Waktu
sebagai pembimbing dan
fasilitator. -
Fase 2: Mengorganisasikan -
Siswa -
1. Guru membentuk kelompok
belajar yang terdiri dari 3-4 K2
siswa.
2. Guru dan siswa menetapkan -
subtopik-subtopik pada buku K2
siswa yang akan dibahas K2
untuk setiap kelompok.
3. Guru memberikan
permasalahan tentang materi
peluang kepada masing-
masing kelompok yang sudah
dibentuk dan meminta siswa
mencermati masalah tersebut.
Fase 3: Membimbing
Penyelidikan dan Kelompok
1. Siswa menyelesaikan
permasalahan
tentang materi peluang yang
diberikan oleh guru bersama
teman kelompoknya.
2. Guru membantu
pengumpulan informasi/data
dengan mengajukan beberapa
pertanyaan untuk berfikir
tentang masalah dan ragam
informasi yang dibutuhkan.
3. Siswa memberikan
penjelasan dalam K2 bentuk
hipotesis dan pemecahan
masalah.
4. Guru mendorong agar
siswa dapat K2
menyampaikan semua ide
yang dimiliki dalam upaya

MOHAMMAD ARCHI 78
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Indikator Alokasi
Penutup Komunikasi Waktu
pemecahan masalah.
Fase 4: Mengembangkan K3
dan menyajikan hasil karya
1. Setiap kelompok K2
mempresentasikan K3 hasil
diskusinya dalam -
menyelesaikan masalah.
2. Guru memberi kesempatan
kepada K2 kelompok lain
ataupun siswa lain yang
memiliki pendapat berbeda
maupun ide yang berbeda
untuk mengemukakan
gagasannya.
3. Guru memberi penguatan

kepada hasil karya
siswa, apabila ada hasil yang
tidak sesuai dengan harapan
guru wajib mengarahkan ke
jalan yang benar.
Fase 5: Menganalisa dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
1. Siswa menganalisis dan K2
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah yang
telah dilakukan.

2. Guru mendorong siswa K1, K2, K3
untuk merekonstruksi
pemikiran dan aktivitas yang
telah dilakukan selama proses
pembelajaran.

1. Guru menuntun siswa dalam K1, K2, K3 10
20 menit menyimpulkan K1, K2, K3 Menit
materi yang telah dipelajari.
2. Siswa merefleksi
penguasaan materi

MOHAMMAD ARCHI 79
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Indikator Alokasi
Komunikasi Waktu
yang telah dipelajari dengan
membuat catatan penguasaan K1, K2, K3
materi.
3. Siswa melakukan evaluasi K1, K2, K3
pembelajaran dan saling K1, K2, K3
memberikan umpan balik
dari hasil evaluasi
pembelajaran yang telah
dicapai.
4. Guru memberikan tugas
mandiri sebagai pelatihan
keterampilan dalam
menyelesaikan masalah
matematik yang berkaitan
dengan peluang.
5. Guru mengakhiri
pembelajaran dengan berdoa
dan memberi salam.

MOHAMMAD ARCHI 80
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

BAB 5
KONEKSI MATEMATIS
(Mathematical Connection)

5.1 Apa itu Koneksi Matematis?

Perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan zaman membawa
pengaruh yang besar didalam perubahan kurikulum di Indonesia.
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Menteri pendidikan dasar dan
menengah yang lalu telah mencetuskan kurikulum baru yang dikenal
dengan kurikulum Nasional (Haji, Abdullah, & Maizora, 2017).
Peraturan tersebut mengubah berbagai standar nasional pendidikan.
Kurikulum ini merupakan revisi dari kurikulum terdahulu yakni
kurikulum 2013. Penerapan kurikulum ini dimulai pada tahun 2014.
Hal tersebut sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri
pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia nomor
156928/MPK.A/KR/2013. Banyak dampak yang ditimbulkan oleh
perubahan kurikulum ini, salah satunya adalah perubahan paradigma
pembelajaran yang kini menjadi konstruktivisme (Pitriani &
Afriansyah, 2016).

