The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi Cerpen SMAN 1 KADEMANGAN

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by gurujenius, 2022-01-27 02:15:27

Rindu Sekolah

Antologi Cerpen SMAN 1 KADEMANGAN

Keywords: CERPEN RINDU SEKOLAH

membaik. Ayahnya sekarang bekerja lagi sebagai buruh di
pabrik kenalannya, kakaknya sudah memiliki pekerjaan dan
penghasilan tetap, dan usaha cookiesnya terbilang cukup
sukses. Kini setiap harinya ada saja pesanan yang datang ke
rumahnya. Hana kini sedang bersiap untuk berkuliah di
universitas impiannya setelah mendapat beasiswa atas
prestasinya beberapa waktu lalu. Kini Ia juga aktif menulis
untuk salah satu redaksi harian di kotanya. Siapa sangka
ketika naskah komiknya dulu ditolak, kini malah hasil
tulisannya yang dimuat di surat kabar. Benar kata Ibunya dulu,
Allah sudah pasti mengatur rezeki para umatnya, kita hanya
perlu untuk berusaha dan berdoa untuk mendapatkannya.
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Walaupun terlihat
susah bukan berarti tidak mungkin, kita hanya harus berusaha
lebih keras dari biasanya untuk dapat melewatinya.

92

KEGIATAN KELUARGA MENGHADAPI PANDEMI

Karya: Emylia Voo

Hai perkenalkan nama ku Zea. Hari ini adalah hari
Senin, hari dimana aku dan keluargaku menjalankan kegiatan
masing-masing yaitu sekolah dan bekerja melalui jarak jauh.
Sebelum melakukan kegiatan, mamaku selalu mengingatkan
aku, kakak, dan juga papaku untuk sarapan dan tidak lupa
untuk minum vitamin ataupun madu agar badan tetap vit dan
sehat. Dan sekitar pukul 8 pagi, aku dan keluargaku berjemur
bersama di halaman selama 15-30 menit. Selesai berjemur
kita semua melanjutkan kegiatan belajar mengajar dan
bekerja.

Pandemi ini membuat keluargaku sering melakukan
banyak kegiatan positif contohnya menanam bunga di
halaman rumah, melukis, berolahraga, membaca buku fiksi
maupun nonfiksi, belajar hobi baru, dan masih banyak lagi.
Kegiatan itu kita lakukan agar tidak bosan selama pandemi ini
dan meningkatkan hal-hal positif selama pandemi. Aku dan
kakakku juga mengembangkan hobby kita berdua yaitu
93

membuat cerita dan melukis. Aku lebih sering melakukan
kegiatan melukis selama ada waktu senggang atau saat hari
libur agar tidak jenuh. Entah sudah berapa banyak aku
melukis selama pandemi ini. Sama juga dengan kakak, dia
juga mengembangkan hobbynya yaitu menulis cerita. Sudah
banyak cerita yang ia buat selama pandemi ini. Kedua orang
tua ku selalu mendukung kegiatan positif yang kita lakukan.

Hari ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu. Hari
dimana aku dan kakakku sudah memulai melakukan
pembelajaran tatap muka walaupun tidak full. Aku kelas 10
dan kakak ku kelas 11, nama awalan kita berbeda jadi kita
tidak bisa berangkat bersama. Kakakku mendapat giliran sesi
1 sedangkan aku mendapatkan sesi 2. Selama di sekolah
sangat menyenangkan karena bisa bertemu dengan teman-
teman, bertemu bapak ibu guru. Namun kerinduanku pada
yang satu ini tidak dapat aku obati. Yaa… makan dikantin
kesayanganku, kantin bu Ha…. Kantin ditutup untuk
menghindari kerumunan.

94

KELUARGAKU MENGHADAPI PANDEMI

Karya: Najwa Ananda Purwa

Pandemi covid 19 memberikan dampak yang
signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Banyak
masyarakat yang mengeluh dan terhenti aktivitasnya karena
pandemi covid 19 terutama bagi masyarakat yang aktivitas
kerjanya berdagang. Seperti juga yang dialami oleh
keluargaku. Bapakku adalah seorang wirausaha kecil-
kecilan yang membuat barang sendiri dan menjualnya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Bapakku adalah
pedagang bahan-bahan bangunan. Coba bayangkan di saat
seperti ini siapa yang sanggup untuk membangun rumah
atau hanya untuk memperbaiki rumah, untuk makan dan
bertahan hidup pun mereka susah.

Di suatu malam bapak seakan sedang berpikir keras
duduk termenung di teras rumah sambil sekali-kali
menghisap rokoknya. Seakan beliau tumpahkan segala
persoalan hidupnya. Tiba-tiba ibu datang menghampirinya
sambil berkata "Pak, sudah malam istirahat dulu, besok kita
95

cari solusi masalah ini, semoga Allah memberikan jalan
untuk keluar dari masalah ini." " Iya Bu," kata bapak.
"Kenapa ya Bu masalah covid ini tidak lekas berakhir, kita
sebagai masyarakat kecil sungguh merasakan dampaknya."
"Iya pak," masalah ini bukan kita saja yang mengalami,
banyak orang diluar sana yang senasib seperti keluarga kita.
Kita berdoa saja pak semoga pandemi ini segera berakhir.
Ayo pak masuk rumah istirahat!", kata ibu sembari beranjak
dari duduk.

Seperti biasa setelah sholat subuh, ibu sudah mulai
beraktivitas di dapur masak untuk sarapan. Setelah usai
sarapan, bapak segera bergegas menyiapkan segala
peralatan untuk memulai pekerjaannya. Bapak kerjanya di
rumah saja, membuat barang-barang cor dari semen. Pagi ini
bapak akan membuat batako. Dulu sebelum pandemi datang,
bapak mempunyai banyak karyawan. Tetapi saat ini tidak
lagi punya karyawan karena tak mampu lagi memberi gaji
pada karyawannya. Semua itu karena barang dagangannya
tak ada pembeli. Bukan karena tak laku tetapi tak ada orang
yang mampu membangun rumah di saat seperti ini. Sebagai
imbasnya, semua pekerjaan dikerjakan bapak sendiri.

96

Sambil berharap semoga masih ada orang yang
membutuhkan barang dagangannya.

"Assalamu'alaikum pak, " tiba-tiba ada seseorang datang
menghampiri bapak. "Waalaikumsalam, maaf ada yang bisa
saya bantu atau bapak mau mencari sesuatu?" tanya bapak.
"Iya pak, saya mau cari batako 1000 buah apa ada pak?"
"Oo...ada, mau dikirim kapan, dimana alamat nya?" kata
bapak. "Di RT 03 RW 04, ooiya nama saya pak Rusdi, kalau
bisa dikirim sekarang ya pak, biar tukang saya bisa langsung
mengerjakannya hari ini juga!" kata Pak Rusdi. "Baik pak
Rusdi, akan saya kirim sekarang juga," kata bapak. Setelah
menyerahkan sejumlah uang yang disepakati Pak Rusdi
beranjak pulang. Sambil memegang uang seraya berkata
(terimakasih ya Allah atas rejeki yang kau berikan hari ini,
betapa senang hati bapak yang segera menghampiri ibu).
"Bu Ibu aku dapat rejeki Bu, ada pembeli hari ini." Sambil
tersenyum ibu menyambut bapak seraya berkata
"Alhamdulillah terimakasih ya Allah atas rejeki hari ini."
"Tolong Bu uang ini dibagi sesuai kebutuhan, bapak akan
mengirim batakonya pada Pak Rusdi!" kata bapak. "Iya pak
hati-hati, sebaiknya bapak mengajak orang untuk
97

membantunya, jangan dikerjakan sendiri pak berat!" kata
ibu. "Iya Bu, saya akan mengajak Tono," kata bapak. Tono
adalah salah satu karyawan bapak yang diistirahatkan
sementara, tapi bila ada kerepotan seperti ini masih
dipanggil untuk membantu bapak.

