The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tulisan ini menampilkan Perkembangan Peta Pulau Sulawesi yang memuat bentangan Teluk Tomini dalam perkembangan sejarahnya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by haliadisadi, 2021-04-10 09:18:23

Sejarah Teluk Tomini

Tulisan ini menampilkan Perkembangan Peta Pulau Sulawesi yang memuat bentangan Teluk Tomini dalam perkembangan sejarahnya.

Keywords: Teluk Tomini,Peta sejarah,Pulau Sulawesi

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

tuntas terjawab dalam pembahasan ini. Namun penyesuaian dan pemanduan sehingga dimitoskan

demikian tergambar bahwa dukungan penguasa sebagai produk lokal oleh lokal genius. Itu dapat

terhadap kegiatan mereka merupakan motivasi menunjukan bahwa pengalihan yang terjadi

yang tinggi bagi mereka mengembangkan langsung dalam proses belajar mengajar, melalui

semangat kemaritiman mereka. Ketika mereka proses pertukaran pengetahuan dan teknologi

berada dalam pengawasan kerajaan Makassar yang sehingga produk akhir dipandang sebagai produk

menganut prinsip “kebebasan di laut” dan “politik lokal namun tetap berlabel asing, seperti gallei

pintu terbuka” mereka bergiat dan bersaing dengan (kapal perang) dan pinisi (kapal dagang).

pedagang VOC untuk menguasai pelayan niaga

dan memajukan bandar niaga Makassar. Ketika

Makassar beralih dalam pengawasan VOC yang Abdul Razak Dg Patunru, 1983. Sejarah Gowa.

melaksanakan monopoli dan melarang mereka Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi

melakukan pelayaran niaga di Maluku, mereka Selatan.

mengalihkan kegiatan mereka ke pusat niaga lain Andaya, Barbara W dan Leonard Y Andaya, 1982. A
yang bebas dari pengawasan VOC.
History of Malaysia, London: the
Kenyataan yang serupa tampak pada paru
MacMillan Pres Ltd.
kedua abad ke-18 dan abad ke-19. Ketika Inggris
menjalin kerja sama dengan mereka setelah Andaya, Leonard Y, 1981. The Heritage of Arung
memiliki bandar niaga di dunia Melayu (Pulau Palakka. The Hague: Martinus Nijhoff.

Pinang dan kemudian Singapura), Inggris Anonim, 1954. “Bijdragen tot de geschiedenis van
Celebes“, dalam: TNI, Vol.16 no 2.
menganut prinsip perdagangan bebas dan

melaksanakan kebijaksanaan pelabuhan bebas, Booth, Anne, 1988. “Perdagangan, pertumbuhan dan

mereka tampil sebagai kelompok yang memegang perkembangan dalam perekonomian

peranan penting dalam memajukan perdagangan kolonial”, dalam: Anne Booth, dkk, Sejarah

Inggris. Hal itu kemudian diimbangi oleh Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES.

pemerintah Hindia Belanda dengan melaksanakan Cortesao, Armando, 1944. The Suma Oriental of
kebijaksanaan yang diterapkan oleh Inggris itu atas
Tome Pires and the book of Fransisco
pelabuhan Makassar dan membuat kontrak kerja
Rodrigues. London: Roberth Maclehose
sama dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi
dan Co.Ltd.
Selatan untuk memajukan perdagangan. Strategi
pemerintah Hindia Belanda itu berhasil mendorong Qilpin, Robert, 1987. The Political Economy of
mereka bergiat memajukan perdagangan International Relation. Princenton, New
Makassar. Jersei: Princenton Universiti Pres.

Berlandaskan pada kenyataan itu Hall, Kenneth R, 1985. Maritime Trade and State
Development in Early Southeast Asia.
seyogyanya dapat disimpulakan bahwa semangat
Honolulu: University of Hawai Press.
kemaritiman masyarakat Sulawesi Selatan dapat

berkembang bila mendapat dukungan dari Horrige, Adrian Horidge, 1985. The Prahu;

penguasa melakukan kegiatan kemaritiman secara Traditional Sailing Boat of Indonesia.

bebas. Kesimpulan itu harus dipandang “lunak” Singapura: Oxford University Press.

karena belum didukung oleh bukti-bukti yang Kamaruddin, dkk, Pengkajian (transliterasi dan
berhubungan dengan kegiatan mereka ketika
terjemahan) Lontarak Bilang Raja Gowa
mereka kehilangan dukungan penguasa dan
dan Tallok (Naskah Makassar). Ujung
penguasa yang membatasi kegiatan mereka,
Pandang: Depdikbud.
meskipun terdapat beberapa indikasi ketika hal itu
terjadi. Dalam hal ini perlu penelitian yang Leur, J,C. Van Leur, 1941. “Mahan of den indischen
saksama tentang kegiatan mereka ketika VOC lessenaar”, dalam: KT VO1. XXX.

menguasai Makassar hingga mereka menjalin Lockwood, w.w. 1954. The Economic Development
of Japan, Princenton: Princenton University
hubungan dengan Inggris pada 1778 dan ketika
Press.
pemerintah Hindia Belanda membatalkan

pelabuhan bebas Makassar dan membatasi mereka Mangemba, H.D, 1994. “Semangat Kebaharian

melakukan pelayaran niaga ke pelabuhan asing orang Sulawesi Selatan dahulu dan

(1906-1942). sekarang”, dalam: Lontara Tahun ke 29, no

Hal yang nyata adalah kegiatan 3.

perdagangan bebas telah mendorong adanya usaha Noorduyn, J. Noordyn, 1983. “De Handelsrelatie
kearah pengembangan peluang untuk surplus, van het Makassarse rijk volgens de notitie
perluasan jalur dan jaringan perniagaan, dan van Speelman (1669)”, dalam: Nederlandse
pengalihan pengetahuan dan teknologi. Khususnya Historische Bronnen Vol. III.

menyangkut hal yang terkahir tampaknya terjadi

51

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Nooteboom, C, 1951, Aziatische Galelen, bangsa asing” dalam Qilbert Harmonic,

Rotterdam. (ed), Citra Masyarakat Indonesia, Jakarta:

Pell, Usman, 1986. “Pasang Surut Perahu Bugis Sinar Harapan.

Pinisi”, dalam: Mukhlis, ed. Dinamika Pigeaud, Th. G. Th, 1960. Java in the Foutheen

Bugis Makassar, Jakarta: Sinar Harapan. Century: A study in Cultural History. The

Pelras, Ch. 1983. “Sulawesi Selatan sebelum Hague: Maritinus Nijhoff.

datangnya Islam berdasarkan kesaksian

52
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Dr. Mhd Nur, M.S.

Dalam kesenian anak-anak Indonesia, (hinterland), dan bahkan dari pelabuhan lainnya di
terselip bait pantun yang mengingatkan bahwa Asia, Afrika, dan Eropa.
Kepulauan Nusantara dihuni oleh penduduk yang
gemar mengharungi samudra. Nenek Moyangku Pelabuhan-pelabuhan Nusantara menjadi
Orang Pelaut adalah seni khas anak-anak tempat pusat perdagangan yang dikunjungi oleh
Indonesia yang terdiri dari seni tari yang diiringi perahu dagang tradisional dan kapal moderen,
dengan nyanyian. Di antara sampiran dan isi seperti kapal api, kapal motor, kapal layar, dan
pantun tersebut ada bait yang berbunyi sebagai kapal pemerintah Hindia Belanda.1 Selain
berikut: “Nenek moyangku orang pelaut; gemar berdagang dengan sesama penduduk sekitar
mengharung luas samudra; Menerjang ombak tiada pelabuhan, bangsa Indonesia juga berdagang
takut; Menempuh badai sudah biasa”). Isi pantun dengan saudagar asing, terutama dengan pedagang
itu menyatakan nenek moyang bangsa Indonesia Cina, India, Gujarat, dan Arab. Setiap pedagang
adalah para pelaut ulung dan berlayar ke seluaruh Nusantara mengenal negeri lainnya sebagai
penjuru dunia, seperti ke kawasan Nusantara, Asia pelabuhan dagang. Mereka mengenal pelabuhan
Tenggara, Australia, Afrika, Madagaskar, dan itu baik melalui cerita para saudagar yang
tempat lainnya di belahan dunia. Sampirannya berdagang langsung ke sana maupun datang
menjelaskan pula bahwa orang Indnesia tidak langsung ke pelabuhan lain. Sambil menjual
pernah takut kepada alam di lautan, baik ombak, barang dagangan, mereka juga membeli barang
gelombang tinggi, cuaca buruk, angin kencang, kebutuhan lainnya untuk dijual kembali di tempat
dan sebagainya sehingga badai yang mengobang asal. Akan tetapi kegiatan perdagangan di
ambingkan kapal nelayan pun dianggap suatu hal Nusantara pada awal abad ke-16 mulai menurun di
yang biasa. beberapa pelabuhan karena dikuasai oleh bangsa
Portugis dan Belanda. Perannya digantikan oleh
Sejak tahun 500 Sebelum Masehi sampai pelabuhan lain, sehingga muncul dinamika
abad ke-19 Kepulauan Nusanatara menjadi ajang beberapa pelabuhan di Nusantara. Kondisi itu
pelayaran dan perdagangan yang lebih ramai jika terjadi karena bangsa Portugis Dan Belanda
dibandingkan dengan kawasan lainnya di Asia. menerapkan sistem perdagangan monopoli dan
Bandar-bandar yang terletak di pulau-pulau politik de vide et impera (politik pecah belah).
Nusantara sangat terkenal keindahannya, seperti
Banda, Ternate, Tidore, Makassar, Sunda Kelapa, Sebelum kedatangan bangsa Eropa ke
Banten, Tuban, Pekalongan, Jepara, Banjarmasin, Asia, kehidupan bangsa Indonesia selama berabad-
Malaka, Aceh, Barus, Sibolga, Tiku, Pariaman,
Padang, Painan, Indrapura, dan lain-lain. Berbagai 1 “Scheepvaartbeweging Over 1907 Voor Zooveel de
jenis barang kebutuhan untuk kepentingan masa Jaarlijksche Algemeene Handelsstatistiek van
itu tersedia di setiap pelabuhan, baik yang berasal Nederlandsch-Indie die doet Kennen”, Koloniaal
dari sekitar pelabuhan sendiri, daerah belakang Verslag van 1908, Nederlandsch-Indie. Bijlage ZZ
Overzichten Betreffende de Scheepvaart Over 1907. P.
3. Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de in
en Uitvoerrechten in Nederlandsch-Indie Over het
Jaar 1906. Deel Iib. Batavia: Landsdrukkerij, p. 32.

53

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

abad cukup makmur, sebab kegiatan pelayaran dan (Gold, Gospel, Glory), sikap Portugis sangat
perdagangan terpusat di pelabuhan-pelabuhan angkuh dan menempuh jalan kekerasan terhadap
sebagai pintu gerbang suatu pulau. Kegiatan pedagang Nusantara.
pelayaran dan perdagangan yang berlangsung di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara dipimpin oleh Pada akhir abad ke-16 Portugis mendapat
seorang penduduk setempat yang dituakan. saingan dari bangsa Eropa yang lain, yakni
Penduduk yang berasal dari daerah pedalaman kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1596 di
membawa hasil hutan ke pasar di daerah pesisir. Banten. Untuk memperkuat basisnya, Belanda
Pada abad ke-5 S.M. telah terjadi hubungan merebut Bandar-bandar di Nusantara dan membuat
pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India. kontrak-kontrak (perjanjian) dengan raja-raja
Para pedagang memanfaatkan angin Muson dalam Nusantara. Sampai abad ke-19 penduduk
pelayaran. Angin Muson adalah angin yang bertiup Nusantara sudah sedemikian ramai, sehingga lalu
selama enam bulan. Angin tersebut terdiri dari lalang perlayaran dan perdagangan berkembang
Muson Barat dan Muson Timur. Muson Barat pesat. Pelabuhan-pelabuhan sebagai tempat untuk
adalah angin yang bertiup dari arah barat ke timur. menampung barang komoditi pun tumbuh di
Para pelayar dari Eropa, Arab, Persia, dan India kawasan Nusantara. Kondisi yang demikian
memanfaatkan angin itu untuk berlayar ke merupakan faktor terjadinya perkembangan pusat
Nusantara dan Cina. Angin itu banyak menempuh perdagangan dan pelayaran di Nusantara dan
Samudra Hindia sehingga membawa uap air. menjadi cikal bakal kota-kota pelabuhan.
Kondisi itu mengakibat kawasan Nuasantara
mengalami musim penghujan. Memasuki abad ke-19 Belanda merasa
telah semakin kuat di Nusantara, terutama setelah
Muson Timur adalah angin yang bertiup diadakannya Traktat London pada tahun 1824.
dari timur ke arah barat, dari benua Australia ke Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan
India, Persia, Arab, dan Eropa. Angin itu pengaturan keluar masuk kapal atau perahu dan
dimanfaatkan oleh para pelayar untuk kembali ke pendirian rumah penduduk sesuai dengan tata kota
daerah asalnya. Biasanya sambil menunggu angin dan pelabuhan ketika itu. Sejak itu terbentuklah
Muson, para pedagang tinggal di kota Bandar kota-kota kecil sekaligus pelabuhan perdagangan
tertentu dan membentuk pemukiman bersama yang ramai disinggahi oleh para pedagang asing
orang yang berasal dari daerah yang sama, dan lokal di seluruh Nusantara. Pemerintah Hindia
sehingga di setiap kota Bandar di Nusanara selalu Belanda mengalami kesulitan untuk membenahi
ditemukan Kampung Cina, Kampung Arab, pelabuhan-pelabuhan Nusantara, karena kawasan
Kampung Keling, Kampung Gujarat, Kampung itu terdiri dari sekitar 17.000 lebih pulau-pulau.
India, dan sebagainya. Konon hanya 5.000 pulau yang memiliki nama.
Sampai Indonesia Merdeka pada tahun 1945, dan
Barang dagangan yang mereka bawa ada bahkan sampai zaman Reformasi permasalahan
kalanya diturunkan di pelabuhan tertentu untuk toponimi nama pulau-pulau tersebut masih belum
dijual kepada para pedagang yang datang dari tuntas. Ketidaktahuan tentang kepemilikan pulau
pelabuhan lain. Setiap pelabuhan pada umumnya bagi Negara menyebabkan beberapa pulau di
memiliki gudang penumpukan barang yang daerah perbatasan menjadi sengketa internasional,
diawasi oleh pegawai pemerintah setempat. Pada misalnya sengketa Pulau Sipadan Pulau Ligitan,
tahun 1511 Portugis berhasil menguasai pelabuhan dan Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia.
Malaka sehingga para pedagang Nusantara Banyak pulau yang belum memiliki nama dan
mengalihkan perdagangan mereka ke pelabuhan belum berpenghuni. Kondisinya sebagian besar
lainnya, seperti ke Aceh, Tiku, Pariaman, Banten, terdiri dari hutan, rawa-rawa, dan tanah kering
Sunda Kelapa, Jepara, Makassar, Maluku, dan yang belum diolah.
sebagainya. Portugis pun melanjutkan
pelayarannya ke kawasan perairan Nusantara Pelabuhanp-pelabuhan Nusantara pada
bagian timur, seperti Banten, Sunda Kelapa, abad silam pernah mengalami kejayaan dalam
Makassar, Maluku, dan Timor. Tindak tanduk perdagangan dan pelayaran. Ketika itu wilayah
Portugis tidak menyenangkan bagi bangsa perairan Nusantara terbuka penuh bagi pelayaran
Indonesia, karena disamping misi Three G - nya dan perdagangan, baik perdagangan lokal maupun

54
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

asing.2 Pelabuhan-pelabuhan tesebut menjadi sifatnya, misalnya perkembangan yang terjadi di
suatu pelabuhan atau pelabuhan di pesisir utara
rebutan pengaruh dagang bagi bangsa asing, dan selatan Pulau Jawa tentu akan berbeda dengan
seperti Perancis, Inggris, Belanda, dan Amerika.3 peristiwa yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan di
Sulawesi atau pulau lainnya. Bahkan antara bandar
Potensi yang dimiliki pelabuhan-pelabuhan yang berada di pesisir utara Pulau Jawa sama
sekali berbeda sifatnya dengan bandar yang berada
tersebut menyebabkan pemerintah Hindia Belanda di pantai selatannya, begitu juga antara ujung barat
dan timur Pulau Jawa. Suatu pelabuhan di daerah
melihatnya sebagai potensi ekonomi yang telah tertentu di dalam suatu negara juga memiliki
perbedaan masing-masing, tergantung pada
dikuasainya sejak abad ke-17. Kebanggaan letaknya apakah strategis atau tidak, apakah sering
ditiup angin muson atau tidak, hubungannya
penduduk Nusantara terhadap perairannya dengan daerah belakang, terbuka atau tertutup
terhadap pedagang asing, beragamnya barang
mengalami penurunan karena kejayaan pelabuhan komoditi yang dihasilkan, fasilitas pelabuhan,
kebijaksanaan yang dilakukan oleh syahbandar,
sejak masa silam telah sirna dan hanya tinggal peranan para pemimpin lokal, dan sebagainya.

kenangan. Paling tidak tergambar pada kondisi Secara umum ada beberapa pendekatan
yang dilakukan oleh para peneliti untuk mengkaji
pelabuhan-pelabuhan Nusantara setelah pelabuhan. Di antaranya melihat peranan
pelabuhan dan kebijaksanaan ekonomi yang
kemerdekaan RI. Indikator pasti yang dijalankan oleh penguasa setempat atau
pemerintah kolonial. Selain itu ada juga
menggambarkan ketertinggalan bandar-bandar pendekatan tentang pelabuhan dalam perspektif
fungsinya sebagai tempat perdagangan, pelayaran,
Nusantara dapat dilihat dari kemerosotan dan pintu gerbang keluar bagi pengiriman barang
pelayaran dan perdagangan di Nusantara.4 komoditi dari daerah pedalaman. Di antara peneliti
yang memusatkan perhatian pada pelabuha adalah
Kajian tentang suatu pelabuhan atau Sutjipto Tijptoatmodjo, J. Kathhirithamby-Wells,
bandar sebagai pusat perdagangan telah banyak Heather Sutherland, Edward L. Poelinggomang,
dilakukan oleh para peneliti. Kegiatan sebuah Susanto Zuhdi, Muhammad Nur, dan lain-lain.
pelabuhan berawal dari pertemuan antara orang
yang membutuhkan barang komoditi yang dimiliki Sutjipto Tjiptoatmodjo menulis tentang
oleh orang lain. Pertemuan yang sering terjadi di kota-kota pantai di sekitar Selat Madura dan
suatu tempat, yang dalam hal ini adalah di pesisir peranannya dalam perhubungan ke daerah
pantai atau muara sungai, mendorong terbentuknya pedalaman selama abad ke-17 sampai 19. Menurut
sebuah bandar atau pelabuhan dengan segala Sutjipto Tjiptoatmodjo, kota-kota pantai yang
aktivitasnya. Dalam langkah-langkah penggarapan berada di Selat Madura dan daerah pedalaman
penelitian kelautan diperlukan peralatan berupa saling tergantung dan saling menghidupi. Barang-
teori sebagai landasan untuk mempermudah barang kebutuhan hidup sehari-hari penduduk
penulisan sesuai dengan pendekatan yang kota-kota pantai Selat Madura sebagian besar
dilakukan. Aspek-aspek yang terdapat di dalam berasal dari daerah pedalaman atau pedesaan di
permasalahan yang digarap sangat bervariasi sekitar kota-kota pantai, bahkan ada yang jauh di
pedalaman. Dalam hal pangan dan hasil desa
2 Pedagang asing yang tinggal di pelabuhan-pelabuhan lainnya, kota-kota pantai tergantung pada desa di
Nusantara ada yang melahirkan keturunan, seperti pedalamannya. Kota-kota pantai sendiri
orang Belanda, Inggris, Perancis, Belgia, dan memberikan fasilitas tertentu kepada desa, seperti
sebagainya. Lihat Zitting 1897-1898. Koloniaal perlindungan keamanan, sebagai pusat pemasaran
Verslag van 1897. Nederlandsch(Oost)-Indie. Bijlage bagi desa, pusat pemerintahan, dan sebagainya.
A No. 3. Statistiek Betreffend Bevolking van Barang impor yang ditangani oleh penduduk kota
Nederlandsch-Indie Over 1895. P. 33.

3 Muhammad Nur. “Bandar Sibolga di Pantai Barat
Sumatra Pada Abad Ke-19 Sampai Pertengahan Abad
Ke-20”. Jakarta: Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, 2000.

4 “Aankomst van Schepen en Vaartuigen in de
Verschillende Havens van Nederlandsche-Indie in het
Jaar 1936”, Statistiek van de Scheepvaart in
Nederlandsch-Indie over het Jaar 1936 Samengesteld
Bij het Hoofdkantoor van Scheepvaart. Batavia:
Gedrukt door Drukkerij F.BS Uits., 1939, p. 22. Lihat
Juga Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch-
Indie over het Jaar 1937….P. 23.

55

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

pantai dinikmati oleh penduduk desa. Demikian melimpah di Banten. Mereka juga membawa
pula barang kerajinan yang dihasilkan oleh barang dagangan dalam berbagai tipe. Selain lada,
penduduk kota pantai dapat dimanfaatkan oleh Banten juga mengumpulkan pakaian dari India;
penduduk desa, seperti alat-alat pertanian, kain sutra, kain katun, dan porselin dari Cina;
perkakas rumah tangga, dan sebagainya (Sutjipto, emas, dan minyak kasturi.
1983: 16-17). Kota-kota pantai di sekitar Selat
Madura mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai Pada masa pemerintahan Ranamanggala
kota agama dan kota perdagangan. Sutjipto pelabuhan Banten sudah ramai dan para pedagang
memberikan contoh bahwa kota Gresik lebih Cina yang tinggal di sana hidup makmur. Mereka
mempunyai fungsi sebagai kota agama dan kota memegang peranan penting dalam kehidupan kota
perdagangan. Contoh lainnya kota Surabaya, di pelabuhan, seperti dalam bidang ekonomi dan
samping fungsi ekonomi perdagangan yang kuat, politik. Ranamanggala menaruh perhatian besar
juga mempunyai fungsi sebagai pusat terhadap kelangsungan hidup Banten sebagai
pemerintahan dan administrasi.5 wilayah kesultanan Islam dan bandar lada. Pada
masa ini Banten memasuki era baru sebagai
J. Kathirithamby-Wells mengungkapkan entrepot internasional. Letaknya yang strategis di
kebijaksanaan yang dijalankan oleh penguasa jalan lintas perdagangan antara pesisir barat Pulau
pelabuhan Banten pada abad ke-16 dan 17.6 Sumatera dan pulau rempah-rempah di Maluku,
Menurutnya pelabuhan Banten berfungsi sebagai membuat Banten menjadi tempat pertemuan para
pelabuhan ekspor lada Kerajaan Sunda. Faktor pedagang pribumi dan asing. Ranamanggala
yang menyebabkan ramainya pelabuhan ini adalah berhasil menghalangi pengaruh Belanda dan
karena jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada Inggris dalam pasar lada di Banten. Ia bekerjasama
tahun 1511. Banyak pedagang yang tidak mau dengan syahbandar dalam membeli lada dengan
berhubungan dengan Portugis. Mereka yang harga rendah dari pedagang Cina dan menjual
biasanya berdagang di Malaka mengalihkan kembali dengan harga tinggi kepada para
pelayarannya ke Aceh, pantai barat Sumatra, Selat pedagang Eropa. Sampai tahun 1682 Banten
Sunda, dan terus ke Banten. Penguasa Banten masih berada dalam puncak kejayaan, terutama di
mengendalikan perkebunan lada di daerah bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1650-
pedalaman Sunda, bagian selatan Lampung, pantai 1682). Kondisi pelabuhan Banten selama abad ke-
barat Sumatera (Silebar), dan Sumatera bagian 17 banyak persamaannya dengan pelabuhan
selatan. Perkebunan lada menghasilkan kekayaan Sibolga pada abad ke-19, sebab kedua pelabuhan
Sultan Banten selama berabad-abad, sehingga ini sama-sama mengandalkan hasil perkebunan
Banten menjadi bandar yang paling penting di yang berasal dari pelabuhan lain. Perbedaannya
pulau Jawa. Pasar Banten menampung segala hanya terdapat pada sistem kekuasaan dan politik.
macam barang dagangan dan makanan yang dapat Banten mengatur pelabuhannya atas kebijaksanaan
dibeli dengan murah. Berbagai pedagang kesultanan Islam yang kuat, sedangkan pelabuhan
mengunjungi pelabuhan ini sebab di sana terjadi Sibolga berkembang atas kebijaksanaan
tukar menukar barang antar sesama pedagang, pemerintahan Hindia Belanda. Selain lada dan
seperti India, Turki, Arab, Persia, Gujarat, barang komoditi lainnya, barang dagangan utama
Malabar, Bengali, Cina, Malaka, Pantai utara pelabuhan Banten berlangsung dalam abad ke-17,
Jawa, Makasar, dan lain-lain. Tujuan utama namun setelah menjadi pelabuhan kolonial
mereka hanyalah untuk mencari lada yang Belanda banyak persamaannya dengan pelabuhan
Sibolga yang juga menjadi bandar kolonial pada
5 Sutjipto Tjiptoatmojo. “Kota-Kota Pantai di Sekitar abad ke-19. Pendekatan J. Kathirithamby-Wells
Selat Madura (Abad XVII Sampai Medio Abad dalam menulis pelabuhan Banten dapat juga
XIX)”, Disertasi, Universitas Gadjah Mada. diterapkan untuk pengkajian pelabuhan lainnya di
Yogyakarta: 1983, hal. 22. Nusantara, sebab pada umumnya pelabuhan-
pelabuhan itu sama didukung oleh pelabuhan
6 J. Kathirithamby-Wells. “Banten: A West Indonesian
Port and Polity During the Sixteenth and Seventeenth
Centuries”, dalam J. Kathirithamby-Wells & John
Villiers, ed. The Southeast Asian Port and Polity Rise
and Demise. National University of Singapore:
Singapore University Press, 1990, p. 107.

56
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

kolonial di bawah kebijaksanaan pemerintah pelabuhan bagi para pedagang asing untuk
Hindia Belanda.7 meramaikan pelabuhan itu dalam perdagangan.
Selain itu Pemerintah V.O.C. menjadikan
Heather Sutherland pernah mengadakan Makassar sebagai pelabuhan transito dan
penelitian tentang sejarah pelabuhan Makassar. pengembangan pasar seluas mungkin untuk
Para pedagang Jawa telah mengunjungi pelabuhan meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan
ini sejak sebelum tahun 1500. Kemudian orang penduduknya. Kebijaksanaan inilah yang
Melayu dari barat Nusantara juga mulai sering mendasari pertumbuhan dan kemajuaan Makassar
mengunjungi perairan itu. Barangkali, menurut sebagai kota pelabuhan kolonial pada akhir abad
Sutherland, mereka mengikuti perpindahan suku ke-19, sehingga riwayat keberhasilannya yang
Bajau yang berpindah-pindah di laut. pesat sangat mengagumkan dalam sejarah
Kemungkinan munculnya Makassar adalah pada Indonesia.8
abad ke-16 di bawah kerajaan Goa dan Tallo, yang
bebas didatangi bagi para pedagang asing, dan Pelabuhan Makassar menjadi hidup
menjadi pusat administrasi. Kondisi lokal dengan kegiatan pelayaran jung dan perahu
ditambah dengan kemajuan perdagangan pada pribumi. Para pedagang Cina ikut meramaikan
abad ke-16 membuktikan kemampuannya sebagai pelabuhan Makassar, dan apabila mereka berlayar
bandar yang paling efektif. Setelah Malaka jatuh ke pelabuhan yang lain membuat Makassar
ke tangan Portugis, juga banyak terjadi menjadi sepi (Sutherland, 1989:106). Pendekatan
pengungsian pedagang Melaka ke Makassar. yang dilakukan Heather Sutherland dalam kajian
Akibatnya adalah pelabuhan Makassar menjadi terhadap pelabuhan Makassar banyak membantu
pusat perdagangan yang kuat. Pelabuhan ini dalam meneliti Bandar-bandar lainnya di
semakin berkembang ketika Malaka ditaklukkan Nusantara. Pelabuhan-pelabuhan itu sama-sama
pedagang Belanda pada tahun 1641. Para berkembang dalam kebijaksanaan Pelabuhan
pedagang pribumi yang berpusat di Ternate, Makassar berada pada lajur pelayaran dan
Tidore, Jawa, dan Brunei melakukan hubungan perdagangan yang ramai antara Selat Malaka dan
dagang secara teratur ke Makassar sehingga perairan Maluku sebagai pusat rempah-rempah,
pelabuhan ini betul-betul menjadi pusat sedangkan pelabuhan lainnya terletak pada jalur
perdagangan dan pelayaran di timur Nusantara. alternatif para pedagang pribumi yang kurang
Perkembangan pelabuhan Makassar selanjutnya senang berdagang dengan Portugis atau Belanda
didukung oleh intervensi orang Eropa dan dan ditambah dengan kondisi perairan Samudera
kebijaksanaan penguasa kerajaan Makassar Hindia yang lebih berbahaya dari pada perairan
(Kerajaan Gowa dan Tallo) mulai dari sejak awal Selat Makassar.
berdirinya sampai tahun 1667. Sejak awal
perkembangannya, pelabuhan Makassar tidak Pengkajian terhadap pelabuhan Makassar
dapat dipisahkan dari keterkaitannya dengan juga dilakukan pula oleh Edward L.
angkutan laut antar pulau di Asia Tenggara. Poelinggomang, yang melihat proteksi dan
Pelabuhan ini terletak di barat daya semenanjung perdagangan bebas pada abad ke-19. Ketika itu
Sulawesi, dengan mudah dicapai melalui jalur laut pemerintah Hindia Belanda melakukan
yang ramai di bagian timur Nusantara. Menariknya perlindungan (proteksi) dalam kegiatan
Makassar bagi para pedagang terletak pada perdagangan di negaranya dan melaksanakan
kombinasi alam dan dukungan politik-ekonomi monopoli di Hindia Belanda umumnya dan di
yang kuat antara kelompok pedagang dalam Makassar khususnya. Pada masa V.O.C pedagang
menguasai sumber ekonomi. Pelabuhan ini dan pelaut Cina diizinkan mengunjungi bandar
dilindungi oleh beberapa pulau kecil di depan Makassar, tetapi memasuki awal era pemerintahan
pantai sehingga kapal atau perahu dapat berlabuh Hindia Belanda, hanya Batavia yang dibuka untuk
dengan aman. Kebijaksanaan yang dilakukan
Makassar setelah menjadi kota pelabuhan kolonial 8 Heather Sutherland. “Eastern Emporium and
Belanda pada abad ke-18 adalah tetap membuka Company Town: Trade and Society in Eighteenth
Century Makassar”, dalam Frank Broeze, ed. Brides of
7 J. Kathirithamby-Wells & John Villiers, ed. Op. Cit. p. the Sea, Port Cities of Asia from the 16th-20th
108. Centuries. Kensington: New South Wales University
Press, 1989, p. 98.

