The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fileskifileski, 2021-04-08 01:16:09

GORESAN MIMPI SANG PENA

KOMUNITAS NEGERI KERTAS

Nama aslinya Muhammad Fakhri Wibisno.
Nama Penanya Bunny Rabbit.

Dia masih awam dalam dunia menulis. Curahan hatinya
dia tulis dalam blog pribadinya.

Bagi yang ingin berkenalan dengannya silakan
menghubungi di nomor 083896341194, akun Facebook:

Fakhri Wibisono, Twitter: @bunnyrabbit631

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 91

Kenangan Negeri Kertas

Maaf aku nggak tahu apa yang aku lakuin.
Maaf, tapi aku udah nggak bisa nahan
perasaan ini lagi. Semoga kamu suka ya.
Selamat ulang tahun.

“Pasti ada puisinya ya?"
“Iya Ma, bener. KokMama tau?"
“Ini, ada textnote-nya. Katanya,‘baca puisinya
sambil dengerin lagu, Dis’"
“Hah, lagu? Oh ini."
Gadispun bergegas menuju kamar. Mengunci
rapat pintu, dan memasukkan CD yang terlihat baru itu
kedalam radio miliknya.
Ia mulai membaca.
Air mata, canda tawa, senang,luka, dan waktu
yang kita habiskan bersama, aku menyukainya. Tetesan
gerimis hujan, panasnya matahari, dan teduhnya pohon
itu,nggak akan pernah kulupa,Dis. Itu berbeda. Dan
takkan pernah lagi sama.
Sering kucoba menertawakan bodohnya diri ini,
Dis. Merusak semua hal terindah yang pernah tercipta.
Aku merindukkannya. Senyum tawa polos, tingkah
bodoh, dan semuanya. Semua yang ada padamu.
Tentangmu. Aku merindukannya.

92 | Goresan Mimpi Sang Pena

Kamuingat? Dulu, kamu suka menghajarku,
memeluk, dan menangis dipundakku. Kamu ingat?

Apa kamu juga ingat tentang mimpi gila yang
sama-sama kita buat? Ide aneh yang terucap, lagi-lagi
olehmu. Karpet terbang, istana kacang, ataunegeri
kertas?Kamu ingat?

Dulu kamu pernah bilang, “Aku mau semuanya
terlihat beda mulai sekarang. Andai aja burung itu
terbuat dari kertas ya,pasti akan jauh lebih indah dan
berwarna. Pernakpernik warna yang indah, mahkluk yang
indah, bisa terbang, dan terbuat dari kertas lagi. Pasti
keren kan?Pengin deh suatu saat nanti tinggal dinegeri
kertas. Pasti seru.” Kamu ingat?

Kamu tahu, hal bodoh dan gila kayak gitu nggak
akan pernah terjadi dan ada didunia yang serba salah ini.
Kamu tahu?

Ini, hadiah dari aku. Mungkin karena kamu, aku
juga ikutan gila. Aku emang nggak bisa muter waktu dan
mengulang semuanya. Aku juga mungkin nggak bisa
hanya menyesal karena telah pergi menjauh dan
menghilang gitu aja kan. Dan maaf, aku juga nggak
pernah bisa wujudkan semua hal gila yang ingin kamu
lihat. Tapi aku coba. Burung 3 warna lucu untuk kamu.
Aku buatnya susah loh. Capek. Semoga ini bisa muasin
fantasi kamu soal negeri kertas ya. Semoga kamu suka.

Gadis terperangah tak berkutik. Memory terbang
jauh menembus waktu yang telah lama berlalu, berputar,
dan mengulang kembali semuanya. Semua waktu indah
yang telah ia habiskan bersama Nico. Pulang berangkat

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 93

bareng kesekolah. Nangis gara-gara cowok jahil. Tempat
nostalgia terbaik taman Silalu, bunga, burung, dan bau,
semuannyapun tak luput dari ingatannya. Dan
menyeruak seolah semuanya baru saja terjadi. Melekat
jelas dalam ingatan.

“Nico, kamu kemana aja?”Sambil memandang
burung3warna pemberian Nico. Yang bertuliskan 1001.

“Kamu gila!”
Sambil menahan isak gadis sibuk terbang tinggi
dengan ingatannya. Menembus semua yang ada. Dan
terlelap.
Karya ini terinspirasi dari lagu Fileski yang berjudulHujan

94 | Goresan Mimpi Sang Pena

Namaku Dika Sukma Dewi.
Lahir tanggal 19 Agustus 1998. Aku anak pertama dari

dua bersaudara. Aku menulis cerpen ini
dalam jangka waktu 3–5 hari.

Dalam menulis cerpen ini, aku menemukan sedikit
kesusahan dan kesulitan. Tetapi, aku bisa melaluinya

karena setengah cerita ini aku ambil dari kisah
perjalanan hidupku.

Semoga kalian suka sama cerpenku ya.
Facebook-ku: Sukma Dewi

(https://www.facebook.com/ezagionino.real.5) dan
twitter-ku: @sukmadewi02.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 95

Bangkitlah Harapan Dunia

Kita semua tahu, setiap manusia mempunyai
kegagalannya masing–masing. Maka, habiskan jatah
gagalmu ketika kamu masih muda.

“Kita itu bagai burung merpati putih, yang selalu
terbang mencari tempat yang nyaman untuk dirinya, dan
tentu juga kita mencari sebuah kunci untuk membuka
pintu kesuksesan kita di masa depan. Aku...” suara
wanita ini terhenti ketika ada yang membuka pintu
kamarnya.

Dewi, wanita yang senang membuat sebuah kata
yang indah, dia sedang membaca hasil tulisannya dengan
suara yang tegas. “Mimpi mulu lu jadi penulis, mimpi itu
jangan tinggi–tinggi, mau jatuh di jurang paling dalam?”
Alfia, dia adalah sahabat ku sejak SD.

“Fia, lu kenapa sih? Akhir–akhir ini kayaknya lu
kurang suka sama gue? Lu gak suka sama impian gue?”
tanyaku serius padanya.

“Iya, selama ini lu sibuk sama urusan lu sendiri.
Lu gak ada waktu buat semua sahabat lu. Minggu
kemarin, kita semua mencoba menghubungi lu, tapi lu
kemana? Gak ada satu kabar pun yang gue denger
tentang lu. Gue coba tanya ke keluarga lu, tapi mereka
bilang lu jarang di rumah. Sebenarnya lu ada apa sih?”
katanya sedikit marah.

“Maaf Fia, ada suatu hal yang gue gak bisa
ceritain sama lu,” kataku pelan.

96 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Mana sih Dewi yang gue kenal? Yang selalu ada
buat kita semua? Lu berubah Dew!” Marahnya, lalu pergi
meninggalkanku. Mereka nggak akan pernah mengerti.
Mereka tidak pernah menghargai kerja keras seseorang.

“Arghh, sekarang apa yang harus gue lakukan?”
teriakku.

Pagi ini aku duduk ditengah–tengah sebuah
hamparan rumput hijau, lapangan bola daerahku. “Apa
gue harus batalin mimpi–mimpi gue yang udah
tertanam? Agar semua sahabat gue datang lagi ke
kehidupan gue?” lanjutku. Aku tak tahu harus melakukan
apa dan kemana aku harus melangkah. Sungguh
membingungkan.

***

Keesokan harinya.
Aku sedang mencari info lewat internet tentang
perlombaan–perlombaan. “Perlombaan Seni Teater di
kawasan Puncak Bogor”.Aku membaca informasi dari
internet. Aku berdiam, berfikir.
“Haaa, boleh nih perlombaan. Gue kan juga udah
termasuk anggota teater daerah gue, ajak kelompok
teater gue ah,” kataku senyum–senyum.
Pertama–tama hal yang harus aku lakukan adalah
meminta izin kepada keluarga untuk mengikuti
perlombaan ini.
“Ibu, Ayah. Dewi mau mengikuti perlombaan Seni
Teater di kawasan Puncak Bogor. Dewi minta izin sama

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 97

Ibu dan Ayah,” kataku di tengah malam saat keluarga
kami sedang berkumpul di rumah nenek.

