The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fileskifileski, 2021-04-08 01:02:48

DIALOG DENGAN BULAN

KOMUNITAS NEGERI KERTAS

Dialog

Bulandengan

sebuah antologi puisi dan cerpen persembahan dari
Komunitas Neger Kertas

[Dialog dengan Bulan] i

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Dialog

Bulandengan

Cetakan pertama, Maret 2016

Penulis : Komunitas Negeri Kertas

Pemeriksa aksara : SN Ilmiyah

Penata Letak : SN Ilmiyah

Desain : superbwallpaper.com

Penata Sampul : Sholahuddin Al ayyubi

Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau
Seluruh isi buku tanpa seizin penerbit.

ISBN 978-602-6235-04-6

Diterbitkan oleh:

Oksana Publishing
Ds. Grogol RT 2/1 Tulangan, Sidoarjo
Telp : 083831498380
Email: [email protected]
Blog: www.penerbitoksana.blogspot.com

ii [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, tiada hal yang lebih bermakna
selain ucap syukur atas lahirnya antologi cerpen & puisi “Dialog dengan
Bulan”, merupakan buku antologi kumpulan cerita dan puisi karya
pilihan yang dihimpun dari awal tahun hingga Maret 2016 karya para
penulis Komunitas Negeri Kertas yang tersebar di seluruh penjuru
Nusantara. Atas ridho Allah SWT, proses penerbitan buku ini dapat
berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti.

Komunitas Negeri Kertas merupakan gerakan literasi yang
bersifat independen yang menjunjung tinggi kebersamaan. Gerakan ini
bertujuan untuk semakin memajukan geliat litarasi, dengan
memunculkan karya-karya penulis independen yang berkarya atas
dasar hati nurani, bukan semata karena mengikuti selera pasar, karena
sesungguhnya pasar bisa diciptakan, jika para penulis independen
bersatu membuat gerakan untuk terus produktif berkarya maka akan
memunculkan karya-karya baru yang punya cita rasa beda.

Negeri Kertas menghimpun karya-karya dari para penulis, baik
yang sudah lama berkecimpung di dunia kepenulisan dan para penulis
yang baru belajar menulis, ini bertujuan agar gerakan literasi terus
berkembang seiring dengan proses interaksi antara penulis lama,
penulis pemula, dan para pembaca. Seringkali para penulis pemula
merasa pesimis akan karyanya, merasa karyanya jelek dan tidak layak
untuk dibaca publik, padahal belum tentu, sebab kita tidak akan pernah
tau respon publik sebelum karya itu diterbitkan dan dilempar ke publik.
Akhirnya karya-karya itu hanya menjadi tumpukan coretan yang
berjubel di dalam kamar dan berakhir tragis, jika tidak jadi bungkus
kacang, terbawa arus banjir, atau dijual ke pedagang kertas kiloan.

Jangan pernah pesimis akan karyamu sebelum kamu tau
respon dari para pembaca di luar sana. Seseorang yang sukses
bukanlah yang tidak pernah gagal, namun ia tak pernah takut akan
kegagalan, begitu gagal maka ia akan terus mencoba dan mencoba
lagi, hingga sampai mencapai sukses. Seorang penulis juga akan
banyak belajar dari para pembacanya, baik dari pujian dan kritikan, dari
situ ia akan terus berproses mencari bentuk dan karakter tulisannya,
hingga akhirnya ia menemukan pangsa pasar pembaca sendiri.
Sebaliknya seorang penulis yang tidak percaya diri dan hanya

[Dialog dengan Bulan] iii

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

menumpuk tulisannya di dalam ruang privasi, tidak akan pernah belajar
dari sebuah proses.

Banyak karya yang awalnya diremehkan, dianggap kampungan
atau karya picisan, namun siapa tahu ketika karya itu terbit dalam
sebuah buku, ternyata bisa menyedot respon publik dan menjadi
inspirasi bagi banyak orang. Untuk itulah buku ini terbit, sebuah buku
kumpulan karya para penulis independen yang ditulis atas dasar
kejujuran hati nurani. Bermula dari buku ini akan terjadi interaksi antara
pembaca dan penulis, penulis bisa mendapatkan pujian atau kritikan,
dan pembaca bisa belajar mengkritisi karya-karya independen. Para
pembaca bisa memberikan kritikan untuk para penulis melalui kontak
HP atau akun medsos yang tertera di setiap halaman buku ini, atau juga
bisa mengirim surat ke alamat penulis yang terpampang dalam biodata.
Semoga yang awalnya adalah pembaca pasif, kedepannya bisa
menjadi penulis aktif.

Sebuah bangsa yang memiliki peradaban tinggi adalah bangsa
yang tak pernah lengang membicarakan karya sastra. Harapannya dari
gerakan komunitas Negeri Kertas, bisa semakin menyemarakkan
gerakan literasi dan semakin meningkatkan produktifitas karya tulis baik
secara kuantitas dan kualitas.

