Profil Penulis
Nama Penuh: Nor Azizah binti Ismail
Nama Samaran: Azizah Ismail
No. Kad Pengenalan: 950215-08-6286
Negara: Malaysia
Email: [email protected]
140
Singkat
Nur Affizah binti Roslan
Demi masa
dunia semakin menua
kehijauannya hilang ditelan kepudarannya
bunyi-bunyi kicauan berganti bunyi dentuman
langit berubah mengikut warna kehendaknya
Penduduknya kian leka
mengejar keduniaan
menunduk ampun cahaya merosakkan
berlumba-lumba kejar teknologi empat segi
fungsinya cuma satu
mencuri masa emas
demi leka dengannya
Mampukah masa singkat
di isi pengisian mengenalnya
mendalami manisnya
keimanan, ketakwaan
tanpa irisan sembilu kata akhir penyesalan
singkatnya hidup, masa
141
ajarkanlah kebebasan
ajarkanlah kecintaan
agar tidak leka
dengan lakonan
permainan
sandiwara
142
Profil Penulis
Nur Affizah binti Roslan atau nama pena Pena Berbisa. Saya
merupakan anak jati sandakan sabah dan juga graduan daripada
universiti malaysia sabah dalam bidang penulisan seni kreatif,
minat membaca novel, puisi, mendengar lagu klasik dan melihat
anime. Meskipun warga negara Malaysia, namun saya
sepenuhnya berdarah keturunan Indonesia dari Sulawesi dan
Nusa Tenggara Timur. Jika diberi peluang untuk pulang ke
Indonesia saya akan pergi ke Sulawesi untuk melihat tanah
tumpah tempat kelahiran nenek perempuan saya. Di akhir kata,
dosen penulisan saya pernah beritahu, apa itu dunia sastera.
Sesuatu yang dipenuhi dengan cinta dan perasaan halus. Bukan
jiwa seni kalau seorang itu tidak tahu sifat empati.
143
Motton1
Muhammad Asqalani eNeSTe
kepada kera-kera yang anggun berayun
izinkan aku mengusik pohon masa lalu
mengenang hutan-hutan tempat membilang
kekanak-kanakan yang hilang.
di hutan penuh para itu,
kugigit buah kecil bulat dan kecut
motton membuatku seperti tarzan bergayut
memang lapar tak surut
tapi lapang dada manggut-manggut
jika kau datang ke sini kera-kera
aku akan membuka celana dan berdoa
agar kau jauh dari keusilan memburu tubuhku
yang masih mengkal untuk buah melulu nafsu
1 motton: nama buah di hutan, sebulat biji merica, jika matang
warnanya ungu hitam, rasanya sepat. banyak ditemukan di
hutan Paringgonan–Riau.
144
kata ibuku, lelaki yang tak pakai celana
meski anak kecil tapi tetap seperti kera
yang lugu, tak menggunakan akal
memakan motton dan lupa cara bergayut pulang
Pekanbaru 2013
145
Yang Bukan Penyair
Muhammad Asqalani eNeSTe
yang bukan penyair
tetaplah berdesir
di bibir pantai
membiarkan pasir-pasir
berzikir
ditimpa terik
panas siang
hati yang cadas
batu giok puisi
meluncur di jemari
di sela-sela doa
selat menuju Taala
yang menguasai ilmu Musa
kekuatan percaya
pada kata
yang membelah dada
146
o
penyair
yang bukan penyair
sama-sama katakan amin
bagi segala akidah
ikatkan kawin
Taman Sari, 31 Desember 2018
147
Percakapan Belia Suatu Senja
: hf
Muhammad Asqalani eNeSTe
aku baru saja menyimpan ikan asin
dalam lemari pendingin yang rapat
selalu kupastikan segala yang beraroma kuat
tak pernah mengkhawatirkan penciumanmu.
aneka buah selalu tertata rapi di meja sana,
hati-hati leci belum sempat kumasukkan
ke dalam laci,
sebentar akan kukupaskan buah markisa
sebelum kaupesan.
