The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tulisan ini menampilkan Perkembangan Peta Pulau Sulawesi yang memuat bentangan Teluk Tomini dalam perkembangan sejarahnya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by haliadisadi, 2021-04-10 09:18:23

Sejarah Teluk Tomini

Tulisan ini menampilkan Perkembangan Peta Pulau Sulawesi yang memuat bentangan Teluk Tomini dalam perkembangan sejarahnya.

Keywords: Teluk Tomini,Peta sejarah,Pulau Sulawesi

Jurnal IKAHIMSI

SEKILAS IKAHIMSI

Sebelum menjadi IKAHIMSI organisasi ini bernama FORKOMASA (Forum
Komunikasi Mahasiswa Sejarah) Indonesia yang didirikan pada 09 Mei 1991 di
Padang, Sumatera Barat.
Nama FORKOMASA Indonesia diubah menjadi IKAHIMSI pada 28 Juli 1995 di
Universitas Riau (UNRI) Pekanbaru dibawah naungan DIKTI dan Indrajaya Piliang
dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta sebagai Sekjen (Sekretaris Jenderal) pertama.
MUNAS I IKAHIMSI dilaksanakan di Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung
pada tahun 1997 dan Sekjen terpilih Fahmi dari Universitas Jember (UNJEMBER).
MUNAS II dilaksanakan di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya pada tahun
2000 dengan Sekjen terpilih Ahmad Nahsih Lutfi dari Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta.
MUNAS III dilaksanakan di Universitas Negeri Makassar (UNM) Makassar pada
tahun 2002 dengan Sekjen terpilih Erwin Kusuma dari Universitas Indonesia (UI)
Jakarta.
MUNAS IV dilaksanakan di UNUD pada tahun 2004 dengan Sekjen terpilih Suhada
dari Universitas Diponegoro (UNDIP).
MUNAS V dilaksanakan di UNDIP pada tahun 2006 dengan Sekjen terpilih Irwan
Bernando Samosir dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
MUNAS VI dilaksanakan di Universitas Tadulako (UNTAD) Palu pada tahun 2009
dengan Sekjen terpilih Titi Susanti dari Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta.
MUNAS VII dilaksanakan di Universitas Riau (UNRI) Pekanbaru pada tahun 2011
dengan Sekjen terpilih Sarifudin Bin La Kuma dari Universitas Tadulako (UNTAD)
Palu.

Penerbit: Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah se-Indonesia (IKAHIMSI) Surat Keterangan ISSN: SK
PDII LIPI No. 0005.119/JI.3.2/SK.ISSN/2011.07 tanggal 29 Juli 2011 ISSN 2088-81XX Pelindung:
Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, SE., MS., Pembimbing: Dra. Junarti, M.Hum., Pimpinan Umum:
Sarifudin Bin La Kuma Wakil Pimpinan Umum: Royandi Hutasoit Penyunting Ahli: Prof. Gusti
Asnan, Dias Pradadimara, M.A., Sarkawi B. Husain, S.S., M.Hum., Haliadi S.S., M.Hum., Saiful Hakam
S.S., M.A., Penyunting Pelaksana: Fadlan, M. Syahid, Deki Suganda, Sulaeman, Aulia Rahman.
Pelaksana Administrasi: Ridha Artistik: Royandi Hutasoit

Alamat Redaksi: Perumahan Dosen UNTAD Blok A7 No.13, Tondo, Palu, Sulawesi Tengah. Kode Pos
94118 CP: 085342673062 / 085756200528 E-mail: [email protected]

“MENYUSURI JEJAK SEJARAH
PESISIR INDONESIA”
COVER STORY

Gambar 1 : Pantai Batu Adenu Sumondung, Banggai Kepulauan (Dokumen
Pribadi KBK)

Gambar 2 : Pantai Parigi (Dokumen Pribadi
Gambar 3 : Kota Luwuk (Dokumen Pribadi KBK)
Gambar 4 : Pelabuhan Dede Toli-Toli (Dokumen Pribadi Irfandi H. Hasan)
Gambar 5 : Pulau Lutungan Toli-Toli (Dokumen Pribadi Irfandi H. Hasan)
Gambar 6 : Pelabuhan Parigi (Dokumen Pribadi KBK)

DESAIN COVER
Irfandi H. Hasan, S.Pd.

2
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Info Sejarah

Kajian sejarah pesisir bukan lagi merupakan kajian baru sejak perhatian kepada dunia
maritim diberikan mulai beberapa dekade yang lalu. Disertasi F.X. Suhartono tentang
kota-kota pantai di Jawa di masa sebelkum abad ke-18 dan disertasi dan karya-karya
lanjutan A.B. Lapian telah meneguhkan kajian dunia maritim sebagai kajian penting
dalam penulisan sejarah Indonesia di samping kajian dunia agraris (dan gerakan petani).
Tapi pertanyaan terpenting dalam kajian dunia maritim, dimana kajian masyarakat
pesisir merupakan bagian yang penting di dalamnya, adalah apakah dalam mengkaji
dunia maritim dilahirkan dan dibutuhkan satu perangkat kerja, konsep, teori, atau
metode yang berbeda dengan kajian dunia agraris? Ataukah kajian dunia maritim
“sekedar” menggeser subject matter kajiannya dari dunia petani ke dunia pelaut dan
nelayan?

Pengantar Pedagang Kopra - Orang Kaya - Elite
DIAZ PRADADIMARA …...................... 4 Baru: Sejarah Sosio-Ekonomi Dan
Politik Di Sulawesi Tengah
Kejayaan Budaya Maritim Di Pantai MOHAMMAD SAIRIN .......................... 76
Utara Jawa Dan Refleksi Membangun
Indonesia Sebagai Negara Bahari: Budaya Maritim Dan Permasalahan
Menyambung Mata Rantai Yang Putus Pendidikan: Studi Kasus Indramayu
SINGGIH TRI SULISTIYONO ............... 6 AGUNG WIBOWO .............................. 85

Peta Dalam Sejarah Dan Sejarah Memory Etnik Tionghoa Di Jeneponto:
Dalam Peta Sebuah Tinjauan Historis
GUSTI ASNAN ...................................... 22 ISMAIL SYAWAL ................................. 95

Sejarah Perkembangan Nama Teluk Serba-Serbi IKAHIMSI ................... 104
Tomini Di Pulau Sulawesi
HALIADI-SADI ..................................... 31 Selingan .............................................. 113

Padewakang Dan Pinisi: Kajian Tentang Penulis ................................. 114
Kemaritiman Sulawesi Selatan
EDWARD L. POELINGGOMANG ....... 45

Kota-Kota Pelabuhan Nusantara
Dalam Perspektif Sejarah
DR. MHD NUR, M.S. ........................... 53

“Selama Laut Masih Berombak,
Pasir Di Pantai Tak Akan Tenang”
Diaspora Orang-Orang Bugis-
Makassar Di Surabaya, Abad XV-XX
SARKAWI B. HUSAIN .......................... 65

Redaksi IKAHIMSI menerima tulisan dari kalangan mahasiswa sejarah dalam bentuk
soft file. Tulisan tersebut dapat dikirimkan melalui email ke [email protected].
Redaktur berhak mengubah tulisan tanpa mengubah isi.

Edisi selanjutnya akan mengangkat tema “Menyoal Masa Depan Pendidikan
Indonesia”. Kunjungi [email protected]

Kritik dan saran dapat dikirimkan melalui email ke [email protected]

3

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Salah satu hal yang mengkhawatirkan bagi dunia menimbulkan kegelisahan. Dari puluhan makalah
penulisan sejarah di Indonesia bukanlah kurangnya yang dibacakan ada aneka ragam topik yang
penulisan sejarah itu sendiri: sejak runtuhnya masa ditawarkan sehingga menimbulkan kesan tidak ada
Orde Baru kita sudah menyaksikan banjir tulisan kristalisasi pendapat dan pendekatan tertentu yang
baik dari kalangan sejarawan profesional (mereka memunculkan adanya perdebatan besar yang
yang dididik untuk menjadi sejarawan dan pada berlangsung tidak hanya dalam arena konferensi
saat penulisan masih mengajar atau melakukan tapi juga sesudahnya. Ini semua memunculkan
penelitian sejarah sebagai pekerjaan utamanya), pertanyaan, kalau tidak ada perdebatan dan tidak
para pelaku sejarah yang menulis kesaksian ada hal yang “dipertaruhkan” dalam perdebatan
perjalanan hidupnya, atau dari mereka yang ini, apakah ini berarti memang tidak ada yang
memiliki perhatian pada masa lalu meski tidak perlu diperhatikan dalam perkembangan penulisan
dididik untuk itu (seperti para pekerja LSM, sejarah di Indonesia? Tugas penulisan sejarah dan
komentator politik dan sebagainya) dan berharap para penulis sejarah kemudian “jatuh” pada
dapat belajar dari pengalaman di masa lalu. Yang mengulang hal-hal yang sama setiap tahun dan
mengkhawatirkan adalah tidak adanya satu jurnal mungkin menambahkan liputan kajian pada hal-hal
ilmiah sejarah pun yang dapat bertahan terbit yang selama ini “belum diangkat” meski hal-hal
untuk periode waktu yang lama. tersebut tidak memicu perdebatan besar, atau
bahkan perdebatan kecil. Kalau hal tersebut
Tentu kurangnya jurnal ilmiah yang terbit teratur memang benar adanya, tentu masyarakat luas tidak
dalam waktu yang lama bukan masalah yang salah apabila ilmu sejarah tidak diperhatikan.
hanya dihadapi oleh para sejarawan. Dalam ilmu-
ilmu sosial dan humaniorapun jurnal ilmiah yang Apa yang dilakukan oleh jurnal yang anda pegang
“tahan lama” tidak mudah didapat. Jurnal-jurnal ini, yang sepenuhnya diusahakan oleh Ikatan
seperti Prisma (dari LP3ES) dan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Sejarah se-Indonesia
Indonesia (dari LIPI) adalah 2 jurnal yang sempat (IKAHIMSI), adalah sebuah percobaan awal untuk
terbit bertahan untuk waktu yang cukup panjang, menjawab kedua permasalahan besar yang sudah
dan keduanya sekarang sedang berusaha untuk dipaparkan di atas. Memang sudah seharusnya
dihidupkan kembali. Di bidang sejarah, jurnal mahasiswa dan IKAHIMSI mengambil peranan
Lembaran Sejarah (dari UGM) dan Sejarah (dari dalam memajukan kajian dan penulisan sejarah di
MSI) adalah 2 jurnal yang sempat terbit meski Indonesia. Tugas untuk memajukan terlalu besar
tidak selama Prisma ataupun Masyarakat dan terlalu penting untuk hanya dilimpahkan pada
Indonesia, dan keduanya kemudian menghilang para sejarawan profesional. Mahasiswa dan
setelah beberapa tahun muncul. Kurangnya jurnal organisasi kemahasiswaan sudah saatnya
ilmiah yang terbit teratur tentu mengkhawatirkan berdampingan dengan pekerja LSM, organisasi
semua pihak. Berbagai usaha sudah dimulai, kemasyarakatan, lembaga penerbitan dan
termasuk menyediakan dukungan bagi penerbitan perguruan tinggi maupun organisasi profesional
oleh berbagai lembaga dalam lingkungan untuk membangun kajian sejarah yang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menggairahkan. Karena hanya dengan saling-
mewajibkan penerbitan karya ilmiah oleh dukung, saling-baca, dan saling-kritik sebuah
mahasiswa dan, terutama, staf pengajar dan kehidupan akademis dan intelektual bisa dibangun.
peneliti, dan berbagai usaha lain. Hasil dari usaha- Diharapkan penulis dan sejarawan lain dapat terus
usaha ini tentu tidak segera nampak melainkan menyumbangkan tulisan ke jurnal ini dan
baru akan dapat dilihat beberapa tahun mendatang. menjadikannya satu jurnal yang menjawab
kebutuhan semua pihak.
Kurangnya jurnal ilmiah adalah satu masalah besar
dalam dunia kajian sejarah. Tapi bukan satu- Topik yang diangkat jurnal ini dalam edisi
satunya. Dari Konferensi Nasional Sejarah IX perdananya adalah “Menyusuri Jejak Sejarah
yang dilakukan di Jakarta tahun 2011 yang lalu Pesisir Indonesia,” sebuah topik yang mencoba
nampak sekali adanya kegelisahan di kalangan untuk menggeser perhatian dalam kajian sejarah
sejarawan. Dalam diskusi muncul adanya Indonesia ke luar daerah pedesaan dan perkotaan.
kekhawatiran para sejarawan akan kurangnya Kajian sejarah pesisir bukan lagi merupakan kajian
perhatian masyarakat di luar para sejarawan akan baru sejak perhatian kepada dunia maritim
kajian sejarah. Di tingkat sekolah menengah, diberikan mulai beberapa dekade yang lalu.
misalnya, pelajaran sejarah hanya diajarkan dalam Disertasi F.X. Suhartono tentang kota-kota pantai
waktu yang sangat terbatas. Namun tidak adil di Jawa di masa sebelkum abad ke-18 dan disertasi
apabila hanya “pihak luar” yang disalahkan dalam dan karya-karya lanjutan A.B. Lapian telah

4
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

meneguhkan kajian dunia maritim sebagai kajian Setelah tiga tulisan yang berusaha meletakkan
penting dalam penulisan sejarah Indonesia di konteks kajian sejarah maritim, kelompok tulisan-
samping kajian dunia agraris (dan gerakan petani). tulisan lain yang dalam jurnal ini melihat
Tapi pertanyaan terpenting dalam kajian dunia masyarakat pesisir pada berbagai aspek perubahan
maritim, dimana kajian masyarakat pesisir sejarahnya. Mhd. Nur melihat adanya apa yang
merupakan bagian yang penting di dalamnya, disebutnya “kota-kota pelabuhan” yang tersebar di
adalah apakah dalam mengkaji dunia maritim Nusantara dan menganalisanya dalam perspektif
dilahirkan dan dibutuhkan satu perangkat kerja, sejarah. Tulisan-tulisan Sarkawi B. Husain, Ismail,
konsep, teori, atau metode yang berbeda dengan Mohammad Sairin, dan Agung Wibowo masing-
kajian dunia agraris? Ataukah kajian dunia masing mengkaji kelompok-kelompok masyarakat
maritim “sekedar” menggeser subject matter yang bermukim di pesisir. Dua tulisan pertama
kajiannya dari dunia petani ke dunia pelaut dan melihat apa yang disebut sebagai masyarakat
nelayan? “diaspora” dimana Sarkawi B. Husain melihat
“orang-orang Bugis-Makassar” yang menetap di
Dalam jurnal ini diterbitkan sekumpulan tulisan Surabaya, sedang Ismail mengkaji masyarakat
tentang masyarakat pesisir dengan melihat keturunan Tionghoa di Jeneponto (Sulawesi
berbagai aspeknya. Singgih Tri Sulistyono dama Selatan). Mohammad Sairin menulis tentang kelas
tulisannya “Kejayaan Budaya Maritim di Pantai masyarakat “baru” yang disebutnya elite yang
Utara Jawa dan Refleksi Membangun Indonesia menguat bersama dengan tumbuhnya perdagangan
sebagai Negara Bahari,” mencoba untuk kopra di Sulawesi Tengah, sementara Agung
meletakkan konteks kajian sejarah maritim dalam Wibowo mengkaji satu aspek masyarakat maritim,
konteks membangun kembali Indonesia yang kali dalam hal ini masyarakat nelayan di Indramayu
ini lebih menekankan strategi pembangunannya (Jawa Barat), yakni aspek pendidikan mereka.
pada potensi ke-bahari-an yang merupakan corak Tulisan-tulisan ini menunjukkan dinamisnya
sekaligus modal. Dengan melohat pantai utara masyarakat pesisir, tingginya tingkat keterkaitan
Pulau Jawa, Singgih Tri Sulistyono menunjukkan mereka dengan dunia luar, dan terbukanya mereka
adanya akar sejarah dari strategi membangun apa terhadap pengaruh yang datang. Satu tulisan lagi
yang disebutnya sebagai “negara bahari.” Gusti yang ditulis oleh Haliadi Sadi agak berbeda
Asnan dan Edward L. Poelinggomang dalam dengan kedua kelompok tulisan di atas. Seperti
makalahnya masing-masing melihat kajian dunia menyambung tulisan Gusti Asnan, dalam
maritim melalui aspek teknologi dengan melihat tulisannya Haliadi Sadi menggunakan peta dari
peta sebagai teknologi untuk membangun berbagai periode untuk melihat adanya perubahan
pengetahuan dan kapal sebagai alat untuk konsepsi tentang Teluk Tomini. Tentu tulisan-
memanfaatkan air dan angin serta untuk menjalin tulisan di jurnal ini tidak memiliki pretensi untuk
hubungan antar masyarakat yang dihubungkan segera menjawab pertanyaan besar yang diajukan
dengan laut. Gusti Asnan dalam tulisannya “Peta di bagian lain pengantar ini. Dan memang
dalam Sejarah dan Sejarah dalam Peta” melihat dibutuhkan kajian lebih luas dan lebih beragam
bahwa peta yang sekarang sering diciptakan dan untuk dapat menjawabnya. Yang dapat dan perlu
digunakan menarik akarnya dari peta-peta yang dilakukan sekarang adalah terus memberikan
dibuat oleh para pelaut Eropa karena peta-peta gambaran dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dibuat oleh pelaut Asia tidak berhasil lagi kecil untuk akhirnya dapat menjawab pertanyaan
dilacak bentuk dan keberadaannya. Sedangkan besar
Edward L. Poelinggomang yang menulis
“Padewakang dan Pinisi” melihat adanya berbagai Dias Pradadimara
jenis perahu yang digunakan dalam pelayaran
sebagai wujud adanya transformasi teknologi di Makassar, Juli 2012
dunia maritim.

.

5

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Singgih Tri Sulistiyono

Hingga saat ini, jika orang berbicara mengenai pantura Jawa sebagai akibat dari serangkaian
‘Jawa’ akan terbersit dalam pikirannya untuk konflik politik dan militer antara kekuatan-
membayangkan sebuah masyarakat agraris yang kekuatan maritim di pantura Jawa dengan
berorientasi ke pedalaman dengan sistem kekuatan-kekuatan baik kerajaan pedalaman
kehidupan yang feodalistik. Masyarakat yang agraris Jawa (Mataram) maupun kekuatan-
demikian itu juga dicirikan dengan kondisi kekuatan Barat yang mulai bermunculan di
masyarakat yang statis, teknologi sederhana, dan perairan Nusantara sejak awal abad ke-16
masyarakat yang bersifat paguyuban (terutama Portugis kemudian disusul oleh
(gemeinschaft) dengan karakteristik yang Belanda). Kehancuran kekuatan maritim pantura
menonjol pada aktivitas gotong-royong, nilai Jawa itu sesungguhnya sudah dimulai dari
kebersamaan yang tinggi, keakraban, dan kegagalan kerajaan Demak pada waktu melakukan
sebagainya. Kesan seperti itu terutama timbul dari penyerbuan maritim terhadap Potugis di Malaka.
adanya monumen-monumen peninggalan sejarah Kegagalan itu telah membawa kehancuran armada
yang spektakuler yang dihasilkan oleh masyarakat angkatan laut pantura Jawa.
agraris yang feodalistik seperti candi Borobudur,
Prambanan, Sewu, Penataran, Singosari, dan Pada periode selanjutnya sejalan dengan
puluhan candi besar lainnya. Jika dilihat dari muncul dan berkembangnya kerajaan agraris di
peninggalan-peninggalan sejarah tersebut, tidak pedalaman Jawa Tengah yaitu kerajaan Mataram,
mengesankan bahwa masyarakat Jawa pernah basis-basis kekuatan maritim di pantura Jawa
mengalami kejayaan juga di bidang kemaritiman. menderita ‘tikaman dari belakang’ yang
Bahkan yang seringkali muncul adalah adanya mengakibatkan kehancuran pada sarana dan
identifikasi masyarakat Jawa sebagai masyarakat prasarana maritim seperti dermaga, gudang,
agraris. Bahkan celakanya, pada administrator perkantoran, dan basis-masis militer yang ada.
kolonial zaman Belanda seringkali Untuk selanjutnya pukulan pamungkas diberikan
mengidentifikasikan masyarakat Jawa sebagai oleh VOC yang akhirnya mampu menghancurkan
masyarakat malas, lebih suka tidur daripada dan/ atau mengkooptasi sisa-sisa kekuatan yang
bangun, lebih suka berbaring daripada duduk, ada di kawasan pantura bagian tengah dan timur
lebih suka istirahat daripada bekerja, dan yang dipandang berpotensi membahayakan
sebagainya.1 kedudukannya. Dalam situasi seperti itu VOC
dapat memusatkan kekuatannya di pantura Jawa
Sesungguhnya wajah Jawa bukanlah bagian barat untuk menghadapi Banten yang masih
bersifat monolitik. Masyarakat Jawa bukan hanya memiliki kekuatan maritim yang relatif utuh.
bercorak agraris saja, tetapi juga memiliki wajah Dengan memanfaatkan perpecahan internal di
maritim meskipun berada di bawah bayang-bayang dalam kraton Banten, akhirnya VOC mampu
stigma masyarakat agraris-feodal. Demikian juga menundukkannya. Dengan penghancuran Banten,
secara historis, wajah agraris dan maritim kadang- maka lengkaplah dominasi VOC atas dunia
kadang silih berganti dan ada kalanya saling maritim di pantura Jawa.
bersinergi atau sebaliknya saling berkonflik. Jadi
tidak selamanya, panggung sejarah Jawa Untuk selanjutnya selama ratusan tahun
didominasi oleh kekuatan agraris saja sehingga masyarakat pantura Jawa hidup dalam puing-puing
menimbulkan kesan seolah-olah Jawa identik kehancuran budaya maritim. Mereka masih
dengan agraris-feodal. Namun demikian justru bertahan hidup tetapi dalam bayang-bayang
masa kejayaan kekuatan-kekuatan maritim di kekuatan kolonialisme dan kapitalisme. Apa yang
pantai utara (pantura) Jawa lebih panjang dalam tersisa di kalangan masyarakat pribumi adalah
mengembangkan budaya maritim sebelum sisa-sisa kekuatan maritim sebagai tradisi dan
akhirnya mendapatkan pukulan telak dari kekuatan ekonomi maritim yang bersifat marginal. Oleh
kolonialisme Barat. karena itu ketika sekarang Indonesia ingin
membangun kembali peradaban bahari maka harus
Makalah ini mencoba untuk mengkaji menyambung matarantai yang telah putus oleh
sejarah kehancuran budaya maritim di kawasan kekuatan kolonial. Tentu saja hal itu bisa
dilakukan dengan berbagai upaya untuk
1 Clive Day, The Policy and Administration of the Dutch membangkitkan kembali kejayaan budaya bahari
in Java (New York: MacMillan, 1954), hlm. 345. masa lampau itu antara lain melalui pendidikan,

6
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

penyusunan blueprint pembangunan negara bahari ancaman dari musuh-musuhnya, ia selalu meminta
yang komprehensif, dan sebagainya. perlindungan dari Cina. Sriwijaya mengakui Cina
sebagai pelindung dan mengirimkan upeti kepada
Perkembangan dan dinamika kemaritiman kaisar Cina. Dengan mengambil berbagai
kawasan pantura Jawa tidak dapat dipisahkan dari kebijakan seperti itu, Sriwijaya merasa aman dari
dinamika kebaharian di perairan Nusantara secara bahaya ekspansi militer Cina yang telah jauh
umum. Seperti diketahui bahwa sebelum kekuatan mencapai Vietnam dan Fu-Nan. Selain itu, kapal-
maritim pantura Jawa tampil ke permukaan, kapal Sriwijaya akan mendapatkan perlakuan yang
kawasan perairan di Nusantara khususnya di Selat lebih baik ketika mereka berlabuh di pelabuhan-
Malaka dan Selat Sunda berada di bawah kontrol pelabuhan Cina.3 Di sisi lain, pada level regional
kerajaan Maritim terbesar di Asia Tenggara yaitu Sriwijaya meneguhkan kekuatannya dan bahkan
Sriwijaya semenjak sekitar abad ke-7 Masehi. melakukan ekspansi ke wilayah sekitarnya di
kawasan dunia Melayu. Secara berangsur-angsur
Muncul dan berkembangnya Sriwijaya Sriwijaya akhirnya dapat mengendalikan pusat-
terkait erat dengan perdagangan yang sedang pusat perdagangan dan lalu-lintas pelayaran di
berkembang di sepanjang jaringan maritim antara sekitarnya dengan kekuatan militer.4 Dengan cara
India dan Cina, antara Nusantara dan Cina, dan seperti itu Sriwijaya mampu mengendalikan
perdagangan intra-regional di Asia Tenggara. Di mengontrol pusat-pusat perdagangan di
antara faktor yang paling penting dalam Semenanjung Malaya seperti P'eng-feng (Pahang),
kebangkitan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan Teng-ya-Nung (Trengganu), Ling-Ya-Su-Chia
maritim di Asia Tenggara adalah kemampuan (Langkasuka), Chi-lan-tan (Kelantan), Fo-lo-an
mereka untuk mengontrol wilayah pedalaman (Kuala Berang), Tan-ma-ling (Tambralingga,
mereka sendiri di Sumatra dan kemampuannya Ligor), Chia-lo-si (Grahi, Teluk Brandon,).5
untuk mendominasi kota-kota pelabuhan
saingannya dan dengan demikian secara tidak Sriwijaya yang berkembang pesat di
langsung juga mengontrol daerah-daerah dunia Melayu ini sejalan dengan perkembangan
pedalaman mereka. Kontrol ini memungkinkan kekuasaan politik di Jawa Tengah (Kerajaan
Sriwijaya untuk menguasai dan memusatkan Mataram). Kompetisi dan konflik antara Sriwijaya
perdagangan produk pertanian, hutan, dan produk- dan kerajaan-kerajaan di Jawa menunjukkan
produk laut kepulauan Indonesia di pelabuhan- intensitas tinggi ketika pusat kerajaan Mataram
pelabuhan yang dikuasai Sriwijaya. Selain itu, dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Sriwijaya juga mengembangkan sistem politik Raja Sendok (929-947), telah memindahkan istana
yang didasarkan pada kesetiaan dan kontrol dan ia diakui sebagai pendiri dinasti baru (Isyana)
terhadap sumber daya perdagangan. Lokasi yang memerintah di Jawa Timur sampai 1222.
Sriwijaya itu sendiri sebenarnya relatif tidak Salah satu motif pemindahan ini adalah untuk
strategis karena terletak jauh dari Selat Malaka. menghindari konflik dengan Sriwijaya. Munculnya
Dengan memanfaatkan kekuatan armadanya, kekuatan politik di Jawa Timur memberikan
akhirnya Sriwijaya bisa mengontrol perdagangan dampak yang signifikan bagi perekonomian daerah
di bagian barat kepulauan Indonesia.2 Selain itu, di kawasan pantura Jawa bagian timur pada
mereka juga mampu melindungi perairan mereka khususnya dan kepulauan Indonesia pada
melawan bajak laut dan kemungkinan serangan umumnya.6 Berbeda dengan kerajaan Mataram di
dari negara lain. Sebagai negara maritim, Jawa Tengah yang sangat bergantung pada
Sriwijaya telah menerapkan strategi untuk ekonomi pertanian sawah, wilayah pesisir dan
bertahan hidup dan memperluas kekuasaan. Untuk
kelangsungan hidupnya, Sriwijaya menjalin 3 O.W. Wolters, Early Indonesia Commerce: A Study of
hubungan diplomatik internasional dengan dua the Origins of Srivijaya (Ithaca, New York: Cornell
'kekuatan super', yaitu Cina dan India yang University Press, 1967), hlm. 152.
diperkirakan menjadi potensi ancaman. Diplomasi
dengan India, misalnya, dibangun dengan 4 J.W. Christie, ‘Asia Sea Trade between the Tenth and
mendirikan sebuah vihara di Nalanda selama Thirteenth Centuries and Itas Impact on the States of
pemerintahan Balaputadewa. Diplomasi dengan Java and Bali’, in: H.P. Ray (ed.), Archeology of
Cina dibangun dengan mengirim upeti kepada Seafaring: The India Acean in the Ancient Period
kaisar Cina. Setiap kali Sriwijaya mendapat (Delhi: Pragati, 1999), hlm. 221-222.