Setelah bapak pergi, ibu segera mengatur uang bagaimana
caranya agar bisa cukup untuk keperluan ini dan itu.
Dipanggilnya saya oleh ibu "Nak, apa yang kamu butuhkan
saat ini untuk sekolah?" Dengan cepat, "Ini Bu, aku harus
beli seragam dan buku LKS, apakah ibu sudah punya uang?"
jawabku. "Ini ada Nak, tapi kalau untuk beli semuanya
mungkin belum cukup, bisakah nak bila kita cicil?" "Bisa
Bu, kita beli yang sekiranya penting saja dulu, saya
sekolahnya juga masih daring, jadi seragam belum begitu
memaksa dan untuk LKS kalau belum bisa beli biarlah aku
pinjam teman dulu Bu, biar aku fotocopy saja, “jawabku
dengan menahan rasa senang. “Nanti kalau ibu sudah punya
uang banyak kita bisa beli semuanya," serasa berlinang
mengiyakan pendapat saya. "Sudahlah Bu tidak usah sedih,
Allah pasti memberikan rejeki yang lebih nanti," aku
berusaha menghibur. "Iya Nak, ini ujian yang harus kita

98

hadapi, kita harus sabar semoga pandemi ini lekas berlalu
agar sekolahmu tidak terkendala oleh biaya," kata ibu. Aku
melihat suatu kesedihan yang luar biasa dari mata ibuku.
Ibuku sebelumnya selalu mengutamakan biaya sekolahku,
tetapi saat ini memang keadaan ekonomi keluargaku lagi di
bawah. Aku harus mengerti, aku harus bisa menghibur orang
tuaku yang saat ini dalam kesulitan ekonomi dengan tidak
meminta yang macam-macam ataupun meminta yang lebih
yang orangtuaku tidak sanggup untuk memenuhinya.

Hari-hari telah berganti, bapakku selalu rajin bekerja dan
menunggui dagangannya, serta berharap semoga hari ini ada
lagi pembeli yang membutuhkan dagangan bapakku. Tidak
hanya itu, bapakku orangnya ulet dan rajin, apabila ada
orang yang membutuhkan tenaga untuk mengerjakan
sesuatu di luar pekerjaan bapak, beliau pasti menyanggupi
dengan kemampuan bapak. Semua itu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga kami. Karena bila hanya
mengharapkan hasil dari usaha dagang bapak pasti tidak
akan cukup.

Hari ini hari Minggu, biasanya ada orang datang

99

mengantarkan baju kotor untuk dicuci oleh ibuku.
Oh...ternyata benar, kulihat Mbak Santi datang membawa
bungkusan besar berisi pakaian kotor. "Dek, ibu ada?" tanya
mbak Santi kepadaku. "Ada mbak, silahkan masuk, ibu ada
mbak Santi," kataku. Ibu segera keluar, "ohh mbak Santi?"
kata ibu. "Iya Bu, ini pakaiannya tolong dicuci kan!" mbak
Santi nimpali.

Aku semakin tertunduk. Semua ini membangkitkan
semangatku yang betul kata ibu, aku harus semangat belajar,
semangat sekolah. Keterpurukan ekonomi tidak boleh
membuatku goyah. Aku harus semangat dan tetap semangat.
Aku ingin sekolah setinggi mungkin, aku harus buktikan aku
harus genggam dunia. Semoga Allah mengabulkan
keinginanku. Dan semoga pandemi ini akan segera berakhir.
Ya Allah tolonglah kami, tolonglah kedua orangtuaku.

100

Kerinduan dalam Sepi

Karya : Silvi Elda

Jari jemariku bersiap dengan sebuah lembaran kertas
berisikan tinta yang selalu ada di keseharianku. Senyuman
sendu menatap sebuah layar leptop yang telah menyala terang,
terlihat guru sekolahku sedang menjelaskan materi dan
berusaha mendobrak pikiranku untuk mencernanya. Akan
tetapi, tidak ada satupun yang bersemayam di dalam ingatan
kecilku. Keseharian hening selalu menyelimuti bagaikan
mayat hidup yang terus melangkah dan merakit kehidupan tak
berarti. Semua hal ini terjadi karena sebuah pandemi, yang
bermula di tahun 2019 hingga berlanjut sampai saat ini.

Aku adalah seorang siswa dari sekolah menengah
negeri yang berada di daerah selatan dari wilayah Jawa Timur,
Indonesia. menjalani kehidupan sederhana dan ceria yang
membuat hidupku terasa lebih bahagia. Namun semua itu
menjadi meredup karena sebuah virus dengan sebutan Covid
19 dengan kejam memasukki kehidupan tenang ini yang
membuat beberapa aktivitas terdahulu tergantikan dan di
101

batasi. Virus ini telah memakan ribuan korban jiwa serta
memorak porandakan tatanan negeri begitu juga dengan
sistem pendidikan yang menjadi terganti. Daerahku terpaksa
meliburkan semua kalangan pelajar seiring tingginya gejolak
pandemi. Awalnya semua bersorak bahagia mendengar hari
libur dua minggu ditenggah padatnya tugas, namun tak seperti
dipikirkan sudah satu setengah tahun berjalan, dan kami
masih terpaku dengan sistem daring yang terasa melelahkan.

“Drrt drrtt drrtt” sebuah smartphone terus bergetar
sehingga membuatku terbangun dari tidur. Sinar matahari
menerobos melalui celah - celah jendela kamar begitu
menyilaukan kedua mataku yang belum terbuka penuh.
Kuraih smartphone yang sengaja kutaruh di samping tempat
tidurku. Bola mataku membelalak melihat banyak notifikasi
tugas yang berantrian untuk dikerjakan. Akupun bergegas
bangun melawan rasa kantuk akibat bergadang semalaman.
Melangkah dengan perasan berat, meraih handuk dan berjalan
menuju Kamar mandi.

Berpakaian sederhana dan nyaman, itulah penampilan
yang sudah menjadi fashionku sehari – hari. Kubuka lembar -
lembar kertas yang masih tertata rapi di depan meja dengan

102

terdapat banyak buku di atasnya. Rasa malas yang
menghantui, kucoba untuk melawan dengan sekuat tenaga.
Namun semuanya tak ada yang mengalir masuk ke otak untuk
bisa kucerna, sebuah smartphone selalu berusaha
mengalihkan pandanganku dari buku - buku yang sekarang
terasa membosankan untuk dipandang. Entah mengapa akhir
- akhir ini diriku menjadi semakin malas dan muak dengan
rangkaian tugas yang selalu memenuhi keseharian sepi yang
kujalani. “kapan sih sekolahnya? Pasti lebih enak karena tidak
banyak tugas kan!” ketikku kepada teman sekelas di sebuah
aplikasi chat yang sering kugunakan untuk berkomunikasi
selama pandemi. Seraya mengerjakan tugas, berkali - kali
keluh kesah mengalir keluar melalui bibirku dengan
menyalahkan pandemi yang tak ada akhirnya. Merasa semua
semangat didalam tubuhku terkuras habis oleh kehidupan
melelahkan yang terus berulang.

