The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi Cerpen SMAN 1 KADEMANGAN

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by gurujenius, 2022-01-27 02:15:27

Rindu Sekolah

Antologi Cerpen SMAN 1 KADEMANGAN

Keywords: CERPEN RINDU SEKOLAH

RINDU SEKOLAH
Karya: Frasa Ade Nayunda

Angin malam bergilir embun pagi, sensasi yang

membuat insting menjadi damai, seakan hembusan angin

ikut mengalir lembut menyelimuti tubuhku. Aku pun

terbangun di saat waktu menunjukkan pukul 03.00 WIB.

Tak lupa setelah bangun tidur, aku segera membereskan

tempat tidur dan merapikan kamar lalu lanjut membersihkan

badan untuk mandi pagi sebelum subuh dan tak lupa juga

mengambil air wudhu jika hendak melaksanakan ibadah

sholat tahajjud di sepertiga malam. Setelah selesai mandi

dan berwudhu selanjutnya aku menggelar sajadah dan

memakai mukena, sholat tahajjud. Tak lupa ku baca surat

Al-Waqi'ah sebagai do'a memperlancar dan pembuka pintu

rezeki dari Allah SWT. Dari berbagai artikel yang saya baca,

surah Al-Waqi'ah memiliki berbagai keutamaan ‘apabila

seseorang membiasakan diri untuk membaca Surat Al

Waqiah sebanyak satu kali setiap malam, maka ia akan

mendapatkan pahala yang sangat besar karena akan

dijauhkan dari kemiskinan’.

142

Tak lama waktu menunjukkan pukul 04.00 WIB. Adzan
subuh berkumandang, aku langsung bergegas menjalankan
ibadah sholat subuh. Setelah selesai sholat subuh, aku lanjut
membantu ibu membereskan rumah mulai dari merapikan
dan membersihkan dapur, kamar tidur, ruang keluarga,
ruang tamu hingga teras depan rumah supaya terlihat rapi
dan bersih. Pandemi Covid-19 masih belum berakhir sampai
saat ini, pemerintah menghimbau untuk proses belajar
mengajar dilakukan secara daring. Oleh karena itu, aku
harus bersemangat untuk tetap belajar meskipun hanya
belajar dari rumah. Tetapi itu bukanlah suatu penghambatku
untuk menyerah dengan keadaan, karena di benakku selalu
terlintas pikiran saudaraku di wilayah Timur terutama di
daerah Papua terdapat suatu wilayah pelosok yang
tertinggalnya sistem kelayakan untuk pendidikan dan akses
transportasi yang membuat siswa siswi di sana berjalan kaki
berkilo-kilo meter hanya untuk menempuh pendidikan.

143

Seringkali aku meneteskan air mata setiap kali aku
melihat perjuangan mereka dalam meraih cita-cita, yang
tayang di televisi ataupun video viral di sosial media. Berkat
saudaraku di timur sana yang mendobrak semangat belajarku
sampai saat ini untuk tidak mudah menyerah, selalu
konsisten dan optimis dalam meraih cita-cita. Saat waktu
telah menunjukkan pukul 07.00 WIB, aku bersiap untuk
melaksanakan daring dengan stand by online di WhatsApp
untuk menunggu pesan dari guru mapel yang mengajar,
karena materi akan dishare di grup mapel masing-masing.
Tak lupa juga, aku selalu mengecek google Classroom
apakah ada pemberitahuan tugas masuk atau tidak.

Setelah mendapatkan tugas dari guru mapel lanjut
untuk mengerjakan. Aku tidak mau menumpuk-numpuk
tugas, aku mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh dan
teliti agar jawaban memperoleh nilai yang bagus dan sesuai
ekspektasiku. Agar aku lebih semangat dalam belajarnya,
selesai mengerjakan tugas langsung saja untuk mengirim
jawabannya. Disela-sela menunggu tugas selanjutnya,
kadang terlintas di benak merindukan sekolah dan rindu