2 Pierre-Yves Manguin, ‘Palembang and Sriwijaya: An 5 R. Braddell, ‘An Introduction to the Study of Ancient
Early Malay Harbour-City Rediscovered’, JMBRAS 1 Times in the Malay Peninsula and the Straits of
(66) (1993) 33. Malacca’, JMBRAS 14 (1936), hlm. 1-71.

6 O.W. Wolters, ‘Studying Srivijaya’, JMBRAS 2 (52)
(1979), hlm. 6. Lihat juga H.G. Quaritch Wales, ‘The
Extent of Srivijaya’s Influence Abroad’, JMBRAS 1
(51) (1978), hlm. 5.

7

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

lembah-lembah sungai di Jawa Timur belum barat Nusantara, sementara bagian timur berada di
belum berkembang sebagai daerah-daerah bawah kontrol oleh Airlangga. Namun demikian
pertanian yang surplus yang dapat mendukung Jawa sebenarnya masih juga memiliki hubungan
kekuatan politik kerajaan baru ini. Oleh karena itu, perdagangan dengan bagian barat wilayah
sejak periode awal raja-raja Jawa Timur memberi Nusantara.8
perhatian yang lebih terhadap perdagangan
maritim. Hubungan perdagangan diselenggarakan Gelombang ekspansi Jawa semakin
baik dengan kawasan timur kepulauan Indonesia meningkat kembali ketika Kertanegara memegang
(seperti Maluku) maupun dengan kawasan bagian tampuk kekuasaan sebagai raja Singasari (Jawa
barat (seperti dengan orang-orang Sumatra dan Timur) pada tahun 1268. Dengan meneruskan
Semenanjung Malaya yang pada waktu itu masih tradisi politik Jawa yang anti dominasi Cina, ia
di bawah dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya). mencoba untuk memperluas pengaruhnya dengan
membentuk aliansi militer dan politik di antara
Selama masa pemerintahan raja kekuatan-kekuatan di Nusantara. Dia menyadari
Dharmawangsa Teguh (985-1006), terjadi bahwa Cina adalah kekuatan raksasa yang harus
peningkatan konflik ekonomi dan politik antara dihadapi bersama. Dia ingin menampilkan
Jawa dan Sriwijaya. Serangan pasukan Singasari sebagai kekuatan baru di Nusantara
Dharmawangsa terhadap Sriwijaya telah (termasuk dunia Jawa dan dunia Melayu). Dia
menempatkan kerajaan maritim ini pada 'posisi menggantikan semua pejabat yang tidak sejalan
berbahaya'. Hanya dengan membangun hubungan dengan ambisinya. Kerajaan Sriwijaya dan vassal-
baik dengan kerajaan Cola (India) dan Cina vassalnya yang secara tradisional menjalin
akhirnya Sriwijaya mampu melakukan serangan hubungan baik dengan Cina dipaksa untuk menjadi
balik terhadap pasukan Dharmawangsa. Bahkan aliansi Kertanegara dengan mengirimkan
konspirasi yang didalangi oleh Sriwijaya (dengan Ekspedisi Pamalayu pada 1273. Tampaknya ia
salah satu pengikut Dharmawangsa) bisa mencoba untuk menyatukan Jawa dan dunia
menghancurkan istana Dharmawangsa dan Melayu untuk menghadapi Cina.
membunuhnya pada tahun 1006 dalam sebuah
insiden yang populer disebut sebagai pralaya.7 Jika selama masa kerajaan Singasari,
aliansi kekuatan politik antara Jawa dengan
Hubungan baik antara Sriwijaya dengan Melayu dilakukan dengan relatif damai, namun
Chola tidak berlangsung lama. Pada tahun 1007 setelah masa kerajaan Majapahit (didirikan sejak
Kerajaan Chola mulai melakukan ekspansi ke 1292) kesatuan didirikan dengan kekuatan militer.
wilayah timur. Pada 1025 ibukota Sriwijaya Jika upaya raja Kertanegara untuk menyatukan
diserang. Selama agresi berikutnya di tahun 1027, dunia Melayu dengan dunia Jawa terutama
raja Sriwijaya (Sanggramawiyottunggawarman) ditujukan untuk menghadapi bahaya ekspansi
dapat ditangkap. Tidak ada catatan tentang nasib eksternal (dari Cina), kesatuan Majapahit ini
raja ini. Setelah jatuhnya istana Sriwijaya, terutama didorong oleh ambisi untuk
serangan berikutnya diarahkan ke daerah Sriwijaya menundukkan kekuasaan politik lokal di bawah
di Semenanjung Malaya. Kelemahan Sriwijaya bendera integrasi Majapahit. Dengan menerapkan
sebagai akibat dari agresi Kerajaan Chola telah kebijakan seperti itu, Majapahit bisa 'mewarisi'
menimbulkan dua dampak yang signifikan. sebagian besar bekas wilayah Sriwijaya.9
Pertama, penerus Dharmawangsa, yaitu Airlangga
(1019-1042) dapat merebut kembali daerah-daerah 8 Setelah periode itu Sriwijaya mengalami kemunduran.
yang melepaskan diri setelah peristiwa pralaya Berdasarkan informasi dari sumber-sumber Cina dapat
pada tahun 1006. Kedua, serangkaian serangan diketahui bahwa utusan Sriwijaya yang terakhir
Chola mungkin memberikan kesadaran kepada dikirim ke Cina pada tahun 1178. Hal itu
penguasa Sriwijaya kemitraan yang baik dengan mengindikasikan bahwa kerajaan Sriwijaya telah
Kerajaan Chola bisa berubah menjadi perang dan lemah. Kerajaan-kerajaan vassal Sriwijaya mulai
penaklukan. Hal ini menjadi pendorong bagi mengirimkan utusan-utusannya sendiri ke Cina.
munculnya ‘gentlement agreement’ di antara
kekuatan utama di Dunia Melayu dan Dunia Jawa. 9 Sumber tradisional dari pertengahan abad keempat
Situasi ini menjadi semakin mengkristal ketika dua belas, seperti Pararaton (1350) dan Negarakertagama
kekuatan ini bersekutu untuk menghadapi kerajaan (1365), menyediakan banyak informasi mengenai
Cola melalui perkawinan politik antara Airlangga berbagai tempat yang diklaim dan dikuasai oleh
(penerus Dharmawangsa) dan seorang saudara kerajaan Majapahit. Tempat-tempat ini mencakup
perempuan raja Sriwijaya. Ada semacam Palembang, Jambi, Kampar, Siak, Rokan, Lamuri,
konsensus di mana Sriwijaya mengontrol bagian Barus, Haru di Sumatera; Pahang, Kelang, Sai dan
Trenggano di Semenanjung Malaya; Sampit, Kapuas,
7 D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara (Surabaya: Usaha Barito, Kutai dan Sedu di Kalimantan; Butung,
nasional, 1988), hlm. 66. Luwuk, Banggai , Tabalong dan Sedu di Sulawesi;
Wandan di Maluku; Seran di Irian; Sumba dan Timor
di pulau-pulau Nusatenggara. Meskipun daftar kapal

8
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Meskipun tampaknya Majapahit tidak mampu dalam orbit komersial Malaka. Hal ini sejalan
secara terus-menerus mengontrol Selat Malaka, dengan kedatangan Portugis di awal abad ke-16
tetapi sejauh ini Majapahit dipercaya sebagai ketika kerajaan Majapahit hanya bertahan sebagai
kerajaan yang terbesar dan terkuat di antara negara pedalaman kecil di bagian timur Jawa.
negara-negara Jawa, dan tidak memiliki saingan
yang berarti di Nusantara selama lebih dari satu Sehubungan dengan perkembangan
abad. Malaka sebagai pusat perdagangan Asia Tenggara,
telah muncul juga beberapa pusat perdagangan di
Pertikaian internal kerajaan Majapahit bagian timur kepulauan Indonesia seperti
pada akhir abad ke-14 telah menyebabkan daerah- Makassar, Ternate, dan Tidore. Pelabuhan-
daerah vassal Majapahit memerdekakan diri. Salah pelabuhan ini pada awalnya merupakan semacam
satu bekas vassal Majapahit yang terletak di subjaringan perdagangan dunia Melayu berpusat di
jantung dunia Melayu, Malaka, juga melepaskan Malaka. Selain itu, perluasan jaringan perdagangan
diri dari Majapahit. Munculnya Malaka sebagai Melayu juga mencapai Filipina Selatan, yaitu
sebuah negara merdeka di akhir abad ke-14 segera Kesultanan Jolo dan Mangindanao. Struktur
menjadi pusat perdagangan dunia Melayu. semacam ini relatif lebih kuat dalam menghadapi
Bangkitnya Malaka dapat diasumsikan untuk penjajah Barat. Oleh karena itu penguasaan
menggantikan peran yang sebelumnya dimainkan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, tidak
oleh Sriwijaya. Perkembangan Malaka membuat perdagangan dunia Melayu mengalami
diuntungkan oleh dua kondisi yaitu terjadinya kehancuran total. Jatuhnya Malaka justru
proses kehancuran kerajaan Majapahit sebagai memperkuat pusat-pusat perdagangan dan
akibat pertikaian internal dan perlindungan kaisar pelayaran seperti Aceh, Makassar, Sulu, Ternate,
Cina dari ancaman yang datang dari Ayutthaya Tidore, dan kota-kota pesisir di sepanjang pantura
yang mulai mengembangkan kekuatan militer Jawa. Pada awal abad ke-16 sentralitas dari
mereka ke selatan. Selama periode itu, Cina aktif jaringan Melayu mulai terpecah-pecah dalam
untuk patroli ke kawasan Nanyang (daerah selatan) bentuk pusat-pusat perdagangan di hampir semua
yang dipimpin oleh komandan Cheng-Ho. daerah di Asia Tenggara.

Selain itu, perkembangan Malaka juga Selama perjalanan sejarah, dinamika
seiring dengan semakin meningkatnya peran para kemaritiman kawasan pantura Jawa yang dicirikan
pedagang muslim di sepanjang Jalur Sutra maritim oleh kompetisi dan konflik ekonomi, politik, dan
antara Timur Tengah dan Asia Tenggara. Dengan budaya antara "dunia Jawa” dan “dunia Melayu”
memeluk Islam, penguasa Malaka berhasil telah memberikan warna tertentu bagi Jawa yang
menarik dukungan politik dan dukungan ekonomi oleh Houben dan kawan-kawan disebut sebagai
dari pedagang muslim. Dalam waktu singkat sebuah peta mental (mental map) Laut Jawa.
Malaka menjadi pusat kegiatan perdagangan di Mentalitas Laut Jawa di sini merujuk kepada
Asia Tenggara. Pelabuhan ini segera berfungsi seperangkat nilai-nilai dan konsep yang membuat
sebagai titik transit komoditi dari kepulauan Laut Jawa sebagi sebuah identitas budaya.
Indonesia dan kemudian didistribusikan ke timur Sebelum penetrasi kolonial Barat, Jawa
dan / atau ke barat. memainkan peran penting dalam membentuk
beberapa elemen dasar mentalitas Laut Jawa.
Sementara itu, Jawa juga mengalami Posisi kunci Java adalah bagian dari proses sejarah
perkembangan yang menarik. Islam mulai yang kompleks di mana perdagangan, politik dan
merambah kehidupan politik dan sosial di kawasan budaya berhubungan erat dari abad kesepuluh
pantura Jawa sehingga menyulitkan Majapahit sampai paruh kedua abad ketujuh belas sebelum
dalam mempertahankan kekuasaannya di jantung penetrasi Belanda atas Nusantara. Selama periode
Pulau Jawa. Sejak abad ke-15, keseimbangan itu, pantai utara Jawa menjadi basis kerajaan
kekuasaan di Nusantara menjauh dari kerajaan maritim besar yang memainkan peran penting
Majapahit dan kota-kota pelabuhan di pantura dalam pembentukan identitas Laut Jawa.10
Jawa satu per satu masuk Islam dan ditarik ke
Peran Jawa dalam membentuk identitas
Majapahit diragukan, ada bukti kuat bahwa tempat- dari Laut Jawa dapat dengan mudah dimengerti
tempat yang disebutkan dalam sumber-sumber yang secara historis. Sebelum kehadiran Western
dihubungkan oleh sebuah jaringan maritim. Lihat
A.B. Lapian, ‘The maritime network in the Indonesian 10 Bandingkan dengan V.J.H. Houben, H.M.J. Maier and
archipelago in the fourteenth century’, in: SEAMEO W. van der Molen (eds), Looking in Odd Mirrors:The
Project in Archeology and Fine Arts SPAFA, Java Sea (Leiden: Vakgroep Talen en Culturen van
FinalRreport: Consultative Workshop on Research on Zuidoost-Asië en Oceanië Rijksuniversiteit, 1992),
Maritime Shipping and Trade Networks in Southeast hlm. 214. Lihat juga G.J. Knaap, Shallow Waters,
Asia (Cisarua, West Java, Indonesia: 20-27 November Rising Tide: Shipping and Trade in Java around 1775
1984), hlm. 71-80. (Leiden: KITLV Press, 1996), hlm. 9-18.

9

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

beberapa unsur budaya Jawa telah menyebar ke sebagainya. Selain itu, kelompok-kelompok etnis
daerah-daerah di sekitar Laut Jawa. Penyebaran dari kepulauan lain juga dapat dengan mudah
keluar dari alemen-elemen budaya Jawa ini sejalan ditemukan di sebagian besar kota-kota pelabuhan
dengan perluasan pengaruh politik kerajaan- di sepanjang pantura Jawa seperti Banten, Cirebon,
kerajaan di Jawa sebelum dominasi kolonialisme Demak, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Di kota-
Barat. Hall menyatakan bahwa proses politik ini kota tersebut, pemukiman Bugis, Madura, Melayu,
cenderung menjadi proses integrasi politik dan Makassar bukan merupakan hal yang aneh.
daripada sentralisasi politik.11 Migrasi internal sebenarnya merupakan salah satu
dasar yang paling penting untuk menciptakan
Sejalan dengan proses integrasi politik, pemahaman budaya di antara kelompok-kelompok
difusi sosial dan budaya juga terjadi. Selain sosial di wilayah sekitar Laut Jawa.
memanfaatkan saluran politik, difusi budaya juga
terjadi melalui aktivitas perdagangan, migrasi, Pendidikan dan penyebaran Islam juga
pendidikan Islam, penggunaan bahasa Jawa di menjadi fondasi bagi pengaruh budaya Jawa di
pesantren, dan lain-lain. Ekspansi politik dan luar Jawa. Di samping Aceh dan Minangkabau,
aktivitas pelayaran dan perdagangan pengaruh Islam dari Jawa di wilayah sekitar Laut
memungkinkan terjadinya migrasi berbagai Jawa juga signifikan. Meskipun keberadaan Islam
kelompok-kelompok etnis di kawasan Nusantara. di Jawa sendiri masih kecil dibandingkan Islam di
Dalam hal ini peranan orang Jawa dapat dilihat di Aceh (Samudra Pasai) misalnya, pelembagaan
Malaka sebagai pusat perdagangan terbesar di pendidikan Islam di Jawa, yaitu pesantren lebih
Nusantara menjelang kedatangan bangsa-bangsa berkembang daripada di tempat-tempat lain di
Barat. Schrieke mengatakan bahwa perdagangan di Nusantara. Sejak abad ke-15 salah satu kota di
Nusantara pada waktu itu ‘largerly in Javanese pantura Jawa, yaitu Gresik (Pesantren Giri),
hands’.12 Sementara itu Meilink-Roelofsz menjadi pusat penting pendidikan Islam di
menyatakan bahwa Malaka yang merupakan pasar Nusantara. Murid-murid pesantren ini tidak hanya
internasional terbesar di Nusantara di mana 84 dari Jawa tetapi juga dari berbagai daerah di
bahasa digunakan setiap hari didominasi oleh dua Kepulauan Indonesia, bahkan dari dunia Melayu.
kelompok pedagang paling kaya dan paling Pesantren ini didirikan oleh Sunan Giri (Raden
berkuasa yaitu orang-orang India dan orang Paku) yang diyakini sebagai salah satu Wali Songo
Jawa.13 Sementara itu Hall juga mengatakan:14 di Jawa.15

‘... the trade was in Javanese Sangat menarik bahwa bahasa Jawa,
hands, and by the beginning of the bukan bahasa Melayu, digunakan sebagai media
16th century they formed the most pengajaran di pesantren. Murid (santri) dari
important element in Malacca’s berbagai daerah di Nusantara harus belajar bahasa
population. The army was the Jawa sebelumnya sebelum belajar hukum Islam di
Javanese; most of its shipwrights pesantren. Ini berarti bahwa lebih banyak orang
were Javanese; and the great dari luar Jawa belajar kebudayaan Jawa termasuk
Javanese aristocratic families who cara berpikir dan berperilaku orang Jawa. Ketika
ran the trade between Eastern murid-murid kembali ke daerah mereka sendiri
Indonesia and Malacca were setelah menyelesaikan studi, mereka menyebarkan
represented there.’ pengetahuan Islam dalam bahasa campuran, antara
bahasa lokal dan Jawa. Jika bahasa Melayu diakui
Dalam hubungan ini, tidak hanya orang sebagai lingua franca untuk kegiatan perdagangan,
Jawa yang bermigrasi ke daerah di pusat-pusat bahasa Jawa digunakan untuk lingua franca dunia
perdagangan dan pelayaran, tetapi juga kelompok pendidikan Islam di kepulauan Indonesia.
etnis lain. Di kota Makassar pada masa prakolonial
misalnya, dapat ditemukan dengan mudah orang Penting untuk dicatat bahwa konflik dan
Jawa, Banjar, Madura, Melayu, Baliness, dan 'penaklukan' yang dilakukan oleh kerajaan-
kerajaan Jawa ke daerah luar Jawa tidak
11 K.R. Hall, Maritime Trade and State Development in sepenuhnya memberikan cedera yang menyakitkan
Early Southeast Asia (Honolulu: University of Hawaii pada masyarakat lokal. Hal ini menjelaskan
Press, 1985), hlm. 2. mengapa Hall lebih senang berbicara politik
integrasi dengan sistem upeti daripada sentralisasi
12 B. Schrieke, Indonesia Sociological Studies dan penaklukan.16 Berbeda dari prasasti yang
(Bandung: Van Hoeve, 1957), hlm. 64. dikeluarkan oleh Kerajaan Sriwijaya yang banyak

13 M.A.P. Meilink-Roelofsz, Asian Trade and European 15 Umar Hasyim, Sunan Giri (Kudus: Menara, 1979).
Influence in the Indonesian Archipelago between 1500
and about 1630 (The Hague: Nijhoff, 1962), hlm. 37, 16 Hall, Maritime Trade, hlm. 2.
55.

14 D.G.E. Hall, A History of Southeast Asia (London:
Macmillan, 1966), hlm. 199.

10
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

diwarnai dengan ancaman dan kutukan terhadap kerajaan Majapahit sangat termashur di kalangan
kekuatan lokal yang ingin melawan kekuasaan masyarakat umum. Dia mengatakan:18
pusat, belum ditemukan prasasti serupa di daerah-
daerah di luar pusat kraton yang dikeluarkan oleh “They say that the island of
kerajaan-kerajaan Jawa. Prasasti Jawa di luar Java used to rule as far as the
wilayah inti kerajaan terutama berhubungan Moluccas on the eastern side and
dengan hadiah raja kerajaan setempat, perkawinan (over) a great part of the west; and
politik, pengakuan dan tindakan memberi pujian that it had almost all this for a long
terhadap kemuliaan raja-raja Jawa, dan time past until about a hundred
sebagainya. years ago, when its power began to
diminish until it came to its present
Tampaknya secara politis, proses integrasi state… It is because of this power
yang dilaksanakan oleh kerajaan-kerajaan Jawa, di and great worth that Java had, and
beberapa kasus, dapat dipahami oleh beberapa because it navigated too many
unsur-unsur lokal sebagai kekuatan eksternal yang places and very far away, for they
dapat memberikan rasa bangga dan wewenang affirm that it navigated to Aden,
kepada kekuatan lokal. Mereka merasa telah and its chief trade was in Banua
disahkan oleh kekuatan politik dan militer besar Quelim, Bengal and Pase, that it
dari Jawa. Beberapa sumber sejarah lokal dari had the whole (of trade) at that
daerah-daerah sekitar Laut Jawa bercerita tentang time…”.
kekuatan politik lokal yang bangga menjadi bagian
dari integrasi Jawa. Selain itu, beberapa penguasa Sedjarah Melaju juga bercerita tentang
lokal di wilayah sekitar Laut Jawa juga bangga raja Tanjung Pura (di Kalimantan Selatan) yang
jika mereka bisa menikah dengan keluarga memiliki hubungan keluarga dengan raja
kerajaan Jawa dan akhirnya mereka mendapat Majapahit. Dan salah satu keturunan mereka
gelar bangsawan dari Raja Jawa. Buku Sedjarah menikah dengan Sultan Mansyur Syah, raja
Melaju, yang mungkin ditulis di Malaka setelah Mallaca.19 Sementara itu, Hikayat Banjar dan
jatuhnya Kesultanan Malaka pada abad ke-16, Kotaringin yang memberikan keterangan
mengatakan:17 mengenai asal-usul kerajaan Banjarmasin
mengatakan bahwa raja ini adalah keturunan
"….. maka tersebutlah kerajaan Majapahit. Puteri Jungjung Buih
perkataan betara Madjapahit, maka (Tanjung Buih), Banjarmasin leluhur raja-raja,
baginda beranak dengan anak raja menikah dengan Raden Surianata, putra kerajaan
Bukit Siguntang itu dua orang laki- Majapahit.20 Raja Mallaca (Iskandar Syah) bahkan
laki, dan yang tua Radin Inu Merta mengirim delegasi ke Majapahit meminta
Wangsa namanya, maka diradjakan pedagang untuk menjalankan bisnis mereka tidak
baginda di Madjapahit… terlalu hanya di Pase, tetapi juga di pelabuhan Mallaca.
sekali besar keradjaan baginda pada Raja Majapahit menjawab bahwa jung Jawa sudah
zaman itu, seluruh tanah Djawa sejak lama berlayar ke Pase dan mereka sudah
seluruhnja di dalam hukum tanah memiliki hubungan baik. Di Pase, para pedagang
Djawa itu semuanja di dalam Jawa dibebaskan dari pajak ekspor dan impor
hukum baginda, dan segala raja- sebab raja Pase adalah vassal Majapahit.21
raja Nusantarapun setengah sudah
ta’luk kepada baginda. Setelah Hal ini juga sangat menarik bahwa
betara Madjapahit mendengar kehadiran unsur-unsur budaya Jawa di daerah-
Singapura negeri besar, radjanya
tiada menjembah banginda, dan 18 A. Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires: An
radja Singapura itu saudara sepupu Account of the East, from the Red Sea to Japan,
baginda, maka radja Madjapahitpun Written in Malacca and India in 1512-1515 (London:
menyuruh utusan ke Singapura…” Hakluyt Society Series, 1944), hlm. 174. Lihat juga
B.E. Colless, ‘Majapahit Revisited: External Evidence
Penting untuk dicatat bahwa Tome Pires on the Geography and Ethnology of East Java in the
yang berkunjung ke kota-kota di sepanjang pantai Majapahit Period’, JMBRAS 2 (1975), hlm. 124-161.
utara Jawa pada awal abad ke-16 mendengar Lihat juga Wertheim, Indonesian Society, 52-53.
dengan telinganya sendiri bahwa kemuliaan
19 Abdullah (ed.) Sedjarah Melayu, 125-135.
17 Abdullah (ed.) Sedjarah Melayu (Djakarta:
Djambatan, 1958), hlm. 145. 20 Elizabeth Tiora (ed.) Hikayat Banjar dan Kotaringin
(Jakarta: Departement P & K, Direktur Jenderal
Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 1993), hlm. 38.