57

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

dikunjungi karena dianggap mengancam masalah kesehatan, penyakit malaria, dan depresi
Pemerintah (Edward L. Poelinggomang, 1991:5). Ekonomi.10
Tujuannya adalah untuk mencegah para pedagang
asing dalam memperoleh produksi yang ada di Berbeda halnya dengan bandar Sibolga di
Bandar Makassar. Pemerintah Hindia Belanda pantai barat Sumatera, yang dikaji oleh
menolak untuk melaksanakan perdagangan bebas Muhammad Nur, bahwa akibat kebijaksanaan
yang dikembangkan oleh pedagang Inggris, sebab pemerintah Hindia Belanda, justru bandar semakin
Belanda berpegang teguh pada prinsip tidak dijauhi para pedagang pribumi karena monopoli
membiarkan pedagang asing dan mereka yang pemerintah dalam perdagangan. Barang dagangan
tidak berkerjasama untuk mencapai keuntungan yang dijual di bandar Sibolga umumnya berasal
ekonomi di wilayah kekuasaannya. Ketika dari daerah pedalaman. Para pedagang asing yang
pedagang Inggris tampil di Makassar untuk datang ke Sibolga hanyalah mencari hasil daerah
melaksanakan kebijaksanaan perdagangan bebas, pedalaman, seperti kapur barus dan kemenyan dan
dengan mudah mereka mendapat sambutan dari menukarkannya dengan barang-barang yang
pedagang setempat dan berhasil menjalin mereka bawa.11
hubungan perdagangan. Para pedagang Inggris
berhasil menarik mereka berdagang di Penang dan Pelabuhan Sibolga pada abad ke-19
Singapura. Keberhasilan Inggris menarik pedagang adalah pelabuhan tempat pengumpulan barang
ke Singapura semakin banyak pedagang Makassar komoditi yang berasal dari daerah pedalaman dan
yang berdagang ke sana, sebab Inggris memiliki pelabuhan lainnya. Pengangkutan barang secara
keunggulan dalam bidang ekonomi, perkembangan estafet antar pelabuhan juga terjadi di kawasan
industrinya, jumlah armada dagangnya, dan pantai barat Sumatra, dan Sibolga menjadi
menguasai sejumlah komoditi terpenting. pusatnya. Akan tetapi sistem estafet itu sama
Kegagalan perdagangan bebas yang diciptakan sekali berbeda dengan ciri pelabuhan emporium
pemerintah Hindia Belanda di Makassar menurut yang terdapat di Samudera Hindia pada masa lalu,
Edward L. Poelinggomang disebabkan oleh melainkan lebih cenderung pada tipe pelabuhan
beberapa faktor, di antaranya pemungutan pajak “entrepot” dari pada “Feeder Points”. Dalam hal
yang tinggi, larangan perdagangan senjata, ini jelas terjadi perubahan sosial dalam masyarakat
monopoli penjualan candu dan minuman keras, Sibolga khususnya dan Tapanuli umumnya, yang
tidak ikut berniaga produksi yang mendapat disebabkan oleh faktor (kegiatan perdagangan)
pasaran di Cina, monopoli pembelian produksi dari luar. Pelabuhan Sibolga memang berbeda
penduduk, kurangnya perlindungan pelayaran, dengan pelabuhan pantai lainnya di pesisir barat
perdagangan gelap, dan sebagainya.9 Pulau Sumatera. Secara umum pasar dalam sebuah
kota terpisah dari pelabuhan, tetapi pasar Sibolga
Susanto Zuhdi melakukan riset tentang bersatu dengan pelabuhan. Hal ini terjadi karena
pelabuhan Cilacap sebagai pusat jaringan ekonomi Sibolga hanya layak untuk sebuah pelabuhan yang
setelah pelabuhan dibangun oleh pemerinah Hindia terletak di bibir sebuah teluk dan lahan kaki
Belanda. Pertumbuhan pelabuhan terjadi setelah pegunungan Bukit Barisan yang sempit atau terjal
pembukaan jalan kereta api dengan membangun sehingga tidak memungkinkan pasar berada di
beberapa sarana dan prasarana pelabuha Cilacap. tempat lain. Jadi pelabuhan Sibolga berfungsi
Pelabuhan Cilacap berperan pula dalam ganda, yakni sebagai pusat perdagangan sekaligus
pertumbuhan kota Cilacap karena terdapat tempat berlabuhnya kapal dagang dan sebagai
pelapisan sosial baru dengan kehadiran golongan pusat administrasi pemerintah Hindia Belanda.12
Cina dan Eropa di sana. Masalah sosial pun
muncul di kota Cilacap pada abad ke-19, terutama 10 Susanto Zuhdi. Cilacap (1830-1942) Bangkit dan
Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Jakarta: KPG
9 Edward L. Poelinggomang. “Proteksi dan Perdagangan (Kepustakaan Populer Gramedia), 2002.
Bebas, Kajian Tentang Perdagangan Makassar Pada
Abad Ke-19”, Disertasi, Vrije Universiteit 11 Muhammad Nur. “Bandar Sibolga di Pantai Barat
Amsterdam. Centrale Huisdrukkrij VU, 1991, hal. Sumatra Pada Abad Ke-19 Sampai Pertengahan Abad
238-239. Ke-20”. Jakarta: Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, 2000.

12 Jane Drakard. A Malay Frontier Unity and Duality in
a Sumatran Kingdom. Studies on Southeast Asia,

58
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Pada awal abad ke-19 terjadi perjanjian Sejak tahun 1842 pelabuhan Sibolga telah
antara E.I.C. dan raja-raja Sibolga.13 Pemilihan diatur oleh pemerintah Hindia Belanda melalui
waktu sampai pertengahan abad ke-20 sebagai perencanaan pelabuhan, sehingga memiliki
batas akhir berdasarkan atas semakin merosotnya fasilitas yang cukup menampung kegiatan dagang
peranan bandar Sibolga dan anjloknya harga sesuai dengan kebutuhan ketika itu. Hal ini
barang komoditi sampai 80% ketika itu,14 dilakukan karena penduduk pelabuhan tersebut
ditambah dengan situasi yang tidak menentu bersifat heterogen dengan berbagai kelompok etnis
karena mulai pecahnya Perang Dunia II pada yang mendiaminya. Masing-masing kelompok
tahun 1939. Saat itu juga menandakan yang datang dapat hidup berdampingan dengan
berakhirnya zaman Hindia Belanda secara resmi. penduduk asli Tapanuli. Sebagai pelabuhan utama
Kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda yang di pantai barat Sumatera pada abad ke-19, Sibolga
dijalankan dalam perdagangan mendapat reaksi juga merupakan pintu gerbang tempat masuknya
dari penduduk setempat. Mereka menolak peran orang asing ke Tapanuli, baik sebagai pedagang,
pemerintah dalam perdagangan, tetapi tidak sedikit misi agama, maupun politik. Kepentingan Belanda
pula yang merasa senang atas politik Pemerintah di untuk mengatur pelabuhan ini adalah untuk
pelabuhan itu,15 antara lain karena struktur mendapatkan hasil daerah pedalaman yang sangat
kepemimpinan tradisional dikukuhkan oleh laku di pasaran Eropa.18
pemerintah Hindia Belanda.16
Kegairahan perdagangan dan kegiatan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan maritim dari sebuah bandar di pantai barat pulau
turun naiknya pusat perdagangan maritim dan Sumatera, terdapat Sibolga di Teluk Tapian Nauli.
politik ekonomi Belanda di pelabuhan Sibolga, di Pelabuhan maritim itu memainkan peranan penting
antaranya munculnya bandar lain yang lebih dalam memajukan daerah pedalaman melalui
strategis letaknya. Bandar lain yang dibuka setelah perdagangan. Jika dibandingkan kajian tentang
bandar Sibolga berkembang dengan pesat sehingga Makassar oleh Heather Sutherland dan Edward L.
melebihi perkembangan Sibolga sendiri. Selain Poelinggomang, dengan bandar Sibolga, ada
jaringan perdagangan, corak pemerintahan, persamaan monopoli yang dilakukan oleh
pendidikan, dan lain-lainnya juga menentukan pemerintah Hindia Belanda di kedua bandar itu.
perkembangan dan kemerosotan bandar Sibolga. Pemerintah juga mengembangkan bandar Sibolga
Sebenarnya barang komoditi yang diperdagangkan menjadi bandar yang teratur dan memperbanyak
di pelabuhan Sibolga banyak dipasok dari saluran air untuk mengeringkan wilayah kota.
pelabuhan di sekitarnya. Barang itu dikumpulkan Tujuannya adalah untuk menarik para pedagang
di Sibolga dalam berbagai jenis.17 Setelah mereka setempat yang telah melakukan perdagangan gelap
tidak lagi membawa barang komoditi ke Sibolga ke Singapura. Pendekatan yang dilakukan Heather
perdagangan langsung merosot. Sutherland dan Edward L. Poelinggomang
terhadap bandar kolonial Makassar dapat menjadi
Southeast Asia Program, 120 Uris Hall. Ithaca-New perbandingan dalam penulisan ini. Secara umum
York: Cornell University, 1990, p. 45. model penulisan tentang bandar Sibolga yang akan
13 John Bastin. The British in West Sumatra 1685-1825. menjadi pokok permasalahan dalam pengkajian ini
Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1965. banyak persamaannya dengan pendekatan yang
14 “Bintang Batak”, No. 17, 28 April 1939. Surat Kabar. dilakukan oleh para penulis di atas, sebab bandar
Sibolga: Boekhandel en Bataksdrukkerij, 1939, hal. 2. Sibolga adalah bandar yang berorientasi maritim
15 P.C.A. Van Lith. Memorie van Overgave van het (pelayaran), sebagai pusat perdagangan dan pintu
Bestuur der Onderafdeeling Baroes, Bataklanden, gerbang yang menghadap ke Samudera Hindia,
Tapanoeli, 25 September 1925. P. 7. yang berada dalam pengawasan dan kebijaksanaan
16 Lance Castles. “Kehidupan Politik Sebuah pemerintah Hindia Belanda.19
Keresidenan: Tapanoeli 1915-1940”. Sibolga:
(Naskah terjemahan oleh Maurits Simatupang, belum 18 Christine Dobbin. Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi
diterbitkan), 1972. Petani Yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah
17 “Beknopt Overzigt van den Handel en de Scheepvaart Tahun 1784-1847. Jakarta: INIS, 1992, Hal. 69-118.
ter Sumatra`s Westkust Gedurende het Jaar 1846-
1868”, Commerce Statistic. Bagian I. Batavia: 19 Muhammad Nur. Ibid.
Landsdrukkerij, 1868.

59

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Kota merupakan suatu tempat yang kota adalah bagian dari lingkaran jaringan yang
memiliki fasilitas untuk kelangsungan pasar
sehingga membebaskan manusia dari lebih besar. Secara administratif bahkan kota
ketergantungan pada tanah. Penduduk kota
dimungkinkan untuk melakukan kontak dengan kecamatan bisa dilihat sebagai “pusat jaringan”
orang asing, mengalami perubahan pesat, dan taraf
individualisasi yang tinggi. Suatu kota muncul dari desa-desa di sekitarnya, tetapi pada gilirannya
setelah terjadi surplus ekonomi di daerah
pedalaman. Max Weber menyatakan bahwa kota kota ini adalah salah satu mata rantai dari jaringan
terdiri atas sekelompok rumah, antara yang satu yang berpusat di kota kabupaten.24
terpisah dari yang lain, merupakan tempat
kediaman yang relatif tertutup. Biasanya rumah- Kota yang terletak di pesisir atau daerah
rumah di kota didirikan berdekatan, tetapi tidak
seluruhnya, dan masyarakat hidup dari perniagaan perairan lainnya cenderung mempunyai pelabuhan
serta perusahaan berkat adanya pasar.20
laut sebagai pintu gerbang untuk berhubungan
Menurut Gideon Sjoberg, berdirinya
sebuah kota modern didahului oleh sebuah kota dengan daerah lain, sehingga disebut kota
yang bersifat praindustri. Kota-kota praindustri
kebanyakan adalah pusat kegiatan pemerintah, pelabuhan. Menurut Frank Broeze dalam buku
keagamaan, dan bukan merupakan kegiatan yang disuntingnya,25 kota pelabuhan berfungsi
komersil.21 Timbulnya kota-kota pada Abad
Pertengahan, menurut Henri Pirenne, didorong sebagai tempat keluar masuk barang dagangan
oleh kebutuhan setempat untuk saling bertemu
bagi memenuhi kebutuhan bersama, di antaranya untuk perkembangan perniagaan, sosial, dan
upacara keagamaan, jual beli, pertemuan politik,
pengadilan, dan kebutuhan sebagai tempat politik. Bandar menduduki posisi lebih tinggi dari
berlindung pada masa perang.22 Grunfeld
mendefinisikan kota sebagai berikut: “Kota adalah pada daerah lainnya dalam sebuah kota (urban)
suatu pemukimam dengan kepadatan penduduk
yang lebih besar dari pada kepadatan wilayah sebab kegiatan ekonomi terpusat di bandarnya.
nasional, dengan struktur mata pencaharian non
agraris dan tata guna yang beraneka, serta dengan Fungsi dan peranan bandar melebihi bagian kota
gedung-gedung yang berdiri berdekatan”.23
lainnya dan terbuka bagi dunia, atau sekurang-
Akan tetapi dari sudut lain kota bisa
dilihat sebagai pusat dari berbagai corak jaringan kurangnya untuk berbagai kegiatan, terutama
politik, pemerintah, ekonomi, perdagangan,
hiburan, dan sebagainya. Sebagai pusat dari aktivitas dagang. Bandar-bandar pantai di
berbagai jaringan (networks) yang masing-masing
terikat oleh corak hubungan yang cukup kompleks, Nusantara berperan terhadap daerah pedalaman
(hinterland).26 Bandar itu telah berhubungan
20 Max Webert. The City. New York: Colliers Books, p.
1958. Lihat juga Sartono Kartodirdjo. Masyarakat dengan pedagang asing sejak berabad-abad yang
Kuno dan Kelompok-Kelompok Sosial. Jakarta: lalu.27
Bhratara Karya Aksara, 1977, hal. 12.
Suatu kota pelabuhan juga merupakan
21 Gideons Sjoberg. The Preindustrial City, Past and
Present. New York: The Free Press, 1965, p. 25. jembatan penghubung antara darat dan laut. Kota

22 Henri Pirenne. Medieval Cities and the Revival of pelabuhan dapat dibagi dalam berbagai golongan,
Trade. Princeton New Jersey, 1969, p. 56-60.
jika dilihat secara geografis, manajemen, dan
23 Dikutip dari N. Daldjoeni. Seluk Beluk Masyarakat
Kota. Bandung: Alumni, 1978, hal. 41 24 Tsuyoshi Kato, “Rantau Pariaman: Dunia saudagar
Pesisir Minangkabau Abad XIX”, dalam Akira
Nagazumi. Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, hal. 77. Denys
Lombard. Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar
Muda(1607-1636). Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hal.
156 dan 158.

25 Frank Broeze, ed. Brides of the Sea, Port Cities of
Asia from 16th -20th Centuries. Kensington : New
South Wales University Press, 1989, p. 98.

26 Peter Reeves, Frank Broeze, Mc. Person. “Studying
the Asian Port City”, dalam Frank Broeze, ed. Op. Cit.
P. 34.

27 Bernard H.M. Vlekke. Nusantara, A History of
Indonesia. The Hague: W. van Hoeve, 1965, p. 87,
111, 114, 171, 234, 270, 298. Lihat Juga F.R.S.
William Marsden. The History of Sumatra, Containing
an Account of the Governement, Laws, Customs, and
Maners and a Relation of the Ancient Political State of
that Island. London: J. M`Creey, Black-Horse-Court,
1811. Diterjemahkan oleh A.S. Nasution dan
Mahyuddin Mendim menjadi William Marsden.
Sejarah Sumatera. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999, hal. 91. Denys Lombard. Nusa Jawa: Silang
Budaya I,II,III. Jakarta: Gramedia, 1996.

60
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

komersil. Secara geografis, pelabuhan laut bisa Laut Merah; Muskat, Bandar Abas, dan Hormuz di
dibagi atas beberapa kategori, yaitu pelabuhan teluk Persia; Cambay, Calicut, dan Goa di Laut
pasang naik, pelabuhan buatan, pelabuhan alam, Arab; Satgaon di teluk Benggala, Malaka di selat
pelabuhan terbuka, pelabuhan sungai, pelabuhan Malaka; Khanfu di Canton; Zaiton dan Nanking di
laut (Samudera), dan pelabuhan pantai. Ditinjau Laut Cina.32
dari sudut perdagangan, pelabuhan yang terdapat
di Asia Tenggara digolongkan oleh Leong Sau Dalam perkembangannya, pelabuhan
Heng dalam tiga tipe, yakni pelabuhan “Collecting emporium memiliki fasilitas ekonomi berupa
Centres”, “Entrepot”, dan “Feeder Points”.28 kredit, gudang, penginapan, dan sebagainya.
Pelabuhan yang bertipe “Collecting Centres” Kegiatan para pengusaha yang cukup besar dengan
adalah pelabuhan tempat menumpuknya berbagai menguasai perdagangan sendiri merupakan salah
barang komoditi yang datang dari pelabuhan lain satu ciri dari bandar emporium. Kapal bisa mereka
untuk dikomsumsi sendiri dan didistribusikan ke beli atau disewa untuk mengadakan ekspedisi
daerah pedalaman. Pelabuhan ini didukung oleh dagang ke pelabuhan yang lain, dan seringkali
hasil bumi di sekitarnya dan terletak di pesisir atau nakhoda kapal merangkap sebagai pedagang.
di hulu sungai yang dekat dengan daerah penghasil Usaha dagang semacam itu dinamakan sebagai
barang komoditi.29 Tipe “Entrepots” adalah pedagang Commenda.33
pelabuhan yang berfungsi untuk pengumpulan
barang yang dibawa oleh kapal dagang dari Pelabuhan emporium pada masa Klasik
berbagai negeri, seperti dari Timur Tengah, India, sangat mendukung perdagangan Commenda.
dan Eropa. Di sini terjadi pemindahan barang Keberadaan pelabuhan ini di sepanjang jalur
dagangan dari kapal yang satu ke kapal yang lain, pelayaran dan perdagangan mengurangi risiko
dan selanjutnya dikapalkan ke negeri lain. Tipe kecelakaan laut, sebab kapal dagang tidak perlu
bandar “Entrepots” pada milenium pertama berlayar jauh, cukup sampai di kota pelabuhan
tergantung pada angin muson.30 Pelabuhan yang terdekat, kemudian barang dagangan yang mereka
termasuk pada tipe “Feeder Points” adalah bawa diteruskan oleh kapal lainnya ke pelabuhan
pelabuhan yang letaknya strategis di rute jaringan selanjutnya. Setelah sampai di sana juga telah
perdagangan untuk membantu melayani pelabuhan menunggu kapal yang akan membawa barang itu
Entrepot dalam transaksi dagang. Pelabuhan ini ke pelabuhan yang lebih jauh. Pengangkutan
berhubungan langsung dengan daerah penghasil barang secara estafet dari pelabuhan emporium
barang komoditi.31 yang satu ke pelabuhan seterusnya dinamakan
“Sistem Emporia”.
Ketiga tipe pelabuhan di atas ada kalanya
dimiliki oleh sebuah kota pelabuhan yang telah Salah satu bentuk pemberdayaan
menyediakan fasilitas lengkap, yang dikenal masyarakat yang tinggal di sekitar pelabuhan-
sebagai pelabuhan atau pelabuhan “emporium”. pelabuhan Nusantara adalah membenahi sarana
Pelabuhan emporium adalah kota pelabuhan yang dan prasarana lainnya di sepanjang pelabuhan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas sehingga yang sejajar dengan pantai di masing-masing
memudahkan bagi para pelaut untuk memenuhi pulau, sehingga mudah disandari oleh kapal
kebutuhan serta memperbaiki kapalnya. Pelabuhan dagang. Potensi utama kawasan Nusantara selama
semacam itu telah muncul pada abad ke-10 dan 11 abad ke-1 sampai dengan abad ke-19 adalah sektor
di Samudera Hindia, seperti Aden dan Mocha di pelayaran perdagangan, karena letak geografisnya
sebagai pintu gerbang atau penghubung antara
28 Leong Sau Heng. “Collecting Centres, Feeder Points Benua Asia dan Benua Australia, serta antara
and Entrepots in the Malay Peninsula, 1000 B.C. –
A.D. 1400”, dalam Kathirithamby-Wells & John 32 K.N. Chaudhuri. Trade and Civilisation in the Indian
Villiers, ed. The Southeast Asian Port and Polity Rise Ocean, An Economic History from the Rise of Islam to
and Demise. National University of Singapore: 1750. Cambridge-New York-New Rochelle-
Singapore University Press, 1990, p. 17. Melbourney-Sydney: Cambridge University Press,
1989, p. 89.
29 Leong Sau Heng. Ibid. P. 23.
30 Leong Sau Heng. Ibid. P. 32. 33 J.C. van Leur. Indonesian Trade and Society, Essays
31 Leong Sau Heng. Ibid. P. 29 in Asian Social and Economic History. Dordrecht-
Netherlands: Foris Publications, 1983, p. 17.

61

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Posisi Timur tidak seimbang dengan Indonesia bagian
silang yang strategis tersebut memerlukan Barat. Ketertinggalan tersebut disebabkan karena
ketahanan wilayah sehingga tidak mudah alasan jarak yang jauh dari pusat Ibukota Negara
dieksploitasi oleh bangsa lain. dan kondisinya terdiri dari banyak pulau, selat, dan
laut. Sebagai Negara Kelautan kondisi itu harus
Beberapa pelabuhan Nusantara dibangun dan dikembangkan. Perhatian
mengalami kemunduran terus menerus sebagai pemerintah Indonesia terhadap Indonesia Bagian
pusat perdagangan dan pelayaran. Hal ini Timur (IBT) memang sudah dimulai. Sejak masa
disebabkan karena kemunduran kegiatan ekonomi pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Presiden
di bandar itu yang disebabkan oleh beberapa Abdurahaman Wahid (Gusdur), Presiden
faktor, di antaranya semakin terbukanya jalan darat Megawati, dan Presiden Susilo Bambang
dan udara. Setelah beberapa puluh tahun bubarnya Yudhoyono perhatian terhadap Indonesia Bagian
pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang di Timur dibuktikan dengan pembentukan
Nusantara, kondisi fisik pelabuhan pada umumnya departemen khusus untuk menangani wilayah itu.
belum mengalami perubahan yang berarti, Banyak penduduk di bekas wilayah bandar Sutra
sehingga kegiatan perdagangan dan pelayaran baik di Indonesia Bagian Timur, pantai utara Pulau
tetap pudar. Akibatnya adalah sangat sulit untuk Jawa, Pulau Sumatra Kalimantan, Sulawesi, dan
mencapai kembali citra sebagai pelabuhan- sebagainya tetap bermata pencaharian sebagai
pelabuhan utama di Nusantara, seperti Banten, nelayan dan petani yang belum berdaya. Sebagian
Jepara, Ternate, Tidore, Makassar, Padang, Pasai, besar dari usaha ekonomi mereka belum
dan sebagainya. Akibat merosotnya peranan memberikan nilai tambah. Para nelayan
pelabuhan dalam perdagangan dan pelayaran mengalami kesulitan dalam menjangkau jarak
banyak perencanaan pelabuhan tidak dapat tangkapan yang potensial. Hal ini merupakan
terlaksana. Walaupun kondisi pelabuhan lainnya di problem yang cukup dilematis dialami nelayan
Nusantara telah mulai berkembang dengan baik, Nusantara.
tetapi tidak demikian halnya dengan pelabuhan-
pelabuhan Nusantara yang yang lain, termasuk “Aankomst van Schepen en Vaartuigen in de
pelabuhan jalur Sutra. Jalur Sutra adalah
pelabuhan-pelabuhan yang dilalui oleh kapal-kapal Verschillende Havens van
yang membawa sutra dari Cina ke India pada
Zaman Klasik. Jalur Sutra pada mulanya hanyalah Nederlandsche-Indie in het Jaar 1936”,
melalui darat, mulai dari Cina, Cina Selatan,
Dataran Tinggi Myanmar, Bangladesh, India, Statistiek van de Scheepvaart in
Pakistan, Persia, dan Laut Tengah. Akan tetapi
karena jalur sutra darat tersebut banyak gangguan Nederlandsch-Indie over het Jaar 1936
oleh para perompak, maka jalur perdagangan sutra
dialihkan lewat laut, melewati kawasan perairan Samengesteld Bij het Hoofdkantoor van
Nusantara. Bandar-bandar yang disnggahi oleh
kapal-kapal tersebut disebut Bandar Jalur Sutra, di Scheepvaart. Batavia: Gedrukt door
antaranya Ternate, Tidore, Banda, Makassar,
Jepara, Cirebon, Sunda Kelapa, Banten, Malaka, Drukkerij F.BS Uits., 1939.
dan lain-lain. Potensi kawasan perairan Nusantara
sangat banyak, tetapi fasilitas bandar yang Bastin, John. The British in West Sumatra 1685-
tersedia masih bersifat kecil-kecilan, seperti 1825. Kuala Lumpur: University of
fasilitas bandar yang minim, alat pendingin yang Malaya Press, 1965.
tidak ada, armada penangkap ikan yang kurang
modern, industri pembuatan perahu yang masih “Beknopt Overzigt van den Handel en de
bersifat tradisional, dan dok kapal yang masih Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust
bersifat kecil-kecilan. Gedurende het Jaar 1846-1868”,
Commerce Statistic. Bagian I. Batavia:
Sejak lama diketahui bahwa laju Landsdrukkerij, 1868.
perkembangan pembangunan di Indonesia Bagian
Besar, Muhammad Saleh Datuk Orang Kaya.
Riwayat Hidup dan Perasaian Saya.
Bogor: S.M. Latif, 1975.

“Bintang Batak”, No. 17, 28 April 1939. Surat
Kabar. Sibolga: Boekhandel en
Bataksdrukkerij, 1939.

62
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Castles, Lance. “Kehidupan Politik Sebuah Diterjemahkan oleh A.S. Nasution dan
Keresidenan: Tapanoeli 1915-1940”. Mahyuddin Mendim menjadi William
Sibolga: (Naskah terjemahan oleh Maurits Marsden. Sejarah Sumatera. Bandung:
Simatupang, belum diterbitkan), 1972. Remaja Rosdakarya, 1999.

Chaudhuri, K.N. Trade and Civilisation in the Memorie van Overgave van het Bestuur der
Indian Ocean, An Economic History from Onderafdeeling Baroes, Bataklanden,
the Rise of Islam to 1750. Cambridge- Tapanoeli, 25 September 1925.
New York-New Rochelle-Melbourney-
Sydney: Cambridge University Press, Nur, Muhammad. “Bandar Sibolga di Pantai Barat
1989. Sumatra Pada Abad Ke-19 Sampai
Pertengahan Abad Ke-20”. Jakarta:
Daldjoeni, N. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Disertasi, Program Pascasarjana
Bandung: Alumni, 1978. Universitas Indonesia, 2000.

Dobbin, Christine. Kebangkitan Islam Dalam Pirenne, Henri. Medieval Cities and the Revival of
Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah, Trade. Princeton New Jersey, 1969.
Sumatera Tengah Tahun 1784-1847.
Jakarta: INIS, 1992. Poelinggomang, Edward L.. “Proteksi dan
Perdagangan Bebas, Kajian Tentang
Drakard, Jane. A Malay Frontier Unity and Perdagangan Makassar Pada Abad Ke-
Duality in a Sumatran Kingdom. Studies 19”, Disertasi, Vrije Universiteit
on Southeast Asia, Southeast Asia Amsterdam. Centrale Huisdrukkrij VU,
Program, 120 Uris Hall. Ithaca-New 1991.
York: Cornell University, 1990.
Sinar, Tengku Luckman. “Sibolga dan Pantai
Heng, Leong Sau. “Collecting Centres, Feeder Barat Sumatera Utara Dalam Lintasan
Points and Entrepots in the Malay Sejarah”. Makalah, Kelompok Studi Ilmu
Peninsula, 1000 B.C. – A.D. 1400”, Publisistik, FISIPOL UISU Medan: 1980.
dalam Kathirithamby-Wells & John
Villiers, ed. The Southeast Asian Port and Sjoberg, Gideons. The Preindustrial City, Past and
Polity Rise and Demise. National Present. New York: The Free Press, 1965.
University of Singapore: Singapore
University Press, 1990. Sutjipto Tjiptoatmojo. “Kota-Kota Pantaidi Sekitar
Selat Madura (Abad XVII Sampai Medio
Kartodirdjo, Sartono. Masyarakat Kuno dan Abad XIX)”, Disertasi, Universitas
Kelompok-Kelompok Sosial. Jakarta: Gadjah Mada. Yogyakarta: 1983.
Bhratara Karya Aksara, 1977.
Sutherland, Heather. “Eastern Emporium and
Kato, Tsuyoshi, “Rantau Pariaman: Dunia Company Town: Trade and Society in
saudagar Pesisir Minangkabau Abad Eighteenth Century Makassar”, dalam
XIX”, dalam Akira Nagazumi. Indonesia Frank Broeze, ed. Brides of the Sea, Port
Dalam Kajian Sarjana Jepang. Jakarta: Cities of Asia from the 16th-20th Centuries.
Yayasan Obor Indonesia, 1986. Kensington: New South Wales University
Press, 1989.
Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya
I,II,III. Jakarta: Gramedia, 1996. “Scheepvaartbeweging Over 1907 Voor Zooveel
de Jaarlijksche Algemeene
-------------------. Kerajaan Aceh Jaman Sultan Handelsstatistiek van Nederlandsch-Indie
Iskandar Muda(1607-1636). Jakarta: die doet Kennen”, Koloniaal Verslag van
Balai Pustaka, 1991. 1908, Nederlandsch-Indie. Bijlage ZZ
Overzichten Betreffende de Scheepvaart
Marsden, F.R.S. William. The History of Sumatra, Over 1907.
Containing an Account of the
Governement, Laws, Customs, and Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de in
Maners and a Relation of the Ancient en Uitvoerrechten in Nederlandsch-Indie
Political State of that Island. London: J. Over het Jaar 1906. Deel Iib. Batavia:
M`Creey, Black-Horse-Court, 1811. Landsdrukkerij.