“Kamu dapat informasi itu dari mana?” tanya
tanteku.

“Dari internet,” jawabku singkat. “Hadiahnya
lumayan tahu, uang jutaan rupiah,” sambungku.

“Jangan mau diiming–iming uang Dew. Udah deh
nggak usah ikut–ikut yang nggak jelas,” sambung kakak.

“Itu udah jelas kak, sangat jelas. Lagipula ini di
sponsori oleh televisi kok,” kataku membantah.

“Terus kalau ada kejadian–kejadian aneh
gimana? Siapa yang mau tanggung jawab? Mikir
kesananya dong Dew,” kata ibuku.

“Iyaa, tapi kan Dewi juga mau berkembang Bu.
Bukan hanya dalam hal pembelajaran, tapi dalam bidang
lain juga,” kataku lagi.

“Kamu tuh kekeh ya dibilangin. Pokoknya
keluarga nggak ngizinin kamu pergi!” sambung nenekku.

“Tapi kan ini juga Dewi lakuin buat impian Dewi.
Dewi juga pengen hidup enak kaya orang–orang, nggak
harus kesusahan terus,” kataku menangis.

“Emang selama ini keluarga kita kesusahan? Kita
hidup dengan cukup kok,” bantah kakak.

“Kata siapa? Walaupun Dewi belum dewasa
seperti kakak, tapi Dewi tahu pahitnya kehidupan,
walaupun kalian nggak pernah cerita sama Dewi. Dewi
tahu semuanya,” kataku menangis tetap membantah.

98 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Yaudah terserah kamu, keluarga nggak mau
tanggung jawab kalau ada apa–apa. Capek bilanginnya.
Kita begini karena kita sayang,” ucap om-ku.

“Sayang? Sayang nggak harus di kekang kaya
begini,” kataku masih dalam keadaan menangis lalu pergi
ke luar rumah.

“Huaaaa, kesel...” teriakku menangis. “Gue begini
karena pengen wujudkan impian gue. Gue pengen
memberangkatkan orang tua ke tanah suci, gue pengen
kuliah," tangisku. “Uang dari mana?” teriakku lagi.

Kini aku menangis di tempat yang kemarin,
lapangan hijau sepak bola daerahku. Jam masih
menunjukkan angka 20.10 WIB.

“Ada masalah?” tanya seseorang dari kejauhan.
Aku menoleh. Aku menghapus air mataku.

“Lu siapa?” tanyaku bingung, lantaran aku tidak
mengenalnya.

“Lu nggak perlu tahu siapa gue dan panggil aja
gue Jey. Nama lu siapa?” katanya tersenyum lalu duduk
disebelahku.

“Nama gue Dewi,” kataku. “Kalau boleh tau, ada
masalah apa? Kita kerja sama yuk buat wujudkan impian
kita masing–masing.”

“Huft...” aku menghela nafas. Jey tertawa
berbahak–bahak. Aku semakin aneh melihatnya.

“Oke, besok pagi jam delapan pagi, gue akan
menunjukkan tempat yang indah buat lu. Supaya lu

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 99

nggak sedih lagi dan bisa mewujudkan impian lu,”
ajaknya.

“Oke? Tenang aja, gue bukan orang jahat,”
senyumnya.

“Oke, besok pagi kita ketemu disini lagi,” kataku.
“Sip.”

***

Tepat pukul 08:00 aku diajak Jey untuk
mengunjungi tempat indah yang ia pernah janjikan.

"Ini tempatnya," katanya setelah kami sampai di
tempat tujuan. Tempat yang sejuk seperti di gunung.
Banyak penghijauan disekitarnya. Kini aku dan Jey
berada di tengah-tengah bukit dengan hamparan ilalang
di sekelilingnya, sangat indah. Dan susah dijelaskan.

Jey merentangkan tangannya dan mengatur nafas
pelan–pelan. Dia tersenyum dan menoleh kepadaku. Jey
berdiam sejenak. Dia duduk di atas bukit, matanya tak
lepas dari hamparan ilalang di sekelilingnya.

“Bagi gue, tempat ini sangat bersejarah. Mulai
dari gue kecil hingga sebesar ini, tempat ini membuat
gue melupakan semua masalah. Impian lu apa?”
tanyanya padaku. Aku duduk disampingnya, menghela
nafas.

“Membahagiakan keluarga gue dengan cara
apapun. Maka dari itu, gue selalu mencari cara untuk
mendapatkan uang yang halal. Oh iya, doain gue ya
supaya gue menang. Gue sedang mengikuti perlombaan

100 | Goresan Mimpi Sang Pena

membuat cerpen, dan gue udah mengirim cerpennya.
Pengumumannyabulan depan.” Jey tersenyum dan
mengangguk. “Kalau impian lu apa?” lanjutku berbalik
tanya padanya.

“Impian gue simple. Yaitu, membuat orang suka
dan nyaman sama gue,” katanya singkat. “Itu tandanya
mereka akan menghargai dan men-support gue dalam hal
kesuksesan,” lanjutnya tersenyum. “Cerita masalah lu
dong,” pintanya. Aku berdiam sejenak, menghela nafas.
Kemudian aku pelan–pelan mulai bercerita, dan air
mataku menetes lagi.

“Gue ikut senang ya,” senyumnya. Aku memasang
tampang bingung. “Kalau gue ikut sedih, gue takut lu
makin terpuruk. Ingat ya Dew, presiden aja sukses pasti
ada halangan dan rintangannya. Mereka berhasil lolos,
kenapa lu nggak? Padahal kita sama–sama mulai dari
orang paling kecil derajatnya. Kalau udah nggak direstui
oleh keluarga, apalagi orang tua. Kita harus apa? Tapi
ingat, jangan cuma gara–gara itu lu terpuruk. Masa depan
lu masih panjang, buktikan sama keluarga dan sahabat
lu, bahwa lu BISA. Masih banyak perlombaan teater di
daerah Jakarta, lu bisa ikutan kok. Ok, bangkitlah Dewi,
gue yakin lu pasti bisa," lanjutnya.

***

Satu bulan telah berlalu.
Hari ini adalah hari dimana pemenang
perlombaan cerpen akan diumumkan. Jantungku

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 101

bertedak tidak seperti biasanya, mungkin karena grogi
atau takut kalah.

“Lu nggak usah ketakutan. Tenang aja. Berdoa.”
Jey menenangkanku. Kami sedang berada di atas bukit
tempat yang pernah Jey tunjukkan padaku.

Tuing.
Hp-ku berbunyi pertanda ada email masuk. Aku
membukanya, ternyata ada email masuk dari
perlombaan cerpen itu. Dan isinya :

Selamat untuk Anda, Azahra Dewi Mahardika.
Karena Anda memenangkan perlombaan cerpen
"Remaja" tahun 2014 dengan judul cerpen
“Impian dan Kesuksesanku” meraih juara ke–2
dari 435 peserta. Dan Anda, dikontrak selama 2
tahun oleh penerbit yang mensponsori kami, dan
kamu bisa memperpanjang kontrak nya, jikalau
cerpen yang kamu buat laku terjual. Silahkan
hubungi kami jikalau ingin mengambil hadiah
serta sertifikat nya. Terima Kasih dan Selamat!

“Alhamdulillah...” teriakku kesenangan.
“Gue udah menduga sebelumnya. Pasti lu akan
menang,” kata Jey tersenyum. “Selamat ya,” lanjutnya.
“Iya, terima kasih ya, Jey,” senyumku. “Gimana
sama impian lu?” lanjutku bertanya.

102 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Insya Allah selangkah lagi Dew. Club sepak bola
gue dikontrak selama 4 tahun di Amsterdam, gue
berangkat tiga bulan lagi.”