Teruslah bersemangat untuk berkarya. Jangan pernah pesimis
akan karyamu. Tularkan energi positif kepada banyak orang melalui
tulisan, agar lebih banyak lagi orang yang memahami nikmatnya hidup
ini dengan membaca dan menulis.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Koordinator Negeri Kertas,

FILESKI

iv [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Daftar Isi

 Kata Pengantar iv

 Daftar isi v

 Puisi-Puisi Dialog dengan Bulan

 Gula di Darahmu (Dewa Putu Sahadewa) 2

 Dedari (Dewa Putu Sahadewa) 3

 Memandang Gerhana (Dewa Putu Sahadewa) 4

 Gadis Pemain Biola (A’yat Khalili) 6

 Gadis, Tiang, Bom Bunuh Diri (A’yat Khalili) 7

 Gadis dan Kunang-Kunang (A’yat Khalili) 8

 Kaum Urban dan Cerita Dua Sahabat yang Menguap

 di Kota (Iwan Vidianto) 10

 “Seorang Wanita dan Peron” (Iwan Vidianto) 11
 Rumbai-Rumbai Kehidupan (Iwan Vidianto) 12

 Sebab Cinta (Nida Anisatus Sholihah) 14
 Terkepung Rindu (Nida Anisatus Sholihah) 15
 Sajak tentang Hujan (Jen Kelana) 17
 Terperangkap Asap (Jen Kelana) 18
 Suatu Siang Bulan September (Jen Kelana) 19
 Fragmen Senja Kemarau (Jen Kelana) 20
 Perjalanan Pulang (Moh. Ghufron Cholid) 22
 Bulan yang Kalah (Moh. Ghufron Cholid) 23
 Langit Ubung (Moh. Ghufron Cholid) 24
 Kampung Airmata (Moh. Ghufron Cholid) 25
 Sebentuk Bahagia (Moh. Ghufron Cholid) 26
 Memulangkan Duka (Moh. Ghufron Cholid) 27
 Sepuisi Buat Kekasih (Moh. Ghufron Cholid) 28
 Pernikahan Batin (Moh. Ghufron Cholid) 29
 Mahar Pernikahan (Moh. Ghufron Cholid) 30

[Dialog dengan Bulan] v

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

 Kejadian Sore Ini (Hariri Thohir) 31
 Protes Syahdu (Osratus) 33
 Protes dari Perut Noken (Osratus) 34
 Protes Bersama Jemari Patung Asmat (Osratus) 35
 Protes Harmonis, Ketika Memasak Sayur Pakis

(Osratus) 36

 Suatu Ketika di Dunia Paralel (Fadhila Eka Ratnasari) 39

 Pada Puingpuing yang Kita Namakan Rumah

(Fadhila Eka Ratnasari) 40

 : Panglipuran #5 (Fadhila Eka Ratnasari) 42

 Yang Pernah Kusebut Kekasih (Suhita Kencana) 44

 Cintaku Tetap Ada (Suhita Kencana) 45

 Aku Rindu (Suhita Kencana) 46

 Setia pada Masa Lalu

(Lintang Suminar Kusumaningpratiwi) 48

 Senja pun Menangis

(Lintang Suminar Kusumaningpratiwi) 50

 Bunga yang Terluka (Nina Wahyu Tristanti) 52

 Mantan Kekasihku (Ragil Dealia Juniar) 54

 Bayang-Bayang (Ragil Dealia Juniar) 55

 Hentikan!!! (Almaida U. Salmi) 57

 Kertas (Almaida U. Salmi) 58

 Lirih (Dhea) 60

 Sebuah Peraduan (Dhea) 61

 Serpihan Hidup (Dhea) 62

 Sebuah Renungan (Dhea) 63

 Kepada Engkau, Sepanjang Hayat (Dhea) 64

 Tanpa Senandung (Dhea) 65

 Penantian yang Hilang (Dhea) 66

 Selembar Kertas Untukmu (Marthalia Dwi Amanda) 68

vi [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas 69

 Pesan Singkat Sang Mantan Kekasih (Amirul Farika)

 Cerpen-Cerpen Dialog dengan Bulan 72
78
 DIALOG DENGAN BULAN (Amanatia Junda) 84
 MARDI PULANG (Nurlaeli Umar)
 JELMAAN ALAM (Titin Ilfam Mustofa) 92
 BUMI DAN GADIS BERHATI BENING 102
106
(Bilal Fatahurozy)
 SISIL (Ayu Kartika Sandy) 109
 AKU BENCI KATA MAAF (Dh)
116
 ANGGREK DI PUNCAK SLAMET (part 1) 122
(Ayu Wihastanti) 126
132
 ANGGREK DI PUNCAK SLAMET (part 2 )
(Ayu Wihastanti) 137

 SURAT CINTA UNTUK MAMAH (Ayu Wihastanti)
 MEDIA DUKA (Nur Pujiati)
 EMBUN DALAM SENJA (Ridaul 'Aini)
 LOVE STORY (Achmad Fadhil Ihsan)

[Dialog dengan Bulan] vii

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

viii [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Puisi-Puisi
Dialog dengan Bulan
Komunitas Negeri Kertas

[Dialog dengan Bulan] ix

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Gula di Darahmu

Dewa Putu Sahadewa

Setitik gula di darahmu adalah musik
menyentuh sel sel tubuh yang mengering.sendiri, tak terusik
Kau butuh air melebihi sawah
di akhir kemarau
mengalir terbalik menyakiti diri
saat kau mulai membenci wajah wajah yang kau kenal
meniadakan diskusi.

Wajah itu akan memberi batas
keraguan akan daya khayal
kemunduran peradaban dan adat
ketika suaramu parau
ujung kakimu mati rasa
rasa lapar membunuh dan menampar.

Ini bukan berita biasa
kelaparan di kampung si miskin
adalah angin yang tak mampu
selesaikan musim
dan air yang diperas dari akar
pertanda duka.

Tablet kecil berubah wujud
tanpa kau sentuh. Menjadi tombak
penuh gairah
mengobrak-abrik kain pembungkusmu. Di lubang kubur.

Februari 2016
Sahadewa, Kupang

2 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Dedari

Dewa Putu Sahadewa

... dilahirkan sebagai bayi
seperti jutaan bayi yang menangisi kegelapan
dan dingin dunia
tapi segala cahaya terang di jiwamu
menyinari matahari
memutar semua bintangku
Aku mencarimu dalam tubuh dalam buku dalam air mata dunia
Aku harus menemuimu dalam segala
wujudmu.
Kemudian memasuki tahun baru diam-diam
dalam kerapuhan tangis bayi.