144

keramaian teman-temanku di kelas. Betapa asyiknya dulu,
kita berkumpul bebas berkerumun tanpa harus takut tertular
virus Covid-19. Dan yang paling ku rindukan adalah pada
saat perayaan Dies Natalis. Dulu sering di adakan
perlombaan antar kelas sebagai bentuk memeriahkan acara
Dies Natalis di sekolah kami tercinta SMA NEGERI 1
KADEMANGAN waktu itu acara Dies Natalis ke-32
sebelum masuknya Covid-19 ke Indonesia. Sekolah kami
masih sempat merayakannya dengan mengundang guest star
Denny Caknan yang biasa akrab di panggil Caknan. Siapa
anak muda yang belum kenal dengan Caknan, pasti
mayoritas mengenalinya karena dia adalah penyanyi yang
sedang naik daun pada saat itu. Di siang hari itu Caknan
membawakan beberapa lagu untuk dinyanyikan di atas
panggung, aku dan teman-temanku dengan gembira
menyambut Canknan yang sedang tampil di atas panggung.
Kami bergembira bersama, meskipun sekarang dalam masa
pandemi perayaan Dies Natalis juga tak kalah seru. Kita bisa
mengikuti berbagai rangkaian perlombaan dengan online dan
menyaksikan pentas ekstra di live YouTube.

145

Tidak terasa matahari tepat di atas kepala, tugas saya sudah selesai
begitupun alur cerpen saya. Itu semua akan menjadi cerita dalam
buku sejarah saya.

146

SEKOLAH YANG DIRINDUKAN
Karya: Marsya Nazila Putri

Satu setengah tahun menuju genap dua tahun. Lebih
tepatnya 19 bulan, 133 minggu, 564 hari, 33840 jam, 2030400
menit, dan 121824000 detik. Selama itu pula aku hanya
berdiam diri dirumah. Sekarang ini, dunia rasanya menyempit.
Banyak hal serba terbatas, bahkan terkadang beberapa hal
belum pasti, kecuali kenyataan bahwa pandemi belum siap
berakhir. Efektivitas dari wabah yang berjangkit, teknologi
menjadi tongak sebagai penunjang pendidikan. Dulu sekolah
bisa bertemu dan bertatap muka secara langsung tanpa
pembatas, tapi … sekarang?

Pada awalnya memang menyenangkan karena bisa
quality time with family, me time dan terbebas dari rentetan
kegiatan harian yang menguras tenaga. Namun, lama
kelamaan keadaan bagaikan racun. Prasaan jenuh, kesepian,
dan stress datang secara brutal, hingga terlalu sulit untuk
dihindari.

Ya Tuhan … aku merindukan ruang kelas yang kini
dibiarkan kosong dan penuh debu. Bangunan itu seakan

147

memangil, meminta manusia kembali. Entah untuk mengukir
cerita atau menimba ilmu.
Ada sebuah cerita yang ingin aku sampaikan, tentang lika-
liku perjalananku melawan diriku sendiri pada saat masa
pandemi. Pada saat banyak orang menurunkan egonya untuk
bertahan hidup.
Pagi menyeruak bebas, bunyi dari notifikasi handphone
seperti alarm otomatis. Terkadang aku bersyukur dan
bertekad bahwa awal hari adalah peluang besar memperbaiki
hari kemarin. Kesempatan-kesempatan emas mungkin datang.
Hari-hari silih berganti, tapi ada dua hal yang tetap sama;
tugas dan materi online. Katanya, materi tanpa tugas seperti
masakan tanpa garam, hambar. Tapi dalam kasus lain,
bagaimana jika sehari mendapatkan kurang lebih sepuluh
tugas?

Bukan lagi hambar, tapi ambyar.
“Hufttt… pussing, kenapa sih harus online juga bukunya? Ini
juga, tugasnya ribet banget kenapa sih? Salah apa aku sampai
diginiin.”

148

Pemberian tugas pukul 13.00 dengan deadline 13.30. Jika-
kalau soal biasa, bukan masalah besar. Tapi, ini? Sudah 20
soal, isinya jelaskan-sebutkan.

Setelah mengerjakan tugas berjam-jam, akhirnya aku
mendapatkan waktu istirahat. Memanfaatkannya untuk
merebahkan tubuh di atas kasur. Sekolah jarak jauh lebih
lelah daripada tatap muka. Bukan lelah fisik, tapi pikiran.
Terlalu banyak beban yang diembankan. Beberapa detik aku
menutup mata, berusaha menahan air mata yang kian
berjatuhan. Sedih, keinginan untuk bersua dengan para guru
dan teman-teman tidak lagi dapat dibendung.