“Ini malam apa?" katamu ragu. kukatakan Rabu
belum jua menyempurnakan diri sebagai masa lalu.
malam ini aku ingin menangis,
maka biarkanlah remote di tanganku,
sejenak mematung di depan televisi,
melupakan tawa yang selalu kautawarkan
selepas menonton komedi.
148
lebih baik kau berenang untuk bersenang-senang
atau sejenak melupakan kenangan yang
masih saja sekusut benang
meski telah berkali-kali kau urai,
atau
sekadar duduk di dipan depan, seraya
memandang senja yang merah tiruan di bawah
hentaman jazz yang tidak terlalu bising.
jika kau sedang tak ingin sendiri,
biarkan kursi di loteng sana kita isi berdua,
sembari menatap langit yang gelapnya mulai rumit,
kemudian cahaya bulan datang menimpa kerumitannya.
“seberapa besar kau mengagumi purnama?"
tanyaku sekadar mengudar kata.
“sebesar kekagumanku pada cahaya yang
terperangkap di kedua sempit matamu.” aku terperanjat
sejak kapan kau paham cara goda-menggoda?
“aku tak pernah menyaksikan lesung paling menakjubkan
kecuali lesung pipimu.” suaraku serak.
sayang kau sedang lapar,
rayuanku malah membuatmu gusar.
149
kucairkan kekakuan.
kutraktir kau di cafe dekat taman kanak-kanak.
matamu bercahaya. berputar bahagia.
serasa sedang mengejar anak-anak yang
tak peduli polusi kuda-kuda besi sudah seperti
racun babi.
Rabu Rebah, 2013
150
Profil Penulis
Muhammad Asqalani eNeSTe. Kelahiran, Paringgonan, 25 Mei
1988. Pemenang II Duta Baca Riau 2018. Alumnus Pendidikan
Bahasa Inggris, Universitas Islam Riau (UIR). Mengajar Bahasa
Inggris di Smart Fast Educatin.
1 Januari 2019 buku puisinya berjudul "doksologi"
memenangkan Sayembara Buku Fiksi, Komunitas Menulis
Pontang-Tirtayasa (Komentar). Menulis sejak 2006. Biografinya
ditulis oleh Novita Rahayu, Mahasiswi Ilmu Perpustakaan–
Universitas Lancang Kuning. Puisi-puisinya dijadikan skripsi
Lisensia Puitika puisi-puisi Muhammad Asqalani, sebuah kajian
Stilistika” disusun oleh Raka Faeri (NPM: 086210631). Juara 1
Lomba Menulis dan Membaca Puisi Nasional di National
University of Singapore-Singapura (2019).
IG: @muhammadasqalanie
151
Mazmur Bunga Tabur
Rezqie M. A. Atmanegara
kita akhiri melantunkan mazmur kematian itu
ketika sedu sedanmu
sudah tak lagi mengucapkan riak isak menjelma
dalam tawa di belakangku
ketika kau telah khianat memutus perjanjian diikat dengan
kesia-siaan
kita tak akan pernah menemu ujung tangis berkepanjangan ini
yang terbiasa kita temukan menjelang sunyi memerangkap diri
kau menaruhku dalam belanga bara doamu berasap memupus
menghamburkan duka serupa bunga tabur yang kita semai
pada sepasang nisan perasaan menghapus tatahan nama kita
sebab telah kutemukan tanah paling subur di gembur dadamu
mengubur segala warisan ingatan di timbunan bukit air mata
dan setiap jeritan malam aku merasa menziarahi masa laluku
sendiri
2020
152
Mazmur Tanah
Rezqie M. A. Atmanegara
dari sumber menembus lapisan daging tanah
persemayaman akar yang merenungi jalan asing
bagi tumbuhnya ranting dan daun yang mengurai
mempersilakan himpunan risalah kaum serangga
melipat gulungan riwayatnya pada ranah pepohonan
malaikat belantara mengepak sayap dari hutan ke hutan
merambahi luka bakar tanah yang mengasapi jagat raya
menempa semesta hitam menjadi mendung masa depan
bunga-bunga menumpas diri di tengah padang oasis