21 Cortesao, The Suma Oriental, hlm. 239.

11

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

daerah di luar Jawa bukan hanya diterima untuk pembaharuan. Ada kemungkinan bahwa Islam
memperkaya budaya lokal tetapi juga menjadi sebagai sistem kepercayaan baru memiliki potensi
semacam simbol prestisius. Bahkan, hal-hal yang di samping sebagai wahana terbentuknya sebuah
di Jawa hanya digunakan sebagai koin yang solidaritas sosial baru juga dapat menimbulkan
bergambar tokoh pewayangan Semar misalnya, perpecahan-perpecahan dalam masyarakat
digunakan sebagai jimat di Kelantan. Masyarakat terutama antara kekuatan yang protagonis dan
setempat menyebut koin sebagai ‘amulet Jawa’ antagonis. Sudah barang tentu munculnya
atau ‘fetis Jawa’ atau ‘jimat Jawa’. Barang ini kelompok antagonis dan protagonist itu tidak dapat
diyakini mampu menyembuhkan berbagai dilepaskan dari kepentingan masing-masing
penyakit.22 kelompok sosial. Pada saat saudagar Islam (seperti
orang-orang Gujarat, Benggala, Malaka, Sumatra,
Arus perubahan besar berjalan sejalan dan sebagainya) mulai mendominasi perdagangan
dengan perkembangan yang semakin pesat di sebuah kota pelabuhan, barangkali memeluk
perdagangan Asia yang dilakukan oleh orang- agama Islam merupakan pilihan yang elegan baik
orang Islam. Kedudukan dan peranan yang dipertimbangkan dari segi politik maupun
semakin penting dari saudagar-saudagar Islam ekonomi. Dalam hubungan ini barangkali Islam
dalam perdagangan di Nusantara mampu memberikan nilai-nilai yang dapat
memprekondisikan agama ini semakin menjadi memberikan dukungan dan pembenaran dari status
identitas sosial dari sekelompok pedagang tertentu. sosial mereka. Tentu saja perkembangan semacam
Pada saat peranan mereka menjadi semakin kuat, itu akan menjadi ancaman bagi penguasa
solidaritas sosial mereka juga semakin tumbuh pedalaman yang masih memeluk agama Hindu.
ketika harus berhadapan dengan kenyataan adanya Islam akhirnya juga menjadi lambang kekuatan-
kelompok sosial lain di luar mereka yaitu para kontra dalam menghadapi kekuasaan pusat yang
penguasa dan pedagang Hindu yang hingga abad masih berideologi Hindu. Para penguasa pesisir
XV masih memegang tampuk pimpinan politik di yang menjadi protagonist agama Islam pada abad
banyak daerah di Nusantara. Sifat agama Islam XV dan XVII antara lain Tuban, Demak, Banten,
sebagai agama dakwah juga mempercepat proses Cirebon, dan sebagainya.23
penyebaran agama ini bukan hanya di kalangan
pedagang tetapi juga di kalangan para penguasa Pada akhirnya proses perubahan ini
kota-kota pelabuhan. Tentu saja ketertarikan para dipercepat dengan semakin melemahnya kekuatan
penguasa pesisir untuk memeluk agama Islam kerajaan Hindu-pedalaman sebagai akibat dari
barangkali bukan hanya sekedar daya tarik syariah intrik-intrik internal. Pada saat seperti itu para
agama ini tetapi juga daya tarik ekonominya. penguasa pesisir yang sudah memeluk agama
Ketika para pedagang Islam mulai mendominasi Islam tinggal mematangkan proses pembusukan
perdagangan di pelabuhan mereka, maka pilihan kekuasaan Hindu-pedalaman bagaikan buah
untuk mengikuti agama Islam juga akan mangga yang sudah ranum sehingga sedikit
memberikan keuntungan secara ekonomis karena goyangan pada dahan akan menyebabkan
akan lebih banyak menarik saudagar-saudagar kejatuhannya. Hal semacam itu telah dialami oleh
muslim untuk berdagang di daerah kekuasaannya. kesultanan Tuban, Demak, Cirebon dan Banten.

Pada awalnya penyebaran Islam banyak Uraian di atas memberikan gambaran
terjadi di kalangan pedagang itu sendiri. Namun yang cukup jelas bahwa sebelum dominasi
demikian pada tahap selanjutnya penyebaran kolonialisme Belanda, kekuatan maritim Jawa
agama Islam juga merambah di kalangan penguasa yang berbasis di pantura Jawa memiliki andil yang
politik. Dalam hubungan ini tidak mengherankan signifikan dalam ikut menentukan dinamika
jika kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam pada kebaharian di perairan Nusantara. Dinamika
awalnya muncul di kawasan pantai seperti kebaharian itu telah memungkinkan terjadinya
kerajaan Pasai, Malaka, Demak, Cirebon, Banten, hubungan-hubungan lintas budaya di antara
dan sebagainya. Seperti diketahui bahwa para berbagai kelompok etnis yang ada di Nusantara
penguasa pesisir bukan hanya berkuasa di bidang baik melalui aktivitas diplomasi politik, militer,
politik tetapi juga di bidang perdagangan. Kota- perdagangan, penyebaran agama, unsur-unsur
kota pelabuhan sebagai melting pot di samping budaya, dan sebagainya.
memberikan wahana bagi terjadinya komunikasi
lintas budaya (cross-cultural communication) di 23 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia
antara kelompok-kelompok sosial yang Baru 1500-1900: Dari Emporium sampai Imperium
berinteraksi juga menyediakan ruang sosial (social Jilid 1 (Jakarta: Gramedia, 1988), 20).
space) untuk perubahan dan pembaharuan-

22 A. Rentse, ‘Majapahit Amulets in Kelantan’, JMBRAS
14 (1936), hlm. 300-304.

12
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Sumber-sumber sejarah sebetulnya telah yang lebih besar yang berlayar lewat pantai utara
menunjukkan betapa pentingnya peranan Jawa menuju ke Maluku dan kembali ke barat.26
pelabuhan Jepara bagi kejaraan Demak, Mataram,
dan selanjutnya pada masa VOC. Pada abad XVI Di masa jaya Kesultanan Demak, Jepara
Jepara masih merupakan tempat yang terletak di merupakan bagian dari wilayah kesultanan itu.
pantai barat Pulau Muria. Pulau ini merupakan Pada masa itu Jepara menjadi tempat tinggal para
pulau yang terpisah dari daratan Jawa. Selat di pedagang dan pelaut. Sebagai kota pelabuhan yang
antara dua pulau itu lazim disebut sebagai Selat terletak di teluk yang aman, Jepara lebih disukai
Muria. Pada awal perkembangannya, Jepara (Jung daripada Demak. Namun demikian Demak
Moro) merupakan kota pelabuhan yang sudah tua, memiliki potensi yang menguntungkan karena
lebih tua daripada kota Demak itu sendiri yang dekat dengan pedalaman Jawa Tengah yang
baru dibuka pada akhir periode kerajaan Majapahit menghasilkan beras yang pada waktu itu
yaitu akhir abad ke-15. Pada masa itu, Jepara merupakan komoditi ekspor yang penting dari
sudah merupakan pelabuhan dagang yang besar.24 Jawa untuk diekspor ke luar Jawa dan Malaka.
Bahkan pada masa Hindu, Jepara diduga sudah Semasa kejayaan Demak, Jepara tidak hanya
menjadi pusat pemerintahan kerajaan Kalingga berperan penting sebagai pelabuhan dagang saja
yang dalam sumber-sumber Cina disebut sebagai tetapi juga sebagai pangkalan angkatan laut
Ho-ling (abad ke-5 hingga abad ke-7 masehi) yang Kesultanan Demak. Pada waktu itu Adipati Unus-
diduga juga telah mengembangkan perdagangan lah yang menjadi penguasa lokal di Jepara sebelum
internasionalnya.25 Dalam hubungan itu tentu saja ia diangkat sebagai Sultan untuk menggantikan
pelabuhan Jepara memiliki peran yang sangat ayahnya, yaitu Raden Patah pada tahun 1518.
penting. Dengan perencanaan selama 5 tahun, Adipati Unus
akan menggempur Malaka (sebelum dikuasai
Setelah mengalami pasang-surut Portugis tahun 1511) dengan alasan bahwa Sultan
perkembangan, pelabuhan Jepara kembali Malaka telah menghina pelautnya yang datang di
memperoleh momentum perkembangan pada masa Malaka. Sementara itu pada tahun 1511 Portugis
akhir kerajaan Majapahit dan awal periode sudah mendahului menguasai Malaka. Kejadian ini
perkembangan agama Islam di pantai utara Jawa. justru memberikan semangat yang lebih besar
Pelabuhan Jepara berangsur-angsur kembali kepada Adpati Unus dan armadanya untuk
menjadi pelabuhan dagang yang besar setelah menghancurkan penguasa kafir. Ia berusaha
sebelumnya mengalami kemunduran sebagai menghubungi para penguasa Melayu di Palembang
pelabuhan perikanan kecil. Hal itu sejalan dengan dan Sultan Malaka yang melarikan diri untuk
perkembangan kerajaan Demak yang tumbuh bersama-sama bertempur melawan Portugis.27
sebagai kekuatan Maritim di Nusantara yang
memanfaatkan pelabuhan Jepara sebagai salah satu Adipati Unus mempersiapkan armada
pelabuhan dagang yang utama. Jepara merupakan kapal sebanyak 100 buah dengan volume kapal
pelabuhan besar dengan letak yang aman yaitu di yang paling kecil 200 ton. Kapal-kapal itu dibuat
sebuah teluk yang terlindungi oleh beberapa pulau di Lasem dan Semarang. Sekitar pergantian tahun
kecil di lepas pantai. Letak pelabuhan Jepara 1512/1513, dilaksanakanlah serangan terhadap
sangat menguntungkan bagi kapal-kapal dagang Malaka yang berakhir dengan kehancuran armada
laut dari Demak. Pasukan Pati Unus itu berangkat
24 W.P. Groeneveld, Historical Note on Indonesia& dari dari Jepara pada tanggal 1 Januari 1513.28
Malaya Compiled From Chinese Sources (Jakarta: Dari gabungan seluruh angkatan laut bandar-
1969), hlm. 21-22. bandar Jawa Tengah dan Palembang yang kembali
hanya 10 kapal jung dan 10 kapal barang. Menurut
25 Banyak sarjana yang mengasosiasikan Ho-ling dengan Tome Pires Adipati Unus memerintahkan supaya
kerajaan Kalingga yang berpusat di kawasan Jepara. sebuah kapal perang jung besar yang berlapis baja,
Pada tahun 422 seorang pendeta Buddha dari India yang sebenarnya dapat diselamatkannya,
berkunjung ke Ho-ling dalam perjalanannya ke Cina. didamparkan di pantai Jepara dan dibiarkan di situ,
Ia sempat tinggal selama beberapa tahun di Ho-ling
dan menjadi penasehat raja Ho-ling yang juga 26 F.A. Sutjipto, “Some Remarks on the Harbour City of
beragama Buddha. Ho-ling juga telah mengirim utusan Japara in the Seventeenth Century”, makalah
ke Cina bebeapa kali dari tahun 430 hingga tahun 660- dipresentasikan pada The 5th IAHA Conference
an. Lihat Keneth R. Hall, Maritime Trade and State (Manila, 1971), hlm. 1-2.
Development in Early Southeast Asia (Honolulu:
University of Hawaii Press, 1985), hlm. 104. Lihat 27 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004
juga W.J. Van der Meulen, S.J., “In Search of Ho- (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 80-89).
ling”, Indonesia 23 (1977), hlm. 87-111.
28 H.J. de Graaf & Th. Pigeaud, De Eerste Muslimse
Vorstendommen op Java: Studien over de
staatkundige Geschiedenis van de 15 en 16 de Eeuw
(Leiden: KITLV, 1974), hlm. 93.

13

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

sebagai kenang-kenangan perang yang mereka istirahat dan menjual sebagian barang
dilancarkannya ‘terhadap bangsa yang paling dagangan yang dibeli dari Malaka dan untuk
gagah berani di dunia’. Oleh karena itu tidak benar persiapan berlayar ke timur (ke Maluku) guna
jika dikatakan bahwa setelah kegagalan membeli rempah-rempah. Ada kemungkinan
penyerangan Demak ke Malaka menyebabkan bahwa ada kelompok pedagang yang
dunia maritim di Jawa tidak bisa bangkit kembali. berspesialisasi ke timur dan ada pula yang
Meskipun Demak telah melakukan ekspedisi ke berspesialisasi pelayaran ke barat. Namun
Malaka yang gagal sebanyak dua kali, namun demikian juga tidak mustahil mereka mengambil
semangat kebahariannya masih berkobar-kobar. rute dagang baik ke barat maupun ke timur.
Setelah kegagalan itu, Demak masih mengirimkan
armadanya ke Maluku untuk bertempur melawan Komoditi utama yang dibutuhkan oleh
Portugis di sana. Menurut kesaksian Mendes Pinto kawasan Maluku adalah berbagai jenis kain dan
bahwa dalam rangka pengislaman di Pasuruan dan beras. Oleh karena itu pedagang Jepara membawa
mencegah persekongkolan antara Portugis dan beras dari pedalaman Demak dan kain dari Malaka
penguasa non Islam di Jawa, pada tahun 1546 untuk dibawa ke Maluku. Mereka berangkat ke
Demak (masa Sultan Trenggana) mengirimkan timur dengan menyusuri pantai utara Jawa dengan
ekspedisi laut gabungan dengan penguasa pesisir nenyinggahi pelabuhan Tuban, Gresik, Surabaya
Jawa Tengah dan Jawa Barat sebanyak 2.700 kapal untuk kemudian menuju Makassar dan selanjutnya
yang terdiri dari 1000 kapal jung dan 1700 kapal menuju Ambon dan pelabuhan lain di Maluku. Di
dayung dengan disertai 80.000 orang prajurit.29 sini mereka menjual komoditi dari Malaka, Jawa,
dan Makassar untuk kemudian membeli rempah-
Pada abad ke-16 ekonomi maritim rempah guna dijual di Jawa dan terutama di
merupakan sektor yang menonjol di Nusantara. Malaka. Di samping itu Jepara juga memiliki
Para pedagang dari bebagai daerah di Nusantara hubungan dagang bahkan hubungan politik dengan
melakukan kegiatan perdagangan laut dengan Bangka, Kalimantan Selatan (Banjarmasin),
prahu-prahu mereka yeng memiliki bentuk yang Tanjungpura, dan Lawe.30
beraneka ragam. Dalam menempuh rute ke barat,
mereka membawa barang-barang dagangan seperti Peranan pelabuhan Jepara semakin
beras, garam, kayu cendana, kulit kerbau, dan lain- meningkat ketika terjadi intrik-intrik perebutan
lain. Mereka mengambil rute pelayaran dengan kekuasaan di Demak sejalan dengan semakin
menyusuri pantai utara Jawa baik untuk mendangkalnya pelabuhan Demak sebagai akibat
kepentingan transaksi dagang maupun untuk dari proses sedimentasi. Jepara pada akhirnya
mengambil bekal dalam perjalanan seperti bahan mejadi pelabuhan utama kerajaan Demak.
makanan, air minum, kayu bakar, dan sebagainya. Kemajuan ini berlangsung terus meskipun pada
Di Banten mereka bisa menjual komoditi garam tahun 1599 Jepara diserang dan diduduki oleh
yang mereka bawa dari Lasem, Gresik dan Jaratan tentara Mataram. Jepara dijadikan sebagai salah
dan membeli lada untuk dijual di Malaka. Setelah satu bandar Mataram yang maju. Orang-orang
itu mereka meneruskan pelayaran menyusur pantai Belanda melaporkan bahwa pada tahun 1615
menuju ke pelabuhan-pelabuhan di pantai timur mereka bertemu tidak kurang dari 60-80 jung Jawa
Sumatra seperti Palembang, Jambi, Melayu, dan di kawasan perairan Sumatra yang sebagian besar
sebagainya untuk selanjutnya menuju ke Malaka. berasal dari Jepara. Mataram juga memanfaatkan
Di pelabuhan Malaka inilah para pedagang Jawa Jepara sebagai pusat pembuatan kapal.31
menjual beras yang dibawa dari Demak dan
Jepara. Setelah Mataram menyerahkan Jepara
kepada Kumpeni pada tahun 1743 atas jasanya
Di Malaka mereka membeli berbagai membantu memadamkan pemberotakan orang
komoditi yang berasal dari negeri-negeri di Cina, pelabuhan ini menjadi semakin mundur.
kawasan Semenanjung Malaya dan negeri-negeri Kumpeni lebih senang memilih Semarang sebagai
yang terletak di sebelah baratnya (negeri-negeri pelabuhan utama di Jawa Tengah karena memiliki
atas angin) serta barang-barang dari dunia timur jaringan transportasi yang lebih baik sehingga
(Cina, Jepang dan sebagainya). Mereka membeli strategis dari segi pertahanan.
kain sutera, tekstil, porselin, barang pecah belah,
barang logam, dan sebagainya. Komoditi-komoditi
dagang ini kemudian dibawa berlayar ke timur
dengan melewati rute yang sama hingga akhirnya
mencapai Jepara. Sambil menunggu angin barat

29 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires: 30 F.A. Sutjipto, “Some Remarks...”, hlm. 185.
An Account of the East, 2nd Series (London: Hakluyt 31 Ibid.
Society, 1944), hlm. 187-188.

14
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Oleh karena keterbatasan ruang, dalam Bukti arkeologis bahwa nenek moyang
membicarakan mengenai budaya maritim di bangsa Indonesia sudah menggunakan kapal
pantura Jawa, makalah ini tidak akan membahas sebagai sarana transportasi baik untuk kepentingan
semua aspek budaya maritim itu sendiri yang militer maupun untuk kepentingan ekonomi
tentunya sangat luas yang bisa mencakup: ditemukan pada relief Candi Borobudur yang
pelayaran, perdagangan, politik, perkapalan, dibangun pada abad IX Masehi. Kapal yang
perompakan, kenelayanan, dan sebagainya. Bagian dipahatkan di Borobudur mempunyai kesamaan
ini hanya akan memfokuskan pada salah satu dengan kapal jenis kora-kora sebagaimana yang
aspek dari budaya maritim yaitu produksi digambarkan oleh orang-orang Eropa pada saat
perkapalan di pantai utara Jawa. Hal ini bukannya pertama kali datang di Nusantara. Lambung kapal
tanpa pertimbangan. Industri perkapalan Borobudur memiliki sepasang penggandung
merupakan suatu industri yang sangat (outrigger) yang terapung yang berfungsi sebagai
komprehensif yang melibatkan banyak sektor yang penyeimbang dan tempat para pendayung. Kapal
menuntut kecakapan dan kemajuan suatu Borobudur memiliki dua tiang layar berkaki tiga
komunitas. Sebuah industri kapal pada waktu itu untuk mengibarkan layar empat persegi panjang
harus melibatkan para blandong (penebang kayu), dan memiliki haluan di mana digantungkan layar
tukang kayu, designer, pembuat layar, pembuat persegi yang pada kapal-kapal Yunani kuno
tali, pandai besi, dan sebagainya yang memerlukan disebut sebagai artemon dan seperti Jung Jawa
bakat dan membutuhkan proses transfer ilmu dan pada abad XVII.
skill yang cukup canggih. Jika kapal-kapal yang
diproduksi bukan hanya untuk pelayaran pantai, Tidak ada keterangan lebih lanjut apakah
tetapi pelayaran samudera, tentunya industri kapal kapal Borobudur digunakan untuk tujuan dagang
di pantura Jawa juga merupakan sesuatu yang ataukah untuk kepentingan operasi militer dan
dapat dikategorikan sebagai ‘industri berat’ sampai di mana kapal ini menyusuri lautan-lautan
layaknya seperti sekarang ini. Sudah tentu waktu di Asia. Namun demikian berdasarkan laporan-
itu belum banyak jenis ‘industri berat’ kecuali laporan perjalanan bangsa-bangsa Eropa yang
perkapalan dan mungkin konstruksi untuk datang pada abad XVI diceritakan bahwa kapal-
pembuatan candi. kapal dagang dengan menggunakan penggandung
dengan lambung kapal yang terbuat dari papan-
Membuat kapal merupakan salah satu papan kayu memang umum dibuat di Nusantara
keterampilan tertua yang dimiliki oleh nenek dan di Filipina dan sebagian jenis ini kemungkinan
moyang bangsa Indonesia, yaitu orang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Kapal
Austronesia. Sudah barang tentu kemampuan itu Borobudur.
diperlukan untuk melakukan eksodus dari daratan
Asia menuju pulau-pulau di perairan Nusantara Menurut Horridge kapal yang dipahat di
dan Oseania. Barangkali persoalannya adalah Candi Borobudur lebih menyerupai kapal jenis
apakah semua kelompok etnik keturunan kora-kora yang merupakan jenis kapal perang yang
Austronesia yang tersebar di kawasan Nusantara diawaki oleh para prajurit angkatan laut untuk
dan Oseania itu melestarikan kemampuan mereka melakukan pertempuran laut melawan bajak laut
dalam membuat kapal? Pada kenyataannya masih atau armada musuh dan untuk melakukan
banyak kelompok etnik di Nusantara yang ekspedisi untuk penaklukan daerah pantai. Jenis
melestarikan budaya pembuaan kapal itu, namun kora-kora ini juga yang sering digunakan oleh para
sayang sekali sumber-sumber sejarah mengenai hal perompak dari Sulu dan Sulawesi. Penayangan
itu tidak begitu menjanjikan, kecuali beberapa kapal perang di Candi Borobudur mungkin
peninggalan arkheologis yang juag masih terbatas merupakan kebanggaaan tersendiri bagi penguasa
jumlahnya. kerajaan Mataram itu sendiri yang sebetulnya
merupakan negara agraris. Sudah barang tentu
32 Sebagian besar informasi dalam bagian ini diambil pada waktu itu juga sudah berkembang kapal-
dari laporan Penelitian Indriyanto, Sutejo K. Widodo, kapal dagang yang lebih baik yang digunakan
Singgih Tri Sulistiyono, dkk. “Rekontruksi Situs untuk perdagangan di kawasan Nusantara maupun
Galangan Kapal Lasem untuk Pengembangan Promosi intra-Asia. Apalagi dalam masa kerajaan Sriwijaya
Paket Wisata Bahari di Rembang”, Laporan Penelitian diberitakan bahwa seorang pendeta Cina yang
(Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Asia bernama I-tsing melakukan perjalanan dari
Tenggara Universitas Diponegoro, 2005). Sriwijaya ke India dengan menumpang kapal
dagang Sriwijaya. Pahatan-pahatan candi di
Kamboja yang seusia dengan Borobudur lebih
menggambarkan adanya perahu-perahu dagang
tanpa penggandung daripada pahatan di Borobudur
yang merupakan kapal-kapal perang.

15

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Selain kapal tipe kora-kora sebagaimana Asia, perdagangan sudah bersifat besar-besaran. Ia
yang didapati di Borobudur, laporan-laporan membuktikan bahwa perdagangan Asia pada masa
bangsa-bangsa Barat yang datang di Nusantara prakolonial bukan hanya perdagangan barang-
abad XVI seperti Belanda dan Portugis juga barang mewah sebagaimana yang dikemukakan
melaporkan jenis kapal yang kebanyakan oleh van Leur.33 Beras dan lada juga merupakan
beroperasi di Laut Jawa yang mereka sebut sebagai komoditas dagang yang penting, sehingga
jonques atau jung. ‘Jung Jawa’ ini memiliki pelayaran dan perdagangan sudah bersifat massive.
sepasang kemudi di bagian buritan, sebuah rumah Dengan demikian hal itu memerlukan kapal
di atas geladak, dan sebuah layar persegi miring muatan yang besar. Ia menunjukkan bahwa kapal-
pada masing-masing tiang berkaki tiga. Jung Jawa kapal Eropa pada awal kedatangannya di
ini memiliki kapasitas sekitar 200-300 ton. Nusantara sebanding dengan kapal-kapal Asia.34
Menarik sekali bahwa prototipe layar persegi Pembuktian mengenai ukuran ‘kapal Asia’ yang
miring yang dipasang pada tiang berkaki tiga ini sebanding dengan kapal-kapal Eropa pada waktu
juga menjadi ciri dari perahu mayang dan jukung, awal kedatangannya di Indonesia juga menarik
serta perahu lain di Jawa. perhatian para peneliti yang lain. Dengan
menggunakan sumber-sumber Cina, penelitian
Jung Jawa merupakan perahu dagang Manguin membuktikan bahwa kapal-kapal Asia
yang besar yang mampu menyeberangi Laut Jawa, Tenggara sudah memiliki ukuran yang besar. Hal
Laut Cina Selatan hingga teluk Benggala. Kapal ini dibuktikan dengan hasil penggalian arkeologis
jenis inilah yang membuat orang-orang Portugis di kawasan Riau yang menemukan sisa kapal yang
terheran-heran mengenai kemajuan perkapalan di berukuran sekitar 30 meter.35 Pendapat yang
Nusantara pada awal abad XVI. Sejalan dengan serupa juga diungkapkan oleh Horidge bahwa para
kemajuan dunia perkapalan Barat yang digunakan pelaut Eropa awal masih menjumpai prahu kora-
untuk melakukan monopoli perdagangan di kora yang merupakan salah satu jenis kapal papan
Nusantara jung-jung Jawa ini segera mengalami tradisional yang berukuran antara 10 hingga 30
kemunduran. Kemunduran ini terutama disebabkan meter.36 Bahkan ada yang menunjukkan bahwa
oleh kompetisi dengan kapal-kapal Barat yang kapal ekspedisi Cheng Ho pada awal abad ke-15
memiliki konstruksi, perlengkapan, dan memiliki ukuran sekitar 7 kali lebih besar jika
persenjataan yang lebih baik yang mampu dibandingkan dengan kapal ‘Santa Maria’ yang
menghancurkan kapal-kapal tradisional di digunakan oleh Colombus pada akhir abad itu.37
Nusantara.
Bagaimanakah dengan orang Jawa yang
Adipati Unus mempersiapkan armada bisa dianggap mewakili kemajuan dunia maritim
kapal sebanyak 100 buah dengan volume kapal pantura Jawa. Diogo de Couto seorang pelaut
yang paling kecil 200 ton. Kapal-kapal itu dibuat Spanyol pada tahun 1597 mengatakan bahwa
di Lasem dan Semarang. Sekitar pergantian tahun orang Jawa semua sangat berpengalaman dalam
1512/1513, dilaksanakanlah serangan terhadap pelayaran antara Cina dan Madagaskar. Bahkan
Malaka yang berakhir dengan kehancuran armada
laut dari Demak. Dari gabungan seluruh angkatan 33 J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society: Essay in
laut bandar-bandar Jawa Tengah dan Palembang Asian Social and Economic History (Dordrecht: Foris
yang kembali hanya 10 kapal jung dan 10 kapal publication, 1983).
barang. Menurut Tome Pires Adipati Unus
memerintahkan supaya sebuah kapal perang jung 34Meilink Roelofzs, Asian Trade and European
besar yang berlapis baja, yang sebenarnya dapat Influence in the Indonesian Archipelago between 1500
diselamatkannya, didamparkan di pantai Jepara and about 1680 (The Hague: Martinus Nijhoff, 1962).
dan dibiarkan di situ, sebagai kenang-kenangan
perang yang dilancarkannya ‘terhadap bangsa yang 35 P.Y. Manguin & Nurhadi, ‘Perahu Karam di Situs
paling gagah berani di dunia’. Bukit Jaras, Propinsi Riau: Sebuah Laporan
Sementara’, dalam: 10 Tahun Kerjasama Pusat
Informasi bahwa orang-orang Nusantara Penelitian Archeologi Nasional & Ecole Francaise
memiliki kapal-kapal yang sebanding dengan d’Extreme-Orient (Jakarta: Pusat Penelitian
kapal-kapal yang digunakan oleh para penjelajah Archeologi Nasional, hlm. 43-64). Lihat juga P.Y.
Eropa yang awal dapat diketahui dari beberapa Manguin, ‘The Vanishing Jong: Insular Southeast
hasil penelitian. Pada tahun 1962, Melink-Roelofsz Asian Fleet in Trade and War (Fifteenth to
telah menerbitkan karyanya yang menganalisis Seventeenth Centuries), in: A. Reid (ed.), Southeast
perkembangan perdagangan Asia menjelang Asia in the Early Modern Era: Trade, Power, and
kedatangan bangsa-bangsa Eropa dan sejauhmana Belief (Ithaca-London: Cornell University Press, 1993,
perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang hlm. 198-199.
Eropa di Asia itu mempunyai pengaruh terhadap
kemajuan perdagangan di Asia. Ia menyebutkan 36 Adrian Horidge, Sailing Craft of Indonesia
bahwa pada waktu bangsa-bangsa Eropa datang di (Singapore: Oxford University Press, 1986).