Terutama keinginan untuk kembali pada saat aku
benar-benar termotivasi oleh lingkungan sekitar tanpa
diminta. Kembali pada saat-saat yang cerah dan ceria, penuh
cerita. Sekarang, lupakan bagaimana diriku. Bukankah
konyol hanya untuk belajar saja, malas rasanya. Seakan
sebagian dari dalam diriku berkelana jauh, tidak lagi dapat
tergapai.

Aku … kehilangan diriku sendiri.
Haruskah selalu menyalahkan situasi dan kondisi, perihal ia
mengurung ribuan manusia-manusia di belahan bumi. Tapi,

149

sampai kapan aku bisa bertahan dalam keadaan ini? terlalu
sulit berpegang pada ketidakpastian yang bisa saja pada
akhirnya menyerah.

“Kalau mau maju, ya harus usaha. Namanya berjuang itu pasti
lelah. Pasti harus berkorban, gapapa nahan dulu sebentar,
daripada menangung seumur hidup. Jalan aja dulu. Its okay to
make a mistakes as long as it will make you understand.”

Mataku terbuka lebar, kalimat yang baru saja berputar mulus
dalam kepala seakan memaksaku untuk sadar sepenuhnya.
Menarik napas dalam-dalam, aku langsung kembali belajar.
Membuka lembaran demi lembaran kertas, berusaha
memahami materi, latihan soal kemudian mengevaluasi diri
sendiri.

*_*_*_*

“Saya, beliin kopi bentar dong. Ada tamu,” bujuk ibukku
halus, “Nanti kalo mau beli apa-apa boleh, lho.”

150

Aku mendongakan kepala sekilas, lalu kembali berkutat
pada laptop, “Hmm, iyaa bentar, kurang dikit lagi, Mum.”

“Ya Allah … di suruh ibuk gitu ya? Oke.”

“Iyaa iyaaa ibuk, maaf, mana uangnya?”

Terkadang, aku memang egois dengan mengutamakan tugas
sebagai siswa daripada sabagai anak. Bukan berarti juga
melupakannya. Hanya saja beberapa waktu tidak bisa
disamakan. Sekolah online benar-benar mendesak—
memaksa untuk terus bekerja tanpa batas waktu.

Apapun itu, aku tidak boleh dan tidak bisa menjadikannya
sebagai tameng pelidungku. Sepenuhnya aku sadar betul,
kedua keadaan ini berbeda. Menghela napas panjang, aku
meletakkan laptop. Menuruti perintah ibukku.

*_*_*_*
Penantian dan pengertian, hampir sama, kan? Menanti agar
pandemi selesai, kemudian mengerti mengapa harus
151

menanti. Meskipun berada ditengah-tengah ketidakpastian.
Keadaan mungkin sesekali tampak sulit, sama halnya
dengan benenang kusut. Tapi selalu ingat bahwa

Karena sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu pasti ada
kemudahan; sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. [Al-

Insyirah: 5-6]
Pesanku,
Menangislah karena engkau manusia.
Tertawa karena engkau manusia.
Kecewa karena engkau manusia.
Be a realist, not a perfectible.

Manusia itu aneh, ribet. Tapi, tetaplah hidup seperti
manusia yang selalu memiliki harapan, semangat untuk
bangkit, bersyukur dan selalu melibatkan Tuhan dalam
segala hal. Karena Tuhan, Dia selalu memiliki sebuah garis
akhir dan rencana yang indah.

152

Langit telah menjadi saksi bisu atas semua rentetan
kejadian yang belum usai. Saat semua rasa yang tak mampu
tertuangkan, saat bibir ini tak mampu berkata; sebuah diksi-
diksi sederhana mampu membantuku melepas segala
gundah dalam dada.
Matahari redup, bukan berarti hari yang tertutup. Jingga
adalah europia. Sementara bintang adalah bagian dari
kisah cerita.
Kini, aku percaya bahwa setiap tetesan air hujan, pelangi
akan senantiasa bersamanya.

153

STORY OF PANDEMIC

Oleh: Sriwigati Asmara Revalina

Di sinilah aku duduk termenung di bangku kelas 9
menyaksikan canda tawa mereka yang seakan tiada habisnya.
Tak terasa sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah
penuh kenangan ini dan menuju ke jenjang berikutnya yang
pastinya lebih menyenangkan dan penuh cerita.