“Ya ampun lu hebat banget Jey. Semoga kita
sukses berjama'ah ya Jey,” kataku senang.

“Aamiin,” doa Jey.
***

Satu minggu berlalu.
Aku ditemani oleh Jey untuk mengambil hadiah
dari perlombaan cerpen. Uang yang aku terima sebesar
Rp 1.500.000Itu adalah uang pertama kali yang aku
dapat dari hasil jerih payahku.
Waktu demi waktu, berjalan terus. Begitu juga
dengan langkahku untuk meraih kesuksesan. Setiap
bulan, aku selalu menerbitkan dua buah cerpen. Dan
keuanganku setiap bulannya bertambah. Selain itu, aku
memenangkan perlombaan film pendek terbaik di teater
antar daerah, kelompokku juga dikontrak untuk bermain
di film panjang dalam 3 tahun. Hasil yang cukup
untukku.
Pada tahun berikutnya, aku sudah bisa kuliah di
Sekolah Tinggi Administrasi Negeri (STAN). Aku juga
sudah bekerja di Bank Mandiri yang gajinya cukup untuk
mewujudkan impianku selanjutnya.
Pada tahun berikutnya, aku mendaftarkan
orangtuaku pergi ke tanah suci. Sungguh, semuanya
kembali seperti semula. Sahabat–sahabatku sudah mulai

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 103

mengerti tentang impianku, mereka meminta maaf, dan
kami mulai akrab lagi seperti sebelumnya.

“Jey, gimana kabar lu di Amsterdam? Ih, sumpah,
gue kangen banget sama lu,” sapaku pada Jey di Skype.

“Alhamdulillah gue baik–baik aja kok Dew. Gue
juga kangen kali sama sobat gue. Oh iya tahun besok gue
udah pulang lho. Jemput gue di bandara ya,” pintanya.

“Masih satu tahun lagi Jey, tenang aja, Insya Allah
gue jemput lu kok. Yaudah deh, gue mau lanjut buat
cerpen lagi ya. See you next time,” ucapku.

“Okey. See you. Jaga kesehatan ya,” katanya. Aku
mengancungkan jempol dan mematikan Skype-nya.

***

Satu tahun kemudian.
“Makasih banyak ya Jey atas semua semangat
yang lu berikan. Kesuksesan ini bukan cuma milik gue,
tapi juga milik lu. Karena lu selalu berjuang untuk
membantu wujudkan impian gue. Sedangkan gue? Gue
nggak bisa bantu lu main bola, hihi,” kataku pada Jey di
dalam mobil pada saat aku menjemput Jey pulang dari
Amsterdam.
“Haha, iya. Lu kan udah sukses nih, jangan
berhenti untuk merubah menjadi lebih baik ya. Gali terus
kesuksesan lu, jangan berhenti sampai disini. Jikalau
Tuhan memang sudah menyuruh lu pulang ke rumahnya,
disitulah lu harus udah berhenti,” senyumnya.

104 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Iyaa Jey. Lu juga jangan patah semangat ya,”
pesanku, Jey tersenyum.

“Kita nggak akan berhenti untuk mengejar
kesuksesan,” teriak kami berbarengan. Dan kami pun
tertawa. Sungguh indah.
Karya ini terinspirasi dari lagu Fileski yang berjudul
Bangkitlah

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 105

106 | Goresan Mimpi Sang Pena

Namaku Mardiyanah.
Tempat dan tanggal lahir di Tangerang tanggal 12
Oktober. Aku seorang mahasiswa yang bercita-cita
menjadi penulis dan berusaha membuat tulisan yang

membawa si pembaca ikut kedalam cerita.
Kritik dan saran dapat dikirimkan ke E-mail Facebook di

[email protected] dan akun Twitter-ku di
@anah_dierra.

Kritik dan masukan akan selalu menjadikan inspirasi-
inpirasi baru untuk kelanjutan tulisanku. Arigatou
Gozaimasu mina “terimakasih banyak semua”.
Dan karyaku ini terinspirasi dari lagu Fileski yang
berjudul hujan.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 107

Sebuah Cerita Tentang Sahabat

Hari ini adalah hari dimana aku memasuki kelas
baru, yaitu kelas IX C. Seperti biasa, setiap kenaikan kelas
semua siswa-siswi diubah kelasnya dan diacak teman-
temanya. Agar semua saling mengenal satu sama lain. Ya,
memang benar seharusnya begini. Biasanya kan kalau
udah punya teman satu bangkunggak mau ganti sampai
lulus (untung nggak sampe kakek nenek).

Dan kami memulainya dengan masuk pagi.
Akhirnya biasanya masuk siang selama dua tahun.
Sekarang masuk pagi.Wah, benar-benar kerasa sejuknya
dan otak masih fresh.

Ya, ini pun kebijakan sekolah, katanya di kelas IX
ini semua siswa diharapkan harus konsen belajar. Dan
bakal ditambah dengan segudang tugas yang akan
diterima nanti sebelum ujian nasional dimulai. Huft,
dengarnya saja udah merinding. Tapi harus tetap
semangat.

Setibanya aku dikelas ini belum ada yang datang.
Untuk mengisi waktu luang yang ada, aku baca buku
novel yang baru saja kakakku belikan kemarin. Di cover
depannya terlihat jam besar dan dua orang laki-laki dan
satu orang perempuan. Dan ketika membaca cover
belakangnya mereka menceritakan tentang perjalanan
mesin waktu. Wah, sepertinya seru gak sabar ingin
langsung membacanya.

108 | Goresan Mimpi Sang Pena

Ketika aku sedang asik membaca. Ternyata sudah
banyak teman-teman yang datang. Kebanyakan dari
mereka memilih bangku yang paling belakang. Katanya
sih bangku paling belakang adalah bangku yang paling
mengasikkan.

Memang kalau dipikir-pikir, rasanya kalau
dibelakang bawaanya mau ngobrol terus, dan jarang
banget merhatiin guru berbicara, kaya ada yang
menggoda.

Ketika lagi seru-serunya baca, tiba-tiba ada yang
menutup buku novelku.

“Hehehe,” dia ketawa dan langsung duduk
disebelahku. “Serius amat sih baca novelnya.”

“Ih, siapa sih?” Ternyata dia Aulia Fitri, teman
sebangkuku ketika kelas VII C, dan bertemu lagi di kelas
IX C ini. Aku terkejut, “Lah kok kamu bisa…”

“Iya, hahaha.Aku sengaja ngerahasiain ke kamu
biar kamu terkejut.”

“Ih, pantesan kamu nggak mau ngejawab waktu
ditanya dapet kelas berapa. Nggak nyangka deh bisa satu
bangku lagi.”

“Hahaha, kangen kan satu tahun nggak sekelas
sama aku…”

“Wooo, nggak tuh, siapa juga ye...”
Tak lama kemudian bel masuk kelas pun
berbunyi. Semua siswa langsung masuk kelas. Dan kami
memulai pelajaran pertama. Yaitu pelajaran PPKN dan

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 109

sekaligus memberitahukan bahwa beliau adalah wali
kelas IX C. Namanya Bu Sri.

Bu Sri ini adalah sosok seorang guru yang selalu
semangat ketika mengajar, jarang absen, dan selalu tepat
waktu.

***
Hari yang Memalukan
Seminggu pun telah berlalu. Sound sistem
disetiap ruang kelas pun terdengar memberikan
informasi.
“Tes..tes.. dengarkan informasi ini.Saya tidak
akan mengulanginya untuk kedua kalinya, jadi tolong
dengarkan baik-baik. Siswa-siswi yang kami sebutkan
namanya akan menjadi petugas upacara hari ini.”
Suara Kepala sekolah pun terdengar disetiap
ruang kelas. Siswa-siswipun mulai mendengarkan
dengan baik. Dari kelas IX A disebutkan nama-nama yang
akan menjadi petugas, berikutnya kelas IX B,dan ketika
sampai kelas IXC, kelas kami Riyan Yoga menjadi
pemimpin upacara, dan Aulia Fitri menjadi moderator.
“Cie Aulia, ganbate yo…”
Marisa Dianah menjadi pembaca surah pendek.
”APA!!Aduh, kenapa mesti aku sih?”
“Hehehe Ganbate juga ya…”
“Ih, gimana nih belum ada persiapan fit.”
“Kita pasti bisa semangaaat!!” Tiba-tiba
seseorang teriak.