Menurut Kartika & Tandililing (2016) kurikulum 2013 yang
berbasis karakter dan kompetensi, antara lain ingin mengubah pola
pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi ke pendidikan
sebagai proses, melalui pendekatan tematik integratif dengan
contextual teaching and learning (CTL). Dikarenakan hal tersebut,
guru dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dan mengubah pola

MOHAMMAD ARCHI 81
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

pembelajaran mereka. Salah satu bentuk perubahan tersebut adalah
pemilihan model pembelajaran atau pun pendekatan pembelajaran
(Gordah, 2012). Guru harus merancang sebuah kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan tuntutan kurikulum baru ini, namun juga harus
efektif mengingat beban materi yang diberikan juga cukup banyak.

Mata pelajaran matematika, sebagai mata pelajaran yang ada
pada setiap jenjang pendidikan, tentu juga mengalami perubahan
seiring dengan perubahan kurikulum. Guru yang mengajar mata
pelajaran ini juga harus siap memberikan sebuah kegiatan pembelajaran
yang mampu menyesuaikan perubahan kurikulum baik dari segi materi
maupun pendekatan yang digunakan (Noto, Hartono, & Sundawan,
2016);(Haji et al., 2017);(Prihandhika, 2017).

Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa
pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar
hingga kelas XII memerlukan standar pembelajaran yang berfungsi
untuk menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berfikir,
kemampuan penalaran matematis, memiliki pengetahuan serta
keterampilan dasar yang bermanfaat. Standar pembelajaran tersebut
meliputi standar isi dan standar proses (Isfayani, Johar, & Munzir,
2018). Standar isi adalah standar pembelajaran matematika yang
memuat konsep-konsep materi yang harus dipelajari oleh siswa, yaitu:
bilangan dan operasinya, aljabar, geometri pengukuran analisis data
dan peluang. Sedangkan standar proses adalah kemampuan-
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mencapai standar isi.
Menurut NCTM (2000) standar proses meliputi: pemecahan masalah

MOHAMMAD ARCHI 82
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

(problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof),
komunikasi (communication), koneksi matematis (mathematical
connection), dan representasi (representation) (Yuliani, Praja, & Noto,
2018).

Salah satu standar proses adalah koneksi matematis
(mathematical connection). Koneksi dalam bahasa Inggris diartikan
hubungan. Sedangkan secara umum koneksi diartikan sebagai suatu
hubungan atau keterkaitan. Sehingga koneksi matematis adalah
hubungan atau keterkaitan dengan ilmu matematika. Artinya koneksi
matematis adalah keterkaitan antara konsep-konsep matematika yang
berhubungan dengan matematika itu sendiri dan keterkaitan antara
matematika dengan kehidupan sehari-hari (Yuliani et al.,
2018);(Isfayani et al., 2018).

Adirakasiwi (2018) juga menjelaskan bahwa koneksi
matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan secara internal dan
eksternal. Keterkaitan secara internal adalah keterkaitan antara konsep-
konsep matematika yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri
dan keterkaitan secara eksternal, yaitu keterkaitan antara matematika
dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan koneksi eksternal, Hendriana, Slamet,
& Utari Sumarmo (2014) menyatakan bahwa mudah sekali
mempelajari matematika kalau kita melihat penerapannya di dunia
nyata. Hal ini berkenaan dengan kebermaknaan belajar, dengan
mengaitkan matematika ke dalam dunia nyata, maka pembelajaran akan
dirasa lebih bermakna (Kenedi, Helsa, Ariani, Zainil, & Hendri, 2019).
Dengan demikian, kemampuan siswa untuk mengaitkan matematika ke

MOHAMMAD ARCHI 83
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

dalam konteks dunia nyata perlu ditingkatkan. Dengan kata lain, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis itu perlu
dikembangkan oleh para siswa.