tepat runcing duka membidik sarang rahim tanah
terangkat mimbar penghulu menyeru kehilangan
dalam gemerisik sembilu ilalang menumbuhi batin
dari kekeringan kemarau mempraharakan tanahku
mencari sumur penawar di liang sungai tertuba
kehilangan ratib rumput di lubuk yang gelisah
pada lumpur melimbur tanah terhambur
cahaya senandung mazmur terhalang berhala
153
mengikat sujud manusia berkiblat ke benda-benda
lalu ada yang terasah serupa parang dalam mataku
mengupasi kulit demi kulit air mata yang membatu
mengekalkan saksi bagi tanah-tanah ditinggalkan
oleh langkah-langkah kedurhakaan yang menjauh
2020
154
Prahara Tanah Larangan
Rezqie M. A. Atmanegara
sebagai manusia bukit kami telah lama diajarkan fasih
mencenayang telapak musim, membaca isyarat langit
menafsir suara hutan menerjemahkan bahasa sungai
menerka gurat tanah mengartikan kegaiban sepasang alam
untuk memulai upacara berladang dan ritual menuai syukur
inilah rumpun kami yang mendiami belahan penjuru belantara
bergantung di hutan-hutan berpegang teguh pada akar leluhur
maknailah kami yang semakin tergeser ke tepi jurang
pembuangan
mempertahankan tiap serpihan tanah larangan sebagai wasiat
akhir
maka kami tak akan berhenti melepas mata parang dari
warangkanya
mengacung ke wajah-wajah asing yang datang menawarkan
khianat
meski serbuk semesta menyilak nyarak merah prahara
tanah pijakan memancurkan dirus darah ke muara
tetap kami menyatu genggam di tiang kesetiaan
bersaksi leluhur dikenang penerus luhur
155
menjadi manusia bukit bersetia pada pitak2, danum3, dan
katuan4 larangan
adalah janji kewajiban yang dimaharkan dengan sehembus roh
kehidupan
dari kebaikan Sang Hyang Nining Diwata yang dihantarkan
Nining Bahatara
di atas segenap kelengkapan semesta ke hadapan kami yang
mempercayai
kecintaan terhadap tanah dan hutan laksana kasih perjuangan
orang tua kami
yang tak terpisahkan dari daging urat napas kami meski di
ambang kepunahan
2020
2 tanah
3 air
4 hutan
156
Profil Penulis
Rezqie M. A. Atmanegara lahir di Hulu Sungai Tengah, pada 5
Juni. Karya-karyanya dimuat di berbagai media masa cetak dan
elektronik serta memenangkan lomba dan antologi bersama
dari lokal hingga nasional, antara lain: Mahligai Penyair
Titipayung (2020), Pringsewu Kita (2020). Meratus Nyanyian
Rindu Anak Banua (2020), Lokalitas Banjar dalam Puisi 10
Penyair Kalimantan Selatan (2020), dll. Atas konsistensi,
reputasi dan dedikasinya menerima penghargaan Hadiah Seni
(Sastra) dari Walikota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Sekarang menetap di Hulu Sungai Tengah-Kalimantan Selatan.
Indonesia. email: [email protected].
157
Andai Aku Berkata Biarlah
Rusdi Mohamad Noor
Biarlah ganas peperangan
mengunyah daging insan kerdil
wanita yang hamil
atau dicincang lumat warga tua
di situ bukan negaraku.
biarlah unggun huru hara menyala
api galak kemarahan marak di kota besar
bertarung antara sesama
menakutkan dan menghancur lebur
gagah ekonomi tersungkur
di situ bukan negeriku.
biarlah kealpaan menebal
dosa pahala bercampur gaul
insan menggelumpur dicekik kekejaman
gadis kecil diperkosa
jernih bundar mata mulus suci bayi
cekal menghadap kematian
dibuang bapa ibu sendiri
158
itu bukan ahli keluargaku
merajakan biarlah
aku sekadar memacak panji reda
memilih sarung binatang
mengganti jubah kemanusiaan.