110 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Fitri… Markonah… semangat ya!” kata Sabila
Rini. Dan teman yang lainnya pun ikut menyemangati.

“Iya, semangat ya Marisa dan Fitri,”

“Aduh udah dua tahun nggak pernah upacara kok
tiba-tiba langsung disuruh upacara sih??”kataku.

“Mungkin biar kita dijemur dulu kali, biar
mateng,” celetuk Sabil.

“Hahaha iyaiya bener, biar otaknya jadi pada
mateng,” kata Nabila Tiarie.

“Yang namanya dipanggil langsung bergegas ke
kantor untuk mempersiapkan diri!” Suara kepala
sekolahpun mengakhiri.

“Yuk Fit, kita ke kantor.”
“Yuk, tapi kok tiba-tiba aku gemeteran ya Mar.”
“Iya nih sama.”

Setibanya dikantor, siswa siswi mengambil
peralata-peralatan untuk keperluan upacara dan
mendengar aturan-aturan yang diucapkan kepala
sekolah. Aku mendapat bagian membaca surah Ad-
Dhuha.

Ketika semua sudah siap ditempatnya masing-
masing. Upacarapun segera dimulai. Fitri membaca
urutan-urutan upacara.

“Kepada sang saka merah putih hormaaaaat
geraaak!!” teriak Riyan.Panduan suarapun langsung
menyayikan lagu indonesia Raya.Rasanya terdengar
dengan hikmat dan semua peserta dengan posisi hormat
kepada bendera merah putih.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 111

Setelah selesai tibalah giliranku.
“Pembacaan surah pendek akan dibacakan oleh
Marisa Dianah.”
Degdeg. Hatiku nggak karuan. Aku segera maju
dan membacakan surah pendek.
Ketika selesai, aku melihat ke tempat semua
peserta upacara.Mereka kok pada tertawa ya, apa ada
yang salah atau…Pikiranku mulai nggak karuan. Aku
ingin langsung bertanya pada Rizka, temanku dikelas IX
A nanti ketika setelah upacara selesai.
Ketika semua pada meninggalkan lapangan aku
langsung berlari menemuinya.
“Rizkaa! Tunggu. Riz, emang tadi kenapa sih pada
ketawa pas aku baca surah pendek? Emang ada yang
salah?Atau ada yang terlewat?”
“Kamu bagus bacaannya kok,nggak ada ayat yang
terlewat juga.”
“Terus, kenapa pada tertawa?”
“Em, nggak tau juga.”
”Ih, beneran Rizka.Bilang kenapa?”
“Beneran nggak kenapa-kenapa.”
“Masa sih?”
“Iya beneran. Udah ya, aku kelas duluan.”
“Ya udah.”
Ketika semua berjalan ke kelas, masing-masing
mereka melihatku sambil tertawa.

112 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Ih kenapa sih sebenarnya?”Sambil mendengus
kesal. Ketika sampai dikelas, aku juga langsung bertanya
pada Fitri.

“Fitri, kenapa sih kok tadi pada tertawa pas aku
selesai baca surah pendek? Emang ada yang salah?”

Sambil mengangkat bahunya, “Nggak ngerti juga
kenapa pada tertawa.”

“Yaudah ah aku mau ketoilet dulu ya.”
“Iya.”
Ketika aku ingin menuruni tangga di kelas IX B
ada yang menyeletuk, “Emang tadi siapa sih yang baca
surah kok dia ngelawak sih.”
“Tau tuh, mau ngelawak kali, kaya Pak
Jaja1ngucapin salam aja sampe panjang gitu.”
“Mungkin dia mau diketawain kali ya.”
“Hahaha bisa jadibisa jadi.”
Aku langsung menuruni tangga sambil menangis
sampai nggak sadar ternyata ada yang mendengar juga di
belakang. Dan melihatku menangis.
Ketika udah bel masuk berbunyi aku pun
mencuci mukaku biar nggak keliatan habis mengangis.
Dan langsung, “Mar, kok kamu lama banget ke toiletnya?”
kata Fitri.

1 Pak jaja adalah seorang guru IPS yang suka sering melucu
dikelas dan sering mengucapkan huruf S ditekan dan di
panjangkan.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 113

“Iya, tadi banyak yang ditoilet jadi agak
lama.”Aku berbohong agar nggak keliatan habis nangis.

Pelajaran matematika dimulai.Biasanya setiap
pelajaran matematika aku paling semangat karena
gurunya selain enak mengajarnya mempunyai kharisma
seperti orang Jepang karena alis mata yang tebal dan
hampir menyatu seperti kartun Jepang favoritku.
Namun hari ini membuatku jadi kurang fokus karena
kata-kata tadi.

Ketika istirahat Fitri mengajakku ke kantin, tapi
aku nggak mood.Aku bilang ingin baca buku. Akhirnya
dia pergi dengan Sabil dan Nabila.

Ketika kelas sepi aku menggeletakkan kepala ke
atas meja dan tiba-tiba teringat dengan kata-kata yang
menyakitkan itu.

“Sebel.Rasanya ingin pergi, nggak mau lagi jadi
petugas upacara.” Tiba-tiba ada yang mendekat ke
mejaku dan menyodorkan sebotol air minum.

“Udah,ngga usah menangis cuma gara-gara
perkataan itu. Biasanya orang bodoh hanya bisa mencela
nggak bisa melakukan. Kamu udah melakukan yang
terbaik kok, cuma tadi kamu grogi saja.” Seorang laki-laki
berbicara kepadaku.Dia Azzam Prasetyo,yang duduk
bersebelahan dengan Riyan Yoga. Orang yang sombong
dan kadang suka pamer plus suka bertingkah bodoh.
Tapi kata-katanya itu membuat aku tersadar. Lebih baik
memperbaiki kesalahan dari pada menyesali kesalahan,
karena memang waktu tidak bisa diputar kembali. Jika

114 | Goresan Mimpi Sang Pena

memang ada, itu hanya ada di cerita novel yang kubaca
kemarin.

“Ini air buat kamu. Minum biar lebih tenang.”
Memecahkan lamunanku.

“Em, iya.Makasih ya.”
“Iya, tapi jangan lupa,nggak gratis lo.”
”Yaudah nih,nggak usah.”
“Hahaha, bejanda kali, bejanda…”
“Becanda kali…”
“Hahaha.” Ketawanya makin keras.
“Husst, ketawanya kenceng bener.Tapi kata-
katamu tadi ada benernya juga sih. Kok kamu tiba-tiba
bisa menjadi orang bijak, kan biasanya cuma..”
“Cuma apa? Kamu bener-bener ya, memuji sih
memuji, ujung-ujungnya itulo.”
“Hehehe, emang benerkan.Kirain kamu cuma bisa
ngelakuin hal bodoh doang.” Gantian ketawaku yang
menjadi kencang.
“Ehemehem. Ada yang lagi pedekate nih.” Tiba-
tiba Fitri, Sabil dan Nabila datang.
“Ih, apa-apan sih. Orang cuma ngobrol doang,”
kataku dengan muka memanas.
“Masa iya, kok mukanya sampe merah gitu?”
“Eh, nggak tuh.”
“Yaelah Komar, bohong aja sama Fitri.”

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 115

“Ih, nggak mau deket-deket ah sama Rakjel2
itu,”kata azzam dengan tangan mengibas kearah kami.

“Ih, siapa juga lagi yang mau deket-deket orang
kaya lo,” kata Sabil sambil melihat sinis.

“Ih, pengen rasanya nabok kepala orang sombong
itu,” kata Nabila dengan mengepal tangan kanannya
keatas.