Suara speaker kelas menyadarkanku dari lamunan, ternyata
ada pemberitahuan yang mengharuskan semua siswa
berkumpul. Setelah semua siswa berkumpul tak lama
kemudian salah satu dari guru ku berkata, “Anak-anak
berhubung adanya kebijakan pemerintah tentang cara
menghadapi Covid-19 ini untuk sementara sekolah diliburkan
selama 2 minggu,” katanya dengan suara yang sangat jelas
dan tegas. “Dan sebagai gantinya semua tugas dilaksanakan
secara Online.”

Di situ ada perasaan senang dan bingung sekaligus.
Senang karena siapa juga yang tidak senang jika kita dapat
libur selama itu dan bingung karena memikirkan bagaimana

154

nasib kegiatan-kegiatan sekolah yang tidak bisa dilakukan
secara Online. Setelah pengumuman itu aku langsung
menghadap ke temanku yang berada di belakang. Mereka ada
yang sedih dan ada yang kecewa. Karena pada saat itu, semua
kelas 9 sudah memasuki Ujian Praktik.

“Kita sudah menyewa baju untuk ujian praktek menari
jika Online lalu bagaimana?” tanya salah satu temanku. “Yah
mau tidak mau kita harus membatalkannya,” ucapku yang
terdengar sangat putus asa, bagaimana tidak kita sudah
mempersiapkan semuanya sedemikian rupa mulai dari
membuat koreo dan menghafal gerakan tari lalu tiba-tiba
dibatalkan begitu saja.

Setelah acara pengumuman tadi selesai semua siswa
kembali ke kelasnya masing-masing. Di dalam kelas, kita
berbagai argumen saling bersahutan. Tak lama kemudian
salah satu guru memasuki kelasku memberikan solusi untuk
masalah itu.

“Berhubung kondisinya seperti ini, untuk pelaksaan
ujian praktik dilaksanakan secara biasa saja, seperti
dikumpulkan melalui video,” ujar guruku.
155

“Kenapa tidak dilakukan secara langsung saja bu,
setelah masuk sekolah lagi?” tanya temanku.

“Karena kita belum tahu kebijakan selanjutnya dan
untuk saat ini kita dianjurkan untuk menjaga jarak satu sama
lain, jadi kita lakukan saja sesuai perintah yang ada.” jawab
guruku.

Beberapa bulan setelah kejadian itu bukannya keadaan
membaik tetapi justru semakin buruk. Banyaknya kasus
Covid-19 di mana-mana membuat berbagai tempat termasuk
semua sekolah ditutup dan melaksanakan kegiatan sekolah
secara daring atau belajar dari rumah masing-masing.

Banyak hal yang harus terlewatkan seperti
diadakannya perpisahan untuk para kelas 9 yang akan
meninggalkan sekolah tersebut, dimana itu adalah salah satu
acara yang dapat dijadikan kenangan bersama. Namun itu
bukanlah hal yang penting karena saat ini aku sudah
memasuki tahap lain, aku sudah memasuki SMA.

Hari-hari kulalui begitu saja, kegiatan sekolah pun tak
jauh dari mengerjakan berbagai tugas setiap hari. Kadang jika
tidak paham dengan materi tugas yang diberikan untuk

156

dipelajari malah ku diam kan saja sehingga banyak tugas yang
tidak ku selesaikan.

Suatu hari kelasku disuruh ke sekolah untuk
mengumpulkan tugas. Di sana aku mendengar berbagai keluh
kesah dari teman-teman ku. Ada yang mengeluh karena tidak
paham dengan materi karena beberapa pelajaran hanya
diberikan video untuk dipelajari sendiri dan tiba-tiba
diadakan penilaian soal secara mendadak. Ada juga yang
mengeluh jika terkadang guru memberikan tugas tidak sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan sehingga menyebabkan
banyaknya tugas di hari yang sama.

“Bosan nggak sih belajar Online terus? Materi kadang
paham kadang enggak. Apalagi kalau nggak paham hanya
tanya jawaban teman, kalau begini terus nanti ujian
bagaimana?” tanya teman ku sambil memperlihatkan ekspresi
lelahnya.

“Apa lagi aku yang setiap ada tugas selalu terlambat
mengumpulkan dan hanya rebahan sambil bermain hp setiap
harinya,” ucap teman ku yang lain.

157

“Iya nih sebentar lagi juga ujian takut nanti nggak bisa,”
jawab ku.