63

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch- Polity Rise and Demise. National
Indie over het Jaar 1937. University of Singapore: Singapore
University Press, 1990.
Vlekke, Bernard H.M.. Nusantara, A History of
Indonesia. The Hague: W. van Hoeve, Zitting 1897-1898. Koloniaal Verslag van 1897.
1965. Nederlandsch(Oost)-Indie. Bijlage A No.
3. Statistiek Betreffend Bevolking van
Webert, Max. The City. New York: Colliers Nederlandsch-Indie Over 1895.
Books, 1958.
Zuhdi, Susanto. Cilacap (1830-1942) Bangkit dan
Wells, Kathirithamby-. “Banten: A West Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa.
Indonesian Port and Polity During the Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Sixteenth and Seventeenth Centuries”, Gramedia), 2002.
dalam J. Kathirithamby-Wells & John
Villiers, ed. The Southeast Asian Port and

64
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Sarkawi B. Husain

“Di mana ada tambatan perahu, di situ Namun demikian, dengan sejumlah alasan
pasti ada orang Bugis” orang-orang Bugis meninggalkan kawasan Penajis
(Abidin, 1983: 82) dan membuka sebuah kawasan baru di Linggi.
Dalam waktu singkat, kawasan itu kemudian
Diaspora dan migrasi adalah sebuah berubah menjadi kawasan yang sangat terkenal
fenomena yang banyak dijumpai dalam perjalanan dan strategis baik dalam bidang perdagangan
sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk maupun militer di Semenanjung Malaya. Linggi
Indonesia. Di Indonesia terdapat beberapa etnis kemudian menjadi pusat pelabuhan perdagangan
yang memiliki tradisi migrasi atau merantau yang timah antara Malaka, Singapura, dan Daratan
kuat, seperti etnis Minangkabau, Banjar, dan Semenanjung.3
Bugis. Di seluruh wilayah nusantara--dari
semenanjung Melayu dan Singapura hingga pesisir Perpindahan orang-orang Bugis ke
barat Papua, dari Filipina Selatan dan Kalimantan berbagai daerah, baik di wilayah Indonesia
Utara hingga Nusa Tenggara--dapat dijumpai maupun di luar wilayah Indonesia merupakan
orang Bugis yang sibuk dengan aktivitas tradisi yang telah berlangsung lama. Keadaan ini
pelayaran, perdagangan, pertanian, pembukaan sudah berlangsung sejak abad XV di mana orang-
lahan perkebunan di hutan, atau pekerjaan apa saja orang Bugis sudah menyebar di pesisir Timur
yang mereka anggap sesuai dengan kondisi ruang Pulau Sumbawa, memegang peranan penting
dan waktu. Tidak pelak lagi, kemampuan mereka dalam berbagai bidang dan lapangan kerja, sebagai
untuk berubah dan menyesuaikan diri merupakan pedagang, muballig, penguasa, dan yang paling
modal terbesar yang memungkinkan mereka dapat penting adalah orang-orang Bugis telah memegang
bertahan di mana-mana selama berabad-abad. peranan utama dalam lalu lintas perhubungan laut.
Menariknya, walau mereka terus menyesuaikan Peranan yang sama dilakukan oleh orang-orang
diri dengan keadaan sekitarnya, orang Bugis Bugis-Makassar di daerah-daerah seperti Bali,4
ternyata tetap mampu mempertahankan identitas Madura, Kalimantan, Pantai Utara Jawa, Aceh,
“kebugisan” mereka.1 Singapura,5 Perak, Johor, Riau, Papua, dan Timor
Leste.6
Di Linggi Malaysia misalnya, terdapat
sebuah kelompok sosial keturunan Bugis- Pertanyaannya kemudian adalah apa yang
Makassar yang telah berdomisili di kawasan itu menyebabkan terjadinya diaspora orang-orang
sejak sekitar tahun 1800. Kawasan itu dahulunya Bugis ke berbagai wilayah di nusantara maupun di
adalah hutan belantara yang belum terjamah oleh negara-negara lain. Terdapat dua alasan utama
tangan manusia. Demikian pula sungainya masih yang menyebabkan perpindahan ini. Pertama,
merupakan rawa-rawa yang belum dapat masalah keamanan. Masa kacau yang
dipergunakan untuk pelayaran. Asal-usul berkepanjangan di Sulawesi Selatan, berawal
kehadiran orang-orang Bugis-Makassar di
kawasan ini bermula pada tahun 1800 ketika Pandangan Hidup Manusia Bugis Makassar (Jakarta:
mereka diusir dari Kepulauan Riau oleh Belanda Inti Idayu Press, 1985), hlm. 1-2; Hasan, Sabri.
karena kalah dalam perang. Akibat pengusiran itu, “Peranan Etnis Bugis Makassar dalam Perdagangan”
maka orang-orang Bugis tersebut meninggalkan dalam Eskpedisi Geografi Indonesia Sulawesi Selatan
kepulauan Riau untuk mencari daerah baru di (Jakarta: PSSDAD, 2008), hlm. 54.
daratan Semenanjung. Dengan menggunakan
perahu, mereka akhirnya sampai pada suatu 3 Hamid Abdullah, op. cit., hlm. 2.
kawasan yang bernama Penajis di Negeri
Sembilan. Sebelum kedatangan orang-orang 4 Sekitar tahun 1500-1600 sudah ada kontak antara
Bugis, di kawasan ini telah dihuni oleh orang- orang-orang Bugis dan Bali. Saat ini hampir setiap
orang Minangkabau.2 kabupaten di Bali terdapat perkampungan Bugis,
seperti Suwung, Pulau Serangan, Kepaon di Denpasar.
1 Christian Pelras, Manusia Bugis (Jakarta: Forum Tuban, Tanjung Benoa, Angantiga, dan Petang di
Jakarta-Paris, 2006), hlm. 5. Badung, dan berbagai wilayah lainnya.

2 Hamid Abdullah, Manusia Bugis Makassar: Suatu 5 Di Singapura terdapat Bugis Street dan Bugis Village
Tinjauan Historis Terhadap Pola Tingkah Laku dan yang saat ini menjadi salah satu kawasan perdagangan
yang ramai.

6 Mukhlis dan Kathryn Robinson, Migrasi (Ujung
Pandang: Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin-YIIS, 1985), hlm. vi.

65

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

sekitar abad ke XVI hingga XVIII atau sepanjang lama, menarik untuk melakukan kajian apa yang
tiga abad lamanya terjadi perang antar kerajaan- menyebabkan orang-orang Bugis-Makassar
kerajaan lokal yang kemudian disusul dengan meninggalkan kampung halamannya dan pindah
perang melawan Belanda sampai dengan awal ke wilayah lain secara permanen. Seperti yang
abad XX. Selanjutnya perang mempertahankan diyakini oleh para sejarawan dan ilmuan sosial
kemerdekaan sampai tahun 1950-an disusul lainnya, tidak ada satu determinan tunggal yang
dengan pembrontakan DI/TII pada tahun 1950-an menyebabkan terjadinya sebuah peristiwa sejarah.
hingga 1965. Kedua, berkaitan dengan masalah Sebuah peristiwa merupakan akumulasi berbagai
ekonomi. Sebagai etnis yang memiliki naluri untuk faktor, baik sosial, politik, ekonomi, kultural,
merantau (sompe), orang-orang Bugis selalu bahkan agama. Hal yang sama juga terjadi pada
berupaya mencari tempat yang dianggap layak aktivitas migrasi (diaspora). Banyak faktor yang
bagi dirinya untuk tinggal, bekerja, bermasyarakat, membuat orang melakukan perpindahan dan
beramal, dan lain-lain. Selama hal tersebut belum mencari penghidupan di kampung yang baru.
dicapai, perantauan tidak akan pernah berakhir. Faktor-faktor itu antara lain politik, keamanan,
Hal ini tercermin dari pepatah Bugis yang ekonomi, dan psychologis. Berbagai faktor
berbunyi: “Selama laut masih berombak, pasir di tersebut dapat berdiri sendiri, berhimpitan dengan
pantai tak akan tenang”.7 dua faktor yang berbeda atau gabungan dari
berbagai faktor tersebut.
Seperti yang disebutkan di atas, salah satu
wilayah yang menjadi tujuan migrasi orang-orang Dalam beberapa literatur yang
Bugis adalah kawasan pantai utara Jawa, menceritakan tentang tradisi perantauan orang-
khususnya Surabaya. Perpindahan orang-orang orang Bugis-Makassar, disebutkan bahwa pada
Bugis ke kota ini menarik mengingat Surabaya umumnya alasan yang mendasari tindakan mereka
sangat kosmopolit. Jauh sebelum abad ke-19 kota meninggalkan kampung halaman berkaitan
ini telah dihuni oleh berbagai etnis baik yang dengan upaya mencari solusi atas konflik pribadi,
berasal dari wilayah nusantara sendiri maupun dari menghindari penghinaan, kondisi yang tidak aman,
luar nusantara. Konsekuensi dari situasi ini adalah atau keinginan untuk melepaskan diri baik dari
bertemunya berbagai kebudayaan, tradisi, kondisi sosial yang tidak memuaskan, maupun
kebiasaan dari masing-masing etnis. Akibatnya, hal-hal yang tidak diinginkan akibat tindakan
perjumpaan antar kebudayaan dari berbagai etnis kekerasan yang dilakukan di tempat asal.11
adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Namun demikian kata Pelras, alasan
Latar Belakang Migrasi seperti itu saja tampaknya tidak akan cukup
memadai untuk dijadikan landasan untuk
“Manusia secara alamiah selalu memahami mengapa begitu banyak pemukiman
melakukan mobilitas yang konstan dalam dimensi orang Bugis tersebar di seluruh nusantara sejak
waktu dan tempat” demikian kata Chapman dan akhir abad ke-17. Alasan tersebut juga tidak dapat
Prothero dalam jurnal Internasional Migration menjelaskan kenyataan bahwa—terlepas dari
Review, 1984.8 Mobilitas yang dilakukan keadaan yang terus berubah—aktivitas perantauan
menyebabkan terjadinya migrasi maupun mobilitas justru merupakan ciri khas “permanen” orang
sirkuler antara daerah asal dengan daerah tujuan. Bugis hingga saat ini.12
Berbeda dengan mobilitas sirkuler yang melintasi
wilayah tertentu dalam tempo yang tertentu pula, Bahwa migrasi tersebut sudah
migrasi ditandai dengan perpindahan secara berlangsung dalam beberapa dekade yang lampau
permanen.9 tercermin dalam Volkstelling tahun 1930.
Penduduk Kalimantan misalnya (tidak masuk
Sebagai salah satu etnis10 yang memiliki British Borneo) hampir 1/5 adalah orang yang lahir
tradisi merantau yang sudah berlangsung sejak di Sulawesi Selatan. Kalau ditambahkan dengan
yang lahir di Kalimantan dapat dibayangkan
7 Ibid. banyaknya, karena emigrasi terjadi sejak abad
8 Chapman Murray dan Prothero R. Mansell, “Themes XVII. Terlebih kalau dijumlahkan dengan orang-
orang Bugis peranakan. Pada tahun 1930 ditaksir
on Circulation in the Third World”, Internasional 10% dari jumlah penduduk Sulawesi (terutama
Migration Review, Volume No. 4, 1984, hlm. 594-632
dalam Suko Bandiyono, “Mobilitas Penduduk Pola Migrasi Suku Minangkabau (Yogakarta: Gadjah
Sangihe”, Dinamika Mobilitas Penduduk di Wilayah Mada University Press, 1979) dalam Usman Pelly,
Perbatasan (Jakarta: LIPI Press, 2007), hlm. 77. “Pasang Surut Perahu Bugis Pinisi” Mukhlis (ed.),
9 Ibid. Dinamika Bugis-Makassar (Makassar, PLPIIS-YIIS,
10 Menurut Mohtar Naim, perantauan orang Bugis- 1986), hlm. 131-148.
Makassar setingkat dengan orang-orang Minangkabau,
Banjar, dan Bawean. Lihat Mohtar Naim, Merantau: 11 Christian Pelras, op. cit., hal. 370.

12 Ibid., hlm. 371.

66
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Bugis) yang bertempat tinggal di luar Sulawesi Bungaya) merupakan salah satu faktor yang
Selatan. 13 menyebabkan semakin banyaknya orang-orang
Bugis-Makassar yang eksodus ke wilayah-wilayah
Berikut gambaran distribusi orang-orang nusantara lainnya. Menurut Anthony Reid, setelah
Bugis, Makassar, dan Mandar di berbagai wilayah bertempur dengan gigih, pada bulan November
nusantara. 1667 Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani
perjanjian Bungaya yang memalukan. Perjanjian
Tabel 1. ini mengharuskan Orang Inggris, Portugis, dan
Orang Eropa lainnya keluar dari Makassar. Selain
Distribusi Orang-orang Bugis, Makassar, dan Mandar pada Tahun itu, Makassar dipaksa membayar ganti kerugian
yang besar, sebagian besar dari wilayahnya yang
1930 bukan milik orang Makassar diserahkan kepada
VOC, dan VOC diizinkan menduduki benteng
---------------------------------------------------------------------------------------- Ujungpandang yang menjaga kota itu di utara –
Speelman, pemimpin ekspedisi itu, memperkuat
Bugis Makassar Mandar dan mengganti nama benteng itu menjadi Fort
Rotterdam, sesuai nama tempat kelahirannya.
---------------------------------------------------------------------------------------- Namun demikian, perjanjian yang diharapkan
membawa ketenangan ternyata tidak bisa bertahan,
Residency of Celebes 1,380,334 630,144 175,271 dan pada Juni 1669 persekutuan itu melancarkan
lagi serangan besar terhadap benteng Sombaopu.15
Residency of Manado 27,477 1,630 1,571 Tentara Belanda menembakkan 30.000 peluru
senapan dalam pertempuran itu dan membuat
Borneo 95,048 3,088 5,846 terowongan di bawah temboknya untuk
meledakkan sebagian dari tembok itu.16
Sumatera 10,170 1,044 11
Akan tetapi, akhir perang dahsyat dalam
Residency of Timor 11,652 2,718 796 sejarah VOC di Nusantara tersebut justru awal dari
periode sejarah yang sangat penting bagi dinamika
(Sumbawa) 8,232 1,975 - perantauan orang Bugis-Makassar di Tanah Air.

Bali dan Lombok 2,468 276 2,295 15 Penaklukkan Makassar pada tahun 1669 oleh VOC
telah membawa dampak yang besar terhadap dunia
Maluku 1,293 1,622 103 pelayaran dan perdagangan pribumi, terutama di
bagian timur Nusantara. Sebagaimana diketahui,
Jawa dan Madura 4,593 2,198 3,293 Makassar telah tumbuh sejak abad ke-16 sebagai
bandar pelabuhan yang ramai dikunjungi perahu dan
British Malaya 4,961 23 - kapal. Sejak 1605 ketika kerajaan Gowa dan Tallo
resmi menganut agama Islam, para pedagang muslim
Sumber: Volkstelling 1930, Vol. V, pp. 20-21. pun lebih banyak mendatangi pelabuhan ini, dan sejak
1641 ketika Belanda menggantikan kedudukan
Akibat “kegemaran” merantau ini, Portugis di Melaka, maka banyak orang Portugis pun
periode tahun 1969-1980 Kabupaten Wajo sebagai menetap di sini (pada tahun 1660 teal ada 2000 orang
salah satu daerah yang warganya paling banyak Portugis di Makassar). Ke sini pula pedagang Eropa
melakukan perantauan (sompe’) kehilangan lainnya (Inggris dari Madras, Spanyol dari Manila,
penduduknya sebanyak 8762 orang. Dengan kata Denmark, Prancis, dsb.) datang berdagang, di samping
lain, daerah ini selama sebelas tahun kehilangan pedagang-pedagang dari Asia Tenggara lainnya.
796 orang setiap tahunnya atau sekitar 66 orang Tidaklah mengherankan mengapa VOC sangat merasa
setiap bulannya. Instruksi yang dikeluarkan perlu untuk menguasai bandar ini. Sebuah catatan dari
pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan pada Cornelis Speelman, pemimpin ekspedisi Belanda yang
tahun 1969 yang melarang warganya bepergian menyerang Makassar, sangat penting dalam hubungan
secara berombongan tidak berarti apa-apa dan sejarah pelayaran dan perdagangan Makassar karena ia
terbukti tidak mampu menahan warganya untuk melaporkan jangkauan perdagangan Makassar pada
melakukan perantauan.14 waktu itu (1670), lihat A.B. Lapian, “Peta Pelayaran
Nusantara Dari Masa ke Masa” Makalah yang
Dengan aktivitas perantauan yang sudah disampaikan dalam Musyawarah Kerja Nasional
berlangsung sangat lama, maka tidak Sejarah XIII, di Makassar, 9-12 Juli 1996, hlm. 8.
mengherankan jika perkampungan Bugis-
Makassar terdapat di berbagai wilayah nusantara. 16 Andaya 1981: 130-33 dalam Anthony Reid, Dari
Di Jawa, orang-orang Bugis-Makassar dapat Ekspansi hingga Krisis: Jaringan Perdagangan
dijumpai di sekitar pelabuhan-pelabuhan penting Global Asia Tenggara 1450-1680. Jilid II (Jakarta:
seperti Batavia ,Gresik, dan Surabaya. Seperti di Obor, 1999), hlm. 371.
wilayah lain, kehadiran orang-orang Bugis-
Makassar di Surabaya tentu dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor. Dalam penelusuran yang penulis
lakukan, terdapat paling tidak tiga hal yang
menyebabkan maraknya aktivitas perantauan
tersebut, yakni: a) Faktor Keamanan, b) Faktor
Ekonomi, dan c) Pendidikan (termasuk militer).

Dari Perjanjian Bongaya
hingga Teror PKI

Seperti yang ditulis pada bagian
sebelumnya, Perjanjian Bungaya (Cappaya

13 Jacquiline Lineton dalam Andi Zainal Abidin,
Persepsi Orang Bugis, Makassar Tentang Hukum,
Negara dan Dunia Luar (Bandung: Alumni, 1983),
hlm. 70.

14 Mukhlis dan Kathryn Robinson (eds.), op. cit., hlm.
vii.

67

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Jika sebelumnya hanya masyarakat pada umumnya perserikatan maritim yang bernama Ruplin (Rukun
yang bermigrasi ke seantero Nusantara, sejak Pelayaran Indonesia), dengan tujuan
Perjanjian Bongaya pola dan pelaku migrasi mengumpulkan pengusaha perkapalan dari
banyak dimotori bangsawan. Keterlibatan orang- Sulawesi dan memperbaiki organisasi pelayaran
orang Bugis-Makassar dalam dinamika lokal di pinisi. Upaya yang sangat berani ini menyebabkan
berbagai tempat di Nusantara masih bisa dilacak Kompeni Belanda KPM merasa tersinggung.19
kini.
Menurut Muhlis Paeni, masa kacau yang
Di Jawa Timur, sebuah armada Makassar berkepanjangan di Sulawesi Selatan, yang berawal
yang dipimpin oleh Laksamana Karaeng sekitar abad VXI hingga XVIII, sepanjang tiga
Bontomarannu (paman Sultan Hasanuddin) abad lamanya perang antar kerajaan-kerajaan
menghancurkan armada Belanda di Demung pada lokal, kemudian disusul dengan perang melawan
tahun 1676, sedangkan gabungan pasukan Karaeng Belanda sampai dengan awal abad XX. Perang
Galesong, I Maninrori (putera Sultan Hasanuddin) mempertahankan kemerdekaan sampai dengan
& Trunojoyo dapat menduduki ibu kota Mataram tahun 1950-an, kemudian disusul dengan
(Kraton Plered) pada tanggal 2 Juli 1677. Karaeng pembrontakan DI/TII tahun 1950-an hingga 1965,
Galesong gugur dalam pertempuran semuanya merupakan faktor yang tidak dapat
mempertahankan benteng Bangil dari serbuan diabaikan sebagai penyebab derasnya arus
pasukan Arung Palakka dan Kapten Jonker. perantauan orang-orang Bugis-Makassar.20
Menurut catatan Speelman, Karaeng Galesong
meninggal di Banten sebulan setelah berhasil Ketika terjadi revolusi di Surabaya,
meloloskan diri dari pengepungan benteng Bangil orang-orang yang berasal dari Sulawesi Selatan
dalam keadaan luka berat. Menurut versi Jawa turut memberikan andil. Salah satu dari mereka
Timur, makam Karaeng Galesong terdapat di adalah Bahar Mattalioe, sahabat sekaligus kawan
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, sebelah seperjuangan Kahar Muzakkar dalam
barat Batu dan selalu mendapat kunjungan ziarah pembrontakan DI/TII. Bahar Mattalioe adalah
dari penduduk setempat.17 seorang laskar dalam kesatuan BPRI di bawah
pimpinan Bung Tomo. Tiga bulan dalam kesatuan
Berbagai peristiwa politik yang terjadi BPRI, dia pindah ke CPM di Malang di bawah
kemudian, khususnya pada awal dan pertengahan pimpinan Bambang Supeno. Setelah mengikuti
abad ke-20 masih menujukkan kiprah orang-orang latihan selama tiga setengah bulan, pangkatnya
Bugis-Makassar di Pulau Jawa, khususnya Kota dinaikkan dari prajurit menjadi Kopral. Pada
Surabaya. Pada tahun 1931 misalnya, muncul permulaan tahun 1946, Bahar pindah ke TRIPS
seorang tokoh nasionalis yang sangat disegani (Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi)
yakni Nadjamudin Daeng Malewa. Bersama di bawah pimpinan Qahhar Mudzakkar dan diberi
masyarakat Bugis di Surabaya dan dengan pangkat Sersan Mayor. Tiga bulan di Yogyakarta,
dukungan pimpinan nasionalis Dr. Sutomo, Bahar dipindahkan ke Staf Bat. I Res. Hasanuddin
Nadjamuddin Daeng Malewa18 mendirikan sebuah di Malang di bawah pimpinan P. Mas’ud dan
pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Muda. Pada
17 H. D. Mangemba, “Semangat Kebaharian Orang waktu aksi Belanda pertama pada 1947, Bahar
memperlihatkan kapasitasnya dan pengalamannya
Sulawesi Selatan: Dulu dan Sekarang” dalam Lontara, dalam pertempuran di Malang. Pada waktu itu,
Qahhar mengangkatnya menjadi Komandan Ki. II
Majalah Ilmiah Universitas Hasanuddin, Tahun XXIX,
Juni 1947 dan Kabinet Nadjamauddin Daeng Malewa
No. 3, 1994, hlm. 13. Jika Karaeng Galesong berada di Kedua, 2 Juni – 4 Oktober 1949. Lihat Sarkawi,
“Gerakan Buruh di Makassar 1946-1955” Skripsi pada
pihak Trunojoyo, maka Karaeng Naba berada di pihak Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Unhas Ujungpandang,
1994, hlm. 32; Ide Anak Agung Gde Agung, Dari
Mataram dan VOC. Dia dimakamkan bersama 32 Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia
Serikat (Yogyakarta: Gadjah Mada Uiversity Press,
makam prajurit dari Gowa di kompleks Pemakaman 1985); Barbara Sillars Harvey, Pembrontakan Kahar
Muzakkar Dari Tradisi ke DI/TII (Jakarta: Grafitipers,
Mlati, Sleman, Yogyakarta, adalah saksi sejarah 1989), hlm. 365.
19 Denis Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, 2:
keterlibatan orang Bugis-Makassar dalam dinamika Jaringan Asia (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 89-90.
20 Mukhlis dan Kathryn Robinson (ed.), op. cit., hlm. vi.
politik setempat. Label kesatuan prajurit Bugis dalam

”ketentaraan” di Keraton Yogyakarta yang ada saat ini

bukti lain dari eksistensi Bugis-Makassar di jantung

kekuasaan Mataram. Dokter Wahidin

Soedirohoesodo—pahlawan nasional, tokoh

pendorong lahirnya Budi Utomo—ternyata leluhurnya

pun keturunan Bugis-Makassar yakni Daeng Naba.

Baca: Kenedi Nurhan, “Senja di Somba Opu” dalam

Kompas, 16 Januari 2009.

18 Nadjamudin Daeng Malewa adalah salah satu tokoh

sentral dari NIT. Dia adalah satu dari tiga calon

presiden NIT. Dia juga memimpin dua kali kabinet

selamata pemerintahan NIT, yakni Kabinet

Nadjamauddin Daeng Malewa Pertama, 13 Januari-2

68
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Bat. I Res. Hasanuddin dan dinaikkan pangkatnya “Saya khawatir, akan mengundang
menjadi Letnan I.21 kejadian yang tidak-tidak. Sebab, saya
selalu diawasi intel,” jawabnya.23
Pada akhir tahun 1948, Bahar meminta
kepada Kahar agar dia diizinkan ke Sumatera Salah satu peristiwa yang juga membuat
melanjutkan pelajarannya pada Normal Islam banyak orang-orang Bugis eksodus ke Jawa,
Padang. Kahar menyetujui dan memberi uang khususnya Surabaya adalah berkaitan dengan
sebanyak Rp 5000,- uang R.I sebagai biaya terbentuknya Negara Indonesia Timur (NIT) yang
perjalanan. Setelah sampai di Surabaya, uang diprakarsai oleh Lt. G. Dj. Dr. H. J. van Mook.24
tersebut dikurs menjadi Rp 125,-uang NICA. Salah satu instrumen yang dibentuk oleh
Akibatnya dia gagal melanjutkan sekolah di pemerintah kolonial Belanda ketika itu adalah
Padang. Setelah gagal dalam perjalanan ke Hadat Tinggi. Pada tanggal 12 November 1948,
Sumatera, Bahar mencari kerja untuk biaya hidup Gubernur NICA di Ujung Pandang menunjuk
sehari-hari, dan berhasil menjadi guru di sekolah Arumpone La Pabbenteng untuk menjadi Ketua
Standar Muhammadiyah di Surabaya, dengan gaji Hadat Tinggi dan memasukkannya sebagai salah
Rp 65,- Mengingat uang tersebut tidak mencukupi satu bagian dari NIT. Ketika NIT bubar pada tahun
kebutuhan sehari-hari, maka beliau berusaha 1950, maka bubar pula Hadat Tinggi dan pada
menjadi anggota pengarang pada Majalah Mimbar tahun yang sama La Pabbenteng mengundurkan
Pemuda yang memberinya honorarium Rp 10,- diri sebagai Arungpone dan berangkat ke Surabaya
sebulan.22 bersama istri dan pengikut-pengikutnya.25

Jika Karaeng Galesong maupun Bahar Menurut Anas Siraju, ketika La
Mattalioe menerjunkan diri secara langsung dalam Pabbenteng meninggalkan kampung halamannya
kancah politik praktis, maka Yahya Matuliti di Bone dan menuju Surabaya, dia membawa serta
melakukannya dengan tidak secara terang- istri, anak, dan para pengikutnya. La Pabbenteng
terangan. Dalam buku Teror Subuh di Kanigoro -- kemudian menetap dan memiliki rumah di Jalan
yang ditulis oleh salah seorang yang terlibat Maospati, sedangkan para pengikutnya menetap di
langsung dalam peristiwa tersebut – diceritakan Kembang Kuning yang kemudian kawin-mawin
bagaimana Yahya Matuliti dengan tanpa banyak dengan penduduk setempat.26
tanya memberikan bantuan dana untuk melawan
teror yang disebarkan oleh PKI pada awal tahun Persentuhan orang-orang Bugis-Makassar
1965. Berikut adalah petikan percakapan dalam dengan politik lokal, khususnya di Surabaya terus
buku tersebut. berlangsung hingga saat ini. Kita dapat menyebut
nama-nama seperti Andi Sudirman yang aktif
Dengan naik becak kemudian kami dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan
menuju rumah Pak SU Bayasut di Jalan pernah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya.
Blimbing Surabaya. Setelah menjelaskan Demikian pula dengan Nurhisyam, selain sebagai
sebentar tentang rencana kami, kemudian pengusaha juga pernah menjabat sebagai ketua
Pak Bayasut mengajak kami ke rumah DPD Golkar Jawa Timur dan pernah menjadi
Haji Yahya Matuliti, [sic.] saudagar besar kandidat wakil gubernur Jawa Timur. Demikian
dari Makassar yang juga Ketua Yayasan pula dengan La Nyalla Mattalititti, selain dikenal
Mesjid Mujahidin. sebagai pengusaha dan ketua umum Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur juga
... Pak Misbah memperkenalkan pernah menjadi kandidat wakil gubernur yang
saya pada Pak Yahya, menjelaskan apa berpasangan dengan Khafifah Indar Parawansa.
yang telah terjadi dan rencana kami untuk Pelayaran dan Perdagangan
bergerak melawan PKI beserta kebutuhan
dananya. Tak terduga, tanpa banyak 23 Anis Abiyoso dan Ahmadun Y. Herfanda, Teror
komentar, saudagar kaya itu langsung Subuh di Kanigoro (Yogyakarta: Bentang, 1995), hlm.
memberikan dana sesuai yang kami 30-31.
butuhkan. “Jika butuh dana lagi, jangan
segan-segan datang kemari. Tapi, tolong 24 Untuk mengetahui seluk beluk pembentukan Negara
datang ke Mesjid Mujahidin saja. Jangan Indonesia Timur (NIT) baca Sarkawi, op. cit., hlm. 27-
ke rumah,” katanya. 39; Ide Anak Agung Gde Agung, loc. cit.

“Kalau datang ke rumah, 25 http://manurunge.wordpress.com/2008/06/30/33-la-
memangnya kenapa, Pak?” tanya saya. pabbenteng-petta-lawa-1946%E2%80%931951/
(akses 9/11/2010); Wawancara dengan Anas Siraju,
21 Bahar Mattalioe, Petualangan Qahhar Mudzakkar 8/11/2010.
(Yogyakarta: Ombak, 2006), hlm. 134-136.
26 Wawancara dengan Anas Siraju, 8/11/2010.
22 Ibid.

69

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Aktivitas perantauan yang berhubungan Mereka yang meninggalkan kampung
dengan ekonomi sangat erat kaitannya kegiatan halamannya ini umumnya menuju ke wilayah
pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Bugis “bagian barat Nusantara, yang menjadi wilayah
sejak berabad-abad yang lampau. Jauh sebelum utama aktivitas maritim mereka setelah Belanda
VOC menyentuh wilayah ini, orang-orang Bugis- membatasi akses mereka ke pulau-pulau
Makassar sudah mendaratkan perahu-perahunya di Maluku”.29 Eksodus ini tidaklah menemui
berbagai pelabuhan di nusantara dan di wilayah hambatan yang berarti, karena sebelumnya mereka
lainnya seperti India, Semenanjung Malaka, Siam telah mempunyai jaringan yang luas. Hal yang
(Thailand), Australia, dan Filipina Selatan. sama diakui oleh Liebner seperti yang tamak
dalam kutipan berikut.
Namun demikian, aktivitas pelayaran ini
semakin meningkat ketika Makassar dikuasai oleh Diaspora ini kata Liebner, mengikuti
VOC. Jaringan yang telah terbentuk di zaman jaringan perdagangan serta hubungan
VOC itu dilanjutkan oleh kapal-kapal Bugis, diplomatis dan kekeluargaan yang
terutama oleh orang Wajo. Peta-peta Bugis dari dibangun para saudagar dan ningrat
masa kemudian menunjukkan bahwa rute Melayu, Makassar, Mandar, dan Bugis
pelayaran kapal-kapalnya menghubungkan tempat- selama masa kejayaan Kerajaan Gowa-
tempat yang disebut dalam laporan Speelman. Tallo’. Dengan adanya migrasi ini
Pada abad ke-18 kegiatan orang Bugis di kawasan jaringan-jaringan tersebut diperluas,
Selat Melaka sudah sangat meningkat sehingga sehingga menjadi landasan bagi sekian
mereka berperan pula dalam pertarungan politik, banyak gelombang eksodus lain yang
malahan orang Bugis menduduki jabatan sebagai sampai pertengahan abad ke-18
Raja Muda di Riau, dan di Selangor mendirikan membentuk kesatuan-kesatuan politik
kesultanan.27 Aktivitas perdagangan dan pelayaran baru di Kalimantan, Sumatera, Riau, dan
ini semakin meningkat sejak kekalahan Makassar Malaya.30
dari VOC yang ditandai dengan ditandatanganinya
Perjanjian Bongaya (Cappaya Bongaya). Selat Malaka dan beberapa wilayah di
Sumatera merupakan daerah tujuan utama emigran
Menurut Horst H. Liebner, bagi Bugis, sedangkan menurut catatan-catatan
perdagangan laut Sulawesi Selatan, kekalahan syahbandar VOC pada akhir abad ke-18, di antara
Makassar di tangan federasi Bugis-Belanda di semua pelabuhan di Jawa Utara, Banten (yang
bawah Arung Palakka dan VOC pada tahun 1667 merupakan bandar terdekat ke Riau dan Selat
merupakan titik balik yang penting. Akibat Malaka) adalah tujuan yang paling ramai
perjanjian Bongaya (1667) maka bandar niaga dikunjungi para pelayar ‘asal Sulawesi’ itu (18,9%
Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan dari semua nakhoda yang memasuki pelabuhan
beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi itu), sementara di pelabuhan-pelabuhan yang lebih
dengan ketat kegiatan antar-pulau Gowa-Tallo dan dekat dengan Sulawesi seperti Surabaya atau
sekutunya. Selain itu, para saudagar Melayu – Gresik hanya kurang dari 1 %.31
yang nota bene merupakan kelompok yang dengan
paling gigih mempertahankan Kota Makassar Sampai awal abad ke-20 penulis belum
terhadap serangan Bugis-Belanda – dipaksa menemukan data tentang aktivitas pelayaran dan
meninggalkan Gowa-Tallo, dan dalam eksodus itu perdagangan orang-orang Bugis-Makassar di
bergabung dengan sekian banyak kelompok Surabaya. Akan tetapi, upaya Nadjamuddin Daeng
bangsawan, ksatria, dan saudagar Sulawesi Selatan Malewa mendirikan sebuah perserikatan maritim
untuk membentuk armada-armada pengungsi yang yang bernama Ruplin (Rukun Pelayaran
sering disamakan dengan kota-kota yang Indonesia) pada tahun 1931 di Surabaya -- dengan
terapung.28 tujuan mengumpulkan pengusaha perkapalan dari
Sulawesi dan memperbaiki organisasi pelayaran
pinisi – menunjukkan maraknya aktivitas

27 Adrian B.Lapian, “Peta Pelayaran Nusantara Dari 29 Pelras (1996: 145) dalam Horst, hlm. 93. Larangan ini
Masa ke Masa” Makalah yang disampaikan dalam termaktub dalam Pasal 9 Perjanjian Bongaya yang
Musyawarah Kerja Nasional Sejarah XIII, di berbunyi: “Orang-orang Makassar tidak boleh berlayar
Makassar, 9-12 Juli 1996, hlm. 8. selain daripada Bali, Jawa, Betawi, Batam, Jambi,
Palembang, Johor dan Borneo, yang mana mereka
28 Horst H. Liebner, Tradisi Kebaharian di Sulawesi jarus mempunyai surat pas” lihat Andi Ima Kesuma,
Selatan: Tinjauan Sejarah perkapalan dan Pelayaran” Migrasi dan Orang Bugis (Yogyakarta: Ombak,
dalam Dias Pradadimara & Muslimin A.R. Effendi 2004), hlm. 67.
(peny.), Kontinuitas & Perubahan Dalam Sejarah.
Sulawesi Selatan (Yogyakarta: Ombak, 2004), hlm. 30 Horst H. Liebner, op. cit., hlm. 93.
92-93; H.D. Mangemba, “Semangat…, op. cit., hlm.
11-12. 31 Ibid., hlm. 93-94.