Kupang, Desember 2015

[Dialog dengan Bulan] 3

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Memandang Gerhana

Dewa Putu Sahadewa

Kita memandang ke titik yang mulai memudarkan cahaya dan
keyakinan akan kekekalan hukum sebab akibat. Tubuhmu terbungkus
gelap yang menyilaukan. Aku ragu kapan pembebasan ini terjadi .
Bagaimana menghentikan tumbuhnya putik jagung yang ditanam di
tanah basah. Tanpa sinarmu. Tanpa terang yang mengeringkan segala
air mata.
Di silang lintang dan bujur yang telah usai dihitung. Pertemuan tak
terhindarkan dan doa yang gagal menggulung dirinya membentuk layar.
Bibir terkatup setelah menemukan sunyi. Dalam hitungan tahun-tahun
purba. Sisa cahaya menerangi hati yang lama pecah. Menyatukannya
sebagai awal untuk menentukan akhir.
Di sisimu semua menjadi kenangan.

Kupang
9 Maret 2016

4 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Dewa Putu Sahadewa
Lahir di Denpasar Bali Indonesia 23 februari 1969. Menetap di Kota
Kupang Nusa Tenggara Timur. Lama vakum, tahun 2014 produktif
Kembali menulis sajak. Sajaknya tersebar di Bali Post, Pos Kupang dan
Jurnal Sastra Santarang.
Turut dalam 3 antologi puisi bersama penyair Nusantara. Satu antologi
bersama sastrawan NTT, satu antologi bersama sastrawan MPU. Satu
antologi bersama penyair ASEAN.
Menghasilkan 1 antologi puisi sendiri berjudul "69 Puisi di Rumah
Dedari". Tergabung dalam komunitas sastra dusun Flobamora Kupang.
dan komunitas penyair serumpun ASEAN, komunitas penyair
sekarepmu, dan Nitramaya Nusantara
Telp: 082145957888

Alamat:
Dr Sahadewa SpOG
RSIA Dedari
Jl Rantai Damai No. 69D
Tuak Daun Merah
Kupang 80110
NTT

[Dialog dengan Bulan] 5

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Puisi-Puisi A’yat Khalili

GADIS-GADIS GAZA DI LADANG JIHAD

Gadis Pemain Biola

A’yat Khalili

berbulir-bulir nada terus diputar
dari danau Tiberias yang tak terjamah

menyerupai pedalaman kilau rasa
tenggelam alam di bawah sinar matahari

gadis penggesek keabadian tentang
cinta yang tak pernah mati

tentang impian yang tak usai pergi
untuk tanah dan harga diri

dengan wajah tersekat merintih
di panorama bumi yang bertahun-tahun

diiris-iris peperangan
menanti curah hujan turun ke tangan
semata duka terus menetas di rembang

malam yang hingar-bingar
penuh kecemasan darah
gadis cantik itupun terus membangun dunianya
dunia yang diputar sedih dalam biola
dengan sepasang jari yang menangis
mengais-ngais sayap pelangi
untuk matanya yang pedih

berbulir-bulir mataair
siapakah yang telah mencuri tuhan di sini?

suara itu melenting ke udara
dalam pijar bunyi dan keresak daun terbakar

seperti nada yang terus mengalir
dalam rasa pupus surut pasang
kenangan dalam rusuk nurani

6 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Gadis, Tiang, Bom Bunuh Diri

A’yat Khalili

dan nyala itupun masih terasa
mewarnai penjuru mata angin Galilea yang senyap

mengubah cuaca suar surut kelabu
di mata gadis pemuram yang tak ingin
tertutup melihat dinding tanah rebah

yang perih lagu murung
pada tatih tubuhnya

diingatnya tubuh yang diperkosa
selepas langit dibias orang gagah
bermata api dengan rambutnya yang bara
menunggang kuda dalam kelebat waktu

meroket peluru ke jantungnya
ledakan dari sejumlah peristiwa
atas jejak-jejak tersasar ke dalam hidup

di remang taman kota
yang separuhnya masih terbakar
ingin ia buru sperma para tentara Israel
agar tak pernah henti melahir mujahit

ingin ia meledakkan tubuhnya
agar isi bumi tahu kecintaan tanahnya

tiang-tiang berdarah di mata
adalah saksi merah bagi sejarah

duka ibunda pertiwi
bagi bermiliar hidup manusia
nanar dan nyala mengisi semesta

yang penuh api dendam
luka bergaung yang akhirnya kekal

tak seorang pun melihat
di balik tiang kota yang juga dibakar
yang arusnya menjadi muara kesedihan Kinneret

gadis-gadis melepas nyanyian
atas kemelut peperangan

[Dialog dengan Bulan] 7

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Gadis dan Kunang-Kunang

A’yat Khalili

sementara di bawah pohon yang habis terbakar
gadis sedih meminang kunang itu pun
berpendar rasa dengan riak cahaya
yang tersisir ke sebuah jalan raya Gaza
jalan yang hanya terus-menerus
menyimpan lagu-lagu sumbang
jejak-jejak riuh yang kadang
menggemakan rasa pudar
keduanya, gadis dan kunang
membayangkan lagi sebuah rangkaian
genderang pucat berarak mengiringi
pijak yang melambai-lambaikan
bendera suka cita, ingin merdeka
serupa nada biola yang telah lama
tak diingatnya, nada yag pernah
diputar dari danau tak terjamah
semburat kesedihan sejumlah
peristiwa dalam sayup terkubur
serasa bayang kisah terlepas dalam
kasak-kusuk sukma yang digesek
menjadi lantunan yang pelan diam
dari dekap yang melemparnya
ke arah bara di kejauhan
gadis dan kunang lalu bertemu

meramu rangkaian cahaya yang berkibar
dalam sisa hujan api di bawah pohon
yang lahir dari kesedihan
masa silam, tanah tak pernah aman
bersaksi atas kesucian
sengketa dan pertikaian antar saudara