“Hahaha, sudah-sudah jangan berteman,” kata
Fitri, menambah ledakan tawaku.

***
“Eh Mar, aku mau nanya deh ke kamu.Ngerasa
nggak sih,semenjak selesai upacara si Azzam kok tambah
aneh ya. Mangil-mangil nama kamu ‘Mariyanah..
Mariyanah..’ gitu terus.Lalu tiba-tiba dia jadi sok. Sok
nanya-nanya tentang pelajaran gitu ke kamu. Biasanya
kan dia suka bangga-banggain temen sebelahnya dan
sok-sok-an bandingin aku dan kamu sama si Gembleng.
Bilang dia paling pinter lah dikelas, dan ngajakin kamu
mainan kartu sulap dan hal-hal yang lainnya.”
”Masa sih? Cuma perasaan kamu doang ah.”
“Beneran deh, tapi kalau dengan yang lainnya dia
tetep sombong dan berlagak so cool. Apa dia kepleset
dari tangga dan kepalanya duluan yang kena ya.”
“Waduh, ngeri amat.”
“Apa jangan-jangan dia…”
“Dia apa?”

2 Rakyat Jelata

116 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Suka sama kamu!”
“Ih, ya nggak bakalan. Dia itu kan emang suka
begitu.”
“Tapi kalau sama kamu tuh beda tau,Mar.”
“Ah, tau ah nggak ngerti.”

Bodoh
Pagi ini dengan suasana yang dingin dan
mencengkam. Dengan awan yang gelap menutupi
sebagian awan cerah.
“Aduh,nggak bawa payung nih. Mudah-mudahan
jangan hujan dulu sebelum sampai sekolah,” bisikku
dalam hati.
Dengan sedikit berlari kuarungi jalan tanpa ada
seorang pun yang melintas. Ketika hampir sampai
sekolah hujan rintikpun mulai berjatuhan. Aku berlari
hingga akhirnya sampai disekolah.
Ketika sudah sampai kelas, hujan mulai lebat
dengan petir yang mencengkram.
“Ya Allah,alhamdulillah terimakasih.Untung aku
sudah sampai di kelas.”
Aku memasuki kelas sepi tak ada seorang pun
yang hadir, dan ketika aku melihat kesisi kelas lain dari
jendela kelasku ternyata belum juga ada yang hadir.
Sudah beberapa menit kemudian datanglah seseorang
dengan seluruh tubuh sudah basah kuyup terkena air
hujan.
“Kamu udah datang,”kata Azzam.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 117

“Lah, kok kamu basah kuyup gitu?” kataku
dengan melihat heran.

“Iya, tadi pas turun dari angkot tiba-tiba hujan
deres, jadi sampai sekolah basah kuyup begini deh.”

“Aduh kamu bawa jaket nggak, tadi mah
harusnya neduh dulu sebentar. Hujannya juga udah
mulai berhenti tuh,”dengan nada khawatir dan melihat
keluar jendela.

“Nggak,kok kamu keliatan cemas gitu sih, biasa
aja kali. Tenang aja,nggak bakal sakit, orang kuat, tenang
aja hehehe.” Dengan membusungkan dadanya sambil
menepuk-nepuk.

“Wah, mulai deh. Nanti kalau udah sakit baru deh
tau rasa.”

Keesokan harinya, bangku disamping sebelah
tempat duduk Riyan, kosong.

“Dasar bodoh!” bisikku.
“Kamu kenapa Mar, kok sedih gitu. Sambil
ngeliatin terus bangku itu,”kata Fitri.
“Nggak kok,cuma heran aja kemarin dia bilang
orang kuat, tapi ternyata?”
“Kok kamu khawatir gitu sih? Tuhkan udah
mulai.”

“Mulai apa?”
“Ehem, udah sih nggak usah diumpetin-umpetin
gitu.”
“Ah,udahlah.Mau kekantin nggak? Laper nih.”
“Cie yang mengalihkan pembicaraan.”

118 | Goresan Mimpi Sang Pena

Seminggu kemudian.
“Kok kaya ada yang hilang ya,”sambil melihat
bangku kosong itu.
“Hilang apa?” kata Fitri sambil mencari-cari. “Em,
nggak nggak, udah ketemu.” Dengan pura-pura
menunjukkan pulpen. “Kamu kenapa sih Komar, kok
kurang semangat gitu.”
“Kurang semangat? Nggak deh, orang selalu
semangat lihat nih muka aku.”
“Udah sih,nggak usah ditutupin gitu,” Fitri sambil
melihat kearah bangku itu.
“Apasih, udah mulai deh anehnya.”
”Hahaha, keliatan bener bohongnya,”sambil
nyengir kuda.

Come Back
Setelah seminggu lebih akhirnya dia kembali
namun masih terlihat guratan-guratan pucat di
wajahnya.
“Hei Riyan!”kata Azzam sambil menepuk bahu
Riyan. “Kemana aja Bang baru masuk?”
“Yah, masa nggak tahu, habis keluar negeri nih.”
“Mana oleh-olehnya?”
“Ada tuh dirumah baju kotor.”
“Yaelah sueee..”
“Hahaha...” Saat itu aku ngerasa ada yang hadir
kembali.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 119

“Cie, Komar tuh, yayang udah masuk,”
mengagetkan lamunanku.

“Apa si Ncing Fit berisik amat, baru dateng geh.”
Azzam melihat kearahku sambil tersenyum.

“Yaelah,biasa artis mah kedatangannya ditunggu-
tunggu,”celetuk Azzam.

“Idih, siapa juga kali yang nungguin lu,
mendingan sakit terus, damai nih kelas,”kata Sabil.

“Iya, bener tuh,” kata Nabila menambahkan.
“Sudah-sudah jangan berteman,” mulai lagi deh
tuh kata-kata khas Fitri.

Semoga Sukses Ya
Perpisahan kelas IX pun dilaksanakan di Ciater
Bandung. Kami akan melaksanakannya seharian penuh
disana.
“Siswa-siswi kelas IX siaplah berbaris dilapangan.
Kami akan mengabsen. Dan ketika namanya dipanggil
langsung naik ke bus.”
“Nggak nyangka ya kita bakal berpisah,” kata
Nabila.
“Iya, nggak nyangka banget rasanya baru
kemaren kita kenaikan kelas. Kok udah mau perpisahan,”
kata Fitri dengan wajah murung.
“Jangan gitu ah, kaya mau berpisah selamanya
ajah. Kita masih bisa main sama-sama, ya kan?”
“Iya...”kata Sabil.

120 | Goresan Mimpi Sang Pena

Ketika semua sudah masuk ke bus kami langsung
berangkat, waktu pukul 7 pagi.

“Hei, jangan pada kangen ya sama gue,” celetuk
Azzam.“Idih masih ajah tuh orang GR, dan tambah eror
aja,” kata Nabila didepan bangkuku.