Pada Suatu hari yang terasa dingin, aku terpaksa
bangun pagi – pagi sekali karena tugas menumpuk yang harus
segera dikumpulkan. Perasaan capek, malas, dan mengantuk
selalu mendampingiku dan membuat diriku semakin sulit
untuk menyelesaikan semua tugas yang telah diberikan.
103

Namun tiba tiba terdengar sebuah suara yang tak asing
memanggil namaku dari arah luar.

“Anna keluarlah!!” dengan nada sedikit nyaring,.

suara tersebut membuatku beranjak keluar karena
penasaran. Ternyata dia adalah tetangga sekaligus teman
sekelasku, bernama Gissele. Akan tetapi aku merasa
binggung mengapa ia menggenakan seragam sekolah dari
SMA kami yang membuat keningku berkerut penasaran.

“Kenapa kau memakai seragam sekolah? Kau ngelindur
ya?” tanyaku padanya dengan nada sedikit mengejek.

“Hey, kau bagaimana sih, kan hari ini sudah masuk sekolah
seperti biasanya!” ujarnya seraya tertawa kecil melihat
diriku.

Mendengar perkataan itu, aku merasa kaget tetapi juga
senang. Kemudian aku memintanya untuk menunggu
sebentar supaya diriku dapat bersiap siap sehingga bisa pergi
bersama ke sekolah. Kupakai masker dan seragam lengkap
rapi serta berpamitan kepada kedua orang tua dirumah dan
dengan penuh semangat berjalan menuju ke arah sekolah.

104

Kebetulan jarak rumahku dengan sekolah tidak jauh, hanya
butuh 10 menit berjalan kaki untuk bisa sampai disana.

“Selamat pagi teman - teman!” sorakku dengan
senyum sumringah tetapi tak terlihat karena tersembunyi di
dalam sebuah masker. Namun aku sedikit terkejut, mendapati
semua orang di kelas tidak ada yang memakai makser hari
ini. Karena penasaran akupun bertanya alasannya, dan
mereka berkata bahwa sekarang peraturan tersebut sudah
tidak perlu untuk ditaati. Melihat hal itu akupun ikut – ikutan
melepas masker yang yang sedikit pengap untuk dikenakan.

Pelajaran pertama pun di mulai, semuanya berjalan
baik selama beberapa puluh menit. Namun ditengah – tengah
pelajaran, terlihat dari kejauhan beberapa orang yang
memakai baju putih diseluruh tubuh dengan masker berjalan
mendekat untuk menghampiri kelas kami. Seketika itu
keadaan kelas menjadi sangat heboh karena ketakutan, aku
yang tak tahu apa - apa menjadi kebinggunan hingga tanpa
sadar telah di bawa oleh orang - orang tersebut menuju sebuah
mobil berwarna putih. ketika berada di mobil suasannya
menjadi sangat berubah, semuanya terasa hening tanpa ada

105

yang berkata. Karena penasaran akupun mencoba untuk
bertanya, namun tak satu pun yang mau menjawab pertanyaan
yang telah kulontarkan. Hanyalah raut ketakutan yang terlihat
jelas terlihat didepan mataku.

“Sebenarnya ada apa ini! Dan kemana kami akan dibawa.”
batinku dengan perasaan cemas namun juga penasaran apa
yang terjadi.

“Ckittt” suara rem yang terinjak setelah setengah jam
berada di mobil tersebut. kami satu - persatu dibawa turun dan
diarahkan berjalan ke sebuah bangunan yang terlihat besar
dan bersih. Suara berbagai langkah kaki para orang - orang
berbaju putih dengan wajah yang terlihat kelelahan berada
dimana - mana. Mereka berlarian kesana kemari seperti
terjadi hal serius yang harus cepat ditanggani.

Tubuhku mulai berkeringat dan merasa ketakutan,
apalagi ketika aku dibawa sendiri ke sebuah ruangan dengan
aroma antibiotik yang sangat menyengat di hidung. Alangkah
terkejutnya diriku ketika di dalam ruangan tersebut, aku
melihat banyak pasien yang berbaring dengan tabung oksigen
dan infus di sekitar ranjang dan terpasang pada mulut serta

106

tangan mereka. Seketika itu, tiba tiba tubuhku merasakan
sesuatu yang terasa sangat menyakitkan. Kepalaku terasa
pusing serta nafasku menjadi semakin tak terkendali yang
kemudian perlahan lahan mulai kehabisan. Mataku menjadi
berkunang–kunang, langit terlihat mengelap dan kesadaranku
mulai menghilang.

“Hah hah hah” mataku terbuka dengan nafas yang
ngos – ngosaan. Terlihat di depanku terdapat buku dengan
coretan tugas yang belum selesai. ternyata semua yang
kualami terrsebut hanyalah sebuah mimpi. aku merasa sangat
lega, menyadari hal mengerikan tersebut tidak benar - benar
terjadi. Walaupun ada sedikit rasa kecewa di benakku karena
sekolah normal masih belum dapat terlaksanakan.

Keesokan harinya, aku sudah terbangun semenjak
pagi tidak seperti biasanya yang selalu bangun kesiangan.
“Drttt drttt drtt” smartphoneku kembali bergetar, dan segera
kuraih smartphone itu dengan cepat. Senyuman tak tertahan
merekah dari bibirku. Notifikasi tugas yang selama ini selalu
membuatku kesal sekarang telah membuatku bersemangat
dan bahagia untuk segera mengerjakannya. Aku sudah tidak

107

merasa malas ataupun mengeluh lagi untuk menyelesaikan
berbagai tugas yang di berikan, kehidupan pandemi ini
sekarang kujalani dengan senyuman semenjak mimpi itu,
walaupun sebenarnya di dasar lubuk hatiku kehidupan
sekolah seperti dahulu masih sangat kurindukan.

108

KERINDUAN INI

Karya: Exsalia Eka Nevita

Suara kicauan burung yang saling bersautan, angin
sejuk menghampiri terlihat langit yang cerah dan matahari
yang mulai terlihat. Di suasana pagi yang cerah ini duduklah
seorang gadis cantik di dekat jendela kamarnya yang sedang
melamun, ia bernama Dara. Di sela – sela ia melamun tiba –
tiba ia teringat akan sekolah nya. Dua tahun sudah ia sekolah
dari rumah dan tak terasa kini ia sudah menduduki bangku
kelas XI SMA. Dia tidak mengira jika libur yang dikatakan
2 minggu dari guru pada saat ia masih duduk di bangku SMP
menjadi libur yang sangat lama hingga dua tahun sudah ia
lewati dengan bersekolah secara daring ( pelajaran jarak
jauh ).