Latee, Guluk-guluk, 2012

8 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

A’YAT KHALILI, lahir di Kota Sumenep, Pulau Madura, Jawa
Timur, Indonesia, 10 Juli 1990. Alumnus PP. Annuqayah, Daerah Latee.
Karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, esai, artikel dan ulasan,
tersebar di berbagai media lokal, nasional dan internasional, juga
banyak mendapat penghargaan dan terbit lebih dari 65 buku.
Penghargaan-penghargaan yang pernah diterimanya, antara lain:
Menerima penghargaan Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan
Nasional (PBDepdiknas, Jakarta, 2006) dalam rangka Bulan Bahasa &
Sastra 2006, sekaligus Hari Sumpah Pemuda ke-78 sebagai pemenang
ke-2 Sayembara Cipta Puisi Tingkat Remaja (13-22 tahun) Nasional,
November 2006; Finalis Lomba Cipta Puisi Tingkat Umum Nasional
2012, yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
bekerjasama dengan NulisBuku.Com & Plot Point, Jakarta, Desember
2012; Menerima Anugerah Piala Terbaik Kampanye Sastra Institut
Teknologi Bandung (ITB), Mei 2014; Menerima Penghargaan Asia
Tenggara dalam Anugerah Sastra Dunia Nusantara Melayu Raya
(NUMERA-Malaysia) dari Persatuan Numera Malaysia, Maret 2014;
memperoleh penghargaan Festival Sastra Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gajah Mada (UGM), Juni 2015.

Ia pernah diundang mengikuti Temu Sastrawan Nusantara Melayu
Raya (TSN) ke-1 (di Padang, Sumatera Barat, Maret 2012); Pertemuan
Penyair Nusantara (PPN) ke-6 (di Jambi, Desember 2012); Sempena
Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara (di Sabah,
Malaysia, Januari 2012); Pemerhati Pertemuan Baca Puisi Dunia
Numera (di Kuala Lumpur, Malaysia, 21-24 Maret 2014), Ramah
Tamah Sastrawan Negara Serumpun (Singapura, 30-31 Januari 2016),
dll. Adapun antologi puisi tunggalnya berjudul, “Pembisik Musim.”
Kontak dan komunikasi dengannya bisa melalui:
[email protected].

FB: A’yat Khalili
Mobile: 0877-5018-1820.

[Dialog dengan Bulan] 9

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Kaum Urban dan Cerita Dua Sahabat
yang Menguap di Kota

Iwan Vidianto

/
Tentu kau masih ingat, kita pernah memamah malam-malam yang larut,
bergeriapan di jalan-jalan sunyi, tak ada lolongan anjing, tak ada deru
bising. kita bersama memungut satu-persatu daun-daun yang jatuh, di
taman kota yang senyap, pendar-pendar lampunya menyorot ke seraut
wajahmu yang payah, wajah penuh lebam luka, luka yang merajami
hari-harimu.
/
Kawan, daun-daun yang kita pungut dan kita remas dalam plastik kecil
itu selaksa serpihan kisah dan cerita yang begitu getir, teronggok di
ranting yang patah, terlunta-lunta di pohon kehidupan, di mana kaum
urban yang kalah oleh dinamisasi kota yang begitu pesat, tersungkur di
sudut kota, termarginalkan dan terbuang di pinggiran kali, emperan
pasar, yang menyeruakan bau busuk sisa makanan, bau-bau anyir
pesing oleh air kencing tukang becak, tukang bakso, warung kopi yang
tak punya tempat tandas lagi.
/
Kau lihat, Sepasang anak dan ibu mendengkur pulas di rumah kardus,
merajut mimpi-mimpi hangatnya dipeluk oleh bumi, tanpa tendensi dan
pretensi. Mereka sama dengan kita, bernostalgia dengan kampung
halaman adalah pantang, hanya kerlipan angan, lebih baik berperih di
sini daripada pulang sebagai pecundang kesiangan. Dan kita akan terus
mengorbit dipusaran kehidupan yang sedemikian keras, namun jangan
kita pandang secara sinis dan nyiyir. Seperti yang kau bilang, kita harus
tetap menatapnya dengan senyuman gerhana, dan melewatinya
dengan semangat gerilnya.

10 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

“Seorang Wanita dan Peron”

Iwan Vidianto

1/
Jika orang-orang memilih berpetualang, melaju lalang melakukan
sebuah perjalanan, maka aku memilih untuk menjadi peron. Yang
senantiasa setia menunggui ruang waktu yang begitu bisu. Menjadi
saksi, ketika orang-orang sibuk melipat waktu, mengejar nasib,
menahan duka, merengkuh tawa, merayakan ilusi perjumpaan dan
perpisahan.

2/
Dan ketika peluit mendesing, semua orang bergegas, membawa koper,
tas, dan ransel. Di dalamnya ada setumpuk harapan-harapan, rencana-
rencana pertemuan yang tak pernah selesai, catatan ringan tentang
obrolan yang belum sempat ditandaskan, sekeping mimpi yang tak bisa
didaki, rekapan perjalanan tentang arah jalan pulang, kepulangan yang
senantiasa dirindukan oleh saudara, anak, ayah dan ibu mereka.

3/
Dan tahukah kau? apa yang paling menyedihkan bagiku. Adalah
menyaksikan seseorang wanita, wanita yang gelisah, dengan tatapan
penantian ke arah gerbong-gerbong. Menghabiskan waktu, melihat satu
persatu orang-orang yang berjubel keluar, sampai gerbong-gerbong itu
kosong, dan akhirnya ia hanya mendapati jejak yang kosong, lalu ia
menatap nanar hidup ini dengan pandangan yang kosong.