70
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

perdagangan dan pelayaran orang-orang Bugis- Bekerja di kawasan pelabuhan Surabaya,
Makassar di Surabaya. membuat Ladjoni memiliki banyak
kenalan. Pada 1980-an, Ladjoni membuat
Aktivitas pelayaran dan perdagangan usaha ekspedisi "kaki lima" dengan
orang-orang Bugis-Makassar di Surabaya kantor di atas motor. "Hanya berbekal
melahirkan banyak saudagar kaya. Salah satu yang surat-surat, saya datang ke pelabuhan dan
fenomenal adalah Mattalitti. Gambar nomer tiga di transaksi dilakukan di atas motor selesai,"
atas menunjukkan hal tersebut. Pada tahun 1935, ujarnya. Pada 1988, ayah Annisa Al A'raf
seperti yang tampak pada gambar, terdapat dua , Ramdani Qodri Akbar, Qolbiah Aini,
pertokoan simetris yang sangat indah yang dan Fatimah Rahmatullah ini, kemudian
dibangun dengan gaya arsitektur Art Deco. Toko membuat badan usaha bongkar muat
tersebut dinamakan Toko Kembar. Di sebelah kiri dengan nama CV Bakti Keluarga. Nama
(Jalan Tunjungan No. 82) terdapat sebuah toko tersebut, kata dia, diambil dari landasan
kesenian yaitu Toko Mattalitti. Toko ini menjual dia berusaha karena rasa baktinya kepada
pelat gramofon. Di dinding depan terdapat papan keluarga.
iklan yang berbunyi: “His master voice” dengan
gambar seekor anjing duduk menghadap corong Dalam menjalankan usahanya, Ladjoni
suara. Saat ini, gedung tersebut disebut dengan senantiasa berpatokan pada pesan
“gedung setan”.32 ayahnya, yakni orang Bugis di mana-
mana menjadi pionir dengan dua hal,
Menilik lokasi toko ini yang sangat "taro ada taro gau" (satu kata dan
strategis (berada pada pusat kegiatan ekonomi dan perbuatan), juga "resopa temmangingngi
perdagangan elit Surabaya), apalagi telah ada sejak malomo naletei pammase dewata" (hanya
zaman kolonial maka dapat dipastikan pemiliknya kerja keras disertai doa yang akan
bukanlah orang kaya biasa, tetapi benar-benar diberkahi oleh Tuhan). "Dua pesan itulah
orang kaya. yang menjadi spirit saya dalam bekerja,"
ungkapnya.
Saudagar Bugis kaya ini terus
bermunculan pada periode-periode berikutnya. Pada 1997, Ladjoni mendirikan
Kita dapat menyebut misalnya Lukman Ladjoni perusahaan pelayaran bernama "CV Surya
yang saat ini telah memiliki beberapa kapal. Bintang Timur". Awalnya, Ladjoni hanya
Namun demikian, menjadi orang kaya apalagi di menyewa kapal, namun pada 2002 dirinya
“negeri orang” tidaklah semudah membalikkan berhasil membeli satu kapal. "Sekarang
telapak tangan. Penderitaan dan tantangan datang saya sudah memiliki lima kapal kargo,
silih berganti. Untuk mendapatkan gambaran dan dua kapal perintis," kisahnya. Selain
perjuangan yang sangat berat tersebut, penulis perusahaan pelayaran, Ladjoni juga
kutipkan kisah Lukman Ladjoni. memiliki usaha kapal keruk di Surabaya
bernama PT Surya Telaga Luhur. Selain
Pria kelahiran Parepare 15 April 1962 ini itu, Ladjoni juga memiliki perusahaan
meninggalkan kampung halamannya konstruksi bernama PT Pilaren yang
(Parepare) saat berusia 4 tahun. Saat itu didirikan pada 2001. Perusahaan
ibunya menyusul sang ayah yang terlebih konstruksi tersebut, lanjut suami Hj
dahulu ada di Surabaya. Ayah Lukman Kasmawati Palureng ini, khusus
Ladjoni mengelola bisnis angkutan darat, menangani pembangunan bandara.33
namun mengalami kebangkrutan pada
1973. Saat itu Lukman masih duduk di Selain munculnya banyak orang-orang
bangku SD. Pada saat Ladjoni duduk di kaya, kehadiran orang-orang Bugis-Makassar di
bangku kelas dua SMA, ayahnya Kota Surabaya juga menyebabkan munculnya
meninggal. Ladjoni terpaksa bekerja perkampungan baru yang berada di Surabaya
untuk membantu membiayai kebutuhan terkonsentrasi di kawasan utara Surabaya seperti di
sekolah dua adiknya serta mengasapi Jalan Teluk Bone, Teluk Nibung, Ikan Gurami,
dapur keluarganya. "Waktu itu, saya dan lain-lain. Menurut Anas Siradju, cikal bakal
bekerja sebagai penghitung barang di
pelabuhan," ungkapnya.

32 http//djawatempodoeloe.multiply.com/photos/photo/ 33 “Kisah Sukses Saudagar Bugis Makassar; H
2/30/15 (akses 5 Novem-ber 2010); Wawancara Mangkana dan Lukman Ladjoni (1). Bermodal Rp 50
dengan Anas Siraju, 8 November 2010; Khairil Ribu, Kini Berpenghasilan Rp 30 M” dalam
Arsyad, 25 Oktober 2010; Suparto Brata, 11 http://news.fajar.co.id/ read/104980/127/kisah-sukses-
November 2010. saudagar-bugis-makassar-h-mangkana-dan-lukman-
ladjoni-1 (akses 17 September 2010).

71

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

perkampungan Bugis di Surabaya berada di sekitar 15. Nusa Tenggara Barat 10.695
wilayah tersebut. 16. Nusa Tenggara Timur 3.201
17. Kalimantan Barat
Pelopornya waktu itu di teluk-teluk itu. 18. Kalimantan Tengah 531
Waktu itu di teluk-teluk belum ada 19. Kalimantan Selatan 293
rumah, gak ada orang dulu di situ. Yang 20. Kalimantan Timur
pertama kali mendirikan rumah di situ 21. Sulawesi Utara 9.342
namanya Andi Massakirang Petta Lawa, 22. Sulawesi Tengah 10.636
orang Bone kakek saya. Dulu gak ada 23. Sulawesi Tenggara 25.751
rumah di situ rawa-rawa dan di sekitar 24. Maluku 36.129
situ dulu adalah lapangan terbang 25. Irian Jaya 23.225
Surabaya dan Juanda itu dibuat khusus 6.883
untuk angkatan laut dalam rangka Jumlah 5.068
pembebasan Irian Barat. Petta Lawa itu
pengusaha perahu, pelayaran di Kalimas, 266.811
dia merantau.34
Keterangan: *) Tidak ada data
Muncul dan berkembangnya pemukiman Sumber : “Biro Pusat Statistik RI – Jakarta” dalam Abidin,
orang-orang Bugis di sekitar kalimas atau sekitar
pelabuhan Tanjung Perak sangat dapat dipahami, 1983: 74.
mengingat aktivitas utama orang-orang Bugis
adalah pelayaran dan perdagangan. Hal yang sama Tabel di atas menunjukkan, sampai tahun
juga terjadi di wilayah-wilayah lain di nusantara.
Hal inilah tergambar dari ungkapan bahwa: “Di 1971 Jawa Timur merupakan satu dari lima
mana ada tambatan perahu, di situ pasti ada
orang Bugis”. Namun demikian, sebagai propinsi pavorit yang menjadi daerah eksodus bagi
konsekuensi yang tidak lagi hanya berprofesi
sebagai pelaut dan pedagang, orang-orang Bugis- orang-orang Bugis-Makassar. Dalam tabel
Makassar kini menyebar di berbagai tempat di
Surabaya. memang tidak dijelaskan di wilayah kota atau

Menuntut Ilmu dan Mengabdi pada kabupaten mana orang-orang Bugis-Makassar
Negara
tersebut berdiam. Akan tetapi, dugaan penulis,
Pasca proklamasi kemerdekaan hingga
berhentinya huru-hara politik di Sulawesi Selatan Surabaya dan Gresik menjadi tempat yang paling
(sekitar tahun 1965) tidak lantas menyurutkan niat
orang-orang Bugis-Makassar untuk melakukan banyak dihuni oleh orang-orang Bugis- Makassar.
perantauan termasuk ke Jawa Timur, khususnya
Surabaya. Data sensus penduduk yang dikeluarkan Hal ini berkaitan dengan terdapatnya dua
oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1971
masih menunjukkan banyaknya orang-orang pelabuhan besar di dua wilayah ini yang sejak
Sulawesi Selatan yang berdiam di propinsi lain.
abad ke-17 menjadi salah satu pelabuhan pavorit
Tabel 2. Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan
di Berbagai Propinsi di Indonesia (1971) bagi para pelaut dari Sulawesi Selatan.

Jika pada abad ke-15 hingga pertengahan

abad ke-20, diaspora orang-orang Bugis-Makassar

banyak berkaitan dengan masalah

politik/keamanan dan pelayaran/perdagangan,

maka ketika Indonesia memasuki “masa tenang”

motif perantauan mengalami pergeseran. Beberapa

narasumber yang penulis wawancarai mengaku

kalau kepergiannya ke Surabaya didorong oleh

niat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih

baik dan niatnya untuk mengabdi pada negara

melalui insitusi militer ketentaraan, khususnya

Angkatan Laut.

Salah seorang yang saat ini bermukim di

Surabaya yang awalnya berdinas di Angkatan Laut

adalah Anas Siraju. Beliau adalah mantan Dekan

Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah yang

pertama dan ketiga dan juga mantan Pembantu

Propinsi Jumlah (orang) Rektor II UHT. Pada tahun 1960, beliau masuk

1. DI. Aceh*) - Angkatan Laut dan ditugaskan ke berbagai
2. Sumatera Utara 1.958
3. Sumatera Barat wilayah di Indonesia seperti Ambon, Ternate,
4. Riau 911
5. Jambi 16.449 Menado, Belawan, Tanjung Pinang, dan Singkep.
6. Sumatera Selatan 32.927
7. Bengkulu 11.867 Pada tahun 1960 ketika saya masuk AL
8. Lampung terjadi TRIKORA (pembebasan Irian
9. DKI Jakarta 11 Barat) dan saya langsung ikut operasi.
10. Jawa Barat*) 2.503 Setelah pembebasan Irian Barat muncul
11. Jawa Tengah 3.301 Dwikora (Ganyang Malaysia) dan saya
12. DI Yogyakarta ditarik ke Jawa. Di Jawa sebentar dan
13. Jawa Timur - kemudian dipindahkan ke Tanjung
14. Bali 11.449 Pinang. Pada awal tahun 1965 saya diberi
2.002 kesempatan ikut tes oditur dan saya lulus.
20.175 Kemudian tahun 1965 pecah
1.724 pembrontakan G30S dan kebetulan yang

34 Wawancara dengan Anas Siraju, 8 November 2010.

72
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

menjadi direktur Pendidikan Hukum dan Andi Sudirman (mantan anggota DPRD
Militer itu adalah Brigjen Sutoyo Surabaya). Selain itu, wanita energik ini juga
(termasuk jenderal yang diculik) maka pernah aktif di BKOW (Badan Kerjasama
selama setahun berhenti. Kemudian saya Organisasi Wanita) Jawa Timur dan saat ini
diperbantukan di Teperda Jaya (Tim menjadi Ketua Muslimat Mesjid Al-Falah.37
Pemeriksa Kodam Jaya) suatu lembaga
yang menangani tahanan-tahanan 30 S Walaupun bersuamikan orang yang
waktu itu di Jakarta. Kemudian oleh berasal dari keturunan Jawa-Madura, dalam
Angkatan Laut ditugaskan untuk operasi kehidupan sehari-hari beliau mengaku masih
ikan paus, juga operasi sisa-sia G30S.35 sering menggunakan adat-istiadat dan kebiasaan
orang-orang Bugis seperti prosesi dan pakaian adat
Pada tahun 1984, beliau kembali bertugas ketika menikahkan putrinya. Beliau juga masih
di Koarmatim di Surabaya dan ketika Angkatan tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga
Laut (AL) hendak mendirikan Universitas Hang besarnya di Sulawesi Selatan dengan saling
Tuah beliau ditunjuk oleh KSAL sebagai Dekan mengunjungi. Hanya saja seperti lazimnya
Fakultas Hukum yang pertama. Walaupun beliau perantau Bugis, putra-puterinya tidak bisa lagi
mengaku tidak punya pengalaman sama sekali menggunakan bahasa ibunya, yakni Bahasa
dalam dunia pendidikan, latar belakang Bugis.38
pendidikannya di Akademi Hukum Militer (AHM)
dan Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM) Jika Ibu Sari meninggalkan kampung
sangat membantu tugas-tugasnya sebagai dekan. halamannya menuju Surabaya untuk melanjutkan
Pria yang sudah berusia 70 tahun tetapi masih studi, maka Pak Khairil karena pekerjaan. Pada
energik ini mengaku pada awal-awal di Surabaya tahun 1985-1986 bekerja di asuransi jasa raharja
sering bersosialisasi dengan orang-orang Bugis, Surabaya kemudian melanglang buana ke Menado,
apalagi beliau juga memiliki banyak keluarga di Bontang, Jakarta, dan Palembang. Setelah
Surabaya.36 menyelesaikan pendidikan diploma perhubungan
daratnya di Tegal, pada tahun 1998 kembali ke
Contoh lain orang Bugis yang saat ini Surabaya. Ketika saya bertanya apakah di
bermukim di Surabaya yang awalnya disebabkan Sulawesi Selatan tidak ada pekerjaan sehingga
oleh pendidikan adalah Ibu Sari. Setelah harus merantau ke Surabaya, beliau menjawab:
menyelesaikan sekolah di Pendidikan Guru Agama
(PGA) di Balikpapan, pada tahun 1975 beliau Di Sulawesi bukannya tidak ada
dikirim oleh kedua orangtuanya untuk melanjutkan pekerjaan tapi karena faktor gengsi,
pendidikan di IAIN Sunan Ampel Surabaya. waktu zamannya masih muda kita kerja,
Selama menjadi mahasiswa di Surabaya, belia belum tentu dapat pekerjaan enak, kita
aktif di Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKAMI) mulai dari nol semua dan saya
bersama Hatta Ali (salah seorang hakim agung) pergaulannya dulu di SMA Negeri I
semua anak-anak pejabat. Saya mau kerja
35 Wawancara dengan Anas Siraju, 8 November 2010. tapi kerja apa, jadi lebih baik saya keluar
dari sana (pen. Sulawesi Selatan) supaya
36 Ibid. Menurut Anas Siraju, selain di Surabaya orang saya tidak malu.39
Bugis juga banyak di Malang, Pasuruan, dan Madiun.
Ketika TNI memasuki Sulawesi Selatan pada tahun Alasan yang dikemukakan oleh Khairil
1950 untuk menumpas pembrontakan Andi Azis dan Arsyad sama dengan alasan yang disampaikan
Kahar Muzakkar. Tentara yang datang ke Bone, beberapa perantau Bugis ke Johor sebelum Perang
Sulawesi Selatan waktu itu adalah Resimen Infantri 23 Dunia II. Alasan yang disampaikan secara
dengan komandan resimennya bernama Sukowati. berpantun tersebut adalah sebagai berikut:
Kemudian anggota pasukan infantri ini tersebar di
mana-mana dan banyak yang bujangan dan De’ga pasa’ ri lipu’mu, balanca ri
memperistri gadis-gadis Bugis antara lain tante saya kampommu, mulanco mabela? Engka
yang menikah dengan kapten…. (tidak terdengar) pasa’ ri lipu’ku, balanca ri kompokku
kapten waktu itu tahun 1950, kepala staf resimen ulampa mabela, iakia’ ininnawami
infantri 23, ada juga yang kawin dengan sersan mayor kusappa’!
dan sekarang mereka banyak di Malang dan Madiun. Apakah tidak ada pasar dan uang di
Setelah kembali ke induknya istrinya dibawa. Salah negerimu yang menyebabkan engkau dari
satu adalah mantan komandan pusat polisi militer jauh merantau? Ada pasar dan ada belanja
(POM) Mayor Jenderal ee..ee saya panggil om Jonet, di kampungku, tetapi saya mengembara
itu istrinya adalah tante saya. Dia kawin masih letnan
dua dan sampai terakhir dia bintang dua, tapi anaknya 37 Wawancara dengan Ibu Sari, 18 Oktober 2010
kawin dengan orang Palembang, orang Jawa dan lain-
lain jadi sudah luntur Bugisnya tapi tante saya masih 38 Ibid.
sering ke Makassar. 39 Wawancara dengan Khairil Arsyad, 25 Oktober 2010

73

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

karena mencari cinta kasih dan dengan awal abad XX. Perang mempertahankan
ketenangan hati.40 kemerdekaan sampai dengan tahun 1950-an,
kemudian disusul dengan pembrontakan DI/TII
Alasan-alasan perantauan seperti yang tahun 1950-an hingga 1965, semuanya merupakan
disebutkan di atas, banyak sekali dijumpai faktor yang tidak dapat diabaikan sebagai
dikalangan orang-orang Bugis-Makassar yang penyebab derasnya arus perantauan orang-orang
melakukan perpindahan menuju wilayah lain di Bugis-Makassar.
nusantara. Namun demikian--seperti yang
disampaikan oleh Pelras—alasan itu tidak cukup Kedua, faktor ekonomi. Faktor ini sangat
untuk menjelaskan fenomena banyaknya orang berhubungan dengan tradisi pelayaran dan
Bugis meninggalkan kampung halamannya dan perdagangan yang sudah dilakukan oleh orang-
merantau ke berbagai negeri. orang Bugis-Makassar berabad-abad yang lampau.
Hingga saat ini, tradisi pelayaran dan perdagangan
Uraian dalam bab-bab sebelumnya tersebut masih dapat dijumpai di Pelabuhan
memperlihatkan bahwa diaspora orang-orang Rakyat Kalimas. Menariknya, orang-orang Bugis-
Bugis-Makassar ke berbagai wilayah nusantara Makassar tidak hanya menjadi anak buah kapal
yang bahkan melampaui teritori Indonesia telah (ABK), tetapi banyak dari mereka sudah memiliki
berlangsung sangat lama. Di seluruh wilayah puluhan kapal dan juga memiliki perusahaan yang
nusantara, di semenanjung Melayu dan Singapura berkaitan dengan aktivitas pelayaran seperti
hingga pesisir barat Papua, dari Filipina Selatan perusahaan ekspedisi.
dan Kalimantan Utara dan Timur, Australia,
Afrika Selatan, Bali, Madura, Pantai Utara Jawa, Ketiga, faktor pendidikan. Faktor ini turut
Aceh, Singapura, Perak, Johor, Riau, Papua, dan menyumbang banyaknya orang Bugis-Makassar
Timor Leste banyak dijumpai orang-orang Bugis- bermukim di Surabaya dewasa ini. Aktivitas
Makassar. menuntut ilmu di kota ini banyak dijumpai pada
pertengahan abad ke-20, ketika masa kacau di
Sampai saat ini tidak ada data yang jelas tingkat nasional maupun di Sulawesi Selatan
yang menceritakan kapan orang-orang Bugis- berangsur pulih. Selain di bidang pendidikan,
Makassar melakukan diaspora ke Surabaya. ketentaraan, khususnya Angkatan Laut (AL) juga
Namum demikian, mengingat Surabaya (selain menjadi daya tarik bagi anak-anak muda Bugis-
Gresik) merupakan salah satu pelabuhan penting di Makassar untuk ke Surabaya.
nusantara maka dapat diduga proses itu sudah
berlangsung sejak pelabuhan ini mengalami masa Abdullah, Hamid. Manusia Bugis Makassar: Suatu
kejayaan. Di Surabaya, perkampungan orang- Tinjauan Historis Terhadap Pola Tingkah
orang Bugis-Makassar terkonsentrasi di wilayah Laku dan Pandangan Hidup Manusia
utara seperti di Jalan Teluk Bone, Jl. Teluk Bugis Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press,
Nibung, Jl. Teluk Tomini, Jl. Ikan Gurami, dan 1985.
lain-lain. Menurut informasi yang berhasil
dihimpun perkampungan orang-orang Bugis Abidin, Andi Zainal. Persepsi Orang Bugis,
dibuka pertama kali oleh Andi Massakirang Petta Makassar Tentang Hukum, Negara dan
Lawa yang berasal dari Bone (Sulawesi Selatan). Dunia Luar. Bandung: Alumni, 1983.
Saat ini, selain di kawasan perak, orang-orang
Bugis-Makassar sudah menyebar ke berbagai Abiyoso, Anis dan Ahmadun Y. Herfanda. Teror
tempat di Surabaya. Subuh di Kanigoro. Yogyakarta: Bentang,
1995.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah
yang menyebabkan terjadinya eksodus tersebut?. Agung, Ide Anak Agung Gde. Dari Negara
Paling tidak terdapat tiga faktor yang Indonesia Timur ke Republik Indonesia
menyebabkan diaspora orang-orang Bugis- Serikat. Yogyakarta: Gadjah Mada
Makassar ke Surabaya. Pertama, faktor politik dan University Press, 1985.
keamanan. Persoalan ini memiliki akar yang
sangat panjang, yakni sejak terjadinya huru-hara file://localhost/e:/diaspora/diaspora1.htm, diakses
politik di Sulawesi Selatan yang dimulai dengan tgl 1/7/ 2010.
pertikaian antar kerajaan yang di dalamnya VOC
turut bermain. Masa kekacauan ini belangsung Harvey, Barbara Sillars, Pemberontakan Kahar
selama tiga abad mulai abad XVI hingga XVIII ini Muzakkar dari Tradisi ke DI/ TII. Jakarta:
disusul dengan perang melawan Belanda sampai Grafitipers, 1989.

40 Andi Zainal Abidin, op. cit., hlm. 72. Hasan, Sabri. “Peranan Etnis Bugis Makassar
dalam Perdagangan” dalam Eskpedisi
Geografi Indonesia Sulawesi Selatan.
Jakarta: PSSDAD, 2008.

74
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

http://www.csrc.or.id/resensi/ Mukhlis dan Kathryn Robinson. Migrasi. Ujung
index.php?detail=20090618110131,
diakses tgl 5/72010). Pandang: Lembaga Penerbitan

http://news.fajar.co.id/read/104980/127/kisah- Universitas Hasanuddin-YIIS, 1985.
sukses-saudagar-bugis-makassar-h-
mangkana-dan-lukman-ladjoni-1 (akses Naim, Mohtar. Merantau: Pola Migrasi Suku
17 September 2010). Minangkabau. Yogakarta: Gadjah Mada
University Press, 1979.
Kesuma, Andi Ima. Migrasi dan Orang Bugis.
Yogyakarta: Ombak, 2004. Nurhan, Kenedi. “Diaspora Bugis-Makassar dari
Somba Opu” dalam Kompas, 16 Januari
Lapian, Adrian B. “Peta Pelayaran Nusantara Dari 2009.
Masa ke Masa” Makalah yang
disampaikan dalam Musyawarah Kerja Pelras, Christian. Manusia Bugis. Jakarta: Forum
Nasional Sejarah XIII, di Makassar, 9-12 Jakarta-Paris, 2006.
Juli 1996.
--------------. “Religion, Tradition, and The
Liebner, Horst H. Tradisi Kebaharian di Sulawesi Dinamiycs of Islamization in South
Selatan: Tinjauan Sejarah perkapalan dan Sulawesi” dalam Archipel, No. 5 April
Pelayaran” dalam Dias Pradadimara & 1993.
Muslimin A.R. Effendi (peny.),
Kontinuitas & Perubahan Dalam Sejarah. Pradadimara, Dias & Muslimin A.R. Effendi
Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Ombak, (peny.). Kontinuitas & Perubahan Dalam
2004, hlm. 59-126. Sejarah. Sulawesi Selatan. Yogyakarta:
Ombak, 2004.
Mangemba, H.D. “Semangat Kebaharian Orang
Sulawesi Selatan: Dulu dan Sekarang” Reid, Anthony. Dari Ekspansi hingga Krisis:
dalam Lontara, Majalah Ilmiah Jaringan Perdagangan Global Asia
Universitas Hasanuddin, Tahun XXIX, Tenggara 1450-1680. Jilid II. Jakarta:
No. 3, 1994, hlm. 8-19. Yayasan Obor, 1999.

Mattalioe, Bahar. Petualangan Qahhar Wawancara dengan Anas Siraju, 8 November 2010
Mudzakkar. Yogyakarta: Ombak, 2006.
Wawancara dengan Ibu Sari, 18 Oktober 2010

Wawancara dengan Khairil Arsyad, 25 Oktober
2010

Wawancara dengan Suparto Brata, 11 November
2010

* Artikel ini pernah dipresentasikan pada Konferensi Nasional Sejarah ke-9 yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala - MSI, 5-7 Juli
2011 di Jakarta.

75

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Mohammad Sairin

Sejauh ini kecenderungan studi sejarah berbatasan dengan Kecamatan Ampibabo
mengenai kopra lebih memilih batasan waktu studi Kabupaten Parigi Moutong dengan batas alamnya
pada periode kolonial hingga tahun 1950-an (Lihat lintasan Gunung Tolaimanu dan Gunung
Heersink, 1999; Hasan, 2000; Rucianawati, 2001; Panambaila. Dusun Ombo Desa Sikara Tobata
Leirissa, 2002; Rasyid Asba, 2007). Padahal di Kecamatan Sindue Tobata dengan batas alam
beberapa daerah justru menunjukan adanya Sungai Ombo di sebelah Selatan. Selat Makassar
kemajuan perdagangan kopra rakyat pada periode di sebelah Barat.2
tahun 1950-an hingga 1970-an, seperti yang terjadi
di sepanjang pesisir Pantai Barat Kabupaten Letak Sirenja yang berada di pesisir Selat
Donggala hingga Tolitoli. Salah satu daerah yang Makassar memudahkan penduduk daerah ini
termasuk dalam kawasan ini adalah Sirenja. Kopra mengadakan kontak dunia luar. Alfred Thayer
memiliki catatan penting dalam perjalanan sejarah Mahan menyampaikan bahwa apabila keadaan
Sirenja. Secara kwantitas, produksi kopra di pantai suatu wilayah memudahkan orang turun ke
Sirenja relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan laut, maka penduduknya akan lebih bergairah
produksi kopra di wilayah Donggala. Kehadiran untuk mencari hubungan luar melalui laut.3 Salah
kopra telah memberi dampak yang tidak sedikit satu berita tertua yang memberi informasi
bagi kehidupan masyarakat Sirenja. Tulisan ini hubungan Sirenja dengan dunia luar yaitu naskah
bertujuan untuk menggambarkan dan Perjanjian Bungaya yang ditandatangani oleh
merekonstruksi perdagangan kopra bagi Sultan Hasanuddin (Sultan Gowa XVI) dan
masyarakat Sirenja, dan situasi politik di tingkat Belanda tanggal 18 November 1667. Pada naskah
nasional maupun regional Sulawesi bagi usaha Perjanjian Bungaya Pasal 17, wilayah Sirenja
kopra di Sirenja. disebut dengan nama Silensak.4 Hal ini
menandakan bahwa daerah Sirenja dan daerah
Sirenja secara administratif merupakan lainnya yang disebutkan dalam perjanjian itu
sebuah kecamatan dalam wilayah Kabupaten memiliki posisi penting secara ekonomis maupun
Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Kecamatan politis, baik bagi Kesultanan Gowa maupun bagi
Sirenja terdiri dari 12 (Dua Belas), yakni: Ombo, VOC. Kemudian sebuah peta tua Pulau Sulawesi
Ujumbou, Tondo, Jono Oge, Dampal, Tanjung tahun 1775, mencantumkan wilayah Sirenja
Padang, Sipi, Balentuma, Tompe, Sibado, Lende, dengan sebutan Silensa. Wilayah lainnya yang
dan Lende Tovea. Letak geografis Sirenja berada disebutkan dalam peta itu, antara lain: Balayssan
pada posisi 0°08’36”-0°21’59” LS dan (Baca: Balaesang), Dampellas (Baca: Dampelas),
119°46’38”-119°56’24” BT dengan luas wilayah dan Tetoli (Baca: Tolitoli). Kemudian sebuah peta
mencapai 286,94 km2. Sirenja terletak di wilayah tua Sulawesi yang dibuat tahun 1795,
Pantai Barat,1 Kabupaten Donggala dengan posisi mencantumkan nama Sirenja dengan sebutan
terbentang dari arah Utara ke Selatan sepanjang ± Seringa. Daerah lainnya yang disebutkan dalam
19 km dan lebar dari Timur ke Barat ± 11,76 km. peta tersebut, antara lain: Tolatola (baca: Tolitoli),
Jarak Sirenja dari ibukota kabupaten (Kota Dumpalus (baca: Dampelas), Tombo (baca:
Donggala) sejauh ± 124 km dan ± 90 km dari Kota
Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah 2 BPS Donggala. 2010. Kecamatan Sirenja Dalam
Sirenja di sebelah utara berbatasan dengan Angka 2010, (Donggala: BPS Donggala), hal. 2-3.
Kecamatan Balaesang, puncak Gunung Bosa
sebagai batas alam keduanya. Sebelah Timur 3 A.B. Lapian. “Pengantar” dalam Van Leur dan
Verhoeven. Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan
1 Pantai Barat adalah sebutan untuk wilayah yang Indonesia. (Jakarta: Bhratara,1971), hal 5-6.
terletak di pesisir Kabupaten Donggala bagian Utara.
Wilayah ini mencakup beberapa Kecamatan, yakni: 4 Isi Pasal 17 Perjanjian Bungaya, yakni: “Sultan harus
Sindue, Sindue Tombusabora, Sindue Tobata, Sirenja, melepaskan segala haknya atas Pulau-pulau Sula dan
Balaesang, Balaesang Tanjung, Dampelas, Sojol, Sojol pulau lainnya yang termasuk dalam kekuasaan
Utara. Bahkan sebagian wilayah Kabupaten Tolitoli Ternate, seperti: Selayar, Muna dan seluruh daerah-
dalam wilayah ini. Dalam rencana pembentukan daerah di pesisir timur Sulawesi, yaitu mulai dari
Kabupaten Pantai Barat, dua kecamatan lainnya juga Sanana sampai Manado, Pulau-pulau Banggai, Gapi
dimasukan dalam wilayah ini, yakni Kecamatan dan lain-lainnya yang terletak antara Mandar dan
Tanantovea dan Kecamatan Labuan. Manado seperti Lambagi, Kaidipan, Buwol, Toli-toli,
Dampelas, Balaisang, Silensak, dan Kaili.” Lihat Abd.
Razak Daeng Patunru. Sejarah Gowa.(Cet. II). (Ujung
Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan,
1983), hal. 53.