“Wajar,kita kan mau seneng-seneng,”kataku.
“Cie,yang belain,” Sabil menoleh kepadaku.
“Dih...jangan gitu,nanti siKomar sedih nggak ada
yang ngajakin mainan teka-teki lagi,”goda Fitri.
“Ah, udahanlah, jadi bete pada ngeledekin,”
sambil cemberut.
“Hahaha cie cie…”mereka kompak menggodaku.
Ketika sudah sampai ke Ciater, kami berempat
memutuskan untuk pergi ke tempat pameran di
sana.Ada yang menjual pernak-pernik dan ada
pertunjukan rumah hantu.
“Yuk kita ke rumah hantu yuk, sekalian uji nyali,”
Fitri mengajak.
“Yaudah yuk,”kataku.
“Hayuuuk,”kata Sabildan Nabila dengan
semangat.
Ketika sudah keluar dari rumah hantu tiba-tiba
hujan, padahal awan lagi cerah. Kami berempat berlari
mencari tempat berteduh. Nggak lama kemudian hujan
berhenti.
“Eh lihat..lihat..ada pelangi,”teriak Sabil.
“Dimana… dimana?”kataku gembira.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 121

“Itu disana!”Sabil menunjuk kearah gunung.
“Wah Kirei’3”kata Nabila.
“Iyah indah banget,”kataku. “So so4” kata Azzam
dan Riyan.
“Lah, kapan kalian ada disini?”kata Fitri kaget.
“Emang nggak tau kita dari tadi emang
disini?”kata Azzam.
“Masa iya?”sahutku.
“Iya, kalian aja yang tadi nggak merhatiin.”
“Oh gitu,”sambil mengangguk.
“Yaudah yuk, kita ke tempat perkumpulan,
takutnya tinggal kita doang yang masih disini,” kata Fitri.
“Iya bener juga,”kata Sabil.
Kami akhirnya bergegas ke tempat pertemuan
yang lumayan jauh. Kami berlari takut ketinggalan acara.
“Hei, Mariyanah!” tegur Azzam.
“Ih, Marisa dianah.”
“Hehehe, kepanjangan disingkat aja lah.”
“Nan desu ka5”
“Nggak nyangka ya kita udah mau masuk SMK.”
“Terus?”
“Ya, kita bakal nggak ketemu lagi.” Deg. Dadaku
merasa berdegup tidak seperti biasanya.

3 wah indahnya. (Bahasa Jepang)
4 Iya bener banget. (Bahasa Jepang)
5 Ada apa?(Bahasa Jepang).

122 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Iya kita bakal menginjak dewasa nantinya.”
“Semoga sukses ya.”Sambil tersenyum seperti
ada rautan kesedihan di wajahnya.“Iya, semoga kita
semua sukses,”membalas senyumannya.“Em, yaudah
yuk. Udah pada nggak kelihatan tuh kamu sih ngobrol
terus,” kata Azzam.
“Lah bukannya kamu yang duluan yang ngajak
ngobrol?” Aku mendengus kesal.
“Balapan lari yuk, siapa yang duluan ke tempat
acara yang kalah traktir jagung bakar,” kata Azzam
dengan semangatnya.
“Oke siapa takut.”

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 123

124 | Goresan Mimpi Sang Pena

Nama sayaMiftachul Jannah (Mita).
Dari kecil saya memang sangat suka menulis, hal inilah
yang membuat saya tertarik dengan pembuatan ataupun

ajang-ajang lomba menulis.
Saya juga sering menulis cerpen karya sendiri di blog

saya. Dalam dunia penulis ini saya sudah pernah
mencoba mengikuti lomba menulis cerpen ataupun
karya tulis dan sering sekali saya tidak ada dalam
nominasi pemenang. Namun saat saya masih SMP, saya
pernah mengikuti lomba sekolah walaupun tidak
menjadi juara tetapi saya sangat bangga karena saya

mendapat piagam aktif dari “Magna Olympus-
Indonesian Junior Writers”.

Kritik dan saran bisa menghubungi No HP:
085694556615, Nama twitter: @miftaach_ dan Nama

Facebook: Miftachul Jannah.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 125

Tak Seindah Mentari

Pagi hari yang cerah.
“Uhuuk.. Uhuuk!! Sin.. Bisa nggak beliin Ibu obat?

Obat Ibu sudah abis, Nak,” ucap Ibu Sinta yang terus-
terusan batuk.

Sinta adalah anak sematawayang dari keluarga
yang sudah terpisah. Ayah Sinta sudah sekitar dua
setengah tahun meninggalkan Sinta dengan ibunya.
Sedangkan ibunda Sinta sudah tiga bulan mengidap
penyakit TBC yang menyebabkan beliau terus-terusan
batuk.

Pada awalnya Sinta merupakan anak yang baik
dan berprestasi, namun pada sejak keadaan keluarganya
yang mulai berantakan, Sinta menjadi anak yang tidak
memperdulikan keadaan ibunya lagi, dan prestasinya
juga semakin lama semakin menurun.

“Aduuh.. Ibu!!!! Liat nggak sih, Sinta kan lagi
telfonan sama temen Sinta. Entar aja kenapa sih!!” bentak
Sinta.

“Tapi Ibu rasa, ini saatnya Ibu untuk minum obat
Nak.Ibu udah nggak kuat lagi.Uhuuk uhuuk!!” jawab
Ibunda Sinta.

“Yaelah Bu, kaya udah mau mati aja ngomong
begitu. Sabar sabaaar. Entar Sinta beliin,tapi entar habis
Sinta selesai telfonan,” ujar Sinta dengan nada yang
keras.Sinta pun pergi meninggalkan ibundanya yang

126 | Goresan Mimpi Sang Pena

sedang sakit itu, Ibunda Sinta pun menangis melihat
kelakuan anaknya yang seperti itu terhadap dirinya.
Beliau sangat tidak menyangka jika kelakuan anak
sematawayangnya akan berubah drastis seperti
itu.Dengan lemas, sang ibu pun terus meneteskan air
mata sambil berfikiran jika perubahan Sinta dikarenakan
dirinya yang tidak dapat menjadi seorang ibu yang baik.

“Ya Allah, maafkan hambamu ini karena tidak
dapat mendidik anakku dengan baik. Ini memang
salahku Ya Rabb, aku tidak dapat mempertahankan
keluargaku sehingga Sinta yang merasakan pahitnya.
Ampuni sikap Sinta terhadapku Ya Allah.Karena aku
tau,jika anakku ini sayang padaku,” ucap Ibunda Sinta
sambil terus meneteskan air matanya.

Namun dilain sisi, Sinta yang telah didoakan oleh
sang Ibu kini sedang berada di rumah kawannya. Sinta
sama sekali tidak memikirkan nasib ibunya yang kini
sedang membutuhkan obat untuk penyakitnya itu. Sinta
malah bermain, bermain, dan bermain tanpa sedikit pun
memikirkan sang Ibu yang selama ini telah
mendoakannya.

“Ehh Sin.. apa kabar sama Ibu lu? Bukannya
sekarang lagi sakit ya? Kok lu malah main ke rumah gua
sii?” tanya kawannya, yaitu Arta.

“Iya, Ibu gua emang lagi sakit. Alesan gua maen
kesini itu soalnya gua males tau nggak sih.Denger Ibu
gua yang sakit-sakitan itu.Batuk lah,ngerengek-rengek
lah,apalagi tadi masa gua lagi telfonan sama Dini, gua

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 127

disuruh beli obat. Rese’ banget kan tuh orang tua!” ujar
Sinta dengan kasarnya.

“Ebuseet.. parah banget sih lu ngomong kaya
gitu.Ibu luh tu!! Tega banget lu ngomong kaya gitu,”
sahut kawan lainnya, yaitu Littaf.

Sinta pun lalu pulang dari rumah kawannya
tersebut. Ditengah jalan ia tidak sengaja melihat apotek,
dan entah mengapa ia pun terfikir dengan keadaan sang
Ibu. Tanpa berfikir panjang ia pun masuk ke dalam
apotek itu dan langsung membeli obat untuk sang
ibundanya.

Saat Sinta sampai di gang rumahnya,, ia pun terus
berjalan dengan rasa panik yang sedikit demi sedikit
mulai muncul. Sampai pada akhirnya saat di depan
rumah Sinta mulai banyak orang-orang yang berkumpul
dan berlalu lalang keluar masuk dari rumahnya itu. Sinta
pun bingung dengan keadaan rumahnya yang ramai itu.

Dan tak berselang lama ia berdiri di depan
rumahnya itu, terdengar suara sirine ambulance.Ia pun
dengan paniknya langsung masuk ke dalam rumahnya
sambil membawa obat yang ia belikan untuk ibunya. Dan
ternyata...

Bruuuk!!

Obat yang ia belikan untuk sang ibunda pun
terjatuh. Dan dengan air mata yang langsung menetes
dengan derasnya.