4/
Ah, wanita itu adalah kesekian kisah yang kurekam dalam lanskap
kebisuanku. Dan kau tahu, Tabir-tabir yang menghiasi perjalanan,
manusia dengan segala hiruk pikuknya adalah kereta senja yang
kemarin sore menyapaku dengan senyuman manis, lalu paginya lewat
dengan begitu cueknya, dan lama-kelamaan ia menjelma menjadi
lokomotif tua yang dipaksa untuk terus berlari, mengejar fajar, menyusul
senja, menerobos gigilnya malam, dan menembus ruang hampa waktu.

[Dialog dengan Bulan] 11

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Rumbai-Rumbai Kehidupan

Iwan Vidianto

Melewati kembali kota ini, kawan
Seperti menyusup ke lorong-lorong kenangan
Berbagai ingatan kemudian berkelindan dan berlarian
Di antara ceruk kehidupan
Cadasnya malam megapolitan

Roda-roda kehidupan yang terus berputar
Menerjang terjal semak belukar
Sudut jalan dan berbagai emperan
Perempatan dan pertigaan
Di antara gang-gang kumuh
Jejak-jejak yang pernah tersentuh
Merekam seribu satu kisah;

Tentang dua bocah lugu yang menantang jalanan
Tentang gelandangan yang mengeja masa depan
Tentang tukang becak yang terpekur kusam
Tentang pelacur tua yang tertelan pekat malam

Ouh, sungguh semua memori
Kembali menyeruak
Berserak
Beranak-pinak
Dalam benak

Menjadi prasasti sejarah yang tak akan pernah mati
Mengabadi.

12 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Iwan Vidianto. Sekarang ia tinggal di Surabaya. Pendidik di SMP
Muhammadiyah 2 dan SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Aktif menulis
puisi, fiksimini, esai dan cerpen. Buku kumpulan puisi pertamanya
berjudul “Rumbai-Rumbai kehidupan”. Beberapa puisinya meraih juara
1 dalam sayembara puisi nasional, “Rindu Ibu padamu” meraih juara 1
dalam event puisi nasional oleh Imajinasi Sastra Bandung. Rekonstruksi
Memori Juara 1 dalam sayembara puisi Kebangkitan Nasional oleh
Infinite Publisher. Fiksimininya yang berjudul “Lalat dan letek kopiku”
pernah dimuat di koran Media Trans Bandung.
Email: [email protected]. CP : 085730987610
Alamat:
Jl. Genteng Muhammadiyah No 45
Kecamatan Genteng kali
Surabaya
Nomer HP 085730987610
Email [email protected]

[Dialog dengan Bulan] 13

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Sebab Cinta

Nida Anisatus Sholihah

Sebab cinta hakikatnya teramat murni
Maka pencariannya tanpa komando

Tanpa reka
Biar mereka telah mengatur asaku

Namun cinta pada satu hatimu
Tetaplah bermukim

Di kedalaman kalbu
Tampaknya memang
Dalam skenario Tuhan
Kita dipertemukan
Namun tak dipersatukan

Malang, 2016

14 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Terkepung Rindu

Nida Anisatus Sholihah

kau jalari kedalaman sukma
menyelimuti aorta jantung
melambai di antara kelopak mata
kalbu
kau sentuh dengan puisi cinta
mewujud getaran dahsyat
yang tak mampu kuredam
angan terbawa arus pesona
senyummu
senyummu
mengalir ke seluruh arteri
mampu membuahi mimpi
semua tentangmu
aku terkepung rindu

Malang, 2016

[Dialog dengan Bulan] 15

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Nida Anisatus Sholihah lahir di Malang, 18 Agustus 1986. Alumni
Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang (UM) lulus tahun
2008. Puisi-puisinya tersebar di Malang Post dan Radar Malang. Karya-
karya jurnalistiknya terbit di Harian Kompas, Harian Surya dan majalah
kampus UM. Tahun 2015 menjadi Juri lomba baca puisi se-Jawa-Bali
dalam acara “Deutsche Tage” di UM. Saat ini mendampingi mahasiswa
UM dalam merajut karya jurnalistik dan karya sastra di Majalah
Komunikasi UM.
Penulis dapat disapa di: 085646503507 atau email
[email protected]
Saat ini bermukim di:
Jl. Bandulan 1F, No. 3
Rt 6 Rw 4, Kelurahan Bandulan
Kecamatan Sukun
Kota Malang
Jawa Timur, kode pos: 65146

16 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Puisi-Puisi Jen Kelana

Fragmen Senja Kemarau

Sajak tentang Hujan

Jen Kelana

Irama itu selalu saja kurindukan
menyapa daun-daun luruh menguning
berselimut pekat asap
dan menyusup batu-batu jejalan penuh debu
lalu menyirami setiap hati yang tabah
seakan menjawab harap
wajah-wajah tengadah pasrah
Suara itu senantiasa kurindukan
seiring mengalir lamat azan subuh berkabut
lantas jatuhlah titik-gemeritik itu
membasahi tanah-tanah rengkah
menyenandungkan kembali kicau
burung-burung yang lama menyepi
pada setiap tetes menghamilkan asa
dan selalu saja melahirkan surga
bagi jiwa-jiwa nestapa

Sungai Putih, 2015

[Dialog dengan Bulan] 17

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Terperangkap Asap

Jen Kelana

Pagi terperangkap asap
nanar kotaku menerjemahkan waktu
lantaran trotoar karib menyelimuti
para pejalan melahap debu-debu
sementara matahari jingga memutih
tersangkut reranting ranggas mahoni
kemudian menusuk etalase-etalase
sepanjang aspal jalanan
teriak stokar menjajakan perjalanan
menjadi kering kerontang
mengumbar udara di tenggorokan
Asap kian pekat tersekat
angin berlompatan sesak memburu syahwat
melumer di jendela-jendela rumah kita
lalu isak menyesak setiap saat
di antara gelegar Enter Sandman
Hetfield bergumul pekat kopi berorama asap
aku gagap mengemasnya
menjadi rajutan mimpi-mimpi pelangi
dan hari-hari sudah juga mati