Gagasan koneksi matematis telah lama diteliti oleh W.A.
Brownell tahun 1930-an, namun pada saat itu ide koneksi matematis
hanya terbatas pada koneksi pada aritmetik (Hendriana et al., 2014).
Koneksi matematis diilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah
terpatisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika
merupakan satu kesatuan. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah
dari ilmu selain matematika dan masalah-maslah yang terjadi dalam
kehidupan. Tanpa koneksi matematis maka siswa harus belajar dan
mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling
terpisah (NCTM, 2000). Konsep-konsep dalam bilangan pecahan,
presentase, rasio, dan perbandingan linear merupakan salah satu contoh
topik-topik yang dapat dikait-kaitkan (Kenedi et al., 2019).

Dalam belajar matematika, siswa melakukan aktivitas-aktivitas
belajar seperti menerima, mengolah dan mengungkapkan gagasan-
gagasan atau ide-ide matematis. Untuk menghubungan berbagai macam
gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang diterima oleh siswa,
diperlukan kemampuan koneksi matematis (mathematical connection).
Koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan standar yang
sudah ditetapkan oleh NCTM serta sudah diadopsi dan digunakan
dalam pembelajaran maematika oleh banyak Negara, termasuk
Indonesia. Secara umum Rismawati, Irawan, & Susanto (2017),
mengemukakan bahwa kemampuan koneksi matematis meliputi:

1. Menghubungkan pengetahuan konsetual dan procedural,

MOHAMMAD ARCHI 84
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

2. Menggunakan matematika pada topik lain (other curriculum
areas),

3. Menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan,
4. Melihat matematika sebagai kesatuan yang terintregasi,
5. Menerapkan kemampuan berpikir matematis dan membuat

model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran lain,
seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis,
6. Menggunakan koneksi antara topik-topik dalam matematika,
dan
7. Mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama.
Dari tujuh kemampuan koneksi yang telah dipaparkan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tiga kata kerja indikator
pada kemampuan koneksi yang dimaksud. Kata kerja indikator tersebut
yaitu melihat/ mengenal, menghubungkan, dan menggunakan/
menerapkan. Sementara itu, terdapat empat komponen yang dapat
dikoneksikan secara matematis yaitu: pengetahuan konseptual dan
prosedural, topik-topik dalam matematika, topik/pelajaran di luar
matematika, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (Sari, Chandra, &
Sudirman, 2018).

NCTM (2000) menjelaskan bahwa standar koneksi siswa adalah
penekanan pembelajaran matematika pada kemampuan siswa yang
meliputi: (1) Mengenali dan menggunakan hubungan antara ide-ide
matematika. (2) Memahami bagaimana ide-ide matematika saling
berhubungan dan membangun satu ide ke ide lain untuk menghasilkan
suatu kesatuan yang utuh. (3) mengenali dan mengaplikasikan konsep-
konsep matematika di luar matematika. Sesuai standar koneksi
matematis tersebut maka dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya

MOHAMMAD ARCHI 85
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

terdapat tiga kata kunci indikator yang ditekankan yaitu mengenali,
memahami, dan menggunakan/mengaplikasikan. Sementara komponen
untuk konteks matematis yang dirumuskan secara tersirat meliputi ide-
ide matematika dalam satu materi, ide-ide matematika antarmateri, dan
konsep-konsep matematika dengan selain matematika (bidang ilmu
lain/kehidupan sehari-hari) (Adirakasiwi, 2018).

5.2 Tahapan Koneksi Matematis

Setiawan, Suyitno, & Susilo (2017) mengemukakan bahwa
aspek-aspek yang berkaitan dengan koneksi matematis disasumsikan
ada tiga. Ketiga aspek yang dimaksud yaitu: (1) unifying themes, (2)
mathematical processes, dan (3) mathematical connectors.