159
Profil Penulis
Rusdi Mohamad Noor menganggap dirinya sangat mentah
dalam dunia penulisan kreatif. Dia dilahirkan pada tanggal 12
hb. Mei 1972 dan berasal dari Kampung Pasir Jering, Kuala Krai,
Kelantan. Mendapat pendidikan awalnya di Sekolah
Kebangsaan Chenulang Kuala Krai Kelantan, kemudian beliau
berpeluang meneruskan pelajarannya di Sekolah Menengah
Sains Machang Kelantan. Beliau meneruskan pengajiannya di
Universiti Pertanian Malaysia (sekarang dikenali sebagai
Universiti Putra Malaysia) dalam jurusan Diploma Kejuruteraan
Pertanian. Setelah tamat pengajian di peringkat diploma, beliau
telah menyambung pengajiannya di universiti yang sama dalam
bidang Bachelor Pendidikan (Pendidikan Jasmani). Beliau
sekarang bertugas di Sibu, Sarawak dalam bidang pengurusan
operasi industri perladangan kelapa sawit. Minat menulisnya
telah bercambah sejak dibangku persekolahan lagi namun
sekadar menulis untuk keseronokan sendiri sahaja. Pada tahun
2020, beliau telah menyertai beberapa penulisan kreatif
berbentuk antologi dan antaranya ialah Antologi Kemanusiaan
(Kumpulan Sonigraf) terbitan Pustaka Dewan Puisi. Sebuah lagi
antologi yang disertainya ialah Antologi Pantun Sayang
Disayang yang juga diterbitkan oleh Pustaka Dewan Puisi.
Beberapa lagi projek antologi yang disertainya masih di
160
peringkat pencetakan. Beliau meminati genre puisi modern dan
penulisan pantun, namun gemar meneroka genre lain untuk
menambahkan lagi keseronokan dan mencabar diri untuk
berkarya.
161
Musim Pengkhianat
Winar Ramelan
Segeralah musim ini berganti
Paceklik telah mencekik
Sedang kerinduanku telah menyala
Di tengah sengal juga gemetar
Rasanya musim ini teramat liar
Ia membakar hingga akar
Bukan hanya kulit tubuh yang lepuh
Tulang dan sumsum menjadi rapuh
Teriakku dibawa angin berlalu
Pada hululah yang kutuju
Tetapi musim ini banyak pengkhianatan
Bunga gugur lebih awal
Pohon-pohon ranggas
Hingga tinggal ranting yang telanjang
“Musim ini benar-benar menjadi musim pengkhianat
Kadang menjadikan manusia tak bermartabat.”
162
Siapa yang Menabur Demam
Winar Ramelan
Siapa yang menabur demam hingga kami diungsikan
Daun-daun duka bermunculan
Dengan siraman was-was dan prasangka
Ataukah matahari sedang berpinak
Ia menjalari sekujur tubuh
Melata dan mekarkan kembang
Hingga serbuknya dibawa angin ke tenggara
Kaukah itu?
Seperti membawa kembang setaman
Mawar, kenanga, dan serpihan pandan
Tak lupa sekuntum kamboja
Demam mencapai puncaknya
Membawa manusia ke surga Himalaya
Menjadi tamu yang mulia
Dijamu dengan tergesa
163
Ikan dan Perahu Masih di Dadaku
Winar Ramelan
Aku lupa mengeluarkan air mata
Air asin itu membeku
Setelah sekian purnama tak ada cerita baru
Dada tetap menjadi sungai
Tempat perahu dan ikan saling bertemu
Entah itu benturan atau canda
Ilalang tumbuh di tepi tubuhku
Menadah musim demi musim yang tak pernah surut
Menjadi lukisan dengan cahaya kunang
Yang senantiasa ingin kunyalakan
Bunga putihnya kini tumbuh di kepalaku
Menjadi serumpun penanda usia
Masih saja kusimpan air mata ini di tingkap langit
Bertemu pada yang maha kurindu
Tuk menjelma menjadi segumpal awan kapas
Berenang-renang di langit biru
Sementara ikan dan perahu tetap hidup
Dan bertemu di dadaku
164
Profil Penulis
Winar Ramelan lahir di Malang 05 Juni, kini tinggal di
Denpasar. Menulis kumpulan puisi tunggal dengan judul Narasi
Sepasang Kaos Kaki.