Sungai Putih, 2015

18 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Suatu Siang Bulan September

Jen Kelana

Terik matahari tengah hari
menyapa handuk di jemuran rombeng, emper rumah
bernaung rindang pohon pisang bersama angin siang
dari belakang rumah denting lonceng di leher sapi
mengurai suara tanpa irama
sementara transistor tua melagu
nostalgia masa lalu
Waktu merambat laju
aku masih saja mendulang sepi jiwa
mengayaknya dari serpih-serpih duka luka
dan memilah satu-satu menjadi tanda
lantas kukemas serupa pusaka
sementara gemuruh meriuh mengaduk kepala
menyangkut di sela-sela rumpun bambu
kemudian dari sawah-sawah kerontang
mesin menderu sayu memanggil-panggil
air di kedalaman tak bertepi
dan terkadang kudengar batuk-batuk kecil
seorang gadis diambang kritis
hoeek

Sungai Putih, 2015

[Dialog dengan Bulan] 19

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Fragmen Senja Kemarau

Jen Kelana

Senja ini kemarau memuncak
dari jauh buah sawit berlompatan
berebut tempat memenuhi truk itu
di sela daun-daun ubi jari
tangan-tangan memainkan tojok
meliukpukau serupa perempuan menari
menaja karya sang begawan
dangdut koplo senantiasa mengisi hari-hari berdebu
menyalahidupkan lagi periuk-periuk berjelaga
yang sekian lama terbaring kering
sembari mengembara penat lagu masa depan
Senja ini kemarau kerontang
menderu lagi kisah lara rakyat jelata
memain-mainkan tudung saji
mengeja sepi sembari menyemai luka di kepala
tentang anak-anak yang meronta
setiap hari mesti menahan nyeri
lantaran harga-harga meninggi
tak ada lagi gending dolanan
tak terdengar lagi geguritan
mengiringi tergelincirnya musim
sebab kita mesti puasa
hingga esok kembali senja

Sungai Putih, 2015

20 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Jen Kelana, lahir di Nganjuk (Jatim), besar di Sumut dan Jambi.
Menulis puisi, cerpen, feature, esai, artikel, dan karya ilimiah. Puisi dan
cerpennya terangkum dalam antologi tunggal dan bersama. Sebagian
karyanya dipublikasikan di media massa dan media digital. Hobby
elektronik, hardware, software, komputer dan web develover di samping
menekuni bidang matematika, statistika, dan penelitian pendidikan.
Alamat:
Jl. Poros - E1
Sungai Putih
Bangko Barat
Merangin- Jambi 37314
081366980324

[Dialog dengan Bulan] 21

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Perjalanan Pulang

Moh. Ghufron Cholid

: Kamil Dayasawa
angin rindu

ketuk pintu
keakraban kian piatu
tertelan

ombak
malam sehangat
kopi torabika,

lepas
tangan pagi
bangunkan mimpi
selepas pertemuan
keakraban terpasung
kelok perantauan
ini hari begitu asing
mata kita tak saling peka
menerjemah linang
perjalanan pulang

Madura, 2016

22 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Bulan yang Kalah

Moh. Ghufron Cholid
bulan perawan

rawan
keterpurukan

:keyakinan
berlari

jauhi hati
2016

[Dialog dengan Bulan] 23

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Langit Ubung

Moh. Ghufron Cholid
langit ungumu, ubung
sketsa berkabung
bocah-bocah tak letih bertarung
bocah-bocah dalam sebungkus nasi
: bahagia semakin airmata
dan gerimis sirna rupa manis
Junglorong, 12 Januari 2016

24 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Kampung Airmata

Moh. Ghufron Cholid

apa yang tersisa
rumah-rumah sejarah

yang hilang haibah
selain kampung airmata
tanah moyang

tanah sayang
yang telah sirna

hanyalah mataair airmata
telah mengganti segala
inilah kampung airmata
saat seluruh yang lahir
hilang debar
mengucap bahasa ibunya

2016

[Dialog dengan Bulan] 25

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Sebentuk Bahagia

Moh. Ghufron Cholid

telah aku pertaruhkan
telah aku bentuk sebuah rumah bahagia

bernama setia
dan kurajam curiga

sampai sukma
tak menemukan tanda
telah aku berikan sebentuk bahagia
harum perawan
yang kurawat sepenuh pengabdian
sebentuk bahagia

telah kuberikan sepenuh jiwa
namun apalah daya

yang bermukim
hanyalah curam
inilah kisah percintaan
inilah kisah kesetiaan
kau yang telah berganti kamar
masih kunamai sebagai mawar

2016

26 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Memulangkan Duka

Moh. Ghufron Cholid
memulangkan duka

memuncak percaya
hanyalah Allah
puncak desah, mahabbah
memulangkan duka
adakah yang lebih membahagiakan
selain doa
yang menemukan wajah kenyataan
Junglorong, 2016

[Dialog dengan Bulan] 27

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Sepuisi Buat Kekasih

Moh. Ghufron Cholid

mengalir, mengalirlah sungai mahabbah
dalam tubuh
biar pedih-perih

tak lagi tumbuh
tak lagi mengiris ruh
masuk, masuklah sungai tabah

hapus peta gelisah
yang telah jadi gurun

dalam sukma yang kian gersang
kemari, kemarilah kekasih

kita teguk kembali
air percaya

biar duka wasangka
tak terlalu bertahta

2016

28 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Pernikahan Batin

Moh. Ghufron Cholid
kau dan aku

saling menyempurna iman
kau dan aku

saling menanam haru
dalam kalbu

yang kian biru
2016

[Dialog dengan Bulan] 29

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Mahar Pernikahan

Moh. Ghufron Cholid

adakah yang lebih mengharukan
dari sebuah mahar pernikahan
selain kesetian
: kepercayaan
yang saling mendekatkan
Tuhan