“Ibuuu... Ya Allah Ibuuuu!! Bangun Bu, bangun.
Sinta udah beli obat buat Ibu. Bangun Bu bangun,
katanya Ibusayang sama Sinta, tapi kenapa Ibu tega

128 | Goresan Mimpi Sang Pena

ninggalin Sinta sendirian gini? Bapak udah ninggalin
Sinta dan sekarang Ibu yang mau ninggalin Sinta? Ya
Allah, Ya Rabb, Ibuuu...” ucap Sinta sambil memeluk
jenazah sang Ibunda yang sudah terbaring diatas kasur.

Ternyata sang ibunda pun telah meninggal dan
berpulang ke rahmatullah. Ibunda Sinta itu meninggal
pada saat ia selesai berdoa untuk anaknya, Sinta. Beliau
meninggal dengan wajahnya yang memiliki sedikit
senyuman. Sinta pun sangat sangat menyesal atas
sikapnya tadi pagi terhadap ibunya yang berbicara
sangat kasar. Sinta terus-terusan memeluk jenazah sang
ibu sambil terus menangis tersedu-sedu.

Beberapa jam pun telah berlalu, dengan
lemasnya Sinta pun mengambil air wudhu dan ia pun
melaksanakan shalat fardu Ashar. Disetiap doanya, ia tak
henti-hentinya meneteskan air mata.

“Ya Allah.. Sinta udah salah banget. Sinta bener-
bener salah sama Ibu. Coba kalo tadi pagi Sinta mau
beliin Ibu obat, Ibu nggak bakalan pergi secepet ini. Ibu...
Sinta tau kok, diatas sana Ibu lagi liat Sinta. Tapi kenapa
secepet ini Ibu ninggalin Sinta? Sinta emang bukan anak
yang Ibu harapin, tapi Sinta mau berubah Bu. Ibu udah
bener-bener ninggalin Sinta. Bapak pun nggak tau
dimana sekarang. Terus sekarang Sinta mau tinggal sama
siapa? Hidup sama siapa?” ucap Sinta dalam doanya.

Tak berselang lama setelah Sinta shalat, beberapa
kawannya pun datang dan turut berduka cita atas
perginya sang ibunda. Hingga ada satu tamu yang Sinta
kenal.Dan ternyata itu adalah…

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 129

“Nak, Sinta. Ini Bapak,Nak,” ucap seorang bapak
dengan memegang pundak Sinta.

“Ya Allah, Bapak!! Bapaaaakk, Ibu Pak… Ibu
pergi,” sahut Sinta yang langsung memeluk ayahnya itu.

Ternyata seorang bapak itu adalah ayahanda
Sinta, yang selama ini telah pergi meninggalkannya dan
sang ibu. Sang ayah pun juga tak kuasa menahan air
matanya. Dengan air mata yang terus menetes, beliau
pun mencoba menenangkan Sinta yang sangat amat
kehilangan ibunya.

Satuminggu kemudian.
Semenjak kepergian sang ibunda, Sinta pun
menjadi Sinta yang dahulu. Sinta yang baik dan Sinta
yang mulai memunculkan prestasinya kembali. Ia pun
kini juga lebih menghormati dan menghargai orang tua.
Ternyata, guru-guru Sinta pun mengikuti
perkembangan prestasi Sinta yang mulai muncul
kembali.Sinta pun akhirnya diminta oleh salah satu
gurunya untuk mengikuti Olimpiade Sains. Dengan tekad
dan kemauan yang kuat, Sinta pun menerima tawaran
sang guru itu. Selama 2 hari Sinta selalu membaca buku
demi keberhasilannya itu.

***
Dua hari kemudian.
“Semangaaat Sinta! Tuh liat bokap lu ada
disitu.Dia dateng buat ngasih semangat buat lu,” ucap
Littaf.

130 | Goresan Mimpi Sang Pena

“Iyaa Litt’.. kali ini gua gak bakal ngecewain bapak gua
dan ibu gua yang sekarang lagi ngeliat gua di atas sana,”
jawab Sinta sambil tersenyum.

Dengan semangat, Sinta pun mampu menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan dalam olimpiade tersebut.
Akhirnya kini sudah sampai di penghujung acara, Sinta
sangat tegang menunggu hasil perolehan Olimpiadenya.

Dan sampai akhirnya....

“Juara Olimpiade Sains pertama adalah..”

“Sintaa…”

Sinta pun sangat terkejut mendengar dan
mengetahui bahwa ia adalah pemenangnya. Ia mendapat
medali yang pastinya sangat membanggakan sang ayah
dan kawan-kawannya.

Sepulangnya mereka dari acara olimpiade, Sinta
yang bersama sang ayah pun langsung pulang menuju
rumahnya. Sinta pun langsung memasuki kamarnya, dan
tanpa sengaja ia melihat kalender yang ada pada dinding
kamarnya. Ternyata hari ini, hari dimana ia menjadi
juara Olimpiade Sains adalah tanggal 22 Desember.
Seketika Sinta pun teringat dengan sang ibu. Lalu ia pun
mengajak ayahnya untuk berziarah ke makam sang ibu.

Sesampainya di makam, Sinta pun langsung
memperlihatkan medali kejuaraannya itu pada makam
sang ibu.

“Bu, liat ini, Sinta juara Bu. Sinta juara olimpiade
Sains. Sinta tau kok, disana Ibu pasti support Sinta juga

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 131

kan?? Oh iya Bu, hari ini itu Hari Ibu loh. Sinta mau
ngasih medali Olimpiade ini buat Ibu, semoga disana Ibu
tenang ya,” ucap Sinta sambil menunjukan medali
Olimpiadenya itu.

“Bu.. maafin Bapak ya, udah ninggalin Ibu sama
Sinta sebegitu lamanya. Tapi sekarang Bapak janji Bu,
Bapak akan jaga Sinta. Bapak nggak akan ninggalin Sinta
Bu. Dan lihat Bu, Sinta juara ini demi Ibu. Untuk
nyenengin Ibu disana. Kita berdua selalu doa’in Ibu,”
ucap sang ayah yang sambil meneteskan airmata.

Dan akhirnya mereka berdua pun mendoakan
Ibu yang kini telah berada di alam yang berbeda. Didalam
doa Sinta:

“Sinta berharap kalau kejadian Sinta yang jahat
sama Ibu dulu, sampai Ibu ninggalin Sinta ini, cuma
terjadi sama Sinta aja. Sinta nggak ingin ada orang lain
yang ngerasain kaya Sinta, yang merasa bersalah gini
sama Ibu. Karena apa yang terjadi sama Sinta ini cuma
Sinta yang bisa ngerasain dan rasanya juga nggak bisa
diungkapin dengan apapun. Udah.. cukup Sinta aja ya
Buyang ngerasain ini semua. Pokoknya Sinta sayang Ibu.
Dan pada akhirnya SELAMAT HARI IBU. Untuk Ibu yang
berada jauh disana yang tetap selalu ada dihati Sinta.”

Karya ini terinspirasi dari lagu Fileski yang berjudul
Bangkitlah

132 | Goresan Mimpi Sang Pena

Namaku Nanda Angelisa Pratiwi.
Aku adalah seorang calon mahasiswi. Aku punya hobi
menulis. Awalnya sih hanya sering coret–coret di buku
diary saja. Namun, ketika di sekolah diadakan lomba
menghias kelas, temanku memintaku menulis kata–kata

di madding kelas.Dan ternyata mereka mengagumi
karyaku. Semenjak itu aku mulai mengikuti berbagai

event lomba menulis.
Nama penaku Ndaa Angell. Nama Facebook-ku, Nanda
Angelisa. 089679871621 adalah nomorhandphone-ku,

dan akun Twitter-ku adalah Ndaa Angell (NAP).

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 133

Hujan yang Membawa Cinta

Pagi yang sangat indah, di mana semua bunga–
bunga di taman ini sedang bermekaran. Kupu–kupu pun
mulai berdatangan, seolah ingin sekali singgah pada
bunga–bunga tersebut. Keindahan ini tiada duanya.
Sambil duduk di bangku taman, aku pun memandangi ke
seluruh bagian taman, yang kini telah dipenuhi oleh
kupu–kupu yang berterbangan.