Sesampainya di rumah aku langsung cuci tangan dan
berganti pakaian. Sembari mengerjakan tugas aku selalu
berpikir kapan pandemi ini akan berakhir. Sudah sangat lama
pandemi menyerang bumi ini dan tidak ada tanda-tanda
berakhirnya virus Covid-19. Lamanya sekolah di rumah
membuat ku rindu akan sekolah, tak sabar rasanya menanti
saat itu saat dimana kita bisa menikmati suasana sekolah
seperti dulu, mempelajari hal-hal baru, dan sesuatu yang
menyenangkan. Sudah cukup waktuku belajar di rumah. Ada
kalanya rasa bosan itu datang dengan tidak permisi membuat
kami berada di titik tidak bisa apa-apa.

Namun terkadang corona juga membuat kita sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan dan pola hidup sehat, corona
memang membuat sebagian orang merasa dirugikan akan
tetapi itu tergantung cara kita menyikapinya. Di masa seperti
ini kita memang diharuskan untuk selalu semangat dan sehat.
Corona bukanlah akhir, jadikan ini sebagai pelajaran di masa
depan. Hidup harus disyukuri. Waktu terus berjalan, jangan
stuck di satu keadaan.

158

Seperti itulah kisah ku di masa pandemi, penuh
dengan wacana dan tawa. Meskipun terhalang corona bukan
berarti semuanya tidak bisa.
*
Ketika sesuatu tak berjalan sesuai rencana
Ingatkan dirimu bahwa
Tuhan mendengarkan, percaya pada prosesnya
Ketika kamu merasa putus asa
Tetaplah bertahan karena
Segala yang terjadi pasti ada alasannya

159

TANPA TANDA JASA
Karya: Intan Najmah Choirunnisa

Di depan gerbang SMA aku menunggu kedatangan satpam
untuk membuka gerbang. Ya, aku datang terlalu pagi dan
terlalu bersemangat. Bagaimana bisa aku tidak bersemangat?
Sudah hampir dua tahun sekolah dilaksanakan secara daring.
Dan sampailah aku pada hari ini, dimana kasus Covid-19
sudah mulai menurun dan proses vaksinasi terus berjalan
sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa
dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Meisya, silahkan masuk Nak! Kamu ini, dari kelas
10 selalu datang paling pagi ya,” kata Pak Satpam yang baru
datang. “Hehe… Iya Pak, kangen sekolah soalnya,” jawabku.
Aku segera memasuki kelasku. Tak lama kemudian, salah
satu temanku datang. Tanpa basa-basi temanku berkata,
“Meisya, kira-kira hari ini kita ngapain ya? Tau gak? Katanya
si Selin waktu dia KBM luring kemarin, dia nggak dikasih
materi sama gurunya, nggak dijelasin gitu.” Entah benar atau
tidak perkataan Vera, tetap saja aku khawatir guru tidak akan
menjelaskan materi pelajaran. Aku khawatir dan takut karena

160

aku benar-benar butuh bantuan guru agar bisa memahami
pelajaran. Aku dan Vera terus berbincang-bincang tentang
kesulitan belajar secara daring.

Aku pun teringat keadaanku satu minggu yang lalu.
Saat itu aku benar-benar pusing memikirkan tugas yang
sangat banyak dan aku masih bingung dengan materi
pelajaran yang belum aku pahami. Aku sendiri bingung
bagaimana caranya agar aku bisa memahami materi itu
dengan benar. Aku sudah berusaha melihat penjelasan di
internet, YouTube, dan buku, tetapi masih juga aku belum
paham karena selalu saja ada pertanyaan. Pertanyaan yang
tidak terjawab dan itu membuatku semakin pusing. Tak lupa
aku mencoba untuk bertanya kepada guru melalui WhatsApp.
Namun hasilnya nihil, bapak atau ibu guru jarang membalas
chat dariku. Aku tidak menyerah, aku terus bertanya kepada
teman-temanku barangkali mereka tahu lebih banyak. Tapi
sama sekali tidak ada yang bisa membantu.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk membuat
grup WhatsApp yang beranggotakan aku, Gafar, Raya, dan
Vera. Tujuanku membuat grup ini agar aku dan teman-
temanku tersebut bisa belajar bersama dan berbagi

161

pengetahuan. Karena masa pandemi ini, kami jarang bertemu

dan belajar bersama seperti dulu. Beberapa saat setelah aku
membuat grup WhatsApp itu, kami semua mulai mengobrol.