76
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Tambu), Parlow (baca: Palu) dan Dungally (baca: menjabat sebagai Madika Matua, ia telah
Donggala).5 Hubungan Sirenja dengan dunia luar ditokohkan dalam masyarakat Sirenja. Selain
telah terjalin sebelum Agama Islam berkembang di sebagai Madika Matua, Lapasamula juga dikenal
daerah ini. Hal ini dibuktikan dengan berbagai sebagai seorang pengusaha sekaligus tokoh agama.
penemuan barang antik, berupa aneka porselen Ia memiliki peran penting bagi pembukaan sawah
Cina yang dijadikan sebagai bekal kubur beserta di Sirenja serta pembukaan Kampung Jono Oge
parang, kemenyan dan perhiasan. pada era tahun 1920-an. Ia juga sempat menjabat
sebagai Pejabat Sementara Kepala Distrik Sirenja.
Kopra Sirenja pada Masa Kolonial Mula-mula ia berdomisili di Kampung Lende
kemudian pindah ke Kampung Tanjung Padang. Ia
Kopra Sirenja mulai diproduksi dan menjabat Madika Matua hingga ia wafat pada
menjadi komoditi perdagangan di Sirenja. tanggal 17 April 1949.
Kemungkinan usaha pembudidayaan kelapa di
Sirenja untuk tujuan bisnis mulai digalakkan sejak Lapasamula mempunyai usaha dagang
tahun 1894. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda yang menjual hasil kebun dan hutan, seperti kopra,
melalui Residen Manado mengeluarkan kebijakan rotan, maupun kayu. Komoditas ini dijual ke
tentang perluasan pertanian rakyat dan perkebunan Makassar bahkan Singapura melalui rute
kelapa milik swasta di Afdeeling Donggala. pelabuhan Donggala. Lapasamula menjalin
Melalui kebijakan itu, penguasa-penguasa lokal kerjasama dengan kongsi dagang Cina.9 Pedagang
untuk memperoleh tanah yang digunakan untuk kopra Cina yang terkenal di wilayah Donggala,
menanam pohon kelapa, pengerahan tenaga kerja yakni Nio Bio Tjioe, Kho Peng Hui dan Liem
dan keamanan perkebunan kelapa.6 Pemerintah Boen Yad. Nio Bio Tjioe dan Kho Peng Hui yang
Hindia Belanda kemudian membuka Onderneming menguasai perdagangan kopra di sepanjang pesisir
di daerah Donggala bagian Utara [baca: Pantai Barat Donggala. Keduanya memiliki jaringan dan
Barat] pada awal tahun 1900-an, yakni di daerah kongsi dengan perusahaan Cina bernama Heng
Tonggolobibi, Sibualong dan Alindau. Pemilihan Seng. Sejak tahun 1923 hingga 1933 peranan
wilayah Pantai Barat sebagai tempat pedagang Cina di Donggala dikuasai Heng Seng,
pembudidayaan kelapa karena tanahnya dianggap bahkan mereka menguasai ekspor kopra di
cocok untuk budidaya tanaman kelapa. Pada tahun Sulawesi Tengah.10 Masih perlu penelitian lanjutan
1918, produksi kopra di wilayah Pantai Barat hubungan antara usaha dagang Lapasamula dengan
mencapai 10.500 Ton. Wilayah Sibualong perusahaan Heng Seng.
menghasilkan 2.000 Ton, Alindau menghasilkan
1.500 Ton, Batusuya menghasilkan 1.000 Ton, Usaha yang dilakoni oleh Lapasamula
Tonggolobibi menghasilkan 2.000 Ton, dan pernah mengalami kerugian. Salah satu
wilayah Pantai Barat lainnya, termasuk Sirenja penyebabnya adalah uang hasil usaha dagang milik
sebesar 4.000 Ton.7 Sekitar awal tahun 1940-an Lapasamula yang seharusnya dibayarkan utang
gudang kopra milik Coprafonds dibangun di kepada orang Cina dibawa kabur oleh
Sirenja. Membaca peluang dan kesempatan untuk sekretarisnya bernama Sagerlaki, orang Manado.
usaha kopra menyebabkan munculnya pengusaha Akibatnya Lapasamula menanggung beban utang
kopra di Sirenja. Usaha ini terutama dilakukan yang besar kepada pedagang Cina, sehingga ia
oleh kaum bangsawan. banyak menjual hartanya berupa pohon kelapa
untuk membayar utang tersebut. Bahkan,
Seorang bangsawan yang melakukan rumahnya di Lende pun harus dijual kepada Orang
usaha perdagangan kopra adalah Lapasamula. Cina.11 Perdagangan kopra pada masa kolonial di
Sejak tahun 1936 ia diangkat sebagai Madika Sirenja maupun Kota Donggala, tidak bisa
Matua (Perdana Menteri) Kerajaan Tawaeli yang dilepaskan dari kehadiran Orang Cina. Apalagi
berkedudukan di wilayah Sirenja.8 Sebelum
berfungsi sebagai tempat kedudukan Madika Matua
5 Mohammad Sairin. Terbentuknya Elite Baru; Sejarah (Perdana Menteri) Kerajaan Tawaeli. Madika Matua
Keluarga di Sirenja (1949-2009). Palu: Skripsi pada Tawaeli yang terakhir bernama Lapasamula,
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan memerintah sejak tahun 1936-1949. Kajian tentang
dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako, hal 28-29. sejarah pemerintahan di Sirenja dapat dilihat dalam
kajian Mohammad Sairin, Loc.Cit.
6 Hasan. Produksi dan Perdagangan Kopra di Donggala
1850-1937. Tesis S2 Program Studi Sejarah 9 Wawancara dengan Azwin Lapasamula di Desa Lende
Universitas Gadjah Mada, 2000, hal. 97 Tovea, 12 Februari 2011.

7 Ibid, hal 131 10 Hasan. Loc.Cit, hal 198-199; bandingkan dengan
8 Semenjak awal abad XX, wilayah Sirenja dimasukan Rasyid Asba. Kopra Makassar Perebutan Pusat dan
Daerah: Kajian Sejarah Ekonomi Politik Regional di
dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Tawaeli. Sirenja Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor, 2007), hal 131.

11 Op. Cit.

77

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

semenjak masa kolonial, Sirenja telah menjadi menjadi “Yayasan Kopra”. Kopra yang dijual
salah satu pusat pemukiman orang Cina di kepada Yayasan Kopra harus memiliki persyaratan
Afdeling Donggala, selain Kota Donggala dan bahwa rakyat boleh menjual kopranya kepada
Wani.12 Yayasan Kopra apabila memiliki kopra minimal
25 ton. Akibatnya, rakyat yang memiliki kopra di
Kopra Sirenja dan Situasi Politik di bawah kuota tersebut menjual kopra kepada
Tingkat Nasional dan Lokal pedagang perantara. Agar penjualan kopra oleh
rakyat lebih intensif, pemerintah membuka
Usaha kopra di Sirenja juga dipengaruhi koperasi. Salah satu tujuan pendirian koperasi
oleh situasi politik, baik di tingkat Nasional untuk menolong petani kelapa kecil, karena
maupun di Sulawesi. Semangat revolusi di melalui koperasi itu rakyat dapat menjual langsung
Sulawesi Tengah memiliki dampak hingga ke kopranya tanpa ketentuan seperti Yayasan Kopra
Sirenja. Atas instruksi G.S.S.J Ratulangie selaku serta menghindari pemerasan dari pedagang-
Gubernur Sulawesi yang isinya agar masyarakat pedagang kopra perantara kepada petani kecil
bersama-sama menentang kembalinya penjajahan dengan sistem ijon. Koperasi rakyat diperkenalkan
Belanda, maka pada tahun 1945 di daerah Sigi- oleh Letnan Solang di Palu pada tahun 1950.
Dolo, Palu dan Tawaeli dibentuk laskar rakyat Pemerintah juga membuka koperasi rakyat di
diberi nama Laskar Merah Putih untuk melawan Sirenja. Koperasi ini memiliki modal awal 30.000
Belanda. Laskar Merah Putih melakukan sabotase rupiah. Pada tahun 1952, jumlah koperasi di
terhadap aktivitas Belanda, seperti pembongkaran Sulawesi Tengah telah mencapai 61 buah, 53 buah
dan penghangusan jembatan untuk menghambat berada di Kabupaten Donggala dan 8 buah di
patroli Belanda dan pembakaran gudang-gudang Kabupaten Poso.14
kopra milik Coprafonds. Pembakaran gudang-
gudang kopra yang berisi kopra siap ekspor Selain menjual kopra pada Yayasan
membawa kerugian yang tidak sedikit di pihak Kopra dan Koperasi Kopra, rakyat menjual kopra
Belanda. Sirenja yang masih dalam kekuasaan ke Kalimantan Utara dengan menggunakan
Kerajaan Tawaeli tidak luput dari aksi sabotase perahu. Aktivitas perdagangan seperti ini terutama
yang dilakukan oleh Laskar Merah Putih. Tokoh- dilakukan oleh masyarakat pesisir Pantai Barat
tokoh Laskar Merah Putih Tawaeli, yakni Daeng hingga Tolitoli.15 Hal ini senada dengan
Maladja Lamakampali, Said Ali Sahibu, Jondi pernyataan Syamsuddin Pattalau bahwa pada tahun
Maranua dan Dj. Yotolembah. Pembakaran 1940-an perdagangan rakyat melalui jalur maritim
gudang kopra milik coprafonds di Pantai Baerumu dari Sirenja kembali marak. Komoditas utama
Tompe terjadi pada tahun 1948.13 Pantai Baerumu yang diperdagangkan adalah kopra. Tujuan
memiliki peran sentral bagi kegiatan utamanya ke Stangkhai, sebuah kota di Kalimantan
perekonomian di Sirenja, sebab sejak Belanda Utara (termasuk dalam wilayah Malaysia
menguasai Sirenja Pantai Baerumu dibuat sebagai sekarang). Masyarakat Sirenja menyebut
pelabuhan utama yang menghubungkan Sirenja perdagangan kopra antar pulau dengan
dengan dunia luar terutama Kota Donggala, selaku menggunakan perahu ini dengan istilah “smokol”
ibukota Afdeling Donggala. Orang Sirenja yang ikut dalam aktivitas smokol
Stangkhai diantaranya, Abdul Rasul Badolo dan
Tahun 1949, usaha pengolahan kopra oleh saudaranya Ali Badolo dari Tondo. Smokol
rakyat mulai marak kembali setelah sempat Stangkhai berlangsung hingga awal tahun 1950-an.
mengalami penurunan produksi. Harga kopra kini Setelah itu, posisi Stangkhai digantikan oleh Kota
mulai naik, setelah pada masa Jepang kopra tidak Tawau.16 Perdagangan kopra ini oleh negara
bernilai, sehingga rakyat menelantarkan kebun dikatakan sebagai penyelundupan kopra, karena
kelapa mereka. Pemerintah mulai mengatur rakyat yang melakukan perdagangan lintas negara
pembelian kopra rakyat untuk diekspor ke negara-
negara Eropa Barat, seperti Nederland, Jerman 14 Nurhayati Nainggolan, dkk. Sejarah Daerah Sulawesi
Barat, negara-negara Skandinavia, Inggris dan Tengah. (Jakarta: Depdikbud, 1979), hal 197; Lihat
Prancis. Usaha pembelian kopra rakyat dilakukan juga Haliadi “Nasionalisasi Koperasi di Sulawesi
oleh badan yang dibentuk oleh Belanda pada Tahun 1950-an: Ekonomi Menjadi (Tidak) Rasional.”
September 1940, Stichting Het Coprafonds yang Makalah disampaikan dalam: Workshop on the
pada bulan Nopember 1950 namanya diubah Economic Dekolonisasi Side of Decolonisation oleh
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM pada
12 Junarti. Raja Banawa dari Belanda: Elite dan Konflik tanggal 18-19 Agustus 2004 di Yogyakarta, hal. 14-
Politik Kerajaan Banawa 1888-1942. (Semarang: 15.
Intra Pustaka Utama, 2004), hal 17.
15 Nurhayati Nainggolan, dkk Ibid, hal 195-197
13 Nurhayati Nainggolan, dkk. Sejarah Revolusi
Kemerdekaan Daerah Sulawesi Tengah, (Jakarta: 16 Wawancara dengan Hi. Syamsuddin Pattalau di Desa
Depdikbud, 1982), hal 108-109 Tondo, 15 Januari 2011

78
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

tanpa izin resmi, sehingga tidak sedikit kerugian terhadap bajak laut. Saya juga mengalami
negara dan daerah dalam aktivitas ilegal tersebut. luka-luka dalam peristiwa tersebut.19

Era tahun 1950-an telah banyak Setelah sampai di Tawau, pedagang kopra menjual
masyarakat Sirenja yang melakukan perdagangan kopra kepada para penampung kopra di Tawau
kopra ke Tawau, seperti yang diungkapkan oleh yang umumnya Orang Cina. Penampung kopra
Masjidi sebagai berikut: yang terkenal di Tawau adalah orang Cina
bernama Tigoan dan Binidua, disebut Binidua
Saya pertama kali pergi ke Malaysia karena memiliki dua orang istri. Orang Sirenja
Tahun 1951 untuk menyelundup kopra sering menjual kopra kepada mereka karena harga
atau biasa disebut smokol. Perahu yang beli mereka cukup tinggi.20 Orang-orang Sirenja
saya tumpangi milik orang Bajo, yang berdagang kopra ke Tawau, tidak hanya
nahkodanya bernama Bayosikubu. Satu sekedar berdagang kopra saja, tetapi juga
perahu diisi oleh 5 sampai 7 orang mendatangkan produk-produk dari luar negeri.
pedagang, kalau dengan penumpang bisa Setelah pulang dari Tawau, mereka membeli
mencapai 10 orang. Kapasitas muatan barang-barang seperti pakaian, arloji, sepatu,
sebuah perahu mencapai 3 (tiga) ton. sandal, sepeda, alat-alat rumah tangga, perhiasan,
Perahu seperti ini disebut Sakaya Kumpi. dan barang-barang lainnya yang memiliki kualitas
Berangkat dari Pantai Lende langsung ke jauh lebih baik jika dibandingkan produk dalam
Tawau. Era tahun 1950-an, banyak sekali negeri dan sulit didapatkan di Sirenja atau Kota
orang Sirenja yang pergi ke Tawau untuk Donggala.21 Mereka berperan sebagai distributor
menjual kopra. Harga kopra waktu itu barang-barang tersebut ke Sirenja.
sangat mahal.17
Perdagangan kopra menjanjikan
Selain pedagang lokal, pedagang-pedagang dari keuntungan besar pada saat itu. Keuntungan yang
daerah lain juga datang ke Sirenja untuk membeli besar inilah yang mendorong orang-orang Sirenja
kopra kemudian dijual ke Tawau. Mereka terutama dan Pantai Barat lainnya untuk menjual kopra ke
Orang Bugis dan Makassar. Bahkan, orang-orang Tawau. Sebuah tulisan A. Wahab Radjab memberi
Cina Tawau juga mengirim kapal-kapal untuk informasi tentang kegiatan penyelundupan kopra
membeli kopra secara langsung ke wilayah Pantai dan keuntungan yang diperoleh oleh para
Barat. penyelundup di daerah Ogotua dan Soni, wilayah
Kewedanaan Tolitoli, 22 sebagai berikut:
Pada tahun 1950-an, ada beberapa buah
kapal dari Tawau yang biasa membeli Pusat penjelundupan itu ialah di Ogotua
kopra di wilayah Pantai Barat seperti di dan Soni, masing2 40 dan 50 mil
Sirenja, Oti, Alindau, Sibayu, Sibuoalong disebelah selatan kota Toli-toli,
dan wilayah-wilayah lainnya. Setahu saya kekampung mana hanja dihubungkan
jumlahnya ada lima dan beroperasi di dengan Toli-toli melalui lautan, jaitu kira2
daerah-daerah yang berbeda. Kapal motor 4 djam dengan motor/kapal.
ini bernama Persetia I sampai Persetia V. Kedua kampung ini terkenal dengan nama
Pemiliknya orang Cina Tawau bernama djulukan Hongkong Sulawesi. Sebabnja
Tigoan. Nahkodanya umumnya orang ialah karena dikedua kampong tsb.
Bugis dan Mandar. Sekitar tahun 1960- djarang kita melihat barang2 djualan
an, kapal tersebut ditangkap oleh polisi buatan dalam negeri, tetapi pada umumnja
bernama Pandejori dari Palu.18 barang2 lux dari Singapura atau
Hongkong (luar negeri), sedjak arlodji
Kegiatan penyelundupan kopra bukan tanpa jang mewah dan mahal2, pakaian2 jang
hambatan. Selain gangguan cuaca atau tertangkap
patroli Angkatan Laut, diperjalanan mereka kerap 19 Ibid.
menghadapi gangguan keamanan dari bajak laut,
sebagaimana yang disampaikan oleh Masjidi: 20 Ibid.

Tahun 1957 saya ke Tawau dengan 21 Ibid. Lihat juga Nurhayati Nainggolan, dkk Sejarah
menumpang Kapal Motor Borneo 15. Daerah…Loc. Cit, hal 196.
Diperjalanan kami dirampok bajak laut
orang Mindanao, juru mudi kami 22 Daerah Ogotua dan Soni berbatasan dengan wilayah
meninggal karena melakukan perlawanan Pantai Barat, Kabupaten Donggala. Saat itu
Kewedanaan Tolitoli masih menjadi bagian dari
17 Wawancara dengan Masjidi di Dusun Sibera, Desa Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Utara-
Lende Tovea, 19 November 2010 Tengah. Tolitoli berdiri sebagai sebuah kabupaten
berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1959.
18 Ibid. Daerah Ogotua dan Soni berbatasan dengan wilayah
Pantai Barat, Kabupaten Donggala.

79

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

serba wol, perhiasan2 emas, rokok2 belek (Permesta). Donggala dan Tolitoli merupakan
dari segala matjam merk, barang2 petjah daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah
belah jang halus2 dan kain2 permadani ekonomi DI/TII.24
buatan Itali dan Parsi, lain2nja.
Konon ada orang jang pernah Gerakan DI/TII yang masuk ke Sulawesi
menghitung2, maka diperolehnja bahwa Tengah terdiri atas dua jalur, yakni: Jalur pertama
rata2 sebuah rumah disana mempunjai 2 daerah Mamuju di Pantai Barat Sulawesi Tengah
sepeda merk Raleigh atau Humber. Merk (Selat Makassar) di Kecamatan Pasangkayu
jang lain sangat kurang sekali. Ada (sekarang wilayah Propinsi Sulawesi Barat) yang
ditjeritakan bahwa anak2 sekolah jang berbatasan dengan Kecamatan Banawa Sulawesi
duduk di S.R. sadja dikampung itu Tengah dan langsung ke Utara di Kecamatan
menghias lengannja dengan arlodji tangan Dampelas Sojol sampai masuk ke wilayah
merk Omega jang otomatis, sedang Kabupaten Buol Tolitoli. Gerombolan DI/TII
tukang pandjat kelapanja sadja, tersebut dipimpin oleh M. Nur Rasyid. Jalur
mempunyai katjamata ryban dan sepatu kedua, berasal dari dataran tinggi tengah dari Tana
Hongkong jang waterproof, serta mereka Toraja ke pedalaman Poso dan terus ke daerah
menghisap rokok Phillips Morris atau Luwuk Banggai di bawah pimpinan M. Amin
555. Semuanja itu adalah hasil Larekeng. Kekuatan DI/TII yang beroperasi di
selundupan. Sulawesi Tengah diperkirakan mencapai 1.000
Daerah sasaran mereka ialah personil hingga 1.500 personil. M. Nur Rasyid
Serawak/Kalimantan Inggeris di Kota beroperasi di wilayah Donggala dan daerah
Tawao, suatu tempat jang kalau angin Tolitoli, sedangkan M. Amin Larekeng beroperasi
baik, dapat ditempuh 2 minggu pergi- di wilayah Poso dan wilayah Luwuk Banggai.25
pulang dari Toli-toli dengan perahu lajar. Salah satu sumber pendanaan penting bagi
Pekerdjaan menjelundup ini, sekali pun kegiatan DI/TII, khususnya bagi Pasukan DI/TII di
besar bahajanja, umpamanja sering2 Pantai Barat berasal dari perdagangan kopra.
ditangkap oleh patroli Alri, sering Perdagangan kopra selain dilakukan secara tunai
tenggelam, sehingga dalam tahun 1955 juga dilakukan dengan cara barter, yakni kopra
tak kurang dari mereka jang hilang tak ditukarkan dengan senjata dan keperluan militer
ketahuan, tetapi mendjadi kesukaan lainnya serta alat-alat pertanian. Daerah tujuan
mereka. Sebab2nja ialah karena penyelundupan DI/TII yang beroperasi di wilayah
keuntungan jang sangat lumajan. Pantai Barat dan Tolitoli terutama ke Tawau dan
“Sekali lolos dengan perahu memuat 20 Mindanau.
ton sadja, berarti 1 tahun pensiun bung”.
Demikian kata salah seorang dari mereka Pemerintah tidak mendiamkan aksi
jang bertjakap2 dengan penulis. pasukan DI/TII di wilayah Pantai Barat. Untuk
Menurut keterangan Djawatan Pertanian melakukan penumpasan terhadap gerakan DI/TII
Toli-toli, seluruh kewedanaan dalam di wilayah Pantai Barat dengan basis utama di
keadaan normal menghasilkan 1500 ton wilayah Dampelas Sojol hingga Soni (sekarang
kopra sebulan. Dari hasil sekian itu, masuk dalam wilayah Kabupaten Tolitoli),
kadang2 hanja 400 ton jang disalurkan pemerintah melakukan beberapa kali Operasi
oleh petani2 sebagaimana mestinja, jaitu Militer. Kodam Lambung Mangkurat yang
didjual kepada Jajasan Kopra, 1100 ton berpangkalan di Banjarmasin ditugaskan untuk
sisanja itu mereka djual setjara illegal operasi militer di pesisir wilayah Pantai Barat
(diselundupkan) dengan aneka rupa siasat sebanyak 3 (tiga) kali dan Tolitoli 1 (satu kali): (1)
dan usahanja. Demikian pendjagaan dan Operasi Militer dilaksanakan mulai tanggal 3
patroli Alri diperkuat, demikian pula Pebruari 1959 oleh Kompi I Batalyon Inf. 604
mereka dapat lolos dengan aneka rupa dipimpin Lettu Inf. Sidik Susanto dengan obyek
tjara. 23 penghancuran DI/TII di Sabang (ibukota; (2)
Keuntungan yang besar dalam usaha kopra ini Operasi Militer dilaksanakan mulai tanggal 15 Juni
dimanfaatkan pula oleh gerakan-gerakan 1960 oleh Kompi II Batalyon Inf. 605 dipimpin
perlawanan terhadap pemerintah pusat, yakni Lettu Umar Khotob; (3) Operasi Militer
gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dilaksanakan mulai tanggal 29 Mei 1961 oleh
(DI/TII) dan Perjuangan Rakyat Semesta
24 Abdul Rasyid Asba, Loc. Cit, hal. 229
23 Abdul Wahab Radjab.“Sulawesi: Toli-Toli” dalam
Mingguan Islam Populer, HIKMAH, No 27 25 Haliadi, Syakir Mahid dan M. Anas Ibrahim. Gerakan
Zulhidjdjah 1375/4 Agustus 1956 Tahun IX, hal 14-15 Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) di Poso 1957-1963:
Perjuangan Anti Permesta dan Pembentukan Provinsi
Sulawesi Tengah. (Yogyakarta: Ombak, 2007), hal
122

80
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Kompi IV Batalyon Inf. 605 dipimpin Letda Inf. diperketat, apalagi setelah dicetuskannya Dwi
Wira; dan (4) Operasi Militer dilaksanakan tanggal Komando Rakyat (Dwikora) oleh Presiden
1 Maret 1962 oleh Kompi I Batalyon Inf 605 Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Akibat penting
dipimpin Lettu Inf. R Subarjo, dengan obyek dari situasi politik tersebut bagi perdagangan kopra
penghancuran DI-TII/Kahar Muzakkar di adalah beralihnya jalur pemasaran kopra. Jika
Tolitoli.26 Walaupun pada akhirnya pemerintah semula tujuan utama perdagangan kopra ke
dapat menumpas gerakan DI/TII, perdagangan Tawau, kini beralih ke dalam negeri, dengan
rakyat lintas negara di perairan Selat Makassar dan tujuan utama ke Surabaya. Selain itu, berlayar ke
Laut Sulawesi terus berjalan. Hal ini disebabkan Surabaya jauh lebih aman dari gangguan bajak laut
pengamanan Selat Makassar oleh pasukan dan harga kopra di Surabaya juga sudah naik.
pemerintah kurang ketat dan intensif. Sarana-
prasarana dan tenaga untuk menjaga wilayah Orang-orang Sirenja yang melakukan
perbatasan masih kurang. Lagipula, kawasan aktivitas perdagangan kopra di Surabaya, seperti,
Pantai Barat terletak agak jauh dari pangkalan Alinuddin Pattalau, Syamsuddin Pattalau, Haji
patroli Angkatan Laut. Pawanei, Abdullah Hi. Lamide, Muhammad Hi.
Lamide, Haji Bakran, Makmur Lamasinangka dan
Menurut Syamsuddin Pattalau, maraknya masih banyak nama lainnya. Mereka inilah dapat
perdagangan kopra ke Tawau berlangsung hingga dikatakan sebagai pedagang-pedagang besar kopra,
tahun 1964. Setelah itu perlahan-lahan mulai tetapi tidak sedikit pula para pedagang-pedagang
memasuki masa kemunduran. Sejak awal tahun kecil yang terlibat dalam aktivitas perdagangan
1960-an, posisi Tawau sebagai daerah tujuan kopra tersebut. Selain itu, kapal-kapal yang
perdagangan kopra mulai beralih ke dalam negeri, berdagang kopra dari Sirenja ke Surabaya tidak
utamanya ke Surabaya. hanya milik orang Sirenja saja, tetapi banyak juga
kapal-kapal dari daerah luar yang berdatangan ke
Smokol Surabaya dimulai sejak tahun Sirenja, utamanya pedagang Bugis dan Mandar.
1962. Penyebab pindahnya jalur perdagangan Jenis dan model perahu yang mereka gunakan juga
kopra berpindah ke Surabaya, yakni: mulai beraneka macam, yakni: Pinisi, Janggola, Lambo,
ketatnya penjagaan laut oleh aparat kepolisian dan Ba’go, Lete’, Sekoci, Kumpi dan beberapa jenis
angkatan laut Indonesia.27 Ketatnya penjagaan di perahu lainnya. Perdagangan kopra dari Sirenja ke
Selat Makassar terkait dengan ketegangan Surabaya berlangsung hingga tahun 1972.29
hubungan antara Indonesia dan Malaya. Setelah itu, aktivitas perdagangan kopra mulai
Perseteruan ini dilatarbelakangi oleh berkurang.
ketidaksetujuan pemerintah Indonesia di bawah
kepemimpinan Sukarno dengan adanya rencana Ada beberapa penyebab mundurnya
pembentukan negara Federasi Malaysia pada tahun perdagangan kopra, pertama, produksi kelapa di
1961, yang wilayahnya meliputi Malaya, Sirenja mulai menurun karena pohon-pohon kelapa
Singapura, Serawak dan Sabah. Indonesia di Sirenja sudah tua dan tidak produktif lagi.
menganggap pembentukan negara Federasi Kedua, harga kopra di Sirenja telah naik, sehingga
Malaysia merupakan proyek neokolonialisme tidak jauh berbeda dengan harga kopra di
Inggris yang berbahaya bagi revolusi Indonesia. Donggala ataupun Surabaya. Oleh karena itu,
Ketegangan antara Indonesia dan Malaya keuntungan yang diperoleh oleh pedagang kopra
memuncak dengan pemutusan hubungan semakin sedikit. Ketiga, gencarnya usaha
diplomatik antara kedua negara pada tanggal 17 pemerintah dalam memberantas penyelundupan
September 1963, yang kemudian diikuti oleh kopra baik lintas negara maupun antardaerah.
pemutusan hubungan ekonomi dengan Malaya, Pemberantasan penyelundupan mendapat perhatian
Singapura, Serawak dan Sabah sejak tanggal 21 dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
September 1963.28 Ketegangan politik ini pemerintah daerah Sulawesi Tengah. Kopra
membawa pengaruh bagi perdagangan kopra lintas merupakan salah satu sumber pendapatan utama
negara tersebut. Pengamanan di perbatasan pun Sulawesi Tengah pada saat itu. Pemerintah pusat
mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet
26 Tim Penyusun. Sejarah Singkat Kodam X Lambung Ampera tanggal 22 April 1967 tentang
Mangkurat. Banjarmasin: Jarahdam X Lambung pemberantasan penyelundupan kopra. Pemerintah
Mangkurat, 1980, hal 112-113. Daerah Sulawesi Tengah melalui DPRD-GR
Propinsi Sulawesi Tengah dengan mengeluarkan
27 Wawancara dengan Hi. Syamsuddin Pattalau di Desa
Tondo, 15 Januari 2011. 29 Wawancara dengan Hi. Syamsuddin Pattalau di Desa
Tondo, 15 Januari 2011
28 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho
Notosusanto.(ed) Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI:
Zaman Jepang dan Zaman Republik. [R.P. Soejono
dan R.Z Leirissa Editor Umum Pemutakhiran]
Jakarta: Balai Pustaka, 2010, hal 460-463.