Betapa bahagianya sang kupu–kupu, yang dapat
terbang bebas kemana pun ia mau. Terkadang aku pun
ingin merasakannya. Maksudku, aku ingin punya
kebebasan untuk melakukan hal apapun yang akusuka,
sesuai kehendakku.

Aku hanyalah seorang gadis biasa, yang tak
punya apa–apa. Hobiku adalah menulis, sehingga wajar
saja jika laptopku penuh dengan berbagai
tulisanku.Bahkan bukan hanya laptop, buku diary serta
binder noteku pun penuh akan tulisanku.

Aku berpikir bahwa tidak semua hal dapat aku
ceritakan kepada orang lain. Ada kalanya, aku harus
memendam cerita itu sendiri. Entah suka maupun duka,
aku lebih sering menggoreskan cerita tersebut pada
diary dan bindernoteku.

Kata, mengungkapkan perasaan. Sehingga ketika
aku membaca tulisanku, aku menyadari bahwa setiap
tulisanku memang sesuai dengan perasaan dan situasi
yang aku alami saat aku menulisnya.

134 | Goresan Mimpi Sang Pena

Hari mulai mendung, maka aku pergi
meninggalkan tempat yang indah itu. Aku terus berjalan
meskipun rintik hujan mulai menghampiriku. Hingga
pada akhirnya, kutemukan sebuah tempat yang bisa aku
singgahi untuk berteduh. Aku berjalan menuju tempat
itu. Sebuah halte bus, yang memiliki atap, supaya tidak
kehujanan.

Aku menunggu hujan reda di sana. Dalam
kesendirianku, terlintas di benakku, suatu hal yang
sangat aneh. Yaa, hal tersebut yang akhir–akhir ini
mengganjal di hatiku.

“Apakah aku normal? Mengapa aku belum
merasakan yang namanya jatuh cinta?”Hal itulah yang
selalu menjadi beban pikiranku.

Dalam kesunyian, aku tak menyadari bahwa sang
hujan pun semakin menderu. Sepertinya sang hujan tak
ingin aku pergi, dan ingin agar aku tetap di sini.

“Bagaimanapun, aku harus pulang, aku tak mau
termenung sendiri di sini, hingga hujan berhenti. Sebab,
sepertinya hujan selalu mengiringiku, dan tak mau pergi
dariku.”

Ketika sedang termenung, tiba–tiba sebuah mobil
berhenti di depan halte, dimana aku sedang berteduh.
Seseorang berpayung hitam pun menghampiriku. Ia pun
duduk di sebelahku. Sangatlah heran melihatnya.
Awalnya aku sangatlah ketakutan, sehingga aku
menjauh.

Tiba–tiba, si lelaki tersebut membuka jaket
hitamnya, dan memberikannya kepadaku.

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 135

“Ambillah ini, pakailah, agar kau tidak
kedinginan,” sahutnya kepadaku.

Tanpa pikir panjang, aku pun menerimanya, dan
memakai jaket pemberiannya, karena aku sudah sangat
kedinginan sejak awal aku berada di sini.

Lelaki tersebut sangatlah misterius. Pasalnya,
belum sempat aku berterimakasih dan berkenalan
dengannya, ia sudah meninggalkanku sendiri di sini.

“Siapa yalelaki itu? Mengapa ia sangat baik
kepadaku, meskipun kita tidak saling kenal? Wajahnya
sangatlah cerah, aaaaa… beruntungnya aku sempat
bertemu dengannya.” Aku terus memikirkannya.

Lima menit berlalu, kini hujan pun mulai reda.
Aku pun melanjutkan perjalananku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku melepas jaket yang diberikan
oleh sang lelaki misterius tersebut. Sesuatu pun terjatuh
dari saku jaket tersebut. Kutemukan sebuah jam tangan
berwarna coklat, bertuliskan “Rafa”.

“Oh mungkin namanya Rafa,” pikirku.
“Oh iya, bagaimana caraaku bertemu dengannya
lagi? Bagaimana cara mengembalikan jaket ini?
Sementara, aku pun tak tahu di mana ia tinggal,” tanyaku.
Tiba–tiba, terlintas di benakku, “Apa aku harus ke
tempat itu lagi? Menunggunya datang. Dan ketika ia
datang, aku harus mengembalikan jaket ini?”

***

136 | Goresan Mimpi Sang Pena

Keesokanharinya.

Kudatangi tempat itu untuk kedua kalinya.
Kududuk di tempat yang sama, berharap lelaki misterius
itu datang. Sudah satu jam berlalu, aku memutuskan
untuk pulang.

“Aaa… Bodohnya aku, mana mungkin ia datang
kembali. Bodohnya aku yang terlalu mengharapkannya,”
gumamku.

Lalu, saat aku mulai melangkah pergi dari tempat
tersebut, seseorang mulai menarikku. Aku menoleh ke
belakang. Tampak seorang lelaki dengan badan kurus.

“Mbak, Mbak yang kemarin dipinjamkan jaket
oleh seorang lelaki yang naik mobil ya?” beliau bertanya
padaku.

“Iya, Pak. Bapak ini siapanya ya?” aku balik
bertanya.

“Saya adalah supirnya. Lelaki yang kemarin
meminjamkan jaketnya adalah majikan saya, Mbak.”

“Lantas, kemana ia sekarang?” tanyaku
penasaran.

“Majikan saya sejak pagi tadi, mencari Mbak di
taman sebelah sana, namun tidak ada. Setelah itu,
majikan saya menunggu di sini selama dua jam, berharap
Mbak datang ke sini.”

“Lalu, dimana ia sekarang?”
“Ia sedang di rumah sakit, lantaran sewaktu ia
mau berjalan menuju mobil, ia tertabrak oleh seorang
pengendara motor. Maka dari itu, saya kembali kesini,

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 137

mencari Mbak. Majikan saya ingin bertemu dengan
Mbak.”

“Baiklah, antarkan aku menuju tempat dimana ia
sekarang,” pintaku.

***
Di rumah sakit.
“Hai, namaku Chila, yang kemarin kau pinjami
jaketmu.” Aku menyapanya.
“Hai, aku Rafa.Apa kabar?”
“Baik… Oh iya, aku ke sini mau mengembalikan
jaketmu,” ucapku sambil mengembalikan jaketnya.
“Oh iya, katanya kamu mencariku sejak pagi tadi,
benarkah? Kenapa?” tanyaku lagi.
“Iya, benar. Aku menyukaimu sejak pertama aku
berjumpa denganmu, ya walaupun kita tak saling kenal,
tapi sungguh, setelah aku pulang, kemarin, aku sangat
merindukanmu,” jawabnya.
“Hehe, aku juga. Sejak semalam, aku
memikirkanmu. Sebab itu aku menunggumu di halte
kemarin. Oh iya, aku juga menemukan sebuah jam
tangan bertuliskan “Rafa” di saku jaketmu.”
“Ambillah jam tangan itu, anggap saja untuk
kenang–kenangan,” jawabRafa.
“Baiklah, terima kasih ya,” jawabku.
“Chila, maukah kau menjadi pendamping
hidupku, menemani sampai nafas terakhirku?”
“Ya, aku akan menemanimu.”

138 | Goresan Mimpi Sang Pena

Belum lama mereka berbincang, namun tiba–tiba
Rafa yang awalnya baik–baiksaja, terkena serangan
jantung. Dan akhirnya Rafa tak terselamatkan. Betapa
sedihnya Chila, yang baru saja bertemu dengan Rafa,
namun kini telah ditinggalkan untuk selama–lamanya.
Karya ini terinspirasi dari lagu Fileski yang berjudul Hujan

Komunitas Negeri Kertas Tangerang | 139

140 | Goresan Mimpi Sang Pena


Click to View FlipBook Version