2016

***

Profil Penulis:

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir di
Bangkalan, 7 Januari 1986 M. Pendiri Dengan Puisi Kutebar Cinta.
Menulis puisi, pantun, cerpen dan esai. Karya-karyanya tersiar di 7
media Malaysia dan beberapa media di Indonesia juga terkumpul dalam
berbagai antologi bersama terbit di dalam dan luar negeri. Beberapa
puisinya juga pernah dibacakan dalam Kongres Penyair Sedunia ke-33
di Malaysia. Penerima Anugerah Kedua Hescom 2015 Vlog dan
Rubaiyat (5 Desember 2015) di Malaysia.

Alamat:
Pondok Pesantren Al-Ittihad
Junglorong Komis
Kedungdung Sampang
Madura.
HP 087759753073.

30 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Kejadian Sore Ini

Hariri Thohir

Tiba waktunya aku bicara
Sudah lama kita ditudung bahagia
Cukup banyak yang kita lalui bersama
Dengan cinta, kasih sayang, air mata dan rindu yang tak kunjung sudah

Sayang, ingatkah kau waktu kita terbaring di pelataran semesta
Kutatap kau dan kita bercumbu mesra
Kita tidak ingat apa-apa, kita hanya ingat kita
Menjadi kita, menjadi diri sendiri yang penuh cinta

Maafkan kepergianku yang tak pernah kau perkirakan
Bukankah mentari sesungguhnya tak pernah terbenam?
Cahayanya masih terpancar pada rembulan yang memelukmu setiap
malam

Begitupun aku, senantiasa hidup dengan cintamu
Begitupun kamu, masih dikepung cintaku
Dan akan selalu kukepung dengan cintaku

Kita harus kembali pada nasib yang sedia kala
Pada bait awal, sebelum kita pernah berjumpa
Hanya saja ditambah sebaris takdir
Tentang seorang laki-laki, pergi menggenggam rindunya
Mengepal cinta sambil menahan rasa sakit
Kerena ternyata mencintaimu bukanlah kejadian biasa

Cintailah kehidupanmu seperti kau mencintai dirimu
Cintailah dirimu seperti kau mencintaiku
Aku pamit,
Pergi, dengan menggenggam rinduku

[Dialog dengan Bulan] 31

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Hariri Thohir
Lahir 22 November 1994 di Jeddah.
Suka menulis, pecinta puisi. Tertarik pada berbagai pergerakan yang
menjunjung kemanusiaan serta membangun kreativitas pemuda
Indonesia yang mandiri.
Telp. +966531099007

32 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Protes Syahdu

Osratus

“Nikmati saja:
Bening suara biola, yang jinjing
Tubuhnya di kening hening

Nikmati saja:
Senandung biola syahdu mendayu
Membelai kalbu

Melewatkannya, rela?
Alunan biola rangkul siul
Burung-burung ramai berkumpul

Melewatkannya, rela?
Bening suara biola berkelana syahdu
Menghapus sendu gaharu

Wauw, takjub aku:
Sayup-sayup, suara tifa
Menyapa mesra purnama jelita

Ranum senyum buah matoa
di menara ceria:
Aku, suka

Bisik santun biola, seloroh ramah tifa
di bawah pohon nira:
Aku, suka pangkat empat.”

Sorong, 23 Desember 2015

[Dialog dengan Bulan] 33

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Protes dari Perut Noken

Osratus

“Wahai debut mulut
Yang seluas laut yang sesempit lubang semut
Kalau makan, tidak usah ribut
Tidak usah berebut
Jangan cemberut
Jangan pula pikiran dibiarkan kusut
Apalagi kalau hati sampai kalut
Mau, menelan parut mirip kue mendut?
Daun sirih, jangan biarkan menguning
Buah pinang, sayang bila mengering
Kalau harga melambung,
Satu kilo buah sirih, dapat beras satu karung
Kalau harga terpasung,
Satu kilo buah sirih, dapat seikat kangkung
Sama dengan pinang:
Kalau ada tontonan Yospan, untungnya lumayan
Kalau panggung pertunjukan istirahat,
Asap di dapur tidak tersendat amat
Semangat, jangan pernah lumat
Meski mental kerupuk mengintai setiap saat.”

Sorong, 23 Desember 2015

34 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Protes
Bersama Jemari Patung Asmat

Osratus

“Untuk apa punya jari,
Kalau seperti baju yang disimpan di lemari?

Jemari yang dibanggakan tiap hari,
Apa tidak bisa tanam kencur tanam kemiri?

Atau takut tertusuk duri
Hingga rumput di kebun, tinggi berdiri?

Tinggi hati, turunkan dengan rendah hati
Agar dalam maknai hidup ini makin mengerti

Terluka jari, sakitnya sekulit ari
Terluka hati, sakitnya seribu hari?

Kalau aku, pilih sakit jari,
Daripada sakit hati

Sakit jari, tidak ada alasan berhenti kais rejeki
Sakit hati, pikiran jernih tertatih.

Rasa kecewa, mengekor dari belakang
Jika jiwa besar, hengkang

Sepertilah kanguru
Yang percaya dirinya selalu menderu

Meski kakinya panjang pendek,
Pantang semangat hidupnya melembek

Rasa syukur yang tumbuh subur,
Pantang baginya lebur.”