81

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Resolusi No. 16 Tahun 1967 tanggal 8 Juni 1967 Dari hasil usaha kopra, Alinuddin dapat
tentang pemberantasan penyelundupan.30 membeli mobil dan motor. Mobil dan motor
menjadi simbol kemapanan ekonomi dan prestise
Perdagangan Kopra dan Munculnya Elite sendiri bagi pemilikinya. Beliau adalah pemilik
Baru di Sirenja motor dan motor pribadi pertama di Sirenja,
masing-masing ia beli pada tahun 1965 dan 1968.
Perdagangan kopra di Sirenja pada era Mobil dan motor ini dibeli di Surabaya ketika
tahun 1950-an hingga 1970-an menjadi salah satu berdagang kopra dan diangkut ke Donggala
penyebab munculnya elite-elite ekonomi di dengan menggunakan Kapal Uap Tolando,
Sirenja. Bahkan beberapa diantara mereka yang kemudian dari Donggala dibawa ke Tondo.31
kemudian mendapat kepercayaan masyarakat Mobil dan motor termasuk kendaraan mewah di
untuk memimpin desa. Mereka muncul sebagai Sirenja saat itu. Kendaraan yang yang lazim di
elite karena memiliki modal dan mampu membaca Sirenja pada masa itu hanyalah gerobak besi yang
situasi zaman. Peluang dan kesempatan bisnis ditarik dengan menggunakan tenaga sapi.
kopra dimanfaatkan dengan baik. Mereka Kehadiran mobil dan motor merupakan salah satu
membuka usaha perdagangan kopra antar pulau. bentuk transfer teknologi yang diperkenalkan oleh
Selain itu, para pedagang kopra ini memiliki peran elite baru di Sirenja, seperti yang dilakukan oleh
dalam usaha memajukan pendidikan bagi Alinuddin Pattalau. Mobil sebenarnya bukan
masyarakat Sirenja. Mereka menyumbangkan kendaraan baru di Sirenja, sebab sejak tahun 1930-
sebagian hasil usaha kopra untuk membiayai an telah ada mobil sewaan yang mengangkut
pembangunan Asrama Sirenja di Palu pada tahun penumpang dari Sirenja menuju Tawaeli, Palu dan
1960-an. Asrama ini diperuntukan bagi pelajar dan Donggala. Pemilik mobil tersebut bukan orang
mahasiswa Sirenja yang kurang mampu dalam Sirenja melainkan orang Donggala bernama
melanjutkan studi di Kota Palu, ibukota Provinsi Mayer.
Sulawesi Tengah. Dua orang diantara pengusaha
kopra di Sirenja, yakni Alinuddin Pattalau dan Selain sebagai elite ekonomi, Alinuddin
Abdullah Hi. Lamide. juga dipercaya oleh masyarakat Tondo untuk
menjabat Kepala Kampung Tondo menggantikan
Alinuddin Pattalau, lahir pada tahun pamannya, Sagaf Patalau pada era tahun 1950-an.
1930. Ia merupakan anak sulung dari enam Jabatan ini diembannya hingga tahun 1971. Ia dua
bersaudara, putra pasangan Haji Lapatola Pattalau kali menjabat sebagai Kepala Kampung dan
dengan Hajjah Indo Haria. Adik-adik Alinuddin, kemudian Kepala Desa Tondo. Kemapanan
yaitu (1) Andi Turi, (2) Adam Pattalau (3) Hajjah ekonomi dan didukung oleh tingkat pendidikan
Daenuni (4) Nur Eli, (5) Haji Syamsuddin yang tinggi menyebabkan ia dipercayakan oleh
Pattalau. Alinuddin merupakan salah seorang di masyarakat untuk menduduki jabatan Kepala
antara sedikit orang Sirenja yang mula-mula Kampung Tondo. Pada pertengahan tahun 1980-
mendapatkan pendidikan tinggi. Ia menamatkan an, ia kembali dipercayakan oleh masyarakat untuk
pendidikan hingga Sekolah Menengah Ekonomi memimpin Desa Tondo. Jabatan ini emban hingga
Pertama di Gorontalo pada tahun 1952, tingkat akhir hayatnya pada tahun 1987. Beliau meninggal
pendidikan yang cukup tinggi pada masanya. di Madinah ketika sedang menunaikan ibadah haji.
Usaha untuk mendapatkan pendidikan diraihnya
dengan susah payah. Untuk pergi sekolah, ia harus Tokoh lainnya yang muncul sebagai elite
jalan kaki dari Sirenja ke Gorontalo. Rekannya baru di Sirenja adalah Haji Abdullah. Ia adalah
dari Sirenja yang bersekolah di Gorontalo adalah anak kedua dari lima orang bersaudara, putra Haji
Abdul Kahar Tanjokara dari Lende. Lamide dan Hatidja. Kakaknya bernama Haji
Abdul Rasyid, sedangkan adik-adiknya yaitu: Haji
Alinuddin merupakan salah seorang Thalib, Haji Muhammad, Nusha, dan Hajjah
terkaya di Sirenja pada masanya. Kemunculannya Saribano. Haji Abdullah menamatkan pendidikan
sebagai elite ekonomi tidak terlepas dari di Sekolah Guru Bantu Donggala. Ia kemudian
keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan kopra diangkat menjadi seorang guru, sehingga ia lebih
ke Surabaya. Ia pernah memiliki beberapa buah dikenal dengan nama Guru Dola. Ia pernah
kapal motor, yang paling besar diberi nama bertugas di Desa Malei, setelah itu dipindahkan ke
“Bunga Mekar” yang memiliki kapasitas muatan SDN Tanjung Padang. Ia memutuskan untuk
hingga 50 ton. Kapal motor ini digunakan untuk berhenti sebagai seorang guru pada tahun 1963.
mengangkut kopra untuk dijual. Setelah Alasannya, karena tingkat kesejahteraan guru yang
perdagangan kopra mengalami kemunduran, ia sangat buruk. Saat itu, gaji guru sangat minim dan
sempat beralih ke bisnis kayu eboni ke Surabaya, pembayarannya juga tidak tiap bulan. Alasannya
Bali, Balikpapan dan Tarakan.

30 Himpunan Keputusan DPRD-GR Provinsi Sulawesi 31 Wawancara dengan Hi. Syamsuddin Pattalau di Desa
Tengah 1964-1971. Palu: 8 Djuni 1967 Tondo, 13 Januari 2011

82
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

lainnya, yakni kehidupan seorang guru sering memenangkan pemilihan yang diikuti oleh tiga
berpindah-pindah tempat tugas, tempat tinggal pun calon, yaitu Nadjemuddin Anwar, Roslan Lamusa
demikian. Gaji seorang guru saat itu belum dan Haji Abdullah (Guru Dola). Balentuma adalah
menjanjikan penghidupan yang layak. kampung pemekaran dari Kampung Tompe pada
tahun 1964 dan Guru Dola merupakan Kepala
Melihat keuntungan yang menggiurkan Kampung II menggantikan Roslan Lamusa (1964-
dari usaha perdagangan kopra, Guru Dola beralih 1974). Selama masa kepemimpinannya banyak
profesi menjadi seorang pedagang kopra ke prestasi yang ia lakukan, seperti pembangunan
Surabaya. Ia termasuk pedagang yang sukses dan Masjid Al Istigfar, pembuatan lapangan sepakbola,
muncul sebagai elite ekonomi pada zamannya. pembuatan jalan padat karya, perluasan areal
Usaha kopra pada masa itu memang perkebunan coklat dan cengkeh, dan pembangunan
mendatangkan keuntungan yang besar. Pada sarana dan prasarana lainnya. Ia menjabat hingga
kisaran tahun 1968-1969, harga kopra mencapai tahun 1997. Haji Abdullah meninggal dunia
Rp. 20.000,-/ton, sedangkan untuk sewa kapal delapan tahun lalu.
kapal dari Donggala ke Makassar, hanya butuh
Rp.2.000,-.32 Kemapanan ekonomi dari hasil usaha Kopra Sirenja pernah mengalami masa
kopra mendorong Guru Dola dan istrinya untuk kejayaan dan hingga kini masih menjadi salah
menunaikan ibadah haji pada istrinya. Saat itu, sumber penghasilan masyarakat Sirenja. Usaha
salah satu kriteria bagi orang kaya di Sirenja kopra di Sirenja mengalami pasang surut baik
apabila telah menunaikan ibadah haji. Haji tidak dalam kegiatan produksi maupun pemasaran.
hanya sekedar ritual keagamaan saja, tetapi gelar Kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta
haji juga menjadi simbol kemapanan ekonomi. situasi politik di tingkat nasional dan lokal juga
mempunyai dampak bagi pasang surutnya
Guru Dola memiliki 3 (tiga) buah kapal perdagangan kopra rakyat di wilayah Sirenja. Pada
motor, masing-masing diberi nama Naupa Jaya 1, era keemasannya, kira-kira tahun 1950-an hingga
Naupa Jaya 2 dan Kotak Kilat. Naupa Jaya 1 dan 1970-an, banyak orang Sirenja yang terlibat dalam
Naupa Jaya 2 memiliki kapasitas 10 Ton, aktivitas kopra lintas pulau. Kemampuan untuk
sedangkan Kotak Kilat memiliki kapasitas muatan membaca situasi serta peluang untuk melakukan
mencapai 80 Ton dan merupakan salah satu kapal bisnis kopra menyebabkan munculnya pengusaha-
motor terbesar yang pernah dimiliki oleh Sirenja pengusaha kopra di Sirenja. Jika pada masa
pada masa itu. Kapal ini digunakan untuk kolonial, usaha kopra dilakoni oleh kaum
berdagang kopra ke Surabaya. Pada era tahun bangsawan, maka setelah masa kemerdekaan
1970-an, ketika perdagangan kopra sudah mulai pedagang kopra di Sirenja jauh lebih beragam,
menurun, Kapal Motor Naupa Jaya 1 dan Naupa setiap orang dapat melakukan usaha ini. Mereka
Jaya 2 digunakan untuk usaha transportasi laut dari yang berhasil mencapai posisi elite, adalah mereka
Sirenja ke Donggala. Transportasi laut pada masa yang memiliki modal dan memiliki usaha dalam
ini merupakan sarana transportasi penting yang skala besar. Pada akhirnya mereka mampu menjadi
menghubungkan Sirenja dengan dunia luar, sebab elite baru dalam masyarakat Sirenja. Perdagangan
jalur transportasi darat masih sulit dengan kondisi kopra sebagai seorang elite mereka juga memiliki
jalan yang rusak berat dan jembatan-jembatan simbol-simbol untuk menunjukan status sosial
masih terbuat dari kayu atau pohon kelapa. Jika mereka, antara lain berupa simbol material seperti
orang Sirenja bepergian ke Donggala dan Palu, kepemilikan mobil dan motor yang pada zamannya
biasanya ditempuh dengan menggunakan perahu merupakan barang mewah bagi sebagian besar
atau kapal motor ataupun harus berjalan kaki. masyarakat. Selain itu, mereka berusaha untuk
menunaikan ibadah haji. Tidak hanya untuk
Harta kekayaan Guru Dola lainnya berupa sekedar menunaikan ibadah, tetapi gelar haji juga
mesin penggilingan padi (huller). Ia membeli merupakan simbol kemapanan ekonomi. Kopra
sebuah mesin gilingan padi bekas milik Menga telah mampu menghadirkan sebuah perubahan
(orang Cina di Tanjung Padang) pada tahun 1975. dalam sejarah Sirenja.
Selain itu, Pada tahun 1977, ia membeli tiga buah
mobil, masing-masing diberi nama Naupa Jaya A, Abdul Wahab Radjab.“Sulawesi: Toli-Toli” dalam
Naupa Jaya B, dan Mahligai. Inilah mobil pertama Mingguan Islam Populer, HIKMAH, No
di Desa Balentuma. Keberhasilan dalam bidang 27 Zulhidjdjah 1375/4 Agustus 1956
perekonomian dan didukung oleh tingkat Tahun IX, hlm 14-15
pendidikan yang memadai menyebabkan
masyarakat Balentuma memilihnya sebagai Kepala A.B. Lapian. “Pengantar” dalam Van Leur dan
Kampung. Pada tahun 1975, Guru Dola terpilih Verhoeven. Teori Mahan dan Sejarah
sebagai Kepala Kampung Balentuma, setelah

32 Wawancara dengan Hi. Syamsuddin Pattalau di Desa
Tondo, 15 Januari 2011.

83

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Kepulauan Indonesia. Jakarta: Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Pusat
Studi Sosial Asia Tenggara UGM dan
Bhratara,1971 Pustaka Pelajar, 2002.

Abd. Razak Daeng Patunru. Sejarah Gowa [Cet. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho
II].Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Notosusanto. (ed) Sejarah Nasional
Sulawesi Selatan, 1983 Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan
Zaman Republik. [R.P. Soejono dan R.Z
Abdul Rasyid Asba. Kopra Makassar Perebutan Leirissa, Editor Umum Pemutakhiran]
Pusat dan Daerah: Kajian Sejarah Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Ekonomi Politik Regional di Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor, 2007 Mohammad Sairin. Terbentuknya Elite Baru;
Sejarah Keluarga di Sirenja (1949-2009).
BPS Donggala. 2010. Kecamatan Sirenja Dalam Palu: Skripsi pada Program Studi
Angka 2010. Donggala: BPS Donggala. Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas
Haliadi “Nasionalisasi Koperasi di Sulawesi Tahun Tadulako, 2011
1950-an: Ekonomi Menjadi (Tidak)
Rasional.” Makalah disampaikan dalam: Nurhayati Nainggolan, dkk. Sejarah Daerah
Workshop on the Economic Dekolonisasi Sulawesi Tengah. Jakarta: Depdikbud,
Side of Decolonisation oleh Pusat Studi 1979.
Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM
pada tanggal 18-19 Agustus 2004 di Nurhayati Nainggolan, dkk. Sejarah Revolusi
Yogyakarta. Kemerdekaan Daerah Sulawesi Tengah.
Jakarta: Depdikbud, 1982
Haliadi, Syakir Mahid dan M. Anas Ibrahim.
Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah Rucianawati. “Usaha Kelapa Rakyat di Daerah
(GPST) di Poso 1957-1963; Perjuangan Jawa Timur Pada Awal Abad XX.” dalam
Anti Permesta dan Pembentukan Provinsi Lembaran Sejarah Vol. 4 No. 1 Tahun
Sulawesi Tengah. Yogyakarta: Ombak, 2001, hlm 1-23
2007
Tim Penyusun. Sejarah Singkat Kodam X
Hasan. Produksi dan Perdagangan Kopra di Lambung Mangkurat. Banjarmasin:
Donggala 1850-1937. Tesis S2 Program Jarahdam X Lambung Mangkurat, 1980.
Studi Sejarah Universitas Gadjah Mada, Hal 112-113
2000.
Himpunan Keputusan DPRD-GR Provinsi
Heersink, Christiaan. Dependence on Green Gold: Sulawesi Tengah 1964-1971. Palu: 8
a Socio-Economic History of the Djuni 1967
Indonesian Coconut Island Selayar.
Leiden: KITLV Press, 1999. Daftar Informan

Junarti. Raja Banawa dari Belanda: Elite dan Masjidi, ± 80 tahun. (Mantan pedagang kopra).
Konflik Politik Kerajaan Banawa 1888-
1942. Semarang: Intra Pustaka Utama, Azwin Lapasamula, 54 Tahun (Cucu Lapasamula,
2004. Sekretaris Desa Lende)

Leirissa, R.Z. “Copracontracten: Indikasi Hi. Syamsuddin Pattalau, 70 tahun (Mantan
Perkembangan Ekonomi di Minahasa pedagang kopra)
Selama Periode Kolonial Akhir” dalam J.
Thomas Lindblad (Ed). Fondasi Historis

84
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Berbagai masalah sumber daya alam yang Untuk menjadi motor penting dalam
muncul baik di laut, udara, maupun darat selama membangkitkan potensi sumber daya di Indonesia.
ini, sering dipahami sebagai masalah teknis.
Implikasinya solusi yang diberikanpun bersifat Potensi sumber daya di Indonesia dapat
teknis.1 Pertanyaannya sekarang apakah solusi- diawali dengan menanam pondasi dalam
solusi teknis tersebut tepat digunakan di tengah- pewarisan nilai budaya sejak dini. Untuk
tengah masyarakat yang memiliki pola pendidikan melestarikan budaya sejak dini, ujung tombaknya
yang bisa dikatakan rendah? adalah meyakinkan pemerintah daerah untuk
memasukkan budaya lokal intrakulikuler atau
Jawabannya bisa ya atau tidak. Selama itu ekstrakurikuler di sekolah. Pendidikan yang diasah
menjadi sumber yang dipahami dengan masalah lewat karakter dan kepribadian masyarakatnya
teknis, maka solusinya pun harus bersifat teknis. yang dapat dijadikan ranah kajian sosial-budaya
Namun solusi teknis belum menjadi selalu efektif untuk menghadapi persaingan ekonomi bangsa-
apabila persoalan sumber daya manusia (SDM) bangsa di dunia dan demi terciptanya
yang masih lemah.2 Tentu kesiapan SDM kesejahteraan masyarakat tersebut.
diperlukan dalam hal ini, sehingga pendidikan
yang berbasis muatan lokal perlu dikembangkan. Dewasa ini di tengah-tengah persaingan
ekonomi bangsa-bangsa yang semakin menajam,
1 Arif Satria, Ekologi Politik Nelayan, Yogyakarta: konsep Indonesia sebagai negara kepulauan
LKiS, 2009, hal. 1. (archipelagic state) perlu dimantapkan untuk
disebarluaskan dan diperjuangkan di tingkat
2 Sebagai contoh dalam pembuatan taman nasional laut, internasional. Sudah sejak tahun 1957, ketika
pertanyaan menjadi muncul di kalangan nelayan. Deklarasi Juanda dicanangkan, gagasan itu
Bagaimana aturan-aturan di taman nasional laut muncul. Deklarasi ini menyatakan bahwa batas
dibuat? Sejauh mana akses nelayan dan masyarakat teritorial atau kedaulatan Negara Kesatuan
lokal untuk terlibat dalam penyusunan pengelolaan Republik Indonesia adalah garis terluar dari batas
kawasan konservasi? Siapa yang diuntungkan dan pantai yang saling berhubungan dan tidak ada
dirugikan oleh dalam penyusunan pengelolaan celahnya. Gagasan ini merupakan jawaban
kawasan konservasi tersebut? Maka dari itu terhadap pandangan Laut Bebas yang
pendidikan lokal memiliki peran dalam menimbulkan anggapan perairan di seluruh dunia
membangkitkan SDM. Untuk kajian mengenai sebagai common property. Pada tahun 1980-an
masalah-masalah gagalnya penanganan teknis lihat muncul gagasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
pada Satria et.al (2004), dan Satria et.al (2006). yang memberikan kedaulatan kepada negara

85

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

kepulauan untuk menggarap sumber daya wilayah pesisir di tanah air, lewat
maritimnya (Zuhdi 2006: 8).3 studi kasus di kawasan Indramayu.
b. Menggambarkan betapa pentingnya
Pergulatan dalam menggarap sumber daya pendidikan muatan lokal harus
maritim dan meningkatkan taraf hidup dalam dicanangkan di wilayah masyarakat
komunitas pesisir berlangsung cukup keras, pesisir di Indonesia, dipacu melalui
sebagai studi kasus di Indramayu misalnya.4 studi kasus Indramayu. Diharapkan
Berbagai problematika di laut menjadi hambatan karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
besar bagi para nelayan untuk mencari mata para pembaca.
pencahariannya. Sedangkan di daratan, pergulatan
tampak lebih menjanjikan, sehingga masyarakat Selain studi pustaka, metode yang
tidak mau berspekulasi untuk mengurus lautnya, digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yang padahal lebih menjanjikan. Kemiskinan baik observasi yaitu metode pengamatan langsung ke
kultural maupun struktural cukup mendominasi berbagai institusi pendidikan di wilayah
masyarakat bahari saat ini. Indramayu, serta ke berbagai tempat pesisir pantai
Indramayu untuk mengetahui potensi kelautan
Fenomena sekarang potensi kelautan yang ada. Metode wawancara pun dilakukan ke
mulai ditinggalkan. Langkah-langkah pembenahan berbagai responden yang berkenaan dengan topik
perlu dipercepat demi terciptanya masyarakat yang makalah ini. Selain itu, dalam penulisan artikel
menggunakan sektor kelautannya demi ini, penulis menggunakan metode sejarah5 untuk
memajukan kesejahteraanya. Dan sudah saatnya memproyeksikan masa lalu dan menemukan
budaya bahari diterapkan lewat pendidikan di benang merah dalam kasus kelautan pada masa
masyarakat pesisir. Melalui studi kasus Indramayu, kini di wilayah Indramayu. Berbagai data dan
makalah ini mencoba menggambarkan bagaimana sumber terkait telah dikumpulkan guna
pentingnya pendidikan budaya bahari dalam memperkaya khazanah wawasan penulis.
meningkatkan potensi sumber daya kelautan di
Indramayu. Studi kasus di Indramayu diharapkan Bidang kelautan didefinisikan sebagai
tidak saja menjadi satu-satunya sample dalam sektor yang merupakan andalan dalam menjawab
pengentasan masalah kelautan, tetapi dapat tantangan dan peluang dalam upaya mewujudkan
dijadikan juga contoh di wilayah lain di Indonesia, negara yang maju dan mandiri serta masyarakat
yang merupakan negari bahari ini. yang adil dan makmur. Kajian ini telah dikaji oleh
beberapa peneliti sebelumnya dan dijadikan acuan
Bagaimana pentingnya pendidikan dalam makalah ini. Misalnya dalam karya
bermuatan lokal budaya bahari dalam Kusumastanto, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
meningkatkan potensi sumber daya kelautan? dan Lautan Berbasis Masyarakat, PKSPL-IPB-
Ditjen Bangda Depdagri (1998). Kemudian karya
Secara substansi makalah ini dirancang PSKPL IPB tentang Kajian Kebutuhan Investasi
untuk kepentingan memberi paradigma intervensi Pembangunan Perikanan dalam Pembangunan
kebijakan pendidikan, guna menangani Lima Tahun Mendatang 1999-2003. Akan tetapi,
penanggulangan kemiskinan masyarakat di pendidikan bahari sebagai fokus pemecah masalah
wilayah pesisir Indramayu. Namun tujuan praktis dalam sistem ekonomi kelautan, belum banyak
dari penyusunan makalah ini adalah: dibahas oleh para peneliti sebelumnya. Sumbangan
yang sangat berarti terdapat pada kumpulan tulisan
a. Menggeneralisasi isu-isu mengenai Wong (Nom) Dermayu Ngomong: Wacana Kritis
pentingnya pendidikan lokal sebagai
upaya pemecahan masalah dan
penyebab kemiskinan yang terjadi di

3 Dalam makalah Belitung dalam Lintas Sejarah 5 Dalam ilmu sejarah, mesti dibedakan antara ‘metode’
Maritim Indonesia. Diajukan untuk Seminar Persiapan dengan ‘metodologi’. Metode menekankan pada
Pendirian Museum Maritim di Kabupaten Belitung, kegiatan penelitian sejarah, sedangkan metodologi
Propinsi Bangka Belitung, 23 Juli 2009 oleh Yudha terkait dengan kegiatan penulisan sejarah dan
Benharry Tangkilisan. penekanannya terhadap eksplanasi. Metode sejarah
adalah metode yang menggunakan tahapan. Yang
4 Supali Kasim, Di Pesisir Indramayu Badai (Tak) Pasti pertama adalah tahap pengumpulan data (heuristik),
Berlalu, dalam makalah pada diskusi “Budaya Pesisir” kedua tahap kritik sumber (Verifikasi), ketiga adalah
kerjasama Harian Kompas dengan STAIN Syech tahap membuat sudut pandang (interpretasi), serta
Nurjati, Cirebon. Pada 24 Februari 2010, di aula tahap keempat adalah tahap penulisan sejarah
STAIN Syech Nurjati, Cirebon. (historiografi). Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu
Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 2005).

86
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Pemuda Indramayu, Yogyakarta: Pustaka Rihlah bumiputra sebagai balas jasa terhadap eksploitasi
(2007), serta makalah seminar Supali Kasim, yang telah dilakukan Belanda selama ini. Kondisi
Potret SD di Pelosok Indramayu: Perspektif Sosio- ini memberi angin segar bagi taraf pendidikan di
Kultural, mendorong makalah ini untuk mengkaji kalangan bumiputra, meskipun hanya keturunan
lebih dalam mengenai pendidikan bermuatan lokal ningrat8 sajalah yang dapat mengenyam
di kawasan Indramayu. pendidikan pada masa itu.

Refleksi tentang pendidikan pun Kondisi di wilayah Indramayu sendiri
diperlukan lewat sumberdaya kelautan Dengan pada abad ke-20, masih dalam keadaan yang
potensi wilayah laut yang sangat luas dan sangat ironis, para guru yang kebanyakan masih
sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang berpakaian sangat tradisional, menyiratkan bahwa
dimiliki Indonesia, kelautan sesungguhnya pendidikan di Indramayu tergolong sebagai
memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kategori yang masih dalam taraf sebagai “murid”,
kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk sebagai orang yang diajar dan dididik oleh orang
menjadi sektor unggulan dalam kiprah yang berasal dari luar Indramayu. Itu pun tidak
pembangunan nasional dimasa depan. semua orangtua mau menyekolahkan anaknya.
Tidaklah heran, jika tingkat buta aksara pada masa
Makalah ini disajikan ke dalam lima bab itu sangat tinggi. Berbagai penyebab cukup
yaitu; bab I adalah pendahuluan, kemudian bab II kompleks, yang bermuara pada kemiskinan
adalah pendidikan di Indramayu: sebuah perspektif ekonomi.9
historis, kemudian bab III, pendidikan lokal
sebagai soko guru pengentas kemiskinan Tahun 1933 Indramayu merupakan
masyarakat maritim bab IV adalah budaya bahari kabupaten termiskin di Jawa Barat, meskipun
sebagai arah baru pendidikan lokal masyarakat sumberdaya alam melimpah. Ungkapan yang tepat
pesisir Indramayu dan diakhiri dengan bab V yaitu untuk fenomena tersebut adalah “ayam mati di atas
penutup. padi” sebagai gambaran kontradiksi tersebut. Saat
itu bupati R.A.A. Mohamad Soediono harus
Dalam salah satu kesempatan berbicara di bekerja ekstra keras menghadapi problem itu
depan Senat Romawi—hampir satu abad sebelum (H.A.Dasuki, 1977: 259).10 Kemiskinan terus
kelahiran Nabi Isa—Cicero, seorang anggota Senat merajalela pada masa Jepang dan berimbas pada
yang disegani, menyatakan: “Jika kita tidak tahu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
apa-apa yang terjadi sebelum kita lahir, berarti kita Indramayu sampai saat ini.
tetap anak kecil”.6
Untuk memotret keterbelakangan dunia
Mungkin dengan kutipan perkataan tokoh pendidikan di Indramayu, harus pula melihat
dan pemikir sejarah Romawi itu, kita akan faktor sejarah dan perspektif sosio-kultural yang
memahami makna sejarah ketika menjadi ada.11 Sejarah Indramayu sendiri menurut Supali
kelompok manusia yang membangsa dalam suatu Kasim, menawarkan sisi gelap dan cenderung
proses sejarah. Kita memang perlu melakukan terjadi pemaksaan historiografi12, akibatnya adalah
refleksi historis guna memandang hari depan
bersama yang dikehendaki.7 8 Pengajaran pada masa politik etis diberikan di sekolah
kelas I kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-
Pendidikan di Indramayu tidak dapat orang yang berkedudukan atau berharta, di sekolah
dilepaskan dari latar sejarahnya, yang dimulai kelas II kepada anak-anak pribumi pada umumnya,
sejak “politik etis” pada masa Belanda. Belanda namun jumlahnya lebih kecil dibanding dengan kelas
mulai menanamkan pendidikan di kalangan kaum I. Lihat dalam Marwati Djoenod Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto Ed, Sejarah Nasional Indonesia
6 Lihat Sam Winensburg, Historical Thinking and Other jilid V: Zaman Kebangkitan Nasional dan masa
Unnatural Acts Charting the Future of Teaching the Hindia Belanda (Edisi Pemutakhiran), 2008, Jakarta:
Past, 2001, (versi Bahasa Indonesia: Berpikir Historis, Balai Pustaka, hal. 28.
Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu”),
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal. 43. 9 Supali Kasim, Potret SD di Pelosok Indramayu:
Perspektif Sosio-Kultural, makalah dalam seminar
7 Anhar Gonggong, Sejarah untuk Membangsa-Negara, sehari “Peningkatan Mutu Sekolah melalui
Kebudayaan, dan Perubahan, dalam kumpulan tulisan Manajemen Pendidikan yang Aplikatif” aula
Refleksi Karakter Bangsa, Achmad Fedyani dan Universitas Wiralodra, Indramayu, 1 Maret 2009.
Mulyawan Karim Ed. Jakarta: Menegpora dan Iluni UI
Forum Kajian Antropologi, 2008, hal 57. 10 Ibid.
11 Ibid.
12 Supali Kasim menjelaskan bahwa dalam khazanah

Cirebon-Indramayu, sejarah dianggap berasal dari
sejare-jare (katanya-katanya)—sebuah pernyataan

87

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

terdapat pengaruh pemahaman yang ditanamkan membuang waktu dan biaya, padahal anak-anak
mengenai asal-usul Indramayu, sehingga bisa dipekerjakan di sawah atau di laut tanpa harus
pendidikan masyarakat sampai sekarang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Kedua,
menggunakan kekuatan mitos/legenda (power of kurangnya motivasi pendidikan anak dari oang
myth) sebagai poros utama dalam penanaman tuanya, karena orang tua di Indramayu yang masih
nilai-nilai warisan pendidikan. buta aksara dan menyerahkan sepenuhnya kepada
guru. Ketiga, rendahnya tingkat partisipatif akan
Secara sosio-kultural, masyarakat kelancaran pendidikan dan lembaga pendidikan.
Indramayu merupakan masyarakat dalam masa Keempat, pendidikan yang sudah ada merupakan
transisi, karena merupakan masyarakat yang pada pendidikan monoton dan tidak memberikan
awal abad 20, mengalami migrasi besar-besaran pekerjaan yang benar-benar membuat seorang
dari Pasundan, Tegal dan Brebes. Migrasi besar- menjadi hidup mapan.
besaran itu lebih tertuju pada masalah ekonomi13.
Tidaklah heran jika, “modal dasar” (sumber daya Indikator dari keberhasilan pembangunan
manusia) warga sangat minim, buta aksara, manusia adalah kemajuan di bidang pendidikan.
terbatasnya wawasan, dan lemahnya tekad untuk Berbicara mengenai pendidikan itu sendiri adalah
menyekolahkan anak. hal yang sangat kompleks, plural dan terkait
dengan berbagai variabel. Sehingga tidaklah
Banyak problematika muncul di tengah proporsional kalau tidak mengkaji data statistik
masyarakat Indramayu yang sedang mengalami dan kajian dinamikanya.
transisi. Mulai dari kehidupan yang hanya
berswasembada, asal bisa memenuhi kebutuhan Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan
hidup sendiri sudah cukup, dan tidak perlu menjadi dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu pada tahun
orang yang bergelar dan terdidik. Minimnya arti 2007, untuk tingkat Sekolah Dasar jumlah sekolah
penting pendidikan membuat orang Indramayu tercatat sebanyak 882 unit, dengan murid sebanyak
kurang memanfaatkan sektor geografisnya yang 195.268 orang. Kemudian tingkat SMP jumlah
kaya akan hasil laut. sekolah tercatat 148 unit, murid sebanyak 63.301
orang. Sedangkan untuk tingkat SMA sebanyak 52
Dari lima orang siswa Indramayu sebagai unit, dengan murid sebanyak 16.528 orang, serta
sample yang telah diwawancara, tiga menyatakan SMK memiliki sekolah sebanyak 45 unit, dengan
bahwa setelah mereka lulus sekolah akan bekerja murid 15.645 orang. Dengan jumlah penduduk
di pabrik, dinas pemerintahan serta kantoran Indramayu sebanyak 1.717.770 jiwa.15
setempat, dua lainnya menyatakan akan
melanjutkan ke universitas atau jenjang yang lebih Interpretasi yang didapat, mengacu pada
tinggi. Hal ini menunjukan pendidikan belum data tersebut adalah perkembangan pendidikan
memiliki arti yang amat penting bagi mereka.14 Indramayu dari perspektif infrastruktur yang ada.
Mereka hanya fokus bekerja setelah lulus dan Keberadaan fasilitas pendidikan yang telah
bekerja ke sektor yang bukan merupakan potensi memedai belum diikuti dengan jumlah peserta
wilayahnya. didik yang besar pula. Antusias masyarakat
Indramayu terhadap pendidikan dirasa masih
Tidaklah heran jika sebagian masyarakat, sangat kurang, jika merujuk data diatas.
terutama di pelosok pedesaan di Indramayu,
kemudian menganggap pendidikan bukanlah hal Masalah pendidikan yang nota bene
yang penting. Setidaknya ada beberapa alasan terdapat pada masyarakat maritim Indramayu,
untuk hal ini. Pertama, pendidikan dianggap tampaknya belum ada upaya sinergis dan
pennanganan cepat, belum ada respon cepat dari
kirata (dikira-kira, tetapi nyata), tetapi juga menusuk pemerintah daerah terkait dengan problematika
substansi bangunan kokoh yang selama ini bernama yang ada. Terutama dalam mengembangkan
sejarah. Sejarah masih diselimuti unsur-unsur legenda potensi kelautan yang ada sebagai kawasan pesisir
dan mitologi yang sangat kuat tanpa ada tahapan pantai yang panjangnya mencapai sekitar 114
heuristik dan kritik yang lebih mendalam. (Dalam
Kompas, 7 Oktober 2009). 15 Indramayu dalam Angka tahun 2007, berdasarkan
13 Perlu diketahui asal-muasal mayoritas orang yang data dari Badan Perencanaan Daerah Kabupaten
tinggal di Indramayu bukanlah keturunan ningrat Indramayu dan Badan Pusat Statistik Kabupaten
(bangsawan). Mereka adalah golongan grass-root Indramayu. Lihat pula pada lampiran mengenai tabel
(wong cilik). data tentang pendidikan.
14 Wawancara dengan 4 siswa SMK 2 Indramayu, Ari
Kasim, Johan Arif, Suprayatna, dan Anggi dan 1
siswa SMA 1 Sindang, Riska. Wawancara dilakukan 5
Maret 2010.