37 Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Cheng_Ho
(Dikunjungi tanggal 10 Oktober 2009).

16
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

pemimpin Portugis di Malaka, Alfonso Mekkah. Tampaknya Sultan Malaka ini sangat
D’Albuquerque pernah membuat kopi dari sebuah bangga menggunakan kapal ‘made-in Java’.42
peta yang digunakan oleh pelaut Jawa dan Namun demikian sayang sekali bahwa galangan
dikirimkan ke Raja Portugal yang bernama Dom kapal pantura Jawa ini tidak banyak meninggalkan
Manuel.38 Oleh karena itu apa yang digambarkan jejak yang dapat menjadi bahan untuk melakukan
oleh Schrieke dan Meilink-Roelofsz mengenai rekonstruksi sejarah industri kapal prakolonial.
peran orang Jawa yang sangat signifikan dalam Salah satu pusat galangan kapal di pantura Jawa
pelayaran dan perdagangan di Malaka adalah Lasem. Lasem terletak di kawasan pantura
sebagaimana yang telah dibahas di atas dapat Jawa Tengah bagian timur. Wilayah Lasem
dengan mudah dipahami. Pertanyaan selanjutnya sebagai salah satu bagian penting dari wilayah
adalah apakah orang Jawa hanya terkenal sebagai kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam kitab
pelaut saja? Apakah mereka juga masih memiliki Negarakertagama.43
keahlian membuat kapal?
Sejak jaman kerajaan Majapahit Lasem
Sangat menarik untuk mengutip apa yang telah menjadi salah satu pusat pembuatan kapal.
dikemukakan oleh seorang kapten kapal De Prestasi ini terus berlangsung pada masa kerajaan
Urdaneta pada tahun 1537:39 Islam Demak yang memiliki armada yang kuat.
Dua kali armada Demak menyerang posisi
“They (Javanese) have many junks Portugis di Malaka dengan kekuatan sekitar 100
which they navigate to all parts, as buah kapal lebih. Meskipun mengalami kegagalan,
well as ships worked by oars, namun serangan itu menunjukkan bahwa kerajaan
which they call calalules, which go Demak pernah memiliki armada laut yang cukup
very vast. We also saw that they tangguh di Asia Tenggara. Dalam hal ini sebagian
built many fustas like ours, having kapal-kapal itu dibuat Lasem, yaitu di Desa Dasun
obtained the plans for them from yang terletak di muara Sungai Bagan atau Sungai
the Portuguese”.40 Lasem. Kapal-kapal yang diproduksi oleh
galangan kapal Lasem digunakan baik untuk kapal
Keterangan orang Spanyol itu nelayan, kapal dagang pantai dan kapal dagang
memberikan gambaran cukup jelas bahwa orang samudera sebagaimana yang terjadi pada masa
Jawa bukan hanya mahir bernavigasi atau berlayar kerajaan Demak. Bahkan ada indikasi bahwa
mengendalikan kapal-kapal mereka, tetapi juga orang-orang Eropa juga melakukan pemesanan di
memiliki kemampuan untuk memproduksi kapal galangan kapal Lasem ketika mereka belum
sebagaimana orang Portugis dan Spanyol. Di menguasai pusat-pusat galangan kapal di
samping Sumatra dan Banjarmasin, kawasan Nusantara. Hal itu bisa dipahami karena untuk
pantura merupakan produsen kapal atau jung membuat dan mendatangkan kapal-kapal dari
dengan empat tiang layar. Kapal-kapal itu tidak Eropa yang sesuai dengan medan perairan di
hanya digunakan sendiri tetapi juga dijual kepada Nusantara tentu saja dibutuhkan biaya yang besar,
pengusaha pelayaran dan perdagangan.41 Menurut sehingga lebih efisien dan efektif jika dipesan di
Meilink-Roelofsz, Pasai dan Malaka tidak galangan kapal di Nusantara.44
memiliki pengalaman untuk memproduksi kapal
meskipun kedua tempat itu merupakan pusat Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan
pelayaran dan perdagangan. Hal itu berbeda tradisi pembuatan kapal di Lasem mulai
dengan Jawa. Pada waktu itu Jawa telah menerima berlangsung. Akan tetapi diperkirakan bahwa
pesanan kapal besar dari Sultan Mansur Syah dari tradisi membuat kapal itu sudah berlangsung
Malaka untuk digunakan perjalanan naik haji ke sebelum abad ke-16.45 Misalnya, ketika Demak
melakukan ekspedisi militer ke Malaka untuk
38 Sudjoko, “Ancient Indonesian Technology: mengusir Portugis, sebagian kapal yang digunakan
Shipbuilding and Fire arms Production around the
Sixteenth Century”, Aspek-aspek Arkeologi Indonesia 42 Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires, hlm. 250.
9 (1981), hlm. 6.
43 43 Slamet Muljono, Negara Kertagama dan Tafsir
39 Ibid., hlm. 9. Sejarahnya. 1979. Jakarta: Bharatara Karya Aksara),
hlm. 56.
40 Fustas atau fusta atau juga seringdisebut galliot
merupakan kapal yang relatif kecil, ringan, dan cepat 44 Sudjoko, “Ancient Indonesian Technology”, hlm. 9.
dengan badan yang dangkal yang digerakkan baik oleh
pendayung maupun layar. Secara esensial fustas ini 45 Industri perkapalan Asia Tenggara mengembangkan
bisa disebut sebagai galey kecil dengan ukuran sekitar suatu jenis kapal yang berasal dari perahu kecil
12 hingga 18 pendayung di masing-masing sisinya. Indonesia kuno. Perahu pembawa muatan yang terlibat
Biasanya kapal ini dilengkapi tiga canon. Lihat dalam perdagangan antar pulau pada abad XVI adalah
“Fusta”, dalam: http://en.wikipedia.org/wiki/Fusta jenis kapal yang menyerupai gambar yang dilukiskan
(Dikunjungi tanggal 3 Desember 2009). di Candi Borobudur di Jawa Tengah. Baca:
K.N.Chaudhuri, op.cit., hlm. 140.
41 Sudjoko, “Ancient Indonesian Technology”, hlm. 8.

17

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

dibuat dan dikirim dari Lasem. Namun demikian kesempatan kepada orang-orang swasta Belanda
setelah kekalahan Demak dalam penyerangan untuk terjun dalam dunia bisnis pembuatan kapal
Portugis di Malaka, kerajaan Demak seperti di Lasem. Mungkin hal ini terjadi di samping
kehabisan energi, sehingga ketika Tome Pires karena kelumpuhan industri perkapalan pribumi
mengunjungi Jawa pada tahun 1515 mengatakan akibat berbagai perang dan tekanan yang ada, juga
bahwa orang Jawa tidak mampu lagi membuat 1 untuk mengambil alih bisnis perkapalan sebagai
jung dalam waktu 10 tahun.46 Jadi sesungguhnya bisnis yang strategis di tangan orang-orang
salah satu penyebab awal kelumpuhan pantura Belanda yang tentu saja tidak akan menjadi
Jawa dalam industri perkapalan berkaitan dengan ancaman bagi VOC. Tampaknya justru kontinuitas
peperangan-peperangan laut yang menghabiskan bisnis galangan kapal di Lasem ini ‘dilanjutkan’
energi untuk melawan Portugis di Malaka dan oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Salah satu
ekspansi politik di sepanjang pantai utara Jawa pengusaha Belanda yang terjun bisnis galangan
mulai dari Pasuruan hingga Banten. kapal di Lasem adalah Daniel Dupree. Pada masa
itu, galangan kapal Daniel Dupree ini menjadi
Sebelum sempat bangkit kembali dari produsen kapal untuk memenuhi kebutuhan kapal
kekalahan-kekalahan perang melawan Portugis dan baik bagi pedagang pribumi maupun VOC. Oleh
perluasan wilayah di pantura Jawa yang karena situasi politik yang belum begitu aman
melelahkan, sejak menjelang akhir abad ke-16 sejalan dengan perlawanan Trunojoyo, galangan
kota-kota di pantura Jawa mendapatkan ‘tikaman kapal Dupree ini belum dapat berkembang dengan
dari belakang’ yang dilakukan oleh kerajaan baik.49 Setelah periode itu, belum ditemukan
Mataram yang berhasil menghancurkan Pajang sumber-sumber sejarah mengenai kontinuitas
sebagai pewaris kerajaan Demak. Jika peperangan galangan kapal Lasem ini.
melawan Portugis telah menghancurkan armada
perang dan kerugian secara ekonomis serta Pada tahun 1832 diketahui, Tuan Horning
kehancuran kapital, maka serangan Mataram telah menjadi pemilik galangan dan tuan Browne
menghancurkan infrastruktur bisnis maritim di menjadi pemborong. Kemudian pada tahun 1836,
sepanjang pantai utara Jawa bagian timur dan galangan itu dimiliki oleh tuan Perry sedangkan
tengah. Selanjutnya, kehancuran maritim pribumi Browne dan Horning menjadi pemborong. Pada
di pantura jawa itu ‘disempurnakan’ oleh VOC tahun 1849 diketahui sebagai pemilik galangan
yang mampu menundukkan dan bahkan merampas yaitu Browne en Co. sebagai perusahaan patungan.
kawasan pantura Jawa ini dari Mataram dan Selanjutnya pada tahun 1878 diketahui bahwa
akhirnya juga dari Banten. Setelah kawasan pemilik galangan itu adalah sebuah firma, yang
pantura Jawa didominasi oleh VOC, Jawa bernama Firma Nering Bogel en Dunlop.50
mengalami proses feodalisasi yang semakin
sofisticated bukan hanya pada masyarakat Galangan kapal di Rembang ini telah
pedalamannya tetapi juga sisa-sisa kerajaan memberikan andil yang cukup besar bagi
maritim seperi Cirebon dan Banten.47 perkembangan perkapalan dan pelayaran baik yang
berlangsung di wilayah Rembang maupun wilayah
Dalam tahun 1670-an VOC sudah mulai lain yang menggunakan jasa pembuatan kapal di
menguasai tempat-tempat pembuatan kapal dan Rembang. Pelabuhan Rembang menjadi ramai
hutan jati di pantura Jawa khususnya Jawa bagian antara lain juga disebabkan oleh galangan kapal
tengah dan timur yang sebelumnya dikuasai oleh ini. Banyak kapal-kapal yang berlabuh di
Mataram. Pada tahun 1743 Kumpeni berhasil Pelabuhan Rembang di samping untuk berdagang
mengadakan perjanjian dengan Mataram yang juga melakukan perbaikan terhadap kapal-kapal
mengesahkan monopoli VOC atas semua mereka di geladak kapal Rembang. Dengan
pembuatan kapal di bekas wilayah Mataram di demikian galangan kapal di Rembang menjadi
pantura Jawa kecuali prahu atau kapal yang tempat pembuatan maupun perbaikan kapal.
digunakan untuk orang Jawa sendiri dengan
ukuran yang ditentukan oleh VOC. Kapal-kapal Pada tanggal 3 Juli 1813, galangan kapal
yang dijual untuk memenuhi pemesanan pembeli Rembang telah berhasil diperbaiki 20 perahu dan
asing hanya boleh dilakukan oleh VOC di 14 kapal meriam yang telah dikirim kembali ke
Batavia.48 Selain itu, VOC juga memberi Batavia dalam kondisi yang baik. Kemudian pada
tanggal 31 Oktober 1813 telah berhasil pula
46 Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires, hlm. diperbaiki 30 kapal yang digunakan untuk
183-195.
Shadow of Agriculture: Non-farm Activities in the
47 Burger, Sejarah Ekonomis Sosiologis indonesia I, Javanese Economy, past and Present (Amsterdam:
hlm. 47-92. Royal Tropical Institute, 1991), hlm. 15.

48 Peter Boomgaard, “The non-agricultural Side of an 49 H.J.de Graaf, Runtuhnya Islam Mataram. (Jakarta:
Economy Java, 1500-1900”, dalam: Paul Alexander, graffiti Press, 1987), hlm. 73 dan 135.
Peter Boomgaard, Benjamin White (eds), In the
50 K.V., tahun 1878-1879, hlm. 220. Lihat lampiran 15.

18
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

mengangkut garam dan beras dari satu daerah ke Lasem sebagai galangan kapal di samping karena
daerah lain. Pada bulan Oktober juga telah dikirim mudah memperoleh kayu jati dari pedalaman
sebuah kapal meriam oleh Residen Jepara ke Rembang (termasuk daerah Blora) Lasem juga
galangan kapal Rembang untuk diperbaiki. Kapal memiliki posisi yang sangat strategis dari segi
tersebut setelah selesai dibawa ke Banjarmasin militer. Fasilitas galangan kapal yang sudah ada di
oleh Residen Jepara untuk menumpas Soditan (Dasun) diperluas oleh Jepang dan
pemberontak. Memang galangan kapal Rembang dijadikan sebagai prioritas utama galangan kapal
menjadi pusat bengkel kapal di Jawa karena pada di Jawa. Pemerintah pendudukan Jepang pada
saat itu, galangan ini merupakan galangan yang waktu itu sangat membutuhkan alat transportasi
cukup besar di Hindia Belanda. Namun demikian, laut untuk mengangkut bahan pangan dan obat-
bagi kapal-kapal yang rusak berat, misal lantai obatan yang dibutuhkan tentara mereka yang
kapal jebol sehingga air laut masuk, tidak bisa sedang menghadapi sekutu di Papua dan Morotai.
diperbaiki di Rembang, kecuali diperbaiki untuk Jepang sendiri sedang menghadapi kesulitan untuk
sementara saja. Perbaikan kapal yang rusak berat mendatangkan kapal dari Jepang sebab
menelan biaya sampai 3.00 gulden, sedangkan bagi menghadapi blokade sekutu. Program pembuatan
kapal yang rusak ringan bisa mencapai 500 gulden. kapal di Lasem ini melibatkan 44.000 orang buruh
Kapal-kapal pemerintah yang diperbaiki di Indonesia dan 215 orang teknisi Jepang. Pada
galangan kapal Rembang ini semuanya menjadi tahun 1942, galangan kapal Dasun ini
tanggungan EIC. Pada tahun 1813, pemerintah menghasilkan 150 kapal yang kebanyakan diberi
memberikan anggaran rutin untuk biaya tenaga mesin diesel dan pada tahun 1943
pengelolaan galangan kapal Rembang ini sebesar menghasilkan 127 kapal. Pada tahun 1944
2.00 gulden per tahun. direncanakan akan membangun 700 kapal namun
hanya berhasil memproduksi 343 buah.52 Untuk
Pembuatan kapal di galangan kapal pembuatan dan perluasan pabrik ini, pemerintah
Rembang memang mengalami kemajuan baik pendudukan Jepang di Lasem melakukan relokasi
dalam jumlah kapal yang dibuat maupun teknik terhadap tiga kampung di Dasun. Ratusan hektar
pembuatan yang semakin baik. Sebenarnya, kawasan di Dasun digunakan untuk gudang kayu
tentang teknik, dan jaminan keamanan bagi kapal jati dan kompleks pembuatan kapal kayu.
yang akan dibuat menempuh pada jarak pelayaran
tertentu memang berbeda-beda. Akan tetapi, Setelah Jepang menyerah kalah tahun
sarana dasar bagi kapal kayu yang didorong oleh 1945, kondisi galangan kapal Lasem menjadi tidak
angin, memiliki batasan teknik yang sama. Kapal terurus karena situasi chaos. Dalam situasi seperti
ini tidak melebihi ukuran tertentu, jumlah kalasi, itu, banyak alat-alat konstruksi kapal dan kayu
permukaan layar, dan kecepatan. Pada tahun 1813, yang dicuri oleh penduduk. Selanjutnya ketika
di galangan ini telah mampu dibuat kapal layar Belanda mulai melakukan gerakan untuk
cepat dan kapal meriam, di samping memproduksi menguasai kawasan Rembang, maka para pejuang
kapal-kapal kecil. Meskipun demikian cepat Republik melakukan taktik bumi hangus. Dalam
tidaknya pembuatan kapal sangat bergantung pada hal ini galangan kapal Lasem menjadi sasaran
jumlah para pekerja yang melakukan pekerjaan itu. pembakaran dalam rangka taktik bumi hangus para
Pada bulan September tahun 1813, dilaporkan gerilyawan Republik. Dengan begitu, tamatlah
bahwa di galangan ini telah dilakukan pekerjaan riwayat kejayaan galangan kapal Lasem setelah
pembuatan yang terdiri dari enam buah kapal mengalami pasang-surut selama berabad-abad.
meriam berkapasitas 30 orang yang dibuat dengan
cara: dasar didempul, lapisan kayu lengkap A.B. Lapian, ‘The maritime network in the
menutup papan kabin, tiang, dan geladak; sebuah Indonesian archipelago in the fourteenth
kapal layar berkapasitas 20 orang; delapan kapal century’, in: SEAMEO Project in
meriam tiang rendah lengkap dan siap Archeology and Fine Arts SPAFA, Final
dikemudikan dengan kekecualian belum dilapisi Rreport: Consultative Workshop on
tembaga; 10 perahu berkapasitas 10 orang dengan Research on Maritime Shipping and
papan pada bagian dalam; serta sebuah perahu Trade Networks in Southeast Asia
dengan geladak dari papan pada bagian dalam.51 (Cisarua, West Java, Indonesia: 20-27
November 1984).
Pada waktu permulaan pendudukan
Jepang, Lasem juga dijadikan sebagai salah satu Lucas, Anton E., Peristiwa Tiga Daerah. Revolusi
tempat dari enam tempat pembuatan kapal di dalam Revolusi (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
pantai utara pulau Jawa (yaitu Pasar Ikan Jakarta, 1989).
Cirebon, Tegal, Pekalongan, dan Juana). Pemilihan

51 Monthly Report for The Marine Garde at Rembang,
Arsip marine no. 28B, kolesi ARNAS Jakarta.

19

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

A. Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires: An Indriyanto, Sutejo K. Widodo, Singgih Tri
Account of the East, from the Red Sea to Sulistiyono, dkk., “Rekontruksi Situs
Japan, Written in Malacca and India in Galangan Kapal Lasem untuk
1512-1515, London: Hakluyt Society Pengembangan Promosi Paket Wisata
Series, 1944. Bahari di Rembang”, Laporan Penelitian,
Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim
__________, The Suma Oriental of Tome Pires: Asia Tenggara Universitas Diponegoro,
An Account of the East, 2nd Series 2005.
London: Hakluyt Society, 1944.
J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society:
A. Rentse, ‘Majapahit Amulets in Kelantan’, Essay in Asian Social and Economic
JMBRAS 14, 1936. History, Dordrecht: Foris publication,
1983.
Adrian Horidge, Sailing Craft of Indonesia,
Singapore: Oxford University Press, J.W. Christie, ‘Asia Sea Trade between the Tenth
1986. and Thirteenth Centuries and Itas Impact
on the States of Java and Bali’, in: H.P.
B.E. Colless, ‘Majapahit Revisited: External Ray (ed.), Archeology of Seafaring: The
Evidence on the Geography and India Acean in the Ancient Period, Delhi:
Ethnology of East Java in the Majapahit Pragati, 1999.
Period’, JMBRAS 2, 1975
K.N.Chaudhuri, op.cit.,
B. Schrieke, Indonesia Sociological Studies,
Bandung: Van Hoeve, 1957. K.R. Hall, Maritime Trade and State Development
in Early Southeast Asia, Honolulu:
Burger, Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia I, University of Hawaii Press, 1985.
Jilid I, Jakarta: Prajnaparamita, 1962.
K.V., tahun 1878-1879,
Clive Day, The Policy and Administration of the
Dutch in Java, New York: MacMillan, Keneth R. Hall, Maritime Trade and State
1954. Development in Early Southeast Asia,
Honolulu: University of Hawaii Press,
D.G.E. Hall, A History of Southeast Asia, London: 1985.
Macmillan, 1966.
Lucas, Anton E., Peristiwa Tiga Daerah. Revolusi
D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, Surabaya: dalam Revolusi, Jakarta: Pustaka Utama
Usaha nasional, 1988. Grafiti, 1989.

Elizabeth Tiora (ed.) Hikayat Banjar dan M.A.P. Meilink-Roelofsz, Asian Trade and
Kotaringin, Jakarta: Departement P & K, European Influence in the Indonesian
Direktur Jenderal Kebudayaan, Direktorat Archipelago between 1500 and about
Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek 1630, The Hague: Nijhoff, 1962.
Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 1993. M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-
2004, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
“Fusta”, dalam: http://en.wikipedia.org/wiki/Fusta, 2005.
Dikunjungi tanggal 3 Desember 2009.
Meilink Roelofzs, Asian Trade and European
F.A. Sutjipto, “Some Remarks on the Harbour City Influence in the Indonesian Archipelago
of Japara in the Seventeenth Century”, between 1500 and about 1680, The
makalah dipresentasikan pada The 5th Hague: Martinus Nijhoff, 1962.
IAHA Conference, Manila, 1971.
Monthly Report for The Marine Garde at
G.J. Knaap, Shallow Waters, Rising Tide: Shipping Rembang, Arsip marine no. 28B, kolesi
and Trade in Java around 1775, Leiden: ARNAS Jakarta.
KITLV Press, 1996.
O.W. Wolters, Early Indonesia Commerce: A
H.G. Quaritch Wales, ‘The Extent of Srivijaya’s Study of the Origins of Srivijaya, Ithaca-
Influence Abroad’, JMBRAS 1 (51), 1978. New York: Cornell University Press,
1967.
H.J. de Graaf & Th. Pigeaud, De Eerste Muslimse
Vorstendommen op Java: Studien over de ___________, ‘Studying Srivijaya’, JMBRAS 2
staatkundige Geschiedenis van de 15 en (52), 1979.
16 de Eeuw, Leiden: KITLV, 1974.
P.Y. Manguin, ‘The Vanishing Jong: Insular
H.J.de Graaf, Runtuhnya Islam Mataram, Jakarta: Southeast Asian Fleet in Trade and War
Graffiti Press, 1987. (Fifteenth to Seventeenth Centuries), in:
A. Reid (ed.), Southeast Asia in the Early
http://id.wikipedia.org/wiki/Cheng_Ho,
Dikunjungi tanggal 10 Oktober 2009.

20
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Modern Era: Trade, Power, and Belief , Imperium Jilid 1, Jakarta: Gramedia,
Ithaca-London: Cornell University Press, 1988).
1993.
Slamet Muljono, Negara Kertagama dan Tafsir
P.Y. Manguin & Nurhadi, ‘Perahu Karam di Situs Sejarahnya, Jakarta: Bharatara Karya
Bukit Jaras, Propinsi Riau: Sebuah Aksara, 1979.
Laporan Sementara’, dalam: 10 Tahun
Kerjasama Pusat Penelitian Archeologi Sudjoko, “Ancient Indonesian Technology:
Nasional & Ecole Francaise d’Extreme- Shipbuilding and Fire arms Production
Orient, Jakarta: Pusat Penelitian around the Sixteenth Century”, Aspek-
Archeologi Nasional, hlm. 43-64. aspek Arkeologi Indonesia 9, 1981.

Peter Boomgaard, “The non-agricultural Side of an Taufik Abdullah (ed.) Sedjarah Melayu, Djakarta:
Economy Java, 1500-1900”, dalam: Paul Djambatan, 1958.
Alexander, Peter Boomgaard, Benjamin
White (eds), In the Shadow of Umar Hasyim, Sunan Giri, Kudus: Menara, 1979.
Agriculture: Non-farm Activities in the
Javanese Economy, past and Present, V.J.H. Houben, H.M.J. Maier and W. van der
Amsterdam: Royal Tropical Institute, Molen (eds), Looking in Odd Mirrors:The
1991. Java Sea, Leiden: Vakgroep Talen en
Culturen van Zuidoost-Asië en Oceanië
Pierre-Yves Manguin, ‘Palembang and Sriwijaya: Rijksuniversiteit, 1992.
An Early Malay Harbour-City
Rediscovered’, JMBRAS 1 (66), 1993. W.J. Van der Meulen, S.J., “In Search of Ho-ling”,
Indonesia 23, 1977.
R. Braddell, ‘An Introduction to the Study of
Ancient Times in the Malay Peninsula W.P. Groeneveld, Historical Note on Indonesia&
and the Straits of Malacca’, JMBRAS 14, Malaya Compiled From Chinese Sources,
1936. Jakarta: 1969.