“Aku nggak paham sama sekali nih, gimana mau
nugas kalau begini,” cetus Vera seperti kesal dengan tugas.
“Ya makanya aku buat grup ini biar kita bisa saling membantu
satu sama lain,” jawabku untuk menenangkan pikiran Vera.
Dengan emosi Vera berkata lagi, “Coba aja deh, kalian semua
juga nggak paham sama sekali kan?” Sebenarnya perkataan

Vera juga tidak salah, kami memang sama sekali belum
paham materi. “Namanya juga usaha Veeer…. Kamu ini
kenapa sih ngeluh mulu,” tegas si Gafar. Setelah lama kami
mengobrol secara online, kami mulai belajar dan

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Berkat usaha
dan kerjasama, kami bisa mengerjakan tugas tersebut dengan
baik. Kemudian obrolan pun dibuka lagi oleh Vera, “Bapak
ibu guru SMA kita sekarang pasti lagi enak-enakan nih di
rumah makan gaji buta. Nggak mikirin murid-muridnya.”
“Hush, Vera! Kamu nggak boleh gitu, mau bagaimanapun
mereka tetap guru kita,” ucap Raya. “Iya Ver, kamu nggak
boleh suudzon dulu. Nanti kalau udah KBM luring pasti
semua masalah kita selesai,” sambung Gafar.

162

Dari kami semua, Vera adalah yang paling mudah
berpikir negatif. Aku dan Vera juga sering
memperbincangkan guru yang ada di sekolah. Karena sering
mengobrol dengan Vera, pikiranku juga menjadi negatif
seperti Vera. Aku sering kali memikirkan hal yang tidak-tidak
tentang para guru. “Ya Allah… kalau sampai KBM luring
cuma jam kosong saja terus apa gunanya datang ke sekolah?”
kekhawatiranku dalam hati. Kemudian ketua kelasku
mengumumkan bahwa kegiatan belajar tatap muka akan
segera dilaksanakan mulai senin depan, tentu saja dengan
protokol kesehatan yang ketat dan KBM dipisah menjadi dua
sesi. Dari pengumuman itu pikiran negatifku semakin
menjadi-jadi. Apakah kekhawatiranku akan terjadi? Apakah
para guru benar-benar tidak memikirkan nasib muridnya yang
tidak memahami materi pelajaran dan tidak punya biaya
untuk ikut bimbingan belajar? Hatiku sangat bertanya-tanya
tentang semua itu.

163

Terlambat Ujian
Karya : Vina Khoirul Nikmah

Seorang pria terlihat berlari dari ujung koridor,
dengan rambut yang masih basah dan dasi yang masih miring.

Aduhh.. kok bisa bangun kesiangan sih, hari pertama ujian
malah kesiangan guman Daniel dalam hati.

"Mata ujian pertama akan dimulai, kerjakan dengan baik,
semoga sukses " terdengar suara yang sudah menjadi khasnya
di pagi hari musim ujian. Membuat kakinya menjadi lebih
cepat lari hingga hampir saja melewatkan ruang kelasnya,
dengan terburu-buru badannya pun menghentikan maraton itu
sampai-sampai suara sepatu nya terdengar seperti ban motor
yang mendadak berhenti.

" trriringggg triringggg triringgg" " eh.. kok suaranya tidak
mirip suara motor? " Daniel tersadar akan suara itu, suara
alarm yang berbunyi tepat pukul 7 pagi. Seketika matanya
terbuka dan perlahan mencerna apa yang telah terjadi.

164

Hah? Itu tadi apa? Mimpi? Pertanyaan yang terlintas
dipikirannya, bertanya-tanya entah kepada siapa. Kemudian
terdengar dari telinga kanannya Kamu itu pasti rindu sekolah,
terdengar juga dari telinga kirinya kamu tidak mungkin rindu
sekolah, kamu kan tidak suka ujian. Pikirannya berbicara,
Daniel hanya terdiam menatap sticker luar angkasa di langit-
langit kamarnya. Terdengar suara yang menghancurkan
obrolan diotaknya

"Kak! Bangun, kakak ke sekolah atau tidak " suara Danies
adik Daniel yang terdengar serius untuk pergi kesekolah.