Pada saat itu ia sedang bermain, bersenang – senang
di kelas bersama teman- teman SMP. Tiba – tiba seorang
siswa laki – laki dari kelas lain berteriak sambil berlari dengan
mengatakan

109

“ heyyy, liburrrrrrrr.... corona....” Semua pun bertanya
- tanya,

“apa – apa corona? Dengan wajah terkejut, seorang
siswa bertanya, corona ...... itu apa?”

“Itu virus yang ada di Wuhan China, kemarin malam
aku baru lihat di televisi” sahut salah seorang siswa.

Semua teman sekelas pun bingung. Beberapa saat
kemudian, seorang guru laki – laki yang keluar dari ruang
guru, Bapak Galih. Beliau adalah guru pengampu pelajaran
matematika untuk kelas 9A sampai 9F di sekolah nya. Tiba –
tiba beliau mengeluarkan sound untuk bersiap – siap akan
mengumumkan sesuatu kepada seluruh murid. Beliau
memulai berbicara di sound itu, “pengumuman untuk seluruh
murid kelas 7 hingga kelas 9 diharap berkumpul di lapangan
basket depan ruang guru !” Seluruh murid langsung
berkumpul di depan ruang guru sambil membawa tas mereka
masing – masing. Dara beserta teman dekatnya yang tadinya
mereka masih asyik bergurau langsung bergegas mengambil
tas dan langsung berkumpul. Bapak Galih menyiapkan
seluruh barisan kelas 7 sampai 9 dan menyuruh seluruh siswa

110

untuk diam agar pengumuman bisa dimulai, serentak pun
diam. Pengumuman pun dimulai,

“Assalamualaikum Wr. Wb. anak – anak ku yang
Bapak banggakan mengenai penyebaran virus corona yang
sekarang ini sedang melanda Wuhan China, untuk
menghindarai penyebaran virus tersebut sudah banyak
sekolah – sekolah di Jakarta dan sekitarnya mulai minggu
depan akan memulai pembelajaran dari rumah , untuk itu
sementara sekolah kita akan mengadakan pembelajaran dari
rumah dua minggu ke depan, informasi lebih lanjut akan
diberitahukan melalui WA, sekian pengumuman dari Bapak
Wassalamualaikum wr.wb”. Sontak semua berteriak
kegirangan dan langsung bergegas pulang.

Waktu terus berjalan, hari – hari pun di lewati dengan
belajar di rumah. Dara sekarang duduk di bangku kelas 9. Ia
berharap bisa merayakan kelulusan dengan teman – teman
dengan gembira dan mendapatkan hasil yang memuaskan atas
perjuangan mereka menempuh pendidikan di jenjang SMP
selama 3 tahun ini. Ternyata itu hanyalah sebuah harapan
yang tak terwujud karena virus corona yang melanda semakin

111

lama semakin parah. Tak mengira jika semula perasaaan
senang sekali karena bisa belajar di rumah berubah menjadi
rasa rindu yang sangat mendalam kepada sekolah, teman, dan
para guru. Libur yang semula membuat Dara senang ternyata
tidak ada ujungnya. Libur itu semakin lama semakin di
perpanjang hingga tak terasa ia pun kini sudah memasuki
dunia baru, sekolah baru, teman baru, suasana baru yaitu,
dunia SMA. Dara pun tidak mengira jika ia melewati kelas 9
dengan suasana hampa yang tidak ada keramaian teman di
sekelilingnya. Sebelumnya, ia bercita – cita ingin
melanjutkan SMA di kota. Keadaan berkata lain, ia tetap
melanjutkan sekolah di desanya. Semula, sekolah tujuannya
bukan di sini. Ia merasa sangat sedih sekali, tetapi ia tidak
mau terlarut dalam kesedihan itu. Seiring waktu berjalan, ia
sudah melupakan kesedihan itu. Ia berkata dalam hatinya,
“sudahlah aku tidak boleh begini, aku harus bangkit dan
memulai hal yang baru dengan senang hati agar aku bisa
membanggakan hati orang tua ku.” Tapi, sekolah masih saja
dilaksanakan secara daring.

Ia berkata dalam hatinya, “kapan kerinduan ini
berujung?” Ia sudah sangat suntuk sekali bersekolah di rumah.

112

Di sini Dara mengambil jurusan MIPA. Dan tiada mengira
jika ia bisa masuk ke kelas yang sangat favorit di sekolah ini
yaitu X MIPA 1, kelas yang sangat di banggakan sekali oleh
guru, kelas yang terpilih, kelas yang sangat diimpikan sekali
oleh siswa- siswa lain. Ia sangat bersyukur sekali bisa masuk
ke kelas ini. Namun, ia sedih karena masih belum bisa
bertemu teman dan guru barunya. Hal ini membuat ia tidak
kenal antar teman sekelas, tidak kenal dengan guru, dan tidak
tahu tempat – tempat di sekolahnya. Kegiatan OSIS diikuti
untuk menambah pengalaman selama di SMA. Ia pun
mengikuti ekstrakurikuler yang sangat di banggakan di
sekolah itu yaitu ekstra PASKIBRA.

Tak terasa satu tahun ia mengikuti semua kegiatan itu
dan Dara melewati semuanya dengan senang hati. Sekolah
nya masih belum bisa belajar di sekolah secara normal seperti
dulu lagi, hanya bisa bersekolah tatap muka sebagian dan
bergantian. Di ujian kali ini, Dara berusaha menjadi yang
terbaik. Dara mendapat hasil yang memuaskan, ia
mendapatkan juara 5 dalam kelasnya. Kelas 10 ia lewati, kini
ia beranjak ke kelas 11. Kerinduan akan sekolah yang seperti

113

dulu sebelum corona melanda tetap masih belum bisa ia
rasakan sampai sekarang ini.

Dara pun sadar kalau ia dipanggil ibunya, “Daraaaa....
Nakk kesini bantu ibu!” Lamunannya pun sudah pecah.
Dengan terkejut ia menjawab panggilan ibunya, “Iyaaa... bu
aku datang.” Ia langsung bergegas menghampiri ibunya.

114

OHANA

Karya: Ayu Alfia

Alletha suka hujan, namun ia benci kehujanan oleh
masalah yang terus mencoba mengguyurnya. Adik yang
cerewet, ibu yang suka mengomel, dan ayah yang super
disiplin membuatnya cukup jengah dengan kesehariannya di
rumah. Apalagi, mereka bertiga terus berada di sekelilingnya
selama 24 jam penuh yang tentu saja karena pandemi Covid-
19 yang menyebalkan ini. Ah, andai pandemi cepat berakhir
maka ia tak perlu merasa bermalas-malasan di rumah.

Jiwa Alletha itu sudah kebelet ingin produktif, namun
raganya menolak dengan keras. Belakangan ini hal yang
sering dilakukan Alletha hanya menghabiskan waktunya
dengan belajar dan rebahan saja. Sangat berkebalikan dengan
teman-temannya yang telah mencoba hobi baru ataupun
kegiatan baru seperti memasak dan melukis. Sebenarnya sih
Alletha juga ingin melakukan hobi baru, namun kembali lagi
raganya itu tidak mendukungnya. Mungkin jika diibaratkan,

115

raga Alletha hanya cocok dengan spesi yang dinamakan
rebahan dibanding dengan melakukan kegiatan lain.