Pertama, unifying themes atau penyatuan tema-tema. Penyatuan
tema-tema seperti perubahan (change), data dan bentuk (shape) dapat
digunakan untuk menarik perhatian terhadap sifat dasar matematika
yang berkaitan. Gagasan tentang perubahan dapat menjadi penghubung
antara aljabar, geometri, matematika diskrit, dan kalkulus. Misalnya
bagaimana kaitan antara laju perubahan tetap dengan garis dan
persamaan garis? Bagaimana keliling suatu bangun datar berubah
ketika bangun datar itu ditransformasikan? Apakah artinya laju
perubahan sesaat dari suatu fungsi di suatu titik? Setiap pertanyaan
memberi kesempatan untuk mengaitkan topik-topik matematika dengan
menghubungkannya melalui tema perubahan. Tema lain yang memberi
kesempatan luas untuk membuat koneksi matematika adalah data
(Prasetyo, Dwidayati, & Junaedi, 2017). Misalnya data berpasangan
menjadi konteks dan motivasi untuk mempelajari fungsi linear, karena
data berpasangan sering ditampilkan dengan grafik fungsi. Bentuk juga

MOHAMMAD ARCHI 86
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

merupakan tema lain yang dapat digunakan untuk memperlihatkan
koneksi matematika. Sebagai contoh bentuk kurva berkaitan dengan
karakteristik datanya.

Kedua, mathematical process atau proses matematis. Aspek
proses matematis dari koneksi matematis meliputi: representasi,
aplikasi, problem solving dan reasoning (Asiyah, Suyitno, &
Safa’atullah, 2017). Empat kategori aktivitas ini akan terus berlangsung
selama seseorang mempelajari matematika. Agar siswa dapat
memahami konsep secara medalam, mereka harus membuat koneksi
diantara representasi. Aktivitas aplikasi, problem solving, dan
reasoning, membutuhkan berbagai pendekatan matematika, sehingga
siswa dapat menemukan koneksi. Sebagai contoh untuk mencari
turunan menggunakan definisi fungsi, siswa harus mengaplikasikan
limit dan komposisi fungsi. Komposisi fungsi dengan polinom
berderajat besar melibatkan ekspansi binomial, yang koofisiennya
dapat diperoleh melalui perhitungan kombinatorik (Yosopranata,
Zaenuri, & Mashuri, 2018). Aktivitas problem solving seperti pencarian
nilai optimum melibatkan pemodelan, representasi aljabar atau
kalkulus. Pembuktian rumus-rumus turunan merupakan kegiatan
reasoning yang melibatkan ide-ide matematis.

Ketiga, mathematical connectors atau konektor matematis.
Fungsi, matrik, algoritma, grafik, variable, perbandingan dan
transformasi merupakan ide-ide metamatis yang menjadi konektor
ketika mempelajari topik-topik matematika dengan spectrum yang luas.
Algoritma adalah konektor yang sering digunakan dalam matematika.
Grafik membantu siswa melakukan koneksi matematis dengan lebih

MOHAMMAD ARCHI 87
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

mudah. Koneksi matematis dapat diperlihatkan melalui konektor
variabel. Rasio atau perbandingan berguna hampir di setiap level
pembelajaran matematika (Metha, Pebriyanti, & Karomah, 2018). Oleh
karena itu, rasio dapat menjadi konektor siswa dengan matematika.

5.3 Mengapa Koneksi Matematis?

NCTM (2000), menyatakan bahwa matematika bukan
kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun
dalam kenyataannya pelajaran matematika sering dipartisi dan
diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang
teritegrasi. Oleh karena itu memandang matematika secara keseluruhan
sangat penting dalam belajar dan berpikir tentang koneksi diantara
topik-topik dalam matematika.

Kaidah koneksi dari Yosopranata et al. (2018) menyebutkan
bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan lainnya. Stuktur
koneksi yang terdapat di antara cabang-cabang matematika
memungkinkan siswa melakukan penalaran matematis secara analitik
dan sintetik. Melalui kegianatn ini, kemampuan matematis siswa
menjadi berkembang. Bentuk koneksi yang paling utama dalah mencari
koneksi dan relasi diantara berbagai struktur dalam matematika. Dalam
pembelajaran matematika guru tidak perlu membantu siswa dalam
menelaah perbedaan dan keragaman struktur-struktur dalam
matematka, tetapi siswa perlu menyadari sendiri adanya koneksi antara
berbagai struktur dalam matematika. Struktur matematika adalah
ringkas dan jelas, sehingga melalui koneksi matematis maka
pembelajaran matematika menjadi lebih mudah dipahami oleh anak
(Hidayah & Kurniaasih, 2019).