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia W. F. Wertheim, Indonesian Society in
Baru 1500-1900: Dari Emporium sampai Transition: A Study of Social Change,
Bandung: Sumur Bandung, 1960.

21

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Gusti Asnan

Sesuatu yang cukup menarik di Indonesia akhir- dinding-dinding kelas sekolah (tanpa mengenai
akhir ini adalah mulai seringnya ditampilkan peta makna dan fungsinya). Kalangan terpelajar,
dalam media massa dan mulai diproduksinya peta meskipun telah mengetahui peta sebagai
dalam jumlah yang cukup banyak. Hampir setiap penggambaran muka bumi atau bagian dari ilmu
hari, dalam sejumlah media cetak (surat kabar dan bumi (geografi), namun banyak di antara mereka
majalah), baik yang diterbitkan di ibu kota atau di yang tidak memiliki peta, tidak pernah
daerah, selalu ditemukan peta sebagai “pelengkap” menggunakan peta, serta tidak memahami
pemberitaan. Hal yang sama, walaupun tidak makna/simbol yang ada pada peta. Tidak itu saja,
seintensif surat kabar dan majalah, juga ditemukan sukar rasanya untuk dipercaya, bahwa sejumlah
pada media elektronik (televisi). Tampilan dan mahasiswa S-2 Sejarah pada sebuah perguruan
kualitas peta yang disajikan rata-rata bermutu tinggi negeri (sebagian besar di antara mereka
tinggi. Media massa berlomba-lomba berstatus sebagai guru sejarah pada jenjang
menampilkan beragam bentuk dan format serta pendidikan SLTP, SLTA, dan ada di antaranya
disain peta. Sebagian besar menghadirkan peta dosen sejarah) tidak mampu membuat peta Asia
yang disiapkan perancang atau disainer media Tenggara dengan baik. Hal yang sama juga
tersebut, namun banyak pula yang menampilkan dialami oleh sejumlah mahasiswa S-1 Sejarah pada
peta yang diunduh dari internet. sebuah perguruan tinggi. Mereka tidak mampu
“membaca” peta buta Indonesia.
Peta juga diproduksi dalam jumlah yang
banyak akhir-akhir ini. Di samping peta tunggal, Kesimpulan di atas memang didasarkan
juga diproduksi atlas. Kualitas peta yang pada penelitian yang dilakukan di daerah dan pada
dihasilkan sangat beragam, namun umumnya lingkungan yang terbatas. Namun, dengan segala
bermutu baik. Peta juga semakin mudah kekurangan yang dimiliki oleh penelitian tersebut,
didapatkan karena diperjualbelikan di berbagai fenomena ini kiranya bisa dijadikan sebagai dasar
toko buku. Harganya juga beragam, tergantung untuk mengatakan bahwa kondisi yang relatif
pada kualitasnya. Peta juga ditempatkan di banyak sama sesungguhnya ditemukan pada sebagian
ruang publik, seperti di pasar, di pusat kota, di besar warga bangsa, baik masyarakat awam atau
kawasan wisata, dan di kawasan rawan bencana kaum terpelajar (terutama sejarawan murni atau
(peta jalur evakuasi). Tidak itu saja, peta bahkan pendidikan) di hampir seluruh penjuru persada ini.
dibuat pada dinding luar sekolah (dasar), atau –
mengikuti tren berbatik akhir-akhir ini - peta juga Berdasarkan fenomena di atas, bangkitnya
dibuat dengan motif batik dan dijadikan sebagai gairah “berpeta-ria” akhir-akhir ini perlu dihargai
hiasan dinding rumah/kantor. dan didukung. Sejarawan berkewajiban untuk ikut-
serta dalam “gerakan” ini. Sebagai sosok yang
Penyertaan peta pada berbagai media bergelut dalam ilmu yang mempelajari kejadian
massa diharapkan membantu pembaca dan pemirsa atau peristiwa yang terjadi dalam ruang (dan
untuk lebih mudah memahami berita yang waktu) sejarawan memang harus akrab dan
disajikan. Di samping itu, produksi dan memahami serta menguasai peta. Kurang lengkap
penyebarluasan peta dalam jumlah yang masif kesejarawan seorang sejarawan bila dunia peta
diharapkan mampu menjadikan masyarakat “sadar belum mereka kuasai. Setidaknya, mereka
peta”, mampu meningkatkan pengetahuan warga (sejarawan) harus mengetahui arti atau makna peta
bangsa, baik pengetahuan pada negeri secara bagi sejarah, baik sejarah sebagaimana
umum atau pengetahuan sesuai dengan bidang dilukiskan/dideskripsikan atau sejarah sebagai
ilmu yang mereka dalami (bagi kalangan peristiwa atau kejadian itu sendiri. Tanggung
terpelajar) secara khusus. jawab yang sama, bahkan dengan kadar yang lebih
besar, juga diemban oleh ahli ilmu bumi.
Harapan yang kedua di atas memang Bukankah salah satu keahlian yang harus dimiliki
layak untuk diungkapkan. Sebab, berdasarkan mereka yang mendalami ilmu bumi adalah dunia
penelitian (yang dilakukan beberapa kali), dapat peta ini?
ditarik sebuah kesimpulan bahwa dewasa ini
banyak anak bangsa yang masih belum atau Artikel ini mencoba mendiskusikan peta
kurang “sadar peta”, peta masih merupakan dan hubungannya dengan sejarah, baik sejarah
sesuatu yang “asing” pada sebagian besar sebagaimana dikisahkan dan sejarah sebagai
masyarakat Indonesia, dan menariknya, gejala ini peristiwa/kejadian.
tidak terkecuali bagi kalangan terpelajarnya. Dari
beberapa kali penelitian diketahui bahwa
kebanyakan masyarakat awam hanya mengenal
peta sebagai gambar yang digantungkan di

22
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Ada banyak pengertian atau defenisi peta yang atau wilayah, yang hanya mencakup sebagian
wilayah pemukiman serta irigasi yang mereka
lazim dikemukakan. Beberapa di antaranya miliki. Relatif terbatasnya rupa bumi yang mereka
tampilkan, karena itulah “dunia” yang mereka
menyebut bahwa peta adalah penggambaran atau kenal, dan sesungguhnya itulah “dunia” yang
penting bagi mereka.
penglukisan konvensional muka bumi yang
Yunani dan Romawi yang memiliki
menunjukkan letak tanah, sungai, gunung, laut, kebudayaan yang maju dan mengagumkan, yang
banyak membuat bangunan besar dari batu atau
selat, teluk, tanjung, dan lain sebagainya; atau marmar juga membuat peta dengan menggunakan
bahan batu atau marmar. Sama dengan yang
suatu representasi melalui gambar dari suatu dilakukan pembuat peta Babilonia, peta Yunani
dan Romawi ini juga ditorehkan/dipahatkan pada
daerah yang menyatakan sifat, seperti batas batu atau marmar. Di samping itu mereka juga
melukis batu atau marmar tersebut. Salah satu peta
daerah, sifat permukaan, peruntukan lahan; atau buatan zaman klasik ini dikenal dengan sebutan
marbel map atau puzzle map. Teknologi
suatu gambaran dan lukisan yang menyatakan pembuatan peta pada batu dan marmar pasti jauh
lebih rumit bila dibandingkan dengan pembuatan
letak sesuatu; atau denah sesuatu di muka bumi. Di peta pada tanah yang dikeringkan. Majunya
teknologi pembuatan peta era Yunani dan Romawi
samping itu, lazim dan bahkan menjadi bagian juga terlihat dari ukuran peta yang dibuat.
Informasi yang disajikan juga lebih lengkap. Dari
yang tidak boleh diabaikan, peta harus memiliki satu marble map yang ditemukan, diketahui bahwa
peta tersebut menggambarkan dengan cukup detil
skala tertentu dan simbol-simbol tertentu. Peta wajah kota Roma, seperti berbagai bangunan, jalan
dan tangga yang ada di seantero kota tersebut pada
berfungsi sebagai alat analisis, alat komunikasi, abad ke-2 SM. Ukuran peta yang dibuat pada masa
Yunani dan Romawi ini jauh lebih besar. Di
catatan visual permanen alat peraga dan media samping teknologi yang telah maju, ilmu
pengetahuan masa itu juga telah berkembang
pembelajaran. dengan pesat. Pengetahuan, dalam artian ilmu
bumi telah tumbuh dan berkembang, bahkan
Perkembangan, pertumbuhan, ahlinya telah menghasilkan karya yang luar biasa.
Salah satu di antaranya adalah Claudius
penggunaan, pemakaian, dan penghargaan Ptolomeus. Ilmuwan ini, tidak hanya sekedar ahli
ilmu bumi, tetapi juga pembuat peta (kartografer)
terhadap peta paralel dengan tingkat kebudayaan yang unggul. Dia termasuk salah seorang ilmuwan
perintis atau peletak dasar pembuatan peta
masyarakat pendukungnya. Masyarakat dengan moderen. Dia berhasil membuat deskripsi atau
gambaran atau ‘peta’ mengenai dunia. Namun
tingkat kebudayaan yang bersahaja memiliki peta “peta asli” sebagai buah tangan yang
sesungguhnya dari ilmuwan yang hidup pada abad
yang sederhana. Sebaliknya masyarakat dengan ke-2 M ini tidak pernah ditemukan. ‘Peta’ dunia
itu dideskripsikan Ptolomeus dalam bukunya yang
tingkat kebudayaan yang maju memiliki peta yang berjudul Geographia (ca. 150 SM). Dan peta yang
dirancang Ptolomeus ini diwujudkan menjadi “peta
kompleks. Hal sama juga berlaku pada yang sesungguhnya” pada abad ke-15 M.

penggunaan, pemakaian dan penghargaan terhadap Rupa bumi yang ditampilkan dalam peta
Yunani/Romawi juga memperlihatkan “dunia”
peta. Tingkat penggunaan, pemakaian dan yang mereka kenal waktu itu. Di samping
mendeskripsikan kota, “negara” atau “kerajaan”
penghargaan terhadap peta pada masyarakat mereka sendiri, peta yang dihasilkan pada zaman
tersebut juga telah menampilkan rupa bumi di
dengan kebudayaan yang maju jauh lebih sering, kawasan yang jauh dari negeri mereka. Bahkan
bila dicermati “peta dunia” karya Ptolomeus dapat
sungguh-sungguh dan tinggi bila dibandingkan dikatakan bahwa peta tersebut telah menampilkan
sebagian dunia yang kita kenal dewasa ini (sampai
dengan masyarakat dengan kebudayaan yang lebih

bersahaja.

Peta adalah produk kebudayaan. Sebagai

produk kebudayaan, peta adalah sesuatu yang

dinamis. Senantiasa ada perubahan terhadap

bentuk, format dan kualitas peta. Teknologi dan

hasil pembuatannya terkait erat dengan

perkembangan unsur teknologi dan ilmu

pengetahuan yang ada dalam unsur-unsur

kebudayaan masyarakat pembuatnya. Semakin

tinggi kebudayaan (khususnya unsur teknologi dan

ilmu pengetahuan) masyarakat pembuatnya

semakin canggih teknologi pembuatan peta,

semakin detil lukisan yang disajikan, serta semakin

beragam wujud, bentuk dan corak peta yang

diproduksi.

Masyarakat Babilonia (2300 SM), yang

dianggap sebagai penemu pertama peta, dengan

teknologinya yang relatif “sederhana”, “hanya”

mampu membuat peta yang “sederhana” pula.

Masyarakat yang tinggal di kawasan Eufrat dan

Tigris ini “hanya” mampu membuat peta dengan

jalan menoreh/mengukir lempengan tanah yang

dikeraskan. Rupa bumi yang dideskripsikan juga

terbatas, hanya meliputi suatu bagian kecil kota

23

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

ke India dan China serta Afrika). Hal ini bisa menempatkan Jerusalem pada titik tengah peta,
dimengerti, bahwa ilmu dan pengetahuan orang dan sebagaimana diketahui Jerusalem adalah kota
saat itu sudah jauh melampaui batas-batas terpenting dalam agama Kristen. Hal yang sama
teritorialnya. Persintuhan dan kontak mereka sebetulnya juga hadir pada peta yang dibuat oleh
dengan orang luar telah demikian intensif saat itu. kartografer Islam, Al Idrisi misalnya. Dia
menempatkan Arab pada titik tengah dari peta
Pada kurun waktu abad ke-6 hingga 14/15 dunianya. Jiwa zaman yang menempatkan
M), atau pada masa Abad Pertengahan (dalam pembuat peta pada posisi sentral tetap berlanjut
sejarah Eropa) dan pada era gilang gemilang pada masa-masa berikutnya. Pada “era awal
(dalam peradaban dan kebudayaan Islam), Eropa”, orang Eropa menempatkan Eropa pada
teknologi pembuatan peta semakin maju. Kertas titik tengah peta dunia dan kecenderungan itu tetap
telah dipergunakan dan “coretan” atau “lukisan” berlanjut hingga saat sekarang. Di Amerika,
pada kertas telah dilakukan. Di samping peta kartografernya juga menempatkan benua tersebut
sebagai gambaran rupa bumi yang “sesungguhnya” pada posisi tengah peta dunia. Orang Asia,
juga dikembangkan peta model “denah”. Mutu terutama China juga melakukan hal yang sama.
peta sudah meningkat dengan sangat signifikan. Pada abad ke-18 dan 19 peta yang dibuat di negeri
Rupa bumi yang disajikan juga sudah demikian tersebut telah menempatkan China (Asia) pada
luas, “dunia” yang ditampilkan sudah meliputi posisi tengah peta dunia. Peta dunia yang semula
sebagian besar dunia yang dikenal sekarang. dikembangkan di China inilah yang kemudian
Perkembangan yang sama tetap berlanjut pada menjadi patokan (dasar) bagi peta-peta yang dibuat
periode-periode berikutnya, terutama sekali pada di kawasan Asia (terutama di kawasan Asia Timur
era moderen yang ditandai dengan penemuan dan Tenggara serta Selatan) dalam membuat peta
berbagai alat pembuat peta serta mesin cetak. dunia di negeri/negara mereka hingga saat
Wajah dunia yang ditampilkan pada era moderen sekarang. Karena itu, pada peta dunia yang lazim
ini, yang diawali dengan penemuan “dunia baru”, ditemukan di Indonesia atau kawasan sekitarnya
juga semakin luas dan utuh. Bagian bumi yang senantiasa menempatkan Asia pada posisi
pada masa sebelumnya tidak pernah nampak tengahnya.
dalam berbagai peta, seperti kawasan Amerika dan
Australia mulai ditampilkan. Dan seiring dengan Sebagai bagian dari sejarah peta dunia, Nusantara
semakin tingginya kontak serta hubungan dengan atau kepulauan Indonesia sesungguhnya telah
dunia baru tersebut maka dunia yang hadir sejak pertama kali peta dunia dibuat. Pulau-
sesungguhnya hadirlah sudah dalam peta. pulau di Nusantara telah hadir dalam peta
Perkembangan ini tetap berlanjut hingga saat Ptolomeus dan Al-Idrisi. Namun, seperti yang
sekarang, sesuai dengan yang kita lihat bersama. disebut pada bagian terdahulu, karena peta dunia
di atas menempatkan Eropa dan Tanah Arab
Sebagai produk kebudayaan, peta sebagai titik pusatnya, maka gambaran pulau-
sebagaimana dia dilukiskan dan dideskripsikan pulau di Nusantara hanya terletak di bagian pinggir
tidak hanya menampilkan unsur ilmu, pengetahuan peta saja. Posisi seperti itu nyaris membuat
dan teknologi masyarakat pendukungnya, tetapi kawasan “pinggiran” ini luput dari perhatian.
juga jiwa zaman dan latar belakang budaya serta
politik yang berkembang pada saat peta tersebut Bagaimana dengan dunia peta orang
dibuat. Setiap zaman melahirkan peta yang sesuai Indonesia sendiri? Apakah anak negeri ini juga
dengan “suasana batin” zaman yang bersangkutan. telah mengenal atau membuat peta sendiri?
Setiap zaman juga melahiran peta yang sesuai Apakah peta yang dimilikinya hanya sebagi hasil
dengan latar belakang budaya dan politik zaman dari kontak yang dilakukannya dengan orang asing
tersebut. “Regionalisme”, dalam artian daerah di (Eropa atau Arab) yang sebelumnya telah
mana peta dibuat adalah daerah yang paling hebat mengenal dan membuat peta? Dengan kata anak
dan penting, merupakan salah satu ciri utama negeri ini tidak mengenal peta sebelum
hadirnya semangat zaman dan adanya pengaruh berhubungan dengan orang Eropa? Pendapat
budaya/politik dalam pembuaan sebuah peta. Ciri umum yang berkembang di tengah masyarakat
“regionalisme” ini diwujudkan dengan (baik awam atau akademis) menang cenderung
menempatkan daerah di mana peta itu dibuat pada mengatakan bahwa orang Indonesia tidak
posisi sentral peta. Peta yang dibuat pada Abad mengenal peta sebelum mereka berhubungan
Pertengahan, suatu zaman sangat kental dengan dengan orang Eropa. Memang ada underestimasi
aroma keagamaan (Kristen) telah melahirkan peta banyak kalangan yang mengatakan bahwa anak
yang menempatkan pusat kelahiran agama itu pada negeri ini tidak punya dan tidak mengenal peta
posisi terpenting (pusat) peta dunia. Hal ini terlihat sebelum mereka berhubungan dengan orang Barat.
dengan sangat jelas pada peta T-O, seperti yang Namun, bila dikaitkan dengan aktivitas bahari
dirancang ilmuwan Isidores dari Sevilla pada abad
ke-7 M. Dalam deskripsinya ini, sang ilmuwan

24
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

orang Indonesia, maka anggapan ini rasanya tidak orang Eropa, sejarah peta di Indonesia tidak bisa
bisa diterima. dipisahkan dengan bangsa Barat. Merekalah yang
kemudian memperkenalkan peta (moderen) yang
Dari bukti-bukti sejarah diketahui bahwa lebih lengkap ke negeri ini. Apalagi, setelah
sejak masa prasejarah atau milenium pertama kehadiran bangsa Eropa - secara lambat namun
orang-orang dari kepulauan Nusantara sudah pasti - aktivitas bahari orang Indonesia khususnya
mengarungi lautan luas hingga ke pantai timur dan kebudayaan serta peradaban “asli” anak negeri
Benua Afrika. Aktivitas bahari orang-orang dari di Nusantara ini umumnya mulai terpinggirkan.
Kepulauan Nusantara di kawasan timur Afrika Sejak dominsi orang Eropa di dunia bahari
tetap berlanjut pada masa “moderen awal”. Tahun Nusantara, para pelaut Indonesia tidak lagi leluasa
1154 misalnya Al-Idrisi menyebut bahwa mengarungi lautan luas, pelayaran mereka terbatas
penduduk Zendt di Afrika Timur telah berdagang pada pelayaran lokal (antar-pulau atau antar-kota
dengan saudagar dari Zabag (Sumatera atau Jawa). pantai dalam buah pulau) saja lagi. Perlu dicatat,
Tahun 1509 Lopo Sequira, pelaut Portugis bahwa peta yang dimiliki oleh anak negeri ini
menjumpai sebuah kapal dari Jawa di Pulau sebelum atau pada hari-hari pertama kedatangan
Madagaskar. Tahun 1601 pelaut Belanda orang Eropa lebih terbatas pada peta laut. Hal ini
menemukan pelaut/saudagar Aceh di Pulau memang bisa dipahami karena dunianya orang
Comoro. Mencermati luasnya laut dan jauhnya Nusantara waktu itu adalah laut, sehingga wajar
jarak yang mereka lalui/tempuh rasanya sukar saja peta laut yang mereka buat dan kembangkan.1
diterima, bahwa para pelaut/saudagar tersebut
mengarungi laut luas tanpa menggunakan peta. Orang Portugis, kemudian Spanyol,
Mustahil rasanya bila hanya mengandalkan disusul oleh Belanda dan Inggris serta Perancis
kemampuan mereka membaca tanda-tanda alam, yang hadir di Nusantara memang “gila” peta.
seperti sebaran bintang di langit, arus laut, atau Hampir pada setiap armada/ekspedisi mereka yang
gelagat binatang (burung) semata. datang ke kawasan ini, terutama sekali pada hari-
hari pertama kehadiran mereka, senantiasa disertai
Keraguan ini kiranya bisa dijawab dengan oleh seorang kartografer. Dalam perkembangan
temuan Niermeyer dan Krom yang menyebut selanjutnya, pembuat peta ini tidak saja ditemui
bahwa perjalanan Hayam Wuruk ke ujung timur dalam setiap armada/ekspedisi langsung dari
Jawa dipetakan dengan sangat bagus oleh juru peta negeri induk ke Nusantara, tetapi juga pada hampir
Majapahit. Merujuk kepada temuan tersebut, setiap kapal yang melakukan pergerakan di
kedua ilmuwan Belanda ini menyimpulkan bahwa perairan kawasan ini. Di samping peta (yang
peta sesungguhnya bukanlah sesuatu yang asing sesungguhnya) yang dibuat kartografer pada setiap
bagi orang Indenesia. Kesimpulan ini sangat armada/ekspedisi atau kapal, “peta” (deskripsi)
berdasar. Sebab jauh sebelum mereka menarik juga dibuat oleh para pengelana Eropa yang
kesimpulan di atas, tepatnya pada hari-hari mengunjungi negeri ini. Para pengelana ini
pertama orang Eropa hadir di perairan Nusantara, memberikan deskripsi geografis atau rupa bumi
Ludovico de Varthema dan Fransisco Rodriguez serta keadaan penduduk yang sangat detil dalam
telah menyaksikan dengan mata kepala mereka catatan perjalanan (travelogues) mereka. Catatan
sendiri, nakhoda pribumi Nusantara menggunakan perjalanan pernah menjadi “mode” dan sangat
peta dalam pelayarannya. Ludovico de Varthema digandrungi pada akhir abad ke-19 dan awal abad
menyaksikan nakhoda pribumi (Jawa) ke-20.
menggunakan peta dalam pelayaran dari Pulau
Kalimantan ke Pulau Jawa (1505). Fransisco Sebagai contoh “gilanya” orang Barat
Rodriguez juga melihat peta digunakan oleh dalam pembuatan peta bisa dilihat apa yang
nakhoda Jawa dan dia kemudian menjadikan peta dilakukan bangsa Portugis dan Belanda. Armada
yang digunakan nakhoda pribumi tersebut sebagai Portugis yang melakukan pelayaran pertama dan
dasar “peta dunia” yang dibuat serta diserahkannya kedua serta ketiga mereka mengelilingi Pulau
kepada Alfonso de Albuquerque (1512). Bila Sumatera (dari Malaka) pada dekade kedua dan
kedua orang ini menyaksikan bahwa pelaut ketiga abad ke-16) selalu disertai oleh seorang
(nakhoda) Indoneia telah terampil menggunakan kartografer. Karena itu, peta laut sekitar atau
peta pada hari-hari pertama kedatangan mereka
(orang Barat) ke Nusantara, dapat dikatakan bahwa 1 Sayangnya, peta “asli” yang dibuat oleh anak negeri
peta telah dimiliki dan dipergunakan orang pada masa awal ini tidak ditemukan lagi jejaknya,
Indonesia pada periode sebelum kedatangan orang bahkan berita tentang peta pribumi ini tidak lagi
Eropa ke kawasan ini. ditemukan ada akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17.
Ini pulalah sebabnya Willem Lodewijcks, salah
Sayangnya peta “lokal” milik anak negeri seorang anak kapal armada Belanda yang pertama kali
tidak berkembang. Keberadaannya segera datang ke Nusantara tahun 1595/96 menyebut bahwa
digantikan oleh peta-peta yang dibuat oleh orang orang Jawa (Indonesia) tidak mengenal peta laut.
Eropa. Harus diakui, sejak berhubungan dengan

25

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

sekeliling Pulau Sumatera telah dibuat sejak kesempatan yang dipergunakan pemerintah Hindia
dekade kedua abad ke-16 dan itu dilakukan oleh
orang Portugis. Armada pertama Belanda yang Belanda untuk membuat peta negeri ini. Seiring
sampai di perairan Nusantara dan dipimpin oleh
Cornelis de Houtman juga menginformasikan dengan dilakukannya berbagai kampanye militer,
bahwa armada itu juga disertai oleh seorang
kartografer. Sebagaimana disebut oleh van Leur, baik di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,
baru saja armada tersebut lego jangkar di
pelabuhan Banten, dengan dibantu oleh sejumlah Sulawesi dan pulau-pulau lainnya, terciptalah
anak kapal yang mengukur kedalaman kolam
pelabuhan, jarak antara berbagai bangunan yang berbagai peta wilayah. Banyak sekali peta (daerah)
ada di dalam dan sekitar pelabuhan, dan
mengumpulkan berbagai informasi lain mengenai yang dibuat melalui cara ini. Proses pembuatan
kawasan sekitar pelabuhan dan bandar raya
Banten, kartografernya sibuk membuat peta seperti ini umumnya dilakukan sepanjang abad ke-
pelabuhan Banten dan wilayah sekitar kota niaga
tersebut. Sedangkan para pengelana yang 19. Hal ini pulalah yang menyebabkan pada hari-
memberika deskripsi begitu lengkap mengenai
kawasan laut dan pantai negeri ini antara lain hari pertama keberadaannya (hingga awal abad ke-
Tome Pires (1944) dan John Anderson untuk
Sumatera bagian timur (1970). 20), dinas atau jawatan topografi (Topographische

VOC adalah lembaga atau pemerintah Dienst) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
yang pertama dengan serius
mengembangkan/membuat peta negeri ini. Kongsi Departemen Perang (Departement van Oorlog)
dagang ini memiliki sebuah “divisi” pembuat peta pada pemerintahan Hindia Belanda.2
yang populer dengan sebutan “Bazen-
kaartenmakers”. Para pembuat peta yang Di samping itu, pembuatan peta juga
tergabung ke dalam “divisi” inilah yang
menyempurnakan peta-peta yang dibuat dilakukan melalui berbagai ekspedisi dan
sebelumnya, baik oleh kartografer Portugis,
Spanyol dan tentu saja Belanda. Sesuatu yang penelitian. Walaupun demikian, penanggungjawab
menarik dicatat dalam peta yang dibuat VOC
(serta kartografer Portugis atau Spanyol) adalah utama pembuatan peta secara “nasional” berada di
peta-peta tersebut lebih terfokus pada peta laut
(zeekaarten). tangan Dinas Peta di atas.