Seperti sekarang, yang ia lakukan hanya menatap
langit-langit kamarnya dengan malas. Semua tugas
sekolahnya telah selesai sejak tadi. Alletha rasa semua ini
hanyalah hampa yang tersisa. Mengerjakan tugas menurutnya
terlalu mudah, sedangkan dalam ekspetasinya sekolah itu
‘lebih’ dari ini, lebih dari sekadar mengisi absen,
mengerjakan tugas, dan belajar. Ia tahu dirinya itu anak yang
aneh dan berbeda dengan teman-teman sebayanya.

Tapi tak menutup kemungkinan jika anak aneh pun
bisa sukses kan?

“Kak Al, bantuin Embun ngerjain tugas dong!” ujar
Embun dengan sedikit nada perintah terselip di ucapannya.
Adiknya itu tipikal anak perempuan yang manis dan ceria,
namun sedikit lebih mendominasi pembicaraan turunan dari
sang ibu.

Alletha yang kebetulan senggang menghampiri
adiknya yang tengah sibuk mengambil biji-bijian yang
berceceran di lantai. Ia mengernyit, “Tugas apa, Mbun?”

116

Embun menoleh sejenak dan menggembungkan
pipinya kesal, “Buat figura dari biji-bijian. Kak Al tahu kan,
Embun nggak pintar bikin kerajinan?”

Alletha mengangguk menyetujuinya, ia sangat tahu
jika adiknya itu benci membuat kerajinan. Bahkan membuat
pesawat kertas pun tak bisa. Akhirnya dengan bermodalkan
video ala-ala di laman Youtube, Alletha dan Embun bekerja
sama mengerjakan tugas itu. Meskipun kebanyakan yang
mengerjakan Alletha, sih.

“Kak, kenapa ya guru itu kadang seperti nggak peduli
sama muridnya?” tanya Embun dengan heran saat mereka
berusaha menempelkan foto ke figura yang telah jadi. Alletha
yang mendengarnya terlihat tak setuju, kentara dari wajahnya
yang menyiratkan sedikit rasa tak suka. Ia menghentikan
kegiatan tersebut secara sepihak, menatap Embun dengan
penuh arti.

“Kenapa bicara kayak gitu? Memangnya kamu
pembaca pikiran? Cenayang?”

117

Embun sontak menoleh dengan tersinggung, “Ih,
Embun kan tanya doang, Kak. Lagipula sekolah rasanya
seperti hanya mengisi absensi dan mengerjakan tugas saja.”

Alletha menggelengkan kepalanya, ia melanjutkan
lagi acara menempel foto yang sempat tertunda. “Tapi cara
kamu bertanya tadi lebih menjurus ke tuduhan Mbun,” timpal
sang kakak dengan lembut.

“Kita itu bukan Tuhan, kita nggak tahu perjuangan
apa yang ada dibalik tindakan guru, Mbun. Kamu pernah
nggak sekali saja berpikir jika guru itu sibuk karena mungkin
anaknya sakit parah atau hal yang lebih penting yang
menyangkut kehidupan guru itu hingga tugasnya mengajar
daring agak terlantar? Pernah?”

Embun terdiam sejenak dan menggeleng dengan
muram, mungkin ia akhirnya sedikit mengerti dan mau untuk
berpandangan lebih luas.

“Tapi kan, kak, tugasnya guru kan membimbing
murid?”

118

Namun, sepertinya Embun masih belum mau
mengalah berdebat.

“Guru itu manusia Embun, dan manusia itu tidak ada
yang sempurna. Mungkin yang kamu alami saat ini adalah
saat yang kurang cocok dengan gurumu untuk
membimbingmu. Bayangkan saja, kamu disuruh
mengerjakan berkas-berkas penting, mengoreksi tugas
beberapa kelas, belum lagi terkadang harus membuat video
tutorial materi. Bagaimana bisa kamu melakukannya hanya
dengan 2 tangan?”

Kali ini, Embun terdiam.

“Tentu kita harus melakukannya satu per satu, Mbun.”

Embun akhirnya mengangguk. Wajar, anak berumur 10
tahun masih menanyakan maksud lingkungan yang
mengelilingi kehidupan kecilnya. Alletha tahu, mengajari
anak kecil itu tidak boleh dengan nada keras ataupun main
tangan yang nantinya malah membuat anak tersebut memiliki
gangguan mental. Ia tak ingin Embun berakhir sama
mengenaskannya dengan dirinya yang telah cacat mental.

119

“Jadi, apa yang dapat kita simpulkan hari ini, Mbun?”

“Kita tidak boleh berburuk sangka dengan orang lain
dan berusaha semaksimal mungkin kan?” ucap Embun
dengan menjentikkan jarinya yang membuat Alletha
tersenyum kecil. “Seratus untuk Embun.”

Embun tertawa riang ditambah dengan hasil kerajinan
yang ia dan kakaknya buat terlihat bagus. Namun, setelah
beberapa saat senyumnya luntur.

“Lain kali Embun bakal belajar cara membuat
kerajinan sendiri, kalau begini terus Embun nggak akan bisa
mandiri,” sahutnya dengan nada tegas yang malah terkesan
lucu. Alletha yang mendengarnya tersenyum lebih lebar dan
menepuk kepala Embun dengan sayang. Ternyata, menjadi
guru sesaat itu menyenangkan. Memberikan motivasi kepada
orang lain membuat hati Alletha menghangat. Ia ingin
mengajarkan jika tanpa guru kita tak akan menjadi apa yang
kita ingin dengan mudah apalagi disaat pandemi seperti ini.
Ah, ia jadi merindukan gurunya.

120

PANDEMI HAMBATAN KELUARGA

Karya: Mazroatul Chusniah

Awal dari permasalahan keluarga ini adalah pandemi
yang melanda dunia. Pada saat Covid-19 memasuki Indonesia,
warga banyak sekali yang khawatir dan jelas sangat panik.
Mereka berbondong-bondong membeli bahan kebutuhan
sehari-hari secara berlebihan. Banyak yang heran entah apa
yang terjadi sekarang, begitu tiba-tiba dan sangat
mengacaukan. Pemerintah menetapkan kebijakan untuk tidak
boleh keluar rumah atau stay at home untuk beberapa hari
sementara. Semua kegiatan yang berkaitan dengan sosialisasi
dibatasi. Hingga sekolah pun diberi kebijakan belajar dari
rumah selama dua minggu untuk meminimalisir keadaan.

Awalnya, aku senang dengan berita ini. Aku bisa
melakukan aktivitas yang menjadi kegemaran sehari-hari.
Sampai dua minggu selesai, munculah kebijakan belajar dari
rumah diperpanjang beberapa minggu selanjutnya.

121

Beberapa hambatan di rumah juga semakin bertambah
bukan malah berkurang. Hal itu menjadikan sesuatu yang
awalnya tidak begitu serius menjadi tekanan batin. Hahaha…!
Memang lucu, seharusnya liburan menjadi healing malah
menjadi garing. Seharusnya menyenangkan malah jadi
menyedihkan.

Tiba akhirnya saat pertengahan bulan, keluargaku
mengalami krisis pendapatan. Pada saat itu banyak sekali
pegawai ataupun karyawan swasta yang di PHK. Ayahku
yang dulunya karyawan swasta sekarang pindah profesi
menjadi kurir paket makanan. Pendapatan sehari-hari juga
menurun akibat pandemi ini.