Puisinya pernah di muat harian Denpost, Bali Post, majalah
Wartam, Dinamikanews, Tribun Bali, Pos Bali, konfrontasi.com,
Sayap Kata, Dinding Aksara, detakpekanbaru.com. Kompasiana,
Flores Sastra, Antologi bersama Palagan, Untuk Jantung
Perempuan, Melankolia Surat Kematian, Klungkung Tanah Tua
Tanah Cinta, Tifa Nusantara 3, Puisi Kopi Penyair Dunia,
Pengantin Langit 3, Seberkas Cinta, Madah Merdu Kamadhatu,
Lebih Baik Putih Tulang Dari Pada Putih Mata, Progo
Temanggung Dalam Puisi, Rasa Sejati Lumbung Puisi,
Perempuan Pemburu Cahaya, Mengunyah Geram Seratus Puisi
Melawan Korupsi, Jejak Air Mata Dari Sittwe ke Kuala Langsa,
Senja Bersastra di Malioboro, Meratus Hutan Hujan Tropis,
Ketika Kata Berlipat Makna.
Email : [email protected]
No Hp : 08980742477
Alamat : Jln. Nangka Selatan Gg. Paksimas I.A No. 11
Denpasar Utara, Denpasar - Bali
Kode Pos : 80231
165
Sang Mentari Suram
Zaid MD Saman al-Haj
Apakah kita pernah terfikir
dan terbetik di jiwa
bahawa akan tibanya
satu detik
di zaman mutakhir dunia fana ini
sang mentari akan bergerak di dada langit
dengan warna-warna suram
di ufuk timur. mahu pun barat.
Percaya atau tidak
atau mahu tidak mahu
kita sebagai makhluk ciptaan Ilahi
secara spontan tanpa amaran
telah diserang hendap
oleh virus yang tidak bermata
bertindak sebagai musuh
yang tidak dapat dilihat
tetapi secepat kilat membunuh.
166
COVID-19
menerpa di dunia fana
berjaya merenjuh jutaan nyawa penghuni dunia
yang setiap hari menyengat paru-paru
dan sistem anti-bodi manusia rapuh
tanpa belas kasihan dan erti air mata
tanpa memikir usia-darjat keturunan
tanpa memilih warna kulit
tanpa melihat lokasi terpa manusia lalai-leka
mengkafankan si mangsa terus
bersada di liang barzakh
menyebabkan sinaran mentari hidup kita
semakin suram.
167
Profil Penulis
Zaid MD Saman al-Haj (Abang Z, ASP Sahab), AMN, BCM,
BKT, PJK dilahirkan di Kampung Tanjung Bidara, Melaka 66
tahun yang lalu. Kini menetap di Jelebu Negeri Sembilan. Pesara
Pendidik ini kini menjadi usahawan buku dan produk batuan.
Berkelulusan Ijazah Sarjana Pendidikan masih aktif dalam
kegiatan NGO seperti PIBG dan Persatuan Penulis. Sangat
berminat dalam bidang penulisan dan mula mengarang sejak di
bangku sekolah rendah lagi. Mencuba berkarya dalam semua
genre karya kreatif tetapi lebih banyak memfokus dalam genre
novel, sajak, cerpen, puisi lama dan cerita kanak-kanak. Karya-
karya beliau telah disiarkan oleh akhbar-akhbar dan majalah-
majalah arus perdana. Sementara novel-novel dan cerita kanak-
kanak beliau diterbitkan oleh DBP, ITBM, FAJAR BAKTI, UP&D,
RHYTHM PUBLISHER dan KL Enterprise. Penulis yang suka
memberi semangat kepada penulis-penulis baru ini, telah
banyak kali menerima perlbagai anugerah darjah kebesaran
negeri dan kebangsaan dan anugerah dalam bidang penulisan di
peringkat negeri Melaka, Negeri Sembilan dan Kebangsaan.
168