MOHAMMAD ARCHI 88
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

Metha et al. (2018) menyatakan bahwa tidak hanya koneksi
matematis yang penting namun kesadaran perlunya koneksi dalam
belajar matematika juga penting. apabia ditelaah tidak ada topik dalam
matematika yang berdiri sendiri tanpa adanya koneksi dengan topik
lainnya. Koneksi antar topik dalam matematika dapat dipahami anak
apabila anak mengalami pembelajaran yang bermakna. Koneksi
diantara proses-proses dan konsep-konsep dalam matematika
merupakan objek abstrak artinya koneksi ini terjadi dalam pikiran
siswa, misalnya siswa menggunakan pikirannya pada saat
mengkoneksikan antara symbol dengan represntasinya (Xu, Liu,
Cheng, & Chen, 2019). Dengan koneksi matematis maka pelajaran
matematika terasa menjadi lebih bermakna.

Dalam artikel lain disebutkan bahwa koneksi matematis
merupakan “alat pemecahan masalah”. (Nägele, Weckwerth,
Szymanski, & Planck, 2014) membenarkan ungkapan NCTM bahwa
koneksi matematis merupakan alat pemecahan masalah. Dengan
menganggap koneksi matematis sebagai alat pemecahan masalah,
maka implikasinya terhadap pembelajaran adalah kegiatan
pembelajaran harus membangun koneksi baru dan menggunakan
koneksi yang telah terbentuk untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika
siswa tidak mampu untuk membangun suatu koneksi maka koneksi
tidak berperan apa-apa dalam pemecahan masalah (Hidayah &
Kurniaasih, 2019).

Keterkaitan antar konsep atau prinsip dalam matematika
memegang peranan yang sangat penting dalam mempelajari
matematika. Dengan pengetahuan itu, siswa memahami matematika

MOHAMMAD ARCHI 89
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM

secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Selain itu dalam
menghafal juga semakin sedikit dan akibatnya belajar matematika
menjadi lebih mudah (Metha et al., 2018).

Pembelajaran matematika yang menekankan pada hubungan
atau keterkaitan antar konsep dan ide matematika diharapkan bisa
memberikan pengalaman belajar yang bisa meningkatan kemandisrian
belajar. Dengan berbekal pada pemahaman konsep yang sudah pernah
dipelajar, siswa akan mempunyai disposisi ataupun rasa percaya diri
untuk mempelajari konsep-konsep baru yang diyakininya punya
hubungan dengan konsep yang sudah dipahami. Dengan memiliki
kemampuan koneksi matematis maka siswa akan bisa membangun
pengetahuan matematikanya didasarkan pada hubungan antar konsep
matematika yang sudah dikuasainya (Sari et al., 2018). Siswa juga bisa
mempunyai kesadaran yang lebih tinggi tentang manfaat matematika,
karena mereka mengetahui bahwa matematika bisa digunakan untuk
mendukung bidang studi lain dan matematika bisa diterapkan pada
kehidupan sehari-hari.

Kepercayaan bahwa konsep-konsep matematika saling
berhubungan bisa dikembangkan dengan pertanyaa-pertanyaan
pengarahan yang diberikan kepada siswa. pertanyaan-pertanyaan
tersebut bisa dibuat oleh guru atau oleh siswa yang sudah dilatih untuk
membuat pertanyaan tentang koneksi atau hubungan antar konsep.
Dengan adanya rasa percaya diri dalam belajar tersebut, maka
kemandirian belajar siswa juga akan terbentuk. Pembelajaran yang
menekankan pada koneksi matematis juga harus bisa menumbuhkan
kepercayaan pada siswa bahwa matematika bisa dihubungkan dan

MOHAMMAD ARCHI 90
MAULYDA
PARADIGMA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS NCTM


Click to View FlipBook Version