Pembuatan atau lebih tepatnya “Sentralisasi” pembuatan peta
penyempurnaan peta dilanjutkan oleh pemeritahan
(sementara) Inggris dan tentu saja pemerintah menyebabkan peta yang dibuat sekaligus sebagai
Hindia Belanda. Inggris misalnya mendirikan
Kantor Hidrografi, Raffles membuat peta Pulau representasi pandangan Batavia terhadap negeri
Jawa, Daendels membentuk departemen pemetaan
dalam pemerintahannya, Daendels juga ini. Sebagai bagian negeri induk, perspektif
mengintruksikan kepada pejabat bawahannya
untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bahan Batavia dalam menempatkan Hindia Belanda
guna dijadikan bahan pembuatan peta (dan kalau
memungkinkan pejabat yang bersangkutan dalam peta dunia tetap sama dengan pandangan
membuat petanya sekalian). Bila pada masa-masa
sebelumnya (hingga zaman VOC) banyak dibuat negeri induk. Indonesia tetap ditempatkan pada
peta laut, maka sejak periode pemerintahan
sementara Inggris mulai banyak dibuat peta “tanah bagian pinggir peta dunia. Makanya, pada peta
darat”, maksudnya sejak saat itu mulai dibuat peta
yang lebih lengkap mengenai keadaan alam (laut dunia masa ini, posisi ini umumnya terletak pada
dan darat) Indonesia.
sisi timur yang nyaris tidak mendapat perhatian
Pemerintah Hindia Belanda yang
kemudian berkuasa di negeri ini juga melanjutkan dari orang yang melihat peta tersebut.
kegiatan membuat peta (yang lebih komprehensif).
Ekspansi politik dan kampanye militer yang Peta wilayah Nederland Hindia yang
dilakukan di berbagai daerah adalah salah satu
dibuat saat juga menggambarkan perspektif

Batavia. Pada peta-peta wilayah (overzichtkaarten)

lama, yang dibuat pada abad ke-19, untuk daerah

yang telah dikuasai (secara politik) diberi tanda

(warna) merah misalnya. Pada waktu berikutnya,

ketika kekuasaan politik pemerintah telah

mencakup seluruh wilayah Hindia Belanda (seperti

yang dikenal dewasa ini), maka wilayah yang telah

dikuasai diwarnai sesuai dengan kaidah pembuatan

peta moderen. Sedangkan untuk daerah tidak

dikuasai atau idak menjadi bagian dari Hindia

Belanda tidak diberi warna (hanya diberi warna

putih saja). Pola pembuatan peta seperti ini

semakin nyata sejak awal abad ke-20 (dekade ke-

2), saat mana pemerintah Hindia Belanda telah

sungguh-sunggguh menguasai seluruh wilayah ini.

Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda telah

sungguh-sungguh menampatkan kawasan sekitar

yang tidak masuk ke dalam wilayah

kekuasaaannya sebagai negeri asing yang tidak

(perlu) diwarnai.

Sebagai bagian dari kolonialsme Belanda,

maka penamaan, ungkapan, dan kategori yang

2 Ketika lembaga ini kemudian dikembangkan
keberadaan dan pimpinannya juga tidak pernah
dipisahkan dari Departemen Perang.

26
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

dipakai dalam peta mengacu kepada apa yang Setelah Indonesia merdeka, khususnya
lazim/dipakai oleh kolonialis Belanda. Nama-nama segera setelah pengakuan kedaulatan, pembuatan
pulau, daerah administratif, kota, laut, teluk, peta dan penyebarluasan peta menjadi salah satu
gunung, sungai, dan lain sebagainya mengacu program utama pemerintah. Di samping peta
kepada penamaan yang dibuat/digunakan oleh dunia, peta yang paling banyak diproduksi dan
penjajah. Nama-nama yang diberikan terhadap disebarluasan adalah peta Indonesia (dan yang
daerah, pulau-pulau, kota-kota, teluk, tanjung, dimaksud dengan peta Indonesia di sini adalah
sungai dan lain sebagainya, sebagian besar peta wilayah keluruhan Republik Indonesia, peta
diambilkan dari nama-nama daerah atau tokoh- daerah adminisratif setingkat provinsi, dan
tokoh Belanda. Di samping itu tentu saja nama kabupaten/kota). “Sosialisasi” peta terutama
yang sebelumnya telah diberikan penduduk dilakukan kepada anak didik dengan sasaran utama
setempat. para pelajar sekolah dasar. Proses ini dilakukan
seiring dengan pengajaran ilmu bumi (geografi).
Secara umum ada empat jenis peta yang Pemerintah RI saat itu memang menjadikan ilmu
dibuat (dikembangkan) pada masa penjajahan bumi sebagai mata pelajaran wajib bagi seluruh
yaitu peta wilayah secara umum, peta pelayaran, sekolah dasar. Melalui mata pelajaran ini,
peta kawasan pantai, peta perencanaan. Dari empat pemerintah ingin mengenalkan wilayah Indonesia
jenis peta tersebut, peta wilayah pantai merupakan kepada anak bangsa (dimulai dari siswa sekolah
peta yang paling banyak diproduksi. Sebagai dasar). Realisasi keinginan tersebut diwujudkan
perbandingan, pada pertengahan dakade kedua dengan memberikan pelajaran ilmu bumi wilayah
abad ke-20 (1916) diproduksi peta wilayah pantai administratif setingkat kabupaten/kota pada siswa
sebanyak 125 macam, peta perencanaan sebanyak kelas tiga, ilmu bumi wilayah administratif
89 macam, peta pelayaran sebanyak 31 macam, setingkat provinsi bagi siswa kelas empat, ilmu
dan peta wilayah sebanyak 19 macam. bumi wilayah RI untuk siswa kelas lima dan ilmu
bumi dunia untuk siswa kelas enam. Dalam buku
Sesuatu yang menarik dalam sejarah peta teks untuk masing-masing pelajaran tersebut selalu
di Indonesia adalah mulai munculnya peta dibuatkan peta daerah yang tengah dipelajari
Indonesia (Hindia Belanda) buatan kartografer (umumnya peta yang dibuat secara amatiran). Ada
Jepang sejak dekade ke-3 abad ke-20. Namun banyak buku teks pelajaran geografi untuk masing-
berbeda dengan peta-peta Indonesia yang dibuat masing tingkatan kelas ini yang dibuat pada tahun
sebelumnya, peta Indonesia yang dibuat Jepang ini 1950-an dan 1960-an. Kiranya hal ini menarik
nampaknya merupakan bagian dari peta “Asia untuk diteliti lebih lanjut
Timur Raya”, dengan kata lain, pada peta Hindia
Belanda tersebut juga ditampilkan kawasan lain di Pola pengajaran ilmu bumi dan
Asia Tenggara dan Asia Timur, bahkan sebagian “pembacaan” peta dilakukan dengan cara bercerita
wilayah di Samudera Pasifik (ingat sejak dekade (terutama untuk kelas tiga dan empat). Karena itu
ke-2 abad ke-20 Jepang juga telah mempunyai buku-buku teks mata pelajaran ilmu bumi untuk
daerah koloni di Pasifik). Sejak dekade 1920-an, kelas tiga dan empat yang terbit tahun 1950-an dan
para pembuat peta Jepang ternyata tidak hanya awal 1960-an cenderung bersifat deskriptif-naratif.
membuat peta wilayah Indonesia secara umum, Untuk mendukung “sosialisasi” pengajaran ilmu
tetapi juga membuat peta pelayaran, peta laut, dan bumi dan penyebarluasan peta ini, maka
peta kawasan pantai Indonesia. Kegiatan ini relatif pemerintah juga mengapresiasi penulis yang
tidak banyak terpublikasi. Namun menurut Parada menerbitkan buku-buku “petualangan” atau buku-
Harahap, pada tahun 1933 peta pelayaraan, peta buku “perjalanan” yang mencerita wilayah pada
laut, dan peta kawasan pantai Indonesia yang tingkat kabupaten provinsi atau keseluruhan
dibuat Jepang jauh lebih lengkap bila republik.
dibandingkan dengan peta yang sama yang dibuat
oleh Belanda. Sejarah, sebagai ilmu yang tidak bisa
dipisahkan dengan ruang juga menjadi pelajaran
Sesuai dengan spirit Jepang yang ingin wajib pada era pasca-pengakuan kedaulatan.
mewujudkan Asia Timur Raya, maka salah satu Sejarah menjadi mata pelajaran dan bidang ilmu
arti kehadiran Jepang di Indonesia dalam lapangan yang favorit dan penting saat itu. Buku-buku
ilmu bumi (geografi) adalah dalam hal pengubahan sejarah banyak ditulis dan dipublikasikan.
posisi Indonesia (dan Asia) dalam peta dunia. Sejarawan pun “naik daun”. Sama dengan ilmu
Sejak zaman Jepang mulailah dibuat secara masif bumi, sejarah dijadikan sebagai sarana untuk lebih
peta dunia yang menempatkan Asia pada bagian menumbuhkan rasa cinta anak negeri kepada
sentral peta dunia. Sejalan dengan itu peta-peta bangsa dan negara ini. Sama juga dengan ilmu
Indonesia yang disatukan dengan kawasan lain di bumi, terjadi pula apa yang dinamakan
Asia Tenggara, Asia Timur dan kawasan Pasifik “dekolonisasi” dalam penulisan sejarah, yakni
juga semakin banyak dibuat dan diperkenalkan pengingkaran unsur-unsur kolonial dalam
kepada masyarakat luas.

27

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

penulisan sejarah Indonesia. Dalam penulisan yang disajikan bermutu tinggi dan “sejarah” yang
sejarah “terbaru” ini orang Indonesia telah menjadi ditampilkan mencakup sejarah dalam arti yang
aktor utama sejarah negerinya, orang Indonesia luas, hampir tidak ada aspek sejarah bangsa dan
telah menjadi titik sentral sejarah negerinya, orang Indonesia di masa lampau yang tidak
bahkan - pada hal-hal tertentu - juga dalam sejarah tercakup dalam karyanya ini. Apa yang telah
dunia. dilakukan Robert Cribb ini selayaknya diikuti oleh
penerbitan atlas sejarah-atlas sejarah lainnya oleh
Pada tahun 1950-an, terdapat keterkaitan anak bangsa ini misalnya untuk tingkat daerah.
yang kuat antara pelajaran ilmu bumi dan sejarah.
Hal ini, antara lain, bisa dilihat dari buku teks ilmu Peta atau atlas untuk daerah memang
bumi (terutama untuk kelas tiga dan empat) yang sangat dirasakan signifikansinya akhir-akhir ini.
berisikan deskripsi sejarah. Gambaran sejarah ini, Otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan
seperti kisah seorang pahlawan atau sebuah menuntut adanya peta atau atlas daerah yang baik
kejadian historis, umumnya diberikan ketika serta bermutu tinggi. Dari sejumlah peta atau atlas
membahas sebuah kota atau wilayah tertentu. daerah yang telah dibuat dan dipublikasikan (untuk
umum) terlihat bahwa pengerjaan masih belum
Keterkaitan sejarah dengan ilmu bumi, begitu sempurna dan mutunya masih dibawah
dan deskripsi sejarah dengan uraian pada buku teks standar. Kenyataan ini tentu kurang baik, apalagi
ilmu bumi, secara langsung atau tidak, telah apresiasi warga umumnya dan anak didik
memberi inspirasi pada Muhammad Yamin untuk khususnya terhadap peta dewasa ini mulai tumbuh.
menerbitkan buku Atlas Sedjarah (1956). Apa Bahkan di beberapa daerah, peta atau atlas daerah
yang dilakukan Muhammad Yamin kemudian menjadi kitab pegangan utama dalam pengajaran
diikuti oleh beberapa penulis lainnya, terutama muatan lokal. Di Sumatra Barat misalnya, banyak
pada tahun 1970-an. Namun berbeda dengan karya guru menggunakan peta atau atlas tematik Provinsi
Yamin, atlas sejarah yang dibuat tahun 1970-an Sumatera Barat dalam pelajaran Budaya Alam
(akhir 1970-an dan awal 1980-an) lebih terfokus Minangkabau (BAM). Dari beberapa guru yang
pada atlas sejarah daerah. Fenomena ini tentu mengajar mata pelajaran ini diketahui, bahwa pola
berhubungan dengan latar belakang pembuatan pengajaran seperti itu (menggunaan peta tematik
atlas sejarah tersebut, yakni sebagai bagian dari daerah) diterapkan karena ada pesan dari pejabat,
proyek inventarisasi dan dokumentasi sejarah dan kepala dinas pendidikan (kabupaten/kota dan
kebudayaan nasional Departemen Pendidikan dan provinsi) bahkan kepala daerah (bupati/walikota
Kebudayaan RI. Berbeda pula dengan karya dan gubernur) yang meminta mereka
Muhammad Yamin yang dikerjakan dengan cara menggunakan peta/atlas tematik daerah dalam
relatif profesional, sebagian besar atlas sejarah pelajaran BAM. Fenomena yang sama juga
yang terbit di akhir tahun 1970-an dan awal 1980 ditemukan di Riau dan Jambi. Ada permintaan dari
ini terkesan dikerjakan secara amatiran. Bahkan “pejabat berwenang” untuk mengunakan peta atau
sebagian besar atlas sejarah yang dibuat dalam atlas tematik daerah guna mendukung pengajaran
“proyek” ini diterbitkan dalam bentuk buku, muatan lokal. Karena itu, perlu dan penting
sehingga tidak banyak warga masyarakat yang kiranya peta dan atlas yang disajikan adalah
mengambil manfaat dari keberadaannya. Padahal, peta/atlas yang memenuhi kaidah pembuatan
bisa dipastikan, anggaran yang dihabiskan untuk peta/atlas yang sesungguhnya. Sama dengan era
itu tidak sedikit jumlah. 1950-an, penggunaan peta/atlas tematik daerah ini
ditujukan untuk memperkenalkan warga daerah
Era 1980-an juga ditandai dengan mulai umumnya dan peserta didik pada khususnya pada
munculnya atlas sejarah (terutama atlas sejarah daerah mereka. Dari pengenalan tersebut
Indonesia) yang dibuat dan diterbikan oleh penulis diharapkan mereka tahu, setelah tahu diharapkan
dan penerbit Indonesia. Walaupun demikian, muncul rasa sayang, dan dari rasa sayang
dilihat dari mutu peta dan isi (deskripsi) historis diharapkan timbul rasa cinta pada daerah (serta
yang disajikan memang perlu ditingkatkan. cinta ada nusa atau bangsa). Bukankah ada
Terdapat kecenderungan dari para penulis/penerbit ungkapan lama yang tetap populer di tengah
atlas sejarah ini untuk mereduksi lukisan sejarah masyarakat kita: “tak kenal maka tak tahu, tak tahu
hanya pada sejarah politik semata. Peta dan deskris maka tak sayang, dan tak sayang maka tak cinta”.
sejarah yang umumnya ditampilkan hanya peta
wilayah/daerah kerajaan dan sejarah perang Gairah masyarakat terhadap peta akhir-akhir ini
semata. Karena itu sangat pantas dihargai ikhtiar sejatinya diapresiasi dengan serius oleh berbagai
Robert Cribb yang membuat dan menerbitkan pemangku kepentingan. Berbagai lembaga yang
Historical Atlas of Indonesia (2000) dan berhubungan dengan dunia peta (dan georafi),
diperbarui menjadi Digital Atlas of Indonesian secara langsung atau tidak, dituntut untuk ikut-
History (2010). Sangat berbeda dengan karya-
karya (atas sejarah) sebelumnya, buah karya
Robert Cribb ini memang pantas diapresiasi. Peta

28
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

serta menindaklanjuti munculnya gairah “berpeta- Sosialisasi Penulisan Sejarah Indonesia
rianya” warga masyarakat ini. Tanpa bermaksud dirangkai dengan Peringatan 50 Tahun
mengurangi porsi peran lembaga-lembaga yang Seminar Sejarah Nasional Pertama (1957-
lain, peran-serta Bakosurtanal menjadi sangat 2007) dengan Tema Historiografi
penting. Tangungjawab pembuatan peta yang Indonesia: Kilas Balik dan Tantangan
“benar” dan “sesungguhnya” berada di tangan Masa Depan” di Cipanas, Jawa Barat, 12-
lembaga ini. 14 Desember 2007.

Bila upaya lembaga di atas tidak ------, “Geography, Historiography and Regional
maksimal, dikhawatirkan kecambah gairah Identity: West Sumatra in the 1950s”
“berpeta-ria” masyarakat ini akan tumbuh secara dalam Hanneman Samuel & Henk Schulte
tidak/kurang sempurna atau malah bisa salah Nordholt (eds.), Indonesia in Transition:
jadinya. Pengalaman di masa lampau, sebagai Rethinking ‘Civil Society’, ‘Region’ and
contoh pengalaman Sumatera Barat menjelang ‘Crisis’ (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
PRRI menunjukkan bahwa peta (dan sejarah) 2004), hal. 129-146.
pernah digunakan untuk keperluan yang bersifat
disintegratif. Peta daerah (administratif) saat itu Harley, J. B., and Paul Laxton. The New Nature of
diplesetkan sehingga identik dengan peta Maps: Essays in the History of
wilayah/daerah budaya. Para pelajar dan warga Cartography. Baltimore: Johns Hopkins
masyarakat diyakinkan dengan peta tersebut University Press, 2001.
tentang wilayah “baru” mereka. Pola pembuatan
peta seperti ini membanggakan di Sumatera Barat “Kaartbeschrijving” dalam ENI Deel II. ‘s-
dan menyakitkan atau bahkan melukai perasaan di Gravenhage, Leiden: Martinus Nijhoof
kawasan Riau dan Jambi. Ini pulalah salah satu dan E.J. Brill, 1921. hal. 227-243.
(dari sekian banyak) penyebab munculnya
pergolakan daerah di Sumatera Tengah pada Klooster, H.A.J., Indonesiers Shrijven Hun
parohan kedua 1950-an. Situasi sosial dan politik
Indonesia saat sekarang, terutama bila dikaitkan Geschiendenis: De Ontwikkeling van de
dengan “kegilaan” berotonomi daerah dan
berdesentralisasi, untuk kadar tertentu identik Indonesische Geschiedbeofening in
dengan suasana tahun 1950-an, pada saat-saat
sebelum terjadinya PRRI dan Permesta khususnya. Theorie en Praktijk 1900-1980.
Kegairahan sebagian daerah, pejabat daerah
menggelorakan pengajaran budaya daerah (sebagai Dordrecht, Cinnaminson: Foris
muatan lokal) yang menyertakan peta/atlas daerah,
bila tidak dikawal dengan baik bisa menimbulkan Publication, 1985.
efek yang tidak diharapkan. Apalagi bila disertai
dengan penulisan sejarah (daerah) yang Leur, J.C., van, Indonesian Trade and Sociey:
daerah/regionalsentris pula. Bukanlah sejarah telah Essays in Asian Social and Economi
membuktikan, salah membuat dan membaca peta Histoy. The Hague: W. Van Hoeve
pernah menimbulkan bentrok antar warga dan Publisher Ltd., 1967.
pemerintahan, dan salah “menulis” sejarah dari
pembacaan peta yang salah juga pernah Muhammad Yamin, Atlas Sejarah: Jaiu Risalah
menimbulkan bencana (perang)? Wallahu’alam Berisi 83 Peta, Melukiskan Perdjalanan
bissawab. Sedjarah Indonesia dan Sedjara Duia
untuk Dirgunakan Dipelabagai
Achmad Jamil dkk., Atlas Sejarah untuk Perguruan. Amsterdam, Djakarta:
SLTP/MTs, & Sederajat. N.p.: Mastara, Djambatan 1956.
2007.
Parada Harahap, Menoedjoe Matahari Terbit
Chaid Latif, Atlas Sejarah: Indonesia dan Dunia. (Perdjalanan ke Djepang) November
Jakarta: Pembina, 1992. 1933-Januari 1934. Batavia: N.V. Elect.
Drukkerij & Uitg. Mij, 1934.
Cribb, Robert, Historical Atlas of Indonesia.
Richmond, Surrey: Curzon, 2000. Ruggles, R., “The Teaching of the History of.
Cartography”, International Cartographic
------, Digital Atlas of Indonesian History. Association Report, Budapest, 1989.
Copenhagen: NIAS, 2010.
Suprihadi, Atlas Sejarah Dunia. Surabaya:: Karya
Gusti Asnan, “Geografi dan Penulisan Sejarah”, Pembina Swajaya, 2001.
Makalah Disampaikan pada “Kegiatan
Suseno D. Kusumo Wijoyo. Atlas Tematik
Provinsi Seri Pendidikan: Provinsi
Sumatera Barat. Jakarta Anak Saleh
Pratama, 2006.

“Topographische Dienst” dalam ENI Del IV. ‘s-
Gravehage, Leiden: Martinus Nijhoof dan
E.J. Brill, 1921. hal. 406-414.

Tugiyono K.S., Atlas dan Lukisan Sejarah
Nasional Indonesia: Untuk Sekolah

29

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI Tonnesson and Hans Antlov (eds.), Asia
Forms of the Nation. Richmond: Curzon
Menengah dan Umum. Jakarta: Baru, Press, 1996, hal. 67-91
1982.
Winichaul, Thongchai ‘Maps and the Formation
of th Geo-Body of Siam’ dala Stein

30
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Haliadi- Sadi

tersebut cocok dengan definisi peta yang

Teluk Tomini yang hadir dalam wacana menyatakan bahwa peta adalah “representasi dari
ilmu sejarah masih perlu direkonstruksi untuk muka bumi ke dalam peta datar.” Hal itu berarti
mendalami proses perkembangnannya terutama bahwa setiap orang yang membuat peta pada
yang ditampilkan dalam perkembangan sumber zaman tertentu berarti membuat representasi nama
peta Pulau Sulawesi. Akhir-akhir ini wilayah terhadap obyek kawasan yang gambarkan petanya.
Teluk Tomini mendapat perhatian khusus dari Setiap orang atau ilmuwan hanya
Kabupaten-Kabupaten yang ada dipesisir Teluk merepresentasikan apa yang diketahui tentang
Tomini Baik itu Kabupaten yang ada di Provinsi wilayah tersebut. Bisa jadi, wilayah yang dijumpai
Sulawesi Tengah maupun Provinsi Gorontalo dan hanya Buol sehingga disebut sebagai teluk Buol,
Provinsi Sulawesi Utara. Sejarah kawasan laut dan juga hanya wilayah Tomini sehingga teluk
termasuk Teluk Tomini dapat didukung oleh teori tersebut disebut sebagai teluk Tomini.
yang dikembangkan oleh Fernand Braudel tentang
teori “geografical history” yang diterapkan bagi Hasil penelitian sejarah tentang Teluk
Kawasan Mediterranean.1 Geografical history Tomini hingga kini belum banyak yang
sama dengan sejarah jangka panjang (longue menuliskan, tapi dalam makalah Haliadi yang
duree), bersama ide sejarah kejadian-kejadian berjudul: “Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah Di
(l’histoire evenementielle) dan sejarah sosial atau Poso: Antara Otonomi dan Pemikiran Kekuasaan
sejarah struktural (l’histoire struturelle). Kajian Lokal”3 yang dipresentasikan pada Konferensi
menarik tentang suatu kawasan dalam sejarah yang Nasional Sejarah IX dan Kongres Masyarakat
didukung oleh sumber peta di Indonesia masih Sejarawan Indonesia di Jakarta, sedikit telah
sangat kurang dilakukan oleh sejarawan sehingga menyebutkan “Konsepsi Tomini Raya” oleh Nani
masih dapat dilakukan secara terbuka oleh Wartabone dalam pembentukan Provinsi Sulawesi
sejarawan maupun calon sejarawan atau Tengah. Hal itu berarti bahwa Teluk Tomini
mahasiswa jurusan sejarah. sebagai sebuah nama wilayah teluk
direpresentasikan dalam suatu wacana politik
Peta pada tahun 1598 yang peta dibuat pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah pada
oleh Henricus F yang berjudul “a Langeren Fecit” tahun 1960-an. Wacana ini mengindikasikan
yang menampilkan pulau Kalimantan atau Borneo adanya perubahan mendasar dari aspek lingkungan
dengan Pulau Sulawesi atau Celebes belum sama kepada aspek politik dalam kaitannya dengan
sekali menyebutkan tentang Teluk Tomini, baru 79 pemahaman tentang kawasan Teluk Tomini. Teori
tahun kemudian pada tahun 1677 oleh Jan Van Der geographical history dari Fernand Braudel
Wall menyebutkan dua nama tentang Teluk menjanjikan analisis untuk membahas
Tomini dengan sebutan “boch van Bwool” dan perkembangan wacana Teluk Tomini yang hadir
“de Bocht van Tomine”2 Teluk Buol dan Teluk dalam perkembangan sumber sejarah berupa peta
Tomini. Sumber-sumber yang ditampilkan dalam lama sehingga kajian ini dianggap penting dan
perkembangan Peta Pulau Sulawesi Tersebut juga menarik untuk ditulis. Fernand Braudel dalam
mengindikasikan tentang perkembangan melihat geographical history memberikan
pengetahuan kartografi orang Eropa terhadap wawasan bahwa perkembangan sejarah geografi
Pulau Sulawesi pada umumnya dan Teluk Tomini terjadi dalam bentuk evolusioner sebagai long
pada khususnya yang tidak tuntas. Hal ini dipicu duree atau sejarah panjang. Hal itu cocok dengan

oleh sebagian ilmuwan tidak pernah ke Teluk
Tomini dan juga ilmuwan Eropa hanya datang ke 3 Haliadi, “GERAKAN PEMUDA SULAWESI TENGAH
salah satu wilayah di kawasan teluk Tomini tidak DI POSO: Antara Otonomi dan Pemikiran Kekuasaan
Lokal” yang dipresentasikan pada Konferensi Nasional
pernah mengelilinginya secara sempurna. Teori Sejarah IX dan Kongres Masyarakat Sejarawan
yang mendukung perkembangan nama teluk Indonesia oleh Direktorat Jenderal Sejarah dan

Burbakala Direktorat Geografi Sejarah Kementerian

1 Fernand Braudel, The Mediterranean and the Kebudayaan dan Pariwisata RI di Jakarta tanggal 5 – 8
Mediterranean World in the Age of Philip II. 2 jilid Juli 2011, hal. 7; baca juga: Haliadi, Integrasi Dalam
(New York: Harper & Row, Publisher, 1966). Sejarah Pasca Kolonial di Sulawesi Tengah,
Disampaikan pada Dialog Interakif Kesejarahan yang
2 E.C. Abendanon, Expedition De La Celebes Centrale, diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Nilai Sejarah

Voyages Geologiques et Geographiques a Travers La dan Purbakala RI dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Celebes Centrale Volume III (Leyde: Librairie et Provinsi Sulawesi Tengah di Hotel Palu Golden pada

Imprimerie Ci-Devant E.J. Brill, 1918), hal. 1454. tanggal 24 Nopember 2009, hal. 8.