Sorong, 23 Desember 2015

[Dialog dengan Bulan] 35

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Protes Harmonis,
Ketika Memasak Sayur Pakis

Osratus

“Daun pisang telah direntang cukup panjang
Yang di belakang, ke depan sekarang

Yang suka singkong, duduk di kiri ujung
Di sampingnya ada garam dan kangkung

Yang ingin ubi jalar, duduk di depanku
Daun gedinya, masih direbus dalam bambu

Yang mau pisang, ambil tempat paling kanan
Daging rusanya, sebentar lagi siap dihidangkan

Mungkin, ada yang mau bantu bakar batu?
Supaya makan bersamanya, tidak lama menunggu

Seember ikan gabus, tuang di tengah bara batu
Aroma lezat tercium, angkat satu per satu

Kasuarinya, tidak usah dipotong
Kelestariannya, mulai terongrong

Senja pergi purnama mengganti
Terang di netra, terang di hati

Makan daging rusa, berakhir malam ini
Besok, kita beternak ayam beternak sapi

Lebih nikmat, urap daun pakis
Daripada populasi rusa di hutan makin menipis

Sebelum kita membuat acara bakar batu tadi,
Aku dan kawan-kawan, pentas tari ‘satwaku lestari’

36 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Takkan bosan aku mengulanginya berkali-kali,
Hingga aku tidak mampu naik pentas lagi.”

Sorong, 23 Desember 2015

***

[Dialog dengan Bulan] 37

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Profil Penulis:

Osratus adalah nama pena, dari Sutarso nama sebenarnya. Lahir di
Purbalingga (Jawa Tengah), 8 Maret 1965. Pindah ke Sorong (Papua
Barat), Tahun 1981. Pendidikan S1, Jurusan Administrasi Negara.
Menulis puisi sejak tahun 1981. Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di
STKIP Muhammadiyah Sorong (2006 – 2010). Buku Puisi : Lumbung
Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (antologi bersama, 2015), Puisi
Menolak Korupsi Jilid IV (antologi bersama, 2015).
Alamat :
Jl. Basuki Rahmat Km. 7,
Kompleks Kantor Transmigrasi lama,
Remu Selatan,
Sorong, Papua Barat.
Nomor HP : 082199408431.
Email : [email protected].
Facebook : Sutarso

38 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Suatu Ketika di Dunia Paralel

Fadhila Eka Ratnasari

Di dunia paralel, kita ialah
sepasang kakeknenek sekarat. Bau minyak kayu putih
seperti kematian yang menyengat.
Anakanak kita sudah lama meninggalkan rumah.
Kartu pos sesekali berkunjung
mengabarkan para cucu yang mulai belajar berjalan.
Matahari terbit dan terbenam tiap hari. Semesta
tak menyisakan waktu bagi kita untuk menyimpan usia,
atau menyembuhkan keriput
dan serangan jantung yang makin kerap. Kematian
seperti luka yang akan kita sembuhkan dengan plester
atau pil pereda nyeri di kotak obat.
Awalnya sebulan,
setahun,
sewindu,
hingga sekian dasawarsa
kita makin akrab dengan tubuh ringkih masingmasing.
Kalaupun kematian harus bertandang
dan merentang jarak antara aku dan kau, sayangku,
cobalah percaya pada hidup sesudah mati. Kelak
kita akan bercumbu di bawah pohon apel
di taman eden, mencicip kembali
kenakalan masa muda yang kita namakan cinta.

***

Di dunia ini, anehnya, kita sibuk berdebat
tentang dominasi patriarki
atau institusi pernikahan,
seakan cinta tak pernah cukup ‘tuk menggenapi hidup.

Malang, 27 Desember 2013

[Dialog dengan Bulan] 39

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

Pada Puingpuing
yang Kita Namakan Rumah

Fadhila Eka Ratnasari

Bukan dongeng yang kau bacakan sebelum anakanak tidur,
tapi tangisku
: hujan tergelincir di terjal bahumu,
rindu yang membanjir.
Tak usah kau susut, biar hanyut
seluruh mimpi yang tak hendak matahari.
Cintamu mendung pagi. Rumah kita
memar senja memerah setia di sudut hari,
tak sempat menyulam malam di tidurmu yang sunyi.

***

Anakanak berlarian, tak tahu jalan pulang.
Tak usah kau tebarkan remah roti
apalagi lembar puisi.
Biar kakikaki kecil mereka belajar mencari rumah.
Biar bibir mereka gemetar mengeja ayah
dan ibu, seperti yang kita ajarkan sejak di buaian dulu.
Tapi peluk tak pernah ibu,
pun rumah tak pernah ayah.
Seperti kita yang rumah tak berpintu : rindu
sibuk mengetuk dindingdinding batu,
mencari jalan masuk 'nuju sepasang hati
yang saling asing.

***

Pada puingpuing yang kita namakan rumah,
pada retak jendela,
pada kesiut angin berindap di celah masa lalu
: pernah mereka memanggilku ibu,
pernah kau bangga dipanggilnya ayah.
Dan semenjak tegak tiang

40 [Komunitas Negeri Kertas]

Antologi Puisi dan Cerpen Komunitas Negeri Kertas

dan tinggi langitlangit
dan keretak ubin mulai bersekolah,
mereka makin pintar menghitung airmata
tersimpan di bawah bantal,
makin pintar membaca amarah cuaca tergenang di pecah gelas.

***

Anakanak masih terus berlarian,
tak pernah sampai temukan jalan kepada pulang,
tak pernah usai memungut remah
yang bukan roti bukan lembar puisi,
tak pernah lancar mengeja
k
e
h
i
l
a
n
g
a
n.

Jakarta, 9 September 2014

: lebih dari keraguanku akan tuhan,
ialah ketidakpercayaanku akan institusi pernikahan.

[Dialog dengan Bulan] 41


Click to View FlipBook Version