Pandemi ini juga membuat orang-orang banyak yang
meninggal dan kehilangan keluarga yang di cintainya sampai
ada yang rela bunuh diri karena situasi tersebut. Pendapatan
sedikit, namun kebutuhan semakin banyak membuat orang-
orang cemas akan hal yang ingin dilakukan. Seperti
keluargaku yang awalnya tidak terlalu memikirkan kebutuhan,
setelah pandemi menjadi lebih hemat agar kebutuhan sehari-
hari terpenuhi.

122

Entah bagaimana pandemi ini akan berakhir, tetapi aku
sangat lelah dengan keadaan seperti ini. Aku terbebani
dengan permasalahan keluargaku, sebenarnya ini bukan
urusanku, tetapi aku juga merasa kasihan terhadap orang
tuaku serta keluargaku yang sedang mengalami hambatan
keluarga ini.

Aku juga harus melakukan kewajiban sebagai seorang
pelajar. Belajar dengan sungguh-sungguh harus ku lakukan,
meskipun keadaan yang membatasi proses belajar mengajar.
Aku seorang pelajar yang harus berhemat, meskipun banyak
sekali kebutuhan yang ingin ku penuhi. Aku tetap berusaha
agar terus berhemat. Sulit sekali di saat pandemi melanda
untuk mencari kerja. Apalagi banyak orang yang terinfeksi
Covid-19. Aku harus berjaga jarak agar tidak tertular. Tidak
lupa juga untuk melindungi keluargaku dari ancaman virus
corona.

Beberapa hari kemudian, munculah sebuah ide untuk
menghasilkan uang dengan menjual makanan seperti kue.
Aku memulainya dari mencari resep hingga tata cara
memasak kue dengan benar. Awalnya aku hanya iseng

123

mencari resep-resep di internet. Namun, keadaan seperti ini
akhirnya memaksaku mulai berinisiatif melakukan hal yang
positif. Dan aku menjual kue tersebut online di berbagai
platform Online Shop.

Hari pertama berjualan banyak sekali peminatnya.
Banyak juga ulasan komentar yang positif dari penjualan kue
tersebut. Ya… meskipun pertama membuat kue hancur
berantakan. Tetapi aku harus berusaha semaksimal mungkin
agar memperoleh hasil yang memuaskan.

Beberapa hari selanjutnya orderan kue laku keras, aku
keteteran untuk membuatnya. Aku bingung untuk membagi
waktu antara berjualan dengan sekolahku. Banyak sekali
tugas dari sekolah yang belum dikerjakan. Akhirnya,
keluargaku saling membantu untuk mengerjakan pekerjaanku
berjualan online., orderan tertangani dengan baik.

Hari demi hari usaha keluargaku berjalan dengan
lancar. Kami mendapatkan cukup pendapatan untuk
kebutuhan sehari-hari. Saat itu aku juga teringat dengan
permasalahan yang beberapa hari sebelumnya ketika
keluargakau mengalami krisis pendapatan.

124

Aku teringat masa-masa susah dulu. Begegas aku
menyedekahkan sebagian uang hasil penjualan kepada orang-
orang sekitar yang sangat membutuhkan. Kami belikan
sedikit uang penjualan untuk bahan pangan seperti beras, telur,
dan mie dan ku bagikan kepada orang-orang yang terkena
dampak pandemi Covid-19.

125

PANDEMI YANG TAK KUNJUNG USAI
Karya: Mutia Ainurrohmah

Semua dimulai dari kelas 7 SMP dimana waktu
pertama kali masuk sekolah tidak mengenal siapapun sampai
akhirnya dua hari setelah masuk aku mulai belajar beradaptasi
dengan lingkungan sekolah menengah pertamaku, mulai
memberanikan diri untuk berteman serta berkenalan dengan
guru. Ya semuanya berawal disini, 1 bulan setelah masuk
sekolah aku bahagia karena belum terlalu banyak pelajaran
yang membuatku susah, bingung, dan stres. 2 bulan Sekolah
Menengah Pertama di kelas 7 guru yang kukenal juga sangat
baik, mengajariku semua hal yang belum aku ketahui. Seluruh
hariku begitu menyenangkan tidak ada stres karena tugas,
pertemanan fake, dan permasalahan lain. Aku berteman
dengan satu yang lumayan terkenal di kelas. Orangnya baik
dan tulus, itulah alasan mengapa hari-hari ku di kelas 7 sangat
menyenangkan. Sebenarnya tidak semua hari menyenangkan,
ada masa susah, bingung, dan lemah. Tapi circle pertemanan
yang selalu ada untukku lah alasan aku tidak memikirkan
semua masalah itu.

126

Ujian mungkin bagi sebagian siswa adalah hal yang
dihindari tapi tidak bagiku. Ujian bagi kami adalah
kesempatan mendapatkan nilai yang sama atau dalam arti lain
adalah kerjasama dalam ujian. Kami tahu mencontek saat
ujian adalah hal yang tidak patut ditiru, tapi bagi circleku
disitulah kesempatan kami mendapatkan nilai bagus dengan
cara kerjasama saat ujian dan menjaga kebersamaan. Waktu
satu tahun dikelas tujuh bersama mereka adalah tahun
terindah dalam hidupku walaupun banyak lika liku yang harus
dihadapi seperti dihukum guru, harus hormat pada bendera
ditengah panasnya lapangan olahraga, dan masih banyak lagi
hal yang kami lakukan selama bersama. Kebersamaan itulah
yang tidak bisa dilupakan sampai kapanpun. Mungkin bagi
sebagian orang di sekolah menganggap circle ku tidak baik
atau nakal, mereka mengatakan semua itu karena mereka
tidak tahu bagaimana rasanya mendapatkan ketulusan dari
seorang teman yang mereka sebut nakal.

Setahun kami lalui bersama hingga akhirnya duduk di
bangku kelas 8 dimana semua orang mengatakan bahwa di
sinilah kami akan mengalami masa paling indah saat sekolah.
Orang orang selalu mengatakan bahwa circleku tidak sehat
127

dalam bergaul, aku tidak percaya itu karena mereka lah yang
selalu ada di saat aku mengalami masa terpuruk di dalam
hidupku, bukan mereka yang selalu mengatakan circleku
buruk. Memang semua orang di sekolah memandang kami
dengan kesan anak yang nakal dan tidak akan lulus dengan
nilai yang memuaskan. 6 November 2019 kami memutuskan
untuk merubah circle pertemanan menjadi persahabatan yang
tidak akan pernah dilupakan masa-masanya.

Awal kelas 9 semuanya senang karena akan libur 2
minggu dan tidak bertemu dengan guru yang kami benci.
Awal libur, kami sangat senang dan akan menjadikan libur
dua minggu itu sebagai kenangan yang paling indah dalam
masa awal kelas sembilan. Tapi kami salah mengartikan
semua itu, libur dua minggu disebabkan datangnya virus
covid 19 yang mengharuskan kita selalu berada di rumah dan
merasakan kebosanan, stress karena tugas yang diberikan
selalu berlebihan. Kita dibatasi pertemuan dengan sabahat
adalah hal yang paling sakit melebihi hinaan guru matematika
itu. Aku kira dengan dua minggu libur akan menghilangkan
pandemi covid, ternyata tidak libur semakin di tambah karena
kasus pandemi memburuk.