88
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

km.16 Hal-hal terkait konstelasi kehidupan dijadikan sebagai sebuah sistem.19 Laut dijadikan
masyarakat serta keberadaan ruang pendidikan sebagai sebuah penghalang dari daratan, sehingga
yang berkarakter di Indramayu menjadi pekerjaan secara otomatis laut pun mulai ditinggalkan.
rumah yang sangat berat. Bahkan oleh pemerintah setempat di Indramayu
sendiri.
Perlu diingat pula bahwa sekolah tidaklah
identik dengan pendidikan17, belajar secara Secara kemauan politik (political will),
esensial memang tidak terbatas pada sekolah saja. pemerintah tidak melakukan keberpihakan
Pendidikan nonformal, serta melatih diri sendiri meskipun wilayah laut Indramayu cukup luas.20
dan belajar dari kesalahan dapat dijadikan untuk Selama ini nelayan hanya belajar pada fenomena
mengaktualisasikan diri menjadi insan terdidik. alam untuk tetap dapat bertahan hidup (survive).
Akan tetapi, pola pendidikan di Indramayu perlu Keseluruhan realitas kehidupan masyarakat
juga memikirkan bagaimana pendidikan yang maritim Indramayu telah membentuk pandangan,
dapat dinikmati oleh peserta didiknya, pendidikan karakter, dan kultur yang keras di Indramayu,
yang sesuai karakter masyarakalah yang karakteristik ini tetapi tidak disambut baik oleh
seharusnya menjadi pekerjaan rumah bagi pembuat kesejahteraan yang tinggi. Kemiskinan masih
kebijakan pendidikan di Indramayu. merajalela pada masyarakat maritim Indramayu.

Mempertimbangkan berbagai kenyataan Kemiskinan diartikan sebagai suatu
pahit mengenai pendidikan di Indramayu, keadaan ketika seseorang tidak sanggup
pendidikan yang sesuai dengan karakter memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
masyarakat Indramayu merupakan langkah penting kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
dan strategis dalam membangun kembali jati diri memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya
bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat dalam kelompok tersebut.21
Indramayu baru yang sesuai dengan
karakteristiknya. Kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari
sudut ekonomi saja karena kemiskinan ternyata
Indramayu merupakan wilayah di pesisir berkaitan dengan berbagai aspek, diantaranya
Pantai Utara Jawa dengan panjang pantai sekitar aspek sosial dan budaya, bahwa persoalan
114 km yang melintasi 12 kecamatan. Dengan kemiskinan sangat erat hubungannya dengan
garis pesisir yang cukup panjang, mata budaya.22 Dari sudut ini, kita dapat melihat bahwa
pencaharian masyarakatnya belum menunjukkan budaya dan lingkungan turut ambil bagian dalam
bahwa masyarakat Indramayu memanfaatkan membuat seseorang menjadi miskin.23
sektor maritim dalam penopang hidupnya. Hal ini
terlihat dari sekitar hanya sekitar 30% masyarakat Kondisi lingkungan masyarakat maritim
yang berprofesi sebagai nelayan dan komunitas dalam perspektif antropologis, adalah masyarakat
maritim. Sedangkan 60 % dari sektor agraris, serta yang memiliki sistem budayanya sendiri sebagai
10 % dari pedagang, penyedia jasa, usaha swasta produk dari proses interaksi mereka dengan
dan PNS.18 lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial. Manifestasi dari sistem budaya masyarakat
Secara historis keberadaan nelayan nelayan dapat dimediasi dan terwujud dalam
Indramayu tak dapat dilepaskan dari keberadaan pranata-pranata sosial budaya yang ada.24
muara dan pelabuhan, serta keterpengaruhan dari
sejak zaman Kerajaan Demak. Namun, ironisnya 19 Yanwar Pribadi, Membangun (Kembali) Budaya
saat ini masyarakat maritim Indramayu mengalami
kemerosotan. Konsekuensi logisnya, laut tidak Maritim, dalam http.bantenologi.com.

16 Di Pesisir Indramayu Badai (Tak) Pasti Berlalu. Budaya%20maritim.html. diunduh pada Selasa 9
Kasim, Op-Cit.
Maret 2010, pukul 20:22 WIB.
17 Wawancara dengan Wawan Sutandi, guru SMA
Negeri 1 Indramayu, dalam Wong (Nom) Dermayu 20 Kasim, Op-Cit.
Ngomong: Wacana Kritis Pemuda Indramayu,
Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2007, hal 154. 21 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,

18 Disimpulkan dari artikel Mengenal Kabupaten Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. hal. 320.
Indramayu, dalam pengantar kegiatan Lapangan
Mahasiswa Berprestasi FIB UI 2010. 22 Menurut Oscar Lewis (1966), kemiskinan bukanlah

semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi,

tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran

kebudayaan dan kejiwaan dan memberi corak

tersendiri pada kebudayaan yang diwariskan dari

generasi orang tua kepada anak melalui proses

sosialisasi.

23 Teori demikian disebut dengan teori kultural.

24 Hal.12.

89

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Masalah kemiskinan masyarakat maritim aplikatif, seharusnya diberikan kesempatan dan
berakar pada aspek ketergantungan nelayan kebebasan kepada warga masyarakat untuk
terhadap kegiatan usaha melaut dan rendahnya memperoleh pendidikan apa saja, dari siapa saja,
keterampilan nelayan untuk melakukan di mana saja, pada jalur dan jenjang mana saja dan
diversifikasi penangkapan.25 Etos kerja yang kapan saja, yang sesuai dengan kebutuhan dan
rendah dipengaruhi pula oleh pranata dan wawasan karakteristik pribadi, serta selaras dengan
yang rendah. Tidak ada orang yang mengenyam kebutuhan masyarakat dan lingkungannya.
pendidikan yang mau mengurus lautnya.
Kebanyakan masyarakat Indramayu yang Pengertian “pendidikan aplikatif”
berpendidikan, setelah lulus akan mencari kerja di meliputi sejumlah besar cara pemberdayaan
Ibukota atau ke dinas pemerintahan.26 Solusi tepat peserta didik/warga belajar yang dilakukan
di bidang pendidikan sebagai penanaman nilai berbeda dengan cara yang sesuai dengan
budaya sangat diperlukan dalam maslah ini. karakteristik masyarakat. Meskipun caranya
berbeda, namun semua pola pendidikan aplikatif
Pendidikan memiliki nilai yang strategis mempunyai tiga kesamaan yaitu: (1)
dan urgen dalam pembentukan suatu bangsa. pendekatannya yang bersifat individual; (2)
Pendidikan itu juga berupaya untuk menjamin memberikan perhatian lebih besar kepada peserta
kelangsungan hidup bangsa tersebut. Sebab lewat didik/warga belajar, orang/keluarga mereka, dan
pendidikanlah akan diwariskan nilai-nilai luhur para pendidik, dan (3) dikembangkan berdasarkan
yang dimiliki oleh bangsa tersebut, karena itu kebutuhan dan kondisi lingkungan.28
pendidikan tidak hanya berfungsi untuk bagaimana
untuk tahu (how to know), dan bagaimana untuk Kurikulum pendidikan dalam muatan
melakukan (how to do), tetapi yang amat penting lokal ialah program pendidikan yang diisi dan
adalah bagaimana untuk menjadi (how to be), media penyampaiannya dikaitkan dengan
terwujud maka diperlukan transfer budaya dan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta
kultur. Pola pendidikan yang memiliki alternatif kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid
dan bermuatan lokal sesuai dengan karakter di daerah tersebut. Kurikulum muatan lokal
masyarakat dan aplikatiflah yang patut dijadikan diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan
cambuk dalam pembangunan sebuah masyarakat.27 pendidikan nasional sebagaimana tercantum
didalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN).29
Paradigma pendidikan baru yang intinya
memberdayakan masyarakat (termasuk peserta Sumber bahan muatan lokal dapat
didik/warga belajar dan orang tua/keluarga diperoleh dari banyak sumber antara lain dari
mereka) menuntut adanya kebebasan kepada narasumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi
warga masyarakat untuk belajar apa saja yang dari para ahli yang relevan dan sebagainya. Dalam
diminati dan dibutuhkan, asal tidak bertentangan pelaksanaan proses pembelajaran selalu
dengan kaidah moral dan falsafah bangsa. menyangkut berbagai unsur atau komponen.
Demikian pula dalam melaksanakan prinsip belajar Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan
menyangkut berbagai aspek, antara lain: sumber
25 Ibid. 13. bahan ajar, pengajar, metode, media, dana dan
26 Seperti pernyataan yang dikatakan oleh Jumhadi, evaluasi.30

Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum SMA 1 Secara umum tujuan program pendidikan
Sindang, Indramayu. “…Boro-boro mau ngurus laut muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar
yang ada abis lulus anak-anak pada ke Jakarta”. mereka memiliki wawasan yang mantap tentang
Wawancara dilakukan pada tanggal 5 Maret 2010, lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia
sekitar pukul 11:00 WIB, di SMA 1 Sindang, melestarikan dan mengembangkan sumber daya
Indramayu. alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang
27 Pola pendidikan alternatif sebenarnya bukan mendukung pembangunan nasional maupun
merupakan hal yang baru sama sekali. Bahkan pada pembangunan setempat. Tujuan penerapan muatan
awal diselenggarakannya pendidikan ribuan tahun lokal pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
yang lalu, pendidikan berlangsung dengan berbagai kelompok tujuan, yaitu tujuan langsung dan tujuan
pola: ada yang diselenggarakan di rumah oleh orang tidak langsung. Tujuan langsung adalah tujuan
tua sendiri, di tempat ibadah, di tempat kerja, dan di dapat segera dicapai. Sedangkan tujuan tidak
masyarakat. Kemajuan zaman kemudian justru
menyeragamkan pola-pola yang berbeda itu ke dalam 28 Ibid.
suatu struktur dan lembaga yang disebut sekolah. 29 http/kompasiana.com.kurikulum-muatan-lokal.html,
Lihat Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi
Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 322. diakses pada Rabu, 10 Maret 2010, pukul 21:43 WIB.
30 Ibid.

90
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

langsung merupakan tujuan yang memerlukan Indonesia mengubah pandangan dari negara
waktu yang relatif lama untuk mencapainya. kontinen menuju negara bahari.33
Tujuan tidak langsung pada dasarnya merupakan
dampak dan tujuan langsung.31 Untuk menuju ke sana mutlak diperlukan
sumber daya manusia berwawasan kelautan dan
Dengan menggunakan lingkungan sebagai menguasai teknologi tinggi tentang bahari. Banyak
sumber belajar maka besar kemungkinan peserta persoalan dan tantangan yang akan dihadapi
didik dapat mengamati, melakukan percobaan atau kedepan. Negara ini memiliki kekayaan berupa 17
kegiatan belajar sendiri. Belajar mencari, ribu pulau lebih. Setelah 60 tahun merdeka
mengolah, menemukan informasi sendiri dan nyatanya baru mampu memberi nama (toponim) 7
menggunakan informasi untuk memecahkan ribu pulau saja. Kekayaan sumber hayati, mineral
masalah yang ada di lingkungannya merupakan dan tambang di dasar laut masih berlimpah,
pola dasar dari belajar. Belajar tentang lingkungan menunggu dimanfaatkan. Kita tentunya tidak rela,
dan dalam lingkungan mempunyai daya tangkap pewaris kekayaan laut nusantara, kelak hanya
tersendiri bagi seorang anak untuk memanfaatkan menjadi penonton di negeri sendiri.34
potensi di daerahnya.
Indramayu yang terdiri dari berbagai
Sekolah, pada hakikatnya bukanlah macam suku bangsa yang memiliki
sekadar tempat ”transfer knowledge” belaka. keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata
Seperti dikemukakan Frenkel (1977:1-2), sekolah cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan
tidaklah semata-mata tempat guru menyampaikan daerah, dll) merupakan ciri khas yang memperkaya
pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia.35 Oleh
sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan karena itu keanekaragaman tersebut harus selalu
usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap
pada nilai luhur di lingkungan.32 Benyamin S. mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa
Bloom menegaskan bahwa lingkungan sebagai Indonesia melalui upaya pendidikan.
kondisi, daya dan dorongan eksternal dapat
memberikan suatu situasi “kerja” di sekitar murid. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial,
Karena itu, lingkungan secara keseluruhan dapat dan budaya diperlukan kepada peserta didik
berfungsi sebagai daya untuk membentuk dan memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan
memberi kekuatan/dorongan eksternal untuk dengan lingkungannya. Pengenalan dan
belajar pada seseorang. Landasan teoritik muatan pengembangan lingkungan melalui pendidikan
lokal. diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas
sumber daya manusia, dan pada akhirnya
Menanamkan rasa cinta bahari di usia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
anak sekolah mempunyai arti penting untuk bekal peserta didik.
kelak setelah mereka dewasa. Tidak ada pilihan,
tantangan ke depan bangsa ini sebagai negara Kebijakan yang berkaitan dengan
maritim (Archipelagic State) akan mengandalkan dimasukkannya program muatan lokal dalam
sektor kelautan. Pemanfaatan kekayaan sumber pendidikan dilandasi kenyataan bahwa di
daya alam di darat, sadar atau tidak, lambat atau Indramayu terdapat beranekaragam kebudayaan
cepat makin menyusut. Sementara untuk dan sebagai wilayah maritim.36 Oleh karena itu,
mengeksplorasi dan mengeksploitasi sektor program pendidikan di sekolah perlu memberikan
kelautan yang menjanjikan itu, membutuhkan wawasan yang luas pada peserta didik tentang
teknologi dan modal besar agar menjadi sumber kekhususan yang ada di lingkungannya, yakni
perokonomian dan kemakmuran. Sudah saatnya
33 Hal ini senada dengan pernyataan Menteri Pendidikan
31 Ibid. Nasional periode 2004-2009, Bambang Sudibyo dalam
32 Azyumardi Azra, Pembangunan Karakter Bangsa: artikel Kompas, Kamis 13 Juli 2006.

Pendekatan Budaya, Pendidikan dan Agama, dalam 34 Mencintai bahari perlu ditanamkan sejak masa
kumpulan tulisan Refleksi Karakter Bangsa, Achmad sekolah, dalam artikel bertajuk “Cinta Bahari Perlu
Fedyani dan Mulyawan Karim Ed. Jakarta: Menegpora Diajarkan di Sekolah” terdapat dalam
dan Iluni UI Forum Kajian Antropologi, 2008, hal 41. http://umum.kompasiana.com/2009/07/06/cinta-
bahari-perlu-diajarkan-di-sekolah/ diakses Selasa, 16
Maret 2010. Pukul 23:11 WIB.

35 Mengenal Kabupaten Indramayu. Op-Cit.

36 Perlu diketahui di Indramayu sendiri hanya terdiri dari
1 SMK yang memiliki jurusan kelautan yaitu SMK 2
Indramayu, selain itu Program Studi Kelautan yang
ada di Universitas Wiralodra, satu-satunya universitas
di Indramayu telah ditutup pada tahun 2008,
dikarenakan tidak ada peminatnya.

91

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

budaya bahari. Budaya bahari yang seluruhnya Pemuda Indramayu juga memaparkan pentingnya
disusun secara komperhensif, sesuai dengan otoritas dalam pengembangan karakteristik
karakteristik masyarakat dan produktif, agar dapat Indramayu itu sendiri, jangan hanya bergelut pada
mengentas kemiskinan. Sehingga perlulah disusun pendidikan konvensional, tetapi ditanamkan juga
mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal.37 pewarisan nilai yang lebih aplikatif.39

Muatan lokal yang didukung oleh Di tingkat Pendidikan Tinggi pun muatan
berbagai potensi maritim yang sesuai dengan lokal budaya bahari mendapat perhatian yang
masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik antusias. Pernyataan ini diungkapkan oleh
dalam sejarah maritim, industri kelautan, Pembantu Dekan I, Universitas Wiralodra, Karto
kerajinan, jasa kelautan (agro industri dan agro M.Si.40 Menurutnya, sangat disayangkan jika
bisnis), pembudidayaan hasil laut, perikanan, kelautan tidak dijadikan acuan dalam
nautika, teknologi, sistem jaringan, meningkatkan perekonomian masyarakat
kepariwisataan, dan lain sebagainya, sehingga Indramayu dan ditanamkan lewat pendidikan. Dia
terjadi kesesuaian, keselarasan dan keseimbangan juga menyayangkan ditutupnya jurusan kelautan di
yang dinamis. Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra.
Pendidikan aplikatif seperti kelautan benar-benar
Landasan dinamika demografik diabaikan di wilayah Indramayu.
keindahan Indramayu juga terletak pada
keanekaragaman pola kehidupan dari berbagai Pendidikan aplikatif sendiri sebenarnya
keberagaman yang tersebar akibat migarsi pada telah disepakati oleh pemerintah demi memajukan
masa lampau, namun disatukan dalam kesatauan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan
administrasi saat ini. Kekaguman terhadap potensi ilmu dan teknologi juga mengacu kepada
Indramayu telah dinyatakan oleh hampir para kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penyusunan
pemerhati budaya di Indramayu, karena kurikulum atas dasar acuan keadaan masyarakat
keanekaragaman tersebut dapat dipersatukan oleh tersebut disebut “Kurikulum Muatan Lokal“.
falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Kurikulum muatan lokal keberadaan di Indonesia
Keanekaragaman tersebut bukan saja ada pada telah dikuatkan dengan Surat Keputusan Menteri
bidang budayanya saja, tetapi juga pada keadaan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
alam, fauna dan floranya serta kehidupan dengan nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987.
sosialnya. Semuanya itu merupakan dasar yang Sedang pelaksanaannya telah dijabarkan dalam
sangat penting dalam mengembangkan muatan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
lokal. menengah Nomor 173/-C/Kep/M/87 tertanggal 7
Oktober 1987.41 Sekarang tinggal pemerintah
Kurikulum muatan lokal mengacu pada daerah yang telah diberi otonomi untuk
karakteristik peserta didik, dan kondisi geografis di menuangkan dan menjalankan muatan lokal
Indramayu, sebenarnya sudah mendapat angin sebagai jalan emas mengentas kemiskinan di
segar dari para pendidik dan sekelompok kawasan Indramayu.
budayawan Indramayu. Sebagai contoh wawancara
dengan Wakil Kepala Sekolah SMK 2 Indramayu, Berbagai upaya untuk penanggulangan
Ai Soeharto, menurutnya di Indramayu Pelajaran kemiskinan telah banyak dilakukan, namun
tentang kebaharian perlu digalakkan, sebab sangat pemerintah belum memiliki konsep yang jelas,
sayang sekali jika potensi laut Indramayu yang sehingga penanganan masih bersifat parsial dan
luas tidak di eksplorasi oleh anak negeri tapi tidak terpadu. Akibatnya angka kemiskinan belum
dieksploitasi oleh bangsa asing (Jepang).38 dapat diturunkan secara signifikan. Dan justru
dengan adanya program penanggulangan
Selain itu wawancara dengan Wawan kemiskinan, malah jumlah penduduk miskin
Sutandi, guru SMA Negeri 1 Indramayu, dalam bertambah. Pendidikan muatan lokal merupakan
Wong (Nom) Dermayu Ngomong: Wacana Kritis jalan emas dalam menanggulangi kemiskinan.
Sebab pendidikan adalah investasi terbaik dalam
37 Menurut sejarah, sebelum ada sekolah formal, pembangunan sebuah masyarakat.
pendidikan yang berprogram muatan lokal telah
dilaksanakan oleh para orang tua peserta didik dengan 39 Wong (Nom) Dermayu Ngomong. Op-Cit. hal 157.
metode drill dan dengan trial and error serta 40 Wawancara dilakukan pada tanggal 6 Maret 2010 di
berdasarkan berbagai pengalaman yang mereka hayati.
Tujuan pendidikan mereka terutama agar anak-anak Fakultas Pertanian, Universitas Wiralodra, Indramayu.
mereka dapat mandiri dalam kehidupan. Bahan yang
diajarkan ialah bahan yang diambil dari berbagai 41 Pribadi, Op-Cit.
keadaan yang ada dialam sekitar. Sedang kriteria
keberhasilannya ditandai mereka telah dapat hidup
mandiri.

38 Wawancara dilakukan pada tanggal 5 Maret 2010 di
SMK 2, Indramayu.

92
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

Muatan lokal sangat penting dan perlu Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu
untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
didik lebih mengetahui dan mencintai budaya Persada.
daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur, mandiri,
kreatif dan profesional yang pada akhirnya dapat Winensburg, Sam. 2006. Berpikir Historis,
menumbuhkan rasa cinta kepada budaya tanah air. Memetakan Masa Depan, Mengajarkan
Masa Lalu. Jakarta: Yayasan Obor
Dari arti penting tersebut sudah Indonesia.
selayaknya masyarakat Indramayu, masyarakat
yang dalam transisi dan belum mengeksplorasi Wong (Nom) Dermayu Ngomong: Wacana Kritis
wilayah lautnya, perlu menanamkan pendidikan Pemuda Indramayu. 2007. Yogyakarta:
budaya bahari sebagai jalan emas menuju Pustaka Rihlah.
masyarakat maritim dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Artikel dan Makalah

Arsip Benharry Tangkilisan, Yudha. Belitung dalam
Lintas Sejarah Maritim Indonesia.
Indramayu dalam Angka Tahun 2007. Badan Makalah Seminar “Persiapan Pendirian
Perencanaan Daerah Kabupaten Indramayu Museum Maritim” di Kabupaten
dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, Propinsi Bangka Belitung, 23
Indramayu. Juli 2009.

Wawancara Kasim, Supali. Di Pesisir Indramayu Badai (Tak)
Pasti Berlalu. Makalah pada diskusi
Ai Soeharto. Wakil Kepala Sekolah SMK 2 “Budaya Pesisir” kerjasama Harian
Indramayu. (5 Maret 2010). Kompas dengan STAIN Syech Nurjati,
Cirebon. Pada 24 Februari 2010, di aula
Ari Kasim, Johan Arif, Suprayatna, dan Anggi. STAIN Syech Nurjati, Cirebon.
Siswa SMK 2 Indramayu. (5 Maret 2010).
Kasim, Supali. Potret SD di Pelosok Indramayu:
Jumhadi. Wakil Kepala Sekolah Bagian Perspektif Sosio-Kultural, makalah dalam
Kurikulum SMA 1 Sindang, Indramayu. seminar sehari “Peningkatan Mutu
(5 Maret 2010). Sekolah melalui Manajemen Pendidikan
yang Aplikatif” aula Universitas
Karto M.Si. Pembantu Dekan I, Universitas Wiralodra, Indramayu, 1 Maret 2009.
Wiralodra, Indramayu (6 Maret 2010).
Mengenal Kabupaten Indramayu. Pengantar
Riska. Siswa SMA 1 Sindang (5 Maret 2010). Kegiatan Lapangan Mahasiswa
Berprestasi FIB UI 2010.
Supali Kasim. Pemerhati dan budayawan
Indramayu. Surat Kabar

Referensi Buku Kompas, 7 Oktober 2009.

Djoenod Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Kompas, 13 Juli 2006.
Notosusanto Ed. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia jilid V: Zaman Kebangkitan Internet
Nasional dan masa Hindia Belanda (Edisi
Pemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka. Cinta Bahari Perlu Diajarkan di Sekolah” terdapat
dalam
Fedyani, Achmad dan Mulyawan Karim Ed. 2008. http://umum.kompasiana.com/2009/07/06
Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta: /cinta-bahari-perlu-diajarkan-di-sekolah/
Menegpora dan Iluni UI Forum Kajian diakses Selasa, 16 Maret 2010. Pukul
Antropologi. 23:11 WIB.

Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. http/kompasiana.com.kurikulum-muatan-
Yogyakarta: Bentang. lokal.html, diakses pada Rabu, 10 Maret
2010, pukul 21:43 WIB.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Yanwar Pribadi, Membangun (Kembali) Budaya
Media. Maritim, dalam http.bantenologi.com.
Budaya%20maritim.html. Diunduh pada
Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Selasa 9 Maret 2010, pukul 20:22 WIB.
Yogyakarta: LKiS.

93

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Oleh: Ismail

Keberadaan etnik Tionghoa di Jeneponto abad ke-XVII, sebagian besar berasal dari daerah
secara historis belum diketahui secara pasti, namun Tiongkok Selatan terutama dari Fu Khien dan
menurut sebagian masyarakat Jeneponto dan Kwantung. Setiap imigran tidak hanya membawa
masyarakat Tionghoa bahwa etnik Tionghoa sudah barang dagangan atau diri mereka saja tetapi juga
ada sebelum kemerdekaan. Kedatangan etnik berbagai aspek kebudayaan khas, termasuk sistem
Tionghoa pada awalnya hanya dibekali berdagang (ekonomi), bahasa, kepercayan,
keberanian, keuletan, dan keterampilan berdagang. teknologi, kesenian, dan sebagainya.2 Selain itu,
Kedatangan etnik Tionghoa di Nusantara ada yang menyatakan bahwa para imigran
khususnya di Jeneponto, terdorong oleh beberapa Tionghoa yang tersebar di Indonesia mulai abad
faktor, antara lain; (1) etnik Tionghoa sudah ke-XVI sampai pertengahan abad ke-XIX asal
dikenal sebagai suatu etnik yang suka berniaga, (2) suku bangsa Hokkien, mereka berasal dari propinsi
adanya konflik politik dalam negerinya yang Fukkien bagian selatan.3
berkecamuk pada abad XVII. Migrasi orang
Tionghoa ke Jeneponto dengan tujuan berdagang Masih ada orang Cina yang mengetahui
dan membuka usaha baru serta sebagai tukang. atau ingat kapan kakek buyutnya tiba di Indonesia,
Hingga munculnya berbagai peraturan perundang- tetapi kebanyakan yang tidak mengetahuinya
undangan pada masa orde lama dan orde baru yang karena keluarga mereka pada umumnya tidak
telah membatasi aktivitas etnik Tionghoa menjadi mencatat atau menyimpan catatan tentang silsilah
kendala dalam berdagang ataupun berniaga di leluhurnya. Masalah keberadaan orang Tinghoa
Kabupaten Jeneponto yaitu kurangnya kerja sama pada dasarnya mulai menggejala ketika bangsa
yang baik antara masyarakat setempat baik Indonesia merdeka. Hal ini disebabkan orang-
dikalangan para pedagang pribumi dengan etnik orang keturunan etnik Tionghoa menghadapi
Tionghoa, dan tingginya prasangka-pransangka pilihan, apakah tetap tinggal di Indonesia dan
negatif masyarakat Jeneponto pada umumnya menjadi warga negara yang baik atau
terhadap etnik Tionghoa termasuk dalam meninggalkan Indonesia yaitu kembali ke negeri
berkomunikasi. Begitupun dari sebagian besar asal (Tingkok).
etnik Tionghoa yang berada di luar ataupun orang
awam itu sendiri yang terkadang mempunyai Ketika Soekarno memperkenalkan
prasangka negatif terhadap daerah Jeneponto yang “Demokrasi Terpimpin” (1959-1965) sampai
dikenal keras dan susah diajak berbaur sehingga tumbangnya “Demokrasi Liberal” golongan
menyebabkan orang Tionghoa meninggalkan Tionghoa peranakan selalu terlibat, baik dalam
Jeneponto dan lebih memilih Makassar sebagai kabinet maupun parlemen, sedangkan pada rezim
tempat berdagang. Namun masyarakat Jeneponto orde baru di bawah pemerintahan Soeharto 1966
pada kurun waktu 1956-2011 pada dasarnya tidak organisasi sosio-politik etnik Tionghoa dilarang
pernah menolak etnik Tionghoa datang ke daerah atau dibekukan.4 Pada masa-masa tersebut orang-
ini. Salah satu bukti adanya perkawinan antara orang Tionghoa meresa tidak nyaman sebagai
masayarakat setempat dengan keturunan Tionghoa warga negara karena undang-undang dan peraturan
sehingga tidak lagi dikenal sebagai etnik Tionghoa pemerintah tersebut berbau diskriminasi rasial.
karena telah berbaur dengan warga pribumi. Peraturan dan perundang-undangan itu telah
melakukan pelarangan dan pembatasan ruang
Kata Kunci: Etnik, Tionghoa, dan Jeneponto gerak mereka dalam menjalani kehidupannya.

Migrasi orang Tionghoa ke Asia Membahas masalah etnik Tionghoa
Tenggara termasuk Indonesia tentunya dilandasi memang sangat menarik dan tidak ada habis-
dengan berbagai faktor yang saling berkaitan habisnya unttuk diperbincangkan, khususnya
antara satu dengan yang lain diantaranya faktor menengok sejarah keberadaan mereka. Setiap
ekonomi dan politik.1 Kedatangan imigran Cina daerah di Indonesia pada dasarnya memiliki
dibeberapa wilayah Nusantara berlangsung sekitar
2 Pallawa Andhy dan Azis Astaf. Pembauran Di
1 Sumantri, Iwan. Kepingan Mozaik sejarah Budaya Makassar. Makassar: Global Publising bekerjasama
Sulawesi Selatan. Makassar: Inninawa, 2004, hlm. dengan Kantor Kesatuan Bangsa Pemkot Makassar,
406. 2003. hlm. 75.

3 Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan Di
Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1997. hlm. 353.

4 Suryadinata, Leo. Dilema Minoritas Tionghoa.
Jakarta: Grafiti Pers. 1984. hlm .6.

94
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

keanekaragaman etnis, budaya maupun suku yang Jeneponto, bahwa para leluhur mereka sudah ada
termasuk di dalamnya kebudayaan etnis Tionghoa. sebelum kemerdekaan. Namun secara umum
Di Jeneponto minoritas etnik Tionghoa ada di kedatangan etnik Tionghoa di Nusantara sekitar
Kecamatan Bangkala namun bukan dalam jumlah abad XVII rata-rata berasal dari Tiongkok Selatan
yang cukup besar. Mengenai kapan kedatangan propinsi Fu Khein dan Kuang Tung.7 Namun ada
mereka ke Jeneponto tidak diketahui secara pasti pula yang menyebutkan bahwa para imigran
kapan. Namun secara umum kedatangan etnik Tionghoa yang tersebar ke Indonesia mulai abad
Tionghoa di Nusantara sekitar abad XVII. ke XVII sampai pertengahan abad 19 asal suku
bangsa Hokkien, mereka berasal dari propinsi Fu
Jeneponto merupakan salah satu daerah di Khein Bagian Selatan.8
Sulawesi Selatan, yang dikenal memiliki daerah
kering, berbatu, dan cukup gersang. Hal ini Pada awal kedatangan etnik Tionghoa
dikerakan curah hujan yang tidak merata tiap tidak serta merta memegang terdapat kendali
tahunnya, kondisi wilayah seperti ini tentu saja ekonomi. Mereka hanya sebagai pedagang eceran
berpengaruh terhadap watak, perilaku, juga sikap juga sebagai tenaga buruh, pejual sayur, membuka
masyarakat di daerah tersebut yang berdampak warung kopi dan laing sebagainya. Akan tetapi
penderian atau sikap mereka. Akan tetapi bukan tidak dipungkuri pula bahwa pada saat itu juga
berarti mereka anti terhadap perubahan. Di terdapat saudagar-saudagar kaya yang ikut
Sulawesi Selatan, kedatangan orang Tionghoa juga berdagang di daerah Makassar dan sekitarnya.
sudah ada jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Kedatangan etnik Tionghoa pada awalnya hanya
Para imigran Tionghoa samapai di Sulawesi dibekali keberanian, keuletan, dan keterampilan
Selatan sekitar abad ke XVII M. Mereka pada berdagang. Kedatangan etnik Tionghoa di
umumnya meninggalkan tanah leluhurnya serta Nusantara termasuk di Jeneponto, terdorong oleh
meninggalkan diri dari kemiskinan dan penindasan beberapa faktor, antara lain (1) karena etnik
akibat revolusi yang terjadi di negaranya. Mereka Tionghoa sudah lewat dikenal sebagai suatu etnik
kemudian melakukan perseberan hampir kesuluruh yang suka berniaga, (2) karena adanya konflik
wilayah Sulawesi Selatan.5 politik dalam negerinya yang berkecamuk pada
abad XVII.
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia
bermigrasi secara bergelombang sejak beberapa Adapun bukti Arkeologi yang ditemukan
abad yang lalu. kapan orang Tionghoa pertama khusus di daerah Allu’ Kecamatan Bangkala yaitu
kalinya mengunjungi Indonesia tidak mudah kuburan etnik Tionghoa berkisar tahun 1950-an.
dipastikan. Saat ini orang-orang Tionghoa telah Kuburan tersebut menandakan keberadaan etnik
berbaur secara alamiah dengan masyarakat Tionghoa di Jeneponto telah ada setelah masa
setempat. Permulaan dan perantauan Cina ke kemerdekaan Indonesia. Tulisan yang terdapat
Indonesia, Asia Tenggara pada umumnya, sampai pada batu nisan tersebut masih menggunakan ejaan
sekarang tidak diketahui secara pasti. Tetapi lama seperti kata “KUBURANNJA”. Apabila
banyak orang berpendapat bahwa sejak dahulu disempurnakan dalam ejaan yang disempurnakan
kala adalah mejadi naluri manusia untuk (EYD) akan berarti “KUBURANNYA”.
cenderung pindah dari daerah yang lebih sukar
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya Kedatangan orang Tionghoa di Jeneponto
kedaerah yang lebih muda. Adanya hipotesa ini, sebagian besar berasal dari Makassar. Mereka
maka sudah dapat diperhitungkan bahwa sejak datang setelah kemerdekaan. Rata-rata yang
puluhan abad yang lampau telah terjadi migrasi datang berdasarkan ajakan oleh para keluarga yang
dari penduduk-penduduk dataran Cina ke daerah telah lebih dulu berada di daerah ini. Selain itu
Asia Tenggara.6 juga tujuan utama kedatangan etnik Tionghoa
adalah untuk berdagang, membuka usaha baru,
Kedatangan Etnik Tionghoa di Jeneponto sebagai tukang kayu, membuka rumah makan serta
secara historis belum ditemukan angka pasti. warung kopi. Sebuah arsip berangka tahun 1956-
Orang Tionghoa datang ke Jeneponto sudah lama 1957 menunjukkan susunan keluarga asing
sehingga tidak mengetahui lagi kapan waktu (Tionghoa) yang berada di wilayah Bengkala.
pastinya, menurutnya orang Tionghoa yang ada di Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa sejak tahun 1956 telah banyak
5 Hamrah. Etnik Tionghoa Di Pare-Pare (1970-2001). etnik Tionghoa yang bermukim dan berkeluarga di
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Makassar. 2005. hlm. 4 7 Pallawa Andhy dan Azis Asfat. Pembauran di
Makassar. Makassar: Global Publishing
6 Sukisman, W. D. Masalah Cina Di Indonesia. bekerjasama dengan Kantor Kesatuan Bangsa
Yayasan Penelitian Masalah Asia. 1975. hlm. 3. Pemkot Makassar. 2003. hlm. 75.