31

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

perkembangan zaman penamaan Teluk Tomini Sumber peta dalam negeri yang tertua
yang terjadi pada tahun 1677 hingga tahun 1919. antara lain Peta Amanna Gappa dalam buku
Lumban Tobing yang dapat ditampilkan sebagai
berikut ini.

PETA AMANA GAPPA:

Peta paling tertua yang ditampilkan oleh Ioannes Iansonius tahun 1633, Huych Allardt
Iohan Blaeu tahun 1669 juga telah menyebutkan tahun 1652, N. Visscher tahun 167059 dan belum
“du Golfe de Tominie.58 Skala peta yang menyebutkan Teluk Tomini.
ditampilkan oleh Blaeu adalah 1: 1.650.000
dengan ukuran 107X87,5. Peta Blaeau
sesungguhnya merupakan peta ke 10 dari
Sembilan peta kuno Pulau Sulawesi yang tercipta
sejak tahun 1598 oleh Lodewijcksz, kemudian
Olivier van Noort tahun 1601, Iodocus Hondius
tahun 1611, Joris van Spilberger tahun 1619,
Hessel Gerritsz tahun 1622, Henricus Hondius dan

58 “La Cartografphie De La Celebes, Tenue Secrete, De La 59 “La Cartographie Neerlandaise de la Celebes, D’Apres

V.O.I.C. 1643-1800;Periode de Grand eser, dalam: E.C. Des Modeles Etrangers, 1590-1670,” dalam: E.C.

Abendanon, Op.Cit., hal. 1473. Abendanon, Op., Cit., hal. 1449-1473.

32
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

PETA 1669
IOHAN BLAEU

Peta tua luar negeri yang menyebutkan pada tahun 1700 telah menyebutkan Teluk Tomini
Teluk Tomini disampaikan oleh Isaak de Graaf dengan sebutan “Boch van Tominie.”

PETA 1700:

33

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

ISAAK DE GRAAF

Peta tua selanjutnya oleh Gerit De Haan
tahun 1760 menyebutkan Teluk Tomini dengan
“Boch van Tominie.”

PETA 1760:
GERIT DE HAAN

34
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Kemudian pada tahun 1780-1800 wilayah 35
teluk Tomini disebutkan sebagai “”De Bogt
Tomini”60 pada Prinsipnya masih sama nama dapat
dilihat pada Peta 1780 berikut ini.

60 Evolution De La Carte De La Celebes Due A
L’Initiative Privee Au Cours De La Seconde Moitie Du
XVII, Pendant Le XVIII Et Au Commencement Du XIX
Sience 1641-1808, dalam tulisan: E.C. Abendanon,
Op.Cit., hal. 1488.

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

PETA 1780-1800:

36
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Pada tahun 1794 oleh Ri. Wilkinson dan sebagai “Gunong Telloo Bay.”
A. Arrowsmith menyebutkan Teluk Tomini

PETA 1794:
RI. WILKINSON DAN A. ARROWSMITH

Pada tahun 1805 D. Woodard menyebutkan Teluk Tomini sebagai “Guarantola Bay”61 dan peta
ini banyak diacu orang karena dimuat dalam buku ekologi Sulawesi.

PETA 1805:
D. WOODARD

61 Ibid., hal. 1511. 37

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Pada tahun 1818 Js. Van Den Bosch Tello Bay.”
menyebutkan Teluk Tomini sebagai “Coenong

PETA 1818:
JS. VAN DEN BOSCH

Pada tahun 1848 Baron G.F.von
Derfelden van Hinderstein menyebutkan Teluk
Tomini dengan sebutan “Baai Tomini of
Goenong Tello.”62

62 Cartes De La Celebes Non Europeennes 1154, 1459,
1554 et 1816-19., dalam buku: E.C. Abendanon, Op.
Cit., Hal. 1520.

38
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

PETA 1848:
BARON G.F.VON DERFELDEN VAN HINDERSTEIN

Pada tahun 1848 Baron P. Melvill van 39
Carnbee menyebutkan Teluk Tomini dengan
sebutan “Golf De Tomini on de Gorontalo.”63

63 Ibid.

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

PETA 1848:
BARON P. MELVILL VAN CARNBEE

Pada tahun 1909, C. Graandijk et J.F.
Niermever menyebutkan “Golf van Tomini” untuk
Teluk Tomini.

40
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

PETA 1909:
C. GRAANDIJK ET J.F. NIERMEVER

Pada tahun 1916-17 W. van Gelder PETA 1916-17:
menyebutkan “Tel Tomini of Gorontalo” untuk W. VAN GELDER
menyebut Teluk Tomini dari Gorontalo.

41

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

BOONSTRA VAN HEERDT DAN L. WEBER

Pada tahun 1919 oleh Boonstra van
Heerdt dan L. Weber dalam petanya menyebutkan
Teluk Tomini sebagai “Golf van Tomini of
Gorontalo,”

PETA 1919:

Perkembangan sejarah nama suatu teluk yang merepresentasikan tentang kawasan tersebut,
sungguh rumit dan membutuhkan kejelian untuk isu lingkungan mengenai peta yang digambarkan,
memperdalami literatur yang ada mengenai juga representasi dari belahan bumi yang
perkembangan geografi. Wacana ini menjanjikan digambarkan dalam peta datar. Salah satu hal yang
suatu kekayaan intelektual berupa pembuat peta dapat dilihat oleh sejarawan antara lain
perkembangan pemikiran yang dipresentasikan

42
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

dalam bentuk peta, perkembangan lingkungan Gunung Tello” dimana pada waktu itu para

hidup dan alam sekitar yang dimuat dalam peta, kartograf Barat telah melihat adanya Gunung yang

dan perkembangan nama-nama yang ditampilkan. berada di Pulau Una-Una ditemukan oleh R.

Analisis tulisan ini berusaha menampilkan sebuah Wilkinson pada tahun 1794 walau peta yang dibuat

“longduree” atau sejarah panjang nama-nama sederhana tetapi telah menunjukkan empat pulau

tentang Teluk Tomini di Pulau Sulawesi. dan dua pulau penting di Teluk Tomini yakni

Pulau Togean dan Pulau Una-Una. Gunung Tello

yang dimaksudkan disini adalah Gunung Colo

Ada beberapa nama yang dapat yang berada di Pulau itu dan pernah meletus di

disebutkan yang mendukung penamaan Teluk abad ke-20 yang menenggelamkan beberapa

Tomini sebagai Teluk Buol dan Teluk Tominie kampong Bajo di sekitarnya.

pada abad ke-17 antara lain: Iohan Blaeu, Isaak de Ri. Wilkinson membuat peta pada tahun

Graaf , dan Gerit De Haan. Namun, sebelum nama 1794 dari data-data kartografi A. Arrowsmith yang

Iohan Blaeu disebut sebagai pemberi nama tentang menyebut teluk Tomini sebagai “Gunung Tello

teluk Tomini sesungguhnya telah ada nama-nama Bay” atau Teluk Gunung Tello yang menujuk

ilmuwan kartograf yang melihat Sulawesi sebagai teluk Tomini. Mereka juga telah menyebut pulau

satu peta antara lain: Oliver van Noort, Iodocus Peling, Banggai sebagai Cope, dan di Bagian Utara

Hondius, Joris van Spilbergen, Hessel Gerrits, telah menyebutkan Dondo di bagian Tolitoli dan

Henricus Hondius, Joannes Jansonius, Huich Boelangam menyebut Bualemo. D. Woodard

Allardt, N. Visscher. Mereka ini menampilkan peta membuat peta pada tahun 1805 yang diacu oleh

Sulawesi tanpa Teluk Tomini. Hal itu berarti Buku Sejarah Poso yang dikatakan sebagai peta

bahwa para kartograf ini belum sampai pada tertua, padahal peta sebelum ini mengenai

bagian Timur Pulau Sulawesi tetapi hanya Sulawesi sudah banyak ditampilkan oleh para
menjelajahi bagian Barat Pulau Sulawesi. Seperti Kartograf.64 Js. Van Den Bosch membuat peta

Peta yang ditampilkan oleh Joris van Spilbergen pada tahun 1818 yang mengambil data dari peta

pada tahun 1619 yang hanya menyebutkan nama- Hindi Timur dari sumber “Kaart der

nama Tello atau Tallo, Supa, Mandar, Magadi, Nederlandsche Bezittingen in oost-Indien” dan

Durate, Tetolli atau Tolitoli, dan Manado. Johan peta yang ditampilkan mengenai Pulau Sulawesi

Blaeu membuat peta pada tahun 1669 dengan telah telah agak sedikit sempurna dibandingkan dengan

menyebut nama “du golfu de Tomini” dalam peta-peta sebelumnya. Baron G.F.von Derfelden

sebuah laporan perjalanan yang berjudul van Hinderstein membuat peta pada tahun 1842

“l’Archipel Indien depuis le Straat van Sapy. dan peta yang ditampilkan sudah lengkap dengan

Sementara Isaak de Graaf membuat peta pada kelengkapan garis lintang dan garis bujur serta
tahun 1700 yang juga membuat keterangan tentang skala yang berukuran skala 1: 2.222.222.65 C.

perjalanan dari Bone, Tolo, dan Tomini dalam Graandijk et J.F. Niermever peta yang dibuat pada

sebuah buku yang berjudul: Cartographe de la tahun 1848 ini telah menampakkan peta kontur

V.O.I.C en Holande. Ilmuwan Gerit De Haan bukan peta datar biasa karena sudah menunjukkan

membuat peta yang sudah agak kompleks pada adanya gunung di Pulau Sulawesi. Teluk Tomini

tahun 1760 yang telah menggunakan banyak disebutnya sebagai Golfe De Tomini on de

sumber-sumber perjalanan yang mendasari Gorontalo dan telah dilengkapi dengan garis-garis

pembuatan petanya. Dia menggunakan sumber Jan laut dalam dan laut dangkal di pinggir pantai serta

van der Wall, Naber, dan Klaas De Lous. pulau-pulau di Teluk Tomini sudah

direpresentasikan secara baik. Carnbee juga telah

membuat peta Sulawesi Tengah yang lengkap

Nama-nama kartograf yang membuat Peta dengan batas-batanya.

Teluk Tomini antara tahun 1794 hingga tahun

1848 antara lain: Ri. Wilkinson dan A.

Arrowsmith, D. Woodard, Js. Van Den Bosch,

Baron G.F.von Derfelden van Hinderstein, C.

Graandijk et J.F. Niermever. Perkembangan nama Periode ini adalah periode peletakaan
Teluk Tomini pada periode 54 tahun ini dasar pembuatan peta secara baik dan telah
menunjukkan sesuatu yang dapat dikatakan

perubahan yang spektakuler. Menurut penulis

perubahan itu terjadi pada perspektif para 64 Baca buku; Hasan, dkk., Sejarah Poso (Yogyakarta:
kartograf yang hanya melihat dari perspektif Tiara Wacana, 2004).
Sulawesi bagian Barat yang telah berubah kepada
perspektif baru yang melihat dari Tengah Teluk 65 Peta Hinderstein diambil dari Algemeene kaart van
Nederlandsch Oostindie te zamengteld (Muller: 1913),
Tomini yang ditandai dengan penyebutan “Teluk hal. 1.

43

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

digunakan untuk kepentingan politik orang-orang “La Cartografphie De La Celebes, Tenue Secrete,
Eropa di Wilayah Nusantara, sedangkan peta-peta De La V.O.I.C. 1643-1800;Periode de
sebelumnya hanya digunakan untuk kepentingan Grand eser, dalam: E.C. Abendanon.
perjalanan perdagangan dan petualangan dan juga
penyebaran agama Kristen. W. van Gelder “La Cartographie Neerlandaise de la Celebes,
membuat peta pada tahun 1916-1917 dengan skala D’Apres Des Modeles Etrangers, 1590-
peta 1:2750000 yang sudah dilengkapi dengan 1670,” dalam: E.C. Abendanon.
keterangan dan inset. Boonstra van Heerdt dan L.
Weber membuat Peta Sulawesi Tengah untuk Cartes De La Celebes Non Europeennes 1154,
kepentingan pemerintahan Hindia Belanda66 di 1459, 1554 et 1816-19., dalam buku: E.C.
Sulawesi Tengah lengkap dengan nama-nama desa Abendanon
dan batas-batas Kerajaan dan Onder Afdeling-
Onder Afdeling. Pada prinsipnya Peta yang dibuat E.C. Abendanon, Expedition De La Celebes
oleh Weber merupakan peta untuk kepentingan Centrale, Voyages Geologiques et
Politik Hindia Belanda yang dapat diacu oleh Geographiques a Travers La Celebes
kepentingan Provinsi, kabupaten, dan Kota di Centrale Volume III, Leyde: Librairie et
Sulawesi untuk kepentingan pemekaran wilayah Imprimerie Ci-Devant E.J. Brill, 1918.
dan penamaan-penamaan hasil pemekaran.
Evolution De La Carte De La Celebes Due A
Berdasarkan 14 buah peta Sulawesi yang L’Initiative Privee Au Cours De La
ditampilkan telah menyebutkan nama Teluk Seconde Moitie Du XVII, Pendant Le
Tomini yang dibuat sejak tahun 1669 hingga tahun XVIII Et Au Commencement Du XIX
1919 terdapat beberapa variasi penamaan dan Sience 1641-1808, dalam tulisan: E.C.
penyebutan berdasarkan ilmu pengetahuan Abendanon
kartografi yang dimiliki dan berdasarkan
pengalaman kunjungan para kartograf di wilayah Fernand Braudel, The Mediterranean and the
Sulawesi termasuk Teluk Tomini. Kesimpulan Mediterranean World in the Age of Philip
yang dapat ditarik sebagai penutup artikel ini II. 2 jilid, New York: Harper & Row,
antara lain: Pertama, Peta yang ditampilkan oleh Publisher, 1966.
Iohan Blaeu, Isaak de Graaf, dan Gerit De Haan
pada tahun 1669 hingga tahun 1760 merupakan Haliadi, “GERAKAN PEMUDA SULAWESI
peta sederhana untuk kepentingan geografi
lingkungan untuk memahami wilayah. Kedua, Peta TENGAH DI POSO: Antara Otonomi dan
yang ditampilkan oleh Ri. Wilkinson dan A.
Arrowsmith, D. Woodard, Js. Van Den Bosch, Pemikiran Kekuasaan Lokal” yang
Baron G.F.von Derfelden van Hinderstein, C.
Graandijk et J.F. Niermever pada tahun 1794-1848 dipresentasikan pada Konferensi Nasional
menunjukkan bahwa sudah ada perkembangan
pemahaman dari kartograf yang sudah dapat Sejarah IX dan Kongres Masyarakat
digunakan untuk pelayaran dan perdagangan di
kawasan Teluk Tomini. Ketiga, Peta yang dibuat Sejarawan Indonesia oleh
oleh W. van Gelder hingga Boonstra van Heerdt
dan L. Weber pada awal abad ke-20 sudah DirektoratJenderal Sejarah dan Burbakala
dijadikan panduan penting untuk penaklukan
wilayah Hindia Belanda di kawasan Teluk Tomini Direktorat Geografi Sejarah Kementerian
dan sekitarnya termasuk dasar untuk pemekaran-
pemekaran wilayah pada masa Hindia Belanda di Kebudayaan dan Pariwisata RI di Jakarta
Sulawesi Utara dan Tengah terutama pembentukan
Afdeling, onder Afdeling, dan Distrik-Distrik di tanggal 5 – 8 Juli 2011.
Pulau Sulawesi.
Haliadi, Integrasi Dalam Sejarah Pasca Kolonial di
Sulawesi Tengah, Disampaikan pada
Dialog Interakif Kesejarahan yang
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Nilai Sejarah dan Purbakala RI dan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Sulawesi Tengah di Hotel Palu Golden
pada tanggal 24 Nopember 2009.

Hasan, dkk., Sejarah Poso. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2004.

Hinderstein, diambil dari Algemeene kaart van
Nederlandsch Oostindie te zamengteld,
Muller: 1913

Sartono Kartodirdjo, dkk., Ikhtisar Keadaan Politik
Hindia Belanda Tahun 1839-1848,
Jakarta: ANRI., 1973.

66 Sartono Kartodirdjo, dkk., Ikhtisar Keadaan Politik
Hindia Belanda Tahun 1839-1848 (Jakarta: ANRI.,
1973).

44
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Edward L Poelinggomang

Penduduk Sulawesi Selatan, meskipun tanaman dagang. Pembatasan ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengarahkan pembahasan ini tidak
sebagian bergiat dalam bidang pertanian dan terbuai kelak dengan hal lain yang berkaitan
dengan kegiatan dan kehidupan kemaritiman.
perikanan, diungkapkan dalam berbagai karya
Untuk mengetahui kemaritiman
sebagai pelaut dan pedagang yang cekatan dan masyarakat ini secara baik pada periode sebelum
abad ke-16 sangat sulit, karena keterangan yang
ulung. Predikat yang diberikan itu, pada satu sisi, telah diketahui sangat pragmentaris. Dalam
Negarakartagama (ditulis oleh prapanca tahun
menunjukkan bahwa mereka dipandang sebagai 1365) tercatat sejumlah tempat di Sulawesi yang
didatangi oleh ekspedisi Majapahit yaitu:
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang Bantaeng, Luwu, Selayar, dan Uda (?) dan
kemudian sejumlah pulau yaitu: Selayar, Buton,
memadai tentang penggunaan laut sebagai Banggai, dan Makassar (?). Di mana letak
“Makassar” pada periode itu tidak dapat
infrastruktur dalam kehidupan mereka atau dengan diidentifikasikan. Dalam pemberitaan Tome Pires
(yang ditulis pada 1516) diketemukan penyebutan
perkataan lain memiliki keahlian dalam bidang daerah dari pedagang yang datang dari Ole Islands
of Macassar (ilha dos Macaccar = pulau-pulau
kemaritiman. Pada sisi lainnya menunjukkan Makassar). Penyebutan ini menempatkan seluruh
Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya, bahkan
bahwa mereka memiliki keahlian dalam tata dan termaksut Kalimatan sehingga pulau itu dalam
peta pedagang Portugis disebut A gramde ilha de
teknik perniagaan pada masanya. Karangan ini Maguacer (Pulau Makassar yang besar).

diarahkan untuk mengungkapkan hal-hal yang Penduduk dari negeri ini, berdasarkan
cacatan Portugis, telah lama melakukan perniagaan
telah mendasari predikat yang dipautkan pada dengan Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan dengan
tempat-tempat antara Siam dan Pahang. Bila kita
penduduk ini dari dua sisi itu agar dapat dipahami menelusuri pemberitaan Tome Pires tampak bahwa
jalur utara dalam pelayaran ke Maluku baru
mengapa predikat ini dikenakan pada mereka dan diketahui pedagang Melayu pada akhir abad ke-15.
Hal itu menunjukkan bahwa pedagang-pedagang
bukan kepada pedagang Melayu dan Jawa yang Melayu mengetahui jalur itu dari pedagang-
pedagang Makassar, yang selalu melakukan
dipandang lebih awal tercatat dalam sejarah pelayaran dari negeri mereka ke Siam hingga
Pahang dan Pegu (Birma) pada waktu muson timur
melakukuan kegiatan itu. laut dan kembali ke negeri mereka atau menelusuri
ke Sumatera dan Jawa pada waktu muson barat
Gambaran faktor-faktor penentu predikat laut.

itu, pada dirinya, hanya membentuk suatu Pedagang dari negeri-negeri Makassar
yang datang berniaga di Malaka, oleh Tome Pires
kerangka dari kehidupan kemaritiman. Kerangka itu dapat dikelompokan dalam: pertama adalah
para pedagang yang melakukan kegiatan
itu baru dapat hidup apabila diberi daging dan perdagangan dengan membawa beras putih dan
sedikit emas, dan kedua adalah mereka berlayar
darah, suatu perlambang yang menunjuk pada bersama istri dan melakukan perampokan dan
menjual barang rampokan itu dan juga budak yang
dinamika intern dan kegiatan itu. Dinamika itu ditawan. Jika pemberitaan ini dikaitkan dengan
budaya di negeri-negeri itu, maka jelas bahwa
terletak pada manfaat kegiatan itu, baik dari segi kelompok yang disebutkan terakhir itu adalah Bajo
atau Sama (penduduk aquatik), sementara yang
keuntungan ekonomis maupun dari segi lainnya adalah orang Makassar, Bugis, Mandar,

keuntungan dinamisnya. Keuntungan ekonomis

berkaitan dengan surplus modal usaha, sementara

keuntungan dinamis pada proses peningkatan dan

memajukan kegiatan perniagaan, yang pada

gilirannya menyangkut dua hal penting, yaitu

pengelolaan sumber-sumber yang sebelumnya

dipandang tidak ekonomis menjadi sumber

ekonomi yang mendatangkan surplus (vents for

surplus) dan pengembangan kemampuan dalam

melaksanakan kegiatan ekonomi yang umumnya

diperoleh berkat hasil dari hubungan ekonomi

dalam kegiatan kemaritiman (highway of

learning).

Dalam pengkajian kehidupan

kemaritiman masyarakat ini, pembahasan dibatasi

pada persoalan keuntungan dinamis, suatu manfaat

dari kegiatan pelayaran dan perdagangan yang

menuntut kepada usaha mempertahankan,

membina, dan mengembangkan usaha. Dalam hal

ini pengambil-alihan pengetahuan dan teknologi

akan lebih diarahkan pada persoalan menyangkut

kehidupan kemaritiman dari pada kegiatan

perdagangan. Demikian pula halnya menyangkut

pemungsian sumber-sumber yang sebelumnya

tidak ekonomis lebih terarah pada perluasan

jaringan pelayaran dari pada pengembangan

45

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

dan Selayar, kelompok yang digambarkan Sulawesi Selatan tampak memperkuat keterlibatan
memiliki ciri seperti orang Siam. mereka dalam kegiatan kemaritiman dan
perniagaan. Bahkan letak daerah ini, dipandang
Bila diperhatikan barang dagangan dari sudut keadaan muson, sangat strategis dalam
mereka ketika itu, mungkin dapat diperkirakan perniagaan di kawasan Asia Tenggara. Itulah
bahwa mereka belum terlibat dalam pelayaran sebabnya tercatat dalam berbagai catatan para
niaga ke Maluku, karena mereka tidak pedagang asing sejumlah besar nama kota
memperdagangkan komoditi terpenting ketika itu pelabuhan tua di daerah ini.
yang hanya diperoleh di Maluku (rempah-rempah)
dan Nusa Tenggara Timur (kayu cendana). Namun Kehadiran pedagang luar (asing ketika
bila ditelusuri pelayaran niaga mereka ke Jawa, itu) ke kota pelabuhan di wilayah Sulawesi Selatan
seperti yang dilakukan oleh pedagang dari Tallo ini berpengaruh terhadap kebijaksanaan
pada akhir abad ke-15, tampak bahwa ketertiban pemerintah setempat. Kerajaan yang memiliki
mereka ke Maluku dan Timor sudah berlangsung ambisi yang besar untuk dapat mengawasi
lama dan terdapat kemungkinan komoditi itu kegiatan perniagaan di kawasan itu adalah
hanya dipasarkan di kota pelabuhan negeri mereka kerajaan Gowa Tallo atau lazim disebut kerajaan
sendiri atau ke Jawa, seperti Gresik dan Banten. Makassar. Itulah sebabnya setelah dua kerajaan itu
Peningkatan pelayaran niaga ke Maluku dan Timor membentuk satu kesatuan (1528), dicanangkan
baru meningkat secara drastis pada awal paruh usaha penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan
kedua abad ke-16. Peningkatan itu berkat pesisir dan kerajaan agraris yang potensial di
pengenalan jalur baru melalui Buton memasuki kawasan itu. Politik penaklukan itu dimaksudkan
Maluku; jalur ini tampak diperkenalkan oleh untuk memaksa kerajaan-kerajaan pesisir itu
pedagang Melayu, karena sebelumnya jalur mengalihkan kegiatan perniagaan mereka ke
pelayaran ke Maluku dilakukan melalui jalur pelabuhan Tallo dan Somba Opu; dalam
Selatan: mereka melakukan pelayaran ke kenyataannya kerajaan-kerajaan itu tetap
Sumbawa atau Flores, seperti yang diriwayatkan mengembangkan perniagaan di wilayah masing-
pada pelayaran Raja Tallo, Tunilaburi Suriwa masing. Perkembangan itu mendorong raja
(memerintah sekitar tahun 1490) kemudian Makassar, Tunipalangga Ulaweng (1546-1565)
meneruskan ke Maluku? melaksanakan kebijaksanaan penaklukan baru,
yaitu menaklukan dan mengangkut orang dan
Berdasarkan gambaran itu dapat barang dari kerajaan taklukan itu ke wilayah
disimpulkan bahwa kegiatan kemaritiman pelabuhan antara Tallo dan Somba Opu,
penduduk Sulawesi Selatan dalam bidang kebijaksanaan yang dikenal dengan makkanama nu
perdagangan sebenarnya telah berkembang mammio (aku bertitah dan kamu taati).
sebelum kontak dengan pedagang Melayu dan
Jawa. Kontak perniagaan dengan dua kelompok Kebijaksanaan itu berakibat kota
pedagang itu berpengaruh terhadap parluasan jalur pelabuhan-kota pelabuhan kerajaan taklukan
dan jaringan perniagaan mereka. Keterlibatan menjadi sirna. Pada pihak lain kota pelabuhan-kota
mereka dalam kegiatan kemaritiman itu juga yang pelabuhan kerajaan Makassar berkembang sebagai
memungkinkan pedagang Melayu dan Jawa pusat kegiatan perniagaan di kawasan itu. Jika
memindahkan kegiatan mereka ke Makassar ketika sebelumnya, antara kota pelabuhan Tallo dan
Malaka dikuasai oleh Portugis pada 1511 dan Somba Opu terpisah, namun kemudian berkat
pelabuhan-pelabuhan pesisir utara Jawa oleh VOC penghadiran penduduk kota pelabuhan kerajaan
sekitar pertengahan paruh pertama abad ke-17. taklukan maka daerah antara dua pelabuhan itu
mulai berkembang menjadi daerah kegiatan
Keterlibatan mereka dalam dunia perniagaan; keseluruhan wilayah itu yang
pelayaran niaga itu dimungkinkan oleh keadaan kemudian dikenal dengan Pelabuhan Makassar.
pesisir mereka. Alfred Thayer Mahan menyatakan Pemusatan kegiatan perniagaan penduduk yang
bahwa apabila keadaan pantai suatu negara bergiat dalam dunia niaga di kawasan itu yang
memungkinkan penduduknya turun ke laut, maka akhirnya berhasil menempatkan kota pelabuhan itu
mereka akan lebih bergairah untuk mencari sebagai pusat perniagaan dan pelabuhan transito
hubungan keluar melalui laut (Leur, 1941). terbesar di kepulauan Indonesia. F.W. Stapel
Dorongan untuk menjalin hubungan dengan mengungkapkan keadaan perdagangan di
wilayah luar berkaitan dengan kecenderungan Makassar pada permulaan abad ke-17 sebagai
penduduknya untuk berdagang yang pada berikut:
gilirannya akan melibatkan kebutuhan untuk
memproduksi barang dagangan. Pernyataan ini “perdagangan Makassar memiliki
menempatkan keadaan geografi sebagai faktor karakter yang menarik perhatian: negeri
keterlibatan penduduk dalam dunia kemaritiman, ini sendiri kurang atau tidak
khususnya dalam kaitannya dengan perdagangan. menghasilkan produksi ekspor. Kecuali
Pendapat ini bila dijabarkan dengan keadaan di tumbuh padi berlimpah dan kualitas