128

Lamanya libur membuatku tak sadar bahwa waktu
begitu cepat berlalu tanpa merasakan indahnya kelas
sembilan. Hingga masa kelas sembilan pun berakhir, dan
telah menjalani sekolah yang tidak menyenangkan dengan
basis online. Aku lulus SMP dengan nilai yang memuaskan.
Belajar dengan basis online memang tidak semudah yang di
bayangkan tapi aku harus menerima keadaan ini karena
semua orang juga merasakan dampaknya pandemi.

Ternyata benar, masa-masa sekolah yang
menyenangkan tidak dapat diulang kembali. Dari pandemi
aku belajar bahwa harus lebih menghargai lagi kenangan yang
terjadi di hidup kita karena belum tentu kenangan tersebut
dapat terulang kembali dalam hidup ini. Aku berdoa supaya
pandemi segera berakhir dan memulai kehidupan seperti
biasa serta dapat merasakan masa-masa SMA yang pastinya
lebih menyenangkan. Bersyukur dalam keadaan apapun
itulah kunci menjalani hidup yang penuh lika-liku.

Jujur saja aku merindukan suasana offline, suasana
saat semua orang bisa melakukan kegiatan sesuai keinginan
masing-masing seperti sekolah, bekerja, berlibur,

129

menghabiskan waktu dengan orang yang disayang dan masih
banyak lagi kegiatan yang bisa dilakukan saat tidak ada
pandemi. Walaupun banyak rintangan yang harus dihadapi di
masa pandemi, kita harus selalu bersyukur karena masih
diberi kesehatan oleh Tuhan. Hidup berdampingan dengan
virus covid 19 bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan apa lagi harus serba berbasis online dan harus
selalu berada di rumah. Dan kita harus ingat, jangan pernah
meminta hal yang membuat kita senang di awal tetapi akan
kita sesali suatu saat nanti.

130

PESONA GAWAI SAAT PANDEMI

Karya: Amanda Dian Puspitasari

Sejak bulan Desember 2019 virus COVID-19 mulai
menyebar di Indonesia, mulai banyak pemberitaan di
berbagai macam baik media cetak ataupun media sosial
mengenai penyebaran virus ini. Semua kegiatan masyarakat
mulai diberhentikan termasuk juga kegiatan belajar mengajar
juga ikut dihentikan demi menekan penyebaran virus COVID
-19 di tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan banyaknya
perubahan – perubahan baik di bidang ekonomi, politik,
teknologi dan tak lupa dalam sidang pendidikan juga ikut
menerima dampaknya. Perubahan ini menuntut masyarakat
untuk belajar tentang hal – hal baru yang mungkin masih
terdengar asing ditelinga masyarakat.

Akupun juga ikut terdampak COVID -19 karena
banyaknya perubahan yang dilakukan pemerintah dalam
upaya penekanan penyebaran virus ini. Termasuk adanya
pemberlakuan physical distancing yang kemudian menjadi
acuan dalam pemberlakuan Pelaksanaan pembelajaran jarak

131

jauh atau belajar dari rumah. Hal ini menuntut semua siswa
untuk pandai – pandai ddam pemanfaatan teknologi informasi
sebagai upaya agar pembelajaran tetap berlangsung meskipun
dilaksanakan tanpa tatap muka.

Tak terasa aku sudah melakukan pembelajaran dalam
masa pandemi kurang lebih selama 3 tahun dimulai saat aku
duduk di kelas IX hingga sekarang aku sudah kelas XI di
SMAN 1 Kademangan. Saat virus corona mulai menyebar,
saat itu pula aku juga mulai melakukan serangkaian ujian
serta latian soal untuk mempersiapkan kelulusan. Hal ini
membuatku tertantang untuk terus berani melangkah untuk
menjadikan pembelajaran online sebagai kesempatan untuk
terus melanjutkan mimpiku. Mulai dari sinilah fungsi gawai
yang semula hanya digunakan untuk main game, menonton
film dialihfungsikan menjadi sarana utama dalam menunjang
pelaksanaan pembelajaran.

Pandemi seperti ini membuat aku merasa kecewa,
karena banyak peristiwa- peristiwa penting dalam sejarah
hidupku yang pada saat ini hanya bisa aku lakukan melalui
daring. Seperti halnya acara wisudaku saat aku masih duduk
di bangku MTs yang semula akan dilaksanakan di gedung dan

132

dihadiri banyak tamu undangan semua itu hanyalah akan
menjadi angan – angan semata karena itu semua tidakl
mungkin terjadi apalagi ditengah masa pandemi. Pada
akhirnya acara wisudaku hanya bisa aku ikuti secara daring
melalui streaming live di youtube serta hanya dihadiri oleh
sedikit tamu undangan sebagai perwakilan. Semua teman –
temanku sangat merasa kecewa karna kami telah melakukan
banyak hak untuk mempersiapkan menyambut hari wisuda
kami yang berujung hanya dapat kami lihat melalui gawai.

Tidak hanya itu saat mulai diadakan pembukaan
pendaftaran kejenjang selanjutnya akupun hanya dapat
mengandalkan gawai untuk melakukan pendaftaran secara
online. Kukira setelah masuk ke jenjang selanjutnya
pembelajaran daring ini akan berakhir dam aku akan segera
bertemu dengan teman baru dli sma. Tetapi semua daugaanku
salah ternyata pandemi tidak semakin mepmbaiek tetapi
malah justru semakin memburuk.

Semua kegiatan yang swpmula bisa dilakukan secara
bersama – sama saat ini hanya bisa dilakukan melalui
pertemuan singkat di gawai. Aklu tidak bisa membohongi

133

diriku sendiri terkadang rasa bosan, malas menghampiri
karena banyaknya tugas yang diberikan tanpa disertai dengan
penjelasan yang terperinci. Bahkan aku sampai pernah
mendapat teguran dari salah satu guru karena aku lupa untuk
mengirim tugas darinya.

Materi pembelajaranpun hanya bisa disajikan melalui
gawai. Mulai dari penyampaian materi, pemberian tugas,
bahkan sampai ulangan harian juga hanya dapat
mengandalkan gawai. Dengan adanya pembelajaran seperti
ini pernah terbesit dalam pikiranku bagaimana nasib anak –
anak yangk tinggal didaerah terpencil yang mengalami
kendala akses internet dan ketidak adanya gawai karena
rendahnya tingkat ekonomi masyarakat di daerah itu.

Pernah suatu hari pamanku datang kerumah untuk
berkunjuqng yang pada saat itu pula aku sedang melakukan
zoom untuk penyampaian materi. Setelah zoom selesai tiba –
tiba pamanku yanga berprofesi sebagai seorang guru bertanya
“ gimana enak kan pembelajaran daring enak kan nggak perlu
capek – capek ke seekokah “ ujarnya. Dalam hati aku berkata
“ enak gimana apa – apa pake HP, bagi materi pake HP,
banyak tugas, materi aja kadang ngga jelas “. “ Hehehe....

134

enak gimana apa – apa harus pake HP, ngga pegang HP
sebentar aja udah banyak notifikasi tugas “ jawabku paman
yang saat itu sedang berpamitan untuk pulang. Saat itu
pamanku hanya membalas dlwngan senyuman kecil
diwajahnya sembari berkata “ nikmatin aja “.Pikirku “ apanya
yang dinikmatin semua aja secara daring pake HP belom nanti
lagi waktu ada gangguan sinyal “.