8 Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan Di
Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1997. hlm.353.

95

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

Jeneponto khususnya di wilayah Allu’ Kecamatan 160 orang kehilangan perumahan. Begitupun
Benggala. Jumlah etnik Tionghoa di daerah ini ± dengan Djamba Lompoa, Bonto Rappo, Allu’
15 Kepala Keluarga (KK). Warga asing ini Bangkala, kerugian ditaksir kira-kira Rp. 100.000
melakukan berbagai kegiatan baik berdagang, dan 75 orang kehilangan perumahan. Pada masa
berwarung, bertoko, berjual-jualan kain, berkedai ini, Allu, Kecamatan Bangkala mengalami
dan ada pula yang bersekolah. Serta sebagian kecil kerusuhan atau keresahan disebabkan oleh gerakan
tidak memiliki pekerjaan. DI/TII. Pasukan DI/TII melakukan pembakaran
rumah masyarakat yang di wiliyah distrik
Data diatas juga menyebutkan bahwa di Bangkala. Masyarakat sangat ketakutan dan resah
antara etnik Tionghoa ada yang memilih untuk sehingga banyak masyarakat mengungsi keluar
masuk Warga Negara Indonesia (WNI). Namun dari wilayah Distrik Bangkala atau kerumah
ada pula yang menolak mengubah kerabat yang berada di luar wilayah Bangkala
kewarganegaraannya dan tetap menjadi bangsa untuk menyelamatkan diri dari pasukan DI/TII,
asing. Penolakan atas perubahan status
kewarganegaraan disebabkan adanya kekhawatiran Pada tahun 1958 berdasarkan data Arsip
yang muncul dari komunitas Tionghoa ini. Mereka Djoneponto Register 50 jumlah kepala keluarga
takut apabila statusnya dirubah menjadi WNI dari etnik Tionghoa jika dibandingkan dengan
maka mereka akan meninggalkan segala sesuatu tahun sebelumnya semakin berkurang. Kegiatan
yang berorientasi ke Tiongkok dan digantikan mereka pada umumnya berwarung dan berjualan.
dengan corak Indonesia. Pada kedua tabel rata-rata dinominasi oleh
keluarga bermarga Thung. Kemudian faktor
Pedagang Tionghoa yang menolak selanjutnya yang paling urgen yaitu bahwa
menjadi WNI dikenakan pajak besar berupa Pajak mengingat pengaruh kekuasaan orde lama dan
Bangsa Asing (Tiongkok) 1957/1959 Koh. No. orde baru pada tahun 1966 dimana situasi
63218x sebesar Rp. 3.000/tahunnya sehingga keamanan dan politik mulai dari orde lama dan
bangsa asing yang datang atau akan meninggalkan orde baru ±60 peraturan dan perundang-undangan
wilayah Jeneponto seharusnya ada surat resmi dari yang mebuat orang-orang Tionghoa merasa tidak
kepala distrik setempat sebagai pemberitahuan nyaman sebagai Warga Negara karena peraturan
kepada K.P.N dan kepala polisi dengan pemerintah tersebut berbau diskriminasi rasial.
menjelaskan nama, tempat lahir, daerah asal, umur Peraturan perundang-undangan itu telah melarang
kapan lahir, nama Ayah, dan nama Ibu.9 Dapat dan membatasi ruang gerak mereka dalam menjali
ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar orang kehidupannya. Peraturan itu antara lain: Pertama,
Tionghoa datang ke Jeneponto dengan Keputusan Presiden No. 127/U/Kep/12/1966
mengandalkan keterampilan, keberanian, dan tentang peraturan orang Tionghoa diharuskan
keuletan untuk berusaha. Pada awal kedatangan mengganti nama mereka yang menggunakan nama
mereka membuka usaha di bidang perdagangan Tionghoa menjadi nama yang meng-Indonesia
seperti bertoko, berjual-jual kain, dan membuka (men-Jawa atau nama daerah lainnya). Seperti
warung. Darmawan, Wijaya, Sentosa, Kurniawan, Setiawan
dan lain-lain; Kedua, Surat Edaran (SE) No.
Pada perkembangan selanjutnya mengapa 2/SE/Ditjen/PPG/K/1998 mengenai larangan
kemudian kebanyakan dari etnik Tionghoa tersebut penerbitan iklan yang beraksara dan berbahasa
mengungsi dari daerah ini salah satu faktor Cina; Ketiga, Intruksi Presiden (Inpres) No.
penyebabnya pada saat itu adalah pengaruh dari 14/1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat
DI/TII pada tahun 1950-an. Pada masa istiadat Etnik Tionghoa; Keempat, Intruksi
pemberontakan itu, Kecamatan Bangkala Allu Mendagri No. 455.3-360 tahun 1968 tentang
sering terjadi pembakaran rumah-rumah penduduk penataan rumah ibadah (Klenteng); Kelima, SE
yang salah satunya terjadi di distrik Bangkala pada Presiden Kabinet Ri No. SE-06/Pres-Kab/6/1067
tahun 1958. Sehingga daerah yang dikuasai oleh mengenai penggantian istilah Tiongkok menjadi
Gerombolan mengakibatkan naskah-naskah Cina; Keenam, Kepres 14/1979 dan
Lontara hilang atau terbakar, karena seringnya Kepres14a/1980 tentang pembatsan yang
gerombolan membakar perkampungan di membatasi perdangan orang Cina; Ketujuh, Kantor
Jeneponto. Seperti di Kampung Tji’nong Bungung Catatan Sipil, surat No. 474.201/294/402.8.03/5,
Lompoa (Distrik Binamu), mengalami kebakaran tanggal 15 Desember 1995 yang tidak
sebanyak 41 buah rumah yang kerugian ditaksir memperbolehkan melakukan perkawinan dengan
sekitar kurang lebih Rp. 400.000 dan akibatnya tata cara agama Konghucu; Kedelapan, surat
ederan menteri dalam negeri No. 477/74054
9 Lihat Arsip Daerah Sulawesi Selatan. 2004. tanggal 18 Desember 1978 dan surat menteri
Inventaris Arsip Jeneponto No. Register 50 dan 129 dalam negeri No. 477/2535/POUD tanggal 23 Juli
mengenai kedudukan/catatan Sipil surat tanggal 15 1990, yang menyebutkan bahwa jenis agama yang
November 1957 tentang daftar nama-nama bangsa
asing (Tionghoa) di wilayah Jeneponto.

96
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

sah di Indonesia terdiri atas Islam, Khatolik, Pada periode ini banyak juga etnik Tionghoa yang
Kristen/Protestan, Hindu dan Budha tanpa meninggalkan Jeneponto menuju kota Makassar.
menyebut Konghucu seperti pada Penetapan
Presiden No. I/PnPs/1965, sebagai operasional dari Kemudian melihat perkembangan
isi UUD 1945 pasal 29 ayat; Kesembilan, selanjutnya, selain beberapa faktor diatas,
Keputusan Presiden Kabinet No. 31/U/6/1967, mengapa kemudian etnik Tionghoa di daerah ini
tentang larangan bagi Orang Tionghoa pendatang tidak eksis dalam hal perekonomian di daerah ini?
ke Indonesia untuk bekerja dan berusaha. Kembali lagi melihat keadaan iklim dan watak
masyarakat setempat. Dalam perdagangan pasti
Setelah proklamasi kemerdekaan terjadi kontak sosial dengan masyarakat setempat.
Indonesia ada beberapa kebijakan yang cukup Dengan demikian aktivitas perdagangan etnik
membatasi ruang gerak etnik Tionghoa. Tionghoa tidak dapat berkembang tanpa kerja
Diantaranya, Peraturan pemerintahan No. 10 tahun sama dengan pihak penduduk lokal.
1959 yang melarang orang Tionghoa tinggal jauh
di pedalaman dan harus berada di Kota. Meraka Salah satu faktor kurangnya etnik
terkonsentrasi di kota-kota besar dan berprofesi Tionghoa yang berniaga di Jeneponto yaitu
sebagai pedagang dan pengusaha dalam berbagai kurangnya daya tarik yang disajikan oleh daerah
bidang. Serta peraturan yang melarang untuk menjadi tujuan perdagangan bagi etnik
perdagangan kecil dan eceran yang bersifat asing Tionghoa. Sehingga mereka enggan untuk
di daerah pedesaan sudah harus ditutup sejak kedaerah ini dan lebih mencari wilayah yang lebih
tanggal berlakunya peraturan presiden. dianggap strategis dan potensial untuk kegiatan
ekonomi, hanya sebagian kecil yang mampu
Pemerintah mengeluarkan peraturan bertahan hidup di daerah ini, itu pun mereka yang
dengan alasan mereka tidak bisa (sulit) sudah menikah dengan penduduk setempat
memperoleh kewarganegaraan yang sah maka beranak cucu di daerah ini.
secara otomatis mereka terjerat aturan yang tidak
meloloskan mereka menjadi pegawai negeri, polisi Keadaan minoritas etnik Tionghoa tidak
ataupun tentara. Selain itu, jarang orang Tionghoa tampak dalam hal perekonomian. Pada awalnya
menjadi petani atau nelayan di pedalaman, orang- mereka hidup karena leluhur mereka pernah ada
orang Tionghoa terkosentrasi di kota-kota besar disini menetap. Mereka mengembangkan usaha
menjadi menjadi pedagang dan pengusaha dalam dan tidak pula berdagang secara besar-besaran.
berbagai bidang. Kemudian “Peraturan Presiden Bukan berarti mereka tidak mau membuka usaha
No. 10 menandai suatu penyimpangan dari strategi di daerah tersebut, tetapi perlu adanya perhatian
Indonesia sebelumnya usaha mengurangi mengenai berbagai aspek dalam mengembangkan
kekuatan ekonomi Tionghoa dalam arti bahwa ada usaha baik dari segi ruang gerak dalam
larangan tersebut hanya berlaku terbatas pada para perekonomian dan tingkat keamanan yang cukup
pedagang Tionghoa. untuk berbisnis termasuk di dalamnya kerja sama
antara kedua bela pihak. Di daerah ini terkadang
Bagi etnik Tionghoa, kemerdekaan masalah yang biasanya dapat di selesaikan dengan
Indonesia di pandang merugikan mereka secara kepala dingin selalu menggunakan kultur
berganda. Ketika Belanda tidak berkuasa maka kekerasaan. Sebagian kecil minoritas etnik
mereka juga mengalami perubahan. Sebelumnya, Tionghoa yang mampu menyesuaikan diri dengan
etnik Tionghoa di pandang lebih tinggi derajatnya penduduk lokal akan bertahan hidup dan
dibanding pribumi menjadi sama. Bahkan bisa jadi berasimilasi. Pengusaha keturunan Tionghoa pada
lebih rendah. Maka timbul kecemasan dengan umunya sangat mementingkan jaminan masa
kemerdekaan bangsa Indonesia. Kekhawatiran itu depan dan tempat berusaha yang aman dan tenang.
menjadi kenyataan setelah Belanda angkat kaki di
bumi Indonesia dan Bung Karno mengambil alih Minoritas etnik Tionghoa yang ada di
kekuasaan Negara melalui Dekrit Presiden daerah Jeneponto bukan lagi Cina asli namun
Kampanye anti asing sangat ditekankan. Oleh mereka sudah menjadi campuran atau keturunan.
karena itu, kemelut politik yang berlanjut dengan Mereka telah berasimilasi dan mengadakan
konflik bersenjata dengan DI/TII menimbulkan pembaruan kedua orang tuanya antara warga
inflansi yang sulit dibendung. Kemudian harga Tionghoa dengan penduduk lokal. Generasi muda
barang kebutuhan sehari-hari naik dan umumnya keturunan Cina sudah banyak tidak tahu bahasa
toko milik etnik Tionghoa diduga terjadi Ibu (Cina), pendidikan formal tidak banyak
penimbunan terhadap beberapa jenis barang. Pada menolong mereka. Hal tersebut diperparah dengan
umumnya yang menjadi pedagang dan dianggap semakin kurangnya sekolah-sekolah yang khusus
orang asing adalah Etnik Tionghoa, melihat untuk orang Cina atau katakanlah hampir sudah
kondisi itu Bung Karno mengambil alih semua tidak ada lagi, semua sekolah kemudian
perusahan Belanda yang selama ini sangat menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
mengendalikan kehidupan ekonomi Indonesia. pengantar meraka dan pelajaran bahasa Cina tidak

97

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

diajarkan lagi atau hanya sebagai mata pelajaran tersebut terdiri dari industri gula merah, industri
pilihan. tempe, pandai besi, maubel logam, penggilingan
jagung/pengupas kacang, galangan kapal, barang
Bidang Ekonomi perhiasaan (emas), reparasi speda motor, reparasi
radio/televisi, bengkel las/jasa lainnya, foto studio,
Sejak masa penjajahan Kolonial Belanda, dan foto copy (Jeneponto dalam Angka 1989).
orang Tionghoa di Indonesia merupakan golongan
yang mendominasi hidup perdagangan. Hal Kemudian banyak pula etnik Tionghoa
tersebut terjadi karena pada masa Penjajahan yang bekerja sebagai tukang (kerja), Tukang emas
Belanda diterapkan politik “Devide et Impere” dan sebagainya. Selain berdagang, berjualan bahan
atau politik memecah belah. Kala itu, penjajah eceran, ada juga yang menjual jasanya sebagai
Belanda membagi penduduk Nusantara kedalam 3 tukang kayu. Etnik Tionghoa pernah ada di
golongan yaitu: paling atas diduduki bangsa Eropa, Jeneponto namun karena adanya berbagai
di tengah diduduki bangsa Timur Asing peraturan pemerintah yang mengharuskan mereka
(mayoritasnya Cina), dan di bawah sekali diduduki untuk meninggalkan daerah ini dan berada di kota
oleh Kaum Bumi Putera atau prubumi. walaupun tidak semua dari mereka untuk
meninggalkan daerah ini. Buktinya masih ada
Ketiga kelompok ini hidup terpisah satu keturunan mereka di daerah Jeneponto terutama
sama lain dan memainkan peranan serta yang telah berasimilasi.
kedudukan ekonomi yang sangat berbeda. Secara
ekonimis dan sosial pribumilah yang paling Seiring dengan perkembangan zaman
dibawah jauh tertinggal dari kelompok-kelompok yang kian modern, para investor berlomba-lomba
yang diatasnya. Sebagian besar pedagang mencari tempat yang strategis untuk melakukan
Tionghoa adalah pedagang perantara, orang-orang kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang
Eropa sebagai pedagang besar, importer, dan seharusnya dapat dikembangkan oleh etnik
eksportir yang berada ditempat teratas serta Tionghoa di Jeneponto ternyata tidak seperti
golongan Bumiputera sebagai petani, nelayan, didaerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan,
pedagang eceran, dan buruh sekaligus menempati aktivitas ekonomi etnik Tionghoa di Kabupaten
urutan bawah. Jeneponto masih berada di posisi ketiga setelah
penduduk pribumi dan etnik Bugis.
Setelah memasuki masa kemerdekaan,
pemerintah melihat itu merupakan sebuah Adapaun etnik Tionghoa yang
kepincangan sehingga pemerintah mengeluarkan mengembangkan usaha di Jeneponto saat ini hanya
peraturan presiden No. 10 tahun 1959 yang sebagian kecil. Mereka berperinsip bahwa
melarang orang Tionghoa tinggal jauh di diamanapun mereka kita berada ataupun bertempat
pedalaman dan harus berada di kota. Meraka tinggal hendaknya menyesuaikan diri dengan
terkosentrasi di kota-kota besar mejadi pedagang lingkungan tempat tinggal. Etnik Tionghoa di
dan pengusaha dalam berbagai bidang. Serta daerah Jeneponto hanya golongan minoritas dalam
peraturan yang melarang perdagangan kecil dan masyarakat Jeneponto yang kurang terekspos
eceran yang bersifat asing di daerah pedesaan ataupun mendapat sorotan seperti di daerah
sudan harus ditutup sejak tanggal berlakunya lainnya, sehingga masyarakat awam yang tidak
peraturan presiden. Mereka dituntut untuk segera tahu menahu tentang daerah tersebut dan hanya
memperjelas status kewarganegaraan. mendengar sepihak saja beranggapan bahwa
daerah ini melihat akan aspek dari segi ruang
Sejak tahun 1989 bahkan tahun-tahun gerak yang kurang baik dalam perekonomian.
sebelumnya etnik Tionghoa di Jeneponto Selain itu tingkat keamanan yang kurang baik
melakukan aktivitas dibidang perdagangan baik menjadi salah satu faktor berbisnis termasuk
yang berwarung, bertoko dan berjual-jualan kain. didalamnya kerja sama antara kedua belah pihak.
Salah satu toko yang paling dikenal adalah toko Kemudian banyaknya prasangka-prasangka miring
milik seorang wanita Tionghoa bernama Ao Soang baik dari etnik Tionghoa sendiri maupun penduduk
Tiang. Ia seorang pedagan kain batik. Nama lokal tentang daerah ini.
tokonya itu Toko Mutiar kemudian pindah ke
Makassar. Dari segi banyaknya peruasahan dan Meskipun daerah ini termasuk salah satu
tenaga kerja pada tahun 1989 hanya terdapat 1 daerah yang tergolong kurang subur, memiliki
perusahan dalam bidang aneka industri di tanah yang tandus dan hanya setahun sekali panen
Jeneponto milik etnik Tionghoa yang terletak di pada persawahan di areal luar kota namun tidak
Kecamatan Bangkala, berdasarkan data arsip pernah ada data penolakan sebelumnya bahwa
sebelumnya yang telah dijelaskan bahwa etnik masyarakat Jeneponto menolak etnik Tionghoa
Tionghoa kebanyakan berada di Kecamatan maupun orang Cina di daerah ini. Prasangka
Bangkala Allu’ yang melakukan aktivitas ataupun tanggapan dari sebagian masyarakat
berdagang dan sebagainya. Industri-industri terutama kaum pedagang yang ada di pasar-pasar,
dimana mereka memiliki sentiment ekonomis yang

98
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Menyusuri Jejak Sejarah Pesisir Indonesia

tinggi yang mana mereka khawatir jika etnik bekerja sebagai buruh dulu. Selain bidang
Tionghoa menguasai perekonomian di daerah ini pendidikan, kegiatan sosial yang tampak banyak
akan menjadi kesenjangan sosial dimana mendapat perhatian adalah hal-hal yang berkaitan
masyarakat Tionghoa yang memang mahir dengan urusan-urusan keagamaan utamnya dalam
berdagang akan lebih sejahtera hidupnya dan urusan kematian (songsu). Hal ini didasarkan pada
semakin kaya dibanding penduduk pribumi. kenyataan adanya pemisahan aturan pemakaman
Apalagi di daerah ini masyarakat yang hidup di antara masyarakat kot yang sesuai dengan
daerah pedalaman serba pas-pasan untuk keragaman agama.
mencukupi kebutuhan keluarga mereka,
keterbatasan pengetahuan mereka karena tidak Pada dasarnya orang Tionghoa memiliki
mengenyam pendidikan. Kebanyakan di antara taman makam tersendiri terpisah dari taman
mereka hanya berijazahkan SMA dan beralasan makam pendududk untuk bumiputera yang
kondisi ekonomi mereka sudah dinikahkan. beragama islam maupun kristen. Karena itu
dibentuklah pengurus tersendiri. Tionghoa
Prasangka tersebut tidak boleh dianggap peranakan meninggal dunia taman makam tersebut
sepele karena terkadang dapat menimbulkan dapat kita jumpai di Kecamatan Bangkala induk,
ketidaksenangan dalam hati seseorang. Semua kelurahan banteng bagian Allu’ yang letaknya di
tergantung dari kita masing-masing bagaimana belakang taman makam pahlawan Benteng dengan
menilai setiap masalah yang ada dan mengambil jarak tempuh sekitar ± 500 meter walaupun jarak
positifnya saja dan menjauhkan pikiran-pikiran tidak terjangkau oleh kendaraan umum baik motor
negatif. Tentu saja muda untuk ditafsirkan dimana ataupun mobil karena hanya jalan setapak, namun
sejumlah orang yang memiliki kekayaan dalam dapat ditempuh dengan berjalan kaki dengan
jumlah itu adalah golongan minoritas Tionghoa. melewati kebun-kebun. Taman makam tersebut
Dalam kacamata masyarakat, khsususnya dalam berada diatas bukit ketinggian sekitar ± 100 meter
hidup sehari-hari mereka, golongan Tionghoa diatas permukaan laut. Menurut tradisi yang telah
sering menerima berbagai prasangka karena berjalan dari tahun ke tahun tempat ini dijadikan
kekayaan yang mereka miliki, (A. Made Tony sebagai wahana bagi penyatunan antara keturunan
Supriatna, 1996:65). Tionghoa dan Pribumi. Tradisi ini bertujuan
menghilangkan prasangka-prasangka yang buruk
Berbeda dengan daearah-daerah lainnya, bagi kedua etnik. Kaum minoritas Tionghoa dapat
etnik Tionghoa yang saeara ramapak terang- dikatakan tidak memiliki jumlah penduduk yang
terangan dan eksis menguasai perekonomian dan besar di daerah ini namun mereka biasanya ke
berada pada golongan atas dan menengah Makassar untuk merayakan Hari Imlek dan
dibandingan dengan masyarakat Pribumi. sebagainya. Melakukan ritual ataupun sembahyang
Walaupun mereka hanya kaum minoritas di mereka terpaksa harus menuju ke Makassar.
tengah-tengah masyarakat pribumi tersebut namun Adapun tempat sembahyang hanya berbentuk
dalam hal perekonomian mereka ahlinya. Di rumah, di Asrama Kepolisian (ASPOL) Kabupaten
Pinrang saja dimana etnik Tionghoa yang berada Jeneponto itu hanya di peruntukan bagi oknum-
di Pinrang adalah kaum minoritas namun dalam oknum tertentu yang beragama kristen sedang
jajaran ekonomi boleh dikatakan berasa dalam etnik Tionghoa di Jeneponto banyak ke Bantaeng
golongan bawah. Hal ini tentunya dapat karena di Bantaeng ada gereja dan dekat dengan
dibandingkan dengan kabupaten Jeneponto. Jeneponto. Di Takalar terdapat juga gereja, tetapi
kebanyakan mereka naik ke Makassar karena
Beberapa daerah yang terdapat etnik memang dari dulu di permandikan/di babtis di
Tionghoa dan etnik lokal hidup dalam suatu jalan andalas Makassar.
wilayah. Walaupun mereka juga menginginkan
kesejahteraan kehidupan baik dalam bidang Masyarakat di jeneponto sebenarnya juga
ekonomi, maupun dalam bidang sosial, seperti terbuka dalam hal menerima entika lain dalam hal
kesempatan memperoleh pendidikan, pelayanan ini baik dari entik Tinghoa maupun dari etnik lain
kesehatan dan urusan sosial lainnya. Secara seperti bugis, maupun entik lainnya, namun yang
historis ditemukan dalam bidang sosial ada sering menjadi perbincangan itu Hubungan antara
beberapa hal yang menjadi perhatian utama yaitu: orang Kristen dengan orang islam dalam agama
“masalah pendidikan dan keterampilan yang sering adanya pertentangan antara orang Kristen
dimaksud, seperti majapahit, menggunting pakaian dan orang islam membangun rumah peribadatan,
dan belajar”. dimana Jeneponto yang sejak dahulu mayoritas
beragama islam namum bukan berarti masyarakat
Hal ini dimaksudkan jika anak-anak Jenepoto tidak terbuka untuk menerima agama lain
mereka telah dewasa kelak telah dapat berusaha namum masih kurangnya toleransi anatar uamat
sendiri untuk menghadapi dirinya tanpa harus beragama du daerah ini, kita bisa lihat pada masa
mengikuti lagi pada golongan Tionghoa yang sekarang dimana tak ada satupun tempat

99

Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011

Jurnal IKAHIMSI

peribadatan yang lain umat Kristiani dalam hal ini Tionghoa peranakan yang ada di Indoenasia yang
gereja yang dibangun di daerah ini yang kemudian berpindah agama walaupun masih ada yang
menjadi ciri khas dari kabupaten ini dan yang bertahan dengan agama leluhurnya. Peralihan
membedakannya dengan daerah lain. agama Tionghoa ini di dorong oleh keragaman
untuk memperoleh identifikasi sebagai Warga
Sejak berdirinya Negara Kesatuan Negara Indonesia untuk mengurunkan ke-Cina-
Republik Indoneia terdapat beberapa usaha WNI annya sekaligus lebih mudah diterima oleh
keturunan Tionghoa untuk mencari pola hidup masyarakat manapun selain itu dengan jalan
ideal sebagai konsekuensi dari status seperti ini untuk menghindari diskriminasi sosial.
kewarganegaraannya yang baru. Kesadaran dalam Mereka mencari jalan aman, khusus di Jeneponto
kebutuhan ini dianggap mendesak karena pada saat ini minoritas Tionghoa cenderung
disamping jumlah yang relatif banyak mereka juga memilih agama Kristen dan agama islam terutama
menyadari bahwa mereka adalah keturunan asing, bagi yang sudah menikah dengan pribumi.
karena nenek moyang mereka dari negeri asing.
Bagi bangsa Indonesia, pembauran adalah
Model konsep yang di tampilkan atau salah satu wahana nation bulding Indonesia. Oleh
model integrasi sebagai upaya WNI keturunan sebab itu usaha ini harus bertitik tolak dari
Tinghoa untuk menjadi bangsa Indonesia, di Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Kerana itu
perlukan usaha menyatu atau menggabungkan diri segala persoalan di sekitar pembauruan WNI
dengan seluruh bangsa Indonesia. Sebagai keturunan, dengan segala kompleksitas
alternatif terhadap konsep dan gerakan asimilasi permasalahannya, harus di selesaikan dengan
yang ber upaya untuk menjadi bangasa Indonesia aturan yang ada. Terpisahnya orang Tionghoa,
dengan mendekatkan diri atau melebur diri secara peranakan secara politis dan sosial di Indoensia,
perorangan (dalam segala sesuatu) dengan kompok sebagaimana halnya di tempat-tempat lain di Asia
bangsa Indonesia lainnya, sehingga pada akhir Tengara adalah disebabkan karena sikap
semua sifat-sifat asli tersebut melebur. Gerakan ini tradisional mereka yang terlalu taat pada kebijakan
pula yang menunjukkan WNI keturunan Tionghoa yang mereka kenakan sendiri untuk tidak terlibat
untuk berganti nama sebagai bagian diri usaha dalam kegiatan-kegiatan politik lokal dan berusaha
penyesuaian. mempertahankan dengan kuat idenitas kebudayaan
mereka.
Strategi yang paling komprehensif untuk
mengubah identitas etnik Tionghoa adalah melalui Masalah kewarganegaraan selalu menjadi
perubahan nama, ini berlangsung pada tahun 1961 persoalan bagi orang-orang Tinghoa. Di kalangan
ketika Soekarno masih berkuasa sampai pada masa orang Tionghoa peranakan umumnya mereka
pemerintahan Soeharto pada tahun 1966, karena bersikap diam terhadap masalah kewarganegaraan
perubahan nama ini sering dianggap sebagai tersebut, mereka merasa khawatir bahwa meraka
tindakan simbolik untuk mengetahui setia atau akan menjadi Warga Negara Indonesia dan
tidaknya orang Tinghoa kepada Indonesia meninggalkan segala sesuatu yang berorientasi ke
(Suryadinata, 1996:178). Tiongkok dan digantikan dengan yang bercorak
Indonesia. Ini mengakibatkan banyak diantara
Dalam masyarakat yang menganggap orang Tionghoa peranakan yang menolak menjadi
keluarga atau marga sebagai satuan kecil dalam Warga Negara Indonesia.
masyarakat, nama marga didahulukan, baru
ditambah dengan nama diri pribadi. Kebudayaan Kesulitan dalam proses pembauran terjadi
tesebut dianut oleh masyarakat tradisonal cina, karena kedudukan masyarakat Tionghoa
yang anggotanya selalu memiliki Xing atau nama peranakan dalam struktur mayarakat Indonesia
marga, diikuti nama diri, umpamanya Mao (nama masih memungkinkan adanya sub masyarakat
marga) Zedong (nama diri) atau Tjong (nama Tionghoa peranakan sendiri. Sub masyarakat ini
marga) A Fie (nama diri). (Gondomono, 2002:2) didukung oleh adanya pembagian kerja masyarakat
Indoesia yang tidak merata secara histori dan
Pembauran atau asimilasi yang dilakukan memberi tempat khusus dalam usaha-usaha
oleh etnik Tionghoa di Jenepoto, haruslah sejalan ekonomi bagi orang Tionghoa peranakan, juga
dengan adat dan budaya setempat. Dalam hal ini didukung oleh sistem keluarga dan perkawinan
etnik Tionghoa harus menempatkan dirinya sejajar yang mengukuhkan sub mayarakat Tingohoa
dengan kaum pribumi. Dengan demikian akan peranakan. Selebihnya masyrakat Tionghoa
menempatkan mereka pada status dan posisi yang peranakan merupakan satu-satunya kelompok
lebih baik, sehingga sentimen terhadap orang Cina etnik yang memang sejak dahulu menjadi bagian
secara bertahap mulai berkurang. Berbeda dengan masyarakat kota, kela ekonomi sosial menengah
tahun-tahun sebelumnya. pedagang serta usahawan serta pertukangan.

Penggeseran waktu terus belanjut
mengakibatkan dari waktu ke waktu banyak orang

100
Jurnal IKAHIMSI Edisi I, No. 2, Juli-Desember 2011


Click to View FlipBook Version