Spontan dia bangun dan bergegas ke kamar mandi secepat
mungkin aku harus berangkat sebelum jam 8 entah dari mana
asalnya keburu-buruan itu, tidak biasanya dia sesibuk itu
untuk berpikir ke sekolah. Tidak lama kemudian,

" Ma.. Daniel berangkat dulu!" Sambil mententeng sepatu
beserta dasi yang masih mengalung berantakan di kerah baju.
Sang mama yang melihat pun terkejut dan menanyainya.

" lohh.. memangnya sudah boleh datang ke sekolah Dan?"

Sang ayah pun ikut bertanya sembari membaca surat kabar.
165

" Bukannya kemarin diumumkan bahwa sekolah dirumah
diperpanjang sampai ada pengumuman berikutnya,
bukannya kau juga marah-marah kemarin" adiknya pun
tertawa terbahak-bahak melihat sang kakak tertipu olehnya.

" Danies! Jadi kau menipu kakak " Daniel dengan marahnya
yang kemudian mencubit pipi adik kesayangannya itu. Diikuti
dengan suara tawa yang membara oleh keluarga itu. Terlihat
menjengkelkan namun mampu membangun tawa.

Pukul 10 dikamar Daniel.

Seorang Daniel yang duduk dikursi belajarnya dengan
komputer menyala, tampak banyak wajah berderet terlihat
dari layar komputer. Aktivitas zoom meeting yang
membosankan berulang-ulang hampir setiap hari. Daniel
dengan lamunannya berdiam dengan tatapan kosong hingga
di tegur oleh Bapak Guru.

" Hai Daniel, kau sudah paham materi nya, jika sudah paham
coba jelaskan"

166

karena tak kunjung di dijawab, sang bapak guru pun
menyuruh siswa lain menegur nya. Ketua kelas pun mulai
memanggil nama Daniel di ikuti dengan siswa lain.

" DANIEL! "

seketika Daniel tersadar dan reflek berkata " Iya Pak, SAYA
BOSAN " seluruh siswa pun terkejut dengan respon Daniel,
pantas saja Daniel selalu suka bolos dan benci berada
disekolah, ada apa dengan Daniel, apakah dia dirasuki oleh
arwah murid teladan. Layar komputer seakan membeku
karena tidak ada yang bergerak atau berbicara satu pun.
Daniel yang tersadar dan bingung dengan situasi itu.

"Bwahhahaha " tawa menyala. Situasi membosankan
menjadi seru karena perilaku Daniel yang tidak biasa.
Mungkin itu efek dari terlalu lama dirumah hingga rindu
sekolah.

Pukul 12.30 didapur.

Seorang yang selalu didapur, mama yang setiap waktu
akan makan selalu sibuk menyiapkan makanan. Mama sangat
hebat. Daniel yang tidak biasa itu duduk di kursi meja makan
167

dan menunggu makanan siap. Disampingnya sang Ayah
dengan sigap ikut membantu menyiapkan air minum.

"Kau mimpi apa sih semalam, sampai-sampai akan
berangkat ke sekolah. Jangan bilang kau mimpi pergi ke
sekolah?" Ayah Daniel menanyai bahkan dengan tebakan
yang tepat. Raut wajah Daniel yang memperlihatkan
benarnya tebakan sang ayah. Tawa kembali bersenandung
saat itu juga. Makan siang hari itu berlalu dengan cepat.
Kembalilah Daniel ke kamar untuk menyelesaikan tugas
Bahasa Indonesia sebagai akibat dari dia melamun saat zoom
meeting tadi pagi. Entah kenapa setelah dua tahun sekolah di
rumah rasanya benar-benar tidak asik lagi. Muncul ingatan
pada awal pertama pandemi melanda yang membuat mau
tidak mau harus sekolah online.

Sekitar dua tahun yang lalu. Suatu pagi yang mulai
sibuk, kegiatan seperti wajarnya di sekolah. Para guru satu
persatu memasuki kelas. Terdengar suara opening dari
pengeras suara seperti biasa pengumuman akan dimulai yang
memberitahukan kepada semua ketua kelas untuk berkumpul.
Setelah pergantian jam pelajaran dan istirahat pertama, ketua

168

kelas dengan suara keras seperti biasa agar para siswa
mendengarkan pengumuman.

"Teman-teman, tolong di dengarkan baik-baik! Besok sampai
dua minggu kedepan sekolah dilakukan dari rumah. "
Beberapa siswa sudah tahu itu akan terjadi.