Setelah pamanku pulang kakakku yang biasa aku
panggil dengan sebutan abang menghampiri sembari berkata
“ seharusnya kamu bersyukur ndek sini aja sinyalnya bagus,
kamu juga punya HP bangus,kalo daring pun enak udah ada
wifi, coba deh pikirin anak – anak yang nggak bisa ikut
pembelajaran karna ngga punya HP atau ngga punya paketan
“. Aku langsung terdiam setelah mendengar perkataan
kakakku, mungkin perkataan itu terlihat singkat tetapi setelah
mendengarnya aku tersadar dan berjanji kepada dirimu
sendiri untuk tidak kebanyakan mengeluh. “Anak – anak yang
berada di daerah pelosok aja mati – matian mencari sinyal
agar dapat belajar masa aku yang udah mudah kayak gini aja
masih banyak mengeluh “ jawabku dalam hati. Aku hanya

135

bisa melontarkan senyuman sembari berkata “ iya bang aku
paham”.

136

RINDU AKAN SEKOLAHKU
Karya: Thrysna Mitha Indah Lestary

Namaku Aliran Anastasya. Di kala awal masa
pandemi aku duduk di kelas 3 SMP. Masa itu aku sedang
dalam masa ujian praktik untuk kelulusanku. Kelulusan
sudah di depan mata, bahkan persiapan untuk perpisahan
sudah kami siapkan dengan sebaik baiknya. Di saat itu pula,
pandemi telah melanda dan kami pun diharuskan untuk
melakukan kegiatan pembelajaran di rumah. Sekolah dengan
pembelajaran di rumah bukanlah hal yang aku inginkan
bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiran ku. Di saat akhir
sekolah, kami harus berjuang sendiri untuk mendapatkan
nilai demi ijazah. Guru adalah jembatan kami untuk
menuntut ilmu. Gurulah yang selalu mengajarkan banyak
hal pada kami.

Di rumahku aku duduk di kamar di sebuah meja
belajar yang ada di depan kaca jendela sambil menatap
indahnya matahari yang tampak malu-malu untuk
menampakkan dirinya. Kuingat kembali indahnya masa

137

dimana kami masih bisa bersekolah secara normal. Dimana
kami masih bisa belajar bersama guru- guru dan teman-
teman. Ku buka buku diary, ku goreskan tinta hitam di atas
lembaran kertas itu. Kutuliskan akan kerinduanku untuk
sekolah normal kembali. Aku rindu sekolah yang dulu, aku
rindu belajar bersama teman-temanku, aku rindu bercanda
tawa dan bermain bersama teman-temanku. Ku rasa hidup ini
tidak adil. Semuanya tidak berpihak padaku, semuanya
seakan merusak depanku. Semuanya menghilangkan
semangat belajarku, aku merasa Tuhan tidak adil pada ku.
Tanpa ku sadari bulir-bulir bening jatuh dari pelupuk mata
ku membasahi pipiku. Tanpa wisuda dan tanpa perpisahan
kami pun diluluskan. Kami adalah angkatan pertama yang
lulus melewati jalur pandemi covid 19.

Ku tutup buku diaryku dan aku bangun dari dudukku.
Ku nyalakan motorku dan ku lakukan menuju tempat
sekolahku dulu. Ku amati setiap sudut sekolahku di mana
banyak kenangan- kenangan yang tertinggal di dalamnya.
Mulai dari tempat parkir dimana tempat aku dan sahabat ku
suka bercerita ketika istirahat, ruang guru

tempat para guru berkumpul untuk mengoreksi tugas-tugas

138

kami, ruang kelas tempat kami belajar bersama dan tempat
yang penuh cerita, tempat yang penuh suka dan duka. Ulang
lucu dan canda tawa teman- temanku terbayang di mataku,
suara gelak tawa akibat keseruan kami terngiang di
telingaku. Ku lanjutkan berjalan menuju pohon beringin di
depan kelas kami. Ku duduk di bawah pohon beringin itu,
terasa sangat tentram berada di situ. Pohon beringin tempat
kami selalu bercerita dan bercanda tawa sambil menghirup
oksigen segar yang di hasilkan dari pohon beringin itu.
Pohon beringin adalah tempat favorit kami karena sangat
nyaman dan terasa sangat teduh berada di bawahnya . Ku
lanjutkan berjalan menuju kantin tempat yang selalu ramai
dan penuh dengan anak-anak saat jam istirahat tiba. Tempat
dimana aku dan sahabatku makan siang bersama. Namun,
sekarang semua itu hanyalah bayangan.

Pandemi masih juga belum usai hingga aku SMA
bahkan masih dalam bentuk pembelajaran yang sama yaitu
belajar di rumah, ya itulah sebutan pembelajaran kami
sekarang. Dulu sebutan “ belajar di rumah” adalah sebutan
untuk hari libur. Tapi sekarang sebutan itu digunakan
sebagai sebutan pembelajaran kami setiap hari. Saat SMA

139

pun aku tidak bisa merasakan rasanya benar-benar menjadi
murid. Saat di SMP aku masih merasakan MPLS secara
langsung dan bisa berkenalan dengan teman baru. Namun,
tidak untuk SMA ini kami MPLS secara online bahkan kami
tidak kenal dengan teman baru kami. Kami pun jarang
mendapatkan penjelasan materi dari guru. Nilai kami
semakin menurun akibat kurangnya pemahaman materi.
Namun hanya itulah yang harus kita jalani.

Ku ambil buku mata pelajaranku hari ini dan ku
letakkan di atas meja belajar. Sambil menunggu tugas yang
diberikan oleh guru, ku pandang ke luar terlihat matahari
yang mulai memancar memberi kehangatan. Tanpa ku sadari
ibu datang menghampiriku sambil membawakan secangkir
susu untukku. “ Nak kenapa melamun? “ tanya ibu padaku
sambil meletakkan segelas susu di atas meja. “ Aku lelah bu,
aku capek bu, kenapa pandemi masih saja belum hilang?
Aku rindu sekolahku, aku rindu belajar bersama-sama di
sekolah, aku ingin sekolah seperti dulu, “jawab ku pada ibu
yang mengelus kepala ku dengan lembut. “ Nak tidak boleh
mengeluh semua ini untuk kebaikanmu juga, kamu yang
sabar, yang ikhlas, semua ini pasti ada hikmahnya. Tuhan

140

tahu yang terbaik untukmu, Tuhan yang mengatur hidupmu.
Dan suatu saat, kamu pasti akan bilang bahwa inilah yang
Allah inginkan untukku. Ternyata Allah baik Banget ya sama
aku. Kamu tidak tau apa yang sedang Allah rencana untuk
mu. Jadi jalani saja semua yang sudah terjadi dengan ikhlas
dan sabar. Pandemi ini pasti akan berakhir tapi semua Allah
yang menentukan, “ jawab ibu panjang lebar untuk
menyadarkanku. “ Iya bu semoga saja pandemi ini segera
berlalu, aku sangat rindu dengan sekolahku” ucapku pada
ibu. “ Ya sudah sekarang semangat belajarnya nggak boleh
ngeluh. Belajar dengan sungguh-sungguh biar nilainya
bagus.

141


Click to View FlipBook Version