46
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

terbaik dan murah, juga terdapat ternak kemaritiman dan perniagaan merupakan karakter
(bahkan babi sebelum 1603). Orang manusia Bugis dan Makassar. Itulah sebabnya
Portugis dari Malaka dan Maluku juga ketika pusat perniagaan Makassar dilumpuhkan
mengambil dari sini terutama bahan oleh VOC (1667-1846), pelaut dan pedagang dari
makanan untuk kapal-kapal dan daerah daerah ini mengembara keluar untuk mencari pusat
pendudukan mereka. Tetapi yang lebih kegiatan lain sebagai pangkalan mereka: pesisir
penting, Makassar adalah perdagangan timur dan barat Kalimantan terus ke wilayah zona
transitonya dan rempah-rempah dan kayu perdagangan Selat Malaka. Berbagai laporan
cendana. Sebelum kedatangan orang pemerintahan Belanda maupun country traders
Eropa, orang Makassar adalah pelaut Inggris, mereka tetap terus memainkan peranan
ulang. Barang dagangan yang baru penting dalam kegiatan itu. Bahkan pihak Inggris,
disebutkan itu mereka muat dalam perahu dalam pengembangan pusat niaga di dunia
dan yang mereka dari Maluku dan Melayu, memanfaatkan pelaut dan pedagang Bugis
Kepulauan Sunda Kecil dan membawa dan Makassar. Kemudian pusat niaga yang dicapai
melalui Makassar ke pelabuhan- oleh Inggris menimbulkan kecemasan pihak
pelabuhan yang terletak di bagian utara pemerintah Hindia Belanda; kecemasan itu
dan barat. Di samping itu orang-orang berlandas pada keberhasilan Inggris memperoleh
Bugis, Melayu, dan Jawa juga membawa produksi dari kepulauan Indonesia yang layak dan
produksi mereka untuk di perdagangkan memasarkan produksi industrinya ke seluruh
di Makassar…”. wilayah kepulauan itu berkat bantuan dari warga
dari koloninya. Kenyataan itu mendorong
Pernyataan Stapel ini jelas menunjukkan pemerintah Hindia Belanda bergiat menarik
terjadinya pemusatan kegiatan dari pedagang- kembali dan memanfaatkan jasa penduduknya itu.
pedagang yang ketika itu berperang penting dalam Dalam hal ini diusahakan membuka bandar niaga
dunia niaga. Di antara semua pedagang itu, ia yang sebelumnya merupakan kebanggaan
memberikan predikat terbaik pada “pedagang penduduk itu dan menempatkannya sebagian
Makassar”. Pedagang Makassar itu sepatutnya pelabuhan bebas, mengikuti kebijaksanaan Inggris
tidak dipandang sebagai kelompok etnik Makassar atas Pulau Pinang dan Singapura, dan juga
pedagang-pedagang yang berasal dari kota pelabuhan-pelabuhan lain yang merupakan
pelabuhan Makassar, yang meliputi penduduk pangkalan kegiatan mereka. Pada tahun 1846
Tallo, Gowa, dan penduduk dari kerajaan taklukan diumumkan rencana pelaksanaan pelabuhan bebas
yang dibawah ke Makassar seperti: Siang bagi pelabuhan Makassar pada 1 Januari 1847,
(Pangkajene), Bacukiki, Supa, Napo (Balanipa), kemudian menyusul: Kaili, Ternate, Ambon, dan
Sidenreng, Wajo, dan lainnya. Peranan yang Banda pada 1848. Salah satu alasan pembukaan
dimainkan oleh pedagang-pedagang itu telah pelabuhan bebas Makassar itu dinyatakan:
menempatkan bandar niaga itu sebagai bandar
niaga terpenting, dan kemajuan yang dicapai itu Jiwa dagang penduduknya (Sulawesi
menurut Anthony Reid, dalam kajian tentang Selatan, pen) melebihi berbagai penduduk
perdagangan Makassar, menunjukan sejarah di daerah lain dalam wilayah Hindia
pertumbuhan perdagangan yang menampilkan Belanda sehingga ingin dijadikan pusat
kisah kemajuan dan keberhasilan yang luar biasa kegiatan niaga bagi penduduk di wilayah
dalam sejarah Indonesia. pendudukan dan kerajaan-kerajaan
sekitarnya.
Kemajuan kota pelabuhan Makassar
tampaknya bukan merupakan faktor yang Pernyataan ini menunjukan bahwa pelaut
menguatkan ketenaran pelaut dan pedagang dari dan pedagang dari Sulawesi Selatan tetap
daerah ini. Ketenaran mereka itu sesungguhnya diunggulkan. Hal itu terbukti karena hasil
ditentukan oleh semangat kemaritiman dan jiwa kebijaksanaan itu adalah semakin banyak
dagang. Hal itu juga tampak dalam pernyataan dari pedagang dari Sulawesi Selatan mengalihkan
Sultan Alauddin (1593-1639) dalam menanggapi perhatian ke Makassar. Jika pada waktu belum
tuntutan VOC untuk melarang penduduknya menjadi pelabuhan bebas hanya dikunjungi sekitar
melakukan niaga ke Maluku pada 1616, 350 perahu setiap tahun, maka pada tahun pertama
berkedudukan sebagai pelabuhan bebas telah
Tidak pernah didengar seseorang dilarang mencapai 1324 perahu atau meningkat sekitar
berlayar di laut. Jika engkau (VOC, pen) 378,28%. Kebijaksanaan pelabuhan bebas bagi
melarang pendudukan Makassar Makassar dan kemajuan awal yang dicapai itu
melakukan itu berarti engkau merampas menjadi alasan pihak inggris di Singapura
roti (makanan, pen) dari mulut mereka. memandang bahwa usaha pemerintah Hindia
Pernyataan itu bukan hanya menunjukan Belanda itu merupakan langkah persaingan dan
bahwa kerajaan Makassar menganut prinsip ingin memundurkan kedudukan Singapura.
kebebasan di laut (mare liberum), tetapi juga jiwa

47

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Pernyataan itu pada dasarnya menunjuk ruang lingkup kegiatan mereka di persempit. Kapal
pada usaha pengalihan kegiatan kelompok pelaut KPM melayani juga pelabuhan-pelabuhan kecil
dan pedagang dari Sulawesi Selatan. Itulah dengan kapal api. Pemakaian kapal api lebih
sebabnya pedagang dan pengusaha Inggris dan memperkecil risiko kecelakaan pelayaran,
Cina yang bergiat di Singapura meningkatkan sehingga semakin kurang pemakaian jasa angkutan
kontak dagang mereka dengan kelompok pedagang perahu. Tambahan pula penaklukan wilayah
itu dan meningkatkan pelayaran niaga mereka ke mereka memundurkan harapan mereka pada
Makassar dan pusat perniagaan lainnya di kawasan pemerintah mereka yang memberikan jaminan dan
timur Indonesia. Hubungan yang erat antara dukungan melakukan niaga secara bebas. Itulah
pedagang dan pengusaha Singapura dan sebabnya setelah penaklukan kerajaan-kerajaan di
keterbatasan usaha pemerintah Hindia Belanda Sulawesi Selatan, kegiatan pelayaran niaga
untuk mengimbangi pelayaran jasa angkutan laut penduduk daerah itu mundur. Usaha untuk
pada pihak lain, menyebabkan arus gerak barang menggiatkan kembali pelayaran rakyat ini baru
kurang melalui pelabuhan di Jawa. Oleh karena itu dilaksanakan oleh pemerintah pada dasawarsa
pemerintah Hindia Belanda menyatakan bahwa keempat abad ke-20.
perdagangan Makassar lebih menguntungkan
Singapura dari pada Jawa. Perdagangan, menurut Robert Gilpin,
adalah hubungan ekonomi yang tertua dan
Sehubungan dengan pernyataan itu, pihak terpenting, bahkan dapat dikatakan bahwa
pemerintah Hindia Belanda merencanakan perdagangan telah menjadi sejarah dari evolusi
pembatalan kedudukan pelabuhan bebas Makassar. hubungan internasional, meskipun pada
Rencana itu mendapat tantangan, baik dari pihak perkembangan awalnya senantiasa diikuti oleh
pengusaha dan penguasa pemerintah Belanda di perang. Perang yang terjadi itu pada dasarnya
Makassar dan kawasan timur Indonesia lainnya, berkaitan dengan usaha untuk mempertahankan
maupun pengusaha di Belanda, khususnya mereka sumber pendapatan dan kesejahteraan penguasa
yang menginginkan kebebasan berniaga. Mereka dan elite politik yang berkaitan dengan pajak
menyatakan bahwa, disamping perdagangan perdagangan. Dalam hal inilah tampak bahwa
Makassar menguntungkan semua pihak, tindakan perang yang menyertai perdagangan itu lebih
pembatalan pelabuhan bebas akan berakibat pelaut umum terjadi dalam rangka pengusaan jalur
dan pedagang dari Sulawesi Selatan akan kembali perdagangan. Keberhasilan dalam penguasaan
mengalihkan kegiatan mereka ke Singapura dan jalur perdagangan akan memberikan kesempatan
menguntungkan Inggris. Kelompok ini (Bugis dan yang terbaik bagi peningkatan pendapatan negeri
Makassar) yang memegang peranan penting dalam itu.
dunia pelayaran niaga di kawasan ini.
Dampak dari perang itu juga
Kebenaran alasan pihak yang menentang memungkinkan adanya usaha mengikuti ataupun
rencana pemerintah itu tidak dapat dibantah. Oleh mencari jalur baru, munculnya kekuasaan baru
karena itu penyelesaian persoalan dilakukan sehubungan dengan pengaruh keuntungan
dengan metode lain, yaitu: (a) bergiat membatasi pelayaran niaga, dan pengenalan sumber-sumber
keterlibatan perusahaan pelayaran asing, khusunya ekonomi baru. Hal ini dapat juga terjadi berkat
milik pengusaha Inggris dan Cina, (b) hubungan niaga yang selama itu terjalin
meningkatkan jumlah jalur pelayaran yang merupakan alih pengetahuan dan teknologi. Hal-
dikelola pihak pemerintah berkerjasama dengan hal itu tampak jelas dalam perkembangan
pengusaha swasta Belanda, (c) memberikan hak pelayaran niaga di kawasan kepulauan Asia
monopoli bongkar dan muat barang kepada Tenggara ini.
Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), dan
(d) membendung arus pelayaran penduduk ke Karya yang mengungkapkan pelayaran
pelabuhan asing, khususnya Singapura dan Pulau niaga di kawasan ini umumnya memberitakan jalur
Pinang. Untuk memantapkan hal yang disebutkan pelayaran ke Maluku senantiasa mengikuti jalur
terakhir itu, pemerintah melancarkan ekspedisi selatan: dari Malaka, menyusuri pesisir timur
militer pada 1905 untuk menduduki kerajaan- Sumatera, pesisir utara Jawa, Bali, Lombok,
kerajaan di Sulawesi Selatan. Itulah sebabnya Sumbawa, Flores, hingga Solor atau Alor
setelah ekspedisi itu berhasil memaksakan kemudian berlayar di Maluku. Dalam pelayaran
penguasa kerajaan di daerah itu menandatangani balik, sejumlah pedagang kembali mengikuti jalur
pernyataan pendek, pemerintah mengumumkan itu ke kota pelabuhan di Jawa atau terus memasuki
pembatalan kedudukan Makassar sebagai zona perdagangan Selat Malaka. Selain itu,
pelabuhan bebas (1 Agustus 1906). menurut kajian Hall (1985), pedagang Jawa dalam
melakukan pelayaran balik menyusuri jazirah
Usaha pemerintah itu mengakibatkan Selatan Sulawesi terus ke utara menyusuri kota
peranan pelaut dan pedagang Bugis dan Makassar
semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena

48
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

pelabuhan di pesisir barat Sulawesi memasuki harus berjuang keras mengimbangi pelaut dan
zona perdagangan Sulu, dan balik menyusuri pedagang Makassar. Stapel menyatakan bahwa
pesisir timur Kalimantan terus ke zona pertentangan dan perang yang terjadi antara
perdagangan Selat Malaka dan menyusuri pesisir Makassar dan VOC itu sesungguhnya berakar pada
Timur Sumatera kembali ke pelabuhan di pesisir keinginan masing-masing untuk tampil sebagai
utara Jawa. pihak yang menguasai perdagangan dengan
andalan pelaut dan pedagang ulung mereka;
Kegiatan pelayaran penduduk Sulawesi masing-masing mereka memiliki kemaunan yang
Selatan sebelum paruh kedua abad ke-16, seperti keras dan berpenderitaan “menang atau kalah
yang telah digambarkan secara ringkas dalam engkau atau saya” (er op of er onder, jij of ik).
pembahasan terdahulu, terbagi dalam dua daerah Namun pada akhirnya keterlibatan pelaut dan
kegiatan. Pertama adalah pelayaran niaga ke barat; pedagang Sulawesi Selatan dalam dunia niaga di
pelaut dan pedagang ini berlayar menyusuri pesisir Maluku berhasil dimonopoli oleh VOC setelah
barat Kalimantan terus memasuki zona perang Makassar.
perdagangan Laut Cina Selatan, kemudian ke
selatan memasuki zona perdagangan Selat Malaka Pelaut dan pedagang daerah ini, setelah
kemudian kembali ke negeri mereka masing- kejatuhan kerajaan Makassar, mengembara
masing. Kedua adalah pelayaran ke kota mencari daerah niaga yang tidak berada dalam
pelabuhan pesisir Utara Jawa kemudian terus pengawasan VOC. Seperti ke Kalimantan dan
menelusuri jalur selatan ke Maluku dan kembali ke dunia Melayu. Berpangkalan pada tempat-tempat
negeri mereka atau kembali menelusuri jalur itu, mereka menggiatkan terus kegiatan pelayaran
selatan ke Solor, Bima, dan Sumbawa atau terus ke niaga mereka dengan mengembangkan
pelabuhan di Jawa kemudian memanfaatkan angin pengetahuan kemaritiman mereka yang mereka
muson tenggara ke negeri mereka. Terakhir adalah peroleh dari berbagai kontak niaga dengan pihak
jalur tambahan bagi mereka yang berniaga ke arah lain. Jalur utara melalui pesisir utara Sulawesi
barat kembali menelusuri kota pelabuhan pesisir yang sebelumnya lebih umum digunakan oleh
timur Sumatera atau terus ke pelabuhan di Jawa pedagang Portugis (meskipun menyita waktu lebih
baru kemudian kembali ke negeri mereka. Jika lama dalam pelayaran ke Maluku) ditelusuri oleh
perhatian jalur pelayaran niaga mereka ini tampak mereka. Hal itu karena jalur selatan dan utara
bahwa mereka memiliki pengetahuan yang melalui Buton dalam pengawasan VOC. Kegiatan
memadai dalam menggunakan perubahan angin itu menyebabkan kelompok ini dipandang telah
darat dan laut serta perubahan angin muson yang memberikan andil dalam pertukaran niaga antara
bertiup di kawasan ini: muson barat laut, timur perdagangan Sulu dan zona perdagangan Selat
laut, tenggara dan utara. Malaka, pada abad ke-18 hingga paruh pertama
abad ke-19.
Pengetahuan yang dimiliki itu yang
mendasari pedagang Portugis mengikuti mereka Penelusuran daerah produksi baru mulai
dalam pelayaran kapal niaganya. Menurut kajian berkembang ketika terbuka kembali hubungan
Stapel, keterangan tentang pelayaran ke Makassar dagang antara VOC dan Cina. Permintaan akan
yang diperoleh pedagang Belanda adalah dari produksi laut seperti teripang, agar-agar, kerang
pelaut Makassar yang ikut dalam kapal dagang mutiara, sisik (kulit penyu) dan sebagainya telah
Portugis yang dirampas oleh kapal dagang membawa mereka hingga ke perairan Australia
Belanda. Keikutsertaan pelaut Makassar itu Utara. Wilayah produksi laut itu seperti Maluku
membuka juga peluang mereka untuk mengambil Selatan, Nusa Tenggara, dan perairan Australia
alih pengetahuan kemaritiman dari pedagang Utara, disamping wilayah perairan disekitar
Eropa. Itulah sebabnya dalam perkembangan Sulawesi dan kepulauan merupakan wilayah
kemudian, perahu dagang mereka juga telah kegiatan mereka. Bahkan pada periode paruh
berlayar ke Manila (koloni Spanyol di Philipina) kedua abad ke-18 hingga abad ke-19, mereka
dan ke Makao (koloni Portugis di daratan Cina). dipandang menguasai pemasaran produksi laut.
Bahkan menurut catatan Speelman, kerajaan Peranan mereka ini menyebabkan Inggris dan
Makassar memiliki negeri di dua kota dagang itu. Belanda bersaing untuk dapat menjalin hubungan
niaga dengan mereka pada satu sisi untuk
Keterlibatan penduduk Sulawesi Selatan mendapatkan produksi laut demi meningkatkan
dalam dunia pelayaran niaga itu yang hubungan niaga dengan Cina dan pada sisi lain
memungkinkan kemajuan yang dicapai Makassar, untuk memasarkan produksi industri mereka.
setelah Malaka jatuh diduduki Portugis dan Perdagangan dengan Cina ketika itu penting bagi
pelabuhan pesisir utara Jawa oleh VOC. Bahkan bangsa Eropa dalam kaitannya dengan produksi itu
keuntungan pusat-pusat kegiatan itu membuka (sutera, porselin, dll), khususnya teh yang
peluang bagi ketenaran pelaut dan pedagang mendapat pasaran yang layak di Eropa, dan
daerah ini. Itulah sebabnya ketika VOC ingin
memonopoli perdagangan rempah-rempah, ia

49

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

sekaligus telah daerah pasar bagi produksi industri digunakan, tidak pernah tercatat memasuki
Eropa. perairan kepulauan Indonesia. Jenis kapal layar
Eropa yang tecatat hanyalah jenis skuner dan bark.
Hingga kini perahu dagang kebanggaan Sejumlah pedagang bumiputera dari Sulawesi
masyarakat Sulawesi Selatan adalah jenis perahu tercatat pernah memiliki jenis kapal itu pada
pinisi, yang sering diidentifikasi sebagai perahu permulaan abad ke-19, seperti Lasapada Dg
Bugis. Sejak kapan jenis perahu ini digunakan Patompo dan Lamatapuang memiliki Bark
sebagai sarana angkutan pelayaran niaga sulit Snuffelaar, La Ujung memiliki Bark Saena, dan La
diketahui dengan pasti. Menurut tradisi lokal Manrie memiliki Skuner Lamoenrie.
masyarakat pembuat perahu di Bira, jenis perahu
pinisi yang pertama dibuat oleh La Toge Langi, Pembuatan jenis pinisi tampaknya
nenek Sawerigading, tokoh mitologi dalam sejarah berkaitan erat dengan tantangan yang dihadapi
Sulawesi Selatan. Sebaliknya menurut Adrian oleh pelaut dan pedagang ketika pelayaran jasa
Horridge (1985), pinisi merupakan alih teknologi angkutan laut mulai ditangani oleh kapal layar
pembuatan kapal dengan teknologi pembuatan besar dan kapal api pada satu sisi dan permintaan
kapal dagang dari penduduk yang terjadi sekitar jasa angkutan laut meningkat karena bertambahnya
akhir abad ke-19. produksi pada sisi lain. Tambahan pula, dengan
meningkatnya pemakai kapal layar yang besar dan
Penelusuran jenis perahu dagang kapal api, pihak pemerintah membatasi perahu
penduduk memberikan petunjuk bahwa dagang yang kecil untuk memasuki pelabuhan
penyebutan pemakai jenis perahu pinisi baru dagang; untuk melayani perahu dagang bumiputra,
disebut pada tahun 1870. Jauh sebelumnya Tome pemerintah menyediakan pelabuhan kecil di luar
pires menyebut perahu yang dalam masyarakat itu wilayah kota; untuk wilayah perdagangan di
dikenal dengan nama Padewakang. Jenis perahu Makassar di pelabuhan Baring-baringan, Taka
ini yang digunakan untuk melakukan pelayaran Tallo, dan Taka Pinjing. Pemakaian pelabuhan
niaga dan jasa angkutan laut. Selain itu jenis kecil itu berarti menambah biaya pengangkutan
perahu besar lainnya yang dikenal adalah Palari. barang ke kota. Hal itu dapat dipandang sebagai
Jenis perahu ini digunakan untuk bertamasya atau faktor pendorong usaha pembuatan perahu/kapal
sebagai perahu perang. Itulah ketika pemerintah dagang yang besar agar dapat membongkar dan
kerajaan Makassar berhasil membuat jenis kapal membuat barang di dermaga kota pelabuhan.
perang gallei (gorab), diperlombakan dengan jenis
Palari pada 23 Maret 1620. Menurut Noteboom, Keberhasilan dalam mengantisipasi
gallei itu tidak pernah memasuki perairan pelayaran jasa angkutan niaga itu memberikan
Makassar. Juga instruktur dari Portugis, oleh kebanggaan tersendiri dalam kehidupan mereka.
karena itu dalam naskah lokal jenis kapal perang Ketika pedagang Eropa mulai meninggalkan
itu dikatakan kapal Portugis. Dari hasil uji coba itu pemakaian kapal layar dan menggunakan kapal api
ternyata jenis gallei memiliki keunggulan sehingga bagi jasa angkutan niaga, perahu/kapal dagang
pada 1626 dibangun lagi sembilan gallei pada penduduk yang mampu bertahan dan terus
pusat pembuatan kapal di Tallo, atas perintah melayani jasa angkutan adalah penisi dari pelaut
Mengkubumi Karaeng Matoaya. dan pedagang Sulawesi Selatan. Dalam bersaing
memberikan pelayan jasa angkutan dengan kapal
Pembuatan gallei ini menunjukkan api, mereka juga menerapkan semacam asuransi
kemampuan yang luar biasa karena bentuk kapal kecelakaan yang dikenal dengan sistem wesel
itu tidak pernah memasuki perairan Makassar. membayar biaya angkutan sedikit lebih mahal dari
Juga instruktur dari Portugis juga dapat dipastikan pada tampa jaminan. Usaha-usaha yang dilakukan
tidak pernah mengikuti kegiatan pembuatan jenis oleh pelaut dan pedagang Sulawesi Selatan itu
kapal perang itu di negeri Arab, mengingat menyebabkan mereka tetap diperhitungkan dalam
permusuhan yang keras antara mereka. Sehingga penataan kebijaksanaan perniagaan pemerintah
jelas bahwa pembuatan kapal itu berhasil berkat Hindia Belanda.
rekonstruksi yang imajinatif terhadap
penggambaran bentuk jenis kapal itu dari orang H.D. Mengemba (1994), dalam
Portugis yang pernah melihatnya. karangannya berjudul “Semangat Kebaharian
Orang Sulawesi Selatan: dahulu dan sekarang”
Hal yang serupa pula berlaku bagi menyatakan “semangat kebaharian anak-anak
pembuatan jenis perahu pinisi. Bila jenis perahu Sulawesi Selatan sudah kurang bergetar dalam
itu merupakan duplikat dari pinnance (Inggris), jiwanya sehingga jumlah mereka yang terjun
pinas (Belanda) atau paniche (Prancis), jenis kapal secara langsung dalam bidang kebaharian sangat
dagang kapal Eropa yang bermesin kecil, sebagai minim”. Apa yang menyebabkan demikian tidak
pembantu bila menghadapi angin sakal. Jenis kapal terjawab dalam karangan itu dan juga jelas belum
dagang ini juga, berdasarkan yang telah

50
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011


Click to View FlipBook Version