Pasalnya sudah banyak berita mengenai Coronavirus yang
menggemparkan dunia. Virus ini yang menyadarkan sekolah
yang tidak Daniel sadari sangatlah menyenangkan itu
dirampas, dibatasi, serta dipersulit. Pada saat itu Daniel tidak
mengira akan sampai berlama-lama belajar dari rumah.
Daniel menikmati belajar sambil makan, tidur, main game,
bersantai, dan bermalas-malasan. Namun, tidak disangka-
sangka belajar dari rumah diperpanjang hingga tidak tahu
kapan akan kembali seperti semula. Belajar dari rumah
memang terdengar tidak terlalu melelahkan karena mata
pelajaran sehari lebih sedikit dari pada saat sekolah biasa,
namun itu salah, setiap hari selalu mengerjakan tugas namun
penjelasan kurang paham, beberapa tugas di berikan pada saat
bukan jadwalnya, ulangan harian online terasa sangat sulit
karena tidak begitu memahami materi, dan malas yang

169

termaksimalkan. Mengingat ramainya kelas saat istirahat dan
sepinya kelas saat ujian berangsung. Saat ini mungkin meja
dan kursi dikelas sudah di makan rayap. Menyedihkan.

Pukul 6 sore dikamar Daniel.

Seorang siswa berjalan dengan seragam putih abu-abu
beserta tas dipundaknya, dari belakangnya terlihat siswa lain
menghampiri.

“Hai broowww, apa kabar, kok jarang banget ketemu ya kita”
Suno teman seangkatan Daniel.

"Wohyy, sehat browww. Iya juga ya kita kok jarang ketemu"

Mereka berdua bingung apa yang terjadi. Terdengar suara bel
berbunyi, membuat mereka berdua lari dan BLUGG Daniel
jatuh dari tempat tidurnya. Adududuh tersadar Daniel dari
mimpinya. Daniel yang masih kebingungan terdiam,
pikirannya pun muncul. “Astaga Daniel, kau masih saja
bermimpi " sang kanan mulai berbicara. " Bagaimana bisa
kau terus-terusan mimpi sekolah " sang kiri ikut menyaut.
Daniel dengan bingungnya terdiam hingga suara adiknya
berbunyi.

170

"Kakkkk, bangun. Disuruh bantuin ayah menanam cabai "
tersadarlah Daniel dari kebingungannya. Mengapa mimpi
beraktivitas disekolah terus menerus datang setiap Daniel
tidur? Apakah itu pertanda Daniel akan kembali beraktivitas
disekolah?

Pukul 5 pagi dari kamar Daniel.

Saat mata mulai menyala, mematikan alarm di samping
kepalanya.

"yeeyyyy, hari ini ke sekolah " Danies dengan semangat
berteriak, membuat mata Daniel terbuka lebar, terkejut akan
terikan kalimat itu.

“Apa! Hari ini ke sekolah? ” Daniel bangun dan keluar
kamar ikut menyuarakan keterkejutannya.

“Iya, hari ini bisa ke sekolah untuk mengumpulkan surat
persetujuan dari orang tua mengenai sekolah kembali
dilaksanakan tatap muka, kalau banyak yang setuju kita
bakal sekolah disekolah mulai besuk. Tentu saja dengan
mematihi protokol kesehatan dan pembagian sesi sebagai
pencehagan penyebaran virus” penjelasan Danies yang
171

membuat Daniel senang dan bergegas melihat grup kelas di
handphone nya. Benar saja, terdapat pengumuman yang sama
seperti yang dijelaskan Danies. Akhirnya ada harapan bagi
Daniel untuk menemui sang permata yang ia rindukan,
bahkan menghantuinya dalam mimpi.

172

TIM PRODUKSI

Kepala Sekolah : Endah Purwati, M.Pd.
Ketua Tim Literasi : Yudianti, S.Pd.
Anggota Tim Literasi : Angga Bayu Pamungkas, S.Pd.
: Dian Endent, S.Pd.
Juri Cerita Pendek : Moch. Labibur Rohman, S.Pd.

Editor :Rida Nupitasari, S.Pd.
Desain Cover & Layout Andri Yupita, S.Pd.
: Yudianti, S.Pd.
: Moch. Labibur Rohman, S.Pd.

173

174


Click to View FlipBook Version